Upload
doananh
View
219
Download
0
Embed Size (px)
Citation preview
1
BAB I
PENDAHULUAN
1.1 Latar Belakang
Bahasa sebagai alat komunikasi atau media digunakan untuk berhubungan
antar-anggota masyarakat. Artis, pembawa acara, penonton, dan penelepon
merupakan sumber tempat bahasa itu terpelihara dan berkembang disebut sebagai
sumber bahasa. Menurut (Jendra,1984:4), sumber tempat bahasa itu dipelihara
dan berkembang disebut dengan sumber bahasa (repertoar linguistik). Untuk
memenuhi hasrat dan kodratnya sebagai makhluk sosial, manusia memerlukan
alat bkkkerupa bahasa. Hal seperti itu bisa dilihat dalam kehidupan sehari-hari.
Tidak mengherankan apabila suatu bahasa lebih banyak dipakai, bahasa itu akan
berkembang. Sebaliknya, bahasa itu tidak banyak dipakai oleh masyarakat,
kosakatanya akan terdesak oleh pemakaian bahasa dan bahasa itu tidak akan
berkembang. Anggota masyarakat bergaul antarsesamanya sudah menggunakan
bahasa Indonesia apalagi kalau yang bergaul itu berbeda grup etnik (Pateda,
1987:4).
Kedudukan dan peran media yang demikian penting dalam pengembangan dan
pembinaan bahasa Indonesia dan bahasa-bahasa daerah di Indonesia telah
menyebarluaskan dan mencerdaskan bangsa Indonesia. Kemajuan kebudayaan
dan peradaban bangsa harus diakui untuk diperani oleh media massa elektronik
dan media cetak. Media massa memang sangat besar peranannya dalam
pengembangan dan pembinaan bahasa. Oleh karena itu, insan-insan media massa
2
cetak dan elektronik dituntut untuk memiliki nasionalisme kebahasaan.
Nasionalisme yang dibutuhkan dalam rangka pengembangan bahasa bukan hanya
demi perkembangan bahasa sebagai alat komunikasi semata, melainkan demi
tumbuhnya jati diri kebahasaan bahasa Indonesia. Media elektronik dan cetak
berperan sangat penting dalam membina para pengguna bahasa, baik bahasa
Indonesia maupun bahasa daerah dan bahasa-bahasa asing. Kebiasaan
mendengarkan radio atau televisi, berita, obrolan, sinetron, drama, bahkan syair
lagu-lagu, masyarakat pendengar atau pemirsa televisi, jelas mendengarkan
rangkaian bunyi bahasa, rentetan kata bermakna, sekaligus memperkaya bahasa
dan informasi (Mbete, 2013:13).
Bahasa Indonesia berkedudukan sebagai bahasa nasional dan bahasa negara.
Kedudukannya sebagai bahasa nasional dimulai ketika dalam Sumpah Pemuda 28
Oktober 1928. Para pendahulu kita mengangkatnya dari bahasa Melayu yang
sejak abad ke-16 telah menjadi lingua franca di seluruh Nusantara, menjadi
bahasa persatuan yang akan digunakan sebagai alat perjuangan nasional.
Kedudukannya sebagai bahasa negara tercantum dalam Undang-Undang Dasar
1945 Bab XV Pasal 36, yang menyatakan bahwa bahasa negara adalah bahasa
Indonesia. Sebagai bahasa nasional, bahasa Indonesia menjalanakan fungsi
sebagai (1) lambang kebangsaan nasional, (2) lambang identitas nasional, (3)
sarana penyatuan bangsa, dan (4) sarana perhubungan antarbudaya dan daerah.
Lalu, dalam kedudukannya sebagai bahasa negara, bahasa Indonesia berfungsi
sebagai (1) bahasa resmi kenegaraan, (2) bahasa pengantar resmi di lembaga-
lembaga pendidikan, (3) sarana perencanaan dan pelaksanaan pembangunan serta
3
pemerintahan, dan (4) sarana pengembangan kebudayaan dan pemanfaatan ilmu
pengetahuan serta teknologi modern. Dari fungsi-fungsi yang diembannya sebagai
bahasa nasional dan bahasa negara, bahasa Indonesia merupakan bahasa pertama
dan utama di Negara Republik Indonesia (Chaer dan Agustina, 2010:225)
Bahasa-bahasa lain yang merupakan bahasa penduduk asli, seperti bahasa
Jawa, bahasa Sunda, bahasa Bali, dan bahasa Bugis berkedudukan sebagai bahasa
daerah. Kedudukan bahasa-bahasa daerah ini dijamin kehidupannya dan
kelestariannya seperti dijelaskan pada Pasal 36 Bab XV Undang-Undang Dasar
1945. Bahasa daerah (bahasa Bali) mempunyai fungsi sebagai (1) lambang
kebanggaan daerah, (2) lambang identitas daerah, (3) sarana perhubungan di
dalam keluarga dan masyarkat daerah, dan (4) sarana pengembangan serta
pendukung kebudayaan daerah. Di dalam hubungannya dengan tugas bahasa
Indonesia, bahasa daerah ini bertugas pula sebagai (1) penunjang bahasa nasional,
(2) sumber bahan pengembangan bahasa nasional, dan (3) bahasa pengantar
pembantu pada tingkat permulaan di sekolah dasar di daerah tertentu untuk
memperlancar pengajaran bahasa Indonesia dan mata pelajaran lain. Jadi, bahasa-
bahasa daerah ini secara sosial politik merupakan bahasa kedua (Chaer dan
Agustina, 2010:226).
Bahasa asing adalah semua bahasa kecuali bahasa Indonesia dan bahasa-
bahasa daerah yang ada atau dipakai oleh masyarakat Indonesia di Indonesia.
Fungsi bahasa asing secara umum harus didasarkan kepada tujuan pendidikan.
Dengan demikian, bahasa asing harus dikuasai sedemikian rupa sehingga dapat
dipakai sebagai alat komunikasi untuk membantu mempercepat proses
4
pembangunan negara dan bangsa. Pengajaran bahasa asing harus didasarkan atas
tujuan penguasaan bahasa sebagai alat komunikasi. Perlu disadari bahwa untuk
menjadikan bahasa asing sebagai alat yang dapat diandalkan perlu dicari metode
pengajaran yang sesuai dengan tujuan tersebut. Bahasa asing memiliki fungsi
sebagai (1) alat perhubung antarbangsa, (2) alat pembantu pengembangan bahasa
Indonesia menjadi bahasa moderen, dan (3) alat pemanfaatn ilmu pengetahuan
dan teknologi moderen untuk pembagunan nasional (Halim, 1980:124).
Kemajuan ilmu pengetahuan dan teknologi membuat perkembangan
teknologi komunikasi, informasi, dan teknologi media massa (media cetak, media
elektronik, dan multimedia) turut mengalami kemajuan serta perkembangannya
yang sangat pesat saat ini. Televisi tidak dapat dimungkiri merupakan sarana
penyampaian informasi yang paling besar pengaruhnya. Perkembangan siaran
televisi di Indonesia didahului oleh kuatnya posisi tayangan televisi sebagai media
hiburan. Tuntunan publik membuat terjadinya reposisi siaran televisi di negeri ini,
tidak hanya sebagai media hiburan, tetapi juga sebagai media informasi, media
pendidikan, dan media bisnis (Helmalena, 2011).
Program acara televisi seakan tidak pernah ada habisnya. Beberapa stasiun
televisi menayangkan rangkaian program acara hingga 24 jam penuh setiap hari.
Khususnya di Bali ada lima siaran televisi lokal yang menayangkan berbagai
rangkaian program acara untuk menghibur para penonton. Acara-acara yang
ditayangkan seperti lagu-lagu dalam bahasa Bali, acara dalam agama Hindu,
upacara-upacara kedaerahan lainnya dan berita dalam bahasa Bali dan bahasa
Indonesia. Lima siaran televisi lokal yang ada di Bali, yaitu Bali TV, Dewata TV,
5
Televisi Republik Indonesia (TVRI Bali), Bali Musik Channel (BMCTV Bali),
dan Media Nusantara Citra Televisi (MNCTV Bali). Salah satu stasiun televisi
lokal yang menayangkan acara hiburan di Bali adalah Bali TV. Acara hiburan
yang ditayangkan di Bali TV adalah Samatra Artis Bali yang merupakan program
dialog interaktif yang ditayangkan secara (live) langsung setiap Minggu pukul
20.00 WITA. Program ini mengundang artis-artis Bali yang sedang populer untuk
berbincang-bincang dalam dialog santai bersama pembawa acara. Tidak jarang
artis juga berinteraksi langsung dengan para penonton yang hadir di studio dan
pemirsa di rumah yang berkomunikasi melalui saluran telepon (Riyanti, 2014:3).
Peristiwa campur kode dapat ditemukan di mana saja dan terjadi kapan
saja selama ada proses komunikasi. Pada acara Samatra Artis Bali orang-orang
yang ada di acara tersebut merupakan masyarakat yang dwibahasawan sering
bercampur kode karena saat berkomunikasi akan menghadapi beranekaragam
individu terhadap artis, pembawa acara, penonton, dan pemirsa di rumah yang
berkomunikasi melalui telepon. Pembawa acara di Samatra Artis Bali berinteraksi
dalam dialog interaktif menggunakan bahasa lisan yang bercampur kode dalam
percakapan sehari-hari yang dapat dengan mudah dipahami oleh masyarakat
karena acara ini bersifat untuk menghibur para penonton.
Fenomena “Campur Kode dalam Bahasa Indonesia pada Acara Samatra
Artis Bali di Media Massa Bali TV” sangat menarik untuk diteliti dan dikaji
secara sosiolinguistik. Acara Samatra Artis Bali, banyak terjadi peristiwa campur
kode dari pembawa acara dengan artis, artis dengan penonton, pembawa acara
dengan penonton dan pemirsa di rumah yang berkomunikasi melalui telepon.
6
Pembawa acara dan artis-artis yang diundang ke dalam acara tersebut
menggunakan bahasa Indonesia untuk berbincang-bincang, tetapi pada saat
berkomunikasi mereka juga menggunakan bahasa Bali dan bahasa Inggris. Selain
pembawa acara dan artis yang diundang pada acara tersebut juga menggunakan
bahasa lisan, maka muncullah peristiwa campur kode di dalam dialog interaktif
tersebut. Selain itu, penelitian sosiolinguistik khususnya campur kode pada acara
Samatra Artis Bali belum pernah diteliti.
1.2 Rumusan Masalah
Berdasarkan latar belakang di atas, masalah yang dibahas dalam penelitian
ini dapat dirumuskan menjadi dua rumusan masalah. Adapun rumusan masalah
tersebut adalah sebagai berikut.
1) Macam-macam campur kode apa sajakah yang terdapat pada acara Samatra
Artis Bali?
2) Faktor-faktor apa sajakah yang menyebabkan terjadinya campur kode pada
acara Samatra Artis Bali?
1.3 Tujuan Penelitian
Setiap penelitian yang dilakukan memiliki tujuan yang hendak dicapai oleh
seorang peneliti. Berdasarkan rumusan masalah di atas, penelitian ini memiliki
dua tujuan, yaitu tujuan umum dan tujuan khusus. Untuk lebih jelas, kedua tujuan
tersebut diuraikan seperti berikut.
7
1.3.1 Tujuan Umum
Secara umum, penelitian ini ingin memperoleh data dan informasi
mengenai penggunaan “Campur Kode dalam Bahasa Indonesia pada Acara
Samatra Artis Bali di Media Massa Bali TV”. Selain itu, penelitian ini untuk
mengetahui sejauh mana penggunaan bahasa Indonesia yang bercampur kode
mengingat bahwa pembawa acara, artis, penonton, dan penelepon tersebut adalah
masyarakat dwibahasawan.
1.3.2 Tujuan Khusus
Terdapat dua tujuan khusus berdasarkan rumusan masalah yang
dikemukakan dalam penelitian ini. Adapun tujuan khusus dalam penelitian ini
diuraikan seperti berikut.
(1) Untuk menemukan fakta-fakta tentang macam-macam campur kode yang
terdapat pada acara Samatra Artis Bali.
(2) Untuk menemukan faktor-faktor yang menyebabkan campur kode pada acara
Samatra Artis Bali.
1.4 Manfaat Penelitian
Dalam penelitian ini terdapat dua manfaat, yaitu manfaat teoretis dan
manfaat praktis. Adapun manfaat tersebut diuraikan sebagai berikut.
8
1.4.1 Manfaat Teoretis
Secara teoretis, penelitian ini diharapkan dapat memperkaya hasil
penelitian dalam bidang sosiolinguistik, khususnya terkait dengan masalah
campur kode. Selain itu, penelitian ini bermanfaat untuk menemukan fakta
tentang campur kode dalam rangka pengembangan sosiolinguistik. Penelitian ini
juga sebagai bahan acuan bagi pengembangan ilmu pengetahuan dan penelitian
“Campur Kode dalam Bahasa Indonesia pada Acara Samatra Artis Bali di Media
Massa Bali TV” sangat diperlukan oleh para peneliti bahasa Indonesia
selanjutnya.
1.4.2 Manfaat Praktis
Secara praktis, penelitian ini dilakukan untuk memberikan pengetahuan
umum mengenai bahasa di media massa, khususnya media televisi. Manfaat
praktis lainnya adalah menambah wawasan pengetahuan dalam segi bahasa pada
acara Samatra Artis Bali yang dapat memengaruhi kehidupan masyarakat karena
acara Samatra Artis Bali sangat berperan penting sebagai sumber informasi
perkembangan artis Bali.
1.5 Kajian Pustaka, Konsep, dan Landasan Teori
1.5.1 Kajian Pustaka
Winarko (2009) telah mengadakan penelitian dengan judul “Campur Kode
Pemakaian Bahasa Indonesia pada Surat Kabar Jawa Pos”. Metode yang dipakai
dalam penelitian itu adalah metode observasi, yaitu pengamatan terhadap objek
9
penelitian. Teknik yang digunakan dalam pengambilan data tersebut adalah teknik
catat. Teori yang digunakan dalam penelitian itu adalah teori ragam bahasa yang
merupakan teori dalam bidang sosiolinguistik.
Hasil penelitian menunjukkan bahwa Jawa Pos sebagai surat kabar yang
berfungsi untuk menyampaikan informasi kepada masyarakat tentu memilih
bahasa yang paling banyak digunakan oleh pembaca yang dijadikan sasaran.
Tujuan penelitian itu sebagai peran serta peneliti dalam pembinaan dan
pengembangan bahasa, khususnya bahasa tulis yang terdapat dalam media massa
Jawa Pos.
Manuaba (2011) telah melakukan penelitian dengan judul “Campur Kode
Pemakaian Bahasa Bali pada Teks Lagu Pop Bali”. Metode yang dipakai adalah
metode simak dan metode cakap yang dibantu dengan teknik rekam dan teknik
catat. Teori yang digunakan adalah teori sosiolinguistik yang dikemukakan oleh
Nababan (1993), yang mengacu pada konsep yang terkait dengan campur kode.
Tujuan penelitian itu mendeskripsikan sejarah perkembangan lagu pop Bali bahwa
menurut sejarahnya lagu pop Bali muncul sekitar tahun 1963 dan baru pada tahun
1979 istilah lagu pop Bali dimunculkan. Hasil yang diperoleh dalam penelitian itu
adalah ciri-ciri campur kode, jenis campur kode, dan faktor-faktor yang
memengaruhinya.
Sumariani (2013) juga telah melakukan penelitian dengan judul “Campur
Kode Bahasa Daerah dan Bahasa Asing ke dalam Pemakaian Bahasa Indonesia
dalam Parodi Indonesia Lawak Klub (ILK)”. Metode yang digunakan adalah
metode simak, yaitu mengumpulkan data dengan cara menyimak video parodi
10
Indonesia Lawak Klub yang dibantu dengan teknik simak bebas libat cakap dan
teknik catat. Teori yang dipakai adalah sosiolinguistik sebagaimana
dikembangkan oleh Fishman (1971), Bright (1971), Bell (1976), Suwito (1983),
dan Jendra (2007). Hasil penelitian ini memeroleh data dan informasi mengenai
penggunaan campur kode bahasa daerah dan bahasa asing para bintang tamu dan
pemandu dalam Parodi Indonesia Lawak Klub. Selain itu, untuk mengetahui
sejauh mana penggunaan bahasa Indonesia yang bercampur kode dengan bahasa
lain mengingat para bintang tamu adalah masyarakat dwibahasawan dan untuk
mengetahui fungsi bahasa Indonesia dalam seni lawak.
Berdasarkan kajian pustaka yang dipaparkan dapat dikatakan bahwa ada
kesamaan antara penelitian yang dilakukan dengan penelitian sebelumnya, yakni
sama-sama meneliti sosiolinguistik khususnya campur kode. Walaupun dalam
penelitian yang dilakukan oleh Winarko dan Manuaba objek penelitiannya
menekankan “bahasa tulis” pada dasarnya sama-sama meneliti campur kode.
Kajian kualitatif pada penelitian terdahulu juga diacu dalam penelitian yang
dilakukan. Oleh karena itu, penelitian terdahulu relevan dengan penelitian yang
dilakukan. Yang membedakan penelitian yang dilakukan dengan penelitian
sebelumnya adalah sasaran objek kajiannya. Objek kajian pada penelitian yang
dilakukan adalah “Campur Kode dalam Bahasa Indonesia pada Acara Samatra
Artis Bali di Media Massa Bali TV”. Sebaliknya, pada penelitian sebelumnya,
campur kode yang diteliti adalah campur kode yang terjadi di surat kabar Jawa
Pos; campur kode yang terdapat pada teks lagu pop Bali; dan campur kode pada
parodi Indonesia Lawak Klub (ILK). Dengan objek penelitian dan sumber data
11
yang berbeda, ditemukan data yang berbeda pula sehingga penelitian terdahulu
dengan penelitian yang dilakukan jelas akan berbeda.
1.5.2 Konsep
Konsep yang dijelaskan dalam penelitian “Campur Kode dalam Bahasa
Indonesia pada Acara Samatra Artis Bali di Media Massa Bali TV”, antara lain
campur kode, alih kode, kedwibahasaan, variasi bahasa, Samatra Artis Bali, dialog
interaktif, dan media massa. Penjelasan setiap konsep dapat dilihat seperti uraian
berikut.
1) Campur Kode
Nababan (dalam Jendra, 1991:130--136) mengatakan bahwa campur kode
adalah percampuran dua (atau lebih) bahasa atau ragam bahasa dalam suatu tindak
bahasa (speech act atau discourse) tanpa ada sesuatu dalam situasi berbahasa
yang menuntut pencampuran bahasa itu. Campur kode memang tidak muncul
karena tuntutan situasi, tetapi ada hal lain yang menjadi faktor terjadinya campur
kode. Setiap peristiwa wicara (speech event) yang mungkin terjadi atas beberapa
tingkah tutur (speech acts) melibatkan unsur pembicara, peserta pembicara
lainnya, media bahasa yang digunakan. Situasi tidak merupakan faktor penyebab.
Untuk itu, faktor penyebabnya dapat dilihat dari unsur lain, yaitu (1) peserta
bicara, (2) media bahasa yang digunakan, dan (3) tujuan pembicara.
12
2) Alih Kode
Kelompok kata alih kode (code swithing) terdiri atas dua bagian, yaitu kata
alih yang berarti pindah dan ganti, sedangkan kode bararti tanda, simbol, isyarat,
atau variasi di dalam tataran bahasa. Nababan (dalam Jendra:2007:156)
memberikan pengertian bahwa alih kode adalah penggantian peralihan pemakaian
bahasa atau ragam fungsiolek ke ragam yang lain (umpamanya dari santai ke
ragam formal atau dari satu dialek ke dialek yang lain dan sebagainya) karena
dituntut keperluan tertentu.
3) Kedwibahasaan
Kedwibahasaan (bilingualisme) merupakan kemampuan seseorang dalam
menggunakan dua bahasa, baik bahasa ibu maupun bahasa kedua dalam
berkomunikasi. Mackey (dalam Mutmainnah, 2008:47) menggambarkan
kedwibahasaan sebagai penggunaan bahasa secara bergantian dua bahasa atau
lebih oleh seseorang yang sama.
4) Variasi Bahasa
Terjadinya keragaman atau kevariasian bahasa tidak hanya disebabkan oleh
para penuturnya yang tidak homogen, tetapi juga karena kegiatan interaksi sosial
yang dilakukan sangat beragam. Jadi, variasi atau ragam bahasa itu terjadi sebagai
akibat dari adanya keragaman sosial dan keragaman fungsi bahasa (Chaer dan
Agustina, 2010:61).
13
5) Samatra Artis Bali
Samatra Artis Bali adalah dialog interaktif berbahasa Indonesia yang
ditayangkan di Bali TV secara live (langsung) setiap hari Minggu pukul 20.00
WITA. Acara Samatra Arti Bali mengundang artis-artis Bali yang sedang populer
untuk berbincang-bincang dalam dialog santai bersama pembawa acara.
Pembawa acara di Samatra Artis Bali menggunakan bahasa lisan untuk
berbincang-bincang dengan artis-artis yang diundang. Acara ini bersifat untuk
menghibur masyarakat yang ingin mengetahui perkembangan artis idolanya.
6) Dialog Interaktif
Menurut Kamus Besar Bahasa Indonesia (2012:129), dialog interaktif
adalah dialog yang dilakukan di televisi atau radio yang dapat melibatkan, baik
pemirsa maupun pendengar melalui telepon. Dalam sebuah dialog interaktif pada
acara Samatra Artis Bali terdapat sebuah pesan utama yang ingin disampaikan
kepada pemirsa dan pendengar agar tidak membeli CD yang bajakan dan bisa
menghargai karya musisi Bali.
7) Media Massa
Media massa mempunyai peran yang sangat penting dalam memberikan
informasi kepada masyarakat dan sekaligus dapat mengiring pandangan mereka
terhadap suatu persoalan, walaupun sesungguhnya fungsi media massa adalah
menguraikan fakta dan kenyataan kepada masyarakat dan menyampaikan
pendapat publik tentang suatu persoalan. Media massa yang berkualitas tidak
14
hanya dilihat dari isi pesan atau informasi yang disampaikan, tetapi juga
menyangkut bagaimana informasi itu disampaikan (Mbete dkk. ,2013:v).
Informasi dan hiburan yang disampaikan oleh media massa diwujudkan
dalam bentuk bahasa, baik bahasa lisan maupun tulis. Dengan menjadi perangkat
dasar, bahasa yang digunakan dalam media massa sangat berpengaruh terhadap
perkembangan variasi bahasa. Jadi, bahasa media memiliki peranan penting
terhadap perkembangan bahasa itu sendiri (Riyanti, 2014:10).
1.5.3 Landasan Teori
Penelitian “Campur Kode dalam Bahasa Indonesia pada Acara Samatra
Artis Bali di Media Massa Bali TV” menggunakan teori sosiolinguistik yang
dikembangkan oleh Chaer dan Agustina (2010), Jendra (2007), dan Pateda (1987).
Untuk lebih jelasnya diuraikan seperti berikut.
(1) Teori Sosiolinguistik
Sosiolinguistik adalah bidang ilmu antardisiplin yang mempelajari bahasa
dalam kaitannya dengan penggunaan bahasa itu di dalam masyarakat. (Chaer dan
Agustina, 2010:2). Sosiolinguistik sebenarnya tidak memperhatikan “aturan
permainan” dalam bahasa (tata bahasa), tetapi yang diperhatikan bagaimana
pemakaian bahasa sehingga dapat menjalankan fungsinya semaksimal mungkin.
Sebelum lahirnya sosiolinguistik, orang lebih banyak memperhatikan struktur.
Setelah timbul konflik-konflik bahasa karena fungsinya, maka orang mencari
jalan dan lahirlah sosiolinguistik. Dengan uraian ini, bahwa sosiolinguistik lahir
15
karena ingin menempatkan bahasa sesuai dengan fungsinya. Fungsi utama bahasa
adalah sebagai alat komunikasi. Kalau demikian, sosiolinguistik banyak
bersangkut-paut dengan bahasa sebagai alat komunikasi (Pateda, 1987:4).
1) Kedwibahasaan
Pengertian kedwibahasaan banyak didefinisikan oleh pakar sosiolinguistik.
Beberapa di antaranya yang paling relevan dengan penelitian ini adalah pendapat
Weinreich dan Haugen. Berikut diuraikan pendapat Weinreich dan Haugen
tentang kedwibahasaan.
Weinreich (dalam Jendra, 2007:81) memberikan pengertian lain bahwa
kedwibahasaan adalah keadaan pemakaian dua bahasa secara bergantian oleh
seseorang. Haugen (dalam Jendra, 2007:81) mengartikan bahwa kedwibahasaan
adalah kemampuan seseorang menghasilkan tuturan yang lengkap dan bermakna
dalam bahasa lain.
Adanya pengertian-pengertian yang berbeda tentang kedwibahasaan itu
disebabkan oleh sukarnya menentukan pada batas mana seseorang dapat disebut
sebagai seorang dwibahasawan. Dalam pengertian kedwibahasaan itu seseorang
tidak perlu menguasai bahasa kedua itu semahir bahasa ibunya. Walaupun dia
hanya tahu beberapa kata atau kurang begitu fasih, maka keadaan semacam itu
sudah dapat dianggap seseorang itu dwibahasawan (Jendra, 2007:81).
16
2) Campur Kode
Nababan (dalam Jendra, 1991:130) mengartikan bahwa campur kode
adalah percampuran dua (atau lebih) bahasa atau ragam bahasa dalam suatu tindak
bahasa (speech act atau discourse) tanpa ada sesuatu dalam situasi berbahasa itu
yang menuntut pencampuran bahasa itu. Selanjutnya, Beliau mengatakan bahwa
dalam situasi yang demikian itu tidak ada situasi yang menuntut si pembicara,
hanya saja masalah kesantaian dan kebiasaan yang dituruti oleh pembicara.
Campur kode biasanya terjadi dalam situasi yang informal.
3) Macam-Macam Campur Kode
Menurut Jendra (2007:168) macam-macam campur kode dapat dibedakan
menjadi dua. Kedua campur kode tersebut dijelakan seperti berikut.
(1) Campur Kode berdasarkan Asal Unsur Serapan
Berdasarakan unsur serapan, campur kode dibagi menjadi tiga bagian,
yaitu Campur Kode ke Dalam (Inner Code Mixing), Campur Kode ke Luar (Outer
Code Mixing), dan Campur Kode Campuran (Hybrid Code Mixing).
Menurut Jendra (2007), Campur Kode ke Dalam adalah jenis campur kode
yang menyerap unsur-unsur bahasa asli yang masih sekerabat. Campur Kode ke
Luar adalah campur kode yang menyerap unsur-unsur bahasa asing, sedangkan
Campur Kode Campuran adalah campur kode yang di dalamnya telah menyerap
unsur bahasa asli (bahasa daerah) dan bahasa asing.
17
(2) Campur Kode berdasarkan Tataran Kebahasaan
Campur kode berdasarkan tingkat tataran kebahasaan umumnya dilihat
mulai dari tingkat campur kode yang paling tinggi tatarannya sampai ke tingkat
yang paling rendah.
1) Campur Kode pada Tataran Klausa (Campur Kode Klausa)
Ciri campur kode hanya sampai batas tatanan klausa yang paling tinggi.
2) Campur Kode pada Tataran Frasa ( Campur Kode Frasa)
Frasa adalah setingkat lebih rendah daripada klausa. Pada tingkat ini
campur kode lebih banyak terjadi.
3) Campur Kode pada Tataran Kata (Campur Kode Kata)
Campur kode kata paling banyak terjadi pada setiap bahasa.
4) Faktor Penyebab Terjadinya Campur Kode
Campur kode memang tidak muncul karena tuntutan situasi, tetapi ada hal
lain yang menjadi faktor terjadinya campur kode itu. Seperti telah diketahui
bersama setiap peristiwa wicara (speech event) yang mungkin terjadi atas
beberapa tingkah tutur (speech acts) melibatkan unsur pembicara, peserta
pembicara lainnya, dan media bahasa yang digunakan. Situasi sudah tidak
merupakan faktor penyebab, maka faktor penyebabnya harus dicari pada unsur
yang lain, yaitu: (1) peserta bicara, (2) media bahasa yang digunakan, dan (3)
tujuan pembicaraan. Ketiga faktor penyebab itu masih dapat dibagi lagi menjadi
dua bagian pokok umpamanya peserta pembicara dapat disempitkan menjadi (1)
18
partisipan dan dua faktor yang lain media bahasa dan tujuan pembicara disatukan
menjadi (2) faktor kebahasaan (Banding, Jendra 2007:171).
1.6 Ruang Lingkup Penelitian
Penelitian yang dilakukan hanya difokuskan pada “Campur Kode dalam
Bahasa Indonesia pada Acara Samatra Artis Bali di Media Massa Bali TV”.
Penelitian ini bertujuan untuk menggambarkan macam-macam campur kode
berdasarkan asal unsur serapan, campur kode berdasarkan tingkat tataran
kebahasan, dan campur kode berdasarkan situasi. Selain itu, penelitian ini juga
bertujuan untuk mengetahui faktor-faktor penyebab terjadinya campur kode pada
acara Samatra Artis Bali berdasarkan faktor partisipan, hubungan antarpartisipan,
partisipan yang lebih banyak menggunakan campur kode, dan faktor bahasa.
1.7 Populasi dan Sampel
Populasi dalam penelitian ini adalah keseluruhan percakapan atau dialog
interaktif Samatra Artis Bali yang ditayangkan dari Januari 2014 sampai dengan
Desember 2014 diunduh dari situs youtube. Pemilihan tayangan dari Januari
sampai Desember 2014 karena penggunaan campur kode lebih banyak pada bulan
itu. Selain itu, acara Samatra Artis Bali ini dipilih karena dalam acara ini sesuai
dengan bidang kajian yang diambil oleh peneliti. Dialog dari Januari sampai
Desember 2014 berjumlah 12 dialog.
19
Dalam penelitian ini, pengambilan sampel dilakukan secara purposive
sampling, yaitu pengambilan sampel berdasarkan ciri-ciri yang sudah diketahui
sebelumnya (Hadi, 1982:82). Acara Samatra Artis Bali ditayangkan setiap bulan
selama empat kali. Setiap bulan diambil satu sampel tayangan yang paling banyak
menggunakan campur kode dan divideokan menjadi dua belas episode.
Pengambilan satu sampel dalam penelitian ini karena data yang diambil sudah
cukup mewakali untuk dijadikan penelitian. Dialog interaktif yang dijadikan
sampel dalam penelitian ini adalah dialog interaktif yang lebih banyak
menggunakan campur kode pada artis, pembawa acara, penonton, dan penelepon.
1.8 Metode dan Teknik Penelitian
Metode adalah suatu cara yang ditempuh dalam sebuah penelitian
berdasarkan strategi. Metode dan teknik penelitian ini dibedakan menjadi tiga,
yaitu metode dan teknik pengumpulan data, metode dan teknik analisis data, dan
metode dan teknik penyajian hasil analisis data. Untuk lebih jelas masing-masing
diuraikan seperti berikut.
1.8.1 Metode dan Teknik Pengumpulan Data
Metode dan teknik pengumpulan data adalah cara yang dilakukan oleh
peneliti untuk mendapatkan data yang diperlukan. Penelitian yang dilakukan ini
menggunakan metode simak. Metode simak dilakukan dengan menyimak
20
penggunaan bahasa (Sudaryanto, 1993:133). Metode simak dilakukan dengan cara
menyimak tontonan video acara Samatra Artis Bali yang dijadikan sampel.
Metode simak yang digunakan dalam penelitian ini dibantu dengan teknik
lanjut, yaitu teknik simak bebas libat cakap dengan teknik catat. Peneliti hanya
menyimak keseluruhan video Samatra Artis Bali, dalam arti peneliti tidak terlibat
langsung untuk menentukan pembentukan dan pemunculan calon data
(Sudaryanto, 1993:4). Setelah itu, dilanjutkan dengan teknik catat. Teknik catat
dilakukan dengan cara membuat transkrip data berupa dialog percakapan antara
pembawa acara, artis, penonton, dan penelpon pada acara Samatra Artis Bali.
1.8.2 Metode dan Teknik Analisis Data
Setelah data dikumpulkan dengan metode dan teknik pengumpulan data,
dilanjutkan dengan metode dan teknik analisis data, yaitu proses klasifikasi data
dan kemudian dianalisis dengan teliti. Dalam penelitian ini digunakan metode
deskriptif kualitatif. Metode deskriptif dapat digunakan untuk menggambarkan,
menguraikan, dan menjelaskan fenomena objek penelitian ini secara faktual (apa
adanya) dan tidak mengubah data.
1.8.3 Metode dan Teknik Penyajian Hasil Analisis Data
Pada tahap penyajian hasil analisis data digunakan metode informal.
Metode informal adalah perumusan dengan kata-kata biasa (Sudryanto, 1993:145)
maksudnya analisis disajikan dengan menggunakan bahasa secara terperinci dan
sejelas-jelasnya tentang “Campur Kode dalam Bahasa Indonesia pada Acara
21
Samatra Artis Bali di Media Massa Bali TV”. Selain itu, peneliti mendiskripsikan
macam-macam campur kode dan faktor-faktor penyebab terjadinya campur kode
pada acara Samatra Artis Bali sebagai sampel. Selain itu, peneliti memutar
rekaman acara Samatra Artis Bali. Selanjutnya, dipadukan dengan data tertulis
berupa transkip percakapan.