Upload
hakhue
View
222
Download
0
Embed Size (px)
Citation preview
�
�
�
�
BAB II
KAJIAN PUSTAKA
2.1 Kajian Teori
2.1.1 Pembelajaran Pendidikan Kewarganegaraan SD
Pendidikan Kewarganegaraan terbentuk dari dua kata yaitu “Pendidikan”
dan “Kewarganegaraan”. Pendidikan adalah usaha sadar untuk menolong peserta
didik agar mencapai kedewasaan baik dalam pengetahuan, sikap maupun
keterampilan. Kata kewarganegaraan dapat diartikan sebagai kedudukan resmi
seseorang dalam suatu negara dan kegiatan-kegiatan yang terkait erat dengan
fungsi-fungsi politik seperti pemberian suara, organisasi pemerintahan,
menduduki jabatan yang sah.
Dengan demikian Pendidikan kewarganegaraan dapat dipahami sebagai
usaha sadar untuk mengembangkan pengetahuan, sikap dan keterampilan peserta
didik agar dapat menjadi warganegara yang memahami, menyadari dan mampu
menggunakan hak serta menjalankan kewajiban kenegaraannya secara
bertanggung jawab.
Menurut Depdiknas (2006), Pendidikan Kewarganegaraan adalah mata
pelajaran yang memfokuskan pada pembentukan warga negara yang memahami
dan mampu melaksanakan hak-hak dan kewajibannya untuk menjadi warga
negara Indonesia yang cerdas, terampil, berkarakter yang diamanatkan oleh
Pancasila dan UUD NRI 1945. Lebih lanjut Somantri (2001) mengemukakan
bahwa:
PKn merupakan usaha untuk membekali peserta didik dengan pengetahuan
dan kemampuan dasar yang berkenaan dengan hubungan antar warga negara
dengan negara serta pendidikan pendahuluan bela negara agar menjadi warga
negara yang dapat diandalkan oleh bangsa dan negara.
��
�
�
�
Pendidikan PKn merupakan salah satu mata pelajaran yang penting bagi
kehidupan bangsa dan negara ini. PKn penting karena dapat digunakan untuk
membina generasi penerus bangsa/ anak-anak bangsa sehingga mereka sadar
terhadap hak dan kewajiban dalam hidup berbangsa agar dapat menjadi
warganegara yang dapat diandalkan senantiasa oleh negara. Demikian juga bagi
negara Indonesia pada masa lalu dan sekarang, PKn menjadi sarana untuk
menanamkan jalur formal ataupun nonformal (Rahardja, 2008).
Pendidikan Kewarganegaraan adalah sebagai wahana untuk
mengembangkan kemampuan, watak dan karakter warganegara yang demokratis
dan bertanggung jawab. Ada beberapa hal yang perlu diperhatikan dalam
pembelajaran PKn dalam rangka “nation and character building”.
Pertama : PKn merupakan bidang kajian kewarganegaraan yang ditopang
berbagai disiplin ilmu yang releven, yaitu: ilmu politik, hukum, sosiologi,
antropologi, psokoliogi dan disiplin ilmu lainnya yang digunakan sebagai
landasan untuk melakukan kajian-kajian terhadap proses pengembangan konsep,
nilai dan perilaku demokrasi warganegara.
Kedua : PKn mengembangkan daya nalar (state of mind) bagi para peserta
didik. Pengembangan karakter bangsa merupakan proses pengembangan
warganegara yang cerdas dan berdaya nalar tinggi. PKn memusatkan perhatiannya
pada pengembangan kecerdasan warga negara (civic intelegence) sebagai
landasan pengembangan nilai dan perilaku demokrasi.
Ketiga: PKn sebagai suatu proses pencerdasan, maka pendekatan
pembelajaran yang digunakan adalah yang lebih inspiratif dan partisipatif dengan
menekankan pelatihan penggunaan logika dan penalaran. Untuk menfasilitasi
pembelajaran PKn yang efektif dikembangkan bahan pembelajaran yang interaktif
yang dikemas dalam berbagai paket seperti bahan belajar tercetak, terekam,
tersiar, elektronik, dan bahan belajar yang digali dari ligkungan masyarakat
sebagai pengalaman langsung (hand of experience).
��
�
�
�
Dari berbagai pendapat mengenai teori PKn yang dikemukakan oleh
beberapa ahli diatas, maka dapat disimpulkan bahwa PKn adalah materi
pembelajaran yang didalamnya mencakup aspek pengetahuan kewarganegaraan,
aspek keterampilan kewarganegaraan, dan aspek watak atau karakter
kewarganegaraan, serta dapat digunakan untuk membentuk peserta didik menjadi
warga negara yang baik.
2.1.1.1 Tujuan Pendidikan Kewarganegaraan SD Secara umum tujuan Pendidikan Kewarganegaraan adalah untuk
menumbuhkan wawasan dan kesadaran bernegara, serta membentuk sikap dan
perilaku cinta tanah air yang bersendikan kebudayaan dan filsafat bangsa
pancasila.
Sedangkan tujuan mata pelajaran PKn menurut Mulyasa (2007) adalah
untuk menjadikan siswa:
1) Mampu berpikir secara kritis, rasional, dan kreatif dalam menanggapi
persoalan hidup maupun isu kewarganegaraan di negaranya
2) Mau berpartisipasi dalam segala bidang kegiatan, secara aktif dan bertanggung
jawab, sehingga bisa bertindak secara cerdas dalam semua kegiatan
3) Bisa berkembang secara positif dan demokratis, sehingga mampu hidup
bersama dengan bangsa lain di dunia dan mampu berinteraksi, serta mampu
memanfaatkan teknologi informasi dan komunikasi dengan baik.
Berdasarkan uraian diatas, dapat disimpulkan bahwa tujuan PKn di SD
adalah untuk menjadikan warganegara yang baik, yaitu warganegara yang tahu,
mau, dan sadar akan hak dan kewajibannya. Dengan demikian, diharapkan kelak
dapat menjadi bangsa yang terampil dan cerdas, dan bersikap baik sehingga
mampu mengikuti kemajuan teknologi modern.
Berdasarkan tujuan tersebut diatas ruang lingkup PKn secara umum
meliputi aspek-aspek sebagai berikut: 1). Persatuan dan Kesatuan, 2) Norma
�
�
�
�
Hukum dan Persatuan, 3) HAM, 4) Kebutuhan Warga Negara, 5) Konstiusi, 6)
kekuasaan Politik, 7) Kedudukan Pancasila, dan 8) Globalisasi.
2.1.2 Hasil Belajar
2.1.2.1 Pengertian Belajar
Belajar umumnya diartikan sebagai proses perubahan perilaku seseorang
setelah mempelajari suatu objek (pengetahuan, sikap, atau keterampilan) tertentu.
Perubahan perilaku tersebut tampak dalam penguasaan siswa pada pola-pola
tanggapan (respons) baru terhadap lingkungannya yang berupa keterampilan
(skill), kebiasaan (habit), sikap atau pendirian (attiude), kemampuan (ability),
pengetahuan (knowledge), pemahaman (understanding), emosi (emosional),
apresiasi (appreciation), jasmani dan etika atau budi pekerti, serta hubungan
sosial. Sedangkan menurut Galloway yang menyatakan bahwa belajar sebagai
suatu perubahan seseorang yang relatif cenderung tetap sebagai akibat adanya
penguatan (reinforcement).
Dari dua pandangan diatas, terungkap bahwa belajar adalah pemerolehan
pengalaman baru seseorang dalam bentuk perubahan perilaku yang relatif
menetap, sebagai akibat adanya proses dalam bentuk interaksi belajar terhadap
suatu objek (pengetahuan), atau melalui suatu penguatan (reinforcement), atau
melalui suatu objek yang ada dalam lingkungan belajar. Belajar menunjukkan
suatu proses perubahan perilaku atau pribadi seseorang berdasarkan praktik atau
pengalaman tertentu
Menurut pengertian secara psikologis, belajar merupakan suatu proses
perubahan yaitu perubahan tingkah laku sebagai hasil dari interaksi dengan
lingkungannya dalam memenuhi kebutuhan hidupnya (Slameto, 2010: 2).
Belajar ialah suatu proses usaha yang dilakukan seseorang untuk
memperoleh suatu perubahan tingkah laku yang baru secara keseluruhan, sebagai
hasil pengalamannya sendiri dalam interaksi dengan lingkungannya.
���
�
�
�
Menurut Gagne (Slameto, 2010: 13), memberikan dua definisi mengenai
belajar yaitu (1) belajar ialah suatu proses untuk memperoleh motivasi dalam
pengetahuan, keterampilan, kebiasaan, dan tingkah laku, (2) belajar adalah
penguasaan pengetahuan atau keterampilan yang diperoleh dari instruksi.
Belajar adalah suatu aktivitas atau suatu proses untuk memperoleh
pengetahuan, meningkatkan keterampilan, memperbaiki perilaku, sikap, dan
mengkokohkan kepribadian.
Menurut Illeris, 2000 dan Ormorod (Suyono, 2011: 14), seperti yang dikutip
Wikipedia menyatakan bahwa belajar adalah suatu proses yang membawa
bersama-sama pengaruh dan pengalaman kognitif, emosional, dan lingkungan
untuk memperoleh, meningkatkan atau membuat perubahan di dalam
pengetahuan, keterampilan, nilai-nilai dan cara pandang (world views) dari
seseorang.
2.1.2.2 Pengertian Hasil Belajar
Hasil belajar adalah kemampuan-kemampuan yang dimiliki siswa setelah ia
menerima pengalaman belajarnya (Sudjana, 2010: 22). Individu yang belajar akan
memperoleh hasil dari apa yang telah dipelajari selama proses belajar itu. Hasil
belajar yaitu suatu perubahan yang terjadi pada individu yang belajar, bukan
hanya perubahan mengenai pengetahuan, tetapi juga untuk membentuk
kecakapan, kebiasaan, pengertian, penguasaan, dan penghargaan dalam diri
seseorang yang belajar.
Hasil belajar merupakan tingkat perkembangan mental yang lebih baik
dengan melakukan usaha secara maksimal yang dilakukan oleh seseorang setelah
melakukan usaha-usaha belajar. Hasil belajar biasanya dinyatakan dalam bentuk
nilai. Setelah mengkaji pengertian hasil belajar dapat disimpulkan bahwa hasil
belajar adalah kemampuan yang dimiliki siswa setelah menerima pengalaman
belajarnya. Hasil belajar mempunyai peranan penting dalam proses pembelajaran.
���
�
�
�
Sudjana, (2010: 22) mengemukakan bahwa hasil belajar adalah
kemampuan-kemampuan yang dimiliki siswa setelah ia menerima pengalaman
belajarnya. Dalam sistem pendidikan nasional rumusan tujuan pendidikan, baik
tujuan kurikuler maupun tujuan instruksional, menggunakan klasifikasi hasil
belajar dari Benyamin Bloom yang secara garis besar membaginya menjadi tiga
ranah, yaitu:
a) Ranah kognitif
Ranah kognitif merupakan hasil belajar yang berhubungan dengan
kemampuan intelektual. Ranah kognitif meliputi enam aspek, yakni:
1. Pengetahuan
Pengetahuan dimaksudkan sebagai terjemahan dari kata knowledge dalam
taksonomin Bloom. Sekalipun demikian, maknanya tidak sepenuhnya tepat sebab
dalam istilah tersebut termasuk pula pengetahuan faktual di samping pengetahuan
hafalan atau untuk diingat. Tipe hasil belajar pengetahuan termasuk kognitif
tingkat rendah yang paling rendah. Namun, tipe hasil belajar ini menjadi prasyarat
bagi tipe hasil belajar berikutnya. Hafal menjadi prasyarat bagi pemahaman.
2. Pemahaman
Tipe hasil belajar yang lebih tinggi daripada pengetahuan adalah
pemahaman. Misalnya menjelaskan dengan susunan kalimatnya sendiri sesuatu
yang dibaca atau didengarnya, memberi contoh lain dari yang telah dicontohkan,
atau menggunakan petunjuk penerapan pada kasus lain. Dalam taksonomi Bloom,
kesanggupan memahami setingkat lebih tinggi dari pada pengetahuan.
3. Aplikasi
Aplikasi adalah penggunaan abstraksi pada situasi kongkret atau situasi
khusus. Abstraksi tersebut berupa ide, teori, atau petunjuk teknis. Menerapkan
abstraksi kedalam situasi baru disebut aplikasi. Mengulang-ulang menerapkannya
pada situasi lama akan beralih menjadi pengetahuan hafalan atau keterampilan.
���
�
�
�
4. Analisis
Analisis adalah usaha memilih suatu integritas menjadi unsur-unsur atau
bagian-bagian sehingga jelas susunannya. Analisis merupakan kecakapan yang
kompleks, yang memanfaatkan kecakapan dari ketiga tipe sebelumnya.
5. Sintesis
Sintesis adalah penyatuan unsur-unsur atau bagian-bagian kedalam bentuk
penyeluruhan. Berpikir berdasar pengetahuan hafalan, pemahaman, aplikasi, dan
analisis dapat dipandang sebagai berfikir konsvergen yang satu tingkat lebih
rendah daripada berpikir devergen. Berfikir sintesis merupakan salah satu terminal
untuk menjadikan orang lebih kreatif.
6. Evaluasi
Evaluasi adalah pemberian keputusan tentang nilai sesuatu yang mungkin
dilihat dari segi tujuan, gagasan, cara bekerja, pemecahan, dan metode.
b) Ranah afektif
Ranah afektif berkenaan dengan sikap dan nilai. Beberapa ahli mengatakan
bahwa sikap seseorang dapat diramalkan perubahannya bila, bila seseorang telah
memiliki penguasaan kognitif tingkat tinggi. Penilaian hasil belajar afektif kurang
mendapat perhatian dari guru.
Ada beberapa jenis kategori ranah afektif sebagai hasil belajar. Kategorinya
dimulai dari tingkat yang dasar sampai tingkat yang kompleks, yaitu:
reciving/attending (kesepakatn dalam menerima rangsangan), responding atau
jawaban, valuing (jawaban), organisasi, dan karakteristik.
c) Ranah psikomotorik
Hasil belajar psikomotorik tampak dalam bentuk keterampilan (skill) dan
kemampuan bertindak individu. Tipe hasil belajar psikomotorik berkenaan dengan
keterampilan atau kemampuan bertindak setelah ia menerima pengalaman belajar
tertentu.
���
�
�
�
2.1.2.3 Faktor yang Mempengaruhi Hasil Belajar
Pencapaian tujuan belajar perlu diciptakan adanya sistem lingkungan belajar
yang kondusif, hal ini akan berkaitan dengan faktor dari luar siswa.
Menurut Slameto (2010: 54) menyatakan bahwa faktor-faktor yang
mempengaruhi hasil belajar digolongkan menjadi dua. Dua faktor tersebut akan
dijelaskan dengan penjelasan sebagai berikut:
a) Faktor-faktor internal
Faktor intern adalah faktor yang berasal dari diri siswa. Faktor interen ini
terbagi menjadi tiga faktor yaitu: faktor jasmaniah, faktor psikologis dan faktor
kelelahan.
�� Faktor jasmaniah
Pertama adalah faktor kesehatan. Sehat berarti dalam keadaan baik segenap
badan beseta bagian-bagiannya atau bebas dari penyakit. Kesehatan seseorang
sangat berpengaruh terhadap hasil belajar siswa. Proses belajar akan terganggu
jika kesehatan seseorang terganggu, selain itu ia akan cepat lelah, kurang
bersemangat, mudah pusing, mengantuk jika badannya lemah, kurang darah
ataupun ada gangguan fungsi alat indera serta tubuhnya.
Kedua adalah cacat tubuh. Cacat tubuh adalah sesuatu yang menyebabkan
kurang baik atau kurang sempurna mengenai tubuh. Cacat ini dapat berupa: buta,
tuli, patah kaki, patah tangan, lumpuh dan lain-lain. Jika ini terjadi maka belajar
akan terganggu, hendaknya apabila cacat ia disekolahkan di sekolah khusus atau
diusahakan alat bantu agar dapat mengurangi pengaruh kecatatan itu.
�� Faktor psikologis
Sekurangnya ada tujuh faktor yang tergolong ke dalam faktor psikologis
yang mempengaruhi belajar. Faktor-faktor itu adalah: pertama inteligensi yaitu
kecakapan untuk menghadapi dan menyesuaikan ke dalam situasi yang baru
dengan cepat dan efektif, menggunakan konsep-konsep yang abstrak secara
efektif, mengetahui relasi dan mempelajarinya dengan cepat. Kedua perhatian
yaitu keaktifan jiwa yang dipertinggi, jiwa itupun semata-mata tertuju kepada
���
�
�
�
suatu objek atau sekumpulan objek. Ketiga minat adalah kecenderungan yang
tetap untuk memperhatikan dan mengenang beberapa kegiatan. keempat bakat
yaitu kemampuan untuk belajar. Kemampuan ini akan baru terealisasi menjadi
kecakapan nyata sesudah belajar atau berlatih. Kelima motif harus diperhatikan
agar dapat belajar dengan baik harus memiliki motif atau dorongan untuk berfikir
dan memusatkan perhatian saat belajar. Keenam kematangan adalah suatu tingkat
pertumbuhan seseorang. Ketujuh kesiapan adalah kesediaan untuk memberi
renspon atau bereaksi. Dari faktor-faktor tersebut sangat jelas mempengaruhi
belajar, dan apabila belajar terganggu maka hasil belajar tidak akan baik.
�� Faktor kelelahan
Kelelahan seseorang walaupun sulit untuk dipisahkan tetapi dapat dibedakan
menjadi dua macam yaitu: kelelahan jasmani dan kelelahan rohani (bersifat
praktis).
Kelelahan jasmani terlihat dengan lemah lunglainya tubuh dan timbul untuk
membaringkan tubuh. Kelelahan jasmani terjadi karena kekacauan substansi sisa
pembakaran di dalam tubuh. Sehingga darah tidak lancar pada bagian-bagian
tertentu.
Kelelahan rohani dapat dilihat dengan adanya kelesuan dan kebosanan,
sehingga minat untuk menghasilkan sesuatu hilang. Kelelahan ini sangat terasa
pada bagian kepala sehingga sulit untuk berkonsentrasi, seolah-olah otak
kehabisan daya untuk bekerja. Kelelahan rohani dapat terjadi terus-menerus
karena memikirkan masalah yang dianggap berat tanpa istirahat, menghadapi
suatu hal yang selalu sama atau tanpa ada variasi dalam mengerjakan sesuatu
karena terpaksa dan tidak sesuai dengan bakat, minat dan perhatiannya.
b) Faktor eksternal
Faktor eksten adalah faktor yang berasal dari luar siswa. Faktor ini meliputi:
faktor keluarga, faktor sekolah, dan faktor masyarakat yaitu dengan penjelasan
sebagai berikut:
��
�
�
�
�� Faktor keluarga
Siswa yang belajar akan menerima pengaruh dari keluarga berupa: cara
orang tua mendidik, relasi antara anggota keluarga, suasana rumah tangga dan
keadaan ekonomi keluarga. Sebagian waktu seorang siswa berada di rumah. Oleh
karena itu, keluarga merupakan salah satu yang berperan pada hasil belajar. Oleh
sebab itu orang tua harus mendorong, memberi semangat, membimbing, memberi
teladan yang baik, menjalin hubungan yang baik, memberikan suasana yang
mendukung belajar, dan dukungan material yang cukup.
�� Faktor sekolah
Faktor sekolah yang mempengaruhi belajar ini mencakup metode mengajar,
kurikulum, relasi guru dengan siswa, relasi siswa dengan siswa, disiplin sekolah,
pelajaran dan waktu sekolah, standar pelajaran, keadaan gedung, metode belajar,
dan tugas rumah. Sekolah adalah lingkungan kedua yang berperan besar memberi
pengaruh pada hasil belajar siswa. Sekolah harus menciptakan suasana yang
kondusif bagi pembelajaran, hubungan dan komunikasi perorang di sekolah
berjalan baik, kurikulum yang sesuai, kedisiplinan sekolah, gedung yang nyaman,
metode pembelajaran aktif-interaktif, pemberian tugas rumah, dan sarana
penunjang cukup memadai seperti perpustakaan sekolah dan sarana yang lainnya.
�� Faktor masyarakat
Masyarakat merupakan faktor ekstern yang juga berpengaruh terhadap hasil
belajar siswa. Pengaruh ini karena keberadaan siswa dalam masyarakat. Faktor
yang mempengaruhi hasil belajar siswa ini meliputi: pertama kegiatan siswa
dalam mayarakat yaitu misalnya siswa ikut dalam organisasi masyarakat,
kegiatan-kegiatan sosial, keagamaan dan lain-lain, belajar akan terganggu, lebih-
lebih jika tidak bijaksana dalam mengatur waktunya. Kedua multimedia misalnya:
TV, radio, bioskop, surat kabar, buku-buku, komik dan lain-lain. Semua itu ada
dan beredar di masyarakat. Ketiga teman bergaul, Keempat bentuk kehidupan
masyarakat. Kehidupan masyarakat di sekitar siswa juga berpengaruh pada hasil
belajar siswa.
��
�
�
�
2.1.3 Model Pembelajaran Kooperatif
2.1.3.1 Model Pembelajaran
Menurut Joyce (Trianto, 2007), menyatakan bahwa model pembelajaran
adalah suatu perencanaan atau suatu pola yang digunakan sebagai pedoman dalam
merencanakan pembelajaran dalam tutorial dan untuk menentukan perangkat
pembelajaran termasuk didalamnya buku-buku, film, komputer, kurikulum, dan
lain-lain Selanjutnya, Joyce menyatakan bahwa setiap model pembelajaran
mengarahkan kita ke dalam mendesain pembelajaran untuk membantu peserta
didik sedemikian rupa sehingga tujuan pembelaajran tercapai.
2.1.3.2 Pembelajaran Kooperatif
Sunal dan Hans, 2000 (Isjoni, 2009: 15) mengemukakan bahwa
pembelajaran kooperatif merupakan suatu cara pendekatan atau serangkaian
strategi yang khusus dirancang untuk memberi dorongan kepada peserta didik
agar bekerja sama selama proses pembelajaran.
Sedangkan menurut Anita Lie, 2000 (Isjoni, 2009: 23) menyebutkan
pembelajaran kooperatif dengan istilah pembelajaran gotong-royong, yaitu sistem
pembelajaran yang memberi kesempatan kepada peserta didik untuk bekerjasama
dengan siswa lain dalam tugas-tugas yang terstruktur.
Menurut Davidson dan Warsham, 2003 (Isjoni 2009: 27), pembelajaran
kooperatif adalah kegiatan belajar mengajar secara kelompok-kelompok kecil,
siswa belajar dan bekerja sama untuk sampai kepada pengalaman belajar yang
berkelompok pengalaman individu maupun pengalaman kelompok.
Menurut Roger dan Johnson (Lie, 2002) Ada 5 komponen dasar
pembelajaran kooperatif yang efisien yaitu:
a) Saling ketergantungan positif.
Keberhasilan kelompok sangat bergantung usaha tiap anggotanya. Dengan
demikian siswa harus merasa bahwa mereka saling bergantung secara positif
dalam kelompok.
���
�
�
�
b) Tanggung jawab perseorangan.
Setiap anggota kelompok bertanggung jawab untuk mempelajari materi dan
bertanggungjawab terhadap hasil belajar kelompok.
c) Interaksi tatap muka.
Hasil belajar yang terbaik dapat diperoleh dengan cara adanya komunikasi
verbal antar siswa yang didukung oleh saling ketergantungan positif. Siswa
harus saling berhadapan dan saling membantu dalam pencapaian tujuan belajar.
d) Komunikasi antar anggota.
Keterampilan sosial sangatlah penting dalam belajar kooperatif dan harus
diajarkan kepada siswa. Keberhasilan tiap kelompok bergantung pada
keaktifan tiap anggota mengutarakan pendapatnya.
e) Evaluasi proses kelompok.
Siswa memproses keefektifan kelompok belajar mereka dengan cara
menjelaskan tindakan mana yang bermanfaat dan mana yang tidak, serta
membuat keputusan terhadap tindakan yang bisa dilanjutkan atau yang perlu
diubah.
2.1.3.3 Ciri-ciri Pembelajaran Kooperatif
Isjoni (2009: 27), beberapa ciri-ciri pembelajaran kooperatif yaitu: a) setiap
anggota memiliki peran, b) terjadi hubungan interaksi langsung di antara siswa, c)
setiap anggota kelompok bertanggung jawab atas belajarnya dan juga teman-
teman sekelompoknya, d) guru membantu mengembangkan keterampilan-
keterampilan interpersonal kelompok, dan e) guru hanya berinteraksi dengan
kelompok saat diperlukan.
Adapun unsur-unsur dalam pembelajaran kooperatif menurut Lundgren
(Pujiwati, 2003) adalah:
a. Siswa mempunyai persepsi bahwa ”mereka tenggelam dan berenang bersama-
sama”.
���
�
�
�
b. Siswa mempunyai tanggung jawab terhadap siswa lain dalam kelompoknnya
disamping tanggungjawab terhadap diri sendiri dalam mempelajari materi
pelajaran.
c. Mempunyai tujuan yang sama.
d. Siswa harus berbagi tugas dan tanggung jawab secara merata antar anggota.
e. Siswa akan diberi evaluasi atau penghargaan yang berlaku sama terhadap
semua anggota
f. Siswa berbagi kepemimpinan disamping belajar
g. Siswa akan mempertanggungjawabkan materi secara individu.
2.1.3.4 Landasan Pemikiran Model Cooperative Script
Model pembelajaran Cooperative Script adalah model belajar dimana siswa
bekerja berpasangan dan bergantian secara lisan mengikhtisarkan, bagian-bagian
dari materi yang dipelajari. Dalam belajar cooperative script siswa belajar
bersama sebagai suatu tim dalam menyelesaikan tugas-tugas kelompok untuk
mencapai tujuan bersama. Jadi, setiap anggota kelompok memiliki tanggung
jawab yang sama untuk keberhasilan kelompoknya. Pembelajaran cooperative
script bernaung pada pendekatan konstruktivisme.
Menurut Soedjadi (1999) pendekatan konstruktivisme dalam pembelajaran
adalah pendekatan dimana siswa individual menemukan dan mentransformasikan
informasi yang kompleks, memeriksa dengan aturan yang ada dan merevisinya
jika perlu. Sedangkan menurut Saefudin (2008), pendekatan konstruktivisme
adalah pendekatan pembelajaran yang mengajak siswa untuk berpikir dan
mengkonstruksi dalam memecahkan suatu permasalahan secara bersama-sama
sehingga didapatkan suatu penyelesaian yang akurat. Pembelajaran ini muncul
dari konsep bahwa siswa akan lebih mudah menemukan dan memahami konsep
yang sulit jika mereka saling berdiskusi dengan temannya. Siswa secara rutin
bekerja dalam kelompok untuk saling membantu memecahkan masalah-masalah
� �
�
�
�
yang kompleks. Jadi, hakikat sosial dan penggunaan kelompok sejawat menjadi
aspek utama dalam pembelajaran cooperative script.
Dalam pembelajaran cooperative script mengandung arti sebagai suatu
sikap membantu antara sesama dalam struktur kerjasama yang teratur dalam
kelompok yang terdiri dari dua orang siswa yang sederajat tetapi heterogen,
kemampuan, jenis kelamin, suku/ras, dan satu sama lain saling membantu.
Tujuan dibentuknya kelompok tersebut adalah untuk memberikan
kesempatan kepada semua siswa untuk dapat terlibat secara aktif dalam proses
berpikir dan kegiatan belajar. Selama bekerja dalam kelompok, tugas anggota
kelompok adalah mencapai ketuntasan materi yang disajikan oleh guru, dan saling
membantu teman sekelompoknya untuk mencapai ketuntasan belajar.
2.1.3.5 Pengertian Model Pembelajaran Cooperative Script
Seperti telah dijelaskan diatas, dalam pembelajaran cooperative script siswa
yang berperan aktif dan terjadi interaksi dominan siswa dengan siswa dalam
kegiatan pembelajaran ini guru berperan sebagai fasilitator yang mengarahkan
siswa untuk mencapai tujuan pembelajaran, mengontrol selama pembelajaran
berlangsung dan mengarahkan siswa jika mengalami kesulitan.
Menurut Danserau (Hadi, 2007) mengemukakan bahwa pembelajaran
cooperative script merupakan salah satu bentuk atau model pembelajaran
kooperatif, dalam perkembangannya telah melahirkan beberapa pengertian dan
bentuk yang sedikit berbeda satu dengan yang lainnya. Beberapa pengertian
pembelajaran cooperative script adalah skenario pembelajaran kooperatif.
Menurut Schank dan Abelson (Hadi, 2007) pembelajaran cooperative script
adalah pembelajaran yang mengatur interaksi siswa seperti ilustrasi kehidupan
sosial siswa dengan lingkungannya sebagai individu, dalam keluarga, kelompok
masyarakat, dan masyarakat yang lebih luas. Pembelajaran cooperative script
adalah kontrak belajar yang eksplisit antara guru dengan siswa dan siswa dengan
siswa mengenai cara berkolaborasi.
���
�
�
�
Pada pembelajaran cooperative script terjadi kesepakatan antara siswa
tentang aturan-aturan dalam berkolaborasi. Masalah yang dipecahkan bersama
akan disimpulkan bersama. Peran guru hanya sebagai fasilitator yang
mengarahkan siswa untuk mencapai tujuan belajar. Pada interaksi siswa terjadi
kesepakatan, diskusi, menyampaikan pendapat dari ide-ide pokok materi, saling
mengingatkan dari kesalahan konsep yang disimpulkan, membuat kesimpulan
bersama. Interaksi belajar yang terjadi benar-benar interaksi dominan siswa
dengan siswa. Dalam aktivitas siswa selama pembelajaran cooperative script
benar-benar memberdayakan potensi siswa untuk mengaktualisasikan
pengetahuan dan keterampilannya, jadi benar-benar sangat sesuai dengan
pendekatan konstruktivis yang dikembangkan saat ini.
Brousseau (Hadi, 2007) menyatakan bahwa model pembelajaran
cooperative script adalah secara tidak langsung terdapat kontrak belajar antara
guru dengan siswa dan siswa dengan siswa mengenai cara berkolaborasi.
Berdasarkan pengertian-pengertian yang diungkapkan diatas, antara satu dengan
yang lainnya memiliki maksud yang sama yaitu terjadi suatu kesepakatan antara
siswa dengan guru dan siswa dengan siswa untuk berkolaborasi memecahkan
suatu masalah dalam pembelajaran dengan cara-cara yang kolaboratif seperti
halnya menyelesaikan masalah yang terjadi dalam kehidupan sosial siswa.
Dari uraian diatas dapat disimpulkan bahwa model pembelajaran
cooperative script adalah model pembelajaran berpijak pada faham
konstruktivisme pada pembelajaran cooperative script terjadi kesepakatan antara
siswa tentang aturan-aturan dalam berkolaborasi, masalah dipecahkan bersama
untuk kemudian disimpulkan bersama. Sedangkan kesepakatan antara guru dan
siswa yaitu peran guru sebagai fasilitator yang mengarahkan siswa untuk
mencapai tujuan belajar. Dalam aktivitas siswa selama pembelajaran cooperative
script benar-benar memberdayakan potensi siswa untuk mengaktualisasikan
pengetahuan dan keterampilannya.
���
�
�
�
2.1.3.6 Manfaat Model Pembelajaran Cooperative Script
Pembelajaran cooperative script memotivasi siswa memperoleh sesuatu
yang lebih dari aktivitas kooperatif lain yang diberikan penjelasan secara rinci.
Menurut Spurlin (Hadi, 2007) menyatakan bahwa, cooperative script dapat
mendorong siswa untuk mendapatkan kesempatan mempelajari bagian lain dari
materi yang tidak dipelajarinya.
Berdasarkan manfaat model pembelajaran cooperative script yang
diungkapkan para ahli tersebut, dapat dijelaskan hal-hal yang berkaitan dengan
manfaat pembelajaran cooperative script, yaitu:
1. Dapat meningkatkan keefektifan pelaksanaan pembelajaran, dalam hal ini
bahwa materi yang terlalu luas cakupannya dapat dibagikan kepada siswa
untuk mempelajarinya melalui kegiatan diskusi, membuat rangkuman,
menganalisis materi baik yang berupa konsep maupun aplikasinya
2. Dapat memperluas cakupan perolehan materi pelajaran, karena siswa akan
mendapatkan transfer informasi pengetahuan dari pasangannya untuk materi
yang tidak di pelajarinya di kelas
3. Dapat melatih keterampilan berfikir siswa, melalui kegiatan yang dirancang
pada cooperative script siswa akan dituntut untuk dapat menyelesaikan semua
kegiatan dengan upaya efektif agar dapat menyelesaikan semua kegiatan
dengan waktu yang telah disediakan.
2.1.3.7 Langkah-langkah Pembelajaran Cooperative Script
Abdul Rahman Saleh (2010) menjelaskan bahwa langkah-langkah dalam
pembelajaran cooperative script sebagai berikut:
1. Guru membagi siswa untuk berpasangan
2. Guru membagikan wacana/materi kepada masing-masing siswa untuk dibaca
dan membuat ringkasan
3. Guru dan siswa menetapkan siapa yang pertama berperan sebagai pembicara
dan siapa yang berperan sebagai pendengar
���
�
�
�
4. Pembicara membacakan ringkasannya selengkap mungkin, dengan
memasukkan ide-ide pokok dalam ringkasannya.
Sementara pendengar:
1) Menyimak/mengoreksi/menunjukkan ide-ide pokok yang kurang lengkap
2) Membuat mengingat/menghafal ide-ide pokok dengan menghubungkan
materi sebelumnya atau materi lainnya.
5. Bertukar peran, semula sebagai pembicara ditukar menjadi pendengar dan
sebaliknya. Serta lakukan seperti diatas.
6. Guru bersama siswa membuat kesimpulan
7. Penutup (evaluasi dan refleksi): Pada tahap penutup, guru memberikan soal
evaluasi secara individu dan melakukan refleksi terhadap pelajaran yang baru
dipelajari. Pada tahap kegiatan refleksi ini dijadikan sebagai media untuk
merefleksi pada kegiatan pembelajaran yang telah dilakukan. Refleksi ini
merupakan suatu cara untuk belajar, menghindari kesalahan diwaktu yang akan
datang dan untuk meningkatkan prestasi belajar serta kinerja peneliti.
Kelebihan model Cooperative Script:
1) Melatih pendengaran, ketelitian / kecermatan.
2) Setiap siswa mendapat peran dalam diskusi, setiap siswa mendapatkan
kesempatan untuk mengungkapkan ide atau pendapatnya.
3) Melatih siswa mengevaluasi hasil diskusi untuk diselesaikan bersama.
Kekurangan model cooperative script:
1) Hanya digunakan untuk mata pelajaran tertentu
2) Membutuhkan waktu yang relatif lama.
2.1.3.8 Penerapan Model Pembelajaran Cooperative Script
Beberapa tahap dalam pelaksanaan pembelajaran PKn dengan menggunakan
model pembelajaran cooperative script yaitu:
1) Tahap pendahuluan (kegiatan awal)
���
�
�
�
Pada tahap ini guru membangkitkan minat siswa, dengan mengajak siswa
melakukan tanya jawab yang berkaitan dengan pengambilan keputusan yang
sering dilakukan dalam kehidupan sehari-hari. Kemudian menjelaskan tujuan
pembelajaran yang akan dicapai, dan menjelaskan kegiatan-kegiatan yang akan
dilakukan selama proses pembelajaran.
2) Tahap penyampaian (kegiatan inti)
Pada tahap ini guru membagikan siswa dalam kelompok berpasangan,
menjelaskan langkah-langkah yang akan dilakukan dalam kerja berpasangan,
kemudian membagikan materi tiap siswa untuk dibaca dan membuat ringkasan.
Kemudian guru dan siswa menetapkan siapa yang pertama berperan sebagai
pembicara dan siapa yang berperan sebagai pendengar. Pembicara
membacakan ringkasannya selengkap mungkin, dengan memasukkan hal-hal
pokok yang termuat dalam ringkasannya. Sementara siswa yang sebagai
pendengar menyimak/mengoreksi/menunjukkan hal-hal pokok yang kurang
lengkap kemudian membantu mengingat/menghafal hal-hal pokok yang kurang
lengkap. Selanjutnya bertukar peran, semula sebagai pembicara ditukar
menjadi pendengar dan sebaliknya. melakukan seperti diatas. Kemudian siswa
bersama-sama dengan guru menyimpulkan hasil pembelajaran yang telah
dipelajari.
3) Tahap panampilan hasil, kesimpulan dan refleksi (kegiatan akhir)
Pada tahap terakhir, siswa diberi kesempatan untuk bertanya mengenai materi
yang belum jelas, membuat kesimpulan pembelajaran, guru memberikan soal
latihan/evaluasi secara individu dan melakukan refleksi terhadap pelajaran
yang baru dipelajari. Dalam kegiatan refleksi ini dijadikan media untuk
merefleksi pada kegiatan pembelajaran yang telah dilakukan. Refleksi ini
merupakan suatu cara untuk belajar, menghindari kesalahan di waktu yang
akan datang.
���
�
�
�
2.1.3.9 Pembelajaran Cooperative Script Dalam PKn SD
Seperti telah dijelaskan diatas bahwa model pembelajaran cooerative script
merupakan sebuah kelompok pengajaran yang melibatkan siswa bekerja secara
berkolaborasi untuk mencapai tujuan bersama. Dalam hal ini belajar bekerjasama
dalam kelompok kecil sangatlah membantu dalam menyelesaikan permasalahan
yang didapat selama proses pembelajaran, dalam belajar bersama siswa dapat
bersosialisasi dengan tim kerjanya, saling mendorong dan saling memotivasi antar
siswa untuk mencapai tujuan pembelajaran.
2.1.4 Metode Pembelajaran Tanya Jawab
2.1.4.1 Pengertian Metode Pembelajaran Tanya Jawab
Metode pembelajaran tanya jawab adalah penyampaian pesan pengajaran
dengan cara mengajukan pertanyaan-pertanyaan dan siswa memberikan jawaban
atau sebaliknya siswa diberi kesempatan bertanya dan guru menjawab pertanyaan-
pertanyaan. Metode ini memungkinkan terjadinya komunukasi langsung antara
guru dan siswa, bisa dalam bentuk guru bertanya dan siswa menjawab atau
sebaliknya.
Metode tanya jawab dapat juga diartikan sebagai format interaksi antara
guru-siswa melalui kegiatan bertanya yang dilakukan oleh guru untuk
mendapatkan respons lisan dari siswa, sehingga dapat menumbuhkan pengetahuan
baru pada diri siswa.
Beberapa alasan penggunaan metode tanya-jawab dalam proses belajar-
mengajar yaitu:
1. Membangkitkan/menimbulkan keingintahuan siswa terhadap isi permasalahan
yang sedang dibicarakan, sehingga mendorong minat siswa yang berpartisipasi
dalam proses belajar-mengajar
2. Membangkitkan, mendorong, menuntun, dan membimbing pemikiran yang
sistematis, kreatif, dan kritis pada diri siswa
��
�
�
�
3. Meningkatkan keterlibatan mental siswa, dengan menjawab pertanyaan, dalam
proses belajar-mengajar sehingga dapat terwujud cara belaajr siswa aktif
4. Memberikan kesempatan kepada siswa untuk mengekspresikan diri, sehingga
dapat memupuk dan mengembangkan kemampuan untuk menyatakan pendapat
dengan tepat
5. Memberikan kesempatan kepada para siswa menggunakan pengetahuan
sebelumnya untuk belajar sesuatu yang baru.
2.1.4.2 Tujuan Metode Tanya Jawab
Pemakaian metode tanya jawab dalam suatu proses belajar mengajar
bertujuan untuk:
1. Mengecek pemahaman para siswa sebagai dasar perbaikan proses belajar
mengajar
2. Membimbing usaha para siswa untuk memperoleh suatu keterampilan kognitif
maupun sosial
3. Memberikan rasa aman pada siswa, melalui pertanyaan kepada seseorang siswa
yang dapat dipastikan bisa menjawab pertanyaan
4. Mendorong siswa untuk melakukan penemuan (inquiri) dalam rangka
memperjelas suatu masalah
5. Membimbing dan mengarahkan jalannya diskusi kelas.
2.1.4.3 Keunggulan dan Kelemahan Metode Tanya Jawab
Suatu metode pembelajaran yang digunakan oleh guru dalam mengajar
sudah barang tentu mempunyai kelebihan dan kelemahan, begitu pun dengan
metode tanya jawab. Berikut keunggulan dan kelemahan metode tanya jawab:
Keunggulan:
1. Kelas lebih aktif karena siswa tidak sekedar mendengarkan saja
2. Memberi kesempatan kepada siswa untuk bertanya sehingga guru mengetahui
hal-hal yang belum dimengerti oleh para siswa
��
�
�
�
3. Guru dapat mengetahui sampai di mana penangkapan siswa terhadap segala
sesuatu yang diterangkan.
Kelemahannya:
1. Dengan tanya jawab kadang-kadang pembicara menyimpang dari pokok
persoalan bila dalam mengajukan pertanyaan, siswa menyinggung hal-hal lain
walaupun masih ada hubungannya dengan pokok yang dibicarakan. Dalam hal
ini sering tidak terkendalikan sehingga membuat persoalan baru
2. Mambutuhkan waktu lebih banyak.
2.2 Kajian Penelitian yang Relevan
Penerapan Metode Pembelajaran Kooperatif Model Cooperative Script
Terhadap Kemampuan Berpikir Kritis dan Ketuntasan Hasil Belajar Pada Siswa
Kelas VIII-A SMP Negeri 21 Malang (Admin).
Berdasarkan judul diatas dapat diketahui bahwa dalam peningkatan hasil
belajar dan kemampuan berpikir kritis Siswa Kelas VIII-A SMP Negeri 21
Malang dapat meningkat dikarenakan dalam pembelajaran menggunakan model
pembelajaran cooperative script. Penelitian tersebut dilakukan oleh Dia
Nurdiansah, dengan subjek penelitian berjumlah 47 siswa, terdiri atas laki-laki
berjumlah 23 siswa, sedangkan perempuan berjumlah 24 siswa. Pengumpulan
data dengan menggunakan lembar observasi, catatan lapangan dan soal tes.
Data dianalisis dengan melihat ketuntasan belajar siswa secara klasikal, dan
Kemampuan berpikir kritis dianalisis untuk mengetahui sejauh mana kemampuan
berpikir kritis siswa. Caranya dengan menganalisis jawaban dan penilaian
dilakukan dengan rubrik dan non-rubrik. Penilaian rubrik mempunyai rentangan
antara 0-4 sedangkan nonrubrik antara 0-10. Berdasarkan hasil penelitian diatas
disimpulkan bahwa model pembelajaran cooperative script dapat meningkatkan
hasil belajar siswa dan kemampuan berpikir kritis dalam pembelajaran
���
�
�
�
mendeskripsikan macam-macam kelainan penyakit yang berhubungan dengan
organ penyusun sistem ekskresi dan teknologi penanggulangannya pada sistem
ekskresi manusia. Hal ini terbukti dari adanya peningkatan tes hasil belajar siswa
rata-rata pada siklus 1 mencapai ketuntasan hasil belajar 51,11% dan hasil tes
kemampuan berpikir rata-rata 3,96 sedangkan hasil tes siklus 2 mencapai 100%
dan hasil tes kemampuan berpikir kritis 3,96. Ditinjau dari pencapaian ketuntasan
belajar siswa pada siklus 1 diperoleh 85% dan siklus 2 diperoleh 100%. Dengan
demikian, ketuntasan belajar siswa mengalami peningkatan dari siklus 1 ke siklus
2 sebesar 15%.
Maka dapat disimpulkan melalui pembelajaran cooperative script dapat
meningkatkan hasil belajar dan cara berpikir kritis siswa. Terbukti bahwa ada
peningkatan hasil belajar dan berpikir kritis siswa dalam pembelajaran.
Pengaruh Penerapan Model Pembelajaran Cooverative Script Pada
Pembelajaran Bahasa Indonesia Terhadap Peningkatan Hasil Belajar Siswa Kelas
IV SD Negeri Mangunsari 04 Salatiga Semester II Tahun 2010/2011
(Setyaningtyas).
Berdasarkan judul diatas dapat diketahui bahwa hasil belajar pada siswa
kelas IV SD Negeri Mangunsari 04 meningkat dikarenakan dalam pembelajaran
menerapkan model pembelajaran cooperative script. Penelitian tersebut dilakukan
oleh Setyaningsih dengan subjek penelitian berjumlah 38 siswa. Pengumpulan
data dengan menggunakan soal tes untuk mengetahui kemampuan siswa dan
lembar observasi digunakan untuk mengetahui tindakan guru dalam penerapan
pembelajaran cooperative script. Berdasarkan hasil penelitian diatas disimpulkan
bahwa model pembelajaran cooperative script dapat meningkatkan hasil belajar
siswa. Hal ini terbukti dari adanya peningkatan tes hasil belajar siswa, pada
kelompok eksperimen berjumlah 19 siswa nilai rata-rata posttes yaitu 80,52 dan
rata-rata nilai posttes untuk kelompok kontrol berjumlah 19 siswa yaitu 60,00.
Dengan demikian, hasil belajar siswa SD Negeri Mangunsari 04 yang berjumlah
19 siswa dengan menerapkan model pembelajaran cooperative script lebih tinggi
���
�
�
�
dibanding dengan hasil belajar kelompok kontrol (19 siswa). Maka dapat
disimpulkan bahwa melalui penerapan model pembelajaran cooperative script
dapat meningkatkan hasil belajr siswa.
2.3 Kerangka Berpikir
Kerangka berpikir merupakan model konseptual tentang bagaimana teori
berhubungan dengan berbagai faktor yang telah diidentifikasi sebagaimana
masalah yang penting.
Keberhasilan kegiatan pembelajaran sangat dipengaruhi oleh keefektifan
penggunaan model pembelajaran, penggunaan model pembelajaran yang baik
yaitu kesesuaian model yang akan digunakan dengan karakteristik materi yang
akan diajarkan dan karakteristik siswa. Tetapi pada kenyataannya proses
pembelajaran masih banyak yang cenderung berpusat pada guru dan sering
menjadikan siswa sebagai objek pasif yang dapat menyebabkan kurang efektifnya
kegiatan pembelajaran. Berdasarkan permasalahan tersebut, maka dibutuhkan
tindakan yang mampu mencari jalan keluarnya. Salah satu solusinya adalah
penggunaan model pembelajaran yang tepat, yaitu model yang mampu membuat
seluruh siswa terlibat dalam suasana pembelajaran, diantaranya menggunakan
model cooperative script.
Model pembelajaran cooperative script adalah model pembelajaran dimana
siswa bekerja berpasangan dan bergantian secara lisan mengikstisarkan bagian-
bagian dari materi yang dipelajari. Masalah yang dipecahkan bersama akan
disimpulkan bersama, peran guru hanya sebagai fasilitator yang mengarahkan
siswa untuk mencapai tujuan belajar. Dengan menggunakan model pembelajaran
cooperative script diharapkan dalam proses pembelajaran lebih efektif. Dan
model pembelajaran cooperative script disandingkan dengan metode tanya jawab,
dalam metode tanya jawab ini siswa dirangsang untuk aktif melakukan tanya
jawab dengan guru secara lisan mengenai materi yang dipelajari, dan dapat
� �
�
�
�
menghidupkan suasana belajar. Adapun kerangka berpikirnya dapat digambarkan
dalam skema berikut:
���
�
�
�
Pembelajaran
dengan
menggunakan
model
cooperative script
Postest
Pembelajaran
dengan
menggunakan
metode tanya
jawab
Kelompok
Eksperimen
Kelompok
Kontrol
Pretest
Pretest Postest
Hasil Belajar
(Pretest-postest)
Hasil Belajar
(Pretest-postest)
Hasil belajar
menggunakan
model
cooperative
script lebih tinggi
dibandingkan
hasil belajar
menggunakan
metode tanya
jawab, sehingga
model
cooperative
script efektif
digunakan dalam
pembelajaran
Gambar 2.1 Skema Kerangka Berpikir
���
�
�
�
Dalam penelitian ini, peneliti akan membandingkan antara kelas eksperimen
dengan menggunakan model cooperative script dan kelas kontrol menggunakan
metode tanya jawab. Dalam alat ukur yang digunakan diantara dua kelompok
tersebut adalah sama. Proses pembelajaran pertama dilakukan pada kelompok
eksperimen kemudian pada kelompok kontrol.
2.4 Hipotesis Penelitian
Dari kerangka berpikir diatas, maka dapat dirumuskan hipotesis dalam
penelitian sebagai berikut:
Model pembelajaran cooperative script efektif digunakan dalam
pembelajaran Pendidikan Kewarganegaraan kelas V di SD Negeri Mangunsari 07
Salatiga.