Upload
others
View
5
Download
0
Embed Size (px)
Citation preview
1
BAB I
PENDAHULUAN
I.1. Latar Belakang Masalah
Setiap bangsa pada dasarnya memiliki tujuannya masing-masing. Dengan tujuan maka
suatu bangsa akan mengarahkan dan memusatkan seluruh kegiatan yang dimiliki demi
mencapai tujuan akhir yang diinginkan bersama. Demikian halnya juga dengan bangsa
Indonesia yang memiliki suatu tujuan. Tujuan bangsa ini adalah menjadi bangsa yang dapat
melindungi segenap bangsa dan seluruh tumpah darah Indonesia, dapat memajukan
kesejahteraan, mencerdaskan seluruh masyarakat, dan melaksanakan ketertiban dunia yang
berdasarkan kemerdekaan, perdamaian abadi, dan keadilan sosial.1 Untuk mewujudkan tujuan
yang terdapat dalam pembukaan UUD 1945 alinea keempat tersebut maka pemerintah
memerlukan suatu pembangunan yang beraras nasional. Pembangunan Nasional tersebut
dimuat dalam Rencana Pembangunan Jangka Panjang Nasional Tahun 2005-2025 dengan visi
mewujudkan masyarakat Indonesia yang mandiri, maju, adil, dan makmur. Untuk
mengupayakan pembangunan nasional maka dibutuhkan terlebih dahulu pembangunan pada
masing-masing bidang kehidupan. Atau secara sederhana, pembangunan nasional dapat
terwujud ketika telah dilakukannya pembangunan-pembangunan pada cakupan yang lebih
kecil, yaitu pada bidang-bidang kehidupan. Dalam pembangunan nasional tersebut terdapat
sembilan bidang, yaitu: 1.Sosial Budaya dan Kehidupan Beragama; 2.Bidang Ekonomi;
3.Bidang Ilmu Pengetahuan dan Teknologi; 4.Bidang Sarana dan Prasarana; 5.Bidang Politik;
6.Bidang Pertahanan dan Keamanan; 7.Bidang Hukum dan Aparatur; 8.Bidang Wilayah dan
Tataruang; dan 9.Bidang Sumber Daya Alam dan Lingkungan Hidup.
Situasi dan kondisi bangsa Indonesia yang masih banyak tantangan dan masalah,
menjadikan tujuan bangsa ini terhambat dalam pencapainnya. Oleh karena itu, dengan
1 Pemerintah Republik Indonesia, Kebijakan Nasional: Pembangunan Karakter Bangsa Tahun 2010-2025, (Jakarta:
Pemerintah Republik Indonesia, 2010), 10.
2
pembangunan nasional tersebut menjadi upaya yang dilakukan oleh pemerintah untuk
mengatasi tantangan dan masalah tersebut. Salah satu upaya yang gencar dilaksanakan oleh
pemerintah saat ini ialah pembangunan karakter. Upaya ini berada dalam payung bidang
Sosial Budaya dan Kehidupan Beragama. Di mana bidang ini memiliki kaitan yang erat dalam
kualitas dan kuantitas masyarakat. Meningkatkan kualitas dan kuantitas masyarakat dapat
dilakukan melalui pendidikan. Pendidikan mampu mensosialisasikan dan melibatkan
masyarakat dalam menumbuh-kembangkan penghargaan pada nilai-nilai yang ada dalam
budaya masing-masing, seperti nilai solidaritas sosial, toleransi, perdamaian (penyelesaian
masalah tanpa kekerasan), kekeluargaan, dan rasa cinta tanah air. Dengan demikian, dapat
mengoptimalkan upaya pembentukan karakter bangsa melalui pembentukan karakter pada
masing-masing individu yang menjadi masyarakat bangsa ini. Melihat hal-hal tersebut maka
pembangunan karakter adalah pembangunan yang menjadi prioritas sejak 4 tahun yang lalu
(2010).
Sejak tahun 2010, pelaksanaan pembangunan karakter telah menjadi gerakan nasional di
Indonesia. Dalam rangka itu telah disusun “Disain Induk Pendidikan Karakter” oleh
Kementerian Pendidikan. Selain itu juga telah dibuat pengembangan silabus yang dikaitkan
dengan nilai-nilai karakter bangsa, yang dibuat oleh Pembinaan Sekolah Menengah Pertama
(PSMP) di Pusat Kurikulum (puskur). Pelaksanaan pendidikan karakter juga muncul dalam
berbagai bentuk antara lain: diskusi, sarasehan, dan seminar yang bertema pendidikan
karaker, misalnya seminar yang dilaksanakan oleh Fakultas Jurusan Pendidikan Sejarah,
Universitas Pendidikan Indonesia dengan tema Seminar Nasional Peran Pendidikan Karakter
Dalam Perspektif Bangsa. Melihat maraknya pelaksanaan pendidikan karakter di tahun 2010
maka dapat dikatakan bahwa tahun 2010 adalah tahun bagi pendidikan karakter di Indonesia.
Hal itu juga diperkuat dengan pencanangan program “Pendidikan Budaya dan Karakter
Bangsa” sebagai gerakan nasional sejak tanggal 14 Januari 2010. Dalam sarasehan nasional
tersebut yang dilaksanakan oleh Kementerian Pendidikan Nasional dengan dihadiri oleh 200
3
orang yang terdiri dari para pakar, praktisi, dan para pemerhati. Dalam program yang menjadi
gerakan nasional tersebut, dituliskan beberapa alasan yang menjadikan pendidikan karakter
adalah hal yang urgen, yaitu (1) karakter merupakan suatu hal yang penting dalam kehidupan
berbangsa dan bernegara. Maksudnya ialah ketika karakter telah hilang, baik dalam kehidupan
berbangsa dan bernegara, khususnya dalam diri masing-masing warga masyarakat maka akan
menyebabkan hilangnya generasi penerus bangsa ini. (2) Karakter berperan sebagai ”kemudi”
dan kekuatan, sehingga bangsa ini dapat berjalan lurus menuju visinya tanpa terombang-
ambing; dan (3) agar bangsa ini menjadi bangsa yang bermartabat.
Keadaan bangsa yang kacau dalam berbagai aspek, juga menjadi alasan mengapa
pembangunan karakter adalah hal yang sangat penting dalam pembangunan bangsa ini.
Misalnya, saat ini sangat nampak terjadinya kerusakan lingkungan di mana-mana, dan
pelakukanya adalah orang-orang yang memiliki kekayaan, kedudukan, dan kekuasaan. Hal ini
kemudian menyebabkan timbulnya kesenjangan sosial, politik, ekonomi, dan ketidakadilan
hukum. Selain itu juga, masyarakat menyaksikan maraknya tindakan kekerasan baik secara
fisik (misalnya, pemukulan, pembacokan, pembunuhan), psikis (penggunaan serta penuturan
bahasa yang tidak sopan dan santun misalnya, menghina, memarahi, menyuruh dengan
seenaknya), serta seksual (pemerkosaan, disodomi). Secara nyata di tahun 2014 terjadi
peningkatan akan kekerasan-kekerasan tersebut, khususnya kekerasan fisik dan seksual.
Pemberitaan di media massa memperlihatkan bahwa banyak dari pelaku maupun korbannya
ialah mereka yang berada pada masa taruna dan pemuda.
Sikap dan tindakan buruk juga ditunjukan dengan semakin banyaknya pengedar, penjual,
dan pemakai narkoba yang melibatkan rakyat dari berbagai usia maupun profesi, baik yang
duduk di bangku sekolah dasar hingga yang menjadi aparat penegak hukum. Lebih lanjut
sikap dan tindakan buruk lainnya yakni kurangnya disiplin dan tertib dalam pekerjaan,
berlalulintas, membaca, dan menerapkan pola hidup sehat. Tidak hanya itu saja, korupsi yang
terjadi di mana-mana dan menjadi sangat memprihatinkan justru dilakukan oleh para pejabat
4
pemerintahan maupun pejabat yang terkait dengan penegakkan. Dalam media massa online
dikatakan bahwa terdapat 756 orang yang terlibat dan telah menjadi terdakwa di Pengadilan
Tindak Pidana Korupsi (data di sampaikan pada Indonesia Corruption Watch (ICW)).
Terdakwa tersebut merupakan koruptor dalam kurun tiga tahun terakhir. Terdakwa dengan
latar belakang anggota DPR/DPRD adalah pihak yang paling banyak terseret dalam kasus
korupsi. Selama semester II tahun 2010 hingga semester II tahun 2013 tercatat 181 anggota
legislatif yang terjerat kasus korupsi. Selain anggota DPR/DPRD, 161 orang sebagai pegawai
dinas atau pemerintah provinsi juga termasuk dalam data kasus korupsi ini, 128 orang
pegawai swasta, 93 orang staf pemerintah kabupaten/daerah, 45 orang mantan gubernur/
bupati/ walikota, 93 orang bupati/kepala daerah, dan 45 orang mantan gubernur/ bupati/
walikota.2
Dari data-data tersebut di atas menunjukan betapa urgennya pembangunan karakter bagi
bangsa ini. Hal ini kemudian menimbulkan pertanyaan yaitu siapakah yang bertugas untuk
membangunnya? Dalam dokumen resmi pembangunan karakter bangsa dipaparkan dengan
jelas bahwa hal ini merupakan tugas bersama seluruh komponen bangsa: pemerintah, orang
tua, lembaga-lembaga pendidikan formal seperti sekolah dan universitas, komunitas bisnis,
bahkan komunitas-komunitas agama seperti komunitas agama Kristen (gereja). Menurut
penulis, semua unsur masyarakat tersebut mempunyai tanggungjawab membangun karakter
masyarakat sesuai kapasitasnya masing-masing, dan dalam tulisan ini yang menjadi fokus
adalah komunitas iman yakni komunitas iman Kristiani atau gereja.
Gereja dan pendidikan memiliki benang merah yang tidak dapat diputus. Benang merah
tersebut nampak dalam salah satu peran penting yang dimiliki oleh gereja yaitu mendidik,
khususnya bagi jemaat. Dalam Pendidikan Agama Kristen (PAK), jemaat dibantu untuk
antara lain mampu bertindak secara moral sesuai dengan nilai-nilai Kristen. Pendidikan
2Ferry Ferdiansyah tentang “Etika dan Upaya Memberantas Korupsi” dalam Suara Redaksi Okezone (SUAR), 06
Januari 2014. http://suar.okezone.com/read/2014/01/06/58/922258/etika-dan-upaya-memberantas-korupsi/large
5
Agama Kristen memiliki tugas yang lebih luas dari sekedar membangun moral dan karakter,
namun moral dan karakter adalah bagian yang integral dari pembangunan iman. Melalui peran
mendidik (melalui mengajar, membimbing, membina atau melatih), gereja dapat membangun
iman Kristen anggota jemaatnya, termasuk sikap dan perilaku atau yang disebut sebagai
karakter kristiani. Oleh karena itu, dalam setiap tindakan gereja yang erat kaitannya dengan
pendidikan dapat mengambil bentuk dalam kegiatan-kegiatan seperti ibadah-ibadah, kegiatan-
kegiatan sosial, kegiatan dalam rangka pemberdayaan (pelatihan, seminar, sarasehan), sidi,
baptis, dan juga katekisasi (pra-nikah, umum, dan pindah agama). Melalui kegiatan-kegiatan
tersebut, gereja juga melengkapi peran keluarga dan sekolah dalam membina dan
mengembangkan karakter dari jemaat. Maksudnya ialah gereja membentuk karakter yang
belum dibentuk baik dalam keluarga maupun satuan pendidikan formal. Selain itu juga,
karakter yang telah dimiliki oleh seseorang melalui proses pembelajaran dan pembiasaan
dalam keluarga, serta pembinaan dalam tingkat satuan pendidikan formal kemudian kembali
diperkuat dan dibangun melalui pendidikan yang diberikan oleh dan di gereja.
Gereja sebagai pendidik tentunya mengajarkan nilai-nilai yang baik. Oleh karena itu
seharusnya gereja mampu menghasilkan jemaat, khususnya para taruna dan pemuda yang
baik. Dalam artian bahwa mereka menjadi generasi penerus yang tidak hanya beriman, namun
juga mampu mencintai dan melakukan nilai-nilai baik yang secara eksplisit maupun implisit
terdapat dalam setiap didikan yang diberi gereja. Hal inilah yang menjadi proses dalam
membangun karakter Kristen. Dengan demikian, para taruna dan pemuda tidak akan
menunjukan sikap dan tindakan seperti yang sedang marak terjadi di bangsa ini. Sebaliknya,
mereka akan bersikap dan bertindak yang baik seperti tidak melakukan kekerasan dan
tindakan kriminal dalam bentuk apapun. Mereka juga akan berani berkata jujur, menjauhkan
diri untuk mengkonsumsi minuman keras maupun menggunakan obat-obatan terlarang, tidak
membahayakan diri dengan merokok, serta akan aktif terlibat dalam kegiatan-kegiatan gereja.
6
Tindakan-tindakan tersebut merupakan bentuk nyata dari kebajikan-kebajikan dalam rangka
mewujudkan karakter baik (good character).
Secara ideal gereja melakukan demikian, namun realita menjawab berbeda. Salah satunya
yang ditunjukan di GPIB Jemaat Bukit Sion Balikpapan. Di mana tingkat keaktifan para
generasi muda terhadap kegiatan-kegiatan gereja, khususnya dalam persekutuan, semakin
menurun. Selain itu juga masih banyak diantara mereka yang merokok, mengkonsumsi
minuman keras, kurangnya keberanian dalam berkata jujur, mudah berkata yang tidak sopan,
serta kurangnya kedisiplinan (khususnya dalam disiplin waktu). Tindakan-tindakan yang
demikian secara langsung maupun tidak telah meresahkan banyak orang, terlebih khusus para
orang tua, pendeta, majelis, dan pelayan PELKAT (Pelayanan Kategorial). Keadaan inilah
yang semakin mendesak gereja untuk berperan dalam membangun karakter Kristen bagi para
taruna dan pemuda. Sebab, mereka adalah kelompok yang rentan terhadap pengaruh-pengaruh
negatif. Oleh karena itu judul dari tesis ini adalah: Peran dan Strategi Gereja dalam
Pembangunan Karakter Taruna dan Pemuda di GPIB Jemaat Bukit Sion Balikpapan.
Bertolak dari latar belakang masalah dan judul di atas maka yang menjadi pertanyaan dari
penelitian ini ialah pertama: apa upaya-upaya yang telah dilakukan oleh gereja bagi para
taruna-pemuda dalam kaitannya untuk pembangunan karakter Kristen mereka? Dari
pertanyaan ini akan dapat dilihat peran yang telah dijalankan oleh gereja bagi para taruna-
pemuda dalam kaitannya untuk pembangunan karakter Kristen mereka. Kedua, bagaimana
strategi yang diupayakan dalam pengembangan karakter pada masa remaja-pemuda di GPIB
Jemaaat Bukit Sion Balikpapan. Melalui pertanyaan ini akan dapat dilihat strategi yang
digunakan gereja dalam mengembangkan karakter Kristen. Ketiga, bagaimana peran dan
strategi yang diupayakan tersebut bila ditinjau dari berbagai teori pembangunan karakter?
Pertanyaan-pertanyaan di atas kemudian memunculkan tujuan yang akan dicapai dari
penelitian yang akan dilakukan. Tujuan yang dimaksud ialah: pertama, mendeskripsikan
peran yang telah dijalankan oleh gereja bagi para taruna-pemuda dalam kaitannya untuk
7
pembangunan karakter Kristen mereka. Kedua, memaparkan strategi yang diupayakan dalam
pengembangan karakter pada masa remaja-pemuda di GPIB Jemaaat Bukit Sion Balikpapan.
Ketiga, meninjau peran dan strategi tersebut dari berbagai teori pembangunan karakter?
I.2. Batasan Masalah dan Konsep Operasional
A. Batasan Masalah
Berdasarkan pemaparan di atas maka penulis membatasi masalah pada peran dan
strategi gereja dalam pembangunan karakter para taruna-pemuda di GPIB Jemaaat Bukit
Sion Balikpapan. Alasannya ialah gereja sebagai salah satu agen pendidikan bertanggung
jawab untuk terlibat dalam memperbaiki keadaan yang mana sebagian besar dari para
taruna dan pemuda melakukan tindakan-tindakan yang buruk. Hal itu dapat dilakukan oleh
gereja dengan memasukkan dimensi pendidikan karakter secara utuh di dalam kehidupan
gereja. Dengan pendidikan karakter yang diberi tempat di dalam Pendidikan Agama
Kristen yang diberikan oleh dan di gereja maka jemaat, khususnya taruna-pemuda akan
mengetahui hal-hal dan tindakan-tindakan yang benar, meyakini, mencintai, dan pada
akhirnya akan ditunjukkan melalui tindakan-tindakan mereka.
Penelitian ini difokuskan pada dua kelompok usia, yaitu para taruna atau yang dalam
istilah umum dikenal dengan remaja serta pemuda atau yang biasa disebut dewasa. Jika
dilihat dari segi usia, masa taruna berlangsung kira-kira usia 13-18 tahun.3 Sedangkan
pemuda dimulai dari usia 18-40 tahun.4 Usia ini adalah usia yang dimiliki oleh dewasa
awal. Walaupun demikian, rentang usia pada masa dewasa awal tersebut bukanlah mutlak
untuk dijadikan patokan. Sebab, yang dipilih adalah mereka yang berada pada masa
tersebut yang masih berstatus lajang. Rentang usia 13-40 tahun adalah rentan bagi mereka
untuk mengambil keputusan dan bertindak yang tidak sesuai dengan nilai-nilai Kristen.
Kelabilan dan belum dapat memutuskan serta bertanggung jawab terhadap resiko yang
3 Elizabeth B. Hurlock, Psikologi Perkembangan: Suatu Pendekatan Sepanjang Rentang Kehidupan, (Jakarata:
Erlangga, edisi kelima), 206. 4 Elizabeth B. Hurlock, ibid., 246.
8
akan muncul adalah celah bagi mereka untuk memutuskan, melakukan tindakan yang
negatif, dan terpengaruh pada hal-hal yang buruk. Pendidikan karakter sangat penting bagi
masa ini sebab, secara psikologi kepribadian, banyak perubahan yang terjadi pada mereka
(fisik, dorongan seksual yang cukup besar dan pencarian maupun pembangunan identitas
ego). Perubahan yang terjadi maupun proses mencari dan membangun identitas tersebut, di
lain sisi membuat kebingungan pada diri masing-masing dengan peran mereka di dalam
suatu tatanan sosial yang lebih besar. Oleh karena itu, mereka dengan semangat
mengidentifikasikan diri melalui pembentukkan geng dan ketika itu, mereka dengan
mudah menerima hal-hal dan melakukan tindakan-tindakan yang buruk jika karakter
Kristen yang mereka miliki tidak dibangun dengan kuat.
B. Konsep Operasional
1. Karakter dalam Kebijakan Nasional diartikan sebagai “Nilai-nilai yang khas – baik
(tahu tentang nilai-nilai yang baik, keinginan berbuat baik, nyata berkehidupan baik,
dan berdampak baik terhadap lingkungan) yang terpateri dalam diri dan
terejawantahkan dalam perilaku. Karakter merupakan ciri khas seseorang atau
sekelompok orang yang mengandung nilai, kemampuan, kapasitas moral, dan ketegaran
dalam menghadapi kesulitan dan tantangan”.5
2. Pembangunan Karakter (character building) adalah upaya yang dilakukan pihak-pihak
tertentu dalam meningkatkan sifat-sifat yang baik atau yang berguna bagi seseorang.6
Misalnya keberanian, kejujuran, keadilan.
3. Pendidikan karakter adalah suatu usaha yang dilakukan secara sengaja untuk membantu
seseorang sehingga orang tersebut mampu memahami, memperhatikan, dan melakukan
nilai-nilai etika yang inti seperti memiliki keadilan, kesabaran, kerja keras dan nilai-
5 Pemerintah Republik Indonesia, Desain Pendidikan Karakter Kementerian Pendidikan Nasional dalam Kebijakan
Nasional: Pembangunan Karakter Bangsa Tahun 2010-2025, (Jakarta: Pemerintah Republik Indonesia, 2010), 7-9. 6 English Dictionary dalam http://www.collinsdictionary.com/dictionary/english/character-building. Dilihat pada hari
Rabu, 26 Nopember 2014, pkl 16:28.
9
nilai lainnya (Lickona). Nilai-nilai tersebut bukan hanya baik untuk individu, tetapi juga
untuk masyarakat secara keseluruhan.7
I.3. Manfaat dan Luaran Penelitian
1. Manfaat Penelitian
Tulisan ini dapat memberikan berbagai kontribusi bagi dunia pendidikan. Secara
khusus bagi pendidikan karakter di gereja. Tulisan ini akan bermanfaat sebab, melihat
situasi minimnya tulisan yang membahas tentang pendidikan karakter, khususnya di gereja.
Selain itu sebagai sarana dalam membuka paradigma bagi para pemimpin gereja tentang
pentingnya pendidikan yang menjangkau ketiga unsur dalam diri manusia: kognitif, afektif
dan psikomotorik. Pendidikan yang demikian terangkum dalam pendidikan karakter.
Berakar dari hal tersebut akan menyadarkan mereka juga tentang betapa pentingnya
mengadakan evaluasi dalam setiap program dan tindakan-tindakan pendidikan yang
dilakukan oleh gereja, khususnya GPIB Jemaat Bukit Sion Balikpapan. Kontribusi lain dari
tulisan ini tertuju pada seluruh komponen yang termasuk dalam bidang kategorial taruna-
pemuda, termasuk di dalamnya seluruh komponen yang terkait dengan katekisasi agar
dapat mengkolaborasikan kegiatan yang tersirat di dalamnya pendidikan yang menyentuh
ketiga unsur manusia tersebut.
Kontribusi lainnya yang dapat diberikan oleh tulisan ini ialah kepada Fakultas Teologi
dan Magister Sosiologi Agama. Di mana melalui tulisan ini dapat memberikan sumbangsih
berupa teori dan literatur tentang Pendidikan Karakter di gereja. Dari tulisan ini juga dapat
digunakan sebagai referensi dalam pembelajaran dengan mengkajinya melalui diskusi
lebih dalam lagi. Dengan demikian, fakultas dapat menghasilkan lulusan-lulusan yang
mengerti, meyakini, dan melakukan karakter Kristiani. Dari hal itu, para lulusan tersebut
dapat mengajar dan mendidik jemaat untuk membentuk karakter Kristen.
2. Luaran Penelitian
7Thomas Lickona, Character Matters: Persoalan Karakter, terj. Juma Wadu Wamaungu & Jean Antunes Rudolf Zien
dan Editor Uyu Wahyuddin dan Suryani, (Jakarta: Bumi Aksara, 2012), 5.
10
Dari judul yang diangkat maka tulisan ini memberikan referensi tertulis yang baru
terkait dengan pendidikan karakter di gereja, baik itu dalam bentuk karya tulis ilmiah (tesis
ataupun jurnal) dan buku. Referensi-referensi tertulis, baik yang terdapat dalam internet
maupun yang tidak, terkait dengan topik tersebut masih cukup langka dan sulit ditemukan.
Penyebabnya ialah fokus perhatian rakyat Indonesia dalam bidang pendidikan karakter di
Indonesia barulah pada tataran umum, yaitu sekolah. Dengan demikian, rekomendasi yang
muncul dari penelitian ini tentunya sangat membantu bagi siapapun yang ingin mengetahui
tentang pendidikan karakter di gereja, khususnya pada masa taruna-pemuda.
I.4. Urgensi Penelitian
Pendidikan karakter penting bagi masyarakat Indonesia, termasuk orang-orang Kristen.
Penyebabnya ialah banyaknya realita yang menunjukan semakin maraknya tindakan-tindakan
yang buruk, tak bermoral yang justru banyak dilakukan oleh generasi muda. Hal itu juga
terjadi pada para taruna dan pemuda yang berdomisili di GPIB Jemaat Bukit Sion Balikpapan.
Di mana masih banyak diantara mereka yang merokok, mengkonsumsi minuman keras,
kurangnya keberanian dalam berkata jujur, mudah berkata yang tidak sopan, serta kurangnya
kedisiplinan (khususnya dalam disiplin waktu). Selain itu juga, tingkat keaktifan mereka yang
semakin menurun terhadap kegiatan-kegiatan gereja, khususnya dalam persekutuan.
Tindakan-tindakan tersebut menunjukan lemahnya karakter Kristen yang dimiliki oleh para
taruna maupun pemuda. Oleh karena itu, karakter adalah penting untuk dimiliki oleh mereka
karena generasi tersebut terancam dampak perubahan sosial yang dapat menjerumuskan
mereka ke tindakan-tindakan yang negatif. Generasi muda adalah kelompok yang rentan
terhadap perkembangan dan pengaruh-pengaruh negatif. Dengan demikian, pembangunan
karakter menjadi kebutuhan mendesak, khususnya pembangunan karakter yang dilakukan
oleh gereja.
11
Gereja pada hakekatnya berperan dalam membangun karakter Kristen bagi para taruna dan
pemuda. Sebab, gereja adalah salah satu pilar atau agen dalam pendidikan. Dalam
menjalankan perannya tersebut, gereja membutuhkan strategi khusus yang memberikan
tempat bagi dimensi pembangunan karakter Kristen di dalamnya. Melalui pembangunan
karakter yang dilakukan oleh gereja maka menunjukan bahwa gereja merespon dan ikut
terlibat dalam meminimalkan pergumulan yang dihadapi bangsa yaitu tentang karakter.
Pembangunan karakter oleh gereja juga bermanfaat bagi jemaat, khususnya para taruna dan
pemuda. Di mana mereka akan semakin kreatif, inovatif, mampu menjadi pemecah masalah
(problem solver), mampu berpikir kritis dan memiliki rasa solidaritas yang tinggi kepada
sesama, menghargai nilai-nilai karakter Kristen. Di samping itu, gereja juga dapat membantu
para taruna dan pemuda dalam mengemudikan, mengarahkan dan memberi kekuatan untuk
berjalan dengan benar tanpa terombang-ambing oleh lingkungan sekitar yang tidak benar.
Lingkungan yang penuh dengan tindakan-tindakan kekerasan, kriminal, maupun tindakan
negatif lainnya.
I.5. Metode Penelitian
1. Metode dan jenis Penelitan
Terkait dengan judul yang akan diteliti maka digunakan metode deskriptif dengan jenis
penelitian kualitatif. Metode kualitatif adalah metode penelitian yang temuan-temuannya
tidak diperoleh melalui prosedur statistik atau bentuk hitungan lainnya. Ini sering diterapkan
dalam berbagai penelitian yang memfokuskan diri pada kehidupan, riwayat, dan perilaku
seseorang, di samping itu juga peranan organisasi, pergerakan sosial dan hubungan
timbalbalik.8 Sedangkan jenis penelitian deskriptif bertujuan untuk membuat deskripsi, yaitu
gambaran atau lukisan secara sistematis, faktual, dan akurat mengenai fenomena yang
8 Anselm Strauss & Juliet Corbin, Dasar-dasarPenelitianKualitatif: Tata LangkahdanTeknik-teknikTeoritisasi Data,
(Yogyakarta: PustakaPelajar, 2003), 4
12
diselidiki. Jenis deskriptif berusaha menggambarkan sifat suatu keadaan yang sementara
berjalan pada saat penelitian, dan memeriksa sebab-sebab dari suatu gejala tertentu.9
2. Lokasi Penelitian
Penelitian ini bermaksud untuk mengamati peran yang dilakukan oleh GPIB Jemaat Bukit
Sion Balikpapan dalam pembangunan karakter para taruna dan pemuda. Atau dengan kata lain
GPIB Jemaat Bukit Sion Balikpapan menjadi unit analisis dalam penelitian ini. GPIB Jemaat
Bukit Sion di Balikpapan sebagai tempat penelitian beralamat di Jl. Bukit Sion RT.44 No.58.
Di mana jemaat tersebut dilayani oleh satu pendeta sebagai ketua majelis jemaat dan satu
pendeta sebagai pembantu jemaat. Selain itu terdapat dua pendeta (se-azas) lainnya yang ikut
membantu dalam pelayanan di jemaat tersebut. Dalam pelayanan, pendeta-pendeta tersebut
juga dibantu oleh para majelis yang telah dipilih dan diteguhkan sebagai presbiter.
3. Tekhnik Pengumpulan data
Untuk memperoleh data-data yang akurat, yang mendukung topik ini maka dilakukan
pengambilan data dengan beberapa cara. Data Primer diperoleh dengan melakukan observasi
dan wawancara. Observasi dilakukan dengan mengikuti kegiatan-kegiatan yang dianggap
sebagai sarana dalam membangun karakter para taruna dan pemuda, seperti ibadah keluarga,
taruna maupun pemuda; seminar; katekisasi; persiapan. Observasi dinilai penting untuk
melihat sejauh mana gereja melaksanakan perannya dalam membangun karakter melalui
kegiatan-kegiatan sebagai mediasinya.
Tidak cukup dengan hasil yang diperoleh dari melakukan observasi maka dibutuhkan juga
wawancara. Wawancara dilakukan kepada orang-orang yang dianggap sebagai pihak yang
berperan penting dalam melaksanakan pembangunan karakter Kristen bagi para taruna dan
pemuda. Informan kunci yang dimaksud ialah para pendeta, majelis, serta pimpinan
Pelayanan Kategorial (PELKAT) Persekutuan Taruna (PT) dan Gerakan Pemuda (GP). Dalam
9 Imam Suprayogo danTobroni, Metode Penelitian Sosial-Agama, (Bandung: PT Remaja Rosdakarya, 2003), 136-
137.
13
hal ini mereka berfungsi sebagai unit analisis. Wawancara ini tentunya dilakukan secara
mendalam. Dengan maksud agar memperoleh data-data yang akurat. Oleh karena itu,
pertanyaan yang diberikan kepada para informan tidak hanya terpaku pada pertanyaan
penelitian, namun juga dengan pertanyaan-pertanyaan yang muncul secara spontan saat
wawancara terjadi. Hal ini dimaksudkan untuk memperoleh data sebanyak-banyaknya yang
dapat mendukung tulisan ini.
Di samping data primer, diperlukan juga data sekunder yang dapat memperkuat hasil
penelitian yang dilakukan. Data ini diperoleh dengan cara melakukan studi kepustakaan.
Tulisan-tulisan yang dianggap berkaitan dengan Pendidikan Agama Kristen (PAK),
pendidikan karakter, dan gereja, dapat digunakan sebagai pendukung. Data-data tertulis yang
demikian, yang terdapat di artikel on line, juga dapat digunakan. Selain itu, untuk melakukan
analisa digunakan juga buku pedoman renungan maupun pembelajaran yang dialokasikan
oleh sinode GPIB kepada seluruh jemaat yang bernanung dibawahnya. Secara khusus akan
digunakan Sabda Bina Taruna (SBT) dan Sabda Bina Pemuda (SBP) sebab, kedua buku
tersebut adalah kurikulum satu-satunya dan khusus yang diperuntukan bagi para taruna dan
pemuda.
I.6. Garis Besar Penulisan
Penulisan dalam pokok ini akan ditulis dalam lima bab, yaitu: dimulai dengan bab I yang
berisi latar belakang masalah dan rumusan judul, masalah, dan tujuan peneilitian serta hal-hal
yang berkaitan dengan metode penelitian dan teknik pengumpulan data. Bab II secara khusus
membahas kajian teori tentang karakter dan peranan komunitas iman dalam pembangunan
karakter. Dilanjutkan dengan Bab III yakni penyajian data penelitian berdasarkan rumusan
masalah dan tujuan penelitian. Sedangkan bab IV memusatkan perhatian pada analisa data
penelitian berdasarkan kerangka teoritis. Dan tulisan diakhiri pada bab V yaitu penutup yang
berisi kesimpulan dan saran.