Upload
dinhnhu
View
222
Download
1
Embed Size (px)
Citation preview
BAB II GAMBARAN UMUM KONDISI DAERAH II - 1
PERDA R E N C A N A P E M B A N G U N A N J A N G K A M E N E N G A H D A E R A H K A B U P A T E N K U T A I B A R A T 2 0 1 6 - 2 0 2 1
BAB II GAMBARAN UMUM KONDISI DAERAH
2.1. ASPEK GEOGRAFI DAN DEMOGRAFI
2.1.1. Karakteristik Lokasi dan Wilayah
2.1.1.1. Luas Wilayah dan Batas Wilayah Administrasi
Kabupaten Kutai Barat dengan Ibukota Sendawar merupakan pemekaran dari wilayah
Kabupaten Kutai Kartanegara yang telah ditetapkan berdasarkan UU. Nomor 47 Tahun 1999
tentang Pembentukan Kabupaten Nunukan, Kabupaten Malinau, Kabupaten Kutai Barat,
Kabupaten Kutai Timur dan Kota Bontang. Secara simbolis kabupaten ini telah diresmikan oleh
Menteri Dalam Negeri R.I. pada tanggal 12 Oktober 1999 di Jakarta dan secara operasional
diresmikan oleh Gubernur Kalimantan Timur pada tanggal 05 Nopember 1999 di Sendawar.
Luas Kabupaten Kutai Barat sekitar 31.628,70 Km2 atau kurang lebih 15 persen dari luas
Provinsi Kalimantan Timur.
Pada Tahun 2013 terjadi pemekaran yang menyebabkan Luas Wilayah, jumlah
kecamatan dan jumlah kampung berubah. Berdasarkan UU No.02 Tahun 2013 Kabupaten Kutai
Barat di mekarkan menjadi Kabupaten Kutai Barat dan Kabupaten Mahakam Ulu. Luas wilayah
Kabupaten Barat yang terdiri dari 16 kecamatan yaitu20.381,59 Km2 dan Kabupaten Mahakam
Ulu dengan 5 kecamatan 15.315 Km2.
2.1.1.2. Letak dan Kondisi Geografis
Secara Geografis Kabupaten Kutai Barat terletak antara 113048’49’’ sampai dengan
116032’43’’ Bujur Timur serta diantara 1031’05’’ Lintang Utara dan 1009’33’’ Lintang Selatan.
Adapun wilayah yang berbatasan dengan Kabupaten Kutai Barat adalah Kabupaten Mahakam
Ulu di sebelah Utara, Kabupaten Kutai Kartanegara disebelah Timur, Kabupaten Penajam Paser
Utara di sebelah Selatan dan untuk sebelah Barat berbatasan dengan Provinsi Kalimantan
Tengah serta Provinsi Kalimantan Barat. Kabupaten Kutai Barat terbagi menjadi 16 Kecamatan,
185 Kampung dan 4 Kelurahan. Kedua enam belas Kecamatan tersebut adalah Kecamatan
Bongan, Jempang, Penyinggahan, Muara Pahu, Muara Lawa, Damai, Barong Tongkok, Melak,
Long Iram, Bentian Besar, Linggang Bigung, Nyuatan, Siluq Ngurai, Mook Manaar Bulatn,
Sekolaq Darat, dan Tering.
BAB II GAMBARAN UMUM KONDISI DAERAH II - 2
PERDA R E N C A N A P E M B A N G U N A N J A N G K A M E N E N G A H D A E R A H K A B U P A T E N K U T A I B A R A T 2 0 1 6 - 2 0 2 1
2.1.1.3. Topografi
Berdasarkan data topografi, Kabupaten Kutai Barat dengan luas wilayah mencapai
2.038.159,00 hektar (20.381.59 Km2), didominasi oleh topografi datar sampai dengan
bergelombang sedang yakni sebesar 64,48% atau 1.314.128,10 hektar, topografi sangat curam
(17,20%) dan curam (18,32%). Wilayah dengan topografi pegunungan mencapai 350.653,07
hektar atau kurang dari 18% dari luas seluruhnya dan berada di bagian Utara dan Selatan
Kabupaten Kutai Barat
Gambar 2.1. Kondisi Topografi Kabupaten Kutai Barat
Kondisi wilayah dengan topografi tersebut berpotensi menimbulkan bahaya alami
berupa gerakan tanah baik dalam volume besar (longsor) atau pun volume kecil (tanah retak).
Besar kecilnya volume gerakan tanah tersebut dipengaruhi surface runoff yang dipengaruhi oleh
besarnya curah hujan, jenis tanah, serta kemiringan lereng. Berdasarkan peta bahaya
lingkungan yang dikeluarkan oleh BAKOSURTANAL tahun 1999, di wilayah Kabupaten Kutai
Barat potensial terjadi bahaya tanah longsor karena mempunyai jenis tanah dengan tekstur
berlempung, curah hujan yang tinggi, dan terutama pada daerah yang memiliki kemiringan
lereng yang besar. Keberadaan bahaya alami berupa gerakan tanah tersebut dapat mengancam
keberadaan sarana-prasarana yang dibangun di Kabupaten Kutai Barat. Oleh sebab itu,
diperlukan teknik khusus dalam melakukan pembangunan sarana-prasarana di wilayah
tersebut.
BAB II GAMBARAN UMUM KONDISI DAERAH II - 3
PERDA R E N C A N A P E M B A N G U N A N J A N G K A M E N E N G A H D A E R A H K A B U P A T E N K U T A I B A R A T 2 0 1 6 - 2 0 2 1
Kondisi morfologi yang khas dari Kabupaten Kutai Barat secara tidak langsung akan
menghambat perkembangan kegiatan perkotaan. Hal tersebut disebabkan karena adanya
faktor penghambat alami berupa kemiringan lereng yang menyebabkan luasan lahan untuk
menampung kegiatan perkotaan menjadi berkurang. Selain itu, kondisi fisik wilayah yang
merupakan daerah pegunungan juga akan menyebabkan kesulitan dalam mengakses daerah
tersebut.
Untuk memecahkan keterisolasian wilayah yang disebabkan karena kondisi morfologi
wilayah maka pemerintah Kabupaten Kutai Barat membagi Kabupaten Kutai Barat menjadi tiga
wilayah pembangunan yaitu Wilayah Pembangunan Hulu Riam, Wilayah Pembangunan Dataran
Tinggi, dan Wilayah Pembangunan Dataran Rendah.. Selain pegunungan, Kutai Barat juga
memiliki sungai-sungai besar sebanyak 14 sungai dengan panjang puluhan kilometer. Sungai
yang terpendek adalah Sungai Barong sepanjang 28,5 km dan sungai terpanjang adalah Sungai
Mahakam sepanjang 229,42 km.
Gambar 2. 2. Peta Wilayah Kabupaten Kutai Barat Sumber: Kutai Barat Dalam Angka 2016
BAB II GAMBARAN UMUM KONDISI DAERAH II - 4
PERDA R E N C A N A P E M B A N G U N A N J A N G K A M E N E N G A H D A E R A H K A B U P A T E N K U T A I B A R A T 2 0 1 6 - 2 0 2 1
2.1.1.4. Geologi
Dari seluruh wilayah yang ada, kecamatan Barong Tongkok merupakan kecamatan yang
memiliki jumlah kampung paling banyak yaitu 21 kampung sedangkan kecamatan dengan
jumlah kampung paling sedikit adalah Kecamatan Melak dan Penyinggahan yang masing-masing
memiliki 6 kampung. Kabupaten Kutai Barat menjadi daerah di Kalimantan Timur, yang
memiliki persentase jumlah desa terbanyak di daerah lembah atau daerah aliran sungai.
Berdasarkan data BPS 2010, sebanyak 158 desa/kampung atau 66,39% desa di Kabupaten Kutai
Barat berlokasi di daerah aliran sungai, kemudian 64 desa/kampung atau 26,89% desa berlokasi
di dataran, dan sisanya 16 desa/kampung atau 6,72% desa berlokasi di lereng pegunungan atau
bukit. Kondisi wilayah dengan topografi tersebut berpotensi menimbulkan bahaya alami berupa
gerakan tanah baik dalam volume besar (longsor) atau pun volume kecil (tanah retak). Besar-
kecilnya volume gerakan tanah tersebut dipengaruhi surface runoff yang dipengaruhi oleh besar
curah hujan, jenis tanah, serta besar kemiringan lereng.
2.1.1.5. Hidrologi
Kecamatan Barong Tongkok merupakan kecamatan dengan jumlah desa/kampung
terbanyak yang berada di dataran yaitu 17 desa/kampung dari 21 kampung yang ada,
sedangkan Kecamatan Siluq Ngurai merupakan kecamatan dengan jumlah desa/kampung
terbanyak yang berlokasi di lembah/DAS yaitu 16 desa/kampung. Beberapa kecamatan yang
seluruh wilayahnya berada di lembah/DAS adalah Penyinggahan, Muara Pahu, dan Siluq Ngurai.
Sementara itu kecamatan yang seluruh wilayahnya berada di dataran semua adalah Sekolaq
Darat. Dari aspek ketinggian di atas permukaan laut, daerah dataran rendah pada umumnya
dijumpai di kawasan danau dan kawasan sepanjang sungai (DAS). Sedangkan daerah perbukitan
dan pegunungan memiliki ketinggian rata-rata lebih dari 1.000 meter di atas permukaan laut
dengan kemiringan 30 persen terdapat di bagian barat laut yang berbatasan langsung dengan
wilayah Malaysia.
Kondisi ini sangat berpengaruh terhadap pemanfaatan tanah untuk jenis komoditi yang
diusahakan masyarakat. Di samping itu kondisi geografi dan topografi juga membuat Kutai Barat
memiliki keterbatasan dalam pengembangan perkotaan, akibat kondisi kemiringan lereng.
BAB II GAMBARAN UMUM KONDISI DAERAH II - 5
PERDA R E N C A N A P E M B A N G U N A N J A N G K A M E N E N G A H D A E R A H K A B U P A T E N K U T A I B A R A T 2 0 1 6 - 2 0 2 1
2.1.1.6. Klimatologi
Dalam aspek klimatologi, unsur iklim yang utama adalah curah hujan, temperatur,
kecepatan angin dan kelembapan udara. Iklim di Kabupaten Kutai Barat adalah iklim tropika
humid yang ditandai dengan intensitas hujan yang tinggi dan nilai curah hujan yang besar.
Daerah beriklim tropika humid tidak mempunyai batas yang jelas antara musim kemarau dan
musim hujan. Temperatur berkisar antara 220-300. Temperatur minimum umumnya terjadi pada
bulan Oktober sampai dengan Januari sedangkan temperatur maksimum terjadi antara bulan
Juli sampai dengan bulan Agustus. Daerah beriklim seperti ini tidak mempunyai perbedaan yang
jelas antara musim hujan dan musim kemarau. Pada musim angin barat hujan turun sekitar
sekitar bulan Agustus sampai bulan Maret, sedangkan pada musim timur hujan relatif kurang,
hal ini terjadi pada sekitar bulan April sampai bulan September.
Gambar 2.3. Grafik Rata-rata Curah Hujan per Tahun 2011-2015
Sumber: Kutai Barat Dalam Angka 2015 dan 2016
2.1.1.7. Penggunaan Lahan
Luas Kawasan Budidaya Non Kehutanan (KBNK) Kabupaten Kutai Barat adalah sebesar ±
779.048,76 Ha, dengan luasan lahan potensial sebesar 765.493,78 Ha. Yang sudah
dimanfaatkan untuk Bidang Pertanian seluas 680.786 Ha yang terdiri dari Tanaman Pangan dan
Hortikultura seperti padi, palawija dan Buah-buahan menggunakan lahan pertanian sebesar
10,37% atau 70.582 ha. Kemudian pengembangan potensi Perkebunan seperti Karet, Kemiri,
Kelapa, dan Kopi untuk Perkebunan Rakyat adalah seluas 40.493 Ha (5,95%) , dan perkebunan
0
50
100
150
200
250
300
350
400
450
Rata-rata Curah Hujan/Tahun
BAB II GAMBARAN UMUM KONDISI DAERAH II - 6
PERDA R E N C A N A P E M B A N G U N A N J A N G K A M E N E N G A H D A E R A H K A B U P A T E N K U T A I B A R A T 2 0 1 6 - 2 0 2 1
besar swasta mencapai 80,47% atau 547.836 Ha (Potensi sesuai dengan Ijin yang dikeluarkan
Pemerintah Kabupaten Kutai Barat), dengan realisasi penanaman sampai dengan Juni 2010
adalah seluas 22.119 Ha. Sedangkan untuk pemanfaatan lahan peternakan seluas 1.435 Ha dan
untuk perikanan seluas 20.439 Ha. Dengan demikian potensi pengembangan pertanian yang
tersebar di 21 Kecamatan masih seluas 159.461 Ha yang belum dimanfaatkan.
Luas kawasan hutan di Kabupaten Kutai Barat ± 940.621,69 ha yang terdiri atas hutan
produksi, hutan lindung dan cagar alam. Hutan di Kutai Barat didominasi oleh Dipterocarpaceae
atau meranti (85 %), sedangkan sisanya (15 %) ditumbuhi hutan jenis ulin, medang, benuang,
pelajau, nyatoh dan rotan, bambu, pakis, nipah serta anggrek. Penggunaan lahan untuk sektor
Kehutanan di kabupaten Kutai Barat sebagian besar pada Hutan Sekunder seluas ± 874.580,00
Ha, dimana hutan merupakan sebuah kekayaan alam yang melimpah di Kabupaten ini, namun
hendaknya pemanfaatan kekayaan hasil hutan ini dilakukan secara bijak dan berkelanjutan.
Selanjutnya adalah belukar seluas ± 267.984,11 Ha dan hutan primer seluas ± 243.888,33 Ha,
yang tersebar di Kecamatan Linggang Bigung, Nyuatan, Damai, Bentian Besar dan Bongan.
Hutan primer ini memiliki fungsi khusus yang dilindungi keberadaannya sebagai wujud
perhatian terhadap keseimbangan alam. Selanjutnya terdapat seluas ± 15.830,87Ha lahan
pertanian kering campur dan disusul belukar rawa seluas ± 94.936,67Ha, Permukiman
mengalami peningkatan dari seluas ± 4.082 Ha menjadi seluas ± 6.050,84 Ha dan Perkebunan
baik sektor swasta maupun perkebunan masyarakat dan tradisional seluas ± 150.493,15 Ha.
Adapun rincian jenis penggunaan lahan di Kabupaten Kutai Barat dapat dilihat pada tabel 1.1
dibawah ini.
Tabel 2.1. Jenis dan Luasan Penggunaan Lahan
di Kabupaten Kutai Barat
No. Penggunaan Lahan Luasan (Ha)
1. Tubuh Air 25.436,06
2. Belukar 267.984,11
3. Belukar Rawa 94.936,67
4. Hutan Primer 243.888,33
5. Hutan Rawa Sekunder 65.896,40
6. Hutan Sekunder 874.580,00
7. Hutan Tanaman 27.223,52
8. Perkebunan Kelapa Sawit 30.807,46
9. Kebun Campur 687,54
10. Kebun Karet 118.998,15
BAB II GAMBARAN UMUM KONDISI DAERAH II - 7
PERDA R E N C A N A P E M B A N G U N A N J A N G K A M E N E N G A H D A E R A H K A B U P A T E N K U T A I B A R A T 2 0 1 6 - 2 0 2 1
No. Penggunaan Lahan Luasan (Ha)
11. Permukiman 6.050,84
12. Pertanian lahan Kering Campur 15.830,87
10. Semak 55.956,73
11. Rawa 12.685,00
12. Sawah 2.006,00
13. Tambang 7.892,67
14. Tanah Terbuka 45.300,73
Sumber : Analisis Landcover Citra Alos 2010, Bappeda 2014
2.1.2. Potensi Pengembangan Wilayah
Kabupaten Kutai Barat memiliki potensi dalam bidang pertanian, perkebunan,
peternakan dan perikanan, kehutanan, pertambangan, dan sektor pariwisata. Di bidang
pertanian, subsektor yang memiliki potensi besar adalah tanaman padi dan palawija. Untuk
tanaman palawija terutama adalah jagung, ubi kayu, dan ubi jalar. Luas panen tanaman padi
baik pada sawah maupun padi ladang sepanjang tahun 2014 mencapai 3.884 ha, terdiri dari
1.067 ha padi sawah dan 2.817 ha padi ladang. Sedangkan untuk produksi padi di Kabupaten
Kutai Barat, tercatat produksi padi sawah sebesar 4.550,75 ton dan produksi padi ladang
mencapai 8.983 ton, atau total produksi padi pada tahun 2014 mencapai sekitar 13.485 ton.
Jumlah ini menurun sangat tajam dibandingkan tahun 2009 yang mencapai lebih dari 33.000
ton. Hal ini disebabkan karena terjadinya pemekaran Kabupaten Kutai Barat menjadi Kabupaten
Mahakm Ulu. Meskipun dari sisi produksi menunjukkan penurunan, namun dari sisi hasil per
hektar menunjukkan peningkatan dari 29.56 kw per hektar di tahun 2009 menjadi 34,72 kw per
hektar di tahun 2014, sehingga terjadi peningkatan produktivitas yang cukup tinggi selama 5
tahun terakhir.
Kecamatan yang memiliki potensi paling tinggi di bidang tanaman padi sawah dan padi
ladang tahun 2014 adalah Kecamatan Bongan. Luas panen padi sawah di Kecamatan Bongan
sebesar 406 ha dan untuk produksi tanaman padi sawahnya mampu mencapai 1.731 ton atau
sekitar 38% dari total produksi tanaman padi sawah di Kabupaten Kutai Barat. Untuk produksi
padi ladang, Kecamatan Bongan mampu memproduksi 1.502 ton pada tahun 2014.
Selain Kecamatan Bongan, beberapa kecamatan lain juga menunjukkan potensi
tanaman padi sawah yang tinggi adalah Kecamatan Jempang, Muara Pahu, Barong Tongkok,
Linggang Bigung, serta Mook Manaar Bulatn. Untuk produksi pada ladang, selain Kecamatan
BAB II GAMBARAN UMUM KONDISI DAERAH II - 8
PERDA R E N C A N A P E M B A N G U N A N J A N G K A M E N E N G A H D A E R A H K A B U P A T E N K U T A I B A R A T 2 0 1 6 - 2 0 2 1
Bongan, beberapa kecamatan yang berpotensi tinggi adalah Keacamatan Jempang, Mook
Manaar Bulatn, Tering, dan Muara Lawa.
Tabel 2.2. Potensi Tanaman Palawija
Jenis Tanaman Produksi Hasil Per Ha.
2009 2014 2009 2014
Padi 33,018 13.485 29.56 34.72
Jagung 580 238 21.88 22.5
Ubi Kayu 22,012 9.496 220.00 226.22
Ubi Jalar 1,842 1.093 90.00 92.66*
Kacang Tanah 122 122 10.85 10.85*
Kedelai 14 14 11.50 11.5*
Kacang Hijau 83 83 11.19 11.19*
Sumber: Kutai Barat Dalam Angka 2015
Untuk jenis tanaman palawija, tanaman yang dikembangkan di Kabupaten Kutai Barat
antara lain jagung, ubi kayu, ubi jalar, kacang tanah, kedelai dan kacang hijau. Tanaman
palawija yang memiliki luas panen terbesar di Kabupaten Kutai Barat adalah tanaman ubi kayu
yaitu dengan luas panen mencapai 1.002 ha dan produksi sebesar 22.012 ton pada tahun 2009,
namun pada tahun 2014 produksi ubi kayu turun menjadi sekitar 9.500 ton pada tahun 2014.
Dilihat dari hasil per hektar maka tanaman ubi kayu masih menempati posisi pertama yaitu
dengan hasil per hektar sebesar 220,00 kw kemudian diikuti dengan tanaman ubi jalar dengan
90 kw pada tahun 2009, dan meningkat menjadi 226.22 kw per ha untuk ubi kayu serta 92.66
untuk ubi jalar pada tahun 2014.Kutai Barat merupakan pemasok ubi kayu terbesar di
Kalimantan Timur setelah Kutai Kartanegara yaitu sebesar 17,51%.
Lahan Perkebunan di Kabupaten Kutai Barat kebanyakan dimanfaatkan untuk budidaya
tanaman karet. Dari 49.141,46 ha luas perkebunan, 34.586ha diantaranya atau sekitar 70,38%
dari total luas areal tanaman perkebunan merupakan perkebunan karet. Hal ini membuat karet
menjadi jenis tanaman perkebunan yang paling diandalkan di Kabupaten Kutai Barat. Produksi
karet sendiri pada tahun 2014 sebesar 48.389,48 ton.
Tabel 2.3. Potensi Tanaman Perkebunan
Jenis Tanaman Luas (ha) Produksi (ton)
Karet 34586 48389.48
Kelapa 1039.29 202.11
Kelapa Sawit 10600 20445.14
Lain-lain 2916.17 4426.25
Jumlah 49141.46 73462.98
Sumber: Kutai Barat Dalam Angka 2015
BAB II GAMBARAN UMUM KONDISI DAERAH II - 9
PERDA R E N C A N A P E M B A N G U N A N J A N G K A M E N E N G A H D A E R A H K A B U P A T E N K U T A I B A R A T 2 0 1 6 - 2 0 2 1
Kecamatan yang memiliki luas areal tanaman karet paling luas di Kabupaten Kutai Barat
adalah Kecamatan Barong Tongkok dengan luas areal mencapai 7.941 ha dengan total produksi
mencapai 13.669 ton. Selain itu, Kecamatan Linggang Bigung, Sekolaq Darat, dan Mook Manaar
Bulatn juga merupakan tiga kecamatan yang memiliki areal tanaman karet cukup luas, masing-
masing 3.150 ha, 4.850 ha, dan 5.544 ha. Dari sisi produksinya, Kecamatan Linggang Bigung
memiliki produksi 6.175 ton,Kecamatan Sekolaq Darat memiliki produksi 7.690 ton, dan
Kecamatan Mook Manaar Bulatn memiliki produksi 3.350 ton.
Secara umum, peta potensi wilayah Kutai Barat di pertanian dapat dilihat pada tabel di
bawah ini.
Tabel 2.4. Potensi Wilayah di Bidang Pertanian
Sumber: Dinas Buntanakan Kutai Barat 2015
NO. JENIS KOMODITI SENTRA PRODUKSI
Tanaman Pangan
1. Padi Damai, Nyuatan, Bongan, Barong Tongkok
2. Jagung Siluq Ngurai, Damai, Tering, Barong Tongkok
3. Kedelai Bongan, Barong Tongkok, Long Iram
4. Kacang Tanah Siluq Ngurai, Bongan,Barong Tongkok,Damai
5. Ubi Kayu Damai, Nyuatan, Bongan, Siluq Ngurai, Jempang
6. Ubi Jalar Siluq Ngurai, Bongan, Damai, Nyuatan, Barong Tongkok
Tanaman Buah-buahan
1. Buah Naga Sekolaq Darat
4. Durian Barong Tongkok, Linggang Bigung, Nyuatan
NO. JENIS KOMODITI SENTRA PRODUKSI
5. Pisang Muara Pahu, Penyinggahan, Bongan
6. Langsat Mook Manaar Bulatn, Barong Tongkok
7. Jeruk Tering
8. Nanas Jempang, Damai, Barong Tongkok
9. Nangka/Cempedak Barong Tongkok, Linggang Bigung
Tanaman Hias
1. Anggrek Hitam Sekolaq Darat
Tanaman Perkebunan
1. Kelapa Barong Tongkok, Bongan, Jempang, Melak, Penyinggahan
2. Kopi Barong Tongkok, Damai, Linggang Bigung
3. Kemiri Barong Tongkok, Damai, Mook Manaar Bulatn
4. Aren Muara Lawa, Damai, Mook Manaar Bulatn
5. Kapuk BarongTongkok, Muara Pahu, Mook Manaar Bulatn, Bongan
6. Kakao Linggang Bigung, Tering
BAB II GAMBARAN UMUM KONDISI DAERAH II - 10
PERDA R E N C A N A P E M B A N G U N A N J A N G K A M E N E N G A H D A E R A H K A B U P A T E N K U T A I B A R A T 2 0 1 6 - 2 0 2 1
Potensi di bidang peternakan menunjukkan bahwa Kutai Barat memiliki keunggulan di
bidang produksi daging. Pada tahun 2014 total produksi daging mencapai 270.503, meningkat
dibandingkan tahun 2009 yang mencapai 260.936 kg. Produksi daging tersebut berasal dari
daging sapi, kerbau, kambing, dan babi. Jumlah tersebut menunjukkan peningkatan sebesar
3,67% dibanding tahun 2009, dan 0,37% dibandingkan tahun 2013.
Tabel 2.5. Potensi Sumberdaya Peternakan
Tahun
Sapi Kerbau Kambing Babi
Jumlah (ekor)
Produksi (Kg)
Jumlah (ekor)
Produksi (Kg)
Jumlah (ekor)
Produksi (Kg)
Jumlah (ekor)
Produksi (Kg)
2005 5,594 53,010 245 3,900 245 3,438 25,152 114,416
2006 5,666 54,664 296 5,928 296 4,012 29,607 130,375
2007 6,134 61,204 461 2,052 3,402 4,707 29,607 130,068
2008 6,749 79,738 476 3,120 3,712 4,827 31,539 167,513
2009 7,176 81,439 489 3,120 4,076 4,915 32,366 171,462
2010 7,608 91,202 503 3,120 4,079 5,574 33,084 165,352
2011 6,236 100,969 380 3,170 4,436 5,945 33,141 181,469
2012 6,999 110,734 453 3,408 5,462 6,302 33,549 185,809
2013 6,606 109,617 478 3,779 5,393 6,345 28,750 149,752
2014 6,942 110,577 540 3,801 5,533 6,358 28,939 149,767
Sumber: Kutai Barat Dalam Angka 2015
Dari total produksi daging tahun 2009 tersebut, daging babi memiliki kontribusi sebesar
55,36% atau sebesar 149.767 kg. Hal ini tidak lepas dari populasi babi yang mencapai28.939
ekor. Sementara itu urutan kedua adalah daging sapi yang mencapai 40,87% atau sebesar
110.577 kg dari 6.942 ekor sapi.
Untuk daging dari unggas pada tahun 2014 mencapai 389.074 kg yang sebagian besar
didominasi oleh ayam potong, yaitu 80,27% atau 312.306 kg. Untuk produksi telur yang terdiri
dari telur ayam dan telur itik, pada tahun 2014 mencapai 192.503 butir, mengalami penurunan
dibandingkan tahun 2013 yang mencapai 207.369 butir.
Tabel 2.6. Potensi Unggas dan Telur
Tahun Daging Telur
Ayam Buras
Ayam Potong
Itik Jumlah Daging
(kg) Telur Ayam
Telur Itik
Jumlah Telur (unit)
2009 78,498 316,972 2,878 398,348 186,568 25,127 211,695
2010 74,382 316,972 3000 394,354 196436 25506 221942
BAB II GAMBARAN UMUM KONDISI DAERAH II - 11
PERDA R E N C A N A P E M B A N G U N A N J A N G K A M E N E N G A H D A E R A H K A B U P A T E N K U T A I B A R A T 2 0 1 6 - 2 0 2 1
Tahun
Daging Telur
Ayam Buras
Ayam Potong
Itik Jumlah Daging
(kg) Telur Ayam
Telur Itik
Jumlah Telur (unit)
2011 90,672 320,010 3,128 413,810 199,063 26,864 225927
2012 83,247 321,522 3,503 408,272 208,597 27,194 235791
2013 72,707 312,290 4,028 389,025 180,323 27,046 207369
2014 72,723 312,306 4,045 389,074 170,966 21,537 192503
Sumber: Kutai Barat Dalam Angka 2015
Kutai Barat juga memiliki potensi di bidang sektor perikanan, khususnya dari perairan
umum. Hal ini tidak lepas dari kondisi geografis Kutai Barat yang sebagian wilayahnya terdiri
dari sungai.
Luas areal penangkapan ikan di Kabupaten Kutai Barat pada tahun 2014 sebesar
6.848,32 Ha. Kebanyakan penangkapan ikan di Kabupaten Kutai Barat menggunakan alat jaring
insang tetap dan dilakukan oleh nelayan dengan menggunakan Perahu Motor Tempel.
Sedangkan untuk budidaya ikan mayoritas pembudi-dayaan dilakukan dengan menggunakan
Keramba. Untuk poduksi ikan di perairan umum Kabupaten Kutai Barat adalah sebesar 1.144,5
Ton.
Gambar 2.4. GrafikLuas Area Penangkapan Ikan (Ha)
Sumber: Kutai Barat Dalam Angka 2015
Dalam bidang kehutanan, dar total luas hutan di Kabupaten Kutai Barat pada tahun
2014, pemanfaatan terbesar digunakan untuk hutan produksi terbatas dan hutan produksi yaitu
seluas 1.719.718,76 Ha atau sekitar 61,45%. Pada Tahun 2013 produksi kayu bundar sebagai
produksi utama sub sektor kehutanan adalah jenis kayu meranti yang mampu meng-hasilkan
328.572,84 m3 atau sekitar 57,18 persen dari total produksi kayu bundar di Kabupaten Kutai
Barat yang mencapai 574.648,54 m3.
1951
14880.8
3568
5 1416.5
3568
14867
5
Sungai Danau Rawa Waduk
2009 2014
BAB II GAMBARAN UMUM KONDISI DAERAH II - 12
PERDA R E N C A N A P E M B A N G U N A N J A N G K A M E N E N G A H D A E R A H K A B U P A T E N K U T A I B A R A T 2 0 1 6 - 2 0 2 1
Potensi lain Kutai Barat adalah potensi di bidang sumberdaya alam yang meliputi
pertambangan dan pariwisata. Dalam hal pertambangan, Kutai Barat memiliki potensi di bidang
pertambangan emas, perak, dan batu bara. Di bidang pariwisata, Kutai Barat memiliki potensi
baik wisata alam maupun wisata budaya. Total jumlah obyek wisata di Kutai Barat mencapai 83
objek wisata. Jumlah obyek wisata tersebut tersebar di seluruh kecamatan. Dari 83 obyek
wisata tersebut, sebanyak 36 merupakan obyek wisata budaya dan 47 merupakan obyek wisata
alam.
Tabel 2.7. Jumlah Potensi Obyek Wisata per Kecamatan
Kecamatan Wisata Budaya Wisata Alam Jumlah
Long Iram - 4 4
Linggang Bigung 3 7 10
Barong Tongkok 3 3 6
Melak 1 5 6
Sekolaq Darat 1 3 4
Mook Manaar Bulatn 4 1 5
Tering 2 1 3
Damai 2 1 3
Nyuatan 2 5 7
Muara Lawa 1 7 8
Siluq Ngurai 2 - 2
Bongan 5 1 6
Bentian Besar 4 6 10
Jempang 4 1 5
Muara Pahu 1 1 2
Penyinggahan 1 1 2
Jumlah 36 47 83
Sumber: Dinas Budparpora
Kecamatan Linggang Bigung dan Bentian Besar merupakan dua kecamatan dengan
jumlah obyek wisata alam terbanyak, masing-masing 10 lokasi. Pariwisata di Kutai Barat
memiliki potensi dalam menarik wisatawan domestik dan manca negara. Pada tahun 2013
terdapat 33.391 wisatawan domestik dan 174 wisatawan asing khususnya dari Eropa yang
berkunjung ke Kabupaten Kutai Barat.
2.1.3. Wilayah Rawan Bencana
Berdasarkan peta bahaya lingkungan yang dikeluarkan oleh BAKOSURTANAL tahun
1999, sebagian besar wilayah di Kabupaten Kutai Barat potensial terjadi bahaya tanah longsor
karena mempunyai jenis tanah dengan tekstur berlempung, curah hujan yang tinggi, dan
kemiringan lereng yang besar. Keberadaan bahaya alami berupa gerakan tanah tersebut dapat
mengancam keberadaan sarana-prasarana yang dibangun di Kabupaten Kutai Barat. Selain itu,
BAB II GAMBARAN UMUM KONDISI DAERAH II - 13
PERDA R E N C A N A P E M B A N G U N A N J A N G K A M E N E N G A H D A E R A H K A B U P A T E N K U T A I B A R A T 2 0 1 6 - 2 0 2 1
dilihat dari banyaknya desa/kampung yang terletak di DAS serta tingginya curah hujan, Kutai
Barat juga tergolong rawan bencana alam banjir terlebih dengan kondisi hutan yang semakin
buruk dimana banyak terjadi penebangan liar, maka kemungkinan terjadinya banjir tersebut
semakin besar. Sebagai contoh, pada bulan April 2005, terjadi banjir besar yang diakibatkan
oleh meluapnya Sungai Mahakam. Akibat banjir tersebut terdapat sekitar 3.500 rumah di
Kabupaten Kutai Barat yang terendam air.
Selama tahun 2015 terjadi bencana kebakaran, banjir, bencana orang hilang (tenggelam)
dan kabut asap, dengan jumlah korban sebanyak 2,986 jiwa atau 661 KK. Jumlah korban yang
ditangani sebanyak 2.404 jiwa dari 478 KK. Kira-kira 20 % dari korban tersebut tidak ditangani
karena mereka dengan inisiatif sendiri telah mengungsi di rumah keluarga masing-masing.
Selanjutnya apabila dibandingkan dengan penanganan terhadap korban bencana di tahun 2015
terjadi adanya peningkatan jumlah korban bencana yang ditangani dari tahun 2014 yang
berjumlah 544 jiwa. Hal ini dikarenakan frekuensi bencana tahun 2015 lebih tinggi bila
dibandingkan dengan tahun 2014, sehingga lebih banyak korban yang ditangani. Penanganan
korban bencana yang dilakukan oleh Pemerintah Kutai Barat sudah menunjukkan capaian yang
optimal dimana di setiap kejadian bencana selalu dilakukan penanganan. Keberhasilan ini juga
tak lepas dari keperdulian dari semua pihak yang turut membantu berpartisipasi dalam
penanganan bencana seperti masyarakat, pihak keamanan, organisasi kemasyarakatan dan
pihak perusahaan.
2.1.4. Demografi
Jumlah penduduk Kabupaten Kutai Barat Tahun 2014 mencapai 165.814 jiwa. Jumlah ini
menunjukkan penurunan bila dibandingkan tahun 2009 karena adanya pemekaran Kutai Barat
menjadi dua kabupaten, yaitu Kabupaten Kutai Barat dan Kabupaten Mahakam Ulu, sehingga
berdampak pada jumlah penduduk dan luas wilayah. Secara keseluruhan selama 2009-2014
terjadi penurunan jumlah penduduk sebesar 3,67%, meski di 16 kecamatan yang baru tidak ada
satupun kecamatan yang mengalami penurunan jumlah penduduk. Beberapa kecamatan
menunjukkan kenaikan jumlah penduduk yang cukup besar selama 2009-2014 yaitu di atas 20%
seperti Kecamatan Bongan (25,62%), Barong Tongkok (24,70%), Nyuatan (27,62%), dan Sekolaq
Darat (24,15%).
Kecamatan yang memiliki jumlah penduduk terbesar adalah Kecamatan Barong
Tongkok yaitu sebesar 28.009 jiwa. Sedangkan Kecamatan dengan jumlah penduduk paling
BAB II GAMBARAN UMUM KONDISI DAERAH II - 14
PERDA R E N C A N A P E M B A N G U N A N J A N G K A M E N E N G A H D A E R A H K A B U P A T E N K U T A I B A R A T 2 0 1 6 - 2 0 2 1
sedikit adalah Kecamatan Bentian Besar yaitu sebesar 3.425. Namun secara umum jumlah
penduduk di Kutai Barat relatif menyebar cukup merata di semua kecamatan, kecuali di
Kecamatan Barong Tongkok, Linggang Bigung, Melak, dan Tering yang keempatnya
menunjukkan jumlah penduduk yang lebih banyak dibanding kecamatan lain. Bila dilihat
perbandingan antara jumlah penduduk dengan luas wilayahnya maka dapat diperoleh
Kepadatan penduduk untuk Kabupaten Kutai Barat adalah sebesar 8.14 jiwa/Km2.
Dari jenis kelaminnya, sebesar 87.541 jiwa merupakan penduduk laki-laki dan 78.273
jiwa merupakan penduduk perempuan. Dari jumlah penduduk tersebut di atas, terlihat bahwa
penduduk laki-laki lebih dominan jika dibandingkan dengan penduduk perempuan dengan rasio
sebesar 112. Dengan pengertian bahwa untuk setiap 100 penduduk perempuan terdapat 112
laki-laki. Kemudian rasio jenis kelamin tertinggi terdapat di Kecamatan Bentian Besar yaitu
sebesar 116 sedangkan yang terendah adalah Kecamatan Penyinggahan yaitu sebesar 109.
BAB II GAMBARAN UMUM KONDISI DAERAH II - 15
PERDA R E N C A N A P E M B A N G U N A N J A N G K A M E N E N G A H D A E R A H K A B U P A T E N K U T A I B A R A T 2 0 1 6 - 2 0 2 1
Tabel 2.8. Jumlah Penduduk per Kecamatan
No Kecamatan 2009 2014 Naik/Turun (%)
Laki-laki
Perempuan Jumlah Rasio Jenis
Kelamin Laki-laki
Perempuan Jumlah Rasio Jenis
Kelamin Laki-laki
Perempuan Jumlah
1 Bongan 4,604 3,963 8,567 1.162 5,760 5,002 10,762 1.152 25.11 26.22 25.62
2 Jempang 4,830 4,403 9,233 1.097 5,330 4,704 10,034 1.133 10.35 6.84 8.68
3 Penyinggahan 2,041 1,893 3,934 1.078 2,226 2,042 4,268 1.090 9.06 7.87 8.49
4 Muara Pahu 4,564 4,087 8,651 1.117 4,773 4,293 9,066 1.112 4.58 5.04 4.80
5 Muara Lawa 3,478 3,155 6,633 1.102 3,924 3,553 7,477 1.104 12.82 12.61 12.72
6 Damai 4,475 4,037 8,512 1.108 5,320 4,717 10,037 1.128 18.88 16.84 17.92
7 Barong Tongkok 11,775 10,687 22,462 1.102 14,638 13,371 28,009 1.095 24.31 25.11 24.70
8 Melak 7,085 6,417 13,502 1.104 7,460 6,783 14,243 1.100 5.29 5.70 5.49
9 Long Iram 3,922 3,471 7,393 1.13 4,153 3,599 7,752 1.154 5.89 3.69 4.86
10 Long Hubung 4,372 3,818 8,190 1.145
11 Long Bagun 4,735 4,131 8,866 1.146
12 Long Pahangai 2,493 2,260 4,753 1.103
13 Long Apari 2,281 2,033 4,314 1.122
14 Bentian Besar 1,621 1,378 2,999 1.176 1,842 1,583 3,425 1.164 13.63 14.88 14.20
15 Linggang Bigung 7,465 6,721 14,186 1.111 8,696 7,898 16,594 1.101 16.49 17.51 16.97
16 Siluq Ngurai 2,738 2,388 5,126 1.147 3,119 2,751 5,870 1.134 13.92 15.20 14.51
17 Nyuatan 2,898 2,493 5,391 1.162 3,705 3,175 6,880 1.167 27.85 27.36 27.62
18 Sekolaq Darat 4,311 3,895 8,026 1.107 5,219 4,745 9,964 1.100 21.06 21.82 24.15
19 Mook Manaar Bulatn 4,289 3,766 8,055 1.139 4,857 4,310 9,167 1.127 13.24 14.45 13.81
20 Tering 5,655 4,982 10,637 1.135 6,519 5,747 12,266 1.134 15.28 15.36 15.31
21 Laham 1,363 1,160 2,523 1.175
Jumlah 90,995 81,138 172,133 1.121 87,541 78,273 165,814 1.118 -3.80 -3.53 -3.67
Sumber: Kutai Barat Dalam Angka 2015
BAB II GAMBARAN UMUM KONDISI DAERAH II - 16
PERDA R E N C A N A P E M B A N G U N A N J A N G K A M E N E N G A H D A E R A H K A B U P A T E N K U T A I B A R A T 2 0 1 6 - 2 0 2 1
Dari informasi kepadatan penduduk tahun 2014, Kecamatan Melak merupakan wilayah yang terpadat penduduknya yakni 81,7 jiwa/Km2 kemudian diikuti
oleh Kecamatan Sekolah Darat yaitu sebesar 60,22 jiwa/Km2 dan Kecamatan Barong Tongkok sebesar 56,9 jiwa/Km2. Sedangkan untuk kecamatan dengan
kepadatan penduduk terkecil adalah Kecamatan Bentian Besar yaitu sebesar 2,64 jiwa/Km2.
Tabel 2.9. Luas Wilayah dan Tingkat Kepadatan Penduduk
NO Kecamatan
2009 2014
Luas Wilayah
(Km2)
Jumlah Desa
Jumlah Rumah Tangga
Kepadatan Luas Wilayah
(Km2)
Jumlah Desa
Jumlah Rumah Tangga
Kepadatan
Jumlah Rumah Tangga/Km
2
Penduduk/Km2
Jumlah Rumah Tangga/Km
2
Penduduk/Km2
1. Bongan 2,274.40 16 2,313 1.02 3.77 2463.04 16 2902 1.18 4.37
2. Jempang 654.4 12 2,479 3.79 14.11 742.66 12 2658 3.58 13.51
3. Penyinggahan 271.9 6 1,115 4.1 14.47 271.9 6 1177 43.29 15.70
4. Muara Pahu 496.68 12 2,303 4.64 17.42 1102.25 12 2391 2.17 8.22
5. Muara Lawa 444.5 8 1,725 3.7 14.24 603.65 8 2013 3.33 12.39
6. Damai 1,750.43 14 2,280 1.3 4.86 2325.46 17 2749 1.18 4.32
7. Barong Tongkok 492.21 21 5,970 10.76 40.5 492.21 21 7697 15.64 56.90
8. Melak 287.87 6 3,560 12.37 46.9 174.34 6 3872 22.21 81.70
9. Long Iram 1,462.01 11 2,032 1.39 5.06 2120.78 11 2178 1.03 3.66
10. Long Hubung 530.9 10 1,968 3.71 15.43
11. Long Bagun 4,971.20 11 2,220 4.47 17.83
12. Long Pahangai 3,420.40 13 1,252 0.37 1.39
13. Long Apari 5,490.70 10 1,070 0.31 1.24
14. Bentian Besar 886.4 9 858 0.97 3.38 1295.48 9 955 0.74 2.64
15. Linggang Bigung 699.3 11 3,811 5.45 20.29 3408.8 11 4542 1.33 4.87
16. Siluq Ngurai 2,015.58 16 1,345 0.67 2.54 1733 16 1581 0.91 3.39
17. Nyuatan 1,740.70 10 1,442 0.83 3.1 1565.3 10 1845 1.18 4.40
BAB II GAMBARAN UMUM KONDISI DAERAH II - 17
PERDA R E N C A N A P E M B A N G U N A N J A N G K A M E N E N G A H D A E R A H K A B U P A T E N K U T A I B A R A T 2 0 1 6 - 2 0 2 1
NO Kecamatan
2009 2014
Luas Wilayah
(Km2)
Jumlah Desa
Jumlah Rumah Tangga
Kepadatan Luas Wilayah
(Km2)
Jumlah Desa
Jumlah Rumah Tangga
Kepadatan
Jumlah Rumah Tangga/Km
2
Penduduk/Km2
Jumlah Rumah Tangga/Km
2
Penduduk/Km2
18. Sekolaq Darat 165.46 7 2,334 14.11 49.6 165.46 8 2868 17.33 60.22
19. Mook Manaar Bulatn 867.7 15 2,307 2.66 9.28 1152.27 16 2654 2.3 7.96
20. Tering 1,804.16 13 2,850 1.58 5.9 764.99 15 3301 4.32 16.03
21. Laham 901.8 5 610 0.68 2.8
Jumlah 31,628.70 238 45,844 1.82 6.82 20381.59 194 45383 2.25 8.14
Sumber: Kutai Barat Dalam Angka 2010 dan 2015
Dari sisi pertumbuhan penduduk, selama 2009-2014 pertumbuhan penduduk di Kecamatan Nyuatan menunjukkan yang tertinggi dengan rata-rata per
tahun mencapai 5,0%. Selain itu, terdapat beberapa kecamatan yang juga memili rata-rata pertumbuhan penduduk per tahun yang tinggi yaitu adalah Kecamatan
Bongan yaitu 4,67%, Kecamatan Barong Tongkok sebesar 4,51% serta Kecamatan Sekolaq Darat sebesar 4,42%.
Berdasarkan kelompok usia, penduduk dengan 0-14 memiliki proporsi yang terbesar, yaitu 10,34%. Proporsi balita terlihat tergolong tinggi yaitu 5,42%
atau berjumlah 8.989. Sementara penduduk usia 75 tahun ke atas memiliki proporsi kecil yaitu 1,44%. Secara keseluruhan penduduk Kutai Barat didominias oleh
usia di bawah 40 tahun. Untuk penduduk usia sekolah yaitu 5-19 tahun secara keseluruhan memiliki proporsi yang cukup besar. Kondisi ini menunjukkan
bahwa29,49% penduduk Kutai Barat adalah penduduk usia sekolah. Dengan demikian dapat disimpulkan bahwa dominasi usia anak-anak di Kutai Barat cukup
besar. Usia tersebut adalah usia balita hingga SMA.
BAB II GAMBARAN UMUM KONDISI DAERAH II - 18
PERDA R E N C A N A P E M B A N G U N A N J A N G K A M E N E N G A H D A E R A H K A B U P A T E N K U T A I B A R A T 2 0 1 6 - 2 0 2 1
Tabel 2.10. Struktur Umur Penduduk
Kelompok Umur Laki-laki Perempuan Jumlah Rasio Jenis Kelamin
0 - 4 4653 4336 8989 107
5 - 9 8352 7676 16028 109
10 - 14 8897 8263 17160 108
15 - 19 8112 7584 15696 107
20 - 24 7357 6843 14200 108
25 - 29 7237 6997 14234 103
30 - 34 8314 7759 16073 107
35 - 39 8095 6928 15023 117
40 - 44 6909 5741 12650 120
45 - 49 5753 4572 10325 126
50 - 54 4304 3611 7915 119
55 - 59 3488 2993 6481 117
60 - 64 2330 1665 3995 140
65 - 69 1442 1238 2680 116
70 - 74 1137 957 2094 119
75 + 1282 1110 2392 115
JUMLAH 87662 78273 165935 112
Sumber: Kutai Barat Dalam Angka 2015
2.2. ASPEK KESEJAHTERAAN MASYARAKAT
2.2.1. Kesejahteraan dan Pemerataan Ekonomi
2.2.1.1. Pertumbuhan PDRB
Pertumbuhan ekonomi Kutai Barat pada tahun 2015 mencapai -1,24% dihitung dari
PDRB atas dasar harga konstan tahun 2010. Bila dihitung atas dasar harga berlaku,
pertumbuhan ekonomi tahun 2015 menunjukkan angka yang minus yaitu -0,83%. Hal ini
disebabkan karena terjadinya penurunan harga pertambangan dan penggalian yang memiliki
proporsi terbesar dalam pembentukan PDRB, sehingga secara riil maupun nominal output
mengalami penurunan. Beberapa sektor atau lapangan usaha pada tahun 2015 sebenarnya
secara riil menunjukkan pertumbuhan yang cukup tinggi seperti sektor administrasi
pemerintahan, pengadaan listrik dan gas, jasa kesehatan dan kegiatan sosial, jasa pendidikan,
perdagangan, hotel dan resotoran, informasi dan komunikasi, serta jasa lainnya. Namun
demikian, sektor yang memiliki pertumbuhan tinggi pada tahun 2015 tersebut memiliki
proporsi yang relatif kecil, sehingga secara keseluruhan memiliki dampak yang tidak besar
terhadap pertumbuhan ekonomi.
BAB II GAMBARAN UMUM KONDISI DAERAH II - 19
PERDA R E N C A N A P E M B A N G U N A N J A N G K A M E N E N G A H D A E R A H K A B U P A T E N K U T A I B A R A T 2 0 1 6 - 2 0 2 1
Bila dilihat rata-rata pertumbuhan ekonomi per tahun selama 2010-2015,
perekonomian Kutai Barat mampu menghasilkan rata-rata pertumbuhan per tahun sebesar
7,73%. Sektor transportasi dan pergudangan merupakan sektor yang memiliki rata-rata
pertumbuhan per tahun tekecil, yaitu 3,63%. Hal ini mengindikasikan bahwa nilai sektor ini
cenderung mengalami penurunan setiap tahun sementara sektor jasa pendidikan menunjukkan
rata-rata pertumbuhan sebesar 19,23% yang merupakan sektor dengan rata-rata pertumbuhan
tertinggi selama 2010-2015 dan sektor jasa kesehatan dan kegiatan sosial juga menunjukkan
rata-rata pertumbuhan per tahun yang tinggi yaitu 18,94%. Hal ini mengindikasikan bahwa
aspek pendidikan, kesehatan, serta sosial menjadi salah satu fokus dalam pembangunan selama
2010-2015. Kondisi perekonomian yang secara umum cenderung menurun ini disebabkan
kinerja yang menurun sektor pertambangan dan penggalian mulai tahun 2012, padahal sektor
ini merupakan sektor yang menjadi tulang punggung perekonomian Kutai Barat karena
besarnya proprosi terhadap PDRB. Situasi ini disebabkan baik oleh faktor internal maupun
faktor eksternal.
Tabel 2.11. Rata-rata Pertumbuhan dan Pertumbuhan PDRB 2015
Atas Dasar Harga Berlaku
Lapangan Usaha Rata-rata Pertumbuhan
2010-2015 (%) Pertumbuhan 2015
(%)
Pertanian 12.18 5.88
Pertambangan dan Penggalian 6.77 -8.63
Industri Pengolahan 12.86 4.97
Pengadaan Listrik, Gas 8.55 35.88
Pengadaan Air 7.34 5.99
Konstruksi 13.13 9.53
Perdagangan, Hotel, Restoran 19.05 11.79
Transportasi dan Pergudangan 8.09 5.72
Penyediaan Akomodasi dan Makan Minum 14.46 14.62
Informasi dan Komunikasi 10.72 9.53
Jasa Keuangan 10.15 2.02
Real Estat 10.02 9.48
Jasa Perusahaan 10.67 2.66
Administrasi Pemerintahan, Pertahanan dan Jaminan Sosial Wajib
28.05 9.70
Jasa Pendidikan 27.56 17.11
Jasa Kesehatan dan Kegiatan Sosial 28.01 19.47
Jasa lainnya 10.49 18.48
Produk Domestik Regional Bruto 10.51 -0.83
BAB II GAMBARAN UMUM KONDISI DAERAH II - 20
PERDA R E N C A N A P E M B A N G U N A N J A N G K A M E N E N G A H D A E R A H K A B U P A T E N K U T A I B A R A T 2 0 1 6 - 2 0 2 1
Lapangan Usaha Rata-rata Pertumbuhan
2010-2015 (%) Pertumbuhan 2015
(%)
Atas Dasar Harga Konstan 2010
Pertanian 5.06 4.44
Pertambangan dan Penggalian 7.13 -5.56
Industri Pengolahan 8.19 5.49
Pengadaan Listrik, Gas 10.75 10.56
Pengadaan Air 5.63 2.96
Konstruksi 6.36 3.36
Perdagangan, Hotel, Restoran 14.37 5.46
Transportasi dan Pergudangan 3.63 2.07
Penyediaan Akomodasi dan Makan Minum 7.86 7.26
Informasi dan Komunikasi 9.98 8.58
Jasa Keuangan 4.69 0.87
Real Estat 7.24 5.14
Jasa Perusahaan 5.76 -1.21
Administrasi Pemerintahan, Pertahanan dan Jaminan Sosial Wajib
17.89 2.32
Jasa Pendidikan 19.23 9.83
Jasa Kesehatan dan Kegiatan Sosial 18.94 9.87
Jasa lainnya 4.76 8.49
Produk Domestik Regional Bruto 7.73 -1.42
Perekonomian Kutai Barat sangat dipengaruhi oleh sektor pertambangan dan
penggalian, sektor pertanian, serta sektor konstruksi. Hal tersebut nampak dari kontribusi
sektor terhadap pembentukan PDRB. Sektor pertambangan dan penggalian misalnya, bila
dihitung dengan menggunakan rata-rata geometrik selama 2010-2014rata-rata memiliki
kontribusi sebesar 59,96% untuk harga berlaku dan 60,12% untuk dasar harga konstan. Dengan
demikian peran sektor pertambangan dan penggalian dalam perekonomian Kutai Barat sangat
dominan. Demikian pula dengan peran sektor pertanian yang juga cukup besar, yaitu rata-rata
11,94% selama 2010-2014 dan sektor konstruksi yang besarnya rata-rata 10,94%. Kontribusi
sektor konstruksi yang cukup tinggi ini menunjukkan besarnya pembangunan prasarana fisik
yang terjadi di Kutai Barat, baik berupa jalan, jembatan, gedung, maupun lainnya.
BAB II GAMBARAN UMUM KONDISI DAERAH II - 21
PERDA R E N C A N A P E M B A N G U N A N J A N G K A M E N E N G A H D A E R A H K A B U P A T E N K U T A I B A R A T 2 0 1 6 - 2 0 2 1
Tabel 2.12. Perkembangan PDRB Atas Dasar Harga Konstan dan Berlaku Atas Dasar Harga Berlaku
Lapangan Usaha 2010 (%) 2011 (%) 2012 (%) 2013 (%) 2014 (%) 2015 (%)
Pertanian 1,715,224 13.40 2,002,478 10.87 2,206,763 10.26 2,386,625 10.87 2,878,129 13.53 3,047,247 14.45
Pertambangan dan Penggalian 7,423,200 58.01 11,922,319 64.71 13,930,533 64.79 13,571,065 61.81 11,271,291 53.00 10,298,292 48.83
Industri Pengolahan 643,835 5.03 734,723 3.99 912,042 4.24 1,001,861 4.56 1,123,192 5.28 1,179,004 5.59
Pengadaan Listrik, Gas 1,746 0.01 1,740 0.01 1,821 0.01 1,777 0.01 1,937 0.01 2,632 0.01
Pengadaan Air 4,710 0.04 5,193 0.03 6,091 0.03 5,843 0.03 6,331 0.03 6,710 0.03
Konstruksi 1,371,184 10.72 1,519,039 8.24 1,783,604 8.30 1,961,063 8.93 2,319,472 10.91 2,540,522 12.05
Perdagangan, Hotel, Restoran 622,342 4.86 921,350 5.00 1,022,848 4.76 1,133,521 5.16 1,331,425 6.26 1,488,443 7.06
Transportasi dan Pergudangan 220,827 1.73 231,875 1.26 238,472 1.11 280,802 1.28 308,234 1.45 325,863 1.55
Penyediaan Akomodasi dan Makan Minum 33,530 0.26 38,013 0.21 43,682 0.20 49,765 0.23 57,474 0.27 65,876 0.31
Informasi dan Komunikasi 123,437 0.96 135,233 0.73 151,658 0.71 166,190 0.76 187,550 0.88 205,430 0.97
Jasa Keuangan 16,700 0.13 18,370 0.10 21,321 0.10 24,667 0.11 26,543 0.12 27079.60 0.13
Real Estat 80,205 0.63 87,212 0.47 97,645 0.45 108,932 0.50 118,077 0.56 129268.01 0.61
Jasa Perusahaan 8,024 0.06 8,990 0.05 10,425 0.05 11,797 0.05 12,978 0.06 13323.67 0.06
Administrasi Pemerintahan, Pertahanan dan Jaminan Sosial Wajib 350,562 2.74 536,658 2.91 749,084 3.48 868,172 3.95 1,100,097 5.17 1206829.36 5.72
Jasa Pendidikan 97,339 0.76 154,195 0.84 193,000 0.90 229,824 1.05 280,654 1.32 328685.47 1.56
Jasa Kesehatan dan Kegiatan Sosial 48,471 0.38 70,693 0.38 93,140 0.43 113,289 0.52 139,436 0.66 166588.96 0.79
Jasa lainnya 34,169 0.27 35,870 0.19 38,612 0.18 40,908 0.19 47,499 0.22 56278.21 0.27
Produk Domestik Regional Bruto 12,795,504 100.00 18,423,951 100.00 21,500,739 100.00 21,956,103 100.00 21,265,562 100.00 21,088,071 100.00
BAB II GAMBARAN UMUM KONDISI DAERAH II - 22
PERDA R E N C A N A P E M B A N G U N A N J A N G K A M E N E N G A H D A E R A H K A B U P A T E N K U T A I B A R A T 2 0 1 6 - 2 0 2 1
Atas Dasar Harga Konstan 2010
Lapangan Usaha 2010 (%) 2011 (%) 2012 (%) 2013 (%) 2014 (%) 2015 (%)
Pertanian 1,715,224 13.40 1,806,859 11.91 1,932,267 10.71 2,051,090 11.05 2,101,746 11.16 2,195,090 11.82
Pertambangan dan Penggalian 7,423,200 58.01 9,140,126 60.27 11,416,936 63.27 11,413,451 61.50 11,091,937 58.90 10,475,242 56.42
Industri Pengolahan 643,835 5.03 661,735 4.36 800,283 4.43 864,119 4.66 904,600 4.80 954,278 5.14
Pengadaan Listrik, Gas 1,746 0.01 1,924 0.01 2,168 0.01 2,270 0.01 2,631 0.01
2,909 0.02
Pengadaan Air 4,710 0.04 5,308 0.03 6,102 0.03 5,636 0.03 6,015 0.03
6,193 0.03
Konstruksi 1,371,184 10.72 1,449,348 9.56 1,548,654 8.58 1,661,072 8.95 1,805,492 9.59 1,866,109 10.05
Perdagangan, Hotel, Restoran 622,342 4.86 860,065 5.67 932,223 5.17 1,013,575 5.46 1,155,020 6.13 1,218,042 6.56
Transportasi dan Pergudangan 220,827 1.73 226,914 1.50 226,857 1.26 248,824 1.34 258,588 1.37 263,943 1.42
Penyediaan Akomodasi dan Makan Minum
33,530 0.26 35,466 0.23 38,594 0.21 41,601 0.22 45,642 0.24 48,957 0.26
Informasi dan Komunikasi 123,437 0.96 134,589 0.89 149,999 0.83 163,425 0.88 182,926 0.97 198,627 1.07
Jasa Keuangan 16,700 0.13 17,378 0.11 18,757 0.10 20,229 0.11 20,822 0.11 21,003 0.11
Real Estat 80,205 0.63 84,561 0.56 93,662 0.52 101,639 0.55 108,184 0.57 113,741 0.61
Jasa Perusahaan 8,024 0.06 8,552 0.06 9,213 0.05 9,896 0.05 10,749 0.06 10,618 0.06
Administrasi Pemerintahan, Pertahanan dan Jaminan Sosial Wajib
350,562 2.74 511,130 3.37 599,609 3.32 654,446 3.53 779,984 4.14 798,110 4.30
Jasa Pendidikan 97,339 0.76 128,314 0.85 159,026 0.88 181,981 0.98 213,533 1.13 234,531 1.26
Jasa Kesehatan dan Kegiatan Sosial 48,471 0.38 58,825 0.39 75,480 0.42 88,445 0.48 105,033 0.56 115,399 0.62
Jasa lainnya 34,169 0.27 34,787 0.23 36,006 0.20 36,905 0.20 39,737 0.21 43,110 0.23
Produk Domestik Regional Bruto 12,795,504 100.00 15,165,883 100.00 18,045,834 100.00 18,558,606 100.00 18,832,640 100.00 18,565,902 100.00
Sumber: Kutai Barat Dalam Angka 2010 dan 2016
BAB II GAMBARAN UMUM KONDISI DAERAH II - 23
PERDA R E N C A N A P E M B A N G U N A N J A N G K A M E N E N G A H D A E R A H K A B U P A T E N K U T A I B A R A T 2 0 1 6 - 2 0 2 1
Kontribusi sektor pertanian bila dilihat dari tahun ke tahun berdasarkan harga konstan
menunjukkan tren yang menurun selama 2010-2014, namun pada tahun 2015 terjadi sedikit
peningkatan kontribusi. Pada tahun 2010, kontribusi sektor pertanian dalam PDRB mencapai
13,40%, namun pada tahun 2014 turun menjadi 11,16% dan tahun 2015 meningkat menjadi
11,82%. Namun bila dihitung menggunakan harga berlaku menunjukkan kenaikan dari 13,40%
tahun 2010, menjadi 13,54% pada tahun 2014 dan 14,45% pada tahun 2015. Kontribusi sektor
ini pada tahun 2011-2013 menunjukkan penurunan. Dengan membandingkan antara harga
konstan dan harga berlaku, secara umum dapat dikatakan bahwa meski secara riil kontribusi
sektor pertanian menunjukkan tren yang menurun namun secara nominal menunjukkan
kenaikan.
Penurunan proporsi sektor pertanian dapat disebabkan oleh banyak faktor, seperti nilai
tambah, teknologi, pemasaran, maupun produksi. Kondisi ini dapat terjadi karena beberapa hal:
(1) lahan pertanian, perkebunan, kehutanan, dan peternakan semakin sedikit akibat
pembangunan daerah, sehingga aktivitas di sektor pertanian semakin terbatas, (2) penduduk
yang bekerja di sektor pertanian semakin kecil dan mereka beralih ke sektor ekonomi lainnya,
(3) produktivitas sektor pertanian menunjukkan kecenderungan yang semakin menurun
sehingga produksi di sektor pertanian menjadi semakin berkurang, atau (4) terjadi transformasi
ekonomi di Kutai Barat dari sektor pertanian menuju sektor industri, jasa, dan perdagangan.
Tantangan yang dihadapi adalah bagaimana upaya Kutai Barat untuk mengaitkan sektor
pertanian ke sektor industri dan perdagangan, sehingga pengembangan sektor industri dan
perdagangan merupakan pengembangan yang berbasis pada sektor pertanian.
Sektor pertambangan dan penggalian sebagai sektor utama menunjukkan kontribusi
kontribusi yang fluktuatif selama 2010-2015. Selama 2010-2012 kontribusi sektor ini bila dilihat
menggunakan harga berlaku menunjukkan kenaikan namun pada periode 2012-2015 terjadi
penurunan yang cukup drastis dari 64,79% pada tahun 2012 menjadi 48,83% di tahun 2015.
Pertambangan batubara, emas, dan perak merupakan jenis pertambangan yang utama. Meski
demikian, mengingat pertambangan tersebut tidak dapat diperbarui dan masih tingginya
ketergantungan pada sektor tersebut, penting bagi Kutai Barat untuk mengembangkan sektor
lain, seperti sektor industri, perdagangan, jasa, dan sebagainya. Sektor industri pengolahan
menunjukkan kontribusi yang cenderung konstan selama 2010-2015 yaitu sekitar 4%-5% tiap
tahun. Pengembangan subsektor lainnya sangat diperlukan agar ketergantungan terhadap satu
subsektor saja dapat dihindari.
BAB II GAMBARAN UMUM KONDISI DAERAH II - 24
PERDA R E N C A N A P E M B A N G U N A N J A N G K A M E N E N G A H D A E R A H K A B U P A T E N K U T A I B A R A T 2 0 1 6 - 2 0 2 1
Bila menggunakan pendekatan 3 sektor utama yaitu primer, sekunder, dan tersier, akan terlihat bahwa di Kutai Barat mulai menunjukkan tanda-tanda
pergeseran struktur ekonomi. Hal ini setidak-tidaknya terlihat dari 2 aspek, yaitu: (1) rata-rata pertumbuhan nilai output dan (2) rata-rata kontribusi sektoral.
Tabel 2.13. PDRB Sektor Primer, Sekunder, Tersier
Harga Berlaku 2010 (%) 2011 (%) 2012 (%) 2013 (%) 2014 (%) 2015 (%) Rata-rata Pertumbuhan
Primer 9,138,424 71.42 13,924,797 75.58 16,137,296 75.05 15,957,690 72.68 14,205,112 66.80 13,345,539 63.28 -2.98
Sekunder 3,021,611 23.61 3,587,166 19.47 4,160,218 19.35 4,600,822 20.95 5,335,615 25.09 5,814,479 27.57 3.95
Tersier 635,470 4.97 911,988 4.95 1,203,227 5.60 1,397,589 6.37 1,725,284 8.11 1,928,053 9.14 16.48
PDRB 12,795,505 100.00 18,423,951 100.00 21,500,741 100.00 21,956,101 100.00 21,266,011 100.00 21,088,071 100.00 -
Harga Konstan 2010 (%) 2011 (%) 2012 (%) 2013 (%) 2014 (%) 2015 (%) Rata-rata Pertumbuhan
Primer 9,138,424 71.42 10,946,985 72.18 13,349,203 73.97 13,464,541 72.55 13,193,683 70.06 12,670,332 68.25 -1.13
Sekunder 3,021,611 23.61 3,375,349 22.26 3,704,880 20.53 4,000,522 21.56 4,360,915 23.16 4,559,057 24.56 0.98
Tersier 635,470 4.97 843,547 5.56 991,753 5.50 1,093,541 5.89 1,278,042 6.79 1,336,512 7.20 9.72
PDRB 12,795,505 100.00 15,165,881 100.00 18,045,836 100.00 18,558,604 100.00 18,832,640 100.00 18,565,902 100.00 -
Sumber: Kutai Barat Dalam Angka 2015
BAB II GAMBARAN UMUM KONDISI DAERAH II - 25
PERDA R E N C A N A P E M B A N G U N A N J A N G K A M E N E N G A H D A E R A H K A B U P A T E N K U T A I B A R A T 2 0 1 6 - 2 0 2 1
Dari sisi pertumbuhan nilai output, sektor tersier selama 2010-2015 menunjukkan rata-
rata pertumbuhan per tahun yang tertinggi, yaitu 16,48% berdasarkan harga berlaku dan 7,72%
atas dasar harga konstan. Sementara itu sektor primer menunjukkan rata-rata pertumbuhan
per tahun 2010-2015 yang negatif. Hal ini menunjukkan gejala terjadinya transformasi
struktural di Kutai Barat meski belum signifikan karena kecilnya proporsi sektor tersier. Sektor
primer meskipun menunjukkan tren yang negatif, bagaimanapun masih menjadi sektor yang
dominan terutama sektor pertambangan dan penggalian.
2.2.1.2. Laju Inflasi
Dalam pembangunan ekonomi, faktor stabilitas harga sangat penting untuk diamati dan
diperhatikan karena fluktuasi harga sangat berpengaruh pada nilai barang dan jasa yang
dihasilkan, serta berdampak pada daya beli masyarakat. Inflasi merupakan salah satu alat ukur
untuk melihat stabilitas harga barang dan jasa secara umum. Inflasi di Kutai Barat ini dihitung
dengan menggunakan informasi indeks harga, sedangkan informasi indeks harga dihitung
dengan menggunakan pendekatan PDRB deflator yaitu perbandingan antara PDRB harga
berlaku dengan harga konstan. Berdasarkan infromasi indeks harga yang dihitung dengan PDRB
deflator, pada tahun 2011 tingkat inflasi di Kutai Barat tergolong tinggi, yaitu 21,48% dan pda
tahun 2015 mencapai hanya 0,59%. Tingkat inflasi setinggi ini disebabkan terutama oleh
kenaikan harga pada sektor pertambangan dan penggalian, industri pengolahan, jasa
pendidikan, serta jasa kesehatan dan kegiatan sosial. Tingkat inflasi sektor pertambangan dan
penggalian pada tahun 2011 mencapai 30,44%, sektor jasa pendidikan mencapai 20,17% dan
sektor jasa kesehatan dan kegiatan sosial sebesar 20,18%.
Tabel 2.14. Perkembangan Laju Inflasi PDRB Deflator Lapangan Usaha
Lapangan Usaha 2011 2012 2013 2014 2015
Pertanian 10.83 3.05 1.89 19.96 -0.55
Pertambangan dan Penggalian 30.44 -6.46 -2.55 -14.54 -3.25
Industri Pengolahan 11.03 2.64 1.73 7.09 -0.50
Pengadaan Listrik, Gas -9.56 -7.12 -6.80 -5.95 22.91
Pengadaan Air -2.17 2.03 3.86 1.52 2.94
Konstruksi 4.81 9.89 2.51 8.82 5.97
Perdagangan, Hotel, Restoran 7.13 2.42 1.93 3.08 6.01
Transportasi dan Pergudangan 2.19 2.87 7.36 5.62 3.57
Penyediaan Akomodasi dan Makan Minum 7.18 5.60 5.69 5.27 6.86
Informasi dan Komunikasi 0.48 0.62 0.58 0.82 0.87
Jasa Keuangan 5.71 7.53 7.27 4.54 1.14
Real Estat 3.14 1.08 2.80 1.84 4.13
Jasa Perusahaan 5.12 7.64 5.35 1.28 3.93
Administrasi Pemerintahan, Pertahanan dan Jaminan Sosial Wajib 4.99 18.99 6.19 6.32 7.21
BAB II GAMBARAN UMUM KONDISI DAERAH II - 26
PERDA R E N C A N A P E M B A N G U N A N J A N G K A M E N E N G A H D A E R A H K A B U P A T E N K U T A I B A R A T 2 0 1 6 - 2 0 2 1
Lapangan Usaha 2011 2012 2013 2014 2015
Jasa Pendidikan 20.17 0.99 4.06 4.07 6.63
Jasa Kesehatan dan Kegiatan Sosial 20.18 2.68 3.80 3.64 8.74
Jasa lainnya 3.11 4.00 3.37 7.84 9.21
Produk Domestik Regional Bruto 21.48 -1.92 -0.70 -4.55 0.59
Sumber: Kutai Barat Dalam Angka 2015
Setelah tahun 2011, inflasi menunjukkan penurunan yang sangat drastis bahkan terjadi
deflasi sebesar -1,92%. Defflasi ini terus berlanjut hingga 2014 yang besarnya mencapai -4,55%.
Selama 2011-2014 beberapa sektor yang menunjukkan kenaikan harga tinggi adalah sektor
pertanian bahkan pada tahun 2014 inflasi di sektor ini mencapai 19,96%. Apabila dilihat secara
keseluruhan, terlihat bahwa inflasi tahun 2012 hingga 2014 menunjukkan penurunan yang
sangat drastis. Sektor pendidikan misalnya dari inflasi 20,17% di tahun 2011 menjadi hanya
0,99% di tahun 2012. Sebagian sektor dan subsektor menunjukkan penurunan inflasi di tahun
2012. Beberapa sektor dan subsektor yang menunjukkan kenaikan harga dari 2011 ke 2012
misalnya subsektor perikanan, subsektor pertambangan dan penggalian lainnya, subsektor
pengadaan air,sektor konstruksi, sektor transportasi dan pergudangan, sektor jasa keuangan
dan asuransi, sektor informasi dan komunikasi, subsektor penyediaan jasa akomodasi,
subsektor administrasi pemerintahan, serta subsektor jasa lainnya.
Hampir semua sektor dan subsektor memiliki pola perkembangan laju inflasi yang
fluktuatif selama 2011-2015. Tidak ada sektor atau subsektor yang menunjukkan tren inflasi
yang terus meningkat atau menurun. Hal ini menggambarkan bahwa selama periode 2011-2015
perekononmian Kutai Barat berjalan dinamis. Faktor penyebab inflasi sendiri bisa berasal dari
internal (domestic inflation) maupun eksternal (imported inflation). Tingginya inflasi dapat
didorong oleh faktor cost push inflation atau demand pull inflation. Oleh karena itu diperlukan
strategi dan kebijakan yang mampu mengendalikan laju inflasi di Kabupaten Kutai Barat melalui
pengamatan dan kajian sumber-sumber penyebab terjadinya inflasi.
2.2.1.3. PDRB Per Kapita
PDRB dan inflasi di atas dapat menggambarkan kondisi perekonomian Kutai Barat
secara umum, namun belum dapat memberikan informasi tingkat kesejahteraan masyarakat.
Untuk mengetahui bagaimana pengaruh PDRB terhadap tingkat kesejahteraan masyarakat,
dapat dilihat secara umum berdasarkan PDRN atau pendapatan per kapita, yaitu PDRB atau
pendapatan regional dibagi dengan jumlah penduduk pertengahan tahun. Meskipun barangkali
BAB II GAMBARAN UMUM KONDISI DAERAH II - 27
PERDA R E N C A N A P E M B A N G U N A N J A N G K A M E N E N G A H D A E R A H K A B U P A T E N K U T A I B A R A T 2 0 1 6 - 2 0 2 1
ukuran ini memiliki kelemahan, namun setidak-tidaknya dapat memberikan gambaran
perkembangan tingkat kesejahteraan masyarakat secara makro.
Pada tahun 2015, PDRB per kapita atas dasar harga berlaku masyarakat di Kabupaten Kutai
Barat diproyeksi sebesar Rp. 151,07 juta atau naik sebesar 3,22 % dibandingkan dengan
keadaan tahun 2014 sebesar Rp. 146,36. Sehingga persentase capaian pada indikator PDRB per
kapita adalah 100,71 dari target Rp.150 juta per kapita.
Gambar 2.5. Grafik PDRB Perkapita Kutai Barat Atas Dasar Harga Berlaku
Sumber Data : Kantor BPS Kutai Barat
Ket : * Angka Sementara ** Angka Proyeksi
Selama tahun 2011 - 2015, terlihat bahwa nilai PDRB per kapita Kabupaten Kutai Barat
terbesar terdapat pada tahun 2013, yaitu sebesar 152,43 juta rupiah. Dalam beberapa kasus
telah terjadi kontradiksi yang perlu mendapat perhatian dari pemerintah, yaitu bahwa
secara nominal pendapatan per kapita masyarakat mengalami peningkatan akan tetapi jika
dibandingkan dengan tingkat inflasi yang terjadi yang harus ditanggung oleh masyarakat
untuk memenuhi kebutuhan biaya hidupnya, ternyata daya beli masyarakat tersebut justru
mengalami penurunan, karena kenaikan pendapatan secara nominal lebih rendah dari laju
inflasi yang terjadi pada periode yang sama.
129,73
150,25 152,43
146,36*
151,07**
120
130
140
150
160
2011 2012 2013 2014 2015
Da
lam
Ju
ta R
up
iah
BAB II GAMBARAN UMUM KONDISI DAERAH II - 28
PERDA R E N C A N A P E M B A N G U N A N J A N G K A M E N E N G A H D A E R A H K A B U P A T E N K U T A I B A R A T 2 0 1 6 - 2 0 2 1
Meskipun secara nominal teradi kenaikan selama 2010-2013 namun sebenarnya secara
relatif selama 2010-2014 pertumbuhan PDRB perkapita menunjukkan tren yang menurun. Pada
tahun 2011 pertumbuhan PDRB perkapita mencapai 42,77% dan pada tahun 2012
pertumbuhan menurun menjadi 15,82%. Selanjutnya pada tahun 2013 pertumbuhan PDRB
perkapita hanya 1,45% bahkan pada tahun 2014 turun menjadi negatif yaitu -3,98%.
Kondisi ini menunjukkan bahwa secara absolut selama 2010-2014 tingkat
kesejahteraan penduduk mengalami peningkatan namun pertumbuhan peningkatan tersebut
semakin lama semakin mengecil, bahkan negatif. Situasi ini perlu diwaspadai dan diantisipasi.
Kondisi yang demikian disebabkan antara lain oleh pertumbuhan ekonomi yang cenderung
mengecil yang diikuti dengan pertumbuhan penduduk yang lebih tinggi.
2.2.1.4. Indeks Gini/Koefisiensi Gini
Dari sisi distribusi pendapatan yang diukur menggunakan Indeks Gini menunjukkan
bahwa kinerja distribusi pendapatan di Kutai Barat semakin menurun dalam arti tingkat
ketimpangan cenderung semakin besar. Namun, angka tersebut masih dalam kelompok
ketimpangan yang rendah karena berkisar di angka 0,3. Sebagaimana disebutkan dalam
Peraturan Menteri Dalam Negeri Nomor 54 Tahun 2010 bahwa tentang gini ratio
dikelompokkan kedalam ketimpangan rendah apabila gini ratio tinggi lebih kecil dari 0,3, di
kategorikan ketimpangan sedang apabila gini rationya lebih besar dari 0,3 dan lebih kecil dari
0,5, selanjutnya di kategorikan ketimpangan tinggi apabila gini rationya lebih besar dari 0,5.
Realisasi capaian angka indeks gini tahun 2015 sebesar 0,3097 (masih angka proyeksi)
dari target 0,3300 sehingga persentase capaian kinerja sebesar 106,15. Iindeks gini Kabupaten
Kutai Barat tahun 2015 lebih rendah dari indeks gini tahun 2014 sebesar 0,3117. Ketimpangan
yang relatif rendah ini disebabkan karena perekonomian perekonomian di Kutai Barat semakin
membaik terutama semakin meningkatnya penduduk yang memiliki penghasilan layak sebagai
dampak dari keberhasilan pembangunan dan semakin banyak berdiri perusahaan-perusahaan
notabene menampung lapangan kerja. Berikut dapat disajikan perkembangan gini ratio
Kabupaten Kutai Barat untuk kurun waktu 2011 – 2015 pada tabel berikut.
BAB II GAMBARAN UMUM KONDISI DAERAH II - 29
PERDA R E N C A N A P E M B A N G U N A N J A N G K A M E N E N G A H D A E R A H K A B U P A T E N K U T A I B A R A T 2 0 1 6 - 2 0 2 1
Gambar 2.6. Grafik Perkembangan Indeks Gini Kutai Barat 2011-2015
Keterangan : *) Angka Proyeksi Sumber Data : BPS Kutai Barat
Dalam konteks indeks gini Kabupaten Kabupaten Kutai Barat terlihat bahwa secara
umum pada periode lima tahun terakhir, Indeks Gini berkisar pada angka 0,2881 hingga 0,3117
dengan rata-rata peningkatan . Hal ini memberikan gambaran bahwa Kabupaten Kutai Barat
merupakan wilayah yang memiliki ketimpangan pendapatan yang rendah. Jika dilihat secara
detail, bahkan ketimpangan pendapatan terus mengalami perbaikan dari tahun ke tahun.
Kondisi tersebut menggambarkan bahwa pertumbuhan ekonomi Kutai Barat membawa
dampak pada peningkatan ketidakmerataan meski relatif sangat kecil. Bila menguktip hasil studi
Bank Dunia tentang pembagian pendapatan di Kutai Barat, pada tahun 2009 sebanyak 15,99%
penduduk menikmati 40% bagian yang terendah dari pendapatan di Kutai Barat, dan 45,67%
menikmati 20% bagian tertinggi dari pendapatan di Kutai Barat. Pengembangan sektor ekonomi
yang berorientasi pada ekonomi kerakyatan merupakan salah satu cara untuk mengurangi
tingkat kesenjangan di Kutai Barat. Demikian pula dengan perluasan akses masyarakat dalam
beraktivitas ekonomi serta akses ke pendanaan, akan terus diupayakan dalam rangka
memperkecil tingkat ketimpangan yang ada.
0.2881
0.2984
0.3072
0.3117 0.3097 *)
0.2850
0.2900
0.2950
0.3000
0.3050
0.3100
0.3150
2011 2012 2013 2014 2015
BAB II GAMBARAN UMUM KONDISI DAERAH II - 30
PERDA R E N C A N A P E M B A N G U N A N J A N G K A M E N E N G A H D A E R A H K A B U P A T E N K U T A I B A R A T 2 0 1 6 - 2 0 2 1
2.2.2. Kesejahteraan Sosial
2.2.2.1. Pendidikan
Peran pendidikan dalam pembangunan semakin diperkuat dengan adanya paradigma
knowledge-based economy yang menegaskan arti penting pendidikan dalam pembangunan,
pertama kemajuan ekonomi dalam banyak hal bertumpu pada basis ilmu pengetahuan dan
teknologi. Kedua, hubungan kausalitas antara pendidikan dan kemajuan ekonomi menjadi
semakin tampak dan penting, dan ketiga, penididikan menjadi penggerak utama dinamika
perkembangan ekonomi yang mendorong proses transformasi struktural dalam jangka panjang.
Sumbangan pendidikan terhadap pembangunan dapat dilihat dari berbagai segi, diantaranya:
(a) segi sasaran, pendidikan adalah usaha sadar yang ditujukan kepada peserta didik agar
menjadi manusia yang berkepribadian kuat dan utuh serta bermoral tinggi. Jadi tujuan citra
manusia yang dapat menjadi sumber daya pembangunan yang manusiawi, (b) segi lingkungan,
klasifikasi ini menunjukkan peran pendidikan dalam berbagai lingkungan atau sistem.
Lingkungan keluarga (pendidikan informal), lingkungan sekolah (pendidikan formal), lingkungan
masyarakat (pendidikan nonformal), ataupun dalam sistem pendidikan prajabatan dan dalam
jabatan, (c) segi jenjang pendidikan, jenjang pendidikan meliputi pendidikan dasar (basic
education), pendidikan lanjutan, menengah, dan pendidikan tinggi, dan (d) pembidangan kerja,
pembidangan kerja menurut sektor kehidupan meliputi bidang ekonomi, hukum, sosial politik,
keuangan, perhubungan, komunikasi, pertanian, pertambangan, pertahanan, dan lain-lain.
Dalam hal pendidikan, pemerintah telah mengacu pada program Sustainable
Development Goals (SDGs) yang membuat 17 tujuan dan 169 sasaran pembangunan
berkelanjutan. Pendidikan sendiri merupakan tujuan ke 4 dari SDGs tersebut. Untuk dapat
mewujudkan SDGs bidang pendidikan tersebut tentu bukan perkara yang mudah untuk
dilaksanakan. Diperlukan suatu langkah-langkah kongkrit dalam bentuk kebijakan-kebijakan,
baik jangka pendek, menengah, maupun jangka panjang untuk dapat mewujudkan tujuan
tersebut. Kebijakan-kebijakan tersebut tentu saja tidak hanya dibuat dan diimplementasikan
oleh pemerintah pusat saja, akan tetapi juga perlu dukungan dari pemerintah daerah. Sebab,
mengacu kepada Undang-Undang No. 22/1999 yang kemudian direvisi menjadi UU No. 32/2004
tentang otonomi daerah, pemerintah daerahlah yang memiliki tugas untuk menyelenggarakan
urusan pelayanan pendidikan dasar (SD dan SLTP). Dengan demikian, upaya pemerintah untuk
dapat mencapai Sustainable Development Goals (SDGs) dalam bidang pendidikan harus juga
melibatkan dukungan pemerintah daerah.
BAB II GAMBARAN UMUM KONDISI DAERAH II - 31
PERDA R E N C A N A P E M B A N G U N A N J A N G K A M E N E N G A H D A E R A H K A B U P A T E N K U T A I B A R A T 2 0 1 6 - 2 0 2 1
Keterlibatan pemerintah daerah dalam pendidikan secara jelas dinyatakan dalam UUD
1945, UU No. 20 Tahun 2003 tentang Sistem Pendidikan Nasional, serta UU No. 34 Taun 2004.
Dalam pasal 13 UU No. 34/2004 ditegaskan bahwa pemerintah daerah memiliki kewenangan
dalam bidang pendidikan. Selanjutnya, dalam UU No. 20/2003 tentang Sistem Pendidikan
Nasional dinyatakan bahwa pertama, pemerintah daerah harus menyelenggarakan program
wajib belajar gratis untuk sekolah dasar, kedua, memberikan layanan, kemudahan, bimbingan,
dan bantuan yang menjamin mutu pendidikan, ketiga, memfasilitasi adanya pendidik dan
tenaga kependidikan, dan keempat, menyediakan pendanaan untuk pendidikan, dan kelima,
melakukan evaluasi dan pengawasan.
Perhatian pemerintah termasuk pemerintah daerah secara lebih jauh dalam pendidikan
bukanlah semata-semata adanya kegiatan belajar-mengajar secara formal di sebuah sekolah,
namun harus mempertimbangkan kualitas proses dan output. Kualitas proses pendidikan
diwujudkan oleh pemerintah dalam bentuk berbagai standar yang harus dipenuhi dalam
penyelenggaraan pendidikan, baik yang menyangkut prasarana, sarana, dan lulusan. Standar
prasarana misalnya tertuang dalam Peraturan Menteri No. 24 Tahun 2007, standar tentang
tenaga pendidik diatur dalam Peraturan Menteri No. 16 Tahun 2007, kemudian standar
penyelenggaraan diatur dalam Peraturan Menteri No. 41 Tahun 2007, serta masih banyak
berbagai peraturan perundangan lainnya yang mengatur tentang penyelenggaraan pendidikan.
Hal tersebut mengandung arti bahwa penyelenggaraan pendidikan tidak dapat diartikan secara
fisik saja, namun juga harus memenuhi berbagai standar yang diperlukan sehingga output yang
ada dapat terukur.
Pada tahun 2014, berdasarkan data Kutai Barat Dalam Angka 2015 yang dikeluarkan
oleh BPS Kabupaten Kutai Barat, jumlah penduduk Kabupaten Kutai Barat mencapai 165.814
jiwa. Dari jumlah tersebut, sebanyak 63.084 atau 38,01% merupakan penduduk usia sekolah (5-
24 tahun) dan dari jumlah penduduk usia sekolah tersebut, sebanyak 48.884 atau 29,46%
merupakan murid SD sampai dengan SMA.
Berdasarkan data Dinas Pendidikan Kabupaten Kutai Barat diketahui bahwa jumlah
sekolah dari tingkat Sekolah Dasar hingga Sekolah Menengah baik negeri maupun swasta pada
tahun 2014 tercatat sebanyak 311 sekolah yang terdiri atas 215 untuk tingkat SD, 62 untuk
tingkat SLTP dan 34 untuk tingkat SMA/SMK. Untuk jumlah murid dari tingkat SD hingga
SMA/SMK baik negeri maupun swasta tercatat sebanyak 44.062 siswa dengan rincian untuk
tingkat SD jumlah murid yangterdaftar sebanyak 21.595 siswa,untuk tingkat SLTP sebanyak
BAB II GAMBARAN UMUM KONDISI DAERAH II - 32
PERDA R E N C A N A P E M B A N G U N A N J A N G K A M E N E N G A H D A E R A H K A B U P A T E N K U T A I B A R A T 2 0 1 6 - 2 0 2 1
11.511 siswa dan untuk SMU/SMK jumlah siswa yang terdaftar adalah sebanyak 6.613 siswa.
Rasio murid guru pada Sekolah Dasar Negeri pada tahun 2014 adalah sebesar 8,11 yang artinya
bahwa seorang dalam mengajar harus menghadapi 8-9 siswa. Untuk guru SLTP negeri beban
yang harus dihadapi oleh seorang guru adalah 14-15 siswa, sedangkan untuk seorang guru
SMU/SMK Negeri akan memiliki beban mengajar sebanyak 11-12 siswa.
Tinjauan dari sisi tingkat partisipasi sekolah menunjukkan bahwa pada tahun 2014
jumlah penduduk usia 5 tahun ke atas yang bersekolah mencapai 52.850 atau 68,94%. Jumlah
ini meningkat drastis dibandingkan tahun 2009 yang mencapai 25,12%.
Tabel 2.15. Tingkat Partisipasi Sekolah Penduduk Usia 5 Tahun ke Atas
Status 2014 Persentase
Tidak/belum pernah bersekolah 4364 8.26
Masih bersekolah 36434 68.94
Tidak bersekolah lagi 12052 22.80
Jumlah 52850 100.00
Sumber: Kondisi Sosial Ekonomi Penduduk Kutai Barat 2014
Jumlah yang tidak/belum sekolah pada tahun 2014 mencapai 8,26% yang menunjukkan
penurunan dibandingkan tahun 2009 yang mencapai 8,86%.Selanjutnya angka yang tidak
bersekolah lagi tahun 2014 mencapai 22,80% dan hal ini menurun cukup tajam dibandingkan
tahun 2009 yang mencapai 66,02%.
Tabel 2.16. Penduduk Usia Sekolah dan Tingkat Partisipasi Sekolah
Kelompok Umur
Partisipasi Sekolah Jumlah
Tidak/Belum Pernah Bersekolah
Masih Bersekolah
Tidak Bersekolah Lagi
Jumlah Persentase
(%) Jumlah
Persentase (%)
Jumlah Persentase
(%) Jumlah
Persentase (%)
5-6 3948 90.48 1801 4.94 5749 10.88
7-12 139 3.17 19672 53.99 19810 37.48
13-15 69 1.587301587 7966 21.86 69 0.57 8104 15.33
16-18 5818 15.97 2147 17.82 7966 15.07
19-24 208 4.761904762 1178 3.23 9836 81.61 11221 21.23
Jumlah 4364 100.00 36434 100.00 12052 100.00 52850 100
Sumber: Kondisi Sosial Ekonomi Penduduk Kutai Barat 2014
BAB II GAMBARAN UMUM KONDISI DAERAH II - 33
PERDA R E N C A N A P E M B A N G U N A N J A N G K A M E N E N G A H D A E R A H K A B U P A T E N K U T A I B A R A T 2 0 1 6 - 2 0 2 1
Penduduk dengan status tidak bersekolah lagi yang terbesar adalah usia 19-24 tahun,
yaitu usia pendidikan tinggi, yang pada tahun 2009 jumlahnya mencapai 76,96%. Kondisi ini
tidak berubah bila dibandingkan dengan tahun 2004. Pola partisipasi sekolah di Kutai Barat
sepanjang 2004-2009 terlihat tidak mengalami perubahan untuk semua kelompok umur.
Hasil Survei Sosial Ekonomi Daerah menunjukkan bahwa sebagian besar alasan
penduduk tidak/belum bersekolah serta tidak bersekolah lagi adalah karena faktor biaya
(12,68%), karena bekerja atau mencari nafkah sebesar 25,10% dan karena faktor menikah atau
mengurus rumah tangga sebesar 35,52%, serta lainnya. Tingginya persentase tidak atau belum
sekolah karena mengurus rumah tangga perlu mendapatkan perhatian agar kesadaran
penduduk terhadap pendidikan meningkat.
Sementara usia SMP/sederajat yang tidak bersekolah lagi mencapai 0,57% dan
SMA/sederajat mencapai 17,82%. Hal tersebut mengandung arti bahwa persentase penduduk
usia SMA/sederajat yang tidak bersekolah di SMA/sederajat masih cukup tinggi. Dengan kata
lain, cukup besar penduduk usia SMP/sederajat yang tidak melanjutkan pendidikan ke tingkat
SMA/sederajat dan banyak penduduk yang hanya berijazah SMA/sederajat saja.
Kinerja tingkat literasi yang diukur dari harapan lama sekolah dari 2009 ke 2012
menunjukkan peningkatan sekalipun kecil. Kutai Barat hanya menunjukkan kenaikan sebesar
0,64% dan angka naik tergolong kecil dibandingkan dengan daerah lain di Kalimantan Timur.
Dengan demikian aspek melek huruf menjadi hal penting untuk diperhatikan agar dapat
mencapai kondisi di atas rata-rata daerah Kalimantan Timur.
Tabel 2.17. Perbandingan Harapan Lama Sekolah Antar Daerah
Kabupaten/Kota 2009 2012 Naik/Turun
Paser 95.22 96.71 1.49
Kutai Barat 95.97 96.61 0.64
Kutai Kartanegara 96.87 98.33 1.46
Kutai Timur 95.89 99.29 3.4
Berau 96.05 97.26 1.21
Penajam Paser Utara 94.47 95.77 1.3
Balikpapan 98.35 98.86 0.51
Samarinda 97.91 98.56 0.65
Bontang 98.35 99.22 0.87
Sumber: Laporan Kinerja Pemprov Kalimantan Timur 2014
Angka melek huruf atau kemampuan baca tulis dalam masyarakat menggambarkan
mutu dari SDM yang ada di suatu wilayah yang diukur dalam aspek pendidikan, karena semakin
tinggi angka kecakapan baca tulis maka semakin tinggi pula mutu dan kualitas SDM. Angka
BAB II GAMBARAN UMUM KONDISI DAERAH II - 34
PERDA R E N C A N A P E M B A N G U N A N J A N G K A M E N E N G A H D A E R A H K A B U P A T E N K U T A I B A R A T 2 0 1 6 - 2 0 2 1
melek huruf di Kutai Barat setiap tahunnya cenderung menunjukkan peningkatan, bahkan
tergolong tinggi bahkan di atas rata-rata nasional sebesar 95,80 %, namun masih berada di
bawah rata-rata Propinsi Kalimantan Timur 98,75 %. Peningkatan ini disebabkan karena usaha
dari pemerintah daerah untuk menciptakan penduduk yang memiliki sumber daya yang lebih
berkualitas melalui berbagai program yang dilaksanakan Dinas Pendidikan seperti penambahan
jumlah guru, peningkatan kualitas sumber daya tenaga pengajar, penambahan sarana dan
prasarana pendidikan serta Program Non Formal berupa kegiatan Program Paket A yang turut
mendukung pemberantasan buta aksara . Angka melek huruf tahun 2015 juga telah melewati
target akhir RPJMD di tahun 2016 sebesar 96,09 %.
Gambar 2.7. Grafik Perkembangan Angka Melek Huruf Kabupaten Kutai Barat
Sumber: LAKIP Kabupaten Kurai Barat 2015
Angka melek huruf Kabupaten Kutai Barat tahun 2015 diperkirakan sebesar 97,62
persen, artinya persentase penduduk usia 15 tahun ke atas yang dapat membaca dan menulis
tahun 2015 adalah 97,62 %. sehingga tersisa 2,38 % saja lagi penduduk di Kutai Barat yang
masih digolongkan buta aksara.
Sementara itu angka Rata-rata Lama Sekolah di Kutai Barat tahun 2015 diperkirakan
sebesar 8,53 tahun dari target tahun 2015 sebesar 8,70 atau terealisasi sebesar 98,06%. Kondisi
tahun 2015 menunjukkan bahwa rata-rata lama bersekolah di Kutai Barat mengalami kenaikan
sebesar 0,55% dari tahun 2014 yang tercatat sebesar 7,98 tahun dan telah berada di atas rata-
rata Nasional yaitu 7,90.
BAB II GAMBARAN UMUM KONDISI DAERAH II - 35
PERDA R E N C A N A P E M B A N G U N A N J A N G K A M E N E N G A H D A E R A H K A B U P A T E N K U T A I B A R A T 2 0 1 6 - 2 0 2 1
Indikator ini memberikan indikasi bahwa masyarakat di Kutai Barat tidak lagi mengalami
kesulitan untuk meneruskan pendidikan sembilan tahun sebagai program wajib belajar. Faktor
pendukung yang mempengaruhi karena oleh tingginya kesadaran kesadaran masyarakat untuk
mengikuti WAJAR DIKDAS atau bisa juga tingginya perhatian Pemerintah Kutai Barat dalam
memberikan layanan akses pendidikan dimana saat ini hampir di setiap Kampung telah memiliki
Sekolah Dasar dan semua Kecamatan telah dibangun SMP.
Gambar 2.8. Grafik Perkembangan Rata-rata Lama Sekolah Kabupaten Kutai Barat
Untuk meningkatkan kinerja rata-rata waktu yang dibutuhkan untuk sekolah, perlu
menyusun program yang diarahkan pada peningkatan kualifikasi guru terutama dalam
pengembangan metodologi pengajaran. Upaya ini sudah dilakukan oleh pemerintah Kab. Kutai
Barat dalam berbagai bentuk seperti pelatihan, kursus, lokakarya, studi banding, dan bentuk
yang lainnya. Namun kegiatan tersebut memang akan optimal apabila disusun secara
terstruktur dengan sasaran dan target yang lebih jelas.
2.2.2.2. Kesehatan
Aspek kesejahteraan yang juga perlu mendapatkan perhatian adalah aspek kesehatan
masyarakat. Kesehatan masyarakat memiliki dimensi karena berkaitan langsung dengan
masyarakat. Pembangunan bidang kesehatan dilaksanakan dengan tujuan untuk meningkatkan,
kesadaran, kemauan dan kemampuan hidup sehat bagi setiap orang agar terwujud derajat
BAB II GAMBARAN UMUM KONDISI DAERAH II - 36
PERDA R E N C A N A P E M B A N G U N A N J A N G K A M E N E N G A H D A E R A H K A B U P A T E N K U T A I B A R A T 2 0 1 6 - 2 0 2 1
kesehatan masyarakat yang setinggi-tingginya. Dalam kerangka mencapai tujuan tersebut,
pembangunan kesehatan dilaksanakan secara sistematis dan berkesinambungan.
Visi Pembangunan Kesehatan Nasional mewujudkan ”Indonesia Sehat ” dengan misi
”Masyarakat Mandiri Untuk Hidup Sehat”.Sejalan dengan visi tersebut, maka Dinas Kesehatan
berupaya mengawal berbagai pihak terutama komponen yang terlibat langsung dalam
pembangunan kesehatan Kabupaten Kutai Barat untuk menuju: “Terwujudnya Masyarakat
Kutai Barat yang Sehat dan Berbudaya Hidup Sehat”, serta mengupayakan terlaksananya
pelayanan prima pada institusi pelayanan kesehatan yang didukung oleh tenaga kesehatan.
Pada awalnya, pelayanan prima pada masyarakat masih belum dapat dilaksanakan secara
optimal mengingat keterbatasan sarana peralatan kesehatan, kualitas SDM yang masih jauh
dari profesional serta masih belum dilaksanakan dan dipahaminya SPM dan SOP yang ada.
Namun sejalan dengan visi tersebut diatas maka Pemerintah Kabupaten Kutai Barat berupaya
untuk menggerakkan dan memberdayakan masyarakat untuk hidup sehat, serta mengupayakan
terlaksananya pelayanan prima pada institusi pelayanan kesehatan, yang mencakup 1 Rumah
Sakit Umum Daerah, 18 Puskesmas, 82 Puskesmas Pembantu, 3 unit Puskesmas Keliling roda
empat, 12 unit Puskesmas Keliling Air (speed boat), 10 unit Puskesmas Keliling Air (ces), 1 unit
Puskesmas Terapung K/M Mook Manaar Bulatn. Disamping itu tercakup pula 17 Balai
Pengobatan, 15 Apotik serta 239Posyandu
Untuk mendukung pelayanan dalam sektor kesehatan maka di Kabupaten Kutai Barat
telah tersedia SDM sebanyak 986 orang baik berupa tenaga medis maupun paramedis yang
meliputi : 56 Dokter Umum, 6 Dokter Spesialis, 13 Dokter Gigi, 496 Perawat, 191 Bidan, 69 Ahli
Kesehatan Masyarakat, 17 Apoteker,serta 302 Ahli Gizi.
Keberhasilan program kesehatan dan program pembangunan sosial ekonomi pada
umumnya dapat dilihat dari peningkatan usia harapan hidup penduduk di suatu negara.
Meningkatnya perawatan kesehatan melalui sarana pelayanan kesehatan dan meningkatnya
daya beli masyarakat akan meningkatkan akses terhadap pelayanan kesehatan, mampu
memenuhi kebutuhan gizi dan kalori, mampu mempunyai pendidikan yang lebih baik sehingga
berpengaruh pula pada meningkatkan derajat kesehatan masyarakat dan usia harapan hidup
yang lebih tinggi lagi.
Usia harapan hidup penduduk merupakan salah satu syarat untuk mengukur
pembangunan manusia yang dapat dijadikan strategi dalam penanggulangan kemiskinan di
Indonesia pada umumnya dan Kabupaten Kutai Barat pada khususnya. Sehingga diharapkan
BAB II GAMBARAN UMUM KONDISI DAERAH II - 37
PERDA R E N C A N A P E M B A N G U N A N J A N G K A M E N E N G A H D A E R A H K A B U P A T E N K U T A I B A R A T 2 0 1 6 - 2 0 2 1
setiap penduduk mempunyai kemampuan dan memiliki lebih banyak pilihan dalam hal
pendapatan, kesehatan, pendidikan, lingkungan fisik, infrastruktur dan sebagainya.
Capaian Usia Harapan Hidup masyarakat di Kutai Barat pada tahun 2015 berdasarkan
angka sementara sebesar 72,08 tahun, melebihi dari target 72,05 tahun sehingga pencapaian
realisasi indikator ini sebesar 100,04 %. Selama kurun waktu beberapa tahun terakhir Usia
Harapan Hidup masyarakat selalu naik seiring dengan peningkatan IPM di Kutai Barat. Hal ini
mengindikasikan terus membaiknya kualitas pembangunan manusia di Kutai Barat sebagai
pengaruh positif terhadap kebijakan Pemerintah di Kutai Barat salah satunya dalam hal
peningkatan derajat kesehatan masyarakat.
Gambar 2.9. Grafik Perkembangan Usia Harapan Hidup (Tahun)
Sumber Data : Kantor BPS Kutai Barat
Apabila membandingkan dengan target capaian akhir RPJMD Kutai Barat sebesar 70,60
% maka Usia Harapan Hidup di Kutai Barat sampai tahun 2015 telah melampaui taget RPJMD
tersebut. Capaian ini sudah melampaui dari Usia Harapan Hidup Nasional sebesar 70,76 tahun,
namun masih dibawah Usia Harapan Hidup Provinsi Kalimantan Timur sebesar 73,62 tahun.
Untuk mempertahankan usia harapan hidup tersebut maka Pemerintah Kabupaten Kutai Barat
tetap melaksanakan upaya kesehatan yang lebih intensif dan berkualitas, peningkatan kualitas
pemerataan sumber daya kesehatan disetiap fasilitas kesehatan melalui pengadaan,
peningkatan, perbaikan sarana prasarana Puskesmas dan jaringannya serta peningkatan mutu
pelayanan RSUD Harapan Insan Sendawar.
71.82
71.9
71.96
72.03
72.08
71.8
71.85
71.9
71.95
72
72.05
72.1
2011 2012 2013 2014 2015
BAB II GAMBARAN UMUM KONDISI DAERAH II - 38
PERDA R E N C A N A P E M B A N G U N A N J A N G K A M E N E N G A H D A E R A H K A B U P A T E N K U T A I B A R A T 2 0 1 6 - 2 0 2 1
25.80
4.33
5.87 2.47
4.78
0.00
5.00
10.00
15.00
20.00
25.00
30.00
2011 2012 2013 2014 2015
Pe
r 1
.00
0 K
ela
hir
an
Hid
up
Dari sisi Angka Kematian Bayi (AKB) menunjukkan bahwa AKB pada tahun 2015 di Kutai
Barat adalah sebesar 4,78 per 1.000 kelahiran hidup atau persentase capaian sebesar 185,94 %.
Capaian ini jauh di bawah target sebesar 34 per 1.000 kelahiran hidup. Jika dibandingkan target
Nasional tahun 2015 (35 Per 1000 Kelahiran Hidup), maka angka kematian Bayi di Kabupaten
Kutai Barat tentunya jauh lebih rendah dari target Nasional. Persentase capaian indikator angka
kematian bayi per 1.000 kelahiran hidup tahun 2015 sudah di atas target akhir RPJMD sebesar
36 per 1.000 kelahiran hidup. Selama tahun 2015 terjadi 13 kasus kematian bayi dari 2.721
kelahiran hidup. Meskipun pencapaian dari indikator ini sangat baik namun jika dibandingkan
dengan AKB tahun 2014 sebanyak 7 kasus kematian, maka kondisi tahun 2015 justru
menunjukkan terjadinya penurunan tingkat capaian.
Gambar 2.10. Grafik Perkembangan AKB Kabupaten Kutai Barat
Sumber Data : Dinas Kesehatan Kutai Barat
Terkendalinya angka kematian bayi di Kutai Barat menggambarkan perbaikan kinerja
tenaga kesehatan yang mempunyai kompetensi kebidanan yang memadai, kemudahan
terhadap akses pelayanan kesehatan dan pemahaman masalah kesehatan masyarakat yang
semakin meningkat.
2.2.2.3. Angka Kematian Balita
Angka kematian balita disini dikhususkan untuk Anak Balita (AKABA) umur 1-5
tahun adalah Angka Kematian Anak Balita per 1.000 kelahiran hidup. AKABA menggambarkan
BAB II GAMBARAN UMUM KONDISI DAERAH II - 39
PERDA R E N C A N A P E M B A N G U N A N J A N G K A M E N E N G A H D A E R A H K A B U P A T E N K U T A I B A R A T 2 0 1 6 - 2 0 2 1
tingkat permasalahan kesehatan balita, tingkat pelayanan KIA/Posyandu dan kondisi sanitasi
lingkungan. Capaian indikator AKABA di Kabupaten Kutai Barat terjadi sebesar 5,15 per 1.000
kelahiran hidup, di bawahi target 5 per 1.000 kelahiran hidup atau persentase capaian sebesar
97 %. Persentase capaian indikator angka kematian balita per 1000 kelahiran hidup tahun 2015
sudah mencapai target akhir RPJMD 6 per 1000 kelahiran hidup. Dibandingkan dengan cakupan
yang diharapkan dalam Millennium Development Goals (MDGs) yaitu 23/1.000 kelahiran hidup,
AKABA Kutai Barat tahun 2015 sudah melampaui target.
Di tahun 2015 AKABA di Kabupaten Kutai Barat adalah 5,15 per 1.000 kelahiran hidup.
Dari 2.721 kelahiran hidup berdasarkan data yang ada, terjadi 14 kasus kematian Anak Balita.
Jika dibandingkan tahun 2014 sebesar 2,47 per 1.000 kelahiran hidup (7 kematian balita) maka
terjadi kenaikan. Dari tahun 2011 sampai dengan 2015 angka kematian balita di Kutai Barat
cenderung mengalami fluktuasi. Tahun 2015 merupakan Akaba tertinggi selama lima tahun
terakhir.
Gambar 2.11. Grafik Perkembangan Akaba Kabupaten Kutai Barat
Sumber Data : Dinas Kesehatan Kutai Barat
Capaian pada indikator ini adalah sebesar 367,51 per 100.000 kelahiran hidup atau
masih jauh di bawah target 150 per 100.000 kelahiran hidup. Pencapaian AKI di Kabupaten
Kutai Barat masih di atas angka Nasional sebesar 220 per 100.000 kelahiran hidup. Sedangkan
dibandingkan dengan target akhir RPJMD 110 per 100.000 kelahiran hidup baru terealisasi
sebesar 34,55 %.
1.28
2.78 2.35
2.47
5.15
0.00
1.00
2.00
3.00
4.00
5.00
6.00
Pe
r 1
.00
0 K
ela
hir
an
Hid
up
BAB II GAMBARAN UMUM KONDISI DAERAH II - 40
PERDA R E N C A N A P E M B A N G U N A N J A N G K A M E N E N G A H D A E R A H K A B U P A T E N K U T A I B A R A T 2 0 1 6 - 2 0 2 1
Pada tahun 2015 terjadi kenaikan angka kematian ibu dibandingkan tahun 2014 yang
berjumlah 141,34 per 100.000 kelahiran hidup (4 kasus kematian dalam 2.830 kelahiran hidup).
Gambar 2.12. Grafik Perkembangan Angka Kematian Ibu Kabupaten Kutai Barat
Sumber Data : Dinas Kesehatan Kutai Barat
Cakupan balita gizi buruk mendapat perawatan adalah balita gizi buruk (0-59 bulan)
yang ditangani di sarana pelayanan kesehatan dan atau di rumah oleh tenaga kesehatan sesuai
standar tata laksana gizi buruk. Diperoleh dari perhitungan persentase jumlah balita gizi buruk
yang mendapat perawatan di sarana pelayanan kesehatan dibagi dengan jumlah seluruh balita
gizi buruk yang ada di wilayah kerja pada kurun waktu yang sama. Cakupan balita gizi buruk
mendapat perawatan terealisasi sebesar 100% dari target 100% sehingga persentase capaian
pada indikator ini sebesar 100%. Realisasi cakupan bayi gizi buruk yang mendapatkan
penanganan telah melampaui target SPM secara Nasional dan target RPJMD.
Berdasarkan laporan dari Dinas Kesehatan Kabupaten Kutai Barat, jumlah balita gizi
buruk yang ditemukan sebanyak 5 orang dan semuanya telah tertangani. Kondisi ini sama
dengan pencapaian tahun 2014 dengan cakupan balita gizi buruk yang mendapatkan perawatan
100 % dari 10 balita gizi buruk yang ditemukan. Salah satunya disebabkan adanya tenaga ahli
gizi di 18 Puskesmas Kabupaten Kutai Barat yang melakukan pemantauan dan konseling
sehingga kasus gizi buruk yang ditemukan dapat segera di tangani dengan tata laksana
perawatan gizi buruk. Hal ini juga merupakan indikasi bahwa semakin baiknya tingkat kesadaran
di masyarakat terutama keluarga balita gizi buruk, untuk memeriksakan kesehatan anaknya,
sehingga petugas tidak menemukan kesulitan yang berarti saat melakukan perawatan.
0
50
100
150
200
250
300
350
400
Pe
r 1
00
.00
0 K
ela
hir
an
Hid
up
BAB II GAMBARAN UMUM KONDISI DAERAH II - 41
PERDA R E N C A N A P E M B A N G U N A N J A N G K A M E N E N G A H D A E R A H K A B U P A T E N K U T A I B A R A T 2 0 1 6 - 2 0 2 1
2.2.2.4 Kemiskinan
Tujuan akhir dari pembangunan adalah terwujudnya kesejahteraan masyarakat secara
berkelanjutan dari berbagai aspek. Namun, seringkali pembangunan daerah termasuk di Kutai
Barat mengalami berbagai tantangan dalam mewujudkan hal tersebut. Permasalahan yang
seringkali muncul dalam pembangunan di berbagai daerah adalah masalah kemiskinan.
Kemiskinan merupakan permasalahan yang selalu muncul di setiap daerah termasuk negara dan
setiap daerah akan selalu berusahan untuk mengatasi masalah tersebut. Kutai Barat pun
menghadapi permasalahan yang sama dalam hal kemiskinan. Pada tahun 2009, jumlah
penduduk miskin Kutai Barat mencapai 14.300 orang atau 8,97% dari jumlah seluruh penduduk.
Namun, pada tahun 2014 jumlah penduduk miskin baik secara absolut maupun secara relatif
menunjukkan penurunan yang cukup besar, yaitu menjadi 13.200 atau 7,7% dari total jumlah
penduduk. Meskipun bukan yang tertinggi, namun persentase penduduk miskin Kutai Barat
relatif cukup tinggi bila dibandingkan dengan beberapa daerah lain di Provinsi Kalimantan
Timur.
BAB II GAMBARAN UMUM KONDISI DAERAH II - 42
PERDA R E N C A N A P E M B A N G U N A N J A N G K A M E N E N G A H D A E R A H K A B U P A T E N K U T A I B A R A T 2 0 1 6 - 2 0 2 1
Tabel 2.18. Perbandingan Jumlah dan Persentase Penduduk Miskin Antar Daerah
Kabupaten/Kota
2005 2008 2009 2014
Jumlah Penduduk
Miskin (000)
Persentase Penduduk
Miskin
Garis Kemiskinan (Rp/Kapita/
Bulan)
Jumlah Penduduk
Miskin (000)
Persentase Penduduk
Miskin
Garis Kemiskinan (Rp/Kapita/
Bulan)
Jumlah Penduduk
Miskin (000)
Persentase Penduduk
Miskin
Garis Kemiskinan (Rp/Kapita/
Bulan)
Jumlah Penduduk
Miskin (000)
Persentase Penduduk
Miskin
Garis Kemiskinan (Rp/Kapita/
Bulan)
Pasir 25.9 14.74 152,634 19.7 10.97 182,782 18.37 10.11 223,208 20.1 7.94 329,478
Kutai Barat 20.1 13.25 188,634 16.65 10.6 239,906 14.3 8.97 245,687 13.2 7.7 364,224
Kutai Kartanegara
73 14.72 177,088 48.16 9.29 247,848 42.48 8.03 248,209 52.1 7.52 362,637
Kutai Timur 26.6 15.08 196,261 24.76 13.2 257,155 22.89 11.88 273,021 27.2 9.06 397,482
Berau 11.3 7.44 202,660 9.63 5.81 259,227 10.13 5.9 279,428 9.7 4.83 396,593
Malinau 10.8 22.54 258,499 10.74 18.24 285,195 10.35 16.55 289,548
Bulungan 20.3 20.52 161,240 19.29 17.14 199,736 16.5 15.96 229,979
Nunukan 21.3 19.13 168,489 19.68 14.96 198,096 18.85 13.47 211,809
Penajam Paser Utara
18.1 14.96 171,657 16.13 12.99 225,972 14.3 11.38 234,325 11.7 7.7 333,861
Balikpapan 17.3 3.96 154,450 17.57 3.49 251,490 18.44 3.58 281,245 14.9 2.48 425,146
Samarinda 33.6 5.78 179,646 27.65 4.67 249,006 28.97 4.84 306,730 36.6 4.63 460,975
Tarakan 13.2 8.33 187,023 19.95 10.99 296,000 18.41 9.65 300,459
Bontang 7.6 6.23 167,486 9.54 7.26 240,748 9.03 6.66 285,402 8.2 5.16 422,951
Sumber: Indikator Penting Kalimantan Timur 2015
BAB II GAMBARAN UMUM KONDISI DAERAH II - 43
PERDA R E N C A N A P E M B A N G U N A N J A N G K A M E N E N G A H D A E R A H K A B U P A T E N K U T A I B A R A T 2 0 1 6 - 2 0 2 1
Sepanjang 2009 hingga 2014, Kutai Barat berhasil menurunkan angka kemiskinan sebesar 1.100
orang atau 1,27%. Penurunan tingkat kemiskinan diikuti dengan kenaikan standar garis
kemiskinan dari Rp245.687 per kapita per bulan pada tahun 2009 menjadi Rp364.224 per kapita
per bulan pada tahun 2014. Keberhasilan penurunan tingkat kemiskinan ini tidak lepas dari
upaya pemerintah daerah dalam menggerakkan aktivitas perekonomian masyarakat di
beberapa sektor ekonomi. Keberhasilan penurunan tingkat kemiskinan ini tidak lepas dari
upaya pemerintah daerah dalam menggerakkan aktivitas perekonomian masyarakat di
beberapa sektor seperti yang disebutkan di atas. Sektor perdagangan, hotel, dan restoran
misalnya, menunjukkan dinamika yang cukup baik seiring dengan perkembangan perdagangan
besar dan eceran. Pengurangan tingkat kemiskinan akan terus diupayakan melalui kegiatan
ekonomi masyarakat seperti UBK, ADK, dan sebagainya uyang diharapkan mampu merangsang
masyarakat untuk melakukan aktivitas dan mengembangkan kegiatan ekonomi. Kemiskinan
pada dasarnya disebabkan oleh pengangguran, sehingga dampak pengangguran dan kemiskinan
dapat menimbulkan tindak kejahatan, sehingga kejahatan berkorelasi positif dengan tingkat
kemiskinan dan pengangguran.
2.2.2.5 Ketenagakerjaan
Pendidikan memiliki keterkaitan yang erat dengan ketenagakerjaan. Melalui pendidikan
diharapkan kualitas SDM di Kutai Barat semakin meningkat sehingga kualitas tenaga kerja akan
mampu secara nyata mendorong aktivitas ekonomi masyarakat. Menurut kriteria BPS,
penduduk secara umum terbagi menjadi 2 kelompok, yaitu penduduk usia kerja dan penduduk
bukan usia kerja. Penduduk usia kerja adalah penduduk yang berusia 15 tahun ke atas.
Penduduk usia kerja ini terbagi menjadi 2 kelompok, yaitu angkatan kerja dan bukan angkatan
kerja. Jumlah angkatan kerja pada tahun 2014 mencapai 89.527. Dari sisi jenis kelamin,
sebanyak 63,43% adalah laki-laki. Dari jumlah angkatan kerja tersebut, sebanyak 83.402
(93,16%) berstatus bekerja dan sisanya 6.124 adalah pengangguran terbuka. Dengan demikian
tingkat pengangguran Kutai Barat pada tahun 2014 adalah 6,84%.
Tabel 2.19. Angkatan Kerja Berdasarkan Umur dan Daerah 2014
Golongan Umur Perkotaan Perdesaan Jumlah
15-24 2603 12226 14829
25-34 4036 19131 23167
35-44 3698 19047 22745
45-54 2945 13708 16653
BAB II GAMBARAN UMUM KONDISI DAERAH II - 44
PERDA R E N C A N A P E M B A N G U N A N J A N G K A M E N E N G A H D A E R A H K A B U P A T E N K U T A I B A R A T 2 0 1 6 - 2 0 2 1
Golongan Umur Perkotaan Perdesaan Jumlah
55+ 1264 10869 12133
Jumlah 14546 74981 89527
Sebagian besar angkatan kerja berusia antara 25-34 tahun yaitu 25,87% serta umur 35-
44 yang besarnya mencapai 25,41%. Dari sisi geografis, sekitar 83,75% angkatan kerja berada di
wilayah perdesaan. Hal ini mengindikasikan bahwa lapangan kerja di perdesaan perlu
mendapatkan perhatian khusus untuk mengantisipasi konsentrasi pengangguran dan
kemiskinan di perdesaan. Untuk itu, diperlukan berbagai program pembangunan yang
berorientasi pada masyarakat desa, khususnya pengembangan aktivitas ekonomi rakyat.
Dari jumlah penduduk yang bekerja, sebagian besar berumur 25 hingga 44 tahun yang
jumlahnya mencapai 53,10%. Dari sisi jenis kelaminnya, sebanyak 64,28% penduduk yang
bekerja adalah laki-laki dan sisanya sebesar 35,12% perempuan. Dengan demikian jumlah
penduduk yang bekerja didominasi oleh laki-laki yang berumur 25 hingga 44 tahun.
Tabel 2.20. Angkatan Kerja Berdasarkan Umur dan Jenis Kelamin 2014
Golongan Umur Laki-laki Perempuan Jumlah
15-24 6445 4050 10495
25-34 15564 6486 22050
35-44 14603 7634 22237
45-54 9571 6916 16487
55+ 7428 4705 12133
Jumlah 53611 29791 83402
Sumber: Kementerian Tenaga Kerja dan Transmigrasi 2015
Untuk masalah pengangguran, pada tahun 2015 tingkat pengangguran didominasi oleh
laki-laki yaitu 60,69%. Dari sisi usianya, banyak pengangguran yang berumur 15-24 tahun yaitu
74,21%. Usia tersebut merupakan usia sekolah dan hal ini mengindikasikan cukup banyak
lulusan SD yang tidak melanjutkan ke jenjang SMP, usia SMP ke jenjang SMA, dan usia SMA
yang tidak menempuh studi lanjut ke perguruan tinggi.
BAB II GAMBARAN UMUM KONDISI DAERAH II - 45
PERDA R E N C A N A P E M B A N G U N A N J A N G K A M E N E N G A H D A E R A H K A B U P A T E N K U T A I B A R A T 2 0 1 6 - 2 0 2 1
Tabel 2.21. Jumlah Pengangguran Berdasarkan Umur dan Jenis Kelamin Tahun 2015
Golongan Umur Laki-Laki Perempuan Jumlah
15-24 3432 2601 6033
25-34 1323 177 1500
35-44 179 331 510
45-54 0 87 87
55+ 0 0 0
Jumlah 4934 3196 8130
Sumber: Kementerian Tenaga Kerja dan Transmigrasi 2015
Data dari Kementerian Tenaga Kerja dan Transmigrasi menunjukkan bahwa di Kutai
Barat pengangguran didominasi oleh penduduk yang berpendidikan SMTA yang jumlahnya
mencapai 61,24%. Tidak ada lulusan perguruan tinggi baik diploma maupun universitas yang
berstatus pengangguran. Dengan demikian, faktor pendidikan menjadi unsur penting di Kutai
Barat. Strategi yang perlu dirumuskan adalah bagiamana meningkatkan persentase penduduk
yang melanjutkan ke perguruan tinggi.
Tabel 2.22. Jumlah Pengangguran Berdasarkan Pendidikan 2015
Pendidikan Perkotaan Perdesaan Jumlah
<SD 234 1033 1267
SMTP 105 1779 1884
SMTA 824 4155 4979
Diploma I/II/III/Akademi 0 0 0
Universitas 0 0 0
Jumlah 1163 6967 8130
Sumber:Kementerian Tenaga Kerja dan Transmigrasi 2015
Banyaknya pengangguran yang berijazah SMTA ke bawah membawa implikasi antara
lain pentingnya Kutai Barat untuk: (1) mengembangkan konsep link and match antara
pendidikan dengan dunia kerja, (2) mengembangkan pendidikan yang berorientasi pada
keterampilan praktik agar lulusan lebih siap bekerja atau berwirausaha, (3) mengembangkan
berbagai pendidikan informal yang beorientasi pada kebutuhan Kutai Barat.
Bila dikaitkan dengan lapangan usaha, lebih dari 50% penduduk bekerja di sektor
pertanian dan yang paling kecil adalah tenaga kerja yang bekerja di sektor listrik, gas, dan air
minum. Bila dikaitkan dengan nilai output PDRB, meskipun sektor pertanian memiliki tenaga
kerja paling banyak, namun output yang dihasilkan kurang proporsional. Hal ini menunjukkan
bahwa sektor pertanian masih didominasi dengan usaha rakyat. Meski tingkat efisiensi kecil,
BAB II GAMBARAN UMUM KONDISI DAERAH II - 46
PERDA R E N C A N A P E M B A N G U N A N J A N G K A M E N E N G A H D A E R A H K A B U P A T E N K U T A I B A R A T 2 0 1 6 - 2 0 2 1
namun sektor pertanian merupakan sektor yang mampu menyerap tenaga kerja paling besar.
Atas dasar hal tersebut, diperlukan suatu program yang mendorong tumbuhnya industri dan
perdagangan dengan basis sektor pertanian.
Tabel 2.23. Efisiensi Tenaga Kerja per Lapangan Usaha 2014
Lapangan Usaha Laki-laki Perempuan Jumlah Tenaga
kerja
Pertanian, kehutanan, perburuan dan perikanan 34309 21174 55483
Pertambangan dan penggalian 4124 305 4429
Industri Pengolahan 447 193 640
Listrik, gas dan air 191 98 289
Bangunan 2976 0 2976
Perdagangan besar, eceran, rumah makan dan hotel 3007 4108 7115
Angkutan, pergudangan dan komunikasi 2104 147 2251
Keuangan, asuransi, usaha persewaan bangunan, tanah dan jasa perusahaan
887 0 887
Jasa kemasyarakatan 5566 3766 9332
Jumlah 53611 29791 83402
Sumber:Kementerian Tenaga Kerja dan Transmigrasi 2015
2.2.2.6 Kriminalitas
Pada tahun 2015 angka kriminalitas di Kutai Barat pada tahun 2015 sebesar 123 kasus
per 100.000 penduduk, menurun dibandingkan angka kriminalitas tahun 2014 sebanyak 150
kasus per 100.000 penduduk. Pada tahun 2015 angka kriminalitas ditargetkan 120 kasus per
100.000 penduduk atau maksimal sebanyak sekitar 205 kejadian, dengan demikian persentase
capaian kinerjanya sebesar 97,50 %.
Menurut data yang diperoleh dari Polres Kutai Barat, selama tahun 2015 terjadi 209
kasus kriminalitas. Dari semua kasus tersebut tercatat sebanyak 133 kasus dapat diselesaikan
atau persentase penyelesaian kasus sebesar 63,64 %, sedangkan sisanya masih dalam tahap
penyelidikan. Jumlah kriminalitas tahun 2015 menurun dari tahun 2014 dengan 266 kasus,
mengalami penurunan sebanyak 57 kasus atau 21,43 %. Penurunan angka kriminalitas dalam
tahun 2015 disebabkan semakin tegasnya aparat keamanan dalam penaganan kasus gangguan
keamanan/kriminal.
Sepanjang tahun 2015 telah terjadi 209 kejadian yang menimbulkan gangguan
keamanan dari 40 jenis kasus kriminal. Jenis kriminalitas yang paling dominan adalah pencurian
biasa 40 kasus, kecelakaan lalu lintas 21 kasus dan narkoba 19 kasus. Dilihat dari kasus
penanganan yang dilakukan aparat kepolisian, tingkat penyelesaian kasus pada beberapa jenis
kriminal masih tergolong rendah. Seperti pada kasus pencurian dari 40 kejadian masih terdapat
BAB II GAMBARAN UMUM KONDISI DAERAH II - 47
PERDA R E N C A N A P E M B A N G U N A N J A N G K A M E N E N G A H D A E R A H K A B U P A T E N K U T A I B A R A T 2 0 1 6 - 2 0 2 1
2011 2012 2013 2014 2015
Angka Kriminalitas 101 133 172 150 123
Jumlah Kasus 186 246 360 266 209
0
50
100
150
200
250
300
350
400
An
gka
Kri
min
alit
as
(pe
r 1
00
.00
0 p
en
du
du
k
16 kasus yang belum terselesaikan. Demikian pula dengan kasus kecelakaan lalu lintas baru
terselesaikan 13 kasus, masih 7 kasus yang belum terungkap pelakunya. Kemudian kasus
curanmor, dari 17 kejadian masih 6 kasus belum diselesaikan.
Gambar 2.13. Grafik Angka Kriminalitas Kutai Barat 2011-2015
Sumber Data : Polres Kutai Barat
Dalam 5 tahun terakhir, angka kriminalitas di Kabupaten Kutai Barat mengalami
fluktuasi. Angka kriminalitas terendah tercatat tahun 2011 yaitu 101 per 100.000 penduduk dari
246 kasus. Kemudian dilihat dari tingkat penyelesaian kasus, selama tahun 2011 - 2015 belum
menunjukkan hasil yang memuaskan. Persentase penyelesaian kasus tertinggi terjadi tahun
2011 yaitu 64,52 %, dimana dari 186 kasus dapat terselesaikan 120 kasus. Sebaliknya
penyelesaian kasus terendah terjadi tahun 2014 tercatat hanya 46,26 %.
BAB II GAMBARAN UMUM KONDISI DAERAH II - 48
PERDA R E N C A N A P E M B A N G U N A N J A N G K A M E N E N G A H D A E R A H K A B U P A T E N K U T A I B A R A T 2 0 1 6 - 2 0 2 1
Gambar 2.14. Grafik Perkembangan Kasus Krininalitas Kutai Barat 2011-2015
Sumber Data : Polres Kutai Barat
Memperhatikan menurunnya angka kriminalitas sepanjang tahun 2015, kondisi ini
tentunya telah menunjukan tingkat kesadaran masyarakat sudah lebih baik bila dibandingkan
dengan tahun-tahun sebelumnya. Sebagai upaya Pemerintah untuk menekan angka
kriminalitas di Kutai Barat, maka oleh karena itu perlu peningkatan koordinasi dan kerjasama
yang lebih efektif lagi antara semua pihak yang terlibat sepertiLinmas, Satpol PP, Kepolisian,
TNI,SLM dan masyarakat dalam menjaga keamanan dan ketertiban mulai dari lingkungan paling
kecil seperti keluarga, Rukun Tetangga, Kampung dan seterusnya sampai tingkat Kabupaten.
Situasi keamanan yang kondusif ini sangat mendukung kegiatan perekonomian di daerah ini, di
mana para investor merasa nyaman dan aman dalam menginvestasikan modalnya dalam
berbagai bidang usaha.
2.2.3. Seni, Budaya, dan Olah Raga
Seni, budaya dan olah raga merupakan hal penting bagi Kutai Barat dalam rangka
membangun dan melestarikan nilai-nilai positif masyarakat serta mengembangkan ciri khas dan
karakter masyarakat. Kutai Barat beranggapan bahwa pembangunan seni, budaya, dan olah
raga harus ditempatkan pada posisi yang memungkinkan masyarakat mengembangkan potensi
guna mendukung pembangunan daerah, karena pembangunan daerah tidak semata-mata
pembangunan fisik semata.
2011 2012 2013 2014 2015
Jumlah Kasus 186 246 360 266 209
Terselesaikan 120 114 180 123 133
% Penyelesaian 64.52 46.34 50.00 46.26 63.64
0
50
100
150
200
250
300
350
400
BAB II GAMBARAN UMUM KONDISI DAERAH II - 49
PERDA R E N C A N A P E M B A N G U N A N J A N G K A M E N E N G A H D A E R A H K A B U P A T E N K U T A I B A R A T 2 0 1 6 - 2 0 2 1
Dalam aspek budaya, penduduk asli Kutai Barat di pedalaman hidup secara berpindah-
pindah. Hal ini disebabkan karena mata pencaharian utama mereka adalah berladang dan
berburu yang dilakukan secara berpindah-pindah. Berbagai upaya pembangunan yang telah
dilakukan sampai saat ini, telah menyebabkan terjadinya pergeseran pola pemukiman
penduduk, tidak lagi berpidah-pindah, tetapi sudah menetap dengan berbagai mata
pencaharian yang dilakukan sesuai dengan karakter daerah
Mayoritas penduduk Kutai Barat memeluk agama kristiani. Agama Kristen menempati
kedudukan nomor satu dalam hal banyaknya penganut dan intensifnya penyebaran agama.
Mula-mula penyiaran agama ini dilakukan para penginjil dari Jerman dan Swiss. Badan yang
mengirimkan perutusan Injil dari Jerman adalah Rheinische Mission Gessellschaft zu Barmen
(1863-1925), yang kemudian dilanjutkan oleh Evangelische Gessellschaft zu Basel dari Swiss
sertabadan-badan Kristen dan Katholik lainnya. Para pengikut agama Kristen dan Katholik
sebagian besar adalah dari warga Dayak.
Sampai saat ini masih ada sebagian penduduk yang menganut kepercayaan asli
setempat, mereka terutama adalah kelompok etnik Dayak yang masih sedikit mendapat
pengaruh dari luar. Kepercayaan asli berpusat pada penyembahan roh-roh lain (animisme) serta
percaya pada kekuatan yang tersembunyi dibalik benda-benda alam (dinamisme). Penganut
kepercayaan ini memiliki berbagai macam upacara baik yang berhubungan dengan siklus hidup
dan kehidupan manusia (kelahiran, kematian, perkawinan, sakit, dan sebagainya) dan upacara
yang berkaitan dengan siklus pertanian. Dalam menyelenggarakan upacara-upacara ini, masing-
masing etnik memiliki variasinya sendiri-sendiri. Namun secara umum masyarakat Kutai Barat
memiliki sifat yang ramah tamah, jujur dan memiliki semangat gotong-royong yang tinggi. Tamu
atau pendatang dari luar sangat dihormati. Masyarakatnya juga sangat religius dan memiliki
rasa toleransi antar umat beragama yang tinggi.
Pembangunan di bidang seni terutama meliputi seni tari dan seni musik. Masyarakat
menunjukkan apresiasi yang cukup tinggi di bidang pembangunan kesenian, yang terlihat dari
perkembangan jumlah orang yang terlibat. Seni tari pada tahun 2014 memiliki jumlah anggota
1.207 dari 90 kelompok kesenian. Seni musik memiliki anggota sebanyak 207 dengan jumlah
kelompok seni sebnayak 18.
Perkembangan apresiasi seni masyarakat diharapkan mampu mendukung
pembangunan karakter Kutai Barat, bahkan secara lebih jauh mampu mendukung program-
program pemerintah seperti pengembangan pariwisata. Untuk itu, pemerintah juga
BAB II GAMBARAN UMUM KONDISI DAERAH II - 50
PERDA R E N C A N A P E M B A N G U N A N J A N G K A M E N E N G A H D A E R A H K A B U P A T E N K U T A I B A R A T 2 0 1 6 - 2 0 2 1
memfasilitasi berbagai grup kesenian yang ada di Kutai Barat sebagai wadah penyaluran minat
dan bakat masyarakat.
Tabel 2.24. Perkembangan Jumlah Grup Kesenian
Tahun Jumlah Grup Jumlah Anggota
2007 8 193
2008 10 264
2009 41 1069
2010 66 1693
2014 108 1.414
Sumber: Dinas Budparpora Kutai Barat 2010 dan Kutai Barat Dalam Angka 2015
Hingga 2010, jumlah grup seni mengalami kenaikan jumlah yang sangat fantastis
menjadi 66 grup seni. Demikian pula dengan jumlah anggota grup seni yang pada tahun 2010
naik menjadi 1.693. Tahun 2014 jumlah grup kesenian bertambah menjadi 108 namun jumlah
anggota turun menjadi 1.414. Kondisi ini menggambarkan bahwa kesenian merupakan bagian
tak terpisahkan dari upaya pemerintah dalam pembangunan kesejahteraan masyarakat.
Pemerintah akan terus berupaya mengembangkan kehidupan seni masyarakat melalui berbagai
aktivitas yang diharapkan mampu mendukung aktivitas ekonomi masyarakat khususnya
perdagangan dan pariwisata. Berbagaievent kesenian akan disusun secara terjadwal sehingga
masyarakat luas mampu memahami perkembangan pembangunan kesenian sebagai upaya
melestarikan budaya dan membangun karakter masyarakat.
2.3. ASPEK PELAYANAN UMUM
2.3.1. Fokus Layanan Urusan Wajib
2.3.1.1. Pendidikan
Jumlah sekolah SD, SMP, dan SMA dan yang sederajat pada tahun 2014 masing-masing
mencapai 215, 62, dan 34. Bila dibandingkan dengan jumlah penduduk usia kerja pada masing-
masing tingkat pendidikan, rasio jumlah penduduk usia kerja terhadap jumlah sekolah untuk SD
adalah 92,14 kemudian SMP 130,71 dan SMA 234,29. Hal ini mengandung arti bahwa apabila
semua penduduk usia sekolah benar-benar bersekolah, rata-rata satu SD misalnya, mengasuh
92,14 murid. Bila satu sekolah SD terdapat 6 kelas, berarti satu SD rata-rata memiliki sekitar 16
murid per kelas, suatu rasio yang sangat ideal.
BAB II GAMBARAN UMUM KONDISI DAERAH II - 51
PERDA R E N C A N A P E M B A N G U N A N J A N G K A M E N E N G A H D A E R A H K A B U P A T E N K U T A I B A R A T 2 0 1 6 - 2 0 2 1
Tabel 2.25. Jumlah Sekolah, Penduduk Usia Sekolah, dan Rasio
Jenis Sekolah 2014
Penduduk Usia sekolah Jumlah Rasio Sekolah Murid Guru
(1) (2) (3) (4) (5) (6) (6):(2) (4):(2) (3):(2) (3):(4)
SD/Sederajat 215 21,595 2,495 7-12 19,810 92.14 11.60 100.44 8.66
SMP/Sederajat 62 11,511 755 13-15 8,104 130.71 12.18 185.66 15.25
SMA/Sederajat 34 6,613 520 16-18 7,966 234.29 15.29 194.50 12.72
Jumlah 311 39719 3770 35880 115.37 12.12 127.71 10.54
Sumber: Kutai Barat dalam Angka 2015
Rasio penduduk usia sekolah untuk SMA terhadap jumlah sekolah menunjukkan angka
yang cukup besar yaitu 234,29 orang/sekolah. Apabila seluruh penduduk usia sekolah SMA
bersekolah, rata-rata setiap sekolah menampung 234an murid. Hanya saja, dari jumlah
penduduk usia sekolah SMA, mereka yang bersekolah hanya berjumlah 6.613 murid.
Dari aspek rasio guru terhadap jumlah sekolah, rata-rata untuk satu SD terdapat sekitar
11 guru. Bila dalam satu SD terdapat 6 kelas, jumlah ini sebenarnya sudah mencukupi. Namun,
aspek pemerataan antar wilayah memang belum tergambarkan. Rasio SMP dan SMA bila
diasumsikan setiap sekolah terdapat 3 kelas, jumlahnya dapat dikatakan ideal. Namun,
umumnya untuk SMP dan SMA lebih dari 3 kelas dan kebutuhan guru juga per bidang studi atau
kompetensi. Bila demikian, secara umum terlihat adanya kekurangan guru. Bila dikaitkan
dengan bidang studi, situasi ini menggambarkan adanya guru yang mengampu lebih dari satu
bidang studi atau pelajaran. Rasio jumlah murid terhadap guru menunjukkan bahwa jenjang SD
memiliki rasio paling kecil yaitu 8,66. Hal ini mengandung arti bahwa satu guru menangani
sekitar 8 siswa.
Kinerja pendidikan di Kutai Barat menunjukkan kemajuan yang signifikan ditinjau dari
beberapa sisi. Angka Partisipasi Kasar (APK) misalnya, menunjukkan peningkatan dari 2013 ke
2015 untuk SMP dan SMA sedangkan untuk SD terjadi sedikit penurunan di tahun 2014 namun
kembali naik pada tahun 2015 yaitu 115,28%. Untuk jenjang pendidikan SMP sederajat dari
target APK sebesar 98,52 % terealisasi 103,9 % dengan capaian kinerja sebesar 105,46 %, atau
APK SMP sederajat mengalami kenaikan dari tahun 2014 sebesar 100,22 %. Sedangkan Angka
Partispasi Kasar pada jenjang pendidikan SMA sederajat pada tahun 2015 sebesar 97,03 %, dari
target 98.50 % sehingga terealisasi 98,50 %. Renstra Kementerian Pendidikan Nasional yang
dijadikan standar untuk SD adalah 117% sehingga terdapat sedikit selisih agar mencapai standar
tersebut.Untuk SMP besar APK 103,9% dan target nasional adalah 99,3% sedangkan untuk SMA
besar APK adalah 97,03% dan target nasional adalah 73,0%. Untuk SMP dan SMA, Kutai Barat
sudah jauh melampaui standar nasional.
BAB II GAMBARAN UMUM KONDISI DAERAH II - 52
PERDA R E N C A N A P E M B A N G U N A N J A N G K A M E N E N G A H D A E R A H K A B U P A T E N K U T A I B A R A T 2 0 1 6 - 2 0 2 1
Tabel 2.26. Capaian Kinerja Pendidikan Kutai Barat
Keterangan Satuan 2013 2014 2015
Harapan Lama Sekolah % 97,05 97,22 97,62
Angka Rata-rata Lama Sekolah Tahun 8,42 8,40 8,53
Angka Putus Sekolah (APS) SD/MI % 0,15 0,15 0,07
Angka Putus Sekolah (APS) SMP/MTs % 1,36 1,3 1,02
Angka Putus Sekolah (APS) SMA/SMK/MA % 2,22 2,35 1,77
Angka Kelulusan (AK) SD/MI % 100 100 100
Angka Kelulusan (AK) SMP/MTs % 99,89 100 100
Angka Kelulusan (AK) SMA/MA % 98,00 99,9 100
Angka Kelulusan (AK) SMK % 99,88 100 100
Angka Partisipasi Kasar (APK) SD/MI % 113,36 109,75 115,28
Angka Partisipasi Kasar (APK) SMP/MTs % 100,06 100,22 103,9
Angka Partisipasi Kasar (APK) SMA/SMK/MA % 87,66 87,70 97,03
Angka Partisipasi Murni (APM) SD/MI % 97,02 94,45 94,70
Angka Partisipasi Murni (APM) SMP/MTs % 83,00 70,96 72,64
Angka Partisipasi Murni (APM) SMA/SMK/MA % 58,25 60,79 61,29
Guru yang memenuhi Kualifikasi S1 % 35,84 39,19 51,89
Sumber: LAKIP 2014 dan 2015
Sementara itu target APM Kementerian Pendidikan Nasional yang dijadikan standar
adalah 95,2% untuk SD dan 74% untuk SMP, sedangkan di Kutai Barat untuk SD 94,70% dan
SMP 72,64%. Dari informasi tersebut, pembangunan pendidikan di Kutai Barat dari indikator
APK dan APM secara umum dapat dikatakan berhasil. Meski APM belum memenuhi standar
nasional, namun selisihnya sangat kecil. Permasalahan dalam pendidikan terletak pada aspek
guru serta sarana dan prasarana pendidikan yang harus terus ditingkatkan sesuai
perkembangan yang ada. Permasalahan pada guru terutama terletak pada kuantitas dan
kualitas. Kualitas sendiri dapat dilihat dari aspek jenjang pendidikan guru, kompetensi, serta
sertifikasi profesi.
Angka Partisipasi Kasar (APK) didefinisikan sebagai perbandingan antara jumlah murid
pada jenjang pendidikan tertentu (SD, SLTP, SLTA dan sebagainya) dengan penduduk kelompok
usia sekolah yang sesuai dan dinyatakan dalam persentase. Hasil perhitungan APK ini digunakan
untuk mengetahui banyaknya anak yang bersekolah di suatu jenjang pendidikan tertentu pada
wilayah tertentu. Semakin tinggi APK berarti semakin banyak anak usia sekolah yang bersekolah
di suatu jenjang pendidikan pada suatu wilayah. Nilai APK bisa lebih besar dari 100 % karena
terdapat murid yang berusia di luar usia resmi sekolah, terletak di daerah kota, atau terletak
pada daerah perbatasan.
BAB II GAMBARAN UMUM KONDISI DAERAH II - 53
PERDA R E N C A N A P E M B A N G U N A N J A N G K A M E N E N G A H D A E R A H K A B U P A T E N K U T A I B A R A T 2 0 1 6 - 2 0 2 1
Gambar 2.15. Grafik Perkembangan APK Kabupaten Kutai Barat
Sumber Data: Dinas Pendidikan Kabupaten Kutai Barat
Peningkatan Angka Partisipasi Kasar pasa semua jenjang pendidikan memberikan
indikasi bahwa pemerataan dan perluasan / akses pendidikan di Kabupaten Barat terus
menunjukkan trend peningkatan seiring dengan upaya pemerintah meningkatkan akses
pendidikan melalui pemberian pemberian subsidi BOS dan BOSDA. Namun jika dilihat pada sisi
manajemen pendidikan, maka telah terjadi inkonsistensi terhadap aturan penerimaan siswa
baru dimana siswa-siswa yang diterima di jenjang SD sederajat adalah yang telah berusia 7
tahun, kenyataannya di Kutai Barat masih banyak sekolah yang tidak menerapkan aturan
tersebut.
Angka Partisipasi Murni (APM) didefinisikan sebagai perbandingan antara jumlah siswa
kelompok usia sekolah pada jenjang pendidikan tertentu dengan penduduk usia sekolah yang
sesuai dan dinyatakan dalam persentase. Indikator APM ini digunakan untuk mengetahui
banyaknya anak usia sekolah yang bersekolah pada suatu jenjang pendidikan yang
sesuai.Semakin tinggi APM berarti banyak anak usia sekolah yang bersekolah di suatu daerah
pada tingkat pendidikan tertentu. Nilai ideal APM = 100 % karena adanya murid usia sekolah
dari luar daerah tertentu, diperbolehkannya mengulang di setiap tingkat, daerah kota,atau
daerah perbatasan.
105.82
94.35
68.62
105.54
96.02
77.03
113.36
100.06
87.66
109.75
100.22
87.7
115.28
103.9
97.03
0
20
40
60
80
100
120
140
SD/MI SMP/MTs SMA/SMK/MA
2011
2012
2013
2014
2015
BAB II GAMBARAN UMUM KONDISI DAERAH II - 54
PERDA R E N C A N A P E M B A N G U N A N J A N G K A M E N E N G A H D A E R A H K A B U P A T E N K U T A I B A R A T 2 0 1 6 - 2 0 2 1
Gambar 2.16. Grafik Perkembangan APM Kabupaten Kutai Barat
Sumber: Dinas Pendidikan Kabupaten Kutai Barat
Dari keadaan tersebut dapat disimpulkan bahwa Angka Partispasi Murni (APM) untuk
SD sudah melampaui APM Propinsi Kalimantan Timur dan Nasional. Namun APM SMP sederajat
dan SMA sederajat masih berada di bawah Propinsi Kalimantan Timur, bahkan SMP sederajat
masih berada di bawah rata-rata Nasional. Kemudian dibandingkan dengan dengan rencana
yang tercantum pada RPJMD Kutai Barat 2011 – 2016 belum mencapai target yang ditetapkan.
APM SD sederajat dalam RPJMD dipatok sebesar 98,79 %, SMP sederajat 85,76 % dan SMA
sederajat 68,23 %.
2.3.1.2. Kesehatan
Capaian Usia Harapan Hidup masyarakat di Kutai Barat pada tahun 2014 sebesar 70,80
tahun, melebihi dari target 70,60 tahun sehingga pencapaian realisasi indikator ini sebesar
100,04 %. Angka ini juga mengalami peningkatan sebesar 0,02 tahun dibandingkan tahun 2013
yang tercatat sebesar 70,78 tahun. Selain itu indikator angka kematian menunjukkan
penurunan yang cukup drastis untuk kematian bayi dan kematian ibu, sedangkan angka
kematian balita cenderung konstan.
Pada aspek kinerja angka kematian, Angka kematian bayi pada tahun 2014 di Kutai
Barat adalah sebesar 7 per 1.000 kelahiran hidup. Capaian ini sama dengan target sebesar 7 per
1.000 kelahiran hidupJilka dibandingkan target Nasional tahun 2013 (35 Per 1000 Kelahiran
Hidup), maka angka kematian Bayi di Kabupaten Kutai Barat tentunya jauh lebih rendah dari
target Nasional.
96.78
67.03
53.79
96.91
77.53
60.91
97.02
83
58.25
94.45
70.96
60.79
94.7
72,64
61.29
0
20
40
60
80
100
120
SD/MI SMP/MTs SMA/SMK/MA
2011
2012
2013
2014
2015
BAB II GAMBARAN UMUM KONDISI DAERAH II - 55
PERDA R E N C A N A P E M B A N G U N A N J A N G K A M E N E N G A H D A E R A H K A B U P A T E N K U T A I B A R A T 2 0 1 6 - 2 0 2 1
Angka kematian balita disini dikhususkan untuk Anak Balita (AKABA) umur 1-5
tahun adalah Angka Kematian Anak Balita per 1.000 kelahiran hidup. AKABA menggambarkan
tingkat permasalahan kesehatan balita, tingkat pelayanan KIA/Posyandu dan kondisi sanitasi
lingkungan. Capaian indikator AKABA di Kabupaten Kutai Barat terjadi sebesar 2,47 per 1.000
kelahiran hidup, melampaui target 6 per 1.000 kelahiran hidup atau persentase capaian sebesar
242,9 %. Persentase capaian indikator angka kematian balita per 1000 kelahiran hidup tahun
2014 sudah mencapaii target akhir RPJMD 6 per 1000 kelahiran hidup. Dibandingkan dengan
cakupan yang diharapkan dalam oleh pemerintah yaitu 23/1.000 kelahiran hidup, AKABA Kutai
Barat tahun 2014 sudah melampaui target.
Di tahun 2015 Angka Kematian Anak Balita di Kabupaten Kutai Barat adalah 5,15 per
1.000 kelahiran hidup, meningkat dibandingkan tahun 2014 yang mencapai 2,47. Di tahun 2014
dari 2.830 kelahiran hidup berdasarkan data yang ada terjadi7 kasus kematian Anak Balita di
tahun 2014. Jika dibandingkan tahun 2013 sebesar 2,35 per 1.000 kelahiran hidup (9 kematian
balita) maka terjadi kenaikan.
Dalam hal pelayanan kesehatan masyarakat, tahun 2015 juga menunjukkan
peningkatan dibandingkan tahun 2014 dan 2013. Meski demikian, dalam beberapa hal memang
terjadi penurunan walaupun masih dapat dikategorikan baik. Kampung siaga aktif misanya,
terjadi penurunan dari 2013 ke 2014, namun meningkat sangat tajam di 2015. Berdasarkan data
tahun 2014 didapatkan jumlah masyarakat miskin di Kabupaten Kutai Barat sebanyak 59.657
orang dari data masyarakat yang mendapat Jaminan Kesehatan sebanyak 49.478 jiwa. Jumlah
Kunjungan pasien miskin di sarana Kesehatan Strata 1 atau di Puskesmas sebesar 48.131 pasien,
dari data tersebut didapatkan angka utilisasi Pelayanan kesehatan bagi masyarakat miskin
ditingkat pelayanan kesehatan dasar di Kabupaten Kutai Barat tahun 2014 sebesar 80,68 %.
Besaran cakupannya masih berada jauh di bawah target SPM sebesar 100 %.
Pelayanan kesehatan terhadap penduduk oleh dokter juga menunjukkan sedikit
penurunan dari 42,47 di tahun 2013 menjadi 32,74 di tahun 2014 dan meningkat kembali di
tahun 2015 menjadi 40,45, namun untuk rasio bidan menunjukkan peningkatan yang cukup
tinggi sejak 2013 hingga 2015. Dengan demikian, urusan kesehatan di Kutai Baratmeski secara
umum menunjukkan peningkatan namun memerlukan perhatian khusus dalam beberapa hal
khususnya ketersediaan dokter, sarana dan parasaran kesehatan, serta ketersediaan obat di
pustu dan puskesamas. Kondisi kinerja urusan kesehatan disajikan dalam tabel di bawah ini.
Capaian tersebut telah memenuhi kebutuhan berdasarkan persatuan penduduk dan masih
BAB II GAMBARAN UMUM KONDISI DAERAH II - 56
PERDA R E N C A N A P E M B A N G U N A N J A N G K A M E N E N G A H D A E R A H K A B U P A T E N K U T A I B A R A T 2 0 1 6 - 2 0 2 1
belum memenuhi standard idealnya rasio dokter umum sebanyak 40 orang per 100.000
penduduk. Dibandingkan dengan target 40 orang per 100.000 maka pencapaian kinerja
indikator ini telah melampaui target RPJMD.
Indikator rasio dokter spesialis per satuan penduduk menunjukkan tingkat pelayanan
yang dapat diberikan oleh dokter Spesialis dibandingkan jumlah penduduk yang ada. Rasio
dokter Spesialis di Kabupaten Kutai Barat pada tahun 2015 sebanyak 5,5 orang per 100.000
penduduk, meningkat jika dibandingkan dengan tahun 2014 (4,77 orang per 100.000
penduduk). Namun angka tersebut masih di bawah standard idealnya rasio dokter Spesialis
sebanyak 6 orang per 100.000 penduduk. Dibandingkan dengan target 6 orang per 100.000
maka pencapaian kinerja indikator ini sudah mencapai 90 %.
Tabel 2.27. Kinerja Indikator Kesehatan
Indikator Kinerja Satuan 2013 2014 2015
Usia Harapan Hidup tahun 70,78 70,80 72,08
Angka kematian bayi (AKB) Per 1.000 kel.
hidup 5,87 2,47 4,78
Angka Kematian balita (AKABA) Per 1.000 kel
hidup 2,45 2,47 5,15
Angka Kematian Ibu (AKI) Per 100.000 kel
hidup 274,29 141 367,51
Cakupan Pertolongan Persalinan Oleh Tenaga Kesehatan Yang Memiliki Kompetensi Kebidanan
% 88,01 89,67 88,50
Cakupan Balita Gizi Buruk yg mendapat perawatan % 100 100 100
Cakupan kampung/Kelurahan Universal Child Imunisation(UCI)
% 80,00 70,31 86,6
Cakupan Kampung Siaga Aktif % 33,86 26,89 84,54
Cakupan Kampung/Kelurahan Mengalami KLB Yang Dilakukan Penyelidikan Epidemiologi < 24 Jam
% 100 100 100
Persentase Kampung/Kelurahan yang telah memiliki Pustu
% 42,86 82 43,68
Cakupan Pelayanan Kesehatan Dasar Masyarakat Miskin % 74,61 100 100
Cakupan ketersediaan obat di sarana pelayanan kesehatan (PKM, Pustu, PKM K, Poskesdes)
% 95,83 75,82 86,60
Rasio dokter Per 100.000 penduduk
42,47 32,74 40,45
Rasio dokter spesialis Per 100.000 penduduk
4,77 4,77 5,5
Rasio bidan Per 100.000 penduduk
111,14 124,1 128,22
Rasio perawat Per 100.000 penduduk
291,85 331,62 303,47
Kasus Malaria Per 1.000 penduduk
2 2 4,58
Cakupan Penemuan Dan Penanganan Penderita Penyakit TBC BTA +
% 14 63,7 39,54
BAB II GAMBARAN UMUM KONDISI DAERAH II - 57
PERDA R E N C A N A P E M B A N G U N A N J A N G K A M E N E N G A H D A E R A H K A B U P A T E N K U T A I B A R A T 2 0 1 6 - 2 0 2 1
Indikator Kinerja Satuan 2013 2014 2015
Kesembuhan dengan DOTS % 79 49 77,97
Prevalensi TBC Per 100.000 penduduk
47 91 126
Cakupan Penemuan Dan Penanganan Penderita Penyakit DBD
% 100 100 100
Sumber: LAKIP 2014 dan 2015
Dalam rangka memenuhi standar ketersediaan dokter spesialis dan sebagai upaya
memenuhi persyaratan RSUD HIS untuk meningkatkan status dari Type C ke Type B, maka saat
ini sebanyak 18 dokter umum menempuh pendidikan spesialistik. Rasio bidan per jumlah
penduduk menunjukkan seberapa besar ketersediaan tenaga bidan dalam memberikan
pelayanan kepada penduduk. Pada tahun 2015 rasio bidan 128,22 per 100.000 penduduk
meningkat dibandingkan tahun 2014 (124,10 per 100.000 penduduk) di atas rasio ideal bidan
yaitu 100 per 100.000 penduduk. Jika dilihat dari rasio jumlah bidan per satuan penduduk sudah
memenuhi rasio ideal namun bila dilihat dari sebaran tenaga bidan masih banyak berada di Ibu
Kota Kabupaten dan seharusnya tenaga bidan ada di setiap Kampung selain di Puskesmas (18
Puskesmas) dan Rumah Sakit. Dibandingkan dengan target 100 orang per 100.000 maka
pencapaian kinerja indikator ini telah melebihi 100 %.
Sementara itu rasio tenaga perawat per jumlah penduduk menunjukkan seberapa besar
ketersediaan tenaga perawat dalam memberikan pelayanan kepada penduduk. Rasio tenaga
perawat per satuan penduduk di Kutai Barat pada tahun 2015 sebanyak 303,47 per 100.000
penduduk, menurun dibandingkan tahun 2014 (331,62 per 100.000 penduduk) namun telah
melebihi standar rasio perawat yaitu 117,5 per 100.000 penduduk. Jika dilihat dari rasio
perawat persatuan penduduk sudah melebihi rasio ideal namun seperti halnya tenaga bidan
tenaga perawat masih banyak di Ibu Kota Kabupaten, sementara di Puskesmas dan Pustu masih
membutuhkan tenaga perawat terutama pada Puskesmas Perawatan. Dibandingkan dengan
target 200 orang per 100.000 maka pencapaian kinerja indikator ini sudah di atas 100 %.
2.3.1.3. Lingkungan Hidup
Aktivitas pembangunan dan perilaku dunia usaha disegala sektor akan menimbulkan
dampak bagi lingkungan hidup baik positif maupun negatif. Pelaksanaan pembangunan yang
berwawasan lingkungan memaksimalkan dampak positif dan meng-eliminir dampak negatif.
BAB II GAMBARAN UMUM KONDISI DAERAH II - 58
PERDA R E N C A N A P E M B A N G U N A N J A N G K A M E N E N G A H D A E R A H K A B U P A T E N K U T A I B A R A T 2 0 1 6 - 2 0 2 1
Berdasarkan karakteristik dan aktivitas manusia dan kegiatan usahanya diperkirakan akan
mempengaruhi perubahan -perubahan sebagai berikut:
a. Perubahan pada air permukaan;
b. Perubahan pada kualitas udara;
c. Perubahan pada Rona Awal Lingkungan Hidup;
Permasalahan lingkungan hidup timbul seiring dengan kemajuan segala bidang,
termasuk kemajuan dunia usaha baik usaha rumah tangga, industri, pertambangan, pertanian
dan perumahan sehingga mutlak memerlukan kesadaran dan partisipasi dari segala pihak. Saat
ini dirasakan masih kurangnya pemahaman masyarakat dan dunia usaha dalam implementasi
pembangunan berkelanjutan dan berwawasan lingkungan. Selain masih terbatasnya data dan
informasi lingkungan hidup. Pelaksanaan program strategis pada bidang Lingkungan hidup
antara lain : Adipura, Menuju Indonesia Hijau dan PROPER. Tujuan yang ingin dicapai melalui
urusan Lingkungan Hidup adalah:
1. Sumberdaya alam Kutai Barat dikelola secara terarah, terencana dan berkelanjutan.
2. Keseimbangan Lingkungan hidup terpelihara.
3. Pengelolaan sumberdaya alam dan Lingkungan hidup yang handal akan terbentuk, untuk
peningkatan mutu Lingkungan hidup dalam mendukung pembangunan.
4. Sistem pengolahan Lingkungan hidup kondusif serta terbentuk kemitraan dengan berbagai
pihak dalam pelestarian Lingkungan hidup.
5. Tata ruang wilayah yang sesuai dengan kebutuhan akan terbentuk.
Usaha yang dilakukan untuk pencapaian tujuan yang diinginkan Badan Lingkungan
Hidup Kutai Barat, dilakukan dengan mengembangkan berbagai kebijakan kemudian
dilaksanakan secara operasional melalui program-program dan kegiatan. Program dan kegiatan
tersebut dapat berhubungan langsung dengan kebijakan, tetapi ada yang merupakan program
inti Badan Lingkungan Hidup yang mendukung seluruh tujuan dan Visi dan Misi. Kebijakan
penghijauan areal tambang misalnya, sangat penting untuk dilakukan guna menjaga
keseimbangan alam.
Cakupan pengawasan terhadap pelaksanaan AMDAL tahun 2014 mencapai 35%, dan
tahun 2015 meningkat menjadi 38% berdasarkan rasio perusahaan wajib AMDAL yang telah
diawasi terhadap seluruh perusahaan wajib AMDAL. Apabila jumlah perusahaan yang diawasi
pada tahun 2013 dibandingkan dengan tahun 2014 terjadi peningkatan 9 perusahaan atau 9,7%
dari jumlah perusahaan wajib AMDAL (93 Perusahaan).
BAB II GAMBARAN UMUM KONDISI DAERAH II - 59
PERDA R E N C A N A P E M B A N G U N A N J A N G K A M E N E N G A H D A E R A H K A B U P A T E N K U T A I B A R A T 2 0 1 6 - 2 0 2 1
Untuk meningkatkan pengawasan terhadap seluruh perusahaan tersebut diatas,
dibutuhkan penambahan tenaga pengawas yang memiliki kompetensi dan bersertifikat, dan
efektifitas pengawasan pelaksanaan AMDAL sehingga upaya mempertahankan kelestarian dan
kualitas lingkungan hidup dapat berjalan dengan optimal. Selain itu, diperlukan pemahaman
dan kesadaran semua stakeholder bahwa pengawasaan pelaksanaan AMDAL merupakan
tanggung jawab semua pihak sesuai dengan fungsi dan kewenangan masing-masing. AMDAL
harus dilakukan secara sinergis dan terintegrasi terhadap ijin usaha dan kegiatan. Oleh kerena
itu Pemerintah Kabupaten Kutai Barat akan melakukan bimbingan teknis terhadap aparatur dan
sosialisasi pelaksanaan AMDAL kepada 93 perusahaan tersebut.
Semua perusahaan yang bergerak dalam eksploitasi sumber daya alam diklasifikan
sebagai perusahaan yang berpotensi mengganggu lingkungan hidup baik itu perusahaan
tambang, kayu dan perusahaan perkebunan kelapa sawit. Saat ini perusahaan yang bergerak di
sektor pertambangan, kehutanan dan perkebunan yang wajib AMDAL sebanyak 127
perusahaan yang terdiri dari : 75 perusahaan tambang, 25 perusahaan perkayuan dan 31
perusahaan perkebunan.
Dari semua perusahaan yang berpotensi mengganggu lingkungan baru 93 perusahaan
yang sebagian besar perusahaan tambang yang memiliki AMDAL, sedangkan pada tahun 2014
yang memiliki AMDAL 92 perusahaan atau meningkat sebesar 1,17%. Peningkatan yang relatif
kecil tersebut perlu pengawasan lebih ketat terutama perusahaan yang berpotensi merusak
lingkungan, antara lain dengan pemberian sanksi penundaan perpanjangan izin operasi atau
pencabutan izin operasi bisa menjadi langkah kebijakan tetap yang harus ditempuh.
2.3.1.4. Sarana dan prasarana Umum
Sarana dan prasaran umum merupakan urusan yang berkaitan dengan pembangunan
secara fisik. Selama beberapa tahun terakhir pembangunan fisik di Kutai Barat menunjukkan
peningkatan yang cukup tajam, dan pemerintah memiliki komitmen untuk membangun
infrastruktur yang mampu mendukung aktivitas masyarakat, sehingga diharapkan berdampak
pada peningkatan kegiatan ekonomi.
Total panjang jalan di Kutai Barat sampai dengan Tahun 2015 adalah sepanjang 1.994
km berkurang dibanding panjang jalan pada tahun 2014 dan 2013. Hal ini disebabkan karena
aanya pemekaran Kutai Barat menjadi dua kabupaten pada tahun 2013, yaitu Mahakam Ulu.
Selama 2013-2015 hanya panjang jalan desa dan jalan provinsi yang berkurang sedangkan
BAB II GAMBARAN UMUM KONDISI DAERAH II - 60
PERDA R E N C A N A P E M B A N G U N A N J A N G K A M E N E N G A H D A E R A H K A B U P A T E N K U T A I B A R A T 2 0 1 6 - 2 0 2 1
panjang jalan yang lain menunjukkan peningkatan. Jika dibandingkan dengan data tahun 2013,
maka tahun 2014 terdapat Pembangunan Jalan 269,889 Pembukaan jalan baru panjang 12,66
Km, Peningkatan Jalan 58,45 Km serta pemeliharaan jalan sepanjang 3,8 Km. peningkatan
panjang jalan tersebut dikarenakan dibuka jalan-jalan baru yang berstatus jalan Kabupaten dan
Jalan Desa guna mengakses Desa/Kampung satu dengan Desa/Kampung lainnya
Tabel 2.28. Perkembangan Pembangunan Jalan
Status Jalan Tahun
2010 2011 2012 2013 2014 2015
Jalan Nasional 184,75 184,75 184,75 184,75 233,4 233,4
Jalan Provinsi 719,5 719,5 719,5 719,5 99,7 99,7
Jalan Kabupaten 1.015,43 1.278,20 1.434,36 1.665,37 1177,27 1.198,58
Jalan Desa 75,2 147,62 198,6 229,58 268,94 227,24
Non-Status 55,6 80,34 100,54 130,35 227 235,08
Jumlah 2.050,48 2.410,41 2.637,75 2.929,55 2.006,31 1.994,00
Sumber: LAKIP 2014 dan 2015
Kondisi geografis Kutai Barat serta jarak antar kecamatan merupakan salah satu kendala
yang dihadapi dalam kegiatan pengerasan jalan. Prioritas pembangunan jalan adalah jalan yang
mampu meningkatkan akses masyarakat antar wilayah, sehingga mampu mendukung aktivitas
ekonomi dan distribusi barang dan jasa di Kutai Barat. Selain itu, pembangunan jalan
diharapkan mampu mengatasi keterisoliran beberapa kampung atau daerah yang terjadi selama
ini. Kelancaran akses antar wilayah akan mampu mendorong aktivitas ekonomi masyarakat,
sehingga tingkat ketimpangan pembangunan dan kondisi sosial ekonomi yang ada diantara
wilayah dapat direduksi.
Bila kondisi jalan diklasifikasikan sesuai kondisinya, maka kondisi jalan di Kutai Barat
terdiri dari jalan dalam kondisi mantap baik 1004,81 km, kondisi mantap sedang 754,10 km,
kondisi rusak ringan 136,35 km, rusak berat 98,74 km. Dari data tersebut berarti diketahui
bahwa ruas jalan dalam dengan kondisi mantap telah mencapai sekitar 88% dibanding pada
tahun tahun sebelumnya yang mencapai 85,6%.
Pembangunan di bidang pengairan juga menjadi perhatian pemerintah. Saluran irigasi
primer pada tahun 2010 memiliki panjang 66,5 km dan pada tahun 2014 menjadi 45,5 km dan
tahun 2015 menjadi 49,80 km. Penurunan panjang irigasi ini disebabkan karena adanya
pemekaran Kutai Barat menjadi dua kabupaten. Dari jumlah tersebut 41,1 km atatu 90,32%
irigasi dalam kondisi baik dan tahun 2015 menjadi 96,87%.
BAB II GAMBARAN UMUM KONDISI DAERAH II - 61
PERDA R E N C A N A P E M B A N G U N A N J A N G K A M E N E N G A H D A E R A H K A B U P A T E N K U T A I B A R A T 2 0 1 6 - 2 0 2 1
Tabel 2.29. Pembangunan Saluran Irigasi
DATA IRIGASI Tahun
2010 2011 2012 2013 2014 2015
Panjang Irgasi (Km) 66,5 73,5 82,73 86,61 45,467 49,80
Irigasi dengan Kondisi Baik (Km) 60,5 66,5 77,59 82,66 41,110 48,24
Sumber: Dinas pekerjaan Umum Kutai Barat 2014 dan 2015
Pembangunan saluran irigasi dimaksudkan untuk mendorong peningkatan produksi
pertanian masyarakat serta memperlancar debit air untuk mengatasi kemungkinan adanya
banjir. Namun, kondisi alam Kutai Barat terkadang menjadi salah satu hambatan pembangunan
saluran irigasi.
2.3.1.5. Perumahan dan Penataan Ruang
Ruang terbuka hijau kota merupakan bagian dari penataan ruang perkotaan yang
berfungsi sebagai kawasan lindung. Kawasan hijau kota terdiri atas pertamanan kota, kawasan
hijau hutan kota, kawasan hijau rekreasi kota, kawasan hijau kegiatan olahraga, kawasan hijau
pekarangan. Dalam ruang terbuka hijau pemanfatannya lebih bersifat pengisian hijau tanaman
atau tumbuh-tumbuhan secara alamiah ataupun budidaya tanaman seperti lahan pertanian,
pertamanan, perkebunan dan sebagainya.
Proporsi luas Ruang Terbuka Hijau Kawasan Perkotaan Sendawar sebagai Ibukota
Kabupaten Kutai Barat adalah sebesar 30% sesuai yang diamanatkan Undang-Undang Penataan
Ruang nomor 26 tahun 2007. Sampai saat ini rasio Ruang Terbuka Hijau Kawasan Perkotaan
Sendawar baru mencapai 10,04% atau seluas 2.068,8 ha dari luas target yang ditetapkan pada
tahun 2014 sebesar 20% atau 4.118,2 ha terhadap luas wilayah Kawasan Perkotaan sebesar
20.591 ha, pada tahun 2014 tidak ada penambahan Ruang Terbuka Hijau Perkotaan Sendawar
tetap dengan nilai capaian 10,04% atau seluas 2.068,8 ha. Upaya untuk meningkatkan rasio
Ruang Terbuka Hijau Perkotaan Sendawar akan terus dilakukan melalui pembangunan Hutan
Kota, alun-alun, pembangunan jalur hijau dan optimalisasi RTH Privat sejalan dengan Rencana
Detail Tata Ruang (RDTR) Perkotaan Sendawar dan Rencana Tata Bangunan dan Lingkungan
(RTBL) dalam perkotaan Sendawar.
BAB II GAMBARAN UMUM KONDISI DAERAH II - 62
PERDA R E N C A N A P E M B A N G U N A N J A N G K A M E N E N G A H D A E R A H K A B U P A T E N K U T A I B A R A T 2 0 1 6 - 2 0 2 1
Indikator Ruang Terbuka Hijau (RTH) persatuan luas wilayah tidak mengalami
peningkatan dikarenakan pembangunan kawasan hijau kota terdiri atas pertamanan kota,
kawasan hijau hutan kota, kawasan hijau rekreasi kota, kawasan hijau kegiatan olahraga, masih
dalam proporsi tata ruang yang diperuntukan untuk RTH dan belum ada penambahan kawasan
baru.
Saat ini salah satu masalah penggunaan lahan yang paling penting adalah masalah
berkurangnya luasan hutan akibat konversi hutan menjadi perkebunan atau untuk area
pembangunan sarana-prasarana seperti jalan raya.
2.3.1.6. Perhubungan
Pada tahun 2015 jumlah penumpang angkutan umum sungai sebanyak 94.976 orang.
Jumlah ini menunjukkan penurunan dibandingkan tahun 2014 yang besarnya 130.507 orang.
Demikian pula dengan penumpang yang diangkut dengan angkutan umum yang menggunakan
akses darat tahun 2014 tercatat sebanyak 27.125orang dan pada tahun 2015 turun menjadi
22.029 orang. Selanjutnya jumlah penumpang yang menggunakan akses udara di tahun 2014
sebesar tercatat sebanyak 41.579 orang, dan tahun 2015 turun menjadi 32.956 orang.
Tabel 2.30. Perkembangan Angkutan Umum
Keterangan Satuan 2013 2014 2015
Jumlah Arus Penumpang Angkutan Umum:
Laut/Sungai (Orang) Org 179.605 130.507 94.976
Darat (Orang) Org 24.249 27.125 22.029
Udara (Orang) Org 22.222 41.579 32.956
Jumlah Barang Yang Terangkut Melalui Angkutan Umum:
Laut/Sungai (Ton) Ton 33.791 32.915 53.063
Darat (Ton) Ton - - -
Udara (Ton) Ton 5.017 11.543 11.252
Sumber: Dinas Hubkominfo Kutai Barat 2014 dan 2015
Jumlah Barang yang terangkut melalui angkutan umum di Kutai Barat bisa dilakukan
lewat sungai, darat dan udara. Pada tahun 2013 volume barang yang terangkut melalui jalur
sungai sebanyak 33.791 ton pada tahun 2014 sedikit mengalami penurunan menjadi 32.915.,
namun pada tahun 2015 meningkat tajam menjadi 53.063 ton namun di tahun 2015 turun
menjadi 11.252.
Sayangnya jumlah barang yang terangkut melalui darat tidak diperoleh datanya karena
Kabupaten Kutai Barat belum memiliki jembatan timbang dan terminal yang secara akurat
BAB II GAMBARAN UMUM KONDISI DAERAH II - 63
PERDA R E N C A N A P E M B A N G U N A N J A N G K A M E N E N G A H D A E R A H K A B U P A T E N K U T A I B A R A T 2 0 1 6 - 2 0 2 1
dapat mendata jumlah angkutan. Sedangkan barang yang terangkut melalui udara di tahun
2014 sebanyak 11.543 ton
2.3.1.7. Perencanaan Pembangunan
Badan Perencanaan Pembangunan Daerah (Bappeda) merupakan unsur pelaksana
urusan perencanaan pembangunan daerah. Dalam melaksanakan tugas Badan Perencanaan
Pembangunan Daerah di bagi terdiri dari Sekretariat sebagai pelaksana penyiapan bahan
perumusan kebijakan koordinasi perencanaan program dan pelaporan, administrasi keuangan
dan kepegawaian. Bidang Ekonomi sebagai pelaksana dan mengkoordinasikan kegiatan
perencanaan pembangunan Pertanian dan Perikanan, Pertambangan dan energi, industri,
perdagangan dan pariwisata serta pengembangan dunia usaha. Bidang Sosial Budaya sebagai
pelaksana dan mengkoordinasikan kegiatan perencanaan pembangunan dibidang pendidikan,
mental spiritual, kesejahteraan sosial, kependudukan dan ketenagakerjaan, pemerintahan dan
aparatur. Bidang Prasarana dan Pengembangan Wilayah sebagai pelaksana dan
mengkoordinasikan kegiatan perencanaan pembangunan Lingkungan Hidup, Penata Ruang dan
Pemukiman, pembangunan prasarana jalan, perhubungan darat, laut, udara, pos dan
telekomunikasi, energi dan sumber daya air. Bidang Penelitian, Pendataan dan Kerjasama
Pembangunan sebagai pelaksana dan mengkoordinasikan kegiatan – kegiatan penelitian,
pengumpulan data analisis penilaian dan pelaporan hasil pelaksanaan pembangunan daerah
serta melaksanakan dan mengkoordinasikan kegiatan pengkajian wilayah dan pembiayaan
pembangunan dalam rangka perencanaan pembangunan daerah.
Sistem perencanaan pembangunan Kabupaten Kutai Barat bertujuan untuk mendukung
koordinasi antar pelaku pembangunan, terciptanya integrasi, sinkronisasi dan sinergi baik antar
daerah, antar ruang, antar waktu dan antar fungsi pemerintah maupun antar Pusat dan Daerah
untuk menjamin keterkaitan dan konsistensi antara perencanaan, pengganggaran, dan
pengawasan serta menjamin penggunaan sumber daya secara efisien dan efektif.
Dari 196 program yang termuat dalam RPJMD Kutai Barat Tahun 2011-2016, sejumlah
190 program telah terakomodir dalam dokumen RKPD Kutai Barat tahun 2015. Artinya
Keselarasan Program dalam RKPD dengan Program dalam RPJMD telah tercakup sebesar
97,76%. Meskipun belum dapat memenuhi target yang ditetapkan sebesar 100%, namun
capaian tersebut dirasakan sudah baik dibandingkan capaian tahun 2014 sebesar 97,72 %. Hal
BAB II GAMBARAN UMUM KONDISI DAERAH II - 64
PERDA R E N C A N A P E M B A N G U N A N J A N G K A M E N E N G A H D A E R A H K A B U P A T E N K U T A I B A R A T 2 0 1 6 - 2 0 2 1
ini menunjukkan konsistensi Badan Perencanaan Pembangunan Daerah Kutai Barat dalam
merealisasikan Program yang tercantum dalam RPJMD ke dalam RKPD.
Upaya pembenahan sistem perencanaan yang dilakukan Bappeda setidaknya telah
memberikan hasil nyata dimana persentase jumlah usulan Musrenbang yang terakomodir
dalam APBD di tahun 2014 telah mencapai 72,54% dan tahun 2015 meningkat menjadi
74,56%. Keberhasilan capaian ini menggambarkan bahwa Pemerintah Kutai Barat semakin
responsif mengakomodir usulan-usulan yang muncul dari masyarakat melalui Musrenbang
Kecamatan. Perbaikan kinerja perencanaan dilihat dari semakin meningkatnya persentase
usulan Musrenbang yang terakomodir dalam APBD menunjukkan peningkatan dalam 5 tahun
terakhir.
2.3.1.8. Kependudukan dan Catatan Sipil
Dalam urusan kependudukan, pemerintah daerah memberikan pelayanan masyarakat
dalam hal yang berkaitan dengan dokumen kependudukan. Kegiatan tersebut dapat
digambarkan dari beberapa indikator seperti kepemilikan KTP, akte, dan dokumen lainnya.
Tingkat kepemilikian KTP pada tahun 2013 mencapai 56,94% dan pada tahun 2014 naik menjadi
75,50%, sedangkan tahun 2015 sedikit meningkat menjadi 75,55%. Indikator kepemilikan akte
kelahiran per 1000 penduduk menunjukkan kenaikan dari 315,2 di tahun 2014 menjadi 321,29
pada tahun 2015.
Tabel 2.31. Kinerja kependudukan dan Catatan Sipil
Keterangan Satuan 2013 2014 2015
Persentase kepemilikan KTP % 56,94 75,50 75,55
Kepemilikan akta kelahiran per 1.000 penduduk Per 1.000 penduduk 346,43 315,20 321,29
Persentase bayi berakte kelahiran % 50,58 52,50 54,18
Rasio Pasangan Berakte Nikah % 9,83 12,75 20,10
Sumber: Dinas Dukcapil Kutai Barat 2014 dan 2015
Demikian pula dengan kepemilikan akte perkawinan yang tergolong masih kecil, meski
menunjukkan kenaikan dari 9,83% di tahun 2013 menjadi 12,75% di tahun 2014 dan meningkat
cukup tajam di tahun 2015 menjadi 20,10%. Sosialisasi tentang pentingnya kepemilikian
dokumen kependudukan masih perlu dilakukan secara intensif. Keterlibatan kampung dalam
identifikasi kepemilikan dokumen perlu diintensifkan.
BAB II GAMBARAN UMUM KONDISI DAERAH II - 65
PERDA R E N C A N A P E M B A N G U N A N J A N G K A M E N E N G A H D A E R A H K A B U P A T E N K U T A I B A R A T 2 0 1 6 - 2 0 2 1
2.3.1.9. Pemberdayaan Perempuan
Pemberdayaan dan peran perempuan merupakan salah satu indikator dalam rangka
pencapaian misi peningkatan mutu Sumber Daya Manusia (SDM) disamping indikator beberapa
indikator penting lainnya.Peran perempuan pada saat ini selalu diupayakan dalam berbagai
momentum dan kegiatan sehingga diharapkan dapat berdampak positif secara universal dalam
pembangunan baik secara mikro dan makro. Kesetaraan gender dan pemberdayaan
perempuan menjadi salah satu rumusan dalam SDGs sebagai kelanjutan dari MDGs, yang
meliputi poin-poin: (a) rasio anak perempuan di sekolah (SD, SMP, SMA, dan Perguruan Tinggi),
(b) harapan lama sekolah perempuan, (c) kontribusi perempuan dalam pekerjaan upahan, dan
(d) keterwakilan perempuan dalam tugas-tugas sebagai wakil rakyat.
Pembangunan dengan pendekatan gender merupakan pendekatan pembangunan yang
saat ini digunakan oleh Indonesia dan terumuskan dalam kebijakan-kebijakan yang menjadi
landasan hukum dan teknis. Pendekatan pembangunan ini dalam implementasinya
menekankan pada proses penyusunan perencanaan, implementasi, monitoring dan evaluasi
pembangunan yang mengintegrasikan aspirasi, kepentingan dan peranan laki-laki dan
perempuan di dalamnya, serta memperhatikan akses, manfaat dan dampak pembangunan
terhadap laki-laki dan perempuan.
Selanjutnya, pendekatan pembangunan pendekatan gender tidak hanya dilihat dalam
arti peningkatan akses pada sumber daya dan perbaikan tingkat kesejahteraan, tetapi juga
menyangkut proses bagaimana manfaat pembangunan tersebut diperoleh. Artinya, bagaimana
akses, manfaat, kontrol dan dampak pembangunan dapat dirasakan oleh laki-laki dan
perempuan sesuai kebutuhan, aspirasi dan kepentingannya.
Sampai tahun 2015 data tentang PNS menunjukkan bahwa dari 4.644 PNS, sebanyak
2.038 PNS adalah perempuan, sehingga persentase PNS Perempuan telah mencapai 44,70 %
dari seluruh pegawai yang bekerja di pemerintahan. Kondisi ini mencerminkan semakin
berperannya perempuan dalam pemerintahan sehingga kesetaraan gender bisa dikatakan
sudah tercapai. Kemudian dari 731 jabatan esellon, 201 jabatan telah diisi oleh perempuan atau
persentase perempuan yang menduduki jabatan di pemerintahan sebesar 27,50 %. Sampai saat
ini terdapat 2 orang perempuan yang telah menduduki jabatan esselon IIB. Pemerintah
Kabupaten Kutai Barat terus berusaha merepresentasikan perempuan dalam mengambil
keputusan pada lini SKPD yaitu dengan menempatkan perempuan sebagai Kepala beberapa
SKPD.
BAB II GAMBARAN UMUM KONDISI DAERAH II - 66
PERDA R E N C A N A P E M B A N G U N A N J A N G K A M E N E N G A H D A E R A H K A B U P A T E N K U T A I B A R A T 2 0 1 6 - 2 0 2 1
Tabel 2.32. Pemberdayaan Perempuan Kutai Barat
Indikator Kinerja Satuan 2013 2014 2015
Persentase Partisipasi Perempuan Di Lembaga Pemerintah % 42,70 46,75 43,88
Keterwakilan Perempuan Di DPRD % 8 12 16
Partisipasi Angkatan Kerja Perempuan % 65,38 77,85 62,59
Harapan lama sekolah perempuan usia 15 tahun ke atas % 96,01 98,10 96,80
Keterwakilan perempuan di DPRD juga mengalami penignkatan selama 2013-2015.
Untuk indikator Tingkat Partisipasi Angkatan Kerja Perempuan di Kutai Barat, data yang ada
menunjukkan bahwa TPAK perempuan tahun 2014 sebesar 77,85%, dan pada tahun 2015
mengalami penurunan menjadi 62,69%. Capaian ini sudah berada di atas rata-rata nasional
Nasional yang besarnya adalah 40,80%.
2.3.1.10. Sosial
Aspek sosial merupakan bagian dari upaya pemerintah dalam mewujudkan masyarakat
yang sejahtera. Kesejahteraan dapat terjamin apabila permasalahan aspek sosial masyarakat
dapat tertangani dengan baik. Aspek sosial ini antara lain menyangkut penanganan fakir miskin,
orang jompo, anak jalanan, dan sebagainya.
Penanganan terhadap fakir miskin di Kutai Barat terbilang masih sangat rendah padahal
menurut data dari Dinas Sosial terdapat 11.256 jiwa yang dikategorikan miskin. Meskipun baru
494 jiwa yang ditangani pada tahun 2014 tetapi masih lebih baik dibanding tahun 2013
sebanyak 44 KK dan tahun 2015 meningkat sangat tajam menjadi 119 KK.
Tabel 2.33. Perkembangan Penyandang Masalah Sosial
Keterangan Satuan 2013 2014 2015
Jumlah fakir miskin yang ditangani KK 44 50 119
Jumlah anak terlantar yang ditangani orang 65 67 60
Jumlah korban bencana yang ditangani orang 1.114 544 2.404
Jumlah wanita rawan sosial yang dibina orang 7 6 5
Jumlah penyandang cacat yang dibina orang 1 2 7
Jumlah Kelompok Usaha Bersama (KUBE) yang memperoleh bantuan modal usaha
KK 400 300 460
Jumlah anak putus sekolah yang dibina orang 36 10 9
Komunitas Adat Terpencil (KAT) yang diberdayakan KK 60 115 62
Jumlah panti asuhan unit 2 2 2 Sumber: Dinas Sosial Kutai Barat 2014 dan 2015
BAB II GAMBARAN UMUM KONDISI DAERAH II - 67
PERDA R E N C A N A P E M B A N G U N A N J A N G K A M E N E N G A H D A E R A H K A B U P A T E N K U T A I B A R A T 2 0 1 6 - 2 0 2 1
Dalam tahun 2014 jumlah anak terlantar terdata sebanyak 190 jiwa, target yang
ditetapkan 75 orang/jiwa keseluruhan anak terlantar, yang sudah ditangani sebanyak 133 jiwa.
Adapun bentuk penanganan yang diberikan berupa bantuan tambahan gizi bagi 57 balita gizi
buruk dan bantuan alat pencucian mobil dan motor bagi 76 anak terlantar. Diharapkan secara
rutin pembinaan terhadap anak terlantar terus dilakukan dengan syarat tersedianya alokasi
yang proporsional untuk menunjang kegiatan tersebut.
Dalam hal KUBE, Kelompok Usaha Bersama (KUBE) adalah suatu kelompok yang
dibentuk oleh warga/keluarga-keluarga binaan sosial yang terdiri dari orang - orang / keluarga-
keluarga kurang mampu (pra sejahtera) yang menerima pelayanan sosial melalui kegiatan
Program Pemberdayaan Fakir Miskin. KUBE umumnya beranggotakan 10 KK fakir miskin yang
telah terpilih melalui seleksi sebagai Keluarga Binaan Sosial (KBS). Tujuan KUBE diarahkan
kepada upaya mempercepat penghapusan kemiskinan, melalui peningkatan kemampuan
berusaha para anggota KUBE secara bersama dalam kelompok, Peningkatan pendapatan,
Pengembangan usaha dan peningkatan kepedulian dan kesetiakawanan sosial diantara para
anggota KUBE dan dengan masyarakat sekitar. Jumlah kelompok yang mendapatkan bantuan
setiap tahunnya berfluktuasi. Pada tahun 2009 pemberian bantuan diberikan kepada 5
kelompok, 2010 sebanyak 20 kelompok, tahun 2011 jumlah kelompok yang diberikan bantuan
sama seperti tahun 2012 yaitu 50 kelompok. Sedangkan pada tahun 2013 berkurang menjadi 40
kelompok dan pada tahun 2014 terdapat 30 kelompok, namun tahun 2015 kembali nak menjadi
46 kelompok.
Penduduk yang masuk dalam kategori PMKS memerlukan perhatian khusus agar
mereka juga menjadi bagaian dari pembangunan daerah. Kebijakan yang mengarah pada
pembinaan mental serta kemandirian perlu ditangani secara dini sehingga mereka mampu
mengatasi permasalahan yang dihadapi dengan kegiatan produktif.
2.3.1.11. Ketenagakerjaan
Permasalahan ketenagakerjaan merupakan masalah yang selalu ada dan terjadi akibat
ketidakseimbangan antara pencari kerja dengan jumlah pekerjaan yang tersedia. Permasalah
tersebut akan semakin besar potensinya seiring dengan peningkatan angkatan kerja, yang
tercermin dari Tingkat Partisipasi Angkatan Kerja (TPAK).
TPAK dalam tahun 2015 sebesar 72,31%, dan sebagian besar penduduk usia kerja yang
bekerja pada sektor pertanian, pertambangan dan penggalian serta perdagangan. TPAK tahun
BAB II GAMBARAN UMUM KONDISI DAERAH II - 68
PERDA R E N C A N A P E M B A N G U N A N J A N G K A M E N E N G A H D A E R A H K A B U P A T E N K U T A I B A R A T 2 0 1 6 - 2 0 2 1
2015 tersebut menurun dibandingkan tahun 2014 yang besarnya 73,75%. Penurunan tersebut
menunjukan indikasi adanya penurunanpotensi ekonomi dari sisi suplai tenaga kerja. Kondisi ini
disebabkan selama tahun 2015 banyak terjadi kasus PHK di perusahaan-perusahaan tambang,
berkurangnya lowongan pekerjaan serta peningkatan penduduk usia kerja yang tidak diimbangi
dengan jumlah pencari kerja yang telah ditempatkan
Tabel 2.34. Indikator Ketenagakerjaan Kutai Barat
Keterangan Satuan 2013 2014 2015
Tingkat Partisipasi Angkatan Kerja (TPAK) % 73,46 73,75 72,31
Rasio penduduk yang bekerja
1 : 0,91 1 : 0,71 1 : 0,81
Persentase pekerja yang ditempatkan % 14,59 12,50 24,52
Tingkat Kecelakaan Kerja (Kasus) kasus 50 53 23
Tingkat Pemutusan Hubungan Kerja (Kasus) kasus 50 57 72
Jumlah perusahaan yang menjalin kerjasama dengan pemerintah dalam penyediaan bursa tenaga kerja
Perusahaan 84 84 52
Sumber: Dinas Tenaga Kerja Kaupaten Kutai Barat.
Tingkat pengangguran di Kutai Barat tahun 2014 tercatat 6,8% dan tahun 2015
meningkat menjadi 7,11%. Pengangguran terjadi karena adanya ketidaksesuaian antara
permintaan dan penawaran tenaga kerja. Salah satu faktor penyebab pengangguran adalah
masalah pendidikan serta masalah sosial budaya masyarakat. Rata-rata pencari kerja yang
berhasil mendapatkan pekerjaan sebesar 15,43% per tahunnya, dengan persentase
penempatan tertinggi tahun 2011 sebesar 23,21%. Tenaga kerja yang ditempatkan pada tahun
2015 menunjukkan penignkatan drastis menjadi 24,52% dibandingkan tahun 2014 yang hanya
12,50%. Belum seimbangnya antara jumlah pencari kerja, penempatan dan jumlah kebutuhan
perusahaan, sebagian besar dipengaruhi oleh ketidakcocokan antara minat dengan kebutuhan.
Selain itu, keterampilan yang dimiliki oleh pencari kerja sebagian besar tidak sesuai dengan
kebutuhan perusahaan. Masih banyak pencari kerja tidak memenuhi kualifikasi dan kompetensi
yang dipersyaratkan penyedia lowongan kerja.
Jika dilihat dari kelompok usia, pencari kerja selama tahun 2015 masih banyak
didominasi angkatan kerja usia muda (usia 20 - 29 tahun) sebanyak 662 orang (61,01%).
Kemudian dilihat dari tingkat pendidikannya sebagian besar pencari kerja di Kabupaten Kutai
Barat berpendidikan relatif tinggi, hal ini ditandai dengan jumlah pencari yang berpendidikan
SLTA dan SMK yang mencapai 588 atau 54,19%. Dibandingkan dengan trend beberapa tahun
sebelumnya dimana pencari kerja yang mendaftar sebagian besar berpendidikan SLTA ke
BAB II GAMBARAN UMUM KONDISI DAERAH II - 69
PERDA R E N C A N A P E M B A N G U N A N J A N G K A M E N E N G A H D A E R A H K A B U P A T E N K U T A I B A R A T 2 0 1 6 - 2 0 2 1
bawah, namun di tahun 2014 dan 2015 didominasi oleh pendaftar kerja yang berpendidikan
SMA/SMK.
Tabel 2.35. Pencari Kerja Berdasarkan Pendidikan
PENDIDIKAN PENCARI KERJA
L P JMLH
TIDAK TAMAT SD 80 32 112
SD 23 10 33
SLTP 53 12 65
SLTA 213 80 293
SMK 193 102 295
DIPLOMA I 2 1 3
DIPLOMA II - 1 1
DIPLOMA III 32 55 87
S1 105 88 193
S2 - 3 3
TOTAL 701 384 1.085
Sumber: Dinas tenaga Kerja Kabupaten Kutai Barat
Tabel 2.36. Pencari Kerja Berdasarkan Usia
USIA PENCARI KERJA
L P JMLH
15 – 19 96 53 149
20 – 24 220 179 399
25 – 29 170 92 263
30 – 34 92 36 128
35 – 39 64 14 78
40 – 44 31 9 40
45 – 49 18 - 18
50 – 54 9 1 9
55 + 1 - 1
TOTAL 701 583 1.085 Sumber: Dinas tenaga Kerja Kabupaten Kutai Barat
Hal lain dari data di atas adalah sebagian besar orientasi pendidikan penduduk hanyalah
sampai tingkat SMA/SMK. Penduduk berharap mendapatkan pekerjaan setelah mereka
menamatkan pendidikan SMA/SMK. Pendidikan di Kutai Barat perlu diarahkan pada pendidikan
vokasi yang lebih menitikbertakan pada keterampilan praktik, seperti politeknik, akademi, atau
SMK karena mereka yang berlatar pendidikan seperti ini justru dibutuhkan. Berbagai pelatihan
perlu ditingkatkan kualitas dan kuantitasnya agar dapat memenuhi kebutuhan tenaga kerja. Di
BAB II GAMBARAN UMUM KONDISI DAERAH II - 70
PERDA R E N C A N A P E M B A N G U N A N J A N G K A M E N E N G A H D A E R A H K A B U P A T E N K U T A I B A R A T 2 0 1 6 - 2 0 2 1
samping itu, pengembangan kewirausahaan juga menjadi salah satu hal yang perlu dilakukan
secara berkelanjutan melalui perubahan mental dan pola pikir masyarakat.Salah satu upaya
mengatasi hal tersebut adalah dengan menyelenggarakan berbagai pelatihan bagi penduduk
untuk menambah bekal keterampilan praktis yang dibutuhkan.
2.3.1.12. Kesatuan Bangsa dan Politik Dalam Negeri
Urusan kesatuan bangsa dan politik dalam negeri meliputi penciptaan kondisi Kutai
Barat yang tertib, aman, dan terkendali. Situasi ini sangat berpengaruh pada dinamika
kehidupan masyarakat. Dengan suasana yang kondusif masyarakat akan menjalankan aktivitas
dengan tenang dan nyaman. Di samping itu situasi seperti ini diharapkan pula mampu menarik
minat para pelaku ekonomi dari luar Kutai Barat untuk menjalankan aktivitas ekonominya di
Kutai Barat.
Kesatuan bangsa dan politik yang kondusif ditandai antara lain dengan minimnya
gejolak masyarakat, unjuk rasa anarkis, tingkat kriminalitas dalam berbagai bentuk,
kemaksiatan, dan sebagainya. Pemerintah daerah telah melakuka pelatihan untuk satuan
perlindungan masyarakat di masing-masing kecamatan sejak tahun 2007. Upaya tersebut
dilakukan dalam rangka menumbuhkembangkan kesadaran masyarakat tentang pentingnya
menjaga suasana tenang dan terkendali, serta kesadaran untuk melakukan kontrol atas situasi
dan kondisi masing-masing wilayah. Setiap kali pelatihan, rata-rata setiap wilayah
mengikutsertakan 20-25 petugas.
Kinerja di bidang keamanan dan ketertiban menunjukkan bahwa angka kriminalitas
selama 2013-2015 menunjukkan penurunan dari 172 di tahun 2013 menjadi 123 di tahun 2015.
Penurunan angka kriminalitas dalam tahun 2015 disebabkan banyaknya perusahaan tambang
yang tutup di Kabupaten Kutai Barat yang mengakibatkan para pendatang yang berkunjung
berkurang, Faktor lain yang juga memberi andil terhadap penurunan angka kriminalitas adalah
kurangnya tuntutan hidup dan penurunan daya beli masyarakat sebagai konsekuensi kenaikan
harga BBM, rendahnya tingginya kesadaran masyarakat dalam penegakan hukum dan
ketegasan aparat keamanan dalam penanganan kasus gangguan keamanan/kriminal.
Untuk menunjang keamanan dan ketertiban, di setiap desa memiliki setidak-tidaknya
dua poskmaling. Selain itu jumlah linmas per 10.000 penduduk pada tahun 2015 adalah 149,
meningkat dibandingkan tahun 2014 yang besarnya 139. Meski demikian faktanya sering
dijumpai sebagian besar pos siskamling di kampung tidak dijalankan dengan aktif. Keberadaan
BAB II GAMBARAN UMUM KONDISI DAERAH II - 71
PERDA R E N C A N A P E M B A N G U N A N J A N G K A M E N E N G A H D A E R A H K A B U P A T E N K U T A I B A R A T 2 0 1 6 - 2 0 2 1
pos siskamling biasanya difungsikan secara temporary saja, misalnya ketika frekuensi kasus
kriminal yang meningkat seperti maraknya kasus pencurian di wilayah bersangkutan dan pada
saat berlangsungnya pesta demokrasi. Bahkan saat ini semakin banyak siskamling yang aktif
tidak lagi menerapkan sistem piket bergilir, namun menggunakan sistem upah atau iuran.
Tabel 2.37. Kinerja Keamanan dan Ketertiban
Keterangan Satuan 2013 2014 2015
Angka Kriminalitas Kasus per 10.000
Penduduk 172 150 123
Jumlah Demo Demo 4 2 1
Rasio Pos Siskamling Per Jumlah Desa/Kelurahan
2 2 2
Jumlah Linmas Per Jumlah 10.000 Penduduk Orang per 10.000
Penduduk 148,42 139 149
Rasio Jumlah Polisi Pamong Praja Per 10.000 Penduduk Orang 11 19 19
Persentase Tingkat Penyelesaian Pelanggaran K3 (Ketertiban,Ketentraman,Keindahan)Di Kabupaten / Kota
% 35,15 45 45
Cakupan Pelayanan Bencana Kebakaran Kabupaten (%) % 64,46 80 80
Sumber: Badan Kesbangpol Linmas Kutai Barat
Masalah keamanan dan ketertiban sulit untuk diprediksi, namun tetap harus
diantisipasi. Untuk itu keterlibatan semua elemen masyarakat dalam keamanan lingkungan
masing-masing sangat penting untuk dilakukan. Keterlibatan masyarakat dalam masalah ini
dapat dilakukan melalui berbagai program yang mendorong minat masyarakat
mengembangkan pos siskamling secara kuantitatif maupun kualitatif.
2.3.1.13. Pemerintahan Umum
Tugas dan peran pemerintah daerah adalah melayani masyarakat dalam rangka
pembangunan daerah di segala bidang. Tugas tersebut dilakukan oleh pemerintah daerah
melalui semua unsur SKPD yang ada. Pelayanan yang prima akan mampu mendorong
produktivitas masyarakat dalam melakukan berbagai aktivitas pembangunan.
Otonomi daerah semakin memperbesar peran pemerintah dalam rangka mewujudkan
kesejahteraan masyarakat melalui pembangunan daerah. Melalui otonomi daerah, pemerintah
daerah dapat merumuskan kebijakan dan strategi yang diperlukan sesuai dengan situasi dan
kondisi saat ini serta kecenderungan di masa mendatang. Untuk menjalankan otonomi daerah,
kualitas pelayanan pemerintah daerah mutlak diperlukan. Kualitas tersebut dapat terukur
melalui beberapa aspek, seperti kelengkapan SKPD, kualitas SDM aparatur, berbagai peraturan
daerah, mekanisme pengawasan pembangunan daerah, dan sebagainya. Dengan kata lain,
BAB II GAMBARAN UMUM KONDISI DAERAH II - 72
PERDA R E N C A N A P E M B A N G U N A N J A N G K A M E N E N G A H D A E R A H K A B U P A T E N K U T A I B A R A T 2 0 1 6 - 2 0 2 1
dalam otonomi daerah diperlukan reformasi birokrasi menuju efisiensi dan efektivitas
pelayanan. Reformasi birokrasi memerlukan proses, tahapan waktu, kesinambungan dan
keterlibatan semua komponen yang harus saling terkait dan berinteraksi. Reformasi birokrasi
dilakukan melalui penyelarasan kegiatan penataan kelembagaan dan Sumber Daya Manusia
aparatur (SDM Aparatur), penataan ketatalaksanaan secara dinamis, pemantapan system
pengawasan, peningkatan akuntabilitas, peningkatan kualitas pelayanan publik, serta
membangun kultur birokrasi baru. Oleh karena itu, pelaksanaan reformasi birokrasi merupakan
kebutuhan dan harus sejalan dengan perubahan tatanan kehidupan politik, dinamika sosial, dan
dunia usaha.
Pelayanan pemerintahan umum untuk aspek perijinan menunjukkan bahwa pada tahun
2014 tingkat kepuasan masyarakat sebesar 78,336 mengalami sedikit kenaikan dibandingkan
tahun 2013 dan pada tahun 2015 meningkat lagi menjadi 81,80. Searah dengan prinsip Good
Governance dan instruksi Presiden RI nomor 7 tahun 1999 tentang akuntabilitas kinerja instansi
pemerintah sebagai unsur penyelenggara negara mempertanggungjawabkan pelaksanaan
tugas, fungsi dan kewenangannya dalam pengelolaan sumber daya kebijakan yang dipercayakan
kepadanya harus berdasarkan perencanaan strategik yang ditetapkan. LAKIP merupakan media
pertanggungjawaban pelaksanaan tugas, fungsi dan kewenangan dalam pengelolaan sumber
daya kebijakan kepada stakeholder, sebagai umpan pengambilan keputusan pihak terkait
sebagai alas perbaikan manajemen ke pemerintahan dalam peningkatan kinerja instansi
pemerintah.
Pada tahun 2015 dari 51 SKPD yang wajib menyampaikan Laporan Akuntabilitas Kinerja
Instansi Pemerintah (LAKIP), 96,08% atau 49 SKPD telah menyampaikan. Masih terdapat 2
SKPD yang tidak melaksanakan kewajibannya menyampaikan LAKIP yaitu 1 Kantor Kecamatan
dan 1 Kantor Kelurahan. Capaian tersebut meningkat dibanding tahun sebelumnya yaitu
76,79%, namun bukan merefleksikan keberhasilan pencapaian pada indikator ini karena
idealnya seluruh SKPD harus menyampaikan LAKIP. Tinggi persentase SKPD yang
menyampaikan LAKIP karena ada punishment yang diberikan oleh Pemerintah Kutai Barat
berupa pemotongan anggaran SKPD. Selama 5 tahun terakhir persentase SKPD yang telah
menyampiakan LAKIP meningkat setiap tahunnya namun belum memenuhi target yang
ditetapkan.
BAB II GAMBARAN UMUM KONDISI DAERAH II - 73
PERDA R E N C A N A P E M B A N G U N A N J A N G K A M E N E N G A H D A E R A H K A B U P A T E N K U T A I B A R A T 2 0 1 6 - 2 0 2 1
Tabel 2.38. Kinerja Pelayanan dan Pemerintahan Umum
Keterangan Satuan 2013 2014 2015
Indeks kepuasan masyarakat dalam proses Pelayanan Perijinan skor 78,208 78,336 81,80
Persentase SKPD yang menyusun Laporan Akuntabilitas Kinerja Instansi Pemerintah (LAKIP)
% 62,49 76,79 96,08
Persentase LAKIP SKPD yang dievaluasi % 22,22 30,7 47,09
Persentase Pengaduan Masyarakat yang ditangani % 23,33 22,2 100
Persentase Jumlah temuan pemeriksaan Reguler yang telah ditindaklanjuti % 59,65 70,2 84,97
Jumlah Bidang yang telah memiliki SPM Bidang 4 4 4
Dalam hal pengaduan masyarakat yag ditangani, terlihat menunjukkan hasil yang masih
kurang sesuai harapan. Pada tahun 2013 terdapat 30 pengaduan masyarakat dan hanya 7 yang
ditindaklanjuti atau 23,33%. Tahun 2014 terdapat 27 penganduan dan hanya 6 yang ditangani
atau 22,2%. Demikian pula dengan peresentase jumlah temuan pemeriksaan reguler yang
ditindaklanjuti, meski terdapat kenaikan dari tahun 2013 ke 2014 yaitu dari 59,65% menjadi
70,2%.
2.3.1.14. Pembedayaan Masyarakat dan Desa
Pemberdayaan Masyarakat merupakan suatu alternatif strategi pengelolaan
pembangunan memprasyaratkan adanya keterlibatan langsung, baik secara perorangan sebagai
warga masyarakat maupun secara melembaga, dalam seluruh proses pengelolaan
pembangunan baik pada tahap perencanaan, pelaksanaan, maupun evaluasi hasil-hasil
pembangunan. Dalam kaitan ini, maka pemerintah pusat maupun daerah, bahkan seluruh
institusi pengelola pembangunan berkewajiban menciptakan akses yang seluas-luasnya bagi
masyarakat untuk berperan aktif dalam seluruh proses pengelolaan pembangunan agar tercipta
demokratisasi pengelolaan pembangunan pada tingkat masyarakat.
Pemberdayaan masyarakat tidak hanya mengembangkan potensi ekonomi rakyat tetapi
juga harkat dan martabat, rasa percaya diri dan harga dirinya serta terpeliharanya tatanan nilai
budaya masyarakat Kabupaten Kutai Barat. Pemberdayaan sebagai konsep sosial budaya yang
dalam pelaksanaan pembangunannya berpusat pada rakyat, tidak saja menumbuhkan dan
mengembangkan nilai tambah ekonomi, tetapi juga nilai tambah sosial budaya. Peran Badan
Pemberdayaan Masyarakat dan Pemerintahan Kampung (BPMPK) Kabupaten Kutai Barat dalam
aktivitas sosial hampir sebagian kegiatannya berhubungan dengan masyarakat.
Kinerja pembinaan terhadap aparatur Kampung agar tertib menjalankan administrasi
Pemerintahan Kampung terus meningkat setiap tahunnya. Kondisi ini tercermin dari semakin
BAB II GAMBARAN UMUM KONDISI DAERAH II - 74
PERDA R E N C A N A P E M B A N G U N A N J A N G K A M E N E N G A H D A E R A H K A B U P A T E N K U T A I B A R A T 2 0 1 6 - 2 0 2 1
banyak Kampung yang dinilai tertib menjalankan administrasi pemerintahannya, dimana pada
tahun 2011hanya 110 Kampung/ Kelurahan yang melaksanakan adminitrasi dengan baik,
jumlahnya terus meningkat menjadi 121 Kampung/ Kelurahan di tahun 2012, 130 Kampung/
Kelurahan di tahun 2013, 152 Kampung/ Kelurahan di tahun 2014 dan 190 Kampung dan 4
Kelurahan di tahun 2015.
Untuk urusan LSM, berdasarkan hasil pendataan Badan Kesatuan Bangsa dan Politik
Kutai Barat saat ini terdapat sebanyak 16 buah LSM namun hanya 6 LSM yang aktif, disebabkan
banyak yang tidak memiliki pondasi finansial yang kuat sehingga tidak mampu membiayai
rutinitas operasional organisasinya atau aktivitas tidak berjalan. Selain itu LSM di Kabupaten
Kutai Barat mayoritas hanya menjalankan fungsinya sebagai kontrol sosial saja, hanya ada
beberapa saja yang mempunyai aktivitasnya sebagai pendidik, lingkungan, keagamaan,
ekonomi dan lain-lain. Hal lain yang menjadi permasalahan dalam pengawasan LSM di Kutai
Barat adalah ditemukan banyak LSM tidak memiliki legalitas, maksudnya LSM yang tidak
terdaftar di Badan Kesbangpol atau tidak segera memperpanjang Surat Keterangan Terdaftar
(SKT). Oleh karena itu pada tahun 2015 telah dilaksanakan kegiatan Pemutakhiran data Ormas
dan LSM . Dari kegiatan tersebut akhirnya baru diketahui banyak LSM yang berstatus ilegal dan
tidak beraktivitas lagi.
Tabel 2.39. Pemberdayaan Masyarakat Desa
Keterangan Satuan 2013 2014 2015
Persentase Kampung/Kelurahan yang tertib administrasi % 80 80 100
Jumlah LSM yang aktif Buah 7 6 10
Persentase Posyandu aktif % 57,24 60 51,88
Persentase PKK aktif PKK 90,38 92,48 89,69
Persentase Alokasi Dana Kampung (ADK) sesuai peruntukkannya % 97,50 100 99,47
Persentase capaian keberhasilan pelaksanaan Program Nasional Pemberdayaan Masyarakat (PNPM)
% 100 100
Dalam hal kegiatan alokasi ADK, tahun 2015 seluruh ADK telah dipergunakan sesuai
dengan peruntukannya. jumlah kampung penerima ADK di wilayah Kabupaten Kutai Barat
sebanyak 190 kampung pada 16 Kecamatan yang masing-masing menerima dan ADK sebesar
Rp. 150.000.000,00 per kampung dengan total alokasi sebesar Rp. 28.500.000.000,00. Untuk
mengendalikan dan mengarahkan penggunaan ADK agar sesuai dengan peruntukannya,
Pemerintah Kabupaten Kutai Barat membuat dua tahapan penyaluran ADK, tahap pertama 60%
dan tahap kedua 40% dicairkan jika tim ADK tingkat kampung telah menyelesaikan kegiatan dan
BAB II GAMBARAN UMUM KONDISI DAERAH II - 75
PERDA R E N C A N A P E M B A N G U N A N J A N G K A M E N E N G A H D A E R A H K A B U P A T E N K U T A I B A R A T 2 0 1 6 - 2 0 2 1
menyampaikan laporan pertanggungjawaban (SPJ) tahap pertama untuk diverifikasi oleh tim
Fasilitasi ADK tingkat kecamatan sebagai dasar pemberian rekomendasi pencairan.
2.3.2. Pelayanan Layanan Urusan Pilihan
2.3.2.1. Pertanian
Sektor pertanian merupakan sektor yang paling banyak menyerap tenaga kerja di
Kabupaten Kutai Barat. Dari sisi kontribusinya terhadap perekonomian, sektor pertanian
memiliki kontribusi yang cukup tinggi. Sektor ini merupakan sektor yang paling banyak dikelola
oleh masyarakat sehingga pengelolaan sektor pertanian menjadi sangat penting.
Pembangunan di wilayah Kutai Barat dari tahun ke tahun terus meningkat, begitu juga
dengan realisasi penerimaan daerahnya cenderung meningkat.Salah satu sektor yang terus
dikembangkan adalah sektor pertanian tanaman pangan, perkebunan, peternakan dan
perikanan. Sektor pertanian mempunyai peran yang sangat penting, selain dalam rangka
pemerataan pembangunan wilayah, peningkatan Pendapatan Asli Daerah (PAD), juga dalam
rangka memenuhi dan menjaga stabilitas ketahanan pangan baik nabati maupun hewani di
wilayah Kutai Barat.
Jenis komoditi pertanian yang dikembangkan pada sub sektor tanaman pangan meliputi
padi, palawija, sayur-sayuran dan buah-buahan. Sedangkan pada sub sektor perkebunan
terdapat tiga komoditi unggulan yaitu karet, kakao dan kelapa sawit. Untuk sub sektor
peternakan, terdapat empat jenis ternak yang dominan dikembangkan yaitu ternak sapi,
kerbau, kambing dan babi. Selain itu, jenis unggas yang dibudidayakan antara lain ayam buras,
ayam pedaging, dan itik. Berikutnya adalah sub sektor perikanan, Kabupaten Kutai Barat hanya
memiliki potensi perikanan Perairan Umum yaitu sungai, danau dan rawa dimana meliputi
aktivitas Perikanan Tangkap dan Perikanan Budidaya, akan tetapi kegiatan perikanan yang
paling dominan adalah perikanan tangkap karena terdapat hampir di seluruh Daerah Aliran
Sungai (DAS), sebagian danau dan rawa.
Pengembangan sektor pertanian telah dilakukan oleh pemerintah daerah dalam
berbagai bentuk, antara lain: (1) pengembangan peralatan teknologi tepat guna, (2)
peningkatan kualitas perbenihan, (3) penyuluhan pertanian, (4) peningkatan ketahanan pangan,
dan (5) pengendalian hama penyakit. Dalam kenyataannya, sektor ini masih menghadapi
beberapa permasalahan, antara lain: (1) alih fungsi lahan dari sektor pertanian tanaman pangan
ke sektor lain seperti perkebunan dimana lahan yang dulunya potensi padi ladang dialihkan
BAB II GAMBARAN UMUM KONDISI DAERAH II - 76
PERDA R E N C A N A P E M B A N G U N A N J A N G K A M E N E N G A H D A E R A H K A B U P A T E N K U T A I B A R A T 2 0 1 6 - 2 0 2 1
menjadi kebun karet, kakao ataupun kelapa sawit dan juga pertambangan serta pemukiman dan
pembangunan infrastruktur jalan, (2) minat masyarakat bekerja di sektor pertanian tanaman
pangan makin berkurang, (3) terjadinya penurunan produksi beberapa tanaman palawija seperti
kedelai, kacang tanah dan kacang hijau setiap tahunnya disebabkan penurunan luas panen
komoditi tersebut. Sedangkan jenis tanaman palawija lainnya seperti jagung, ubi kayu dan ubi
jalar produksinya cenderung fluktuatif.
Kontribusi sektor pertanian terhadap PDRB pada tahun 2015 meningkat. Hal ini yang
dipengaruhi peningkatan produksi sub sektor tanaman pangan dan sub sektor perkebunan,
kehutanan, peternakan dan perikanan. Kondisi tersebut menunjukkan bahwa struktur
perekonomian Kabupaten Kutai Barat masih sangat bergantung pada sektor primer yang
mengandalkan sumber daya alam.
Komoditas lainnya seperti jagung pada tahun 2015 memiliki produktivitas sebesar 20,50
kw/ha. Produktivitas jagung ini mengalami penurunan dibandingkan capaian dalam tahun 2014
yang tercatat 21,32 kw/ha. Selanjutnya kacang hijau produktivitasnya tercapai sebesar 11,03
kw/ha dan pada tahun 2015 menurun jadi 10,00 kw/ha. Pada komoditi kacang tanah
produktivitas dalam tahun 2015 tercatat sebesar 11,09 kw/ha, sedangkan pada jenis umbi-
umbian, komoditi kayu mengalami kenaikan produktivitas pada tahun 2015 dibandingkan tahun
2014.
Tabel 2.40. Kinerja Sektor Pertanian, Peternakan, dan Perikanan
Keterangan Satuan 2013 2014 2015
Luas lahan produktif Ha 143.639 143.639 145.039
Jumlah penduduk yang bekerja sebagai petani Orang 76.9 17.422 79.680
Produktivitas tanaman pangan (kwintal/ha)
1. Padi sawah
kwintal/ha
42,20
2. Padi ladang 42,3 42,733 31,89
3. Palawija: 30,61 31,89
a. Jagung 21,32 21,32 20,50
b. Kacang Hijau 11,49 11,03 10,00
c. Kacang tanah 10,89 11,24 11,09
d. Ubi Kayu 218,40 226,22 228,37
e. Ubi Jalar 91,37 92,66 92,74
Produktivitas tanaman perkebunan
1. Karet
Ton/ha
2,7 48,39 1,39
2. Kelapa Sawit 80,5 20,45 1,52
3. Kakao 20,19 19,90 0,02944
produksi daging ternak
1. sapi
Kg
120 110.577 55.330
2. kerbau 3.7 3.801 2.390
3. babi 187.34 149.767 75.460
BAB II GAMBARAN UMUM KONDISI DAERAH II - 77
PERDA R E N C A N A P E M B A N G U N A N J A N G K A M E N E N G A H D A E R A H K A B U P A T E N K U T A I B A R A T 2 0 1 6 - 2 0 2 1
Keterangan Satuan 2013 2014 2015
4. ayam pedaging 323 312.306 157.040
5. ayam buras 84.82 72.723 36.970
6. - itik 4.028 4.045 2.260
Jumlah Penduduk yg bekerja sebagai Nelayan (jiwa) Org
a. Budidaya Jiwa 3000 4.611 4.266
b. Tangkap Jiwa 24.474 15.332 15.354
Jumlah Produksi Ikan Budidaya : (kg)
a. Tangkap Kg 1.171 1.144,50 1.177,50
b. Keramba
464 606,70 606,7
c. Kolam
111 119,80 105,07
2.3.2.2. Kehutanan
Kabupaten Kutai Barat merupakan salah satu kabupaten yang kaya akan potensi
sumberdaya alam (SDA). Potensi sumberdaya alam seperti hutan alam dan pertambangan
batubara dan emas merupakan salah satu modal dasar untuk melaksanakan roda pembangunan
bagi kesejahteraan rakyat.
Hutan merupakan Hutan Alam yang sebagian besar didominasi kelompok
Dipterocarpaceae atau kelompok Meranti. Selain itu ditemui tumbuhan seperti ulin, medang,
benuang, panlajau dan nyatoh dan juga rotan, bambu, pakis, nipah dan anggrek. Disamping
tumbuhan, juga dijumpai fauna seperti orangutan, owa-owa, kelempiau, bekantan, trenggiling,
landak, babi hutan, rusa, kijang, ikan, pesut, dan berbagai jenis burung (enggang, punai, mutai
batu, ayam hutan/sakang, selang, dan lain-lain).
Dalam pengelolaannya, hutan dan kehutanan ini dilakukan oleh Dinas Kehutanan
Kabupaten Kutai Barat yang dibentuk berdasarkan Peraturan Daerah Kabupaten Kutai Barat
Nomor 27 Tahun 2001. Wilayah Dinas Kehutanan Kabupaten Kutai Barat ini dalam administrasi
Kehutanan pada orde baru meliputi tiga Cabang Dinas Kehutanan (CDK) yang pada saat itu
merupakan bagian dari struktur Dinas Kehutanan Provinsi Kalimantan Timur yaitu CDK
Mahakam Ulu, CDK Balikpapan dan CDK Mahakam Tengah.
Dinas Kehutanan Kabupaten Kutai Barat ini bertugas melaksanakan kewenangan
otonomi dalam rangka desentralisasi dan melaksanakan tugas-tugas di bidang Kehutanan yang
masih menjadi tanggung jawabnya serta tugas-tugas lain yang diberikan Bupati sesuai dengan
kewenangannya. Kelembangaan Dinas Kehutanan Kabupaten Kutai Barat yang masih baru ini,
kiranya masih banyak penataan yang perlu dilakukan baik sistem, manajerial maupun teknis
dalam pengelolaan hutan di Kabupaten Kutai Barat dengan mendayagunakan seluruh potensi
BAB II GAMBARAN UMUM KONDISI DAERAH II - 78
PERDA R E N C A N A P E M B A N G U N A N J A N G K A M E N E N G A H D A E R A H K A B U P A T E N K U T A I B A R A T 2 0 1 6 - 2 0 2 1
sumberdaya yang ada. Sekalipun demikian, berbagai kendala/persoalan (isu) masih terjadi dan
merupakan tantangan untuk mengatasinya.
Dari total luas hutan di Kabupaten Kutai Barat pada tahun 2014, pemanfaatan terbesar
digunakan untuk hutan produksi terbatas dan hutan produksi yaitu seluas 1.719.718,76 ha atau
sekitar 61,45%. Pada Tahun 2013 produksi kayu bundar sebagai produksi utama sub sektor
kehutanan adalah jenis kayu meranti yang mampumenghasilkan 328.572,84 m3 atau sekitar
57,18 persen dari total produksi kayu bundar di Kabupaten Kutai Barat.
Jumlah produksi kayu bulat tahun 2015 mencapai 156.157,47 m3. Realisasi tersebut
lebih rendah apabila dibandingkan dengan tahun 2014 sebanyak 403.433,22 m3. Dengan
penurunan produksi kayu bulat akan berdampak kepada PAD setiap tahunnya sehingga harus
terus diupayakan pembinaan dan pengawasan yang berwawasan lingkungan terhadap
perusahaan kayu yang beroperasi di wilayah Kabupaten Kutai Barat. Produksi kayu bulat
tersebut selain memberi dampak bagi peningkatan PAD, satu sisi dapat merusak lingkungan
apabila tanpa pengawasan sebagaimana RKT yang sudah disusun.
Tabel 2.41. Kinerja Kehutanan
Keterangan Satuan 2013 2014 2015
Jumlah Produksi Kayu Bulat M3 420.722.88 420.722.88 156.157,47
Jumlah Ijin HPH Yang Dikendalikan % 95 98 43,33
Jumlah DBH SDA Kehutanan Rp 52.094.840.579 61.650.000.000 53,39
Luas Lahan Yang Direhabilitasi Ha 1.925 1.925 1.140
Jumlah Ijin Tambang Yang Melaksanakan Reklamasi
Ijin 10 12 5
Persentase lahan eks pertambangan yang telah direklamasi
% 98.35 98,35 100
Untuk menjaga kelestarian hutan pihak Pemerintah Daerah dan perusahaan telah
melakukan kegiatan reboisasi hutan dan lahan, melalui kelompok tani. Luas lahan yang
direhabilitasi pada tahun 2015 mencapai luas 1.140 ha. Faktor yang mempengaruhi
pelaksanaan reboisasi sebagaimana petunjuk pelaksanaan kegiatan reboisasi hutan dan lahan,
harus dilaksanakan oleh kelompok tani dengan berbagai persyaratan yang menyertainya dan
sebagian besar hanya dapat dilaksanakan rancangan teknis rehabilitasi sehingga serapan
anggaran dan pelaksanaan kegiatan tidak bisa dilaksanakan maksimal akibat berbagai kendala
teknis di lapangan.
Kabupaten Kutai Barat yang sarat akan potensi sumberdaya hutan alam telah lama
dilakukan eksploitasi oleh barbagai investor, pada kenyataannya hasilnya belum dapat
BAB II GAMBARAN UMUM KONDISI DAERAH II - 79
PERDA R E N C A N A P E M B A N G U N A N J A N G K A M E N E N G A H D A E R A H K A B U P A T E N K U T A I B A R A T 2 0 1 6 - 2 0 2 1
terdistribusi kepada masyarakat sekitar hutan yang ada. Hal ini perlu dilakukan reorientasi dan
renovasi secara bertahap kepada pengelolaan yang bersifat kelembagaan adat dengan suatu
pengaturan dari proses produksi hingga pasar, dimana masing-masing mempunyai peran dan
posisi yang saling menghormati dalam satu kesatuan pembangunan kehutanan di Kabupaten
Kutai Barat.
Dalam bidang reboisasi dan rehabilitasi hutan dan lahan di Kabupaten Kutai Barat
dalam setiap tahunnya telah dilakukan. Sementara laju deforestasi di Kabupaten Kutai Barat
lebih besar dari kegiatan reboisasi. Kondisi ini, perlu mendapat perhatian secara seksama,
penting dan strategis dalam pelestarian hutan dan lahan serta kelestarian usaha. Pelaksanaan
rehabilitasi hutan dan lahan pada areal yang dibebani hak pengusahaan hingga saat ini belum
dilakukan pengendalian secara mantap melalui tahapan pembinaan hingga tahap penegakan
hukum (law enforcement) yang terpadu dan berkesinambungan. Kelemahan dalam
pengendalian produksi kayu dan rehabilitasinya perlu diseimbangkan melalui berbagai upaya
program-program rehabilitasi hutan dan lahan dalam mendukung Gerakan Nasional Rehabilitasi
Hutan Dan Lahan (GN-RHL/GERHAN).
2.3.2.3. Pariwisata
Kutai Barat memiliki potensi wisata yang cukup besar, baik wisata budaya dan maupun
wisata alam. Obyek wisata di Kutai Barat tersebar hampir di semua kecamatan, sehingga setiap
kecamatan juga memiliki kesempatan untuk mengembangkan wilayahnya. Sektor pariwisata
berkaitan erat dengan sektor ekonomi kain khususnya perdagangan, hotel, dan restoran.
Pengembangan sektor pariwisata akan berdampak pada pengembangan perdagangan
masyarakat di obyek wisata. Selain itu, pengembangan pariwisata akan memacu tumbuhnya
usaha penginapan serta rumah makan dan restoran.
Jumlah wisatawan manca negara pada tahun 2014 sebanyak 169 orang mengalami
peningkatan dibanding tahun 2013, namun pada tahun 2015 mengalami penurun menjadi 137
wisatawan. Untuk tingkat kunjungan wisatawan domestik pada tahun 2014 sebanyak 26.475
orang meningkat dari tahun 2013 yang jumlahnya sebanyak 20.136 dan pada tahun 2015 terjadi
penurunan menjadi 24.350 orang.Penurunan jumlah wisatawan nusantara maupun wisatawan
manca negara sangat dipengaruhi oleh fasilitas,akses dan daya tarik dari destinasi pariwisata
yang ada. Hingga tahun 2015 jumlah tempat yang mendapatkan bantuan operasional terealisasi
20 lokasi dari target 10 lokasi atau sebesar 200%, mengalami peningkatan dibandingkan tahun
2014 yang diberikan bantuan operasional pada 14 tempat wisata.
BAB II GAMBARAN UMUM KONDISI DAERAH II - 80
PERDA R E N C A N A P E M B A N G U N A N J A N G K A M E N E N G A H D A E R A H K A B U P A T E N K U T A I B A R A T 2 0 1 6 - 2 0 2 1
Tabel 2.42. Perkembangan Wisatawan
Keterangan Satuan 2013 2014 2015
Jumlah Wisatawan Mancanegara Orang 69 169 137
Jumlah Wisatawan Nusantara Orang 20.316 26.475 24.350
Jumlah tempat wisata yang mendapatkan bantuan operasional Lokasi 9 14 20
Rata-rata lama menginap di hotel/penginapan Hari 7 5 4
Agar sektor pariwisata dapat menjadi andalan bagi Kutai Barat, diperlukan berbagai
upaya untuk pengembangannya. Hal tersebut dapat ditempuh misal dengan pengembangan
jalur wisata, yang memungkinkan wisatawan dapat menikmati obyek wisata lebih efisien dan
efektif. Selama ini hanya beberapa obyek wisata saja yang menjadi tujuan wisatawan. Hal ini
dapat terjadi karena pertimbangan waktu, biaya, dan tingkat kesulitan. Mengingat jarak antar
obyek yang cukup jauh, wisatawan cenderung memilih obyek-obyek tertentu saja agar lebih
efisien dan tidak menghabiskan banyak waktu.
Untuk membangun jalur wisata, dibutuhkan peta wisata yang menghubungkan titik-titik
wisata potensial. Upaya tersebut harus diimbangi dengan pembangunan akses jalan dan infra
struktur yang menuju ke obyek pariwisata, dan hal ini sangat membutuhkan dukungan dan
pendanaan yang tidak sedikit. Namun, pengembangan pariwisata akan terus dilakukan secara
bertahap dengan memperhatikan skala prioritas.
2.3.2.4. Industri dan Perdagangan
Industri dan perdagangan di Kutai Barat memiliki kontribusi yang cukup besar di dalam
perekonomian daerah. Hal tersebut terlihat dari besarnya kontribusi sektor ini terhadap PDRB.
Pada tahun 2013 tercatat 364 unit usaha dengan menyerap 552 tenaga kerja, dengan total nilai
investasi Rp 40.779.196,000. Adapun besar kapasitas nilai produksi sebesar Rp 18.660.018,000
dengan nilai produksi sebesar yang membutuhkan material senilai Rp 11.275.962,000.
UKM merupakan salah satu basis dalam pengembangan ekonomi kerakyatan. UKM
memliki peran penting dalam pembangunan ekonomi nasional. Menurut Statistik UKM,
kontribusi UKM pda PDB Nasional mencapai lebih dari 50%. Demikian pula dengan penyerapan
tenaga kerja, UKM mampu meyerap tenaga kerja lebih dari 90%. Hal ini mengindikasikan bahwa
peran UKM secara nasional sangat signifikan. Namun, mengapa UKM belum menjadi concern
dalam pembangunan ekonomi nasional?
BAB II GAMBARAN UMUM KONDISI DAERAH II - 81
PERDA R E N C A N A P E M B A N G U N A N J A N G K A M E N E N G A H D A E R A H K A B U P A T E N K U T A I B A R A T 2 0 1 6 - 2 0 2 1
Kendala yang dihadapi UKM untuk meningkatkan share terhadap output nasional, salah
satunya karena keterbatasan untuk memanfaatkan modal di pasar modal, selain juga karena
tidak efisiennya dalam menggunakan teknologi produksi dan rendahnya kemampuan SDM.
Menurut Bank Dunia pembangunan ekonomi lokal seyogyanya: (1) melibatkan interaksi
komponen masyarakat, (2) bertujuan untuk menciptakan pertumbuhan ekonomi dan
penyerapan tenaga kerja. Lebih lanjut Bank Dunia mengatakan bahwa untuk mengembangkan
ekonomi lokal, daerah perlu fokus pada: (1) penciptaan lingkungan usaha yang kondusif, (2)
pengembangan sumberdaya manusia, (3) kemitraan masyarkat dan pemerintah, (4) mendorong
investasi swasta ke barang publik, (5) membangun daya saing lokasi.
2.4. ASPEK DAYA SAING DAERAH
2.4.1. Kemampuan Ekonomi Daerah
2.4.1.1. Makro Ekonomi Daerah
Bila dipandang dari beberapa indikator ekonomi secara keseluruhan, posisi daya saing
kabupaten Kutai Barat dibandingkan dengan daerah lain di Provinsi Kalimantan Timur terlihat
masih terlihat lemah, kecuali dari sisi tingkat pengangguran. Dari sisi jumlah pengangguran,
tahun 2014 tingkat pengangguran di Kutai Barat tergolong kecil bila dibandingkan dengan
daerah lain di Kalimantan Timur yaitu 6,83%. Dari sisi PDRB, berdasarkan perhitungan harga
berlaku memang PDRB Kutai Barat tidak terlalu tinggi. Demikian pula dengan pertumbuhan
ekonomi Kutai Barat 2014 yang sangat kecil yaitu 1,24%. PDRB perkapita pun juga menjadi
relatif kecil bila dibandingkan dengan daerah lainnya. Dalam hal indikator IPM, Kutai Barat
hanya memiliki skor 68,91 sementara sebagian besar daerah lain di Kalimantan Timur di atas 70.
Tabel 2.43. Perbandingan Beberapa Indikator Kinerja Kesejahteraan
Kabupaten/Kota Tingkat
Pengangguran PDRB Harga
Berlaku Pertumbuhan
Ekonomi PDRB
Perkapita IPM
1. Paser 6.69 39692307.3 4.49 34777808 69.87
2. Kutai Barat 6.84 21206603.1 1.24 18785314 68.91
3. Kutai Kartanegara 7.65 149292514.9 -1.35 82836260 71.2
4. Kutai Timur 5.65 97024452.2 3.55 83227494 70.39
5. Berau 10.05 29298153 7.92 24341010 72.26
6. Penajam Pasir Utara 7.52 7284234.5 2.14 5252682 68.6
7. Balikpapan 7.56 71615824.5 4.67 32738385 77.93
8. Samarinda 7.56 46983548.2 4.59 39020375 78.39
9. Bontang 9.38 58775497.2 3.41 17190924 78.58
Sumber: Indikator Penting Kalimantan Timur 2015
BAB II GAMBARAN UMUM KONDISI DAERAH II - 82
PERDA R E N C A N A P E M B A N G U N A N J A N G K A M E N E N G A H D A E R A H K A B U P A T E N K U T A I B A R A T 2 0 1 6 - 2 0 2 1
Indikator ketimpangan dan kemiskinan menunjukkan bahwa dari sisi distribusi
pendapatan Kutai Barat memiliki tingkat ketimpangan yang lebih kecil bila dibandingkan dengan
daerah lain. Namun demikian dari aspek penduduk miskin, persentase penduduk miskin di Kutai
Barat tergolong cukup tinggi.
Tabel 2.44. Perbandingan Gini Ratio dan Penduduk Miskin Antar Daerah
Kabupaten/Kota Gini Ratio Penduduk Miskin (%)
Pasir 0,3070 7.94
Kutai Barat 0,2855 7.7
Kutai Kartanegara 0,3117 7.52
Kutai Timur 0,3047 9.06
Berau 0,3204 4.83
Penajam Paser Utara 0,3255 7.7
Balikpapan 0,3370 2.48
Samarinda 0,3076 4.63
Bontang 0,3533 5.16
2.4.1.2. Kesejahteraan Sosial Budaya Masyarakat
Kesejahteraan masyarakat merupakan salah satu komponen dalam aspek daya saing
daerah. Beberapa ukuran yang dapat dipergunakan untuk melihat kesejahteraan masyarakat
antara lain daya beli masyarakat, pendapatan per kapita, pola konsumsi masyarakat, dan
beberapa ukuran lain. Suatu keadaan sosial ekonomi rumah tangga dapat diamati dari besar-
kecilnya tingkat pendapatan suatu rumah tangga, atau dapat dikatakan juga bahwa tingkat
kesejahteraan suatu rumahtangga dapat dilihat dari tingkat pengeluaran rumahtangga
tersebutper kapita. Namun demikian untuk memperoleh data pendapatan yang akurat adalah
sulit, maka pendekatan yang sering digunakan adalah pendekatan pengeluaran rumah tangga.
Pengeluaran rumah tangga yang terdiri dari pengeluaran makanan dan bukan makanan
dapat menggambarkan bagaimana penduduk mengalokasikan kebutuhan rumah tangganya.
Walaupun harga antar daerah berbeda, namun nilai pengeluaran rumah tangga masih dapat
menunjukkan perbedaan tingkat kesejahteraan penduduk antar provinsi khususnya dilihat dari
segi ekonomi. Metode estimasi yang digunakan dalam memperkirakan besarnya pengeluaran
konsumsi rumahtangga dilakukan secara langsung berdasarkan hasil Survei Sosial Ekonomi
Nasional (SUSENAS).
Rata-rata pengeluaran konsumsi rumah tangga per kapita sebulan penduduk Kutai
Barat tahun 2013 tercatat sebesar Rp888.712, terbagi menjadi konsumsi makanan Rp451.413
dan konsumsi bukan makanan Rp437.299. Pengeluaran konsumsi rumah tangga per kapita pada
BAB II GAMBARAN UMUM KONDISI DAERAH II - 83
PERDA R E N C A N A P E M B A N G U N A N J A N G K A M E N E N G A H D A E R A H K A B U P A T E N K U T A I B A R A T 2 0 1 6 - 2 0 2 1
tahun 2013 mengalami kenaikan Rp69.274 dari tahun 2012 sebesar Rp819.438 dengan
persentase kenaikan sebesar 16,21%.
Secara umum dapat dikatakan semakin tinggi tingkat kesejahteraan masyarakat, maka
akan cenderung semakin berkurang proporsi pengeluaran yang dibelanjakan untuk makanan
dan semakin meningkat proporsi pengeluaran untuk bukan makanan. Pada tahun 2013 di
Kabupaten Kutai Barat persentase pengeluaran untuk makanan sebesar 50,79% dan
pengeluaran non makanan sebesar 49,21%.
Tabel 2.45. Jenis dan Besar Konsumsi Masyarakat
Uraian Tahun
2009 2010 2011 2012 2013 r) 2014 *)
Konsumsi Makanan 259.204 275.193 387.457 418.601 451.413 451.413
Konsumsi Bukan Makanan 212.443 226.202 354.409 400.837 437.299 437.299
TOTAL 471.647 501.865 741.865 819.438 888.712 888.712
Sumber: BPS Kabupaten Kutai Barat
Konsumsi pengeluaran kelompok non pangan adalah sewa, barang tahan lama, BBM,
komunikasi, listrik dan konsumsi non pangan lainnya. Dari hasil Suseda dapat ditarik kesimpulan
bahwa pengeluaran non pangan cenderung lebih besar terjadi pada daerah yang berada di
sekitar ibukota Kabupaten seperti Melak, Barong Tongkok, Sekolaq Darat dan Linggang Bigung
dibanding daerah yang berada jauh dari pusat ibukota Sendawar. Di daerah yang jauh dari
keramaian (perkampungan) gap antara konsumsi makanan dan non makanan terlihat lebar
sementara untuk daerah perkotaan gap/perbedaannya hanya sedikit sekali. Hal ini
mengindikasikan bahwa tingkat kesejahteraan penduduk di sekitar ibukota Kabupaten
cenderung lebih tinggi dibandingkan wilayah perkampungan yang jauh dari pusat ibukota.
2.4.2. Fasilitas Wilayah/Infrastruktur
2.4.2.1. Daya Saing Infrastruktur
Kutai Barat secara bertahap dan kontinyu terus berupaya memperbaiki kuantitas dan
kualitas wilayah atau infrastruktur. Pembangunan jalan misalnya, terus berkembang dan
menujukkan peningkatan yang signifikan. Jalan Kabupaten dan Provinsi yang diaspal
menunjukkan perkembangan yang cukup baik, seperti jalan Provinsi dari 430 km di tahun 2006
menjadi 563 km pada tahun 2010. Demikian pula dengan jalan Kabupaten dari 109km di tahun
2006 menjadi 189,95 km di tahun 2010. Upaya memperbaiki jalan yang mampu
BAB II GAMBARAN UMUM KONDISI DAERAH II - 84
PERDA R E N C A N A P E M B A N G U N A N J A N G K A M E N E N G A H D A E R A H K A B U P A T E N K U T A I B A R A T 2 0 1 6 - 2 0 2 1
menghubungkan antar wilayah terus dijalankan, yang pada tahap awal ini telah dilakukan
pengerasan dengan batu dari 198 km menjadi 331,95 km. Hal ini akan mempermudah akses
transportasi dan distribusi barang/jasa antar wilayah sehingga mampu memacu pertumbuhan
ekonomi wilayah.
Pada tahun 2006 jumlah pasar umum yang ada di Kabupaten Kutai Barat berjumlah 17
pasar yang berpusat pada 17 Kecamatan yang konsentrasi jumlah penduduknya lebih banyak,
dan pada tahun 2010 perkembangan pasar umum bertambah menjadi 24 pasar yang berpusat
pada 17 Kecamatan, sehingga perkembangan pasar umum tahun 2006 dibandingkan pada
tahun 2010 meningkat 29,17 % dan setiap tahun meningkat 7,29 %. Kondisi menunjukkan
bahwa dinamika perekonomian di Kutai Barat berkembang cukup pesat terutama untuk sektor
perdagangan kecil dan eceran.
2.4.2.2. Daya Saing Sumber Daya Alam
Kutai Barat memiliki sumberdaya alam yang besar untuk dikembangkan, khususnya
dalam bidang pertambangan dan pertanian. Bidang pertambangan masih memungkinkan untuk
dikembangkan dan bidang ini menguasai sekitar 50% PDRB di Kutai Barat, melalui tambang batu
bara yang tergolong besar di Kalimantan Timur. Dari sektor pertanian, Kutai Barat merupakan
penghasil karet dan kelapa sawit yang terkemuka di Kalimantan Timur. Demikian pula dengan
hasil hutan terutama kayu meranti yang mampu memberikan kontribusi besar bagi Kutai Barat.
Pemerintah membuka kesempatan seluas-luasnya kepada investor di bidang perkebunan
tersebut karena masih memiliki potensi yang besar untuk dikembangkan.
Sektor pertanian yang memiliki potensi besar adalah tanaman pangan yaitu padi,
palawija, sayur, dan buah-buahan. Untuk perkebunan, terdapat tiga sektor potensial yaitu
karet, kelapa sawit, dan kakao. Kutai Barat juga memiliki potensi dalam hal peternakan dan
perikanan. Sektor peternakan yang potensial adalah terutama peternakan sapi dan babi.
Dengan luasnya daerah Kutai Barat, terdapat 45% yang masih memungkinkan
dimanfaatkan untuk sektor pertanian. Sesuai dengan rencana tata ruang yang ada, lokasi
tersebut terutama di kecamatan Long Hubung, Damai, Muara Pahu, Barong Tongkok, Bentian,
Melak, Jempang, Penyinggahan dan Bongan.
BAB II GAMBARAN UMUM KONDISI DAERAH II - 85
PERDA R E N C A N A P E M B A N G U N A N J A N G K A M E N E N G A H D A E R A H K A B U P A T E N K U T A I B A R A T 2 0 1 6 - 2 0 2 1
2.4.3. Iklim Investasi
Sebagaimana diketahui bahwa dalam Penjelasan Umum Undang-Undang Nomor 32
Tahun 2004 tentang Pemerintahan Daerah antara lain ditegaskan bahwa tujuan pemberian
otonomi daerah adalah dalam rangka peningkatan pelayanan dan kesejahteraan masyarakat
yang semakin baik, pengembangan kehidupan demokrasi, keadilan dan pemerataan serta
pemeliharaan hubungan yang serasi antara pemerintah Pusat dan Daerah serta antar Daerah
dalam rangka menjaga keutuhan Negara Kesatuan Republik Indonesia.
Sesuai dengan Instruksi Presiden Nomor 3 Tahun 2006 tentang Paket Kebijakan
Perbaikan Iklim Investasi, maka dalam upaya mendorong pertumbuhan ekonomi melalui
peningkatan investasi dengan memberikan perhatian yang lebih besar pada peran usaha mikro,
kecil, dan menengah, perlu dilakukan penyederhanaan penyelenggaraan pelayanan terpadu.
Investasi di usaha mikro, kecil dan menengah berkembang cukup baik. Industri kecil
yang terdiri dari industri formal dan non formal pada tahun 2006 berjumlah 9.773 meningkat
menjadi 10.746 pada tahun 2010 atau mengalami peningkatan rata-rata pertahun 2,5%.
penyerapan tenaga kerja juga mengalami peningkatan dari 24.091 orang pada tahun 2006,
menjadi 27.722 orang pada tahun 2010 atau peningkatan rata-rata 3,75% per tahun. Industri
menengah besar yang pada tahun 2006 berjumlah 138 unit menjadi 166 unit tahun 2010 atau
meningkat 5% rata-rata per tahun, penyerapan tenaga kerja meningkat dari 63.763 orang pada
tahun 2006 menjadi 71.506 orang tahun 2010 atau meningkat rata-rata pertahun sebesar 3 %.
Dengan iklim investasi yang kondusif, dinamika perekonomian masyarakat akan
berkembang dengan pesat. Kebijakan penyederhanaan yang lebih sederhana dan terpadu akan
mendorong akses masyarakat dalam berinvestasi dan berusaha, baik dari dalam maupun luar
daerah Kutai Barat, akan meningkat.
Selain debirokratisasi perijinan, kondisi Kutai Barat kondusif untuk berinvestasi. Angka
gangguan kriminalitas relatif kecil yaitu rata-rata sekitar 10 per tahun selama 2006-2010.
Tingkat kriminalitas tahun 2009 sebesar 214 dan sebagian besar merupakan kasus yang tidak
tergolong besar, sehingga secara umum kondisi Kutai Barat aman untuk melakukan berbagai
aktivitas. Demikian juga dengan kasus unjuk rasa yang sepanjang 2006-2010 rata-rata terdapat
1 kali unjuk rasa.
BAB II GAMBARAN UMUM KONDISI DAERAH II - 86
PERDA R E N C A N A P E M B A N G U N A N J A N G K A M E N E N G A H D A E R A H K A B U P A T E N K U T A I B A R A T 2 0 1 6 - 2 0 2 1
2.4.4. Sumberdaya Manusia
Angkatan kerja Kutai Barat berjumlah sekitar 90.000 pada tahun 2005, dan sebagian
besar berusia 25-39 tahun. Jumlah tersebut merupakan potensi besar dalam hal supply tenaga
kerja. Dari sisi ketersediaan tenaga kerja, upah, dan keterampilan, SDM Kutai Barat memiliki
daya saing yang cukup baik. Jumlah tenaga kerja dengan rentang usia yang masih produktif
tersedia dalam jumlah yang cukup banyak. Tingkat upah mereka pun cukup kompetitif, yang
dapat dilihat dari UMK. Di samping itu pemerintah memiliki komitmen dan program yang
sistematis dalam pembinanaan calon tenaga kerja melalui pelatihan dan BLK. Hal ini menjadikan
Kutai Barat memiliki posisi daya saing yang cukup baik dibandingkan dengan daerah lain.
2.5. KONDISI UMUM HASIL PEMBANGUNAN BERDASARKAN INDIKATOR AGREGAT
Tabel 2.46. Kinerja Agregat Pembangunan Kutai Barat
Indikator Kinerja Satuan 2013 2014 2015
Harapan Lama Sekolah % 97,05 97,22 97,62
Angka Rata-rata Lama Sekolah Tahun 8,42 8,40 8,53
Angka Putus Sekolah (APS) SD/MI % 0,15 0,15 0,07
Angka Putus Sekolah (APS) SMP/MTs % 1,36 1,3 1,02
Angka Putus Sekolah (APS) SMA/SMK/MA
% 2,22 2,35 1,77
Angka Kelulusan (AK) SD/MI % 100 100 100
Angka Kelulusan (AK) SMP/MTs % 99,89 100 100
Angka Kelulusan (AK) SMA/MA % 98,00 99,9 100
Angka Kelulusan (AK) SMK % 99,88 100 100
Angka Partisipasi Kasar (APK) SD/MI % 113,36 109,75 115,28
Angka Partisipasi Kasar (APK) SMP/MTs
% 100,06 100,22 103,9
Angka Partisipasi Kasar (APK) SMA/SMK/MA
% 87,66 87,70 97,03
Angka Partisipasi Murni (APM) SD/MI % 97,02 94,45 94,70
Angka Partisipasi Murni (APM) SMP/MTs
% 83,00 70,96 72,64
Angka Partisipasi Murni (APM) SMA/SMK/MA
% 58,25 60,79 61,29
Persentase bangunan SD/MI dalam kondisi baik
% 97,47 97,93 97,93
Persentase bangunan SMP/MTs dalam kondisi baik
% 96,24 99,25 99,26
Persentase bangunan SMA/MA dalam kondisi baik
% 91,53 93,62 93,58
Persentase bangunan SMA/SMK dalam kondisi baik
% 90,18 97,50 92,50
Guru yang memenuhi Kualifikasi S1 % 35,84 39,19 51,89
Guru yang telah bersertifikasi Orang 821 943 31,46
.
BAB II GAMBARAN UMUM KONDISI DAERAH II - 87
PERDA R E N C A N A P E M B A N G U N A N J A N G K A M E N E N G A H D A E R A H K A B U P A T E N K U T A I B A R A T 2 0 1 6 - 2 0 2 1
Usia Harapan Hidup tahun 70,78 70,80 72,08
Angka kematian bayi (AKB) Per 1.000 kel. hidup
5,87 2,47 4,78
Angka Kematian balita (AKABA) Per 1.000 kel
hidup 2,45 2,47 5,15
Angka Kematian Ibu (AKI) Per 100.000
kel hidup 274,29 141 367,51
Cakupan Pertolongan Persalinan Oleh Tenaga Kesehatan Yang Memiliki Kompetensi Kebidanan
% 88,01 89,67 88,50
Cakupan Balita Gizi Buruk yg mendapat perawatan
% 100 100 100
Cakupan kampung/Kelurahan Universal Child Imunisation(UCI)
% 80,00 70,31 86,6
Cakupan Kampung Siaga Aktif % 33,86 26,89 84,54
Cakupan Kampung/Kelurahan Mengalami KLB Yang Dilakukan Penyelidikan Epidemiologi < 24 Jam
% 100 100 100
Persentase Kampung/Kelurahan yang telah memiliki Pustu
% 42,86 82 43,68
Cakupan Pelayanan Kesehatan Dasar Masyarakat Miskin
% 74,61 100 100
Cakupan ketersediaan obat di sarana pelayanan kesehatan (PKM, Pustu, PKM K, Poskesdes)
% 95,83 75,82 86,60
Rasio dokter Per 100.000 penduduk
42,47 32,74 40,45
Rasio dokter spesialis Per 100.000 penduduk
4,77 4,77 5,5
Rasio bidan Per 100.000 penduduk
111,14 124,1 128,22
Rasio perawat Per 100.000 penduduk
291,85 331,62 303,47
Kasus Malaria Per 1.000 penduduk
2 2 4,58
Cakupan Penemuan Dan Penanganan Penderita Penyakit TBC BTA +
% 14 63,7 39,54
Kesembuhan dengan DOTS % 79 49 77,97
Prevalensi TBC Per 100.000 penduduk
47 91 126
Cakupan Penemuan Dan Penanganan Penderita Penyakit DBD
% 100 100 100
.
Kunjungan Rawat Jalan orang 25.801 22.567 24.073
Kunjungan Rawat Inap orang 10.775 12.312 14.147
BOR (Bed Occupancy Rate/Angka Penggunaan Tempat Tidur)
% 66 68 61,1
ALOS (Average Length Stay/Rata-Rata Lamanya Pasien Dirawat)
hari 6 6 3,4
NDR (Net Death Rate) 0/00 1,50 1,03 1,4
Jumlah komplain masyarakat tentang pengelolaan kesehatan yang
% 72 80 80
BAB II GAMBARAN UMUM KONDISI DAERAH II - 88
PERDA R E N C A N A P E M B A N G U N A N J A N G K A M E N E N G A H D A E R A H K A B U P A T E N K U T A I B A R A T 2 0 1 6 - 2 0 2 1
ditindaklanjuti
Jumlah Kampung Belum Dapat Dilalui Dengan Jalur Darat
Kmp 44 3 3
Persentase jalan Kabupaten/Jalan Desa dalam kondisi mantap
% 74,82 86,42 88,55
Persentase jembatan dalam kondisi baik
% 97,47 98,36 98,93
Panjang Jalan yang terbangun Km 231,01 3 342,61
.
Rasio Ruang Terbuka Hijau Per Satuan Luas Wilayah Ber HPL/HGB
% 10,04 10,04 10,04
Rasio Bangunan Ber- IMB Per Satuan Bangunan (%)
% 1,56 1,75 1,86
Rasio Jumlah luas wilayah kebanjiran % 10 6,66 18
.
Jumlah Arus Penumpang Angkutan Umum:
Laut/Sungai (Orang) Org 179.605 130.507 94.976
Darat (Orang) Org 24.249 27.125 22.029
Udara (Orang) Org 22.222 41.579 32.956
Jumlah Barang Yang Terangkut Melalui Angkutan Umum:
Laut/Sungai (Ton) Ton 33.791 32.915 53.063
Darat (Ton) Ton - - -
Udara (Ton) Ton 5.017 11.543 11.252
.
Cakupan pengawasan terhadap pelaksanaan AMDAL
% 30 35 38
Persentase perusahaan yang berpotensi mengganggu lingkungan hidup yang telah memiliki AMDAL
% 69 70 40
Tingkat cakupan pengawasan dan penegakan hukum lingkungan hidup
% 60 100 25
Persentase kasus pelanggaran terhadap Lingkungan yang terselesaikan
% 100 100 100
Tingkat kerusakan dan pencemaran lingkungan (%)
% 10 10 7
.
Persentase kepemilikan KTP % 56,94 75,5 75,55
Kepemilikan akta kelahiran per 1.000 penduduk
Per 1.000 penduduk
346,43 315,20 321,29
Persentase bayi berakte kelahiran % 50,58 52,50 54,18
Rasio Pasangan Berakte Nikah % 9,83 12,75 20,10
Penerapan KTP Nasional Berbasis NIK Sudah/Belum Sudah Sudah Sudah
Ketersediaan database kependudukan berskala Provinsi
Ada/Tidak Ada
Ada Ada Ada
.
Persentase Partisipasi Perempuan Di Lembaga Pemerintah
% 42,70 46,75 43,88
Keterwakilan Perempuan Di DPRD % 8 12 16
Partisipasi Angkatan Kerja Perempuan % 65,38 77,85 62,59
BAB II GAMBARAN UMUM KONDISI DAERAH II - 89
PERDA R E N C A N A P E M B A N G U N A N J A N G K A M E N E N G A H D A E R A H K A B U P A T E N K U T A I B A R A T 2 0 1 6 - 2 0 2 1
Harapan lama sekolah perempuan usia 15 tahun ke atas
% 96,01 98,10 96,80
.
Jumlah fakir miskin yang ditangani KK 44 50 119
Jumlah anak terlantar yang ditangani orang 65 67 60
Jumlah korban bencana yang ditangani orang 1.114 544 2.404
Jumlah wanita rawan sosial yang dibina
orang 7 6 5
Jumlah penyandang cacat yang dibina orang 1 2 7
Jumlah Kelompok Usaha Bersama (KUBE) yang memperoleh bantuan modal usaha
KK 400 300 460
Jumlah anak putus sekolah yang dibina orang 36 10 9
Komunitas Adat Terpencil (KAT) yang diberdayakan
KK 60 115 62
Jumlah panti asuhan unit 2 2 2
.
Tingkat Partisipasi Angkatan Kerja (TPAK)
% 73,46 73,75 72,31
Rasio penduduk yang bekerja
1 : 0,91 1 : 0,71 1 : 0,81
Persentase pekerja yang ditempatkan % 14,59 12,50 24,52
Angka pengangguran % 8,70 12 7,11
Tingkat Kecelakaan Kerja (Kasus) kasus 50 53 23
Tingkat Pemutusan Hubungan Kerja (Kasus)
kasus 50 57 72
Jumlah perusahaan yang menjalin kerjasama dengan pemerintah dalam penyediaan bursa tenaga kerja
Perusahaan 84 84 52
.
Angka Kriminalitas Kasus per
10.000 Penduduk
172 150 123
Jumlah Demo Demo 4 2 1
Rasio Pos Siskamling Per Jumlah Desa/Kelurahan
2 2 2
Jumlah Linmas Per Jumlah 10.000 Penduduk
Orang per 10.000
Penduduk 148,42 139 149
Rasio Jumlah Polisi Pamong Praja Per 10.000 Penduduk
Orang 11 19 19
Persentase Tingkat Penyelesaian Pelanggaran K3 (Ketertiban,Ketentraman,Keindahan)Di Kabupaten / Kota
% 35,15 45 45
Cakupan Pelayanan Bencana Kebakaran Kabupaten (%)
% 64,46 80 80
.
Indeks kepuasan masyarakat dalam proses Pelayanan Perijinan
skor 78,208 78,336 81,80
lndeks Persepsi Korupsi skor - - 5,70
Persentase SKPD yang menyusun Laporan Akuntabilitas Kinerja Instansi
% 62,49 76,79 96,08
BAB II GAMBARAN UMUM KONDISI DAERAH II - 90
PERDA R E N C A N A P E M B A N G U N A N J A N G K A M E N E N G A H D A E R A H K A B U P A T E N K U T A I B A R A T 2 0 1 6 - 2 0 2 1
Pemerintah (LAKIP)
Persentase LAKIP SKPD yang dievaluasi % 22,22 30,7 47,09
Persentase Pengaduan Masyarakat yang ditangani
% 23,33 23,33 100
Persentase Jumlah temuan pemeriksaan Reguler yang telah ditindaklanjuti
% 59,65 70,2 84,97
Persentase jumlah temuan pemeriksaan eksternal yang telah ditindaklanjuti (%)
% - -
Opini pemeriksaan BPK terhadap pengelolaan keuangan
- - -
Jumlah Bidang yang telah memiliki SPM
Bidang 4 4 4
.
Persentase Kampung/Kelurahan yang tertib administrasi
% 80 80 100
Jumlah LSM yang aktif Buah 7 6 10
Persentase Posyandu aktif % 57,24 60 51,88
Persentase PKK aktif PKK 90,38 92,48 89,69
Persentase Alokasi Dana Kampung (ADK) sesuai peruntukkannya
% 97,50 190 99,47
Persentase capaian keberhasilan pelaksanaan Program Nasional Pemberdayaan Masyarakat (PNPM)
% 100 100
.
Luas lahan produktif Ha 143.639 143.639 145.039
Jumlah penduduk yang bekerja sebagai petani
Orang 76.9 17.422 79.68
Produktivitas tanaman pangan (kwintal/ha)
1. Padi sawah
42,3 42,733 42,20
2. Padi ladang
30,61 31,89 31,89
3. Palawija:
a. Jagung
21,32 21,32 20,50
b. Kacang Hijau
11,49 11,03 10,00
c. Kacang tanah kwintal/ha 10,89 11,24 11,09
d. Ubi Kayu
218,40 226,22 228,37
e. Ubi Jalar
91,37 92,66 92,74
Produktivitas tanaman perkebunan
1. Karet Ton/ha 2,7 48,39 1,39
2. Kelapa Sawit
80,5 20,45 1,52
3. Kakao
20,19 19,90 0,02944
produksi daging ternak
1. sapi Kg 120 110.577 55.33
2. kerbau
3.7 3.801 2.39
3. babi
187.34 149.767 75.46
4. ayam pedaging
323 312.306 157.04
5. ayam buras
84.82 72.723 36.97
6. - itik
4.028 4.045 2260
.
Jumlah Penduduk yg bekerja sebagai Org
BAB II GAMBARAN UMUM KONDISI DAERAH II - 91
PERDA R E N C A N A P E M B A N G U N A N J A N G K A M E N E N G A H D A E R A H K A B U P A T E N K U T A I B A R A T 2 0 1 6 - 2 0 2 1
Nelayan (jiwa)
a. Budidaya Jiwa 3 4.611 4.266
b. Tangkap Jiwa 24.474 15.332 15.354
Jumlah Produksi Ikan Budidaya : (kg)
a. Tangkap Kg 1.171 1.144,50 1.177,50
b. Keramba
464 606,70 606,7
c. Kolam
111 119,80 105,07
.
Jumlah Produksi Kayu Bulat M3 420723 420.722.88 156.157,47
Jumlah Ijin HPH Yang Dikendalikan % 95 98 43,33
Jumlah DBH SDA Kehutanan Rp 52.094.840.579 61.650.000.000 53,39
Luas Lahan Yang Direhabilitasi Ha 1.925 1.925 1.14
Jumlah Ijin Tambang Yang Melaksanakan Reklamasi
Ijin 10 12 5
Persentase lahan eks pertambangan yang telah direklamasi
% 98.35 98,35 100