47
11 BAB II LANDASAN TEORI A. Hasil Penelitian Sebelumnya Sebagai referensi, penulis mengambil beberapa referensi dari penelitian sebelumnya yang menjadi acuan dalam penyusunan skripsi ini. Penelitian sebelumnya tersebut adalah : 1. Pengaruh Pajak dan Retribusi Daerah Terhadap Belanja Modal pada Dinas Pendapatan, Pengelolaan Keuangan dan Aset (DPPKA) Daerah Istimewa Yogyakarta Tahun 2009 2013yang dilakukan oleh (Renidia Dewanti Putri Priwikasari tahun 2014). Hasil penelitian menunjukkan bahwa: Pajak Daerah berpengaruh positif terhadap belanja modal. Sedangkan Retribusi Daerah tidak berpengaruh terhadap belanja modal. Tingkat pencapaian realisasi Pajak Daerah, Retribusi Daerah, dan Belanja Modal tahun 2009-2013 dalam setiap tahun anggaran realisasi Pajak Daerah dan Belanja Modal melebihi target, sedangkan untuk anggaran realisasi Retribusi Daerah untuk item- item tertentu melebihi target, ada beberapa yang tidak. 2. Pengaruh Penerimaan Pajak Daerah, Retribusi Daerah dan Dana Bagi Hasil (DBH) terhadap Belanja Modal di Kabupaten/Kota di Provinsi Aceh” yang dilakukan oleh (Sri Putri Handayani, Syukriy Abdullah dan Heru Fahlevi tahun 2015)

BAB II A. Hasil Penelitian Sebelumnya 1. 2013 yang ...eprints.mercubuana-yogya.ac.id/2009/3/BAB II.pdf · Undang-Undang, dengan tidak mendapatkan imbalan secara langsung dan digunakan

  • Upload
    haliem

  • View
    217

  • Download
    0

Embed Size (px)

Citation preview

11

BAB II

LANDASAN TEORI

A. Hasil Penelitian Sebelumnya

Sebagai referensi, penulis mengambil beberapa referensi dari penelitian

sebelumnya yang menjadi acuan dalam penyusunan skripsi ini. Penelitian

sebelumnya tersebut adalah :

1. “Pengaruh Pajak dan Retribusi Daerah Terhadap Belanja Modal pada

Dinas Pendapatan, Pengelolaan Keuangan dan Aset (DPPKA) Daerah

Istimewa Yogyakarta Tahun 2009 – 2013” yang dilakukan oleh (Renidia

Dewanti Putri Priwikasari tahun 2014).

Hasil penelitian menunjukkan bahwa: Pajak Daerah berpengaruh

positif terhadap belanja modal. Sedangkan Retribusi Daerah tidak

berpengaruh terhadap belanja modal. Tingkat pencapaian realisasi Pajak

Daerah, Retribusi Daerah, dan Belanja Modal tahun 2009-2013 dalam

setiap tahun anggaran realisasi Pajak Daerah dan Belanja Modal melebihi

target, sedangkan untuk anggaran realisasi Retribusi Daerah untuk item-

item tertentu melebihi target, ada beberapa yang tidak.

2. “Pengaruh Penerimaan Pajak Daerah, Retribusi Daerah dan Dana Bagi

Hasil (DBH) terhadap Belanja Modal di Kabupaten/Kota di Provinsi

Aceh” yang dilakukan oleh (Sri Putri Handayani, Syukriy Abdullah dan

Heru Fahlevi tahun 2015)

12

Hasil penelitian secara simultan menunjukkan bahwa variabel pajak

daerah, retribusi daerah dan dana bagi hasil secara bersama-sama

berpengaruh terhadap belanja modal di kabupaten/kota di Provinsi Aceh.

Hasil penelitian secara parsial menunjukkan bahwa variabel pajak

daerah dan retribusi daerah tidak berpengaruh terhadap belanja modal di

kabupaten/kota di provinsi Aceh, sedangkan variabel dana bagi hasil

berpengaruh terhadap belanja modal di kabupaten/kota di provinsi Aceh.

3. “Pengaruh Pajak Daerah, Retribusi Daerah, dan Dana Alokasi Umum

Terhadap Belanja Daerah (Studi Kasus Realisasi APBD Kabupaten/Kota

di Jawa Timur Tahun 2011-2013)” yang dilakukan oleh (Eryza Rosiana

Devi tahun 2017)

Hasil penelitian ini membuktikan bahwa Pajak Daerah, Retribusi

Daerah, dan Dana Alokasi Umum berpengaruh terhadap belanja daerah

Kota/Kabupaten Jawa Timur, hal ini dapat dijelaskan dalam nilai Adjusted

R Square yaitu 0,750 hal ini berarti bahwa 75% dari variabel dependen

Anggaran Belanja Daerah dapat di jelaskan oleh variasi dari variabel

independen yaitu Pajak Daerah (PD), Retribusi Daerah (RD), Dana

Alokasi Umum (DAU). Sedangkan sisanya 25% dipengaruhi oleh faktor

lain. Secara parsial Variabel Pajak Daerah, Retribusi Daerah, dan Dana

Alokasi Umum berpengaruh signifikan terhadap Belanja Daerah.

4. “Pengaruh Pajak Daerah dan Retribusi Daerah, Terhadap Belanja Daerah

(Studi Kasus Kabupaten/Kota di Jawa Barat Tahun 2010-2012)” yang

dilakukan oleh (Fitriana Afrianty tahun 2013).

13

Hasil penelitian ini membuktikan bahwa pengaruh pajak daerah dan

retribusi daerah untuk berbelanja di 0.653 .Ini berarti ada suatu hubungan

yang kuat .Variabel pengeluaran daerah dapat dijelaskan dengan variabel

pajak daerah dan retribusi daerah dari 42,6 % sedangkan sisanya 57.4 %

ini diratifikasi oleh faktor-faktor lain tidak diperiksa .Ada sebuah

menunjukkan dampak yang signifikan dan baik secara bersamaan atau

sebagian efek dari pajak daerah dan retribusi daerah dari belanja daerah.

5. “Pengaruh Pajak Daerah dan Retribusi Daerah, Terhadap Belanja Modal

(Studi Kasus Kabupaten Bolaang Mongondow Tahun 2004-2013)” yang

dilakukan oleh (Sandry Yossi Mamonto tahun 2014).

Hasil dari penelitian ini menunjukan bahwa secara parsial variabel

Pajak Daerah tidak berpengaruh terhadap Belanja Modal dan variabel

Retribusi Daerah juga tidak berpengaruh terhadap Belanja Modal.

Kemudian secara simultan, Pajak Daerah dan Retribusi Daerah juga tidak

berpengaruh terhadap Belanja Modal. Dimana variabel Pajak Daerah dan

Retribusi Daerah hanya mempunyai kontribusi sebesar 7 % terhadap

variabel Belanja Modal, sedangkan sisanya sebesar 93 % disumbangkan

oleh variabel lain yang tidak diamati dalam penelitian ini.

14

B. Definisi Pajak Daerah, Retribusi Daerah dan Belanja Modal

1. Pajak

a. Pengertian Pajak

Definisi pajak menurut Undang-Undang Nomor 16 tahun 2009

tentang perubahan keempat atas Undang-Undang Nomor 6 tahun 1983

tentang Ketentuan Umum dan Tata Cara Perpajakan pada Pasal 1 ayat

1 berbunyi pajak adalah kontribusi wajib kepada negara yang terutang

oleh orang pribadi atau badan yang bersifat memaksa berdasarkan

Undang-Undang, dengan tidak mendapatkan imbalan secara langsung

dan digunakan untuk keperluan negara bagi sebesar-besarnya

kemakmuran rakyat.

Menurut para ahli memberikan definisi tentang pajak yang

berbeda-beda, tetapi pada dasarnya definisi tersebut mempunyai

tujuan dan inti yang sama yaitu merumuskan pengertian pajak

sehingga mudah dipahami oleh masyarakat maupun instansi.

Menurut P.J.A Adriani dalam Waluyo (2011:2) pengertian pajak

adalah sebagai berikut:

“Pajak adalah iuran kepada negara (yang dapat dipaksakan yangterutang) oleh yang wajib membayarnya menurut peraturan-peraturan,dengan tidak mendapat prestasi kembali, yang langsung dapatditunjuk, dan yang gunanya adalah untuk membiayai pengeluaran-pengeluaran umum berhubung dengan tugas negara yangmenyelenggarakan pemerintahan.”

Dalam definisi di atas memfokuskan pada fungsi budgeter dari

pajak, sedangkan pajak masih mempunyai fungsi lainnya yaitu fungsi

mengatur. Apabila memperhatikan coraknya dalam memberikan

15

batasan pengertian pajak dapat dibedakan dari berbagai macam

ragamnya, yaitu dari segi ekonomi, segi hukum, segi sosiologi, dan

berbagai segi lainnya. Hal ini juga akan mewarnai titik berat yang

diletakkannya, sebagai contoh: segi penghasilan dan segi daya beli,

namun kebanyakan lebih bercorak pada ekonomi.

Menurut Rohmat Soemitro yang dikutip oleh Mardiasmo (2011:3)

menyatakan bahwa:

“Pajak adalah iuran rakyat kepada kas negara berdasarkan Undang-Undang (yang dapat dipaksakan) dengan tidak mendapat jasa timbalbalik (kontraprestasi) yang langsung dapat ditunjukkan dan yangdigunakan untuk membayar pengeluaran umum.”

Menurut Sommerfeld Ray M., Anderson Herschel M., dan Brock

Horace R. dalam Zain (2008:11) menyatakan bahwa:

“Pajak adalah suatu pengalihan sumber dari sektor swasta ke sektor

pemerintah, bukan akibat pelanggaran hukum, namun wajib

dilaksanakan, berdasarkan ketentuan yang diterapkan lebih dahulu,

tanpa mendapat imbalan yang langsung dan proporsional, agar

pemerintah dapat melaksanakan tugas-tugasnya untuk menjalankan

pemerintahan.”

Pengertian pajak menurut Undang-undang Nomor 28 Tahun 2009

tentang Perubahan Ketiga Undang-undang Nomor 6 Tahun 1983

tentang Ketentuan Umum dan Tata Cara Perpajakan (KUP) adalah

sebagai berikut:

“Pajak adalah kontribusi Wajib Pajak kepada negara yang terutangoleh orang pribadi atau badan yang bersifat memaksa berdasarkanUndang- Undang, dengan tidak mendapatkan imbalan secara langsung

16

dan digunakan untuk keperluan negara bagi sebesar-besarnyakemakmuran rakyat.”

Dari pengertian-pengertian pajak tersebut dapat disimpulkan

bahwa ciri- ciri atas unsur pokok yang terdapat pada pengertian pajak,

adalah sebagai berikut:

1) Pajak dipungut berdasarkan Undang-undang serta aturan

pelaksanaannya yang sifatnya dapat dipaksakan.

2) Dalam pembayaran pajak tidak dapat ditunjukkan adanya

kontraprestasi individual oleh pemerintahnya.

3) Pajak dipungut oleh negara baik pemerintahan pusat maupun

pemerintahan daerah.

4) Pajak diperuntukkan bagi pengeluaran-pengeluaran pemerintah,

yang bila dari pemasukannya masih terdapat surplus, dipergunakan

untuk membiayai public investment.

5) Pajak dapat pula mempunyai tujuan selain budgeter, yaitu mengatur

b. Karakter yang Melekat pada Definisi Pajak

Dari beberapa definisi dan pemahaman pajak di atas dapat

ditemui beberapa karakteristik pajak:

1) Pajak adalah iuran wajib pajak yang dipungut berdasarkan suatu

Undang- undang dan berikut peraturan pelaksanaannya.

2) Pemungutan pajak bukan karena denda sebagai denda sebagai

akibat tindakan melawan hukum, tetapi pemungutannya akibat

suatu ukuran- ukuran tertentu antara lain, ada subjek pajak,

17

objek pajak (penghasilan), ada suatu keadaan/peristiwa atau

kejadian yang dapat dikenakan pajak.

3) Pemungutan pajak tidak disertai dengan imbalan (kontraprestasi)

secara langsung.

4) Pajak adalah transfer dari warga negara kepada negara yang

bersifat paksaan dan bagi yang tidak mematuhinya dikenai

sanksi.

5) Pajak digunakan untuk membiayai penyelenggaraan

pemerintahan dan program-program pembangunan berupa

investasi masyarakat (public insvestment) bagi sebesar-besarnya

buat kemakmuran rakyat

c. Fungsi Pajak

Dari pengertian pajak yang dijelaskan oleh beberapa ahli di atas

bahwa pajak, Secara teoritis dan praktis dapat dilihat bahwa pajak

memiliki beberapa fungsi dalam kehidupan negara dan masyarakat.

Menurut Waluyo (2008:6) terdapat dua fungsi pajak, yaitu:

1) Fungsi Penerimaan (Budgeter)

Pajak berfungsi sebagai sumber dana yang diperuntukkan

bagi pembiayaan pengeluaran-pengeluaran pemerintah. Sebagai

contoh: dimasukkannya pajak dalam APBN sebagai penerimaan

dalam negeri.

18

2) Fungsi Mengatur (Reguler)

Pajak berfungsi sebagai alat untuk megatur atau

melaksanakan kebijakan di bidang sosial dan ekonomi. Sebagai

contoh: dikenakannya pajak yang lebih tinggi terhadap minuman

keras, dapat ditekan. Demikian pula terhadap barang mewah.

d. Tata Cara Pemungutan

Tata cara pemungutan pajak menurut Mardiasmo (2011:4) terdiri dari:

1) Stelsel Pajak

a) Stelsel Nyata (Real Stelsel)

Pengenaan pajak didasarkan pada objek (penghasilan

yang nyata), sehingga pemungutannya baru dapat dilakukan

pada akhir tahun pajak, yakni setelah penghasilan yang

sesungguhnya diketahui. Kebaikan stelsel ini adalah pajak

yang dikenakan lebih realistis. Sedangkan kelemahannya

adalah pajak baru dapat dikenakan pada akhir periode (setelah

penghasilan riil diketahui).

b) Stelsel Anggapan (Fictive Stelsel)

Pengenaan pajak didasarkan pada suatu anggapan yang

diatur oleh Undang-undang. Misalnya penghasilan suatu

tahun dianggap sama dengan tahun sebelumnya, sehingga

pada awal tahun pajak sudah dapat ditetapkan besarnya pajak

19

yang terutang untuk tahun berjalan. Kebaikan stelsel ini

adalah pajak dapat dibayar selama tahun berjalan, tanpa tahun

berjalan, tanpa harus menunggu pada akhir tahun. Sedangkan

kelemahannya adalah pajak yang dibayar tidak berdasarkan

keadaan yang sesungguhnya.

2) Stelsel Campuran

Stelsel ini merupakan kombinasi antara stelsel nyata dan

stelsel anggapan. Pada awal tahun, besarnya pajak dihitung

berdasarkan suatu anggapan, kemudian pada akhir tahun besarnya

pajak disesuaikan dengan keadaan yang sebenarnya. Bila besarnya

pajak menurut kenyataan lebih besar dari pada pajak menurut

anggapan, maka Wajib Pajak harus menambah. Sebaliknya, jika

lebih kecil kelebihannya dapat diminta kembali.

e. Sistem Pemungutan

1) Official Assesment System

Adalah suatu sistem pemungutan yang memberi wewenang

kepada pemerintah (fiskus) untuk menentukan besarnya pajak

yang terutang oleh Wajib Pajak. Ciri-cirinya:

a) Wewenang untuk menentukan besarnya pajak terutang ada pada

fiskus.

b) Wajib Pajak bersifat pasif.

c) Utang pajak timbul setelah dikeluarkan surat ketetapan pajak

oleh fiskus.

20

2) Self Assesment System

Adalah suatu sistem pemungutan pajak yang memberi

wewenang kepada Wajib Pajak untuk menentukan sendiri

besarnya pajak yang terutang. Ciri-cirinya:

a) Wewenang untuk menentukan besarnya pajak terutang ada

pada Wajib Pajak sendiri.

b) Wajib Pajak aktif, mulai dari menghitung, memperhitungkan,

menyetor, dan melaporkan sendiri pajak yang terutang.

c) Fiskus tidak ikut campur dan hanya mengawasi.

3) With Holding System

Adalah suatu sistem pemungutan pajak yang memberi

wewenang kepada pihak ketiga (bukan fiskus dan bukan Wajib

Pajak) yang bersangkutan untuk menentukan besarnya pajak

yang terutang oleh Wajib Pajak. Cri-cirinya adalah wewenang

menentukan besarnya pajak yang terutang ada pada pihak ketiga,

pihak selain fiskus dan Wajib Pajak.

f. Asas Pemungutan

1) Asas Domisili (Asas Tempat Tinggal)

Negara berhak mengenakan pajak atas seluruh penghasilan

Wajib Pajak yang bertempat tinggal di wilayahnya, baik

penghasilan yang berasal dari dalam maupun luar negeri. Asas

ini berlaku untuk Wajib Pajak dalam negeri.

21

2) Asas Sumber

Negara berhak mengenakan pajak atas penghasilan yang

bersumber dari wilayahnya tanpa memperhatikan tempat tinggal

Wajib Pajak.

3) Asas Kebangsaan

Pengenaan pajak dihubungkan dengan kebangsaan suatu

negara. Asas ini diberlakukan kepada setiap orang asing yang

bertempat tinggal di Indonesia untuk membayar pajak.

g. Syarat Pemungutan

Syarat-syarat pemungutan pajak dalam buku Mardiasmo (2012:2)

yaitu:

1) Pemungutan pajak harus adil (Syarat Keadilan)

Pemungutan pajak yang dikenakan secara adil dan melihat

kemampuan Wajib Pajak dalam membayar pajak

2) Pemungutan pajak harus berdasarkan Undang-undang (Syarat

Yuridis) Pemungutan pajak yang diatur dalam Pasal 23 ayat 2

UUD 1945 untuk memberikan jaminan hukum yang adil baik

bagi negara maupun Warga Negara Indonesia.

3) Tidak mengganggu perekonomian (Syarat Ekonomis)

Pemungutan pajak harus menjaga keseimbangan kehidupan

perekonomian dan tidak menggangu kehidupan ekonomi dari

Wajib Pajak.

22

4) Pemungutan pajak harus efisien (Syarat Finansial)

Pemungutan pajak harus dapat ditekan sehingga biaya

pemungutan pajak tidak terlalu besar.

5) Sistem pemungutan pajak harus sederhana

Pemungutan pajak dilakukan secara sederhana yang berguna

bagi masyarakat dalam memenuhi kewajiban perpajakannya.

h. Sifat dan Golongan Pajak

Menurut Mardiasmo (2011:5) pajak dapat digolongkan menjadi 3

macam, yaitu menurut golongannya, sifatnya dan lembaga

pemungutannya.

1) Menurut Golongannya

a) Pajak Langsung

Pajak langsung yaitu pajak yang harus di pikul sendiri oleh

Wajib Pajak dan tidak dapat dibebankan atau dilimpahkan

kepada orang lain. Contoh : Pajak Penghasilan (PPh).

b) Pajak Tidak Langsung

Pajak tidak langsung yaitu pajak yang pada akhirnya dapat

dibebankan atau dilimpahkan kepada orang lain. Contoh :

Pajak Pertambahan Nilai (PPN).

23

2) Menurut Sifatnya

a) Pajak Subjektif

Pajak Subjektif yaitu pajak yang berpangkal atau

berdasarkan pada subjeknya, dalam arti memperhatikan keadaan

diri Wajib Pajak (PPh). Contoh : Pajak Penghasilan (PPh).

b) Pajak Objektif

Pajak Objektif yaitu pajak yang berpangkal pada objeknya,

tanpa memperhatikan keadaan diri Wajib Pajak. Contoh : Pajak

Pertambahan Nilai dan Pajak Penjualan atas Barang Mewah.

3) Menurut Lembaga Pemungutannya

a) Pajak Pusat

Pajak Pusat adalah pajak yang dipungut oleh pemerintah

pusat dan digunakan untuk membiayai rumah tangga negara.

Contoh : Pajak Penghasilan, Pajak Pertambahan Nilai dan Pajak

Penjualan atas Barang Mewah, Pajak Bumi dan Bangunan, dan

Bea Materai.

b) Pajak Daerah

Pajak Daerah yaitu pajak yang dipungut oleh Pemerintahan

Daerah dan digunakan untuk membiayai rumah tangga daerah.

Pajak daerah terdiri atas Pajak Provinsi dan Pajak

Kabupaten/Kota.

.

24

2. Daerah

a. Pengertian Daerah

Secara umum, definisi Daerah menurut Nia K. Pontoh dalam

bukunya yang berjudul Pengantar Perencanaan Perkotaan (2008),

adalah suatu wilayah teritorial dengan pengertian, batasan, dan

perwatakannya didasarkan pada wewenang administratif pemerintahan

yang ditentukan oleh peraturan perundang-undangan tertentu. Definisi

lain dari daerah adalah ruang yang merupakan kesatuan geografis

beserta segenap unsur terkait padanya dengan batas dan sistemnya

ditentukan berdasarkan aspek administrasi. Contohnya adalah daerah-

daerah otonom seperrti yang dimaksud oleh Undang-undang No. 22

tahun 1999 (yang telah direvisi menjadi UU No. 32 tahun 2004)

tentang Pemerintah di Daerah: Daerah Provinsi; Daerah Kabupaten;

Daerah Kota.

Menurut UU No. 32 tahun 2004, daerah otonom, selanjutnya

disebut daerah adalah kesatuan masyarakat hukum yang mempunyai

batas-batas wilayah yang berwenang mengatur dan mengurus urusan

pemerintahan dan kepentingan masyarakat setempat menurut prakarsa

sendiri berdasarkan aspirasi masyarakat dalam sistem Negara

Kesatuan Republik Indonesia (NKRI)

25

3. Pajak Daerah

a. Pengertian Pajak Daerah

Berdasarkan Undang-undang Republik Indonesia Nomor 28

Tahun 2009 Tentang perubahan atas Undang-undang Republik

Indonesia Nomor 34 Tahun 2000 Tentang Pajak Daerah dan

Retribusi Daerah, Pajak Daerah adalah:

“Iuran Wajib Pajak yang dilakukan oleh orang pribadi atau badan

kepala daerah tanpa imbalan langsung yang seimbang yang dapat

dipaksakan berdasarkan peraturan perundang-undangan yang

berlaku, yang digunakan untuk membiayai penyelenggaraan

pemerintah daerah dan pembangunan daerah.”

b. Peraturan Daerah Tentang Pajak Daerah

Undang-undang Nomor 28 Tahun 2009 mengatur dengan jelas

bahwa untuk dapat dipungut pada suatu daerah, setiap jenis pajak

daerah harus ditetapkan surut dan tidak boleh bertentangan dengan

kepentingan umum atau ketentuan perundang-undangan yang lebih

tinggi.

Isi Peraturan Daerah tentang Pajak Daerah, peraturan daerah

tersebut sekurang-kurangnya mengatur mengenai:

1) Nama, objek, dan subjek pajak;

2) Dasar pengenaan, tarif, dan cara perhitungan pajak;

3) Wilayah pemungutan;

4) Masa pajak;

26

5) Penetapan Pajak;

6) Tata cara pembayaran dan penagihan pajak;

7) Kadaluwarsa penagihan pajak;

8) Sanksi administrasi;

9) Tanggal dimulai berlakunya pajak.

c. Sistem Pemungutan Pajak Daerah

Undang-undang Nomor 28 Tahun 2009 menetapkan sistem

pajak untuk setiap Pajak Daerah adalah:

1) Sistem Pemungutan Pajak Daerah

Pemungutan pajak daerah saat ini menggunakan 3 (tiga)

sistem pemungutan pajak. Sebagaimana tertera di bawah ini:

a) Dibayar sendiri oleh Wajib Pajak;

b) Ditetapkan oleh kepala daerah;

c) Dipungut oleh pemungut pajak.

2) Pemungut Pajak Daerah

a) Percetakan formulir perpajakan;

b) Pengiriman surat-surat kepada Wajib Pajak;

c) Penghimpunan data objek dan subjek pajak.

Untuk Wajib Pajak, sesuai dengan ketetapan kepala daerah

maupun yang dibayar sendiri oleh Wajib Pajak:

a) Diterbitkan Surat Tagihan Pajak Daerah (STPD);

b) Surat Keputusan Pembetulan;

c) Surat Keputusan Keberatan;

27

d) Putusan Banding sebagai dasar pemungutan dan penyetoran

pajak.

d. Jenis-Jenis Pajak Daerah

Jenis-jenis Pajak Daerah menurut Undang-undang Nomor 28

Tahun 2009 terbagi menjadi dua yaitu pajak Provinsi dan Pajak

Kabupaten/Kota. Pembagian ini dilakukan sesuai dengan

kewenangan pengenaan dan pemungutan masing- masing pajak

daerah pada Wilayah administrasi Provinsi atau Kabupaten/Kota

yang bersangkutan. Berdasarkan Undang-undang tersebut

ditetapkan jenis-jenis pajak daerah, yaitu terdiri dari:

1) Jenis Pajak Provinsi terdiri atas:

a) Pajak Kendaraan Bermotor

Pajak Kendaraan Bermotor adalah pajak atas

kepemilikan dan/atau penguasaan kendaraan bermotor.

Kendaraan Bermotor adalah semua jenis kendaraan beroda

beserta gandengannya yang digunakan di semua jenis jalan

darat, dan digerakkan oleh peralatan teknik berupa motor

atau peralatan lainnya yang berfungsi untuk mengubah suatu

sumber daya energi tertentu menjadi tenaga gerak kendaraan

bermotor yang bersangkutan, termasuk alat-alat berat dan

alat-alat besar yang dalam operasinya menggunakan roda

dan motor tidak melekat secara permanen serta kendaraan

bermotor yang dioperasikan di air.

28

b) Bea Balik Nama Kendaraan Bermotor

Bea Balik Nama Kendaraan Bermotor (BBNKB) adalah

pajak atas penyerahan hak milik kendaraan bermotor sebagai

akibat perjanjian dua pihak atau perbuatan sepihak atau

keadaan yang terjadi karena jual beli, tukar tambah, hibah,

warisan atau pemasukan ke dalam badan usaha.

c) Pajak Bahan Bakar Kendaraan Bermotor

Pajak Bahan Bakar Kendaraan Bermotor adalah pajak

atas penggunaan bahan bakar kendaraan bermotor. Bahan

bakar kendaraan bermotor adalah semua jenis bahan bakar

cair atau gas yang digunakan untuk kendaraan bermotor.

d) Pajak Air Permukaan

Pajak Air Permukaan adalah pajak atas pengambilan

dan/atau pemanfaatan air permukaan. Air permukaan adalah

semua air yang terdapat pada permukaan tanah, tidak

termasuk air laut, baik yang berada di laut maupun di darat.

e) Pajak Rokok

Pajak Rokok adalah pungutan atas cukai rokok yang

dipungut oleh pemerintah.

29

2) Jenis Pajak Kabupaten/Kota terdiri atas:

a) Pajak Hotel

Pajak Hotel adalah pajak atas pelayanan yang disediakan

oleh hotel. Hotel adalah fasilitas penyedia jasa

penginapan/peristirahatan termasuk jasa terkait lainnya

dengan dipungut bayaran, yang mencangkup juga motel,

losmen, gabuk pariwisata, wisma pariwisata, pesanggrahan,

rumah penginapan dan sejenisnya, serta rumah kos dengan

jumlah kamar lebih dari 10 (sepuluh).

b) Pajak Restoran

Pajak Restoran adalah pajak atas pelayanan yang

disediakan oleh restoran. Restoran adalah fasilitas penyedia

makanan dan/atau minuman dengan dipungut bayaran, yang

mencangkup juga rumah makan, kafetaria, kantin, warung,

bar dan sejenisnya termasuk jasa boga/katering.

c) Pajak Hiburan

Pajak Hiburan adalah pajak atas penyelenggaraan

hiburan. Hiburan adalah semua jenis tontonan, pertunjukan,

permainan, dan/atau keramaian yang dinikmati dengan

dipungut bayaran.

d) Pajak Reklame

Pajak Reklame adalah pajak atas penyelenggara reklame.

Reklame adalah benda, alat, perbuatan, atau media yang

30

bentuk dan corak ragamnya dirancang untuk tujuan

komersial memperkenalkan, menganjurkan,

mempromosikan , atau untuk menarik perhatian umum

terhadap barang, jasa, orang, atau badan dapat dilihat,

dibaca, didengar, dirasakan, dan/atau dinikmati oleh umum.

e) Pajak Penerangan Jalan

Pajak Penerangan Jalan adalah pajak atas pengunaan

tenaga listrik, baik yang dihasilkan sendiri maupun diperoleh

dari sumber lain.

f) Pajak Mineral Bukan Logam dan Batuan

Pajak Mineral Bukan Logam dan Batuan adalah pajak

atas kegiatan pengambilan mineral bukan logam dan batuan,

baik dari sumber alam di dalam dan/atau permukaan bumi

untuk dimanfaatkan.

g) Pajak Parkir

Pajak Parkir adalah pajak atas penyelenggara tempat

parkir di luar badan jalan, baik yang disediakan berkaitan

dengan pokok usaha maupun yang disediakan sebagai suatu

usaha, termasuk penyediaan tempat penitipan kendaraan

bermotor.

31

h) Pajak Air dan Tanah

Pajak Air Tanah adalah pajak atas pengambilan dan/atau

pemanfaatan air tanah. Air Tanah adalah air yang terdapat

dalam lapisan tanah atau batuan di bawah permukaan tanah.

i) Pajak Sarang Burung Walet

Pajak Sarang Burung Walet adalah pajak atas kegiatan

pengambilan dan/atau pengusahaan sarang burung walet.

j) Pajak Bumi dan Bangunan Perdesaan dan Perkotaan

Pajak Bumi dan Bangunan Perdesaan dan Perkotaan

adalah pajak atas bumi dan/atau bangunan yang dimiliki,

dikuasai, dan/atau dimanfaatkan oleh orang pribadi atau

badan, kecuali kawasan yang digunakan untuk kegiatan

usaha perkebunan, perhutanan, dan pertambangan.

k) Bea Perolehan Hak Atas Tanah dan Bangunan

Bea Perolehan Hak atas Tanah dan Bangunan adalah

pajak atas perolehan hak atas tanah dan/atau bangunan.

Perolehan Hak atas Tanah dan/atau Bangunan adalah

perbuatan atau peristiwa hukum yang mengakibatkan

diperolehnya hak atas tanah dan/atau bangunan oleh orang

pribadi atau badan.

32

4. Retribusi Daerah

a. Pengertian Retribusi Daerah

Retribusi Daerah adalah pungutan daerah sebagai pembayaran atas

jasa atau pemberian izin tertentu yang khusus disediakan dan atau

diberikan oleh pemerintah daerah untuk kepentingan orang pribadi

atau badan.

Menurut Ahmad Yani (2002:55) “Daerah provinsi, kabupaten/kota

diberi peluang dalam menggali potensi sumber-sumber keuangannya

dengan menetapkan jenis retribusi selain yang telah ditetapkan,

sepanjang memenuhi kriteria yang telah ditetapkan dan sesuai dengan

aspirasi masyarakat”.

Menurut Marihot P. Siahaan (2005:6), “Retribusi Daerah adalah

pungutan daerah sebagai pembayaran atas jasa atau pemberian izin

tertentu yang khusus disediakan dan atau diberikan oleh pemerintah

daerah untuk kepentingan orang pribadi atau badan”.

b. Ciri-Ciri Retribusi Daerah

Adapun ciri-ciri retribusi daerah :

1) Retribusi dipungut oleh pemerintah daerah

2) Dalam pemungutan terdapat paksaan secara ekonomis

3) Adanya kontraprestasi yang secara langsung dapat ditunjuk

4) Retribusi dikenakan pada setiap orang/ badan yang menggunakan

jasa-jasa yang disiapkan negara.

33

c. Tujuan Retribusi Daerah

Tujuan Retribusi daerah pada dasarnya memiliki persamaan pokok

dengan tujuan pemungutan pajak yang dilakukan oleh negara atau

pemerintah daerah.

Adapun tujuan pemungutan tersebut adalah:

1) Tujuan utama adalah untuk mengisi kas negara atau kas daerah

guna memenuhi kebutuhan rutinnya.

2) Tujuan tambahan adalah untuk mengatur kemakmuran masyarakat

melalui jasa yang diberikan secara langsung kepada masayarakat.

d. Sifat-Sifat Retribusi Daerah

Retribusi daerah dalam pelaksanaannya mempunyai dua sifat yaitu :

1) Retribusi yang sifatnya umum

Maksudnya bahwa pungutan tersebut mempunyai sifat berlaku

secara umum bagi mereka yang ingin menikmati kegunaan dari

suatu jasa yang diberikan oleh pemerintah daerah. Misalnya bagi

mereka yang masuk ke dalam pasar untuk berjualan, walaupun

hanya sehari tetap dikenakan pungutan retribusi.

2) Retribusi yang pungutannya bertujuan

Maksudnya adalah retribusi yang dilihat dari segi

pemakaiannya, pungutan tersebut bertujuan untuk memperoleh

jasa, manfaat dan kegunaan dari fasilitas yang disediakan oleh

pemerintah daerah. Misalnya kewajiban retribusi yang dilakukan

seseorang untuk mendapatkan akte kelahiran.

34

e. Objek Retribusi Daerah

Objek Retribusi adalah retribusi atas jasa yang disediakan atau

diberikan oleh pemerintah daerah. Tidak semua yang diberikan

pemerintah daerah dapat dipungut retribusinya, tetapi hanya jenis-jenis

jasa tertentu yang menurut pertimbangan sosial ekonomi layak

dijadikan sebagai objek retribusi.

Adapun yang menjadi objek dari retribusi daerah adalah

berbentuk jasa yang dihasilkan, yang terdiri dari :

1) Jasa Umum

Jasa umum adalah jasa yang disediakan atau diberikan oleh

pemerintah daerah untuk tujuan kepentingan dan kemanfaatan

umum serta dapat dinikmati oleh orang pribadi atau badan. Jasa

umum meliputi pelayanan kesehatan, dan pelayanan persampahan.

Jasa yang tidak termasuk jasa umum adalah jasa urusan umum

pemerintah.

2) Jasa Usaha

Jasa usaha adalah yang disediakan oleh pemerintah daerah

dengan menganut prinsip-prinsip komersial karena pada dasarnya

dapat pula disediakan oleh sektor swasta.

35

3) Perizinan Tertentu

Perizinan tertentu pada dasarnya pemberian izin oleh

pemerintah tidak dipungut retribusi, akan tetapi dalam

melaksanakan fungsi tersebut, pemerintah daerah mungkin masih

mengalami kekurangan biaya yang tidak selalu dapat dicukupi oleh

sumber-sumber penerimaan daerah yang telah ditentukan sehingga

perizinan tertentu masih dipungut retribusi.

f. Subjek Retribusi Daerah

Subjek retribusi daerah terdiri dari :

1) Subjek Retribusi Jasa Umum

Subjek retribusi jasa umum adalalah orang pribadi atau badan

yang menggunakan atau menikmati pelayanan jasa umum yang

bersangkutan. Subjek Retribusi jasa umum ini dapat ditetapkan

menjadi wajib retribusi jasa umum, yaitu orang pribadi atau badan

yang diwajibkan untuk melakukan pembayaran retribusi jasa

umum.

2) Subjek Retribusi Jasa Usaha

Subjek retribusi jasa usaha adalah orang pribadi atau badan

usaha yang menggunakan atau menikmati pelayanan jasa usaha

yang bersangkutan. Subjek ini dapat merupakan wajib retribusi jasa

usaha, yaitu orang pribadi atau badan yang diwajibkan untuk

melakukan pembayaran retribusi jasa usaha.

36

3) Subjek Retribusi Perizinan Tertentu

Subjek retribusi perizinan tertentu adalah orang pribadi atau

badan yang memperoleh izin tertentu dari pemerintah daerah.

Subjek ini dapat merupakan wajib retribusi jasa perizinan tertentu,

yaitu orang pribadi atau badan yang diwajibkan untuk melakukan

pembayaran retribusi perizinan tertentu.

g. Jenis-Jenis Retribusi Daerah

Retribusi daerah menurut UU No 18 Tahun 1997 tentang pajak

daerah dan retribusi daerah yang telah diubah terakhir dengan UU No

34 tahun 2000 dan Peraturan Pemerintah No 66 tahun 2001 tentang

retribusi daerah dikelompokkan menjadi 3 yaitu :

1) Subjek Retribusi Perizinan Tertentu

Retribusi Jasa Umum adalah retribusi atas jasa yang

disediakan atau diberikan oleh Pemerintah Daerah untuk tujuan

kepentingan dan kemanfaatan umum serta dapat dinikmati oleh

orang pribadi atau badan.

Sesuai dengan UU No 34 tahun 2000 pasal 18 ayat 3 huruf a,

retribusi jasa umum ditentukan berdasarkan kriteria

berikut ini :

a) Jasa tersebut dengan Retribusi jasa umum bersifat bukan pajak

dan bersifat bukan retribusi jasa usaha atau perizinan tertentu.

b) Jasa yang bersangkutan merupakan kewenangan daerah dalam

rangka pelaksanaan asas desentralisasi.

37

c) Jasa tersebut memberikan manfaat khusus bagi orang pribadi

atau badan yang diharuskan membayar retribusi, disamping

untuk melayani kepentingan dan kemanfaatan umum.

d) Jasa tersebut layak untuk dikenakan retribusi.

e) Retribusi tersebut tidak bertentangan dengan kebijakan

nasional mengenai penyelenggaraannya.

f) Retribusi tersebut dapat dipungut secara efektif dan efisien

serta merupakan satu sumber pendapatan daerah yang

potensial.

g) Pemungutan retribusi memungkinkan penyediaan tingkat dan

atau kualitas pelayanan yang lebih baik.

Jenis-jenis retribusi jasa umum terdiri dari :

1. Retribusi pelayanan kesehatan

2. Retribusi pelayanan persampahan/kebersihan

3. Retribusi penggantian biaya cetak kartu tanda penduduk

dan akte catatan sipil

4. Retribusi pelayanan pemakaman dan pengabuan mayat

5. Retribusi pelayanan parkir di tepi jalan umum.

6. Retribusi pelayanan pasar

7. Retribusi pengujian kendaraan bermotor

8. Retribusi pemeriksaan alat Pemadam kebakaran

9. Retribusi penggantian biaya cetak peta

10. Retribusi pengujian kapal perikanan

38

2) Subjek Retribusi Perizinan Tertentu

Retribusi Jasa Usaha adalah retribusi atas jasa yang disediakan

oleh Pemerintah Daerah dengan menganut prinsip komersial

karena pada dasarnya dapat pula disediakan oleh sektor swasta.

Sesuai dengan UU No 34 Tahun 2000 Pasal 18 ayat 3

huruf b, retribusi jasa usaha ditentukan berdasarkan kriteria berikut

ini :

a) Retribusi jasa usaha bersifat bukan pajak dan bersifat bukan

retribusi jasa umum atau retribusi perizinan tertentu

b) Jasa yang bersangkutan adalah jasa yang bersifat komersial

yang seyogianya disediakan oleh sektor swasta, tetapi belum

memadai atau terdapatnya harta yang dimiliki/ dikuasai daerah

yang belum dimanfaatkan secara penuh oleh pemerintah

daerah.

Jenis-jenis retribusi jasa usaha terdiri dari :

1. Retribusi pemakaian kekayaan daerah

2. Retribusi pasar grosir dan/atau pertokoan

3. Retribusi tempat pelelangan

4. Retribusi terminal

5. Retribusi tempat khusus parkir

6. Retribusi tempat penginapan/pesanggrahan/villa

7. Retribusi penyedotan kakus

8. Retribusi rumah potong hewan

39

9. Retribusi pelayanan pelabuhan kapal

10. Retribusi tempat rekreasi dan olah raga

11. Retribusi penyeberangan di atas air

12. Retribusi pengolahan limbah cair

13. Retribusi penjualan produksi usaha daerah.

3) Retribusi Perizinan Tertentu

Retribusi Perizinan Tertentu adalah retribusi atas kegiatan

tertentu Pemerintah Daerah dalam rangka pemberian izin kepada

orang pribadi atau badan yang dimaksudkan untuk pembinaan,

pengaturan, pengendalian dan pengawasan atas kegiatan

pemanfaatan ruang, penggunaan sumber daya alam, barang,

prasarana, sarana, atau fasilitas tertentu guna melindungi

kepentingan umum dan menjaga kelestarian lingkungan.

Sesuai dengan UU No 34 Tahun 2000 Pasal 18 ayat 3

huruf c, retribusi perizinan tertentu ditentukan berdasarkan kriteria

berikut ini :

a) Perizinan tersebut termasuk kewenangan pemerintahan yang

diserahkan kepada daerah dalam rangka asas desentralisasi.

b) Perizinan tersebut benar-benar diperlukan guna melindungi

kepentingan umum.

c) Biaya yang menjadi beban daerah dalam penyelenggaraan izin

tersebut dan biaya untuk menanggulangi dampak negatif dari

40

pemberian izin tersebut cukup besar sehingga layak dibiayai

dari retribusi perizinan.

Jenis- jenis retribusi perizinan tertentu, terdiri dari :

1. Retribusi izin mendirikan bangunan

2. Retribusi izin tempat penjualan minuman beralkohol

3. Retribusi izin gangguan

4. Retribusi izin trayek.

Selain jenis-jenis retribusi daerah yang ditetapkan dalam UU

No 34 Tahun 2000, yaitu retribusi jasa umum, jasa usaha, dan

perizinan tertentu, kepada daerah diberikan kewenangan untuk

menetapkan jenis retribusi daerah lainnya yang dipandang sesuai

untuk daerahnya. UU No 34 Tahun 2000 Pasal 18 ayat 4

menentukan bahwa dengan peraturan daerah dapat ditetapkan jenis

retribusi daerah lainnya sesuai dengan kewenangan otonominya

dan memenuhi kriteria yang telah ditetapkan. Ketentuan ini

dimaksudkan untuk memberikan keleluasaan kepada daerah dalam

mengantisipasi situasi dan kondisi serta perkembangan

perekonomian daerah pada masa mendatang yang mengakibatkan

meningkatnya kebutuhan masyarakat atas pelayanan pemerintah

daerah, tetapi tetap memperhatikan kesederhanaan jenis retribusi

daerah dan aspirasi masyarakat serta memenuhi kriteria yang telah

ditetapkan.

41

h. Tata Cara Pemungutan Retribusi Daerah

Sesuai dengan UU No 18 tahun 1997 Pasal 26, pemungutan

retribusi tidak dapat diborongkan, artinya seluruh proses kegiatan

pemungutan retribusi tidak dapat diserahkan kepada pihak ketiga.

Dalam pengertian ini bukan berarti bahwa pemerintah daerah tidak

boleh bekerja sama dengan pihak ketiga. Proses pemungutan retribusi

daerah dilakukan dengan sangat selektif, Pemerintah daerah dapat

mengajak bekerja sama badan-badan tertentu yang karena

profesionalismenya layak dipercaya untuk ikut melaksanakan sebagian

tugas pemungutan jenis retribusi tertentu secar lebih efisien. Kegiatan

pemungutan retribusi yang tidak dapat dikerjasamakan dengan pihak

ketiga adalah kegiatan perhitungan besarnya retribusi yang terutang,

pengawasan penyetoran retribusi, dan penagihan retribusi.

Retribusi dipungut dengan menggunakan Surat Ketetapan Retribusi

Daerah (SKRD) atau dokumen lain yang dipersamakan. SKRD adalah

surat ketetapan retribusi yang menentukan besarnya pokok retribusi.

Dokumen lain yang dipersamakan antara lain, berupa karcis masuk,

kupon dan kartu langganan. Jika wajib retribusi tertentu tidak

membayar, maka ia dikenakan sanksi administrasi berupa bunga

sebesar 2 % setiap bulan dari retribusi terutang yang tidak atau kurang

dibayar dan ditagih dengan menggunakan Surat Tagihan Retribusi

Daerah (STRD). STRD adalah surat untuk melakukan tagihan retribusi

dan atau sanksi administrasi berupa bunga dan atau denda. Tata cara

42

pelaksanaan pemungutan retribusi daerah ditetapkan oleh kepala

daerah.

i. Perhitungan Retribusi Daerah

Besarnya retribusi yang terutang oleh orang pribadi atau badan

yang menggunakan jasa atau perizinan tertentu dihitung dengan cara

mengalihkan tarif retribusi dengan tingkat penggunaan jasa. Dengan

demikian, besarnya retribusi yang terutang dihitung berdasarkan tarif

retribusi dan tingkat pengguna jasa.

1) Tingkat Penggunaan Jasa

Tingkat pengguna jasa dapat dinyatakan sebagai kuantitas

pengguna jasa sebagai dasar alokasi beban biaya yang dipikul

daerah untuk penyelenggaraan jasa yang bersangkutan, misalnya

berapa kali masuk tempat rekreasi, berapa kali/ berapa jam parkir

kendaraan, dan sebagainya. Tetapi ada pula pengguna jasa yang

tidak dapat dengan mudah diukur. Dalam hal ini tingkat pengguna

jasa mungkin perlu ditaksir berdasarkan rumus tertentu yang

ditetapkan oleh pemerintah daerah. Misalnya mengenai izin

bangunan, tingkat penggunaan jasa dapat ditaksir dengan rumus

yang didasarkan atas luas tanah, luas lantai bangunan, jumlah

tingkat bangunan, dan rencana penggunaan bangunan.

43

2) Tarif Retribusi Daerah

Tarif retribusi daerah adalah nilai rupiah atau persentase

tertentu yang ditetapkan untuk menghitung besarnya retribusi yang

terutang. Tarif dapat ditentukan seragam atau dapat diadakan

pembedaan mengenai golongan tarif sesuai dengan prinsip dan

sasaran tarif tertentu, misalnya pembedaan retribusi tempat rekreasi

antara anak-anak dan dewasa, retribusi parkir antara sepeda motor

dan mobil. Besarnya tarif dapat dinyatakan dalam rupiah per unit

tingkat pengguna jasa.

Tarif Retribusi ditinjau kembali secara berkala dengan

memperhatikan prinsip dan sasaran penetapan tarif. Daerah

memiliki kewenangan untuk meninjau kembali tarif secara berkala

dan berjangka waktu, hal ini dimaksudkan untuk mengantisipasi

perkembangan perekonomian daerah dari objek retribusi yang

bersangkutan. Hal ini diatur dalam Pasal 23 Undang-undang

Nomor 34 Tahun 2000.

3) Prinsip dan Sasaran Penetapan tarif Retribusi Daerah

Tarif retribusi daerah ditetapkan oleh pemerintah daerah

dengan memperhatikan prinsip dan sasaran penetapan tarif yang

berbeda antar golongan retribusi daerah.

Prinsip dan sasaran dalam penetapan tarif retribusi jasa umum

didasarkan pada kebijakasanaan daerah dengan memperhatikan

biaya penyediaan jasa yang bersangkutan, kemampuan masyarakat

44

dan aspek keadilan, dan didasarkan juga dengan tujuan untuk

memperoleh keuntungan yang layak sebagaimana keuntungan yang

pantas diterima oleh pengusaha swasta sejenis yang beroperasi

secara efisien dan berorientasi pada harga pasar. Dimana prinsip

dan sasaran dalam penetapan tarif diatur dalam Pasal 21 Undang-

undang Nomor 34 Tahun 2000.

Prinsip dan sasaran dalam penetapan tarif retribusi jasa usaha

ditetapkan berdasarkan pada tujuan utama untuk memperoleh

keuntungan yang layak, seperti keuntungan yang pantas diterima

oleh pengusaha swasta sejenis yang beroperasi secara efisien dan

berorientasi pada harga pasar. Tarif retribusi jasa usaha ditetapkan

oleh pemrintah daerah sehingga dapat tercapai keuntungan yang

layak, yaitu keuntungan yang dapat dianggap memadai jika jasa

yang bersangkutan diselenggarakan oleh swasta.

Prinsip dan sasaran dalam penetapan tarif retribusi perizinan

tertentu didasarkan pada tujuan untuk menutup sebagian atau

seluruh biaya pemberian izin yang bersangkutan. Biaya

penyelenggaraan izin ini meliputi penerbitan dokumen izin,

pengawasan dilapangan, penengahan hukum, penata usahaan dan

biaya dampak negatif dari pemberian izin tersebut.

45

4) Cara Perhitungan Retribusi Daerah

Besarnya retribusi daerah yang harus dibayar oleh orang

pribadi atau badan yang menggunakan jasa yang bersangkutan

dihitung dari perkalian antara tarif dan tingkat penggunaan jasa

dengan rumus sebagai berikut :

Retribusi Terutang = Tarif Retribusi x Tingkat Penggunaan Jasa

j. Peraturan Pemerintah Tentang Retribusi Daerah

UU No 34 Tahun 2000 yang merupakan revisi dari UU No 18

Tahun 1997 tentang Pajak Daerah dan Retribusi Daerah, serta

Peraturan Pemerintah RI No 66 Tahun 2001 tentang Retribusi daerah,

dalam peraturan ini diatur hal-hal yang berkaitan dengan ketentuan

retribusi daerah. Seperti jenis-jenis retribusi daerah, tata cara dan

sarana pemungutan retribusi, perhitungan besarnya retribusi terutang

serta beberapa ketentuan lainnya.

UU Nomor 34 Tahun 2000 mengatur dengan jelas bahwa untuk

dapat dipungut pada suatu daerah, setiap jenis retribusi daerah harus

ditetapkan dengan peraturan daerah. Hal ini berarti untuk dapat

diterapkan dan dipungut pada suatu daerah provinsi, kabupaten, atau

kota, harus terlebih dahulu ditetapkan peraturan daerah tentang

retribusi daerah tersebut. Peraturan daerah tentang suatu retribusi

daerah tidak dapat berlaku surut dan tidak boleh bertentangan dengan

kepentingan umum dan atau ketentuan peraturan perundang-undangan

yang lebih tinggi.

46

5. Hasil Pengelolaan Kekayaan Daerah yang Dipisahkan

a. Pengertian Hasil Pengelolaan Kekayaan Daerah yang Dipisahkan

Menurut UU No. 33 Tahun 2004 tentang Pendapatan Asli Daerah,

hasil pengelolaan kekayaan daerah yang dipisahkan adalah kekayaan

negara yang dipisahkan adalah komponen kekayaan negara yang

pengelolaannya diserahkan kepada Badan Usaha Milik Negara atau

Badan Usaha Milik Daerah. Pengelolaan kekayaan negara yang

dipisahkan ini merupakan subbidang keuangan negara yang khusus ada

pada negara-negara nonpublik.

Hasil pengelolaan kekayaan daerah yang dipisahkan merupakan

bagian dari PAD daerah tersebut, yang antara lain bersumber dari

bagian laba dari perusahaan daerah, bagian laba dari lembaga

keuangan bank, bagian laba atas penyertaan modal kepada badan usaha

lainnya.

6. Lain-Lain Pendapatan Asli Daerah yang Sah

Merujuk pada Undang-undang Nomor 33 Tahun 2004, Lain-lain

pendapatan asli daerah yang sah meliputi :

a. Hasil penjualan kekayaan Daerah yang tidak dipisahkan

b. Jasa giro

c. Pendapatan bunga

d. Keuntungan selisih nilai tukar rupiah terhadap mata uang asing; dan

Komisi, potongan, ataupun bentuk lain sebagai akibat dari penjualan

dan/atau pengadaan barang dan/atau jasa oleh Daerah

47

7. Dana Alokasi Umum

a. Pengertian Dana Alokasi Umum

DAU adalah dana yang bersumber dari pendapatan APBN yang

dialokasikan dengan tujuan pemerataan kemampuan keuangan antar

daerah untuk mendanai kebutuhan Daerah dalam rangka pelaksanaan

Desentralisasi (UU no.33 tahun 2004). Menurut (Nordiawan dan

Ayunigtiayas, 2010:26) DAU adalah dana yang bertujuan bagi

pemerataan kemampuan keuangan antar daerah yang dimaksud untuk

mengurangi ketimpangan kemampuan keuangan antar daerah melalui

penerapan formula yang mempertimbangkan kebutuhan dan potensi

daerah. Menurut (Reyowijoyo, 2010:174) DAU adalah dana yang di

alokasikan berdasarkan presentase tertentu dari pendapatan dalam

negeri neto yang di tetapkan dalam APBN yang menekankan pada

aspek pemerataan dan keadilan yang selaras dengan penyelengaraan

urusan pemerintah yang di tetapkan sesuai Undang-undang

8. Dana Alokasi Khusus

a. Pengertian Dana Alokasi Khusus

Dana alokasi khusus adalah dana yang bersumber dari pendapatan

APBN yang dialokasikan kepada Daerah tertentu dengan tujuan untuk

membantu mendanai kegiatan khusus yang merupakan urusan Daerah

dan sesuai dengan prioritas nasional (UU No. 33 tahun 2004). Menurut

(Nordiawan dan Ayunigtiayas, 2010:26) DAK dimaksudkan untuk

membantu membiayai kegitan-kegiatan khusus di daerah tertentu yang

48

merupakan urusan daerah dan sesuai dengan prioritas nasional,

khususnya untuk membiayai kebutuhan sarana dan prasarana dasar

masyarakat yang belum mencapai standar tertentu atau untuk

mendorong percepatan pembangunan daerah.

Dana alokasi khusu memainkan peran penting dalam dinamika

pembangunan sarana dan prasarana pelayanan dasar di daerah karena

sesuai dengan prinsip desentralisasi tanggung jawab dan akuntabilitas

bagi penyediaan pelayanan dasar masyarakat telah dialihkan kepada

pemerintah daerah. DAK merupakan dana yang dialokasikan dari

APBN ke Daerah tertentu untuk mendanai kebutuhan khusus yang

merupakan urusan daerah dan juga prioritas nasional antara lain:

kebutuhan kawasan transmigrasi, kebutuhan beberapa jenis investasi

atau prasarana, pembangunan jalan di kawasan terpencil, saluran irigasi

primer, dll.

9. Dana Bagi Hasil

a. Pengertian Dana Bagi Hasil

DBH merupakan dana yang bebas digunakan oleh pemerintah

daerah, kecuali DBH yang berasal dari bagi hasil cukai tembakau

(Abdullah dan Rona, 2014). DBH merupakan sumber pendapatan

daerah yang cukup potensial dan merupakan salah satu modal dasar

pemerintah daerah dalam mendapatkan dana pembangunan dan

memenuhi belanja daera (Wandira, 2013)

49

10. Belanja Modal

a. Pengertian Belanja Modal

Belanja Modal merupakan Belanja Pemerintah Daerah yang

manfaatnya melebihi 1 tahun anggaran dan akan menambah aset atau

kekayaan daerah dan selanjutnya akan menambah belanja yang bersifat

rutin seperti biaya pemeliharaan pada kelompok belanja administrasi

umum (Halim, 2004). Belanja modal untuk masing-masing Kab/Kota

dapat dilihat dalam Laporan Realisasi APBD.

Belanja Modal adalah belanja yang dilakukan pemerintah yang

menghasilkan aktiva tetap tertentu (Nordiawan,2006). Belanja modal

dimaksudkan untuk mendapatkan aset tetap pemerintah daerah, yakni

peralatan, bangunan, infrastruktur, dan harta tetap lainnya. Secara

teoritis ada tiga cara untuk memperoleh aset tetap tersebut, yakni

dengan membangun sendiri, menukarkan dengan aset tetap lainnya, atau

juga dengan membeli.

Kategori belanja modal menurut Ghozali (2008) adalah sebagai

berikut:

1) Pengeluaran mengakibatkan adanya perolehan aset tetap atau aset

lainnya yang dengan demikian menambah aset Pemda

2) Pengeluaran tersebut melebihi batasan minimal kapitalisasi aset

tetap atau aset lainnya yang telah ditetapkan oleh Pemda

3) Perolehan aset tetap tersebut diniatkan bukan untuk dijual

Belanja Modal adalah pengeluaran yang dilakukan dalam rangka

50

pembentukan modal yang Sifatnya menambah aset tetap / inventaris

yang memberikan manfaat lebih dari satu periode akuntansi, termasuk

didalamnya adalah pengeluaran untuk biaya pemeliharaan yang sifatnya

mempertahankan atau menambah masa manfaat, meningkatkan

kapasitas dan kualitas aset.

Menurut Standar Akuntansi Pemerintah (SAP), pengertian belanja

modal adalah pengeluaran yang dilakukan dalam rangka pembentukan

modal yang sifatnya menambah aset tetap / inventaris yang memberikan

manfaat lebih dari satu periode akuntansi, termasuk di dalamnya adalah

pengeluaran untuk biaya pemeliharaan yang sifatnya mempertahankan

atau menambah masa manfaat, serta meningkatkan kapasitas dan

kualitas aset.

b. Jenis-Jenis Belanja Modal

1) Belanja Modal Tanah

Belanja Modal Tanah adalah pengeluaran / biaya yang

digunakan untuk pengadaan / pembelian / pembebasan

penyelesaian, balik nama dan sewa tanah, pengosongan,

pengurungan, peralatan, pematangan tanah, pembuatan sertipikat,

dan pengeluaran lainnya sehubungan dengan perolehan hak atas

tanah dan sampai tanah dimaksud dalam kondisi siap pakai.

51

2) Belanja Modal Peralatan dan Mesin

Belanja Modal Peralatan dan Mesin adalah pengeluaran / biaya

yang digunakan untuk pengadaan / penambahan / penggantian, dan

peningkatan kapasitas peralatan dan mesin serta inventaris kantor

yang memberikan manfaat lebih dari 12 (dua belas) bulan dan

sampai peralatan dan mesin dimaksud dalam kondisi siap pakai.

3) Belanja Modal Gedung dan Bangunan

Belanja Modal Gedung dan Bangunan adalah pengeluaran /

biaya yang digunakan untuk pengadaan / penambahan / penggantian,

dan termasuk pengeluaran untuk perencanaan, pengawasan dan

pengelolaan pembangunan gedung dan bangunan yang menambah

kapasitas sampai gedung dan bangunan dimaksud dalam kondisi siap

pakai.

4) Belanja Modal Jalan, Irigasi dan Jaringan

Belanja Modal Jalan, Irigasi dan Jaringan adalah pengeluaran /

biaya yang digunakan untuk pengadaan / penambahan / penggantian

/ peningkatan pembangunanpembuatan serta perawatan dan

termasuk pengeluaran untuk perencanaan, pengawasan dan

pengelolaan jalan irigasi dan jaringan yang menambah kapasitas

sampai jalan irigasi dan jaringan dimaksudkan dalam kondisi siap

pakai.

52

5) Belanja Modal Fisik dan Lainnya

Belanja Modal Fisik lainnya adalah pengeluaran / biaya yang

digunakan untuk pengadaan / penambahan / penggantian /

peningkatan pembangunan/pembuatan serta perawatan terhadap

Fisik lainnya yang tidak dapat dikatagorikan kedalam kriteria

belanja modal tanah, peralata dan mesin, gedung dan bangunan, dan

jalan irigasi dan jaringan, termasuk dalam belanja ini adalah belanja

modal kontrak sewa beli, pembelian barang-barang kesenian, barang

peurbakala dan barang untuk museum, hewan ternak dan tanaman,

buku-buku, dan jurnal ilmiah.

53

Tabel 2.1

Komponen Biaya yang dimungkinkan didalam Belanja Modal

Jenisbelanjamodal

Komponen Biaya yang dimungkinkan didalamBelanja Modal

BelanjaModalTanah

Belanja Modal Pembebasan TanahBelanja Modal Pembayaran Honor Tim TanahBelanja Modal Pembuatan Sertifikat TanahBelanja Modal Pengurungan dan Pematangan TanahBelanja Modal Biaya Pengukuran TanahBelanja Modal Perjalanan Pengadaan Tanah

BelanjaModalGedungdanBangunan

Belanja Modal Bahan Baku Gedung dan BangunanBelanja Modal Upah Tenaga Kerja dan HonorPengelola Teknis Gedung dan BangunanBelanja Modal Sewa Peralatan Gedung danBangunanBelanja Modal Perencanaan dan Pengawasan Gedungdan BangunanBelanja Modal Perizinan Gedung dan Bangunan

Belanja Modal Pengosongan dan PembongkaranBangunan Lama Gedung dan BangunanBelanja Modal Honor Perjalanan Gedung danBangunan

BelanjaModalPeralatandan Mesin

Belanja Modal Bahan Baku Peralatan dan MesinBelanja Modal Upah Tenaga Kerja dan HonorPengelola Teknis Peralatan dan MesinBelanja Modal Sewa Peralatan, Peralatan dan MesinBelanja Modal Perencanaan dan PengawasanPeralatan dan MesinBelanja Modal Perizinan Peralatan dan MesinBelanja Modal Pemasangan Peralatan dan MesinBelanja Modal Perjalanan Peralatan dan Mesin

BelanjaModalJalan,IrigasidanJaringan

Belanja Modal Bahan Baku Jalan dan JembatanBelanja Modal Upah Tenaga Kerja dan HonorPengelola Teknis Jalan dan JembatanBelanja Modal Sewa Peralatan Jalan dan JembatanBelanja Modal Perencanaan dan Pengawasan Jalandan Jembatan dan Pengawasan Jalan dan JembatanBelanja Modal Perizinan Jalan dan Jembatan BelanjaModal Pengosongan dan pembongkaran BangunanLama Jalan dan JembatanBelanja Modal Perjalanan Jalan dan JembatanBelanja Modal Bahan Baku Irigasi dan JaringanBelanja Modal Upah Tenaga Kerja dan Honor

54

Pengelola Teknis Irigasi dan JaringanBelanja Modal Sewa Peralatan Irigasi dan JaringanBelanja Modal Perencanaan dan Pengawasan Irigasidan JaringanBelanja Modal Perizinan Irigasi dan Jaringan BelanjaModal Pengosongan dan Pembongkaran bangunanLama Irigasi dan JaringanBelanja Modal Perjalanan Irigasi dan Jaringan

BelanjaModalFisiklainnya

Belanja Modal Bahan Baku Fisik LainnyaBelanja Modal Upah Tenaga Kerja dan PengelolaTeknis Fisik LainnyaBelanja Modal Sewa Peralatan Fisik lainnyaBelanja Modal Perencanaan dan Pengawasan FisiklainnyaBelanja Modal Perizinan Fisik lainnya Belanja JasaKonsultan Fisik lainnya

Sumber: Undang-undang Nomor 28 Tahun 2009

55

C. Kerangka Berfikir

1. Pengaruh Pajak Daerah Terhadap Belanja Modal Daerah

Pajak daerah merupakan Pendapatan Asli Daerah yang tarifnya

ditetapkan melalui Peraturan Daerah (Perda). Pajak daerah dapat berupa

pajak hotel, pajak restoran, pajak tempat hiburan, pajak reklame, pajak

galian golongan C, pajak parkir, dan pajak penerangan jalan. Terdapat

keterkaitan antara pajak daerah dengan alokasi belanja modal. Semakin

besar pajak yang diterima oleh Pemerintah Daerah, maka semakin besar

pula PAD. Pemerintah Daerah mempunyai wewenang untuk

mengalokasikan pendapatannya dalam sektor belanja langsung ataupun

untuk belanja modal.

2. Pengaruh Retribusi Daerah Terhadap Belanja Modal Daerah

Retribusi daerah merupakan bagian dari Pendapatan Asli Daerah

(PAD). PAD dapat dijadikan sebagai indikator dalam menilai tingkat

kemandirian suatu daerah dalam mengelola keuangan daerahnya, makin

tinggi rasio PAD dibandingkan total pendapatan makin tinggi tingkat

kemandirian suatu daerah. Retribusi daerah sebagai pendapatan asli daerah

diharapkan mampu meningkatkan kemandirian suatu daerah. Pajak daerah

dan retribusi daerah bersifat limitatif (close-list) artinya bahwa pemerintah

daerah tidak dapat memungut jenis pajak dan retribusi selain yang telah

ditetapkan dalam undang-undang.

56

D. Paradigma Penelitian

Dari uraian kerangka berfikir di atas, maka paradima penelitian dapat

digambarkan dengan gambar sebagai berikut :

Gambar 2.1 Paradigma Penelitian

Keterangan :

= Pengaruh masing-masing variabel independen terhadap

variabel dependen

= Pengaruh secara bersama-sama variabel independen

terhadap variabel dependen

Penerimaan

Pajak Daerah

Penerimaan

Retribusi Daerah

Belanja ModalDaerah

H1

++

H2

H3

57

E. Hipotesis Penelitian

Hipotesis dapat didefinisikan sebagai hubungan yang diperkirakan secara

logis antara dua variabel atau lebih variabel yang dinyatakan dalam bentuk

pernyataan yang dapat diuji. Hubungan tersebut diperkirakan berdasarkan

jaringan asosiasi pada kerangka teoritis yang dirumuskan untuk studi

penelitian (Sekaran, 2006: 135). Adapun hipotesis penelitian dirumuskan

sebagai berikut.

H1 : Terdapat pengaruh positif antara penerimaan pajak daerah

terhadap belanja modal daerah pemerintahan kabupaten/kota di

Pulau Jawa pada tahun 2016.

H2 : Terdapat pengaruh positif antara penerimaan retribusi daerah

terhadap belanja modal daerah pemerintahan kabupaten/kota di

Pulau Jawa pada tahun 2016.

H3 : Terdapat pengaruh positif antara penerimaan pajak daerah

dan penerimaan retribusi daerah terhadap belanja modal daerah

pemerintahan kabupaten/kota di Pulau Jawa pada tahun 2016.