Upload
haliem
View
217
Download
0
Embed Size (px)
Citation preview
11
BAB II
LANDASAN TEORI
A. Hasil Penelitian Sebelumnya
Sebagai referensi, penulis mengambil beberapa referensi dari penelitian
sebelumnya yang menjadi acuan dalam penyusunan skripsi ini. Penelitian
sebelumnya tersebut adalah :
1. “Pengaruh Pajak dan Retribusi Daerah Terhadap Belanja Modal pada
Dinas Pendapatan, Pengelolaan Keuangan dan Aset (DPPKA) Daerah
Istimewa Yogyakarta Tahun 2009 – 2013” yang dilakukan oleh (Renidia
Dewanti Putri Priwikasari tahun 2014).
Hasil penelitian menunjukkan bahwa: Pajak Daerah berpengaruh
positif terhadap belanja modal. Sedangkan Retribusi Daerah tidak
berpengaruh terhadap belanja modal. Tingkat pencapaian realisasi Pajak
Daerah, Retribusi Daerah, dan Belanja Modal tahun 2009-2013 dalam
setiap tahun anggaran realisasi Pajak Daerah dan Belanja Modal melebihi
target, sedangkan untuk anggaran realisasi Retribusi Daerah untuk item-
item tertentu melebihi target, ada beberapa yang tidak.
2. “Pengaruh Penerimaan Pajak Daerah, Retribusi Daerah dan Dana Bagi
Hasil (DBH) terhadap Belanja Modal di Kabupaten/Kota di Provinsi
Aceh” yang dilakukan oleh (Sri Putri Handayani, Syukriy Abdullah dan
Heru Fahlevi tahun 2015)
12
Hasil penelitian secara simultan menunjukkan bahwa variabel pajak
daerah, retribusi daerah dan dana bagi hasil secara bersama-sama
berpengaruh terhadap belanja modal di kabupaten/kota di Provinsi Aceh.
Hasil penelitian secara parsial menunjukkan bahwa variabel pajak
daerah dan retribusi daerah tidak berpengaruh terhadap belanja modal di
kabupaten/kota di provinsi Aceh, sedangkan variabel dana bagi hasil
berpengaruh terhadap belanja modal di kabupaten/kota di provinsi Aceh.
3. “Pengaruh Pajak Daerah, Retribusi Daerah, dan Dana Alokasi Umum
Terhadap Belanja Daerah (Studi Kasus Realisasi APBD Kabupaten/Kota
di Jawa Timur Tahun 2011-2013)” yang dilakukan oleh (Eryza Rosiana
Devi tahun 2017)
Hasil penelitian ini membuktikan bahwa Pajak Daerah, Retribusi
Daerah, dan Dana Alokasi Umum berpengaruh terhadap belanja daerah
Kota/Kabupaten Jawa Timur, hal ini dapat dijelaskan dalam nilai Adjusted
R Square yaitu 0,750 hal ini berarti bahwa 75% dari variabel dependen
Anggaran Belanja Daerah dapat di jelaskan oleh variasi dari variabel
independen yaitu Pajak Daerah (PD), Retribusi Daerah (RD), Dana
Alokasi Umum (DAU). Sedangkan sisanya 25% dipengaruhi oleh faktor
lain. Secara parsial Variabel Pajak Daerah, Retribusi Daerah, dan Dana
Alokasi Umum berpengaruh signifikan terhadap Belanja Daerah.
4. “Pengaruh Pajak Daerah dan Retribusi Daerah, Terhadap Belanja Daerah
(Studi Kasus Kabupaten/Kota di Jawa Barat Tahun 2010-2012)” yang
dilakukan oleh (Fitriana Afrianty tahun 2013).
13
Hasil penelitian ini membuktikan bahwa pengaruh pajak daerah dan
retribusi daerah untuk berbelanja di 0.653 .Ini berarti ada suatu hubungan
yang kuat .Variabel pengeluaran daerah dapat dijelaskan dengan variabel
pajak daerah dan retribusi daerah dari 42,6 % sedangkan sisanya 57.4 %
ini diratifikasi oleh faktor-faktor lain tidak diperiksa .Ada sebuah
menunjukkan dampak yang signifikan dan baik secara bersamaan atau
sebagian efek dari pajak daerah dan retribusi daerah dari belanja daerah.
5. “Pengaruh Pajak Daerah dan Retribusi Daerah, Terhadap Belanja Modal
(Studi Kasus Kabupaten Bolaang Mongondow Tahun 2004-2013)” yang
dilakukan oleh (Sandry Yossi Mamonto tahun 2014).
Hasil dari penelitian ini menunjukan bahwa secara parsial variabel
Pajak Daerah tidak berpengaruh terhadap Belanja Modal dan variabel
Retribusi Daerah juga tidak berpengaruh terhadap Belanja Modal.
Kemudian secara simultan, Pajak Daerah dan Retribusi Daerah juga tidak
berpengaruh terhadap Belanja Modal. Dimana variabel Pajak Daerah dan
Retribusi Daerah hanya mempunyai kontribusi sebesar 7 % terhadap
variabel Belanja Modal, sedangkan sisanya sebesar 93 % disumbangkan
oleh variabel lain yang tidak diamati dalam penelitian ini.
14
B. Definisi Pajak Daerah, Retribusi Daerah dan Belanja Modal
1. Pajak
a. Pengertian Pajak
Definisi pajak menurut Undang-Undang Nomor 16 tahun 2009
tentang perubahan keempat atas Undang-Undang Nomor 6 tahun 1983
tentang Ketentuan Umum dan Tata Cara Perpajakan pada Pasal 1 ayat
1 berbunyi pajak adalah kontribusi wajib kepada negara yang terutang
oleh orang pribadi atau badan yang bersifat memaksa berdasarkan
Undang-Undang, dengan tidak mendapatkan imbalan secara langsung
dan digunakan untuk keperluan negara bagi sebesar-besarnya
kemakmuran rakyat.
Menurut para ahli memberikan definisi tentang pajak yang
berbeda-beda, tetapi pada dasarnya definisi tersebut mempunyai
tujuan dan inti yang sama yaitu merumuskan pengertian pajak
sehingga mudah dipahami oleh masyarakat maupun instansi.
Menurut P.J.A Adriani dalam Waluyo (2011:2) pengertian pajak
adalah sebagai berikut:
“Pajak adalah iuran kepada negara (yang dapat dipaksakan yangterutang) oleh yang wajib membayarnya menurut peraturan-peraturan,dengan tidak mendapat prestasi kembali, yang langsung dapatditunjuk, dan yang gunanya adalah untuk membiayai pengeluaran-pengeluaran umum berhubung dengan tugas negara yangmenyelenggarakan pemerintahan.”
Dalam definisi di atas memfokuskan pada fungsi budgeter dari
pajak, sedangkan pajak masih mempunyai fungsi lainnya yaitu fungsi
mengatur. Apabila memperhatikan coraknya dalam memberikan
15
batasan pengertian pajak dapat dibedakan dari berbagai macam
ragamnya, yaitu dari segi ekonomi, segi hukum, segi sosiologi, dan
berbagai segi lainnya. Hal ini juga akan mewarnai titik berat yang
diletakkannya, sebagai contoh: segi penghasilan dan segi daya beli,
namun kebanyakan lebih bercorak pada ekonomi.
Menurut Rohmat Soemitro yang dikutip oleh Mardiasmo (2011:3)
menyatakan bahwa:
“Pajak adalah iuran rakyat kepada kas negara berdasarkan Undang-Undang (yang dapat dipaksakan) dengan tidak mendapat jasa timbalbalik (kontraprestasi) yang langsung dapat ditunjukkan dan yangdigunakan untuk membayar pengeluaran umum.”
Menurut Sommerfeld Ray M., Anderson Herschel M., dan Brock
Horace R. dalam Zain (2008:11) menyatakan bahwa:
“Pajak adalah suatu pengalihan sumber dari sektor swasta ke sektor
pemerintah, bukan akibat pelanggaran hukum, namun wajib
dilaksanakan, berdasarkan ketentuan yang diterapkan lebih dahulu,
tanpa mendapat imbalan yang langsung dan proporsional, agar
pemerintah dapat melaksanakan tugas-tugasnya untuk menjalankan
pemerintahan.”
Pengertian pajak menurut Undang-undang Nomor 28 Tahun 2009
tentang Perubahan Ketiga Undang-undang Nomor 6 Tahun 1983
tentang Ketentuan Umum dan Tata Cara Perpajakan (KUP) adalah
sebagai berikut:
“Pajak adalah kontribusi Wajib Pajak kepada negara yang terutangoleh orang pribadi atau badan yang bersifat memaksa berdasarkanUndang- Undang, dengan tidak mendapatkan imbalan secara langsung
16
dan digunakan untuk keperluan negara bagi sebesar-besarnyakemakmuran rakyat.”
Dari pengertian-pengertian pajak tersebut dapat disimpulkan
bahwa ciri- ciri atas unsur pokok yang terdapat pada pengertian pajak,
adalah sebagai berikut:
1) Pajak dipungut berdasarkan Undang-undang serta aturan
pelaksanaannya yang sifatnya dapat dipaksakan.
2) Dalam pembayaran pajak tidak dapat ditunjukkan adanya
kontraprestasi individual oleh pemerintahnya.
3) Pajak dipungut oleh negara baik pemerintahan pusat maupun
pemerintahan daerah.
4) Pajak diperuntukkan bagi pengeluaran-pengeluaran pemerintah,
yang bila dari pemasukannya masih terdapat surplus, dipergunakan
untuk membiayai public investment.
5) Pajak dapat pula mempunyai tujuan selain budgeter, yaitu mengatur
b. Karakter yang Melekat pada Definisi Pajak
Dari beberapa definisi dan pemahaman pajak di atas dapat
ditemui beberapa karakteristik pajak:
1) Pajak adalah iuran wajib pajak yang dipungut berdasarkan suatu
Undang- undang dan berikut peraturan pelaksanaannya.
2) Pemungutan pajak bukan karena denda sebagai denda sebagai
akibat tindakan melawan hukum, tetapi pemungutannya akibat
suatu ukuran- ukuran tertentu antara lain, ada subjek pajak,
17
objek pajak (penghasilan), ada suatu keadaan/peristiwa atau
kejadian yang dapat dikenakan pajak.
3) Pemungutan pajak tidak disertai dengan imbalan (kontraprestasi)
secara langsung.
4) Pajak adalah transfer dari warga negara kepada negara yang
bersifat paksaan dan bagi yang tidak mematuhinya dikenai
sanksi.
5) Pajak digunakan untuk membiayai penyelenggaraan
pemerintahan dan program-program pembangunan berupa
investasi masyarakat (public insvestment) bagi sebesar-besarnya
buat kemakmuran rakyat
c. Fungsi Pajak
Dari pengertian pajak yang dijelaskan oleh beberapa ahli di atas
bahwa pajak, Secara teoritis dan praktis dapat dilihat bahwa pajak
memiliki beberapa fungsi dalam kehidupan negara dan masyarakat.
Menurut Waluyo (2008:6) terdapat dua fungsi pajak, yaitu:
1) Fungsi Penerimaan (Budgeter)
Pajak berfungsi sebagai sumber dana yang diperuntukkan
bagi pembiayaan pengeluaran-pengeluaran pemerintah. Sebagai
contoh: dimasukkannya pajak dalam APBN sebagai penerimaan
dalam negeri.
18
2) Fungsi Mengatur (Reguler)
Pajak berfungsi sebagai alat untuk megatur atau
melaksanakan kebijakan di bidang sosial dan ekonomi. Sebagai
contoh: dikenakannya pajak yang lebih tinggi terhadap minuman
keras, dapat ditekan. Demikian pula terhadap barang mewah.
d. Tata Cara Pemungutan
Tata cara pemungutan pajak menurut Mardiasmo (2011:4) terdiri dari:
1) Stelsel Pajak
a) Stelsel Nyata (Real Stelsel)
Pengenaan pajak didasarkan pada objek (penghasilan
yang nyata), sehingga pemungutannya baru dapat dilakukan
pada akhir tahun pajak, yakni setelah penghasilan yang
sesungguhnya diketahui. Kebaikan stelsel ini adalah pajak
yang dikenakan lebih realistis. Sedangkan kelemahannya
adalah pajak baru dapat dikenakan pada akhir periode (setelah
penghasilan riil diketahui).
b) Stelsel Anggapan (Fictive Stelsel)
Pengenaan pajak didasarkan pada suatu anggapan yang
diatur oleh Undang-undang. Misalnya penghasilan suatu
tahun dianggap sama dengan tahun sebelumnya, sehingga
pada awal tahun pajak sudah dapat ditetapkan besarnya pajak
19
yang terutang untuk tahun berjalan. Kebaikan stelsel ini
adalah pajak dapat dibayar selama tahun berjalan, tanpa tahun
berjalan, tanpa harus menunggu pada akhir tahun. Sedangkan
kelemahannya adalah pajak yang dibayar tidak berdasarkan
keadaan yang sesungguhnya.
2) Stelsel Campuran
Stelsel ini merupakan kombinasi antara stelsel nyata dan
stelsel anggapan. Pada awal tahun, besarnya pajak dihitung
berdasarkan suatu anggapan, kemudian pada akhir tahun besarnya
pajak disesuaikan dengan keadaan yang sebenarnya. Bila besarnya
pajak menurut kenyataan lebih besar dari pada pajak menurut
anggapan, maka Wajib Pajak harus menambah. Sebaliknya, jika
lebih kecil kelebihannya dapat diminta kembali.
e. Sistem Pemungutan
1) Official Assesment System
Adalah suatu sistem pemungutan yang memberi wewenang
kepada pemerintah (fiskus) untuk menentukan besarnya pajak
yang terutang oleh Wajib Pajak. Ciri-cirinya:
a) Wewenang untuk menentukan besarnya pajak terutang ada pada
fiskus.
b) Wajib Pajak bersifat pasif.
c) Utang pajak timbul setelah dikeluarkan surat ketetapan pajak
oleh fiskus.
20
2) Self Assesment System
Adalah suatu sistem pemungutan pajak yang memberi
wewenang kepada Wajib Pajak untuk menentukan sendiri
besarnya pajak yang terutang. Ciri-cirinya:
a) Wewenang untuk menentukan besarnya pajak terutang ada
pada Wajib Pajak sendiri.
b) Wajib Pajak aktif, mulai dari menghitung, memperhitungkan,
menyetor, dan melaporkan sendiri pajak yang terutang.
c) Fiskus tidak ikut campur dan hanya mengawasi.
3) With Holding System
Adalah suatu sistem pemungutan pajak yang memberi
wewenang kepada pihak ketiga (bukan fiskus dan bukan Wajib
Pajak) yang bersangkutan untuk menentukan besarnya pajak
yang terutang oleh Wajib Pajak. Cri-cirinya adalah wewenang
menentukan besarnya pajak yang terutang ada pada pihak ketiga,
pihak selain fiskus dan Wajib Pajak.
f. Asas Pemungutan
1) Asas Domisili (Asas Tempat Tinggal)
Negara berhak mengenakan pajak atas seluruh penghasilan
Wajib Pajak yang bertempat tinggal di wilayahnya, baik
penghasilan yang berasal dari dalam maupun luar negeri. Asas
ini berlaku untuk Wajib Pajak dalam negeri.
21
2) Asas Sumber
Negara berhak mengenakan pajak atas penghasilan yang
bersumber dari wilayahnya tanpa memperhatikan tempat tinggal
Wajib Pajak.
3) Asas Kebangsaan
Pengenaan pajak dihubungkan dengan kebangsaan suatu
negara. Asas ini diberlakukan kepada setiap orang asing yang
bertempat tinggal di Indonesia untuk membayar pajak.
g. Syarat Pemungutan
Syarat-syarat pemungutan pajak dalam buku Mardiasmo (2012:2)
yaitu:
1) Pemungutan pajak harus adil (Syarat Keadilan)
Pemungutan pajak yang dikenakan secara adil dan melihat
kemampuan Wajib Pajak dalam membayar pajak
2) Pemungutan pajak harus berdasarkan Undang-undang (Syarat
Yuridis) Pemungutan pajak yang diatur dalam Pasal 23 ayat 2
UUD 1945 untuk memberikan jaminan hukum yang adil baik
bagi negara maupun Warga Negara Indonesia.
3) Tidak mengganggu perekonomian (Syarat Ekonomis)
Pemungutan pajak harus menjaga keseimbangan kehidupan
perekonomian dan tidak menggangu kehidupan ekonomi dari
Wajib Pajak.
22
4) Pemungutan pajak harus efisien (Syarat Finansial)
Pemungutan pajak harus dapat ditekan sehingga biaya
pemungutan pajak tidak terlalu besar.
5) Sistem pemungutan pajak harus sederhana
Pemungutan pajak dilakukan secara sederhana yang berguna
bagi masyarakat dalam memenuhi kewajiban perpajakannya.
h. Sifat dan Golongan Pajak
Menurut Mardiasmo (2011:5) pajak dapat digolongkan menjadi 3
macam, yaitu menurut golongannya, sifatnya dan lembaga
pemungutannya.
1) Menurut Golongannya
a) Pajak Langsung
Pajak langsung yaitu pajak yang harus di pikul sendiri oleh
Wajib Pajak dan tidak dapat dibebankan atau dilimpahkan
kepada orang lain. Contoh : Pajak Penghasilan (PPh).
b) Pajak Tidak Langsung
Pajak tidak langsung yaitu pajak yang pada akhirnya dapat
dibebankan atau dilimpahkan kepada orang lain. Contoh :
Pajak Pertambahan Nilai (PPN).
23
2) Menurut Sifatnya
a) Pajak Subjektif
Pajak Subjektif yaitu pajak yang berpangkal atau
berdasarkan pada subjeknya, dalam arti memperhatikan keadaan
diri Wajib Pajak (PPh). Contoh : Pajak Penghasilan (PPh).
b) Pajak Objektif
Pajak Objektif yaitu pajak yang berpangkal pada objeknya,
tanpa memperhatikan keadaan diri Wajib Pajak. Contoh : Pajak
Pertambahan Nilai dan Pajak Penjualan atas Barang Mewah.
3) Menurut Lembaga Pemungutannya
a) Pajak Pusat
Pajak Pusat adalah pajak yang dipungut oleh pemerintah
pusat dan digunakan untuk membiayai rumah tangga negara.
Contoh : Pajak Penghasilan, Pajak Pertambahan Nilai dan Pajak
Penjualan atas Barang Mewah, Pajak Bumi dan Bangunan, dan
Bea Materai.
b) Pajak Daerah
Pajak Daerah yaitu pajak yang dipungut oleh Pemerintahan
Daerah dan digunakan untuk membiayai rumah tangga daerah.
Pajak daerah terdiri atas Pajak Provinsi dan Pajak
Kabupaten/Kota.
.
24
2. Daerah
a. Pengertian Daerah
Secara umum, definisi Daerah menurut Nia K. Pontoh dalam
bukunya yang berjudul Pengantar Perencanaan Perkotaan (2008),
adalah suatu wilayah teritorial dengan pengertian, batasan, dan
perwatakannya didasarkan pada wewenang administratif pemerintahan
yang ditentukan oleh peraturan perundang-undangan tertentu. Definisi
lain dari daerah adalah ruang yang merupakan kesatuan geografis
beserta segenap unsur terkait padanya dengan batas dan sistemnya
ditentukan berdasarkan aspek administrasi. Contohnya adalah daerah-
daerah otonom seperrti yang dimaksud oleh Undang-undang No. 22
tahun 1999 (yang telah direvisi menjadi UU No. 32 tahun 2004)
tentang Pemerintah di Daerah: Daerah Provinsi; Daerah Kabupaten;
Daerah Kota.
Menurut UU No. 32 tahun 2004, daerah otonom, selanjutnya
disebut daerah adalah kesatuan masyarakat hukum yang mempunyai
batas-batas wilayah yang berwenang mengatur dan mengurus urusan
pemerintahan dan kepentingan masyarakat setempat menurut prakarsa
sendiri berdasarkan aspirasi masyarakat dalam sistem Negara
Kesatuan Republik Indonesia (NKRI)
25
3. Pajak Daerah
a. Pengertian Pajak Daerah
Berdasarkan Undang-undang Republik Indonesia Nomor 28
Tahun 2009 Tentang perubahan atas Undang-undang Republik
Indonesia Nomor 34 Tahun 2000 Tentang Pajak Daerah dan
Retribusi Daerah, Pajak Daerah adalah:
“Iuran Wajib Pajak yang dilakukan oleh orang pribadi atau badan
kepala daerah tanpa imbalan langsung yang seimbang yang dapat
dipaksakan berdasarkan peraturan perundang-undangan yang
berlaku, yang digunakan untuk membiayai penyelenggaraan
pemerintah daerah dan pembangunan daerah.”
b. Peraturan Daerah Tentang Pajak Daerah
Undang-undang Nomor 28 Tahun 2009 mengatur dengan jelas
bahwa untuk dapat dipungut pada suatu daerah, setiap jenis pajak
daerah harus ditetapkan surut dan tidak boleh bertentangan dengan
kepentingan umum atau ketentuan perundang-undangan yang lebih
tinggi.
Isi Peraturan Daerah tentang Pajak Daerah, peraturan daerah
tersebut sekurang-kurangnya mengatur mengenai:
1) Nama, objek, dan subjek pajak;
2) Dasar pengenaan, tarif, dan cara perhitungan pajak;
3) Wilayah pemungutan;
4) Masa pajak;
26
5) Penetapan Pajak;
6) Tata cara pembayaran dan penagihan pajak;
7) Kadaluwarsa penagihan pajak;
8) Sanksi administrasi;
9) Tanggal dimulai berlakunya pajak.
c. Sistem Pemungutan Pajak Daerah
Undang-undang Nomor 28 Tahun 2009 menetapkan sistem
pajak untuk setiap Pajak Daerah adalah:
1) Sistem Pemungutan Pajak Daerah
Pemungutan pajak daerah saat ini menggunakan 3 (tiga)
sistem pemungutan pajak. Sebagaimana tertera di bawah ini:
a) Dibayar sendiri oleh Wajib Pajak;
b) Ditetapkan oleh kepala daerah;
c) Dipungut oleh pemungut pajak.
2) Pemungut Pajak Daerah
a) Percetakan formulir perpajakan;
b) Pengiriman surat-surat kepada Wajib Pajak;
c) Penghimpunan data objek dan subjek pajak.
Untuk Wajib Pajak, sesuai dengan ketetapan kepala daerah
maupun yang dibayar sendiri oleh Wajib Pajak:
a) Diterbitkan Surat Tagihan Pajak Daerah (STPD);
b) Surat Keputusan Pembetulan;
c) Surat Keputusan Keberatan;
27
d) Putusan Banding sebagai dasar pemungutan dan penyetoran
pajak.
d. Jenis-Jenis Pajak Daerah
Jenis-jenis Pajak Daerah menurut Undang-undang Nomor 28
Tahun 2009 terbagi menjadi dua yaitu pajak Provinsi dan Pajak
Kabupaten/Kota. Pembagian ini dilakukan sesuai dengan
kewenangan pengenaan dan pemungutan masing- masing pajak
daerah pada Wilayah administrasi Provinsi atau Kabupaten/Kota
yang bersangkutan. Berdasarkan Undang-undang tersebut
ditetapkan jenis-jenis pajak daerah, yaitu terdiri dari:
1) Jenis Pajak Provinsi terdiri atas:
a) Pajak Kendaraan Bermotor
Pajak Kendaraan Bermotor adalah pajak atas
kepemilikan dan/atau penguasaan kendaraan bermotor.
Kendaraan Bermotor adalah semua jenis kendaraan beroda
beserta gandengannya yang digunakan di semua jenis jalan
darat, dan digerakkan oleh peralatan teknik berupa motor
atau peralatan lainnya yang berfungsi untuk mengubah suatu
sumber daya energi tertentu menjadi tenaga gerak kendaraan
bermotor yang bersangkutan, termasuk alat-alat berat dan
alat-alat besar yang dalam operasinya menggunakan roda
dan motor tidak melekat secara permanen serta kendaraan
bermotor yang dioperasikan di air.
28
b) Bea Balik Nama Kendaraan Bermotor
Bea Balik Nama Kendaraan Bermotor (BBNKB) adalah
pajak atas penyerahan hak milik kendaraan bermotor sebagai
akibat perjanjian dua pihak atau perbuatan sepihak atau
keadaan yang terjadi karena jual beli, tukar tambah, hibah,
warisan atau pemasukan ke dalam badan usaha.
c) Pajak Bahan Bakar Kendaraan Bermotor
Pajak Bahan Bakar Kendaraan Bermotor adalah pajak
atas penggunaan bahan bakar kendaraan bermotor. Bahan
bakar kendaraan bermotor adalah semua jenis bahan bakar
cair atau gas yang digunakan untuk kendaraan bermotor.
d) Pajak Air Permukaan
Pajak Air Permukaan adalah pajak atas pengambilan
dan/atau pemanfaatan air permukaan. Air permukaan adalah
semua air yang terdapat pada permukaan tanah, tidak
termasuk air laut, baik yang berada di laut maupun di darat.
e) Pajak Rokok
Pajak Rokok adalah pungutan atas cukai rokok yang
dipungut oleh pemerintah.
29
2) Jenis Pajak Kabupaten/Kota terdiri atas:
a) Pajak Hotel
Pajak Hotel adalah pajak atas pelayanan yang disediakan
oleh hotel. Hotel adalah fasilitas penyedia jasa
penginapan/peristirahatan termasuk jasa terkait lainnya
dengan dipungut bayaran, yang mencangkup juga motel,
losmen, gabuk pariwisata, wisma pariwisata, pesanggrahan,
rumah penginapan dan sejenisnya, serta rumah kos dengan
jumlah kamar lebih dari 10 (sepuluh).
b) Pajak Restoran
Pajak Restoran adalah pajak atas pelayanan yang
disediakan oleh restoran. Restoran adalah fasilitas penyedia
makanan dan/atau minuman dengan dipungut bayaran, yang
mencangkup juga rumah makan, kafetaria, kantin, warung,
bar dan sejenisnya termasuk jasa boga/katering.
c) Pajak Hiburan
Pajak Hiburan adalah pajak atas penyelenggaraan
hiburan. Hiburan adalah semua jenis tontonan, pertunjukan,
permainan, dan/atau keramaian yang dinikmati dengan
dipungut bayaran.
d) Pajak Reklame
Pajak Reklame adalah pajak atas penyelenggara reklame.
Reklame adalah benda, alat, perbuatan, atau media yang
30
bentuk dan corak ragamnya dirancang untuk tujuan
komersial memperkenalkan, menganjurkan,
mempromosikan , atau untuk menarik perhatian umum
terhadap barang, jasa, orang, atau badan dapat dilihat,
dibaca, didengar, dirasakan, dan/atau dinikmati oleh umum.
e) Pajak Penerangan Jalan
Pajak Penerangan Jalan adalah pajak atas pengunaan
tenaga listrik, baik yang dihasilkan sendiri maupun diperoleh
dari sumber lain.
f) Pajak Mineral Bukan Logam dan Batuan
Pajak Mineral Bukan Logam dan Batuan adalah pajak
atas kegiatan pengambilan mineral bukan logam dan batuan,
baik dari sumber alam di dalam dan/atau permukaan bumi
untuk dimanfaatkan.
g) Pajak Parkir
Pajak Parkir adalah pajak atas penyelenggara tempat
parkir di luar badan jalan, baik yang disediakan berkaitan
dengan pokok usaha maupun yang disediakan sebagai suatu
usaha, termasuk penyediaan tempat penitipan kendaraan
bermotor.
31
h) Pajak Air dan Tanah
Pajak Air Tanah adalah pajak atas pengambilan dan/atau
pemanfaatan air tanah. Air Tanah adalah air yang terdapat
dalam lapisan tanah atau batuan di bawah permukaan tanah.
i) Pajak Sarang Burung Walet
Pajak Sarang Burung Walet adalah pajak atas kegiatan
pengambilan dan/atau pengusahaan sarang burung walet.
j) Pajak Bumi dan Bangunan Perdesaan dan Perkotaan
Pajak Bumi dan Bangunan Perdesaan dan Perkotaan
adalah pajak atas bumi dan/atau bangunan yang dimiliki,
dikuasai, dan/atau dimanfaatkan oleh orang pribadi atau
badan, kecuali kawasan yang digunakan untuk kegiatan
usaha perkebunan, perhutanan, dan pertambangan.
k) Bea Perolehan Hak Atas Tanah dan Bangunan
Bea Perolehan Hak atas Tanah dan Bangunan adalah
pajak atas perolehan hak atas tanah dan/atau bangunan.
Perolehan Hak atas Tanah dan/atau Bangunan adalah
perbuatan atau peristiwa hukum yang mengakibatkan
diperolehnya hak atas tanah dan/atau bangunan oleh orang
pribadi atau badan.
32
4. Retribusi Daerah
a. Pengertian Retribusi Daerah
Retribusi Daerah adalah pungutan daerah sebagai pembayaran atas
jasa atau pemberian izin tertentu yang khusus disediakan dan atau
diberikan oleh pemerintah daerah untuk kepentingan orang pribadi
atau badan.
Menurut Ahmad Yani (2002:55) “Daerah provinsi, kabupaten/kota
diberi peluang dalam menggali potensi sumber-sumber keuangannya
dengan menetapkan jenis retribusi selain yang telah ditetapkan,
sepanjang memenuhi kriteria yang telah ditetapkan dan sesuai dengan
aspirasi masyarakat”.
Menurut Marihot P. Siahaan (2005:6), “Retribusi Daerah adalah
pungutan daerah sebagai pembayaran atas jasa atau pemberian izin
tertentu yang khusus disediakan dan atau diberikan oleh pemerintah
daerah untuk kepentingan orang pribadi atau badan”.
b. Ciri-Ciri Retribusi Daerah
Adapun ciri-ciri retribusi daerah :
1) Retribusi dipungut oleh pemerintah daerah
2) Dalam pemungutan terdapat paksaan secara ekonomis
3) Adanya kontraprestasi yang secara langsung dapat ditunjuk
4) Retribusi dikenakan pada setiap orang/ badan yang menggunakan
jasa-jasa yang disiapkan negara.
33
c. Tujuan Retribusi Daerah
Tujuan Retribusi daerah pada dasarnya memiliki persamaan pokok
dengan tujuan pemungutan pajak yang dilakukan oleh negara atau
pemerintah daerah.
Adapun tujuan pemungutan tersebut adalah:
1) Tujuan utama adalah untuk mengisi kas negara atau kas daerah
guna memenuhi kebutuhan rutinnya.
2) Tujuan tambahan adalah untuk mengatur kemakmuran masyarakat
melalui jasa yang diberikan secara langsung kepada masayarakat.
d. Sifat-Sifat Retribusi Daerah
Retribusi daerah dalam pelaksanaannya mempunyai dua sifat yaitu :
1) Retribusi yang sifatnya umum
Maksudnya bahwa pungutan tersebut mempunyai sifat berlaku
secara umum bagi mereka yang ingin menikmati kegunaan dari
suatu jasa yang diberikan oleh pemerintah daerah. Misalnya bagi
mereka yang masuk ke dalam pasar untuk berjualan, walaupun
hanya sehari tetap dikenakan pungutan retribusi.
2) Retribusi yang pungutannya bertujuan
Maksudnya adalah retribusi yang dilihat dari segi
pemakaiannya, pungutan tersebut bertujuan untuk memperoleh
jasa, manfaat dan kegunaan dari fasilitas yang disediakan oleh
pemerintah daerah. Misalnya kewajiban retribusi yang dilakukan
seseorang untuk mendapatkan akte kelahiran.
34
e. Objek Retribusi Daerah
Objek Retribusi adalah retribusi atas jasa yang disediakan atau
diberikan oleh pemerintah daerah. Tidak semua yang diberikan
pemerintah daerah dapat dipungut retribusinya, tetapi hanya jenis-jenis
jasa tertentu yang menurut pertimbangan sosial ekonomi layak
dijadikan sebagai objek retribusi.
Adapun yang menjadi objek dari retribusi daerah adalah
berbentuk jasa yang dihasilkan, yang terdiri dari :
1) Jasa Umum
Jasa umum adalah jasa yang disediakan atau diberikan oleh
pemerintah daerah untuk tujuan kepentingan dan kemanfaatan
umum serta dapat dinikmati oleh orang pribadi atau badan. Jasa
umum meliputi pelayanan kesehatan, dan pelayanan persampahan.
Jasa yang tidak termasuk jasa umum adalah jasa urusan umum
pemerintah.
2) Jasa Usaha
Jasa usaha adalah yang disediakan oleh pemerintah daerah
dengan menganut prinsip-prinsip komersial karena pada dasarnya
dapat pula disediakan oleh sektor swasta.
35
3) Perizinan Tertentu
Perizinan tertentu pada dasarnya pemberian izin oleh
pemerintah tidak dipungut retribusi, akan tetapi dalam
melaksanakan fungsi tersebut, pemerintah daerah mungkin masih
mengalami kekurangan biaya yang tidak selalu dapat dicukupi oleh
sumber-sumber penerimaan daerah yang telah ditentukan sehingga
perizinan tertentu masih dipungut retribusi.
f. Subjek Retribusi Daerah
Subjek retribusi daerah terdiri dari :
1) Subjek Retribusi Jasa Umum
Subjek retribusi jasa umum adalalah orang pribadi atau badan
yang menggunakan atau menikmati pelayanan jasa umum yang
bersangkutan. Subjek Retribusi jasa umum ini dapat ditetapkan
menjadi wajib retribusi jasa umum, yaitu orang pribadi atau badan
yang diwajibkan untuk melakukan pembayaran retribusi jasa
umum.
2) Subjek Retribusi Jasa Usaha
Subjek retribusi jasa usaha adalah orang pribadi atau badan
usaha yang menggunakan atau menikmati pelayanan jasa usaha
yang bersangkutan. Subjek ini dapat merupakan wajib retribusi jasa
usaha, yaitu orang pribadi atau badan yang diwajibkan untuk
melakukan pembayaran retribusi jasa usaha.
36
3) Subjek Retribusi Perizinan Tertentu
Subjek retribusi perizinan tertentu adalah orang pribadi atau
badan yang memperoleh izin tertentu dari pemerintah daerah.
Subjek ini dapat merupakan wajib retribusi jasa perizinan tertentu,
yaitu orang pribadi atau badan yang diwajibkan untuk melakukan
pembayaran retribusi perizinan tertentu.
g. Jenis-Jenis Retribusi Daerah
Retribusi daerah menurut UU No 18 Tahun 1997 tentang pajak
daerah dan retribusi daerah yang telah diubah terakhir dengan UU No
34 tahun 2000 dan Peraturan Pemerintah No 66 tahun 2001 tentang
retribusi daerah dikelompokkan menjadi 3 yaitu :
1) Subjek Retribusi Perizinan Tertentu
Retribusi Jasa Umum adalah retribusi atas jasa yang
disediakan atau diberikan oleh Pemerintah Daerah untuk tujuan
kepentingan dan kemanfaatan umum serta dapat dinikmati oleh
orang pribadi atau badan.
Sesuai dengan UU No 34 tahun 2000 pasal 18 ayat 3 huruf a,
retribusi jasa umum ditentukan berdasarkan kriteria
berikut ini :
a) Jasa tersebut dengan Retribusi jasa umum bersifat bukan pajak
dan bersifat bukan retribusi jasa usaha atau perizinan tertentu.
b) Jasa yang bersangkutan merupakan kewenangan daerah dalam
rangka pelaksanaan asas desentralisasi.
37
c) Jasa tersebut memberikan manfaat khusus bagi orang pribadi
atau badan yang diharuskan membayar retribusi, disamping
untuk melayani kepentingan dan kemanfaatan umum.
d) Jasa tersebut layak untuk dikenakan retribusi.
e) Retribusi tersebut tidak bertentangan dengan kebijakan
nasional mengenai penyelenggaraannya.
f) Retribusi tersebut dapat dipungut secara efektif dan efisien
serta merupakan satu sumber pendapatan daerah yang
potensial.
g) Pemungutan retribusi memungkinkan penyediaan tingkat dan
atau kualitas pelayanan yang lebih baik.
Jenis-jenis retribusi jasa umum terdiri dari :
1. Retribusi pelayanan kesehatan
2. Retribusi pelayanan persampahan/kebersihan
3. Retribusi penggantian biaya cetak kartu tanda penduduk
dan akte catatan sipil
4. Retribusi pelayanan pemakaman dan pengabuan mayat
5. Retribusi pelayanan parkir di tepi jalan umum.
6. Retribusi pelayanan pasar
7. Retribusi pengujian kendaraan bermotor
8. Retribusi pemeriksaan alat Pemadam kebakaran
9. Retribusi penggantian biaya cetak peta
10. Retribusi pengujian kapal perikanan
38
2) Subjek Retribusi Perizinan Tertentu
Retribusi Jasa Usaha adalah retribusi atas jasa yang disediakan
oleh Pemerintah Daerah dengan menganut prinsip komersial
karena pada dasarnya dapat pula disediakan oleh sektor swasta.
Sesuai dengan UU No 34 Tahun 2000 Pasal 18 ayat 3
huruf b, retribusi jasa usaha ditentukan berdasarkan kriteria berikut
ini :
a) Retribusi jasa usaha bersifat bukan pajak dan bersifat bukan
retribusi jasa umum atau retribusi perizinan tertentu
b) Jasa yang bersangkutan adalah jasa yang bersifat komersial
yang seyogianya disediakan oleh sektor swasta, tetapi belum
memadai atau terdapatnya harta yang dimiliki/ dikuasai daerah
yang belum dimanfaatkan secara penuh oleh pemerintah
daerah.
Jenis-jenis retribusi jasa usaha terdiri dari :
1. Retribusi pemakaian kekayaan daerah
2. Retribusi pasar grosir dan/atau pertokoan
3. Retribusi tempat pelelangan
4. Retribusi terminal
5. Retribusi tempat khusus parkir
6. Retribusi tempat penginapan/pesanggrahan/villa
7. Retribusi penyedotan kakus
8. Retribusi rumah potong hewan
39
9. Retribusi pelayanan pelabuhan kapal
10. Retribusi tempat rekreasi dan olah raga
11. Retribusi penyeberangan di atas air
12. Retribusi pengolahan limbah cair
13. Retribusi penjualan produksi usaha daerah.
3) Retribusi Perizinan Tertentu
Retribusi Perizinan Tertentu adalah retribusi atas kegiatan
tertentu Pemerintah Daerah dalam rangka pemberian izin kepada
orang pribadi atau badan yang dimaksudkan untuk pembinaan,
pengaturan, pengendalian dan pengawasan atas kegiatan
pemanfaatan ruang, penggunaan sumber daya alam, barang,
prasarana, sarana, atau fasilitas tertentu guna melindungi
kepentingan umum dan menjaga kelestarian lingkungan.
Sesuai dengan UU No 34 Tahun 2000 Pasal 18 ayat 3
huruf c, retribusi perizinan tertentu ditentukan berdasarkan kriteria
berikut ini :
a) Perizinan tersebut termasuk kewenangan pemerintahan yang
diserahkan kepada daerah dalam rangka asas desentralisasi.
b) Perizinan tersebut benar-benar diperlukan guna melindungi
kepentingan umum.
c) Biaya yang menjadi beban daerah dalam penyelenggaraan izin
tersebut dan biaya untuk menanggulangi dampak negatif dari
40
pemberian izin tersebut cukup besar sehingga layak dibiayai
dari retribusi perizinan.
Jenis- jenis retribusi perizinan tertentu, terdiri dari :
1. Retribusi izin mendirikan bangunan
2. Retribusi izin tempat penjualan minuman beralkohol
3. Retribusi izin gangguan
4. Retribusi izin trayek.
Selain jenis-jenis retribusi daerah yang ditetapkan dalam UU
No 34 Tahun 2000, yaitu retribusi jasa umum, jasa usaha, dan
perizinan tertentu, kepada daerah diberikan kewenangan untuk
menetapkan jenis retribusi daerah lainnya yang dipandang sesuai
untuk daerahnya. UU No 34 Tahun 2000 Pasal 18 ayat 4
menentukan bahwa dengan peraturan daerah dapat ditetapkan jenis
retribusi daerah lainnya sesuai dengan kewenangan otonominya
dan memenuhi kriteria yang telah ditetapkan. Ketentuan ini
dimaksudkan untuk memberikan keleluasaan kepada daerah dalam
mengantisipasi situasi dan kondisi serta perkembangan
perekonomian daerah pada masa mendatang yang mengakibatkan
meningkatnya kebutuhan masyarakat atas pelayanan pemerintah
daerah, tetapi tetap memperhatikan kesederhanaan jenis retribusi
daerah dan aspirasi masyarakat serta memenuhi kriteria yang telah
ditetapkan.
41
h. Tata Cara Pemungutan Retribusi Daerah
Sesuai dengan UU No 18 tahun 1997 Pasal 26, pemungutan
retribusi tidak dapat diborongkan, artinya seluruh proses kegiatan
pemungutan retribusi tidak dapat diserahkan kepada pihak ketiga.
Dalam pengertian ini bukan berarti bahwa pemerintah daerah tidak
boleh bekerja sama dengan pihak ketiga. Proses pemungutan retribusi
daerah dilakukan dengan sangat selektif, Pemerintah daerah dapat
mengajak bekerja sama badan-badan tertentu yang karena
profesionalismenya layak dipercaya untuk ikut melaksanakan sebagian
tugas pemungutan jenis retribusi tertentu secar lebih efisien. Kegiatan
pemungutan retribusi yang tidak dapat dikerjasamakan dengan pihak
ketiga adalah kegiatan perhitungan besarnya retribusi yang terutang,
pengawasan penyetoran retribusi, dan penagihan retribusi.
Retribusi dipungut dengan menggunakan Surat Ketetapan Retribusi
Daerah (SKRD) atau dokumen lain yang dipersamakan. SKRD adalah
surat ketetapan retribusi yang menentukan besarnya pokok retribusi.
Dokumen lain yang dipersamakan antara lain, berupa karcis masuk,
kupon dan kartu langganan. Jika wajib retribusi tertentu tidak
membayar, maka ia dikenakan sanksi administrasi berupa bunga
sebesar 2 % setiap bulan dari retribusi terutang yang tidak atau kurang
dibayar dan ditagih dengan menggunakan Surat Tagihan Retribusi
Daerah (STRD). STRD adalah surat untuk melakukan tagihan retribusi
dan atau sanksi administrasi berupa bunga dan atau denda. Tata cara
42
pelaksanaan pemungutan retribusi daerah ditetapkan oleh kepala
daerah.
i. Perhitungan Retribusi Daerah
Besarnya retribusi yang terutang oleh orang pribadi atau badan
yang menggunakan jasa atau perizinan tertentu dihitung dengan cara
mengalihkan tarif retribusi dengan tingkat penggunaan jasa. Dengan
demikian, besarnya retribusi yang terutang dihitung berdasarkan tarif
retribusi dan tingkat pengguna jasa.
1) Tingkat Penggunaan Jasa
Tingkat pengguna jasa dapat dinyatakan sebagai kuantitas
pengguna jasa sebagai dasar alokasi beban biaya yang dipikul
daerah untuk penyelenggaraan jasa yang bersangkutan, misalnya
berapa kali masuk tempat rekreasi, berapa kali/ berapa jam parkir
kendaraan, dan sebagainya. Tetapi ada pula pengguna jasa yang
tidak dapat dengan mudah diukur. Dalam hal ini tingkat pengguna
jasa mungkin perlu ditaksir berdasarkan rumus tertentu yang
ditetapkan oleh pemerintah daerah. Misalnya mengenai izin
bangunan, tingkat penggunaan jasa dapat ditaksir dengan rumus
yang didasarkan atas luas tanah, luas lantai bangunan, jumlah
tingkat bangunan, dan rencana penggunaan bangunan.
43
2) Tarif Retribusi Daerah
Tarif retribusi daerah adalah nilai rupiah atau persentase
tertentu yang ditetapkan untuk menghitung besarnya retribusi yang
terutang. Tarif dapat ditentukan seragam atau dapat diadakan
pembedaan mengenai golongan tarif sesuai dengan prinsip dan
sasaran tarif tertentu, misalnya pembedaan retribusi tempat rekreasi
antara anak-anak dan dewasa, retribusi parkir antara sepeda motor
dan mobil. Besarnya tarif dapat dinyatakan dalam rupiah per unit
tingkat pengguna jasa.
Tarif Retribusi ditinjau kembali secara berkala dengan
memperhatikan prinsip dan sasaran penetapan tarif. Daerah
memiliki kewenangan untuk meninjau kembali tarif secara berkala
dan berjangka waktu, hal ini dimaksudkan untuk mengantisipasi
perkembangan perekonomian daerah dari objek retribusi yang
bersangkutan. Hal ini diatur dalam Pasal 23 Undang-undang
Nomor 34 Tahun 2000.
3) Prinsip dan Sasaran Penetapan tarif Retribusi Daerah
Tarif retribusi daerah ditetapkan oleh pemerintah daerah
dengan memperhatikan prinsip dan sasaran penetapan tarif yang
berbeda antar golongan retribusi daerah.
Prinsip dan sasaran dalam penetapan tarif retribusi jasa umum
didasarkan pada kebijakasanaan daerah dengan memperhatikan
biaya penyediaan jasa yang bersangkutan, kemampuan masyarakat
44
dan aspek keadilan, dan didasarkan juga dengan tujuan untuk
memperoleh keuntungan yang layak sebagaimana keuntungan yang
pantas diterima oleh pengusaha swasta sejenis yang beroperasi
secara efisien dan berorientasi pada harga pasar. Dimana prinsip
dan sasaran dalam penetapan tarif diatur dalam Pasal 21 Undang-
undang Nomor 34 Tahun 2000.
Prinsip dan sasaran dalam penetapan tarif retribusi jasa usaha
ditetapkan berdasarkan pada tujuan utama untuk memperoleh
keuntungan yang layak, seperti keuntungan yang pantas diterima
oleh pengusaha swasta sejenis yang beroperasi secara efisien dan
berorientasi pada harga pasar. Tarif retribusi jasa usaha ditetapkan
oleh pemrintah daerah sehingga dapat tercapai keuntungan yang
layak, yaitu keuntungan yang dapat dianggap memadai jika jasa
yang bersangkutan diselenggarakan oleh swasta.
Prinsip dan sasaran dalam penetapan tarif retribusi perizinan
tertentu didasarkan pada tujuan untuk menutup sebagian atau
seluruh biaya pemberian izin yang bersangkutan. Biaya
penyelenggaraan izin ini meliputi penerbitan dokumen izin,
pengawasan dilapangan, penengahan hukum, penata usahaan dan
biaya dampak negatif dari pemberian izin tersebut.
45
4) Cara Perhitungan Retribusi Daerah
Besarnya retribusi daerah yang harus dibayar oleh orang
pribadi atau badan yang menggunakan jasa yang bersangkutan
dihitung dari perkalian antara tarif dan tingkat penggunaan jasa
dengan rumus sebagai berikut :
Retribusi Terutang = Tarif Retribusi x Tingkat Penggunaan Jasa
j. Peraturan Pemerintah Tentang Retribusi Daerah
UU No 34 Tahun 2000 yang merupakan revisi dari UU No 18
Tahun 1997 tentang Pajak Daerah dan Retribusi Daerah, serta
Peraturan Pemerintah RI No 66 Tahun 2001 tentang Retribusi daerah,
dalam peraturan ini diatur hal-hal yang berkaitan dengan ketentuan
retribusi daerah. Seperti jenis-jenis retribusi daerah, tata cara dan
sarana pemungutan retribusi, perhitungan besarnya retribusi terutang
serta beberapa ketentuan lainnya.
UU Nomor 34 Tahun 2000 mengatur dengan jelas bahwa untuk
dapat dipungut pada suatu daerah, setiap jenis retribusi daerah harus
ditetapkan dengan peraturan daerah. Hal ini berarti untuk dapat
diterapkan dan dipungut pada suatu daerah provinsi, kabupaten, atau
kota, harus terlebih dahulu ditetapkan peraturan daerah tentang
retribusi daerah tersebut. Peraturan daerah tentang suatu retribusi
daerah tidak dapat berlaku surut dan tidak boleh bertentangan dengan
kepentingan umum dan atau ketentuan peraturan perundang-undangan
yang lebih tinggi.
46
5. Hasil Pengelolaan Kekayaan Daerah yang Dipisahkan
a. Pengertian Hasil Pengelolaan Kekayaan Daerah yang Dipisahkan
Menurut UU No. 33 Tahun 2004 tentang Pendapatan Asli Daerah,
hasil pengelolaan kekayaan daerah yang dipisahkan adalah kekayaan
negara yang dipisahkan adalah komponen kekayaan negara yang
pengelolaannya diserahkan kepada Badan Usaha Milik Negara atau
Badan Usaha Milik Daerah. Pengelolaan kekayaan negara yang
dipisahkan ini merupakan subbidang keuangan negara yang khusus ada
pada negara-negara nonpublik.
Hasil pengelolaan kekayaan daerah yang dipisahkan merupakan
bagian dari PAD daerah tersebut, yang antara lain bersumber dari
bagian laba dari perusahaan daerah, bagian laba dari lembaga
keuangan bank, bagian laba atas penyertaan modal kepada badan usaha
lainnya.
6. Lain-Lain Pendapatan Asli Daerah yang Sah
Merujuk pada Undang-undang Nomor 33 Tahun 2004, Lain-lain
pendapatan asli daerah yang sah meliputi :
a. Hasil penjualan kekayaan Daerah yang tidak dipisahkan
b. Jasa giro
c. Pendapatan bunga
d. Keuntungan selisih nilai tukar rupiah terhadap mata uang asing; dan
Komisi, potongan, ataupun bentuk lain sebagai akibat dari penjualan
dan/atau pengadaan barang dan/atau jasa oleh Daerah
47
7. Dana Alokasi Umum
a. Pengertian Dana Alokasi Umum
DAU adalah dana yang bersumber dari pendapatan APBN yang
dialokasikan dengan tujuan pemerataan kemampuan keuangan antar
daerah untuk mendanai kebutuhan Daerah dalam rangka pelaksanaan
Desentralisasi (UU no.33 tahun 2004). Menurut (Nordiawan dan
Ayunigtiayas, 2010:26) DAU adalah dana yang bertujuan bagi
pemerataan kemampuan keuangan antar daerah yang dimaksud untuk
mengurangi ketimpangan kemampuan keuangan antar daerah melalui
penerapan formula yang mempertimbangkan kebutuhan dan potensi
daerah. Menurut (Reyowijoyo, 2010:174) DAU adalah dana yang di
alokasikan berdasarkan presentase tertentu dari pendapatan dalam
negeri neto yang di tetapkan dalam APBN yang menekankan pada
aspek pemerataan dan keadilan yang selaras dengan penyelengaraan
urusan pemerintah yang di tetapkan sesuai Undang-undang
8. Dana Alokasi Khusus
a. Pengertian Dana Alokasi Khusus
Dana alokasi khusus adalah dana yang bersumber dari pendapatan
APBN yang dialokasikan kepada Daerah tertentu dengan tujuan untuk
membantu mendanai kegiatan khusus yang merupakan urusan Daerah
dan sesuai dengan prioritas nasional (UU No. 33 tahun 2004). Menurut
(Nordiawan dan Ayunigtiayas, 2010:26) DAK dimaksudkan untuk
membantu membiayai kegitan-kegiatan khusus di daerah tertentu yang
48
merupakan urusan daerah dan sesuai dengan prioritas nasional,
khususnya untuk membiayai kebutuhan sarana dan prasarana dasar
masyarakat yang belum mencapai standar tertentu atau untuk
mendorong percepatan pembangunan daerah.
Dana alokasi khusu memainkan peran penting dalam dinamika
pembangunan sarana dan prasarana pelayanan dasar di daerah karena
sesuai dengan prinsip desentralisasi tanggung jawab dan akuntabilitas
bagi penyediaan pelayanan dasar masyarakat telah dialihkan kepada
pemerintah daerah. DAK merupakan dana yang dialokasikan dari
APBN ke Daerah tertentu untuk mendanai kebutuhan khusus yang
merupakan urusan daerah dan juga prioritas nasional antara lain:
kebutuhan kawasan transmigrasi, kebutuhan beberapa jenis investasi
atau prasarana, pembangunan jalan di kawasan terpencil, saluran irigasi
primer, dll.
9. Dana Bagi Hasil
a. Pengertian Dana Bagi Hasil
DBH merupakan dana yang bebas digunakan oleh pemerintah
daerah, kecuali DBH yang berasal dari bagi hasil cukai tembakau
(Abdullah dan Rona, 2014). DBH merupakan sumber pendapatan
daerah yang cukup potensial dan merupakan salah satu modal dasar
pemerintah daerah dalam mendapatkan dana pembangunan dan
memenuhi belanja daera (Wandira, 2013)
49
10. Belanja Modal
a. Pengertian Belanja Modal
Belanja Modal merupakan Belanja Pemerintah Daerah yang
manfaatnya melebihi 1 tahun anggaran dan akan menambah aset atau
kekayaan daerah dan selanjutnya akan menambah belanja yang bersifat
rutin seperti biaya pemeliharaan pada kelompok belanja administrasi
umum (Halim, 2004). Belanja modal untuk masing-masing Kab/Kota
dapat dilihat dalam Laporan Realisasi APBD.
Belanja Modal adalah belanja yang dilakukan pemerintah yang
menghasilkan aktiva tetap tertentu (Nordiawan,2006). Belanja modal
dimaksudkan untuk mendapatkan aset tetap pemerintah daerah, yakni
peralatan, bangunan, infrastruktur, dan harta tetap lainnya. Secara
teoritis ada tiga cara untuk memperoleh aset tetap tersebut, yakni
dengan membangun sendiri, menukarkan dengan aset tetap lainnya, atau
juga dengan membeli.
Kategori belanja modal menurut Ghozali (2008) adalah sebagai
berikut:
1) Pengeluaran mengakibatkan adanya perolehan aset tetap atau aset
lainnya yang dengan demikian menambah aset Pemda
2) Pengeluaran tersebut melebihi batasan minimal kapitalisasi aset
tetap atau aset lainnya yang telah ditetapkan oleh Pemda
3) Perolehan aset tetap tersebut diniatkan bukan untuk dijual
Belanja Modal adalah pengeluaran yang dilakukan dalam rangka
50
pembentukan modal yang Sifatnya menambah aset tetap / inventaris
yang memberikan manfaat lebih dari satu periode akuntansi, termasuk
didalamnya adalah pengeluaran untuk biaya pemeliharaan yang sifatnya
mempertahankan atau menambah masa manfaat, meningkatkan
kapasitas dan kualitas aset.
Menurut Standar Akuntansi Pemerintah (SAP), pengertian belanja
modal adalah pengeluaran yang dilakukan dalam rangka pembentukan
modal yang sifatnya menambah aset tetap / inventaris yang memberikan
manfaat lebih dari satu periode akuntansi, termasuk di dalamnya adalah
pengeluaran untuk biaya pemeliharaan yang sifatnya mempertahankan
atau menambah masa manfaat, serta meningkatkan kapasitas dan
kualitas aset.
b. Jenis-Jenis Belanja Modal
1) Belanja Modal Tanah
Belanja Modal Tanah adalah pengeluaran / biaya yang
digunakan untuk pengadaan / pembelian / pembebasan
penyelesaian, balik nama dan sewa tanah, pengosongan,
pengurungan, peralatan, pematangan tanah, pembuatan sertipikat,
dan pengeluaran lainnya sehubungan dengan perolehan hak atas
tanah dan sampai tanah dimaksud dalam kondisi siap pakai.
51
2) Belanja Modal Peralatan dan Mesin
Belanja Modal Peralatan dan Mesin adalah pengeluaran / biaya
yang digunakan untuk pengadaan / penambahan / penggantian, dan
peningkatan kapasitas peralatan dan mesin serta inventaris kantor
yang memberikan manfaat lebih dari 12 (dua belas) bulan dan
sampai peralatan dan mesin dimaksud dalam kondisi siap pakai.
3) Belanja Modal Gedung dan Bangunan
Belanja Modal Gedung dan Bangunan adalah pengeluaran /
biaya yang digunakan untuk pengadaan / penambahan / penggantian,
dan termasuk pengeluaran untuk perencanaan, pengawasan dan
pengelolaan pembangunan gedung dan bangunan yang menambah
kapasitas sampai gedung dan bangunan dimaksud dalam kondisi siap
pakai.
4) Belanja Modal Jalan, Irigasi dan Jaringan
Belanja Modal Jalan, Irigasi dan Jaringan adalah pengeluaran /
biaya yang digunakan untuk pengadaan / penambahan / penggantian
/ peningkatan pembangunanpembuatan serta perawatan dan
termasuk pengeluaran untuk perencanaan, pengawasan dan
pengelolaan jalan irigasi dan jaringan yang menambah kapasitas
sampai jalan irigasi dan jaringan dimaksudkan dalam kondisi siap
pakai.
52
5) Belanja Modal Fisik dan Lainnya
Belanja Modal Fisik lainnya adalah pengeluaran / biaya yang
digunakan untuk pengadaan / penambahan / penggantian /
peningkatan pembangunan/pembuatan serta perawatan terhadap
Fisik lainnya yang tidak dapat dikatagorikan kedalam kriteria
belanja modal tanah, peralata dan mesin, gedung dan bangunan, dan
jalan irigasi dan jaringan, termasuk dalam belanja ini adalah belanja
modal kontrak sewa beli, pembelian barang-barang kesenian, barang
peurbakala dan barang untuk museum, hewan ternak dan tanaman,
buku-buku, dan jurnal ilmiah.
53
Tabel 2.1
Komponen Biaya yang dimungkinkan didalam Belanja Modal
Jenisbelanjamodal
Komponen Biaya yang dimungkinkan didalamBelanja Modal
BelanjaModalTanah
Belanja Modal Pembebasan TanahBelanja Modal Pembayaran Honor Tim TanahBelanja Modal Pembuatan Sertifikat TanahBelanja Modal Pengurungan dan Pematangan TanahBelanja Modal Biaya Pengukuran TanahBelanja Modal Perjalanan Pengadaan Tanah
BelanjaModalGedungdanBangunan
Belanja Modal Bahan Baku Gedung dan BangunanBelanja Modal Upah Tenaga Kerja dan HonorPengelola Teknis Gedung dan BangunanBelanja Modal Sewa Peralatan Gedung danBangunanBelanja Modal Perencanaan dan Pengawasan Gedungdan BangunanBelanja Modal Perizinan Gedung dan Bangunan
Belanja Modal Pengosongan dan PembongkaranBangunan Lama Gedung dan BangunanBelanja Modal Honor Perjalanan Gedung danBangunan
BelanjaModalPeralatandan Mesin
Belanja Modal Bahan Baku Peralatan dan MesinBelanja Modal Upah Tenaga Kerja dan HonorPengelola Teknis Peralatan dan MesinBelanja Modal Sewa Peralatan, Peralatan dan MesinBelanja Modal Perencanaan dan PengawasanPeralatan dan MesinBelanja Modal Perizinan Peralatan dan MesinBelanja Modal Pemasangan Peralatan dan MesinBelanja Modal Perjalanan Peralatan dan Mesin
BelanjaModalJalan,IrigasidanJaringan
Belanja Modal Bahan Baku Jalan dan JembatanBelanja Modal Upah Tenaga Kerja dan HonorPengelola Teknis Jalan dan JembatanBelanja Modal Sewa Peralatan Jalan dan JembatanBelanja Modal Perencanaan dan Pengawasan Jalandan Jembatan dan Pengawasan Jalan dan JembatanBelanja Modal Perizinan Jalan dan Jembatan BelanjaModal Pengosongan dan pembongkaran BangunanLama Jalan dan JembatanBelanja Modal Perjalanan Jalan dan JembatanBelanja Modal Bahan Baku Irigasi dan JaringanBelanja Modal Upah Tenaga Kerja dan Honor
54
Pengelola Teknis Irigasi dan JaringanBelanja Modal Sewa Peralatan Irigasi dan JaringanBelanja Modal Perencanaan dan Pengawasan Irigasidan JaringanBelanja Modal Perizinan Irigasi dan Jaringan BelanjaModal Pengosongan dan Pembongkaran bangunanLama Irigasi dan JaringanBelanja Modal Perjalanan Irigasi dan Jaringan
BelanjaModalFisiklainnya
Belanja Modal Bahan Baku Fisik LainnyaBelanja Modal Upah Tenaga Kerja dan PengelolaTeknis Fisik LainnyaBelanja Modal Sewa Peralatan Fisik lainnyaBelanja Modal Perencanaan dan Pengawasan FisiklainnyaBelanja Modal Perizinan Fisik lainnya Belanja JasaKonsultan Fisik lainnya
Sumber: Undang-undang Nomor 28 Tahun 2009
55
C. Kerangka Berfikir
1. Pengaruh Pajak Daerah Terhadap Belanja Modal Daerah
Pajak daerah merupakan Pendapatan Asli Daerah yang tarifnya
ditetapkan melalui Peraturan Daerah (Perda). Pajak daerah dapat berupa
pajak hotel, pajak restoran, pajak tempat hiburan, pajak reklame, pajak
galian golongan C, pajak parkir, dan pajak penerangan jalan. Terdapat
keterkaitan antara pajak daerah dengan alokasi belanja modal. Semakin
besar pajak yang diterima oleh Pemerintah Daerah, maka semakin besar
pula PAD. Pemerintah Daerah mempunyai wewenang untuk
mengalokasikan pendapatannya dalam sektor belanja langsung ataupun
untuk belanja modal.
2. Pengaruh Retribusi Daerah Terhadap Belanja Modal Daerah
Retribusi daerah merupakan bagian dari Pendapatan Asli Daerah
(PAD). PAD dapat dijadikan sebagai indikator dalam menilai tingkat
kemandirian suatu daerah dalam mengelola keuangan daerahnya, makin
tinggi rasio PAD dibandingkan total pendapatan makin tinggi tingkat
kemandirian suatu daerah. Retribusi daerah sebagai pendapatan asli daerah
diharapkan mampu meningkatkan kemandirian suatu daerah. Pajak daerah
dan retribusi daerah bersifat limitatif (close-list) artinya bahwa pemerintah
daerah tidak dapat memungut jenis pajak dan retribusi selain yang telah
ditetapkan dalam undang-undang.
56
D. Paradigma Penelitian
Dari uraian kerangka berfikir di atas, maka paradima penelitian dapat
digambarkan dengan gambar sebagai berikut :
Gambar 2.1 Paradigma Penelitian
Keterangan :
= Pengaruh masing-masing variabel independen terhadap
variabel dependen
= Pengaruh secara bersama-sama variabel independen
terhadap variabel dependen
Penerimaan
Pajak Daerah
Penerimaan
Retribusi Daerah
Belanja ModalDaerah
H1
++
H2
H3
57
E. Hipotesis Penelitian
Hipotesis dapat didefinisikan sebagai hubungan yang diperkirakan secara
logis antara dua variabel atau lebih variabel yang dinyatakan dalam bentuk
pernyataan yang dapat diuji. Hubungan tersebut diperkirakan berdasarkan
jaringan asosiasi pada kerangka teoritis yang dirumuskan untuk studi
penelitian (Sekaran, 2006: 135). Adapun hipotesis penelitian dirumuskan
sebagai berikut.
H1 : Terdapat pengaruh positif antara penerimaan pajak daerah
terhadap belanja modal daerah pemerintahan kabupaten/kota di
Pulau Jawa pada tahun 2016.
H2 : Terdapat pengaruh positif antara penerimaan retribusi daerah
terhadap belanja modal daerah pemerintahan kabupaten/kota di
Pulau Jawa pada tahun 2016.
H3 : Terdapat pengaruh positif antara penerimaan pajak daerah
dan penerimaan retribusi daerah terhadap belanja modal daerah
pemerintahan kabupaten/kota di Pulau Jawa pada tahun 2016.