Upload
others
View
10
Download
0
Embed Size (px)
Citation preview
7
BAB II
KAJIAN PUSTAKA
2.1 Kajian Teori
2.1.1 Pengertian PTK
Penelitian tindakan kelas adalah penelitian yang dilakukan oleh guru di
dalam kelasnya sendiri melalui refleksi diri, dengan tujuan untuk memperbaiki
kinerja sebagai guru, sehingga proses pembelajaran dapat berjalan dengan baik
dan hasil belajar siswa meningkat (Hamzah, 2012:41).
Menurut Hamzah (2012:40) menjelaskan bahwa PTK merupakan
penelitian dalam bidang sosial, yang menggunakan refleksi diri sebagai metode
utama, dilakukan oleh orang yang terlibat didalamnya, serta bertujuan untuk
melakukan perbaikan dalam berbagai aspek. Dengan pengertian ini, kita dapat
mengkaji pengertian PTK. Selanjutnya ia memaparkan bahwa kunci utama PTK
adalah adanya tindakan (action) yang dilakukan berulang-ulang dalam rangka
mencapai perbaikan yang diinginkan. Tindakan (action) ini dilakukan oleh orang
yang terlibat langsung dalam bidang yang diperbaiki tersebut, dalam hal ini adalah
guru.
Dari uraian yang telah dipaparkan di atas maka peneliti menyimpulkan,
bahwa PTK merupakan penelitian yang dilakukan oleh seorang guru melalui
refleksi yang dialami selama mengajar dalam rangka memperbaiki kualitas
pembelajaran sehingga hasil belajar siswa menjadi meningkat.
2.1.2 Pengertian Model Pembelajaran Numbered Head Together
Model pembelajaran kooperatif tipe Numbered Head Together adalah
suatu model pembelajaran yang dikembangkan oleh Spencer Kagan (1992)
dengan teknik memberikan kesempatan kepada siswa untuk saling membagikan
ide-ide dan mempertimbangkan jawaban yang paling tepat. Selain itu teknik ini
juga mendorong siswa untuk meningkatkan semangat kerjasama mereka. Teknik
inibisa digunakan dalam semua mata pelajaran dan untuk semua tingkatan usia
anak didik (Lie, 2004:59).
Menurut Russ Frank (Huda, 2011:138) memberikan kesempatan kepada
siswa untuk saling sharing ide-ide untuk mempertimbangkan jawaban yang paling
8
tepat. Meningkatkan semangat kerjasama siswa. Teknik ini bisa digunakan dalam
semua mata pelajaran dan untuk semaua tingkatan usia anak didik.
Dari berbagai pendapat ahli di atas peneliti menyimpulkan bahwa Model
pembelajaran kooperatif tipe Numbered Head Together adalah model
pembelajaran dengan teknik pembagian kelompok dengan tujuan memberikan
kesempatan siswa untuk bertukar ide atau pendapat dalam menyelesaikan masalah
yang diberikan oleh guru dengan mempertimbangkan jawaban yang tepat.
2.1.2.1 Langkah-Langkah Model Pembelajaran Numbered Head Together
Menurut Ibrahim (2000:99) penerapan pembelajaran kooperatif tipe NHT
merujuk pada Kagan dengan tiga langkah yaitu pembentukan kelompok, diskusi
masalah, dan tukar jawaban antar kelompok. Langkah-langkah tersebut kemudian
dikembangkan oleh Ibrahim (2000:99) menjadi 6 langkah sebagai berikut:
Langkah 1: persiapan. Dalam hal ini guru mempersiapkan rancangan
pelajaran dengan membuat skenario pembelajaran (SP, LKS) yang sesuai dengan
pembelajaran NHT.
Langkah 2: pembentukan kelompok. Dalam pembentukan kelompok
disesuaikan dengan pembelajaran kooperatif tipe NHT guru membagi siswa
menjadi beberapa kelompok yang beranggotakan 3-5 orang siswa untuk memberi
nomor pada siswa dalam kelompok dan nama kelompok yang berbeda. Kelompok
yang dibentuk merupakan pencampurang yang ditinjau dari latar belakang sosial,
suku, jenis kelamin,dan kemampuan belajar. Selain itu pembentukankelomok
digunakan nilai tes awal, sebagai dasar dalam menentukan masing-masing
kelompok.
Langkah 3: tiap kelompok harus memiliki buku paket atau panduan agar
mempermudahkan siswa dalam menyelesqaikan LKS atau masalah yang
diberikan oleh guru.
Langkah 4: diskusi masalah. Dalam kerja kelompok guru membagikan
LKS kepada setiap siswa sebagai bahan yang akan dipelajari. Dalam kerja
kelompok setiap siswa berpikir bersama untuk menggambarkan dan meyakinkan
bahwa tiap orangmengretahui jawaban dari pertanyaan yang ada dalam LKS atau
9
pertanyaan yang diberikan oleh guru pertanyaan dapat bervariasi dan yang bersifat
spesifik sampai yang bersifat umum.
Langkah 5: memanggil nomor anggota atau pemberian jawaban. Dalam
tahap ini guru memanggilkan salah satu nmor dan para siswa dari tiap kelompok
dengan tiap nomor yang sama mengangkat tangan dan mempersiapkan jawaban
kepada siswa di kelas.
Langkah 6: memberikan kesimpulan. Guru bersama siswa menyimpulkan
jawaban akhir dari semua pertanyaan yang berkembang dari materi yang
disajikan.
Dari uraian di atas singkatnya NHT merupakan kegiatan pemebelajaran
koopertaif dengan 4 tahapkegiatan: pertama, siswa dikelompokkan menjadi
beberapa kelompok, setiap kelompok terdiri dari 5 orang setiap anggota kelompok
diberi satu nomor 1, 2, 3, 4, 5: kedua, guru menyampaikan pertanyaan: ketiga,
berfikir bersama siswa menyatukan pendapat terhadap pertanyaan itu: keempat
guru menyebutkan nomor (1, 2, 3, 4 atau 5) dan siswa dengan nomor tersebut itu
harus menjawab.
Menurut Lie (2004:60) langkah-langkah penggunaan NHT (Numbered
Head Together) adalah sebagai berikut:
1. Siswa dibagi dalam kelompok. Setiap siswa dalam setiap kelompok
mendapatkan nomor.
2. Guru memberikan tugas dan masing masing kelompok mengerjarkannya.
3. Kelompok memutuskan jawaban yang dianggap paling benar dan memastikan
setip anggota kelompok mengetahui jawaban ini
4. Guru memanggil salah satu nomor. Siswa dengan nomor yang dipanggil
melaporkan hasil kerja sama mereka.
Menurut Suprijono (2012:92) menyatakan bahwa langkah – langkah
pembelajaran Numbered Head Together adalah:
1. Guru membagi kelas menjadi kelompok-kelompok kecil. Jumlah kelompok
sebaiknya mempertimbangkan jumlah konsep yang dipelajari. Jika jumlah
peserta didik dalam satu kelas terdiri dari 40 orang dan terbagi menjadi 5
kelompok berdasarkan jumlah konsep yang dipelajari jumlah konsep yang
10
dipelajari, maka tiap kelompok terdiri dari 8 orang. Tiap-tiap orang dalam tiap
tiap kelompok diberi nomor 1-8.
2. Guru mengajukan beberapa pertanyaan yang harus dijawab oleh tiap-tiap
kelompok menemukan jawaban. Pada kesempatan ini tiap tiap kelompok
menyatukan kepalanya “Head Together” berdiskusi memikirkan jawaban atas
pertanyaan dari guru.
3. Guru memanggil peserta didik yang memiliki nomor yang sama dari tiap-tiap
kelompok. Mereka di beri kesempatan untuk memberi jawaban atas
pertanyaan yang telah diterimanya dari guru. Hal itu dilakukan terus hingga
masing masing kelompok mendapatkan giliran memaparkan jawaban atas
pertanyaan guru. Berdasarkan jawaban-jawaban itu guru dapat
mengembangkan diskusi lebih mendalam, sehingga peserta didik menemukan
jawaban pertanyaan itu sebagai pengetahuan yang utuh.
Menurut pendapat peneliti, model pembelajaran kooperatif tipe NHT
memilki berbagai langkah-langkah yaitu pesiapan, pembentukan kelompok,
mencari nomor yang sama, memecahkan permasalahan dan mempresentasikan
didepan kelas unuk memperoleh hasil dan masukan dari kelompok nomor
yang berbeda.
2.1.2.2 Kelebihan Dan Kelemahan Model Pembelajaran Numbered Head
Together
Kelebihan model pembelajaran kooperatif Numbered Head Together
menurut Arends dalam Awaliyah (2008:3) menjabarkan: 1) terjadinya interaksi
antara siswa melalui diskusi atau siswa secara bersama dalam menyelesaikan
masalah yang di hadapi; 2) siswa pandai maupun lemah bersama-sama
memperoleh manfaaat melalui aktivitas belajar kooperatif; 3) dengan bekerja
secara kooperatif ini: kemungkinan kontruksi pengetahuan akan menjadi lebih
besar atau kemungkinan bagi siswa dapat sampai pada kesimpulan yang
diharapkan; 4) dapat memberikan kesempatan kepada siswa untuk menggunakan
keterampilan bertanya, berdiskusi, dan bakat kepemimpinan.
11
Hill dalam Tryana (2008) menyebutkan: 1) dapat meningkatkan prestasi
belajar siswa; 2) mampu memperdalam pemahaman siswa; 3) menyenangkan
siswa dalam belajar; 4) mengembangkan sifat positif siswa; 5) mengembangkan
sifat kepemimpinan siswa; 6) mengembangkan rasa ingin tahu siswa; 7)
mengembangkan rasa saling memiliki; 80 mengembangkan keterampilan masa
depan.
Kelemahan model pembelajaran Numbered Head Together menurut Hill
dalam Tryana (2008) mentebutkan: 1) kemungkinan nomor yang akan dipanggil
oleh guru; 2) tidak semua anggota kelompok dipanggil oleh guru; 3) waktu yang
dibutuhkan banyak; 4) guru tidak mengetahui kemampuan masing-masing siswa.
Menurut pendapat peneliti, Kelebihan model pembelajaran kooperatif
Numbered Head Together 1) Siswa dapat bertukar ide saat berkelompok. 2)
mengembangkan sikap posiif siswa, 3) Siswa saling berargumentasi tentang
pendapat. 4) Menumbuhkan rasa kebersamaan. Kelemahan model pembelajaran
kooperatif Numbered Head Together 1) Membutuhkan waktu yang lama 2) Siswa
mudah ramai 3) Guru kurang mengetahui kemampuan dari setiap siswa.
2.1.3 Hasil Belajar
Menurut Arifin (2012:26) hasil belajar adalah gambaran tentang apa yang
harus digali, dipahami, dan dikerjakan peserta didik. Hasil belajar ini
merefleksikan keluasan, kedalaman, kerumitan, dan harus digambarkan secara
jelas serta dapat diukur dengan teknik-teknik penilaian tertentu. Indikator hasil
belajar dapat digunakan sebagai dasar penilaian terhadap peserta didik dalam
mencapai pembelajaran dan kinerja yang diharapkan.
Definisi lain yang dikemukakan oleh Suprijono (2012:5) hasil belajar adalah
pola-pola perbuatan, nilai-nilai, pengertian-pengertian, sikap-sikap, apresiasi dan
keterampilan. Ia juga mengungkapkan bahwa hasil belajar merupakan perubahan
tingkah laku secara keseluruhan bukan hanya salah satu aspek potensi
kemanusiaan saja. Selaras dengan pendapat di atas Sudjana, (2005:22)
berpendapat bahwa hasil belajar adalah kemampuan-kemampuan yang dimiliki
siswa setelah ia menerima pengalaman belajarnya.
12
Menurut Bloom dalam Suprijono (2012:6) hasil belajar mencakup
kemampuan kognitif, afektif, dan psikomotorik. Domain kognitif adalah
knowledge (pengetahuan, ingatan), comprehension (pemahaman, menjelaskan,
meringkas, contoh), application (menerapkan), analysis (menguraikan,
menentukan hubunga), synthesis (mengorganisasikan, merencanakan, membentuk
bangunan baru), dan evaluation (menilai). Domain afektif adalah receiving (sikap
menerima), responding (memberikan respon), valuing (nilai), organization
(organisasi), characterization (karakterisasi). Domain psikomotorik meliputi
initiatory, pre-routine, dan routinized. Psikomotor juga mencakup keterampilan
produktif, teknik, fisik, sosial, manajerial, dan intelektual.
Dari berbagai pendapat yang dipaparkan oleh para ahli di atas peneliti dapat
mengambil kesimpulan bahwa hasil belajar adalah perubahan yang terjadi dalam
diri seseorang dan dapat mempengaruhi dari hasil perubahan dalam pengetahuan
yang menghasilkan pengetahuan, nilai, sikap, keterampilan. Ketiga ranah tersebut
menjadi obyek penilaian hasil belajar. Di antara ketiga ranah itu ranah kognitiflah
yang paling banya di nilai oleh guru disekolah karena berkaitan dengan
kemampuan para siswa dalam menguasai isi bahan pengajaran.
2.1.3.1 Faktor-Faktor yang Mempengaruhi Hasil Belajar
Ada berbagai faktor yang mempengaruhi hasil belajar siswa. Oleh
Walsiman mengemukakan bahwa hasil belajar yang dicapai oleh peserta didik
merupakan hasil interaksi antara berbagai faktor yang mempengaruhi, baik faktor
internal maupun eksternal. Wasliman (dalam Susanto, 2013:12) berpendapat bahwa
hasil belajar yang dicapai oleh peserta didik merupakan hasil interaksi antara berbagai
faktor yang memengaruhi, baik faktor internal maupun eksternal. Secara rinci, uraian
mengenai faktor internal dan eksternal, sebagai berikut:
1) Faktor internal yaitu faktor yang bersumber dari dalam diri peserta didik,
yang memengaruhi kemampuan belajarnya. Faktor internal ini meliputi:
kecerdasan, minat dan perhatian, motivasi belajar, ketekunan, sikap, kebiasaan
belajar, serta kondisi fisik dan kesehatan.
2) Faktor eksternal yaitu faktor yang berasal dari luar diri peserta didik yang
memengaruhi hasil belajar yaitu keluarga, sekolah, dan masyarakat. Keadaan
13
keluarga berpengaruh terhadap hasil belajar siswa. Keluarga yang morat-marit
keadaan ekonominya, pertengkaran suami istri, perhatian orangtua yang
kurang terhadap anaknya, serta kebiasaan sehari-hari yang kurang baik dari
orangtua dalam kehidupan sehari-hari berpengaruh dalam hasil belajar peserta
didik.
Berdasarkan pendapat para ahli di atas peneliti dapat menyimpulkan
bahwa hasil belajar yang diperoleh siswa dipengaruhi oleh beberapa faktor.
Faktor yang mendasar yaitu dari dalam diri siswa itu sendiri yang mempengaruhi
kualitas belajar siswa saat mengikuti pembelajaran, diantaranya kecerdasan,
minat dan perhatian, motivasi belajar, ketekunan, sikap, kebiasaan belajar, serta
kondisi fisik dan kesehatan. Selanjutnya adalah kemampuan guru dalam proses
pembelajaran di kelas.
2.1.4 Standar Kompetensi Dan Kompetensi Dasar IPA
Standar kompetensi dan kompetensi dasar yang akan dicapai oleh peserta
didik yang dituangkan dalam empat aspek yaitu makluk hidup dan proses
kehidupan, materi dan sifatnya, energi dan perubahan serta bumi dan alam
semesta. Dalam penelitian ini, penulis menggunakan standar kompetensi dan
kompetensi dasar kelas IV, semester 2. Standar kompetensi dan kompetensi dasar
mata pelajaran IPA di sekolah dasar sebagai berikut (KTSP 2006).
Tabel 2.1
Standar Kompetensi dan Kompetensi Dasar IPA Kelas IV Sekolah Dasar
Semester II Tahun Pelajaran 2014/2015
Standar Kompetensi Kompetensi Dasar
7. Memahami gaya dapat mengubah
gerak dan/atau bentuk suatu benda.
7.1 Menyimpulkan hasil percobaan
bahwa gaya (dorongan dan tarikan)
dapat mengubah gerak suatu benda.
7.2 Menyimpulkan hasil percobaan
bahwa gaya (dorongan dan tarikan)
dapat mengubah bentuk suatu
benda.
14
2.1.5 Mata Pelajaran Ilmu Pengetahuan Alam (IPA) untuk Sekolah Dasar
Marsetio Donosepoetro dalam Trianto (2012:137) berpendapat bahwa
hakikatnya IPA dibangun atas dasar produk ilmiah, proses ilmiah, dan sikap
ilmiah. Selain itu, IPA dipandang pula sebagai proses, sebagai produk, dan
sebagai prosedur. Selanjutnya ia memaparkan bahwa IPA dipandang sebagai
proses dapat diartikan semua kegiatan ilmiah untuk menyempurnakan
pengetahuan tentang alam maupun untuk menemukan pengetahuan baru. Sebagai
produk diatikan sebagai hasil proses, berupa pengetahuan yang diajarkan dalam
sekolah atau di luar sekolah ataupun bahan bacaan untuk penyebaran atau
dissiminasi pengetahuan. Sebagai prosedur dimaksudkan adalah metodologi atau
cara yang dipakai untuk mengetahui sesuatu (riset pada umumnya) yang lazim
disebut metode ilmiah (scientific method).
Menurut H.W Fowler dalam Trianto (2012:136) IPA adalah pengetahuan
yang sistematis dan dirumuskan, yang berhubungan dengan gejala-gejala
kebendaan dan didasarkan terutama atas pengamatan dan deduksi.
Wahyana dalam Trianto (2012:136) mengartikan IPA adalah suatu
kumpulan pengetahuan tersusun secara sistematik, dan dalam penggunaannya
secara umum terbatas pada gejala-gejala alam. Perkembangannya tidak hanya
ditandai oleh adanya kumpulan fakta, tetapi oleh adanya metode ilmiah dan sikap
ilmiah. Selanjutnya Trianto (2012:141) mengemukakan bahwa hakikat IPA adalah
ilmu pengetahuan yang mempelajari gejala-gejala melalui serangkaian proses
yang dikenal dengan proses ilmiah yang dibangun atas dasar sikap ilmiah dan
hasilnya terwujud sebagai produk ilmiah yang tersusun atas tiga komponen
terpenting barupa konsep, prinsip, dan teori yang berlaku secara universal.
Menurut Susanto (2013:167) Sains atau IPA adalah usaha manusia dalam
memahami alam semesta melalui pengamatan yang tepat pada sasaran, serta
menggunakan prosedur, dan dijelaskan dengan penalaran sehingga mendapatkan
suatu kesimpulan.
15
Dari berbagai pendapat para ahli di atas, maka peneliti menyimpulkan
bahwa IPA adalah suatu pengetahuan yang tersusun secara sisematis yang
mempelajari fakta-fakta maupun gejala alam didasarkan pada pengamatan
sehigga dapat ditarik kesimpulan.
2.1.5.1 Nilai-Nilai yang Terkandung dalam Mata Pelajaran IPA
Nilai-nilai IPA yang dapat ditanamkan dalam pembelajaran IPA antara
lain sebagai berikut:
a. Kecakapan bekerja dan berpikir secara teratur dan sistematis menurut langkah-
langkah metode ilmiah.
b. Ketrampilan dan kecakapan dalam mengadakan pengamatan, mempergunakan
alat-alat eksperimen untuk memecahkan masalah.
c. Memiliki sikap ilmiah yang diperlukan dalam memecahkan masalah baik
dalam kaitannya dengan pelajaran sains maupun dalam kehidupan. (Trianto,
2012:141)
Menurut pendapat peneliti, nilai-nilai IPA meliputi kecakapan bekerja,
keterampilan, dan memiliki sikap ilmiah yang dapat diterapkan dalam
pembelajaran IPA sehingga siswa dapat menyelesaikan masalah yang dialami
dengan baik.
2.1.5.2 Ruang Lingkup Ilmu Pengetahuan Alam (IPA)
Menurut Depdiknas (2006:148), dijelaskan bahwa ruang lingkup IPA
untuk SD/MI meliputi aspek-aspek berikut:
a. Makhluk hidup dan proses kehidupan, yaitu manusia, hewan, tumbuhan, dan
interaksinya dengan lingkungan, serta kesehatan.
b. Benda/materi, sifat-sifat dan kegunaannya meliputi: cair, padat, dan gas.
c. Energi dan perubahannya meliputi: gaya, bunyi, panas, magnet, listrik, cahaya,
dan pesawat sederhana.
d. Bumi dan alam semesta meliputi: tanah, bumi, tata surya, dan benda-benda
langit lainnya.
16
Dari uraian di atas, peneliti menyimpulkan ruang lingkup IPA yang
digunakan pada pembelajaran di sd hanya meliputi makhluk hidup, benda/materi,
energi dan perubahannya, serta bumi dan alam semesta. Dalam penelitian ini
hanya akan membahas mengenai energi dan perubahannya yang difokuskan pada
gaya.
2.1.5.3 Karakteristik Ilmu Pengetahuan Alam (IPA)
Menurut Jacobson & Bergman dalam Susanto (2013:170) karakteritik
Ilmu Pengetahuan Alam (IPA) antara lain sebagai berikut:
a. IPA merupakan kumpulan konsep, prinsip, hukum, dan teori.
b. Proses ilmiah dapat berupa fisik dan mental, serta mencermati fenomena alam,
termasuk juga penerapannya.
c. Sikap keteguhan hati keingintahuan, dan ketekunan dalam menyingkap rahasia
alam.
d. IPA tidak dapat membuktikan semua tetapi hanya sebagian atau beberapa saja.
e. Keberanian IPA bersifat subjektif dan bukan kebenaran yang bersifat objektif.
Menurut pendapat Peneliti, Karakteristik ILmu Pengetahuan Alam
berdasarkan kumpulan, proses, sikap, hal yang membuktikan dan kebenaran.
2.1.5.4 Manfaat dan Tujuan Ilmu Pengetahuan Alam (IPA)
Menurut Trianto (2012:143) hakikat dan tujuan pembelajaran IPA
diharapkan dapat memberikan antara lain sebagai berikut:
a. Kesadaran akan keindahan dan keteraturan alam untuk meningkatkan
keyakinan terhadap Tuhan Yang Maha Esa.
b. Pengetahuan, yakni pengetahuan tentang dasar dari prinsip dan konsep, fakta
yang ada di alam, hubungan saling ketergantungan, dan hubungan antara sains
dan teknologi.
c. Keterampilan dan kemampuan untuk menangani peralatan, memecahkan
masalah dan melakukan observasi.
d. Sikap ilmiah, antara lain skeptis, kritis, sensitive, obyektif, jujur terbuka,
benar, dan dapat bekerja sama.
17
e. Kebiasaan mengembangkan kemampuan berpikir analitis induktif dan
deduktif dengan menggunakan konsep dan prinsip sains untuk menjelaskan
berbagai peristiwa alam.
f. Apresiatif terhadap sains dengan menikmati dan menyadari keindahan
keterarutan perilaku alam serta penerapannya dalam teknologi.
Menurut Depdiknas (2006:148), Mata pelajaran IPA bertujuan agar peserta
didik memiliki kemampuan sebagai berikut:
a. Memperoleh keyakinan terhadap kebesaran Tuhan yang Maha Esa
berdasarkan keberadaan, keindahan, dan keteraturan alam ciptaan-Nya.
b. Mengembangkan pengetahuan dan pemahaman konsep-konsep IPA yang
bermanfaat dan dapat diterapkan dalam kehidupan sehari-hari.
c. Mengembangkan rasa ingin tahu, sikap positif, dan kesadaran tentang adanya
hubungan yang saling mempengaruhi antara IPA, lingkungan, teknologi, dan
masyarakat.
d. Mengembangkan keterampilan proses untuk menyelidiki alam sekitar
memecahkan masalah dan membuat keputusan.
e. Meningkatkan kesadaran untuk berperan serta dalam memelihara, menjaga,
dan melestarikan lingkungan alam.
f. Meningkatkan kesadaran untuk menghargai alam dan segala keteraturannya
sebagai salah satu ciptaan Tuhan.
g. Memperoleh bekal pengetahuan, konsep, dan keterampilan IPA sebagai dasar
untuk melanjutkan pendidikan ke SMP/MTS.
Dari berbagai pendapat beberapa ahli di atas maka peneliti menyimpulkan,
tujuan pembelajaran IPA diharapkan dapat: 1) Keyakinan Tuhan 2) Meningkatkan
Kesadaran 3) Mengembangkan potensi 4) Menghargai alam 5) Menyadari alam.
18
2.2 Kajian Hasil Penelitian yang Relevan
Roy Wibowo (2012), dalam skripsi yang berjudul “Peneraoan Model
Pembelajaran Kooperatif Tipe Nmbered Head Together (NHT) Terhadap Hasil
Belajar PKN Siswa Kelas 5 SD Negeri 01Karangduren Kecamatan Tengaran
Kabupaten Semarang Semester 2 Tahun Pelajaran 2012/2013”. Hasil ini
menunjukkan bahwa penerapan model pembelajaran Numbered Head Together
dapat meningkatkan hasil belajar siswa kelas 5. Terbukti pada siklus 1 siswa yang
tuntas belajar berjumlah 33 siswa (87%) sedangkan yang belum tuntas dalam
belajar berjumlah 5 siswa (13%) dengan nilai rata-rata 72,26. Pada siklus 2
mengalami peningkatan yaitu siswa yang belum tuntas belajar berjumlah 2 siswa
(5%) dengan nilai rata-rata 77,36.
Kusumaningrum Prasetiyani, dalam skripsi yang berjudul “Peningkatan
Kerjasama Dan Hasil Belajar IPA Melalui Penerapan Model Kooperatif Tipe
NHT (Numbered Head Together) Pada Siswa Kelas 4 SD Negeri 1 Pojok
Semester 2 Tahun Pelajaran 2012/2013”. Hasil penelitiannya menunjukkan
bahwa terjadi peningkatan kerjasama dan hasil belajar. Terbukti pada prasiklus
kategori kerjasama tinggi yauti 5 siswa (16,2%), siklus 1 yaitu 11 (35,5%) dan
siklus 2 yaitu 24 siswa (77,5%). Hal ini sudah mencapai indikator keberhasilan
kerjasama yaitu (70%) siswa mencapai kategori kerjasama tinggi. Peningkatan
kerjasama dilanjutkan dengan peningkatan hasil belajar yang dapat dilihat pada
ketntasan pada siklus 1 siswa yang mencapai KKM (65) dari 31 siswa terdapat 24
siswa yang tuntas (77,45) siklus 2 terdat 29 siswa (93,55). Selain itu terdapat
hubngan antara kerjasama dan hasil belajar dilihat dari uji korelasi rho spearman
pada siklus 1 korelasi 0,980 (hubungan sangat kat) siklus 2 korelas 0,982
(hubngan sangat kuat).
Dari analisis tersebut dapat disimpulkan bahwa penerapan model
pembelajaran Numbered Head Together dapat meningkatkan hasil belajar IPA
siswa kelas IV.
Persamaannya dengan penelitian yang dilakukan oleh peneliti terdahulu
adalah penerapan model pembelajaran Numbered Head Together meningkatkan
19
hasil belajar. Sedangkan perbedaanya terletak pada lokasi penelitian dan jenjang
pendidikan. Sehingga untuk meningkatkan hasil belajar siswa penelitian ini masih
layak dilaksanakan.
Berdasarkan penelitian terdahulu, melalui penelitian tindakan kelas peneliti
menerapkan model pembelajaran Numbered Head Together dengan tujuan
meningkatkan hasil belajar IPA melalui kegiatan berkelompok dengan tujuan
memberikan kesempatan siswa untuk bertukar ide atau pendapat dalam
menyelesaikan masalah yang diberikan oleh guru dengan mempertimbangkan
jawaban yang tepat. Dengan melakukan kegiatan berkelompok siswa lebih tertarik
mengikuti pelajaran sehingga hasil belajar pada mata pelajaran tersebut dapat
meningkat.
Penelitian yang telah diuraikan di atas masih berhubungan dengan penelitian
ini. Dengan demikian penelitian tersebut mendukung penelitian ini. Penelitian ini
menerapkan model pembelajaran Numbered Head Together pada peningkatan
hasil belajar IPA di SD Negeri Kutowinangun 04 Salatiga.
2.3 KERANGKA BERFIKIR
Pada kondisi awal pembelajaran, guru hanya menggunakan masih mengajar
dengan menggunakan model pemebelajaran konvensional, yaitu ceramah. Siswa
kelas IV menjadi merasa bosan dan tidak merasa bersemangat untuk
mendengarkan materi yang disampaikan guru. Guru juga tidak memberikan
kesempatan pada siswa untuk menyerap materi yang telah diajukan oleh guru dan
tidak membuat motivasi dalam pembelajaran kurang menyenangkan hanya
bergantung pada penjelasan dan ceramah dari guru.
Dalam kondisi tersebut peneliti melasanakan tindakan dengan menerapkan
model pembelajaran cooperative learning model NHT untuk memberikan
kesempatan kepada siswa untuk saling membagi ide ide kreatif dan memberikan
jawaban yang tepat. Selain itu, teknik ini juga mendorong siswa untuk
meningkatkan semangat kerja sama antar peserta didik. NHT merupakan model
pembelajaran yang paling tepat untuk digunakan di SD dan diterapkan dengan
20
menelaah materi 4 tahapan, yaitu: Penomoran, pengajuan pertanyaan oleh guru
diskusi dan menjawab pertanyaan. Sebelum pembelajaran dimulai siswa dibentuk
kelompok setiap kelompok terdiri dari 4 anggota\siswa yang dipilih heterogen.
Kemudian langkah pertama penomoran ,tiap kelompok mendapatkan nomor
1,2,3,4 dan nomor tersebut dipasang dikepala masing masing sebagai identitas.
Langkah selanjutnya membacakan materi dan menyimak. Kemudian seluruh
anggota siap untuk menerima pertanyaan dari guru. Guru memanggil dari salah
satu nomor berkewajiban untuk menjawab pertanyaan kepada teman sekelas,
siswa dari kelompok lain memberikan penyelesaian jika kelompok yang ditunjuk
tidak bisa menjawab/menanggapi. Siswa melakukan penegasan terhadap materi
yang dipelajari dengan bimbingan dari guru. pembelajaran kooperatif learning
model NHT siswa dapat termotivasi untuk belajar menyampaikan pendapat dan
bersosialisasi dengan teman sekelas sekaligus berdampak positif terhadap hasil
belajar yang meningkat di atas KKM.
21
Supaya peneliti tidak menyimpang dari permasalahan, maka peneliti
mempuyai gambaran kerangka befikir. Adapun kerangka berfikir sebagai berikut:
Gambar 2.1
Gambar. 2.1 Kerangka Berfikir
Kondisi Awal
Tindakan
Kondisi Akhir Hasil belajar lebih meningkat
Penggunaan model
pembelajaran Numbered
Head together (NHT)
1. Siwa berfikir bersama
sama menyatukan
pendapat terhadap
jawaban.
2. Pembelajaran
menyenangkan.
3. Prilaku mengganggu
kurang
4. Pemahaman lebih
mendalam.
Menggunakan strategi yang
konvensional:
1. Kurang melibatkan
siswa
2. Hanya ada komunikasi
1 arah
3. Siswa pasif
4.
5.
Hasil belajar siswa
rendah
Hasil belajar siswa
meningkat
Pemantapan model
pembelajaran
Numbered Head
together (NHT)
1. Membenahi
kegiatan
pembelajaran yang
kurang efektif.
2. Memotivasi siswa
agar lebih aktif lagi
dalam proses
pembelajaran.
22
2.4 Hipotesa Penelitian
Berdasarkan landasan teori dan kerangka berfikir yang telah diuraikan, maka
hipotesis tindakan yang peneliti ajukan bahwa: ”model pembelajaran kooperatif
tipe Numbered Head Together dapat meningkatkan hasil belajar IPA pada siswa
kelas IV SD Negeri Kutowinangun 04 Salatiga.