13
1 BAB I PENDAHULUAN I.1. Latar Belakang Masalah Setiap bangsa pada dasarnya memiliki tujuannya masing-masing. Dengan tujuan maka suatu bangsa akan mengarahkan dan memusatkan seluruh kegiatan yang dimiliki demi mencapai tujuan akhir yang diinginkan bersama. Demikian halnya juga dengan bangsa Indonesia yang memiliki suatu tujuan. Tujuan bangsa ini adalah menjadi bangsa yang dapat melindungi segenap bangsa dan seluruh tumpah darah Indonesia, dapat memajukan kesejahteraan, mencerdaskan seluruh masyarakat, dan melaksanakan ketertiban dunia yang berdasarkan kemerdekaan, perdamaian abadi, dan keadilan sosial. 1 Untuk mewujudkan tujuan yang terdapat dalam pembukaan UUD 1945 alinea keempat tersebut maka pemerintah memerlukan suatu pembangunan yang beraras nasional. Pembangunan Nasional tersebut dimuat dalam Rencana Pembangunan Jangka Panjang Nasional Tahun 2005-2025 dengan visi mewujudkan masyarakat Indonesia yang mandiri, maju, adil, dan makmur. Untuk mengupayakan pembangunan nasional maka dibutuhkan terlebih dahulu pembangunan pada masing-masing bidang kehidupan. Atau secara sederhana, pembangunan nasional dapat terwujud ketika telah dilakukannya pembangunan-pembangunan pada cakupan yang lebih kecil, yaitu pada bidang-bidang kehidupan. Dalam pembangunan nasional tersebut terdapat sembilan bidang, yaitu: 1.Sosial Budaya dan Kehidupan Beragama; 2.Bidang Ekonomi; 3.Bidang Ilmu Pengetahuan dan Teknologi; 4.Bidang Sarana dan Prasarana; 5.Bidang Politik; 6.Bidang Pertahanan dan Keamanan; 7.Bidang Hukum dan Aparatur; 8.Bidang Wilayah dan Tataruang; dan 9.Bidang Sumber Daya Alam dan Lingkungan Hidup. Situasi dan kondisi bangsa Indonesia yang masih banyak tantangan dan masalah, menjadikan tujuan bangsa ini terhambat dalam pencapainnya. Oleh karena itu, dengan 1 Pemerintah Republik Indonesia, Kebijakan Nasional: Pembangunan Karakter Bangsa Tahun 2010-2025, (Jakarta: Pemerintah Republik Indonesia, 2010), 10.

BAB I PENDAHULUAN€¦ · yang semakin mendesak gereja untuk berperan dalam membangun karakter Kristen bagi para taruna dan pemuda. Sebab, mereka adalah kelompok yang rentan terhadap

  • Upload
    others

  • View
    5

  • Download
    0

Embed Size (px)

Citation preview

1

BAB I

PENDAHULUAN

I.1. Latar Belakang Masalah

Setiap bangsa pada dasarnya memiliki tujuannya masing-masing. Dengan tujuan maka

suatu bangsa akan mengarahkan dan memusatkan seluruh kegiatan yang dimiliki demi

mencapai tujuan akhir yang diinginkan bersama. Demikian halnya juga dengan bangsa

Indonesia yang memiliki suatu tujuan. Tujuan bangsa ini adalah menjadi bangsa yang dapat

melindungi segenap bangsa dan seluruh tumpah darah Indonesia, dapat memajukan

kesejahteraan, mencerdaskan seluruh masyarakat, dan melaksanakan ketertiban dunia yang

berdasarkan kemerdekaan, perdamaian abadi, dan keadilan sosial.1 Untuk mewujudkan tujuan

yang terdapat dalam pembukaan UUD 1945 alinea keempat tersebut maka pemerintah

memerlukan suatu pembangunan yang beraras nasional. Pembangunan Nasional tersebut

dimuat dalam Rencana Pembangunan Jangka Panjang Nasional Tahun 2005-2025 dengan visi

mewujudkan masyarakat Indonesia yang mandiri, maju, adil, dan makmur. Untuk

mengupayakan pembangunan nasional maka dibutuhkan terlebih dahulu pembangunan pada

masing-masing bidang kehidupan. Atau secara sederhana, pembangunan nasional dapat

terwujud ketika telah dilakukannya pembangunan-pembangunan pada cakupan yang lebih

kecil, yaitu pada bidang-bidang kehidupan. Dalam pembangunan nasional tersebut terdapat

sembilan bidang, yaitu: 1.Sosial Budaya dan Kehidupan Beragama; 2.Bidang Ekonomi;

3.Bidang Ilmu Pengetahuan dan Teknologi; 4.Bidang Sarana dan Prasarana; 5.Bidang Politik;

6.Bidang Pertahanan dan Keamanan; 7.Bidang Hukum dan Aparatur; 8.Bidang Wilayah dan

Tataruang; dan 9.Bidang Sumber Daya Alam dan Lingkungan Hidup.

Situasi dan kondisi bangsa Indonesia yang masih banyak tantangan dan masalah,

menjadikan tujuan bangsa ini terhambat dalam pencapainnya. Oleh karena itu, dengan

1 Pemerintah Republik Indonesia, Kebijakan Nasional: Pembangunan Karakter Bangsa Tahun 2010-2025, (Jakarta:

Pemerintah Republik Indonesia, 2010), 10.

2

pembangunan nasional tersebut menjadi upaya yang dilakukan oleh pemerintah untuk

mengatasi tantangan dan masalah tersebut. Salah satu upaya yang gencar dilaksanakan oleh

pemerintah saat ini ialah pembangunan karakter. Upaya ini berada dalam payung bidang

Sosial Budaya dan Kehidupan Beragama. Di mana bidang ini memiliki kaitan yang erat dalam

kualitas dan kuantitas masyarakat. Meningkatkan kualitas dan kuantitas masyarakat dapat

dilakukan melalui pendidikan. Pendidikan mampu mensosialisasikan dan melibatkan

masyarakat dalam menumbuh-kembangkan penghargaan pada nilai-nilai yang ada dalam

budaya masing-masing, seperti nilai solidaritas sosial, toleransi, perdamaian (penyelesaian

masalah tanpa kekerasan), kekeluargaan, dan rasa cinta tanah air. Dengan demikian, dapat

mengoptimalkan upaya pembentukan karakter bangsa melalui pembentukan karakter pada

masing-masing individu yang menjadi masyarakat bangsa ini. Melihat hal-hal tersebut maka

pembangunan karakter adalah pembangunan yang menjadi prioritas sejak 4 tahun yang lalu

(2010).

Sejak tahun 2010, pelaksanaan pembangunan karakter telah menjadi gerakan nasional di

Indonesia. Dalam rangka itu telah disusun “Disain Induk Pendidikan Karakter” oleh

Kementerian Pendidikan. Selain itu juga telah dibuat pengembangan silabus yang dikaitkan

dengan nilai-nilai karakter bangsa, yang dibuat oleh Pembinaan Sekolah Menengah Pertama

(PSMP) di Pusat Kurikulum (puskur). Pelaksanaan pendidikan karakter juga muncul dalam

berbagai bentuk antara lain: diskusi, sarasehan, dan seminar yang bertema pendidikan

karaker, misalnya seminar yang dilaksanakan oleh Fakultas Jurusan Pendidikan Sejarah,

Universitas Pendidikan Indonesia dengan tema Seminar Nasional Peran Pendidikan Karakter

Dalam Perspektif Bangsa. Melihat maraknya pelaksanaan pendidikan karakter di tahun 2010

maka dapat dikatakan bahwa tahun 2010 adalah tahun bagi pendidikan karakter di Indonesia.

Hal itu juga diperkuat dengan pencanangan program “Pendidikan Budaya dan Karakter

Bangsa” sebagai gerakan nasional sejak tanggal 14 Januari 2010. Dalam sarasehan nasional

tersebut yang dilaksanakan oleh Kementerian Pendidikan Nasional dengan dihadiri oleh 200

3

orang yang terdiri dari para pakar, praktisi, dan para pemerhati. Dalam program yang menjadi

gerakan nasional tersebut, dituliskan beberapa alasan yang menjadikan pendidikan karakter

adalah hal yang urgen, yaitu (1) karakter merupakan suatu hal yang penting dalam kehidupan

berbangsa dan bernegara. Maksudnya ialah ketika karakter telah hilang, baik dalam kehidupan

berbangsa dan bernegara, khususnya dalam diri masing-masing warga masyarakat maka akan

menyebabkan hilangnya generasi penerus bangsa ini. (2) Karakter berperan sebagai ”kemudi”

dan kekuatan, sehingga bangsa ini dapat berjalan lurus menuju visinya tanpa terombang-

ambing; dan (3) agar bangsa ini menjadi bangsa yang bermartabat.

Keadaan bangsa yang kacau dalam berbagai aspek, juga menjadi alasan mengapa

pembangunan karakter adalah hal yang sangat penting dalam pembangunan bangsa ini.

Misalnya, saat ini sangat nampak terjadinya kerusakan lingkungan di mana-mana, dan

pelakukanya adalah orang-orang yang memiliki kekayaan, kedudukan, dan kekuasaan. Hal ini

kemudian menyebabkan timbulnya kesenjangan sosial, politik, ekonomi, dan ketidakadilan

hukum. Selain itu juga, masyarakat menyaksikan maraknya tindakan kekerasan baik secara

fisik (misalnya, pemukulan, pembacokan, pembunuhan), psikis (penggunaan serta penuturan

bahasa yang tidak sopan dan santun misalnya, menghina, memarahi, menyuruh dengan

seenaknya), serta seksual (pemerkosaan, disodomi). Secara nyata di tahun 2014 terjadi

peningkatan akan kekerasan-kekerasan tersebut, khususnya kekerasan fisik dan seksual.

Pemberitaan di media massa memperlihatkan bahwa banyak dari pelaku maupun korbannya

ialah mereka yang berada pada masa taruna dan pemuda.

Sikap dan tindakan buruk juga ditunjukan dengan semakin banyaknya pengedar, penjual,

dan pemakai narkoba yang melibatkan rakyat dari berbagai usia maupun profesi, baik yang

duduk di bangku sekolah dasar hingga yang menjadi aparat penegak hukum. Lebih lanjut

sikap dan tindakan buruk lainnya yakni kurangnya disiplin dan tertib dalam pekerjaan,

berlalulintas, membaca, dan menerapkan pola hidup sehat. Tidak hanya itu saja, korupsi yang

terjadi di mana-mana dan menjadi sangat memprihatinkan justru dilakukan oleh para pejabat

4

pemerintahan maupun pejabat yang terkait dengan penegakkan. Dalam media massa online

dikatakan bahwa terdapat 756 orang yang terlibat dan telah menjadi terdakwa di Pengadilan

Tindak Pidana Korupsi (data di sampaikan pada Indonesia Corruption Watch (ICW)).

Terdakwa tersebut merupakan koruptor dalam kurun tiga tahun terakhir. Terdakwa dengan

latar belakang anggota DPR/DPRD adalah pihak yang paling banyak terseret dalam kasus

korupsi. Selama semester II tahun 2010 hingga semester II tahun 2013 tercatat 181 anggota

legislatif yang terjerat kasus korupsi. Selain anggota DPR/DPRD, 161 orang sebagai pegawai

dinas atau pemerintah provinsi juga termasuk dalam data kasus korupsi ini, 128 orang

pegawai swasta, 93 orang staf pemerintah kabupaten/daerah, 45 orang mantan gubernur/

bupati/ walikota, 93 orang bupati/kepala daerah, dan 45 orang mantan gubernur/ bupati/

walikota.2

Dari data-data tersebut di atas menunjukan betapa urgennya pembangunan karakter bagi

bangsa ini. Hal ini kemudian menimbulkan pertanyaan yaitu siapakah yang bertugas untuk

membangunnya? Dalam dokumen resmi pembangunan karakter bangsa dipaparkan dengan

jelas bahwa hal ini merupakan tugas bersama seluruh komponen bangsa: pemerintah, orang

tua, lembaga-lembaga pendidikan formal seperti sekolah dan universitas, komunitas bisnis,

bahkan komunitas-komunitas agama seperti komunitas agama Kristen (gereja). Menurut

penulis, semua unsur masyarakat tersebut mempunyai tanggungjawab membangun karakter

masyarakat sesuai kapasitasnya masing-masing, dan dalam tulisan ini yang menjadi fokus

adalah komunitas iman yakni komunitas iman Kristiani atau gereja.

Gereja dan pendidikan memiliki benang merah yang tidak dapat diputus. Benang merah

tersebut nampak dalam salah satu peran penting yang dimiliki oleh gereja yaitu mendidik,

khususnya bagi jemaat. Dalam Pendidikan Agama Kristen (PAK), jemaat dibantu untuk

antara lain mampu bertindak secara moral sesuai dengan nilai-nilai Kristen. Pendidikan

2Ferry Ferdiansyah tentang “Etika dan Upaya Memberantas Korupsi” dalam Suara Redaksi Okezone (SUAR), 06

Januari 2014. http://suar.okezone.com/read/2014/01/06/58/922258/etika-dan-upaya-memberantas-korupsi/large

5

Agama Kristen memiliki tugas yang lebih luas dari sekedar membangun moral dan karakter,

namun moral dan karakter adalah bagian yang integral dari pembangunan iman. Melalui peran

mendidik (melalui mengajar, membimbing, membina atau melatih), gereja dapat membangun

iman Kristen anggota jemaatnya, termasuk sikap dan perilaku atau yang disebut sebagai

karakter kristiani. Oleh karena itu, dalam setiap tindakan gereja yang erat kaitannya dengan

pendidikan dapat mengambil bentuk dalam kegiatan-kegiatan seperti ibadah-ibadah, kegiatan-

kegiatan sosial, kegiatan dalam rangka pemberdayaan (pelatihan, seminar, sarasehan), sidi,

baptis, dan juga katekisasi (pra-nikah, umum, dan pindah agama). Melalui kegiatan-kegiatan

tersebut, gereja juga melengkapi peran keluarga dan sekolah dalam membina dan

mengembangkan karakter dari jemaat. Maksudnya ialah gereja membentuk karakter yang

belum dibentuk baik dalam keluarga maupun satuan pendidikan formal. Selain itu juga,

karakter yang telah dimiliki oleh seseorang melalui proses pembelajaran dan pembiasaan

dalam keluarga, serta pembinaan dalam tingkat satuan pendidikan formal kemudian kembali

diperkuat dan dibangun melalui pendidikan yang diberikan oleh dan di gereja.

Gereja sebagai pendidik tentunya mengajarkan nilai-nilai yang baik. Oleh karena itu

seharusnya gereja mampu menghasilkan jemaat, khususnya para taruna dan pemuda yang

baik. Dalam artian bahwa mereka menjadi generasi penerus yang tidak hanya beriman, namun

juga mampu mencintai dan melakukan nilai-nilai baik yang secara eksplisit maupun implisit

terdapat dalam setiap didikan yang diberi gereja. Hal inilah yang menjadi proses dalam

membangun karakter Kristen. Dengan demikian, para taruna dan pemuda tidak akan

menunjukan sikap dan tindakan seperti yang sedang marak terjadi di bangsa ini. Sebaliknya,

mereka akan bersikap dan bertindak yang baik seperti tidak melakukan kekerasan dan

tindakan kriminal dalam bentuk apapun. Mereka juga akan berani berkata jujur, menjauhkan

diri untuk mengkonsumsi minuman keras maupun menggunakan obat-obatan terlarang, tidak

membahayakan diri dengan merokok, serta akan aktif terlibat dalam kegiatan-kegiatan gereja.

6

Tindakan-tindakan tersebut merupakan bentuk nyata dari kebajikan-kebajikan dalam rangka

mewujudkan karakter baik (good character).

Secara ideal gereja melakukan demikian, namun realita menjawab berbeda. Salah satunya

yang ditunjukan di GPIB Jemaat Bukit Sion Balikpapan. Di mana tingkat keaktifan para

generasi muda terhadap kegiatan-kegiatan gereja, khususnya dalam persekutuan, semakin

menurun. Selain itu juga masih banyak diantara mereka yang merokok, mengkonsumsi

minuman keras, kurangnya keberanian dalam berkata jujur, mudah berkata yang tidak sopan,

serta kurangnya kedisiplinan (khususnya dalam disiplin waktu). Tindakan-tindakan yang

demikian secara langsung maupun tidak telah meresahkan banyak orang, terlebih khusus para

orang tua, pendeta, majelis, dan pelayan PELKAT (Pelayanan Kategorial). Keadaan inilah

yang semakin mendesak gereja untuk berperan dalam membangun karakter Kristen bagi para

taruna dan pemuda. Sebab, mereka adalah kelompok yang rentan terhadap pengaruh-pengaruh

negatif. Oleh karena itu judul dari tesis ini adalah: Peran dan Strategi Gereja dalam

Pembangunan Karakter Taruna dan Pemuda di GPIB Jemaat Bukit Sion Balikpapan.

Bertolak dari latar belakang masalah dan judul di atas maka yang menjadi pertanyaan dari

penelitian ini ialah pertama: apa upaya-upaya yang telah dilakukan oleh gereja bagi para

taruna-pemuda dalam kaitannya untuk pembangunan karakter Kristen mereka? Dari

pertanyaan ini akan dapat dilihat peran yang telah dijalankan oleh gereja bagi para taruna-

pemuda dalam kaitannya untuk pembangunan karakter Kristen mereka. Kedua, bagaimana

strategi yang diupayakan dalam pengembangan karakter pada masa remaja-pemuda di GPIB

Jemaaat Bukit Sion Balikpapan. Melalui pertanyaan ini akan dapat dilihat strategi yang

digunakan gereja dalam mengembangkan karakter Kristen. Ketiga, bagaimana peran dan

strategi yang diupayakan tersebut bila ditinjau dari berbagai teori pembangunan karakter?

Pertanyaan-pertanyaan di atas kemudian memunculkan tujuan yang akan dicapai dari

penelitian yang akan dilakukan. Tujuan yang dimaksud ialah: pertama, mendeskripsikan

peran yang telah dijalankan oleh gereja bagi para taruna-pemuda dalam kaitannya untuk

7

pembangunan karakter Kristen mereka. Kedua, memaparkan strategi yang diupayakan dalam

pengembangan karakter pada masa remaja-pemuda di GPIB Jemaaat Bukit Sion Balikpapan.

Ketiga, meninjau peran dan strategi tersebut dari berbagai teori pembangunan karakter?

I.2. Batasan Masalah dan Konsep Operasional

A. Batasan Masalah

Berdasarkan pemaparan di atas maka penulis membatasi masalah pada peran dan

strategi gereja dalam pembangunan karakter para taruna-pemuda di GPIB Jemaaat Bukit

Sion Balikpapan. Alasannya ialah gereja sebagai salah satu agen pendidikan bertanggung

jawab untuk terlibat dalam memperbaiki keadaan yang mana sebagian besar dari para

taruna dan pemuda melakukan tindakan-tindakan yang buruk. Hal itu dapat dilakukan oleh

gereja dengan memasukkan dimensi pendidikan karakter secara utuh di dalam kehidupan

gereja. Dengan pendidikan karakter yang diberi tempat di dalam Pendidikan Agama

Kristen yang diberikan oleh dan di gereja maka jemaat, khususnya taruna-pemuda akan

mengetahui hal-hal dan tindakan-tindakan yang benar, meyakini, mencintai, dan pada

akhirnya akan ditunjukkan melalui tindakan-tindakan mereka.

Penelitian ini difokuskan pada dua kelompok usia, yaitu para taruna atau yang dalam

istilah umum dikenal dengan remaja serta pemuda atau yang biasa disebut dewasa. Jika

dilihat dari segi usia, masa taruna berlangsung kira-kira usia 13-18 tahun.3 Sedangkan

pemuda dimulai dari usia 18-40 tahun.4 Usia ini adalah usia yang dimiliki oleh dewasa

awal. Walaupun demikian, rentang usia pada masa dewasa awal tersebut bukanlah mutlak

untuk dijadikan patokan. Sebab, yang dipilih adalah mereka yang berada pada masa

tersebut yang masih berstatus lajang. Rentang usia 13-40 tahun adalah rentan bagi mereka

untuk mengambil keputusan dan bertindak yang tidak sesuai dengan nilai-nilai Kristen.

Kelabilan dan belum dapat memutuskan serta bertanggung jawab terhadap resiko yang

3 Elizabeth B. Hurlock, Psikologi Perkembangan: Suatu Pendekatan Sepanjang Rentang Kehidupan, (Jakarata:

Erlangga, edisi kelima), 206. 4 Elizabeth B. Hurlock, ibid., 246.

8

akan muncul adalah celah bagi mereka untuk memutuskan, melakukan tindakan yang

negatif, dan terpengaruh pada hal-hal yang buruk. Pendidikan karakter sangat penting bagi

masa ini sebab, secara psikologi kepribadian, banyak perubahan yang terjadi pada mereka

(fisik, dorongan seksual yang cukup besar dan pencarian maupun pembangunan identitas

ego). Perubahan yang terjadi maupun proses mencari dan membangun identitas tersebut, di

lain sisi membuat kebingungan pada diri masing-masing dengan peran mereka di dalam

suatu tatanan sosial yang lebih besar. Oleh karena itu, mereka dengan semangat

mengidentifikasikan diri melalui pembentukkan geng dan ketika itu, mereka dengan

mudah menerima hal-hal dan melakukan tindakan-tindakan yang buruk jika karakter

Kristen yang mereka miliki tidak dibangun dengan kuat.

B. Konsep Operasional

1. Karakter dalam Kebijakan Nasional diartikan sebagai “Nilai-nilai yang khas – baik

(tahu tentang nilai-nilai yang baik, keinginan berbuat baik, nyata berkehidupan baik,

dan berdampak baik terhadap lingkungan) yang terpateri dalam diri dan

terejawantahkan dalam perilaku. Karakter merupakan ciri khas seseorang atau

sekelompok orang yang mengandung nilai, kemampuan, kapasitas moral, dan ketegaran

dalam menghadapi kesulitan dan tantangan”.5

2. Pembangunan Karakter (character building) adalah upaya yang dilakukan pihak-pihak

tertentu dalam meningkatkan sifat-sifat yang baik atau yang berguna bagi seseorang.6

Misalnya keberanian, kejujuran, keadilan.

3. Pendidikan karakter adalah suatu usaha yang dilakukan secara sengaja untuk membantu

seseorang sehingga orang tersebut mampu memahami, memperhatikan, dan melakukan

nilai-nilai etika yang inti seperti memiliki keadilan, kesabaran, kerja keras dan nilai-

5 Pemerintah Republik Indonesia, Desain Pendidikan Karakter Kementerian Pendidikan Nasional dalam Kebijakan

Nasional: Pembangunan Karakter Bangsa Tahun 2010-2025, (Jakarta: Pemerintah Republik Indonesia, 2010), 7-9. 6 English Dictionary dalam http://www.collinsdictionary.com/dictionary/english/character-building. Dilihat pada hari

Rabu, 26 Nopember 2014, pkl 16:28.

9

nilai lainnya (Lickona). Nilai-nilai tersebut bukan hanya baik untuk individu, tetapi juga

untuk masyarakat secara keseluruhan.7

I.3. Manfaat dan Luaran Penelitian

1. Manfaat Penelitian

Tulisan ini dapat memberikan berbagai kontribusi bagi dunia pendidikan. Secara

khusus bagi pendidikan karakter di gereja. Tulisan ini akan bermanfaat sebab, melihat

situasi minimnya tulisan yang membahas tentang pendidikan karakter, khususnya di gereja.

Selain itu sebagai sarana dalam membuka paradigma bagi para pemimpin gereja tentang

pentingnya pendidikan yang menjangkau ketiga unsur dalam diri manusia: kognitif, afektif

dan psikomotorik. Pendidikan yang demikian terangkum dalam pendidikan karakter.

Berakar dari hal tersebut akan menyadarkan mereka juga tentang betapa pentingnya

mengadakan evaluasi dalam setiap program dan tindakan-tindakan pendidikan yang

dilakukan oleh gereja, khususnya GPIB Jemaat Bukit Sion Balikpapan. Kontribusi lain dari

tulisan ini tertuju pada seluruh komponen yang termasuk dalam bidang kategorial taruna-

pemuda, termasuk di dalamnya seluruh komponen yang terkait dengan katekisasi agar

dapat mengkolaborasikan kegiatan yang tersirat di dalamnya pendidikan yang menyentuh

ketiga unsur manusia tersebut.

Kontribusi lainnya yang dapat diberikan oleh tulisan ini ialah kepada Fakultas Teologi

dan Magister Sosiologi Agama. Di mana melalui tulisan ini dapat memberikan sumbangsih

berupa teori dan literatur tentang Pendidikan Karakter di gereja. Dari tulisan ini juga dapat

digunakan sebagai referensi dalam pembelajaran dengan mengkajinya melalui diskusi

lebih dalam lagi. Dengan demikian, fakultas dapat menghasilkan lulusan-lulusan yang

mengerti, meyakini, dan melakukan karakter Kristiani. Dari hal itu, para lulusan tersebut

dapat mengajar dan mendidik jemaat untuk membentuk karakter Kristen.

2. Luaran Penelitian

7Thomas Lickona, Character Matters: Persoalan Karakter, terj. Juma Wadu Wamaungu & Jean Antunes Rudolf Zien

dan Editor Uyu Wahyuddin dan Suryani, (Jakarta: Bumi Aksara, 2012), 5.

10

Dari judul yang diangkat maka tulisan ini memberikan referensi tertulis yang baru

terkait dengan pendidikan karakter di gereja, baik itu dalam bentuk karya tulis ilmiah (tesis

ataupun jurnal) dan buku. Referensi-referensi tertulis, baik yang terdapat dalam internet

maupun yang tidak, terkait dengan topik tersebut masih cukup langka dan sulit ditemukan.

Penyebabnya ialah fokus perhatian rakyat Indonesia dalam bidang pendidikan karakter di

Indonesia barulah pada tataran umum, yaitu sekolah. Dengan demikian, rekomendasi yang

muncul dari penelitian ini tentunya sangat membantu bagi siapapun yang ingin mengetahui

tentang pendidikan karakter di gereja, khususnya pada masa taruna-pemuda.

I.4. Urgensi Penelitian

Pendidikan karakter penting bagi masyarakat Indonesia, termasuk orang-orang Kristen.

Penyebabnya ialah banyaknya realita yang menunjukan semakin maraknya tindakan-tindakan

yang buruk, tak bermoral yang justru banyak dilakukan oleh generasi muda. Hal itu juga

terjadi pada para taruna dan pemuda yang berdomisili di GPIB Jemaat Bukit Sion Balikpapan.

Di mana masih banyak diantara mereka yang merokok, mengkonsumsi minuman keras,

kurangnya keberanian dalam berkata jujur, mudah berkata yang tidak sopan, serta kurangnya

kedisiplinan (khususnya dalam disiplin waktu). Selain itu juga, tingkat keaktifan mereka yang

semakin menurun terhadap kegiatan-kegiatan gereja, khususnya dalam persekutuan.

Tindakan-tindakan tersebut menunjukan lemahnya karakter Kristen yang dimiliki oleh para

taruna maupun pemuda. Oleh karena itu, karakter adalah penting untuk dimiliki oleh mereka

karena generasi tersebut terancam dampak perubahan sosial yang dapat menjerumuskan

mereka ke tindakan-tindakan yang negatif. Generasi muda adalah kelompok yang rentan

terhadap perkembangan dan pengaruh-pengaruh negatif. Dengan demikian, pembangunan

karakter menjadi kebutuhan mendesak, khususnya pembangunan karakter yang dilakukan

oleh gereja.

11

Gereja pada hakekatnya berperan dalam membangun karakter Kristen bagi para taruna dan

pemuda. Sebab, gereja adalah salah satu pilar atau agen dalam pendidikan. Dalam

menjalankan perannya tersebut, gereja membutuhkan strategi khusus yang memberikan

tempat bagi dimensi pembangunan karakter Kristen di dalamnya. Melalui pembangunan

karakter yang dilakukan oleh gereja maka menunjukan bahwa gereja merespon dan ikut

terlibat dalam meminimalkan pergumulan yang dihadapi bangsa yaitu tentang karakter.

Pembangunan karakter oleh gereja juga bermanfaat bagi jemaat, khususnya para taruna dan

pemuda. Di mana mereka akan semakin kreatif, inovatif, mampu menjadi pemecah masalah

(problem solver), mampu berpikir kritis dan memiliki rasa solidaritas yang tinggi kepada

sesama, menghargai nilai-nilai karakter Kristen. Di samping itu, gereja juga dapat membantu

para taruna dan pemuda dalam mengemudikan, mengarahkan dan memberi kekuatan untuk

berjalan dengan benar tanpa terombang-ambing oleh lingkungan sekitar yang tidak benar.

Lingkungan yang penuh dengan tindakan-tindakan kekerasan, kriminal, maupun tindakan

negatif lainnya.

I.5. Metode Penelitian

1. Metode dan jenis Penelitan

Terkait dengan judul yang akan diteliti maka digunakan metode deskriptif dengan jenis

penelitian kualitatif. Metode kualitatif adalah metode penelitian yang temuan-temuannya

tidak diperoleh melalui prosedur statistik atau bentuk hitungan lainnya. Ini sering diterapkan

dalam berbagai penelitian yang memfokuskan diri pada kehidupan, riwayat, dan perilaku

seseorang, di samping itu juga peranan organisasi, pergerakan sosial dan hubungan

timbalbalik.8 Sedangkan jenis penelitian deskriptif bertujuan untuk membuat deskripsi, yaitu

gambaran atau lukisan secara sistematis, faktual, dan akurat mengenai fenomena yang

8 Anselm Strauss & Juliet Corbin, Dasar-dasarPenelitianKualitatif: Tata LangkahdanTeknik-teknikTeoritisasi Data,

(Yogyakarta: PustakaPelajar, 2003), 4

12

diselidiki. Jenis deskriptif berusaha menggambarkan sifat suatu keadaan yang sementara

berjalan pada saat penelitian, dan memeriksa sebab-sebab dari suatu gejala tertentu.9

2. Lokasi Penelitian

Penelitian ini bermaksud untuk mengamati peran yang dilakukan oleh GPIB Jemaat Bukit

Sion Balikpapan dalam pembangunan karakter para taruna dan pemuda. Atau dengan kata lain

GPIB Jemaat Bukit Sion Balikpapan menjadi unit analisis dalam penelitian ini. GPIB Jemaat

Bukit Sion di Balikpapan sebagai tempat penelitian beralamat di Jl. Bukit Sion RT.44 No.58.

Di mana jemaat tersebut dilayani oleh satu pendeta sebagai ketua majelis jemaat dan satu

pendeta sebagai pembantu jemaat. Selain itu terdapat dua pendeta (se-azas) lainnya yang ikut

membantu dalam pelayanan di jemaat tersebut. Dalam pelayanan, pendeta-pendeta tersebut

juga dibantu oleh para majelis yang telah dipilih dan diteguhkan sebagai presbiter.

3. Tekhnik Pengumpulan data

Untuk memperoleh data-data yang akurat, yang mendukung topik ini maka dilakukan

pengambilan data dengan beberapa cara. Data Primer diperoleh dengan melakukan observasi

dan wawancara. Observasi dilakukan dengan mengikuti kegiatan-kegiatan yang dianggap

sebagai sarana dalam membangun karakter para taruna dan pemuda, seperti ibadah keluarga,

taruna maupun pemuda; seminar; katekisasi; persiapan. Observasi dinilai penting untuk

melihat sejauh mana gereja melaksanakan perannya dalam membangun karakter melalui

kegiatan-kegiatan sebagai mediasinya.

Tidak cukup dengan hasil yang diperoleh dari melakukan observasi maka dibutuhkan juga

wawancara. Wawancara dilakukan kepada orang-orang yang dianggap sebagai pihak yang

berperan penting dalam melaksanakan pembangunan karakter Kristen bagi para taruna dan

pemuda. Informan kunci yang dimaksud ialah para pendeta, majelis, serta pimpinan

Pelayanan Kategorial (PELKAT) Persekutuan Taruna (PT) dan Gerakan Pemuda (GP). Dalam

9 Imam Suprayogo danTobroni, Metode Penelitian Sosial-Agama, (Bandung: PT Remaja Rosdakarya, 2003), 136-

137.

13

hal ini mereka berfungsi sebagai unit analisis. Wawancara ini tentunya dilakukan secara

mendalam. Dengan maksud agar memperoleh data-data yang akurat. Oleh karena itu,

pertanyaan yang diberikan kepada para informan tidak hanya terpaku pada pertanyaan

penelitian, namun juga dengan pertanyaan-pertanyaan yang muncul secara spontan saat

wawancara terjadi. Hal ini dimaksudkan untuk memperoleh data sebanyak-banyaknya yang

dapat mendukung tulisan ini.

Di samping data primer, diperlukan juga data sekunder yang dapat memperkuat hasil

penelitian yang dilakukan. Data ini diperoleh dengan cara melakukan studi kepustakaan.

Tulisan-tulisan yang dianggap berkaitan dengan Pendidikan Agama Kristen (PAK),

pendidikan karakter, dan gereja, dapat digunakan sebagai pendukung. Data-data tertulis yang

demikian, yang terdapat di artikel on line, juga dapat digunakan. Selain itu, untuk melakukan

analisa digunakan juga buku pedoman renungan maupun pembelajaran yang dialokasikan

oleh sinode GPIB kepada seluruh jemaat yang bernanung dibawahnya. Secara khusus akan

digunakan Sabda Bina Taruna (SBT) dan Sabda Bina Pemuda (SBP) sebab, kedua buku

tersebut adalah kurikulum satu-satunya dan khusus yang diperuntukan bagi para taruna dan

pemuda.

I.6. Garis Besar Penulisan

Penulisan dalam pokok ini akan ditulis dalam lima bab, yaitu: dimulai dengan bab I yang

berisi latar belakang masalah dan rumusan judul, masalah, dan tujuan peneilitian serta hal-hal

yang berkaitan dengan metode penelitian dan teknik pengumpulan data. Bab II secara khusus

membahas kajian teori tentang karakter dan peranan komunitas iman dalam pembangunan

karakter. Dilanjutkan dengan Bab III yakni penyajian data penelitian berdasarkan rumusan

masalah dan tujuan penelitian. Sedangkan bab IV memusatkan perhatian pada analisa data

penelitian berdasarkan kerangka teoritis. Dan tulisan diakhiri pada bab V yaitu penutup yang

berisi kesimpulan dan saran.