Upload
deris-saputro
View
220
Download
40
Embed Size (px)
DESCRIPTION
SPPK
Citation preview
BAB II
TINJAUAN PUSTAKA
2.1 Definisi Kebakaran
Kebakaran adalah suatu peristiwa oksidasi dengan ketiga unsur (bahan
bakar, oksigen dan panas) yang berakibat menimbulkan kerugian harta benda atau
cidera bahkan sampai kematian (Karla,2007; NFPA, 1986). Menurut Dewan
Keselamatan dan Kesehatan Kerja Nasional (DK3N), kebakaran adalah suatu
peristiwa bencana yang berasal dari api yang tidak dikehendaki yang dapat
menimbulkan kerugian, baik kerugian materi (berupa harta benda, bangunan fisik,
deposit/asuransi, fasilitas sarana dan prasarana, dan lain-lain) maupun kerugian non
materi (rasa takut, shock, ketakutan, dan lain-lain) hingga kehilangan nyawa atau
cacat tubuh yang ditimbulkan akibat kebakaran tersebut.
Sifat kebakaran seperti dijelaskan dalam bahan training keselamatan kerja
penanggulangan kebakaran (1987) adalah terjadi secara tidak diduga, tidak akan
padam apabila tidak dipadamkan, dan kebakaran akan padam dengan sendirinya
apabila konsentrasi keseimbangan hubungan 3 unsur dalam segitiga api tidak
terpenuhi lagi.
Kebakaran adalah api yang tidak dikehendaki. Boleh jadi api itu kecil, tapi
apabila tidak dikehendaki adalah termasuk kebakaran. Hampir terbakarpun artinya
adalah kebakaran.
Fenomena kebakaran atau gejala pada setiap tahapan mulai awal terjadinya
penyalaan sampai kebakaran padam, dapat diamati beberapa fase tertentu seperti
dilukiskan pada gambar :
Penjelasan :
1. Tidak diketahui kapan dan dimana awal terjadinya api/kebakaran, tetapi yang
pasti ada sumber awal pencetusnya (source energy), yaitu adanya potensi energi
yang tidak terkendali.
2. Apabila energi yang tidak terkendali kontak dengan zat yang dapat terbakar,
maka akan terjadi penyalaan tahap awal (initiation) bermula dari sumber
api/nyala yang relatif kecil.
3. Apabila pada periode awal kebakaran tidak terdeteksi, maka nyala api akan
berkembang lebih besar (growth) sehingga api akan menjalar bila ada media
disekelilingnya.
4. Intensitas nyala api meningkat dan akan menyebarkan panas ke semuaarah
secara konduksi, konveksi, dan radiasi, hingga pada suatu saat kurang lebih 3 –
10 menit atau setelah temperatur mencapai 300°C akan terjadi penyalaan api
serentak yang disebut Flashover, yang biasanya ditandai pecahnya kaca.
5. Setelah flashover, nyala api akan membara yang disebut periode kebakaran
mantap (steady / full development fire). Temperatur pada saat kebakaran penuh
(full fire) dapat mencapai 600 – 1000°C. Bangunan dengan struktur konstruksi
baja akan runtuh pada temperatur 700°C. Bangunan dengan konstruksi beton
bertulang setelah terbakar lebih dari 7 jam dianggap tidak layak lagi untuk
digunakan.
6. Setelah melampaui puncak pembakaran, intensitas nyala akan berkurang/surut
dan berangsur – angsur akan padam, yang disebut periode surut (decay).
2.2 Teori Tentang Kebakaran / Api
Terdapat beberapa Teori yang berhubungan dengan kebakaran, baik
bagaimana api / kebakaran dapat terbentuk beserta cara penanggulangannya.
Beberapateori tersebut antara lain :
2.2.1 Teori Segitiga Api ( Tri Angel of Fire ) dan cara pemadamannya
Api adalah suatu reaksi berantai yang berjalan sangat cepat, seimbang,
dan kontinyu antara tiga bahan pembentuk api, yaitu Bahan Bakar, Energi
Panas, dan Oksigen. Api dan tiga elemen pembentuknya itu sering
digambarkan berupa Segitiga Api ( Fire Triangle ). Fire Triangle adalah
suatu Segitiga Sama Sisi, di mana sisi-sisinya diberi nama masing-masing
elemen pembentuk api : Bahan Bakar ( Fuel ), Energi Panas ( Heat ), dan
Oksigen ( Oxygen ).
Gambar 2.2 Teori Segi Tiga Api ( Tri Angel of fire )
Reaksi antara ke tiga elemen tersebut hanya akan menghasilkan suatu
nyala api apabila kadar elemen-elemennya seimbang. Bila salah satu elemen
kadarnya berkurang, maka nyala api akan padam dengan sendirinya.
Sebagai contoh, ketika kita membuat api unggun, maka nyala api
unggun akan makin membesar bila bahan bakar yang berupa kayu-kayu
kering ditambah lebih banyak. Sebaliknya nyala api unggun akan mengecil
bila bahan bakarnya kita kurangi. Dari contoh ini didapat satu cara
pemadaman kebakaran, yaitu mengurangi, memisahkan, atau
menyingkirkan bahan bakar yang menimbulkan api. Metoda pemadaman
kebakaran dengan cara ini disebut Cara Penguraian.
Api unggun yang kita buat juga dapat dipadamkan dengan cara
menyiram air. Metoda pemadaman kebakaran dengan cara ini disebut Cara
Pendinginan. Cara pendinginan pada dasarnya ialah mengurangi kadar
panas pada nyala api, sehingga reaksi berantainya tidak seimbang dan lalu
nyala api akan padam.
Api unggun yang kita buat – jika api unggun itu tidak terlalu besar –
dapat dipadamkan dengan cara menutupinya dengan karung bekas yang
dibasahi. Akibat dari tertutup karung basah, maka nyala api terisolasi
dengan udara luar, atau tidak bisa bereaksi dengan oksigen. Maka
akibatnya keseimbangan reaksi berantainya akan terganggu, dan nyala api
akan padam. Pemadaman nyala api dengan cara ini disebut metoda
kebakaran dengan cara Isolasi.
Tiga metoda pemadaman kebakaran yang dijelaskan di atas pada
dasarnya merupakan prinsip dasar dari teori pemadaman kebakaran : yaitu
Cara Penguraian, Cara Pendinginan, dan Cara Isolasi.
Cara Penguraian
Metoda pemadaman kebakaran dengan cara penguraian dilakukan
dengan cara memisahkan, menyingkirkan, atau menjauhkan bahan-bahan
ataupun benda-benda yang mudah terbakar. Contohnya, misalnya terjadi
kebakaran di gudang tekstil, maka agar kebakaran tidak meluas, tumpukan
tekstil yang terdekat dengan arah menjalarnya api harus dibongkar dan
disingkirkan / dijauhkan. Tindakan tersebut biasa dilakukan berbarengan
dengan Cara Pendinginan, yaitu penyemprotan dengan air.
Cara penguraian ini biasa dilakukan dalam upaya pemadaman
kebakaran di kota-kota, khususnya pemadaman kebakaran di pemukiman
padat bangunan atau pemadaman kebakaran di pasar-pasar. Disamping
melakukan pemadaman dengan pendinginan yaitu penyemprotan air, maka
sebagian bangunan rumah atau kios terdekat dengan arah menjalarnya api,
dirusak atau dirobohkan. Tujuannya agar api kebakaran tidak menjalar lebih
jauh ke bangunan-bangunan lainnya di pemukiman yang padat itu.
Cara penguraian juga biasa dilakukan untuk pemadaman kebakaran
hutan. Dalam hal ini perlu diperhatikan arah angin, karena api kebakaran
akan menjalar searah dengan arah angin. Tindakan yang dilakukan yaitu
dengan cara merobohkan pohon-pohon, semak-semak atau alang-alang di
area arah menjalarnya api. Dengan cara tersebut api kebakaran hutan dapat
dikendalikan. Api akan padam atau berhenti menjalar karena tidak ada lagi
bahan bakarnya.
Cara Pendinginan
Metoda pemadaman kebakaran dengan cara pendinginan dilakukan
dengan penyemprotan air ke arah sumber api. Alat yang digunakan adalah
pompa-pompa air, slang dan alat penyemprotnya atau nozzle. Alat
penyemprot air bermacam-macam jenisnya, dan ada yang dilengkapi
dengan alat pengaturan untuk menghasilkan pancaran air yang lurus atau
pancaran air yang menyebar.
Pancaran air yang lurus digunakan bila sumber api kebakaran terlihat
dengan jelas, misalnya bagian rumah yang terbakar yang berupa kayu atau
bahan lain. Sedangkan pancaran air yang menyebar digunakan bila sumber
api kebakaran tidak diketahui dengan jelas karena tertutup asap tebal.
Pancaran menyebar dimaksudkan untuk pendinginan atau untuk mengurangi
kadar panas agar api tidak menjalar ( mengurung sumber api kebakaran ).
Cara Isolasi
Metoda pemadaman kebakaran dengan Cara Isolasi bertujuan untuk
mengurangi kadar oksigen di lokasi sumber api, atau mencegah agar api tidak
bereaksi dengan oksigen yang ada di udara bebas.
Contoh-contohnya antara lain menutup sumber api dengan karung atau
handuk yang telah dibasahi air. Hal ini dilakukan misalnya untuk
pemadaman kompor yang menyala tidak terkendali. Disamping itu bisa
digunakan pasir atau tanah untuk menimbun benda yang terbakar.
Metoda isolasi ini banyak diterapkan untuk menciptakan alat-alat
pemadam kebakaran portable, misalnya pemadam api CO2, Busa, Bubuk
Kimia Kering ( Dry Chemical Powder ).
2.2.2 Teori Bidang Empat Api (Tetrahedron of Fire)
Teori segitiga api mengalami perkembangan yaitu dengan
ditemukannya unsur keempat untuk terjadinya api yaitu rantai reaksi kimia.
Konsep ini dikenal dengan teori tetrahedron of fire. Teori ini ditemukan
berdasarkan penelitian dan pengembangan bahan pemadam tepung kimia
(dry chemical) dan halon (halogenated hydrocarbon). Ternyata jenis bahan
pemadam ini mempunyai kemampuan memutus rantai reaksi kontinuitas
proses api (materi kuliah behavior of fire).
Teori tethtrahedron of fire ini didasarkan bahwa dalam panas
pembakaran yang normal akan timbul nyala, reaksi kimia yang terjadi
menghasilkan beberapa zat hasil pembakaran seperti CO, CO2, SO2, asap
dan gas. Hasil lain dari reaksi ini adalah adanya radikal bebas dari atom
oksigen dan hidrogen dalam bentuk hidroksil (OH). Bila 2 (dua) gugus OH
pecah menjadi H2O dan radikal bebas O. O radikal ini selanjutnya akan
berfungsi lagi sebagai umpan pada proses pembakaran sehingga disebut
reaksipembakaran berantai. (Karla, 2007; Goetsch, 2005).
Flammable Range adalah batas antara maksimum dan minimum
konsentrasi campuran uap bahan bakar dan udara normal, yang dapat
menyala/ meledak setiap saat bila diberi sumber panas. Di luar batas ini tidak
akan terjadi kebakaran.
a) LEL / LFL (Low Explosive Limit/ Low Flammable Limit) adalah
batas minimum dari konsentrasi campuran uap bahan bakar dan udara yang
akan menyala atau meledak, bila diberi sumber nyala yang cukup. Kondisi
ini disebut terlalu miskin kandungan uap bahan bakarnya (too lean).
b) UEL / UFL (Upper Explosive Limit/ Upper Flammable Limit)
adalah batas maksimum dari konsentrasi campuran uap bahan bakar dan
udara, yang akan menyala atau meledak, bila diberi sumber nyala yang
cukup. Kondisi ini disebut terlalu kaya kandungan uap bahan bakarnya (too
rich).
2.3 Klasifikasi Bahaya Hunian
Berikut adalah klasifikasi bahaya hunian:
a. Bahaya Kebakaran ringan ialah bahaya terbakar pada tempat dimana
terdapat bahan-bahan yang mempunyai nilai kemudahan terbakar rendah
dan apabila terjadi kebakaran melepaskan panas rendah dan menjalarnya
api lambat.
b. Bahaya Kebakaran Sedang kelompok 1 ialah bahaya kebakaran pada
tempat dimana terdapat bahan-bahan yang mempunyai nilai kemudahan
terbakar sedang, penimbunan bahan yang mudah terbakar dengan tinggi
tidak lebih 2,5 meter dan apabila terjadi kebakaran, melepaskan panas
sedang, sehingga menjalarnya api sedang.
c. Bahaya Kebakaran Sedang kelompok 2 ialah bahaya kebakaran pada
tempat dimana terdapat bahan-bahan yang mempunyai nilai kemudahan
terbakar sedang, penimbunan bahan yang mudah terbakar dengan tinggi
tidak lebih dari 4 meter dan apabila terjadi kebakaran melepaskan panas
sedang, sehingga menjalarnya api sedang.
d. Bahaya Kebakaran Sedang kelompok 3 ialah bahaya kebakaran pada
tempa dimana terdapat bahan-bahan yang mempunyai nilai kemudahan
terbakar tinggi dan apabila terjadi kebakaran, melepaskan panas tinggi,
sehingga menjalarnya api cepat.
e. Bahaya Kebakaran Berat ialah bahaya kebakaran pada tempat dimana
terdapat bahan-bahan yang mempunyai nilai kemudahan terbakar tinggi
dan apabila terjadi kebakaran melepaskan panas sangat tinggi dan
penjalaran api sangat cepat.
2.4 Pengertian Sistem Hidrant
Instalasi hydrant kebakaran adalah suatu sistem pemadam kebakaran tetap
yang menggunakan media pemadam air bertekanan yang dialirkan melalui pipa-
pipa dan slang kebakaran. Sistem ini terdiri dari sistem persediaan air, pompa,
perpipaan, coupling outlet dan inlet serta selang dan nozzle.
Sistem instalasi hydrant dibagi menjadi dua macam, yaitu :
Sistem Instalasi Hydrant Kering
Sistem instalasi hydrant kering adalah suatu sistem hydrant yang pipa-
pipanya tidak berisi air, dan akan berisi air manakala hydrant tersebut
digunakan.
Sistem Instalasi Hydrant Basah
Sistem instalasi hydrant basah adalah suatu sistem hydrant yang pipa-
pipanya selalu berisi air.
2.5 Klasifikasi Hydrant
Hidran dapat diklasifikasikan berdasarkan jenis dan penempatan serta besar
ukuran pipa yang digunakan. Berikut adalah penjelasan mengenai klasifikasi hidrant:
1. Berdasarkan jenis dan lokasi penempatan hydrant, hydrant dibedakan
menjadi
a) Hydrant kota
Hydrant Kota ialah hydrant yang terpasang ditepi / sepanjang
jalan pada daerah perkotaan yang dipersiapkan sebagai prasarana
kota oleh Pemerintah Daerah setempat guna menanggulangi bahaya
kebakaran. Persediaan air untuk hydrant jenis ini dipasok oleh PAM
setempat.
Gambar 2.1. Sistem Hydrant Kota
( Sumber : www.waspada.com )
b) Hydrant gedung
Hydrant gedung ialah hydrant yang terletak atau dipasang
didalam bangunan dan sistem serta peralatannya disediakan /
dipasang oleh pihak pengelola bangunan / gedung tersebut.
Gambar 2.2. Hydrant Gedung
( Sumber : https://farm7.staticflickr.com/)
c) Hydrant halaman.
Hydrant Halaman ialah hydrant yang terletak diluar / lingkungan
bangunan instalasi dan peralatan serta sumber air disediakan oleh
pihak pemilik / pengelola bangunan / gedung. ( Sumber :
Kiswanto, 2012 ).
Gambar 2.4 Sistem Hydrant Halaman
( Sumber : www.fire hydrant systemdesign.blogspot.com )
2. Berdasarkan ukuran pipa hydrant yang dipakai yaitu
a) Hydrant kelas I, hydrant yang menggunakan ukuran diameter selang
6,25 cm (2,5 inch) yang penggunaannya diperuntukan secara khusus
bagi petugas Pemadam Kebakaran atau orang yang telah terlatih.
( Sumber : Kiswanto, 2012 ).
Gambar 2.1 Hydrant Kelas I
( Sumber : Kiswanto, 2012 )
2½
2½
2½
b) Hydrant kelas II, hydrant yang menggunakan ukuran diameter
selang 3,75 cm (1,5 inch) yang penggunaannya diperuntukan bagi
penghuni gedung atau para petugas yang belum terlatih.
Gambar 2.2 Hydrant Kelas II
( Sumber : Kiswanto, 2012 )
c) Hydrant kelas III, hydrant yang menggunakan ukuran selang
sistem gabungan kelas I dan kelas II.
Gambar 2.6. Hydrant Kelas III
( Sumber : Kiswanto, 2012 )
2.6. Bagian – Bagian dari Sistem Hydrant ( Hydrant System )
2.6.1. Persediaan Air
Sistem persediaan air untuk sistem hydrant ( hydrant system )
adalah sebagai berikut :
a) Sumber air untuk memasok kebutuhan sistem hydrant kebakaran
dapat berasal dari PDAM, sumur dalam ( artesis ) atau kedua-
duanya.
b) Volume Reservoir, sesuai yang diatur dengan ketentuan yang
berlaku, harus diperkirakan berdasarkan waktu pemakaian yang
disesuaikan dengan Klasifikasi Ancaman Bahaya Kebakaran bagi
bangunan yang diproteksi.
c) Berdasarkan ancaman bahaya kebakaran, maka banyaknya dapat
digunakan untuk lama waktu seperti ditentukan sebagai berikut :
Kelas Ancaman Bahaya Kebakaran Ringan : 45
menit
Kelas Ancaman Bahaya Kebakaran Sedang : 60
menit
Kelas Ancaman Bahaya Kebakaran Berat : 90
menit
Bak Penampungan ( reservoir ) untuk persediaan air pada sistem
hydrant dapat berupa reservoir bawah tanah ( ground tank ), tangki
bertekanan ( presure tank ) atau reservoir atas ( gravity tank ).
2.6.2 Pompa
Pompa-pompa yang terpasang dalam sistem hydrant kebakaran
merupakan perangkat alat yang berfungsi untuk memindahkan air dari
bak penampungan ( reservoir ) ke ujung pengeluaran ( pipa pemancar /
nozzle ). Pompa-pompa pada sistem hydrant ini sekurang-kurangnya
terdiri atas 1 unit Pompa Jockey, 1 unit Pompa Utama dengan sumber
daya listrik dan generator serta 1 unit Pompa Cadangan dengan sumber
daya motor diesel.
Berikut ini pompa – pompa yang terdapat pada hydrant :
1. Pompa Jockey
Pompa Jockey berfungsi untuk mempertahankan tekanan
statis didalam jaringan sistem hydrant. Pada saat terjadi
pengeluaran kecil sejumlah air didalam jaringan pompa jockey
ini akan bekerja guna mengembalikan tekanan keposisi semula.
Karenanya sekaligus pompa jockey juga akan berfungsi untuk
memantau kebocoran - kebocoran pada jaringan sistem hydrant.
Operasi kerja pompa jockey didisain untuk hidup ( start ) secara
otomatis pada saat salah satu katup pengeluaran dibuka atau
terjadi kebocoran pada jaringan dan akan berhenti bekerja (
stop ) secara otomatis pada saat katup bukaan ditutup.
Gambar 2.8. Pompa Jockey
( Sumber : anekapompa.indonetwork.co.id )
2. Pompa Utama
Pompa utama ini berfungsi sebagai penggerak utama
bekerjanya sistem hydrant. Pompa Utama akan bekerja setelah
kapasitas maksimal pompa jockey terlampaui. Operasi kerja
pompa utama didisain untuk hidup ( start ) secara otomatis dan
berhenti bekerja ( stop ) secara manual, melalui tombol reset
pada panel pompa kebakaran.
3. Pompa Cadangan
Pompa cadangan berfungsi sebagai penggerak cadangan
dari sistem hydrant, yang titik start bekerjanya setelah pompa
utama. Pompa ini meskipun berfungsi sebagai cadangan, namun
tetap dalam kondisi “siaga operasi”. Dalam kondisi seperti ini
pompa cadangan akan bekerja secara otomatis pada saat
kapasitas maksimal pompa utama terlampaui, mengalami
kerusakan atau pada saat sumber daya utama ( PLN ) padam.
Sama halnya dengan pompa utama, operasi kerja pompa
cadangan didisain untuk hidup ( start ) secara otomatis dan
berhenti bekerja ( stop ) secara manual
Gambar 2.9. Skematik Diagram Pompa
( Sumber : Kiswanto, 2012 )
Spesifikasi pompa untuk kebutuhan hydrant yaitu :
a) Kemampuan pompa dalam liter per menit;
b) Tempat dimana pompa akan terpasang;
c) Temperature dan berat jenis zat cair;
d) Panjang pemipaan, banyaknya belokan, dan banyaknya
penutup / kaca;
e) Tekanan air pada titik tertinggi / terjauh tidak kurang 4 – 5
kg/cm;
f) Bekerja secara otomatis dan stop secara otomatis;
g) Sumber tenaga listrik harus ada dari generator darurat dapat
bekerja secara otomatis dalam waktu kurang dari 10 detik bila
sumber utama padam.
2.3.3 Pemipaan
Rangkaian jaringan pemipaan pada sistem hydrant terdiri atas :
a) Pipa Hisap (suction)
b) Pipa Penyalur
Pipa Penyalur adalah pipa yang terentang dari Pipa Header sampai
ke Pipa Tegak atau ke Hydrant Halaman. Diamater pipa berfariasi
antara 4, 6 dan 8 inch sesuai dengan besar kecilnya sistem hydrant
yang dipasang
c) Pipa Header
Pipa Header dapat dikatakan sebagai pipa antara yang ukuran
diameternya biasanya lebih besar dari pipa lainnya didalam rangkaian
sistem hydrant. Pipa ini merupakan tempat bertemunya pipa
pengeluaran ( discharge ) dari pompa jockey, Pompa Utama maupun
Pompa Cadangan sebelum kemudian ke pipa penyalur. Diameter pipa
header ini bervariasi antara 6, 8 dan 10 inci, tergantung dari besar
kecilnya sistem hydrant yang dipasang. Dari pipa header ini, selain
berhubungan dengan pipa penyalur, biasanya dihubungkan juga
dengan pipa-pipa yang menuju ke tangki bertekanan ( pressure tank ),
tangki pemancing ( priming tank ), Sirkulasi / by pass ke Reservoir (
safety valve ), pressure switch dan ke manometer indikasi tekanan
kerja pompa.
d) Pipa Tegak ( Riser )
Pipa Tegak adalah pipa yang dipasang vertical dari lantai
terbawah sampai dengan lantai teratas bangunan yang dihubungkan
dari Pipa Penyalur. Diameter pipa bervariasi antara 3, 4 dan 6 inch
sesuai dengan besar kecilnya sistem hydrant yang dipasang. Berikut
ini sistem pada pipa tegak :
Pipa Tegak Basah ( wet riser )
Pipa Tegak sistem basah adalah suatu sistem hydrant
dimana pada jaringan hydrant tersebut telah terisi air dengan
tekanan statis. air akan keluar pada saat katup di lantai-lantai
dibuka dan pompa akan bekerja secara otomatis.
Pipa Tegak Kering ( dry riser )
Pada sistem jaringan Pipa Tegak tidak terisi air. Pasokan dan
tekanan air disediakan oleh mobil unit Pemadam Kebakaran
melalui sambungan siamese connection.
Pipa Tegak Kering dengan sistem Remote Control
Pada sistem ini jaringan pipa tegak juga kosong, namun
aliran air akan diperoleh dari sistem hydrant itu sendiri melalui
operasi manual dengan mengaktifkan tombol manual yang
terpasang pada kotak-kotak hydrant di lantai-lantai.
e) Pipa Cabang
Pipa Cabang adalah pipa yang dihubungkan dari pipa tegak
sampai ke titik pengeluaran (outlet) hydrant pada lantai-lantai
bangunan. Diameter pipa bervariasi antara 3 dan 4 inch.
Dalam merencanakan sistem perpipaan harus memperhatikan hal – hal
sebagai berikut :
a) Diameter pipa induk ( pipa suction ) minimum 15 cm ( 6 inchi )
dan diameter pipa cabang ( pipa discharge ) minimum 10 cm ( 4
inchi ) atau dihitung secara hydrolis;
b) Tidak boleh digabungkan dengan instalasi lainnya;
c) Pipa berdiameter sampai 6,25 cm ( 2,5 inchi ) harus menggunakan
sambungan ulir;
d) Pipa berdiameter lebih besar 6,25 cm ( 2,5 inchi ) harus
menggunakan sambungan las;
e) Memasang pipa horizontal
Diberi penggantung dengan kemampuan 5 x berat piap
berisi air
Harus terpisah dengan penggantung lain
Jarak antara penggantung maximum 3,5 m;
f) Pipa yang menembus beton bangunan harus disediakan selongsong
dari besi tuang / pipa baja dengan kelonggaran minimum 25 mm
diluar pipa;
g) Pipa yang dipasang didalam tanah harus memenuhi persyaratan
Kedalaman minimal 75 cm dari permukaan tanah
Pipa harus diberi tumpuan pada jarak setiap 3 m
Dasar lubang galian harus cukup stabil dan rata
Pipa harus dicat ( flincoote ) minimum 3 ( tiga ) lapis
Pemasangan pipa didaerah korosi nperlu dilindungi dengan
cara yang tepat.
2.6.4. Selang dan Nozzle
Selang air pemadam kebakaran dibuat secara khusus dari bahan
kanvan polyeaster dan karet sesuai dengan fungsi yang diperlukan
dalam tugas pemadaman yaitu :
Harus kuat menahan tekanan air yang tinggi
Tahan gesekan
Tahan pengaruh zat kimia
Mempunyai sifat yang kuat, ringan dan elastis.
Panjang slang air 30 meter dengan 1,5 inch sampai dengan 2,5 inch.
Dilengkapi dengan Kopling dan Nozzle sesuai ukuran.
Nozzle yang dihubungkan pada selang kebakaran ada 2 ( dua ) tipe yaitu
1. Nozzle dengan semprotan jet ( semprotan lurus ) untuk tujuan
semprotan jarak jauh.
2. Nozzle kombinasi yang dapat diatur dengan bentuk pancaran spray.
Pancaran spray bertujuan sebagai perisai untuk mendekat ke
daerah kebakaran.
Kehilangan tekanan karena gesekan pada selang dan nozzle harus
diperhitungkan sesuai dengan tabel sebagai berikut :
Tabel 2.2. Kehilangan Tekanan Karena Gesekan
Kapasitas
Aliran Liter /
menit
Ukuran
Nozzle
Kehilangan Tekanan
Gesekan dalam Selang 2,5”
per 100 m
600 2,5 cm / 1 “ 21 psi
700 2,5 cm / 1 “ 27 psi
800 2,5 cm / 1 “ 30 psi
900 2,5 cm / 1 “ 33 psi
2.7 Hydrant Gedung
Hydrant gedung atau biasa disebut dengan hydrant box adalah suatu sistem
pencegah kebakaran yang menggunakan pasokan air dan dipasang di dalam
bangunan atau gedung. Hydrant box biasanya dipasang menempel di dinding
dan menggunakan pipa tegak ( stand pipe ) untuk menghubungkan dengan pipa
dalam tanah khusus kebakaran. Untuk menentukan kebutuhan pasokan air
kebakaran menggunakan perhitungan SNI 03-1735-2000 dan NFPA ( National
Fire Protection Association ) adalah sebagai berikut :
Pasokan air untuk hydrant gedung harus sekurang-kurangnya 400 liter /
menit, serta mampu mengalirkan air minimal selama 30 menit;
Jumlah pasokan air untuk hydrant gedung yang dibutuhkan ditunjukkan
dalam rumus sebagai berikut:
V = Q x t..................................(2.1)
Dimana :
V = Volume air yang dibutuhkan hydrant ( liter )
Q = Debit aliran untuk hydrant pilar ( liter / menit )
t = Waktu pasokan air simpanan (menit)
Untuk menentukan jumlah dan titik hydrant gedung menggunakan acuan
SNI ( Standar Nasional Indonesia ) dan NFPA ( National Fire Protection
Association ) adalah sebagai berikut:
a) Lokasi dan jumlah hydrant bangunan ( kotak Hydrant / box hydrant )
diperlukan untuk menentukan kapasitas pompa yang digunakan untuk
menyemprot air;
b) Hydrant ditempatkan pada jarak 35-38 meter satu dengan lainnya, karena
panjang satu dengan lainnya. Selang kebakaran dalam kotak hydrant adalah
30 meter, ditambah sekitar 5 meter jarak semprotan air;
c) Pada atap bangunan yang tingginya lebih dari 8 lantai, perlu juga disediakan
hydrant untuk mencegah menjalarnya api ke bangunan yang bersebelahan;
d) Hydrant / selang kebakaran harus diletakkan di tempat yang mudah
dijangkau dan relatif aman, dan pada umumnya diletakkan di dekat pintu
darurat;
Untuk persyaratan teknis Hydrant Gedung menurut SK. GUB. KDKI
Jakarta No. 2525 / 1984 dijelaskan dalam tabel sebagai berikut :
Tabel 2.3. Persyaratan Teknis Hydrant Gedung
Diameter Slang 2 ½ Inchi 1 ½ Inchi
Minimal Debet
Air
900 liter / menit
(500 gpm)
380 liter / menit
(100 gpm)
Minimal
Diameter Pipa
Tegak
• Untuk bangunan
menengah 4 inchi
• Untuk bangunan
tinggi 4 inchi
• Untuk bangunan rendah 2
inchi
• Untuk bangunan
menengah 2½ inchi
• Untuk bangunan Tinggi 4
inchi
Tekanan
MaksimalTidak terbatas 6,8 kg / cm2 (199 psi)
Tekanan
Minimal4,4 kg / cm2 (65 psi) 4,4 kg / cm2 (65 psi)
( Sumber : SK. GUB. KDKI Jakarta No. 2525 / 1984 )
2.8 Hydrant Halaman
Hydrant halaman atau biasa disebut dengan hydrant pilar, adalah suatu
sistem pencegah kebakaran yang membutuhkan pasokan air dan dipasang di
luar bangunan. Hydrant ini biasanya digunakan oleh mobil Pemadam
Kebakaran untuk mengambil air jika kekurangan dalam tangki mobil. Jadi
hydrant pilar ini diletakkan di sepanjang jalan akses mobil Pemadam
Kebakaran. Untuk menentukan kebutuhan pasokan air kebakaran menggunakan
perhitungan SNI 03-1735-2000
Pasokan air untuk hydrant halaman harus sekurang-kurangnya 2400
liter/menit, serta mampu mengalirkan air minimal selama 45 menit.
Jumlah pasokan air untuk hydrant halaman yang dibutuhkan ditunjukkan
pada tabel berikut :
Tabel 2.4. Jumlah Pasokan Air Untuk Hydrant Halaman
( Sumber: SNI 03-1735-2000 )
Rumus yang digunakan
V = Q x t..................................(2.1)
Dimana :
V = Volume air yang dibutuhkan hydrant ( liter )
Q = Debit aliran untuk hydrant pilar ( liter / menit )
t = Waktu pasokan air simpanan ( menit )
Terdapat dua macam hydrant halaman yaitu:
1. Pressurized Hydrant ( Hydrant bertekanan )
a) Hydrant Barel – Basah
Dalam desain hydrant bertekanan dengan tipe barel basah,
hydrant dihubungkan langsung ke sumber air bertekanan. Bagian
atas atau barel dari hydrant selalu diisi dengan air, dan tiap-tiap
saluran memiliki katup tersendiri denan batang yang menjorok ke
sisi.
b) Hydrant Barel – Kering
Dalam desain hydrant bertekanan dengan tipe barel kering,
hydrant dipisahkan dari sumber air bertekanan oleh katup utama di
bagian bawah hydrant di bawah tanah. Bagian atas tetap kering
sampai katup utama dibuka dengan menggunakan alat tertentu. Tidak
terdapat katup di saluran tempat keluarnya air. Hydrant dengan tipe
barel kering biasanya digunakan pada saat musim dingin dimana suhu
bisa turun di bawah 0oC hal ini dilakukan untuk mencegah hydrant
dari pembekuan.
2. Non Pressurized ( dry ) Hydrant ( Hydrant yang tidak bertekanan )
Di daerah pedesaan dimana sistem air perkotaan tidak tersedia;
hydrant kering digunakan untuk memasok air untuk keperluan
pemadaman kebakaran. Hydrant kering dapat dianalogikan sebagai
instalasi keran, yang terdiri dari pipa dan keran atau katup yang
dipasang secara permanen dimana salah satu dari ujung pipa tersebut
terletak di bawah permukaan air danau atau kolam.
2.9 Teknik Penggunaan Media Pemadam Kebakaran ( Media Pemadam Air )
2.7.1 Pancaran Jet
1. Pancaran jet utuh ( solid stream ) adalah pancaran yang berasal dari
nozzle-nozzle yang dari masukan sampai moncongnya tidak ada
penghalang kecuali penyempitan diameter ( play-pipe nozzle ).
2. Pancaran jet lurus ( straight stream ) adalah pancaran yang berasal dari
nozzle yang antara lubang masukan dengan keluarannya terdapat
penghalang, umumnya pancaran ini berasal dari nozzle yang bisa diatur
dari spray sampai dengan jet.
Ciri dari semprotan jet :
Jumlah air besar.
Jangkauan semprotan jauh.
Untuk kebakaran kelas A, seperti pada pemadaman kebakaran,
rumah, hutan atau padang rumput dan lain-lain.
Untuk kebakaran kelas B, secara idak langsung untuk
pendingin tangki.
Pancaran utuh mempunyai jumlah air yang lebih banyak
dibanding dengan pancaran lurus.
2.9.2 Pancaran Tirai (Spray)
1. Jumlah air besar.
2. Jangkauan semprotan dekat/pendek.
3. Untuk kebakaran kelas A, (seperti untuk sprinkler).
4. Kelas B (untuk pendinginan wadahnya dan dilusi).
5. Juga dipakai sebagai perisai air untuk radiasi panas dari api dalam
usaha menutup kerangan, menutup bocoran maupun tugas-tugas
penyelamatan.
2.9.3 Pancaran Kabut ( Fog )
1. Jumlah air relatif sedikit.
2. Jangkauan semprotan dekat / pendek.
Untuk kebakaran kelas A, B dan C ( dengan teknik khusus ), juga bisa dipakai
sebagai perisai air pecahan / pengurang radiasi panas dari api walaupun tidak sebaik
pancaran tirai.
2.10 Peletakkan dan perhitungan jumlah hydrant.
Peletakan dan perhitungan hydrant berdasarkan luas lantai, klasifikasi bangunan dan
jumlah lantai bangunan dapat ditentukan sesuai dengan tabel berikut.
Tabel 2.2 Hidran berdasarkan luas lantai klasifikasi bangunan dan jumlah
lantai bangunan.
Klasifikasi Bangunan Ruang tertutup
Jumlah/luas lantai
Ruang tertutup dan
terpisah
Jumlah/luas lantai
A 1 buah per 1000 m2 2 buah per 1000 m2
B 1 buah per 1000 m2 2 buah per 1000 m2
C 1 buah per 1000 m2 2 buah per 1000 m2
D 1 buah per 800 m2 2 buah per 800 m2
E 1 buah per 800 m2 2 buah per 800 m2
(Sumber: SNI-03-1745-2000)
2.11 Ketentuan lain dalam instalasi Hydrant
A. Bangunan Industri
Setiap bangunan industri harus dilindungi dengan instalasi hidran kebakaran
dengan ketentuan sebagi berikut:
a. Panjang slang pancaran air dapat menjangkau seluruh ruangan yang
dilindungi.
b. Setiap bangunan dengan bahaya kebakaran ringan yang mempunyai luas
lantai minimum 1000 m2 dan maksimum 2000 m2 harus dipasang
minimum 2 titik hidran, setiap penambahan luas lantai maksimum 1000
m2 harus ditambah minimum 1 titik hidran.
c. Setiap bangunan indusrti dengan kebakaran sedang yang mempunyai luas
lantai minimum 800 m2 dan maksimum 1600 m2 harus dipasang
minimum 2 titik hidran, setiap penambahan luas lantai maksimum 800 m2
harus ditambah minimum 1 titik hidran.
d. Setiap bangunan industry dengan kebakaran tinggi yang mempunyai luas
lantai minimum 600 m2 dan maksimum 1200 m2 harus dipasang
minimum 2 titik hidran, setiap penambahan luas lantai maksimum 600 m2
harus ditambah minimum 1 titik hidran.
B. Bangunan Umum
Setiap bangunan umum atau tempat pertemuan dan perdagangan harus
dilindungi dengan instalasi hidran kebakaran dengan ketentuan sebagai
berikut:
a. Slang dan pancaran air yang dapat menjangkau seluruh ruangan yang
dilindungi.
b. Setiap bangunan umum/tempat pertemuan, tempat hiburan, perhotelan,
tempat perawatan, perkantoran dan pertokoan/pasar untuk setiap 800 m2
harus dipasang minimum 1 titik hidran.
c. Setiap bangunan tempat beribadah dan pendidikan untuk setiap 1000 m2
harus dipasang minimum 1titik hidran.
d. Setiap bangunan perumahan dengan luas minimum 1000 m2 harus
dipasang minimum 1 titik hidran.
2.12 Pemeriksaan dan Pengujian Hidran
1. Pemeriksaan instalasi hidran sebaiknya dilakukan dengan disaksikan oleh
Dinas kebakaran dan pemilik gedung atau wakilnya.
2. Pemeriksaan dilakukan:
a. Pada instalasi sistem hidran yang baru sedang dipasang atau sebelum
dioperasikan/bangunan sedang dibangun.
b. Pada instalasi sistem hidran yang sudah ada/sudah terpasang.
3. Umum.
a. Selama pemeriksaan dan pengujian ini harus diperiksa kondisi dan
keadaan berikut:
- Sumuran atau PIT.
- Kerangka hidran box dan pemasangannya.
- Penutup PIT dan pintu hidran box.
- Landasan hidran box.
- Sistem penggantung dan penyangga pipa.
b. Semua sistem hidran yang baru harus diuji sebelum penghuni
bangunan masuk. Sistem hidran yang telah ada yang akan digunakan
sebagai sistem kombinasi dengan sprinkler dan hidran baru,
harus juga diuji sesuai dengan ketentuan berikut ini:
- Pengujian harus meliputi penggelontoran sambungan
keluaran/flushing outlet dan pemeriksaan sambungan outlet.
Aliran dan tekanan pada outlet harus diukur dan dicatat.
- Setelah dilakukan pengujian, harus dicheck ulang
pengoperasian katup outlet dan sumuran/PIT harus dalam
keadaan bersih dan kosong.
- Pemipaan antara siamese connection dan katup balik (check
valve) pada pipa inlet harus digelontor dengan volume air
yang cukup untuk menyingkirkan kotoran dan sampah yang
terkumpul, dan penggelontoran dilakukan sebelum
pemasangan sambungan kembali.
- Ulir Slang.
a. Semua ulir sambungan slang damn ulir sambungan
Siamese connection harus dicoba untuk meyakinkan
kesesuaian dengan ulir- ulir yang dipakai oleh dinas
Pemadam Kebakaran Lokal.
b. Pengujian harus terdiri dari contoh-contoh ulir kopling
caps atau plug pada alat yang terpasang.
4. Uji Hidrostatis.
Menurut SNI 03-1745-2000 pengujian hidrostatis pada instalasi hidran
sebagai berikut.
a. Umum
Semua sistem baru, termasuk pemipaan halaman dan
sambungan pemadam kebakaran, harus di uji secara hidrostatik pada
tekanan tidak kurang dari 13,8 bar ( 200 psi) selama 2 jam, atau
dengan tambahan 3,5 bar (50 psi) dari tekanan maksimum apabila
tekanan maksimum melebihi 10,3 bar (150 psi). Tekanan uji
hidrostatik harus diukur pada titik ketinggian terendah dari sistim
individu atau zona yang akan diuji. Pemipaan sistem pipa tegak di
dalam harus menunjukkan tidak adanya kebocoran. Pipa di dalam
tanah harus diuji sesuai ketentuan yang berlaku.
b. Sambungan Dinas Pemadam Kebakaran.
- Pemipaan antara sambungan Dinas Pemadam Kebakaran dan check
valve pada pipa masuk harus diuji hidrostatis.
5. Uji aliran/Flow Test
a. Sumber air/water supply harus diuji untuk memeriksa apakah sumber
air sesuai dengan rancangan uji. Rancangan ini dilaksanakan dengan
mengalirkan air dari tempat yang secara hidrolis paling jauh
letaknya.
b. Uji aliran harus dilakukan pada tiap roof outlet untuk mengetahui
bahwa pada titik terjauh tersebut masih terdapat aliran dan tekanan
yang diperlukan.
c. Pengaturan pengisian untuk suction tanks harus diperiksa dengan
menutup semua suplai air ke tangki, tangki dikurus sampai muka air
dibawah,dan kemudian kita buka suplai untuk menjamin
beroperasinya sistem otomatik.
d. Pressure Regulation Device.
- Setiap pressure regulating device harus diuji untuk membuktikan
bahwa pemasangannya benar, dan alat berfungsi secara
baik dan outlet serta inlet sesuai rancangan.
- Residual inlet pressure dan residual outlet pressure serta aliran
harus dicatat sebagai test certificate.
2. 14 Perhitungan dalam Hydrant
Dalam merancang sistem instalasi hidrant terdapat beberapa komponen yang
harus di hitung terlebih dahalu yaitu :
a). Penentuan Kapasitas Pompa
Flow header dan kapasitas pompa didesain untuk memenuhi standpipe
terjauh saja karena kemungkinan besar tidak akan terjadi pengoperasian
standpipe secara bersamaan. Misalnya jika debit tersebut adalah 500 gpm =
0.0315 m3/dtk = 1.887 m3/mnt, Kecepatan aliran dalam pipa adalah
kecepatan aliran pada jalur terjauh, diasumsikan 2 m/dtk. Maka diameter
pipa adalah:
Q=14
xπ xD2 xv
………………………………………..……….(2.3)
D=[ 4 . 0 ,03152π ]
12=0 , 089 m=89 mm
Diameter pipa yang digunakan adalah 100mm.
Tinggi angkat:
H totalpompa=H S+H L+v2
2g
………………………..………….(2.4)
Dimana:
Hs = Beda tinggi antara minimum air di tangki dengan titik kritis
Hl = Kehilangan tekanan dari atas tangki ke titik kritis + Sisa tekan pada
hidran
Daya yang dibutuhkan pompa (daya air)
PW=0 .163 xQxHx γ……………………………………..……(2.5)
Dimana:
Pw = Daya air (kW)
Q = Kapasitas pompa (m3/mnt)
H = Head total pompa
γ = Massa jenis air (0.9982)
Daya poros pompa
P=PW /ηP……………………………………………………(2.6)
Dimana :
ηp = Efisiensi pompa
b). Head
Didefinisikan sebagai energi tiap satuan berat dalam instalasi pompa
dibedakan 2 jenis head:
1) Head Statis
Tidak dipengaruhi debit hanya beda tekanan dan ketinggian
2) Head Dinamis
Dipengaruhi debit terdiri dari losses karena gesekan, fitting
(percabangan) dan juga diameter saat masuk dan keluar saluran
H = HL + HML + HLP + HA + KV O
2
2 g.................(2.7)
Dimana:
H = Head total pompa, m
HL = Berbagai kerugian di pipa (head major), m
HML = Berbagai kerugian di katub, belokan sambungan dll (head
Minor), m
HLP = Head akibat tekanan, m
HA = Head statis total, m
KV O
2
2 g = Head akibat kecepatan pengeluaran
Perhitungan Head Major pada Pipa (HL)
HL= f LD
. V2
2 g ......................................................(2.8)
Dimana:
F = koefisien gesekan (dilihat dari grafik friction factor)
L = panjang pipa (m)
D = diameter pipa dalam (m)
g = percepatan gravitasi (m/s2)
Perhitungan Head Minor pada Pipa (HML)
HML = f ∑ ¿D . V
2
2 g...............................................(2.9)
Dimana:
f = koefisien gesekan (dilihat dari grafik friction factor)
Le/D = belokan atau sambungan (dilihat dari tabel)
g =kecepata gravitasi (m/s2)
v = kecepatan aliran
D = diameter pipa dalam (m)
Dimana beberapa komponen untuk mengetahui nilai yang belum ada
dapat dilihat dalam beberaa tabel dan grafik dibawah ini :
Gambar Error! No text of specified style in document..4 Nilai Viskositas
Sumber: Powerpoint perhitungan hidrolis
Gambar Error! No text of specified style in document..5 Friction Factor
Sumber: https://faculty-web.msoe.edu/tritt/be382/graphics/Moody.png
Gambar Error! No text of specified style in document..6 Tabel Le/D
Sumber: Powerpoint perhitungan hidrolis
Re = VDµ
.................................................(2.10
Dimana: V = kecepatan aliran (m/s)
D = diameter pipa dalam (m)
µ = viskositas
Gambar Error! No text of specified style in document..7 Grafik Relative Roughness (e/d)
Sumber: https://faculty-web.msoe.edu/tritt/be382/graphics
DAFTAR PUSTAKA
SNI 03-1735-2000.“ Tata Cara Perencanaan Akses Bangunan dan Akses
Lingkungan Untuk Pencegahan Bahaya Kebakaran Pada Bangunan Gedung “.
[online]. http://ciptakarya.pu.go.id/pbl/asset/doc/sni/SNI_PIPA.PDF diakses
pada tanggal 27 Desember 2014 pada pukul 18.22 WIB.
Departemen Tenaga Kerja.1996.” Training Material keselamatan dan Kesehatan
Kerja Bidang Penanggulanagan Kebakaran. ”
Kiswanto, Eko.2012.” Kiswanto, 2012 “[online].
http://www.slideshare.net/ekokiswantoslide/materi-pelatihan-hydrant-1?
related=2 diakses pada tanggal 27 Desember 2014 pada pukul 18.31 WIB.
SK. GUB. KDKI Jakarta No. 2525 / 1984
Anonim.2010.” Kebutuhan Air Sistem Hydrant “.[online].
http://saniterplannerindonesia.blogspot.com/2010/02/kebutuhan-air-
sistem- hydrant -sistem.html diakses pada tanggal 27 Desember 2014 pada
pukul 19.13 WIB
www.jaringannews.com
https://helmidadang.wordpress.com/2012/12/30/jenis-jenis- hydrant /
www.bromindo.com
www.alatpemadamapi.info