20
6 BAB II KAJIAN PUSTAKA 2.1. Kajian Teori 2.1.1. Pembelajaran Kooperatif Pembelajaran kooperatif adalah strategi pembelajaran yang menekankan pada pengelompokan siswa secara heterogen ke dalam kelompok kecil. Siswa dalam pembelajaran kooperatif akan diajarkan untuk memiliki keterampilan khusus yaitu kerja sama. Slavin (2010: 4) mengemukakan: Penggunaan pembelajaran kooperatif untuk meningkatkan pencapaian prestasi para siswa, dan juga akibat-akibat positif lainnya yang dapat mengembangkan hubungan antar kelompok, penerimaan terhadap teman sekelas yang lemah dalam bidang akademik, dan meningkatkan rasa harga diri. Alasan lain adalah tumbuhnya kesadaran bahwa para siswa perlu belajar untuk berpikir, menyelesaikan masalah, dan mengintegrasikan serta mengaplikasikan kemampuan dan pengetahuan mereka, dan bahwa pembelajaran kooperatif merupakan sarana yang tepat untuk itu.” Johnson & Johnson dalam Anita Lie (2004: 30) menyebutkan sistem kerja model pembelajaran kooperatif terdiri dari lima unsur, yaitu: a. Saling ketergantungan positif Faktor keberhasilan dalam suatu kelompok bergantung pada keberhasilan individu, sehingga terdapat kesinambungan dalam mencapai tujuan bersama. Guru menyusun dengan jelas kegiatan yang dirancang sehingga anggota kelompok dapat menyelesaikan tugasnya sendiri untuk mencapai tujuan bersama. Evaluasi yang dilakukan guru secara menyeluruh sehingga anggota kelompok dapat memberikan kontribusi pada kelompok secara merata dan termotivasi untuk meningkatkan usaha dalam mencapai tujuan bersama. b. Tanggungjawab individu Setiap individu memiliki tanggung jawab dalam memberikan usaha yang terbaik untuk mencapai tujuan bersama. Jika setiap anggota kelompok mempunyai kemauan untuk memberikan yang terbaik bagi kelompoknya, maka mereka akan bekerja keras untuk mencapai tujuan bersama. Jika salah satu anggota kelompok

BAB II KAJIAN PUSTAKA 2.1 Kajian Teori 2.1.1 Pembelajaran ...repository.uksw.edu/bitstream/123456789/1021/3/T1_292008520_BAB II.pdf · Dunia pendidikan saat ini bergerak sangat cepat

Embed Size (px)

Citation preview

6

BAB II

KAJIAN PUSTAKA

2.1. Kajian Teori

2.1.1. Pembelajaran Kooperatif

Pembelajaran kooperatif adalah strategi pembelajaran yang menekankan

pada pengelompokan siswa secara heterogen ke dalam kelompok kecil. Siswa

dalam pembelajaran kooperatif akan diajarkan untuk memiliki keterampilan

khusus yaitu kerja sama. Slavin (2010: 4) mengemukakan:

“Penggunaan pembelajaran kooperatif untuk meningkatkan pencapaian

prestasi para siswa, dan juga akibat-akibat positif lainnya yang dapat

mengembangkan hubungan antar kelompok, penerimaan terhadap teman

sekelas yang lemah dalam bidang akademik, dan meningkatkan rasa harga

diri. Alasan lain adalah tumbuhnya kesadaran bahwa para siswa perlu

belajar untuk berpikir, menyelesaikan masalah, dan mengintegrasikan serta

mengaplikasikan kemampuan dan pengetahuan mereka, dan bahwa

pembelajaran kooperatif merupakan sarana yang tepat untuk itu.”

Johnson & Johnson dalam Anita Lie (2004: 30) menyebutkan sistem kerja

model pembelajaran kooperatif terdiri dari lima unsur, yaitu:

a. Saling ketergantungan positif

Faktor keberhasilan dalam suatu kelompok bergantung pada keberhasilan

individu, sehingga terdapat kesinambungan dalam mencapai tujuan bersama. Guru

menyusun dengan jelas kegiatan yang dirancang sehingga anggota kelompok

dapat menyelesaikan tugasnya sendiri untuk mencapai tujuan bersama. Evaluasi

yang dilakukan guru secara menyeluruh sehingga anggota kelompok dapat

memberikan kontribusi pada kelompok secara merata dan termotivasi untuk

meningkatkan usaha dalam mencapai tujuan bersama.

b. Tanggungjawab individu

Setiap individu memiliki tanggung jawab dalam memberikan usaha yang

terbaik untuk mencapai tujuan bersama. Jika setiap anggota kelompok mempunyai

kemauan untuk memberikan yang terbaik bagi kelompoknya, maka mereka akan

bekerja keras untuk mencapai tujuan bersama. Jika salah satu anggota kelompok

7

tidak melaksanakan tugasnya, maka kelompok itu tidak akan mencapai tujuan

bersama.

c. Interaksi personal

Dalam pembelajaran kooperatif, interaksi pesonal adalah unsur terpenting.

Interaksi sosial membutuhkan komunikasi antar anggota. Dengan adanya

komunikasi antar anggota maka akan timbul sinergi yang dapat memberikan

keuntungan bagi kelompok. Adanya sinergi dalam kelompok akan membuat tiap

anggota kelompok akan dapat saling menghargai perbedaan, hal itu berdampak

bagi tiap anggota untuk memanfaatkan semaksimal mungkin kelebihan dari

masing-masing anggota kelompok dan saling mengisi kekurangan masing-masing.

Pemikiran masing-masing anggota kelompok akan memperkaya hasil pemikiran

sehingga dapat menyelesaikan masalah.

d. Keahlian kerjasama

Komunikasi sangat penting dalam keahlian kerjasama. Setiap anggota

kelompok saling mengutarakan pendapatnya kemudian menyatukannya sehingga

menjadi suatu hasil. Hal ini juga akan melatih mereka untuk belajar

mendengarkan ketika orang lain berbicara, menghargai pendapat orang lain, dan

belajar menyampaikan pendapat tanpa menyinggung perasaan orang lain.

e. Evaluasi proses kelompok

Guru menjadwalkan waktu secara khusus bagi kelompok untuk

mengevaluasi proses kerja kelompok untuk mengevaluasi proses kerja kelompok

dan hasil dari kerja kelompok, sehingga bisa bekerja sama dengan lebih efektif.

Rustaman dalam Ina (2009) mengemukakan “pembelajaran kooperatif

adalah salah satu pembelajaran yang dikembangkan dari teori konstruktivisme

karena mengembangkan struktur kognitif dalam membangun pengetahuannya

sendiri dengan berpikir rasional.” Pendapat Rustaman sejalan dengan pendapat

Isjoni (2011: 14) yang menyebutkan “pembelajaran kooperatif adalah salah satu

bentuk pembelajaran yang berdasarkan paham konstruktivisme.” Lebih lanjut

Isjoni (2011: 27) juga mengemukakan:

“Beberapa ciri dari pembelajaran kooperatif adalah; (a) setiap anggota

memiliki peran, (b) terjadi hubungan interaksi langsung di antara siswa, (c)

setiap anggota kelompok bertanggung jawab atas belajarnya dan teman-

8

teman sekelompoknya, (d) guru membantu mengembangkan keterampilan-

keterampilan interpersonal kelompok, dan (e) guru hanya berinteraksi

dengan kelompok saat diperlukan.”

Dapat disimpulkan bahwa pembelajaran kooperatif adalah pembelajaran

yang dilakukan dalam kelompok kelompok secara heterogen. Dimana setiap

anggota kelompok memiliki tanggung jawab untuk bekerja keras dalam mencapai

tujuan bersama. Dalam mencapai tujuan bersama terdapat interaksi antar anggota

dimana akan terbangun kerja sama di dalam kelompok. Di dalam pembelajaran

kooperatif siswa dapat membangun pengetahuannya dalam menyelesaikan

masalah, mengintegrasikan dan mengaplikasikan pengetahuannya.

2.1.2. Pembelajaran Kooperatif Tipe CIRC

Dunia pendidikan saat ini bergerak sangat cepat. Kebutuhan yang

diperlukan bagi siswa untuk dapat mengikuti perkembangan jaman yang semakin

maju ini pun juga meningkat. Pendidikan sebagai wadah untuk meningkatkan

kemampuan siswa, wajib memberikan pengetahuan pengetahuan yang baru dan

senantiasa relevan dengan perkembangan jaman. Sehingga siswa dapat bersaing di

dunia internasional.

Salah satu upaya untuk menjadikan siswa dapat bersaing di dunia

internasional adalah dengan meningkatkan kemampuan siswa dalam

menggunakan bahasa asing. Bahasa asing yang utama dipakai dalam pergaulan

internasional saat ini adalah bahasa Inggris. Sehingga mampu berkomunikasi

dengan baik menggunakan bahasa Inggris merupakan suatu syarat mutlak untuk

dapat bergaul di dunia internasional.

Saat ini perkembangan mata pelajaran bahasa Inggris sangat cepat. Dahulu

pelajaran bahasa Inggris diperkenalkan di Sekolah Menengah Pertama (SMP)

maka sekarang tidak hanya sekolah dasar, namun pendidikan usia dini sudah

diperkenalkan bahasa Inggris. Sekarang dunia pendidikan sangat menyadari

perlunya pelajaran bahasa Inggris bagi siswa.

Bahasa Inggris seperti bahasa-bahasa lain pada umumnya, memiliki

struktur yang berbeda dengan bahasa lainnya. Pengucapan yang juga berbeda

dengan bahasa lainya. Sehingga dalam penyampaian materinya tidak mungkin

9

hanya di jelaskan saja, tetapi juga harus ada praktiknya, sehingga siswa

mendapatkan pengalaman langsung dan dapat menerapkan materi yang telah di

dapatkan.

Membaca sebagai salah satu keterampilan dalam Bahasa Inggris yang

harus dikembangkan, dengan membaca siswa dapat memperoleh informasi,

sehingga siswa harus memiliki kemampuan dalam memahami bacaan. Namun

pada kenyataannya meskipun sudah menerapkan latihan dalam memahami

bacaan, hal itu tidaklah mudah bagi siswa untuk mendapatkan informasi yang

terkandung di dalam bacaan.

Upaya yang dapat untuk meningkatkan kemampuan siswa dalam

memahami bacaan adalah dengan menyajikan pembelajaran dengan metode yang

kreatif, sehingga siswa lebih mudah dalam memahami bacaan. Untuk itu dalam

kegiatan pembelajaran diperlukan sebuah strategi belajar yang memberdayakan

siswa secara aktif. Salah satunya adalah dengan membuat pola pembelajaran yang

menekankan kerjasama antar siswa.

Salah satu model pembelajaran yang menekankan kerja sama tim dalam

menguasai kemampuan memahami bacaan adalah dengan menggunakan model

kooperatif tipe CIRC (Cooperative Integrated Reading and Composition). Model

pembelajaran kooperatif tipe CIRC ini tidaklah sulit, tahapannya adalah membaca

berpasangan, menulis cerita yang bersangkutan dan tata bahasa cerita,

mengucapkan kata-kata dengan keras, makna kata, menceritakan kembali cerita,

ejaan, pemeriksaan oleh pasangan, dilanjutkan dengan tes.

Slavin (2010:200) menyebutkan “Cooperative Integrated Reading and

Composition (CIRC), yaitu sebuah program yang komprehensif untuk mengajari

pelajaran membaca, menulis, dan seni berbahasa pada kelas yang lebih tinggi di

sekolah dasar”. Hal ini berkaitan dengan tujuan utama dari CIRC yaitu

menggunakan kelompok-kelompok kooperatif untuk membantu siswa dalam

mempelajari kemampuan dalam memahami bacaan yang dapat diterapkan secara

luas.

10

Unsur-unsur utama dari CIRC menurut Slavin (2010: 205) adalah:

1) Kelompok Membaca

Siswa di bagi dalam kelompok-kelompok yang terdiri dari dua atau tiga

orang. Kelompok ini dibagi secara heterogen, menurut tingkatan

kemampuan siswa yang dapat ditentukan oleh guru.

2) Tim

Siswa dibagi dalam pasangan atau trio, kemudian pasangan-pasangan itu

dibagi kedalam tim yang terdiri dari pasangan atau trio dua kelompok

membaca atau tingkat.

3) Kegiatan-kegiatan yang Berhubungan dengan Cerita

Para siswa menggunakan bahan bacaan dasar. Cerita diperkenalkan dan

didiskusikan dalam kelompok membaca yang diarahkan guru. Dalam

kelompok guru menentukan tujuan dari membaca, memperkenalkan

kosakata baru, mengulang kosakata lama, mendiskusikan cerita setelah para

siswa selesai membacanya, dan sebagainya. Diskusi tentang cerita disusun

untuk menekankan kemampuan-kemampuan tertentu seperti membuat dan

mendukung prediksi dan mengidentifikasikan masalah dalam bentuk narasi.

Tahapan-tahapan kegiatan ketika siswa diberikan cerita adalah:

a. Membaca berpasangan

Para siswa membaca cerita dalam hati kemudian bergantian membaca

cerita tersebut dengan keras bersama dengan pasangannya, bergiliran di

setiap paragrafnya. Pendengar akan mengkoreksi tiap kesalahan yang

dibuat oleh pembaca. Pada tahap ini guru akan memberi penilaian untuk

kinerja siswa dengan cara berkeliling dan mendengarkan saat para siswa

membaca bergantian satu sama lain.

b. Menulis cerita yang bersangkutan dan tata bahasa cerita

Siswa diberikan pertanyaan yang berkaitan dengan cerita yang

menekankan tata bahasa cerita. Setelah mereka sampai pada akhir cerita,

mereka diminta untuk menghentikan bacaan dan diminta untuk

mengidentifikasikan karakter, latar belakang, kejadian, dan masalah

dalam cerita tersebut, dan untuk memprediksi bagaimana masalah

11

tersebut akan diselesaikan. Di akhir cerita para siswa kan merespon cerita

secara keseluruhan dan menulis beberapa paragraf yang berkaitan dengan

topik.

c. Mengucapkan kata-kata dengan keras

Siswa diberikan daftar kata-kata baru atau sulit yang terdapat

dalam cerita. Mereka harus belajar membaca kata-kata ini dengan benar

dengan tujuan agar mereka tidak ragu atau salah untuk mengucapkannya.

Siswa mengucapkan daftar kata-kata ini bersama pasangannya atau

teman satu tim lainnya sampai mereka bisa membacanya dengan lancar.

d. Makna kata

Siswa diberikan daftar kata-kata dalam cerita yang tergolong baru

dalam kosakata bicara mereka dan mereka diminta untuk melihat kata-

kata itu di dalam kamus, kemudian menuliskan definisinya dengan cara

yang mudah untuk dipahami, dan menuliskan kalimat yang

memperlihatkan makna dari kata tersebut.

e. Menceritakan kembali cerita

Setelah membaca cerita dan mendiskusikan dalam kelompok

membaca mereka, siswa merangkum poin-poin utama dari cerita tersebut

untuk pasangannya.

f. Ejaan

Siswa saling menguji daftar ejaan kata-kata satu sama lainnya dan

saling membantu satu sama lain untuk menguasai daftar tersebut. Siswa

menggunakan strategi “daftar yang hilang”, dimana mereka membuat

daftar baru dari kata-kata yang hilang setiap kali selesai melakukan

penilaian sampai daftar itu habis. Lalu mereka membuat daftar baru lagi,

mengisi daftar tersebut, mengulangi prosesnya sampai tak ada kata-kata

yang hilang.

4) Pemeriksaan oleh Pasangan

Jika semua sudah dilaksanakan maka pasangan mereka memberikan

formulir tugas siswa yang mengindikasikan bahwa mereka telah

12

menyelesaikan semua kriteria terhadap tugas tersebut. Siswa diberikan

sejumlah kegiatan-kegiatan harian yang diharapkan dapat bisa diselesaikan.

5) Tes

Siswa diberikan pemahaman terhadap cerita, diminta untuk menuliskan

kalimat-kalimat bermakna untuk tiap kosakata, dan diminta untuk

membacakan daftar kata-kata dengan keras pada guru.

6) Pengajaran Langsung dalam Memahami Bacaan

Siswa mendapatkan pengajaran langsung dalam kemampuan khusus

memahami bacaaan, seperti mengidentifikasi gagasan utama, memahami

hubungan sederhana, serta membuat kesimpulan. Siswa melakukan kegiatan

memahami bacaan sebagai sebuah tim.

7) Seni Berbahasa dan Menulis Integrasi

Pada bagian ini penekanannya adalah pada proses menulis, kemampuan

mekanika bahasa yang diperkenalkan sebagai tambahan khusus terhadap

pelajaran menulis. Pada bagian ini siswa diminta untuk membuat konsep

karangan setelah berkonsultasi dengan teman satu tim dan kepada guru

mengenai gagasan-gagasan mereka, rencana pengaturan, bekerja sama

teman satu tim untuk merevisi isi karangan mereka, kemudian saling

menyunting pekerjaan antara satu dengan yang lainnya menggunakan

formulir penyuntingan yang menekankan pada kebenaran tata bahasa dan

mekanika bahasa. Pada akhirnya, para siswa akan menerbitkan karangan

akhir mereka dalam buku-buku tim atau kelas.

8) Membaca Independen dan Buku Laporan

Siswa diminta untuk membaca buku yang saling ditukar setiap malam

selama duapuluh menit tiap malamnya. Terdapat paraf orang tua yang

menegaskan bahwa siswa telah membaca sesuai dengan waktu yang telah

ditentukan. Nilai tim akan bertambah jika setiap individu dapat

mengumpulkan formulir tersebut sesuai dengan waktunya. Kemudian siswa

juga diminta untuk mengisi buku laporan secara reguler. Hal ini akan

meningkatkan poin tim mereka sendiri. Membaca independen dan buku

13

laporan menjadi pengganti pekerjaan rumah dalam pelajaran membaca dan

seni berbahasa.

Maden, dkk. dalam Mohammad Nur (2011: 13) menyebutkan unsur-unsur

kegiatan pembelajaran dengan model pembelajaran kooperatif tipe CIRC adalah

pertama, penghargaan kepada tim berupa pemberian sertifikat yang didasarkan

pada kinerja kelompok. Kedua, pemberian kesempatan yang sama untuk berhasil

pada setiap tim, yaitu dengan siswa bekerja pada bahan yang sesuai dengan

tingkat membaca mereka. Ketiga, tanggung jawab individual dengan cara

memberikan ide atau usahannya yang nantinya akan masuk pada skor kuis dan

karya tulis akhir mandiri.

Staven dalam Huda (2010: 126) mengemukakan:

“Dalam CIRC, siswa ditempatkan dalam kelompok-kelompok kecil, baik

homogen maupun heterogen. Pertama-tama, mereka mengikuti

serangkaian instruksi guru tentang keterampilan membaca dan menulis,

kemudian praktik, lalu pra penilaian, dan kuis. Setiap kelompok tidak bisa

mengikuti kuis hingga anggota-anggota di dalamnya benar-benar siap.”

Dalam CIRC yang dikemukakan oleh Steven, juga terdapat reward yang

akan diberikan kepada kelompok-kelompok yang anggota-anggotanya dapat

menunjukkan performa yang meningkat. Kontribusi anggota pada masing-masing

kelompok didasarkan pada skor kuis dan komposisi karangan yang mereka buat

secara mandiri.

Dari berbagai teori diatas dapat disimpulkan bahwa penerapan model

pembelajaran kooperatif tipe CIRC pada kegiatan awal, inti dan akhir pada

penelitian adalah:

1) Membagi kelompok secara heterogen (berpasangan)

2) Membaca cerita berpasangan

3) Menjawab pertanyaan yang berhubungan dengan cerita

4) Mencari arti dari kata-kata baru atau sulit yang ada di cerita

5) Merangkum poin-poin utama cerita seperti setting, tokoh, dan

pokok pikiran

6) Menuliskan di dalam formulir:

a. Arti kata-kata yang baru atau sulit

14

b. Poin-poin utama dari cerita seperti setting, tokoh dan pokok

pikiran

c. Jawaban dari pertanyaan mengenai cerita dan menuliskan

kembali cerita dengan menggunakan bahasa sendiri.

7) Pemeriksaan pasangan pada formulir.

8) Kuis

9) Pemberian reward pada kelompok terbaik.

Dapat disimpulkan bahwasanya pembelajaran kooperatif tipe CIRC ini

dapat membangun pengetahuan siswa, karena siswa dalam pembelajaran ini siswa

bekerja pada dalam kelompoknya. Mereka akan bekerjasama dalam kelompok

untuk melakukan tugas-tugas yang diberikan guru. Dalam kelompok mereka juga

akan saling bantu membantu, dimana anggota kelompok yang pandai dapat

membantu angggota kelompok yang masih lemah. Sehingga dalam pembelajaran

kooperatif tipe CIRC ini terdapat kontribusi positif dari anggota kelompok.

Diharapkan dengan pembelajaran kooperatif tipe CIRC ini dapat lebih

efektif dalam meningkatkan kemampuan siswa dalam memahami bacaan.

Pembelajaran kooperatif tipe CIRC terbukti efektif jika rata-rata hasil tes

pemahaman bacaan kelompok eksperimen lebih tinggi dibandingkan kelompok

kontrol.

2.1.3. Membaca

Membaca biasanya di pahami dengan bagaimana pembaca berinteraksi

dengan apa yang ada di dalam teks. Dari sisi linguistik Anderson dalam Sunarta

(2010: 2) menyebutkan bahwa membaca merupakan suatu proses penyandian

kembali dan pembacaan sandi, ini berlainan dengan berbicara dan menulis yang

melibatkan penyandian. Dari teori ini dapat dikatakan bahwa membaca

merupakan penyandian kembali, dari bentuk tulis berubah menjadi bunyi. Sujana

dalam Hartati (2011: 10) menyebutkan bahwa membaca adalah kemampuan yang

kompleks, karena membaca tidaklah kegiatan yang hanya memandangi lambang-

lambang tertulis saja, namun lambang-lambang tersbut akan menjadi bermakna

yang dengan segera dipahami oleh pembaca.

15

Membaca menurut Tampubolon dalam Susilo (2010: 6) adalah suatu

kegiatan yang berbentuk fisik dan mental sebagai bentuk proses untuk

menemukan makna dari tulisan, dalam kegiatan itu terdapat juga proses

pengenalan huruf. Yang dimaksud dengan fisik adalah adanya kegiatan dari

bagian tubuh, yaitu mata, dan yang dimaksud dengan mental adalah bagian

pikiran, yaitu persepsi dan ingatan yang terlibat didalamnya. Tarigan dalam

Hartati (2011: 10) menyebutkan bahwa membaca adalah sebuah proses yang

dilakukan dan dipergunakan oleh pembaca untuk memperoleh pesan yang hendak

disampaikan penulis melalui media kata atau bahasa tulis.

Finochiaro dan Bonomo dalam Nudju (2011: 9) mengatakan bahwa

membaca adalah memetik dan memahami makna yang terkandung di dalam

bahasa tulis. Sehingga membaca merupakan suatu proses untuk memahami

makna. Makna-makna yang ada di dalam bacaan itulah yang membantu siswa

untuk memahami pesan atau informasi yang terkandung di dalam suatu bacaan.

Memahami pesan atau informasi yang terkandung di dalam suatu bacaan

merupakan tujuan dari membaca, hal ini sejalan dengan definisi membaca yang

disampaikan oleh Nunan dalam Susatyo (2011: 14) yang menyebutkan bahwa

membaca merupakan proses lancar dari pembaca dalam menggabungkan

informasi dari teks dan pengetahuan latar pembaca untuk membangun makna.

2.1.4. Membaca Pemahaman

Dalam kegiatan membaca, seperti yang sudah disebutkan bahwasanya

membaca adalah kegiatan untuk memahami bacaan, atau dalam keterampilan

berbahasa disebut membaca pemahaman. Devine dalam Susatyo (2011: 15)

menyebutkan bahwa membaca pemahaman merupakan suatu proses pengaktifan

latar pembaca yang bekerja berdasarkan keterampilan kognitif beserta

kemampuan logikanya yang bertujuan untuk mencari konsep dari teks tertulis.

Pembaca, secara langsung melakukan proses memahami, menyerap informasi

sekaligus juga menandai informasi yang aktual dari sebuah teks. Tarigan dalam

Mahendra (2011: 7) menyebutkan membaca pemahaman bertujuan untuk

memahami standar-standar kesastraan (literacy standards), resensi kritis (critical

review), drama tulis (primed review), serta pola-pola fiksi (patterns of fiction).

16

Smith dalam Susilo (2010: 6) mengatakan bahwa membaca pemahaman

adalah proses membangun pemahaman dari teks yang ditulis. Pembaca akan

menggunakan pengetahuan dan logikanya untuk memahami maksud penulis,

sehingga terbentuklah suatu pemahaman. Menurut Aliyah dalam Wenasari (2010:

12) dalam membaca pemahaman guna mendapat informasi yang terkandung

dalam bacaan dapat ditempuh dengan lima langkah yaitu:

1) Mencari data yang tersurat yang diambil dari detail-detail yang menunjang

2) Menyusun data menurut urutannya

3) Mencari pokok-pokok pikiran

4) Mencari fakta

5) Membedakan laporan

Langkah-langkah tersebut memudahkan pembaca untuk memahami bacaan,

sehingga dapat menangkap pesan atau informasi yang terkandung dalam bacaan.

Tarigan dalam Susilo (2010: 7) menyebutkan beberapa aspek yang mempengaruhi

keterampilan dalam membaca pemahaman, yaitu:

1) Mechanical skills yang dianggap berada pada urutan lower order, yang

meliputi:

a. Pengenalan huruf

b. Pengenalan unsur-unsur lingustik, yaitu fonem/grafem, kata, dan

kalimat

c. Pengenalan pola ejaan dan bunyi

d. Kecepatan membaca masih rendah

2) Comprehension skills yang dapat diungkapkan berada pada higher order,

yang meliputi:

a. Kemampuan memahami kata-kata dalam bacaan

b. Kemampuan memahami pola-pola kalimat, bentuk kata dan susunan

kalimat

c. Kemampuan memahami ide-ide pokok yang disampaikan pengarang

d. Kemampuan dalam menerapkan dalam karangan

17

2.1.5. Kemampuan Pemahaman Bacaan

Pemahaman bacaan menurut Harjasusana dan Damaianti dalam Rustono

(2010: 15) adalah pemahaman kalimat yang meliputi kemampuan menggunakan

teori hubungan struktural antar kalimat. Pengetahuan mengenai hubungan

struktural berguna dalam proses pemahaman kalimat, karena kalimat merupakan

serangkaian kata-kata yang saling berkaitan mengikuti cara-cara yang spesifik.

Proses pemahaman kalimat merupakan bagian dari pembaca dalam memahami isi

bacaan. Goodman dalam Slamet (2006: 185) menjelaskan bahwa “pemahaman

membaca merupakan suatu proses merekonstruksi pesan yang terdapat dalam teks

yang dibaca. Proses merekonstruksi pesan adalah berlapis, interaktif, dan terjadi

proses pembentukan dan pengujian hipotesis”. Merekonstruksi pesan adalah

upaya dari pembaca untuk mengetahui isi dalam bacaan yang hendak disampaikan

oleh penulis.

Rustono (2010: 16) mengemukakan:

“Pemahaman bacaan adalah pengertian yang diperoleh dari aktivitas

membaca. Aktivitas ini melibatkan pembaca, teks, dan isi pesan yang

disampaikan penulis. Seseorang dapat dikatakan memahami bacaan

apabila ia telah mendapatkan informasi atau pesan yang disampaikan oleh

penulis, baik tersirat maupun tersurat.”

Dari berbagai definisi yang sudah disebutkan, dapat disimpulkan

pemahaman bacaan adalah sebuah kegiatan atau proses untuk mendapatkan

informasi di dalam bacaan untuk memahami isi bacaan. Setelah kesimpulan

pemahaman bacaan diketahui, maka dapat disimpulkan pula kemampuan

pemahaman bacaan. Kemampuan pemahaman bacaan adalah kesanggupan

pembaca untuk mendapatkan informasi yang ada di dalam bacaan. Dengan

kemampuan tersebut pembaca dapat menggunakan pengetahuannya untuk

memahami isi bacaan. Sehingga pembaca dapat menangkap maksud yang hendak

disampaikan penulis, baik secara tersirat maupuan tersurat.

2.1.6. Pengukuran Pemahaman Bacaan

Mengukur pemahaman bacaan siswa dapat diukur dengan pertanyaan yang

berkaitan dengan maksud yang hendak disampaikan penulis, apa yang dikatakan

18

oleh penulis, dan hal-hal lain yang terdapat dalam bacaan itu. Anderson dalam

Iyorosmana (2009) menjelaskan bahwa dalam mengukur kemampuan pemahaman

bacaan dapat dilakukan dengan tiga tingkatan yaitu:

1) Tingkatan pemahaman literal. Dalam tingkatan ini pertanyaan yang dapat

diberikan adalah:

a. Perbuatan apa yang ada pada cerita tersebut?

b. Siapa yang menjadi tokoh-tokoh utama pada cerita?

c. Di mana kejadian atau hal itu berlangsung?

2) Tingkat interpretasi. Pertanyaan yang dapat diberikan pada tingkatan ini

adalah:

a. Apa yang hendak penulis sampaikan?

b. Apa tema pokok dalam cerita?

c. Bagaimana fakta ini cocok dengan apa yang telah diketahui?

3) Tingkat pemahaman diluar cerita. Pertanyaan yang dapat diberikan pada

tingkatan ini adalah:

a. Simbol-simbol apa yang disampaikan?

b. Apakah saya mampu menyimpulkan dari apa yang dikatakan?

c. Bukti-bukti apa untuk generalisasi-generalisasi berikut?

Dapat disimpulkan bahwa Anderson mengungkapkan jika pemahaman

bacaan dapat diukur dalam tiga tingkatan, yaitu tingkat pemahaman literal yang

menanyakan hal-hal yang tersurat dalam bacaan, tingkat intrepretasi yang

menanyakan tentang apa yang dimaksud pengarang, dan tingkat pemahaman

ketiga yang menanyakan hal-hal diluar wacana.

Menurut Harris dalam Iyorosmana (2009) aspek yang diniliai dalam

mengukur pemahaman bacaan terdiri dari tiga bagian, yaitu:

1) Pemahaman bahasa dan tulisannya, hal ini meliputi kemampuan

memahami kata-kata yang ada dalam bacaan, kemampuan memahami

pola-pola kalimat, kemampuan menafsirkan dengan lambang-

lambang yang ada pada bacaan.

2) Gagasan, hal ini meliputi kemampuan mengenal maksud yang ingin

disampaikan pengarang, kemampuan memahami gagasan-gagasan

19

yang mendukung pokok pikiran, dan kemampuan menarik

kesimpulan.

3) Nada dan gaya, hal ini meliputi kemampuan untuk memahami sikap

pengarang terhadap persoalan yang dimunculkan dan sikap

pengarang terhadap pembaca, dan kemampuan memahami teknik dan

gaya penulisan.

Nurgiyantoro dalam Putri (2011: 35) menyebutkan bahwa Bloom

membagi pengukuran pemahaman bacaan ke dalam tiga ranah, yaitu ranah

kognitif, ranah afektif, dan ranah psikomotor. Ranah kognitif meliputi kegiatan

memahami bacaan secara kritis, sehingga dapat dikatakan pada aspek ini berupa

kemampuan membaca. Ranah afektif meliputi sikap dan kemauan siswa untuk

membaca. Sedangkan ranah psikomotor merupakan kegiatan fisik siswa ketika

membaca. Dari penjelasan tersbut dapat disimpulkan bahwa pemahaman bacaan

masuk dalam ranah kognitif.

Lebih lanjut Nurgiyantoro menyebutkan bahwa dalam teori Bloom,

pemahaman bacaan pada ranah kognitif terbagi dalam enam tingkatan, dimulai

dari yang sederhana menuju ke yang lebih kompleks. Enam tingkatan pada Bloom

adalah ingatan, pemahaman, penerapan, analisis, sintesis, dan evaluasi. Untuk

mengukur kemampuan siswa dalam memahami isi bacaan maka diberikan tes

kemampuan membaca.

Nurgiyantoro dalam Putri (2011: 37) menyebutkan bahwa tes

kemampuan membaca dapat dibagi menjadi dua jenis, yaitu tes objektif, yang

biasanya berbentuk tes esai, dan tes objektif, yang terdiri dari tes benar-salah,

pilihan ganda, isian, dan penjodohan.

Pada penelitian ini, tes bentuk pilihan ganda dinilai tepat untuk

digunakan, karena dapat mengukur hasil belajar pada ranah kognitif pada

tingkatan sederhana, yaitu ingatan, pemahaman, dan penerapan. Menurut Sudjana

(2010: 48) tes bentuk pilihan ganda memiliki satu jawaban yang paling tepat. Soal

tes pilihan ganda terdiri atas pertanyaan atau pernyataan yang berisi

permasalahan, sejumlah pilihan jawaban, jawaban yang paling tepat, dan jawaban-

jawaban lain selain kunci jawaban atau sering disebut sebagai pengecoh.

20

Dari berbagai teori yang telah disebutkan, maka dapat disimpulkan

bahwa dalam penelitian ini, indikator dalam mengukur kemampuan siswa

memahami bacaan adalah pada tingkat pemahaman literal dan intepretasi, yang

mencakup hal-hal tersurat dalam bacaan dan apa yang dimaksud oleh pengarang,

seperti:

1) Kejadian apa yang terjadi dalam bacaan.

2) Tokoh-tokoh utama di dalam cerita.

3) Tempat dimana kejadian berlangsung.

4) Pikiran utama cerita.

Berdasarkan teori Bloom mengenai pemahaman bacaan pada ranah

kognitif, maka indikator dalam mengukur kemampuan siswa memahami bacaan

pada penelitian ini adalah pada tingkatan sederhana, yaitu ingatan.

2.1.7. Pembelajaran Konvensional

Dalam dunia pendidikan terdapat istilah yang tidak asing lagi, yaitu

pembelajaran konvensional. Pembelajaran konvensional seringkali disebut

sebagai pembelajaran tradisional. Suyitno dalam Hanafiah (2010: 8)

mengemukakan:

“Metode konvensional adalah cara menyampaikan pembelajaran dari

seorang guru kepada siswa di dalam kelas dengan cara berbicara diawal

pembelajaran, menerangkan materi dan contoh soal”

Dari definisi metode konvensional yang disebutkan oleh Suyitno, dapat

disimpulkan bahwa strategi pembelajaran pada metode konvensional bersifat teacher-

centered, atau terpusat pada guru. Guru lebih mendominasi dalam pembelajaran,

sehingga guru lebih banyak berbicara, dan siswa sebagai pendengar. Hanafiah dalam

jurnalnya (2010: 8) menyebutkan bahwa guru yang menggunakan metode

konvensional dalam pembelajaran menyusun materi pelajaran secara hirearkis dan

sistematis, hal ini berakibat guru yang menerangkan dan siswa hanya menerima.

Dalam pembelajaran yang menggunakan metode konvensional guru lebih

aktif dan siswa hanya pasif. Siswa mendapatkan kesempatan untuk berbicara ketika

21

bertanya tentang materi yang belum diketahui. Selebihnya siswa akan diberi latihan

soal dari guru jika materi pelajaran telah selesai disampaikan oleh guru.

2.1.8. Pembelajaran Bahasa Inggris di Sekolah Dasar

Bahasa Inggris sangat cepat berkembang dan banyak digunakan oleh

banyak negara, bahasa Inggris menjadi bahasa internasional dan banyak

digunakan sebagai alat komunikasi antar negara. Berdasarkan hal itu bahasa

Inggris masuk dalam kurikulum pendidikan di Indonesia.

Pembelajaran bahasa Inggris mulai diajarkan sejak tahun 1992

berdasarkan kebijakan Depdikbud RI No. 0487/4/1992. Dalam kebijakan tersebut

menyatakan bahwa Sekolah Dasar dapat menambah mata pelajaran tambahan

dengan ketentuan sepanjang penambahan itu tidak bertentangan dengan tujuan

pendidikan nasional.

Adanya mata pelajaran bahasa Inggris semakin diperkuat dengan adanya

Surat Keputusan Menteri Pendidikan dan Kebudayaan Republik Indonesia No.

60/U/1993 yang menyebutkan bahwa bahasa Inggris mulai diajarkan pada

Sekolah Dasar kelas IV. Hal itu memperkuat kedudukan bahasa Inggris di

Sekolah Dasar yaitu dengan memasukkannya ke dalam struktur kurikulum muatan

lokal.

Standar Isi (2006:403) mengemukakan:

“Pendidikan bahasa Inggris di SD/MIdimaksudkan untuk mengembangkan

kemampuan berbahasa yang digunakan untuk menyertai tindakan atau

language accompyaning action. Bahasa Inggris digunakan untuk interaksi

dan bersifat “here and now”. Topik pembicaraannya berkisar pada hal-hal

yang ada dalam konteks situasi”

Inilah kompetensi yang hendak diajarkan pada siswa, yaitu supaya mereka

dapat memliki kemampuan berinteraksi yang lebih kompleks. Lebih lanjut

Standar Isi (2006: 403) menyebutkan tujuan pembelajaran Bahasa Inggris di

Sekolah Dasar adalah:

1) Mengembangkan kompetensi berkomunikasi dalam bentuk lisan secara

terbatas untuk mengiringi tindakan (language accompanying action)

dalam konteks sekolah.

22

2) Memiliki kesadaran tentang hakikat dan pentingnya bahasa Inggris untuk

meningkatkan daya saing bangsa dalam masyarakat global.

Standar Isi (2006: 403) juga menetapkan ruang lingkup bahasa Inggris, yaitu:

1) Mendengarkan

2) Berbicara

3) Membaca

4) Menulis

Empat kemampuan tersebut digunakan untuk berkomunikasi secara lisan

terbatas dalam konteks sekolah. Keterampilan menulis dan membaca diarahkan

untuk memperkuat pembelajaran dalam komunikasi lisan. Mengingat empat

kemampuan tersebut digunakan untuk berkomunikasi lisan yang dibatasi dalam

konteks sekolah, maka pembelajaran bahasa Inggris di Sekolah Dasar berada di

tahap pemula (beginner).

2.2. Kajian Hasil Penelitian yang Relevan

a. Hasil penelitian eksperimen yang dilakukan oleh Sprayituo pada tahun 2010

dengan judul “Pengaruh Model Pembelajaran Cooperative Integrated Reading

And Composition (CIRC) Terhadap Kemampuan Membaca Pemahaman

Ditinjau dari Kemampuan Awal Mata Pelajaran Bahasa Jawa Pada Siswa Kelas

VIII Sekolah Menengah Pertama Negeri Kecamatan Gombong” hasil

penelitian menyimpulkan bahwa terdapat perbedaan pengaruh yang signifikan

antara metode pembelajaran menggunakan metode CIRC dengan metode

pembelajaran Ekspositori terhadap kemampuan membaca pemahaman bahasa

Jawa. Hal ini dapat diketahui dengan perolehan F, = 16.726 lebih besar dari

F(o,95;1;136) =6,98 dengan taraf signifikansi 0,05, sehingga hipotesis yang

dikemukakan teruji kebenarannya.

b. Hasil penelitian tindakan kelas yang dilakukan oleh Evi Irmawati, S.Pd pada

tahun 2011 dengan judul “ Penerapan Metode CIRC dalam Peningkatan

Kemampuan Menemukan Gagasan Utama dalam Wacana pada Siswa Kelas

VII A SMP NU Suruh Kabupaten Semarang Tahun Ajaran 2010/2011”

menyimpulkan bahwa Pada tahap prasiklus diperoleh rata-rata nilai siswa

adalah 51,3. Pada siklus I rata-rata nilai meningkat menjadi 69,4, dan pada

23

siklus II rata-rata nilai meningkat menjadi 87,5. Dapat dilihat adanya

peningkatan pada siswa dalam mengikuti pembelajaran menemukan gagasan

utama dalam wacana dengan menggunakan metode CIRC.

Penelitian tersebut di atas walaupun berbeda akan tetapi masih

berhubungan dengan penelitian ini yaitu pembelajaran berbahasa kaitannya

dengan kemampuan memahami bacaan. Dengan demikian penelitian di atas

sangat mendukung penelitian ini. Pada penelitian ini menekankan penggunaan

model pembelajaran kooperatif tipe CIRC dalam meningkatkan kemampuan

memahami bacaan pada mata pelajaran bahasa Inggris dan lebih baik daripada

pembelajaran konvensional.

2.6. Kerangka Berpikir

Gambar 1: Kerangka Berpikir

Bahasa Inggris: Listening, Reading, Writing, Speaking

Reading: Memahami bacaan

Pembelajaran dengan menggunakan

pembelajaran kooperatif tipe CIRC

Pembelajaran dengan menggunakan

metode pembelajaran konvensional

Langkah-langkah pembelajaran kooperatif tipe

CIRC:

1. Membagi kelompok berpasangan

2. Membaca cerita berpasangan

3. Menjawab pertanyaan yang berhubungan

dengan cerita

4. Mencari makna kata

5. Merangkum poin utama cerita

6. Menulis formulir:

a. Makna kata

b. Poin utama

c. Jawaban pertanyaan seputar cerita

7. Pemeriksaan pasangan

8. Kuis

9. Reward

Langkah-langkah pembelajaran

dengan metode pembelajaran

konvensional:

1. Tanya jawab

2. Ceramah

3. Evaluasi

Kemampuan memahami bacaan Kemampuan memahami bacaan

24

Pelajaran bahasa Inggris memiliki empat keterampilan berbahasa, yaitu

membaca, menulis, mendengarkan, dan berbicara (Reading, writing, listening, and

speaking). Membaca sebagai kegiatan untuk memperoleh informasi tidak terlepas

dari masalah dalam implementasinya di Sekolah Dasar. Masalah yang ada pada

pelajaran bahasa Inggris dalam keterampilan membaca, khususnya dalam

memahami bacaan adalah kurangnya minat siswa dalam mengikuti proses

pembelajaran, dan kurangnya kreatifitas guru dalam mengembangkan metode

pembelajaran. Hal ini berdampak pada proses pembelajaran yang berpusat pada

guru dan siswa hanya mendengarkan dan mencatat penjelasan guru. Pembelajaran

dengan metode konvensional seperti itu mengakibatkan kemampuan siswa dalam

memahami bacaan rendah.

Penggunaan model pembelajaran kooperatif tipe CIRC diharapkan akan

membuat siswa lebih mudah untuk memahami bacaan. Pembelajaran dengan

sistem kelompok akan membangun pengetahuan siswa, karena siswa akan

menemukan dan memahami konsep-konsep yang sulit bersama-sama di dalam

kelompok. Penggunaan metode ini diharapkan siswa menjadi lebih tertarik

sehingga meningkatkan kemampuan mereka dalam memahami bacaan. Karena

dalam metode CIRC siswa akan membaca bacaan secara berpasangan, menjawab

pertanyaan yang berhubungan dengan cerita, mencari makna kata-kata yang sulit,

merangkum poin-poin utama, kemudian pemeriksaan berpasangan yang meliputi

arti kata yang sulit, poin-poin utama dalam cerita, dan jawaban atas pertanyaan

yang bersumber dari bacaan, pemberikan kuis, dan reward.

Pembelajaran dengan menggunakan metode konvesional, pembelajaran

disampaikan dengan ceramah, tanya jawab dan pemberian evaluasi. Sehingga

pembelajaran terpusat pada guru.

Dalam penelitian ini akan dicari manakah yang lebih efektif dalam

meningkatkan kemampuan siswa dalam memahami bacaan, antara pembelajaran

kooperatif tipe CIRC atau pembelajaran konvensional.

25

2.4. Hipotesis

Di duga penggunaan model pembelajaran kooperatif tipe CIRC efektif

dalam meningkatkan kemampuan siswa dalam memahami bacaan pada mata

pelajaran Bahasa Inggris. Maka dapat dirumuskan hasil uji hipotesis sebagai

berikut:

1) H0

Tidak ada perbedaan efektivitas yang signifikan antara penggunaan model

pembelajaran kooperatif tipe CIRC dengan pembelajaran konvensional

dalam meningkatkan kemampuan memahami bacaan.

2) H1

Ada perbedaan efektivitas yang signifikan antara penggunaan model

pembelajaran kooperatif tipe CIRC dengan pembelajaran konvensional

dalam meningkatkan kemampuan memahami bacaan.