Upload
hoangngoc
View
217
Download
0
Embed Size (px)
Citation preview
6
BAB II
KAJIAN PUSTAKA
2.1. Kajian Teori
2.1.1. Pembelajaran Kooperatif
Pembelajaran kooperatif adalah strategi pembelajaran yang menekankan
pada pengelompokan siswa secara heterogen ke dalam kelompok kecil. Siswa
dalam pembelajaran kooperatif akan diajarkan untuk memiliki keterampilan
khusus yaitu kerja sama. Slavin (2010: 4) mengemukakan:
“Penggunaan pembelajaran kooperatif untuk meningkatkan pencapaian
prestasi para siswa, dan juga akibat-akibat positif lainnya yang dapat
mengembangkan hubungan antar kelompok, penerimaan terhadap teman
sekelas yang lemah dalam bidang akademik, dan meningkatkan rasa harga
diri. Alasan lain adalah tumbuhnya kesadaran bahwa para siswa perlu
belajar untuk berpikir, menyelesaikan masalah, dan mengintegrasikan serta
mengaplikasikan kemampuan dan pengetahuan mereka, dan bahwa
pembelajaran kooperatif merupakan sarana yang tepat untuk itu.”
Johnson & Johnson dalam Anita Lie (2004: 30) menyebutkan sistem kerja
model pembelajaran kooperatif terdiri dari lima unsur, yaitu:
a. Saling ketergantungan positif
Faktor keberhasilan dalam suatu kelompok bergantung pada keberhasilan
individu, sehingga terdapat kesinambungan dalam mencapai tujuan bersama. Guru
menyusun dengan jelas kegiatan yang dirancang sehingga anggota kelompok
dapat menyelesaikan tugasnya sendiri untuk mencapai tujuan bersama. Evaluasi
yang dilakukan guru secara menyeluruh sehingga anggota kelompok dapat
memberikan kontribusi pada kelompok secara merata dan termotivasi untuk
meningkatkan usaha dalam mencapai tujuan bersama.
b. Tanggungjawab individu
Setiap individu memiliki tanggung jawab dalam memberikan usaha yang
terbaik untuk mencapai tujuan bersama. Jika setiap anggota kelompok mempunyai
kemauan untuk memberikan yang terbaik bagi kelompoknya, maka mereka akan
bekerja keras untuk mencapai tujuan bersama. Jika salah satu anggota kelompok
7
tidak melaksanakan tugasnya, maka kelompok itu tidak akan mencapai tujuan
bersama.
c. Interaksi personal
Dalam pembelajaran kooperatif, interaksi pesonal adalah unsur terpenting.
Interaksi sosial membutuhkan komunikasi antar anggota. Dengan adanya
komunikasi antar anggota maka akan timbul sinergi yang dapat memberikan
keuntungan bagi kelompok. Adanya sinergi dalam kelompok akan membuat tiap
anggota kelompok akan dapat saling menghargai perbedaan, hal itu berdampak
bagi tiap anggota untuk memanfaatkan semaksimal mungkin kelebihan dari
masing-masing anggota kelompok dan saling mengisi kekurangan masing-masing.
Pemikiran masing-masing anggota kelompok akan memperkaya hasil pemikiran
sehingga dapat menyelesaikan masalah.
d. Keahlian kerjasama
Komunikasi sangat penting dalam keahlian kerjasama. Setiap anggota
kelompok saling mengutarakan pendapatnya kemudian menyatukannya sehingga
menjadi suatu hasil. Hal ini juga akan melatih mereka untuk belajar
mendengarkan ketika orang lain berbicara, menghargai pendapat orang lain, dan
belajar menyampaikan pendapat tanpa menyinggung perasaan orang lain.
e. Evaluasi proses kelompok
Guru menjadwalkan waktu secara khusus bagi kelompok untuk
mengevaluasi proses kerja kelompok untuk mengevaluasi proses kerja kelompok
dan hasil dari kerja kelompok, sehingga bisa bekerja sama dengan lebih efektif.
Rustaman dalam Ina (2009) mengemukakan “pembelajaran kooperatif
adalah salah satu pembelajaran yang dikembangkan dari teori konstruktivisme
karena mengembangkan struktur kognitif dalam membangun pengetahuannya
sendiri dengan berpikir rasional.” Pendapat Rustaman sejalan dengan pendapat
Isjoni (2011: 14) yang menyebutkan “pembelajaran kooperatif adalah salah satu
bentuk pembelajaran yang berdasarkan paham konstruktivisme.” Lebih lanjut
Isjoni (2011: 27) juga mengemukakan:
“Beberapa ciri dari pembelajaran kooperatif adalah; (a) setiap anggota
memiliki peran, (b) terjadi hubungan interaksi langsung di antara siswa, (c)
setiap anggota kelompok bertanggung jawab atas belajarnya dan teman-
8
teman sekelompoknya, (d) guru membantu mengembangkan keterampilan-
keterampilan interpersonal kelompok, dan (e) guru hanya berinteraksi
dengan kelompok saat diperlukan.”
Dapat disimpulkan bahwa pembelajaran kooperatif adalah pembelajaran
yang dilakukan dalam kelompok kelompok secara heterogen. Dimana setiap
anggota kelompok memiliki tanggung jawab untuk bekerja keras dalam mencapai
tujuan bersama. Dalam mencapai tujuan bersama terdapat interaksi antar anggota
dimana akan terbangun kerja sama di dalam kelompok. Di dalam pembelajaran
kooperatif siswa dapat membangun pengetahuannya dalam menyelesaikan
masalah, mengintegrasikan dan mengaplikasikan pengetahuannya.
2.1.2. Pembelajaran Kooperatif Tipe CIRC
Dunia pendidikan saat ini bergerak sangat cepat. Kebutuhan yang
diperlukan bagi siswa untuk dapat mengikuti perkembangan jaman yang semakin
maju ini pun juga meningkat. Pendidikan sebagai wadah untuk meningkatkan
kemampuan siswa, wajib memberikan pengetahuan pengetahuan yang baru dan
senantiasa relevan dengan perkembangan jaman. Sehingga siswa dapat bersaing di
dunia internasional.
Salah satu upaya untuk menjadikan siswa dapat bersaing di dunia
internasional adalah dengan meningkatkan kemampuan siswa dalam
menggunakan bahasa asing. Bahasa asing yang utama dipakai dalam pergaulan
internasional saat ini adalah bahasa Inggris. Sehingga mampu berkomunikasi
dengan baik menggunakan bahasa Inggris merupakan suatu syarat mutlak untuk
dapat bergaul di dunia internasional.
Saat ini perkembangan mata pelajaran bahasa Inggris sangat cepat. Dahulu
pelajaran bahasa Inggris diperkenalkan di Sekolah Menengah Pertama (SMP)
maka sekarang tidak hanya sekolah dasar, namun pendidikan usia dini sudah
diperkenalkan bahasa Inggris. Sekarang dunia pendidikan sangat menyadari
perlunya pelajaran bahasa Inggris bagi siswa.
Bahasa Inggris seperti bahasa-bahasa lain pada umumnya, memiliki
struktur yang berbeda dengan bahasa lainnya. Pengucapan yang juga berbeda
dengan bahasa lainya. Sehingga dalam penyampaian materinya tidak mungkin
9
hanya di jelaskan saja, tetapi juga harus ada praktiknya, sehingga siswa
mendapatkan pengalaman langsung dan dapat menerapkan materi yang telah di
dapatkan.
Membaca sebagai salah satu keterampilan dalam Bahasa Inggris yang
harus dikembangkan, dengan membaca siswa dapat memperoleh informasi,
sehingga siswa harus memiliki kemampuan dalam memahami bacaan. Namun
pada kenyataannya meskipun sudah menerapkan latihan dalam memahami
bacaan, hal itu tidaklah mudah bagi siswa untuk mendapatkan informasi yang
terkandung di dalam bacaan.
Upaya yang dapat untuk meningkatkan kemampuan siswa dalam
memahami bacaan adalah dengan menyajikan pembelajaran dengan metode yang
kreatif, sehingga siswa lebih mudah dalam memahami bacaan. Untuk itu dalam
kegiatan pembelajaran diperlukan sebuah strategi belajar yang memberdayakan
siswa secara aktif. Salah satunya adalah dengan membuat pola pembelajaran yang
menekankan kerjasama antar siswa.
Salah satu model pembelajaran yang menekankan kerja sama tim dalam
menguasai kemampuan memahami bacaan adalah dengan menggunakan model
kooperatif tipe CIRC (Cooperative Integrated Reading and Composition). Model
pembelajaran kooperatif tipe CIRC ini tidaklah sulit, tahapannya adalah membaca
berpasangan, menulis cerita yang bersangkutan dan tata bahasa cerita,
mengucapkan kata-kata dengan keras, makna kata, menceritakan kembali cerita,
ejaan, pemeriksaan oleh pasangan, dilanjutkan dengan tes.
Slavin (2010:200) menyebutkan “Cooperative Integrated Reading and
Composition (CIRC), yaitu sebuah program yang komprehensif untuk mengajari
pelajaran membaca, menulis, dan seni berbahasa pada kelas yang lebih tinggi di
sekolah dasar”. Hal ini berkaitan dengan tujuan utama dari CIRC yaitu
menggunakan kelompok-kelompok kooperatif untuk membantu siswa dalam
mempelajari kemampuan dalam memahami bacaan yang dapat diterapkan secara
luas.
10
Unsur-unsur utama dari CIRC menurut Slavin (2010: 205) adalah:
1) Kelompok Membaca
Siswa di bagi dalam kelompok-kelompok yang terdiri dari dua atau tiga
orang. Kelompok ini dibagi secara heterogen, menurut tingkatan
kemampuan siswa yang dapat ditentukan oleh guru.
2) Tim
Siswa dibagi dalam pasangan atau trio, kemudian pasangan-pasangan itu
dibagi kedalam tim yang terdiri dari pasangan atau trio dua kelompok
membaca atau tingkat.
3) Kegiatan-kegiatan yang Berhubungan dengan Cerita
Para siswa menggunakan bahan bacaan dasar. Cerita diperkenalkan dan
didiskusikan dalam kelompok membaca yang diarahkan guru. Dalam
kelompok guru menentukan tujuan dari membaca, memperkenalkan
kosakata baru, mengulang kosakata lama, mendiskusikan cerita setelah para
siswa selesai membacanya, dan sebagainya. Diskusi tentang cerita disusun
untuk menekankan kemampuan-kemampuan tertentu seperti membuat dan
mendukung prediksi dan mengidentifikasikan masalah dalam bentuk narasi.
Tahapan-tahapan kegiatan ketika siswa diberikan cerita adalah:
a. Membaca berpasangan
Para siswa membaca cerita dalam hati kemudian bergantian membaca
cerita tersebut dengan keras bersama dengan pasangannya, bergiliran di
setiap paragrafnya. Pendengar akan mengkoreksi tiap kesalahan yang
dibuat oleh pembaca. Pada tahap ini guru akan memberi penilaian untuk
kinerja siswa dengan cara berkeliling dan mendengarkan saat para siswa
membaca bergantian satu sama lain.
b. Menulis cerita yang bersangkutan dan tata bahasa cerita
Siswa diberikan pertanyaan yang berkaitan dengan cerita yang
menekankan tata bahasa cerita. Setelah mereka sampai pada akhir cerita,
mereka diminta untuk menghentikan bacaan dan diminta untuk
mengidentifikasikan karakter, latar belakang, kejadian, dan masalah
dalam cerita tersebut, dan untuk memprediksi bagaimana masalah
11
tersebut akan diselesaikan. Di akhir cerita para siswa kan merespon cerita
secara keseluruhan dan menulis beberapa paragraf yang berkaitan dengan
topik.
c. Mengucapkan kata-kata dengan keras
Siswa diberikan daftar kata-kata baru atau sulit yang terdapat
dalam cerita. Mereka harus belajar membaca kata-kata ini dengan benar
dengan tujuan agar mereka tidak ragu atau salah untuk mengucapkannya.
Siswa mengucapkan daftar kata-kata ini bersama pasangannya atau
teman satu tim lainnya sampai mereka bisa membacanya dengan lancar.
d. Makna kata
Siswa diberikan daftar kata-kata dalam cerita yang tergolong baru
dalam kosakata bicara mereka dan mereka diminta untuk melihat kata-
kata itu di dalam kamus, kemudian menuliskan definisinya dengan cara
yang mudah untuk dipahami, dan menuliskan kalimat yang
memperlihatkan makna dari kata tersebut.
e. Menceritakan kembali cerita
Setelah membaca cerita dan mendiskusikan dalam kelompok
membaca mereka, siswa merangkum poin-poin utama dari cerita tersebut
untuk pasangannya.
f. Ejaan
Siswa saling menguji daftar ejaan kata-kata satu sama lainnya dan
saling membantu satu sama lain untuk menguasai daftar tersebut. Siswa
menggunakan strategi “daftar yang hilang”, dimana mereka membuat
daftar baru dari kata-kata yang hilang setiap kali selesai melakukan
penilaian sampai daftar itu habis. Lalu mereka membuat daftar baru lagi,
mengisi daftar tersebut, mengulangi prosesnya sampai tak ada kata-kata
yang hilang.
4) Pemeriksaan oleh Pasangan
Jika semua sudah dilaksanakan maka pasangan mereka memberikan
formulir tugas siswa yang mengindikasikan bahwa mereka telah
12
menyelesaikan semua kriteria terhadap tugas tersebut. Siswa diberikan
sejumlah kegiatan-kegiatan harian yang diharapkan dapat bisa diselesaikan.
5) Tes
Siswa diberikan pemahaman terhadap cerita, diminta untuk menuliskan
kalimat-kalimat bermakna untuk tiap kosakata, dan diminta untuk
membacakan daftar kata-kata dengan keras pada guru.
6) Pengajaran Langsung dalam Memahami Bacaan
Siswa mendapatkan pengajaran langsung dalam kemampuan khusus
memahami bacaaan, seperti mengidentifikasi gagasan utama, memahami
hubungan sederhana, serta membuat kesimpulan. Siswa melakukan kegiatan
memahami bacaan sebagai sebuah tim.
7) Seni Berbahasa dan Menulis Integrasi
Pada bagian ini penekanannya adalah pada proses menulis, kemampuan
mekanika bahasa yang diperkenalkan sebagai tambahan khusus terhadap
pelajaran menulis. Pada bagian ini siswa diminta untuk membuat konsep
karangan setelah berkonsultasi dengan teman satu tim dan kepada guru
mengenai gagasan-gagasan mereka, rencana pengaturan, bekerja sama
teman satu tim untuk merevisi isi karangan mereka, kemudian saling
menyunting pekerjaan antara satu dengan yang lainnya menggunakan
formulir penyuntingan yang menekankan pada kebenaran tata bahasa dan
mekanika bahasa. Pada akhirnya, para siswa akan menerbitkan karangan
akhir mereka dalam buku-buku tim atau kelas.
8) Membaca Independen dan Buku Laporan
Siswa diminta untuk membaca buku yang saling ditukar setiap malam
selama duapuluh menit tiap malamnya. Terdapat paraf orang tua yang
menegaskan bahwa siswa telah membaca sesuai dengan waktu yang telah
ditentukan. Nilai tim akan bertambah jika setiap individu dapat
mengumpulkan formulir tersebut sesuai dengan waktunya. Kemudian siswa
juga diminta untuk mengisi buku laporan secara reguler. Hal ini akan
meningkatkan poin tim mereka sendiri. Membaca independen dan buku
13
laporan menjadi pengganti pekerjaan rumah dalam pelajaran membaca dan
seni berbahasa.
Maden, dkk. dalam Mohammad Nur (2011: 13) menyebutkan unsur-unsur
kegiatan pembelajaran dengan model pembelajaran kooperatif tipe CIRC adalah
pertama, penghargaan kepada tim berupa pemberian sertifikat yang didasarkan
pada kinerja kelompok. Kedua, pemberian kesempatan yang sama untuk berhasil
pada setiap tim, yaitu dengan siswa bekerja pada bahan yang sesuai dengan
tingkat membaca mereka. Ketiga, tanggung jawab individual dengan cara
memberikan ide atau usahannya yang nantinya akan masuk pada skor kuis dan
karya tulis akhir mandiri.
Staven dalam Huda (2010: 126) mengemukakan:
“Dalam CIRC, siswa ditempatkan dalam kelompok-kelompok kecil, baik
homogen maupun heterogen. Pertama-tama, mereka mengikuti
serangkaian instruksi guru tentang keterampilan membaca dan menulis,
kemudian praktik, lalu pra penilaian, dan kuis. Setiap kelompok tidak bisa
mengikuti kuis hingga anggota-anggota di dalamnya benar-benar siap.”
Dalam CIRC yang dikemukakan oleh Steven, juga terdapat reward yang
akan diberikan kepada kelompok-kelompok yang anggota-anggotanya dapat
menunjukkan performa yang meningkat. Kontribusi anggota pada masing-masing
kelompok didasarkan pada skor kuis dan komposisi karangan yang mereka buat
secara mandiri.
Dari berbagai teori diatas dapat disimpulkan bahwa penerapan model
pembelajaran kooperatif tipe CIRC pada kegiatan awal, inti dan akhir pada
penelitian adalah:
1) Membagi kelompok secara heterogen (berpasangan)
2) Membaca cerita berpasangan
3) Menjawab pertanyaan yang berhubungan dengan cerita
4) Mencari arti dari kata-kata baru atau sulit yang ada di cerita
5) Merangkum poin-poin utama cerita seperti setting, tokoh, dan
pokok pikiran
6) Menuliskan di dalam formulir:
a. Arti kata-kata yang baru atau sulit
14
b. Poin-poin utama dari cerita seperti setting, tokoh dan pokok
pikiran
c. Jawaban dari pertanyaan mengenai cerita dan menuliskan
kembali cerita dengan menggunakan bahasa sendiri.
7) Pemeriksaan pasangan pada formulir.
8) Kuis
9) Pemberian reward pada kelompok terbaik.
Dapat disimpulkan bahwasanya pembelajaran kooperatif tipe CIRC ini
dapat membangun pengetahuan siswa, karena siswa dalam pembelajaran ini siswa
bekerja pada dalam kelompoknya. Mereka akan bekerjasama dalam kelompok
untuk melakukan tugas-tugas yang diberikan guru. Dalam kelompok mereka juga
akan saling bantu membantu, dimana anggota kelompok yang pandai dapat
membantu angggota kelompok yang masih lemah. Sehingga dalam pembelajaran
kooperatif tipe CIRC ini terdapat kontribusi positif dari anggota kelompok.
Diharapkan dengan pembelajaran kooperatif tipe CIRC ini dapat lebih
efektif dalam meningkatkan kemampuan siswa dalam memahami bacaan.
Pembelajaran kooperatif tipe CIRC terbukti efektif jika rata-rata hasil tes
pemahaman bacaan kelompok eksperimen lebih tinggi dibandingkan kelompok
kontrol.
2.1.3. Membaca
Membaca biasanya di pahami dengan bagaimana pembaca berinteraksi
dengan apa yang ada di dalam teks. Dari sisi linguistik Anderson dalam Sunarta
(2010: 2) menyebutkan bahwa membaca merupakan suatu proses penyandian
kembali dan pembacaan sandi, ini berlainan dengan berbicara dan menulis yang
melibatkan penyandian. Dari teori ini dapat dikatakan bahwa membaca
merupakan penyandian kembali, dari bentuk tulis berubah menjadi bunyi. Sujana
dalam Hartati (2011: 10) menyebutkan bahwa membaca adalah kemampuan yang
kompleks, karena membaca tidaklah kegiatan yang hanya memandangi lambang-
lambang tertulis saja, namun lambang-lambang tersbut akan menjadi bermakna
yang dengan segera dipahami oleh pembaca.
15
Membaca menurut Tampubolon dalam Susilo (2010: 6) adalah suatu
kegiatan yang berbentuk fisik dan mental sebagai bentuk proses untuk
menemukan makna dari tulisan, dalam kegiatan itu terdapat juga proses
pengenalan huruf. Yang dimaksud dengan fisik adalah adanya kegiatan dari
bagian tubuh, yaitu mata, dan yang dimaksud dengan mental adalah bagian
pikiran, yaitu persepsi dan ingatan yang terlibat didalamnya. Tarigan dalam
Hartati (2011: 10) menyebutkan bahwa membaca adalah sebuah proses yang
dilakukan dan dipergunakan oleh pembaca untuk memperoleh pesan yang hendak
disampaikan penulis melalui media kata atau bahasa tulis.
Finochiaro dan Bonomo dalam Nudju (2011: 9) mengatakan bahwa
membaca adalah memetik dan memahami makna yang terkandung di dalam
bahasa tulis. Sehingga membaca merupakan suatu proses untuk memahami
makna. Makna-makna yang ada di dalam bacaan itulah yang membantu siswa
untuk memahami pesan atau informasi yang terkandung di dalam suatu bacaan.
Memahami pesan atau informasi yang terkandung di dalam suatu bacaan
merupakan tujuan dari membaca, hal ini sejalan dengan definisi membaca yang
disampaikan oleh Nunan dalam Susatyo (2011: 14) yang menyebutkan bahwa
membaca merupakan proses lancar dari pembaca dalam menggabungkan
informasi dari teks dan pengetahuan latar pembaca untuk membangun makna.
2.1.4. Membaca Pemahaman
Dalam kegiatan membaca, seperti yang sudah disebutkan bahwasanya
membaca adalah kegiatan untuk memahami bacaan, atau dalam keterampilan
berbahasa disebut membaca pemahaman. Devine dalam Susatyo (2011: 15)
menyebutkan bahwa membaca pemahaman merupakan suatu proses pengaktifan
latar pembaca yang bekerja berdasarkan keterampilan kognitif beserta
kemampuan logikanya yang bertujuan untuk mencari konsep dari teks tertulis.
Pembaca, secara langsung melakukan proses memahami, menyerap informasi
sekaligus juga menandai informasi yang aktual dari sebuah teks. Tarigan dalam
Mahendra (2011: 7) menyebutkan membaca pemahaman bertujuan untuk
memahami standar-standar kesastraan (literacy standards), resensi kritis (critical
review), drama tulis (primed review), serta pola-pola fiksi (patterns of fiction).
16
Smith dalam Susilo (2010: 6) mengatakan bahwa membaca pemahaman
adalah proses membangun pemahaman dari teks yang ditulis. Pembaca akan
menggunakan pengetahuan dan logikanya untuk memahami maksud penulis,
sehingga terbentuklah suatu pemahaman. Menurut Aliyah dalam Wenasari (2010:
12) dalam membaca pemahaman guna mendapat informasi yang terkandung
dalam bacaan dapat ditempuh dengan lima langkah yaitu:
1) Mencari data yang tersurat yang diambil dari detail-detail yang menunjang
2) Menyusun data menurut urutannya
3) Mencari pokok-pokok pikiran
4) Mencari fakta
5) Membedakan laporan
Langkah-langkah tersebut memudahkan pembaca untuk memahami bacaan,
sehingga dapat menangkap pesan atau informasi yang terkandung dalam bacaan.
Tarigan dalam Susilo (2010: 7) menyebutkan beberapa aspek yang mempengaruhi
keterampilan dalam membaca pemahaman, yaitu:
1) Mechanical skills yang dianggap berada pada urutan lower order, yang
meliputi:
a. Pengenalan huruf
b. Pengenalan unsur-unsur lingustik, yaitu fonem/grafem, kata, dan
kalimat
c. Pengenalan pola ejaan dan bunyi
d. Kecepatan membaca masih rendah
2) Comprehension skills yang dapat diungkapkan berada pada higher order,
yang meliputi:
a. Kemampuan memahami kata-kata dalam bacaan
b. Kemampuan memahami pola-pola kalimat, bentuk kata dan susunan
kalimat
c. Kemampuan memahami ide-ide pokok yang disampaikan pengarang
d. Kemampuan dalam menerapkan dalam karangan
17
2.1.5. Kemampuan Pemahaman Bacaan
Pemahaman bacaan menurut Harjasusana dan Damaianti dalam Rustono
(2010: 15) adalah pemahaman kalimat yang meliputi kemampuan menggunakan
teori hubungan struktural antar kalimat. Pengetahuan mengenai hubungan
struktural berguna dalam proses pemahaman kalimat, karena kalimat merupakan
serangkaian kata-kata yang saling berkaitan mengikuti cara-cara yang spesifik.
Proses pemahaman kalimat merupakan bagian dari pembaca dalam memahami isi
bacaan. Goodman dalam Slamet (2006: 185) menjelaskan bahwa “pemahaman
membaca merupakan suatu proses merekonstruksi pesan yang terdapat dalam teks
yang dibaca. Proses merekonstruksi pesan adalah berlapis, interaktif, dan terjadi
proses pembentukan dan pengujian hipotesis”. Merekonstruksi pesan adalah
upaya dari pembaca untuk mengetahui isi dalam bacaan yang hendak disampaikan
oleh penulis.
Rustono (2010: 16) mengemukakan:
“Pemahaman bacaan adalah pengertian yang diperoleh dari aktivitas
membaca. Aktivitas ini melibatkan pembaca, teks, dan isi pesan yang
disampaikan penulis. Seseorang dapat dikatakan memahami bacaan
apabila ia telah mendapatkan informasi atau pesan yang disampaikan oleh
penulis, baik tersirat maupun tersurat.”
Dari berbagai definisi yang sudah disebutkan, dapat disimpulkan
pemahaman bacaan adalah sebuah kegiatan atau proses untuk mendapatkan
informasi di dalam bacaan untuk memahami isi bacaan. Setelah kesimpulan
pemahaman bacaan diketahui, maka dapat disimpulkan pula kemampuan
pemahaman bacaan. Kemampuan pemahaman bacaan adalah kesanggupan
pembaca untuk mendapatkan informasi yang ada di dalam bacaan. Dengan
kemampuan tersebut pembaca dapat menggunakan pengetahuannya untuk
memahami isi bacaan. Sehingga pembaca dapat menangkap maksud yang hendak
disampaikan penulis, baik secara tersirat maupuan tersurat.
2.1.6. Pengukuran Pemahaman Bacaan
Mengukur pemahaman bacaan siswa dapat diukur dengan pertanyaan yang
berkaitan dengan maksud yang hendak disampaikan penulis, apa yang dikatakan
18
oleh penulis, dan hal-hal lain yang terdapat dalam bacaan itu. Anderson dalam
Iyorosmana (2009) menjelaskan bahwa dalam mengukur kemampuan pemahaman
bacaan dapat dilakukan dengan tiga tingkatan yaitu:
1) Tingkatan pemahaman literal. Dalam tingkatan ini pertanyaan yang dapat
diberikan adalah:
a. Perbuatan apa yang ada pada cerita tersebut?
b. Siapa yang menjadi tokoh-tokoh utama pada cerita?
c. Di mana kejadian atau hal itu berlangsung?
2) Tingkat interpretasi. Pertanyaan yang dapat diberikan pada tingkatan ini
adalah:
a. Apa yang hendak penulis sampaikan?
b. Apa tema pokok dalam cerita?
c. Bagaimana fakta ini cocok dengan apa yang telah diketahui?
3) Tingkat pemahaman diluar cerita. Pertanyaan yang dapat diberikan pada
tingkatan ini adalah:
a. Simbol-simbol apa yang disampaikan?
b. Apakah saya mampu menyimpulkan dari apa yang dikatakan?
c. Bukti-bukti apa untuk generalisasi-generalisasi berikut?
Dapat disimpulkan bahwa Anderson mengungkapkan jika pemahaman
bacaan dapat diukur dalam tiga tingkatan, yaitu tingkat pemahaman literal yang
menanyakan hal-hal yang tersurat dalam bacaan, tingkat intrepretasi yang
menanyakan tentang apa yang dimaksud pengarang, dan tingkat pemahaman
ketiga yang menanyakan hal-hal diluar wacana.
Menurut Harris dalam Iyorosmana (2009) aspek yang diniliai dalam
mengukur pemahaman bacaan terdiri dari tiga bagian, yaitu:
1) Pemahaman bahasa dan tulisannya, hal ini meliputi kemampuan
memahami kata-kata yang ada dalam bacaan, kemampuan memahami
pola-pola kalimat, kemampuan menafsirkan dengan lambang-
lambang yang ada pada bacaan.
2) Gagasan, hal ini meliputi kemampuan mengenal maksud yang ingin
disampaikan pengarang, kemampuan memahami gagasan-gagasan
19
yang mendukung pokok pikiran, dan kemampuan menarik
kesimpulan.
3) Nada dan gaya, hal ini meliputi kemampuan untuk memahami sikap
pengarang terhadap persoalan yang dimunculkan dan sikap
pengarang terhadap pembaca, dan kemampuan memahami teknik dan
gaya penulisan.
Nurgiyantoro dalam Putri (2011: 35) menyebutkan bahwa Bloom
membagi pengukuran pemahaman bacaan ke dalam tiga ranah, yaitu ranah
kognitif, ranah afektif, dan ranah psikomotor. Ranah kognitif meliputi kegiatan
memahami bacaan secara kritis, sehingga dapat dikatakan pada aspek ini berupa
kemampuan membaca. Ranah afektif meliputi sikap dan kemauan siswa untuk
membaca. Sedangkan ranah psikomotor merupakan kegiatan fisik siswa ketika
membaca. Dari penjelasan tersbut dapat disimpulkan bahwa pemahaman bacaan
masuk dalam ranah kognitif.
Lebih lanjut Nurgiyantoro menyebutkan bahwa dalam teori Bloom,
pemahaman bacaan pada ranah kognitif terbagi dalam enam tingkatan, dimulai
dari yang sederhana menuju ke yang lebih kompleks. Enam tingkatan pada Bloom
adalah ingatan, pemahaman, penerapan, analisis, sintesis, dan evaluasi. Untuk
mengukur kemampuan siswa dalam memahami isi bacaan maka diberikan tes
kemampuan membaca.
Nurgiyantoro dalam Putri (2011: 37) menyebutkan bahwa tes
kemampuan membaca dapat dibagi menjadi dua jenis, yaitu tes objektif, yang
biasanya berbentuk tes esai, dan tes objektif, yang terdiri dari tes benar-salah,
pilihan ganda, isian, dan penjodohan.
Pada penelitian ini, tes bentuk pilihan ganda dinilai tepat untuk
digunakan, karena dapat mengukur hasil belajar pada ranah kognitif pada
tingkatan sederhana, yaitu ingatan, pemahaman, dan penerapan. Menurut Sudjana
(2010: 48) tes bentuk pilihan ganda memiliki satu jawaban yang paling tepat. Soal
tes pilihan ganda terdiri atas pertanyaan atau pernyataan yang berisi
permasalahan, sejumlah pilihan jawaban, jawaban yang paling tepat, dan jawaban-
jawaban lain selain kunci jawaban atau sering disebut sebagai pengecoh.
20
Dari berbagai teori yang telah disebutkan, maka dapat disimpulkan
bahwa dalam penelitian ini, indikator dalam mengukur kemampuan siswa
memahami bacaan adalah pada tingkat pemahaman literal dan intepretasi, yang
mencakup hal-hal tersurat dalam bacaan dan apa yang dimaksud oleh pengarang,
seperti:
1) Kejadian apa yang terjadi dalam bacaan.
2) Tokoh-tokoh utama di dalam cerita.
3) Tempat dimana kejadian berlangsung.
4) Pikiran utama cerita.
Berdasarkan teori Bloom mengenai pemahaman bacaan pada ranah
kognitif, maka indikator dalam mengukur kemampuan siswa memahami bacaan
pada penelitian ini adalah pada tingkatan sederhana, yaitu ingatan.
2.1.7. Pembelajaran Konvensional
Dalam dunia pendidikan terdapat istilah yang tidak asing lagi, yaitu
pembelajaran konvensional. Pembelajaran konvensional seringkali disebut
sebagai pembelajaran tradisional. Suyitno dalam Hanafiah (2010: 8)
mengemukakan:
“Metode konvensional adalah cara menyampaikan pembelajaran dari
seorang guru kepada siswa di dalam kelas dengan cara berbicara diawal
pembelajaran, menerangkan materi dan contoh soal”
Dari definisi metode konvensional yang disebutkan oleh Suyitno, dapat
disimpulkan bahwa strategi pembelajaran pada metode konvensional bersifat teacher-
centered, atau terpusat pada guru. Guru lebih mendominasi dalam pembelajaran,
sehingga guru lebih banyak berbicara, dan siswa sebagai pendengar. Hanafiah dalam
jurnalnya (2010: 8) menyebutkan bahwa guru yang menggunakan metode
konvensional dalam pembelajaran menyusun materi pelajaran secara hirearkis dan
sistematis, hal ini berakibat guru yang menerangkan dan siswa hanya menerima.
Dalam pembelajaran yang menggunakan metode konvensional guru lebih
aktif dan siswa hanya pasif. Siswa mendapatkan kesempatan untuk berbicara ketika
21
bertanya tentang materi yang belum diketahui. Selebihnya siswa akan diberi latihan
soal dari guru jika materi pelajaran telah selesai disampaikan oleh guru.
2.1.8. Pembelajaran Bahasa Inggris di Sekolah Dasar
Bahasa Inggris sangat cepat berkembang dan banyak digunakan oleh
banyak negara, bahasa Inggris menjadi bahasa internasional dan banyak
digunakan sebagai alat komunikasi antar negara. Berdasarkan hal itu bahasa
Inggris masuk dalam kurikulum pendidikan di Indonesia.
Pembelajaran bahasa Inggris mulai diajarkan sejak tahun 1992
berdasarkan kebijakan Depdikbud RI No. 0487/4/1992. Dalam kebijakan tersebut
menyatakan bahwa Sekolah Dasar dapat menambah mata pelajaran tambahan
dengan ketentuan sepanjang penambahan itu tidak bertentangan dengan tujuan
pendidikan nasional.
Adanya mata pelajaran bahasa Inggris semakin diperkuat dengan adanya
Surat Keputusan Menteri Pendidikan dan Kebudayaan Republik Indonesia No.
60/U/1993 yang menyebutkan bahwa bahasa Inggris mulai diajarkan pada
Sekolah Dasar kelas IV. Hal itu memperkuat kedudukan bahasa Inggris di
Sekolah Dasar yaitu dengan memasukkannya ke dalam struktur kurikulum muatan
lokal.
Standar Isi (2006:403) mengemukakan:
“Pendidikan bahasa Inggris di SD/MIdimaksudkan untuk mengembangkan
kemampuan berbahasa yang digunakan untuk menyertai tindakan atau
language accompyaning action. Bahasa Inggris digunakan untuk interaksi
dan bersifat “here and now”. Topik pembicaraannya berkisar pada hal-hal
yang ada dalam konteks situasi”
Inilah kompetensi yang hendak diajarkan pada siswa, yaitu supaya mereka
dapat memliki kemampuan berinteraksi yang lebih kompleks. Lebih lanjut
Standar Isi (2006: 403) menyebutkan tujuan pembelajaran Bahasa Inggris di
Sekolah Dasar adalah:
1) Mengembangkan kompetensi berkomunikasi dalam bentuk lisan secara
terbatas untuk mengiringi tindakan (language accompanying action)
dalam konteks sekolah.
22
2) Memiliki kesadaran tentang hakikat dan pentingnya bahasa Inggris untuk
meningkatkan daya saing bangsa dalam masyarakat global.
Standar Isi (2006: 403) juga menetapkan ruang lingkup bahasa Inggris, yaitu:
1) Mendengarkan
2) Berbicara
3) Membaca
4) Menulis
Empat kemampuan tersebut digunakan untuk berkomunikasi secara lisan
terbatas dalam konteks sekolah. Keterampilan menulis dan membaca diarahkan
untuk memperkuat pembelajaran dalam komunikasi lisan. Mengingat empat
kemampuan tersebut digunakan untuk berkomunikasi lisan yang dibatasi dalam
konteks sekolah, maka pembelajaran bahasa Inggris di Sekolah Dasar berada di
tahap pemula (beginner).
2.2. Kajian Hasil Penelitian yang Relevan
a. Hasil penelitian eksperimen yang dilakukan oleh Sprayituo pada tahun 2010
dengan judul “Pengaruh Model Pembelajaran Cooperative Integrated Reading
And Composition (CIRC) Terhadap Kemampuan Membaca Pemahaman
Ditinjau dari Kemampuan Awal Mata Pelajaran Bahasa Jawa Pada Siswa Kelas
VIII Sekolah Menengah Pertama Negeri Kecamatan Gombong” hasil
penelitian menyimpulkan bahwa terdapat perbedaan pengaruh yang signifikan
antara metode pembelajaran menggunakan metode CIRC dengan metode
pembelajaran Ekspositori terhadap kemampuan membaca pemahaman bahasa
Jawa. Hal ini dapat diketahui dengan perolehan F, = 16.726 lebih besar dari
F(o,95;1;136) =6,98 dengan taraf signifikansi 0,05, sehingga hipotesis yang
dikemukakan teruji kebenarannya.
b. Hasil penelitian tindakan kelas yang dilakukan oleh Evi Irmawati, S.Pd pada
tahun 2011 dengan judul “ Penerapan Metode CIRC dalam Peningkatan
Kemampuan Menemukan Gagasan Utama dalam Wacana pada Siswa Kelas
VII A SMP NU Suruh Kabupaten Semarang Tahun Ajaran 2010/2011”
menyimpulkan bahwa Pada tahap prasiklus diperoleh rata-rata nilai siswa
adalah 51,3. Pada siklus I rata-rata nilai meningkat menjadi 69,4, dan pada
23
siklus II rata-rata nilai meningkat menjadi 87,5. Dapat dilihat adanya
peningkatan pada siswa dalam mengikuti pembelajaran menemukan gagasan
utama dalam wacana dengan menggunakan metode CIRC.
Penelitian tersebut di atas walaupun berbeda akan tetapi masih
berhubungan dengan penelitian ini yaitu pembelajaran berbahasa kaitannya
dengan kemampuan memahami bacaan. Dengan demikian penelitian di atas
sangat mendukung penelitian ini. Pada penelitian ini menekankan penggunaan
model pembelajaran kooperatif tipe CIRC dalam meningkatkan kemampuan
memahami bacaan pada mata pelajaran bahasa Inggris dan lebih baik daripada
pembelajaran konvensional.
2.6. Kerangka Berpikir
Gambar 1: Kerangka Berpikir
Bahasa Inggris: Listening, Reading, Writing, Speaking
Reading: Memahami bacaan
Pembelajaran dengan menggunakan
pembelajaran kooperatif tipe CIRC
Pembelajaran dengan menggunakan
metode pembelajaran konvensional
Langkah-langkah pembelajaran kooperatif tipe
CIRC:
1. Membagi kelompok berpasangan
2. Membaca cerita berpasangan
3. Menjawab pertanyaan yang berhubungan
dengan cerita
4. Mencari makna kata
5. Merangkum poin utama cerita
6. Menulis formulir:
a. Makna kata
b. Poin utama
c. Jawaban pertanyaan seputar cerita
7. Pemeriksaan pasangan
8. Kuis
9. Reward
Langkah-langkah pembelajaran
dengan metode pembelajaran
konvensional:
1. Tanya jawab
2. Ceramah
3. Evaluasi
Kemampuan memahami bacaan Kemampuan memahami bacaan
24
Pelajaran bahasa Inggris memiliki empat keterampilan berbahasa, yaitu
membaca, menulis, mendengarkan, dan berbicara (Reading, writing, listening, and
speaking). Membaca sebagai kegiatan untuk memperoleh informasi tidak terlepas
dari masalah dalam implementasinya di Sekolah Dasar. Masalah yang ada pada
pelajaran bahasa Inggris dalam keterampilan membaca, khususnya dalam
memahami bacaan adalah kurangnya minat siswa dalam mengikuti proses
pembelajaran, dan kurangnya kreatifitas guru dalam mengembangkan metode
pembelajaran. Hal ini berdampak pada proses pembelajaran yang berpusat pada
guru dan siswa hanya mendengarkan dan mencatat penjelasan guru. Pembelajaran
dengan metode konvensional seperti itu mengakibatkan kemampuan siswa dalam
memahami bacaan rendah.
Penggunaan model pembelajaran kooperatif tipe CIRC diharapkan akan
membuat siswa lebih mudah untuk memahami bacaan. Pembelajaran dengan
sistem kelompok akan membangun pengetahuan siswa, karena siswa akan
menemukan dan memahami konsep-konsep yang sulit bersama-sama di dalam
kelompok. Penggunaan metode ini diharapkan siswa menjadi lebih tertarik
sehingga meningkatkan kemampuan mereka dalam memahami bacaan. Karena
dalam metode CIRC siswa akan membaca bacaan secara berpasangan, menjawab
pertanyaan yang berhubungan dengan cerita, mencari makna kata-kata yang sulit,
merangkum poin-poin utama, kemudian pemeriksaan berpasangan yang meliputi
arti kata yang sulit, poin-poin utama dalam cerita, dan jawaban atas pertanyaan
yang bersumber dari bacaan, pemberikan kuis, dan reward.
Pembelajaran dengan menggunakan metode konvesional, pembelajaran
disampaikan dengan ceramah, tanya jawab dan pemberian evaluasi. Sehingga
pembelajaran terpusat pada guru.
Dalam penelitian ini akan dicari manakah yang lebih efektif dalam
meningkatkan kemampuan siswa dalam memahami bacaan, antara pembelajaran
kooperatif tipe CIRC atau pembelajaran konvensional.
25
2.4. Hipotesis
Di duga penggunaan model pembelajaran kooperatif tipe CIRC efektif
dalam meningkatkan kemampuan siswa dalam memahami bacaan pada mata
pelajaran Bahasa Inggris. Maka dapat dirumuskan hasil uji hipotesis sebagai
berikut:
1) H0
Tidak ada perbedaan efektivitas yang signifikan antara penggunaan model
pembelajaran kooperatif tipe CIRC dengan pembelajaran konvensional
dalam meningkatkan kemampuan memahami bacaan.
2) H1
Ada perbedaan efektivitas yang signifikan antara penggunaan model
pembelajaran kooperatif tipe CIRC dengan pembelajaran konvensional
dalam meningkatkan kemampuan memahami bacaan.