25
5 BAB II KAJIAN PUSTAKA 2.1 Kajian Teori 2.1.1 Belajar dan Pembelajaran Belajar adalah suatu proses usaha yang dilakukan individu untuk memperoleh suatu perubahan tingkah laku yang baru secara keseluruhan, sebagai hasil pengalaman individu itu sendiri dalam interaksi dengan lingkungan (Slameto, 2010:2). Menurut R. Gagne dalam Slameto (2010:13), belajar adalah suatu proses untuk memperoleh motivasi dalam pengetahuan, keterampilan, kebiasaan dan tingkah laku. Sudjana (2010:5) menyatakan bahwa belajar adalah suatu proses yang ditandai dengan adanya perubahan pada diri seseorang. Perubahan sebagai hasil dari proses belajar dapat ditunjukkan dalam berbagai bentuk seperti perubahan pengetahuan, pemahaman, sikap dan tingkah laku, ketrampilan, kecakapan, kebiasaan serta perubahan-perubahan aspek lain yang ada pada individu belajar. Berdasarkan pendapat tersebut dapat disimpulkan bahwa belajar adalah suatu proses perubahan tingkah laku pada diri seseorang yang ditunjukkan dengan adanya perubahan pengetahuan, pengalaman, tingkah laku, dan perubahan pada aspek-aspek lainnya yang terdapat pada individu dalam interaksi dengan lingkungannya. Menurut Slameto (2010:27), seorang calon guru/pembimbing harus dapat menyusun sendiri prinsip-prinsip belajar, yaitu prinsip belajar yang dapat dilaksanakan dalam situasi dan kondisi yang berbeda, dan oleh setiap siswa secara individual. Lebih lanjut, Slameto mengungkapkan prinsip-prinsip belajar itu sebagai berikut: a. Berdasarkan prasyarat yang diperlukan untuk belajar (1) dalam belajar setiap siswa harus diusahakan partisipasi aktif, meningkatkan minat dan membimbing untuk mencapai tujuan instruksional. (2) belajar harus dapat menimbulkan reinforcement dan motivasi yang kuat pada siswa untuk mencapaitujuan instruksional. (3) belajar perlu lingkungan yang menantang di mana anak dapat mengembangkan kemampuannya bereksplorasi dan

BAB II KAJIAN PUSTAKA 2.1 Kajian Teori 2.1.1 Belajar dan

  • Upload
    others

  • View
    8

  • Download
    0

Embed Size (px)

Citation preview

Page 1: BAB II KAJIAN PUSTAKA 2.1 Kajian Teori 2.1.1 Belajar dan

5

BAB II KAJIAN PUSTAKA

2.1 Kajian Teori

2.1.1 Belajar dan Pembelajaran

Belajar adalah suatu proses usaha yang dilakukan individu untuk

memperoleh suatu perubahan tingkah laku yang baru secara keseluruhan, sebagai

hasil pengalaman individu itu sendiri dalam interaksi dengan lingkungan

(Slameto, 2010:2). Menurut R. Gagne dalam Slameto (2010:13), belajar adalah

suatu proses untuk memperoleh motivasi dalam pengetahuan, keterampilan,

kebiasaan dan tingkah laku.

Sudjana (2010:5) menyatakan bahwa belajar adalah

suatu proses yang ditandai dengan adanya perubahan pada diri seseorang. Perubahan sebagai hasil dari proses belajar dapat ditunjukkan dalam berbagai bentuk seperti perubahan pengetahuan, pemahaman, sikap dan tingkah laku, ketrampilan, kecakapan, kebiasaan serta perubahan-perubahan aspek lain yang ada pada individu belajar.

Berdasarkan pendapat tersebut dapat disimpulkan bahwa belajar adalah

suatu proses perubahan tingkah laku pada diri seseorang yang ditunjukkan dengan

adanya perubahan pengetahuan, pengalaman, tingkah laku, dan perubahan pada

aspek-aspek lainnya yang terdapat pada individu dalam interaksi dengan

lingkungannya.

Menurut Slameto (2010:27), seorang calon guru/pembimbing harus dapat

menyusun sendiri prinsip-prinsip belajar, yaitu prinsip belajar yang dapat

dilaksanakan dalam situasi dan kondisi yang berbeda, dan oleh setiap siswa secara

individual. Lebih lanjut, Slameto mengungkapkan prinsip-prinsip belajar itu

sebagai berikut:

a. Berdasarkan prasyarat yang diperlukan untuk belajar (1) dalam belajar setiap siswa harus diusahakan partisipasi aktif, meningkatkan minat dan membimbing untuk mencapai tujuan instruksional. (2) belajar harus dapat menimbulkan reinforcement dan motivasi yang kuat pada siswa untuk mencapaitujuan instruksional. (3) belajar perlu lingkungan yang menantang di mana anak dapat mengembangkan kemampuannya bereksplorasi dan

Page 2: BAB II KAJIAN PUSTAKA 2.1 Kajian Teori 2.1.1 Belajar dan

6

belajar efektif. (4) belajar perlu ada interaksi siswa dengan lingkungannya.

b. Sesuai dengan hakikat belajar (1) belajar itu kontinyu, maka harus bertahap menurut perkembangannya. (2) belajar adalah proses organisasi, adaptasi, eksplorasi, dan discovery. (3) belajar adalah proses kontinguitas (hubungan antara pengertian yang satu dengan pengertian yang lain) sehingga mendapatkatkan pengertian yang diharapkan. Stimulus yang diberikan menimbulkan response yang diharapkan.

c. Sesuai materi/bahan yag harus dipelajari (1) belajar bersifat keseluruhan dan materi itu harus memiliki struktur, penyajian yang sederhana, sehingga siswa mudah menangkap pengertiannya. (2) belajar harus dapat mengembangkan kemampuan tertentu sesuai dengan tujuan instruksional yang harus dicapai.

d. Syarat keberhasilan belajar (1) belajar mmerlukan sarana yang cukup, sehingga siswa dapat belajar dengan tenang. (2) repitisi, dalam proses belajar perlu ulangan berkali-kali agar pengertian/ketrampilan/sikap itu mendalam pada siswa.

Pengertian pembelajaran menurut Mawardi dan Puspasari dalam Scholaria

jurnal pendidikan ke-SD-an (2011:198) adalah proses yang disengaja atau usaha

sadar dari guru untuk membuat siswa belajar pada lingkungan belajar yaitu

terjadinya perubahan tingkah laku pada diri siswa yang belajar, dimana perubahan

itu menghasilkan kemampuan baru karena adanya usaha. Pasal 1 Undang-undang

No. 20 Tahun 2000 tentang pendidikan nasional menyatakan bahwa pembelajaran

adalah proses interaksi peserta didik dengan pendidik dan sumber belajar pada

suatu lingkungan belajar. Pembelajaran menurut Dimyati dan Mudjiono dalam

Saiful (2006:6) adalah kegiatan guru secara terprogram dalam desain intruksional,

untuk membuat siswa belajar secara aktif yang menekan pada penyediaan sumber

belajar. Menurut Oemar Hamalik (2008:55), pembelajaran adalah suatu kombinasi

yang tersusun meliputi unsur-unsur manusiawi, material, fasilitator, perlengkapan,

dan proses yang saling mempengaruhi mencapai tujuan pembelajaran.

Jadi dapat disimpulkan bahwa pembelajaran adalah usaha sadar dari

pendidik untuk membuat peserta didik belajar pada suatu lingkungan belajar

sehingga terjadi perubahan perilaku yang baru secara keseluruhan, sebagai hasil

dari pengalaman individu itu sendiri dalam interaksi dengan lingkungannya.

Page 3: BAB II KAJIAN PUSTAKA 2.1 Kajian Teori 2.1.1 Belajar dan

7

2.1.2 Efektivitas Pembelajaran

Efektivitas berasal dari bahasa Inggris yaitu Effektive yang berarti berhasil,

tepat atau manjur. Starawaji dalam Scholaria jurnal pendidikan ke-SD-an

(2011:119), mengemukakan bahwa effektifitas menunjukan taraf tercapainya

suatu tujuan, suatu usaha dikatakan efektif jika usaha itu mencapai tujuannya.

Eggen dan Kauchak dalam Fauzi (2009) mengemukakan bahwa

pembelajaran dikatakan efektif apabila siswa secara aktif dilibatkan dalam

pengorganisasian dan penentuan informasi (pengetahuan). Siswa tidak hanya pasif

menerima pengetahuan yang diberikan guru. Hasil belajar ini tidak hanya

meningkatkan pemahaman siswa saja, tetapi juga meningkatkan keterampilan

berfikir siswa.

Slameto (2010:93) mengungkapkan bahwa pembelajaran yang efektif

adalah pembelajaran yang dapat membawa siswa belajar efektif. Pembelajaran

akan efektif jika waktu yang tersedia sedikit saja untuk guru melakukan ceramah

dan waktu yang besar adalah untuk kegiatan intelektual dan untuk pemeriksaan

pemahaman siswa. Lebih lanjut Slameto, mengemukakan bahwa suatu

pembelajaran dikatakan efektif jika memenuhi beberapa syarat. Syarat-syarat

tersebut antara lain:

(1) belajar secara aktif, baik secara mental maupun fisik. (2) adanya variasi metode dalam pembelajaran, (3) adanya motivasi, (4) kurikulum yang baik dan seimbang, (5) adanya pertimbangan perbedaan individu (6) adanya perencanaan sebelum pembelajaran (7) adanya suasana yang demoratis, (8) penyajian bahan pelajaran yang merangsang siswa untuk berfikir, (9) interaksi semua pelajaran, (10) kaitan antara kehidupan nyata kehidupan sekolah, (11) kebebasan siswa dalam interaksi pembelajaran, (12) pengajaran remedial.

Senada dengan pernyataan tersebut, menurut Sambasalim dalam Scholaria

(2011:199), efektifitas dapat dicapai apabila rancangan pada persiapan,

implementasi, dan evaluasi dapat dijalankan sesuai prosedur serta sesuai dengan

fungsi masing-masing.

Nana Sudjana (2010:59) mengungkapkan bahwa suatu pembelajaran

efektif dapat ditinjau dari segi proses dan hasilnya. Dari segi proses suatu

pembelajaran haruslah merupakan interaksi dinamis sehingga siswa sebagai

Page 4: BAB II KAJIAN PUSTAKA 2.1 Kajian Teori 2.1.1 Belajar dan

8

subyek belajar mampu mengembangkan potensi secara efektif. Dari segi hasil

atau produk menekankan pada penguasaan tujuan oleh siswa baik dari segi

kualitas maupun kuantitas.

Dari beberapa uraian mengenai efektivitas pembelajaran dapat

disimpulkan bahwa suatu pembelajaran dikatakan efektif apabila semua unsur dan

komponen yang terdapat pada sistem pembelajaran berfungsi dengan baik sesuai

dengan tujuan dan sasaran yang ditetapkan serta tujuan hasilnya dicapai optimal.

Sesuai tujuan pembelajaran, maka suatu strategi efektif dapat membuat siswa

berhasil mencapai hasil yang diharapkan, dalam hal ini adalah prestasi akademik

yang optimal.

Untuk menciptakan pembelajaran yang diharapkan dapat efektif dan

efisien, maka peneliti dan guru menyiapkan perencanaan sebaik mungkin sebelum

pembelajaran, diantaranya menggunakan strategi ataupun metode pembelajaran

yang tepat. Dalam penelitian ini, indikator efektivitas pembelajaran hanya ditinjau

dari belajar siswa yang terlihat dari ketuntasan hasil belajar siswa setelah

melakukan pembelajaran. Berdasarkan petunjuk pelaksanaan proses belajar

mengajar Depdikbud dalam Fauzi (2009) terdapat kriteria ketuntasan belajar

perorangan dan klasikal yaitu:

a. Seorang siswa dikatakan telah tuntas belajar jika siswa tersebut telah

mencapai skor 65% atau nilai 65.

b. Suatu kelas dikatakan tuntas belajar jika terdapat 85% siswa yang telah

mencapai daya serap lebih atau sam dengan 65%.

Jadi dalam penelitian ini dikatakan tuntas apabila siswa mencapai skor

65% ke atas dan tuntas secara klasikal 85% ke atas.

2.1.3 Hasil Belajar

Nana Sudjana (2010:2) mengemukakan bahwa belajar dan mengajar

sebagai aktivitas utama di sekolah meliputi tiga unsur, yaitu tujuan pengajaran,

pengalaman belajar mengajar dan hasil belajar. Hasil belajar merupakan hasil

yang dicapai siswa setelah mengalami proses belajar dalam waktu tertentu untuk

mencapai tujuan yang telah ditetapkan. Hasil belajar merupakan kemampuan-

kemampuan yang dimiliki siswa setelah ia menerima pengalaman belajarnya.

Page 5: BAB II KAJIAN PUSTAKA 2.1 Kajian Teori 2.1.1 Belajar dan

9

Menurut Oemar Hamalik dalam Restika (2009:46), hasil belajar tampak

sebagai perubahan tingkah laku pada diri siswa, yang dapat diamati dan diukur

dalam bentuk perubahan pengetahuan, sikap dan keterampilan. Hasil belajar ini

merupakan penilaian yang dicapai seorang siswa untuk mengetahui pemahaman

tentang bahan pelajaran atau materi yang diajarkan sehingga dapat dipahami

siswa. Untuk dapat menentukan tercapai atau tidaknya tujuan pembelajaran

dilakukan usaha untuk menilai hasil belajar. Penilaian ini menurut Suharsimi

Arikunto dalam Restika (2009:46) bertujuan untuk melihat kemajuan peserta

didik dalam menguasai materi yang telah dipelajari dan ditetapkan.

Menurut Bloom dalam Nana Sudjana (2010:22), ada tiga ranah (domain)

hasil belajar, yaitu: 1). Ranah afektif, merupakan aspek yang berkaitan dengan

perasaan, emosi, sikap, derajat penerimaan atau penolakan terhadap suatu objek;

2). Ranah psikomotor, merupakan aspek yang berkaitan dengan kemampuan

melakukan pekerjaan yang melibatkan anggota badan, kemampuan yang berkaitan

dengan gerak fisik; 3). Ranah kognitif, merupakan aspek yang berkaitan dengan

kemampuan berpikir, kemampuan memperoleh pengetahuan, kemampuan yang

berkaitan dengan perolehan pengetahuan, pengenalan, pemahaman,

konseptualisasi, penentuan dan penalaran.

Sementara itu Moh. Uzer Usman dalam Restika Parendrati (2009:47),

menyatakan bahwa hasil belajar siswa banyak dipengaruhi oleh berbagai faktor.

Hasil belajar yang dicapai siswa pada hakikatnya merupakan hasil interaksi antara

berbagai faktor tersebut. Faktor-faktor yang mempengaruhi hasil belajar, antara

lain:

1. Faktor yang berasal dari diri sendiri (internal) Faktor internal meliputi: a) faktor jasmaniah (fisiologi), seperti mengalami sakit, cacat tubuh atau perkembangan yang tidak sempurna; b) faktor psikologis, seperti kecerdasan, bakat, sikap, kebiasaan, minat kebutuhan, motivasi, emosi dan penyesuaian diri; serta c) faktor kematangan fisik maupun psikis.

2. Faktor yang berasal dari luar diri (eksternal) Faktor eksternal meliputi: a) faktor sosial, seperti lingkungan keluarga, sekolah, masyarakat, dan kelompok; b) faktor budaya, seperti adat istiadat, ilmu pengetahuan, teknologi, dan kesenian; c) faktor lingkungan fisik, seperti fasilitas rumah dan fasilitas belajar; serta d) faktor lingkungan spiritual atau keagamaan.

Page 6: BAB II KAJIAN PUSTAKA 2.1 Kajian Teori 2.1.1 Belajar dan

10

Berdasarkan uraian pengertian hasil belajar, dapat disimpulkan bahwa

hasil belajar merupakan hasil yang dicapai siswa dalam menuntut suatu pelajaran

yang menunjukan taraf kemampuan siswa dalam mengikuti proses belajar. Hasil

belajar merupakan hal penting dalam proses belajar mengajar, karena menjadi alat

ukur untuk mengetahui sejauh mana keberhasilan seorang siswa dalam kegiatan

belajar mengajar yang telah dilaksanakan. Dengan demikian jika pencapaian hasil

belajar itu tinggi, maka dapat dikatakan bahwa proses belajar mengajar itu

berhasil.

2.1.4 Pembelajaran Kooperatif Tipe Teams-Games-Tournament ( TGT)

2.1.4.1 Pembelajaran Kooperatif

Pembelajaran adalah usaha sadar dari pendidik untuk membuat peserta

didik belajar pada suatu lingkungan belajar sehingga terjadi perubahan perilaku

yang baru secara keseluruhan, sebagai hasil dari pengalaman individu itu sendiri

dalam interaksi dengan lingkungannya

W. Gulo dalam Restika Parendrati (2009:28) mengemukakan bahwa

dalam proses pembelajaran, siswa mempunyai latar belakang yang berbeda-beda

diantaranya: lingkungan sosial, lingkungan budaya, gaya belajar, keadaan

ekonomi, dan tingkat kecerdasan. Fakta tersebut menjadi bahan pertimbangan

dalam menyusun suatu strategi pembelajaran yang tepat.

Lie (2008:22) menyatakan bahwa ada tiga pilihan model pembelajaran,

yaitu kompetisi, individual, dan cooperative learning. Model pembelajaran

cooperative learning merupakan sistem pengajaran yang memberi kesempatan

kepada siswa untuk bekerja sama dengan sesama siswa dalam tugas-tugas yang

terstuktur disebut sebagai sistem “pembelajaran gotong royong”. Dalam sistem

ini, guru bertindak sebagai fasilitator.

Lebih lanjut, menurut pendapat Lie, Anita (2008:29) bahwa model

pembelajaran cooperative learning tidak sama dengan sekedar belajar dalam

kelompok. Ada unsur-unsur dasar pembelajaran cooperative learning yang

membedakannya dengan pembagian kelompok yang dilakukan asal-asalan.

Pelaksanaan prosedur model cooperative learning dengan benar akan

memungkinkan pendidik mengelola kelas dengan lebih efektif.

Page 7: BAB II KAJIAN PUSTAKA 2.1 Kajian Teori 2.1.1 Belajar dan

11

Johnson & Johnson dalam Anita Lie (2008) mengemukakan sistem kerja

pembelajaran kooperatif dalam lima unsur, yaitu :

a. Saling ketergantungan positif.

Keberhasilan kelompok sangat tergantung pada usaha tiap-tiap anggota

kelompok agar terjadi kesinambungan dan mencapai tujuan bersama. Agar

kelompok dapat bekerja secara efektif, maka pengajar perlu menyusun tugas

dengan jelas sehingga tiap anggota kelompok harus dapat menyelesaikan tugasnya

sendiri sehingga tercapai tujuan bersama. Serta dalam penilaiannya, pengajar akan

mengevaluasi tiap anggota secara menyeluruh. Maka setiap anggota kelompok

dapat memberikan kontribusi kepada kelompok secara merata dan akan terpacu

untuk meningkatkan usaha mereka karena adanya kemauan.

b. Tanggungjawab individu.

Unsur ini merupakan akibat dari unsur yang pertama. Jika setiap anggota

kelompok memiliki kemauan untuk memberikan yang terbaik bagi kelompoknya

agar tugas selanjutnya dalam kelompok dapat dilaksanakan. Jika salah satu

anggota kelompok tidak melaksakan tugasnya, maka kelompok tersebut tidak

akan mencapai tujuannya. Maka anggota kelompok yang lain akan menuntut

anggota tersebut agar tidak menghambat kelompoknya dan segera mneyelesaikan

tugasnya.

c. Interaksi personal.

Unsur ini sangat penting dalam pelaksanaan belajar bersama. Karena

dengan adanya tatap muka maka akan terjadi komunikasi antar anggota yang

dapat menimbulkan sinergi yang dapat menguntungkan kelompok tersebut.

Setelah terjadi sinergi di dalam kelompok tersebut maka tiap anggota kelompok

akan menghargai perbedaan, memanfaatkan kelebihan dari anggota kelompok

lainnya dan mengisi kekurangan anggota yang lain. Selain itu, dengan adanya

pemikiran dari beberapa orang akan memperkaya hasil pemikiran untuk

menyelesaikan masalah tersebut daripada hanya pemikiran satu orang.

d. Keahlian kerja sama.

Dalam kegiatan berkelompok, ketrampilan berkomunikasi sangat penting.

Dengan adanya komunikasi antar anggota maka akan saling mengutarakan

Page 8: BAB II KAJIAN PUSTAKA 2.1 Kajian Teori 2.1.1 Belajar dan

12

pendapat yang kemudian menyatukan pendapat tersebut menjadi suatu hasil.

Selain itu dengan adanya keterampilan berkomunikasi, para siswa dapat berlatih

untuk belajar mendengarkan orang lain berbicara dan menghormatinya. Dengan

berkomunikasi, anggota kelompok dapat juga belajar untuk menyampaikan

pendapat tanpa menyinggung perasaan anggota lain maupun orang lain.

Keterampilan berkomunikasi ini bukan hal yang dapat dipelajari dengan waktu

yang singkat, tetapi dalam kurun waktu yang panjang dan seberapa banyak siswa

dilatih untuk berkomunikasi.

e. Evaluasi proses kelompok.

Pada unsur ini pengajar perlu menjadwalkan waktunya secara khusus bagi

kelompok untuk mengevaluasi proses kerja kelompok tersebut dan hasil kerja

sama kelompok agar selanjutnya bisa bekerja sama dengan lebih baik dan lebih

efektif.

Menurut Robert E. Slavin dalam Restika Parendrati (2009:29),

pembelajaran kooperatif adalah pembelajaran yang dilakukan secara

berkelompok, siswa dalam satu kelas dijadikan kelompok-kelompok kecil yang

terdiri dari 4 sampai 5 orang dengan memperhatikan keberagaman anggota

kelompok sebagai wadah siswa bekerja sama dan memecahkan suatu masalah

melalui interaksi sosial dengan teman sebayanya, memberikan kesempatan pada

siswa untuk mempelajari sesuatu dengan baik pada waktu yang bersamaan dan ia

menjadi narasumber bagi teman yang lain untuk memahami konsep yang

difasilitasi oleh guru. Sehingga pembelajaran kooperatif mengutamakan kerja

sama di antara siswa untuk mencapai tujuan pembelajaran.

Lebih lanjut, menurut Robert E. Slavin pembelajaran kooperatif memiliki

ciri-ciri: 1) untuk menuntaskan materi belajarnya, siswa belajar dalam kelompok

secara kooperatif; 2) kelompok dibentuk dari siswa-siswa yang memiliki

kemampuan tinggi, sedang dan rendah; 3) jika dalam kelas terdapat siswa-siswa

yang terdiri dari beberapa ras, suku, budaya jenis kelamin yang berbeda, maka

diupayakan agar dalam tiap kelompok terdiri dari ras, suku, budaya, jenis kelamin

yang berbeda pula; 4) penghargaan lebih diutamakan pada kerja kelompok dari

pada perorangan.

Page 9: BAB II KAJIAN PUSTAKA 2.1 Kajian Teori 2.1.1 Belajar dan

13

Berdasarkan uraian mengenai pembelajaran kooperatif, dapat disimpulkan

bahwa pembelajaran kooperatif adalah pembelajaran yang dilakukan secara

kelompok, dimana sistem pengajarannya memberi kesempatan kepada siswa

untuk bekerja sama dengan sesama siswa dalam menyelesaikan tugas-tugas yang

terstruktur. Pembelajaran kooperatif memungkinkan terjadinya interaksi secara

terbuka dan hubungan yang bersifat positif diantara anggota kelompok.

Robert E. Slavin dalam Restika Parendrati (2009:32) berpendapat bahwa

metode Student Team Learning adalah teknik pembelajaran kooperatif. Dalam

metode Student Team Learning, tugas-tugas yang diberikan pada siswa bukan

melakukan sesuatu sebagai sebuah tim, tetapi belajar sesuatu sebagai sebuah tim.

Tiga konsep penting dalam metode Student Team Learning adalah penghargaan

bagi tim, tanggung jawab individu, dan kesempatan sukses yang sama. Metode

tersebut dikembangkan menjadi beberapa variasi, antara lain:

1. Student Team-Achievement Division (STAD),

2. Teams-Games-Tournament (TGT),

3. Jigsaw,

4. Cooperative Integrated Reading and Composition (CIRC),

5. Team Accelerated Instruction (TAI).

2.1.4.2 TGT (Teams-Games-Tournament)

Teams-Games-Tournament (TGT), merupakan salah satu bagian dari

pembelajaran cooperative learning. Menurut Robert E. Slavin (2008:163), secara

umum TGT sama dengan Student Team-Achievement Division (STAD) kecuali

satu hal: TGT menggunakan turnamen akademik, dan menggunakan kuis-kuis

serta sistem skor kemajuan individu, di mana para siswa berlomba sebagai wakil

tim mereka dengan anggota tim lain yang kinerja akademiknya setara dengan

mereka.

Lebih lanjut Robert Slavin mengemukakan bahwa dalam pembelajaran ini,

para siswa dibagi dalam tim belajar yang terdiri atas empat sampai lima orang

yang berbeda-beda tingkat kemampuan, jenis kelamin, dan latar belakang

etniknya. Guru menyampaikan pelajaran, lalu siswa bekerja dalam tim mereka

untuk memastikan bahwa semua anggota tim telah menguasai pelajaran.

Page 10: BAB II KAJIAN PUSTAKA 2.1 Kajian Teori 2.1.1 Belajar dan

14

Selanjutnya diadakan turnamen, di mana siswa memainkan game akademik

dengan anggota tim lain untuk menyumbangkan poin bagi skor timnya. TGT

menambahkan dimensi kegembiraan yang diperoleh dari penggunaan permainan.

Teman satu tim akan saling membantu dalam mempersiapkan diri untuk

permainan dengan mempelajari lembar kegiatan dan menjelaskan masalah-

masalah satu sama lain, memastikan telah terjadi tanggung jawab individual.

Kiranawati (2007) berpendapat bahwa pembelajaran kooperatif tipe TGT

adalah salah satu metode pembelajaran kooperatif yang mudah diterapkan,

melibatkan aktivitas seluruh siswa tanpa harus ada perbedaan status, melibatkan

peran siswa sebagai tutor sebaya dan mengandung unsur permainan dan

reinforcement (penguatan). Aktivitas belajar dengan permainan yang dirancang

dalam pembelajaran kooperatif tipe TGT memungkinkan siswa dapat belajar lebih

rileks disamping menumbuhkan tanggung jawab, kerja sama, persaingan sehat

dan keterlibatan belajar.

A. Komponen pembelajaran kooperatif tipe Teams-Games-Tournament

(TGT).

Menurut Slavin (2008:105), ada lima komponen utama dalam pembelajaran

kooperatif tipe Teams-Games-Tournament (TGT) yaitu :

1. Penyajian Kelas (Class Pressentaton)

Penyajian kelas dalam Pembelajaran Kooperatif Tipe Teams-Games-

Tournament (TGT) tidak berbeda dengan pengajaran biasa atau pengajaran

klasikal oleh guru, hanya pengajaran lebih difokuskan pada materi yang

sedang dibahas saja. Pada awal pembelajaran, guru menyampaikan materi

dalam penyajian kelas, biasanya dilakukan dengan pengajaran langsung

atau dengan ceramah, dan diskusi yang dipimpin guru. Disamping itu,

guru juga menyampaikan tujuan, tugas, atau kegiatan yang harus

dilakukan siswa, dan memberikan motivasi. Pada saat penyajian kelas ini

siswa harus benar-benar memperhatikan dan memahami materi yang

disampaikan guru, karena akan membantu siswa bekerja lebih baik pada

saat kerja kelompok dan pada saat game/turnamen karena skor

game/turnamen akan menentukan skor kelompok.

Page 11: BAB II KAJIAN PUSTAKA 2.1 Kajian Teori 2.1.1 Belajar dan

15

2. Belajar Kelompok (Tim)

Guru membagi siswa dalam kelompok-kelompok kecil. Siswa bekerja

dalam kelompok yang terdiri atas 4 sampai 5 orang yang anggotanya

heterogen dilihat dari kemampuan akademik, jenis kelamin, dan ras atau

etnik yang berbeda. Dengan adanya heterogenitas anggota kelompok,

diharapkan dapat memotivasi siswa untuk saling membantu antar siswa

yang berkemampuan lebih dengan siswa yang berkemampuan kurang

dalam menguasai materi pelajaran. Hal ini akan menyebabkan tumbuhnya

rasa kesadaran pada diri siswa bahwa belajar secara kooperatif sangat

menyenangkan. Pada saat pembelajaran, fungsi kelompok adalah untuk

lebih mendalami materi bersama teman kelompoknya dan lebih khusus

untuk mempersiapkan anggota kelompok agar bekerja dengan baik dan

optimal pada saat game/turnamen. Setelah guru menginformasikan materi

dan tujuan pembelajaran, kelompok berdiskusi dengan menggunakan

modul. Dalam kelompok terjadi diskusi untuk memecahkan masalah

bersama, saling memberikan jawaban dan mengoreksi jika ada anggota

kelompok yang salah dalam menjawab. Penataan ruang kelas diatur

sedemikian rupa sehingga proses pembelajaran dapat berlangsung dengan

baik.

3. Persiapan Permainan/Pertandingan

Pertanyaan dalam game disusun dan dirancang dari materi yang relevan

dengan materi yang telah disajikan untuk menguji pengetahuan yang

diperoleh mewakili kelompok. Sebagian besar pertanyaan dalam kuis

adalah bentuk sederhana. Dalam penelitian ini pertanyaan disusun dalam

bentuk kartu-kartu permainan. Setiap siswa mengambil sebuah kartu yang

diberi nomor dan menjawab pertanyaan yang sesuai dengan kartu tersebut.

4. Permainan/Pertandingan (Game/Turnamen)

Game/Turnamen terdiri dari pertanyaan-pertanyaan yang dirancang untuk

menguji pengetahuan yang diperoleh siswa dari penyajian kelas dan

belajar kelompok. Tiap kelompok (tim) mendapat kesempatan untuk

memilih kartu bernomor yang tersedia pada meja turnamen dan mencoba

Page 12: BAB II KAJIAN PUSTAKA 2.1 Kajian Teori 2.1.1 Belajar dan

16

menjawab pertanyaan yang muncul. Apabila tiap anggota dalam suatu tim

tidak bisa menjawab pertanyaannya, maka pertanyaan tersebut dilempar

kepada kelompok lain, searah jarum jam. Tim yang bisa menjawab dengan

benar pertanyaan itu akan mendapat skor yang telah tertera dibalik kartu

tersebut. Skor ini yang nantinya dikumpulkan tim untuk menentukan skor

akhir tim. Pemilihan kartu bernomor akan digilir pada tiap-tiap tim secara

bergantian searah jarum jam, sampai habis kartu nomornya.

5. Rekognisi Tim (Penghargaan Tim)

Pengakuan kelompok dilakukan dengan memberikan penghargaan berupa

hadiah atau sertifikat atau usaha yang telah dilakukan kelompok selama

belajar sehingga mencapai kriteria yang telah disepakati bersama.

Ada tiga penghargaan yang dapat diberikan dalam penghargaan tim.

Penghargaan tim dapat dilihat pada Tabel 2.1:

Tabel 2.1 Penghargaan Tim

Kriteria (rata-rata tim) Penghargaan 40 45 50

Tim baik Tim Sangat Baik

Tim Super (Slavin, 2008:175)

Dengan demikian akan terjadi suatu kompetisi atau pertarungan dalam hal

akademik, setiap siswa berlomba-lomba untuk memperoleh hasil belajar

yang optimal.

B. Langkah-langkah dan aktivitas pembelajaran kooperatif tipe Teams

Games Tournaments (TGT)

Langkah-langkah dan aktivitas pembelajaran kooperatif tipe Teams-Games-

Tournaments (TGT) dalam penelitian ini adalah sebagai berikut:

1. Pembelajaran diawali dengan memberikan pelajaran (Tahap Penyajian

Kelas) dan belajar dalam kelompok/Tim yang beranggotakan 4-5 orang.

Di dalam kelompok, siswa mempelajari materi yang diberikan sesuai

dengan kemampuan masing-masing, saling bekerjasama memadukan

kemampuan untuk saling mengisi, saling membantu guna mengerjakan

tugas belajar yang diberikan oleh guru. Selanjutnya diumumkan kepada

Page 13: BAB II KAJIAN PUSTAKA 2.1 Kajian Teori 2.1.1 Belajar dan

17

semua siswa bahwa akan melaksanakan pembelajaran kooperatif tipe TGT

dan siswa diminta memindahkan bangku untuk membentuk meja tim.

Kepada siswa disampaikan bahwa mereka akan bekerja sama dengan

kelompok belajar selama beberapa pertemuan, mengikuti turnamen

akademik untuk memperoleh poin bagi nilai tim mereka serta

diberitahukan tim yang mendapat nilai tertinggi akan mendapatkan

penghargaan.

2. Kegiatan dalam turnamen adalah persaingan pada meja turnamen dari 4-5

siswa dengan kemampuan setara. Pada permulaan turnamen diumumkan

penetapan yang ditetapkan. Nomor meja turnamen bisa diacak. Setelah

kelengkapan dibagikan dapat dimulai kegiatan turnamen. Untuk memulai

permainan, para siswa menarik kartu untuk menentukan tugas masing

siswa dalam putaran pertama. Siswa yang memperoleh angka tertinggi

bertugas sebagai Reader 1, tertinggi kedua menjadi Penantang 1, tertinggi

ketiga menjadi Penantang 2, dan angkan terendah menjadi Reader 2.

Pada putaran pertama, Reader 1 mengocok kartu nomor,

mengambil satu kartu nomor kemudian mengambil satu kartu soal sesuai

dengan kartu nomor yang diambilnya. Reader 1 membaca soal, kemudian

menjawab soal yang dibaca. Apabila anggota kelompok ada yang tidak

setuju dengan jawaban reader 1, maka penantang 1 diberi hak untuk

menjawab atau melewatinya, jika jawaban penantang 1 juga tidak setujui,

maka penantang 2 berhak menjawab, Reader 2 membacakan kunci

jawaban.

Pada putaran kedua, posisi reader 1 ditempati penantang 1, posisi

penantang 1 ditempati penantang 2, posisi penantang 2 ditempati reader 2

dan posisi reader 2 ditempati reader 1. Setiap pergantian nomor soal posisi

tempat duduk berpindah searah jarum jam. Permainan berlanjut, seperti

yang telah ditentukan oleh guru, sampai periode kelas berakhir atau jika

seluruh soal terambil. Bagan dari putaran permainan TGT dalam satu

meja turnamen dapat dillihat dari Bagan 2.1.

Page 14: BAB II KAJIAN PUSTAKA 2.1 Kajian Teori 2.1.1 Belajar dan

18

Bagan 2.1 Putaran Permainan

3. Apabila permainan sudah berakhir, para siswa mencatat/merekap total

skor yang telah mereka dapatkan. Penskoran didasarkan pada jumlah

perolehan kartu yang diperolehan siswa.

4. Setelah siswa dalam kelompok merekap masing-masing skor yang

diperoleh pada lembar penilaian, guru mengumpulkan lembar tersebut

kemudian mengumumkan perolehan skor untuk setiap kelompok dan

memberikan penghargaan pada kelompok dan individu yang memperoleh

skor tertinggi.

C. Kelebihan dan kekurangan pembelajaran kooperatif tipe Teams-Games-

Tournament (TGT)

Taniredja, dkk. (2011:73) mengemukakan kelebihan pembelajaran

kooperatif tipe Teams-Games-Tournament (TGT) adalah sebagai berikut:

1. Siswa memiliki kebebasan untuk berinteraksi dan menggunakan

pendapatnya.

2. Rasa percaya diri siswa menjadi lebih tinggi.

3. Motivasi belajar siswa bertambah.

Reader 1 1. Ambil satu kartu bernomor

dan ambillah satu kartu soal sesuai dengan kartu nomor yang diambil.

2. Bacalah pertanyaannya dengan keras.

3. Cobalah untuk menjawab.

Penantang 1 Menantang jika memang dia mau (dan memberi jawaban yang berbeda) atau boleh melewatinya.

Penantang 2 Boleh menantang jika penantang 1 melewati, dan jika memang dia mau (dan memberi jawaban yang berbeda) atau boleh melewatinya.

Reader 2 Apabila semua penantang sudah menantang atau melewati, Reader 2 memeriksa lembar jawaban dengan mengambil kartu kunci jawaban sesuai dengan kartu nomor dan kartu soal.

Alur posisi tempat duduk

Page 15: BAB II KAJIAN PUSTAKA 2.1 Kajian Teori 2.1.1 Belajar dan

19

4. Pemahaman yang lebih mendalam terhadap pokok bahasan yang

dipelajari.

5. Meningkatkan kebaikan budi, kepekaan, toleransi anatara siswa dengan

siswa dan antara siswa dengan guru.

6. Siswa bebas dalam mengaktualisasikan diri dengan seluruh potensi yang

ada dalam diri siswa.

7. Interaksi belajar dalam kelas menjadi hidup dan tidak membosankan.

Sedangkan kekurangan pembelajaran kooperatif tipe Teams-Games-

Tournament (TGT) menurut Taniredja, dkk. (2011:73) adalah sebagai

berikut:

1. Dalam pembelajaran tidak semua siswa ikut serta menyumbangkan

pendapatnya.

2. Kekurangan waktu untuk proses pembelajaran.

3. Jika guru tidak dapat mengelola dan menguasai kelas, sering terjadi

kegaduhan.

Berdasarkan uraian mengenai pembelajaran Teams-Games-

Tournament (TGT) dapat disimpulkan bahwa pembelajaran kooperatif TGT

adalah pembelajaran yang melibatkan aktivitas seluruh siswa dan melibatkan

peran siswa sebagai tutor sebaya. Aktivitas belajar dalam pembelajaran

kooperatif tipe TGT dirancang dengan permainan, sehingga memungkinkan

siswa dapat belajar lebih rileks, menumbuhkan tanggung jawab, kerja sama,

persaingan sehat dan keterlibatan belajar. Dalam pembelajaran kooperatif tipe

TGT ini dibutuhkan kecerdasan emosi untuk memotivasi siswa dalam

mengaktualisasi diri dan mengelola waktu dengan sebaik mungkin. Hal ini

dikarenakan apabila guru kurang cerdas dalam mengelola kelas dan siswa,

maka dikhawatirkan akan menjadi penyebab kegagalan pembelajaran

kooperatif tipe TGT ini.

2.1.5 Pembelajaran Konvensional

Pembelajaran konvensional sering disebut pembelajaran klasikal atau

pembelajaran tradisional. Menurut Sagala (2006:187) pembelajaran konvensional

atau pembelajaran klasikal adalah kegiatan penyampaian pelajaran kepada

Page 16: BAB II KAJIAN PUSTAKA 2.1 Kajian Teori 2.1.1 Belajar dan

20

sejumlah siswa, yang biasanya dilakukan oleh pengajar dengan berceramah di

kelas. I Wayan Sukra dalam Scholaria jurnal pendidikan ke-SD-an (2011:215)

juda berpendapat, bahwa metode pembelajaran konvensional merupakan metode

pembelajaran yang berpusat pada guru, yang hampir seluruh kegiatan

pembelajaran dikontrol oleh guru.

Ujang Sukandi dalam Scholaria jurnal pendidikan ke-SD-an (2011:215)

mendeskripsikan bahwa pendekatan konvensional ditandai dengan guru lebih

banyak mengajarkan tentang konsep-konsep bukan kompetensi, tujuannya adalah

siswa mengetahui sesuatu bukan mampu untuk melakukan sesuatu, dan pada saat

proses pembelajaran siswa lebih banyak mendengarkan. Sedangkan Syaiful

Sagala (2006:187) berpendapat bahwa dalam pembelajaran konvensional,

perbedaan individu kurang diperhatikan karena seorang guru hanya mengelola

kelas dan mengelola pembelajaran dari depan kelas. Pembelajaran konvensional

cenderung menempatkan siswa dalam posisi pasif. Senada dengan pendapat

tersebut, Slameto (2010:65) mengemukakan bahwa pembelajaran klasikal

memandang siswa sebagai objek belajar yang hanya duduk dan pasif

mendengarkan penjelasan guru. Guru yang mengajar dengan metode ceramah saja

menyebabkan siswa menjadi bosan dan pasif.

Dari pendapat-pendapat mengenai pengertian pembelajaran konvensional

tersebut dapat disimpulkan bahwa pembelajaran konvensional adalah

pembelajaran yang berpusat kepada guru dimana guru menjadi sumber utama

dalam pembelajaran. Pembelajaran konvensional ditandai dengan kegiatan

ceramah di depan kelas dan cenderung menempatkan siswa dalam posisi pasif

tanpa memperhatikan kebutuhan belajar siswa secara individu.

Menurut Djamarah dalam Scholaria jurnal pendidikan ke-SD-an

(2011:216),berpendapat bahwa pembelajaran konvensional ditandai dengan

ceramah, pemberian tugas dan latihan.

1. Metode Ceramah

Menurut Taniredja (2011:45), ceramah adalah sebuah bentuk interaksi

melalui penerangan dan penuturan lisan dari guru kepada peserta didik. Sagala

dalam Taniredja (2011:45) berpendapat bahwa ceramah juga sebagai kegiatan

Page 17: BAB II KAJIAN PUSTAKA 2.1 Kajian Teori 2.1.1 Belajar dan

21

memberikan informasi dengan kata-kata yang mengaburkan dan kadang-kadang

ditafsirkan salah.

Menurut Jusuf Djajadisastra dalam Scholaria (2011:216), prosedur

penggunaan metode ceramah antara lain:

1) Merumuskan tujuan khusus pengajaran yang akan dipelajari siswa. Dengan tujuan tersebut dapat ditetapkan apakah metode ceramah benar-benar merukan metode yang tepat.

2) Menyusun bahan ceramah secara sistematis 3) Mengidentifikasi istilah-istilah yang sukar dan perlu diberi

penjelasan dalam ceramah 4) Melaksanakan ceramah dengan memperhatikan:

a) Sajikan kerangka materi dan pokok-pokok yang akan diuraikan dalam ceramah. b) Uraian pokok-pokok tersebut dengan jelas dan usahakan istilah yang sukar dijelaskan secara khusus. c) Upayakan bahan pengait atau advance organizer agar penyajian lebih bermakna. d) Dapat dilakukan dengan pendekatan induktif ataupun deduktif. e) Gunakan multi metode dan multi media

5) Menyimpulkan pokok-pokok isi materi yang diceramahkan dikaitkan dengan tujuan pembelajaran.

Suryosubroto dalam Tukiran Taniredja (2011:48) mengemukakan bahwa

kebaikan metode ceramah antara lain:

(1) guru dapat menguasai seluruh arah kelas, (2) organisasi kelas sederhana, (3) cepat untuk menyampaikan informasi, (3) dapat menyampaikan informasi dalam jumlah banyak dengan waktu singkat kepada sejumlah pendengar besar. Sedangkan kelemahan metode ceramah antara lain (1) guru sukar mengetahui sampai dimana murid-murid telah mengerti pembicaraannya; (2) murid sering kali member pengertian lain dari hal yang dimaksudkaan guru.

2. Metode Penugasan

Metode penugasan adalah metode penyajian bahan dimana guru

memberikan tugas tertentu agar siswa melakukan kegiatan belajar. Bahri

Djamarah dan Aswan Zain, dalam Scholaria jurnal pendidikan ke-SD-an

(2011:217) mengemukakan langkah-langkah dalam penggunaan metode

penugasan, yaitu:

1) Fase pemberian tugas

Dalam fase pemberian tugas kepada siswa hendaknya mempertimbangkan:

a. Tugas yang diberikan harus mencakup tujuan pembelajran yang ingin

dicapai.

Page 18: BAB II KAJIAN PUSTAKA 2.1 Kajian Teori 2.1.1 Belajar dan

22

b. Tugas yang diberikan sesuai dengan kemampuan siswa.

c. Jenis tugas yang jelas dan tepat sehingga anak mengerti apa yang

ditugaskan tersebut.

d. Ada petunjuk/ sumber yang dapat membantu pekerjaan siswa.

e. Waktu yang cukup untuk mengerjakan tugas.

2) Langkah pelaksanaan tugas

a. Guru memberikan bimbingan/pengawasan saat pelaksanaan tugas.

b. Guru memberikan motivasi dalam pelaksanaan tugas.

c. Guru mengarahkan agar tugas tersebut dikerjakan oleh siswa sendiri secara

mandiri tanpa bantuan orang lain.

d. Siswa mencatat hasil-hasil yang diperoleh dalam pelaksanaan tugas

dengan baik dan sistematis

3) Fase pertanggungjawabkan tugas

a. Laporan siswa baik lisan/ tertulis dari apa yang telah dikerjakannya

b. Tanya jawab/ diskusi kelas

c. Penilaian hasil pekerjaan siswa baik dengan tes maupun nontes atau cara

lain

3. Metode Latihan

Menurut Bahri Djamarah dan Aswar Zain dalam Scholaria jurnal

pendidikan ke-SD-an (2011:218), metode latihan adalah suatu cara mengajar yang

baik untuk menanamkan kebiasaan-kebiasaan tertentu. Russefendi dalam

Scholaria jurnal pendidikan ke-SD-an, (2011:218) mengemukakan tentang

langkah-langkah memberikan latihan adalah sebagi berikut:

(a) Guru menjelaskan materi yang berkaitan dengan latihan yang akan diberikan. (b) Guru memberikan contoh latihan dan cara menyelesaikannya. (c) Guru menyuruh siswa melakukan latihan. (d) Guru menganalisis hasil latihan siswa

Mawardi dan Puspasari dalam Scholaria jurnal pendidikan ke-SD-an

(2011:219) mengemukakan karakteristik model pembelajaran konvensional dalam

penerapannya di kelas, antara lain:

(1) Siswa adalah penerima informasi, (2) Siswa cenderung bekerja secara individual, (3) Pembelajaran cenderung abstrak dan teoritis, (4) Perilaku dibangun atas kebiasaan, (5) Keterampilan dikembangkan

Page 19: BAB II KAJIAN PUSTAKA 2.1 Kajian Teori 2.1.1 Belajar dan

23

atas dasar latihan, (6) Siswa tidak melakukan yang jelek karena dia takut hukuman, (7) Bahasa diajarkan dengan pendekatan stuktural.

Lebih lanjut Mawardi dan Puspasari mengemukan bahwa pembelajaran

konvensional dipandang efektif terutama untuk:

(1) Berbagi informasi yang tidak mudah ditemukan di tempat lain, (2) Menyampaikan informasi dengan cepat, (3) Membangkitkan minat akan informasi, (4) Mengajari siswa yang cara belajar terbaiknya dengan mendengarkan.

Namun pembelajaran konvensional juga mempunyai beberapa kelemahan

yaitu (1) Tidak semua siswa memiliki cara belajar dengan mendengarkan, (2)

Siswa cepat bosan karena pendidik sering kesulitan untuk menjaga agar siswa

tetap tertarik dengan apa yang dipelajari, (3) Tidak membangkitkan pemikiran

kritis siswa, (4) pembelajaran konvensional mengansumsikan bahwa cara belajar

siswa itu sama dan tidak bersifat individual.

2.1.6 Pengertian Ilmu Pengetahuan Alam (IPA)

Ilmu pengetahuan alam merupakan terjemahan kata-kata dalam bahasa

inggris yaitu natural sciene, artinya ilmu pengetahuan alam (IPA). Berhubungan

dengan alam atau bersangkut paut dengan alam, science artinya ilmu pengetahuan.

Jadi ilmu pengetahuan alam (IPA) atau science itu pengertiannya dapat disebut

sebagai ilmu tentang alam. Ilmu yang mempelajari peristiwa-peristiwa yang

terjadi di alam ini.

Puskur, Balitbang Depdiknas dalam Abdi Rohman (2011: 8) menyatakan

bahwa Ilmu Pengetahuan Alam (IPA) berkaitan dengan cara mencari tahu tentang

alam secara sistematis, sehingga IPA bukan hanya penguasaan kumpulan

pengetahuan yang berupa fakta-fakta, konsep-konsep, atau prinsip-prinsip saja

tetapi juga merupakan suatu proses penemuan. Hal ini sebagaimana yang

dikemukakan oleh Powler dalam Winaputra (1992 :122) bahwa IPA merupakan

ilmu yang berhubungan dengan gejala alam dan kebendaan yang sistematis yang

tersusun secara teratur, berlaku umum yang berupa kumpulan dari hasil observasi

dan eksperimen/sistematis (teratur) artinya pengetahuan itu tersusun dalam suatu

sistem, tidak berdiri sendiri, satu dengan lainnya saling berkaitan, saling

menjelaskan sehingga seluruhnya merupakan satu kesatuan yang utuh, sedangkan

berlaku umum artinya pengetahuan itu tidak hanya berlaku atau oleh seseorang

Page 20: BAB II KAJIAN PUSTAKA 2.1 Kajian Teori 2.1.1 Belajar dan

24

atau beberapa orang dengan cara eksperimentasi yang sam akan memperoleh hasil

yang sama atau konsisten.

Tutik Handyani (2011:24) menyatakan sesuai dengan Kurikulum Tingkat

Satuan Pendidikan Sekolah Dasar dan MI, mata Pelajaran IPA memiliki beberapa

tujuan, antara lain:

1. Memperoleh keyakinan terhadap kebesaran Tuhan Yang Maha Esa

berdasarkan keberadaan, keindahan dan keteraturan alam ciptaan-Nya

2. Mengembangkan pengetahuan dan pemahaman konsep-konsep IPA yang

bermanfaat dan dapat diterapkan dalam kehidupan sehari-hari

3. Mengembangkan rasa ingin tahu, sikap positip dan kesadaran tentang adanya

hubungan yang saling mempengaruhi antara IPA, lingkungan, teknologi dan

masyarakat

4. Mengembangkan keterampilan proses untuk menyelidiki alam sekitar,

memecahkan masalah dan membuat keputusan

5. Meningkatkan kesadaran untuk berperan serta dalam memelihara, menjaga

dan melestarikan lingkungan alam

6. Meningkatkan kesadaran untuk menghargai alam dan segala keteraturannya

sebagai salah satu ciptaan Tuhan

7. Memperoleh bekal pengetahuan, konsep dan keterampilan IPA sebagai dasar

untuk melanjutkan pendidikan ke SMP/MTs.

Lebih lanjut dalam Kurikulum Tingkat Satuan Pendidikan (KTSP) 2006,

menyebutkan bahwa Ruang Lingkup Pelajaran IPA untuk SD/MI meliputi aspek-

aspek berikut:

1. Makhluk hidup dan proses kehidupan, yaitu manusia, hewan, tumbuhan, dan

interaksinya dengan tumbuhan, serta kesehatan.

2. Benda/materi, sifat-sifat dan kegunaannya meliputi: cair, padat, dan gas.

3. Energi dan perubahanya, yang meliputi: gaya, bunyi, panas, magnet, listrik,

cahaya dan pesawat sederhana.

4. Bumi dan alam semesta, yang meliputi: tanah, bumi, tata surya, dan benda-

benda langit lainnya.

Page 21: BAB II KAJIAN PUSTAKA 2.1 Kajian Teori 2.1.1 Belajar dan

25

Dari uraian pengertian IPA tersebut dapat disimpulkan bahwa,

pembelajaran IPA merupakan suatu pembelajaran yang membahas tentang ilmu

alam khususnya mempelajari peristiwa-peristiwa yang terjadi di alam ini sehingga

dapat mengembangkan pengetahuan, sikap dan keterampilan siswa.

2.2 Kajian Penelitian yang Relevan

Pada dasarnya suatu penelitian yang akan dibuat dapat memperhatikan

penelitian lain yang dijadikan rujukan dalam mengadakan penelitian. Adapun

penelitian yang terdahulu diantara sebagai berikut:

Penelitian tindakkan kelas yang dilakukan Winarsi di Sekolah Dasar

Negeri 8 Pondok Kelapa yang berada di Jakarta, tentang peningkatan prestasi

belajar siswa dalam pembelajaran matematika melalui model pembelajaran

kooperatif learning tipe Teams-Games-Tournament (TGT). Dalam penelitian ini

Winarsi menerapkan pembelajaran matematika melalui model pembelajaran

kooperatif learning tipe Teams-Games-Tournament (TGT) pada siswa kelas.

Hasil penelitian ini dapat disimpulkan bahwa penerapkan pembelajaran

matematika melalui model pembelajaran kooperatif learning tipe Teams-Games-

Tournament ( TGT) dapat meningkatkan kualitas proses dan prestasi belajar

Matematika siswa kelas V di Sekolah Dasar Negeri 8 Pondok Kelapa.

Penelitian lain dilakukan oleh Sri Pertiwi tentang Efektivitas Model

Pembelajaran Kooperatif Tipe Team Games Tournament (TGT) Dan Jigsaw pada

Prestasi Belajar Matematika Ditinjau Dari Motivasi Belajar Siswa Kelas VIII

SMP Di Kabupaten Blora. Kesimpulan dari penelitian ini adalah : (1)

Pembelajaran materi Teorema Pythagoras dengan menggunakan model kooperatif

tipe TGT menghasilkan prestasi belajar matematika yang sama dengan prestasi

belajar yang menggunakan model kooperatif tipe Jigsaw (2) Prestasi belajar

matematika siswa dengan motivasi belajar tinggi lebih baik daripada hasil belajar

matematika siswa dengan motivasi sedang atau rendah, hasil belajar matematika

siswa dengan motivasi sedang lebih baik dari pada hasil belajar matematika siswa

dengan motivasi belajar rendah. (3) Tidak terdapat interaksi yang signifikan antara

penggunaan model pembelajaran dan motivasi belajar matematika terhadap

prestasi belajar matematika pada materi Teorema Pythagoras.

Page 22: BAB II KAJIAN PUSTAKA 2.1 Kajian Teori 2.1.1 Belajar dan

26

Dari penelitian yang telah dibahas diketahui kedua penilitian tersebut

berbeda tetapi intinya sama yaitu penggunaan pembelajaran kooperatif tipe Teams

Games Tournament (TGT) dapat meningkatkan hasil belajar/prestasi belajar

siswa. Jadi, dapat diartikan bahwa penggunaan itu dapat mempengaruhi prestasi

belajar siswa. Kedua penelitian tersebut walaupun berbeda akan tetapi masih

berhubungan dengan penelitian ini. Sehingga dapat dikatakan penelitian-

penelitian tersebut mendukung penelitian ini. Pada penelitian ini menekankan

pada efektifitas pembelajaran kooperatif tipe Teams-Games-Tournament (TGT)

mempengaruhi hasil belajar siswa mata pelajaran IPA.

2.3 Kerangka Berfikir

Pembelajaran merupakan kegiatan yang bertujuan secara sistematis dan

terarah pada terjadinya proses belajar. Proses pembelajaran yang sudah lama

dilakukan di Indonesia adalah sistem pembelajaran konvensional, artinya

pembelajaran ini biasanya menggunakan metode ceramah dan sumber belajar

berupa buku ajar. Pembelajaran tersebut cenderung membuat siswa merasa bosan

dalam mengikuti proses pembelajaran, hal ini berdampak pada siswa terutama

dalam hal keaktifan di mana siswa menjadi pasif. Hal ini dikarenakan

pembelajaran konvensional lebih cenderung teacher centered (berpusat kepada

pendidik), yang dalam proses pembelajarannya siswa lebih banyak menerima

informasi abstrak dan teoritis sehingga mengakibatkan pembelajaran menjadi

tidak bermakna bagi siswa dan siswa menjadi tidak aktif dan kreatif.

Keadaan tersebut tentu bertolak belakang dengan hakikat belajar yang

efektif. Belajar yang efektif haruslah dimulai dengan berbagai macam aktivitas,

baik aktifitas fisik maupun psikis. Siswa dalam pembelajaran harus mengalami

sendiri apa yang dipelajarinya. Proses belajar tidak hanya menghafal, tetapi siswa

harus membangun pengetahuan di pikirannya sendiri tanpa ada paksaan sehingga

pembelajaran akan lebih bermakna.

Oleh karena itu, perlu adanya penggunaan model pembelajaran yang dapat

menjadikan siswa menjadi lebih aktif dan kreatif serta siswa mampu mencapai

proses belajar yang ideal. Salah satu metode pembelajaran yang secara potensial

memiliki kapasitas untuk mendorong para guru dan siswa melakukan

Page 23: BAB II KAJIAN PUSTAKA 2.1 Kajian Teori 2.1.1 Belajar dan

27

pembelajaran yang efektif adalah Pembelajaran Kooperatif Tipe Team-Games-

Tournament (TGT). Teams-Games-Tournament (TGT), merupakan salah satu

bagian dari pembelajaran cooperative learning. Pembelajaran kooperatif tipe

Teams-Games-Tournament (TGT) merupakan kegiatan belajar yang melibatkan

seluruh siswa dari awal sampai akhir kegiatan pembelajaran. Pembelajaran ini

memberikan kesempatan kepada siswa untuk saling bekerja sama membagi ide-

ide dengan cara berdiskusi mengenai materi pelajaran sampai semua anggota tim

memahami materi pelajaran tersebut sebagai persiapan game/turnamen. Aktivitas

belajar dengan permainan yang dirancang dalam pembelajaran kooperatif tipe

Teams-Games-Tournament (TGT) memungkinkan siswa dapat belajar lebih rileks

disamping menumbuhkan tanggung jawab, kerjasama, persaingan sehat dan

keterlibatan belajar. Sehingga pembelajaran kooperatif tipe Teams-Games-

Tournament (TGT) ini diharapkan dapat memberikan cara dan suasana baru yang

menarik dalam pengajarannya khususnya pada mata pelajaran IPA.

Berdasarkan kerangka pemikiran tersebut, dapat dituangkan dalam bagan

alur kerangka berpikir sebagai berikut:

Page 24: BAB II KAJIAN PUSTAKA 2.1 Kajian Teori 2.1.1 Belajar dan

28

Bagan 2.2

Alur Kerangka Berfikir

2.4 Hipotesis Penelitian

Berdasarkan perumusan masalah maka dapat dirumuskan hipotesis

tindakan yaitu diduga ada perbedaan efektivitas yang signifikan antara

pembelajaran kooperatif tipe Team-Games-Tournament (TGT) dengan

pembelajaran konvensional mata pelajaran IPA kelas V SD Imbas Gugus

Lokantara Kecamatan Temanggung Kabupaten Temanggung semester II tahun

pelajaran 2011/2012.

Berikut ini adalah rincian rumusan hipotesis dalam penelitian ini:

Kelas Kontrol SD Joho

Temanggung

Kelas Eksperimen SD Kebonsari Temanggung Populasi Siswa Kelas

V

Uji Kesetaraan

Pembelajaran Konvensional

Pembelajaran Kooperatif Tipe Teams-

Games-Tournament (TGT)

Postest Postest

Hasil Belajar Pembelajaran IPA

Page 25: BAB II KAJIAN PUSTAKA 2.1 Kajian Teori 2.1.1 Belajar dan

29

H0 : tidak ada perbedaan efektivitas yang signifikan antara pembelajaran

kooperatif tipe Teams Games Tournamnet (TGT) dengan pembelajaran

konvensional mata pelajaran IPA pada siswa kelas V SD Negeri Imbas Gugus

Lokantara Kecamatan Temanggung Kabupaten Temanggung semester II tahun

pelajaran 2011/2012.

Ha : ada perbedaan efektivitas yang signifikan antara pembelajaran kooperatif tipe

Teams Games Tournamnet (TGT) dengan pembelajaran konvensional mata

pelajaran IPA pada siswa kelas V SD Negeri Imbas Gugus Lokantara Kecamatan

Temanggung Kabupaten Temanggung semester II tahun pelajaran 2011/2012.

Secara sistematis dapat dirumuskan sebagai berikut:

H0 = OX1 = OX2

Ha = OX1 ≠ OX2

Keterangan:

OX1 = Hasil pembelajaran kooperatif tipe Teams-Games-Tournament

OX2 = Hasil pembelajaran pembelajaran konvensional