Upload
truongdan
View
232
Download
0
Embed Size (px)
Citation preview
1
BAB I
PENDAHULUAN
1.1 Latar Belakang
Salah satu kebutuhan dasar manusia adalah tempat tinggal. Semakin besar
jumlah penduduk maka semakin besar pula kebutuhan terhadap tempat tinggal.
Besarnya jumlah penduduk perkotaan akibat dari pertambahan jumlah penduduk
yang terdiri dari kelahiran dan urbanisasi. Kelahiran merupakan faktor internal,
sedangkan urbanisasi merupakan faktor eksternal. Kota sebagai pusat kegiatan
(sosial dan ekonomi) dan pusat pelayanan menjadi daya tarik masyarakat untuk
bertempat tinggal di kota. Proses urbanisasi menyebabkan perkembangan kota
menjadi semakin besar.
Kota Bekasi tergolong kedalam kota metropolitan karena memiliki jumlah
penduduk 2.592.819 jiwa pada tahun 2013 (BPS Kota Bekasi, 2014). Tingginya
kebutuhan tempat tinggal di kota tidak dapat terpenuhi dengan ketersediaan lahan
kosong yang terbatas. Kasi Survey, Pengolahan Data, dan Pemetaan Dinas Tata
Kota (Distako) Kota Bekasi, Suwardy, mengungkapkan pada tahun 2014 total
lahan permukiman seluas 21.049 Ha tersisa 9% atau sekitar 1.894 hektar, sehingga
pola pembangunan hunian diarahkan dengan bentuk vertikal, seperti apartemen
yang tidak memakan lahan dalam jumlah besar (www.antaranews.com, 11 Maret
2014). Menurut Peraturan Daerah Kota Bekasi No. 13 tahun 2011 tentang
Rencana Tata Ruang dan Wilayah 2011-2031, pemerintah berupaya
mengembangkan kawasan peruntukan permukiman yang terstruktur melalui
pendekatan kawasan siap bangun dan pola hunian vertikal.
Proses perkembangan kota oleh kekuatan daya tarik kota juga
menyebabkan masuknya arus modal dari luar menuju ke dalam daerah. Besarnya
jumlah penduduk Kota Bekasi ditambah ketersediaan lahan kosong yang semakin
langka menyebabkan masuknya arus modal pengembangan industri properti.
Aktivitas ekonomi di sektor industri dan jasa juga berperan dalam perkembangan
Kota Bekasi yang meningkatkan permintaan ruang beserta fasilitas yang
dibutuhkan di wilayah urban yang menumbuhkan bisnis properti (Kuswartojo,
2
2005). Berdasarkan pengamatan penulis sewaktu melakukan Kerja Praktik di
Dinas Tata Kota (Distako) Kota Bekasi pada April – Mei 2015, terdapat 22 proyek
apartemen memperoleh izin pembangunan. Sebanyak 2 apartemen telah dihuni,
seperti Apartemen Center Point dan Mutiara di Jl. Ahmad Yani. Hasil pengamatan
di lapangan juga menunjukkan bahwa sepanjang Jl. Cut Meutia, Jl. Raya Caman,
Jl. HM. Joyomartono, Jl. KH. Noer Ali, dan Jl. Siliwangi sedang dibangun
sejumlah proyek apartemen.
Pembangunan apartemen di Kota Bekasi terus berlanjut. Hal tersebut
terkait dengan banyaknya perusahaan nasional dan multinasional yang beroperasi
di Kota Bekasi dan Kabupaten Bekasi dengan jumlah sekitar 2.000 industri
domestik dan multinasional seperti Amerika Serikat, Jepang, Korea Selatan, dan
Singapura (www.kompas.com, 28 Februari 2015). Perusahaan-perusahaan
tersebut mempekerjakan banyak karyawan dalam proses produksi dan operasional
perusahaan. Di antara mereka terdapat karyawan hingga manajer yang berasal dari
negara asal masing-masing perusahaan. Para ekspatriat membutuhkan tempat
tinggal yang memadai untuk menunjang segala aktivitas kehidupan. Direksi PT.
IMS Group, Muljadi Suhardi, mengatakan bahwa para ekspatriat sudah terbiasa
tinggal di apartemen sehingga ketika bekerja di Indonesia mereka tidak berpikir
panjang untuk mencari apartemen dengan unit yang luas dan mewah
(www.kompas.com, 28 Februari 2015).
Pembangunan apartemen di Kota Bekasi yang semakin bergairah juga
terkaitkan dengan adanya pembangunan infrastruktur. Pembangunan Jalan Tol
Bekasi-Cawang-Kampung Melayu kembali dilanjutkan pemerintah setelah
tertunda selama kurang lebih 17 tahun (www.beritasatu.com, 5 Mei 2015).
Keberadaan jalan tol tersebut dapat mengurangi kepadatan di Jalan Tol Jakarta-
Cikampek. Proyek infrastruktur lainnya berupa pembangunan monorel yang
menghubungkan Bekasi Timur-Cawang yang digarap oleh PT. Adhi Karya
(www.liputan6.com, 16 April 2013). Pembangunan infrastruktur jalan dan
transportasi publik mempermudah aksesibilitas dari Kota Bekasi menuju daerah
lain, khususnya DKI Jakarta. Kemudahan aksesibilitas berdampak pada semakin
menariknya Kota Bekasi bagi pengembang dalam membangun apartemen.
3
1.2 Perumusan Masalah
Kota sebagai pusat aktivitas perekonomian dan pelayanan menarik
penduduk untuk bermukim di daerah perkotaan. Kebutuhan tempat tinggal
menjadi semakin meningkat seiring pertambahan jumlah penduduk. Ketersediaan
lahan kosong yang semakin langka di daerah perkotaan menyebabkan
pembangunan permukiman diarahkan ke bentuk vertikal, yaitu rumah susun
semakin meningkat.
Karakterisik kota berupa jumlah penduduk yang besar dan perekonomian
daerah yang bergerak di sektor industri, perdagangan, dan jasa membentuk
permintaan kebutuhan terhadap tempat tinggal yang beragam untuk berbagai jenis
golongan masyarakat. Apartemen sebagai bagian dari rumah susun menjawab
permintaan masyarakat kota dalam pemenuhan kebutuhan tempat tinggal yang
ketersediaannya semakin terbatas. Masyarakat kota dengan aktivitas yang padat
dan mobilitas yang tinggi membutuhan tempat tinggal yang dilengkapi dengan
beragam fasilitas.
Pembangunan apartemen di Kota Bekasi terus bertumbuh. Menurut
catatan Kompas, hingga akhir tahun 2013 tercatat terdapat 16 apartemen yang
sedang dibangun oleh pengembang di Bekasi. Angka itu belum termasuk pada
jumlah proyek apartemen yang sedang dalam tahap perizinan dan persiapan
pembangunan. Maraknya pembangunan apartemen di perkotaan terkait dengan
kekuatan daya tarik yang dimiliki kota tersebut.
Kota Bekasi memiliki daya tarik yang menyebabkan masuknya penduduk
dan investasi. Para pengembang beramai-ramai mengembangkan usaha bisnis
apartemen di Kota Bekasi sebagai daerah penyangga DKI Jakarta yang memiliki
banyak industri berskala nasional yang mempekerjakan banyak karyawan dan
ekspatriat. Oleh karena itu, fenomena maraknya pembangunan apartemen di Kota
Bekasi dikaji berdasar pada pendekatan geografis yang menekankan pada aspek
keruangan, ekologis, dan kompleks wilayah. Berdasarkan penjelasan di atas,
rumusan masalah disusun menjadi pertanyaan sebagai berikut:
1) Bagaimana perkembangan pembangunan apartemen di Kota Bekasi dalam
kurun waktu tahun 2010-2015?
4
2) Faktor apa saja yang berperan sebagai daya tarik Kota Bekasi terkait dengan
perkembangan pembangunan apartemen?
1.3 Tujuan Penelitian
Sesuai dengan perumusan masalah di atas, penelitian ini bertujuan untuk:
1) Memperoleh gambaran kondisi perkembangan pembangunan apartemen di
Kota Bekasi dalam kurun waktu tahun 2010-2015.
2) Mengidentifikasi faktor-faktor yang berperan sebagai daya tarik Kota Bekasi
terkait dengan perkembangan pembangunan apartemen.
1.4 Kegunaan Penelitian
Adapun kegunaan dari penelitian ini adalah sebagai berikut:
1) Bagi pembangunan daerah, penelitian ini bermanfaat sebagai kajian evaluasi
dan bahan perencanaan permukiman khususnya permukiman bentuk vertikal
di perkotaan.
2) Bagi pembaca dan peneliti, penelitian ini diharapkan dapat memberikan
pengetahuan dan tambahan referensi terutama untuk penyusunan penelitian
selanjutnya di bidang permukiman bentuk vertikal.
1.5 Tinjauan Pustaka
1.5.1 Pengertian Permukiman
Permukiman secara luas mempunyai arti perihal tempat tinggal atau
segala sesuatu yang berkaitan dengan tempat tinggal atau bangunan tempat
tinggal. Pemukiman banyak bersangkut paut dengan cara-cara memukimkan
atau proses memukimkan dan dapat pula berarti proses memukimi atau
menempati tempat-tempat tertentu (Yunus, 2007).
Yunus (2007) mengungkapkan lingkup permukiman terbagi menjadi
3 skala, yaitu skala makro, skala meso, dan skala mikro. Lingkup studi pada
skala permukiman makro meliputi sistem permukiman pada suatu kota
ataupun pada sistem kota-kota dalam wilayah yang sangat luas. Wujud
keruangannya adalah kenampakan kota-kota secara individu ataupun
gabungan permukiman pada beberapa kota yang membentuk built up areas
yang sangat luas. Permukiman skala meso adalah suatu ruang yang
digunakan oleh manusia untuk bertempat tinggal. Permukiman skala meso
5
terbentuk dari unsur-unsur pendukung penyelenggaraan kehidupan, seperti
kampung, komplek perumahan, dan apartemen. Skala permukiman mikro
adalah satuan unit bangunan yang digunakan sebagai tempat tinggal atau
rumah-rumah penduduk beserta komponen lingkungannya.
Apartemen sesuai penjelasan di atas termasuk ke dalam lingkup
permukiman skala meso. Unit-unit apartemen tersusun dalam suatu
bangunan yang disertai dengan prasarana dan sarana pendukungnya. Yunus
(2007) mengungkapkan unsur-unsur permukiman skala meso sebagai
berikut:
1) Tempat/kesempatan kerja dengan segala sarana dan prasarana
pendukungnya (working opportunities).
2) Jalur transportasi dengan segala sarana dan prasarananya (circulation).
3) Perumahan dengan segala kelengkapannya dan fasilitasnya (housing).
4) Hiburan atau sejenisnya dengan segala sarana dan prasarananya
(recreation).
5) Hal-hal yang tidak termasuk ke dalam 4 unsur terdahulu tetapi mutlak
diperlukan dalam kehidupan masyarakat modern (perfecting elements),
contohnya berupa fasilitas pendidikan, keagamanaan, dan jaringan
utilitas umum.
1.5.2 Pengertian Urbanisasi
Kuswartojo (2005) mengungkapkan urbanisasi adalah proses
menjadi urban dan wujud nyata urbanisasi ini berupa permukiman yang
mewadahi suatu kehidupan dimana segi sosial, ekonomi dan budayanya
mempunyai sifat kekotaan. Urbanisasi merupakan suatu gejala geografis
karena terjadi perpindahan penduduk dari suatu wilayah ke wilayah lain
ataupun perpindahan penduduk dalam suatu wilayah. Urbanisasi dikenal
melalui 4 proses utama keruangan, yaitu (King dan Colledge, 1978 dalam
Bintarto, 1986):
1) Adanya pemusatan kekuasaan pemerintah kota sebagai pengambil
keputusan dan sebagai badan pengawas dalam penyelenggaraan
hubungan kota dengan daerah sekitarnya.
6
2) Adanya arus modal dan investasi untuk mengatur kemakmuran kota dan
wilayah di sekitarnya, dan selain dari itu penentuan/pemilihan lokasi
untuk kegiatan ekonomi bisa mempunyai pengaruh terhadap arus bolak-
balik kota-desa
3) Difusi inovasi dan perubahan yang berpengaruh terhadap aspek sosial,
ekonomi, budaya, dan politik di kota akan dapat meluas di kota-kota
yang lebih kecil bahkan ke daerah pedesaan. Difusi ini dapat mengubah
suasana desa menjadi suasana kota
4) Migrasi dan pemukiman baru dapat terjadi apabila pengaruh kota secara
terus-menerus masuk ke daerah pedesaan. Perubahan pola ekonomi dan
perubahan pandangan penduduk desa mendorong mereka memperbaiki
keadaan sosial ekonomi.
Urbanisasi menyebabkan tumbuhnya permukiman kota atau daerah
perkotaan baru. Kota menjadi lebih menggelembung oleh pertambahan
penduduk sebagai hasil kenaikan angka kelahiran dan bertambahnya
penduduk yang bermukim. Akibat dari proses tersebut adalah meningkatnya
jumlah dan kepadatan penduduk kota. Berbagai macam faktor yang
mendukung proses tersebut diantaranya berupa perkembangan ekonomi,
budaya, dan teknologi baru.
Dampak urbanisasi yang utama adalah bertambah jumlah dan
kepadatan penduduk suatu wilayah. Urbanisasi juga berimplikasi terhadap
beberapa sektor kehidupan khususnya bagi wilayah perkotaan. Struktur
ekonomi masyarakat menjadi lebih beragam. Komposisi jumlah masyarakat
berpenghasilan rendah, sedang, dan tinggi menjadi beragam pada setiap
wilayah kota. Perkembangan ekonomi masyarakat sektor informal
mengalami perkembangan yang meluas. Dalam sektor fisik, terjadi
perluasan fisik kota ke arah pinggiran dan terjadi perubahan tata guna lahan
pada wilayah kota. Pada pusat kota khususnya difungsikan sebagai pusat
perekonomian dan jasa dengan dibangunnya kawasan pertokoan dan mall.
Pengaruh lainnya dalam hal tersebut adalah meningkatnya harga atau nilai
tanah di kota maupun di daerah pinggiran kota.
7
1.5.3 Pengertian Kota
Pengertian kota dapat ditinjau dari berbagai segi, antara lain segi
morfologis, segi yuridis administratif, segi fungsinya dalam suatu wilayah
organik, dan dari segi kepadatan penduduk.
a. Pengertian kota dari segi morfologis
Yunus (2005) mendefinisikan kota dari segi morfologis sebagai
suatu daerah tertentu dengan karakteristik pemanfaatan lahan
nonpertanian, pemanfaatan mana sebagian besar tertutup oleh bangunan
baik bersifat residensial maupun nonresidensial, kepadatan bangunan
khususnya perumahan yang tinggi, pola jaringan yang kompleks, dalam
satuan permukiman yang kompak dan relatif lebih besar dari satuan
permukiman kedesaan di sekitarnya.
b. Pengertian kota dari segi fungsinya dalam suatu wilayah organik
Dari segi fungsinya dalam wilayah organik, pengertian kota
menurut Yunus (2005) adalah suatu wilayah tertentu yang berfungsi
sebagai pemusatan kegiatan yang beraneka ragam dan sekaligus
berfungsi sebagai simpul kegiatan dalam peranannya sebagai kolektor
dan distributor barang dan jasa dari wilayah hinterland yang luas.
c. Pengertian kota dari segi sosio-kultural
Kota ditinjau dari segi sosio-kultural memiliki definisi sebuah
bentang budaya yang ditimbulkan oleh unsur-unsur alami dan nonalami
dengan gejala pemusatan penduduk yang cukup besar dan corak
kehidupan yang bersifat heterogen dan materialistis dibandingkan
dengan daerah belakangnya (Bintarto, 1977 dalam Yunus, 2005).
d. Pengertian kota dari segi kepadatan penduduk
Kota ditinjau dari kepadatan penduduk adalah suatu daerah
dalam wilayah negara yang ditandai oleh sejumlah kepadatan penduduk
minimal tertentu, kepadatan penduduk mana tercatat dan teridentifikasi
pada satuan permukiman yang kompak. Metode DID System (Densely
Inhabited Districts System) memberikan 3 syarat untuk mendefinisikan
kota, yaitu sebuah kota dideliniasi dalam sebuah unit administratif,
8
sebuah kota harus merupakan permukiman yang kompak dengan luasan
minimal 0,0625 km2 dengan kepadatan penduduk minimal 4.000
jiwa/km2, dan sebuah kota mempunyai jumlah penduduk minimal 5.000
jiwa (Morita, 1965 dalam Yunus, 2005).
e. Pengertian kota dari segi yuridis administratif
Yunus (2005) mendefinisikan kota sebagai suatu daerah tertentu
dalam wilayah negara dimana keberadaannya diatur oleh Undang-
Undang (peraturan tertentu).
1.5.4 Pengertian Daya Tarik Kota
Daya tarik kota dapat dilihat dari kekuatan sentripetal yang
dimilikinya. Yunus (2008) menjelaskan kekuatan sentripetal merupakan
kekuatan yang mengakibatkan gerakan penduduk dan atau fungsi menuju
bagian dalam kota dari bagian luarnya. Kekuatan sentripetal merupakan
bagian dari proses perkembangan spasial. Proses perkembangan spasial
sentripetal adalah proses penambahan ruang untuk menampung kegiatan
dengan mendirikan struktur bangunan-bangunan kekotaan yang terjadi di
bagian dalam kota dan hal ini mengambil tempat di bagian-bagian yang
sudah terbangun (Yunus, 2011).
Terdapat 2 macam jenis perkembangan spasial sentripetal, yaitu
perkembangan horizontal dan perkembangan vertikal (Yunus, 2011).
Perkembangan horizontal diartikan sebagai proses penambahan ruang dalam
rangka akomodasi kegiatan melalui pendirian bangunan secara mendatar.
Pendirian bangunan dilakukan pada bagian-bagian di dalam kota yang masih
kosong dalam bentuk bangunan-bangunan tidak bertingkat. Perkembangan
vertikal dapat diartikan sebagai proses penambahan ruang di dalam kota
melalui pendirian bangunan bertingkat. Tujuannya untuk memperoleh ruang
yang lebih luas dalam rangka mengakomodasi kegiatan.
Yunus (2011) membagi proses perkembangan sentripetal kedalam 3
tipe, yaitu tipe 1, tipe 2, dan tipe 3. Pembangunan apartemen termasuk ke
dalam tipe 2. Pertambahan permukiman melalui pembangunan apartemen
dilakukan pada lahan dimiliki pengembang atau diperoleh kepemilikannya
9
dari pihak lain oleh pengembang di luar daerah permukiman yang sudah
ada. Kepemilikan tersebut dapat diperoleh melalui proses pembelian dari
pemilik lahan sebelumnya.
Kekuatan lain yang berperan terhadap perkembangan spasial dalam
mengintensitaskan pembangunan fisik kota adalah kekuatan lateral. Yunus
(2008) mengartikan kekuatan lateral sebagai kekuatan yang mengakibatkan
gerakan lateral penduduk dan atau fungsi yang berlangsung di dalam satu
subzona yang sama dan mempunyai jarak ke lahan terbangun utama maupun
ke pusat kota yang relatif sama. Variasi lingkungan pada subzona pusat kota
dan pinggiran kota memiliki ciri biotik, abiotik, sosial, kultural, dan
ekonomi yang berbeda sehingga mengakibatkan terjadinya pergerakan
penduduk dan fungsi-fungsi.
1.5.5 Faktor-Faktor Daya Tarik Kota
Daya tarik kota berdampak terhadap perkembangan perkotaan akibat
dari gerakan penduduk dan atau fungsi menuju bagian dalam kota dari
bagian luarnya. Faktor-faktor daya tarik yang berasal dari kekuatan
sentripetal dan kekuatan lateral yang berkaitan dengan pembangunan
apartemen di Kota Bekasi adalah sebagai berikut:
1. Peraturan/kebijakan yang mendukung
Peraturan/kebijakan keruangan yang dianggap memberikan
kenyamanan bertempat tinggal atau memperlancar kegiatan. Pada
prinsipnya peraturan/kebijakan daerah adalah kerangka acuan/aturan
main secara formal yang dibuat dan diterapkan oleh pemerintah daerah
dalam mengatur aktivitas dunia usaha dan investasi. Kebijakan daerah
dapat berupa Peraturan Daerah (Perda) dan Keputusan Kepala Daerah
(SK Bupati/Walikota).
2. Ketersediaan fasilitas kehidupan
Lingkungan permukiman membutuhkan fasilitas penunjang
untuk mendukung terselenggaranya kehidupan. Fasilitas penunjang
kehidupan dapat berupa fasilitas umum di bidang sosial dan ekonomi.
Fasilitas kehidupan di bidang sosial berupa ketersediaan sarana
10
pendidikan (TK, SD, SLTP, dan SMU) dan sarana kesehatan (RS,
apotek, puskesmas, dan praktek dokter), sedangkan fasilitas kehidupan
di bidang ekonomi berupa shopping center, bank, pasar, dan pertokoan.
3. Kondisi fisiografi
Kondisi fisiografi yang memberikan kenyamanan bertempat
tinggal atau memberikan kemudahan berkegiatan. Yunus (2008)
menjelaskan pengertian kondisi fisiografi adalah kondisi fisikal alami
baik kondisi fisiografi mikro maupun makro yang mewarnai bentuk-
bentuk perkembangan fisikal yang terjadi. Contoh karakteristik fisiografi
mikro adalah letak persil terhadap jalan pendekat yang berada lebih
rendah dari permukaan jalan maka proses pembangunan rumah diawali
dengan pengurugan tanah. Contoh karakteristik fisiografi makro adalah
kondisi daerah di mana lahan tersebut berada seperti daerah perbukitan,
rawa-rawa, ataupun daerah yang sering terancam banjir.
4. Tingginya aksesibilitas
Pusat lingkungan yang memiliki beragam kegiatan membutuhkan
sarana lingkungan untuk menunjang kegiatan pergerakan penduduk.
Utilitas transportasi dibutuhkan masyarakat sebagai penunjang
aksesibilitas menuju tempat tujuan tertentu dari lingkungan permukiman
ataupun sebaliknya. Keberadaan lingkungan permukiman dalam skala
besar harus diimbangi dengan ketersediaan prasarana dan sarana jaringan
transportasi untuk kendaraan pribadi dan kendaraan umum. Fungsi-
fungsi akan dapat berkembang dengan baik apabila mobilitas barang,
jasa, dan penduduk dapat terselenggara dengan lancar.
Faktor-faktor daya tarik kota yang telah dijelaskan di atas memiliki
peran pada pembentukan pengembangan apartemen. Apartemen yang
merupakan salah satu produk real estate dibentuk berdasarkan pada
kekuatan pasar yang ada. Thrall (2002) menjelaskan bahwa faktor
transportasi dan pemerintahan berperan terhadap kekuatan pasar real estate
yang membentuk bentuk perkotaan.
11
Kawasan pusat kota atau area simpul perkotaan memiliki merupakan
lokasi keberadaan prasarana dan sarana transportasi. Kawasan tersebut
memiliki harga tanah yang tinggi dibandingkan dengan kawasan lainnya
dalam lingkup perkotaan. Berdasarkan penelitian yang dilakukan oleh Thrall
(2002) di Amerika Serikat, keuntungan lokasi mampu dicapai oleh golongan
rumah tangga pendapatan menengah dan tinggi. Rumah tangga pendapatan
menengah dan tinggi berpendapat bahwa faktor waktu untuk mencapai
lokasi tujuan, seperti tempat bekerja, berbelanja, rekreasi, dan sekolah,
memiliki nilai lebih tinggi dibandingkan dengan biaya transportasi yang
dikeluarkan.
Dampak langsung terbesar pada pengembangan real estate menurut
Thrall (2002) berasal dari kebijakan pemerintah daerah. Keputusan
penggunaan lahan untuk pengembangan real estate berasal dari pemerintah
daerah, walaupun seseorang atau badan telah memiliki sertifikat tanah
tersebut. Melalui peraturan zonasi yang dibuat pemerintah daerah, hak
pemilik lahan adalah dapat menunda penggunaan lahan di lokasi tersebut
atau menjual haknya kepada pihak lain sesuai dengan tujuan penggunaan
lahan berdasarkan ketetapan zonasi yang ada.
Lahan menurut Thrall (2002) merupakan barang yang tidak termasuk
ke dalam kategori barang privat murni maupun barang publik murni. Lahan
tempat lokasi pengembangan permukiman harus mempertimbangkan hak
individu untuk mempergunakannya dan hak orang lain atau masyarakat
yang juga memiliki hak secara tidak langsung dalam suatu sistem kehidupan
bersama. Besarnya nilai lahan pada kawasan pusat kota harus diimbangi
dengan ketersediaan infrastruktur pendukung yang wajib disediakan oleh
pemerintah. Hal tersebut adalah suatu prakondisi dalam mendukung
pengembangan permukiman baru karena sebagai contoh suatu proyek real
estate dapat meningkatkan volume kemacetan yang ditanggulangi melalui
pelebaran jalan.
Pembangunan apartemen yang juga bagian dari suatu aktivitas
perdagangan produk properti mulai berkembang di suatu kota melalui 3 fase
12
pembentukan, yaitu kolonisasi, penyebaran, dan kompetisi (Lee, Y. & M.
McCracken, 1982). Pada fase kolonisasi, permulaan pembentukan pola
persebaran dilakukan melalui penetapan lokasi secara sembarangan. Kondisi
tersebut terjadi karena belum terdapat banyak pesaing yang berdampak pada
pembentukan pola keruangan acak. Tahapan selanjutnya terjadi
pembentukan pasar dan permintaan yang menyebabkan pengembang
properti melakukan perbaikan terhadap analisis kondisi pasar dan mulai
terdapatnya kompetitor. Lee, Y. & M. McCracken (1982) menganggap pada
kondisi tersebut fase penyebaran mulai terlihat. Pola keruangan telah
terbentuk pada fase kompetisi. Pengembang menawarkan kenyamanan dan
aksesibilitas pada konsumen dibandingkan dengan harga. Pengembang juga
mencari lokasi yang dapat memberikan kewenangan monopoli secara
keruangan yang berdampak pada aksesibilitas termaksimalkan dan
kompetisi terminimalkan.
Kompetisi terkait dengan faktor lokasi bersifat penting dalam fase
kolonisasi dan persebaran (Lee, Y. & M. McCracken, 1982). Pada fase
kompetisi, pola persebaran aktivitas perdagangan memiliki dampak terbesar
yang memungkinkan para pelaku membentuk kluster dalam ruang.
Perbedaan strategi pemilihan lokasi dan aksesibilitas menyebabkan
perbedaan klas aktivitas perdagangan. Prinsip daya tarik kumulatif melalui
kluster bersama dapat meningkatkan aksesibilitas dan kenyemanan yang
menghasilkan perbandingan pembeli.
Yunus (2008) mengungkapkan bahwa tidak semua faktor berlaku di
Indonesia. Lebih lanjut Yunus berpendapat teori yang diperoleh Lee, Y. &
M. McCracken atas dasar penelitiannya di Amerika Serikat memiliki
perbedaan terhadap beberapa faktor penentu variasi spasial perkembangan
fisik kota yang terjadi di negara berkembang seperti Indonesia.
Faktor daya tarik lain yang dikemukakan oleh Yunus (2008) berupa
lebih terjaminnya keamanan, tingginya penghasilan, tingginya prestige,
banyaknya kesempatan kerja, dekatnya dari tempat kerja, dan kondisi sosial-
budaya yang memberikan kenyamanan bertempat tinggal. Faktor-faktor
13
daya tarik tersebut tidak dipergunakan penulis dalam penelitian ini karena
keterbatasan data yang didapat dan keterbatasan sumberdaya (waktu, biaya,
dan tenaga) untuk memperoleh data tersebut. Walaupun demikian, penulis
menganggap keempat faktor daya tarik yang telah diuraikan di atas cukup
mampu untuk menjelaskan fenomena perkembangan apartemen di Kota
Bekasi.
1.5.6 Pengertian Apartemen
Apartemen adalah istilah yang diberikan untuk menyebut rumah
susun mewah, yang meskipun kompak tetapi masing-masing berdiri sendiri
yang memungkinkan kehidupan pribadi tidak terganggu (Kuswartojo, 2005).
Rumah susun yang diatur dalam UU No. 20 Tahun 2011 memiliki pengertian
bangunan gedung bertingkat yang dibangun dalam suatu lingkungan yang
terbagi dalam bangian-bagian yang distrukturkan secara fungsional, baik
dalam arah horizontal maupun vertikal dan merupakan satuan-satuan yang
masing-masing dapat dimiliki dan digunakan secara terpisah, terutama untuk
tempat hunian yang dilengkapi dengan bagian bersama, benda bersama, dan
tanah bersama. Rumah susun terbagi ke dalam 4 jenis yakni rumah susun
umum, rumah susun khusus, rumah susun negara, dan rumah susun
komersial. Rumah susun komersial yang lebih sering disebut sebagai
apartemen adalah rumah susun yang diselenggarakan untuk mendapat
keuntungan.
Apartemen sebagai wujud dari rumah susun komersial berdasarkan
kepemilikannya dibedakan menjadi 2 tipe, yaitu apartemen dengan sistem
sewa dan apartemen dengan sistem beli (Apartments:Their Design and
Development, 1967 dalam Imelda, 2006).
a. Apartemen dengan sistem sewa
Pada apartemen ini, penghuni hanya membayar biaya sewa unit yang
ditempatinya kepada pemilik apartemen dan biasanya biaya itu dibayarkan
perbulan ataupun pertahun. Biaya penggunaan utilitas seperti listrik, air, gas,
telepon ditanggung sendiri oleh penghuni. Sementara biaya perawatan dan
gaji pegawai pengelola apartemen ditanggung oleh pemilik. Penghuni yang
14
tidak ingin tinggal lagi di apartemen tersebut harus mengembalikan
apartemen tersebut kepada pemiliknya, kemudian pemilik akan mencari lagi
orang baru untuk mengisi unit-unitnya yang kosong.
b. Apartemen dengan sistem beli
Apartemen dengan sistem beli terbagi menjadi 2 jenis, yaitu:
i. Apartemen dengan sistem kepemilikan bersama (cooperative
ownership). Pada apartemen ini, setiap penghuni memiliki saham
dalam perusahaan pemilik apartemen serta menempati satu unit
tertentu sesuai dengan ketentuan perusahaan. Penghuni hanya bisa
menjual unitnya kepada orang yang telah dianggap cocok oleh
penghuni apartemen lainnya. Bila terdapat unit yang kosong, maka
sahamnya akan dibagi rata diantara penghuni dan mereka harus
menanggung semua biaya perawatan sampai unit yang kosong
tersebut ditempati oleh penghuni baru.
ii. Kondominium. Pada apartemen ini, setiap penghuni menjadi pemilik
dari unitnya sendiri dan memiliki kepemilikan yang sama dengan
penghuni lainnya terhadap fasilitas dan ruang publik. Penghuni
bebeas untuk menjual, menyewakan ataupun memberikan
kepemilikannya kepada orang lain. Jika terdapat unit apartemen yang
kosong, maka biaya perawatan itu ditanggung oleh badan pengelola
apartemen itu.
Apartemen dapat digolongankan berdasarkan ekonomi penghuninya,
yaitu apartemen golongan bawah, apartemen golongan menengah, dan
apartemen mewah (Apartments:Their Design and Development, 1967 dalam
Imelda, 2006). Perbedaan ketiganya terletak pada ukuran ruang pada tiap
unit huniannya dan fasilitas yang disediakan oleh apartemen tersebut.
Semakin besar ukuran unit dan semakin banyak fasilitas yang tersedia,
semakin mahal harga perunit apartemen tersebut.
15
Tabel 1.1 Tipe Unit Apartemen Keterangan Ruang-Ruang yang Ada Tipe Penghuni
Studio -1 kamar mandi -dapur kecil dan ruang makan menjadi satu -ruang duduk dan kamar tidur menjadi satu
-lajang -pasangan muda yang baru menikah -orang lanjut usia
1 Kamar tidur -1 kamar mandi -dapur dan ruang makan menjadi satu -ruang duduk -kamar tidur
-lajang -pasangan muda yang baru menikah -orang lanjut usia
2 Kamar tidur -1 atau 2 kamar mandi -dapur -ruang duduk dan ruang makan menjadi satu -kamar tidur
-keluarga kecil dengan 1-2 anak yang masih kecil/belum menikah -pasangan lanjut usia yang tinggal dengan sanak saudara
3 Kamar tidur -2 kamar mandi -dapur -ruang duduk -ruang makan -kamar tidur (bisa juga 2 kamar tidur ditambah satu kamar pembantu)
-keluarga kecil dengan 3-4 anak yang masih kecil/belum menikah
Penthouse -terdiri dari 2 lantai -3 sampai 5 kamar tidur -3 kamar mandi -dapur -ruang makan -ruang duduk/ruang keluarga -ruang kerja -ruang tamu -foyer -adapula yang mempunyai kamar pembantu -untuk yang sangat mewah ada yang ditambah ruang seperti ruang baca
-pasangan muda yang baru menikah -keluarga besar dengan 4-5 anak -orang-orang kalangan atas
Sumber : Apartments:Their Design and Development, 1967 dalam Imelda, 2006
1.5.7 Mix Used Development
Mix Used Develoment merupakan bagian dari proyek real estate
yang harus memenuhi 3 komponen, yaitu (Schwanke, 1987 dalam Thrall,
2002):
a. Tiga atau lebih penggunaan, seperti retail, perkantoran, permukiman,
hotel, atau hiburan, yang direncanakan secara baik untuk saling
mendukung.
b. Integrasi fisik dan fungsi dalam komponen proyek yang mengintensifkan
penggunaan lahan dan memiliki kedekatan jarak secara relatif.
c. Pengembangan melalui perencanaan yang masuk akal.
16
Tujuan desain mix used development menurut Thrall (2002) adalah
menciptakan sebuah tenpat baru yang penting pada lahan perkotaan. Bagi
pengembang mampu mendapatkan keuntungan dari gaya perkembangan
pasar yang meningkat.
1.5.8 Pembangunan Wilayah dan Pendekatan Geografi
Pengkajian permukiman kota menggunakan 3 macam pendekatan
Ilmu Geografi, yaitu spatial approach, ecological approach, dan regional
complex approach (Yunus, 2010). Salah satu penekanan pokok pada
pendekatan keruangan adalah pola keruangan (spatial pattern). Pola
keruangan (spatial pattern) diidentifikasikan sebagai suatu kekhasan sebaran
keruangan gejala geosfera di permukaan bumi (Yunus, 2010). Apartemen
diabstraksikan kedalam bentuk simbol titik sehingga pola persebarannya
dapat diidentifikasi melalui pertanyaan-pertanyaan geografis seperti di mana
hal tersebut terjadi, kapan hal tersebut terjadi, mengapa terjadi sebaran
seperti itu, bagaimana sebaran tersebut dapat terjadi, dan siapa yang
berperan dalam proses terjadinya sebaran itu.
Penekanan lainnya terkait kajian permukiman kota dalam pendekatan
keruangan adalah interaksi keruangan. Interaksi menurut Yunus (2010)
adalah suatu proses saling mempengaruhi antara dua hal. Kota Bekasi secara
geografis berada di antara DKI Jakarta dan Kabupaten Bekasi yang
berdampak pada adanya proses yang mempengaruhi satu sama lain terkait
dengan permukiman kota.
Pendekatan ekologis menempatkan manusia sebagai subyek sentral
pada kajian permukiman kota mempunyai daya cipta, daya rasa, dan daya
karsa dalam banyak hal telah mampu mengubah lingkungan alami menjadi
lingkungan buatan yang baru. Pendekatan ini berusaha menganalisis
hubungan antara tempat tinggal manusia (permukiman) dengan
lingkungannya. Pendekatan ekologi dalam suatu studi permukiman
memandang permukiman sebagai suatu bentuk ekosistem hasil interaksi
distribusi dan aktivitas manusia dengan lingkungannya.
17
Pendekatan komplek wilayah diistilahkan sebagai pendekatan
gabungan antara pendekatan keruangan dengan pendekatan ekologi.
Pendekatan keruangan juga disebut dengan pendekatan horizontal dan
pendekatan ekologi disebut sebagai pendekatan vertikal. Hasil dari
gabungan pendekatan horizontal dan vertikal adalah upaya diferensiasi
wilayah.
Permukiman kota yang ditinjau melalui pendekatan ekologi dapat
menerangkan pembentukan dan perkembangannya. Pendekatan ini berupaya
menerangkan mengapa suatu komunitas lebih suka tinggal di suatu tempat
dibandingkan dengan tempat yang lain. Doxiadis (1971 dalam Kuswartojo,
2005) menguraikan permukiman dalam lima unsur, yaitu alam (tanah, air,
udara, hewan, dan tumbuham), lindungan (shells), jejaring (networks),
manusia, dan masyarakat. Di alam itulah diciptakan lindungan (rumah dan
gedung lainnya) sebagai tempat manusia tinggal serta berbagai kegiatan lain
dan jejaring (jalan dan jaringan utilitas) yang memfasilitasi hubungan
antarsesama maupun antarunsur yang satu dengan yang lain.
Jumlah manusia dan aktivitasnya terus bertambah sedangkan alam
tidak berkembang. Dengan demikian terdapat kemungkinan komponen alam
tidak dapat menampung dan mendukung seluruh manusia beserta segala
aktivitasnya. Apartemen sebagai bentuk dari permukiman merupakan sarana
kehidupan bagi penghuninya dalam menyelenggarakan kehidupan.
Permukiman kota dalam kehidupan yang modern diciptakan untuk
meningkatkan produktivitas dan kualitas kehidupan. Konsentrasi manusia di
perkotaan yang dilengkapi dengan jaringan dan lindungan yang mendukung
kebutuhannya terus membesar dan menjadi semakin kompleks. Dengan
demikian, dibutuhkan pengaturan dan pengorganisasian agar dalam
pembangunan permukiman dapat tercapai suatu taraf kehidupan yang terus
meningkat kualitasnya.
1.5.9 Penelitian Sebelumnya
Beberapa penelitian terdahulu yang terkait dengan perkembangan
permukiman dan rumah susun telah diteliti oleh Arifin, Marsito, dan Fauzia,
18
yang dijelaskan secara ringkas oleh penulis dalam Tabel 1.2 Penelitian
Sebelumnya. Zainal (2007) meneliti perkembangan pertumbuhan bisnis
perumahan di Sleman dalam tahun 2002-2007 sebagai salah satu bentuk
residensial disebabkan oleh berbagai faktor, antara lain lokasi, prospek
ekonomi, daya beli konsumen, dan harga tanah. Dalam penelitiannya, Zainal
mengelompokkan pertumbuhan perumahan berdasarkan tipe rumah dan tipe
pengembang. Metode penelitian yang digunakan adalah purposive random
sampling dengan teknik analisis deskriptif kualitatif dan kuantitatif.
Penelitian lain terkait dengan permukiman adalah kajian
perkembangan perumahan terhadap kesesuaian tata ruang. Nadya (2012)
menggunakan teknis analisis regrasi berganda data panel untuk mengetahui
faktor berpengaruh terhadap pembangunan perumahan di Kabupaten Bekasi.
Berdasarkan hasil penelitannya, faktor yang paling berpengaruh adalah
faktor aksesibilitas berupa jalan bebas hambatan maupun jalan arteri.
Rumah susun merupakan bentuk permukiman arah vertikal. Freddy
(2013) mengkaji persebaran rumah susun dan faktor yang mempengaruhinya
di DKI Jakarta. Faktor-faktor yang mempengaruhi persebaran rumah susun
di DKI Jakarta adalah tidak rawan bencana, kepadatan penduduk,
keterbatasan lahan, jumlah sarana dan prasarana, lokasi permukiman kumuh,
dan kesesuaian dengan RTRW. Setiap faktor memberikan pengaruh yang
berbeda terhadap lokasi rumah susun.
Apartemen merupakan salah satu jenis rumah susun. Pengembang
membangun apartemen untuk memenuhi kebutuhan masyarakat kota
terhadap tempat tinggal. Jumlah pembangunan apartemen di Kota Bekasi
terus bertambah, baik yang sedang mengerjakan proyek pembangunan
maupun yang sedang dalam proses perizinan. Perkembangan pembangunan
apartemen terkait dengan faktor-faktor daya tarik yang dimiliki Kota Bekasi.
Dalam penelitian ini, penulis menjelaskan kondisi perkembangan
pembangunan apartemen dalam kurun waktu 2010-2015 dan
mengidentifikasi karakteristik faktor yang berperan sebagai daya tarik Kota
Bekasi pada perkembangan pembangunan apartemen.
19
Tabel 1.2 Penelitian Sebelumnya
Nama Peneliti (Tahun Terbit)
Judul Penelitian Tujuan Penelitian
Metode Penelitian dan Pendekatan
Hasil Penelitian
Zaenal Arifin (2007)
Studi Identifikasi Faktor-Faktor yang Terkait dengan Pertumbuhan Bisnis Perumahan di Sleman
1. Memperoleh gambaran statistik pertumbuhan dan sebaran perumahan di wilayah Kabupaten Sleman
2. Mengetahui faktor-faktor apa saja yang terkait dengan pertumbuhan bisnis perumahan di wilayah Sleman
Metode purposive random sampling untuk mengambil sampel penelitian. Analisis data menggunakan deskriptif kualitatif dan kuantitatif
Faktor yang terkait dengan pertumbuhan bisnis perumahan, yaitu lokasi tanah, kemudahan akses kredit dari perbankan, dan harga tanah
Nadya Ayu Fauzia (2012)
Kajian Perkembangan Perumahan Terhadap Kesesuaian Tata Ruang Wilayah Kabupaten Bekasi 2009 - 2011
1. Mengetahui distribusi perkembangan dan karakteristik perumahan
2. Menentukan faktor-faktor yang mempengaruhi pembangunan perumahan
3. Menentukan kesesuaian lokasi perumahan dengan Rencana Tata Ruang
Teknik analisis regresi berganda panel dan teknik overlay
Distribusi perumahan mengelompok dan faktor-faktor yang mempengaruhi pembentukan perumahan adalah faktor aksesibilitas
Freddy Masito (2013)
Kajian Persebaran rumah Susun serta Faktor yang Mempengaruhi di Jakarta
1. Mengetahui persebaran dan pola persebaran rumah susun yang ada di Jakarta
2. Mengidentifikasi faktor apa saja yang mempengaruhi lokasi rumah susun yang ada di Jakarta
Teknik analisis deskriptif, analisis tetangga terdekat, dan analisis pengolahan data spasial
Pola persebaran rumah susun di DKI Jakarta adalah acak sedikit mengelompok yang dipengaruhi oleh faktor kerawanan bencana, kepadatan penduduk, keterbatasan lahan, jumlah sarana dan prasarana, lokasi permukiman kumuh, dan kesesuaian RTRW
Sumber : Arifin, 2007, Fauzia, 2012, dan Marsito, 2013
20
1.6 Kerangka Penelitian
Kebutuhan tempat tinggal di kota semakin bertambah karena faktor
pertambahan penduduk yang disebabkan oleh kelahiran dan urbanisasi. Semakin
besar jumlah penduduk maka kebutuhan tempat tinggal menjadi semakin besar.
Bentuk permukiman sebagai wujud pemenuhan kebutuhan tempat tinggal di kota
berupa rumah tapak, rumah susun, dan permukiman liar. Ketersediaan lahan
kosong di kota yang dapat dimanfaatkan untuk permukiman menjadi semakin
langka. Pemenuhan kebutuhan permukiman diwujudkan dengan memaksimalkan
dan mengintensifkan ruang kota yang ada untuk fungsi tersebut berupa pola
hunian vertikal atau rumah susun. Rumah susun terbagi menjadi 4 jenis, yaitu
rusun umum, rusun khusus, rusun negara, dan rusun komersial. Rumah susun
komersial berupa apartemen diselenggarakan untuk memperoleh keuntungan. Saat
ini, pembangunan apartemen di Kota Bekasi semakin berkembang. Perkembangan
apartemen dapat diketahui dari jumlah izin pembangunan apartemen yang
dikeluarkan, jumlah pengembang apartemen, jumlah unit apartemen, dan jumlah
luas lahan lokasi apartemen.
Gambar 1.1 Kerangka Penelitian Sumber : Analisis Muhammad Fauzi, 2015
21
Fenomena perkembangan pembangunan apartemen merupakan bagian dari
perkembangan Kota Bekasi. Perkembangan pembangunan apartemen terkait
dengan daya tarik Kota Bekasi. Faktor daya tarik kota berupa kebijakan/peraturan
pendukung, banyaknya fasilitas kehidupan, kondisi fisiografi, dan tingginya
aksesibilitas. Penelitian ini diharapkan dapat menghasilkan gambaran kondisi
perkembangan pembangunan apartemen di Kota Bekasi dan karakteristik faktor
yang berperan sebagai daya tarik Kota Bekasi pada perkembangan pembangunan
apartemen.
1.7 Pertanyaan Penelitian
Berdasarkan rumusan masalah, penulis menjabarkan pertanyaan penelitian
sebagai berikut:
1) Bagaimana perkembangan apartemen di Kota Bekasi dalam kurun waktu
2010-2015?
a. Berapa jumlah izin pembangunan apartemen di Kota Bekasi yang
dikeluarkan dalam kurun waktu tahun 2010-2015?
b. Berapa jumlah pengembang yang membangun apartemen di Kota Bekasi
dalam kurun waktu tahun 2010-2015?
c. Berapa jumlah unit apartemen di Kota Bekasi dalam kurun waktu tahun
2010-2015?
d. Berapa jumlah luas lahan lokasi apartemen di Kota Bekasi dalam kurun
waktu tahun 2010-2015?
2) Faktor apa saja yang berperan sebagai daya tarik Kota Bekasi terkait dengan
perkembangan pembangunan apartemen?
a. Bagaimana peran faktor kebijakan/peraturan pendukung pada
perkembangan pembangunan apartemen di Kota Bekasi?
b. Bagaimana peran faktor banyaknya fasilitas kehidupan pada
perkembangan pembangunan apartemen di Kota Bekasi?
c. Bagaimana peran faktor kondisi fisiografi pada perkembangan
pembangunan apartemen di Kota Bekasi?
d. Bagaimana peran faktor tingginya aksesibilitas pada perkembangan
pembangunan apartemen di Kota Bekasi?