Upload
others
View
15
Download
0
Embed Size (px)
Citation preview
8
BAB II
KAJIAN PUSTAKA
2.1. Kajian Empirik
Untuk melakukan penelitian tentang pengaruh motivasi, disiplin kerja dan
lingkungan kerja terhadap kinerja pegawai negeri Polri di RS. Bhayangkara
Palangka Raya maka peneliti mengacu pada beberapa penelitian sejenis
sebagai bahan referensi, meliputi:
1. DUSI A. (2012), meneliti tentang PENGARUH KOMITMEN PERAWAT,
MOTIVASI DAN DISIPLIN TERHADAP KINERJA PERAWAT DI RUANG
RAWAT INAP RSUD SOEMARNO KUALA KAPUAS. Tujuan penelitian ini
untuk menganalisa pengaruh komitmen, pengaruh motivasi dan pengaruh
disiplin kerja terhadap kinerja perawat di ruang rawat inap RSUD
SOEMARNO KUALA KAPUAS. Sampel dalam penelitian ini sebanyak 68
responden dengan menggunakan metode cluster sampling. Metode statistik
yang digunakan adalah regresi linear berganda. Hasil penelitian
menunjukkan bahwa komitmen perawat, motivasi dan disiplin kerja
berpengaruh positif secara simultan terhadap kinerja perawat di ruang rawat
inap RSUD Soemaro Kuala Kapuas.
2. Juhana dan Haryati (2013), meneliti tentang PENGARUH MOTIVASI,
DISIPLIN DAN LINGKUNGAN KERJA TERHADAP KINERJA PEGAWAI
DINAS KESEHATAN KOTA CIMAHI. Tujuan penelitian ini adalah 1). untuk
mengetahui keadaan motivasi, disiplin, lingkungan kerja dan kinerja pegawai
Dinas Kesehatan Kota Cimahi, 2). untuk mencari besarnya pengaruh
motivasi, disiplin dan lingkungan kerja secara parsial terhadap kinerja
pegawai, 3.) untuk mencari besarnya pengaruh motivasi, disiplin dan
lingkungan kerja secara simultan terhadap kinerja pegawai. Penelitian ini
9
menggunakan metode sensus yang bersifat deskritif analitis dengan
menerapkan analisis jalur (path analisis), dan pengoperasian perhitungan
menggunakan program SPSS 17. Populasi sampel 90 orang. Dari penelitian
tersebut terbukti ada pengaruh yang signifikan antara motivasi, disiplin dan
lingkungan kerja terhadap kinerja pegawai di Dinas Kesehatan Kota Cimahi.
3. Ratri N. dkk (2014), meneliti tentang PENGARUH MOTIVASI DAN
LINGKUNGAN KERJA TERHADAP KINERJA KARYAWAN RUMAH SAKIT
ISLAM BANJARNEGARA. Tujuan penelitian ini adalah menganalisa adanya
pengaruh motivasi terhadap kinerja karyawan, menganalisa pengaruh
lingkungan kerja terhadap kinerja karyawan, menganalisa pengaruh motivasi
dan lingkungan kerja secara bersama-sama terhadap kinerja karyawan.
Populasi dalam penelitian ini adalah karyawan Rumah Sakit Islam
Banjarnegara yang berjumlah 229 orang dengan sampel sejumlah 70 orang
menggunakan rumus Slovin. Metode analisis yaitu uji validitas dan reabilitas,
analisis deskriptif persentase, uji asumsi klasik dan analisis regresi berganda
menggunakan SPSS for Window versi 19. Hasil penelitian menunjukkan
bahwa motivasi dan lingkungan kerja berpengaruh positif terhadap kinerja
Karyawan Rumah Sakit Islam Banjarnegara.
4. Erma E. (2015), meneliti tentang PENGARUH MOTIVASI DAN DISIPLIN
KERJA TERHADAP KINERJA PEGAWAI RUMAH SAKIT UMUM DAERAH
BALANGAN. Tujuan penelitian ini adalah untuk mengetahui pengaruh
motivasi terhadap kinerja pegawai di RSUD Balangan, mengetahui pengaruh
disiplin kerja terhadap kinerja pegawai di RSUD Balangandan mengetahui
variabel manakah yang mempunyai pengaruh paling kuat dengan kinerja
pegawai RSUD Balangan. Populasi dalam penelitian ini adalah PNS RSUD
Balangan yang berjumlah 79 orang, teknik pengambilan sampel
menggunakan metode Stratafield Random Sampling, data diperoleh melalui
10
kuesioner,wawancara dan observasi. Teknik analisis data menggunakan
analisis regresi linier berganda.Berdasarkan hasil penelitian terdapat
hubungan yang signifikan antara variabel motivasi terhadap kinerja pegawai
RSUD Balangan danterdapat hubungan yang signifikan antara variabel
disiplin kerja yang mana paling dominan mempengaruhi kinerja pegawai
RSUD Balangan.
Perbedaan penelitian ini dengan penelitian terdahulu adalah waktu
penelitian, tempat penelitian yaitu di RS. Bhayangkara Palangka Raya,
responden penelitian yaitu pegawai negeri Polri yang terdiri dari anggota Polri
dan aparatur sipil negara Polri dan alat uji statistik penelitian ini menggunakan
SmartPLS.
2.2. Kajian Teoritik
2.2.1. Kinerja
Pengertian kinerja (prestasi kerja) adalah hasil kerja secara kualitas dan
kuantitas yang dicapai oleh seorang pegawai dalam melaksanakan tugasnya
sesuai dengan tanggung jawab yang diberikan kepadanya (Mangkunegara A.P.,
2011:67). James C. dan Nelson, (2009:195)dalam Noor J., (2013:270)
mengatakan Performance management is process of defining, measuring,
appraising providing feedback on, and improving performance. Dari pengertian ini
dapat diuraikan bahwa mengelola kinerja sebaiknya dilakukan secara kolaboratif
dan kooperatif antara pegawai, pemimpin dan organisasi, melalui pemahaman
dan penjelasan kinerja dalam suatu kerangka kerja atas tujuan-tujuan terencana,
standar dan kompetensi yang disetujui bersama.
Untuk menilai kinerja individu dalam organisasi Ravianto (1986) dalam
Torang S., (2014:74) menetapkan beberapa kriteria yaitu:
a. kompetensi individu tentang pekerjaan.
11
b. kemampuan individu dalam membuat perencanaan dan jadwal pekerjaan.
c. produktivitas individu (kualitas dan kuantitas kinerja).
Kinerja merupakan suatu yang lazim digunakan untuk memantau
produktivitas kerja sumber daya manusia, baik yang berorientasi pada produksi
barang, jasa, maupun pelayanan. Sejalan dengan hal tersebut, Vroom (1964)
mengatakan bahwa tingkat keberhasilan seseorang dalam melakukan tugas
pekerjaannya dinamakan tingkat kinerja (level of performance). Seseorang yang
level of performance-nya tinggi disebut orang yang produktif, sebaliknya yang
levelnya tidak mencapai standar dikatakan sebagai orang yang tidak produktif
atau kinerjanya rendah (Umam K., 2012:187).
Kinerja terbaik menurut Griffin (2002) dalam Sule E.T dan Saefullah K.
(2013:235) ditentukan oleh tiga faktor yaitu:
a. Motivasi (motivation), yang terkait dengan keinginan untuk melakukan
pekerjaan.
b. Kemampuan (ability) yaitu kapabilitas dari tenaga kerja atau sumber daya
manusia untuk melakukan pekerjaan.
c. Lingkungan pekerjaan (the work environment) yaitu sumber daya dan situasi
yang dibutuhkan untuk melakukan pekerjaan tersebut.
Kinerja merupakan kualitas dan kuantitas dari suatu hasil kerja (ouput)
individu maupun kelompok dalam suatu aktivitas tertentu yang diakibatkan oleh
kemampuan alami atau kemampuan yang diperoleh dari proses belajar serta
keinginan untuk berprestasi. Faktor- faktor yang mempengaruhi kinerja menurut
Mangkunegara A.P. (2000) dalam Umam K. (2012:189) meliputi:
a. Faktor Kemampuan
Secara psikologis kemampuan (ability) pegawai terdiri dari kemampuan
potensi (IQ) dan kemampuan realita (pendidikan) dengan pendidikan yang
memadai untuk jabatannya dan terampil dalam mengerjakan pekerjaan
12
sehari-hari maka ia akan lebih mudahmencapai kinerja yang diharapkan.
Oleh karena itu, pegawai perlu ditempatkan pada pekerjaan yang sesuai
dengan keahliannya (the right man in the right place, the right man on the
right job).
b. Faktor Motivasi
Motivasi terbentuk dari sikap (attitude) seorang pegawai dalam menghadapi
situasi (situation) kerja. Motivasi merupakan kondisi yang menggerakkan diri
pegawai yang terarah untuk mencapai tujuan organisasi (tujuan kerja).
c. Sikap Mental
Merupakan kondisi mental yang mendorong seseorang untuk berusaha
mencapai potensi kerja secara maksimal.
Selanjutnya McClelland mengemukakan 6 karakteristik dari pegawai yang
memiliki motif berprestasi tinggi yaitu (Umam K., 2012:190):
a. Memiliki tanggung jawab pribadi yang tinggi;
b. Berani mengambil resiko;
c. Memiliki tujuan yang realistis;
d. Memiliki rencana kerja yang menyeluruh dan berjuang untuk merealisasi
tujuannya;
e. Memanfaatkan umpan balik yang kongkret dalam seluruh kegiatan kerja
yang dilakukan;
f. Mencari kesempatan untuk merealisasikan rencana yang telah
diprogramkan.
Dalam rangka melakukan perbaikan yang berkesinambungan maka suatu
organisasi perlu melakukan penilaian kinerja, dimana penilaian kinerja tersebut
memiliki manfaat yaitu (Fahmi I, 2013:66):
a. Mengelola operasional organisasi secara efektif dan efisien melalui
pemotivasian karyawan secara maksimum.
13
b. Membantu pengambilan keputusan yang bersangkutan dengan karyawan
seperti promosi, transfer dan pemberhentian.
c. Mengidentifikasikan kebutuhan pelatihan dan pengembangan karyawan dan
untuk menyediakan kriteria seleksi dan evaluasi program pelatihan
karyawan.
d. Menyediakan umpan balik bagi karyawan mengenai bagaimana atasan
mereka menilai kinerja mereka.
e. Menyediakan suatu dasar bagi distribusi penghargaan.
Pada dasarnya penilaian kinerja merupakan faktor kunci dalam
mengembangkan suatu organisasi secara efektif dan efisien karena adanya
kebijakan atau program yang lebih baik atas sumber daya yang ada dalam
organisasi. Kinerja dipengaruhi 3 faktor (Simamora, 1995 dalam Sedarmayanti,
2011:390):
a) Faktor individual
1) Kemampuan dan keahlian;
2) Latar belakang;
3) Demografi.
b) Faktor psikologi
1) Persepsi;
2) Attitude;
3) Personality;
4) Pembelajaran;
5) Motivasi.
c) Faktor organisasi
1) Sumber daya;
2) Kepemimpinan;
3) Penghargaan;
14
4) Struktur;
5) Job design.
Manfaat yang diperoleh dari penilaian kinerja ini terutama menjadi
pedoman dalam melakukan tindakan evaluasi bagi pembentukan organisasi
sesuai dengan pengharapan dari berbagai pihak, yaitu baik pihak manajemen
maupun pelaksana. Adapun tahap penilaian terdiri dari tiga tahap yaitu (Fahmi
I,2013:67):
a. Perbandingan kinerja sesungguhnya dengan sasaran yang telah ditetapkan
sebelumnya.
b. Penentuan penyebab timbulnya penyimpangan kinerja sesungguhnya yang
ditetapkan dalam standar.
c. Penegakan perilaku yang diinginkan dan tindakan yang digunakan untuk
mencegah perilaku yang tidak diinginkan.
Kinerja karyawan seharusnya dievaluasi secara berkala karena berbagai
alasan, salah satu alasan adalah bahwa penilaian kinerja diperlukan untuk
memvalidasi alat pemilihan atau mengukur dampak dari program pelatihan.
Alasan kedua bersifat administratif untuk membantu dalam membuat keputusan
mengenai kenaikan gaji, promosi dan pelatihan. Alasan yang lain adalah untuk
menyediakan timbal balik bagi karyawan untuk membantu mereka meningkatkan
kinerja mereka saat ini dan merencanakan karier dimasa mendatang (Fahmi
I,2013:67).
Agar suatu sistem evaluasi kinerja dapat berjalan efektif menurut Allan P.
(1994) dalam Fahmi I. (2013:73) mengemukakan tiga belas persyaratan agar
sistem kinerja dapat efektif:
a. Sistem evaluasi kinerja harus sesuaikan dengan kebutuhan spesifik dari
organisasi.
b. Faktor-faktor penilaian harus subjektif dan sekonkret mungkin.
15
c. Evaluasi kinerja harus bebas bias.
d. Prosedur dan administrasi evaluasi kinerja harus seragam.
e. Sistem evaluasi kinerja harus dipakai untuk mengambil keputusan.
f. Hasil sistem evaluasi kinerja harus dipakai untuk mengambil keputusan.
g. Sistem evaluasi kinerja harus menyediakan suatu telaah atau proses naik
banding.
h. Sistem evaluasi kinerja harus dapat diterima oleh para pemakai.
i. Sistem evaluasi kinerja harus dapat dioperasikan secara ekonomis.
j. Penilaian kinerja harus didokumentasikan.
k. Penilaiharus terlatih dan mempunyai kualifikasi untuk melaksanakan
evaluasi kinerja.
l. Sistem evaluasi kinerja harus menyediakan cara memonitor dan
mengevaluasi pelaksanaannya.
m. Manajemen puncak harus mendukung sistem evaluasi kinerja dengan jelas.
Pengukuran kinerja merupakan proses membandingkan kondisi riil dari
suatu objek dengan alat ukur/instrumen. Instrumen pengukuran bisa berupa
standar/rencana yang ditetapkan, kinerja sebagai sesuatu yang telah dicapai
oleh input, proces, output, outcome, benefit, impact.
Pengukuran kinerja sebagai alat manajemen yang digunakan
meningkatkan kualitas pengambilan keputusan dan akuntabilitas, dimanfaatkan
untuk menilai pencapaian tujuan dan sasaran (Sedarmayanti, 2011:328).
Manfaat pengukuran kinerja (Sedarmayanti, 2011:330):
a. Membantu pemimpin menentukan pencapaian yang perlu dicapai.
b. Memberi umpan balik bagi pengelola dan pembuat keputusan dalam
evaluasi dan perumusan tindak lanjut, dalam peningkatan kinerja masa yang
akan datang.
c. Alat komunikasi pimpinan, pegawai dan stakeholder eksternal.
16
d. Menggerakkan instansi ke arah yang positif.
e. Mengidentifikasi kualitas pelayanan.
Dalam proses penilaian kinerja dilakukan oleh atasan langsung, Dessler
(1998) dalam Noor J. (2013:281) menyebutkan ada empat pendekatan penilaian
kinerja yaitu:
a. Penilaian oleh supervisor atau atasan langsung
Penilaian supervisor merupakan jantung dari seluruh sistem penilaian
umumnya. Hal ini disebabkan karena mudah untuk memperoleh hasil
penilaian supervisor dan dapat diterima oleh akal sehat. Para supervisor
merupakan orang yang tepat untuk mengamati dan menilai prestasi
bawahannya, oleh sebab itu seluruh sistem penilaian umumnya sangat
tergantung pada evaluasi yang dilakukan oleh supervisor.
b. Penilaian teman kerja
Penilaian seorang pegawai oleh teman kerjanya telah terbukti efektif dalam
memperkirakan keberhasilan manajemen dimasa depan. Dari sebuah studi
yang diselenggarakan di kalangan pejabat militer, diketahui bahwa penilaian
teman sekerja cukup akurat untuk memperkirakan pejabat mana yang dapat
dipromosikan dan mana yang tidak.
c. Panitia/Komite Penilaian
Banyak perusahaan menggunakan panitia/komite untuk menilai para
pegawai. Panitia ini beranggotakan para supervisor langsung dan tiga atau
empat anggota supervisor lain, setiap anggota panitia seharusnya mampu
menilai prestasi pegawai dengan baik.
d. Penilaian Diri
Beberapa perusahaan atau organisasi menerapkan pengharkatan prestasi
yang dilakukan oleh pegawai sendiri. Masalahnya adalah hampir semua
17
studi menunjukkan bahwa para pegawai umumnya menilai diri mereka lebih
tinggi dari penilaian supervisor atau rekan sekerja mereka.
Ada lima metode penilaian kinerja pegawai (Noor J. 2013:281-282):
a. Written Essay, merupakan metode yang sederhana yang hanya
menggambarkan tentang kekuatan, kelemahan, past performance evaluasi,
potensi yang dimiliki pegawai serta saran untuk perbaikan kinerja. Hanya
didasarkan pada pendapat penilai yang membandingkan hasil pekerjaan
pegawai dengan kriteria yang dianggap penting bagi pelaksanaan kerja.
b. Critical incident, penilaian yang berdasarkan catatan-catatan penilaian yang
menggambarkan perilaku karyawan sangat baik atau jelek dalam kaitannya
dengan pelaksanaan kerja. Metode ini sangat berguna dalam memberikan
umpan balik kepada pegawai dan mengurangi kesalahan kesan terakhir.
c. Graphic Rating Scales, dalam metode ini faktor-faktor yang mempengaruhi
kinerja baik kualitas maupun kuantitas kerja,pengetahuan, kerja sama,
kehadiran dan inisiatif. Penilaitinggal memilih kalimat-kalimat atau kata-kata
yang menggambarkan kinerja pegawai, pemberian bobot menggunakan
skor. Metode ini bisa memberikan suatu gambaran prestasi kerja secara
akurat bila daftar penilaian berisi item yang memadai.
d. Behaviorally Anchored Ranting Scales (BARS), metode ini merupakan
kombinasi dari metode Critical Incident dan Graphic Rating Scale bila jumlah
pekerjaan terbatas, penilaian prestasi kerja bisa didasarkan pada tes
pengetahuan dan keterampilan
e. Forced Comparison Method, penilaianmembandingkan pegawai satu dengan
pegawai lain siapa yang paling baik dan menempatkan pegawai dalam
urutan terbaik sampai terjelek. Kelemahan metode ini adalah kesulitan untuk
menentukan fakto-faktor pembanding, subjek kesalahan,kesan terakhir dan
18
adanya halo effect, kebaikannya menyangkut kemudahan administrasi dan
penjelasannya.
2.2.2. Motivasi
2.2.2.1. Pengertian motif dan motivasi
Setiap orang dalam melakukan suatu tindakan tertentu pasti didorong oleh
adanya motif tertentu. Motivasi biasanya timbul karena adanya kebutuhan yang
belum terpenuhi, tujuan yang ingin dicapai atau karena adanya kebutuhan
harapan yang diinginkan. Motivasi kerja merupakan kombinasi kekuatan
psikologis yang kompleks dalam diri masing-masing orang, setiap individu
mempunyai motivasi sendiri yang mungkin berbeda-beda. Sementara itu, dari sisi
pemberi kerja, mereka tertarik pada elemen motivasi karena ingin mengetahui
(Wibowo, 2014:109):
1. Arah dan fokus dari perilaku pekerja yang dapat bersifat positif atau
fungsional maupun bersifat negatif atau disfungsional. Sebagai faktor positif
adalah: kepercayaan, kreativitas, suka menolong, berketepatan waktu.
Sedangkan sebagai faktor disfungsional adalah kelambanan, kemangkiran,
suka menyendiri dan kinerja rendah.
2. Tingkat usaha yang diberikan, apakah pekerja memberikan komitmen penuh
untuk mencapai keunggulan atau hanya melakukan pekerjaan sekedar saja.
3. Ketekunan dalam berperilaku, apakah pekerja selalu mengulang dan
menjaga tingkat usahanya atau cepat menyerah dan hanya melakukan
secara periodik.
Motivasi berasal dari bahasa Latin yaitu “movere” (Kreitner dan Kinicki,
2008) yang berarti bergerak atau menggerakkan. Dengan demikian, motivasi
berarti suatu kondisi yang menggerakkan atau menjadi sebab seseorang
melakukan, suatu perbuatan atau kegiatan yang berlangsung secara sadar juga
19
sebagai suatu kekuatan sumber daya yang menggerakkan dan mengendalikan
perilaku manusia. Abraham Sperling mengemukakan bahwa motif didefinisikan
sebagai suatu kecenderungan untuk beraktivitas dimulai dari dorongan dalam diri
(drive) dan diakhiri dengan penyesuaian diri. Berdasarkan pendapat ini, dapat
disimpulkan bahwa motif merupakan suatu dorongan (Noor J., 2013:226).
Menurut Stanfor F.H., dalam Mangkunegara A.P. (2011:93), motivasi
diartikan sebagai suatu kondisi yang menggerakkan manusia ke suatu tujuan
tertentu. Berdasarkan pendapat para ahli di atas, dapat disimpulkan bahwa motif
merupakan suatu dorongan kebutuhan dalam diri pegawai yang perlu dipenuhi
agar pegawai tersebut dapat menyesuaikan diri terhadap lingkungannya,
sedangkan motivasi adalah kondisi yang menggerakkan pegawai agar mampu
mencapai tujuan dari motifnya (Mangkunegara A.P. 2011:93).
Motivasi kerja adalah hasil dari kumpulan kekuatan internaldan eksternal
yang menyebabkan pekerja memilih jalan bertindak yang sesuai dan
menggunakan perilaku tertentu. Idealnya perilaku ini akan diarahkan pada
pencapaian tujuan organisasi (Newstrom, 2011:109 dalam Wibowo, 2014:110)
sementara itu Newstrom mengemukakan bahwa sebagai indikator motivasi
adalah:
1. Engagement merupakan janji pekerja untuk menunjukkan tingkat
antusiasme, inisiatif dan usaha untuk meneruskan.
2. Commitment adalah suatu tingkatan dimana pekerja mengikat dengan
organisasi dan menunjukkan tindakan organizational citizenship.
3. Satisfaction/kepuasan merupakan refleksi pemenuhan kontrak psikologis
dan memenuhi harapan di tempat kerja.
4. Turnover merupakan kehilangan pekerja yang dihargai.
Setiap orang dapat termotivasi oleh beberapa kekuatan yang berbeda,
dipekerjaan pimpinan perlu mempengaruhi bawahan untuk menyelaraskan
20
motivasinya dengan kebutuhan organisasi. Dari pendapat-pendapat tersebut di
atas dapat disimpulkan bahwa motivasi merupakan dorongan untuk bertindak
terhadap serangkaian proses perilaku manusia dengan mempertimbangkan
arah, intensitas, dan ketekunan pada pencapaian tujuan. Sedangkan elemen
yang terkandung dalam motivasi meliputi unsur membangkitkan, mengarahkan,
menjaga, menunjukkan intensitas, bersifat terus menerus dan adanya tujuan.
Motif adalah suatu perangsang keinginan (want) dan daya penggerak
kemauan bekerja seseorang, Perbedaan pengertian keinginan (want) dan
kebutuhan (needs)adalah keinginan(want) dari setiap orang berbeda karena
dipengaruhi oleh selera, latar belakang, dan lingkungannya, sedangkan
kebutuhan (needs) semua orang adalah sama. Problem motivasi semakin rumit
dan berkembang, karena kemajuan peradaban dan ilmu pengetahuan. Elton
Mayo (1880-1949) melakukan penelitian yang disebut “Hawthorne Studies” yaitu
meneliti masalah manusia dan perilakunya tentang kemauan bekerjanya.
Penelitian ini menciptakan suatu teori yang disebut Human Science Theory, yang
isinya adalah (Hasibuan M., 2014:145) :
1. Masalah manusia hanya dapat diselesaikan secara manusia apabila
menggunakan informasi dan alat-alat kemanusiaan pula.
2. Moral kerja atau semangat kerja besar peranan dan pengaruhnya terhadap
produktivitas para pekerja. Moral adalah suatu keadaan yang berhubungan
erat sekali dengan kondisi mental seseorang.
3. Perlakuan yang baik/wajar terhadap para karyawan lebih besar pengaruhnya
terhadap produktivitas dari pada tingkat upah yang besar, walaupun upah
juga merupakan hal penting.
Motivasi terkait dengan sesuatu yang bersifat tidak dapat diukur
(intangibles) dan tidak dapat dilihat secara kasat mata (invisible). Berikut ini akan
menjelaskan proses bagaimana motivasi berperan dalam menentuan perilaku
21
yang akan ditunjukkan oleh tenaga kerja atau SDM yang dimiliki perusahaan
atau organisasi.
Gambar 2.1. Proses Motivasi sebagai Pendorong Perilaku Individu
Terdapat beberapa pendekatan dalam memahami motivasi sebagaimana
dikemukakan oleh Stoner, Freeman dan Gilbert (1995) dalam Tisnawati E. dkk,
(2013:237) paling tidak ada tiga pendekatan yang telah dikenal dalam dunia
manajemen yaitu:
a. Pendekatan Tradisional.
Pendekatan ini memandang bahwa pada dasarnya manajer memiliki kinerja
yang lebih baik dari pekerja dan para pekerja hanya akan menunjukkan
kinerja yang baik sekiranya diiming-imingi dengan kompensasi berupa uang.
Pendekatan tradisional ini diantaranya adalah mengenai sistem pemberian
insentif. Semakin banyak produk yang dihasilkan oleh pekerja, maka pekerja
tersebut dinyatakan produktif, maka pekerja tersebut berhak untuk
memperoleh upah yang lebih dibanding pekerja lainnya.
b. Pendekatan Relasi Manusia.
Pendekatan ini sering kali dikaitkan dengan Elton Mayo dan para
pengikutnya. Mayo justru menemukan bahwa pekerjaan sama yang terus
menerus dilakukan akan menyebabkan kebosanan dan justru akan
berimplikasi pada penurunan motivasi. Mayo menganggap bahwa kontak
sosial atau relasi antar manusia justru akan membantu dan memelihara
Kebutuhan atau kesenjangan kebutuhan
Pencarian jalan keluar bagi memenuhi dan
memuaskan kebutuhan
Pilihan perilaku untuk memenuhi dan
memuaskan kebutuhan
Penentuan kebutuhan di masa yang akan datang dan pencarian bagi cara
pemenuhannya
Evaluasi atas pemuasan kebutuhan
22
motivasi para pekerja. Manajer semestinya berkewajiban untuk membantu
para pekerja untuk melakukan interaksi sosial di lingkungan pekerjaannya
dan membuat mereka merasa diperlukan dan penting bagi perusahaan atau
organisasi.
c. Pendekatan Sumber Daya Manusia.
Pendekatan ini mengkritisi simplifikasi atau penyederhanaan pandangan
terhadap pekerja yang hanya didasarkan pada uang dan interaksi sosial.
Menurut pendekatan ini yang seringkali dikaitkan kepada Douglas McGregor
para manajer perlu menyadari bahwa pada dasarnya manusia dapat
dikategorikan kepada dua jenis karakter, yaitu tipe X dan tipe Y. Sumber
daya manusia yang bertipe X memiliki kecenderungan sebagai orang malas
untuk bekerja dan hanya akan bekerja jika dipaksa untuk bekerja sekalipun
para pekerja memandang bahwa pekerjaan itu penting namun umumnya
pekerja dengan tipe ini cendrung menghindari pekerjaan dan tanggung
jawab. Bagi pekerja tipe X pekerjaan adalah sesuatu yang tidak terlalu
penting dan oleh karenanya para pekerja akan cenderung bersikap pasif
dalam setiap pekerjaan. Para manajer harus memaksa dan menyuruh para
pekerja dengan tipe X ini agar mau bekerja. Adapun karakteristik sumber
daya manusia yang kedua adalah bertipe Y. Para pekerja bertipe Y memiliki
kecenderungan yang bertolak belakang dengan mereka yang bertipe X. Para
pekerja bertipe Y ini memandang bahwa pada dasarnya bekerja tidak
berbeda jauh dengan bermain atau beristirahat, sangat tergantung kepada
pekerja dalam hal bagaimana menyikapi dan menjalaninya. Para pekerja
bertipe Y cenderung menyukai pekerjaan dan bersifat aktif dalam setiap
pekerjaan. Para pekerja bertipe Y ini akan sangat berinisiatif, kreatif dan
sangat menyukai berbagia tantangan dalam pekerjaan.
2.2.2.2. Teori Motivasi
23
Dalam lingkup psikologi organisasi, ada beberapa teori mengenai motivasi,
motivasi kerja dan motivasi organisasi. Masing-masing teori berusaha
menerangkan hal-hal apa yang dapat memotivasi karyawan dalam suatu
organisasi untuk bekerja lebih optimal. Di bawah ini akan dibahas Teori Abraham
Maslow (Need Theory). (Noor J., 2013:239).
Model Maslow ini sering disebut dengan model hierarki kebutuhan. Karena
menyangkut kebutuhan manusia, maka teori ini digunakan untuk menunjukkan
kebutuhan seseorang yang harus dipenuhi agar individu tersebut termotivasi
untuk bekerja. Teori ini mencoba mencari tahu tentang kebutuhan apa yang
dapat memuaskan dan yang mendorong semangat kerja seseorang, semakin
tinggi kebutuhan dan kepuasan seseorang semakin tinggi standar kebutuhan dan
kebutuhan dan kepuasan yang diinginkan, maka semakin giat seseorang untuk
bekerja.
Adapun kebutuhan manusia terdiri dari beberapa tingkat dengan urutan
sebagai berikut:
a. Kebutuhan fisiologis (physiological needs), misalnya makanan, minuman,
istirahat/tidur, seks. Kebutuhan inilah yang merupakan kebutuhan pertama
dan utama yang wajib dipenuhi oleh tiap individu. Kebutuhan utama inilah
yang mendorong setiap individu untuk melakukan pekerjaan apa saja,
karena ia akan memperoleh imbalan, baik berupa uang ataupun barang
yang akan digunakan untuk memenuhi kebutuhan utama ini.
b. Kebutuhan rasa aman (safety)
Kebutuhan atas perlindungan dari gangguan pihak lain baik yang berasal
dari manusia lain maupun dari mahluk lain seperti binatang buas dan
sebagainya. Pemenuhan kebutuhan ini dapat berupa pemilikan alat-alat
perlindungan, alat pertahanan diri, persenjataan, alat tanda bahaya dan
24
sebagainya. Kebutuhan rasa aman akan muncul setelah kebutuhan fisik
terpenuhi.
c. Kebutuhan sosial
Kebutuhan untuk bergaul dengan manusia lain atau anggota masyarakat
yang lain. Kebutuhan ini dapat berupa memberi dan menerima rasa cinta
kasih, rasa diterima dalam kelompok, rasa membutuhkan dan dibutuhkan,
rasa berteman atau kerja sama. Apabila kebutuhan urutan ketiga ini telah
terpenuhi, maka akan muncul kebutuhan berikutnya yaitu kebutuhan akan
penghargaan diri (harga diri).
d. Kebutuhan penghargaan
Kebutuhan penghargaan ini meliputi keinginan untuk dihormati, dihargai atas
prestasi seseorang karena pengakuan atas suatu prestasi memberikan
kepuasan batin yang lebih tinggi daripada penghargaan dalam bentuk materi
uang ataupun hadiah.
e. Kebutuhan aktualisasi diri.
Pada puncak hierarki terdapat kebutuhan untuk realisasi diri atau aktualisasi
diri. Kebutuhan-kebutuhan tersebut berupa kebutuhan-kebutuhan individu
untuk merealisasi potensi yang ada pada dirinya, untuk mencapai
pengembangan diri secara berkelanjutan untuk menjadi kreatif.
2.2.2.3.Metode-metode Motivasi
Metode motivasi menurut Hasibuan M., 2003:100adalah:
1. Metode Langsung (Direct Motivation) adalah motivasi (materiil dan non
materiil) yang diberikan secara langsung kepada setiap individu karyawan
untuk memenuhi kebutuhan dan kepuasannya. Jadi sifatnya khusus seperti
memberikan pujian, penghargaan, bonus, piagam dan lain sebagainya.
2. Motivasi tidak langsung (indirect motivation) adalah motivasi yang diberikan
hanya merupakan fasilitas-fasilitas yang mendukung serta menunjang gairah
25
kerja atau kelancaran tugas sehingga para karyawan betah dan
bersemangat melakukan pekerjaannya. Misalnya kursi yang empuk, mesin-
mesin yang baik, ruangan kerja terang dan nyaman, suasana dan
lingkungan pekerjaan yang baik, penempatan karyawan yang tepat dan lain-
lainnya.
Motivasi tidak langsung ini besar pengaruhnya untuk merangsang
semangat bekerja karyawan, sehingga produktivitas kerja meningkat. Proses
motivasi (Hasibuan M., 2003:101-102):
1. Tujuan dalam proses memotivasi perlu ditetapkan terlebih dahulu tujuan
organisasi, baru kemudian para bawahan dimotivasi ke arah tujuan tersebut.
2. Mengetahui kepentingan
Dalam proses motivasi penting mengetahui kebutuhan atau keinginan
karyawan dan tidak hanya melihatnya dari sudut pandang kepentingan
pimpinan dan perusahaannya saja.
3. Komunikasi efektif
Dalam proses motivasi harus dilakukan komunikasi yang baik dan efektif
dengan bawahan. Bawahan harus mengetahui apa yang diperolehnya dan
syarat-syarat apa saja yang harus dipenuhinya supaya insentif itu
diperolehnya.
4. Integrasi tujuan
Dalam proses motivasi perlu untuk menyatukan tujuan perusahaan dan
tujuan kepentingan karyawan. Tujuan perusahaan adalah needs complex
yaitu untuk memperoleh laba, perluasan perusahaan, sedangkan tujuan
individu karyawan adalah pemenuhan kebutuhan dan kepuasan. Jadi tujuan
organisasi atau perusahaan dan tujuan karyawan harus disatukan dan untuk
ini penting adanya persesuaian motivasi.
5. Fasilitas
26
Manajer dalam memotivasi harus memberikan fasilitas kepada perusahaan
atau organisasi dan individu karyawan yang akan mendukung kelancaran
pelaksanaan pekerjaan, misalnya memberikan bantuan kendaraan kepada
karyawan.
6. Team Work
Manajer harus menciptakan team work yang terkoordinasi baik yang bisa
mencapai tujuan perusahaan atau organisasi. Team work ini penting karena
dalam suatu perusahaan biasanya terdapat banyak bagian.
2.2.2.4.Kendala-kendala motivasi (Hasibuan M., 2003:102):
1. Untuk menentukan alat motivasi yang paling tepat sulit karena keinginan
setiap individu karyawan tidak sama.
2. Kemampuan perusahaan atau organisasi terbatas dalam menyediakan
fasilitas dan insentif.
3. Manajer atau pemimpin sulit mengetahui motivasi kerja setiap individu
karyawan.
4. Manajer atau pimpinan sulit memberi insentif yang adil dan layak.
2.2.3. Disiplin kerja
Kedisiplinan merupakan fungsi operatif Manajemen Sumber Daya Manusia
yang terpenting karena semakin disiplin karyawan, semakin tinggi prestasi kerja
yang dapat dicapainya. Tanpa disiplin karyawan yang baik, sulit bagi organisasi
mencapai hasil yang optimal. Disiplin yang baik mencerminkan besarnya rasa
tanggung jawab seseorang terhadap tugas-tugas yang diberikan kepadanya. Hal
ini mendorong gairah kerja, semangat kerja dan terwujudnya tujuan organisasi,
karyawan dan masyarakat. Oleh karena itu, setiap manajer selalu berusaha agar
para bawahannya mempunyai disiplin yang baik. Apakah yang dimaksud
kedisiplinan yang baik? Kedisiplinan adalah kesadaran dan kesediaan seseorang
27
mentaati semua peraturan organisasi dan norma-norma sosial yang berlaku.
Kesadaran adalah sikap seseorang yang secara sukarela mentaati semua
peraturan dan sadar akan tugas dan tanggung jawabnya. Jadi, dia akan
mematuhi/mengerjakan semua tugasnya dengan baik, bukan atas paksaan
(Hasibuan M., 2014:193).
Davis K. (1985) dalam Mangkunegara A.P. (2011:129) disiplin kerja dapat
diartikan sebagai pelaksanaan manajemen untuk memperteguh pedoman-
pedoman organisasi.
Macam-macam disiplin kerja (Siagian S.P., 2014:305)
a. Disiplin Preventif
Disiplin preventif adalah suatu upaya untuk menggerakkan pegawai
mengikuti dan mematuhi pedoman kerja, aturan-aturan yang telah digariskan
oleh perusahaan atau organisasi. Tujuan dasarnya adalah untuk
menggerakkan pegawai berdisiplin diri. Disiplin preventif merupakan suatu
sistem yang berhubungan dengan kebutuhan kerja untuk semua bagian
sistem yang ada dalam organisasi. Jika sistem organisasi baik, maka
diharapkan akan lebih mudah menegakkan disiplin kerja.
b. Disiplin Korektif
Disiplin korektif adalah suatu upaya menggerakkan pegawai dalam
menyatukan suatu peraturan dan mengarahkan untuk tetap mematuhi
peraturan sesuai dengan pedoman yang berlaku pada perusahaan atau
organisasi. Pada disiplin korektif pegawai yang melanggar disiplin perlu
diberikan sanksi sesuai dengan peraturan yang berlaku. Tujuan pemberian
sanksi adalah untuk memperbaiki pegawai pelanggar, memelihara peraturan
yang berlaku dan memberikan pelajar kepada pelanggar.
Ada tiga pendekatan disiplin yaitu pendekatan disiplin modern, disiplin
dengan tradisi dan disiplin bertujuan (Mangkunegara A.P., 2011:130-131)
28
a. Pendekatan disiplin modern.
Pendekatan disiplin modern yaitu mempertemukan sejumlah keperluan atau
kebutuhan baru diluar hukuman. Pendekatan ini berasumsi:
1) Disiplin modern merupakan suatu cara menghindarkan bentuk hukuman
secara fisik.
2) Melindungi tuduhan yang benar untuk diteruskan pada proses hukum
yang berlaku.
3) Keputusan-keputusan yang semaunya terhadap kesahan atau prasangka
harus diperbaiki dengan mengadakan proses penyuluhan untuk
mendapatkan fakta-faktanya.
4) Melakukan proses terhadap keputusan yang berat sebelah pihak
terhadap kasus disiplin.
b. Pendekatan disiplin dengan tradisi.
Pendekatan disiplin dengan tradisi, yaitu pendekatan disiplin dengan cara
memberikan hukuman. Pendekatan ini berasumsi:
1) Disiplin dilakukan oleh atasan kepada bawahan, dan tidak pernah ada
peninjauan kembali bila telah diputuskan.
2) Disiplin adalah hukuman untuk pelanggaran, pelaksanaannya harus
disesuaikan dengan tingkat pelanggarannya.
3) Pengaruh hukuman untuk memberikan pelajaran kepada pelanggar
maupun kepada pegawai lainnya.
4) Peningkatan perbuatan pelanggaran diperlukan hukum yang lebih keras.
5) Pemberian hukuman terhadap pegawai yang melanggar kedua kalinya
harus diberikan hukuman yang lebih berat.
c. Pendekatan disiplin bertujuan.
Pendekatan disiplin bertujuan berasumsi bahwa :
1) Disiplin kerja harus dapat diterima dan dipahami oleh semua pegawai.
29
2) Disiplin bukanlah suatu hukuman, tetapi merupakan pembentukan
perilaku.
3) Disiplin ditujukan untuk perubahan perilaku yang lebih baik.
4) Disiplin pegawai bertujuan agar pegawai bertanggung jawab terhadap
perbuatannya.
Pelaksanaan sanksi terhadap pelanggar disiplin dengan memberikan
peringatan harus segera, konsisten, dan impersonal (Hasibuan M., 2014:306-
307).
a. Pemberian peringatan
Pegawai yang melanggar disiplin kerja perlu diberikan surat peringatan
pertama, kedua dan ketiga. Tujuan pemberian peringatan adalah agar
pegawai yang bersangkutan menyadari pelanggaran yang telah
dilakukannya. Disamping itu surat peringatan tersebut dapat dijadikan bahan
pertimbangan dalam memberikan penilaian kondite pegawai.
b. Pemberian sanksi harus segera
Pegawai yang melanggar disiplin harus segera diberikan sanksi yang sesuai
dengan peraturan organisasi yang berlaku. Tujuannya agar pegawai yang
bersangkutan memahami sanksi pelanggaran yang berlaku di perusahaan
atau organisasi. Kelalaian pemberian sanksi akan memperlemah disiplin
yang ada. Di samping itu memberi peluang pelanggar untuk mengabaikan
disiplin perusahaan atau organisasi.
c. Pemberian sanksi harus konsisten
Pemberian sanksi kepada pegawai yang tidak disiplin harus konsisten. Hal
ini bertujuan agar pegawai sadar dan menghargai peraturan-peraturan yang
berlaku pada perusahaan. Pemberian sanksi yang tidak konsisten dapat
mengakibatkan pegawai merasakan adanya diskriminasi pegawai, ringannya
sanksi dan pengabaian disiplin.
30
d. Pemberian sanksi harus impersonal
Pemberian sanksi pelanggaran disiplin harus tidak membeda-bedakan
pegawai, tua-muda, pria-wanita, tetap diberlakukan sama sesuai dengan
peraturan yang berlaku. Tujuannya agar pegawai menyadari bahwa disiplin
kerja berlaku untuk semua pegawai dengan sanksi pelanggaran yang sesuai
dengan peraturan yang berlaku diperusahaan atau organisasi.
Menurut Hasibuan M.(2014:194-198) indikator yang mempengaruhi
tindakan pendisiplinan karyawan suatu organisasi, diantaranya adalah sebagai
berikut:
1. Tujuan dan kemampuan
Tujuan dan kemampuan ikut mempengaruhi tingkat kedisiplinan karyawan,
tujuan yang dicapai harus jelas dan ditetapkan secara ideal serta cukup
menantang bagi kemampuan karyawan. Hal ini berarti bahwa tujuan
(pekerja) yang dibebankan kepada karyawan harus sesuai dengan
kemampuan karyawan yang bersangkutan agar dia bekerja sungguh-
sungguh dan disiplin dalam mengerjakannya.
2. Teladan Pimpinan
Teladan pimpinan sangat berperan dalam menentukan kedisiplinan
karyawan, karena pimpinan dijadikan teladan dan panutan oleh para
bawahannya. Pimpinan harus memberi contoh yang baik, berdisiplin baik,
jujur, adil serta sesuai kata dengan perbuatan. Dengan teladan pimpinan
yang baik, maka kedisiplinan bawahan pun akan ikut baik. Tetapi jika teladan
pimpinan kurang baik (kurang berdisiplin), maka para bawahan pun juga
akan kurang berdisiplin. Pimpinan jangan mengharapkan kedisiplinan
bawahannya baik, jika diri sendiri kurang berdisiplin. Pimpinan harus
menyadari bahwa perilakunya akan dicontoh dan diteladani oleh para
bawahannya. Hal inilah yang mengharuskan agar pimpinan mempunyai
31
kedisiplinan yang baik, supaya para bawahan pun berdisiplin dengan baik
pula.
3. Balas Jasa
Balas jasa (gaji dan kesejahteraan) ikut mempengaruhi kedisiplinan
karyawan, karena balas jasa akan memberikan kepuasan dan kecintaan
karyawan terhadap perusahaan/karyawannya. Jika kecintaan karyawan
semakin baik terhadap pekerjaan, maka kedisiplinan mereka akan baik pula.
Untuk mewujudkan kedisiplinan karyawan yang baik, perusahaan harus
memberikan balas jasa yang relatif besar. Kedisiplinan karyawan tidak
mungkin baik, apabila balas jasa yang mereka terima kurang memuaskan
untuk memenuhi kebutuhan-kebutuhannya beserta keluarganya. Jadi balas
jasa berperanan penting untuk menciptakan kedisiplinan karyawan, artinya
semakin besar balas jasa maka semakin baik kedisiplinan karyawan.
sebaliknya bila balas jasa kecil, maka kedisiplinan karyawan rendah,
karyawan sulit untuk berdisiplin baik selama kebutuhan-kebutuhan primernya
tidak terpenuhi dengan baik.
4. Keadilan
Keadilan ikut mendorong terwujudnya kedisiplinan karyawan, karena ego
dan sifat manusia yang selalu merasa dirinya penting dan minta
diperlakukan sama dengan manusia lainnya. Keadilan yang dijadikan dasar
kebijaksanaan dalam pemberian balas jasa (pengakuan) atau hukuman akan
merangsang terciptanya kedisiplinan karyawan yang baik, dan keadilan yang
baik akan menciptakan kedisiplinan yang baik pula.
5. Pengawasan melekat (Waskat)
Waskat adalah tindakan nyata dan paling efektif dalam mewujudkan
kedisiplinan karyawan, karena dengan waskat ini, berarti atasan harus aktif
dan langsung mengawasi perilaku, moral, sikap, gairah kerja dan prestasi
32
kerja bawahannya. Hal ini berarti atasan harus selalu ada atau hadir di
tempat pekerjaannya, supaya dia dapat mengawasi dan memberikan
petunjuk jika ada bawahannya yang mengalami kesulitan dalam
mengerjakan pekerjaannya.
6. Sanksi hukuman
Sanksi hukuman berperan penting dalam memelihara kedisiplinan karyawan
karena dengan sanksi hukuman yang semakin berat karyawan akan
semakin takut untuk melanggar peraturan-peraturan perusahaan, sikap dan
perilaku yang indisipliner karyawan akan berkurang.
7. Ketegasan pimpinan
Ketegasan pimpinan dalam melakukan tindakan akan mempengaruhi
kedisiplinan karyawan perusahaan. Pimpinan harus berani dan tegas
bertindak untuk menghukum setiap karyawan yang indisipliner sesuai
dengan sanksi hukum yang telah ditetapkan. Pimpinan yang berani bertindak
tegas menerapkan hukuman bagi karyawan yang indisipliner akan disegani
dan diakui kepemimpinannya oleh bawahan.
8. Hubungan kemanusiaan
Hubungan kemanusiaan yang harmonis diantara sesama karyawan ikut
menciptakan kedisiplinan yang baik pada suatu organisasi. Hubungan-
hubungan baik bersifat vertikal maupun horizontal yang terdiri dari direct
single relationship, direct group relationship, dan cross relationship
hendaknya harmonis. Manajer harus berusaha menciptakan suasana
hubungan kemanusiaan yang serasi serta mengikat, vertikal maupun
horizontal diantara semua karyawan, terciptanya human relationship yang
serasi akan mewujudkan lingkungan dan suasana kerja yang nyaman.
Peranan disiplin kerja bagi karyawan merupakan salah satu aspek yang
mempengaruhi berbagai hal dalam hubungannya dengan tingkat produktivitas
33
kerja. Oleh karena itu keberhasilan karyawan-karyawan dalam mengembangkan
kewajiban-kewajiban itu sangat tergantung kepada kesediaan untuk berkorban
dan bekerja keras dengan menjauhkan diri dari kepentingan pribadi atau
golongan. Dengan demikian untuk mengarahkan karyawan ke arah itu perlu
adanya disiplin. Karena disiplin merupakan kegiatan manajemen untuk
menjalankan standar-standar organisasional.
2.2.4. Lingkungan kerja
Diantara banyaknya faktor yang menentukan keberhasilan pegawai dalam
menjalankan pekerjaannya, maka faktor lingkungan kerja merupakan sarana
penunjang kelancaran proses kerja, dimana kenyamanan dan keselamatan
dalam bekerja juga sangat diperhitungkan dalam menciptakan suasana kerja
yang kondusif dan menyenangkan bagi pegawai sehingga dapat mendukung
kinerja pegawai dalam melaksanakan aktivitas pekerjaannya.
Menurut Sutrisno E., (2010:118) lingkungan kerja adalah keseluruhan
sarana dan prasarana kerja yang ada di sekitar karyawan yang sedang
melakukan pekerjaan yang dapat mempengaruhi pelaksanaan pekerjaan
sedangkan menurut Simanjuntak P.,(2011:48)lingkungan kerja adalah segala
sesuatu yang ada disekitar para pekerja dan yang dapat mempengaruhi dirinya
dalam menjalankan tugas-tugas yang dibebankan.
Lingkungan kerja merupakan salah satu faktor penting dalam menciptakan
kinerja pegawai, karena lingkungan kerja mempunyai pengaruh langsung
terhadap pegawai di dalam menyelesaikan pekerjaan yang pada akhirnya akan
meningkatkan kinerja organisasi. Suatu kondisi lingkungan kerja dikatakan baik
apabila pegawai dapat melaksanakan kegiatan secara optimal, sehat, aman dan
nyaman (Simanjuntak P.,2011:48).
34
Sedarmayanti (2009:121-122), mengemukakan secara garis besar jenis
lingkungan kerja terbagi menjadi 2 bagian, yaitu :
1. Lingkungan kerja fisik
Lingkungan kerja fisik adalah semua keadaan yang berbentuk fisik yang
terdapat disekitar tempat kerja yang dapat mempengaruhi pegawai baik
secara langsung maupun tidak langsung. Lingkungan kerja fisik terdiri dari :
a. Penerangan atau cahaya di tempat kerja.
Cahaya atau penerangan sangat besar manfaatnya bagi pegawai guna
mendapat kelancaran kerja. Oleh sebab itu perlu diperhatikan adanya
penerangan yang cukup terang tidak menyilaukan, cahaya yang kurang
jelas menyebabkan pekerjaan menjadi lambat dan banyak mengalami
kesalahan dan pada akhirnya kurang efisien dalam melaksanakan
pekerjaan sehingga tujuan organisasi sulit dicapai.
b. Sirkulasi udara di tempat kerja
Dengan cukupnya oksigen di sekitar tempat kerja, ditambah dengan
pengaruh psikologis akibat adanya tanaman di sekitar tempat kerja. Rasa
sejuk dan segar selama bekerja akan membantu mempercepat pemulihan
tubuh akibat lelah setelah bekerja.
c. Kebisingan di tempat kerja
Kebisingan dalam bentuk bunyi yang tidak dikehendaki yang dapat
mengganggu ketenangan bekerja, karena pekerjaan membutuhkan
konsentrasi maka suara bising hendaknya dihindarkan agar pelaksanaan
pekerjaan dapat dilakukan dengan efisien.
d. Getaran mekanis di tempat kerja
Getaran yang disebabkan oleh alat-alat mekanis seperti mesin,
kendaraan dan peralatan lainnya. Getaran mekanisdapat menimbulkan
ketidaknyamanan dalam bekerja.
35
e. Bau-bauan di tempat kerja
Adanya bau-bauan disekitar tempat kerja dapat dianggap sebagai
pencemaran, karena dapat menganggu konsentarsi bekerja. Pemakaian
air conditioner yang tepat merupakan salah satu cara yang dapat
digunakan untuk menghilangkan bau-bauan yang mengganggu disekitar
tempat kerja.
f. Tata warna ditempat kerja
Menata warna ditempat kerja perlu dipelajari dan direncanakan dengan
sebaik-baiknya. Pada kenyataannya tata warna tidak dapat dipisahkan
dengan penataan dekorasi.
g. Dekorasi di tempat kerja
Dekorasi ada hubungannya dengan tata warna yang baik, karena itu
dekorasi tidak hanya berkaitan dengan ruang kerja saja tetapi berkaitan
juga dengan cara mengatur tata letak, tata warna, perlengkapan untuk
bekerja.
h. Keamanan di tempat kerja.
Guna menjaga tempat dan kondisi lingkungan kerja tetap dalam keadaan
aman maka perlu diperhatikan keberadaan dari keamanaan itu sendiri.
2. Lingkungan kerja non fisik
Lingkungan kerja non fisik adalah semua keadaan yang terjadi yang
berkaitan dengan hubungan kerja dengan atasan maupun sesama rekan
kerja. Untuk mengelola hubungan kerja yang baik dengan orang lain maka
diperlukan: pengaturan waktu, tahu posisi diri, memahami dampak kata-kata
atau tindakan anda pada diri orang lain. Penerapan hubungan kerja yang
baik antar pegawai akan terlihat pada suasana kerja sebagai berikut :
a. Tidak terdapat konflik antar pegawai.
36
b. Setiap pegawai bersemangat dan bergairah dalam menyelesaikan
pekerjaan yang menjadi tugasnya.
c. Setiap masalah dapat diselesaikan dengan penuh kekeluargaan.
d. Pelaksanaan pekerjaan diliputi oleh suasana santai dan keakraban,
bukan suasana yang mencekam penuh ancaman.
e. Adanya saling menghargai dan percaya antar pegawai.
2.3. Hubungan antar Variabel yang Diteliti
1. Hubungan Kinerja dengan Motivasi
Memotivasi merupakan salah satu faktor kunci untuk bekerja dan
mencapai kinerja yang tinggi. Kegiatan memotivasi berkaitan dengan sejauh
mana komitmen seseorang terhadap pekerjaannya dalam rangka mencapai
tujuan organisasi. Kinerja yang tinggi dihubungkan dengan motivasi yang
tinggi, motivasi yang rendah dihubungkan dengan kinerja yang rendah.
Kinerja terbaik menurut Griffin (2002) dalam Tisnawati E. dkk (2013:235)
ditentukkan oleh tiga faktor yaitu :
a. Motivasi (motivation), yang terkait dengan keinginan untuk melakukan
pekerjaan.
b. Kemampuan (ability) yaitu kapabilitas dari tenaga kerja atau SDM untuk
melakukan pekerjaan.
c. Lingkungan pekerjaan (the work environment) yaitu sumber daya dan
situasi yang dibutuhkan untuk melakukan pekerjaan tersebut.
2. Hubungan Kinerja dengan Disiplin Kerja
Kinerja mampu mendorong terciptanya tingkat kedisiplinan disuatu
organisasi karena penurunan disiplin mampu memberi pengaruh pada
penurunan kualitas kinerja, dengan begitu menjaga dan mempertahankan
kedisiplinan menjadi bagian penting bagi pimpinan di organisasi. Menurut
37
Bachal R. dalam Fahmi I. (2010:29) disiplin adalah sebuah proses yang
digunakan untuk menghadapi permasalahan kinerja. Proses ini melibatkan
pimpinan dalam mengidentifikasikan dan mengkomunikasikan masalah-
masalah kinerja kepada para karyawan.
3. Hubungan Kinerja dengan Lingkungan Kerja
Lingkungan kerja merupakan salah satu faktor penting dalam menciptakan
kinerja pegawai karena lingkungan kerja mempunyai pengaruh langsung
terhadap pegawai didalam menyelesaikan pekerjaan yang pada akhirnya
akan meningkatkan kinerja organisasi. Simanjuntak P. (2011:48) suatu
kondisi lingkungan kerja dikatakan baik apabila pegawai dapat
melaksanakan kegiatan secara optimal, sehat, aman dan nyaman.