BAB I_edem Paru.doc2

Embed Size (px)

DESCRIPTION

mydcmflgk.goh

Citation preview

BAB I

BAB I

PENDAHULUAN

1.1 Latar Belakang Edema paru merupakan penimbunan cairan serosa atau serosanguinosa secara berlebihan di dalam ruang interstisial dan alveolus paru-paru. Jika edema timbul akut dan luas, sering diusul kematian dalam waktu singkat1. Edema paru akut dapat terjadi karena penyakit jantung maupun penyakit di luar jantung. Sehingga di bagi menjadi edema paru kardiogenik dan non kardiogenik.Sejak pertama kali ditemukan, jumlah kasus menunjukkan kecenderungan meningkat baik dalam jumlah maupun luas wilayah. Di Indonesia insiden terbesar terjadi pada 1998 dengan Incidence Rate (IR) = 35,19 per 100.000 penduduk dan CFR = 2%. Pada tahun 1999 IR menurun tajam sebesar 10,7%, namun tahun-tahun berikutnya IR cenderung meningkat yaitu 15,99 (tahun 2000); 21,66 (tahun 2001); 19,24 (tahun 2002); dan 23,87 (tahun 2003).Angka kematian edema paru akut karena infark miokard akut mencapai 38 57% sedangkan karena gagal jantung mencapai 30%. Dari keterangan di atas dapat diperoleh kesimpulan bahwa dunia kesehatan masih mengalami keterpurukan dalam mengatasi masalah saluran pernafasan ini. Pengetahuan dan penanganan yang tepat pada edema paru akut dapat menyelamatkan jiwa penderita. Penanganan yang rasional harus berdasarkan penyebab dan patofisiologi yang terjadi2. Edema paru timbul bila cairan yang difiltrasi oleh dinding mikrovaskuler lebih banyak dari yang bisa dikeluarkan. Akumulasi cairan ini akan berakibat serius pada fungsi paru oleh karena tidak mungkin terjadi pertukaran gas apabila alveoli penuh terisi cairan. Dalam keadaan normal di dalam paru terjadi suatu aliran keluar yang kontinyu dari cairan dan protein dalam pembuluh darah ke jaringan interstisial dan kembali ke sistem aliran darah melalui saluran limfe2.

BAB II

LANDASAN TEORI

2.1 Anatomi dan Fisiologi Paru

2.1.1 Anatomi Paru

Merupakan alat pernafasan utama, berbentuk kerucut dengan apeks diatas dan muncul sedikit lebih tinggi dari klavikula. Sebagian besar paru terdiri dari alveoli yang terbentuk dari sel endotel dan epitel, dibagian inilah terjadi pertukaran udara, O2 masuk ke dalam darah dan CO2 keluar dari darah. Paru dibagi menjadi dua bagian yaitu paru kanan dan kiri. Paru kanan dibagi menjadi tiga lobus dan paru kiri menjadi dua lobus. Antara lobus kanan dan kiri dipisahkan oleh satu fisura. Paru-paru dilapisi oleh suatu selaput yang disebut pleura, dimana pleura dibagi menjadi dua bagian : Pleura Viseralis : selaput paru yang langsung membungkus paru. Pleura Parietalis: selaput paru yang melapisi rongga dada sebelah luar.

Antara kedua pleura ini terdapat sebuah rongga yang disebut kavum pleura. Kavum pleura ini hampa udara dan terdapat sedikit cairan yang meminyaki permukaannya untuk menghindarkan gesekan antara paru dengan dinding dada pada saat bernafas11.

Gambar 1 Anatomi Paru

2.1.2 Fisiologi Paru

Fisiologi pernafasan dapat dibedakan menjadi dua yaitu :

Pernafasan paru-paru atau pernafasan eksterna

Merupakan pertukaran oksigen dan karbondioksida yang terjadi pada paru-paru. Oksigen diambil melalui mulut dan hidung waktu bernafas, oksigen masuk melalui trakea dan sampai ke alveoli berhubungan dengan darah dalam kapiler pulmonary. Alveoli memisahkan oksigen dari darah, oksigen menembus membran, diambil oleh sel darah merah, dibawa ke jantung dan dipompakan tubuh. Empat proses yang berhubungan dengan pernafasan pulmoner :

Ventilasi Pulmoner, gerakan pernafasan yang menukar udara dalam alveoli dengan udara luar.

Arus darah melalui paru mengandung O2, masuk ke seluruh tubuh dan CO2 dari tubuh masuk ke paru.

Distribusi arus udara dan arus darah sedemikian rupa dengan jumlah yang tepat bisa mencapai seluruh bagian.

Difusi gas yang menembus membran alveoli dan kapiler karbondioksida lebih mudah berdifusi dari pada oksigen.

Pernafasan jaringan atau pernafasan internaDarah merah yang banyak mengandung oksigen dari seluruh tubuh masuk ke jaringan akhirnya mencapai kapiler darah mengeluarkan oksigen ke dalam jaringan, mengambil karbondioksa untuk dibawa ke paru-paru dan di paru terjadi pernafasan internal11.

2.2 Edema Paru

2.2.1 Definisi Edema ParuEdema paru adalah terkumpulnya cairan extravaskuler yang patologis di dalam paru3. Edema paru adalah akibat dari perubahan fisiologis tekanan dalam paru seperti ketika aliran darah berlangsung sangat cepat dan tidak normal sehingga terlalu membebani sistem sirkulasi tubuh yang kemudian menyebabkan terakumulasinya cairan dalam paru4.Edema paru merupakan kondisi yang disebabkan oleh kelebihan cairan di paru-paru. Cairan ini terkumpul dalam kantung-kantung udara di paru-paru, sehingga sulit untuk bernafas. Edema, pada umumnya, berarti pembengkakan. Ini secara khas terjadi ketika cairan dari bagian dalam pembuluh-pembuluh darah merembes keluar pembuluh darah ke dalam jaringan-jaringan sekelilingnya, menyebabkan pembengkakan. Ini dapat terjadi karena terlalu banyak tekanan dalam pembuluh darah atau tidak cukup protein-protein dalam aliran darah untuk menahan cairan dalam plasma.2.2.2 Klasifikasi Edema ParuBerdasarkan penyebabnya, edema paru terbagi menjadi dua, kardiogenik dan non-kardiogenik. Hal ini penting diketahui oleh karena pengobatannya sangat berbeda. Edema paru kardiogenik disebabkan oleh adanya payah jantung kiri apapun sebabnya. Edema paru kardiogenik yang akut disebabkan oleh adanya payah jantung kiri akut. Tetapi dengan adanya faktor presipitasi, dapat terjadi pula pada penderita payah jantung kiri kronik. Edema paru-paru kardiogenik timbul bila tekanan vena pulmonalis meningkat di atas 24 sampai 25 mmHg (tekanan osmotik plasma). Mula-mula, edema terbatas pada jaringan intestinal paru, tetapi jika menjadi lebih parah juga akan terkumpul di dalam alveolus. Edema paru interstisial dan alveolar dapat dikenal pada film thorax polos5.2.3 Cardiogenic Pulmonary Edema

2.3.1 Definisi Cardiogenic Pulmonary EdemaEdema paru kardiogenik (CPE) didefinisikan sebagai edema paru akibat peningkatan tekanan hidrostatik kapiler sekunder terhadap tekanan vena pulmonalis. CPE mencerminkan akumulasi cairan dengan kandungan rendah protein dalam interstitium paru-paru dan alveoli sebagai akibat dari disfungsi jantung.

Gambar2. Edema paru akut dengan infark miokard akut anterior. Terdapat redistribusi vaskular, hilus tidak jelas, dan infiltrat alveolar.

Edema paru dapat disebabkan oleh mekanisme patofisiologis berikut : Ketidakseimbangan Starling Forces, peningkatan tekanan kapiler paru, penurunan tekanan onkotik plasma, peningkatan tekanan interstitial negatif. Kerusakan barrier alveolar kapiler Obstruksi limfatik Mekanisme Idiopatik atau tidak diketahui

Peningkatan tekanan hidrostatik yang mengarah ke edema paru dapat disebabkan oleh banyak penyebab, termasuk volume intravaskular yang berlebihan, obstruksi vena pulmonalis ( misalnya stenosis mitral atau kiri atrium (LA myxoma), dan kegagalan LV sekunder untuk disfungsi sistolik atau diastolik ventrikel kiri. CPE menyebabkan kerusakan progresif dalam pertukaran gas alveolar dan kegagalan pernafasan. Tanpa pengenalan dan pengobatan yang tepat, kondisi pasien dapat memburuk dengan cepat.Komplikasi utama yang terkait dengan CPE adalah kelelahan dan gagal pernapasan. Diagnosis dan pengobatan biasanya mencegah komplikasi ini, tetapi dokter harus siap untuk memberikan bantuan ventilasi jika pasien mulai menunjukkan tanda-tanda kelelahan pernapasan (misalnya lesu, kelelahan, diaphoresis). Kematian jantung mendadak juga merupakan kekhawatiran lain, dan pemantauan terus menerus dari irama jantung sangat membantu dalam diagnosis yang tepat. 2.3.2 Tingkatan Cardiogenic Pulmonary Edema

Perkembangan akumulasi cairan di CPE dapat diidentifikasi sebagai tiga tahap fisiologis yang berbeda yaitu :

Tahap 1

Tekanan yang meningkat pada Left Atrium menyebabkan distensi dan membuka pembuluh darah kecil paru. Pada tahap ini, pertukaran darah-gas tidak memburuk.

Tahap 2 Cairan dan koloid bergeser ke dalam interstitium paru-paru dari kapiler paru. Berlanjutnya filtrasi cairan dan zat terlarut dapat mengalahkan kapasitas drainase limfatik. Dalam hal ini, cairan awalnya terkumpul relatif di kompartemen interstitial, yang umumnya di jaringan perivaskular dari pembuluh darah besar. Akumulasi cairan dalam interstitium dapat membahayakan saluran udara, yang mengarah ke hipoksemia ringan. Hipoksemia pada tahap ini jarang merangsang terjadinya takipnea. Tahap 3

Filtrasi cairan terus meningkat dan mengisi ruang interstitial. Ruang interstitial dapat berisi sampai 500ml cairan. Dengan akumulasi lebih lanjut, fluida melintasi epitel alveolar ke alveoli, menyebabkan banjir alveolar. Pada tahap ini, kelainan dalam pertukaran gas terlihat, kapasitas vital dan volume pernapasan lainnya secara substansial berkurang, dan hipoksemia menjadi lebih parah.2.3.3 Pemeriksaan Fisik Cardiogenic Pulmonary Edema

Pasien dengan edema paru kardiogenik (CPE) biasanya datang dengan klinis gagal jantung kiri. Pasien tiba-tiba mengalami sesak napas ekstrim, kecemasan, dan perasaan seperti tenggelam. Manifestasi klinis dari CPE akut mencerminkan bukti hipoksia dan peningkatan tonus simpatis. Pasien paling sering mengeluh sesak napas dan diaforesis berlebih. Pasien dengan gejala onset bertahap (misalnya, lebih dari 24 jam) sering melaporkan dyspnea saat aktivitas, ortopnea, dan paroxysmal nocturnal dyspnea.

Batuk adalah keluhan yang sering dan dapat memberikan petunjuk awal memburuknya edema paru pada pasien dengan disfungsi LV kronis. Sputum berbusa dan warna pink mungkin muncul pada pasien dengan penyakit parah. Kadang-kadang, suara serak muncul sebagai hasil dari berulangnya kelumpuhan saraf laring dari stenosis mitral atau hipertensi paru (Ortner tanda). Nyeri dada harus waspada terjadinya miokard iskemia akut atau infark atau diseksi aorta dengan regurgitasi aorta akut, yang nantinya cepat terjadi edema paru.

Temuan fisik pada pasien dengan CPE terkenal karena takipnea dan takikardi. Pasien mungkin duduk tegak, menjadi gelisah dan bingung. Pasien biasanya muncul cemas dan mengeluarkan keringat. Hipertensi sering hadir, karena keadaan hyperadrenergic. Hipotensi menunjukkan disfungsi sistolik LV parah dan kemungkinan syok kardiogenik. Auskultasi paru-paru biasanya menunjukkan baik-baik saja, tapi ronki atau mengi juga dapat hadir. Rales biasanya terdengar di dasar pertama, seperti kondisi memburuk, dan berkembang sampai ke apeks. Auskultasi murmur dapat membantu dalam diagnosis gangguan katup akut dengan edema paru.2.3.4 Pemeriksaan Penunjang Cardiogenic Pulmonary EdemaPemeriksaan penunjang untuk mendiagnosa cardiogenic pulmonary edema, antara lain dapat dilakukan:1. Pemeriksaan Laboratorim

a. Hitung darah lengkap (CBC), membantu dalam menilai untuk anemia berat dan mungkin sepsis atau infeksi jika ada peningkatan sel darah putih (WBC).b. Pengukuran elektrolit serum, pasien dengan CHF kronis sering menggunakan diuretik dan karena itu cenderung untuk adanya kelainan elektrolit, terutama hipokalemia dan hipomagnesemia, pasien dengan gagal ginjal kronis beresiko tinggi untuk hiperkalemia, terutama ketika mereka tidak patuh dengan sesi hemodialisis.

c. Nitrogen urea darah (BUN) dan kreatinin, tes ini membantu dalam menilai pasien untuk gagal ginjal dan respon diuretik. Penurunan BUN dan kadar kreatinin mungkin sekunder terhadap hipoperfusi ginjal.d. Pulse oximetry, berguna dalam menilai hipoksia dan tingkat keparahan CPE. Selain itu berguna untuk memantau respons pasien terhadap oksigenasi tambahan dan terapi lain.

e. Arterial blood gas analysis, tes ini lebih akurat daripada pulse oximetry untuk mengukur saturasi oksigen dan keputusan untuk memulai ventilasi mekanis.2. ElektrokardiografiPembesaran left atrium dan hipertrofi left ventrikel, meskipun tidak spesifik dan sebagai indikator disfungsi LV kronis. Elektrokardiogram (EKG) mungkin menyarankan tachydysrhythmia akut atau bradydysrhythmia atau iskemia miokard akut atau infark sebagai penyebab CPE.3. RadiografiFoto thorax sangat membantu dalam membedakan CPE dari penyebab paru-paru lainnya dengan gejala dyspnea berat. Gambaran yang menyarankan CPE daripada NCPE dan patologi paru-paru lainnya meliputi berikut ini :

Pembesaran jantung Aliran darah terbalik Garis Kerley

Bila menebal oleh edema, maka septa yang terletak perifer mungkin terlihat sebagai bayangan garis. Garis ini dikenal sebagai garis Kerley B (dinamakan menurut orang yang pertama kali melukiskannya), merupakan garis horizontal yang terlihat di lateral pada zona bawah, tidak pernah lebih panjang 2 cm. Mereka mencapai tepi paru, sehingga mudah dibedakan dari pembuluh darah, yang tak pernah meluas ke sentimeter luar paru. Septum lain menyebar ke arah hilum di zona atas dan tengah (Garis Kerley A). Ia jauh lebih tipis daripada pembuluh darah berdekatan dan panjangnya 3-4 cm. Ssedangkan Garis Kerley C adalah garis-garis yang mirip sarang laba-laba pada bagian tengah paru5. Garis Kerley D merupakan garis-garis pendek horizontal, letaknya retrosternal, hanya tampak pada foto lateral10. Tidak adanya air bronchogram. Adanya efusi pleura (efusi pleura terutama bilateral dan simetris)

Gambar 3. Edema interstisial, kardiomegali dan efusi pleura pada stadium awal edema pulmo

Gambar 4. Kardiomegali, efusi pleura bilateral, dan opasitas alveolar

Gambar 5. Lateral Chest menunjukkan edema interstisial dan efusi pleura

Gambar 6. Pembesaran jantung, dilatasi pembuluh darah, dan Kerley A, B, dan C.

Keterangan Gambar 6 : Garis Kerley A (panah) adalah kekeruhan linear membentang dari pinggiran ke hilus, mereka disebabkan oleh distensi saluran anastomosis antara limfatik perifer dan sentral. Garis Kerley B ini (panah putih) adalah garis horizontal pendek terletak tegak lurus ke permukaan pleura di dasar paru-paru, mereka mewakili edema septa interlobular. Garis Kerley C (panah hitam) adalah kekeruhan retikuler di dasar paru-paru, yang mewakili garis Kerley B yang en face. Tanda-tanda radiologis dan temuan fisik menunjukkan edema paru kardiogenik.

Gambar 7. Pulmonary Edema dengan Gagal Jantung Ventrikel Kiri

Gambar 8. Kerley B, horizontal line4. EchocardiographySebuah echocardiogram pada pasien dengan CHF dekompensasi adalah alat diagnostik yang penting dalam menentukan etiologi edema paru. Echocardiography dapat digunakan untuk mengevaluasi LV sistolik dan fungsi diastolik, serta fungsi katup, dan untuk menilai penyakit perikardial. Hal ini sangat membantu dalam mengidentifikasi etiologi mekanis untuk edema paru, seperti berikut : Ruptur otot papilaris akut

Defek septum ventrikel akut

Tamponade jantung Regurgitasi aorta

5. Pulmonary Arterial KateterPulmonary Capillary Wedge Pressure (PCWP) dapat diukur dengan kateter arteri paru (Swan - Ganz kateter). Metode ini membantu dalam membedakan CPE dari NCPE (Non Cardiac Pulmonary Edema). Syok kardiogenik adalah hasil dari depresi berat dalam fungsi miokard. Syok kardiogenik adalah hemodinamik ditandai dengan tekanan darah sistolik kurang dari 80 mm Hg, indeks jantung kurang dari 1,8 l/min/m2, dan PCWP lebih dari 18 mmHg. Bentuk shock dapat terjadi dari hasil miokardium (besar MI akut, kardiomiopati parah) atau dari masalah mekanis yang menguasai kapasitas fungsional miokardium (regurgitasi mitral akut parah, defek septum ventrikel akut).2.3.5 Penatalaksanaan

Pada Cardiogenic Pulmonary Edema penatalaksanaannya dapat dilakukan, sebagai berikut:

Posisi duduk.

Oksigen 40-50% sampai 8 liter/menit bila perlu dengan masker. Jika memburuk (pasien makin sesak, takipnea, ronki bertambah, PaO2 tidak bisa dipertahankan >60 mmHg dengan O2 konsentrasi dan aliran tinggi, retensi CO2, hipoventilasi, atau tidak mampu mengurangi cairan edema secara adekuat), maka dilakukan intubasi endotrakeal, suction, dan ventilator. Infus emergensi, monitor tekanan darah, monitor EKG, oksimetri bila ada.

Nittrogliserin sublingual atau intravena. Nitrogliserin peroral 0,4 0,6 mg tiap 5-10 menit. Jika tekanan darah sistolik > 95 mm Hg bisa diberikan Nitrogliserin intravena mulai dosis 3-5 ug/kgBB. Jika tidak memberi hasil memuaskan maka dapat diberikan Nitroprusid IV dimulai dosis 0,1 ug/kgBB/menit bila tidak memberi respon dengan nitrat, dosis dinaikkan sampai didapatkan perbaikan klinis atau sampai tekanan darah sistolik 85-90 mmHg pada pasien yang tadinya mempunyai tekanan darah normal atau selama dapat dipertahankan perfusi yang adekuat ke organ-organ vital.

Morfin sulfat 3-5 mg iv, dapat diulang tiap 25 menit, total dosis 15 mg (sebaiknya dihindari).

Diuretik. Furosemid 40-80 mg IV bolus dapat diulangi atau dosis ditingkatkan tiap 4 jam atau dilanjutkan drip continue sampai dicapai produksi urine 1 ml/kgBB/jam.

Bila perlu (tekanan darah turun/tanda hipoperfusi) : Dopamin 2-5 ug/kgBB/menit atau Dobutamin 2-10 ug/kgBB/menit untuk menstabilkan hemodinamik. Dosis dapat ditingkatkan sesuai respon klinis atau keduanya.

Trombolitik atau revaskularisasi pada pasien infark miokard.

Intubasi dan ventilator pada pasien dengan hipoksia berat, asidosis atau tidak berhasil dengan oksigen.

Atasi aritmia atau gangguan konduksi.

Operasi pada komplikasi akut infark miokard, seperti regurgitasi. VSD dan ruptur dinding ventrikel atau corda tendinae.

2.4 Noncardiogenic Pulmonary Edema

2.4.1 Definisi

Edema paru noncardiogenic (NPE) disebabkan oleh perubahan permeabilitas membran kapiler paru akibat langsung atau tidak langsung dari patologis. Banyak penyebab NPE, termasuk yang berikut : Tenggelam Glomerulonefritis akut Overload cairan Aspirasi Inhalation injury Edema paru neurogenik Reaksi alergi Kondisi yang berpotensi serius yang disebabkan oleh infeksi-infeksi yang parah, trauma, luka paru, penghirupan racun-racun, infeksi-infeksi paru, merokok kokain, atau radiasi pada paru-paru.

High altitude pulmonary edema, yang dapat terjadi disebabkan oleh kenaikan yang cepat ke ketinggian yang lebih dari 10.000 feet.

Trauma otak, perdarahan dalam otak (intracranial hemorrhage), seizure-seizure yang parah, atau operasi otak

Sindrom distres pernapasan dewasa (ARDS), integritas dari alveoli menjadi terkompromi sebagai akibat dari respon peradangan yang mendasarinya, dan ini menerus pada alveoli yang bocor yang dapat dipenuhi dengan cairan dari pembuluh-pembuluh darah9.

Peningkatan awal dan cepat dalam tekanan pembuluh darah paru akibat vasokonstriksi paru atau aliran darah paru dapat menyebabkan cedera mikrovaskuler paru. Peningkatan permeabilitas pembuluh darah akibatnya menyebabkan pembentukan edema. Dua komponen utama berkontribusi pada patogenesis NPE yaitu tekanan intravaskular meningkat dan kebocoran kapiler paru. Oleh karena itu, hemodinamik komponen kardiogenik dan noncardiogenic ada. Untuk menghindari komplikasi yang mengancam jiwa, penggunaan radiografi dada dan tes lainnya adalah kunci untuk menegakkan diagnosis dan untuk membedakan antara dua jenis edema paru.

MRI agen kontras berbasis gadolinium telah dikaitkan dengan beberapa efek samping, beberapa di antaranya bisa serius. Ini memiliki komplikasi yang mengancam jiwa, yaitu yang dapat menyebabkan bronkospasme, reaksi hipersensitivitas, dan penghentian kardiovaskular. Demirhan et al menggambarkan kasus edema paru noncardiogenic terkait dengan kontras pada seorang pria 37 tahun dilaporkan setelah injeksi intravena gadobutrol selama MRI6.2.4.2 Pemeriksaan

Edema paru noncardiogenic menyajikan dengan berbagai tingkatgangguan pernapasan yang dapat berkembang pesat menjadi kegagalan pernapasan. Tanda klinis awal adalah peningkatan kerja pernapasan dibuktikan oleh takipnea dan dyspnea. Rales yang jelas pada auskultasi paru-paru dan tidak bisa dibedakan dari orang-orang mendengar edema paru kardiogenik . Temuan lain yang sesuai dengan kardiogenik seperti edema perifer, distensi vena jugularis, dan ventrikel gallop tidak ditemukan pada NPE. Rontgen dada awalnya normal, dengan perkembangan difus infiltrat interstitial atau alveolar bilateral dalam pola homogen, yang menunjukkan proses penyakit memburuk. Ukuran bayangan jantung normal. Infiltrat edema paru kardiogenik biasanya menyebar, dan bronchograms udara jarang terjadi. Infiltrat di edema paru neurogenic secara klasik digambarkan seperti bat wing. Kehadiran bronchograms udara juga cukup spesifik untuk cedera paru-paru. Tanda-tanda awal edema paru (edema interstitial) adalah garis septal (garis Kerley B), yang merupakan garis horizontal yang terlihat lateral di zona yang lebih rendah. Garis septum muncul dari permukaan pleura dan biasanya 1 mm tebal dan 10 mm panjang, tidak seperti pembuluh darah, ini mencapai tepi paru-paru. Sebagai edema berlangsung, edema alveolar diamati dalam pola kupu-kupu ditandai dengan dominasi pusat bayangan, dengan zona bening di lobus pinggiran. Dalam tahap awal, ARDS mungkin menyerupai edema paru jantung. Namun, selama 24-48 jam setelah timbulnya takipnea, dyspnea, dan hipoksia, ARDS menjadi lebih luas dan seragam. Karakteristik berguna untuk membedakan edema paru jantung dari NPE, serta dari pneumonia dan eksudat luas lainnya. Jika peningkatan substansial terjadi dalam waktu 24 jam, ini hampir diagnostik edema paru jantung.

Gambar 9. Bilateral alveolar opacities yang berkembang menjadi neurogenic pulmonary edema.

Gambar 10. Non Cardiogenic Edema Pulmonum

Nilai laboratorium mewakili kelainan yang berhubungan dengan proses penyakit yang mendasari, dan tidak ada pola khas untuk identifikasi noncardiogenic edema paru. Pulmonary capillary wedge pressure measurements, yang meningkat pada edema paru kardiogenik, umumnya normal atau mendekati normal pada noncardiogenic paru edema. Dalam salah satu studi, Arif dan rekan menyarankan bahwa tingkat protein serum mungkin berguna untuk membedakan edema paru permeabilitas-induced (noncardiogenic) dari edema paru kardiogenik. Pasien dengan noncardiogenicedema paru tampaknya memiliki hypoproteinemia yang reversibel selama pemulihan8. CT scan jarang digunakan dalam menilai pasien dengan NPE dan ARDS, terutama karena masalah dalam transportasi dan pemantauan orang-orang sakit parah. Selain itu, edema kardiogenik dapat menimbulkan penampilan mirip dengan NPE pada CT scan. CT scan dari NPE digambarkan pada gambar di bawah. Temuan CT scan di NPE mirip dengan ARDS. Resolusi tinggi CT (HRCT) scanning menunjukkan konsolidasi wilayah udara luas, yang mungkin memiliki distribusi yang dominan di daerah paru-paru tergantung. Sebuah pola reticular dengan distribusi anterior mencolok adalah temuan sering tindak lanjut CT scanning selamat ARDS dan yang paling sangat terkait dengan durasi tekanan-dikendalikan, terbalik-rasio ventilasi7.

Gambar 11. CT Scan Axial menunjjukkan edema pulmonary dan interstitial Ultrasonografi, secara umum, ultrasonografi memiliki peran yang terbatas. Echocardiography juga mungkin memainkan peran dalam diferensiasi edema paru kardiogenik dari NPE.2.4.3 Penatalaksanaan Pengobatan sebagian besar mendukung dan bertujuan untuk memastikan adanya ventilasi dan oksigenasi. Tidak ada pengobatan spesifik untuk memperbaiki yang mendasari masalah permeabilitas membran alveolar-kapiler, di luar manajemen penggunaan ventilator dan dukungan perawatan intensif.2.5 Skema

2.6 Diagnosa BandingBeberapa fitur mungkin membedakan CPE dari NCPE. Dalam CPE, sejarah dari suatu peristiwa jantung akut biasanya hadir. Pemeriksaan fisik menunjukkan keadaan aliran rendah, sebuah gallop S3, distensi vena jugularis, dan ronki pada auskultasi. Pasien dengan NCPE memiliki periferal yang hangat, denyut nadi bounding, dan tidak ada gallop S3 atau distensi vena jugularis. Diferensiasi pastinya didasarkan pada pengukuran tekanan kapiler pulmonal (PCWP). PCWP umumnya > 18 mm Hg di CPE dan < 18 mm Hg di NCPE.Kondisi yang perlu dipertimbangkan dalam diagnosis diferensial dari CPE meliputi berikut ini : Iskemia miokard

Pneumotoraks High-altitude pulmonary edema Emboli paru gagal napasDan diagnosis banding dari edema paru, antara lain

Acute Respiratory Distress Syndrome Asma Kardiogenik Syok Penyakit Paru Obstruktif Kronik Emfisema Myocardial Infarction Pneumonia bakteri dan virusBAB IIIKESIMPULAN

3.1 Kesimpulan Edema paru merupakan kondisi yang disebabkan oleh kelebihan cairan di paru-paru. Disebabkan oleh ketidakseimbangan Starling forces, perubahan permeabilitas membrane alveolar-kapiler (ADRS), insufisiensi limfatik, dan penyebab yang tidak dikteahui atau tidak jelas.

Edema paru dibedakan menjadi dua sebab yaitu kardiogenik dan non kardiogenik.

Edema paru terjadi ketika alveoli dipenuhi dengan kelebihan cairan yang merembes keluar dari pembuluh-pembuluh darah dalam paru sebagai gantinya udara.

Diagnosa penunjang untuk edema paru dapat diperoleh dari pemeriksaan fisik, radiography, pemeriksaan laboratorium, pulmonary arteri catheter (Swan Ganz), ekokardiografi. Untuk penatalaksaan pada pasien dengan edema paru disesuaikan dengan gejala yang timbul.

DAFTAR PUSTAKA1. Wilson LM. Penyakit Kardiovaskuler dan Paru-Paru Dalam, Patofisiologi (Konsep Klinis Proses-Proses Penyakit). Edisi Bahasa Indonesia: Alih Bahasa: Anugerah P. Edisi IV. Buku I. Jakarta :EGC.2. Alpert, JS, Ewy GA , (2002). Pulmonary Edema. In : Manual of Cardiovascular Diagnosis and Therapy. Unknown : Lippincott Williams & Wilkins.3. Harrison. 1995. Prinsip-Prinsip Ilmu Penyakit Dalam. Volume 3. Yogyakarta : Penerbit Buku Kedokteran EGC.

4. Reeves CJ, Roux G and Lockhart R, 2001, Keperawatan Medikal Bedah, Buku I, (Penerjemah Joko Setyono), Jakarta : Salemba Medika.5. Amstrong, Peter. 1989. Pembuatan Gambar Diagnostik, Ed. 2. Jakarta : EGC.6. Demirhan A, Yasar Tekelioglu U, Akkaya A, Dagistan E, Suzi Ayhan S, Ozturk S. Magnetic resonance imaging contrast agent related pulmonary edema: a case report. Eur Rev Med Pharmacol Sci. Oct 2012;16 Suppl 4:110-2.7. Goodman LR, Fumagalli R, Tagliabue P, et al. Adult respiratory distress syndrome due to pulmonary and extrapulmonary causes: CT, clinical, and functional correlations. Radiology. Nov 1999;213(2):545-52.8. Arif SK, Verheij J, Groeneveld AB, Raijmakers PG. Hypoproteinemia as a marker of acute respiratory distress syndrome in critically ill patients with pulmonary edema. Intensive Care Med 2002;28:3107.

9. Carpenito, Lynda Juall. 2006. Diagnosis Keperawatan. Jakarta : EGC.10. Malueka, Rusdy G. 2006. Radiologi Diagnostik. Yogyakarta : Pustaka Cendekia Press.

11. Radiology for Education. 2013. Anatomi dan Fisologi Paru, (Online), (http://radiology.web.id/2013/06/anatomi-dan-fisiologi-paru/, diakses 25 Februari 2014).PAGE 22