26
BAB II KAJIAN PUSTAKA 2.1 Kajian Teori 2.1.1 Pembelajaran Pendidikan Kewarganegaraan SD Pendidikan Kewarganegaraan terbentuk dari dua kata yaitu “Pendidikan” dan “Kewarganegaraan”. Pendidikan adalah usaha sadar untuk menolong peserta didik agar mencapai kedewasaan baik dalam pengetahuan, sikap maupun keterampilan. Kata kewarganegaraan dapat diartikan sebagai kedudukan resmi seseorang dalam suatu negara dan kegiatan-kegiatan yang terkait erat dengan fungsi-fungsi politik seperti pemberian suara, organisasi pemerintahan, menduduki jabatan yang sah. Dengan demikian Pendidikan kewarganegaraan dapat dipahami sebagai usaha sadar untuk mengembangkan pengetahuan, sikap dan keterampilan peserta didik agar dapat menjadi warganegara yang memahami, menyadari dan mampu menggunakan hak serta menjalankan kewajiban kenegaraannya secara bertanggung jawab. Menurut Depdiknas (2006), Pendidikan Kewarganegaraan adalah mata pelajaran yang memfokuskan pada pembentukan warga negara yang memahami dan mampu melaksanakan hak-hak dan kewajibannya untuk menjadi warga negara Indonesia yang cerdas, terampil, berkarakter yang diamanatkan oleh Pancasila dan UUD NRI 1945. Lebih lanjut Somantri (2001) mengemukakan bahwa: PKn merupakan usaha untuk membekali peserta didik dengan pengetahuan dan kemampuan dasar yang berkenaan dengan hubungan antar warga negara dengan negara serta pendidikan pendahuluan bela negara agar menjadi warga negara yang dapat diandalkan oleh bangsa dan negara.

BAB II KAJIAN PUSTAKA 2.1 Kajian Teori 2.1.1 Pembelajaran ...repository.uksw.edu/bitstream/123456789/975/3/T1_292008260_BAB II.pdf · dengan negara serta pendidikan pendahuluan bela

  • Upload
    hakhue

  • View
    222

  • Download
    0

Embed Size (px)

Citation preview

BAB II

KAJIAN PUSTAKA

2.1 Kajian Teori

2.1.1 Pembelajaran Pendidikan Kewarganegaraan SD

Pendidikan Kewarganegaraan terbentuk dari dua kata yaitu “Pendidikan”

dan “Kewarganegaraan”. Pendidikan adalah usaha sadar untuk menolong peserta

didik agar mencapai kedewasaan baik dalam pengetahuan, sikap maupun

keterampilan. Kata kewarganegaraan dapat diartikan sebagai kedudukan resmi

seseorang dalam suatu negara dan kegiatan-kegiatan yang terkait erat dengan

fungsi-fungsi politik seperti pemberian suara, organisasi pemerintahan,

menduduki jabatan yang sah.

Dengan demikian Pendidikan kewarganegaraan dapat dipahami sebagai

usaha sadar untuk mengembangkan pengetahuan, sikap dan keterampilan peserta

didik agar dapat menjadi warganegara yang memahami, menyadari dan mampu

menggunakan hak serta menjalankan kewajiban kenegaraannya secara

bertanggung jawab.

Menurut Depdiknas (2006), Pendidikan Kewarganegaraan adalah mata

pelajaran yang memfokuskan pada pembentukan warga negara yang memahami

dan mampu melaksanakan hak-hak dan kewajibannya untuk menjadi warga

negara Indonesia yang cerdas, terampil, berkarakter yang diamanatkan oleh

Pancasila dan UUD NRI 1945. Lebih lanjut Somantri (2001) mengemukakan

bahwa:

PKn merupakan usaha untuk membekali peserta didik dengan pengetahuan

dan kemampuan dasar yang berkenaan dengan hubungan antar warga negara

dengan negara serta pendidikan pendahuluan bela negara agar menjadi warga

negara yang dapat diandalkan oleh bangsa dan negara.

��

Pendidikan PKn merupakan salah satu mata pelajaran yang penting bagi

kehidupan bangsa dan negara ini. PKn penting karena dapat digunakan untuk

membina generasi penerus bangsa/ anak-anak bangsa sehingga mereka sadar

terhadap hak dan kewajiban dalam hidup berbangsa agar dapat menjadi

warganegara yang dapat diandalkan senantiasa oleh negara. Demikian juga bagi

negara Indonesia pada masa lalu dan sekarang, PKn menjadi sarana untuk

menanamkan jalur formal ataupun nonformal (Rahardja, 2008).

Pendidikan Kewarganegaraan adalah sebagai wahana untuk

mengembangkan kemampuan, watak dan karakter warganegara yang demokratis

dan bertanggung jawab. Ada beberapa hal yang perlu diperhatikan dalam

pembelajaran PKn dalam rangka “nation and character building”.

Pertama : PKn merupakan bidang kajian kewarganegaraan yang ditopang

berbagai disiplin ilmu yang releven, yaitu: ilmu politik, hukum, sosiologi,

antropologi, psokoliogi dan disiplin ilmu lainnya yang digunakan sebagai

landasan untuk melakukan kajian-kajian terhadap proses pengembangan konsep,

nilai dan perilaku demokrasi warganegara.

Kedua : PKn mengembangkan daya nalar (state of mind) bagi para peserta

didik. Pengembangan karakter bangsa merupakan proses pengembangan

warganegara yang cerdas dan berdaya nalar tinggi. PKn memusatkan perhatiannya

pada pengembangan kecerdasan warga negara (civic intelegence) sebagai

landasan pengembangan nilai dan perilaku demokrasi.

Ketiga: PKn sebagai suatu proses pencerdasan, maka pendekatan

pembelajaran yang digunakan adalah yang lebih inspiratif dan partisipatif dengan

menekankan pelatihan penggunaan logika dan penalaran. Untuk menfasilitasi

pembelajaran PKn yang efektif dikembangkan bahan pembelajaran yang interaktif

yang dikemas dalam berbagai paket seperti bahan belajar tercetak, terekam,

tersiar, elektronik, dan bahan belajar yang digali dari ligkungan masyarakat

sebagai pengalaman langsung (hand of experience).

��

Dari berbagai pendapat mengenai teori PKn yang dikemukakan oleh

beberapa ahli diatas, maka dapat disimpulkan bahwa PKn adalah materi

pembelajaran yang didalamnya mencakup aspek pengetahuan kewarganegaraan,

aspek keterampilan kewarganegaraan, dan aspek watak atau karakter

kewarganegaraan, serta dapat digunakan untuk membentuk peserta didik menjadi

warga negara yang baik.

2.1.1.1 Tujuan Pendidikan Kewarganegaraan SD Secara umum tujuan Pendidikan Kewarganegaraan adalah untuk

menumbuhkan wawasan dan kesadaran bernegara, serta membentuk sikap dan

perilaku cinta tanah air yang bersendikan kebudayaan dan filsafat bangsa

pancasila.

Sedangkan tujuan mata pelajaran PKn menurut Mulyasa (2007) adalah

untuk menjadikan siswa:

1) Mampu berpikir secara kritis, rasional, dan kreatif dalam menanggapi

persoalan hidup maupun isu kewarganegaraan di negaranya

2) Mau berpartisipasi dalam segala bidang kegiatan, secara aktif dan bertanggung

jawab, sehingga bisa bertindak secara cerdas dalam semua kegiatan

3) Bisa berkembang secara positif dan demokratis, sehingga mampu hidup

bersama dengan bangsa lain di dunia dan mampu berinteraksi, serta mampu

memanfaatkan teknologi informasi dan komunikasi dengan baik.

Berdasarkan uraian diatas, dapat disimpulkan bahwa tujuan PKn di SD

adalah untuk menjadikan warganegara yang baik, yaitu warganegara yang tahu,

mau, dan sadar akan hak dan kewajibannya. Dengan demikian, diharapkan kelak

dapat menjadi bangsa yang terampil dan cerdas, dan bersikap baik sehingga

mampu mengikuti kemajuan teknologi modern.

Berdasarkan tujuan tersebut diatas ruang lingkup PKn secara umum

meliputi aspek-aspek sebagai berikut: 1). Persatuan dan Kesatuan, 2) Norma

Hukum dan Persatuan, 3) HAM, 4) Kebutuhan Warga Negara, 5) Konstiusi, 6)

kekuasaan Politik, 7) Kedudukan Pancasila, dan 8) Globalisasi.

2.1.2 Hasil Belajar

2.1.2.1 Pengertian Belajar

Belajar umumnya diartikan sebagai proses perubahan perilaku seseorang

setelah mempelajari suatu objek (pengetahuan, sikap, atau keterampilan) tertentu.

Perubahan perilaku tersebut tampak dalam penguasaan siswa pada pola-pola

tanggapan (respons) baru terhadap lingkungannya yang berupa keterampilan

(skill), kebiasaan (habit), sikap atau pendirian (attiude), kemampuan (ability),

pengetahuan (knowledge), pemahaman (understanding), emosi (emosional),

apresiasi (appreciation), jasmani dan etika atau budi pekerti, serta hubungan

sosial. Sedangkan menurut Galloway yang menyatakan bahwa belajar sebagai

suatu perubahan seseorang yang relatif cenderung tetap sebagai akibat adanya

penguatan (reinforcement).

Dari dua pandangan diatas, terungkap bahwa belajar adalah pemerolehan

pengalaman baru seseorang dalam bentuk perubahan perilaku yang relatif

menetap, sebagai akibat adanya proses dalam bentuk interaksi belajar terhadap

suatu objek (pengetahuan), atau melalui suatu penguatan (reinforcement), atau

melalui suatu objek yang ada dalam lingkungan belajar. Belajar menunjukkan

suatu proses perubahan perilaku atau pribadi seseorang berdasarkan praktik atau

pengalaman tertentu

Menurut pengertian secara psikologis, belajar merupakan suatu proses

perubahan yaitu perubahan tingkah laku sebagai hasil dari interaksi dengan

lingkungannya dalam memenuhi kebutuhan hidupnya (Slameto, 2010: 2).

Belajar ialah suatu proses usaha yang dilakukan seseorang untuk

memperoleh suatu perubahan tingkah laku yang baru secara keseluruhan, sebagai

hasil pengalamannya sendiri dalam interaksi dengan lingkungannya.

���

Menurut Gagne (Slameto, 2010: 13), memberikan dua definisi mengenai

belajar yaitu (1) belajar ialah suatu proses untuk memperoleh motivasi dalam

pengetahuan, keterampilan, kebiasaan, dan tingkah laku, (2) belajar adalah

penguasaan pengetahuan atau keterampilan yang diperoleh dari instruksi.

Belajar adalah suatu aktivitas atau suatu proses untuk memperoleh

pengetahuan, meningkatkan keterampilan, memperbaiki perilaku, sikap, dan

mengkokohkan kepribadian.

Menurut Illeris, 2000 dan Ormorod (Suyono, 2011: 14), seperti yang dikutip

Wikipedia menyatakan bahwa belajar adalah suatu proses yang membawa

bersama-sama pengaruh dan pengalaman kognitif, emosional, dan lingkungan

untuk memperoleh, meningkatkan atau membuat perubahan di dalam

pengetahuan, keterampilan, nilai-nilai dan cara pandang (world views) dari

seseorang.

2.1.2.2 Pengertian Hasil Belajar

Hasil belajar adalah kemampuan-kemampuan yang dimiliki siswa setelah ia

menerima pengalaman belajarnya (Sudjana, 2010: 22). Individu yang belajar akan

memperoleh hasil dari apa yang telah dipelajari selama proses belajar itu. Hasil

belajar yaitu suatu perubahan yang terjadi pada individu yang belajar, bukan

hanya perubahan mengenai pengetahuan, tetapi juga untuk membentuk

kecakapan, kebiasaan, pengertian, penguasaan, dan penghargaan dalam diri

seseorang yang belajar.

Hasil belajar merupakan tingkat perkembangan mental yang lebih baik

dengan melakukan usaha secara maksimal yang dilakukan oleh seseorang setelah

melakukan usaha-usaha belajar. Hasil belajar biasanya dinyatakan dalam bentuk

nilai. Setelah mengkaji pengertian hasil belajar dapat disimpulkan bahwa hasil

belajar adalah kemampuan yang dimiliki siswa setelah menerima pengalaman

belajarnya. Hasil belajar mempunyai peranan penting dalam proses pembelajaran.

���

Sudjana, (2010: 22) mengemukakan bahwa hasil belajar adalah

kemampuan-kemampuan yang dimiliki siswa setelah ia menerima pengalaman

belajarnya. Dalam sistem pendidikan nasional rumusan tujuan pendidikan, baik

tujuan kurikuler maupun tujuan instruksional, menggunakan klasifikasi hasil

belajar dari Benyamin Bloom yang secara garis besar membaginya menjadi tiga

ranah, yaitu:

a) Ranah kognitif

Ranah kognitif merupakan hasil belajar yang berhubungan dengan

kemampuan intelektual. Ranah kognitif meliputi enam aspek, yakni:

1. Pengetahuan

Pengetahuan dimaksudkan sebagai terjemahan dari kata knowledge dalam

taksonomin Bloom. Sekalipun demikian, maknanya tidak sepenuhnya tepat sebab

dalam istilah tersebut termasuk pula pengetahuan faktual di samping pengetahuan

hafalan atau untuk diingat. Tipe hasil belajar pengetahuan termasuk kognitif

tingkat rendah yang paling rendah. Namun, tipe hasil belajar ini menjadi prasyarat

bagi tipe hasil belajar berikutnya. Hafal menjadi prasyarat bagi pemahaman.

2. Pemahaman

Tipe hasil belajar yang lebih tinggi daripada pengetahuan adalah

pemahaman. Misalnya menjelaskan dengan susunan kalimatnya sendiri sesuatu

yang dibaca atau didengarnya, memberi contoh lain dari yang telah dicontohkan,

atau menggunakan petunjuk penerapan pada kasus lain. Dalam taksonomi Bloom,

kesanggupan memahami setingkat lebih tinggi dari pada pengetahuan.

3. Aplikasi

Aplikasi adalah penggunaan abstraksi pada situasi kongkret atau situasi

khusus. Abstraksi tersebut berupa ide, teori, atau petunjuk teknis. Menerapkan

abstraksi kedalam situasi baru disebut aplikasi. Mengulang-ulang menerapkannya

pada situasi lama akan beralih menjadi pengetahuan hafalan atau keterampilan.

���

4. Analisis

Analisis adalah usaha memilih suatu integritas menjadi unsur-unsur atau

bagian-bagian sehingga jelas susunannya. Analisis merupakan kecakapan yang

kompleks, yang memanfaatkan kecakapan dari ketiga tipe sebelumnya.

5. Sintesis

Sintesis adalah penyatuan unsur-unsur atau bagian-bagian kedalam bentuk

penyeluruhan. Berpikir berdasar pengetahuan hafalan, pemahaman, aplikasi, dan

analisis dapat dipandang sebagai berfikir konsvergen yang satu tingkat lebih

rendah daripada berpikir devergen. Berfikir sintesis merupakan salah satu terminal

untuk menjadikan orang lebih kreatif.

6. Evaluasi

Evaluasi adalah pemberian keputusan tentang nilai sesuatu yang mungkin

dilihat dari segi tujuan, gagasan, cara bekerja, pemecahan, dan metode.

b) Ranah afektif

Ranah afektif berkenaan dengan sikap dan nilai. Beberapa ahli mengatakan

bahwa sikap seseorang dapat diramalkan perubahannya bila, bila seseorang telah

memiliki penguasaan kognitif tingkat tinggi. Penilaian hasil belajar afektif kurang

mendapat perhatian dari guru.

Ada beberapa jenis kategori ranah afektif sebagai hasil belajar. Kategorinya

dimulai dari tingkat yang dasar sampai tingkat yang kompleks, yaitu:

reciving/attending (kesepakatn dalam menerima rangsangan), responding atau

jawaban, valuing (jawaban), organisasi, dan karakteristik.

c) Ranah psikomotorik

Hasil belajar psikomotorik tampak dalam bentuk keterampilan (skill) dan

kemampuan bertindak individu. Tipe hasil belajar psikomotorik berkenaan dengan

keterampilan atau kemampuan bertindak setelah ia menerima pengalaman belajar

tertentu.

���

2.1.2.3 Faktor yang Mempengaruhi Hasil Belajar

Pencapaian tujuan belajar perlu diciptakan adanya sistem lingkungan belajar

yang kondusif, hal ini akan berkaitan dengan faktor dari luar siswa.

Menurut Slameto (2010: 54) menyatakan bahwa faktor-faktor yang

mempengaruhi hasil belajar digolongkan menjadi dua. Dua faktor tersebut akan

dijelaskan dengan penjelasan sebagai berikut:

a) Faktor-faktor internal

Faktor intern adalah faktor yang berasal dari diri siswa. Faktor interen ini

terbagi menjadi tiga faktor yaitu: faktor jasmaniah, faktor psikologis dan faktor

kelelahan.

�� Faktor jasmaniah

Pertama adalah faktor kesehatan. Sehat berarti dalam keadaan baik segenap

badan beseta bagian-bagiannya atau bebas dari penyakit. Kesehatan seseorang

sangat berpengaruh terhadap hasil belajar siswa. Proses belajar akan terganggu

jika kesehatan seseorang terganggu, selain itu ia akan cepat lelah, kurang

bersemangat, mudah pusing, mengantuk jika badannya lemah, kurang darah

ataupun ada gangguan fungsi alat indera serta tubuhnya.

Kedua adalah cacat tubuh. Cacat tubuh adalah sesuatu yang menyebabkan

kurang baik atau kurang sempurna mengenai tubuh. Cacat ini dapat berupa: buta,

tuli, patah kaki, patah tangan, lumpuh dan lain-lain. Jika ini terjadi maka belajar

akan terganggu, hendaknya apabila cacat ia disekolahkan di sekolah khusus atau

diusahakan alat bantu agar dapat mengurangi pengaruh kecatatan itu.

�� Faktor psikologis

Sekurangnya ada tujuh faktor yang tergolong ke dalam faktor psikologis

yang mempengaruhi belajar. Faktor-faktor itu adalah: pertama inteligensi yaitu

kecakapan untuk menghadapi dan menyesuaikan ke dalam situasi yang baru

dengan cepat dan efektif, menggunakan konsep-konsep yang abstrak secara

efektif, mengetahui relasi dan mempelajarinya dengan cepat. Kedua perhatian

yaitu keaktifan jiwa yang dipertinggi, jiwa itupun semata-mata tertuju kepada

���

suatu objek atau sekumpulan objek. Ketiga minat adalah kecenderungan yang

tetap untuk memperhatikan dan mengenang beberapa kegiatan. keempat bakat

yaitu kemampuan untuk belajar. Kemampuan ini akan baru terealisasi menjadi

kecakapan nyata sesudah belajar atau berlatih. Kelima motif harus diperhatikan

agar dapat belajar dengan baik harus memiliki motif atau dorongan untuk berfikir

dan memusatkan perhatian saat belajar. Keenam kematangan adalah suatu tingkat

pertumbuhan seseorang. Ketujuh kesiapan adalah kesediaan untuk memberi

renspon atau bereaksi. Dari faktor-faktor tersebut sangat jelas mempengaruhi

belajar, dan apabila belajar terganggu maka hasil belajar tidak akan baik.

�� Faktor kelelahan

Kelelahan seseorang walaupun sulit untuk dipisahkan tetapi dapat dibedakan

menjadi dua macam yaitu: kelelahan jasmani dan kelelahan rohani (bersifat

praktis).

Kelelahan jasmani terlihat dengan lemah lunglainya tubuh dan timbul untuk

membaringkan tubuh. Kelelahan jasmani terjadi karena kekacauan substansi sisa

pembakaran di dalam tubuh. Sehingga darah tidak lancar pada bagian-bagian

tertentu.

Kelelahan rohani dapat dilihat dengan adanya kelesuan dan kebosanan,

sehingga minat untuk menghasilkan sesuatu hilang. Kelelahan ini sangat terasa

pada bagian kepala sehingga sulit untuk berkonsentrasi, seolah-olah otak

kehabisan daya untuk bekerja. Kelelahan rohani dapat terjadi terus-menerus

karena memikirkan masalah yang dianggap berat tanpa istirahat, menghadapi

suatu hal yang selalu sama atau tanpa ada variasi dalam mengerjakan sesuatu

karena terpaksa dan tidak sesuai dengan bakat, minat dan perhatiannya.

b) Faktor eksternal

Faktor eksten adalah faktor yang berasal dari luar siswa. Faktor ini meliputi:

faktor keluarga, faktor sekolah, dan faktor masyarakat yaitu dengan penjelasan

sebagai berikut:

��

�� Faktor keluarga

Siswa yang belajar akan menerima pengaruh dari keluarga berupa: cara

orang tua mendidik, relasi antara anggota keluarga, suasana rumah tangga dan

keadaan ekonomi keluarga. Sebagian waktu seorang siswa berada di rumah. Oleh

karena itu, keluarga merupakan salah satu yang berperan pada hasil belajar. Oleh

sebab itu orang tua harus mendorong, memberi semangat, membimbing, memberi

teladan yang baik, menjalin hubungan yang baik, memberikan suasana yang

mendukung belajar, dan dukungan material yang cukup.

�� Faktor sekolah

Faktor sekolah yang mempengaruhi belajar ini mencakup metode mengajar,

kurikulum, relasi guru dengan siswa, relasi siswa dengan siswa, disiplin sekolah,

pelajaran dan waktu sekolah, standar pelajaran, keadaan gedung, metode belajar,

dan tugas rumah. Sekolah adalah lingkungan kedua yang berperan besar memberi

pengaruh pada hasil belajar siswa. Sekolah harus menciptakan suasana yang

kondusif bagi pembelajaran, hubungan dan komunikasi perorang di sekolah

berjalan baik, kurikulum yang sesuai, kedisiplinan sekolah, gedung yang nyaman,

metode pembelajaran aktif-interaktif, pemberian tugas rumah, dan sarana

penunjang cukup memadai seperti perpustakaan sekolah dan sarana yang lainnya.

�� Faktor masyarakat

Masyarakat merupakan faktor ekstern yang juga berpengaruh terhadap hasil

belajar siswa. Pengaruh ini karena keberadaan siswa dalam masyarakat. Faktor

yang mempengaruhi hasil belajar siswa ini meliputi: pertama kegiatan siswa

dalam mayarakat yaitu misalnya siswa ikut dalam organisasi masyarakat,

kegiatan-kegiatan sosial, keagamaan dan lain-lain, belajar akan terganggu, lebih-

lebih jika tidak bijaksana dalam mengatur waktunya. Kedua multimedia misalnya:

TV, radio, bioskop, surat kabar, buku-buku, komik dan lain-lain. Semua itu ada

dan beredar di masyarakat. Ketiga teman bergaul, Keempat bentuk kehidupan

masyarakat. Kehidupan masyarakat di sekitar siswa juga berpengaruh pada hasil

belajar siswa.

��

2.1.3 Model Pembelajaran Kooperatif

2.1.3.1 Model Pembelajaran

Menurut Joyce (Trianto, 2007), menyatakan bahwa model pembelajaran

adalah suatu perencanaan atau suatu pola yang digunakan sebagai pedoman dalam

merencanakan pembelajaran dalam tutorial dan untuk menentukan perangkat

pembelajaran termasuk didalamnya buku-buku, film, komputer, kurikulum, dan

lain-lain Selanjutnya, Joyce menyatakan bahwa setiap model pembelajaran

mengarahkan kita ke dalam mendesain pembelajaran untuk membantu peserta

didik sedemikian rupa sehingga tujuan pembelaajran tercapai.

2.1.3.2 Pembelajaran Kooperatif

Sunal dan Hans, 2000 (Isjoni, 2009: 15) mengemukakan bahwa

pembelajaran kooperatif merupakan suatu cara pendekatan atau serangkaian

strategi yang khusus dirancang untuk memberi dorongan kepada peserta didik

agar bekerja sama selama proses pembelajaran.

Sedangkan menurut Anita Lie, 2000 (Isjoni, 2009: 23) menyebutkan

pembelajaran kooperatif dengan istilah pembelajaran gotong-royong, yaitu sistem

pembelajaran yang memberi kesempatan kepada peserta didik untuk bekerjasama

dengan siswa lain dalam tugas-tugas yang terstruktur.

Menurut Davidson dan Warsham, 2003 (Isjoni 2009: 27), pembelajaran

kooperatif adalah kegiatan belajar mengajar secara kelompok-kelompok kecil,

siswa belajar dan bekerja sama untuk sampai kepada pengalaman belajar yang

berkelompok pengalaman individu maupun pengalaman kelompok.

Menurut Roger dan Johnson (Lie, 2002) Ada 5 komponen dasar

pembelajaran kooperatif yang efisien yaitu:

a) Saling ketergantungan positif.

Keberhasilan kelompok sangat bergantung usaha tiap anggotanya. Dengan

demikian siswa harus merasa bahwa mereka saling bergantung secara positif

dalam kelompok.

���

b) Tanggung jawab perseorangan.

Setiap anggota kelompok bertanggung jawab untuk mempelajari materi dan

bertanggungjawab terhadap hasil belajar kelompok.

c) Interaksi tatap muka.

Hasil belajar yang terbaik dapat diperoleh dengan cara adanya komunikasi

verbal antar siswa yang didukung oleh saling ketergantungan positif. Siswa

harus saling berhadapan dan saling membantu dalam pencapaian tujuan belajar.

d) Komunikasi antar anggota.

Keterampilan sosial sangatlah penting dalam belajar kooperatif dan harus

diajarkan kepada siswa. Keberhasilan tiap kelompok bergantung pada

keaktifan tiap anggota mengutarakan pendapatnya.

e) Evaluasi proses kelompok.

Siswa memproses keefektifan kelompok belajar mereka dengan cara

menjelaskan tindakan mana yang bermanfaat dan mana yang tidak, serta

membuat keputusan terhadap tindakan yang bisa dilanjutkan atau yang perlu

diubah.

2.1.3.3 Ciri-ciri Pembelajaran Kooperatif

Isjoni (2009: 27), beberapa ciri-ciri pembelajaran kooperatif yaitu: a) setiap

anggota memiliki peran, b) terjadi hubungan interaksi langsung di antara siswa, c)

setiap anggota kelompok bertanggung jawab atas belajarnya dan juga teman-

teman sekelompoknya, d) guru membantu mengembangkan keterampilan-

keterampilan interpersonal kelompok, dan e) guru hanya berinteraksi dengan

kelompok saat diperlukan.

Adapun unsur-unsur dalam pembelajaran kooperatif menurut Lundgren

(Pujiwati, 2003) adalah:

a. Siswa mempunyai persepsi bahwa ”mereka tenggelam dan berenang bersama-

sama”.

���

b. Siswa mempunyai tanggung jawab terhadap siswa lain dalam kelompoknnya

disamping tanggungjawab terhadap diri sendiri dalam mempelajari materi

pelajaran.

c. Mempunyai tujuan yang sama.

d. Siswa harus berbagi tugas dan tanggung jawab secara merata antar anggota.

e. Siswa akan diberi evaluasi atau penghargaan yang berlaku sama terhadap

semua anggota

f. Siswa berbagi kepemimpinan disamping belajar

g. Siswa akan mempertanggungjawabkan materi secara individu.

2.1.3.4 Landasan Pemikiran Model Cooperative Script

Model pembelajaran Cooperative Script adalah model belajar dimana siswa

bekerja berpasangan dan bergantian secara lisan mengikhtisarkan, bagian-bagian

dari materi yang dipelajari. Dalam belajar cooperative script siswa belajar

bersama sebagai suatu tim dalam menyelesaikan tugas-tugas kelompok untuk

mencapai tujuan bersama. Jadi, setiap anggota kelompok memiliki tanggung

jawab yang sama untuk keberhasilan kelompoknya. Pembelajaran cooperative

script bernaung pada pendekatan konstruktivisme.

Menurut Soedjadi (1999) pendekatan konstruktivisme dalam pembelajaran

adalah pendekatan dimana siswa individual menemukan dan mentransformasikan

informasi yang kompleks, memeriksa dengan aturan yang ada dan merevisinya

jika perlu. Sedangkan menurut Saefudin (2008), pendekatan konstruktivisme

adalah pendekatan pembelajaran yang mengajak siswa untuk berpikir dan

mengkonstruksi dalam memecahkan suatu permasalahan secara bersama-sama

sehingga didapatkan suatu penyelesaian yang akurat. Pembelajaran ini muncul

dari konsep bahwa siswa akan lebih mudah menemukan dan memahami konsep

yang sulit jika mereka saling berdiskusi dengan temannya. Siswa secara rutin

bekerja dalam kelompok untuk saling membantu memecahkan masalah-masalah

� �

yang kompleks. Jadi, hakikat sosial dan penggunaan kelompok sejawat menjadi

aspek utama dalam pembelajaran cooperative script.

Dalam pembelajaran cooperative script mengandung arti sebagai suatu

sikap membantu antara sesama dalam struktur kerjasama yang teratur dalam

kelompok yang terdiri dari dua orang siswa yang sederajat tetapi heterogen,

kemampuan, jenis kelamin, suku/ras, dan satu sama lain saling membantu.

Tujuan dibentuknya kelompok tersebut adalah untuk memberikan

kesempatan kepada semua siswa untuk dapat terlibat secara aktif dalam proses

berpikir dan kegiatan belajar. Selama bekerja dalam kelompok, tugas anggota

kelompok adalah mencapai ketuntasan materi yang disajikan oleh guru, dan saling

membantu teman sekelompoknya untuk mencapai ketuntasan belajar.

2.1.3.5 Pengertian Model Pembelajaran Cooperative Script

Seperti telah dijelaskan diatas, dalam pembelajaran cooperative script siswa

yang berperan aktif dan terjadi interaksi dominan siswa dengan siswa dalam

kegiatan pembelajaran ini guru berperan sebagai fasilitator yang mengarahkan

siswa untuk mencapai tujuan pembelajaran, mengontrol selama pembelajaran

berlangsung dan mengarahkan siswa jika mengalami kesulitan.

Menurut Danserau (Hadi, 2007) mengemukakan bahwa pembelajaran

cooperative script merupakan salah satu bentuk atau model pembelajaran

kooperatif, dalam perkembangannya telah melahirkan beberapa pengertian dan

bentuk yang sedikit berbeda satu dengan yang lainnya. Beberapa pengertian

pembelajaran cooperative script adalah skenario pembelajaran kooperatif.

Menurut Schank dan Abelson (Hadi, 2007) pembelajaran cooperative script

adalah pembelajaran yang mengatur interaksi siswa seperti ilustrasi kehidupan

sosial siswa dengan lingkungannya sebagai individu, dalam keluarga, kelompok

masyarakat, dan masyarakat yang lebih luas. Pembelajaran cooperative script

adalah kontrak belajar yang eksplisit antara guru dengan siswa dan siswa dengan

siswa mengenai cara berkolaborasi.

���

Pada pembelajaran cooperative script terjadi kesepakatan antara siswa

tentang aturan-aturan dalam berkolaborasi. Masalah yang dipecahkan bersama

akan disimpulkan bersama. Peran guru hanya sebagai fasilitator yang

mengarahkan siswa untuk mencapai tujuan belajar. Pada interaksi siswa terjadi

kesepakatan, diskusi, menyampaikan pendapat dari ide-ide pokok materi, saling

mengingatkan dari kesalahan konsep yang disimpulkan, membuat kesimpulan

bersama. Interaksi belajar yang terjadi benar-benar interaksi dominan siswa

dengan siswa. Dalam aktivitas siswa selama pembelajaran cooperative script

benar-benar memberdayakan potensi siswa untuk mengaktualisasikan

pengetahuan dan keterampilannya, jadi benar-benar sangat sesuai dengan

pendekatan konstruktivis yang dikembangkan saat ini.

Brousseau (Hadi, 2007) menyatakan bahwa model pembelajaran

cooperative script adalah secara tidak langsung terdapat kontrak belajar antara

guru dengan siswa dan siswa dengan siswa mengenai cara berkolaborasi.

Berdasarkan pengertian-pengertian yang diungkapkan diatas, antara satu dengan

yang lainnya memiliki maksud yang sama yaitu terjadi suatu kesepakatan antara

siswa dengan guru dan siswa dengan siswa untuk berkolaborasi memecahkan

suatu masalah dalam pembelajaran dengan cara-cara yang kolaboratif seperti

halnya menyelesaikan masalah yang terjadi dalam kehidupan sosial siswa.

Dari uraian diatas dapat disimpulkan bahwa model pembelajaran

cooperative script adalah model pembelajaran berpijak pada faham

konstruktivisme pada pembelajaran cooperative script terjadi kesepakatan antara

siswa tentang aturan-aturan dalam berkolaborasi, masalah dipecahkan bersama

untuk kemudian disimpulkan bersama. Sedangkan kesepakatan antara guru dan

siswa yaitu peran guru sebagai fasilitator yang mengarahkan siswa untuk

mencapai tujuan belajar. Dalam aktivitas siswa selama pembelajaran cooperative

script benar-benar memberdayakan potensi siswa untuk mengaktualisasikan

pengetahuan dan keterampilannya.

���

2.1.3.6 Manfaat Model Pembelajaran Cooperative Script

Pembelajaran cooperative script memotivasi siswa memperoleh sesuatu

yang lebih dari aktivitas kooperatif lain yang diberikan penjelasan secara rinci.

Menurut Spurlin (Hadi, 2007) menyatakan bahwa, cooperative script dapat

mendorong siswa untuk mendapatkan kesempatan mempelajari bagian lain dari

materi yang tidak dipelajarinya.

Berdasarkan manfaat model pembelajaran cooperative script yang

diungkapkan para ahli tersebut, dapat dijelaskan hal-hal yang berkaitan dengan

manfaat pembelajaran cooperative script, yaitu:

1. Dapat meningkatkan keefektifan pelaksanaan pembelajaran, dalam hal ini

bahwa materi yang terlalu luas cakupannya dapat dibagikan kepada siswa

untuk mempelajarinya melalui kegiatan diskusi, membuat rangkuman,

menganalisis materi baik yang berupa konsep maupun aplikasinya

2. Dapat memperluas cakupan perolehan materi pelajaran, karena siswa akan

mendapatkan transfer informasi pengetahuan dari pasangannya untuk materi

yang tidak di pelajarinya di kelas

3. Dapat melatih keterampilan berfikir siswa, melalui kegiatan yang dirancang

pada cooperative script siswa akan dituntut untuk dapat menyelesaikan semua

kegiatan dengan upaya efektif agar dapat menyelesaikan semua kegiatan

dengan waktu yang telah disediakan.

2.1.3.7 Langkah-langkah Pembelajaran Cooperative Script

Abdul Rahman Saleh (2010) menjelaskan bahwa langkah-langkah dalam

pembelajaran cooperative script sebagai berikut:

1. Guru membagi siswa untuk berpasangan

2. Guru membagikan wacana/materi kepada masing-masing siswa untuk dibaca

dan membuat ringkasan

3. Guru dan siswa menetapkan siapa yang pertama berperan sebagai pembicara

dan siapa yang berperan sebagai pendengar

���

4. Pembicara membacakan ringkasannya selengkap mungkin, dengan

memasukkan ide-ide pokok dalam ringkasannya.

Sementara pendengar:

1) Menyimak/mengoreksi/menunjukkan ide-ide pokok yang kurang lengkap

2) Membuat mengingat/menghafal ide-ide pokok dengan menghubungkan

materi sebelumnya atau materi lainnya.

5. Bertukar peran, semula sebagai pembicara ditukar menjadi pendengar dan

sebaliknya. Serta lakukan seperti diatas.

6. Guru bersama siswa membuat kesimpulan

7. Penutup (evaluasi dan refleksi): Pada tahap penutup, guru memberikan soal

evaluasi secara individu dan melakukan refleksi terhadap pelajaran yang baru

dipelajari. Pada tahap kegiatan refleksi ini dijadikan sebagai media untuk

merefleksi pada kegiatan pembelajaran yang telah dilakukan. Refleksi ini

merupakan suatu cara untuk belajar, menghindari kesalahan diwaktu yang akan

datang dan untuk meningkatkan prestasi belajar serta kinerja peneliti.

Kelebihan model Cooperative Script:

1) Melatih pendengaran, ketelitian / kecermatan.

2) Setiap siswa mendapat peran dalam diskusi, setiap siswa mendapatkan

kesempatan untuk mengungkapkan ide atau pendapatnya.

3) Melatih siswa mengevaluasi hasil diskusi untuk diselesaikan bersama.

Kekurangan model cooperative script:

1) Hanya digunakan untuk mata pelajaran tertentu

2) Membutuhkan waktu yang relatif lama.

2.1.3.8 Penerapan Model Pembelajaran Cooperative Script

Beberapa tahap dalam pelaksanaan pembelajaran PKn dengan menggunakan

model pembelajaran cooperative script yaitu:

1) Tahap pendahuluan (kegiatan awal)

���

Pada tahap ini guru membangkitkan minat siswa, dengan mengajak siswa

melakukan tanya jawab yang berkaitan dengan pengambilan keputusan yang

sering dilakukan dalam kehidupan sehari-hari. Kemudian menjelaskan tujuan

pembelajaran yang akan dicapai, dan menjelaskan kegiatan-kegiatan yang akan

dilakukan selama proses pembelajaran.

2) Tahap penyampaian (kegiatan inti)

Pada tahap ini guru membagikan siswa dalam kelompok berpasangan,

menjelaskan langkah-langkah yang akan dilakukan dalam kerja berpasangan,

kemudian membagikan materi tiap siswa untuk dibaca dan membuat ringkasan.

Kemudian guru dan siswa menetapkan siapa yang pertama berperan sebagai

pembicara dan siapa yang berperan sebagai pendengar. Pembicara

membacakan ringkasannya selengkap mungkin, dengan memasukkan hal-hal

pokok yang termuat dalam ringkasannya. Sementara siswa yang sebagai

pendengar menyimak/mengoreksi/menunjukkan hal-hal pokok yang kurang

lengkap kemudian membantu mengingat/menghafal hal-hal pokok yang kurang

lengkap. Selanjutnya bertukar peran, semula sebagai pembicara ditukar

menjadi pendengar dan sebaliknya. melakukan seperti diatas. Kemudian siswa

bersama-sama dengan guru menyimpulkan hasil pembelajaran yang telah

dipelajari.

3) Tahap panampilan hasil, kesimpulan dan refleksi (kegiatan akhir)

Pada tahap terakhir, siswa diberi kesempatan untuk bertanya mengenai materi

yang belum jelas, membuat kesimpulan pembelajaran, guru memberikan soal

latihan/evaluasi secara individu dan melakukan refleksi terhadap pelajaran

yang baru dipelajari. Dalam kegiatan refleksi ini dijadikan media untuk

merefleksi pada kegiatan pembelajaran yang telah dilakukan. Refleksi ini

merupakan suatu cara untuk belajar, menghindari kesalahan di waktu yang

akan datang.

���

2.1.3.9 Pembelajaran Cooperative Script Dalam PKn SD

Seperti telah dijelaskan diatas bahwa model pembelajaran cooerative script

merupakan sebuah kelompok pengajaran yang melibatkan siswa bekerja secara

berkolaborasi untuk mencapai tujuan bersama. Dalam hal ini belajar bekerjasama

dalam kelompok kecil sangatlah membantu dalam menyelesaikan permasalahan

yang didapat selama proses pembelajaran, dalam belajar bersama siswa dapat

bersosialisasi dengan tim kerjanya, saling mendorong dan saling memotivasi antar

siswa untuk mencapai tujuan pembelajaran.

2.1.4 Metode Pembelajaran Tanya Jawab

2.1.4.1 Pengertian Metode Pembelajaran Tanya Jawab

Metode pembelajaran tanya jawab adalah penyampaian pesan pengajaran

dengan cara mengajukan pertanyaan-pertanyaan dan siswa memberikan jawaban

atau sebaliknya siswa diberi kesempatan bertanya dan guru menjawab pertanyaan-

pertanyaan. Metode ini memungkinkan terjadinya komunukasi langsung antara

guru dan siswa, bisa dalam bentuk guru bertanya dan siswa menjawab atau

sebaliknya.

Metode tanya jawab dapat juga diartikan sebagai format interaksi antara

guru-siswa melalui kegiatan bertanya yang dilakukan oleh guru untuk

mendapatkan respons lisan dari siswa, sehingga dapat menumbuhkan pengetahuan

baru pada diri siswa.

Beberapa alasan penggunaan metode tanya-jawab dalam proses belajar-

mengajar yaitu:

1. Membangkitkan/menimbulkan keingintahuan siswa terhadap isi permasalahan

yang sedang dibicarakan, sehingga mendorong minat siswa yang berpartisipasi

dalam proses belajar-mengajar

2. Membangkitkan, mendorong, menuntun, dan membimbing pemikiran yang

sistematis, kreatif, dan kritis pada diri siswa

��

3. Meningkatkan keterlibatan mental siswa, dengan menjawab pertanyaan, dalam

proses belajar-mengajar sehingga dapat terwujud cara belaajr siswa aktif

4. Memberikan kesempatan kepada siswa untuk mengekspresikan diri, sehingga

dapat memupuk dan mengembangkan kemampuan untuk menyatakan pendapat

dengan tepat

5. Memberikan kesempatan kepada para siswa menggunakan pengetahuan

sebelumnya untuk belajar sesuatu yang baru.

2.1.4.2 Tujuan Metode Tanya Jawab

Pemakaian metode tanya jawab dalam suatu proses belajar mengajar

bertujuan untuk:

1. Mengecek pemahaman para siswa sebagai dasar perbaikan proses belajar

mengajar

2. Membimbing usaha para siswa untuk memperoleh suatu keterampilan kognitif

maupun sosial

3. Memberikan rasa aman pada siswa, melalui pertanyaan kepada seseorang siswa

yang dapat dipastikan bisa menjawab pertanyaan

4. Mendorong siswa untuk melakukan penemuan (inquiri) dalam rangka

memperjelas suatu masalah

5. Membimbing dan mengarahkan jalannya diskusi kelas.

2.1.4.3 Keunggulan dan Kelemahan Metode Tanya Jawab

Suatu metode pembelajaran yang digunakan oleh guru dalam mengajar

sudah barang tentu mempunyai kelebihan dan kelemahan, begitu pun dengan

metode tanya jawab. Berikut keunggulan dan kelemahan metode tanya jawab:

Keunggulan:

1. Kelas lebih aktif karena siswa tidak sekedar mendengarkan saja

2. Memberi kesempatan kepada siswa untuk bertanya sehingga guru mengetahui

hal-hal yang belum dimengerti oleh para siswa

��

3. Guru dapat mengetahui sampai di mana penangkapan siswa terhadap segala

sesuatu yang diterangkan.

Kelemahannya:

1. Dengan tanya jawab kadang-kadang pembicara menyimpang dari pokok

persoalan bila dalam mengajukan pertanyaan, siswa menyinggung hal-hal lain

walaupun masih ada hubungannya dengan pokok yang dibicarakan. Dalam hal

ini sering tidak terkendalikan sehingga membuat persoalan baru

2. Mambutuhkan waktu lebih banyak.

2.2 Kajian Penelitian yang Relevan

Penerapan Metode Pembelajaran Kooperatif Model Cooperative Script

Terhadap Kemampuan Berpikir Kritis dan Ketuntasan Hasil Belajar Pada Siswa

Kelas VIII-A SMP Negeri 21 Malang (Admin).

Berdasarkan judul diatas dapat diketahui bahwa dalam peningkatan hasil

belajar dan kemampuan berpikir kritis Siswa Kelas VIII-A SMP Negeri 21

Malang dapat meningkat dikarenakan dalam pembelajaran menggunakan model

pembelajaran cooperative script. Penelitian tersebut dilakukan oleh Dia

Nurdiansah, dengan subjek penelitian berjumlah 47 siswa, terdiri atas laki-laki

berjumlah 23 siswa, sedangkan perempuan berjumlah 24 siswa. Pengumpulan

data dengan menggunakan lembar observasi, catatan lapangan dan soal tes.

Data dianalisis dengan melihat ketuntasan belajar siswa secara klasikal, dan

Kemampuan berpikir kritis dianalisis untuk mengetahui sejauh mana kemampuan

berpikir kritis siswa. Caranya dengan menganalisis jawaban dan penilaian

dilakukan dengan rubrik dan non-rubrik. Penilaian rubrik mempunyai rentangan

antara 0-4 sedangkan nonrubrik antara 0-10. Berdasarkan hasil penelitian diatas

disimpulkan bahwa model pembelajaran cooperative script dapat meningkatkan

hasil belajar siswa dan kemampuan berpikir kritis dalam pembelajaran

���

mendeskripsikan macam-macam kelainan penyakit yang berhubungan dengan

organ penyusun sistem ekskresi dan teknologi penanggulangannya pada sistem

ekskresi manusia. Hal ini terbukti dari adanya peningkatan tes hasil belajar siswa

rata-rata pada siklus 1 mencapai ketuntasan hasil belajar 51,11% dan hasil tes

kemampuan berpikir rata-rata 3,96 sedangkan hasil tes siklus 2 mencapai 100%

dan hasil tes kemampuan berpikir kritis 3,96. Ditinjau dari pencapaian ketuntasan

belajar siswa pada siklus 1 diperoleh 85% dan siklus 2 diperoleh 100%. Dengan

demikian, ketuntasan belajar siswa mengalami peningkatan dari siklus 1 ke siklus

2 sebesar 15%.

Maka dapat disimpulkan melalui pembelajaran cooperative script dapat

meningkatkan hasil belajar dan cara berpikir kritis siswa. Terbukti bahwa ada

peningkatan hasil belajar dan berpikir kritis siswa dalam pembelajaran.

Pengaruh Penerapan Model Pembelajaran Cooverative Script Pada

Pembelajaran Bahasa Indonesia Terhadap Peningkatan Hasil Belajar Siswa Kelas

IV SD Negeri Mangunsari 04 Salatiga Semester II Tahun 2010/2011

(Setyaningtyas).

Berdasarkan judul diatas dapat diketahui bahwa hasil belajar pada siswa

kelas IV SD Negeri Mangunsari 04 meningkat dikarenakan dalam pembelajaran

menerapkan model pembelajaran cooperative script. Penelitian tersebut dilakukan

oleh Setyaningsih dengan subjek penelitian berjumlah 38 siswa. Pengumpulan

data dengan menggunakan soal tes untuk mengetahui kemampuan siswa dan

lembar observasi digunakan untuk mengetahui tindakan guru dalam penerapan

pembelajaran cooperative script. Berdasarkan hasil penelitian diatas disimpulkan

bahwa model pembelajaran cooperative script dapat meningkatkan hasil belajar

siswa. Hal ini terbukti dari adanya peningkatan tes hasil belajar siswa, pada

kelompok eksperimen berjumlah 19 siswa nilai rata-rata posttes yaitu 80,52 dan

rata-rata nilai posttes untuk kelompok kontrol berjumlah 19 siswa yaitu 60,00.

Dengan demikian, hasil belajar siswa SD Negeri Mangunsari 04 yang berjumlah

19 siswa dengan menerapkan model pembelajaran cooperative script lebih tinggi

���

dibanding dengan hasil belajar kelompok kontrol (19 siswa). Maka dapat

disimpulkan bahwa melalui penerapan model pembelajaran cooperative script

dapat meningkatkan hasil belajr siswa.

2.3 Kerangka Berpikir

Kerangka berpikir merupakan model konseptual tentang bagaimana teori

berhubungan dengan berbagai faktor yang telah diidentifikasi sebagaimana

masalah yang penting.

Keberhasilan kegiatan pembelajaran sangat dipengaruhi oleh keefektifan

penggunaan model pembelajaran, penggunaan model pembelajaran yang baik

yaitu kesesuaian model yang akan digunakan dengan karakteristik materi yang

akan diajarkan dan karakteristik siswa. Tetapi pada kenyataannya proses

pembelajaran masih banyak yang cenderung berpusat pada guru dan sering

menjadikan siswa sebagai objek pasif yang dapat menyebabkan kurang efektifnya

kegiatan pembelajaran. Berdasarkan permasalahan tersebut, maka dibutuhkan

tindakan yang mampu mencari jalan keluarnya. Salah satu solusinya adalah

penggunaan model pembelajaran yang tepat, yaitu model yang mampu membuat

seluruh siswa terlibat dalam suasana pembelajaran, diantaranya menggunakan

model cooperative script.

Model pembelajaran cooperative script adalah model pembelajaran dimana

siswa bekerja berpasangan dan bergantian secara lisan mengikstisarkan bagian-

bagian dari materi yang dipelajari. Masalah yang dipecahkan bersama akan

disimpulkan bersama, peran guru hanya sebagai fasilitator yang mengarahkan

siswa untuk mencapai tujuan belajar. Dengan menggunakan model pembelajaran

cooperative script diharapkan dalam proses pembelajaran lebih efektif. Dan

model pembelajaran cooperative script disandingkan dengan metode tanya jawab,

dalam metode tanya jawab ini siswa dirangsang untuk aktif melakukan tanya

jawab dengan guru secara lisan mengenai materi yang dipelajari, dan dapat

� �

menghidupkan suasana belajar. Adapun kerangka berpikirnya dapat digambarkan

dalam skema berikut:

���

Pembelajaran

dengan

menggunakan

model

cooperative script

Postest

Pembelajaran

dengan

menggunakan

metode tanya

jawab

Kelompok

Eksperimen

Kelompok

Kontrol

Pretest

Pretest Postest

Hasil Belajar

(Pretest-postest)

Hasil Belajar

(Pretest-postest)

Hasil belajar

menggunakan

model

cooperative

script lebih tinggi

dibandingkan

hasil belajar

menggunakan

metode tanya

jawab, sehingga

model

cooperative

script efektif

digunakan dalam

pembelajaran

Gambar 2.1 Skema Kerangka Berpikir

���

Dalam penelitian ini, peneliti akan membandingkan antara kelas eksperimen

dengan menggunakan model cooperative script dan kelas kontrol menggunakan

metode tanya jawab. Dalam alat ukur yang digunakan diantara dua kelompok

tersebut adalah sama. Proses pembelajaran pertama dilakukan pada kelompok

eksperimen kemudian pada kelompok kontrol.

2.4 Hipotesis Penelitian

Dari kerangka berpikir diatas, maka dapat dirumuskan hipotesis dalam

penelitian sebagai berikut:

Model pembelajaran cooperative script efektif digunakan dalam

pembelajaran Pendidikan Kewarganegaraan kelas V di SD Negeri Mangunsari 07

Salatiga.