Upload
trinhkiet
View
221
Download
1
Embed Size (px)
Citation preview
BAB II
TINJAUAN PUSTAKA
2.1 KEGIATAN AKADEMIK
Pada umumnya, penyelenggaraan pendidikan di
Perguruan Tinggi dilaksanakan dalam berbagai bentuk,
antara lain :
1. Perkuliahan
Merupakan kegiatan tatap muka antara pengajar dan
mahasiswa dalam rangka memberikan bekal
pengetahuan praktis maupun teoritis.
2. Kerja Mandiri
Mahasiswa diarahkan untuk meningkatkan
kemampuan dan keterampilan individu antara lain
tugas pendahuluan pada kegiatan praktikum.
3. Seminar
Memberikan wawasan bisnis serta pembekalan
praktek bisnis dengan mengundang pembicara dari
kalangan praktisi maupun profesi.
4. Studi Lapangan
Kegiatan peserta untuk melakukan observasi dan
studi di satu atau beberapa perusahaan dalam rangka
penyusunan laporan kerja praktek dan/ penyusunan
Tugas Akhir/Skripsi.
BAB II-1
BAB II-2
2.2 INDUSTRI JASA
2.2.1 Pengertian Jasa
Jasa merupakan pemberian suatu kinerja atau
tindakan tak kasat mata dari satu pihak kepada pihak lain.
Pada umumnya jasa diproduksi dan dikonsumsi secara
bersamaan, dimana interaksi antara pemberi jasa dan
penerima jasa mempengaruhi hasil jasa tersebut.
2.2.2 Karakteristik Industri Jasa
Setiap pelanggan memiliki penilaian yang berbeda
dalam menilai sebuah layanan, tergantung dari harapan,
prioritas dan pengalaman mereka dalam menggunakan
atau mengkonsumsi jasa tersebut. Penentuan tinggi
rendahnya kualitas layanan sangat tergantung pada
bagaimana pelanggan menerima pelayanan yang aktual
dibandingkan dengan harapan mereka. Kualitas layanan
yang baik adalah layanan yang bisa memenuhi atau
melebihi harapan pelanggan. Jadi kualitas layanan yang
diterima oleh pelanggan adalah kesenjangan antara
harapan pelanggan dengan persepsi pelanggan.
Unit usaha yang bergerak dalam bidang jasa harus
sadar bahwa ada 4 (empat) hal yang sangat khusus yang
membedakan kegiatannya dengan unit usaha lain yang
menghasilkan barang jadi (industri manufaktur).
BAB II-3
Keempat karakteristik industri jasa adalah (Christine
Hope, Alan. M, 1997) :
1. Jasa adalah intangible, yang berarti tidak dapat
dipegang, diukur, diinventarisasi,
ditayangkan/dikomunikasikan dan dipatenkan,
sehingga sulit diberi tarif dan sulit di evaluasi,
karena kriteria pelanggan berbeda-beda, tidak dapat
distandarisasi.
2. Jasa adalah perishable, yang berarti jasa tidak dapat
disimpan untuk dikonsumsi kembali di kemudian
hari, dikembalikan/dijual kembali. Jasa sulit untuk
sinkronisasi antara supply dan demand.
3. Simultaneity/in seperable, yang berarti produk dan
konsumsi dilakukan secara simultan, dimana
melibatkan pelanggan dan produsen dalam
berinteraksi dan menghasilkan jasa. Dalam keadaan
yang demikian, akan terjadi kontak dengan
pelanggan yang tinggi.
4. Heterogenous, berarti setiap produk yang dihasilkan
berbeda dengan produk yang telah dihasilkan
sebelumnya. Hal ini terjadi karena proses produksi
selalu berbeda dari satu pelanggan ke pelanggan
lainnya, banyak faktor yang tidak dapat di kontrol
dan sangat berguna pada kinerjanya.
BAB II-4
2.2.2.1 Status dan Peranan dalam Suatu Industri Jasa
Dalam suatu industri jasa terdapat 3 status yang
memiliki peranan masing-masing, mereka adalah:
1. Perusahaan
Status : Fasilitator terhadap karyawan agar mampu
melayani pelanggan.
Peran :
a. Sebagai penyelidik keinginan pelanggan.
b. Sebagai pembuat spesifikasi jasa yang akan
disampaikan.
c. Sebagai pemberdaya karyawan agar mampu
menyampaikan jasa kepada pelanggan sesuai
dengan spesifikasi yang telah ditetapkan.
2. Karyawan
Status : Penyampai jasa
Peran :
a. Sebagai jasa itu sendiri
(contoh: guru, customer service, dokter)
b. Sebagai personifikasi atau gambaran dari
perusahaan.
c. Sebagai pemasar jasa secara tidak langsung.
3. Pelanggan
Status : Penerima jasa.
Peran : Sebagai penilai kualitas jasa.
BAB II-5
2.3 KEPUASAN PELANGGAN
2.3.1 Definisi Kepuasan Pelanggan
Kepuasan pelanggan didefinisikan sebagai respon
pelanggan terhadap ketidaksesuaian antara tingkat
kepentingan sebelumnya dan kinerja aktual yang
dirasakannya setelah pemakaian.
Menurut Kotler (1997:40) kepuasan pelanggan
adalah: “… a person’s feeling of pleasure or
dissapointment resulting from comparing a product’s
received performance (or outcome) in relations to the
persons’s expectation”—perasaan senang atau kecewa
seseorang sebagai hasil dari perbandingan antara prestasi
atau produk yang dirasakan dan diharapkannya.
Pada dasarnya pengertian kepuasan pelanggan
mencakup perbedaan antara tingkat kepentingan dan
kinerja atau hasil yang dirasakan. Engel (1990) dan
Pawitra (1993) mengatakan bahwa pengertian tersebut
dapat diterapkan dalam penilaian kepuasan atau
ketidakpuasan terhadap satu perusahaan tertentu karena
keduanya berkaitan erat dengan konsep kepuasan
pelanggan, sebagaimana dapat dilihat pada diagram
berikut ini:
BAB II-6
Gambar 2.1 Diagram Konsep Kepuasan Pelanggan
2.3.2 Faktor-faktor yang Mempengaruhi Kepuasan
Pelanggan
Salah satu faktor yang menentukan kepuasan
pelanggan adalah persepsi pelanggan mengenai kualitas
jasa. Kualitas jasa di definisikan sebagai penyampaian
jasa yang akan melebihi tingkat kepentingan pelanggan.
Jenis kualitas yang digunakan untuk menilai kualitas jasa
adalah sebagai berikut:
a. Kualitas teknik (outcome), yaitu kualitas hasil kerja
penyampaian jasa itu sendiri.
Tujuan Perusahaan
Produk
Nilai ProdukBagi pelanggan
Kebutuhan dan Keinginan pelanggan
Harapan PelangganTerhadap Produk
Tingkat KepuasanPelanggan
BAB II-7
b. Kualitas pelayanan (proses), yaitu kualitas cara
penyampaian jasa tersebut.
Karena jasa tidak kasat mata serta kualitas teknik
jasa tidak selalu dievaluasi secara akurat, pelanggan
berusaha menilai kualitas jasa berdasarkan apa yang
dirasakannya, yaitu atribut-atribut yang mewakili kualitas
proses dan kualitas pelayanan.
Kepuasan pelanggan, selain dipengaruhi oleh
persepsi kualitas jasa, juga ditentukan oleh kualitas
produk, harga, dan faktor-faktor yang bersifat pribadi
serta yang bersifat situasi sesaat.
Persepsi pelanggan mengenai kualitas jasa tidak
mengharuskan pelanggan menggunakan jasa tersebut
terlebih dulu untuk memberikan penilaian.
Suatu produk jasa maupun barang harus memiliki
daya saing agar dapat menarik pelanggan, sebab bisnis
tidak dapat berlangsung tanpa pelanggan.
Suatu produk hanya memiliki daya saing bila
keunggulan produk tersebut dibutuhkan oleh pelanggan.
Keunggulan suatu produk jasa terletak pada keunikan
serta kualitas pelayanan produk jasa tersebut kepada
pelanggan. Agar dapat bersaing, suatu produk harus
memiliki keunikan dibanding dengan produk lain yang
sejenis.
BAB II-8
Dengan demikian, suatu produk mempunyai daya
saing bila keunikan serta kualitas pelayanannya
disesuaikan dengan manfaat serta pelayanan yang
dibutuhkan oleh pelanggan.
Manfaat suatu produk tergantung pada seberapa jauh
produk tersebut memenuhi nilai-nilai yang dibutuhkan
oleh pelanggan.
Kepuasan pelanggan juga ditentukan oleh berbagai
jenis pelayanan yang didapat oleh pelanggan selama ia
menggunakan beberapa tahapan pelayanan tersebut.
Ketidakpuasan yang diperoleh pada tahap awal
pelayanan menimbulkan persepsi berupa kualitas
pelayanan yang buruk untuk tahap pelayanan selanjutnya,
sehingga palanggan merasa tidak puas dengan pelayanan
secara keseluruhan.
Hal lainnya yang juga mempengaruhi kepuasan
pelanggan terhadap produk jasa dan menentukan persepsi
pelanggan terhadap suatu pelayanan adalah situasi
pelayanan dikaitkan dengan kondisi internal pelanggan
sehingga mempengaruhi kinerja pelayanan. Kinerja
pelayanan ditentukan oleh pelayan, proses pelayanan,
dan lingkungan fisik dimana pelayanan diberikan.
BAB II-9
2.4 KONSEP KEPUASAN PELANGGAN DI
BIDANG JASAKonsep kepuasan pelanggan yang digunakan adalah
dengan mengukur kesenjangan (gap) antara layanan yang
diharapkan oleh pelanggan (expected service) dan
layanan yang dirasakannya (perceived service).
Kepuasan pelanggan dikatakan tercapai jika tidak ada
kesenjangan antara harapan pelanggan dan pelayanan
dari penyedia jasa. Sebaliknya bila kesenjangan tersebut
cukup besar, maka artinya jasa yang ditawarkan oleh
penyedia jasa belum mampu memenuhi kepuasan
pelanggan.
Dalam dunia bisnis, kualitas pelayanan menduduki
posisi yang sangat strategis karena merupakan salah satu
aspek penting yang menjadi keunggulan bersaing suatu
unit usaha. Kunci dari kualitas pelayanan adalah
memenuhi atau bahkan melebihi target harapan dari
pelanggan. Sehingga pelanggan itu akan merasa puas dan
akan membeli produk/jasa serupa untuk waktu
selanjutnya. Jika tidak, maka terjadi hal sebaliknya.
Pelanggan akan merasa enggan untuk menggunakan
produk/jasa layanan yang serupa di tempat yang sama.
Parasuraman, Zithalm, dan Berry telah membuat
formulasi model untuk menentukan tingkat kualitas
BAB II-10
layanan yang dikehendaki oleh pelanggan (Gambar 2.2)
sebagai hasil penelitian mengenai customer-perceived
quality pada 4 industri jasa, yaitu retail banking, credit-
card, securities brokeage, dan product repair and
maintenance. Pada model tersebut terdapat 5 gap
(kesenjangan) yang dapat menyebabkan tidak
terpenuhinya layanan yang diharapkan oleh pelanggan.
Kelima gap itu adalah:
Gap 1. Kesenjangan antara harapan konsumen dan
persepsi manajemen. Gap ini terjadi akibat pihak
manajemen tidak dapat mengerti atau merasakan secara
tepat apa yang menjadi pertimbangan pelanggan. Ada 3
faktor kunci yang menjadi alasan terjadinya gap ini:
a. Kurangnya orientasi terhadapa riset pasar, seperti
tidak cukupnya riset pasar, penggunaan riset pasar
yang tidak tepat, atau kurangnya interaksi antara
pihak manajemen dengan pelanggan.
b. Kurangnya komunikasi ke atas, dari karyawan ke
level manajemen yang lebih tinggi.
c. Terlalu banyaknya tingkatan manajemen.
Gap 2. Kesenjangan antara persepsi manajemen terhadap
harapan konsumen akan kualitas jasa. Kesenjangan ini
terjadi karena adanya ketidaksesuaian antara persepsi
manajemen terhadap harapan pelanggan terhadap suatu
BAB II-11
kualitas pelayanan. Gap ini muncul karena para manajer
menetapkan spesifikasi kualitas jasa berdasarkan apa
yang mereka percayai sebagai yang diinginkan
konsumen, padahal pendapat mereka belum tentu benar.
Keadaan ini disebabkan oleh:
a. Kurangnya komitmen manajemen terhadap kualitas
layanan.
b. Ketidaklayakan suatu persepsi.
c. Standarisasi tugas pelayanan yang kurang tepat.
d. Tidak adanya penetapan tujuan yang jelas.
Gap 3. Kesenjangan antara penyampaian jasa dan
komunikasi eksternal ke konsumen. Gap ini terjadi
karena adanya kesenjangan antara mutu pelayanan aktual
dengan apa yang dikomunikasikan atau dijanjikan
melalui iklan, promosi, dan humas kepada pelanggan.
Faktor-faktor yang menimbulkan kesenjangan ini:
a. Kurangnya komunikasi horizontal antara
operasional, dan iklan, salesman, humas, pemasaran,
serta adanya perbedaan policy dan prosedur diantara
cabang-cabang atau departemen-departemen dalam
unit usaha itu sendiri.
b. Kecenderungan perusahaan untuk “obral janji”.
Gap 5. Kesenjangan antar pelayanan aktual yang
dirasakan dengan yang diharapkan oleh pelanggan.
BAB II-12
Kesenjangan ini terjadi apabila pelayanan yang dirasakan
pelanggan tidak seperti yang diharapkan. Penyebab dari
kesenjangan ini adalah satu atau lebih gap yang telah
dibahas diatas.
Gambar 2.2Model Kualitas Layanan (Zithalm, 1990)
Faktor-faktor yang mempengaruhi harapan pelanggan
menurut Valerie, A. Z, A. Parasuraman, L. L. Berry,
1990) adalah :
BAB II-13
1. Word of Mouth Communication
Apa yang didengar pelanggan dari pelanggan lain
melalui percakapan mulut ke mulut, merupakan faktor
potensial untuk membentuk harapan pelanggan.
2. Personal Needs
Kebutuhan pribadi akan menimbulkan harapan dalam
tingkatan yang berbeda, tergantung karakteristik
individu dan situasi kondisi pelanggan.
3. Past Experince
Pengalaman masa lalu pelanggan ketika
menggunakan jasa yang dimaksud.
4. External Communication
Komunikasi eksternal dari penyedia jasa memainkan
peranan penting dalam membentuk harapan
pelanggan, seperti melalui promosi, dan iklan. Dalam
membentuk harapan pelanggan melalui komunikasi
eksternal, faktor harga atau tarif memegang peranan
penting.
2.4.1 Aspek Sukses Industri Jasa
Sukses suatu industri jasa tergantung pada sejauh mana
perusahaan mampu mengelola ketiga aspek berikut:
1. Janji perusahaan mengenai jasa yang akan
disampaikan kepada pelanggan.
BAB II-14
2. Kemampuan perusahaan untuk membuat karyawan
mampu memenuhi janji tersebut.
3. Kemampuan karyawan untuk menyampaikan janji
tersebut kepada pelanggan.
Model kesatuan dari ketiga aspek tersebut dikenal
sebagai segitiga jasa, dimana sisi segitiga mewakili setiap
aspek. Kegagalan di satu sisi menyebabkan segitiga
roboh, artinya, industri jasa tersebut gagal. Dengan
demikian, pembahasan industri jasa harus meliputi
perusahaan, karyawan serta pelanggan. Status dan peran
perusahaan, karyawan serta pelanggan adalah sebagai
berikut:
Gambar 2.3 Diagram Segitiga Pemasaran Jasa
BAB II-15
2.4.2 Penilaian Kualitas Pelayanan Jasa
Salah satu cara agar penjualan jasa satu perusahaan
lebih unggul dibandingkan para pesaingnya adalah
dengan memberikan pelayanan yang berkualitas dan
bermutu, yang memenuhi tingkat kepentingan konsumen.
Tingkat kepentingan konsumen terhadap jasa yang akan
mereka terima dapat dibentuk berdasarkan pengalaman
dan saran yang mereka peroleh. Dan setelah menikmati
jasa tersebut mereka cenderung akan membandingkannya
dengan yang mereka harapkan.
Bila jasa yang mereka nikmati ternyata berada jauh
dibawah jasa yang mereka harapkan, para konsumen
akan kehilangan minat terhadap pemberi jasa tersebut.
Tingkat kualitas pelayanan tidak dapat dinilai
berdasarkan sudut pandang perusahaan tetapi harus
dipandang dari sudut pandang penilaian pelanggan.
Karena itu, dalam merumuskan strategi dan program
pelayanan, perusahaan harus berorientasi pada
kepentingan pelanggan dengan memperhatikan
komponen kualitas pelayanan.
Untuk penelitian tentang kualitas layanan, ditemukan
sepuluh dimensi yang mempengaruhi kualitas layanan
unit usaha sektor jasa, yaitu (Valerie A. Z, A.
Parasuraman, L. L. Berry, 1990):
BAB II-16
1. Tangibles (bukti nyata yang kasat mata)
Untuk mengukur penampilan fisik dari fasilitas,
peralatan, karyawan serta sarana komunikasi.
2. Reliability (keandalan)
Untuk mengukur kemampuan perusahaan (penyedia
jasa) dalam memberikan jasa yang tepat dan dapat
diandalkan.
3. Responsiveness (ketanggapan)
Kemauan karyawan (penyedia jasa) untuk membantu
konsumen menyediakan jasa dengan cepat sesuai
dengan yang diinginkan oleh konsumen. Dimensi ini
digunakan untuk membantu dan memberikan
pelayanan kepada pelanggan dengan cepat.
4. Competence (kemampuan)
Pengetahuan dan kemampuan karyawan (penyedia
jasa) untuk melayani dengan skill dan rasa percaya
diri.
5. Courtesy (kesopanan/keramahan)
Untuk mengukur kesopanan, respek, perhatian, dan
keramahan dari karyawan (penyedia jasa).
6. Credibility (dapat dipercaya)
Untuk mengukur kejujuran dan sifat dapat dipercaya
yang dimiliki oleh karyawan (penyedia jasa).
BAB II-17
7. Security (keamanan)
Kemampuan untuk memberikan rasa nyaman dan
aman kepada pelanggan dari bahaya, segala resiko
dan keragu-raguan.
8. Access (mudah diperoleh)
Kemampuan untuk memberikan jasa secara akurat
sesuai dengan yang dijanjikan, mudah ditemui atau
dihubungi.
9. Communication (komunikasi)
Mengukur kemampuan komunikasi dan informasi
karyawan (penyedia jasa) kepada pelanggan dalam
bahasa yang dapat dipahami dan selalu mendengarkan
saran dan keluhan dari pelanggan, untuk dapat
menyediakan jasa dengan baik sesuai dengan
kebutuhan pelanggan.
10.Understanding (knowing the customer) (memahami
pelanggan)
Karyawan harus memberikan perhatian secara
individual kepada konsumen dan mengerti kebutuhan
konsumen. Dimensi ini berguna untuk mengukur
pemahaman karyawan terhadap kebutuhan konsumen.
Hasil study yang dilakukan oleh Zeltham,
Parasuraman dan Berry dapat disimpulkan sebagai
BAB II-18
berikut (Valerie A. Z, A. Parasuraman, L. L. Berry,
1990):
1. Kualitas layanan adalah ketidaksesuaian antara
harapan pelanggan dengan persepsi pelanggan tentang
pelayanan yang mereka terima.
2. Faktor-faktor yang mempengaruhi harapan konsumen
adalah komunikasi dari mulut ke mulut, kebutuhan
pribadi dan komunikasi eksternal.
3. Identifikasi ke sepuluh dimensi yang bisa mewakili
kriteria penilaian pelanggan untuk menentukan
kualitas layanan.
Untuk lebih jelasnya dapat dilihat pada gambar dibawah
ini (Zeithalm, 1990):
Gambar 2.4
Penilaian Pelanggan Mengenai Kualitas Jasa (Zeithalm, 1990)
BAB II-19
2.5 PENGUKURAN KEPUASAN PELANGGAN
2.5.1 Arti Penting Pengukuran Kepuasan Pelanggan
Dalam dunia bisnis, umumnya suatu unit usaha akan
kehilangan 10-30% pelanggan setiap tahun, tetapi tidak
diketahui pelanggan mana yang beralih (Karl Albercht,
Bradford L. J, 1990). Oleh karena itu suatu unit usaha
harus selalu berusaha meraih pelanggan baru, padahal
meraih pelanggan baru memerlukan biaya yang lebih
mahal daripada mempertahankan pelanggan lama.
Salah satu penyebab beralihnya pelanggan adalah rasa
ketidakpuasan terhadap pelayanan yang diperolehnya.
Oleh karena itu kepuasan pelanggan perlu diukur
sehingga unit usaha itu dapat memperbaiki kekurangan-
kekurangan yang menyebabkan ketidakpuasan.
2.5.2 Metode Pengukuran Kepuasan Pelanggan
2.5.2.1 Sampel
Sampel adalah sebagian dari jumlah dan karakteristik
yang dimiliki oleh populasi tersebut. Bila populasi besar,
dan peneliti tidak mungkin mempelajari semua yang ada
pada populasi, misalnya karena keterbatasan dana,
tenaga, dan waktu, maka peneliti dapat menggunakan
sampel yang diambil dari populasi itu. Apa yang
dipelajari dari sampel itu, kesimpulannya akan
BAB II-20
diberlakukan untuk populasi. Untuk itu sampel yang
diambil harus benar-benar representatif (mewakili).
Teknik pengambilan sampling dapat digolongkan
menjadi dua, yaitu Probability Sampling dan
Nonprobability Sampling.
2.5.2.1.1 Probability Sampling
Probability sampling adalah teknik sampling yang
memberikan peluang yang sama bagi setiap unsur
(anggota) populasi untuk dipilih menjadi anggota sampel.
Teknik ini meliputi:
a. Simpel Random Sampling
Diakatakan simpel (sederhana) karena pengambilan
sampel anggota populasi dilakukan secara acak tanpa
memperlihatkan strata yang ada dalam populasi itu.
Cara demikian dilakukan bila anggota populasi
dianggap homogen. Teknik ini dapat digambarkan
seperti pada gambar berikut:
Diambil secara
random
Gambar 2.5
Teknik Simpel Random Sampling
Populasi homogen
Sampel yang
representatif
BAB II-21
b. Proportionate Stratified Random Sampling
Teknik ini digunakan bila populasi mempunyai
anggota/unsur yang tidak homogen dan berstrata
secara proposional.
c. Disproportionate Stratified random Sampling
Teknik ini digunakan untuk menentukan jumlah
sampel, bila populasi berstrata tetapi kurang
proporsional.
d. Cluster Sampling (Area Sampling)
Teknik sampling daerah digunakan untuk
menentukan sampel bila obyek yang akan diteliti
atau sumber data sangat luas.
2.5.2.1.2 Nonprobability Sampling
Nonprobability Sampling adalah teknik yang tidak
memberi peluang/kesempatan sama bagi setiap unsur
atau anggota populasi untuk dipilih menjadi sampel.
Teknik ini meliputi:
a. Sampling Sistematis
Sampling sistematis adalah teknik penentuan sampel
berdasarkan urutan dari anggota populasi yang telah
diberi nomor urut. Pengambilan sampel dapat
dilakukan terhadap nomor ganjil saja.
BAB II-22
b. Sampling Kuota
Sampling kuota adalah teknik untuk menentukan
sampel dari populasi yang mempunyai ciri-ciri
tertentu sampai jumlah (kuota) yang diinginkan.
c. Sampling Aksidential
Sampling aksidential adalah teknik penentuan
sampel berdasarkan kebetulan, yaitu siapa saja yang
secara kebetulan bertemu dengan penelitidapat
digunakan sebagai sampel, bila dipandang orang
yang kebetulan ditemui itu cocok sebagai sumber
data.
d. Sampling Purposive
Sampling purposive adalah teknik penentuan sampel
dengan pertimbangan tertentu. Misalnya akan
melakukan penelitian tentang disiplin pegawai, maka
sampel yang dipilih adalah orang yang ahli dalam
bidang kepegawaian saja. Dalam penelitian ini
digunakan metode sampling purposive, yaitu dengan
menentukan responden yang sesuai dengan tema dan
tujuan penelitian.
e. Sampling Jenuh
Sampling jenuh adalah teknik penentuan sampel bila
semua anggota populasi digunakan sebagai sampel.
Hal ini sering dilakukan bila jumlah populasi relatif
BAB II-23
kecil, kurang dari 30 orang. Istilah lain sampel jenuh
adalah sensus, dimana semua anggota populasi
dijadikan sampel.
f. Snowball Sampling
Snowball sampling adalah teknik penentuan sampel
yang mula-mula jumlahnya kecil, kemudian sampel
ini diminta untuk memilih teman-temannya untuk
dijadikan sampel, begitu seterusnya sehingga jumlah
sampel semakin banyak.
2.5.2.2 Kuesioner
Kuesioner adalah salah satu alat pengumpul data yang
merupakan alat komunikasi antara peneliti dengan
responden, berupa daftar pertanyaan yang dibagikan oleh
peneliti untuk diisi oleh responden, yang kemudian akan
diubah dalam bentuk angka, analisa statistik, dan uraian
serta kesimpulan hasil penelitian.
Alat yang digunakan untuk mengumpulkan data pada
penelitian ini adalah kuesioner dengan isi pertanyaan
dengan jenis pertanyaan tertutup, yang memuat tentang
pendapat dan sikap yang menyangkut perasaan dan sikap
responden terhadap suatu lingkungan.
Tujuan pokok pembuatan kuesioner adalah untuk :
a. Memperoleh informasi yang relevan dengan tujuan
survei.
BAB II-24
b. Memperoleh informasi dengan reliabilitas dan
validitas setinggi mungkin.
Isi pertanyaan dalam kuesioner mencakup satu atau
beberapa hal di bawah ini :
a. Pertanyaan tentang fakta
Misalnya, umur, pendidikan, agama, status
perkawinan.
b. Pertanyaan tentang pendapat dan sikap
Ini menyangkut perasaan dan sikap responden tentang
sesuatu.
c. Pertanyaan tentang informasi
Pertanyaan ini menyangkut apa yang diketahui oleh
responden dan sejauh mana hal tersebut diketahuinya.
d. Pertanyaan tentang persepsi diri
Responden menilai perilakunya sendiri dalam
hubungannya dengan yang lain, misalnya, kerapnya
kunjungan sosial yang dilakukannya atau pengaruh
terhadap orang lain.
Beberapa cara pemakaian kuesioner :
1. Kuesioner digunakan dalam wawancara tatap muka
dengan responden.
2. Kuesioner diisi sendiri oleh suatu kelompok
responden.
BAB II-25
3. Wawancara melalui telepon, cara ini sering dilakukan
di Amerika Serikat dan negara-negara maju lainnya,
tetapi tidak lazim di negar-negara berkembang.
Prosedur ini lebih murah daripada wawancara tatap
muka dan adakalanya orang tidak bersedia didatangi
tapi bersedia diwawancarai melalui telepon.
4. Kuesioner di poskan, dilampiri amplop yang dibubuhi
perangko, untuk dikembalikan oleh responden setelah
diisi. Cara ini dapat dilakukan untuk kuesioner yang
pendek dan mudah dijawab, tetapi mungkin cukup
besar proporsi yang tidak dikembalikan oleh
responden.
Dalam kuesioner terdapat pertanyaan-pertanyaan
yang dapat dibedakan menurut jenis pertanyaannya,
yaitu:
1. Pertanyaan Tertutup
Adalah pertanyaan yang jawabannya sudah
ditentukan terlebih dahulu dan responden tidak diberi
kesempatan memberikan jawaban lain.
Contoh :
Apakah sebelumnya Anda pernah mendengar
mengenai produk kami?
1. Pernah 2. Tidak pernah
Keuntungan menggunakan kuesioner jenis ini adalah:
BAB II-26
a. Responden tidak perlu menulis, sehingga
pengisian tidak memakan banyak waktu.
b. Responden mudah dalam mengisi pertanyaan
yang diajukan.
c. Harapan dikembalikan lebih besar.
d. Pengolahan data relatif mudah.
Kerugian:
a. Pilihan jawaban belum tentu lengkap.
b. Responden tidak diberi kebebasan menjawab di
luar pilihan jawaban.
2. Pertanyaan Terbuka
Adalah pertanyaan dengan kemungkinan jawabannya
tidak ditentukan terlebih dahulu dan responden bebas
memberikan jawaban.
Contoh :
Menurut pendapat Anda, apakah yang dapat
menghambat pengembangan pribadi?
Keuntungan:
a. Responden bebas, tidak terikat pilihan jawaban.
b. Jawaban dapat membuka obyek penelitian
seluas-luasnya.
Kerugian:
a. Pengolahan data sulit.
BAB II-27
b. Pengisian kuesioner akan memakan banyak
waktu.
c. Harapan dikembalikan kecil.
d. Perbedaan kemampuan responden dalam
menuangkan pikiran secara tertulis, akan
mempengaruhi hasil penelitian.
3. Kombinasi tertutup dan terbuka
Pertanyaan dengan jawaban yang sudah ditentukan,
tetapi kemudian disusul dengan pertanyaan terbuka.
Contoh :
Menurut Anda, apakah kemasan suatu produk harus
di desain secara khusus?
1. Perlu 2. Tidak perlu
(JIKA PERLU)
Desain yang seperti apa yang seharusnya kami buat?
4. Pertanyaan semi terbuka
Pada pertanyaan semi terbuka, jawabannya sudah
tersusun rapi tetapi masih ada kemungkinan tambahan
jawaban.
Contoh :
Jenis musik yang Anda senangi :
Pop 1
Dangdut 2
Lain-lain : ………………. (SEBUTKAN)
BAB II-28
2.5.2.3 Skala Pengukuran
Beberapa jenis skala pengambilan data telah
dikembangkan untuk mengukur sikap seseorang.
Terdapat 5 (lima) skala yang lebih relevan untuk
pengukuran kepuasan pelanggan, yaitu:
1. Skala Likert
Skala Likert digunakan untuk mengukur sikap dan
tingkat persetujuan responden dengan menggunakan
pertanyaan-pertanyaan yang diberikan. Yang dimaksud
dengan sikap menurut Thurstone ialah:
1. Pengaruh atau penolakan
2. Penilaian
3. Suka atau tidak suka
4. Kepositifan atau kenegatifan terhadap suatu obyek
psikologis.
Biasanya sikap dalam skala Likert diekspresikan mulai
dari yang paling negatif, netral, sampai ke arah yang
paling positif dalam bentuk sebagai berikut : sangat
tidak setuju, tidak setuju, tidak tahu (netral), setuju,
dan sangat setuju.
Untuk melakukan kuantifikasi maka skala tersebut
kemudian diberi angka-angka sebagai simbol agar
dapat dilakukan perhitungan. Umumnya pemberian
kode angkanya sebagai berikut :
BAB II-29
a. sangat tidak setuju diberi angka 1
b. tidak setuju diberi angka 2
c. tidak tahu (netral) diberi angka 3
d. setuju diberi angka 4
e. sangat setuju diberi angka 5
contoh:
Tabel 2.1 Contoh Penggunaan Skala Likert
Pertanyaan Tidak
Puas
Kurang
Puas
Netral Puas Sangat
Puas
Kebersihan
ruang kelas
1 2 3 4 5
Tentunya nilai dari angka-angka tersebut relatif
karena angka-angka tersebut hanya merupakan simbol
dan bukan angka yang sebenarnya.
5. Skala Semantik Differensial
Penggunaan skala jenis ini didasarkan asumsi bahwa
suatu kepuasan dipengaruhi oleh penerimaan secara
umum dan harapan-harapan responden atas obyek.
Skala ini memperlihatkan sikap antara dua hal yang
berlawanan. Responden diminta untuk menentukan
kekuatan sikap mereka dengan memilih, contoh:
Tabel 2.2 Contoh Penggunaan Skala Semantik
Differensial
Kebersihan Ruang Kuliah
BAB II-30
Sangat Baik 1 2 3 4 Sangat Buruk
6. Skala Numerik
Skala ini meminta responden untuk memberi suatu
nilai dari 1 sampai 10 untuk menunjukan kekuatan dari
sikap mereka, contoh:
Tabel 2.3 Contoh Penggunaan Skala Numerik
Kebersihan Ruang Kuliah
1 2 3 4 5 6 7 8 9 10
7. Skala Ordinal
Skala ini meminta responden untuk menunjukan
kekuatan relatif dari sikap mereka terhadap beberapa
criteria dengan memberi ranking berdasarkan
kepentingan, kesenangan, dan sebagainya. Contoh:
Tabel 2.4 Contoh Penggunaan Skala Ordinal
Pelayanan Ranking
1.Kebersihan ruang kuliah
2.Ketersediaan lapangan parkir
3. Ruang Kuliah yang nyaman
8. Skala SIMALTO (Simultenous Multi Atribute Level
Trade Off)
Skala ini dapat mengumpulkan data berdasarkan
prioritas pelanggan dan range dari harapan mereka,
BAB II-31
dari tingkat yang tidak diinginkan sampai yang
diinginkan.
2.5.3 Validitas dan Reliabilitas Instrumen Penelitian
2.5.3.1 Validitas
Suatu alat ukur dinyatakan valid (sah) jika pertanyaan
pada alat ukur tersebut mampu untuk mengungkapkan
sesuatu yang akan diukur. Validitas alat ukur maksudnya
adalah kemampuan dari alat ukur tersebut untuk
menyeleksi item-item pertanyaan yang baik.
Validitas menunjukkan sejauh mana suatu alat
pengukur itu mengukur apa yang ingin diukur. Sekiranya
peneliti menggunakan kuesioner di dalam pengumpulan
data penelitian, maka kuesioner yang disusunnya harus
mengukur apa yang ingin diukurnya. Setelah kuesioner
tersebut tersusun dan teruji validitasnya, dalam praktek
belum tentu data yang terkumpul adalah data yang valid.
Banyak hal-hal lain yang akan mengurangi validitas data,
misalnya apakah si pewawancara yang mengumpulkan
data benar-benar mengikuti petunjuk yang telah
ditetapkan dalam kuesioner. Selain itu validitas data akan
ditentukan oleh keadaan responden sewaktu
diwawancara. Bila di waktu menjawab semua
pertanyaan, responden merasa bebas tanpa ada rasa malu
BAB II-32
tau rasa takut, maka data yang diperoleh akan valid dan
reliable. Tetapi bila si responden merasa malu, takut, dan
cemas akan jawabannya, maka besar kemungkinan dia
akan memberikan jawaban yang tidak benar.
Dari penjelasan singkat diatas, berarti alat ukur akan
memiliki validitas yang tinggi apabila menunjukkan
tingkat ketepatan dalam mengukur apa yang hendak
diukurnya. Contoh, tes untuk mengukur kecerdasan
pekerja, alatnya (kuesioner) tidak tepat digunakan untuk
tes mengukur kemampuan bahasa. Dengan kata lain,
tidak boleh disusun dengan bahasa yang sulit, rancu, dan
rumit, sehingga sulit memahaminya. Terdapat beberapa
jenis validitas, yaitu:
1. Validitas Konstruk
Konstruk (construct) adalah kerangka dari suatu
konsep, untuk itu peneliti harus mencari apa saja
yang merupakan kerangka dari konsep yang akan
ditelitinya, yang ditetapkan secara logika dengan
menetapkan konsep pelaku yang paling benar untuk
diberi skor tertinggi, sedang yang tidak sesuai
dinyatakan salah diberi nilai rendah. Dengan
diketahuinya kerangka tersebut, seorang peneliti
dapat menyusun tolok ukur operasional konsep
tersebut. Dalam validitas konstruk, obyek penelitian
BAB II-33
sering mempunyai beberapa komponen, sehingga
alat ukur juga seharusnya mengukur keseluruhan
komponen tersebut. Makin tinggi validitas konstruk,
berarti makin lengkap komponen obyek penelitian
yang diukur dengan alat pengukur.
2. Validitas Isi
Validitas isi suatu alat pengukur ditentukan oleh
sejauh mana isi alat pengukur tersebut mewakili
semua aspek yang dianggap sebagai aspek kerangka
konsep. Validitas isi akan memeriksa apakah materi
yang diuji sesuai dengan pengetahuan/kemampuan
orang yang diuji, jenis validitas ini hanya bisa diuji
secara logika/subyektif.
3. Validitas Prediktif
Validitas prediktif disebut juga validitas empiris,
yaitu dengan menetapkan predictor dan kriterium.
Tes disebut prediktor, karena hasil atau skornya
dipergunakan untuk meramalkan kemampuan
dimasa mendatang, misalnya meramalkan
kemampuan kerja calon dimasa datang. Tes disebut
kriterium hasil atau skornya dijadikan norma
pembanding atau (misalnya) standar dalam
meramalkan kemampuan kerja calon. Validitas jenis
ini memeriksa apakah ada kesesuaian antara ramalan
BAB II-34
(prediksi) tentang perilaku obyek penelitian dengan
perilakunya yang nyata.
Sedangkan jenis-jenis penghitungan validitas adalah:
1. Korelasi Product Moment
Product Moment adalah teknik korelasi yang
dikembangkan oleh Pearson, oleh sebab itu formula
ini juga disebut dengan teknik korelasi Product
Moment Pearson. Persyaratan penggunaan rumusan
ini adalah jika datanya berskala interval atau rasio.
Biasanya penggunaan rumusan ini banyak dipakai
pada rancangan (desain) penelitian korelasional.
Rumus:
dimana,
r xy = koefisien korelasi Pearson Product Moment
n = jumlah responden
x = skor masing-masing item pertanyaan
y = skor total pertanyaan untuk setiap bagian
Secara statistik, angka korelasi yang diperoleh dari
perhitungan harus dibandingkan dengan angka kritik r
yang terdapat dalam table angka kritik nilai r. Cara
melihat angka kritik adalah dengan melihat baris N-2.
Bila sejumlah pernyataan memiliki angka korelasi
BAB II-35
diatas taraf signifikansi yang telah ditentukan, maka
atribut pernyataan tersebut valid. Begitu pula
sebaliknya, apabila angka korelasi di bawah taraf
signifikansi, maka atribut pernyataan tersebut tidak
valid. Angka korelasi yang negatif menunjukkan
bahwa pernyataan tersebut bertentangan dengan
pernyataan lainnya.
Apabila dalam perhitungan ditemukan pernyataan
yang tidak valid, kemungkinan pernyataan tersebut
kurang baik susunan kata-kata atau kalimatnya.
Sedangkan apabila pada perhitungan ditemukan
korelasi yang bernilai negatif, maka pernyataan
tersebut bertentangan dengan pernyataan lainnya,
maka sebaiknya pernyataan tersebut dihilangkan saja.
2. Korelasi Parsial
Penggunaan teknik analisis korelasi Parsial, pada
dasarnya adalah untuk melakukan kontrol terhadap
hasil korelasi dua variabel dengan cara
mengintrodusir melalui variabel lain, artinya dalam
penggunaan metode ini peneliti harus menemukan
hal-hal lain yang berpengaruh dalam variabel yang
ditelitinya, sehingga diperlukan variabel-variabel
pendukung untuk dapat menambah akurasi temuan
BAB II-36
penelitiannya. Metode ini dapat digunakan apabila
memenuhi persyaratan dibawah ini:
a. Data semuanya berskala interval.
b. Desain penelitiannya adalah rancangan
korelasional.
c. Variabel penelitiannya lebih dari dua variabel,
dimana variabel pengintrodusir yang hendak
dikontrol lebih dari satu.
3. Korelasi Ganda (Multiple Correlation)
Fungsi korelasi ganda sebagai alat bantu untuk
menganalisis data dalam penelitian adalah untuk
melihat hubungan antara suatu variabel independen
atau variabel yang diprediksi (criterion variable)
dengan dua atau lebih variabel lain yang berfungsi
sebagai prediktor. Dengan kata lain, korelasi ini
digunakan untuk penelitian dua variabel atau lebih
yang memiliki hubungan sebab akibat dan saling
mempengaruhi.
4. Korelasi Tata Jenjang Spearman’s
Korelasi tata jenjang Spearman’s atau Spearman’s
rank difference correlation method, merupakan teknik
analisis data untuk mengetahui koefisien korelasi
dengan mendasarkan pada perbedaan nomor urut
(ranking) dari dua variable dimana datanya telah
BAB II-37
tersusun secara berjenjang berurutan. Satu hal yang
perlu digarisbawahi adalah, bahwa penggunaan
rumusan ini disarankan dipakai untuk menganalisis
data dimana jumlah sampel (N) kurang dari 30
responden.
5. Korelasi Biserial
Teknik korelasi biserial pada dasarnya dirancang
untuk menganalisis dua variable penelitian yang
mempunyai data kontinu, tetapi salah satu variable
dibuat kategoris (penggolongan) berdasarkan data
kontinu tersebut, sedangkan variabel tetap berskala
interval.
2.5.3.2 Kecukupan Data
Jumlah sampel suatu penelitian sangat menentukan
kesahihan suatu penelitian. Apabila jumlah populasi
diketahui maka peneliti dapat menggunakan tabel
Krecjie dengan (khusus untuk tingkat kesalahan 5% dan
tingkat kepercayaan 95%) untuk mengetahui seberapa
besar sample yang harus diambil.
Namun jika populasi tak terhingga (tidak diketahui),
maka untuk menentukan sampel minimum dari suatu
populasi dapat menggunakan rumus Bernoulli dengan
asumsi bahwa populasi berdistribusi normal.
Rumus :
BAB II-38
=
dimana :
n = jumlah sampel
Z = nilai Z(1-/2)
= probability of sampling success
e = sampling error, ketidaktelitian karena kesalahan yang
ditolerir
Sedangkan tingkat keyakinan (1-α/2) didefinisikan
sebagai besarnya keyakinan pengukur bahwa hasil yang
diperoleh memenuhi tingkat ketelitian yang diukur.
Adapun tingkat ketidaktelitian (kesalahan) adalah
penyimpangan maksimum hasil pengukuran dari keadaan
yang sebenarnya.
2.5.3.3 Reliabilitas
Reliabilitas adalah tingkat konsistensi (keajegan) atau
ketetapan suatu alat pengukur dalam menilai kemampuan
seseorang, yang tidak berubah atau tetap sama hasilnya,
meskipun mengerjakannya dua kali atau lebih pada
waktu yang berbeda.
Pengertian lainnya adalah alat ukur yang apabila
digunakan beberapa kali untuk mengukur obyek yang
sama, akan menghasilkan data yang sama pula.
BAB II-39
Setiap alat pengukur seharusnya memiliki
kemampuan untuk memberikan hasil pengukuran yang
konsisten. Pada umumnya untuk mendapatkan hasil
pengukuran yang konsisten pada pengukuran fenomena
sosial seperti sikap, opini, dan persepsi agak sulit untuk
dicapai.
Untuk pengukuran reliabilitas, bisa dilakukan dengan
dua cara, yaitu:
1. Repeated Measure, atau ukur ulang.
Contoh:
Seseorang akan disodori pertanyaan yang sama pada
waktu yang berbeda, pertanyaan tersebut dibagi
menjadi dua bagian, yaitu ganjil dan genap, hasilnya
dikatakan reliabel bila orang yang dites tersebut
memberi jawaban dengan nilai yang relatif sama
untuk ke dua jenis pertanyaan.
2. One shot atau pengukuran sekali saja, yaitu
pengukuran yang dilakukan untuk sekali pengambilan
data.
Pengujian reliabilitasnya menggunakan metoda α
Cronbach (1979) dengan rumus matematisnya sebagai
berikut (Dr. Sugiyono, 2002):
BAB II-40
dimana:
k = mean kuadrat antara subyek
∑Si2 = mean kuadrat kesalahan
St2 = varians total
Rumus untuk varians total dan varians item:
dimana:
JKi = jumlah kuadrat seluruh skor item
JKs = jumlah kuadrat subyek
Setelah dilakukan pengujian hipotesis dan hasilnya
signifikan, maka untuk menentukan hubungan keeratan
masing-masing pertanyaan dengan tiap dimensinya bisa
digunakan Kriteria Guilford (1956), yaitu:
1. 0.00 ≤ α < 0.20, hubungan yang sangat kecil dan bisa
diabaikan
2. 0.20 ≤ α < 0.40, hubungan yang kecil (tidak erat)
3. 0.40 ≤ α < 0.70, hubungan yang cukup erat
4. 0.70 ≤ α < 0.90, hubungan yang erat (reliabel)
5. 0.90 ≤ α < 1.00, hubungan yang sangat erat (sangat
reliabel)
BAB II-41
2.5.4 Service Quality (SERVQUAL)
Kesenjangan (gap) analisis SERVQUAL merupakan
suatu alat ukur sederhana dengan reliabilitas dan validitas
yang baik, dimana institusi/perusahaan dapat
menggunakannya untuk mengetahui harapan dan persepsi
konsumen terhadap pelayanan yang telah mereka (pihak
penyedia) berikan. Gap analisis SERVQUAL didesain
sebagai alat yang mudah di aplikasikan pada berbagai
jenis jasa dan menyediakan kerangka dasar format
pernyataan harapan dan persepsi konsumen untuk
masing-masing 5 dimensi pokok service quality. Harapan
yang diharapkan seseorang dan kenyataan yang
diterimanya selalu ada perbedaan, baik besar maupun
kecil. Untuk mengetahui perbedaan antara harapan dan
kenyataan tersebut, maka dilakukan pengujian
kesenjangan.
Menilai kualitas pelayanan dengan menggunakan
metode gap analisis SERVQUAL menggunakan
perhitungan selisih pernyataan harapan dan kenyataan
yang diterima konsumen. SERVQUAL scores dapat
diperoleh dari :
SERVQUAL scores = skor kenyataan – skor harapan
BAB II-42
Untuk menghitung ada tidaknya kesenjangan antara
harapan dan kenyataan yang diterima konsumen, maka
dilakukan langkah-langkah sebagai berikut:
1. Menghitung rata-rata masing-masing jawaban untuk
tiap variabel dari data harapan dan kenyataan.
2. Menghitung selisih nilai rata-rata jawaban antara nilai
rata-rata persepsi dengan harapan konsumen.
2.5.5 Diagram Kartesius
Diagram Kartesius adalah suatu bangun yang dibagi
atas empat bagian yang dibatasi oleh 2 buah garis yang
berpotongan tegak lurus pada titik-titik dimana
merupakan rata-rata dari rata-rata skor tingkat
pelaksanaan atau kenyataan seluruh atribut yang
dihitung, dan adalah rata-rata dari rata-rata skor
tingkat harapan seluruh atribut yang berkaitan dengan
harapan mahasiswa. Dalam penelitian ini terdapat 54
atribut yang dijadikan alat ukur. Dengan rumus:
dimana k = banyaknya atribut
BAB II-43
Selanjutnya tingkat unsur-unsur tersebut akan dijabarkan
dan dibagi menjadi 4 bagian ke dalam diagram kartesius
seperti pada gambar berikut:
Gambar 2.6 Gambar Diagram Kartesius
Keterangan gambar:
A. Prioritas Utama
Menunjukan atribut yang dianggap sangat
mempengaruhi kepuasan mahasiswa, termasuk unsur-
unsur jasa yang sangat penting bagi mahasiswa.
B. Pertahankan Prestasi
Menunjukan bahwa atribut yang dianggap penting oleh
mahasiswa telah dilaksanakan dengan baik dan dapat
memuaskan mahasiswa. Oleh sebab itu pihak provider
diharapkan mempertahankan kinerjanya.
C. Prioritas Rendah
Menunjukan bahwa atribut-atribut ini memang
dianggap kurang penting oleh mahasiswa, sehingga