74
BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar belakang Skizofrenia adalah sebuah kata yang berasal dari bahasa Yunani; “Schizein”, yang berarti “terpisah” atau “pecah” dan “phrenia” yang berarti “jiwa”. Arti dari kata-kata tersebut menjelaskan tentang karateristik utama dari gangguan Skizofrenia, yaitu adanya pemisahan antara pikiran, emosi, dan perilaku dari orang yang mengalaminya. Gangguan Skizofrenia tergolong pada gangguan psikotik, yang ciri utamanya antara lain adalah kegagalan dalam reality testing (Fausiah, 2005). Skizofrenia merupakan kelompok gangguan psikosis atau psikotik yang ditandai terutama oleh distorsi- distorsi mengenai realitas, juga sering terlihat adanya perilaku menarik diri dari interaksi sosial, serta 1

Bab I waham

Embed Size (px)

DESCRIPTION

tujuan penelitian

Citation preview

Page 1: Bab I waham

BAB I

PENDAHULUAN

1.1 Latar belakang

Skizofrenia adalah sebuah kata yang berasal dari bahasa Yunani; “Schizein”,

yang berarti “terpisah” atau “pecah” dan “phrenia” yang berarti “jiwa”. Arti dari kata-

kata tersebut menjelaskan tentang karateristik utama dari gangguan Skizofrenia, yaitu

adanya pemisahan antara pikiran, emosi, dan perilaku dari orang yang mengalaminya.

Gangguan Skizofrenia tergolong pada gangguan psikotik, yang ciri utamanya antara

lain adalah kegagalan dalam reality testing (Fausiah, 2005).

Skizofrenia merupakan kelompok gangguan psikosis atau psikotik yang

ditandai terutama oleh distorsi-distorsi mengenai realitas, juga sering terlihat adanya

perilaku menarik diri dari interaksi sosial, serta disorganisasi dan fragmentasi dalam

hal persepsi, pikiran dan kognisi (Wiramihardja, 2005).

Skizofrenia merupakan gangguan yang benar-benar membingungkan atau

menyimpan banyak teka-teki. Pada suatu saat orang-orang dengan Skizofrenia

berfikir dan berkomunikasi dengan sangat jelas, memiliki pandangan yang tepat dan

realita, dan berfungsi secara baik dalam kehidupan sehari-hari. Pada saat yang lain,

pemikiran dan kata-kata mereka terbalik-balik, mereka kehilangan sentuhan (touch)

dengan realita, dan mereka tidak mampu memelihara diri mereka sendiri, bahkan

dalam banyak cara yang mendasar (Wiramihardja, 2005).

1

Page 2: Bab I waham

Masih terdapat gejala-gejala yang mengharuskan adanya perbedaan

perbincangan antara Skizofrenia pada anak-anak dengan Skizofrenia pada orang

dewasa. Hal ini terjadi karena pada anak-anak gejala-gejala itu tidak tampak jelas,

sedangkan pada orang dewasa tampak lebih jelas. Meskipun gambaran klinis dapat

sangat bervariasi pada orang-orang yang di diagnosis Skizofrenia, organisasi

pengalaman yang mencirikan episode-episode Skizofrenia selama fase psikotik dapat

dilukiskan secara jelas (Wiramihardja, 2005).

Waham adalah suatu kepercayaan palsu yang menetap yang tak sesuai dengan

fakta dan kepercayaan tersebut mungkin “aneh” (misalnya: mata saya adalah

komputer yang dapat mengontrol dunia) atau bisa pula “tidak aneh” (hanya sangat

tidak mungkin, misalnya: “FBI mengikuti saya”) dan tetap dipertahankan meskipun

telah diperlihatkan bukti-bukti yang jelas untuk mengoreksinya, waham sering

ditemui pada gangguan jiwa berat dan beberapa bentuk waham yang spesifik sering

ditemukan pada Skizofrenia (Utama, 2010).

Waham adalah keyakinan yang keliru, yang tetap dipertahankan sekalipun

dihadapkan dengan cukup bukti tentang kekeliruannya, dan tidak serasi dengan latar

belakang pendidikan dan sosial budaya orang yang bersangkutan (Fausiah, 2005).

Menurut (PPDGJ III, 2001), memenuhi kriteria umum diagnosis Skizofrenia,

waham dapat berupa hampir setiap jenis, tetapi waham dikendalikan (delusion of

control), dipengaruhi (delusion of influence), atau “passivity” (delusion of passivity),

dan keyakinan yang dikejar-kejar yang beraneka ragam, adalah yang paling khas. Dan

ternyata pada Skizofrenia paranoid, waham itu gejala yang dominan dan khas.

2

Page 3: Bab I waham

Prevalensi penderita Skizofrenia di Amerika Serikat diperkirakan 1-1,5 % dari

populasi. Tidak ditemukan perbedaan prevalensi berdasarkan jenis kelamin pada

gangguan Skizofrenia, artinya jumlah penderita pria dan wanita diperkirakan

seimbang. Perbedaan antara pria dan wanita terjadi pada onset dan bentuk penyakit,

diaman onset gangguan muncul lebih awal pada pria adalah 15-25 tahun, sementara

pada wanita 25-35 tahun. Sedangkan onset Skizofrenia sebelum usia 10 tahun atau

setelah usia 50 tahun sangat jarang terjadi (Fausiah, 2005).

Perkiraan resiko Skizofrenia pada suatu waktu tertentu 0,5-1 persen. Sekitar 15

persen penderita yang masuk rumah sakit jiwa merupakan pasien skizofrenia, 45 persen

populasi rumah sakit jiwa adalah pasien skizofrenia, dan sebagian besar pasien

skizofrenia akan tinggal di rumah sakit untuk waktu yang lama. Pria lebih sering

daripada wanita dan kebanyakan dimulai sebelum usia 30 tahun (Ingram, 1993).

Menurut dr.Danardi Sosrosumihardjo, Sp.KJ dari Kedokteran Jiwa

FKUI/RSCM prevalensi penderita Skizofrenia di Indonesia tahun 2000 adalah 0,3-1%

dan biasanya timbul pada usia sekitar 18-45 tahun, namun ada juga yang baru

berusia 11-12 tahun sudah menderita Skizofrenia. Apabila penduduk Indonesia

sekitar 200 juta jiwa, maka diperkirakan sekitar 2 juta jiwa menderita Skizofrenia.

Berdasarkan keterangan di atas oleh karena itu, peneliti tertarik melakukan

penelitian yang berjudul “Penderita Skizofrenia Paranoid Dengan Gejala Waham

Kebesaran Dan Waham Kejar Yang Dirawat Inap Di Rumah Sakit Jiwa Daerah

Provinsi Sumatera Utara Pada Periode Januari-Maret Tahun 2014” karena tingkat

prevalensi memiliki angka kejadian yang cukup tinggi yaitu 93,9% di Rumah Sakit

3

Page 4: Bab I waham

Jiwa Daerah Provinsi Sumatera Utara tahun 2013. Secara keseluruhan jumlah

penderita Skizofrenia dan gangguan waham berjumlah 2.130 orang.

1.2 Rumusan Masalah

Berapa jumlah Penderita Skizofrenia Paranoid Dengan Gejala Waham

Kebesaran Dan Waham Kejar Yang Dirawat Inap Di Rumah Sakit Jiwa Daerah

Provinsi Sumatera Utara Pada Periode Januari - Maret Tahun 2014.

1.3 Tujuan Penelitian

1.3.1 Tujuan Umum

Untuk mengetahui jumlah Penderita Skizofrenia Paranoid Dengan Gejala

Waham Kebesaran Dan Waham Kejar Yang Dirawat Inap Di Rumah Sakit

Jiwa Daerah Provinsi Sumatera Utara Pada Periode Januari - Maret Tahun

2014.

1.3.2 Tujuan Khusus

1. Untuk mengetahui karateristik usia, jenis kelamin, status

perkawinan, dan suku penderita waham pada Skizofrenia Paranoid

yang dirawat inap di Rumah Sakit Jiwa Daerah Provinsi Sumatera

Utara.

2. Untuk mengetahui tipe-tipe waham.

4

Page 5: Bab I waham

1.4 Manfaat Penelitian

1.4.1. Masyarakat

Sebagai tambahan informasi tentang waham kebesaran dan waham kejar

pada penderita Skizofrenia.

1.4.2. Peneliti

Menambah ilmu pengetahuan peneliti semua tentang waham kebesaran

dan waham kejar pada penderita skizofrenia dan membuat karya tulis

ilmiah baik dan benar.

1.4.3. Pembaca

Hasil dari penelitian ini dapat digunakan sebagai bahan masukan untuk

dikembangkan dalam penelitian selanjutnya.

5

Page 6: Bab I waham

BAB II

TINJAUAN PUSTAKA

2.1 Skizofrenia

2.1.1 Definisi

Skizofrenia adalah gangguan psikotik yang ditandai dengan gangguan utama

dalam pikiran, emosi, dan perilaku pikiran yang terganggu, dimana berbagai

pemikiran tidak saling berhubungan secara logis, persepsi dan perhatian yang keliru,

afek yang datar atau tidak sesuai, dan berbagai, gangguan aktivitas motorik yang

bizam. Pasien Skizofrenia menarik diri dari orang lain dan kenyataan, sering kali

masuk ke dalam kehidupan fantasi yang penuh delusi dan halusinasi dan merupakan

salah satu dari berbagai psikopatologi paling berat (Davison, 2010).

Skizofrenia adalah suatu penyakit kronis dan terdiri dari atas lebih dari satu

episode psikosis. Semakin banyak gambaran klinisnya, semakin mungkin

diagnosisnya adalah Skizofrenia. Sering disertai periode prodromal kemunduran

penampian (misalnya, di sekolah, universitas, tempat kerja) disertai penarikan sosial

(Hibbert, 2008).

2.1.2 Epidemiologi

6

Page 7: Bab I waham

Prevalensi Skizofrenia di Amerika Serikat sekitar 1% selama seumur

hidupnya yang berarti bahwa kurang lebih dari 100 orang akan mengalami

Skizofrenia selama masa hidupnya. Studi Epidemiologic Catchment Area (ECA)

yang disponsori National Institute of Mental Health (NIMH) melaporkan

prevalensi seumur hidup sebesar 0,6 sampai 1,9 %. Menurut DSM-IV-TR, insiden

tahunan Skizofrenia berkisar antara 0,5 sampai 5,0 per 10.000 dengan beberapa

variasi geografik (contoh, insidens lebih tinggi pada orang yang lahir didaerah

perkotaan di negara maju). Skizofrenia ditemukan pada semua masyarakat dan

area geografis dan angka insidens serta prevalensinya secara kasar merata di

seluruh dunia. Kurang lebih 0,05% populasi total di Amerika Serikat menjalani

pengobatan untuk Skizofrenia setiap tahun dan hanya sekitar setengah dari semua

pasien Skizofrenia mendapatkan pengobatan, meskipun penyakit ini termasuk

berat (Sadock, 2010).

Prevalensi Skizofrenia adalah 15-30 kasus baru per 100.000 populasi

pertahun, dengan usia awitan rata-rata lebih awal pada laki-laki daripada perempuan.

Rasio jenis kelamin sama yaitu Skizofrenia sama seringnnya terjadi pada laki-laki dan

perempuan dan prevalensi lebih tinggi pada yang belum menikah (Puri, 2012).

2.1.3 Etiologi

Menurut (Fitri Fausiah, 2005), etiologi dari Skizofrenia dibagi atas empat

yakni:

2.1.3.1 Model Diatesis Stres

7

Page 8: Bab I waham

Merupakan integrasi faktor biologis, faktor psikososial, faktor

lingkungan. Model ini mengatakan bahwa seseorang mungkin memiliki

suatu kerentanan spesifik (diatesis) yang jika dikenai oleh suatu pengaruh

lingkungan yang menimbulkan stress, memungkinkan perkembangan

Skizofrenia.

Komponen lingkungan mungkin biologikal (seperti infeksi) atau

psikologis (misal kematian orang terdekat). Sedangkan dasar biologikal dari

diatesis selanjutnya dapat terbentuk oleh pengaruh epigenetik seperti

penyalahgunaan obat, stress psikososial, dan trauma.

2.1.3.2 Faktor Neurobiologi

Penelitian menunjukkan bahwa pada pasien Skizofrenia ditemukan

adanya kerusakan pada bagian otak tertentu. Namun sampai kini belum

diketahui bagaimana hubungan antara kerusakan pada bagian otak tertentu

dengan munculnya simptom Skizofrenia.

Terdapat beberapa area tertentu dalam otak yang berperan dalam

membuat seseorang menjadi patologis, yaitu sistem limbik, korteks frontal,

cerebellum dan ganglia basalis. Keempat area tersebut saling behubungan,

sehingga disfungsi pada satu area mungkin melibatkan proses patologis

primer pada area yang lain. Dua hal yang menjadi sasaran penelitian adalah

waktu dimana kerusakan neuropatologis muncul pada otak, dan interaksi

antara kerusakan tersebut dengan stressor lingkungan dan sosial.

8

Page 9: Bab I waham

2.1.3.3 Faktor Genetika

Skizofrenia mempunyai komponen yang diturunkan secara bermakna,

kompleks dan poligen. Sesuai dengan penelitian hubungan darah

(konsanguinitas). Skizofrenia adalah gangguan yang bersifat keluarga

(misalnya, terdapat dalam kelurga). Semakin dekat hubungan kekerabatan

semakin tinggi risiko. Pada penelitian anak kembar, kembar monozigot

mempunyai risiko 4-6 kali lebih sering menjadi sakit bila di bandingkan

dengan kembar dizigot. Penelitian pada kembar monozigotik yang diadopsi

menunjukkan bahwa kembar yang diasuh oleh orang tua angkat mempunyai

Skizofrenia dengan kemungkinan yang sama besarnya seperti saudara

kembarnya yang dibesarkan oleh orang tua kandungnya. Temuan tersebut

menyatakan bahwa pengaruh genetik melebihi pengaruh lingkungan. Untuk

mendukung lebih lanjut dasar genetika adalah pengamatan bahwa semakin

parah skizofrenia., semakin mungkin kembar adalah sama-sama menderita

gangguan. Satu penelitian yang mendukung model diatesis stress

menunjukkan bahwa kembar monozigotik yang diadopsi yang kemudian

menderita Skizofrenia kemungkinan telah diadopsi oleh keluarga yang tidak

sesuai secara psikologis.

9

Page 10: Bab I waham

2.1.3.4 Faktor psikososial

1. Teori Tentang Individu Pasien

a. Teori Psikoanalitik

Secara umum, dalam pandangan psikoanalitik tentang skizofrenia,

kerusakan ego mempengaruhi interprestasi terhadap realitas dan

kontrol terhadap dorongan dari dalam, seperti seks dan agresi.

Gangguan tersebut akibat distorsi dalam hubungan timbal balik ibu

dan anak.

Berbagai symptom dalam Skizofrenia memiliki makna simbolis bagi

masing-masing pasien. Misalnya fantasi tentang hari kiamat

mungkin mengindikasikan persepsi individu bahwa dunia dalamnya

telah hancur. Halusinasi mungkin merupakan subtitusi dari

ketidakmampuan pasien untuk menghadapi realitas yang obyektif

dan mungkin juga merepresentasikan ketakutan atau harapan

terdalam yang dimilikinya.

b. Teori Psikodinamik

Menurut pendekatan psikodinamik, symptom positif diasosiasikan

dengan inset akut sebgai respon terhadap faktor pemicu/pencetus,

dan erat kaitannya dengan adanya konflik. Simptom negatif

berkaitan erat dengan faktor biologis, dan karakteristiknya adalah

absennya perilaku/fungsi tertentu. Sedangkan gangguan dalam

hubungan interpersonal mungkin timbul akibat konflik intrapsikis,

10

Page 11: Bab I waham

namun mungkin juga berhubungan dengan kerusakan ego yang

mendasar.

Tanpa memandang model teoritisnya, semua pendekatan

psikodinamik dibangun berdasarkan pemikiran bahwa simptom-

simptom psikotik memiliki makna dalam skizofrenia. Misalnya

waham kebesaran pada pasien mungkin timbul setelah harga dirinya

terluka. Selain itu, menurut pendekatan ini, hubungan dengan

manusia diangap merupakan hal yang menakutkan bagi pengidap

Skizofrenia.

c. Teori Belajar

Menurut teori ini, orang menjadi Skizofrenia karena pada masa

kanak-kanak ia belajar pada model yang buruk. Ia mempelajari

reaksi dan cara pikir yang tidak rasional dengan meniru dari

orangtuanya, yang sebenarnya juga memiliki masalah emosional.

2. Teori Tentang Keluarga

Beberapa pasien Skizofrenia sebagaimana orang yang mengalami

nonpsikiatrik berasal dari keluarga dengan disfungsi, yaitu perilaku

keluarga yang patologis, yang secara signifikan menungkatkan stress

emosional yang harus dihadapi oleh pasien Skizofrenia.

3. Teori Sosial

Beberapa teori menyebutkan bahwa industrialisasi dan urbanisasi

banyak berpengaruh dalam menyebabkan skizofrenia. Meskipun ada

11

Page 12: Bab I waham

data pendukung, namun penekanan saat ini adalah dalam mengetahui

pengaruhnya terhadap waktu timbulnya onset dan keparahan penyakit.

2.1.4 Gejala Klinis

Menurut Pedoman Penggolongan dan Diagnosis Gangguan Jiwa (PPDGJ III,

2001), adapun gejala klinis dari Skizofrenia yakni sebagai berikut :

1. Harus ada sedikitnya satu gejala berikut ini yang amat jelas

(dan biasanya dua gejala atau lebih bila gejala – gejala itu kurang tajam atau

kurang jelas) :

a) “Thought echo” : isi pikiran dirinya sendiri yang berulang atau bergema

dalam kepalanya (tidak keras), dan isi pikiran ulangan, walaupun isinya

sama, namun kualitasnya berbeda.

1) “Thought Insertion Or Withdrawal” : isi pikiran yang asing dari luar

masuk ke dalam pikirannya (insertion) atau isi pikirannya diambil

keluar oleh sesuatu dari luar dirinya (withdrawal)

2) “Thought broadcasting” : isi pikirannya tersiar keluar sehingga orang

lain atau umum mengetahuinya.

b) “delusion of control“ : waham tentang dirinya dikendalikan oleh suatu

kekuatan tertentu dari luar

1) “delusion of influence” : waham tentang dirinya dipengaruhi oleh

suatu kekuatan tertentu dari luar

12

Page 13: Bab I waham

2) “delusion of passivity” : waham tentang dirinya tidak berdaya dan

pasrah terhadap suatu kekuatan dari luar, (tentang “dirinya” : secara

jelas merujuk ke pergerakan tubuh/anggota gerak atau pikiran,

tindakan, atau penginderaan khusus).

3) “delusion perception” : pengalaman inderawi yang tak wajar, yang

bermakna sangat khas bagi dirinya, biasanya bersifat mistik atau

mukjijat.

c) Halusinasi auditorik :

1) Suara halusinasi yang berkomentar secara terus menerus terhadap

perilaku pasien.

2) Mendiskusikan perihal pasien diantara mereka sendiri (diantara

berbagai suara yang berbicara).

3) Jenis suara halusinasi lain yang berasal dari slaah satu bagian tubuh.

d) Waham – waham menetap jenis lainnya yang menurut budaya setempat

dianggap tidak wajar dan sesuatu yang mustahil, misalnya perihal

keyakinan agama atau politik tertentu, atau kekuatan dan kemampuan

diatas manusia biasa (misalnya mengendalikan cuaca, atau berkomunikasi

dengan makhluk asing dari dunia lain).

Atau paling sedikit dua gejala di bawah ini yang harus selalu ada secara

jelas :

a) Halusinasi yang menetap dari panca indera apa saja, apabila disertai baik

oleh waham yang mengambang maupun yang setengah berbentuk tanpa

13

Page 14: Bab I waham

kandungan afektif yang jelas, ataupun disertai oleh ide – ide berlebihan

(over-valued ideas) yang menetap, atau apabila terjai setiap hari selama

berminggu – minggu atau berbulan – bulan terus menerus.

b) Arus pikiran yang terputus (break) atau yang mengalami sisipan

(interpolatin), yang berakibat inkoherensi atau pembicaraan yang tidak

relevan, atau neologisme.

c) Perilaku katatonik, seperti keadaan gaduh-gelisah (excitement), posisi

tubuh tertentu (posturing), atau fleksibilitas cerea, negativism, mutisme,

dan stupor.

d) Gejala- gejala “negatif”, seperti sikap sangat apatis, bicara yang jarang,

dan respons emosional yang menumpul atau tidak wajar, biasanya yang

mengakibatkan penarikan diri dari pergaulan sosial dan menurunnya

kinerja sosial, tetapi harus jelas bahwa semua hal tersebut tidak

disebabkan oleh depresi atau medikasi neuroleptika.

2. Adanya gejala-gejala khas tersebut diatas telah berlangsung

selama kurun waktu satu bulan atau lebih (tidak berlaku untuk setiap fase

nonpsikotik prodromal).

3. Harus ada suatu perubahan yang konsisten dan bermakna

dalam mutu keseluruhan (overall quality) dari beberapa aspek perilaku pribadi

(personal behavior), bermanifestasi sebagai hilangnya minat, hidup tak

bertujuan, tidak berbuat sesuatu, sikap larut dalam diri sendiri (self-absorbed

attitude), dan penarikan diri secara sosial.

14

Page 15: Bab I waham

Menurut (Davidson, 2006), gejala yang tampak dari suatu Skizofrenia dibagi

dalam 3 dimensi, yaitu:

1. Symptom positif

Symptom positif mencakup hal – hal yang berlebihan dan khas, meliputi

waham, halusinasi, disorganisasi pembicaraan dan disorginasi perilaku seperti

katatonia / agitasi

2. Symptom negative

Symptom negative terdiri dari 5 tipe gejala, yaitu :

a. Avolition merupakan kondisi kurangnya energi dan ketiadaan minat atau

ketidakmampuan untuk tekun melakukan apa yang biasanya merupakan

aktifitas rutin.

b. Alogia merupakan suatu gangguan negatif, alogia dapat terwujud dalam

beberapa bentuk.

c. Anhedonia ketidakmampuan untuk merasakan kesenangan disebut

anhedonia. Ini tercermin dalam kurangnya minat dalam berbagai aktifitas

rekresional, gagal untuk mengembangkan hubungan dekat dengan orang

lain dan kurangnya minat dalam hubungan seks.

d. Afek datar, yang memiliki afek datar hampir tidak ada stimulasi dapat

memunculkan respon emosional. Pasien menatap dengan pandangan

kosong, otot – otot wajah kendur, dan mata mereka tidak hidup

e. Asisialitas, mengalami ketidakmampuan parah dalam hubungan sosial.

15

Page 16: Bab I waham

3. Symptom disorganisasi

Mencakup disorganisasi pembicaraan dan perilaku aneh, juga dikenal sebagai

gangguan positif formal. Disorganisasi pembicaraan merujuk pada masalah

dalam organisasi berbagai pemikiran dan dalam berbicara sehingga pendengar

dapat memahaminya.

Awitan skizofrenia dapat muncul tiba- tiba atau bertahap, tetapi kebanyakan

klien mengalami perkembangan tanda dan gejala yang lambat dan bertahap, misalnya

menarik diri dari masyarakat, perilaku yang tidak lazim, kehilangan minat untuk

sekolah atau bekerja, dan sering kali mengabaikan hygiene (Videbeck, 2008).

2.1.5 Jenis – Jenis Skizofrenia

Menurut (PPDGJ III, 2001), jenis – jenis Skizofrenia dibagi menjadi :

1. Skizofrenia Paranoid

a) Memunuhi kriteria umum diagnosis Skizofrenia

b) Sebagai tambahan :

1) Halusinasi dan atau waham harus menonjol

(a) Suara-suara halusinasi yang mengancam pasien atau memberi

perintah, atau halusinasi auditorik tanpa bentuk verbal berupa

bunyi pluit (whistling), mendengung (humming), atau bunyi tawa

(laughing)

16

Page 17: Bab I waham

(b) Halusinasi pembauan atau pengecapan rasa, atau bersifat seksual,

atau lain-lain perasaan tubuh, halusinasi visual mungkin ada tetapi

jarang menonjol.

(c) Waham dapat berupa hamper setiap jenis, tetapi waham

dikendalikan (delusion of control), dipengaruhi (delusion of

influence), atau “passivity” (delusion of passivity), dan keyakinan

dikejar-kejar yang beraneka ragam, adalah yang paling khas

2) Gangguan afektif, dorongan kehendak dan pembicaraan, serta gejala

katatonik secara relative tidak nyata atau tidak menonjol.

2. Skizofrenia Hebefrenik

a. Memenuhi kriteria umum diagnosis Skizofrenia

1) Diagnosis hebefrenia untuk pertama kali hanya ditegakkan pada usia

remaja atau dewasa muda (onset biasanya mulai 15-25 tahun)

2) Kepribadian premorbid menunjukkan cirri khas, pemalu dan senang

menyendiri (solitary), namun tidak harus demikian untuk menentukan

diagnosis

3) Untuk diagnosis hebefrenia yang menyakinkan umumnya diperlukan

pengamatan kontinu selama 2 atau 3 bulan lamanya, unutk memasikan

bahwa gambaran yang khas berikut ini memang benar bertahan :

- Perilaku yang tidak bertanggung jawab dan tak dapat diramalkan, serta

mannerisme, ada kecenderungan untuk selalu menyendiri (solitary),

dan perilaku menunjukkan hampa tujuan dan hampa perasaan.

17

Page 18: Bab I waham

- Afek pasien dangkal (shallow) dan tidak wajar (inappropriate),

sering disertai oleh cekikikan (giggling) atau perasaan puas diri

(self-satisfied), senyum sendiri (self-absorbed smiling), atau oleh

sikap tinggi hati (lofty manner), tertawa menyeringai (grimaces),

mannarisme, mengibuli secara bersenda gurau (pranks), keluhan

hipokondriakal, dan ungkapan kata yang diulang-ulang (reitered

phrases).

- Proses piker mengalami disorganisasi dan pembicaraan tak

menentu (rambling) serta inkoheren.

b. Gangguan afektif dan dorongan kehendak, serta gangguan

proses pikir umumnya menonjol. Halusinasi dan waham mungkin ada

tetapi biasanya tidak menonjol (fleeting and fragmentary delusions and

hallucinations). Dorongan kehendak (drive) dan yang bertujuan

(determination) hilang serta sasaran ditinggalkan, sehingga perilaku

penderita memperlihatkan ciri khas, yaitu perilaku tanpa tujuan (aimless)

dan tanpa maksud (empty of puspose). Adanya suatu preokupasi yang

dangkal dan bersifat dibuat-buat terhadap agama, filsafat dan terra abstrak

lainnya, makin mempersukar orang memahami jalan pikiran pasien.

3. Skizofrenia Katatonik

a. Memenuhi kriteria umum untuk diagnosis Skizofrenia.

18

Page 19: Bab I waham

b. Satu atau lebih dari perilaku berikut ini harus mendominasi gambaran

klinisnya

1) Stupor (amat berkurangnya dalam reaktivitas terhadap

lingkungan dan dalam gerakan serta aktivitas spontan) atau mutisme

(tidak berbicara);

2) Gaduh-gelisah (tampak jelas aktivitas motorik yang tak

bertujuan, yang tidak dipengaruhi oleh stimuli eksternal)

3) Menampilkan posisi tubuh tertentu (secara sukarela

mengambil dan mempertahankan posisi tubuh tertentu yang tidak

wajar atau aneh);

4) Negativisme (tampak jelas perlawanan yang tidak bermotif

terhadap semua perintah atau upaya untuk menggerakkan, atau

pergerakan kearah yang berlawanan);

5) Rigiditas (mempertahankan posisi tubuh yang kaku untuk

melawan upaya menggerakkan dirinya);

6) Fleksibilitas cerea/"waxy flexibility" (mempertahankan

anggota gerak dan tubuh dalam posisi yang dapat dibentuk dari luar);

dan

7) Gejala-gejala lain seperti "command automatism" (kepatuhan

secara otomatis terhadap perintah), dan pengulangan kata-kata serta

kalimat-kalimat.

19

Page 20: Bab I waham

c. Pada pasien yang tidak komunikatif dengan manifestasi perilaku dari

gangguan katatonik, diagnosis Skizofrenia mungkin harus ditunda sampai

diperoleh bukti yang memadai tentang adanya gejala-gejala lain.

Penting untuk diperhatikan bahwa gejala-gejala katatonik bukan petunjuk

diagnostik untuk Skizofrenia. Gejala katatonik dapat dicetuskan oleh

penyakit otak, gangguan metabolik, atau alkohol dan obat-obatan, serta

dapat juga terjadi pada gangguan afektif.

4. Skizofrenia Tak Terinci (Undifferentiated)

a. Memenuhi kriteria umum untuk diagnosis Skizofrenia.

b. Tidak memenuhi kriteria untuk diagnosis Skizofrenia paranoid,

hebefrenik, atau katatonik;

c. Tidak memenuhi kriteria untuk Skizofrenia residual atau depresi pasta-

skizofrenia.

5. Depresi Pasca-skizofrenia

Diagnosis harus ditegakkan hanya kalau

a. Pasien telah menderita Skizofrenia (yang memenuhi kriteria umum

Skizofrenia) selama 12 bulan terakhir ini;

b. Beberapa gejala Skizofrenia masih tetap ada (tetapi tidak lagi

mendominasi gambaran'klinisnya); dan

20

Page 21: Bab I waham

c. Gejala-gejala depresif menonjol dan mengganggu, memenuhi paling

sedikit kriteria untuk episode depresif, dan telah ada dalam kurun waktu

paling sedikit 2 minggu.

Apabila pasien tidak lagi menunjukkan gejala Skizofrenia, diagnosis menjadi

Episode Depresif. Bila gejala Skizofrenia masih jelas dan menonjol, diagnosis

harus tetap salah satu dari subtipe Skizofrenia yang sesuai.

6. Skizofrenia Residual

Untuk suatu diagnosis yang meyakinkan, persyaratan berikut ini harus

dipenuhi semua

a. Gejala "negatif' dari Skizofrenia yang menonjol, misalnya perlambatan

psikomotorik, aktivitas menurun, afek yang menumpul, sikap pasif dan

ketiadaan inisiatif, kemiskinan dalam kuantitas atau isi pembicaraan,

komunikasi non-verbal yang buruk seperti dalam ekspresi muka, kontak

mata, modulasi suara, clan posisi tubuh, perawatan diri dan kinerja sosial

yang buruk;

b. Sedikitnya ada riwayat satu episode psikotik yang jelas di masa lampau

yang memenuhi kriteria untuk diagnosis Skizofrenia;

c. Sedikitnya sudah melampaui kurun waktu satu tahun dimana intensitas

dan frekuensi gejala yang nyata seperti waham dan halusinasi telah sangat

berkurang (minimal) dan telah timbul sindrom "negatif” dari Skizofrenia;

21

Page 22: Bab I waham

d. Tidak terdapat dementia atau penyakit/gangguan otak organik lain, depresi

kronis atau institusionalisasi yang dapat menjelaskan disabilitas negatif

tersebut.

7. Skizofrenia Simpleks

Diagnosis Skizofrenia simpleks sulit dibuat secara meyakinkan karena

tergantung pada pemantapan perkembangan yang berjalan perlahan dan

progresif dari :

a. Gejala "negatif” yang khas dari Skizofrenia residual, tanpa didahului

riwayat halusinasi, waham, atau manifestasi lain dari eposide psikotik, dan

b. Disertai dengan perubahan-perubahan perilaku pribadi yang bermakna,

bermanifestasi sebagai kehilangan minat yang mencolok, tidak berbuat

sesuatu, tanpa tujuan hidup, dan penarikan diri secara sosial.

Gangguan ini kurang jelas gejala psikotiknya dibandingkan sub tipe

skizofrenia lainnya.

2.1.6 Diagnosis Banding

Menurut (Sadock, 2010), diagnosis banding dari Skizofrenia adalah :

1. Gangguan Psikotik Sekunder

Serangkaian besar medis nonpsikiatrik serta berbagai zat dan dapat

menginduksi gejala psikosis dan katatonia. Diagnosis yang paling cepat untuk

psikosis atau katatonia semacam itu adalah gangguan psikotik akibat kondisi

22

Page 23: Bab I waham

medis umum, gangguan katatonik akibat medis umum atau gangguan psikotik

terinduksi zat. Manifestasi psikiatrik berbagai kondisi medis nonpsikiatrik

dapat muncul pada awal gejala penyakit, sering kali sebelum berkembangnya

gejala lain. Oleh sebab itu, klinis harus mempertimbangkan serangkaian luas

kondisi medis nonpsikiatrik pada diagnosis banding psikosis, bahkan pada

keadaan tidak adanya gejala fisik yang nyata. Pasien dengan gangguan

neurologis umumnya lebih memiliki tilikan terhadap penyakitnya dan lebih

menderita akibat gejala psikiatrik daripada pasien Skizofrenia. Fakta ini dapat

membantu klinisi membedakan kedua kelompok pasien tersebut.

Saat mengevaluasi pasien dengan gejala psikotik, klinisi seyogianya

mengikuti pedoman umum untuk mengkaji kondisi nonpsikiatrik. Pertama,

klinis sebaiknya secara agresif mencari suatu kondisi medis nonpsikiatrik

yang belum terdiagnosis ketika pasien menunjukkan adanya gejala yang tak

lazim atau jarang maupun setiap variasi tingkat kesadaran. Kedua, klinis

sebaiknya mencoba memperoleh riwayat keluarga yang lengkap, termasuk

riwayat gangguan medis, neurologis, dan psikiatrik. Ketiga, klinis sebaiknya

mempertimbangkan kemungkinan kondisi medis nonpsikiatrik, bahkan pada

pasien yang sebelumnya didiagnosis Skizofrenia. Pasien Skizofrenia memiliki

kemungkinan yang sama seperti pasien nonpsikiatrik, bahkan pada pasien

yang sebelumnya didiagnosis Skizofrenia. Pasien Skizofrenia memiliki

kemungkinan yang sama seperti pasien nonskizofrenik untuk mengalami

tumor otak yang menimbulkan gejala psikotik.

23

Page 24: Bab I waham

2. Berpura-pura (malingering) dan gangguan buatan

Pada Pasien yang meniru gejala Skizofrenia namun sebenarnya tidak

mengidap gangguan tersebut, berpura-pura atau gangguan buatan mungkin

merupakan diagnosis yang sesuai. Orang dapat memalsukan gejala skizofrenik

dan dimasukkan serta dirawat di rumah sakit prikiatrik.

Kondisi pasien yang sepenuhnya dapat mengendalikan produksi gejala

mereka mungkin memenuhi syarat untuk diagnosis berpura-pura, pasien

semacam ini biasanya mempunyai suatu alasan hokum atau financial yang

jelas utnuk dapat dianggap menderita sakit jiwa. Kondisi pasien yang tidak

terlalu dapat mengendalikan pemalsuan mereka akan gejala psikotiknya

mungkin sesuai untuk diagnosis gangguan buatan. Meski demikian, sejumlah

pasien Skizofrenia dapat memalsukan keluhan eksaserbasi gejala psikotik

untuk memperoleh peningkatan keuntungan pendampingan atau untuk dapat

kembali dirawat inap.

3. Gangguan psikotik lain

Gejala psikotik pada Skizofrenia dapat identik dengan gangguan

skizofreniform, gangguan psikotik singkat, gangguan skizoakfektif, dan

gangguan waham. Gangguan skizofreniform berbeda dari Skizofrenia berupa

gejala yang berdurasi setidaknya 1 bulan tapi kurang dari 6 bulan. Gangguan

psikotik singkat merupakan diagnosis yang sesuai bila gejala berlangsung

setidaknya 1 hari tapi kurang 1 bulan dan bila pasien tidak kembali kekeadaan

fungsi pramobidnya dalam waktu tersebut. Jika suatu sindrom manic atau

24

Page 25: Bab I waham

depresif terjadi bersamaaan dengan gejala utama Skizofrenia, gangguan

skizoafektif adalah diagnosis yang tepat. Waham nonbizar yang timbul selama

sekurangnya 1 bulan tanpa gejala Skizofrenia lain atau gangguan mood patut

didiagnosis sebagai gangguan waham.

4. Gangguan mood

Diagnosis banding antara Skizofrenia dan gangguan mood mungkin

sulit dilakukan namun harus dibuat karena tersedianya pengobatan spesifik

dan efektif untuk mania dan depresi. Dibandingkan durasi gejala primer,

gejala afektif atau mood pada Skizofrenia semestinya singkat. Sebelum

membuat diagnosis Skizofrenia yang terlalu dini, dan tanpa informasi

tambahan selain yang diperoleh dari satu pemeriksaan status mental saja.

Klinisi seyogianya menunda diagnosis akhir atau sebaliknya mengasumsikan

adanya gangguan mood.

5. Gangguan kepribadian

Berbagai gangguan kepribadian mungkin memiliki sebagian

gambaran yang sama dengan Skizofrenia. Gangguan kepribadian

skizotipal, skizoid, dan ambang adalah gangguan kepribadaian dengan

gejala yang paling mirip. Gangguan kepribadian obsesif kompulsif yang

parah dapat menyamarkan suatu proses skizofrenik yang mendasari. Tak

seperti Skizofrenia, gangguan kepribadian memiliki gejala ringan dan

riwayat terjadi seumur hidup pasien, gangguan ini juga tidak memiliki

tanggal awitan yang dapat diidentifikasi.

25

Page 26: Bab I waham

2.1.7 Terapi

Apabila dicurigai skizofrenia, pemeriksaan psikiatri harus segera dilakukan.

Diagnosis ditegakkan dari pemeriksaan status mental. Terapinya adalah dengan obat

antipsikotik, yang menghambat reseptor dopamine subtype D1 dan D2 dan atau jalur

serotonin dalam SSP. Obat – obat tersebut menghilangkan gejala positif, namun

efeknya terhadap gejala negatif lebih sedikit (Davey, 2005).

Terapi obat bergantung pada diagnosis pastinya. Gangguan waham biasanya

diobati dengan antipsikotika, walaupun keberhasilannya masih meragukan (Sadock,

1998).

Menurut (Sadock, 2010) Tiga pengamatan dasar tentang Skizofrenia yang

memerlukan perhatian saat pertimbangan pengobatan gangguan, yaitu :

1. Terlepas dari penyebabnya, Skizofrenia terjadi pada seseorang yang

mempunyai sifat individual, keluarga, dan sosial psikologis yang unik.

2. Kenyataan bahwa angka kesesuaian untuk Skizofrenia pada kembar

monozigotik adalah 50% telah diperhitungkan oleh banyak peneliti untuk

menyarankan bahwa faktor lingkungan dan psikologis yang tidak diketahui

tetapi kemungkinan spesifik telah berperan dalam perkembangan gangguan.

3. Skizofrenia adalah suatu gangguan kompleks, dan tiap pendekatan terapeutik

tunggal jarang mencukupi untuk menjawab secara memuaskan gangguan yang

memliki berbagai segi.

Secara umum pengobatan Skizofrenia meliputi:

26

Page 27: Bab I waham

1. Perawatan di Rumah Sakit

a) Untuk tujuan diagnostik

b) Menstabilkan medikasi

c) Keamanan pasien karena gagasan bunuh diri atau membunuh

d) Perilaku sangat kacau atau tidak sesuai

e) Ketidakmampuan memenuhi kebutuhan dasar

2. Terapi somatik dengan antipsikotik

Skizofrenia diobati dengan Antipsikotika (AP). Obat ini dibagi dalam 2

kelompok, berdasarkan mekanisme kerjanya yaitu Dopamine Receptor

Antagonist (DRA) atau Antipsikotika Generasi I (APG – I) dan Serotonin –

Dopamine Antagonist (SDA) atau Antipsikotika Generasi II (APG - II). Obat

APG–I (Antipsikotik Generasi II) disebut juga antipsikotika kompesional atau

tipikal sedangkan, APG–II ( Antipsikotik Generasi II) disebut juga

antipsikotik baru atau atipikal.

Prinsip – prinsip terapetik :

a) Klinis harus secara cermat menetukan gejala sasaran yang akan diobati

b) Suatu antipsikotik yang telah bekerja dengan baik dimasa lalu pada pasien

harus digunakan lagi.

c) Lama minimal percobaan antipsikotik adalah 4 – 6 minggu pada dosis

yang adekuat.

27

Page 28: Bab I waham

d) Penggunaan pada lebih dari 1 medikasi antipsikotik pada satu waktu

adalah jarang diindikasikan.

e) Pasien harus dipertahankan pada dosis yang efektif yang serendah

mungkin yang diperlukan untuk mencapai pengendalian gejala selama

periode psikotik.

f) Obat antipsikotik cukup aman jika diberikan selama periode waktu yang

cukup singkat. Dalam situasi gawat, obat ini dapat diberikan kecuali

clozapine , tanpa melakukan pemeriksaan fisik atau laboratorium pada diri

pasien. Pada pemeriksaan biasa harus didapatkan hitung darah lengkap

dengan indeks sel darah putih, sel fungsi hati, dan ECG khususnya pada

wanita yang berusia lebih dari 40 tahun dan laki – laki yang berusia lebih

dari 30 tahun.

Kontraindikasi antipsikotik :

a) Riwayat respon alergi yang serius

b) Kemungkinan bahwa pasien telah mengingesti zat yang telah berinteaksi

dengan antipsikotik sehingga menyebabkan depresi system saraf pusat.

c) Resiko tinggi untuk kejang dari penyebab organic atau ideopatik

d) Adanya glukoma sudut sempit jika digunakan suatu antipsikotik dengan

aktifitas antikolinergik yang bermakna

Kegagalan pengobatan :

28

Page 29: Bab I waham

a) Ketidakpatuhan dengan antipsikotik merupakan alasan utama untuk

terjadinya relaps dan kegagalan percobaan obat

b) Waktu percobaan tidak mencukupi.

Terapi somatik lainnya :

a) ECT Terapi

Elektro Convulsyf Terapi atau ECT dapat diindikasikan pada pasien

katatonik dan pasien yang karena suatu alasan tidak dapat menggunakan

antipsikotik (kurang aktif). Pasien yang telah sakit selama kurang dari 1

tahun adalah yang paling mungkin berespon.

b) Terapi perilaku kognitif

Terapi prilaku kognitif telah digunakan pada pasien skizofrenik untuk

memperbaiki distorsi kognitif, mengurangi distrakbilitas, serta mengoreksi

kesalahan daya nilai.

c) Terapi berorientasi keluarga

Pusat dari terapi harus pada situasi segera dan harus termasuk

mengindentifikasi dan menghindari situasi yang kemungkinan

menimbukkan kesulitan. Jika masalah memang timbul pada

pasien .didalam keluarga, pusat terapi harus pada pemecahan masalah

secara cepat. Setelah periode pemulangan segera, topik penting yang

dibahas dalam terapi keluarga adalah proses pemulihan khususnya lama

dan kecepatannya.

29

Page 30: Bab I waham

2.1.8 Prognosis

Dahulu bila diagnosis Skizofrenia ditegakkan, maka ini berarti bahwa sudah

tidak ada lagi harapan bagi orang yang bersangkutan, bahwa kepribadiannya selalu

akan menuju kemunduran mental (deteorisasi mental) dan bila seseorang dengan

Skizofrenia kemudian menjadi sembuh maka diagnosanya harus diragukan. Sekarang

dengan pengobatan modern ternyata, bahwa bila penderita datang berobat dengan

tahun pertama setelah serangan pertama maka kira – kira sepertiga dari mereka akan

sembuh sama sekali (full remission atau recovery). Sepertiga yang lain dapat

dikembalikan kepada masyarakat walaupun masih didapati cacat sedikit dan mereka

harus sering diperiksa atau diobati selanjutnya (social recovery). Yang sisanya

biasanya mempunyai prognosa yang jelek, mereka tidak dapat berfungsi didalam

masyarakat dan menuju kemunduran mental, sehingga mungkin menjadi penghuni

tetap di Rumah Sakit Jiwa (Sadock, 2010).

2.2 Skizofrenia Paraniod

2.2.1 Definisi

Skizofrenia Paranoid adalah bentuk yang makin sering ditemukan, didominasi

oleh gejala positif yang jelas, yaitu waham dan halusinasi. Penderita sering merasa iri

hati, cemburu, curiga, dan sangat apatis (Teifion, 2009). Gangguan afek, minat,

30

Page 31: Bab I waham

pembicaraan, dan gejala katatonik tidak ada atau relative tidak jelas (Bastaman,2004).

Menurut PPDGJ III ( Pedoman Penggolongan dan Diagnosis Gangguan Jiwa di

Indonesia III) menempatkan skizofrenia paranoid pada kode F20.0 (Maslim, 2011).

Skizofrenia paranoid merupakan tipe yang paling stabil dan paling sering terjadi,

onsetnya terjadi belakangan bila dibandingkan dengan bentuk-bentuk skizofrenia

lainnya. Gejala yang ditunjukkan penderita harus terlihat sangat konsisten, sering

paranoid, dan penderita dapat atau tidak bertindak sesuai dengan wahamnya.

Penderita sering tak kooperatif, sulit untuk mengadakan kerjasama, suka

berargumentasi, mudah tersinggung, suka menyendiri, agresif, marah, menjaga jarak

dan kurang percaya pada orang lain, tetapi penderita jarang sekali memperlihatkan

perilaku inkoheren atau disorganisasi. Waham dan halusinasi menonjol sedangkan

afek dan pembicaraan hamper tidak terganggu (Elvira, 2010; Maramis, 2009; Tomb,

2003).

Pada penderita skizofrenia paranoid secara mencolok tampal berbeda karena

waham (delusi) dan halusinasinya. Waham biasanya adalah waham kejar atau waham

kebesaran, atau keduanya, tetapi waham dengan tema lain (misalnya waham

kecemburuan, keagamaan, atau somatisasi) bisa juga muncul. Tema waham kejar bisa

menjadi predisposisi bagi individu untuk bunuh diri, dan kombinasi antara waham

kejar dengan waham kebesaran dengan disertai kemaraham bisa menjadi predisposisi

bagi tindak kekerasan. Halusinasi juga biasanya berkaitan dengan tema pembicaraan,

31

Page 32: Bab I waham

keterampilan kognitif dan afek mereka juga masih relative utuh. Mereka biasanya

memiliki prognosis yang lebih baik (Arif, 2006; Durand, 2007)

2.2.2 Pedoman Diagnostik

Pedoman diagnostik menurut PPDGJ III :

1. Memenuhi kriteria umum diagnosis skizofrenia

2. Sebagai tambahan :

a. Halusinasi dan/ waham harus menonjol :

a1. Suara-suara halusinasi yang mengancam penderita atau member perintah,

atau halusinasi pendengaran tanpa bentuk verbal berupa bunyi pluit

(whistling), mendengung (humming), atau bunyi tawa (laughing);

a2. Halusinasi pembauan atau pengecapan rasa, atau bersifat seksual, atau

lain-lain perasaan tubuh; halusinasi visual mungkin ada tetapi jarang

menonjol;

a3. Waham dapat berupa hamper setiap jenis, tetapi waham dikendalikan

(delusion of control), dipengaruhi (delusion og influence), atau “passivity”

(delusion of passivity), dan keyakinan dikejar-kejar yang beraneka ragam,

adalah yang paling khas;

b. Gangguan afektif, dorongan kehendak dan pembicaraan, serta gejala katatonik

secara relative tidak nyata/tidak menonjol.

2.3 Waham

32

Page 33: Bab I waham

2.3.1 Definisi

Waham adalah keyakinan tentang suatu isi pikiran yang tidak sesuai dengan

kenyataan atau tidak cocok dengan intelegansi dan latar belakang kebudayaannya,

meskipun dibuktikan kemustahilan itu (Maramis, 2005).

Menurut (David A. Tomb, MD, 2008) dikutip dari Gangguan waham

Diagnostic and Statistical Manual of Mental Disorders (DSM IV), pasien ini tidak

memperlihatkan gangguan pikiran dan mood yang pervasive seperti yang ditemukan

pada kondisi psikotik lain. Tidak ada afek datar atau afek tidak serasi, halusinasi yang

menonjil atau waham aneh yang nyata. Pasien memiliki satu atau beberapa waham,

sering berupa waham kejar, dan ketidaksetiaan dan dapat juga berbentuk waham

kebesaran, somatik, atau erotomania yang :

1. Biasanya spesifik (contoh, melibatkan orang, kelompok, tempat atau waktu

tertentu, atau aktivitas tertentu).

2. Biasanya terorganisasi dengan baik (contoh, “orang jahat ini” mengumpulkan

alasan-alasan tentang sesuatu yang sedang dikerjakannya, yang dapat

dijlaskan secara rinci).

3. Biasanya waham kebesaran (contoh, sekelompok yang berkuasa tertarik hanya

kepadanya)

4. Wahamnya tidak cukup aneh untuk mengesankan Skizofrenia.

2.3.2 Tipe Waham

33

Page 34: Bab I waham

Menurut (Sadock, 2010), waham terbagi menjadi 7 yaitu :

1. Waham Kejar

Waham kejar adalah gejala klasik gangguan waham; waham kejar dan

waham cemburu mungkin adalah dua bentuk yang paling sering dijumpai ahli

psikiatri. Kebalikan dengan waham kejar pada Skizofrenia, kejernihan, logika,

dan elaborasi sistematik terhadap masalah penganiayaan pada gangguan

waham meninggalkan cap yang nyata pada keadaan ini. Tidak adanya

psikopatologi lain, seperti gangguan kepribadian, atau gangguan pada

sebagian besar kemampuan berfungsi.

2. Waham Cemburu

Gangguan waham dengan tipe ketidaksetiaan disebut juga paranoia

conjugal (contoh: waham bahwa pasangan tidak setia). Eponym sindrom

Othello telah digunakan untuk menjelaskan kecemburuan abnormal yang

dapat timbul dari banyak pertimbangan. Waham biasanya mengenai laki-laki,

seringnya mereka yang tidak memiliki penyakit psikiatri lain. Keadaan

tersebut dapat tampak mendadak dan dapat menjelaskan kejadian saat ini dan

masa lalu yang dialami pasien yang melibatkan perilaku pasangan. Keadaan

tersebut sulit ditangani dan hanya dikurangi dengan berpisah, bercerai, atau

kematian pasangan.

Kecemburuan yang nyata (biasa disebut kecemburuan patologis atau

sakit) merupakan suatu gejala pada banyak gangguan yang termasuk Skizofrenia

34

Page 35: Bab I waham

(pasien perempuan lebih sering memperlihatkan gejala tersebut), epilepsy,

gangguan mood, penyalahgunaan obat, dan alkoholisme (pengobatan ditujukan

pada gangguan primer. Cemburu adalah emosi yang kuat; bila terjadi pada

gangguan waham atau sebagai bagian keadaan lain, secara potensial sangat

berbahaya dan menyebabkan kekerasan, baik membunuh maupun bunuh diri.

Aspek forensik gejala telah dicatat secara berulang, terutama peran sebagai suatu

motif pembunuhan. Namun, penyiksaan secara verbal dan fisik diantara orang-

orang dengan gejala ini terjadi lebih sering daripada tindakan yang ekstrim.

Perawatan dan kehati-hatian dalam penanganan gejala ini penting bukan hanya

untuk diagnosis, tetapi juga dari sudut pandang keamanan.

3. Waham Erotomania

Pasien erotomania mengalami waham kekasih rahasia. Paling sering

dialami perempuan, tetapi laki-laki juga rentan terhadap waham tersebut.

Pasien percaya bahwa pelamar (yang biasanya secara social lebih menonjol

dari pada dirinya) jatuh cinta padanya. Waham menjadi focus sentral

eksistensi pasien, dan awitan dapat mendadak.

Erotomania, psychose passionelle, juga disebut sindrom declerambault

untuk menekan kejadiannya pada gangguan yang berbeda, selain menjadi

gejala kunci pada beberapa kasus gangguan waham, keadaan tersebut juga

diketahui terjadi pada Skizofrenia, gangguan mood, dan gangguan organic

lain.

35

Page 36: Bab I waham

Pasien erotomania sering memperlihatkan cirri khas tertentu, mereka

biasanya tetapi tidak selalu perempuan, penampilan tidak menarik, bekerja

ditingkat rendah, menarik diri, kesepian hidup sendiri, dan mempunyai sedikit

kontak seksual. Mereka memilih kekasih rahasia yang sangat berbeda dengan

dirinya. Mereka memperlihatkan konduksi paradoksal, fenomena waham yang

menginterpretasikan semua penyangkalan cinta, tidak perduli bagaimana

jelasnya, sebagai penegasan cinta rahasia. Perjalanan gangguan dapat kronik,

rekuren atau singkat. Dipisahkan dari objek cinta dapat menjadi satu-satunya

tindakan intervensi yang memuaskan. Meskipun kurang sering mengalami

keadaan ini daripada perempuan, laki-laki lebih agresif dan mungkin

bertindak kasar dalam mengejar cinta. Oleh karena itu, pada populasi forensic,

laki-laki dengan keadaan gtersebut lebih dominan. Objek agresi mungkin

bukan orang yang dicintai tetapi teman atau pelindung objek yang dianggap

menjadi penghalang mereka. Kecenderungan melakukan kekerasan pada laki-

laki dengan erotomania dapat membuat pasien yang awalnya berurusan

dengan polisi bukan dengan ahli psikiatri. Pada kasus tertentu, kemarahan

sebagai respons terhadap tidak adanya reaksi dari semua bentuk komunikasi

cinta dapat meningkat ketitik yang objeknya berada dalam bahaya. Orang-

orang yang disebut pengejar, yang secara kontinu mengikuti (yang dianggap)

kekasihnya, sering mempunyai waham. Meskipun kebanyakan pengejar

adalah laki-laki tetapi dapat juga perempuan, dan kedua kelompok jenis

kelamin tersebut berpotensi tinggi melakukan kekerasan.

36

Page 37: Bab I waham

4. Waham Somatik

Gangguan waham somatik disebut psikosis hipokondriasis

monosimtomatik. Tingkat gangguan realita pada keadaan tersebut berbeda

dari keadaan gejala hipokondriasis. Pada gangguan waham, waham menetap,

tetapi dapat dibantah, dan sangat kuat, karena pasien secara total diyakinkan

oleh sifat fisik gangguan. Sebaliknya, pasien hipokondriasis sering mengakui

bahwa ketakutan mereka terhadap penyakitnya tidak berdasar. Isi waham

somatic sangat bervariasi untuk setiap kasus. Terdapat tiga tipe utama : (1)

waham infestasi (termasuk parasitosis); (2) waham dismorfofobia, seperti

bentuk tidak indah, merasa diri jelek, atau ukuran tubuh bertambah besar

(kategori tersebut tampaknya menyerupai gangguan dismorfik tubuh); dan (3)

waham bau tubuh yang tidak sedap atau halitosis. Kategori terakhir, kadang-

kadanf disebut sindrom refrensi olfaktorius, tampaknya berbeda dengan

kategori waham infestasi pada pasien yaitu pasien dengan waham infestasi

memiliki usia awitan yang lebih dini (rata-rata 25 tahun), sebagian besar laki-

laki, status bujangan dan tidak ada riwayat pengobatan psikiatri. Sebaliknya

meskipun secara individual prevalensi rendah, ketiga keadaan tersebut

tampaknya tumpang tindih.

Frekuensi keadaan ini rendah, tetapi dapat tidak terdiagnosis karena

pasien lebih sering dating ke ahli dermatologi, bedah plastic, dan spesialis

37

Page 38: Bab I waham

penyakit infeksi daripada ke ahli psikiatri ketika mencari pengobatan kuratif

utnuk kasus yang tidak mengalami remisi.

Pasien dengan keadaan tersebut mempunyai prognosis buruk tanpa

pengobatan. Perhitungan kasar keadaan tersebut menyerang kedua jenis

kelamin sama banyaknya. Jarang ditemukan riwayat penyakit terdahulu atau

riwayat keluarga yang menderita gangguan psikotik. Pada pasien yang lebih

muda, sering terjadi riwayat kecanduan zat atau cedera kepala. Meskipun

kemarahan dan kekerasan biasa terjadi, rasa malu, depresi, dan perilaku

menghindar lebih khas. Bunuh diri, yang dimotivasi oleh penderitaan berat

tidak jarang terjadi.

5. Waham Kebesaran

Waham kebesaran (megalomania) telah menarik perhatian selama

bertahun-tahun. Waham tersebut dijelaskan pada paranoia kraepelin dan

merupakan keadaan yang cocok dengan deskripsi gangguan waham.

6. Waham Campuran

Kategori waham campuran diterapkan pada pasien dengan dua atau

lebih tema waham. Namun, diagnosis tersebut harus dipersiapkan untuk

kasus-kasus tanpa satu tipe waham apapun yang menonjol.

7. Waham yang Tak Terinci

38

Page 39: Bab I waham

Kategori tipe ini digunakan untuk kasus dengan waham yang

menonjol tidak dapat disubgolongkan dalam kategori sebelumnya. Contoh

yang mungkin adalah suatu waham yang salah mengindentifikasi, misalnya,

sindrom capgras, diberi nama sesuai ahli psikiatri prancis yang menjelaskan

illusion des sosies atau ilusi ganda. Waham pada sindrom capgras adalah

keyakinan bahwa orang yang dikenal telah digantikan oleh penipu yang lihai.

Pendapat lain menerangkan varian sindrom capgras, yaitu waham bahwa

penyiksa atau orang yang dikenal dapat berkedok sebagai orang asing

(fenomena fregoli) dan waham yang sangat langka bahwa orang-orang yang

dikenal dapat merubah diri mereka menjadi orang lain sewaktu-waktu

(intermetamorfosis). Setiap gangguan tidak hanya jarang terjadi tetapi dapat

disebabkan oleh Skizofrenia, demensia, epilepsy, dan gangguan organic lain.

Kasus yang dilaporkan lebih menonjol pada perempuan, mempunyai

gambaran paranoid, dan termasuk rasa depersonalisasi atau derealisasi.

Waham dapat berlangsung singkat, rekuren, atau persisten. Tidak jelas apakah

gangguan waham dapat tampak dengan waham seperti ini. Yang pasti, waham

fregoli dan intermetamorfosis mempunyai isi yang aneh dan tidak sama, tetapi

waham pada sindrom capgras sangat mungkin merupakan gangguan waham.

Peran halusinasi atau gangguan persepsi pada keadaan tersebut perlu

ditegaskan. Kasus muncul setelah kerusakan otak mendadak.

Pada skizofrenia paranoid, waham dapat berupa hampir setiap jenis, tetapi

waham dikendalikan (delusion of control), dipengaruhi (delusion of influence), atau

39

Page 40: Bab I waham

“passivity” (delusion og passivity), dan keyakinan yang dikejar-kejar yang beraneka

ragam, adalah yang paling khas. Dan ternyata pada skizofrenia paranoid, waham itu

gejala yang dominan dan khas.

Menurut Sadock 1998 waham yang sering menonjol pada Skizofrenia

paranoid adalah waham kebesaran, dan waham kejar.

1. Waham kebesaran

Waham kebesaran (delusion of grandiosty). Penderita mempunyai

kepercayaan bahwa dirinya merupakan orang penting dan berpengaruh,

mungkin mempunyai kelebihan kekuatan yang terpendam, atau benar-benar

merupakan figur orang kuat sepanjang sejarah (misal : Jendral Sudirman,

Napoleon, Hitler).

2. Wahan kejar

Seorang penderita gangguan ini merupakan penderita yang yakin dirinya

dikejar-kejar orang, sehingga memunculkan perilaku yang sering

bersembunyi, ketakutan.

2.4 Kerangka Konsep

40

SKIZOFRENIA PARANOID

Waham

- Kebesaran

- Kejar

1. Usia

2. jenis kelamin

3. suku

4. status perkawinanan

Page 41: Bab I waham

41

Page 42: Bab I waham

BAB III

METODE PENELITIAN

3.1 Jenis Penelitian

Rancangan penelitian ini adalah penelitian deskriptif, dan pendekatan

digunakan dengan Desain Cross Sectional Study. Penelitian untuk Penderita

Skizofrenia Paranoid Dengan Gejala Waham Kebesaran Dan Waham Kejar Yang

Dirawat Inap Di Rumah Sakit Jiwa Daerah Provinsi Sumatera Utara Pada Periode

Januari - Maret Tahun 2014. Cross Sectional adalah suatu penelitian untuk

mempelajari dinamika korelasi antara faktor-faktor resiko dengan efek, dengan cara

pendekatan, observasi atau pengumpulan data sekaligus pada suatu saat (point time

approach) (Notoatmodjo, 2010).

3.2 Lokasi dan Waktu Penelitian

3.2.1. Lokasi

Lokasi penelitian akan dilakukan di Rumah Sakit Jiwa Daerah Provinsi

Sumatera Utara Medan.

3.2.2. Waktu

Waktu penelitian akan dilakukan pada bulan Juni 2014 dan dilanjutkan

dengan pengolahan data serta penyusunan hasil laporan penelitian.

3.3 Sumber Data

42

Page 43: Bab I waham

Data yang dipakai adalah data sekunder yang didapat dari rekam medik

Penderita Skizofrenia Paranoid Dengan Gejala Waham Kebesaran Dan Waham Kejar

Yang Dirawat Inap Di Rumah Sakit Jiwa Daerah Provinsi Sumatera Utara Pada

Periode Januari - Maret Tahun 2014.

3.4 Populasi dan Sampel

3.4.1 Populasi

Populasi dalam penelitian ini adalah seluruh penderita Skizofrenia yang

dirawat inap di Rumah Sakit Jiwa Daerah Provinsi Sumatera Utara Medan

pada Periode Januari - Maret Tahun 2014.

3.4.2 Sampel

Sampel pada penelitian ini adalah penderita yang didiagnosa menderita

Skizofrenia Paranoid Dengan Gejala Waham Kebesaran Dan Waham Kejar

Yang Dirawat Inap Di Rumah Sakit Jiwa Daerah Provinsi Sumatera Utara

Pada Periode Januari - Maret Tahun 2014 yang memenuhi kriteria sebagai

berikut :

1) Kriteria Inklusi

a. Data rekam medik Penderita Skizofrenia Paranoid Dengan Gejala

Waham Kebesaran Dan Waham Kejar Yang Dirawat Inap Di Rumah

Sakit Jiwa Daerah Provinsi Sumatera Utara Pada Periode Januari -

Maret Tahun 2014.

b. Mempunyai data rawat inap yang lengkap.

2) Kriteria Eksklusi

43

Page 44: Bab I waham

a. Tidak mempunyai data rawat inap yang lengkap

b. Penderita yang rawat jalan

c. Penderita yang bukan jenis Skizofrenia paranoid

3.5 Teknik Sampling

Teknik sampling yang digunakan dalam penelitian ini adalah total sampling,

yaitu pengambilan semua data rekam medik Penderita Skizofrenia Paranoid Dengan

Gejala Waham Kebesaran Dan Waham Kejar Yang Dirawat Inap Di Rumah Sakit

Jiwa Daerah Provinsi Sumatera Utara Pada Periode Januari - Maret Tahun 2014.

3.6 Teknik Pengumpulan Data

Data yang digunakan dalam penelitian ini adalah data sekunder, yaitu dengan

mengumpulkan data rekam medik Penderita Skizofrenia Paranoid Dengan Gejala

Waham Kebesaran Dan Waham Kejar Yang Dirawat Inap Di Rumah Sakit Jiwa

Daerah Provinsi Sumatera Utara Pada Periode Januari - Maret Tahun 2014.

3.7 Definisi Operasional Penelitian

3.7.1. Rekam Medik

Berkas yang berisi catatan dan dokumen antara lain identitas penderita, hasil

pemeriksaan, pengobatan yang telah diberikan, serta tindakan dan pelayanan

lain yang telah diberikan kepada Penderita Skizofrenia Paranoid Dengan

44

Page 45: Bab I waham

Gejala Waham Kebesaran Dan Waham Kejar Yang Dirawat Inap Di Rumah

Sakit Jiwa Daerah Provinsi Sumatera Utara Pada Periode Januari - Maret

Tahun 2014.

3.7.2. Waham

Waham yang sering menonjol pada skizofrenia paranoid adalah waham

kebesaran dan waham kejar.

3.7.3. Skizofrenia Paranoid

Seseorang yang memenuhi kriteria diagnosis Skizofrenia dengan waham

dan halusinasi menonjol menurut Pedoman Penggolongan dan Diagnosis

Gangguan Jiwa (PPDGJ III).

3.7.4. Usia

Usia yang tertera dalam rekam medik penderita berdasarkan tanggal

kelahiran atau momen penting yang diingatnya berdasarkan informasi

keluarga. Dikategorikan menjadi jarak usia antara 15-24 tahun, 25-44

tahun, 45-64 tahun, dan usia >65 tahun.

3.7.5. Jenis Kelamin

Jenis kelamin dibuat kategori laki – laki dan perempuan

3.7.6. Suku

Suku dibuat kategori Batak Toba, Karo, Simalungun, Mandailing, Nias,

Cina, Jawa, Aceh.

3.7.7. Status Perkawinan

45

Page 46: Bab I waham

Status perkawinan dibuat kategori kawin, tidak kawin, dan tidak ada

keterangan. Kriteria tidak kawin meliputi penderita belum kawin dan telah

cerai.

3.8 Alat dan Bahan Penelitian

Alat dan bahan dalam penelitian ini adalah data rekam medik Penderita

Skizofrenia Paranoid Dengan Gejala Waham Kebesaran Dan Waham Kejar Yang

Dirawat Inap Di Rumah Sakit Jiwa Daerah Provinsi Sumatera Utara Pada Periode

Januari - Maret Tahun 2014.

3.9 Cara Kerja

1. Mengambil sampel semua penderita Skizofrenia paranoid dari bagian rekam

medik.

2. Kemudian diambil data penderita Skizofrenia paranoid dengan gejala waham

kebesaran dan waham kejar.

3.10 Pengolahan dan Analisis Data

Teknik pengolahan data statistik dilakukan secara manual yang kemudian

diinterpretasikan dalam bentuk table dengan analisi data univariate (analisis

deskriptif).

46