Upload
buihanh
View
260
Download
6
Embed Size (px)
Citation preview
TUGAS AKHIR | YUNI FERIDA | C0812044| 10
BAB II
KAJIAN LITERATUR
A. KAJIAN TEORI TENTANG MUSEUM
Secara istilah, kata museum berarti “candi para Dewi Muse“. Orang Yunani
Kuno membangun sebuah candi kecil bagi sembilan Dewi Muse (Dewi
Pengkajian) di atas sebuah bukit kecil di luar kota Athena. Setiap dewi
mempunyai pengikut yang sering memberinya hadiah. Pada tahun 280 SM
Raja Ptolemy di Mesir membuka museum di istananya di kota Iskandariah,
di mana para sarjana terbesar pada zaman itu bertemu dan bekerja. Muse
sendiri berarti rumah pemujaan bagi sembilan bersaudara (mousi), anak-
anak Dewa Zeus yang melambangkan seni murni dan ilmu pengetahuan.
Oleh karena itu, kata museum selalu dikaitkan dengan pengkajian (Oxford
Ensiklopedi Pelajar, 1995:126).
1. Definisi Museum
Menurut beberapa ahli, museum memiliki definisi yang berbeda-beda,
diantaranya:
Museum adalah lembaga, tempat penyimpanan, perawatan,
pengamanan dan pemanfaatan benda-benda bukti materiil hasil
budaya manusia serta alam dan lingkungannya guna menunjang
upaya perlindungan dan pelestarian kekayaan budaya bangsa.
(Peraturan Pemerintah RI No. 19 Tahun 1995)
TUGAS AKHIR | YUNI FERIDA | C0812044| 11
Museum adalah sebuah lembaga yang bersifat tetap, tidak mencari
keuntungan, melayani masyarakat dan perkembangannya, terbuka
untuk umum, memperoleh, merawat, menghubungkan dan
memamerkan artefak-artefak perihal jati diri manusia dan
lingkungannya untuk tujuan studi, pendidikan dan rekreasi.
(Internasional Council Of Museum (Icom) : dalam Pedoman
Museum Indonesia, 2008)
Museum adalah lembaga penyelenggaraan pengumpulan
(collecting), perawatan (treatment), pengawetan (preservasing),
penyajian (presentation), penerbitan hasil penelitian dan
pemberian bimbingan edukatif kultural tentang benda yang bernilai
ilmiah. (Departemen P dan K dalam SK Mendikbud
No.093/0/1973)
Museum adalah suatu lembaga yang bertugas memelihara
kenyataan, memamerkan kebenaran benda-benda, selama hal itu
tergantung dari bukti yang berupa benda-benda. (John Fordsyke
dalam Journal Royal Society of Arts, “ The Functional of National
Museum “, Vol XCVII)
Museum adalah tempat yang bertugas mengumpulkan barang-
barang warisan kebudayaan bagi kepentingan penyelidikan ilmu
pengetahuan dan segala hubungannya harus dipamerkan kepada
umum. Museum juga harus bersifat terbuka dan dapat menambah
pengetahuan terutama bagi generasi muda. (Gertrud Rudolf Hidle,
1953)
TUGAS AKHIR | YUNI FERIDA | C0812044| 12
2. Fungsi Museum
Museum menyimpan banyak macam pengetahuan di dalamnya. Maka
tidak salah bila mengatakan bahwa museum memiliki peran sebagai
lembaga pendidikan non formal, karena aspek edukasi lebih ditonjolkan
dibanding rekreasi. Museum juga dipandang sebagai lembaga yang
menyimpan, memelihara serta memamerkan hasil karya, cipta dan
karsa manusia sepanjang zaman, museum merupakan tempat yang tepat
sebagai sumber pembelajaran bagi kalangan pendidikan, karena melalui
benda yang dipamerkannya pengunjung dapat belajar tentang berbagai
hal berkenaan dengan nilai, perhatian serta peri kehidupan manusia.
Museum juga merupakan sebuah lembaga pelestari kebudayaan bangsa,
baik yang berupa benda (tangible) seperti artefak, fosil, dan benda-
benda etnografi maupun tak benda (intangible) seperti nilai, tradisi, dan
norma.
Fungsi dasar dari sebuah museum sebenarnya adalah untuk
mengkoleksi, memelihara serta memamerkan objek-objek. Ada 9
fungsi dari museum (International Council of Museum/ ICOM, 2009)
yaitu sebagai berikut.
1. Pengumpulan dan pengamanan warisan alam dan budaya.
2. Dokumentasi dan penelitian ilmiah.
3. Konservasi dan preservasi.
4. Penyebaran dan perataan ilmu untuk umum.
TUGAS AKHIR | YUNI FERIDA | C0812044| 13
5. Pengenalan dan penghayatan kesenian.
6. Pengenalan kebudayaan antar-daerah dan antar-bangsa.
7. Visualisasi warisan alam dan budaya.
8. Cermin pertumbuhan peradaban umat manusia.
9. Pembangkit rasa bertakwa dan bersyukur kepada Tuhan Yang
Maha Esa.
3. Tugas Museum
Disamping itu, terdapat beberapa tugas yang dijalankan oleh sebuah
museum, yakni:
a. Pengumpulan atau penggandaan
Tidak semua benda dapat dimasukan ke dalam koleksi museum,
hanyalah benda-benda yang memenuhi syarat-syarat tertentu.
b. Pemeliharaan
Tugas pemeliharaan ada 2 aspek, yakni:
Aspek Teknis
Benda-benda materi koleksi harus dipelihara dan diawetkan serta
dipertahankan tetap awet dan tercegah dari kemungkinan
kerusakan.
Aspek Administrasi
TUGAS AKHIR | YUNI FERIDA | C0812044| 14
Benda-benda materi koleksi harus mempunyai keterangan tertulis
yang menjadikan benda-benda koleksi tersebut bersifat
monumental.
c. Konservasi
Merupakan usaha pemeliharaan, perawatan, perbaikan, pencegahan
dan penjagaan benda-benda koleksi dari penyebab kerusakan.
d. Penelitian
Bentuk penelitian ada 2 macam, yakni:
Penelitian Intern
Penelitian yang dilakukan oleh kurator untuk kepentingan
pengembangan ilmu pengetahuan museum yang bersangkutan.
Penelitian Ekstern
Penelitian yang dilakukan oleh peneliti dari luar, seperti
mahasiswa, pelajar, umum dan laian-lain untuk kepentingan
karya ilmiah, skripsi, dan lain-lain.
e. Pendidikan
Kegiatan disini lebih ditekankan pada pengenalan benda-benda materi
koleksi yang dipamerkan:
Pendidikan Formal
Berupa seminar-seminar, diskusi, ceramah dan sebagainya.
Pendidikan Non formal
Berupa kegiatan pameran, pemutaran film, slide, dan lain-lain.
f. Rekreasi
TUGAS AKHIR | YUNI FERIDA | C0812044| 15
Sifat pameran yang mengandung arti untuk dinikmati dan dihayati,
yang mana merupakan kegiatan rekreasi segar, tidak diperlukan
konsentrasi yang akan menimbulkan keletihan dan kebosanan.
4. Klasifikasi Museum
Museum yang terdapat di Indonesia dapat dibedakan melaui beberapa
jenis klasifikasi (Sutarga, M. Amir, 1989), yakni sebagai berikut :
Berdasarkan Status Hukum
a. Museum Pemerintah
Dikatakan museum pemerintah karena dibiayai oleh pemerintah
setempat, dan untuk semua keperluannya disediakan anggaran-
anggaran tahunan di departemen atau pemerintahan lokal yang
menyelenggarakannya.
b. Museum Swasta
Sebuah museum yang didirikan oleh pihak swasta, dikelola
langsung oleh pihak swasta itu sendiri. Biasanya swasta itu berupa
yayasan atau perseorangan tetapi tetap dalam pengawasan
Direktorat Permuseuman atas nama pemerintah.
Berdasarkan Ruang Lingkup Wilayah
a. Museum Nasional
Adalah sebuah museum yang koleksinya terdiri dari kumpulan
benda yang berasal, mewakili dan berkaitan dengan bukti material
TUGAS AKHIR | YUNI FERIDA | C0812044| 16
manusia dan atau lingkungannya dari seluruh wilayah Indonesia
yang bernilai nasional.
b. Museum Lokal
Adalah sebuah museum yang koleksinya terdiri dari kumpulan
benda yang berasal, mewakili dan berkaitan dengan bukti material
manusia dan atau lingkungannya dari wilayah kabupaten atau
kotamadya di mana museum tersebut berada.
c. Museum Propinsi
Adalah sebuah museum yang koleksinya terdiri dari kumpulan
benda yang berasal, mewakili dan berkaitan dengan bukti material
manusia dan atau lingkungannya dari wilayah propinsi dimana
museum berada.
Berdasarkan Disiplin Ilmu
a. Museum Umum
Adalah museum yang koleksi terdiri dari kumpulan bukti material
manusia dan lingkungannya yang berkaitan dengan berbagai
cabang seni, disiplin ilmu dan teknologi.
b. Museum Khusus
Adalah museum yang koleksinya terdiri dari kumpulan bukti
material manusia atau lingkungannya berkaitan dengan satu cabang
seni, satu cabang ilmu atau satu cabang teknologi.
5. Unsur Pengelolaan Museum
Ada 5 unsur yang mewarnai pengelolaan museum di Indonesia,yaitu :
TUGAS AKHIR | YUNI FERIDA | C0812044| 17
1. Pemerintah; pengelola museum pemerintah adanya keterkaitan
tanggung jawab dari satu instansi seperti Dinas, Direktorat, BUMN,
badan pengelola yang disetujui pemerintah.
2. Lembaga adat; pengelola museum lembaga adat lebih didasarkan
kepada kepemilikan turun temurun baik terhadap harta kekayaan dan
benda-benda yang menjadi materi pameran, meskipun secara formal
museum lembaga adat merupakan museum yang pengelolaannya tanpa
ada campur tangan pemerintah namun dalam beberapa hal masih
terdapat ketergantungan dari pemerintah seperti bantuan keuangan,
pembinaan, legalitas dan pengamanan.
3. Pengelola museum oleh swasta; museum yang dikelola pihak swasta
lebih banyak memamerkan benda-benda yang bersifat memilik latar
belakang sejarah perusahaan itu sendiri atau memilik keterkaitan
dengan prestise dari satu perusahaan. Museum swasta di Indonesia
belum banyak berkembang, mengingat biaya untuk pembangunan,
pemeliharaan dan pengembangan cukup mahal yang pada dasarnya
menjadi tanggung jawab perusahaan/swasta.
4. Pengelolaan museum oleh yayasan, museum yang dikelola oleh satu
lembaga yayasan, lebih mengetengahkan pendekatan sosial yang
menitikberatkan kepada aspek-aspek perjuangan, kepeloporan,
kesejarahan. Museum lebih mandiri, lebih bebas untuk melakukan
inovasi, kreativitas dan program kerja.
TUGAS AKHIR | YUNI FERIDA | C0812044| 18
5. Pengelolaan museum antara swasta dan pemerintah, pengelolaan
museum semacam ini belum berlembaga di Indonesia. Bentuk
pengelolaan semacam ini tentunya membutuhkan satu inovasi yang
perlu clan terus dipelajari sebagai satu bentuk museum ideal yang
mampu memberikan kemampuan dalam penyediaan terutama dana dan
tenaga ahli yang dibutuhkan.
6. Kategori Pengguna Museum
Terdapat dua kategori pengguna dalam sebuah museum, yakni:
1. Pengelola
Pengelola museum adalah petugas yang berada dan melaksanakan
tugas museum dan dipimpin oleh seorang kepala museum. Kepala
museum membawahi dua bagian yaitu bagian administrasi dan
bagian teknis.
a. Bagian Administrasi
Bagian administrasi mengelola ketenagaan, keuangan, surat-
menyurat, kerumah-tanggaan, pengamanan dan registrasi koleksi.
b. Bagian Teknis
Bagian teknis terdiri dari tenaga pengelola koleksi, tenaga
konservasi, tenaga preparasi, tenaga bimbingan dan humas.
2. Pengunjung
TUGAS AKHIR | YUNI FERIDA | C0812044| 19
Berdasarkan intensitas kunjungannya dapat dibedakan menjadi dua
kelompok, yakni:
a. Kelompok orang yang secara rutin berhubungan dengan museum
seperti kolektor, seniman, desainer, ilmuwan, pelajar.
b. Kelompok orang yang baru mengunjungi museum.
B. KAJIAN TEORI TENTANG TAPIS
1. Sejarah Tapis
Menurut Junaidi Firmansyah (1996) Tapis adalah pakaian adat bagi
wanita suku Lampung yang berbentuk kain sarung terbuat dari tenun
benang kapas dengan motif atau hiasan sulaman benang perak atau
benang emas, terkadang dengan benang sutera atau benang sugi (serat
nanas) dengan menggunakan sistem sulam (Lampung: cucuk) (Lili
Hartono, 2009:19). Kata Tapis berasal dari kata menapis, yang berarti
menyaring, menghalangi, atau menutupi. Dari asal mula pemberian
namanya, maka dapat diketahui makna tapis bagi masyarakat adat
Lampung, yaitu memiliki makna simbolis-filosofis sebagai pelindung
bagi pemakainya dari segala kekotoran (Azhari Kadir, 2004). Tapis juga
melambangkan kesucian bagi pemakainya (R.A. Zubaidah, 1993).
TUGAS AKHIR | YUNI FERIDA | C0812044| 20
Gambar 2.1 Salah satu jenis Tapis Lampung
Sumber: http://tapis-lampung.blogspot.com/)
Gambar 2.2 Salah satu jenis Tapis Lampung
Sumber: http://tapis-lampung.blogspot.com/
Tapis Lampung termasuk kerajian tradisional karena peralatan yang
digunakan dalam membuat kain dasar dan motif-motif hiasnya masih
sederhana dan dikerjakan oleh pengrajin. Awalnya, Tapis hanya berupa
kain sarung bermotif tenun polos membentuk lajur-lajur bidang warna,
tanpa sulaman benang emas atau perak. Penerapan benang emas dan
perak dilakukan untuk memperindah tapis. Hal ini dilakukan seiring
TUGAS AKHIR | YUNI FERIDA | C0812044| 21
dengan meningkatnya perekonomian masyarakat Lampung sekitar abad
ke-17. Saat itu, penjualan hasil rempah-rempah terutama lada mengalami
puncaknya. Dampaknya perekonomian masyarakat Lampung meningkat,
sehingga mampu mengimpor berbagai produk dari negara lain, termasuk
benang emas (Lili Hartono, 2009:20).
Menurut Van der Hoop (Indonisische Siermotiven: Ragam-Ragam
Perhiasan Indonesia, 1949) disebutkan bahwa orang Lampung telah
menenun kain brokat yang disebut nampan (tampan) dan kain pelepai
sejak abad ke-2 Sebelum Masehi. Motif kain ini ialah kait dan kunci (key
and rhomboid shape), pohon hayat, dan bangunan yang berisikan roh
manusia yang telah meninggal. Juga terdapat motif binatang, matahari,
bulan serta bunga melati. Dikenal juga tenun tapis yang bertingkat,
disulam dengan benang sutera putih yang disebut tapis Inuh. Hiasan-
hiasan yang terdapat pada kain tenun Lampung juga memiliki unsur-
unsur yang sama dengan ragam hias di daerah lain.
Kerajinan ini dibuat oleh wanita, baik ibu rumah tangga maupun muli-
muli (gadis-gadis) yang pada mulanya untuk mengisi waktu senggang
dengan tujuan untuk memenuhi tuntutan adat istiadat yang dianggap
sakral. Tapis juga menjadi bentuk simbolisme dalam menyelaraskan
kehidupannya baik terhadap lingkungannya maupun Sang Pencipta Alam
Semesta. Karena itu munculnya tapis ini ditempuh melalui tahap-tahap
waktu yang mengarah kepada kesempurnaan teknik tenunnya, maupun
TUGAS AKHIR | YUNI FERIDA | C0812044| 22
cara-cara memberikan ragam hias yang sesuai dengan perkembangan
kebudayaan masyarakat.
Oleh masyarakat Lampung yang memproduksi, menggunakan, serta
mengembangkan Tapis sebagai sarana perlengkapan hidup, umumnya
menjadikan Tapis sebagai perangkat serupa pusaka keluarga yang hanya
dipakai dalam setiap upacara adat sebagai penanda status sosial dalam
masyarakatnya yang terdiri dari:
(1) Punyimbang Marga atau paksi yang membawahi tiyuh (kampung)
(2) Punyimbang Tiyuh yang membawahi beberapa suku atau blik
(3) Punyimbang Suku yang membawahi beberapa nuwow balak (rumah
adat) (http://lili.staff.uns.ac.id)
2. Fungsi Tapis
Secara umum, tapis Lampung memiliki beberapa fungsi dalam
kehidupan masyarakat adat Lampung, yaitu aspek sosial, religi, dan
estetika.
Fungsi sosial
Dilihat dari aspek sosial, dalam pemakaiannya tapis menunjukkan
status anggota masyarakat dari kelompok sosial masyarakat adat
Lampung secara keseluruhan. Tapis dianggap sebagai kain yang
bernilai tinggi, tidak semua anggota masyarakat dapat memakainya.
Menurut Junaidi Firmansyah (1996) bagi masyarakat adat Lampung,
tapis merupakan lambang sosial pemakainya. Terutama
menunjukkan perbedaan penggunaan tapis yang hanya dipakai
TUGAS AKHIR | YUNI FERIDA | C0812044| 23
keluarga pemimpin adat (punyimbang) saat upacara adat (begawi).
Tapis digunakan dalam berbagai acara adat seperti pernikahan,
cakak pepadun (pengambilan gelar), acara cangget (tari), turun
diway (turun mandi), maupun sebagai pakaian sehari-hari.
Penggunaan Tapis berbeda-beda sesuai dengan acara tersebut.
Gambar 2.3 Penggunaan tapis sebagai pakaian bawahan pada
pakaian adat wanita suku Lampung
Sumber: ainacintabunda.blogspot.com/.../adat-begitu-indah-
begitu-bermakna.html
Namun, seiring dengan perkembangan zaman, Tapis tidak hanya
dipakai oleh kaum bangsawan melainkan juga orang kebanyakan
di Lampung. Selain itu, bentuk fisik, ragam hias serta makna
simbolis-filosofisnya pun juga ikut mengalami perkembangan dan
perubahan. Jika awalnya Tapis dibuat khusus untuk keperluan-
keperluan adat yang melambangkan makna-makna tertentu, maka
TUGAS AKHIR | YUNI FERIDA | C0812044| 24
saat ini telah bergeser juga pada segi keindahannya serta untuk
memperoleh keuntungan ekonomis.
Gambar 2.4 Penggunaan tapis pada pakaian penari Sigekh
Pengunten
Sumber : lampungbeautyface.blogspot.com
Meskipun selama ini hanya tampil sebagai pakaian dalam acara
adat, seorang desainer fashion, Priyo Oktaviano memperkenalkan
Tapis dalam pagelaran busana rancangannya di acara Indonesia
Fashion Week 2014. Memetakan secara fisik dua inspirasi utama,
Priyo Oktaviano mengabadikan relief konstruksi tubuh Robot
Gundam dan pola kelokan arena sirkuit olahraga balap motor pada
tapis Lampung yang ia gunakan sebagai material utama dalam
koleksinya.
TUGAS AKHIR | YUNI FERIDA | C0812044| 25
Gambar 2.5 Pagelaran busana di Indonesia Fashion Week 2014
Sumber: https://priyooktaviano.wordpress.com/tag/Tapis-lampung/
Tapis Lampung yang sejak dahulu menjadi simbol kehormatan
masyarakat Lampung dirasakan sangat tepat membingkai nafas
inspirasi yang dihembuskan sang desainer dalam rangkaian karya
teranyarnya. Dikerjakan secara manual menggunakan alat tenun
gedokan dan teknik sulam (cucuk) koleksi busana Priyo Oktaviano
tersebut layaknya rangkuman sempurna mozaik imajinasi sang
desainer. (https://priyooktaviano.wordpress.com /tag/Tapis-
lampung/ diperoleh pada 25 April 2015 pukul 23:05)
Gambar 2.6 Kreasi tapis dalam busana rancangan Priyo Oktaviano
Sumber : http://lemon-boutique.com/indonesia-banget-di-indonesia-
fashion-week-2014/
TUGAS AKHIR | YUNI FERIDA | C0812044| 26
Dalam perkembangannya, Tapis juga mulai dikenalkan oleh
pemerintah pada Tapis Carnival dalam serangkaian acara Festival
Krakatau. Karnaval diikuti peserta dari Taman Budaya Lampung
yang mengenakan busana fantasi yang diangkat dari nilai-nilai luhur
budaya Lampung. (http://ulunlampung.blogspot.com
/2011/10/Tapis-carnival-sajian-baru-festival.html diperoleh pada 25
April 2015 pukul 23:05).
Gambar 2.7 Tapis Carnival
Sumber :http://female.kompas.com/read/2012/10/07 /09170677/
Warna-warni. Tapis.Carnival
Dalam acara tersebut, dipamerkan pakaian modifikasi yang
mengkreasikan pakaian parade dengan ragam hias yang terdapat pada
Tapis Lampung.
3. Proses Pembuatan Tapis
Pada tahun 1950, para pengrajin Tapis masih menggunakan bahan hasil
pengolahan sendiri, khususnya untuk bahan tenun. Kain tenun dasar
TUGAS AKHIR | YUNI FERIDA | C0812044| 27
Tapis merupakan hasil tenunan benang kapas dengan alat tenun gedogan
yang disebut pattek/mattakh/pattokh (Anshori Djausal, 2002 : 15).
Proses pengolahannya menggunakan sistem ikat, sedangkan
penggunaan benang emas telah dikenal sejak lama. Bahan-bahan baku
tersebut antara lain :
Khambak (kapas) digunakan untuk membuat benang.
Gambar 2.8 Khambak
Sumber : http://article.wn.com/view/2008/04/30/Lint _prices_
unchanged_amid _thin_trading/
Kepompong ulat sutera untuk membuat benang sutera.
Gambar 2.9 Kepompong ulat sutera
Sumber : http://www.p2kp.org warta/files/extjatengulatsutera2
Pantis (lilin sarang lebah) untuk meregangkan benang.
TUGAS AKHIR | YUNI FERIDA | C0812044| 28
Gambar 2.10 Pantis (lilin sarang lebah)
Sumber: http://naturespark.indonetwork.co.id/4434032/lilin-lebah-
beeswax-hutan-100-murni-bersih-alami.htm
Akar serai wangi untuk pengawet benang.
Gambar 2.11 Akar serai wangi
Sumber : http://herrysoenarko.blogspot.com/2012/05/ peranan-
akar -wangi-dalam-bisnis-dan.html
Daun sirih untuk membuat warna kain tidak luntur.
Gambar 2.12 Daun sirih
Sumber: http://www.manfaatdaun.com/2014/09/manfaat-daun-
sirih-untuk-kesehatan.html
TUGAS AKHIR | YUNI FERIDA | C0812044| 29
Buah pinang muda, daun pacar, kulit kayu kejal untuk pewarna
merah.
Gambar 2.13 Buah pinang muda
Sumber: http://www.tipscaraterbaik.com/khasiat-buah-pinang-
muda.html
Gambar 2.14 Daun pacar muda
Sumber: http://www.tanobat.com/pacar-kuku-ciri-ciri-tanaman-
serta-khasiat-dan-manfaatnya.html)
Kulit kayu salam, kulit kayu rambutan untuk pewarna hitam.
Kulit kayu mahoni atau kulit kayu durian untuk pewarna coklat.
Gambar 2.15 Kulit kayu mahoni
Sumber: http://infoperempuan.com/manfaat-kulit-mahoni/
Buah deduku atau daun talom untuk pewarna biru.
TUGAS AKHIR | YUNI FERIDA | C0812044| 30
Gambar 2.16 Buah deduku
Sumber: http://ensiklopediaindonesia.com/flora-fauna/duku-
palembang/
Kunyit dan kapur sirih untuk pewarna kuning.
Gambar 2.17 Kunyit
Sumber: http://kuherbal.com/kandungan-kunyit-khasiat-sebagai-obat-
tipes.htm
Gambar 2.18 Daun sirih
Sumber: https://perigigiberbagi.wordpress.com/2012/05/22/
mengunyah-sirih-positif-atau-negatif/
Pada saat ini bahan-bahan tradisional tersebut di atas sudah jarang
digunakan lagi oleh para pengrajin, sebab pengganti bahan-bahan di
atas tersebut sudah banyak diperdagangkan di pasaran. Selain itu, dalam
TUGAS AKHIR | YUNI FERIDA | C0812044| 31
proses menyulam tapis secara tradisional, ada sejumlah peralatan yang
biasa digunakan, yaitu:
1. Sesang yaitu alat untuk menyusun benang sebelum dipasang pada
alat tenun.
2. Mattakh yaitu alat untuk menenun tapis. Mattakh terdiri dari bagian
alat-alat berikut ini.
Terikan (alat menggulung benang)
Cacap (alat untuk meletakkan alat-alat mattakh)
Belida (alat untuk merapatkan benang)
Kusuran (alat untuk menyusun benang dan memisahkan benang)
Apik (alat untuk menahan rentangan benang dan menggulung hasil
tenunan)
Guyun (alat untuk mengatur benang)
Ijan atau Peneken (tunjangan kaki penenun)
Sekeli (alat untuk tempat gulungan benang pakan, yaitu benang
yang dimasukkan melintang)
Terupong/teropong (alat untuk memasukkan benang pakan ke
tenunan)
Amben (alat penahan punggung penenun)
TUGAS AKHIR | YUNI FERIDA | C0812044| 32
Gambar 2.19 Mattakh
Sumber : http://traditionalclothes.blogspot.com/2009_\
05_01_archive.html
3. Tekang atau Pemidangan yaitu alat untuk merentangkan kain pada
saat menyulam benang emas.
Gambar 2.20 Seorang perajin sedang menyulam menggunakan alat
tekang
Sumber: http://www.langitperempuan.com/ida-mustika-zaini-
bangunkan-Tapis-lampung-dari-lelap/
TUGAS AKHIR | YUNI FERIDA | C0812044| 33
Menurut Judi Achjadi dan Benny Gratha, pembuatan Tapis harus
melewati beberapa tahap.
Tahap paling awal pembuatan tapis adalah pemintalan kapas
(khambak) menjadi benang katun, dan pemintalan kepompong ulat
sutera menjadi benang emas. Kemudian benang-benang tersebut
diawetkan dengan cara direndam dalam air yang dicampur dengan
akar serai wangi. Setelah proses pengawetan selesai, tahap
selanjutnya adalah proses pewarnaan benang dengan menggunakan
bahan-bahan alami. Untuk mendapatkan benang berwarna coklat
misalnya, benang katun direndam dalam air yang dicampur dengan
serbuk kulit kayu mahoni atau kalit kayu durian. Setelah warna
benang sesuai dengan warna yang diinginkan, maka benang
direndam dalam air yang dicampur daun sirih. Perendaman ini
bertujuan agar warna benang tidak mudah luntur. (Maraknya Tapis
Lampung: Dahulu dan Kini, The Splendor of Lampung Tapis: Then
and Now , 2013)
Setelah benang yang dibutuhkan siap, maka tahap selanjutnya adalah
merajut benang menjadi kain. Setelah kain terbentuk, maka tahapan
selanjutnya adalah membuat motif-motif, seperti motif alam, flora, dan
fauna, dengan menggunakan benang-benang berwarna. Selanjutnya
motif tersebut disulam (sistem cucuk) dengan benang emas atau benang
perak. Benang emas merupakan bagian yang penting sebagai hiasan
atau dekorasinya. Benang emas terdiri dari dua elemen, yaitu sebuah
TUGAS AKHIR | YUNI FERIDA | C0812044| 34
inti berupa benang sutera atau kapas yang dibalut elemen lain (elemen
kedua) berbentuk pita yang memiliki permukaan berwarna emas.
Elemen kedua ini berupa lembaran kertas panjang disepuh emas,
lembaran logam tembaga yang disepuh, foil logam sangat tipis, plastik
berwarna emas atau perak. Hasil akhirnya berupa benang yang jika
dilihat tampak seperti emas padat.
Benang emas bila disulamkan secara biasa (dimasukkan dengan jarum
menembus kain) sangat sulit. Bagian pembungkus (elemen kedua)
dapat terkelupas ketika jarum ditarik menembus kain. Untuk
mengatasinya benang emas tersebut diletakkan mendatar di atas kain
dan dilekatkan dengan menggunakan benang jahit. Di Lampung teknik
ini disebut cucuk tekat (Inggris : couching). Sedikit demi sedikit benang
hias diikatkan dengan benang (penyawat) dari bawah kain dasar. Hasil
dari proses ini akan tampak bentuk desain motif dari pembentukan
benang hias dan juga ikatan benang penyawat yang memiliki jalur
tertentu (Lili Hartono, 2009:22). Cara yang lain dengan ditenun pada
kain sebagai bagian dari proses menenun. Teknik ini disebut dengan
istilah pakan tambahan (songket) atau mencukil. Setelah disulam
dengan benang emas dan perak, maka selembar tapis selesai dibuat.
Saat ini, bahan-bahan untuk membuat tapis telah banyak tersedia di
pasaran. Oleh karena itu para pengrajin tapis tidak perlu lagi melakukan
pemintalan dan pewarnaan benang sendiri. Demikian juga dengan
pembuatan tapis, jika pada awalnya oleh kaum ibu dan para gadis di
TUGAS AKHIR | YUNI FERIDA | C0812044| 35
waktu senggang, maka saat ini dilakukan oleh penenun profesional di
rumah-rumah produksi tenun. Untuk membuat tapis Inuh misalnya,
seorang penenun membutuhkan tiga hingga empat benang yang telah
diberi warna, yakni kuning, hitam, hijau, dan merah. Warna-warna
benang tersebut harus dibuat redup (tidak cerah) agar mirip dengan
warna asli tapis Inuh tempo dulu. Benang yang telah diwarnai tersebut
kemudian ditenun secara kasar, lalu diberi motif sablon untuk memandu
tenunan. Tenunan kasar itu lantas diurai hingga hanya meninggalkan
motif yang diinginkan.
Selanjutnya, benang yang diberi warna disisipkan membentuk motif
warna. Setelah itu, kain hasil tenunan dipres dengan mesin agar halus
dan ikatan tenunannya kuat. Selanjutnya disulam dengan sistim cucuk
denganmenggunakan benang emas dan perak. Penyulaman merupakan
proses terakhir pembuatan tapis. (http://www.museumsongketdigital.
com/site/ lampung/pembuatan-songket diakses pada 12 April 2015
pukul 15.00)
4. Jenis Tapis
Tapis Lampung bila dilihat menurut asal pemakainya dapat terbagi
menjadi beberapa jenis di bawah ini. Beberapa jenis tapis yang umum
digunakan masyarakat Lampung Pepadun dan Lampung Saibatin
adalah :
a. Tapis Lampung dari Pesisir terdiri dari:
Tapis Inuh
TUGAS AKHIR | YUNI FERIDA | C0812044| 36
Tapis Cucuk Andak
Tapis Semaka
Tapis Kuning
Tapis Cukkil
Tapis Jinggu
b. Tapis lampung dari Pubian Telu Suku terdiri dari
Tapis Jung Sarat
Tapis Balak
Tapis Laut Linau
Tapis Raja Medal
Tapis Pucuk Rebung
Tapis Cucuk Handak
Tapis Tuho
Tapis Sasap
Tapis Lawok Silung
Tapis Lawok Handak
c. Tapis Lampung dari Sungkai Way Kanan terdiri dari
Tapis Jung Sarat
Tapis Balak
Tapis Pucuk Rebung
Tapis Halom/Gabo
Tapis Kaca
Tapis Kuning
Tapis Lawok Halom
TUGAS AKHIR | YUNI FERIDA | C0812044| 37
Tapis Tuha
Tapis Raja Medal
Tapis Lawok Silung
d. Tapis Lampung dari Tulang Bawang Mego Pak terdiri dari
Tapis Dewosano
Tapis Limar Sekebar
Tapis Ratu Tulang Bawang
Tapis Bintang Perak
Tapis Limar Tunggal
Tapis Sasab
Tapis Kilap Turki
Tapis Jung Sarat
Tapis Kaco Mato di Lem
Tapis Kibang
Tapis Cukkil
Tapis Cucuk Sutero
e. Tapis Lampung dari Abung Siwo Mego terdiri dari
Tapis Rajo Tunggal
Tapis Lawet Andak
Tapis Lawet Silung
Tapis Lawet Linau
Tapis Jung Sarat
Tapis Raja Medal
Tapis Nyelem di Laut Timbul di Gunung
TUGAS AKHIR | YUNI FERIDA | C0812044| 38
Tapis Cucuk Andak
Tapis Balak
Tapis Pucuk Rebung
Tapis Cucuk Semaka
Tapis Tuho
Tapis Cucuk Agheng
Tapis Gajah Mekhem
Tapis Sasap
Tapis Kuning
Tapis Kaco
Tapis Serdadu Baris
Berikut ini beberapa jenis tapis berdasarkan fungsi pemakaiannya.
NAMA FUNGSI TEKNIK
TUGAS AKHIR | YUNI FERIDA | C0812044| 39
Tapis Jung Sarat
Gambar 2.21 Tapis Jung
Sarat
Sumber :
http://toparthandycraft.blo
gspot.com/2011/11/Tapis-
traditional-handy-craft-
weaving.html
Dipakai oleh
kelompok isteri
kerabat yang lebih
tua yang menghadiri
upacara mengambil
gelar, pengantin
serta muli cangget
(gadis penari) pada
upacara adat.
Sulam cucuk.
Bahan dasar dari
benang kapas
berlajur
horizontal, warna
merah, coklat,
dan putih. Motif
pucuk rebung,
sasab besar
tekstur benang
penyawat iluk
keris, mata kibau,
dan pucuk rebung
digayakan.
Tapis Raja Tunggal
Dipakai istri kerabat
paling tua (tuho
penyimbang) pada
upacara perkawinan
adat, pengambilan
gelar pangeran dan
Berbahan
dasarnya dari
benang kapas,
berlajur
horizontal warna
merah, hitam,
TUGAS AKHIR | YUNI FERIDA | C0812044| 40
Gambar 2.22 Tapis
Raja Tunggal
Sumber gambar:
http://www.museums
ongketdigital.com/site
/lampung/galeri-kain
sutan, dipakai oleh
gadis-gadis dalam
menghadiri upacara
adat.
putih, kuning, dan
hijau. Ragam hias
disulam dengan
benang emas dan
benang kapas.
Motifnya yaitu
orang di atas
perahu, orang
sedang
menunggang
kuda, pucuk
rebung, bintang,
dan pilin.
Tapis Raja Medal
Gambar 2.23 Tapis
Raja Medal
(Sumber gambar:
http://www.museums
Tapis jenis ini
dipakai oleh
kelompok isteri
kerabat paling tua
(tuho penyimbang)
pada upacara adat
seperti :
mengawinkan anak,
Bahan dasarnya
benang kapas,
berlajur
horizontal warna
merah hati,
hitam, kuning,
dan hijau. Ragam
hias disulam
benang emas.
TUGAS AKHIR | YUNI FERIDA | C0812044| 41
ongketdigital.com/site
/ lampung/galeri-kain)
pengambilan gelar
pangeran dan sutan.
Di daerah Abung,
Lampung Utara,
Tapis ini digunakan
oleh pengantin
wanita pada upacara
perkawinan adat.
Motifnya antara
lain orang di atas
rato ditarik
orang, ayam
nyecak konci, dan
pucuk rebung.
Bagian bawah
terdapat sasab
dengan penyawat
benang katun
berbentuk tekstur
pucuk rebung dan
belah ketupat.
Tapis Laut Andak
Gambar 2.24 Tapis
Laut Andak
Sumber gambar:
https://blog.djarumbea
siswaplus.org/
Tapis jenis ini
dipakai oleh muli
cangget (gadis
penari) pada acara
adat cangget.
Dipakai juga oleh
anak benulung
(isteri adik) sebagai
pengiring pada
upacara
pengambilan gelar
TUGAS AKHIR | YUNI FERIDA | C0812044| 42
suprayogi /2012
/08/31/Tapis-
penghargaan-untuk-
wanita-lampung/
sutan serta dipakai
juga oleh menantu
perempuan pada
acara pengambilan
gelar Sutan.
Tapis Balak
Gambar 2.25 Tapis
Balak
Sumber gambar:
http://www.artgallery.n
sw.gov.au
/collection/works/228.2
006/
Tapis jenis ini
dipakai oleh
kelompok adik
perempuan dan
kelompok istri anak
seorang yang sedang
mengambil gelar
pangeran pada
upacara
pengambilan gelar
atau pada upacara
mengawinkan anak.
Tapis ini dapat juga
dipakai oleh muli
cangget (gadis
penari) pada upacara
adat.
Tapis balak
merupakan
sarung tenunan
pakan lungsin.
Bahan dasar kain
ini dari benang
kapas berlajur
horizontal besar
dan kecil, warna
cokelat muda,
cokelat tua,
merah, dan biru.
Ragam hias
disulam dengan
benang emas.
Motif sasab
dengan tekstur
tajuk pada sasab
kecil, motif pilin,
TUGAS AKHIR | YUNI FERIDA | C0812044| 43
naga, tajuk
berayun, serta
tempelan kaca
dengan benang
berwarna merah
dan hijau.
Tapis Silung
Tapis jenis ini
dipakai oleh
kelompok orang tua
yang tergolong
kerabat dekat pada
upacara adat seperti
mengawinkan anak,
pengambilan gelar,
khitanan dan lain-
lain. Dapat juga
dipakai pada saat
pengarakan
pengantin.
Tapis Laut Silung
merupakan
sarung tenunan
pakan lungsin.
Bahan dasar dari
benang kapas
berlajur
horizontal, warna
merah manggis,
biru tua, dan biru
muda. Ragam
hias penuh yang
disulam dengan
benang emas.
Motifnya yaitu
tajuk berayun,
pucuk rebung
susun, sasab,
TUGAS AKHIR | YUNI FERIDA | C0812044| 44
belah ketupat,
dan bunga.
Tapis Laut Linau
Gambar 2.26 Tapis
Laut Linau
Sumber gambar:
Tapis Lampung:
Perubahan Fungsi,
Motif, dan Makna
Simbolis. Lili
Hartono, 2009 : hlm
30
Tapis jenis ini
dipakai oleh kerabat
isteri yang tergolong
kerabat jauh dalam
menghadiri upacara
adat. Dipakai juga
oleh para gadis
pengiring pengantin
pada upacara turun
mandi pengantin
dan mengambil
gelar pangeran serta
dikenakan pula oleh
gadis penari (muli
cangget).
Tapis Laut Linau
merupakan
bentuk sarung
tenunan pakan
lungsin. Bahan
dasar dari benang
kapas berlajur
horizontal, warna
hitam, cokelat,
biru, merah hati,
dan merah muda.
Ragam hias
penuh yang
diulam dengan
benang emas.
Motif yang
digunakan adalah
pucuk rebung,
belah ketupat,
sasab, dan kupu-
kupu.
TUGAS AKHIR | YUNI FERIDA | C0812044| 45
Tapis Pucuk Rebung
Gambar 2.27 Tapis
Pucuk Rebung
Sumber gambar:
http://www.museumso
ngketdigital.com/site/l
ampung/galeri-kain
Tapis ini dipakai
oleh kelompok ibu-
ibu/para isteri untuk
menghadiri upacara
adat. Di daerah
Menggala, Tapis ini
disebut juga Tapis
balak, dipakai oleh
wanita pada saat
menghadiri upacara
adat.
Tapis Pucuk
Rebung
merupakan kain
sarung tenunan
pakan lungsin
berbahan dasar
dari beang kapas
berlajur
horizontal. Warna
cokelat, hitam,
merah, dan
kuning. Ragam
hias penuh yang
disulam dengan
benang emas.
Motifnya sasa
tegak dengan
tekstur iluk keris
sebagai pembatas
bidang warna,
pucuk rebung,
dan belah
ketupat.
TUGAS AKHIR | YUNI FERIDA | C0812044| 46
Tapis Cucuk Andak
Gambar 2.28 Tapis
Cucuk Andak
Sumber gambar: Tapis
Lampung: Perubahan
Fungsi, Motif, dan
Makna Simbolis. Lili
Hartono, 2009 : hlm
35
Tapis jenis ini
dipakai oleh
kelompok isteri
keluarga
punyimbang (kepala
adat/suku) yang
sudah bergelar sutan
dalam menghadiri
upacara perkawinan,
pengambilan gelar
adat. Di daerah
Lampung Utara,
Tapis ini dipakai
oleh pengantin
wanita dalam
upacara perkawinan
adat. Di daerah
Abung, Tapis ini
dipakai oleh ibu-ibu
pengiring pengantin
pada upacara adat
perkawinan.
Bahan dasar kain
ini dari benang
kapas berlajur
horizontal, warna
hitam, kuning,
cokelat, dan
merah. Ragam
hias yang penuh
dan disulam
dengan benang
emas motifnya
sasab pucuk
rebung, iluk keris,
bunga, dan
tempelan moci.
Dua bidang (atas
dan bawah)
terdapat sulaman
benang dutera
warna putih dan
merah motif sulur
daun.
TUGAS AKHIR | YUNI FERIDA | C0812044| 47
Tapis Limar Sekebar
Gambar 2.29 Tapis
Limar Sekebar
Sumber gambar:
Tapis Lampung:
Perubahan Fungsi,
Motif, dan Makna
Simbolis. Lili
Hartono, 2009 : hlm
28
Tapis ini dipakai
oleh kelompok isteri
dalam menghadiri
pesta adat serta
dipakai juga oleh
gadis pengiring
pengantin dalam
upacara adat.
Bahan dasarnya
berupa benang
kapas berlajur
horizontal warna
merah, cokelat,
putih, dan
kuning.
Ragam hias
penuh berupa
motif pucuk
rebung, belah
ketupat dan
sasab, dengan
tekstur benang
dari benang
katun
membentuk
belah ketupat,
pada sisi bawah
terdapat
tempelan moci.
Tapis Cucuk Pinggir
Tapis jenis ini
dipakai oleh
Bahan dasar dari
benang kapas
TUGAS AKHIR | YUNI FERIDA | C0812044| 48
kelompok isteri
dalam menghadiri
pesta adat dan
dipakai juga oleh
gadis pengiring
pengantin pada
upacara perkawinan
adat.
berlajur
horizontal warna
merah lajur
kecil-kecil biru,
kuning serta tepi
hitam. Ragam
hias penuh yang
disulam dengan
benang emas.
Pada lajur-lajur
warna biru
dibentuk motif
tali yang disulam
dengan benang
sutera. Pada
bagian bawah
terdapat sulaman
benang emas
motif pucuk
rebung kecil
dengan tempelan
moci.
Tapis Tuho Tapis ini dipakai
oleh seorang isteri
Bahan dasarnya
benang kapas
TUGAS AKHIR | YUNI FERIDA | C0812044| 49
yang suaminya
sedang mengambil
gelar sutan. Dipakai
juga oleh kelompok
orang tua (mepahao)
yang sedang
mengambil gelar
sutan serta dipakai
pula oleh isteri sutan
dalam menghadiri
upacara
pengambilan gelar
kerabatnya yang
dekat.
berlajur
horizontal. Warna
cokelat dan biru
dengan ragam
hias berupa
sulaman benang
emas. Motif yang
digunakan sasab
tegak pada
pembatas bidang
warna dan motif
binatang pada
bagian atas kain.
Sulaman benang
kapas warna putih
pada pucuk
rebung. Pada
bagian bawah
terdapat tempelan
moci dan kaca.
Tapis Agheng/Areng Tapis jenis ini
dipakai oleh
kelompok isteri
Berbahan dasar
dari benang kapas
berlajur
TUGAS AKHIR | YUNI FERIDA | C0812044| 50
Gambar 2.30 Tapis
Agheng/Areng
(Sumber gambar:
http://hoodmuseum.dart
mouth.edu/exhibitions
/2009Tapis/agheng.htm
l)
yang sudah
mendapat gelar
sutan (suaminya)
pada upacara
pengarakan Naik
Pepadun/pengambil
an gelar dan dipakai
pula oleh pengantin
sebagai pakaian
sehari-hari.
horizontal, warna
hitam pada
pinggir kain, lajur
kecil-kecil putih,
dan merah pada
bidang kain.
Bagian tengah
pada lajur putih
terdapat hiasan
sulaman benang
kapas warna biru,
putih motif pucuk
rebung kecil.
Tapis Inuh
Gambar 2.31 Tapis
Inuh
Tapis ini umumnya
dipakai oleh istri
Saibatin
(penyimbang) pada
saat menghadiri
upacara-upacara
adat. Tapis ini
berasal dari daerah
Ragam hias
meander, pada
bidang tujuh
horizontal
berwarna biru
terdapat sulaman
benang sutera
warna dominan
putih dan sedikit
TUGAS AKHIR | YUNI FERIDA | C0812044| 51
Sumber :
http://www.indonesia
travelingguide.com/s
umatera-traditional-
textiles/ south-
sumatra-textiles/
Krui, Lampung
Barat.
merah, motif
sulur daun bunga,
dan pilin (pucuk
pakis). Pada
bidang ini juga
dihiasi dengan
kaca kecil-kecil.
Bahan dasar dari
benang kapas
berlajur horizontal
berwarna merah,
biru, dan cokelat.
Tapis Dewosano
Gambar 2.32 Tapis
Dewosano
Sumber gambar: Tapis
Lampung: Perubahan
Fungsi, Motif, dan
Makna Simbolis. Lili
Di daerah Menggala
dan Kota Bumi,
tapis ini dipakai oleh
pengantin wanita
pada saat
menghadiri upacara
adat.
berbahan dasar
benang kapas
berlajur
horizontal. Warna
hitam, cokelat,
kuning, dan
merah. Ragam
hias penuh
dengan sulaman
benang emas,
motif sasab besar
dengan tekstur
TUGAS AKHIR | YUNI FERIDA | C0812044| 52
Hartono, 2009 : hlm
33
benang penyawat
iluk keris, belah
ketupat, bunga,
dan pucuk
rebung.
Tapis Bintang Dipakai oleh
pengantin wanita
pada saat upacara
adat.
-
Tapis Bidak Cukkil Model tapis ini
dipakai oleh laki-
laki pada saat
menghadiri
upacara-upacara
adat.
-
Tapis Kaca Tapis ini dipakai
oleh wanita-wanita
dalam menghadiri
upacara adat. Bisa
juga dipakai oleh
Bahan dasar dari
benang kapas
berlajur
horizontal kecil-
kecil. Warna
TUGAS AKHIR | YUNI FERIDA | C0812044| 53
Gambar 2.33 Tapis
Kaca
Sumber gambar:
http://www.artgallery
.nsw.gov.au
/collection/works/228
.2006/
wanita pengiring
pengantin pada
upacara adat. Tapis
ini di daerah
Pardasuka,
Lampung Selatan
dipakai oleh laki-
laki pada saat
upacara adat.
cokelat, kuning,
dan merah.
Ragam hias
berupa sulaman
benang emas
motif pucuk
rebung, sulur
bunga, dan sulur
daun, serta
tempelan kaca
kecil berbentuk
bulat yang diikat
dengan benang
katun pada kain
dasar.
Tapis Bintang perak
Gambar 2.34 Tapis
Bintang Perak
Sumber gambar:
Tapis ini dapat
dipakai pada
upacara-upacara
adat dan berasal dari
daerah Menggala,
Lampung Utara.
Berbahan dasar
benang kapas
berlajur
horizontal warna
hitam, cokelat
muda, biru dan
merah. Ragam
hias penuh berupa
sulaman benang
TUGAS AKHIR | YUNI FERIDA | C0812044| 54
http://traditionalclothe
s.blogspot.com/2009/0
5/Tapis-traditional-
clothes-from-
lampung.html\
emas motif tabur
bentuk bintang
dan geometris
selang-seling
bagian bawah
morif bunga dan
belah ketupat.
Tabel 2.1 Jenis-jenis tapis
5. Produk Seni Kerajinan Pengembangan Tapis
Pada saat ini, Tapis tidak hanya dipakai sebagai pakaian adat bagi para
bangsawan dan pemuka adat dalam acara tertentu, tetapi pemakaiannya
sudah meluas ke semua lapisan masyarakat, sehingga kini Tapis juga
berperan sebagai barang komoditi yang diperjualbelikan dengan nilai
ekonomis yang cukup tinggi. Tapis sempat nyaris menjadi komoditi
langka sebab tak banyak orang yang menggeluti menyulam Tapis. Akan
tetapi, kini tapis sudah mulai banyak diproduksi pengrajin dengan ragam
hias yang lebih variatif. Sebagai barang komoditi yang memiliki nilai
ekonomis tinggi, sehelai tapis bisa dihargai Rp700.000,- hingga
Rp2.000.000,-.
TUGAS AKHIR | YUNI FERIDA | C0812044| 55
Gambar 2.35 Kreasi sarung Tapis
Sumber: http://www.indonesia.travel/id/destination /607/bandar-
lampung/article /267
Gambar 2.36 Kreasi sarung Tapis
Sumber: http://kratonpedia.com/articledetail/2011/12/7/208
/Tapis.Dan.Sulam. Usus%3A.Kerajinan.Khas.Lampung.html
Seiring perkembangan zaman dan kreativitas, sulaman Tapis tidak
hanya diaplikasikan pada kain berupa sarung. Banyak cenderamata atau
hiasan kreasi lainnya yang mengaplikasikan sulaman Tapis. Beberapa
diantaranya adalah hiasan dinding berupa ayat kursi dengan hiasan
sulam Tapis, hiasan dinding dengan motif binatang atau kapal khas
Tapis, gantungan kunci, kopiah, tas, dompet, tempat tisu, dan lainnya
(Dikutip dari http://www.indonesia.travel/id/destination/607
TUGAS AKHIR | YUNI FERIDA | C0812044| 56
/bandarlampung/article/267/kain-Tapis-kain-bersulam-benang-emas-
khas-lampung pada 26 Februari 2015 pukul 00.04).
Perajin tapis yang ada di Kota Bandar Lampung merupakan komunitas
utama yang menjalankan posisinya secara terus-menerus sebagai
lembaga budaya pendukung kelangsungan seni kerajinan Tapis, dengan
berpedoman pada pola dan norma tertentu, berpijak pada ikatan budaya
dan adat masyarakat yang melinngkupinya (Lili Hartono, 2009 : 59).
Perajin menghasilkan produk Tapis Lampung dikerjakan dalam rumah
tangga mereka (home industry). Awalnya, seni kerajinan Tapis
berkembang bukan sebagai sebuah unit usaha dengan orientasi mencari
keuntungan dengan menjual produk hasil seni kerajinannya, melainkan
untuk pemenuhan kebutuhan sandang mereka sendiri.
Menurut Lili Hartono (2009:87) berdasarkan jenis yang dihasilkan,
maka produk seni kerajinan Tapis Lampung dapat dikelompokkan
menjadi beberapa jenis, yaitu:
Busana
Produk seni kerajinan Tapis Lampung dengan jenis busana
merupakan pengembangan lebih lanjut dari tapis yang digunakan
sebagai busana adat. Salah satu ciri sarung Tapis kreasi baru adalah
berwarna cerah dan terang seperti warna hijau muda, biru, merah
dan kuning.
TUGAS AKHIR | YUNI FERIDA | C0812044| 57
Gambar 2.37 Produk seni kerajinan pengembangan Tapis
Lampung berupa busana modern
Sumber: http://www.gramediapustakautama.com /buku/tag/Tapis
Hiasan dinding
Bentuk produk seni kerajinan Tapis dengan bentuk hiasan
dinding merupakan pengembangan dari tapis tradisi yang banyak
digantung sebagai hiasan. Oleh masyarakat Lampung, tapis yang
berbentuk sarung saat tidak digunakan memang banyak yang
dipajang sebagai hiasan. Selain dengan motif yang biasanya
terdapat pada Tapis busana, para perajin juga membuat hiasan
dinding tapis dengan menerapkan motif kain kapal dan kaligrafi
Arab.
Gambar 2.38 Produk seni kerajinan pengembangan Tapis
Lampung berupa hiasan dinding
TUGAS AKHIR | YUNI FERIDA | C0812044| 58
Sumber : http://www.indonetwork.co.id/elegant-
frame/sell/12.html
Gambar 2.39 Produk seni kerajinan pengembangan Tapis
Lampung berupa hiasan kaligrafi
Sumber: http://id.wikipedia.org/wiki/Berkas:
Kaligrafi_Tapis_Lampung
Cenderamata
Berbagai produk cenderamata diproduksi oleh para perajin
Tapis untuk mendukung dunia pariwisata Lampung yang sejak
tahun 1986 sangat gencar dikembangkan oleh pemerintah
daerah. Produk ini umumnya berukuran kecil,
mengesampingkan nilai sakral, magis dan simbolisnya, serta
harganya relatif murah (R.M. Soedarsono, 2003). Contohnya
dompet, tas wanita, kopiah, tempat tisu, gantungan kunci, tali
pinggang, kipas, dan sebagainya.
Gambar 2.40 Kreasi tas dengan motif Tapis
TUGAS AKHIR | YUNI FERIDA | C0812044| 59
Sumber: http://oerban.com/189/tas-Tapis-lampung-motif-
kepiting-warna-hitam-tl334/
Gambar 2.41 Produk seni kerajinan pengembangan Tapis
Lampung berupa tas
Sumber : https://momspernics.wordpress.com/tag/tas-lampung/
Gambar 2.42 Produk seni kerajinan pengembangan Tapis
Lampung berupa kopiah
Sumber: http://kratonpedia.com/articledetail/2011/12/7/208/
Tapis.Dan.Sulam.Usus%3A.Kerajinan.Khas.Lampung.htm
Gambar 2.43 Produk seni kerajinan pengembangan Tapis
Lampung berupa dompet
Sumber : http://kratonpedia.com/articledetail/2011/12/7/208/
Tapis.Dan.Sulam.Usus%3A.Kerajinan.Khas.Lampung.htm
TUGAS AKHIR | YUNI FERIDA | C0812044| 60
Gambar 2.44 Produk seni kerajinan pengembangan Tapis
Lampung berupa tempat tisu
Sumber: http://kratonpedia.com/articledetail/2011/12/7/208/
Tapis.Dan.Sulam.Usus%3A.Kerajinan.Khas.Lampung.htm
Gambar 2.45 Produk seni kerajinan pengembangan Tapis
Lampung berupa kipas
Sumber : http://www.vhandcraft.com/product/lavina-dompet-
padanan-kulit-sapi-kain-Tapis-lampung/
Selain produk tersebut, ada jenis seni kerajinan Tapis yang masih jarang
dibuat secara luas, seperti partisi ruangan dan perlengkapan kamar tidur
(sleeping set). Produk partisi jarang diproduksi karena ukurannya besar
dan perlu dikombinasikan dengan kayu sebagai pembentuk partisi.
Sementara menurut Rusiana Makki untuk sleeping set produksinya
masih bersifat eksklusif untuk kalangan menengah ke atas karena
harganya cenderung mahal, dapat mencapai 20-30 juta rupiah
(1989:81).
TUGAS AKHIR | YUNI FERIDA | C0812044| 61
Gambar 2.46 Produk seni kerajinan pengembangan Tapis Lampung
berupa partisi
Sumber: Tapis Lampung: Perubahan Fungsi, Motif, dan Makna
Simbolis. Lili Hartono, 2009 : hlm 99
Gambar 2.47 Produk seni kerajinan pengembangan Tapis Lampung
berupa sleeping set
Sumber gambar: Tapis Lampung: Perubahan Fungsi, Motif, dan
Makna Simbolis. Lili Hartono, 2009 : hlm 100
C. PENDEKATAN DESAIN
1. Makna Sai Bumi Ruwa Jurai
Masyarakat Lampung asli memiliki struktur adat yang tersendiri.
Bentuk masyarakat hukum adat tersebut berbeda antara kelompok
TUGAS AKHIR | YUNI FERIDA | C0812044| 62
masyarakat satu dengan yang lainnya. Secara umum dapat dibedakan
dalam dua kelompok besar yaitu masyarakat adat Saibatin dan
masyarakat adat Pepadun. Suku bangsa Lampung yang beradat
Saibatin (Pesisir) terdiri dari :
Kepaksian Sekala Brak
Keratuan Melinting
Keratuan Balau
Keratuan Darah Putih
Keratuan Semaka
Keratuan Komering
Cikoneng Pak Pekon
Suku bangsa Lampung yang beradat Pepadun (Pedalaman) dapat
digolongkan menjadi :
Abung Siwo Mego (Abung Sembilan Marga)
Mego Pak Tulang Bawang (Tulang Bawang Empat Marga)
Pubian Telu Suku (Pubian Tiga Suku)
Buay Lima Way Kanan (Way Kanan Lima Kebuayan)
Sungkay Bunga Mayang
Berdasarkan pembagian penduduk yang serba mendua ini maka
Lampung dikenal sebagai Propinsi Sai Bumi Ruwa Jurai yang dapat
diartikan "Bumi yang Dua Dalam Kesatuan."
TUGAS AKHIR | YUNI FERIDA | C0812044| 63
Ada beberapa pendapat tentang makna slogan Sai Bumi Ruwa Jurai.
Pada mulanya, slogan ini berbunyi Sang Bumi Ruwa Jurai, yang
kemudian kata ‘Sang’ diubah menjadi kata ‘Sai’. Salah satunya pada
lambang daerah Lampung, terdapat tulisan Sang Bumi Ruwa Jurai yang
berarti rumah tangga yang agung bahagia dua golongan masyarakat
(ruwa jurai) yang terdapat pada masyarakat asli dan pendatang.
(http://id.wikipedia.org/wiki/Lambang _Lampung)
Gambar 2.48 Perubahan logo propinsi Lampung
Sumber gambar: https://id.wikipedia.org/wiki/Lambang_Lampung
Sai berarti satu, Sangberarti satu atau se-, Bumi berarti Tanah, Ruwa
berarti dua, dan Jurai berarti cabang atau golongan. Secara harfiah
“Lampung sai, sang bumi ruwa jurai” berarti Lampung yang satu, satu
bumi (sebumi) yang memiliki 2 jurai besar (gologan/jenis/macam). Ada
yang menafsirkan bahwa yang dimaksud dua golongan itu yaitu:
1. Ulun Pepadun yang berdialek Nyow (O), dan
2. Ulun Peminggir/pesisir yang berdialek Api (A)
TUGAS AKHIR | YUNI FERIDA | C0812044| 64
Selanjutnya, dijelaskan bahwa huruf ‘i’ dalam seloka Sai Bumi Ruwa
Jurai mengandung makna bahwa bumi Lampung dilambangkan
sebagai rumah tangga agung yang didiami oleh dua jurai masyarakat
adat, yaitu jurai adat pepadun dan jurai adat saibatin. (Peraturan
Gubernur Lampung No. 31, 2009). Selain itu juga dalamdalam sumber
yang sama yang berbunyi,
“Ketentuan dalam Peraturan Daerah Provinsi Daerah Tingkat I
Lampung Nomor 01/Perda/I/DPRD/71-72 tentang Bentuk
Lambang Daerah Provinsi Lampung, yaitu pada penjelasan
Peraturan Daerah, Pasal 2 angka 1 huruf b, penulisan kata dan
pemaknaan arti tulisan Sang Bumi Ruwa Jurai diubah menjadi
sebagai berikut: b. Sai Bumi Ruwa Jurai: Rumah tangga agung
jurai adat pepadun dan jurai adat saibatin.” (Peraturan Gubernur
Lampung No. 31, 2009)
Secara sosiologis, Lampung terdiri dari dua unsur golongan masyarakat
yang terdapat sekarang, yaitu masyarakat Lampung asli dan masyarakat
Lampung migrasi. Mengenai arti Sai Bumi Ruwa Jurai, Hilman
Hadikusuma berpendapat, “Sebagai bumi kediaman mulia dari dua
golongan masyarakat yang berbeda asal-usulnya” (1997:4). Lampung
memang ditinggali oleh berbagai macam suku budaya karena adanya
program transmigrasi pada zaman pemerintahan Presiden Soeharto.
Banyak suku tinggal disana diantaranya suku Sunda, Jawa Tengah,
Minang, Bugis, Bengkulu dan Bali. Sejak lama mereka tinggal di tanah
TUGAS AKHIR | YUNI FERIDA | C0812044| 65
Sai Bumi Ruwa Jurai yang artinya satu bumi dua penghuni yaitu
penduduk asli dan pendatang.
Gambar 2.49 Arus transmigrasi ke Propinsi Lampung
Sumber gambar: digilib.unila.ac.id/11002/118/BAB%20I.pdf
Masyarakat asli dan pendatang dapat hidup dengan selaras meskipun
perbedaan latar belakang budaya memisahkan mereka. Perbedaan latar
belakang budaya tak menyurutkan niat mereka untuk berbaur satu sama
lain. Di Lampung sendiri jumlah penduduk aslinya lebih sedikit dari
pada suku pendatang. Suku Lampung bisa dikatakan menjadi minoritas
ditanahnya sendiri.
Namun hal ini tak lantas membuat masyarakat lampung menutup diri
dengan masyarakat suku lain. Masyarakat Lampung mempunyai sikap
tersendiri menerima tamunya yaitu dengan menghormati dan
menghargai adat-adat yang dimilki oleh suku pendatang. Masyarakat
Lampung sendiri tak enggan untuk berbaur dengan para suku
pendatang. Hal ini yang menyebabkan para suku pendatang merasa
TUGAS AKHIR | YUNI FERIDA | C0812044| 66
kerasan tinggal di tanah Sai Bumi Ruwa Jurai tersebut. Mereka
membangun komunitas-komunitas dengan budaya dan bahasanya.
(Ayu Septiani dalam http://mylearningjob.blogspot.com
/2013/01/nama-ayu-septiani-npm-19610233-kelas. html diperoleh
pada 25 April 2015 pukul 20.01)
Hal ini dibuktikan dengan adanya nama-nama kampung yang berciri
khas daerah-daerah dari suku tertentu misalnya kampung Bali.
Umumnya di sana tinggal para masyarakat suku Bali dan di kampung
tersebut juga terlihat ornamen ciri khas Bali yang sangat kental
sehingga bagi orang-orang yang berkunjung kesana akan merasa seperti
berada di Bali. Hal ini menjadi keunikan tersendiri bagi propinsi
Lampung karena meskipun terdapat ragam suku yang tinggal disana
mereka tetap bisa berbaur satu sama lain dengan tetap mempertahankan
budaya dari tempat asalnya. (Djaja Sardjana dalam
https://www.facebook.com/djadja/mediaset? set=a.1020265267 27883
74&type=3&l=dbd4c991f4 diperoleh pada 25 April 2015 pukul 19:54)
2. Aplikasi Pendekatan Desain
Dari beberapa literatur tersebut dapat disimpulkan bahwa terdapat suatu
perpaduan antara dua budaya yang terdapat dalam satu wilayah. Ciri
khas yang melekat pada slogan Sai Bumi Ruwa Jurai tersebut yaitu:
Multibudaya
Heterogen
TUGAS AKHIR | YUNI FERIDA | C0812044| 67
Terbuka/welcome
Keragaman dalam satu kesatuan
Sifat-sifat tersebut ini akan diwujudkan dalam perancangan museum
dalam beberapa hal berikut. Pada perancangan interior Museum Tapis
Lampung ini tema ruang yang akan dibentuk adalah akulturasi dari dua
budaya yang terdapat di Lampung.
Perpaduan kedua unsur yang berlainan ini akan menciptakan suatu
ruangan dengan konsep Sai Bumi Ruwa Jurai yang bermakna sebagai
bumi kediaman mulia dari dua golongan masyarakat yang berbeda asal-
usulnya. Diharapkan suasana museum dengan konsep Sai Bumi Ruwa
Jurai dapat membuat pengunjung dengan perbedaan latar belakang dan
suku dapat merasa nyaman di dalam museum. Pada perancangan interior
Museum Tapis Lampung ini, pendekatan Sai Bumi Ruwa Jurai akan
diterapkan dalam elemen pembentuk ruang.
Lantai
Material yang dipilih dalam perancangan interior Museum Tapis
Lampung ini adalah material lantai dengan ketahanan yang kuat,
perawatan mudah serta aplikasinya mudah seperti acid stain atau
linoleum. Aplikasi pendekatan Sai Bumi Ruwa Jurai diterapkan
pada lantai berupa dua warna dan pola yang disatukan dengan satu
pola berbeda lainnya.
TUGAS AKHIR | YUNI FERIDA | C0812044| 68
Dinding
Dinding pada perancangan interior Museum Tapis Lampung ini
juga akan menerapkan perpaduan motif Lampung dari dua budaya
yang saling berpadu membentuk suatu kesatuan.
Ceiling
Ceiling yang dirancang dalam museum ini dipilih dengan pola yang
sederhana. Pemilihan motif yang polos pada ruang pamer ditujukan
agar tidak mendominasi koleksi sehingga pengunjung tetap terfokus
pada materi dan koleksi yang dipamerkan di dalam museum.
D. KAJIAN TEORI TENTANG KOTA BANDAR LAMPUNG
1. Kondisi Geografis Kota Bandar Lampung
Kota Bandar Lampung merupakan sebuah kota, sekaligus ibu kota
provinsi Lampung, dan kota terbesar di provinsi paling selatan Pulau
Sumatera. Secara geografis, kota ini menjadi pintu gerbang utama pulau
Sumatera, tepatnya kurang lebih 165 km sebelah barat laut Jakarta,
memiliki andil penting dalam jalur transportasi darat dan aktivitas
pendistribusian logistik dari Jawa menuju Sumatera maupun
sebaliknya.
Kota Bandar Lampung memiliki luas wilayah daratan 169,21 km² yang
terbagi ke dalam 20 Kecamatan dan 126 Kelurahan dengan populasi
penduduk 1.446.160 jiwa (berdasarkan data tahun 2012), kepadatan
penduduk sekitar 8.546 jiwa/km² dan diproyeksikan pertumbuhan
TUGAS AKHIR | YUNI FERIDA | C0812044| 69
penduduk mencapai 2,4 juta jiwa pada tahun 2030. Saat ini kota Bandar
Lampung merupakan pusat jasa, perdagangan, dan perekonomian di
provinsi Lampung.
Gambar 2.50 Peta Provinsi Lampung
Sumber : https://kerajinantanganlampung.files .wordpress.com
/2013/05/lampung diakses pada 19 Mei 2015 pukul 13.25
Gambar 2.51 Kota Bandar Lampung
Sumber: http://bandarlampungkota.go.id/public /1970/01/peta-kota-
bandar-lampung diakses pada 19 Mei 2015 pukul 13.25
2. Sejarah Singkat Kota Bandar Lampung
TUGAS AKHIR | YUNI FERIDA | C0812044| 70
a. Zaman Pra Kemerdekaan Indonesia
Wilayah Kota Bandar Lampung pada zaman kolonial Hindia
Belanda termasuk wilayah Onder Afdeling Telokbetong yang
dibentuk berdasarkan Staatsbalat 1912 Nomor : 462 yang terdiri dari
Ibukota Telokbetong sendiri dan daerah-daerah disekitarnya.
Sebelum tahun 1912, Ibukota Telokbetong ini meliputi juga
Tanjungkarang yang terletak sekitar 5 km di sebelah utara Kota
Telokbetong (Encyclopedie Van Nedderland Indie, D.C.STIBBE
bagian IV).
Ibukota Onder Afdeling Telokbetong adalah Tanjungkarang,
sementara Kota Telokbetong sendiri berkedudukan sebagai Ibukota
Keresidenan Lampung. Kedua kota tersebut tidak termasuk ke
dalam Marga Verband, melainkan berdiri sendiri dan dikepalai oleh
seorang Asisten Demang yang tunduk kepada Hoof Van Plaatsleyk
Bestuur selaku Kepala Onder Afdeling Telokbetong.Pada zaman
pendudukan Jepang, kota Tanjungkarang-Telokbetong dijadikan Si
(Kota) dibawah pimpinan seorang Sicho (bangsa Jepang) dan
dibantu oleh seorang Fuku Sicho (bangsa Indonesia).
b. Zaman Pasca Kemerdekaan Indonesia
Sejak zaman Kemerdekaan Republik Indonesia, Kota
Tanjungkarang dan Kota Telokbetong menjadi bagian dari
Kabupaten Lampung Selatan hingga diterbitkannnya Undang-
Undang Nomor 22 tahun 1948 yang memisahkan kedua kota
TUGAS AKHIR | YUNI FERIDA | C0812044| 71
tersebut dari Kabupaten Lampung Selatan dan mulai diperkenalkan
dengan istilah penyebutan Kota Tanjungkarang-Telukbetung.
Pada perkembangannya selanjutnya, status Kota Tanjungkarang dan
Kota Telukbetung terus berubah dan mengalami beberapa kali
perluasan hingga pada tahun 1965 setelah Keresidenan Lampung
dinaikkan statusnya menjadi Provinsi Lampung (berdasarkan
Undang-Undang Nomor : 18 tahun 1965), Kota Tanjungkarang-
Telukbetung berubah menjadi Kotamadya Daerah Tingkat II
Tanjungkarang-Telukbetung dan sekaligus menjadi ibukota
Provinsi Lampung.
Berdasarkan Peraturan Pemerintah Nomor 24 tahun 1983,
Kotamadya Daerah Tingkat II Tanjungkarang-Telukbetung berubah
menjadi Kotamadya Daerah Tingkat II Bandar Lampung (Lembaran
Negara tahun 1983 Nomor 30, Tambahan Lembaran Negara Nomor
3254). Kemudian berdasarkan Keputusan Menteri Dalam Negeri
Nomor 43 tahun 1998 tentang perubahan tata naskah dinas di
lingkungan Pemerintah Kabupaten/Kotamadya Daerah Tingkat II
se-Indonesia yang kemudian ditindaklanjuti dengan Keputusan
Walikota Bandar Lampung nomor 17 tahun 1999 terjadi perubahan
penyebutan nama dari “Pemerintah Kotamadya Daerah Tingkat II
Bandar Lampung” menjadi “Pemerintah Kota Bandar Lampung”
dan tetap dipergunakan hingga saat ini.
3. Hari Jadi Kota Bandar Lampung
TUGAS AKHIR | YUNI FERIDA | C0812044| 72
Hari jadi kota Bandar Lampung ditetapkan berdasarkan sumber sejarah
yang berhasil dikumpulkan, -terdapat catatan bahwa berdasarkan
laporan dari Residen Banten William Craft kepada Gubernur Jenderal
Cornelis yang didasarkan pada keterangan Pangeran Aria Dipati
Ningrat (Duta Kesultanan) yang disampaikan kepadanya tanggal 17
Juni 1682 antara lain berisikan: “Lampong Telokbetong di tepi laut
adalah tempat kedudukan seorang Dipati Temenggung Nata Negara
yang membawahi 3.000 orang” (Deghregistor yang dibuat dan
dipelihara oleh pimpinan VOC halaman 777 dst.)-, dan hasil simposium
Hari Jadi Kota Tanjungkarang-Telukbetung pada tanggal 18 November
1982 serta Peraturan Daerah Nomor 5 Tahun 1983 tanggal 26 Februari
1983 ditetapkan bahwa hari Jadi Kota Bandar Lampung adalah tanggal
17 Juni 1682.(http://bandarlampungkota.go.id/?page_id=11 diakses 16
Mei 2015 pada 13:41)
4. Batas Wilayah
Secara geografis Kota Bandar Lampung terletak pada 50 20’ sampai
dengan 50 30’ lintang selatan dan 1050 28’ sampai dengan 1050 37’ bujur
timur. Letak tersebut berada pada Teluk Lampung di ujung selatan
pulau Sumatera. Berdasarkan kondisi ini, Kota Bandar Lampung
menjadi pintu gerbang utama pulau Sumatera tepatnya kurang lebih 165
km sebelah barat laut Jakarta dan memiliki peran sangat penting selain
dalam kedudukannya sebagai ibu kota Provinsi Lampung juga
merupakan pusat pendidikan, kebudayaan dan perekonomian bagi
TUGAS AKHIR | YUNI FERIDA | C0812044| 73
masyarakat. Secara administratif batas daerah Kota Bandar Lampung
adalah:
Sebelah Utara berbatasan dengan Kecamatan Natar Kabupaten
Lampung Selatan.
Sebelah Selatan berbatasan dengan Kecamatan Padang Cermin
Kabupaten Pesawaran dan Kecamatan Ketibung serta Teluk
Lampung.
Kabupaten Lampung
Selatan
Kabupaten
Pesawaran Kota Bandar
Lampung
Kabupaten
Lampung Selatan
Kabupaten Lampung
Selatan dan Teluk
Lampung
TUGAS AKHIR | YUNI FERIDA | C0812044| 74
Sebelah Barat berbatasan dengan Kecamatan Gedong Tataan dan
Padang Cermin Kabupaten Pesawaran.
Sebelah Timur berbatasan dengan Kecamatan Tanjung Bintang
Kabupaten Lampung Selatan.
Selain daripada itu, Kota Bandar Lampung memiliki andil yang sangat
vital dalam jalur transportasi darat dan aktivitas pendistribusian logistik
dari Jawa menuju Sumatera maupun sebaliknya serta memiliki
Pelabuhan Panjang untuk kegiatan ekspor impor dan Pelabuhan
Srengsem yang melayani distribusi batubara dari Sumatera ke Jawa,
sehingga secara langsung Kota Bandar Lampung berkontribusi dalam
mendukung pergerakan ekonomi nasional. Kota Bandar Lampung
memiliki luas wilayah 197,22 km² yang terbagi ke dalam 13
Kecamatan dan 98 Kelurahan dengan populasi penduduk 879.651 jiwa
(berdasarkan sensus 2010), kepadatan penduduk sekitar 8.142 jiwa/km²
dan diproyeksikan pertumbuhan penduduk mencapai 1,8 juta jiwa pada
tahun 2030.
5. Kondisi Topografi
Topografi Kota Bandar Lampung sangat beragam, mulai dari dataran
pantai sampai kawasan perbukitan hingga bergunung, dengan
ketinggian permukaan antara 0 sampai 500 m daerah dengan topografi
perbukitan hinggga bergunung membentang dari arah Barat ke Timur
dengan puncak tertinggi pada Gunung Betung sebelah Barat dan
Gunung Dibalau serta perbukitan Batu Serampok disebelah Timur.
TUGAS AKHIR | YUNI FERIDA | C0812044| 75
Topografi tiap-tiap wilayah di Kota Bandar Lampung adalah sebagai
berikut :
Wilayah pantai terdapat disekitar Telukbetung dan Panjang dan
pulau di bagian Selatan
Wilayah landai/dataran terdapat disekitar Kedaton dan Sukarame di
bagian Utara
Wilayah perbukitan terdapat di sekitar Telukbetung bagian Utara
Wilayah dataran tinggi dan sedikit bergunung terdapat disekitar
Tanjung Karang bagian Barat yaitu wilayah Gunung Betung, dan
Gunung Dibalau serta perbukitan Batu Serampok di bagian Timur.
Dilihat dari ketinggian yang dimiliki, Kecamatan Kedaton dan
Rajabasa merupakan wilayah dengan ketinggian paling tinggi
dibandingkan dengan kecamatan-kecamatan lainnya yaitu berada pada
ketinggian maksimum 700 mdpl. Sedangkan Kecamatan Telukbetung
Selatan dan Kecamatan Panjang memiliki ketinggian masing-masing
hanya sekitar 2 – 5 mdpl atau kecamatan dengan ketinggian paling
rendah/minimum dari seluruh wilayah di Kota Bandar Lampung.
6. Pariwisata
Menurut Dinas Pariwisata dan Ekonomi Kreatif Provinsi Lampung,
seperti provinsi-provinsi pada umumnya di Indonesia, Provinsi
Lampung memiliki banyak objek wisata yang tersebar di 15
kabupaten/kota. Pada tahun 2013 tercatat sebanyak 350 objek wisata,
yang berupa taman hiburan umum, peninggalan sejarah, objek wisata
TUGAS AKHIR | YUNI FERIDA | C0812044| 76
alam dan tirta, objek wisata budaya, objek wisata religius, objek wisata
agro, objek wisata bahari, serta objek wisata buatan.
Objek Wisata Alam dan Tirta
Objek wisata alam yang terdapat di Lampung misalnya Taman
Nasional Way Kambas yang menjadi perwakilan ekosistem hutan
dataran rendah, terdiri dari hutan rawa air tawar, padang alang-
alang/semak belukar, dan hutan pantai di Sumatera. Beberapa
habitat yang hidup di Taman Nasional Way Kambas antara lain
Badak Sumatera, Gajah Sumatera, Harimau Sumatera, Tapir,
Beruang madu, Rusa, Lutung Merah, Siamang, dan lain sebagainya.
(http://bisnisukm.com/provinsi-lampung-potensinya-mulai-dilirik-
mancanegara. html diakses pada 5 Juni 2015 pukul 21.06)
Gambar 2.52 Taman Nasional Way Kambas
Sumber: http://artikel.okeschool.com/dboard /userprod/img/931/
Taman Nasional Way Kambas (TNWK) berlokasi di ujung selatan
Pulau Sumatera, 110 km dari Kota Bandar Lampung. Tempat ini
merupakan salah satu cagar alam tertua di Indonesia yang
menempati lahan seluas 1.300 km² berupa dataran rendah di sekitar
TUGAS AKHIR | YUNI FERIDA | C0812044| 77
Sungai Way Kambas, pantai timur Lampung. Pusat Pelatihan Gajah
Way Kambas resmi didirikan tahun 1985. (Diperoleh dari
http://www.indonesia.travel/id/destination/611 /taman- nasional-
way-kambas pada 3 Juni 2015 pukul 13.35)
Gambar 2.53 Taman Nasional Way Kambas
Sumber : https://eloratour.wordpress.com/2014/02/18/taman-nasional-
way-kambas/
Objek Wisata Budaya
a. Kampung Budaya
Wisata budaya Lampung yang dapat dikunjungi para turis lokal
maupun internasional adalah wisata budaya di beberapa Kampung
Tua seperti Olok Gading, Sukau, Liwa, Kembahang, Batu Brak,
Kenali, Ranau dan Krui di Lampung Barat. (Diperoleh dari
http://bisnisukm.com/provinsi-lampung-potensinya-mulai-dilirik -
mancanegara.html diakses pada 5 Juni 2015 pukul 21.06)
TUGAS AKHIR | YUNI FERIDA | C0812044| 78
Gambar 2.54 Kampung Olok Gading
Sumber: http://wisataindonesia.co.id/tempat-wisata-bandar-
lampung
Gambar 2.55 Kampung Olok Gading
Sumber : http://wewarahblog.blogspot.com/2013/11/fokus-
meratapi-negeri-olokgading.html
b. Seni Pertunjukan
Ada berbagai jenis tarian yang merupakan aset budaya
Provinsi Lampung. Salah satu jenis tarian yang terkenal adalah
Tari Sembah. Ritual tari sembah biasanya diadakan oleh
masyarakat lampung untuk menyambut dan memberikan
penghormatan kepada para tamu atau undangan yang datang,
mungkin bisa dikatakan sebagai sebuah tarian penyambutan.
TUGAS AKHIR | YUNI FERIDA | C0812044| 79
Gambar 2.56 Tari Sigekh Pengunten
Sumber gambar: lampungbeautyface.blogspot.com
Selain sebagai ritual penyambutan, tari Sembah pun kerap kali
dilaksanakan dalam upacara adat pernikahan masyarakan Lampung,
yang kemudian dibakukan menjadi Tari Sigekh Penguten. Pada
muasalnya, Tari Sigekh Penguten merupakan tari adat budaya
lampung yang berasal dari suku pepadun. Biasanya diiringi dengan
tabuhan melinting. Dipersembahkan untuk menyambut kedatangan
raja-raja. Para penari berpakaian adat gadis lampung lengkap.
Karena ini adalah kebudayaan asli Lampung, maka semua adat
istiadat Lampung harus di tonjolkan, termasuk busana yang
dikenakan penari ketika menari. Busana yang dikenakan adalah
busana asli seperti yang dikenakan pengantin wanita suku Lampung,
atau kebanyakan gadis asli suku Lampung.
Objek Wisata Agro
Sebagian besar perkebunan di Lampung merupakan area penghasil
kopi, terutama di daerah Lampung Barat yang menjadi contoh
TUGAS AKHIR | YUNI FERIDA | C0812044| 80
perkebunan terbaik di Provinsi Lampung dan Nasional. Menurut
data yang diperoleh, luas lahan tanaman kopi Kabupaten Lampung
Barat mencapai lebih dari 60,347,7 hektar, dengan hasil kopi kering
kurang lebih mencapai 29.712 ton per hektar/ tahun. Tingginya
permintaan pasar dan melimpahnya hasil panen kopi di daerah
Lampung, mendorong masyarakat untuk menginovasikan kopi
Lampung dengan aneka rasa, seperti kopi stoberi, dan kopi nanas
yang belakangan ini mulai menyaingi kepopuleran kopi luwak.
(http://bisnisukm.com/provinsi-lampung-potensinya-mulai-dilirik-
mancanegara.html diakses pada 5 Juni 2015 pukul 21.06)
Objek Wisata Bahari
Salah satunya adalah, Teluk Kiluan yang terletak di kabupaten
Tanggamus yang sudah terkenal saat ini. Setiap akhir pekan bisa
1000an wisatawan yang datang menginap di teluk Kiluan untuk
menyaksikan atraksi lumba-lumba liar di tengah laut selat Sunda.
Ada dua jenis Lumba-Lumba di perairan ini, spesies pertama adalah
Lumba-Lumba Hidung Botol (Tursiops truncatus) dengan badan
yang lebih besar dan pemalu. Spesies yang kedua adalah Lumba-
Lumba Paruh Panjang (Stenella longirostris) yang bertubuh lebih
kecil dan senang melompat.
TUGAS AKHIR | YUNI FERIDA | C0812044| 81
Gambar 2.57 Teluk Kiluan
Sumber gambar: marotravel.com
Gambar 2.58 Teluk Kiluan
Sumber gambar: marotravel.com
Gambar 2.59 Teluk Kiluan
Sumber gambar: marotravel.com
Selain itu, pantai di sepanjang pantai barat Lampung yang terpencil
dan di luar hutan lebat Taman Nasional Bukit Barisan Selatan,
terdapat sebuah surga memesona yang tersembunyi di sisi laut.
Tempat indah ini disebut Pantai Tanjung Setia. Meskipun tidak
begitu dikenal tetapi ombak di Pantai Tanjung Setia disebut-sebut
sebagai salah satu ombak terbaik di dunia oleh peselancar dari
TUGAS AKHIR | YUNI FERIDA | C0812044| 82
seluruh dunia. Ombaknya sejajar dengan yang ada di
Hawaii. Lokasi-lokasi menyelam di sini dinilai legendaris di
kalangan penggila selam.
Gambar 2.60 Pantai Tanjung Setia
Sumber gambar: telusurindonesia.com
Gambar 2.61 Pantai Tanjung Setia
Sumber gambar: telusurindonesia.com
Berlokasi sejauh 273 km atau 6-7 jam berkendara dari ibu kota
provinsi Bandar Lampung, di Desa Tanjung Setia Kabupaten
Lampung Barat, Pantai Tanjung Setia tepat berada di jalur arus besar
Samudera Hindia yang menjadikan pantai ini memiliki ombak yang
konstan. Meskipun demikian, pantai ini sendiri belum cukup dikenal
seperti Pantai KutaBali dan Lombok. Akan tetapi, ombaknya yang
sempurna sangat cocok untuk kegiatan berselancar. (Dikutip dari
TUGAS AKHIR | YUNI FERIDA | C0812044| 83
http://www.indonesia.travel/id/ destination/629 /pantai-tanj ung-
setia pada 15 Mei 2015 pukul 21.00)
Objek Wisata Buatan
Menara Siger diresmikan pada 1 Mei 2008 oleh Gubernur Lampung
Sjachroedin Z.P. dirancang oleh arsitek terkenal Ir. Ansori Djausal
tahun 2005 di atas bukit di Bakauheni. Bentuk bangunannya
terinspirasi oleh ciri khas Lampung, yaitu mahkota Siger. Mahkota
Siger biasanya dikenakan wanita Lampung pada upacara-upacara
adat dan merupakan suatu simbol kehormatan. Bentuk menara ini
sangat kompleks dan tidak mudah saat pendirikan awalnya.
Gambar 2.62 Menara Siger
Sumber gambar: ksmtour.com
Gambar 2.63 Menara Siger
Sumber gambar: ksmtour.com
TUGAS AKHIR | YUNI FERIDA | C0812044| 84
Arsitektur bangunan Menara Siger juga memasukkan bentuk asli
tradisional Lampung lainnya yaitu paguk di bagian kiri kanan
menara sebagai perlambang perahu. Di puncak menara terdapat
payung tiga warna yaitu putih, kuning, dan merah sebagai simbol
tatanan sosial masyarakat Lampung. Menara yang mengusung adat
budaya Lampung sekaligus landmark kawasan Bakauheni. Dimensi
Menara Siger memiliki tinggi 32 meter, panjang 50 meter, lebar 10
meter, serta lantai 5 tingkat.
Menaranya yang berwarna kuning cerah dapat dilihat dari jauh
ketika kapal akan berlabuh di Pelabuhan Bakauheni. Bahkan dapat
dilihat baik pagi hari maupun gelap malam karena ada lampu sorot
yang sekaligus dijadikan menara lampu oleh kapal-kapal yang akan
merapat di Bakauheni. Menara Siger ini terus dikenali para pecinta
pelancong dari wisatawan domestik maupun mancanegara. Bentuk
bangunannya sangat unik yaitu berbentuk mahkota pengantin wanita
adat khas Lampung. Tempat ini juga rutin menampilkan berbagai
jenis kegiatan dan pertunjukkan kesenian. Bahkan di malam Minggu
menampikan seni budaya dari Jawa, Batak, Lampung, Sunda dan
Banten.
Pengunjung dari wilayah lain di Sumatera sebelum melanjutkan
perjalanan menuju Pulau Jawa biasanya menyempatkan diri untuk
masuk ke Menara Siger dan beristirahat sejenak sebelum
menyebrang di Pelabuhan Bakauheni. Ruang di dalam Menara
TUGAS AKHIR | YUNI FERIDA | C0812044| 85
Singer difungsikan sebagai pusat informasi budaya dan pariwisata
Lampung. Di zona wisata seluas 150 hektar ini tersedia juga ruangan
tempat Anda untuk melihat Pelabuhan Bakauheni serta keindahan
panorama laut dan alam sekitarnya. Bangunan ini merupakan
cerminan falsafah tatanan masyarakat Lampung yang diantaranya
terbuka hati menerima tamu (nemui nyimah) dan suka berkenalan
sekaligus pandai bergaul (nengah nyappur). (Diperoleh dari
http://www.indonesia.travel/id/ destination /672/menara-siger pada
15 Juni 2015 pukul 22.15)
E. TINJAUAN INTERIOR PERANCANGAN
1. Persyaratan Umum Museum
Persyaratan desain museum yang utama menurut de Chiara (2001 : 678)
antara lain adalah :
Menjaga dan menjamin barang-barang koleksinya. Dalam hal ini
yang berkaitan bagaimana menciptakan sebuah rancangan yang
dapat seminimal mungkin mencegah terjadinya kerusakan pada
barang -barang koleksinya.
Kedua adalah menjamin keamanan fisik (dari tindak kejahatan dari
pencurian) dan memelihara temperatur yang konstan dan
kelembaban relatif pada standar tinggi yang tidak biasa.
Kualitas site akan mempunyai dampak yang besar dalam desai
nmuseum bahkan kesuksesan sebuah museum.
TUGAS AKHIR | YUNI FERIDA | C0812044| 86
Museum akan beroperasi dengan baik dengan denah yangsederhana
dan murni / bersih.
Strukturnya harus cukup kuat untuk menahan barang koleksi.
Bangunan yang akan didesain harus nyaman, aman dan leluasa
supaya ini menjadi tujuan pengalaman bagi para pengunjung
museum. Pentingnya kenyamanan dimensi manusia terhadap
bangunan itu sendiri berguna akan bentuk-bentuk yang mudah
dikenal, dan bentuk yang bebas digunakan untuk menarik perhatian
pengunjung.
2. Persyaratan Berdirinya Museum
Ada beberapa persyaratan berdirinya museum (Pengelolaan Koleksi
Museum oleh Direktorat Museum Direktorat Jenderal Sejarah Dan
Purbakala Departemen Kebudayaan Dan Pariwisata, 2007),
diantaranya:
a. Persyaratan Lokasi
Lokasi yang dipilih bukan untuk kepentingan pendirinya, tetapi
untuk masyarakat umum, pelajar, mahasiswa, ilmuwan,
wisatawan dan masyarakat umum lainnya.
Lokasi harus sehat. Lokasi yang tidak terletak di daerah industri
yang banyak pengotoran udara, bukan daerah yang berawa atau
tanah pasir, elemen iklim yang berpengaruh pada lokasi itu antara
lain kelembaban udara setidaknya harus terkontrol mencapai
netral, yaitu 55-65 %.
TUGAS AKHIR | YUNI FERIDA | C0812044| 87
b. Persyaratan Bangunan Museum
Persyaratan umum, yang mengatur bentuk ruang museum yang
bisa dijabarkan sebagai berikut :
1. Bangunan dikelompokan dan dipisahkan sesuai :
Fungsi dan aktivitasnya
Ketenangan dan keramaian
Keamanan
2. Pintu masuk (main entrance) utama diperuntukan bagi
pengunjung. Pintu masuk khusus (service utama) untuk bagian
pelayanan, perkantoran, rumah jaga serta ruang-ruang pada
bangunan khusus. Idealnya, jalan masuk dan jalan keluar
untuk museum yang sesuai hanya memiliki satu (tunggal)
akses saja. Jalan masuk bertujuan untuk menunjukkan awal
mula sebuah kedatangan bagi para pengunjung museum.
Biasanya berfungsinya jalan masuk yang terpisah (jalan ini
untuk urusan suplay kantor, kurator, urusan pengelola dan
kegiatan pengantar sejenisnya) bagi para staf sering di
letakkan dekat tempat penerimaan koleksi. Dengan adanya 2
jenis pintu pada jalan masuk menuju museum untuk mencegah
supaya ruangan dalam / interiornya terjaga dari masuknya
debu, partikel polusi udara, temperatur ruang luardan
rembesan kelembaban akibat hujan dan lain sebagainya.
3. Area semi publik terdiri dari bangunan administrasi termasuk
perpustakaan dan ruang rapat.
TUGAS AKHIR | YUNI FERIDA | C0812044| 88
4. Area privat terdiri dari :
Laboratorium Konservasi
Studio Preparasi
Storage
5. Area publik/umum terdiri dari :
Bangunan utama, meliputi pameran tetap, pameran
temporer dan peragaan.
Auditorium, keamanan, gift shop, cafetaria, ticket box,
penitipan barang, lobby/ruang istirahat, dan tempat parkir.
Persyaratan khusus
1) Bangunan utama, yang mewadahi kegiatan pameran tetap dan
temporer harus dapat :
Memuat benda-benda koleksi yang akan dipamerkan.
Mudah dalam pencapaiannya baik dari luar atau dalam.
Merupakan bangunan penerima yang harus memiliki daya
tarik sebagai bangunan utama yang dikunjungi oleh
pengunjung museum.
Memiliki sistem keamanan yang, baik dari segi konstruksi,
spesifikasi ruang untuk mencegah rusaknya benda-benda
secara alami ataupun karena pencurian.
2) Bangunan auditorium, harus dapat :
Dengan mudah dicapai oleh umum.
TUGAS AKHIR | YUNI FERIDA | C0812044| 89
Dapat dipakai untuk ruang pertemuan, diskusi dan
ceramah.
3) Bangunan khusus, harus :
Terletak pada tempat yang kering.
Mempunyai pintu masuk yang khusus.
Memiliki sistem keamanan yang baik (terhadap
kerusakan, kebakaran, dan pencurian).
4) Bangunan administrasi, harus :
Terletak di lokasi yang strategis baik dari pencapaian
umum maupun terhadap bangunan lainnya.
Pada tampak bangunan, khususnya eksteriornya dapat dipilih material
atau bahan yang memiliki ketahanan (resistence) tinggi dan yang akan
menunjang tampilan suatu bangunan. Seperti atap, lantai dan dinding
seringkali mengalami perembesan uap air saat cuaca hujan maupun
akibat adanya udara yang lembab. Hal ini menjadi penting untuk
mencegah terjadinya kerusakan akibat timbulnya kondensasi.
Tersedianya area parkir bagi para pengunjung dan staf sebagai hal
umum untuk sarana kebutuhan infrastruktur bagi museum. Intensitas
kedatangan kendaraan pengunjung museum biasanya meningkat
padahari libur maupun pada saat adanya acara-acara tertentu, seperti
saatada pameran temporer atau kegiatan perkumpulan
organisasitertentu yang berhubungan dengan koleksi. Maka museum
TUGAS AKHIR | YUNI FERIDA | C0812044| 90
harusmenyediakan ukuran site yang cukup besar untuk menampung
pengembangan kendaraan pengunjung museum secara horizontal.
3. Persyaratan Ruang
Menurut Ernest Neufert (1995: 135), ruang untuk memperagakan hasil
karya seni, benda-benda budaya dan ilmu pengetahuan harus memenuhi
persyaratan berikut :
Benar–benar terlindung dari pengrusakan, pencurian, kebakaran,
kelembaban, kekeringan, cahaya matahari langsung dan debu.
Setiap peragaan harus mendapat pencahayaan yang baik (untuk
kedua bidang tersebut) ; biasanya dengan membagi ruang sesuai
dengan koleksi yang ada.
Benda koleksi untuk studi (misal : mengukir, menggambar)
diletakkan dalam kantong – kantongnya dan disimpan di dalam
lemari (dilengkapi laci-laci) kira-kira berukuran dalam 800 mm
dan tinggi 1600 mm. Benda koleksi untuk pajangan misal : lukisan,
lukisan dinding, patung, keramik, furnitur.
4. Elemen Pembentuk Ruang
Adapun persyaratan elemen pembentuk ruang dalam merancang
museum harus memperhatikan beberapa hal, diantaranya:
Lantai
Lantai harus kuat dan dapat menahan beban bagi koleksi yang
dipajang di museum, mudah dibersihkan, kedap suara, tahan
terhadap kelembaban. Lantai pada ruang pamer seharusnya tampak
TUGAS AKHIR | YUNI FERIDA | C0812044| 91
baik secara umum, cocok warna dan tone-nya. Lantai tidak licin dan
ekonomis dalam pemasangannya. Warna adalah masalah selera, tapi
perlu diingat warna permukaan yang mengkilat akan memantulkan
sedang permukaan yang gelap akan menyerap cahaya dan
mengontraskan kecemerlangan sehingga mempengaruhi
penglihatan, demikian bila permukaannya terlalu terang (Pamudji
Suptandar, 1999:132).
Dinding
Dinding harus kuat, tahan kelembaban, kedap suara, mudah
perawatannya, dan tidak tembus cahaya. Pada ruang pamer dengan
dinding rendah biasanya mempunyai tingkat kerusakan yang tinggi
akibat gesekan/tekanan. Oleh karena itu biasanya disusun dengan
konstruksi beton halus yang dapat dicat sesuai kebutuhan.
Sedangkan bagian atasnya dapat menggunakan sistem panel atau
lembaran yang memenuhi syarat keamanan dan penyerapan suara
tinggi (Fred Lawson, 2000:111)
Ceiling
Persyaratan ceiling harus mudah pemeliharaannya, meredam suara,
menunjang aspek dekoratif, tahan terhadap kelembaban. Pada ruang
pamer, agar dapat menarik pengunjung dibuat ceiling yang kontras,
saling bersaing untuk dapat menonjolkan diri dan memberi kesan
mewah (Pamudji Suptandar, 1999:132).
5. Pencahayaan dan Penghawaan
TUGAS AKHIR | YUNI FERIDA | C0812044| 92
Pencahayaan dan penghawaan merupakan aspek teknis utama yang
perlu diperhatikan untuk membantu memperlambat proses
pelapukan dari koleksi. Untuk museum dengan koleksi utama
kelembaban yang disarankan adalah 50% dengan suhu 21°C-26°C.
Beberapa ketentuan penggunaan cahaya alami pada museum
sebagai berikut.
Gambar 2.64 Pencahayaan yang baik untuk museum
Sumber: Data Arsitek, Jilid 2 Edisi Kedua, Ernst Neufert dan
Sjamsu Amril, Jakarta: Erlangga, 1995 : hlm 250
Intensitas pencahayaan yang berlebihan sering kali menimbulkan
efek merusak sifat alami dari benda yang dikenai sinar tersebut.
Cahaya inframerah yang terdapat pada pencahayaan alami dari
cahaya matahari ini adalah cahaya yang menimbulkan panas benda,
sehingga cahaya ini sering kali menjadi beban pada perangkat
pengondisi udara terutama pada keadaan beban membutuhkan
didinginkan.Cahaya ultraviolet pada benda akan menimbulkan efek
TUGAS AKHIR | YUNI FERIDA | C0812044| 93
`pembakaran' atau merubah sifat dasar benda pada benda tertentu,
seperti pada kulit manusia akan menjadi terbakar. Sehingga cahaya
ultra violet ini dalam jumlah yang besar dihindari untuk jaringan
organik atau benda-benda dari bahan organik.
Pencahayaan secara alami yang dipakai untuk penerangan bangunan
dapat dipisahkan menjadi dua yakni pencahayaan alami langsung
dan pencahayaan alami tidak langsung. Pada keadaan ini, karena siar
matahari mempunyai warna yang lengkap maka pancaran cahaya
tersebut jika mengenai benda maka benda tersebut akan
memancarkan cahaya sesuai dengan warna aslinya.
Kelemahan untuk cahaya alami langsung ini adalah bahwa adanya
sinar ultraviolet yang menimbulkan efek mengubah sifat benda
tertentu.Kelemahan pemanfaatan cahaya alami tak langsung adalah
pada intensitas cahaya yang melemah. Adapun kelebihannya adalah
cahaya ultraviolet sudah cukup lemah pula atau bahkan hilang ketika
sampai pada objek penerangan. Rancangan untuk memakai cahaya
alami langsung sebaiknya dibatasi pada objek-objek tertentu agar
kerusakan benda akibat pencahayaan menjadi berkurang.
Maka, tidak semua sinar matahari bisa masuk ke semua bagian-
bagian ruangan museum. Khususnya pada ruang koleksi museum
tidak boleh ada sinar matahari masuk ke area ini. Dikhawatirkan
nanti sinar matahari yang masuk akan merusak warna dari
penampilan koleksi museum itu sendiri. (Agus Cahyana, M.Sn. dkk.
TUGAS AKHIR | YUNI FERIDA | C0812044| 94
dalam Kesejarahan Bagan Tema Display Pada Museum di Ubud
Bali Tahun 2010, diperoleh pada 10 April 2015 pukul 12:22)
Gambar 2.65 Teknik pencahayaan alami
Sumber gambar: Time Saver Standards for Building Types. Joshep
De Chiara & Crosbie. 2001
Sedangkan untuk pencahayaan buatan yang menggunakan lampu
harus diatur sesuai dengan kebutuhan dan koleksi. Pencahayaan
untuk benda-benda yang kurang peka terhadap cahaya, seperti kayu,
kulit, bambu dapat mencapai 150 lux. Sedangkan benda-benda yang
lebih peka terhadap cahaya seperti lukisan, barang cetakan, tekstil,
dan sebagainya tidak boleh melebihi 50 lux. Lampu yang dipakai
pada objek yang peka cahaya sebaiknya diletakkan minimal 40 cm
dari koleksi.
No Tingkat Iluminasi Jenis Objek
TUGAS AKHIR | YUNI FERIDA | C0812044| 95
1 50 lux atau 5
footcandle
Tekstil, kostum, kain permadani,
cat air, naskah kuno, miniatur,
lukisan pada kulit hewan,
wallpaper, bahan kulit celup,
spesimen yang berkaitan dengan
tumbuh-tumbuhan, bulu
binatang, dan sebagainya
2 200 lux atau 20
footcandle
Gambar minya, bahan yang awet,
tanduk binatang, tulang hewan,
gading gajah serta varnish alami.
3 300 lux atau 30
footcandle
Objek ini mungkin akan
terlindung pada tingkat iluminasi
cahaya, tetapi panas yang terlalu
berlebihan juga dapat berbahaya
untuk : logam, batu, kaca,
keramik, dan barang perhiasan.
Tabel 2.2 Tingkat iluminasi
Sumber : Building Type Basics for Museums, Rosenblatt, Arthur,
John Wiley dan Sons, INC., Kanada, 2001 : hlm 205
Lampu yang digunakan dalam ruang pameran sebaiknya adalah
lampu TL dan lampu pijar yang ditempatkan di dalam vitrin.
Sedangkan lampu yang digunakan di luar vitrin hendaknya hanya
TUGAS AKHIR | YUNI FERIDA | C0812044| 96
diarahkan kepada benda koleksi yang disajikan. Lampu TL yang
digunakan harus ditutupi/dibatasi oleh tutup VV.
Gambar 2.67 Lampu TL yang dapat digunakan untuk menerangi
benda-benda koleksi yang datar pada dinding/panil
Sumber: Pedoman Teknis Pembuatan Sarana Pameran di
Museum. Depdikbud, 1993/1994 : hlm.94
Lampu-lampu TL yang digunakan untuk menyinari benda yang
peka cahaya seperti lukisan, kain-kain serta cetakan berwarna
lainnya sebaiknya berjarak ± 40 cm. Lampu pijar biasanya dapat
memantulkan cahaya yang gemerlap jika menyinari benda-benda
yang berkilat sangat baik digunakan pada vitrin yang memamerkan
batu-batu permata, perhiasan, dan lain-lain.
Ruang pameran biasanya memiliki susunan track lighting
berkualitas tinggi yang fleksibel. Tata letak akhir harus
mempertimbangkan lokasi dinding non-permanen. Tata letak track
lighting non-permanen harus mengakomodasi letak dinding
permanen dan dinding Sudut yang diukur mulai dari titik di dinding
dan 5 inci di atas lantai (yang merupakan rata-rata orang dewasa)
TUGAS AKHIR | YUNI FERIDA | C0812044| 97
harus antara 45° dan 75° (ke atas) dari bidang horizontal ke posisi
lampu. Untuk dinding permanen, sudut yang ideal biasanya antara
65°-75°. Semakin sensitif material koleksi, semakin sedikit
pencahayaan yang perlu disediakan
Gambar 2.66 Sudut pencahayaan ideal untuk museum
Sumber : Time Saver Standards for Building Types. Joseph De
Chiara & Crosbie. 2001
Untuk menyajikan patung-patung batu yang besar atau patung
perunggu, peralatan dari besi atau mesin-mesin, selain
menggunakan lampu TL sebaiknya menggunakan lampu spotlight
dari sudut-sudut tertentu. Untuk dapat menerangi sebuah permukaan
dinding secara merata, sumber cahaya tidak boleh berada lebih
dekat daripada seperempat perbandingan jarak dan tinggi tempat
sumber cahaya tersebut dipasang, sehingga bagian permukaan
dinding yang diterangi dapat diamati dengan jelas.
Umumnya, di Indonesia tingkat kelembaban udara yang cocok
adalah 45 % - 50 % dengan persyaratan ruang untuk menyimpan
TUGAS AKHIR | YUNI FERIDA | C0812044| 98
benda koleksi dengan suhu 20°C - 24°C; kebutuhan ruang untuk
mesin AC tidak besar dan lokasi pipa-pipa masuk suplai udara harus
jauh dari tempat penerimaan barang (loading dock), pipa
pembuangan dapur cafetaria, dapur bersih pengelola dan ventilasi
pemipaan bangunan.
Penggunaan AC tidak dianjurkan untuk menggunakan ventilasi yang
baik sehingga suhu di dalam ruang dan di luar gedung tetap sama.
Dengan ventilasi saja, dapat terjadi kelembaban di dalam ruangan
dengan tingkat kelembaban relatif di dalam ruang penyimpanan. Hal
ini dapat diatasi dengan alat dehumidifier.
Disamping hal tersebut, untuk menyerap kelembaban yang terjadi di
dalam lemari, rak atau peti penyimpanan, penggunaan silica gel juga
dapat membantu. Sedangkan untuk mengurangi pencemaran yaitu
menyaring debu gas yang dihasilkan zat kimia, debu garam, dan
sebagainya, dapat digunakan airlocks. Pemakaian airlocks ini sangat
membantu kebersihan ruangan gedung secara keseluruhan (IGN.
Soekarno, 1996:23).
6. Akustik
Pengkondisian suara bertujuan mengurangi gangguan bunyi yang
ditimbulkan oleh suara, baik dari dalam maupun dari luar bangunan
museum. Gangguan suara dapat terjadi di ruang pamer, biasanya
TUGAS AKHIR | YUNI FERIDA | C0812044| 99
berasal dari faktor luar (aktivitas dari luar ruangan, kendaraan, areal
parkir) serta faktor dari dalam (aktivitas pengunjung dan pengelola).
Isolasi bunyi merupakan cara untuk menanggulangi gangguan bunyi
tersebut dengan pengurangan atau pemisahan dari yang lain
sehingga terajdi penyerapan dan pemantulan bunyi. Misalnya
dengan memakai bahan berstandar akustik yang baik. Klasifikasi
bahan penyerap diantaranya:
Bahan berpori
Memiliki karakteristik penyerapan bunyi lebih efisien pada
frekuensi tinggi. Efisiensi ini bertambah baik dengan semakin
tebalnya lapisan penahan dan bertambah jarak dari lapisan
penahan. Contohnya fiber board, mineral wools, soft plester.
Penyerap panel
Penyerap panel ini kebalikan dari bahan berpori, justru dapat
menyerap suara dengan frekuensi rendah. Contohnya hard
board, plastic board, gypsum board, pelat logam, lantai kayu.
Resonator rongga
Karakteristik bahan ini adalah menyerap bunyi maksimal pada
frekuensi rendah yang sempit. Contohnya soundblock,
hardboard msonite, resonator celah.
7. Organisasi ruang
Diagram organisasi utama berdasarkan 5 zona dasar, menurut
pembukaan publik dan kehadiran koleksi, ialah : publik (tanpa
TUGAS AKHIR | YUNI FERIDA | C0812044| 100
koleksi), publik (koleksi), nonpublik (tanpa koleksi), non publik
(koleksi) dan penyimpanan koleksi.
8. Keamanan
Sistem keamanan yang ada di museum harus memprioritaskan bagi
keamanan koleksi. Koleksi harus dilindungi dari kerusakan,
pencurian, dan penyalahgunaan. Museum hanya boleh memiliki satu
pintu masuk umum dan biasanya pintu masuk staf yang terpisah
(meskipun hal ini tergantung pada ukuran museum). Prioritasnya
adalah koleksi keamanan, yang berbeda dari standar keamanan
gedung-gedung pada umumnya. Lima zona keamanan yang harus
dipikirkan:
Zona 1 : Keamanan tertinggi penyimpanan koleksi.
Zona 2 : Keamanan tinggi koleksi tanpa akses publik.
Zona 3 : Keamanan tinggi koleksi dengan akses publik.
Zona 4 : Aman tanpa koleksi /akses publik.
Zona 5 : Aman akses publik tanpa koleksi.
Sistem pengamanan pada museum dapat dibagi menjadi beberapa
jenis, yaitu:
Penanganan umum melalui tata kerja dan tata ruang. Hal ini
umumnya dilakukan oleh petugas museum. Kegiatannya seperti
memeriksa ruangan museum secara rutin dan berkala.
TUGAS AKHIR | YUNI FERIDA | C0812044| 101
Penanganan terhadap pencurian. hal ini dapat dilakukan melalui
sistem perlindungan dalam (interior protection system). Contoh
alat dengan sistem ini diantaranya:
Saklar magnetik
Pita kertas logam
Glass breaking sensor
Kamera pemantau
Pendeteksi getaran
Peringatan getaran
Access control by remote door control
Pengubah sinar infra merah
Pengamanan terhadap kebakaran. Ada dua sistem alat pendeteksi
yang dikenal yaitu:
Pendeteksi panas (thermal detection), yang akan bereaksi
terhadap suhu
Pendeteksi asap (smoke detector), yang akan bereaksi terhadap
gas.
Alat pemadam kebakaran dapat berupa:
Sistem penyemprotan (sprinkle)
Sistem pemadam kebakaran dengan gas (gas system)
Tabung pemadam api (portable fire extinguisher)
Untuk penyimpanan koleksi, maka portable fire extinguisher
kiranya paling menguntungkan karena tepung residu yang
TUGAS AKHIR | YUNI FERIDA | C0812044| 102
ditinggalkan tidak merusak semua jenis benda (IGN. Soekarno,
1996:15).
9. Ergonomi dan Tata Letak
Untuk memudahkan pengunjung dalam melihat, menikmati, dan
mengapresiasi koleksi, maka perletakan peraga atau koleksi turut
berperan. Dengan mengabungkan ukuran tubuh struktural
(antropometri statis), perhitungan sudut visual dan rentang
pergerakan kepala dapat dijadikan acuan dalam penentuan bidang
visual display pameran. Beberapa ukuran tubuh struktural manusia
ditampilkan dalam gambar-gambar berikut :
Gambar 2.68 Tata perletakan display di museum
Sumber: Data Arsitek, Jilid 2 Edisi Kedua, Ernst Neufert dan
Sjamsu Amril, Jakarta: Erlangga, 1995 : hlm 250
TUGAS AKHIR | YUNI FERIDA | C0812044| 103
Gambar 2.69 Tata perletakan display di museum
Sumber : Data Arsitek, Jilid 2 Edisi Kedua, Ernest Neufert dan
Sjamsu Amril, Jakarta: Erlangga, 1995 : hlm 250
Gambar 2.70 Penentuan jarak untuk display berupa teks atau foto
dan benda dua dimensi
Sumber: Dimensi Manusia dan Ruang Interior, Panero, Julius &
Zelnik, Martin. Jakarta: Erlangga, 1979
TUGAS AKHIR | YUNI FERIDA | C0812044| 104
Gambar 2.71 Jarak pandang dan lebar display
Sumber: Dimensi Manusia dan Ruang Interior, Panero, Julius &
Zelnik, Martin. Jakarta: Erlangga, 1979
Gambar 2.72 Fasilitas railing pada media display sebagai proteksi
terhadap koleksi
Sumber : Dimensi Manusia dan Ruang Interior, Panero, Julius &
Zelnik, Martin. Jakarta: Erlangga, 1979
Dinding display dengan tinggi minimal 12 kaki diperlukanbagi
sebagian besar galeri museum seni baru, namun museum
yangdidedikasikan untuk seni kontemporer harus memiliki langit-
langit lebih tinggi, 20 kaki adalah ketinggian yang cukup fleksibel.
TUGAS AKHIR | YUNI FERIDA | C0812044| 105
Gambar 2.73 Jarak pengamatan display
Sumber : Dimensi Manusia dan Ruang Interior, Panero, Julius &
Zelnik, Martin. Jakarta: Erlangga, 1979
Tidak selamanya denah jalur sirkulasi yang sinambung di mana
bentuk sayap bangunan dari ruang masuk menuju keluar. Ruang –
ruang samping biasanya digunakan untuk ruang pengepakan,
pengiriman, bagian untuk bahan – bahan tembus pandang
(transparan) dan bengkel kerja untuk pemugaran.
Gambar 2.74 Penataan gudang penyimpanan
Sumber gambar: Data Arsitek, Jilid 2 Edisi Kedua, Ernest Neufert
dan Sjamsu Amril, Jakarta: Erlangga, 1995
TUGAS AKHIR | YUNI FERIDA | C0812044| 106
10. Pola Sirkulasi
Pola sirkulasi di ruang pamer harus dapat menyampaikan informasi,
membantu pengunjung memahami koleksi yang dipamerkan.
Penentuan jalur sirkulasi bergantung juga pada alur cerita yang ingin
disampaikan dalam pameran.
a. Pola Linear
Pola linear adalah pola dengan bentuk lurus yang dapat menjadi
unsur pengorganisir utama deretan ruang. Jalan dapat berbentuk
lengkung atau berbelok arah, memotong jalan lain, bercabang-
cabang, atau membentuk putaran (loop). Tipe ruang ini biasanya
menempatkan fungsi-fungsi yang ada dalam satu tata atur yang
menyerupai sebuah garis lurus yang meneruskan fungsi dari
ruang satu ke ruang yang lain sehingga terjadi interaksi tatap
muka langsung antar keduanya.
Gambar 2.75 Pola linear
Sumber: https://iszal.wordpress.com/2010/02/28/pola-sirkulasi/
Contoh museum yang menggunakan pola ini adalah Denver
Museum of Nature and Science (Museum Ilmu Pengetahuan Dan
Alam Denver).
TUGAS AKHIR | YUNI FERIDA | C0812044| 107
Gambar 2.76 Denver Museum of Nature and Science
(Museum Ilmu Pengetahuan Dan Alam Denver)
Sumber: http://arch3611sp09db. blogspot. com/2009/02
/denver-museum-of-natural-science.html
Gambar 2.77 Pola sirkulasi yang diterapkan di Denver
Museum of Nature and Science
Sumber : http://arch3611sp09db. blogspot.
com/2009/02/denver-museum-of-natural-science.html
Kelebihan pola sirkulasi linear ini adalah pengunjung akan
melewati ruangan secara runtut dan beraturan, terutama
menguntungkan bagi museum yang menyajikan pameran secara
historis. Sedangkan kelemahannya adalah bila ruangan terlalu
TUGAS AKHIR | YUNI FERIDA | C0812044| 108
luas akan menimbulkan rasa lelah dan penat untuk mengunjungi
ruangan dengan urutan tertentu.
b. Pola Spiral
Pola spiral adalah suatu jalan menerus yang bersasal dari titik
pusat, berputar mengelilinginya dan bertambah jauh darinya.
Gambar 2.78 Pola Spiral
Sumber gambar: https://iszal.wordpress.com/2010/02/28/pola-
sirkulasi/
Contoh museum yang menggunakan pola ini adalah Museum
Guggenheim, Solomon.
Gambar 2.79 Museum Guggenheim, Solomon
Sumber : http://www.guggenheim.org/new-york/about/host-
an-event
TUGAS AKHIR | YUNI FERIDA | C0812044| 109
Gambar 2.80 Museum Guggenheim, Solomon
Sumber : http://www.guggenheim.org/new-york/about/host-an-
event
Gambar 2.81 Pola sirkulasi yang diterapkan di Museum
Gugenheim, Solomon
Sumber: http://www.designboom.com/architecture/mvrdv-lets-
jump/
Kelebihan pola ini adalah seluruh ruangan dapat dilalui oleh
pengunjung museum, memberi pemandangan tertentu dengan
adanya atrium. Kelemahan pola ini adalah pengunjung seolah
dipaksa untuk mengelilingi ruangan dari bawah ke atas hingga
dapat menimbulkan rasa lelah.
TUGAS AKHIR | YUNI FERIDA | C0812044| 110
c. Radial memusat
Ruang radial merupakan perkembangan dari tipe pola sirkulasi
linear hanya saja pada tipe ini punggung saling berhadapan
sehingga muka mengarah keluar dan tidak ada akses masuk untuk
kedalam dengan pengunjung bebas mengakses ruang tanpa
melalui setiap ruang secara berurutan. Tipe ruang radial memusat
akan menentukan satu fungsi ruang yang akan dijadikan pusat
perhatian penghuni. Bisa disebut juga pusat/center dari ruangan
tersebut dimana langkah sesorang akan otomatis mengarah pada
ruangan itu.
Gambar 2.82 Pola Radial Memusat
Sumber: https://iszal.wordpress.com/2010/02/28/pola-
sirkulasi/
Contoh museum yang menggunakan pola ini adalah Museum
Louvre, Paris.
TUGAS AKHIR | YUNI FERIDA | C0812044| 111
Gambar 2.83 Museum Louvre, Paris
Sumber: http://arch3611sp09db.blogspot.com/2009/02/lou vre
Gambar 2.84 Pola sirkulasi yang diterapkan di Museum Louvre,
Paris
Sumber: http://arch3611sp09db.blogspot.com/2009/02/lou vre -
museum.html
Kelebihan pola ini adalah kenyamanan dan rasa rileks
pengunjung dapat dimaksimalkan karena pengunjung dengan
bebas dapat mengakses ruangan yang disukai. Kelemahan pola
ini adalah aspek edukasi dan historis kurang maksimal, karena
TUGAS AKHIR | YUNI FERIDA | C0812044| 112
ada kemungkinan pengunjung tidak mengunjungi setiap bagian
ruangan yang ada dalam museum.
d. Radial menyebar
Pola ini sama seperti pola radial memusat, namun tidak ada satu
ruang khusus yang menjadi pusat dari kegiatan di dalam ruangan.
Pengguna ruang juga bebas mengakses ruangan dari sudut
manapun.
Gambar 2.85 Pola menyebar
Sumber: https://iszal.wordpress.com/2010/02/28/pola-
sirkulasi/
Contoh museum yang menggunakan pola ini adalah
Contemporary Art Musem St. Louis.
TUGAS AKHIR | YUNI FERIDA | C0812044| 113
Gambar 2.86 Contemporary Art Musem St. Louis.
Sumber: http://arch3611sp09db.blogspot.com /2009/02/
contemporary-art-musem-st-louis.html
Gambar 2.87 Pola sirkulasi yang diterapkan di
Contemporary Art Museum St. Louis
Sumber: http://arch3611sp09db.blogspot.com /2009/02/
contemporary-art-musem-st-louis.html
Kelebihan pola ini sama dengan pola radial terpusat yaitu
kenyamanan dan rasa rileks pengunjung dapat dimaksimalkan
TUGAS AKHIR | YUNI FERIDA | C0812044| 114
karena pengunjung dengan bebas dapat mengakses ruangan yang
disukai. Kelemahan pola ini adalah aspek edukasi dan historis
kurang maksimal, karena ada kemungkinan pengunjung tidak
mengunjungi setiap bagian ruangan yang ada dalam museum.
e. Pola Grid
Pola ini adalah konfigurasi grid terdiri dari dua pasang jalan
sejajar yang saling berpotongan pada jarak yang sama dan
menciptakan bujur sangkar atau kawasan ruang segi empat.
Gambar 2.88 Pola Grid
Sumber : https://iszal.wordpress.com/2010/02/28/pola-sirkulasi/
Contoh museum yang menggunakan pola ini adalah Krieble
Gallery, Florence Griswald Museum.
TUGAS AKHIR | YUNI FERIDA | C0812044| 115
Gambar 2.89 Krieble Gallery, Florence Griswald Museum
Sumber: http://arch3611sp09db.blogspot.com /2009/02/krieble-
gallery-florence-griswald.html
Kelebihan pola ini pengunjung dapat mengelilingi setiap bagian
museum yang disusun secara historis dengan berurutan.
Kelemahan pola ini adalah pola kotak-kotak yang cenderung
membuat jenuh bagi pengunjung.
11. Koleksi Museum
Bagian yang tidak kalah penting dalam suatu museum adalah koleksi
museum. Koleksi tersebut dapat disajikan di ruang pameran, disimpan
di gudang, dilestarikan di ruang konservasi atau dikaji di ruang peneliti.
Selain itu terdapat suatu kegiatan pengumpulan (collecting) berbagai
benda yang akan dijadikan koleksi museum, baik berupa benda asli
(realia) ataupun tidak asli (replika). Pengadaan koleksi dapat dilakukan
dengan beberapa cara (Pengelolaan Koleksi Museum oleh Direktorat
Museum Direktorat Jenderal Sejarah Dan Purbakala Departemen
Kebudayaan Dan Pariwisata, 2007), yaitu:
(1) Hibah (hadiah atau sumbangan);
(2) Titipan;
(3) Pinjaman;
(4) Tukar menukar dengan museum lain;
(5) Hasil temuan (dari hasil survei, ekskavasi, atau sitaan); dan
TUGAS AKHIR | YUNI FERIDA | C0812044| 116
(6) Imbalan jasa (pembelian dari hasil penemuan atau warisan).
Museum dalam proses pengadaan sebaiknya memiliki peraturan yang
menyangkut kebijaksanaan pengadaan koleksi, dan juga menyangkut
kelanjutannya: penempatan, pengamanan, perlindungan dan
penyediaan tempat. Dalam menentukan kebijakan pengadaan koleksi
perlu mempertimbangkan hal-hal berikut:
Prinsip dan persyaratan sebuah benda koleksi, antara lain :
a. Memiliki nilai sejarah dan nilai ilmiah (temasuk nilai estetika).
b. Dapat diidentifikasi mengenai bentuk, tipe, gaya, fungsi, makna,
asal secara historis dan geografis, genus (untuk biologis) atau
periodenya (dalam geologi, khususnya benda alam).
c. Harus dapat dijadikan dokumen, dalam arti sebagai kenyataan
dan eksitensinya bagi penelitian ilmiah.
Jenis Benda Koleksi
a. Benda Asli, yakni benda koleksi yang memenuhi persyaratan :
Harus mempunyai nilai budaya, ilmiah dan nilai estetika.
Harus dapat dianggap sebagai dokumen.
Harus dapat diidentifikasi mengenai wujud, asal,tipe, gaya dan
sebagainya.
b. Benda Reproduksi, yakni benda buatan baru dengan cara meniru
benda asli menurut cara tertentu. Macam benda reproduksi :
TUGAS AKHIR | YUNI FERIDA | C0812044| 117
Replika: Benda yang tiruan yang diproduksi dengan memiliki
sifat-sifat benda yang ditiru.
Miniatur: benda tiruan yang diproduksi dengan memiliki bentuk,
warna dan cara pembuatan yang sama dengan benda asli.
Referensi: Diperoleh dari rekaman atau fotokopi suatu buku
mengenai etnografi, sejarah dan lainnya.
Benda-benda berupa foto yang dipotret dari dokumen/mikro film
yang sukar dimiliki.
c. Benda Penunjang, yakni benda yang dapat dijadikan pelengkap
pameran untuk memperjelas informasi/pesan yang akan
disampaikan, misalnya : lukisan, foto dan contoh bahan.
Penataan Koleksi Museum
Penataan koleksi dalam suatu pameran dapat disajikan dengan
beberapa cara, yakni:
a. Tematik, yaitu dengan menata materi pameran dengan tema
dan sub tema.
b. Taksonomik, yaitu menyajikan koleksi dalam kelompok atau
sistem klasifikasi.
c. Kronologis, yaitu menyajikan koleksi yang disusun menurut
usianya, dari yang tertua hingga sekarang.
12. Metode Penyajian Museum
TUGAS AKHIR | YUNI FERIDA | C0812044| 118
Metode penyajian disesuaikan dengan motivasi masyarakat
lingkungan atau pengunjung museum, yakni:
a. Metode Intelektual
Adalah cara penyajian benda-benda koleksi museum yang
mengungkapkan informasi tentang guna, arti dan fungsi benda
koleksi museum.
b. Metode Romantik (Evokatif)
Adalah cara penyajian benda-benda koleksi museum yang
mengungkapkan suasana tertentu yang berhubungan dengan
benda benda yang dipamerkan.
c. Metode Estetik
Adalah cara penyajian benda-benda koleksi museum yang
mengungkapkan nilai artistik yang ada pada benda koleksi
museum.
d. Metode Simbolik
Adalah cara penyajian benda-benda koleksi museum dengan
menggunakan simbol-simbol tertentu sebagai media
interpretasi pengunjung.
e. Metode Kontemplatif
TUGAS AKHIR | YUNI FERIDA | C0812044| 119
Adalah cara penyajian koleksi di museum untuk membangun
imajinasi pengunjung terhadap koleksi yang dipamerkan.
f. Metode Interaktif
Adalah cara penyajian koleksi di museum dimana pengunjung
dapat berinteraksi langsung dengan koleksi yang dipamerkan.
Penyajian interaktif dapat menggunakan teknologi informasi.
13. Faktor Pengganggu Koleksi
Adapun beberapa faktor yang dapat merubah kondisi atau yang dapat
merupakan gangguan pada koleksi museum, adalah :
a. Iklim dan lingkungan
Iklim di Indonesia pada umumnya adalah lembab dan dengan curah hujan
yang cukup banyak. Temperatur udara di antara 25- 37 derajat Celcius,
dengan kadar kelembaban relatif (RH=Relative Humadity) antara 50
sampai 100 %. Iklim yang terlampau lembab ditambah faktor naik-
turunnya temperatur menimbulkan suasana klimatologis yang
menyuburkan tumbuh kembangnya jamur (fungi) dan bakteri tetapi iklim
yang terlampau kering juga menimbulkan berbagai kerusakan. Faktor
lingkungan terbagi atas dua macam, yaitu: pertama makro, meliputi
wilayah yang luas, dan yang kedua mikro , yakni udara dan iklim di kota
dan di dalam gedung museum.
b. Cahaya
TUGAS AKHIR | YUNI FERIDA | C0812044| 120
Cahaya mempengaruhi benda koleksi yang ditampilkan pada museum.
Untuk jenis koleksi seperti batu, logam, dan keramik pada umumnya
tidak peka terhadap cahaya tetapi untuk bahan organik seperti tekstil,
kertas, peka terhadap pengaruh cahaya. Cahaya merupakan bentuk energi
elektromagnetik, memiliki dua jenis radiasi yang terlihat maupun tak
terlihat. Ultra violet sangat membahayakan benda koleksi dan dapat
menimbulkan perubahan bahan maupun warna. Lampu pijar dinyatakan
paling banyak mengeluarkan ultra violet, sedangkan lampu fluorescent
dinyatakan paling rendah kadar radiasinya.
c. Serangga dan Mikro-organisme
Cara mencegah untuk perusakan benda koleksi yang disebabkan oleh
serangga ataupun mikro-organisme, yakni:
Fumigasi
Beberapa jenis zat kimia bisa menguapa pada suhu biasa dan akan
menjadi gas yang mematikan bagi serangga, misalnya paradichlro
benzene, carbon disulphine, carbontetrachloride. Fumigasi dapat
dilakukan dalam ruangan yang suhunya normal yang kedap udara.
Penyemprotan
Penyemprotan insektisida yang berupa larutan yang mengandung
DDT, gammexane, mercuric chloride, dan lain-lain. Merupakan
bahan-bahan insektisida yang memadai.
d. Lalu lintas pengunjung,
TUGAS AKHIR | YUNI FERIDA | C0812044| 121
Sangat diperlukan kedisiplinan dan pengaturan sirkulasi pengunjung.
Perhatian pengunjung akan berkurang bila suasananya berdesak-
desakan, selain itu bahaya pencurian dalan kondisi seperti itu sangat
besar. Penataan dalam pameran di ruang terbuka diprioritaskan untuk
benda-benda yang tahan terhadap iklim dan juga karena bentuknya yang
besar, sehingga menyulitkan untuk diletakkan di dalam ruangan. Selain
itu, dengan pertimbangan yang berdasarkan sejarah maka benda-benda
tersebut dipamerkan di tempat peristiwa itu terjadi.
e. Vandalisme
Perbuatan vandalisme banyak terjadi karena keisengan dan kurangnya
kesadaran terhadap benda-benda yang bernilai sejarah. Kurangnya
apresiasi kepada nilai-nilai kebudayaan bangsa. Selain itu, terkadang
pengunjung tidak puas jika hanya melihat saja, maka terjadi suatu
keadaan ‘touch complex’ saat orang tersebut ingin menyentuh dan
memegang koleksi (Dadang Udansyah,1987:37). Oleh sebab itu
dibutuhkan proteksi terhadap koleksi di museum.
Apabila museum memiliki koleksi permanen dalam jangka waktu yang
sangat lama, maka memang kegiatan yang berhubungan dengan
kuratorial ini sangat diperlukan. Ruangan ini dapat diletakkan di mana
area yang dapat dikontrol keamanannya dengan meletakkan security desk
di beberapa titik aktivitas yang padat atau dipasangnya jalur sistem
keamanan dengan CCTV dengan kontrol jarak jauh, baik di dalam
TUGAS AKHIR | YUNI FERIDA | C0812044| 122
ruangan maupun di luar ruangan. Aktivitas pengunjung dan pengelola
selalu dikontrol agar dapat terjaga keamanannya.
14. Display Pamer
Display, dalam terminologi desain interior dapat diartikan sebagai suatu
sistem penataan objek tertentu. Display terdiri dari beberapa jenis dan
perbedaan fungsi sebagai berikut:
a. Wall display : yaitu dinding tempat memamerkan
(menginformasikan) benda - benda berbentuk 2 dimensi seperti foto,
lukisan, mural dan sebagainya. Karakteristik dari wall display terdiri
dari permanen, semi permanen, padat (solid), tidak tembus pandang,
tembus pandang. Bila ditinjau secara arsitektural biasanya wall
display berfungsi sebagai bidang penutup struktur interior dan
eksterior suatu bangunan.
b. Window display : jendela tempat memamerkan benda-benda
berbentuk 2 dimensi.
c. Divider : yaitu berbentuk penyekat tempat memamerkan benda-
benda 2 dimensi. Karakteristik penyekat terdiri dan beberapa ciri
seperti ; dapat dilipat, dapat dipindah-pindah posisi, dapat ditata
sesuai alur (flow) sirkulasi ruang.
d. Vitrin yaitu fasilitas pajangan berbentuk seperti lemari yang memiliki
ukuran tinggi sekitar 75 - 210 cm dan ukuran lebar sekitar 40 - 120
cm. Fungsi vitrin sebagai tempat untuk memamerkan benda-benda 2
dimensi dan 3 dimensi. Bagian bawah vitrin lazimnya berfungsi
TUGAS AKHIR | YUNI FERIDA | C0812044| 123
sebagai storage bin atau tempat penyimpanan benda dan aksesoris
penunjang benda pamer.
Karakteristik vitrin terdiri dari beberapa ciri seperti : dapat ditumpuk
(stacking), dapat dibongkar pasang (knock down), dapat dipindah-
pindah. Aspek fungsi display museum diharapkan dapat mencapai
tujuan perancangan dan memenuhi persyaratan kebutuhan :fungsi
(function), kenyamanan (comfortable), keamanan (security),
kemampuan (durability) dan estetika (aesthetic).
Vitrin digunakan untuk menyimpan benda-benda tiga dimensi,
benda yang tidak boleh disentuh, benda yang kecil, atau karena
tinggi nilainya sehingga dikhawatirkan hilang dicuri atau rapuh bila
terpegang. Vitrin menurut bentuknya ada dua macam, yaitu vitrin
tunggal dan vitrin ganda. Vitrin tunggal adalah vitrin yang hanya
untuk memajang koleksi saja. Sedangkan vitrin ganda dapat
digunakan untuk memajang koleksi serta terdapat tempat
penyimpanan benda yang tidak dipamerkan.
Gambar 2.90 Vitrin tunggal dan vitrin ganda
TUGAS AKHIR | YUNI FERIDA | C0812044| 124
Sumber: http://library.binus.ac.id/eColls/eThesisdoc/Bab 2HTML/2
012200192DIBab2001/body.html
Sedangkan menurut jenisnya, vitrin terbagi menjadi beberapa jenis
sebagai berikut.
Vitrin dinding, yaitu vitrin yang diletakkan berhimpit dengan
dinding.
Gambar 2.91 Vitrin dinding
Sumber : Seni Tata Pameran di Museum. Dadang Udansyah,
1987:hlm 40
Vitrin tengah, yaitu vitrin yang diletakkan di tengah ruangan.
TUGAS AKHIR | YUNI FERIDA | C0812044| 125
Gambar 2.92 Vitrin tengah
Sumber : Seni Tata Pameran di Museum. Dadang
Udansyah, 1987:hlm 43
Vitrin sudut, yaitu vitrin yang diletakkan di sudut ruangan.
Gambar 2.93 Vitrin sudut
Sumber : Seni Tata Pameran di Museum. Dadang
Udansyah, 1987:hlm 45
Vitrin lantai, yaitu vitrin yang diletakkan agak mendatar ke
bawah pandangan mata.
Vitrin tiang, yaitu vitrin yang diletakkan di seputaran tiang.
Vitrin harus memenuhi persyaratan (Dadang Udansyah, 1987:41)
sebagai berikut:
1. Keamanan koleksi harus terjamin. Bentuknya harus kuat dan
kokoh, aman dari pencemaran dan pencurian. Konstruksinya
harus direncanakan agar sirkulasi udara dapat beredar dengan
TUGAS AKHIR | YUNI FERIDA | C0812044| 126
baik sehingga tidak panas dan lembab. Vitrin yang berlampu
sebaiknya diberi lubang untuk mengurangi panas.
2. Pengunjung diberi kesempatan agar leluasa, mudah, dan senang
melihat koleksi yang ditata di dalamnya. Tinggi vitrin sangat
relatif. Misalnya tinggi rata-rata orang Indonesia antara 160-170
cm dan kemampuan gerak anatomis leher manusia yang wajar
sekitar 30°, maka tinggi vitrin seluruhnya kira-kira 240 cm, alas
terendah 65-75 cm, dan tebal minimal 60 cm.
3. Penyinaran selain tidak boleh mengganggu pengunjung, juga
tidak boleh merusak koleksi. Untuk benda-benda organik seperti
kayu, kulit, kertas, dan benda yang berwarna harus
menggunakan cahaya 50-150 lux.
4. Bentuk vitrin harus disesuaikan dengan ruangan.
5. Vitrin standar terbuat dari material yang tidak berbahaya dan di
dalamnya terdapat pengontrol lingkungan (temperatur,
kelembaban dan cahaya).
6. Harus dalam keadaan tertutup rapat (sealed), untuk menahan
debu dan polutan dari luar masuk, serta tetap menjaga
temperatur dan kelembaban dalam ruangan vitrin tetap stabil.
7. Pencahayaan yang diterima koleksi selama pameran juga harus
dipertimbangkan. Lokasi pencahayaan tergantung dari tipe vitrin
yang dipilih. Untuk vitrin dinding, lampu berada didalam vitrin,
dan untuk itu harus dibuat tempat tersendiri, yang mudah
dicapai.
TUGAS AKHIR | YUNI FERIDA | C0812044| 127
Gambar 2.94 Patokan kira-kira ukuran vitrin yang disesuaikan
dengan rata-rata tubuh orang Indonesia.
Sumber : Seni Tata Pameran di Museum. Dadang Udansyah,
1987:hlm 44
Adapun penataan koleksi dapat menggunakan panel. Panel,
digunakan untuk menggantung atau menempelkan koleksi yang
bersifat dua dimensi dan cukup dilihat dari sisi depan. Kadang-
kadang panel hanya digunakan untuk menempelkan label atau
koleksi penunjang lainnya seperti peta, grafik dan lain sebagainya.
TUGAS AKHIR | YUNI FERIDA | C0812044| 128
Gambar 2.95 Panel dan ukuran yang harus diperhatikan
Sumber : Pedoman Teknis Pembuatan Sarana Pameran di
Museum. Depdikbud, 1993/1994 : hlm. 23
Gambar 2.96 Panel yang dapat dilepas-lepas bentuknya
disesuaikan dengan fungsinya
Sumber : Pedoman Teknis Pembuatan Sarana Pameran di Museum.
Depdikbud, 1993/1994 : hlm. 26
Alat lain dalam memajang koleksi museum adalah pedestal. Pedestal
atau alas koleksi digunakan untuk meletakkan koleksi berbentuk tiga
dimensi. Jika koleksi yang diletakkan bernilai tinggi dan berukuran
besar maka perlu mendapat ekstra pengamanan, yaitu diberi jarak
yang cukup aman dari jangkauan pengunjung. Alas koleksi yang
berukuran kecil diletakkan di vitrin sebagai alat bantu agar benda
vitrin dapat disajikan dengan baik. Ukuran tinggi rendahnya harus
disesuaikan dengan besar kecilnya koleksi yang diletakkan di
atasnya.
TUGAS AKHIR | YUNI FERIDA | C0812044| 129
Gambar 2.97 Pedestal/alas kaki yang disesuaikan dengan benda
koleksi yang berada diatasnya.
Sumber: Pedoman Teknis Pembuatan Sarana Pameran di Museum.
Depdikbud, 1993/1994 : hlm. 47
Gambar 2.98 Pedestal/alas kaki yang berbentuk bulat, dibuat dengan
rangka kayu, dilapisi dengan triplek
Sumber: Pedoman Teknis Pembuatan Sarana Pameran di Museum.
Depdikbud, 1993/1994 : hlm. 47
TUGAS AKHIR | YUNI FERIDA | C0812044| 130
Gambar 2.99 Beberapa bentuk alas koleksi. Bentuk alas koleksi
disesuaikan dengan fungsi dan ukuran benda koleksi.
Sumber: Pedoman Teknis Pembuatan Sarana Pameran di Museum.
Depdikbud, 1993/1994 : hlm. 54
15. Ketentuan Tata Pamer Koleksi Tekstil
Koleksi tekstil terdiri dari tekstil tradisional, pakaian adat, dan
aksesori/pelengkap busana. Tekstil tradisional adalah kain yang dibuat
dengan cara tradisional pada teknik ataupun pewarnaannya. Kain yang
dibuat dengan alat tenun gendong atau ATBM (Alat Tenun Bukan
Mesin) adalah tekstil yang menerapkan teknik tenun tradisional. Teknik
tenun tradisional meliputi kain songket, sungkit, sulam cucuk, tapestri,
sedangkan yang menerapkan tenik pewarnaan tradisional adalah kain
ikat, batik, plangi, tritik, jumputan, colet dan prada.
Pada kelembaban relatif 70% atau lebih, suhu udara di atas 15°Celcius
memungkinkan adanya pertumbuhan mikro organisme seperti jamur
TUGAS AKHIR | YUNI FERIDA | C0812044| 131
dan serangan serangga. Maka, pengaturan terhadap kelembaban dan
suhu udara sangat menentukan keselamatan tekstil. Penggolongan
tekstil berikut identifikasi bahan pembentuk tekstil dan bahan
pembentuk vitrin sangat perlu dilakukan, sebelum menentukan desain
pameran. Menurut Puji Yoseph Subagyo (Tata Pamer Tekstil di
Museum, 2014), ada beberapa ketetuan yang harus diperhatikan dalam
memamerkan koleksi tekstil, yaitu:
a. Pengelompokkan koleksi sebelum pelaksanaan pameran
Benda 2 dimensi
Bagi koleksi yang menampilkan salah satu atau dua permukaan
untuk keperluan pameran, seperti kain, perlu dipertimbangkan
alas sebagai dasarnya yang rata. Hal ini mengingat koleksi jenis
kain dapat mungkin memamerkan seluruh permukaan kain. Kuat
penerangan yang direkomendasikan adalah 5o lux dan maksimum
radiasi ultra violetnya hanya sekitar 30 µW/Lm. Suhu udara
antara 20°-25° Celcius dan kelembaban relatif antara 45% dan
65%.
Kerangka/bingkai
Teknik pembingkaian laminasi dengan dua buah plexiglass(kaca)
dapat dilakukan apabila kain menampilkan dua permukaan dan
kondisi substratnya memenuhi (kokoh). Hal ini juga dapat
mengamankan kain terhadap pengaruh vibrasi, polutan, dan
faktor lingkungan lain.
TUGAS AKHIR | YUNI FERIDA | C0812044| 132
Penggantungan
Teknik penggantungan kain harus mempertimbangkan berat kain,
penguat yang telah diberikan, serta tampilan motifnya. Koleksi
semacam selendang yang berhiaskan logam berat seperti koin
pada ujungnya tidak boleh digantung.
Benda 3 dimensi
Pameran koleksi tekstil 3 dimensi seperti kostum harus dapat
memberikan gambaran ruang yang memenuhi. Kostum akan
lebih menarik apabila dilengkapi dengan manekin.
b. Display koleksi tekstil
Pengunjung harus dapat dengan mudah melihat koleksi tekstil
tanpa menghadapi efek kebutaan penglihatan apabila ruang
pamer untuk tekstil diturunkan kuat penerangannya.
Lampu penerangan dapat diatur melalui tombol saklar yang
dipasang di luar vitrin, sehingga tekstil hanya diterangi dengan
lampu saat ada pengunjung.
Lampu penerangan tidak boleh berhubngan langsung dengan
ruang tekstil, tetapi harus dibatasi dengan kaca kwarsa. Kaca ini
dapat mengurangi efek buruk dari sinar inframerah dan
ultraviolet.
TUGAS AKHIR | YUNI FERIDA | C0812044| 133
Vitrin dibuat kedap udara sehingga debu dan polutan tidak dapat
masuk.
Kayu kerangka vitrin harus didesain khusus sehingga tidak
memungkinkan adanya pengaruh asam organik yang dihasilkan
dari kayu tersebut.