23
14 BAB II TINJAUAN UMUM TENTANG TALAQ DAN TA’LIQ TALAQ A. Tinjauan Umum Tentang Talaq 1. Pengertian tentang talaq Dalam membicarakan masalah talaq ada 2 pengertian yang perlu di kemukakan yaitu secara bahasa (etimologi) dan talaq secara istilah (termilogi). a. Secara Etimologi Abdurrahman al-Jaziri, mendefinisikan talaq adalah ! "#$ Artinya: Talaq menurut bahasa adalah membuka ikatan, baik ikatan nyata seperti ikatan kuda atau ikatan tawanan ataupun ikatan maknawi seperti nikah “ 1 Sayyid Sabiq mendefinisikan sebagai berikut : %&’ % ($ )*$ +#, - # .’ / 0 1 $ 1* 2 Artinya : “Al-talaq diambil dari kata Itlaq, yaitu melepaskan dan meninggalkan, kamu mengatakan; aku lepaskan tawanan apabila aku lepaskan dan membiarkannya”. Taqiyyudin Abi Bakar mendefinisikan : 1 Abdurrahman al-Jaziri, Fiqh ala Madzahib al-Araba’ah, Juz IV, Baerut Lebanon : Dar al-Kutub al-Ilmiyah, hlm. 284 2 Sayyid Sabiq, Fiqh Sunnah, jilid II, Dar al-Fikr, 1992, hlm. 206.

BAB II 2199071 - library.walisongo.ac.idlibrary.walisongo.ac.id/digilib/files/disk1/30/jtptiain-gdl-s1-2004...Abdurrahman al-Jaziri, mendefinisikan talaq adalah ˘ ˇˆ˙˝˛ ˚ ˜

  • Upload
    others

  • View
    16

  • Download
    0

Embed Size (px)

Citation preview

14

BAB II

TINJAUAN UMUM TENTANG TALAQ DAN TA’LIQ TALAQ

A. Tinjauan Umum Tentang Talaq

1. Pengertian tentang talaq

Dalam membicarakan masalah talaq ada 2 pengertian yang perlu di

kemukakan yaitu secara bahasa (etimologi) dan talaq secara istilah (termilogi).

a. Secara Etimologi

��Abdurrahman al-Jaziri, mendefinisikan talaq adalah

������������������ ������������������������������

��� ��� �!� "#�����$

Artinya: “Talaq menurut bahasa adalah membuka ikatan, baik ikatan nyata seperti ikatan kuda atau ikatan tawanan ataupun ikatan maknawi seperti nikah “1

��Sayyid Sabiq mendefinisikan sebagai berikut :

��������%���� &�'�� %��($�)�� ��*$� +#� ,�-� �#� ���

�.'��/��0����1���������$�1��*�2�

Artinya : “Al-talaq diambil dari kata Itlaq, yaitu melepaskan dan meninggalkan, kamu mengatakan; aku lepaskan tawanan apabila aku lepaskan dan membiarkannya”.

��Taqiyyudin Abi Bakar mendefinisikan :

1 Abdurrahman al-Jaziri, Fiqh ala Madzahib al-Araba’ah, Juz IV, Baerut Lebanon : Dar

al-Kutub al-Ilmiyah, hlm. 284 2 Sayyid Sabiq, Fiqh Sunnah, jilid II, Dar al-Fikr, 1992, hlm. 206.

15

��������2�%��!� 34����*$�� ���� ��� �)� ���� ��� ���

��56�7���8 �9�����#�:�;�*�3�

Artinya� “Talaq menurut bahasa adalah melepaskan ikatan dan

membiarkannya lepaskan, oleh karena itu dikatakan unta yang lepas. Artinya unta yang dibiarkan tergembala kemana saja dikehendaki”.

b. Secara Terminologi

Adapun pengertian talaq secara istilah (terminology) para fuqaha

umumnya berbeda pendapat namun demikian apabila diperhatikan pendapat

Fuqaha tersebut mempunyai kesamaan berikut ini pendapat-pendapat :

��Abdurrahman al-Jaziri

����<��=� ���� ��>�2� �� ��� � �,� .2�=� ���>� ���

? �>@#�A4�

Artinya: “(Talaq) menurut istilah adalah menghilangkan ikatan pernikahan dengan menggunakan kata-kata tertentu.”.

��Sayid Sabiq

��B�C����"�D�42��E�C���=�����F�G����A5�

Artinya: “Talaq menurut syara adalah melepaskan tali perkawinan dan mengakhiri hubungan perkawinan suami istri.”

��Taqiyyudin Abi Bakar

3 Taqiyudin Abi Bakar, Kifayatul Akhyar, Juz II, Semarang: Toha Putra, t.th, hlm. 84 4 Abdurrahman al-Jaziri, Op. Cit. 5 Sayyid Sabiq, Op. Cit.

16

���F�G�(/��8�)�B�<���)����� ��H���@�I��F�G�

���!��'=�

Artinya: “Talaq menurut syara adalah nama untuk melepaskan ikatan dan talaq itu adalah lafad jahiliyyah yang setelah syara datang di tetapkan sebagai kata melepaskan nikah.”6

2. Dasar Hukum Talaq

Disyari’atkan talaq dalam Islam sebagai jalan keluar bagi pasangan

suami istri yang telah memenuhi kebutuhan di dalam membina rumah tangga,

antara lain telah digariskan oleh al-Qur’an, al-Sunnah dan juga Ijma.

a. Dasar al-Qur’an yang menerangkan tentang talaq diantaranya sebagai

berikut :

���J�K@L!�$L��M��L�N�KOK=�PQ!K�N�L9�N�L��MR�S�N"LTK=�P&�L�N#KOL��K��L9U�L#�S��U�

����L(�S�S���LT�K�S!�$� �L��LVL!�N�L��$�W�XN�L6�U+S)�STS'N�L9Y��UTK#��S3S-N5L9�N�L��NIS�L

�.U�Z[��H�\]]̂_�

Artinya: “Talaq (yang dapat dirujukan) dua kali, setelah itu boleh rujuk lagi dengan cara yang ma’ruf atau menceraikan dengan cara yang baik, tidak halal bagi kamu mengambil kembali sesuatu dari yang telah kamu berikan kepada mereka, kecuali kalau keduanya khawatir tidak akan dapat menjalankan hukum Allah.7

b. Dasar al-Hadist

6 Taqiyudin Abi Bakar, Op. Cit. 7 Hasbi ash-shaddiqy, et al., Al-Qur’an dan Terjemahnya, Semarang: CV. Toha Putra,

Revisi Terjemah, 1989, t.th,hlm. 55

17

���������`��+=�R�"#�+ ���-�+=��T@#�� a���H �+=���b�� � a��

�.�� � c�:�`� �H � + � �T �+=� + /�a(�+=�d/�@#�+

%���I����\�����8�"9�c�:�%�@�e �=�Z(�(��=�0�/_

Artinya: “di ceritakan (hadist) dari kasir Ibn Ubaid dari Muhammad Ibn Khalid dari Muhammad’aarif Ibn Wasit dari Maharib Ibn dashar dari Ibn Umar dari Nabi Saw bersabda : “ suatu perbuatan yang halal, tetapi dibenci Allah SWT adalah Talaq.” (H.R. Abi Dawud).8

c. Dasar Ijma

Talaq merupakan sesuatu yang sudah sejak dahulu kala sebelum

Nabi Muhammad Saw di utus untuk menyampaikan risalahnya, di tetapkan,

diperbaiki dan di sempurnakan talaq ini 9, dan sampai sekarang talaq masih

tetap di akui eksistensinya bahkan tak ada seorang pun yang mengingkari

eksistensinya.

d. Dasar Logika.

Di dalam kehidupan rumah tangga tidak selamanya dan tak mesti

membawa kebahagiaan dan ketentraman, sering terjadi hal ataupun peristiwa

yang menyebabkan percekcokan dan pertengkaran antara suami-istri yang

berkonsekuensi timbulnya kesengsaraan, ketidakbahagian dan untuk

mengurangi atau menyelesaikan masalah kehidupan rumah tangga yang tidak

8 Abi Dawud, Sunan Abi Dawud, Hadist No. 2178, Beirut –Libanon : Dar-al-Fikr, t.th,

hlm.120 9 Taqiyyudin ad-Dimasqi, Loc. Cit.

18

dapat lagi diselesaikan dengan jalan damai maka wajarlah jika Islam sebagai

agama rahmatan lil alamin mensyari’atkan talaq.10

3. Macam-macam Talaq

Perceraian itu bisa dilakukan dengan berbagai cara dan mempunyai

beberapa dimensi, sehingga dalam mengadakan klasifikasi perceraian,

pembagiannya tergantung kepada berbagai segi peninjauan. Secara garis

besarnya, pembagian tersebut terdiri dari beberapa sudut pandang yang

diantaranya ada yang membagi perceraian itu dari segi orang yang berwenang

menjatuhkan atau memutuskan perceraian, ada yang dari sesuai atau tidaknya

dengan sunnah Nabi, dari segi hak bekas suami untuk merujuk kepada bekas

isteri setelah terjadi perceraian dan ada pula yang melihatnya dari segi waktu

jatuhnya talaq setelah diucapkan talaq.11

Ditinjau dari segi orang yang berwenang menjatuhkan atau

memutuskan perceraian, maka perceraian itu dibagi kepada :

1. Yang dijatuhkan oleh suami, dinamakan talaq

2. Yang diputuskan atau ditetapkan oleh hakim

3. Yang putus dengan sendirinya, seperti karena salah seorang dari suami atau

istri meninggal dunia.12.

10 Sulaiman Rasyid, Fiqh Islam (Hukum Fiqh Lengkap), Bandung: Sinar Baru, 1998,

Cet ke-23, hlm. 296. 11 Kamal Mukhtar, Asas-asas Hukum Islam Tentang prekawinan, Jakarta: Bulan

Bintang, Cet ke-3, 1993, hlm. 159 12 Ibid.

19

Apalagi ditinjau dari segi sesuai atau tidaknya dengan ketentuan

agama, maka dalam hal ini talaq dibagi menjadi 3 macam, yaitu :

1. Talaq Sunni yaitu talaq yang sesuai dengan ketentuan agama atau yang

sesuai dengan diajarkan Rasulullah Saw, yaitu apabila seorang suami

menjatuhkan talaq terhadap istrinya yang sudah pernah dicampurinya

dengan sekali talaq dalam keadaan suci dan tidak mencampurinya pada

waktu suci tersebut. Hal ini didasarkan pada firman Allah SWT:

������[U�ffK"N��ffS>N�L�L��U+K4K9U�ffK"K�U+S)�ffS�g�L�L��LD�ffL�g �SIS'ffN�U�L*�L,Kh�J�ffKHU ��ffL4J!L���ffL!�

Z���i_�

Artinya: Hai Nabi, apabila kamu akan menceraikan istri-istrimu maka hendaklah kamu ceraikan pada waktu mereka (menghadapi) iddahnya yang wajar dan hitunglah iddahnya itu………….(Q.S. At-talaq: 1)13

2. Talaq Bid’i yaitu talaq yang tidak sesuai dengan syara, yaitu seperti

mentalaq tiga kali dengan sekali ucapan atau mentalaq tiga kali secara

terpisah “dalam satu tempat, misalnya denhgan menyatakan kepada

istrinya: “engkau saya talaq, engkau saya talaq, engkau saya talaq, ”atau

mentalaq istrinya pada saat istri sedang haid atau nifas atau di waktu suci

tetapi setelah dicampuri.14 Didalam KHI disebutkan bahwa talaq bid’i

adalah talaq yang dilarang yaitu talaq yang dijatuhkan pada istri dalam

13 Departemen Agama RI, Al-Qur’an dan Terjemahnya, Jakarta: Proyek Pengadaan

Kitab Suci al-Qur’an, 1982, hlm.58 14 Sayid Sabiq, Op. Cit., hlm. 45

20

keadaan haid, atau istri dalam suci, tetapi sudah dicampuri pada waktu

suci itu.15

3. Talaq tidak Sunni dan tidak Bid’i yaitu talaq anak perempuan yang sudah

putus asa untuk mendapatkan haid, talaq wanita yang menjadi jelas

kehamilannya.16

Bila ditinjau dari redaksi (lafadz) atau kata-kata yang digunakan

untuk menjatuhkan talaq, maka talaq ini terbagi dalam :

1. Talaq Sarih, yaitu talaq yang apabila seseorang menjatuhkan talaq kepada

istrinya dengan menggunakan kata-kata “at-talaq” (���f�) atau “al-firaq” (

��ff�) atau “as-sarah”(��ff�). Dengan menggunakan kata-kata tersebut

seseorang yang mentalaq istrinya maka jatuhlah talaq tersebut walaupun

tanpa niat.

2. Talaq Kinayah, yaitu talaq yang dilakukan seseorang dengan

menggunakan lafadz selain lafadz at-talaq, al-firaq, atau as-sirah. Sunni

menjatuhkan talaqnya dengan menggunakan kata-kata sindiran atau

samaran. Talaq semacam ini baru jatuh apabila disertai dengan nilai bahwa

perbuatan itu ucapan talaq.17

Ditinjau dari cara menyampaikan talaq, maka talaq ini terbagi

dalam:

15 H. Abdurrahman, Kompilasi Hukum Islam, Jakarta: Akademika Presindo, 1992, hlm.

142 16 Hafidz Abdullah, Kunci Fiqh Safi’i., Cet I, Semarang: As-Syifa, 1992, hlm. 246 17 Taqiyyudin ad-Dimasqi, Op. Cit., hlm. 84-86

21

1. Talaq dengan ucapan, yaitu talaq yang disampaikan oleh suami dengan

ucapan lisan. Dihadapan isterinya mendengar secara langsung ucapan

suaminya itu.

2. Talaq dengan tulisan , yaitu talaq yang disampaikan oleh suami secara

tertulis, lalu disampaikan kepada isterinya, kemudian isterinya tersebut

membacanya serta memahami maksud isterinya.

3. Talaq dengan isyarat, yaitu talaq yang dilakukan dalam bentuk isyarat

suami yang tunawicara.

4. Talaq dengan utusan, yaitu talaq yang disampaikan melalui perantaraan

orang lain sebagai utusan darinya untuk menyampaikan maksud mentalaq

isterinya tersebut.18

Ditinjau dari segi boleh dan tidaknya suami rujuk dengan istrinya,

ulama fiqh membagi talaq menjadi dua, yaitu talaq raj’i dan talaq ba’in :

1. Talaq Raj’i adalah talaq satu atau dua yang dijatuhkan suami pada istrinya

yang telah diganti tanpa ganti rugi. Dalam keadaan ini, suami berhak rujuk

dengan isterinya baik disetujui oleh bekas isterinya maupun tidak disetujui

tanpa akad dan mahar baru selama rujuk itu dilakukan dalam masa iddah.

Hal ini sejalan dengan firman Allah SWT, dalam surat al-Baqarah ayat

229, yaitu :

18 Djama’an Nur, Fiqh Munakahat, Cet ke-I, Semarang: Dimas, 1993, hlm. 141

22

�������������� ��������������� ��������� ����������������������� !"#��$�%&!"��]]̂'�

Artinya: “Talaq (yang dapat dirujuk) dua kali, setelah itu boleh rujuk lagi, dengan cara yang ma’ruf atau menceraikan denagan cara yang baik….(Q.S.Al-baqarah:229)

2. Talaq Ba’in adalah talaq yang dijatuhkan suami pada istrinya melalui akad

dan mahar baru. Ulama fiqh membagi talaq bain menjadi dua , yaitu talaq

ba’in sughra dan talaq ba’in kubra :

a. Talaq Ba’in Sughra adalah talaq raj’i yang telah habis masa iddahnya,

yang termasuk talaq ba’in sughra adalah:

• Talaq yang dijatuhkan oleh suami kepada isterinya yang belum

pernah dicampuri atau diantara keduanya belum pernah dukhul

• Talaq dengan tebusan (khuluk), yaitu perceraian yang diminta oleh

isteri kepada suaminya baik dengan jalan tebusan dari pihak isteri

kepada suami baik dengan jalan tebusan dari pihak isteri kepada

suami baik dengan jalan memberikan sejumlah uang atau harta yang

disetujui bersama atau dengan mengembalikan mas kawin.

Dalam hal talaq seperti tersebut di atas, suami tidak boleh kembali

begitu saja kepada isterinya, akan tetapi harus dengan akad nikah dan mahar

baru.

b. Talaq Bain Kubra, adalah talaq yang dijatuhkan suami untuk

ketigakalinya. Dalam keadaan ini, suami tidak boleh rujuk dengan

isterinya itu sampai ia kawin dengan laki-laki lain dan telah di kumpuli,

kemudia bercerai atau meninggal dunia dan telah habis masa

23

iddahnya.19 Hal ini sebagaimana dijelaskan dalam firman Allah SWT

dalam Surat Al-Baqarah: 230, sebagai berikut :

�S.L�J�K@L9��L���L4L�U�L*�N�KOL�S0L�N�Lj�W�BN�Lk�LQK�N L9�8U'L��S�N"L=�N+K#Z�[��H�\lm_�

Artinya: “kemudian jika si suami mentalaqnya sesudah yang kedua, maka perempuan itu tidak halal lagi baginya hingga dia kawin dengan suami yang lain…….”(QS. Al-Baqarah : 230)20

Seperti dijelaskan di atas, ditinjau dari segi ; apakah talaq itu telah

jatuh di saat suami selesai mengucapkan sighat talaq, maka talaq itu dibagi:

1. Talaq Munjiz ialah talaq yang telah jatuh disaat suami selesai

mengucapkan sighat talaq, seperti perkataan suami kepada isterinya “aku

jatuhkan talaqku satu kali kepadamu“. Talaq tersebut jatuh di saat suami

selesai mengucapkan sighat talaq.

2. Talaq Mu’allaq ialah talaq yang jatuh apabila telah ada syarat yang

disebutkan suami dalam sighat akad yang telah diucapkannya dahulu atau

syarat yang ditetapkan kemudian setelah akad nikah. Syarat tersebut

terbagi menjadi dua yaitu :

a. Yang berhubungan dengan tindakan atau peristiwa. Seperti suami

berkata kepada isterinya “apabila engkau masih menemui laki-laki A,

maka disaat engkau bertemu itu jatuhlah talaqku satu kali di atasmu”.

Sighat talaq yang seperti ini adalah sah, dan talaq suami jatuh kepada

isterinya apabila syarat yang dimaksud telah ada, yaitu si isteri telah

menemui laki-laki A.

19 Abdul Aziz Dahlan, Ensiklopedi Hukum Islam, Jakarta: PT. Ikhtiar Baru Van Hoeve,

1996, hlm. 1784-1785

24

b. Yang berhubungan dengan datangnya masa yang akan datang. Seperti

suami berkata kepada isterinya: “Talaqku jatuh atasmu pada bulan

Muharram yang akan datang.”21

Jumhur Ulama Fiqh berpendapat bahwa talaq yang dikaitkan

dengan datang masa yang akan datang ini jatuh apabila waktu yang

dikemukakan dalam ucapan talaq itu telah datang. Akan tetapi, ulama

madzhab az-Zahiri dan Syiah Imamiyah menyatakan bahwa talaq yang

dikaitkan dengan masa yang akan datang tidak ada dasarnya dalam al-Qur’an

maupun hadits. Oleh karena itu, mereka berpendapat bahwa talaq seperti ini

jatuh meskipun waktu yang dikemukakan dalam ucapan suami tersebut telah

masuk.22

Dari pada itu ada beberapa syarat yang harus ada untuk

menentukan jatuhnya talaq muallaq:

1. Maksud suami mengucapkan perkataan tersebut ialah dengan niat untuk

menyatakan kehendaknya menjatuhkan talaq kepada isterinya. Apabila

maksud suami mengucapkan perkataan tersebut bukan untuk menjatuhkan

talaq kepada isterinya, tetapi hanya sebagai sumpah atau untuk

menguatkan ucapannya saja, maka sighat itu tidak sah dan talaq tidak

jatuh. Dan sumpah itu dapat dilanggar dengan membayar kafarat sumpah.

20 Depag RI, Op, Cit. 21 Kamal Mukhtar, Op. Cit., hlm.169 22 Abdul Aziz Dahlan, Op.Cit. hlm. 1781

25

2. Peristiwa tindakan atau masa yang disyaratkan itu mungkin terjadi atau

mungkin ada atau mungkin akan datang. Apabila peristiwa tindakan atau

masa itu tidak mungkin terjadiatau tidak mungkin ada tahu mustahil akan

datang, maka sighat tersebut adalah talaq yang batal, seperti suami

mengatakan kepada isterinya: ”Apabila kuda telah bertanduk maka

jatuhlah talaqku satu kali kepadamu”.23

B. Tinjauan tentang Ta’liq Talaq

a. Pengertian Ta’liq Talaq

Pengertian ta’liq talaq menurut bahasa adalah “penggantungan

talaq”24. Talaq dalam bahasa Arab berarti “syarat atau janji”.25 Sedangkan

menurut istilah fiqh mengartikan ta’liq talaq sebagai talaq yang diucapkan

dikaitkan dengan waktu tertentu sebagai syarat yang dijatuhkannya talaq.

Misalnya ucapan ta’liq talaq yang dikaitkan dengan waktu yang akan datang.

Seorang suami berkata kepada isterinya: “engkau besok tertalaq atau engkau

tertalaq pada akhir tahun; dalam hal ini talaqnya akan berlaku besok pagi atau

pada akhir tahun, selagi perempuannya masih dalam kekuasaannya ketika

waktu yang telah tiba yang menjadi syarat bergantungnya talaq.26

Sedangkan menurut Drs. Sudarsono, S.H dalam buku pokok-pokok

hukum Islam menyebutkan bahwa ta’liq talaq adalah suatu talaq yang

23 Kamal Mukhtar, Op.Cit. hlm. 170 24 Kamal Mukhtar, Op. Cit., hlm. 227 25 Hisako Nakamura, Perceraian Orang Jawa; Studi Tentang Perkawinan di Kalangan

Orang Islam Jawa, Terj. H. Zaeni Ashmad Hoeh, Yogyakarta: Gajah Mada Universytas Press, 1991, hlm.37

26 Sayyid Sabiq, Fiqh Sunnah, Bandung: PT. Al-Ma’arif, t.th, hlm. 41

26

digantungkan terjadinya peristiwa tertentu sesuai dengan perjanjian yang telah

dibuat sebelumnya antara suami, isteri.27

Menurut Sayuti Thalib, ta’liq talaq adalah suatu talaq yang

digantungkan jatuhnya kepada suatu hal yang telah diperjanjikan itu dan jika

hal atau syarat yang telah diperjanjikan itu dilanggar oleh suami, maka

terbukalah kesempatan mengambil inisiatif untuk talaq oleh isteri, kalau ia

menghendaki demikian itu.28

Sedangkan menurut Kompilasi hukum Islam (KHI) pasal. 1 poin e

menyebutkan, bahwa ta’liq talaq adalah perjanjian yang diucapkan calon

mempelai pria setelah akad nikah yang dicantumkan dalam akta nikah berupa

janji talaq yang digantungkan kepada suatu keadaan tertentu yang mungkin

terjadi dimasa yang akan datang.29

Dari beberapa pengertian tersebut di atas, maka dapat dirumuskan,

bahwa ta’liq talaq adalah semacam ikrar talaq atau janji talaq oleh suami

kepada isterinya dengan menggantungkan atau mengaitkan syarat-syarat

tertentu, dan ternyata di kemudian hari syarat tersebut terpenuhi atau

dilanggar, maka jatuhlah talaqnya.

27 Sudarsono, Pokok-pokok Hukum Islam, Jakarta: Rineka Cipta, Cet.1, 1992, hlm. 251 28 Sayuti Thalib, Hukum Kekeluargaan Indonesia, Jakarta: yayasan Penerbit VI, 1974,

hlm. 119 29 H. Abdurrahman, Op. Cit., hlm.113

27

Jadi dalam masalah ta’liq talaq ini, maka talaq tidak berlaku mulai

saat diucapkannya, sampai terpenuhinya persyaratan yang telah ditetapkan

sebelumnya.30

b. Dasar Hukum Ta’liq Talaq

Menurut beberapa ulama dalil naqli bagi ta’liq talaq adalah surat

an-Nisa :128, sebagai berikut :

��LTK4�L�L �L��L SB��L��W�nL�N Kh�N�L��Wk�SGS2��L4K�N"L=�N+K#�N1L��L-�P[L�L�N#�K�KhL���UQJG�SoS�N2L5N�KpL�KqN�S�L��P�N�L-�SQN�J>L��W�@N�S̀��LTS4L N�L=��L@K�N>S!�N�L�

�L���S�U'L9L���S K�N@S9�N�KhL��W��KHL-�L��S�LTN"L9��LTK=�L��L��L.U��U�KO) D�� \i]r_ Artinya”Jika seorang perempuan melihat kesalahan suaminya atau telah berpaling hatinya, maka tiada berdosa keduannya mengadakan perdamaian antara keduanya, berdamai itulah terlebih baik (dari pada bercerai), (memang) manusia itu berperangai amat kikir, jika kamu berbuat baik (kepada isterimu). Dan bertaqwa sungguh Allah maha mengetahui apa yang kamu

kerjakan.” ( Q.S : An-Nisa : 128)31

Juga didasarkan kepada firman Allah SWT dalam surat Al-Maidah

ayat 1, yaitu:

)�K(�S�S"N�K=��S�N�L���S L#Y�L+!K3U��L4J!L��LZ[�s�T�\i_�

Artinya : ”�Hai orang-orang yang beriman, penuhilah akad-akad itu….(Q.S. Al-Maidah : 1)32

Berdasarkan dalil naqli tersebut di atas jelaslah bahwa

perjanjian/pernyataan ta’liq talaq seyogyanya dilakukan setelah adanya nusyuz

bagi isteri. Maksudnya pernyataan/perjanjian ta’liq talaq tidak diucapkan ijab-

30 Hisako Nakamura, Op. Cit. 31 Depag RI, Op.Cit. 32 Ibid.

28

qabul pada waktu berlangsungnya akad nikah. Yang dimaksud dengan nusyuz

ialah meninggalkan kewajiban bersuami-isteri, nusyuz dari pihak isteri

misalnya meninggalkan rumah tangga seizin suami. Dalam arti luas nusyuz

adalah suami atau isteri yang meninggalkan kewajiban bersuami isteri, yang

membawa kesenggangan hubungan diantara keduanya.33

Sedangkan ta’liq talaq dalam Undang-undang Indonesia telah

berubah maksudnya dan tidak sama tujuannya dengan tujuan semula dan tak

sama pengertiannya dengan pengertian ta’liq talaq yang terdapat dalam kitab

fiqh pada umumnya.

Dalam Undang-undang Indonesia ta’liq talaq merupakan semacam

ikrar suami terhadap isteri yang dinyatakan setelah terjadinya akad nikah.

Pernyataan ikrar dari suami dalam melakukan kehidupan suami isteri nanti,

bukan sebagai peringatan atau pengajaran dari suami terhadap isterinya yang

nusyuz. Ta’liq talaq menurut Undang-undang Indonesia diucapkan oleh suami

berdasarkan kehendak dari isteri atau anjuran dari P3NTR atau Pegawai

Pencatat Nikah. Di samping itu ta’liq talaq menurut hukum Indonesia

disyaratkan adanya ‘iwadl yang harus dibayar oleh pihak isteri kepada

Pengadilan Agama.34

Sedangkan di Indonesia landasan hukum yang dipergunakan untuk

diadakanya ta’liq talaq, diantaranya adalah sebagai berikut :

33 Sudarsono, Op. Cit., hlm. 252 34 Kamal Muhkatr, Op. Cit., hlm. 227

29

1. Adanya Stb. 1882 No. 152 tentang Pembentukan Raad Agama.35

2. Peraturan Menteri Agama tanggal 23 Juni 1955 No. 1 / 1955.36

3. Peraturan Menteri Agama No. 4 Tahun 1975.

4. Peraturan Menteri Agama No. 2 tahun 1990.

Hal ini dikuatkan pula oleh lahirnya Kompilasi Hukum Islam

(KHI) di Indonesia sebagai suatu Instruksi Presiden No. 1 Tahun 1991, di

mana di dalamnya diatur mengenai perjanjian ta’liq talaq yang terdapat dalam

pasal 45 dan 46, sebagai berikut :

1. Pasal 45, yang terdiri dari:

Kedua calon mempelai dapat mengadakan perjanjian perkawinan dalam

bentuk:

a. Ta’liq talaq, dan

b. Perjanjian lain yang tidak bertentangan dengan hukum Islam.

2. Pasal 46, yang berisi:

a. Isi ta’liq talaq tidak boleh bertentangan dengan hukum Islam

b. Apabila keadaan yang disyaratkan dalam ta’liq talaq betul-betul

terjadi kemudian, tidak dengan sendirinya talaq jatuh. Supaya talaq

sungguh-sungguh jatuh, isteri harus mengajukannya ke Pengadilan

Agama.

35 R. Winjono Projodikoro, Hukum Perkawian di Indonesia, Bandung: Sumur, 1981,

hlm. 25 36 K.H. Hasbullah Bakry, Kumpulan Lengkap Undang-undang Peraturan perkawinan di

Indonesia, Jakarta: Djambatan, 1985, hlm. 245

30

c. Perjanjian ta’liq talaq bukan perjanjian yang wajib diadakan pada

setiap perkawinan, akan tetapi sekali ta’liq talaq sudah

diperjanjikan tidak dapat dicabut.37

Kemudian didalam KHI juga diatur mengenai ta’liq talaq yang

subtansinya adalah sebagai alasan perceraian, yaitu dalam pasal. 116 poin 7

bahwa salah satu alasan perceraian adalah suami melanggar ta’liq talaq.38

c. Macam-Macam Ta’liq Talaq

Perjanjian yang mengikat biasanya mencakup segala yang

mengikat, dan ta’liq talaq adalah termasuk yang mengikat.39 Para ulama fiqh

membagi taklik talaq menjadi dua macam, yaitu :

1. Ta’liq Qasamy, yaitu ta’liq yang berisi janji atau sumpah karena

ta’liq tersebut mengandung pengertian melakukan pekerjaan atau

meninggalkan suatu perbuatan atau menguatkan suatu kabar.

Seperti ucapan suami terhadap isterinya; “jika aku keluar rumah

maka engkau tertalaq”. Dalam hal ini maksudnya suami melarang

isterinya keluar ketika suami keluar, bukan di maksudkan untuk

menjatuhkan talaq.

2. Ta’liq Syarthi yaitu ta’liq yang dimaksudkan menjatuhkan talaq

apabila terjadi sesuatu peristiwa yang menjadi syarat. Seperti

ucapan seseorang suami kepada isterinya: “jika engkau

37 H. Abdurrahman, Op. Cit., hlm. 123-124 38 Ibid, hlm. 141 39 Asy. Syaikh Muhammad Mahmud syalthut dan Asy Syaikh Muhammad Ali Asy-

Syais, Muqaranah al-Mazahib fi al-Fiqh, t.tp. 1953, hlm. 108

31

membebaskan aku dari membayar sisa maharmu, maka engkau

tertalaq”.40

d. Syarat Ta’liq Talaq ( Mu’allaq )

Jumhur Ulama Fiqh mengemukakan tiga syarat bagi berlakuknya

ta’liq talaq yaitu :

1. Syarat tersebut adalah sesuatu yang belum ada, belum terjadi dan mungkin

terjadi.

Misalnya, ucapan suami pada isterinya “jika kamu keluar negeritanpa

seizin saya, maka talaqmu jatuh “. artinya keluar negeri sesuatu yang

belum terjadi, tetapi mungkin terjadi. Apabila syarat keluar negeri ini

benar-benar terjadi, maka talaq al-Muallaq (la’liq talaq) jatuh dengan

sndirinya. Talaq al-Muallaq (Ta’liq talaq) dapat berubah menjadi talaq al-

munjiz apabila lafal tersebut di ucapkan. Misalnya, suami mengucapkan

“jika saat ini hari siang, maka talaqmu jatuh, ‘maksudnya, apabila lafal

talaq al-Muallaq 9ta’liq talaq) ini diucapkan suami dalam ruangan tertutup,

kemudian ketika ia keluar dari ruangan tersebut ternyata keadaan memang

siang hari, maka hukum talaq ini berubah menjadi talaq al-Munjiz.

Apabila syarat talaq al-Muallaq (ta’liq talaq) itu sesuatu yang mustahil,

maka syarat tersebut tidak sah. Misalnya, suami mengucapkan “jika

engkau seperti ini tidak mungkin terjadi karena manusia tidak mungkin

40 Sayid Sabiq, Op. Cit.

32

terbang dengan kedua tangannya saja. Oleh karena itu, lafal al-Muallaq

seperti ini tidak sah dan talaqnya pun tidak jatuh.41

2. Ketika lafal ta’liq talaq diucapkan suami, wanita tersebut masih berstatus

isteri atau masih dalam masa iddah.

3. Ketika syarat yang dikemukakan dalam lafal ta’liq talaq itu terpenuhi,

wanita tersebut masih berstatus isteri atau masih dalam masa iddahnya.42

Untuk syarat yang kedua dan ketiga, seorang isteri yang dita’liqkan

talaqnya harus dalam keadaan dapat dijatuhi talaq, baik ketika ikrar talaq

diucapkan maupun ketika perkara yang dita’liqkan itu terjadi. Dalam keadaan

yang dapat dijatuhi talaq disini maksudnya isteri tersebut masih dalam keadaan

sebagaimana keadaan perempuan yang dapat ditalaq.

Adapun keadaan itu adalah:

��Berada dalam ikatan suami-isteri secara sah

��Bila berada dalam iddah talaq raj’i atau iddah talaq ba’in sughra, sebab

dalam keadaan –keadaan seperti ini secara hukum ikatan suami isteri

masih berlaku sampai habisnya masa iddah.

��Jika perempuan berada dalam pisah badan karena dianggap sebagai talaq,

seperti pisah badan karena suami tidak mau jadi Islam, bila isterinya

masuk Islam, atau karena ila’. Pisah badan dalam keadaan seperti ini

dianggap talaq oleh golongan Hanafi.

��Jika perempuan dalam iddah, karena pisah badan yang dianggap sebagai

fasakh, tetapi pada dasarnya akadnya tidak batal, seperti karena isteri

41 Abdul Aziz Dahlan, Op. Cit., hlm. 1781

33

murtad. Fasakh dalam hal seperti ini terjadi karena adanya halangan yang

membatalkan kelangsungan ikatan perkawinan, bila kemurtadannya benar-

benar terbukti.43

Para Ulama telah ijma bahwa seseorang yang menjatuhkan talaq

kepada wanita yang bukan isterinya adalah lagha, artinya tidak memberi bekas

apa-apa.44 Jadi apabila mentali’liqkan talaq terhadap perempuan yang tidak

berada dalam ikatan perkawinannya, maka talaqnya tidak sah dan dianggap

tidak berguna.

e. Talaq Yang Dikaitkan Dengan Waktu Yang Akan Datang.

Talaq yang disandarkan dengan waktu yang akan datang dalam

istilah ahli fiqh disebut talaq Mudaf, yang berarti bahwa sesuatu yang

bersamaan dengan masa / waktu yang dijadikan permulaan untuk jatuhnya

talaq dan akibat setelahnya, pada umumnya waktu yang dipakai adalah akan

datang. Seperti ucapan suami kepada isterinya ; “kamu adalah wanita yang saya

talaq besok atau ketika kepulangan fulan dari perginya.”45

Dalam kitab Fiqh Sunah, Sayyid Sabiq juga mengatakan bahwa

maksud dari ucapan ta’liq talaq yang dikaitkan dengan waktu yang akan datang

adalah talaq yang diucapkan dikaitkan dengan waktu tertentu sebagai syarat

dijatuhkannya talaq, di mana talaq itu jatuh jika waktu yang dimaksud telah

datang. Seperti ucapan suami kepada isterinya: “engkau besok tertalaq atau

42 Ibid. 43 Sayid Sabiq, Fikih Sunnah, Jilid 8, Bandung : PT. Al-Ma’arif, cet-20, t.th,hlm. 23-24 44 Mahmud Syalthut, Op.Cit., hlm.104 45 Hasbillah, Al-Furqatu Baina al-Zaujaini, Beirut: Daar al-Fikr al-Araby, t.th, hlm.48

34

engkau tertalaq pada akhir tahun; dalam hal ini talaqnya akan berlaku besok

pagi atau pada akhir tahun, selagi perempuannya masih dalam kekuasaanya

ketika waktu yang telah tiba menjadi syarat bergantungnya talaq.46

Sedangkan dalam buku Hukum Perkawinan Islam menyebutkan

talaq yang ditakliqkan dengan waktu tertentu akan gugur talaq itu pada

permulaan waktu yang disebut itu, kalau ditentukan pada permulaan waktu

yang disebut itu. Kalau ditentukan ta’liq pada akhir suatu waktu maka talaq

akan pada saat-saat terakhir yang ditakliqkan itu.

Talaq tidak dapat berlaku surut; kalau suami mengatakan kepada

isterinya: ”engkau aku talaq kemarin”, namun jatuh talaqnya pada waktu

diucapkan itu.47

Menurut Dr. Ahmad Al-Ghondur, talaq yang disandarkan pada

waktu adalah sesuatu atau talaq yang dijatuhnya disandarkan pada waktu yang

telah lewat/akan datang dengan maksud menjatuhkan talaq.48

Dari beberapa pengertian di atas, maka dapat diuraikan, bahwa

talaq yang disandarkan/berhubungan dengan waktu adalah talaq yang

dita’liqkan dengan waktu, baik waktu yang akan datang/telah lewat, sebagai

syarat dijatuhkannya talaq.

46 Sayyid Sabiq, Al-Fiqh As-Sunnah, Terjemah Moh. Thalib, Fiqh Sunnah, Bandung:

PT. Ma’arif, cet-14, hlm. 41-42 47 Dr. Peunoh Daly, Hukum Perkawinan Islam (Suatu Studi Perbandingan dalam

Kalangan Ahlu Sunnah dan Negara Islam), Jakarta: Bulan Bintang , 1988, hlm. 90-91 48 Ahmad Al-Ghoundur, At-Talaq fi al-Syariah al-Islamiyah wa al-Qanun, Mesir: Dar

al Ma’arif, cet. I, 1967, hlm. 198

35

Dalam hal ini ada beberapa pendapat tentang hukum penjatuhan

talaq itu sendiri, ada yang mengesahkan dan ada yang tidak mengesahkan.

Para Imam empat (Hanafi, Maliki, asy-Syafi’i, dan Ahmad bin

Hambal) sependapat, apabila seseorang menta’liqkan talaq yang berada dalam

wewenangnya dan memenuhi persyaratan menurut mereka masing-masing,

tal’liq itu adalah sah, baik ta’liq itu berupa sumpah maupun berupa syarat

(tiadakan atau peristiwa/dikaitkan dengan waktu yang akan datang).

Kebanyakan Ulama juga berpendapat demikian.

Akan tetapi, Abu Muhammad Ibn Hazmi Bin Yahya Bin Aziz dari

Imam Asy-Syafi’i berpendapat bahwa ta’liq itu tidak sah, bahkan seluruhnya

adalah laqha atau sia-sia. Alasan beliau yang menyatakan bahwa talaq yang

dikaitkan dengan masa yang kan datang tidak ada dasarnya dalam al-Qur’an

maupun Hadits.

Sebagaimana firman Allah dalam Q.S. At-Thalaq: 1

S.L�N�L2�LIL�Lt�N�L�L��K.U��L(�S�S��U�L"L'L!�N+L#L��Z����\i_�

Artrinya: “……..Dan barang siapa melanggar hukum Allah maka sesungguhnya ia menganiaya diri sendiri…….” (Q.S. At-Thalaq : 1)49

Menurut Ibnu Taimiyah bahwa apabila ta’liq itu merupakan

sumpah yang dimaksudkan untuk menolong atau mencegah perbuatan itu,

talaq itu tidak jatuh, tetapi orang tersebut wajib membayar kafarat sumpah jika

ia melanggar sumpahnya. Akan tetapi, jika ta’liq itu merupakan syarat yang

49 Depag RI., Op. Cit.

36

dimaksudkan untuk terjadinya talaq ketika terjadinya sesuatu yang

disyaratkan, talaq itu jatuh.50

Jumhur Ulama (ulama madzhab) berpendapat, bahwa apabila

seseorang menta’likkan talaqnya dalam wewenangnya dan telah terpenuhi

syarat-syaratnya sesuai dengan yang dikehendaki oleh mereka masing-masing,

maka talaq itu dianggap sah untuk semua bentuk ta’liq, baik ta’liq yang

berupa sumpah ataupun yng mengandung syarat, karena orang yang

menta’liqkan talaq itu tidak menjatuhkan talaqnya pada saat orang itu

mengucapkannya, akan tetapi orang itu menggantungkan talaqnya kepada

yang telah terpenuhinnya syarat yang terkandung (disebutkan) dalam

ucapannya itu. 51

Dengan demikian, maka talaq yang disandarkan dengan sesuatu

syarat (waktu yang akan datang) menurut jumhur Ulama, talaq seperti itu

adalah sah, akan tetapi lain halnya dengan pendapat Ibn Hazm yang tidak

mengesahkan adanya talaq yang disandarkan, bahkan di Indonesia talaq

tersebut jatuh, kecuali jika isteri menjatuhkannya kepada Pengadilan Agama.

50 Mahmud Syalthut, Op. Cit. 51 Ibid.