24
BAB II KAJIAN PUSTAKA 2.1. Kajian Teori 2.1.1.Pengertian Pendekatan Pembelajaran Dalam proses pembelajaran dikenal beberapa istilah yang memiliki kemiripan makna, sehingga seringkali orang merasa bingung untuk membedakannya. Istilah-istilah tersebut adalah: pendekatan pembelajaran, strategi pembelajaran, metode pembelajaran, teknik pembelajaran, taktik pembelajaran, dan model pembelajaran. Berikut ini akan di paparkan istilah tentang (pendekatan pembelajaran) khususnya untuk menunjang keperluan penelitian mengengai efektivitas pendekatan tersebut. Pendekatan pembelajaran dapat diartikan sebagai titik tolak atau sudut pandang kita terhadap proses pembelajaran, yang merujuk pada pandangan tentang terjadinya suatu proses yang sifatnya masih sangat umum, di dalamnya mewadahi, menginsiprasi, menguatkan, dan melatari metode pembelajaran dengan cakupan teoretis tertentu (Akhmad sudrajat 2008). Dilihat dari pendekatannya, pembelajaran terdapat dua jenis pendekatan, yaitu: (1) pendekatan pembelajaran yang berorientasi atau berpusat pada siswa (student centered approach) dan (2) pendekatan pembelajaran yang berorientasi atau berpusat pada guru (teacher centered approach). Dari pendekatan pembelajaran yang telah ditetapkan selanjutnya diturunkan ke dalam strategi pembelajaran. (Newman dan Logan ; Abin Syamsuddin Makmun, 2003) Dalam Akhmad Sudrajat mengemukakan empat unsur strategi dari setiap usaha, yaitu:

BAB II KAJIAN PUSTAKA 2.1. Kajian Teori 2.1.1.Pengertian ... II.pdfdan melakukan refleksi terhadap setiap langkah yang ditempuh atau terhadap hasil pembelajaran. 2.1.2.4 Kelebihan

  • Upload
    others

  • View
    9

  • Download
    0

Embed Size (px)

Citation preview

  • 5

    BAB II

    KAJIAN PUSTAKA

    2.1. Kajian Teori

    2.1.1.Pengertian Pendekatan Pembelajaran

    Dalam proses pembelajaran dikenal beberapa istilah yang memiliki

    kemiripan makna, sehingga seringkali orang merasa bingung untuk

    membedakannya. Istilah-istilah tersebut adalah: pendekatan pembelajaran, strategi

    pembelajaran, metode pembelajaran, teknik pembelajaran, taktik pembelajaran,

    dan model pembelajaran. Berikut ini akan di paparkan istilah tentang (pendekatan

    pembelajaran) khususnya untuk menunjang keperluan penelitian mengengai

    efektivitas pendekatan tersebut.

    Pendekatan pembelajaran dapat diartikan sebagai titik tolak atau sudut

    pandang kita terhadap proses pembelajaran, yang merujuk pada pandangan

    tentang terjadinya suatu proses yang sifatnya masih sangat umum, di dalamnya

    mewadahi, menginsiprasi, menguatkan, dan melatari metode pembelajaran dengan

    cakupan teoretis tertentu (Akhmad sudrajat 2008). Dilihat dari pendekatannya,

    pembelajaran terdapat dua jenis pendekatan, yaitu: (1) pendekatan pembelajaran

    yang berorientasi atau berpusat pada siswa (student centered approach) dan (2)

    pendekatan pembelajaran yang berorientasi atau berpusat pada guru (teacher

    centered approach).

    Dari pendekatan pembelajaran yang telah ditetapkan selanjutnya

    diturunkan ke dalam strategi pembelajaran. (Newman dan Logan ; Abin

    Syamsuddin Makmun, 2003) Dalam Akhmad Sudrajat mengemukakan empat

    unsur strategi dari setiap usaha, yaitu:

    http://akhmadsudrajat.wordpress.com/

  • 6

    1. Mengidentifikasi dan menetapkan spesifikasi dan kualifikasi hasil (out

    put) dan sasaran (target) yang harus dicapai, dengan mempertimbangkan

    aspirasi dan selera masyarakat yang memerlukannya.

    2. Mempertimbangkan dan memilih jalan pendekatan utama (basic way)

    yang paling efektif untuk mencapai sasaran.

    3. Mempertimbangkan dan menetapkan langkah-langkah (steps) yang akan

    dtempuh sejak titik awal sampai dengan sasaran.

    4. Mempertimbangkan dan menetapkan tolok ukur (criteria) dan patokan

    ukuran (standard) untuk mengukur dan menilai taraf keberhasilan

    (achievement) usaha.

    Jika diterapkan dalam konteks pembelajaran, keempat unsur tersebut adalah:

    1. Menetapkan spesifikasi dan kualifikasi tujuan pembelajaran yakni

    perubahan profil perilaku dan pribadi peserta didik.

    2. Mempertimbangkan dan memilih sistem pendekatan pembelajaran yang

    dipandang paling efektif.

    3. Mempertimbangkan dan menetapkan langkah-langkah atau prosedur,

    metode dan teknik pembelajaran.

    4. Menetapkan norma-norma dan batas minimum ukuran keberhasilan atau

    kriteria dan ukuran baku keberhasilan.

    Sementara itu, (Kemp ; Wina Senjaya, 2008) Dalam Akhmad sudrajat

    2008, mengemukakan bahwa strategi pembelajaran adalah suatu kegiatan

    pembelajaran yang harus dikerjakan guru dan siswa agar tujuan pembelajaran

    dapat dicapai secara efektif dan efisien. Selanjutnya, Akhmad sudrajat 2008

    dengan mengutip pemikiran (J. R David, Wina Senjaya 2008) menyebutkan

    bahwa dalam strategi pembelajaran terkandung makna perencanaan. Artinya,

    bahwa strategi pada dasarnya masih bersifat konseptual tentang keputusan-

    keputusan yang akan diambil dalam suatu pelaksanaan pembelajaran.

    5

  • 7

    2.1.1.2 Macam-macam Pendekatan dalam Pembelajaran Matematika

    Ada empat macam pendekatan pembelajaran matematika berdasarkan

    proses matematisasi. Sebelum membahas keempat sifat pembelajaran tersebut,

    maka perlu diketahui terlebih dahulu komponen-komponen matematisasi.

    Menurut Fajar arwadi (2008), Freudenthal (1905-1990) menyatakan bahwa,

    matematisasi adalah adalah proses kunci dalam pendidikan matematika. Adapun

    dua komponen yang harus dipahami yaitu:

    1. Mmatematika tidak hanya aktivitas pada seorang matematikawan, ia juga

    dapat membiasakan siswa dengan pendekatan matematika dalam aturan

    sehari-hari.

    2. Matematisasi menghubungkan ide penemuan kembali, suatu proses dimana

    siswa memformalkan pemahaman informal dan intuisi mereka. Proses

    penemuan kembali melibatkan dua aspek yakni matematisasi horizontal dan

    matematisasi vertikal. Matematisasi horizontal matematisasi horisontal

    menyangkut proses transformasi masalah nyata/ sehari-hari ke dalam

    bentuk simbol. Sedangkan matematisasi vertikal merupakan proses yang

    terjadi dalam lingkup simbol matematika itu sendiri (Akhmad sudrajat

    2008). Contoh matematisasi horizontal adalah pengidentifikasian,

    perumusan dan pemvisualisasian masalah dengan cara-cara yang berbeda

    oleh siswa Fajar arwadi(2008) Sedangkan contoh matematisasi vertical

    menurut (Fajar Arwadi 2008) adalah presentasi hubungan-hubungan dalam

    rumus, menghaluskan dan menyesuaikan model matematika, penggunaan

    model-model yang berbeda, perumusan model matematika dan

    penggeneralisasian.

  • 8

    Bersangkutan pada hal-hal di atas, (De Lange 1978 : 01) dalam Fajar

    Arwadi mengidentifikasi beberapa pendekatan pembelajaran dilihat dari proses

    matematisasi yang disajikan dalam tabel berikut:

    Pendekatan Horizontal Vertikal

    Mekanistik - -

    Empiristik + -

    Strukturalistik - +

    Realistik + +

    Tabel 2.1. Pendekatan pembelajaran matematika

    a. Pendekatan Mekanistik

    Terlihat pada tabel 2.1 bahwa pembelajaran mekanistik tidak mempunyai

    proses horizontal maupun vertikal. Dalam pembelajaran tipe ini, bagian

    permulaan pada pembelajaran dimulai langsung ditingkat formal yakni simbol-

    simbol yang tidak bermakna. Bahan yang diajarkan hanya bersifat aturan-aturan

    dan rumus belaka.

    b. Pendekatan Strukturalistik

    Pendekatan strukturalistik, sebagaimana terlihat di tabel 2.1, terlihat

    adanya matematisasi vertikal. Pembelajarannya juga bermula pada tingkat formal,

    namun berbeda dengan pembelajaran mekanistik, pendekatan ini menggunakan

    pengkongkretan berbagai operasi dan struktur dalam matematika untuk

    merepresentasikan sistem subjek secara kongkret dan jelas. Namun, pendekatan

    ini kurang dalam hal penggunaan aplikasi sehari-hari dalam kaitannya dengan

    matematika.

    c. Pendekatan Empiristik

  • 9

    Dalam pendekatan empiristik, pembelajaran dimulai dari tingkat informal

    yakni dalam hal mental aritmetika. Namun, pembelajaran tidak berlanjut pada

    tingkat yang lebih formal.

    d. Pendekatan Realistik

    Pendekatan ini merupakan pendekatan yang memuat dua macam

    matematisasi. Di mana pembelajaran berawal dari tahap informal, yang kemudian

    siswa diajak untuk melakukan matematisasi pada dunia nyata yang

    direpresentasikan ke dalam dunia simbol. Setelah itu, siswa dapat melakukan

    matematisasi vertikal, yakni proses menggunakan model-model guna mencapai

    kesimpulan yang lebih umum. Pendekatan ini mulai digunakan dalam

    pembelajaran di sekolah-sekolah di Indonesia yang diwujudkan dalam suatu

    pendekatan yakni Pendidikan Matematika Realistik Indonesia (PMRI) yang di

    ambil dari Realistic Mathematics Education (RME). Hal ini menjadi salah satu

    factor pendukung yang sangat kuat diadakanya penelitian tentang efektivitas RME

    terhadap hasil belajar mengingat dalam table di atas menunjukan pengaruh positif.

    2.1.2 Pendekatan matematika realistic PMRI (Realistic Mathematics

    Education (RME)

    Realistic Mathematics Eeducation (RME), yang diterjemahkan sebagai

    pendidikan matematika realistik (PMR), adalah sebuah pendekatan belajar

    matematika yang dikembangkan sejak tahun 1971 oleh sekelompok ahli

    matematika dari Freudenthal Institute, Utrecht University di Negeri Belanda.

    Pendekatan ini didasarkan pada anggapan Hans Freudenthal (1905 – 1990) dalam

    Yusuf Hartono, bahwa matematika adalah kegiatan manusia (human activity).

    Menurut pendekatan ini, kelas matematika bukan tempat memindahkan

    matematika dari guru kepada siswa, melainkan tempat siswa menemukan kembali

    ide dan konsep matematika melalui eksplorasi masalah-masalah nyata.

    (Freudenthal dalam Zainurie, 2007) dalam penelitian Evi Soviawati (2011)

    mengatakan bahwa matematika harus dikaitkan dengan realita dan matematika

  • 10

    merupakan aktivitas manusia. Ini berarti matematika harus dekat dengan anak dan

    relevan dengan kehidupan nyata sehari-hari. Matematika dilihat sebagai kegiatan

    manusia yang bermula dari pemecahan masalah karena itu, siswa tidak dipandang

    sebagai penerima pasif, tetapi harus diberi kesempatan untuk menemukan kembali

    ide dan konsep matematika di bawah bimbingan guru. Proses penemuan kembali

    ini dikembangkan melalui penjelajahan berbagai persoalan dunia nyata. Dunia

    nyata diartikan sebagai segala sesuatu yang berada di luar matematika, seperti

    kehidupan sehari-hari, lingkungan sekitar, bahkan mata pelajaran lain pun dapat

    dianggap sebagai dunia nyata. Dunia nyata digunakan sebagai titik awal

    pembelajaran matematika. Untuk menekankan bahwa proses lebih penting

    daripada hasil, dalam pendekatan matematika realistik digunakan istilah

    matematisasi, yaitu proses mematematikakan dunia nyata.

    2.1.2.1 Karakteristik RME

    Beberapa karakteristik pendekatan matematika realistik menurut Yusuf

    Hartono dalam Suryanto (2007) adalah sebagai berikut:

    1. Masalah kontekstual yang realistik (realistic contextual problems) digunakan

    untuk memperkenalkan ide dan konsep matematika kepada siswa.

    2. Siswa menemukan kembali ide, konsep, dan prinsip, atau model matematika

    melalui pemecahan masalah kontekstual yang realistik dengan bantuan guru

    atau temannya.

    3. Siswa diarahkan untuk mendiskusikan penyelesaian terhadap masalah yang

    mereka temukan (yang biasanya ada yang berbeda, baik cara menemukannya

    maupun hasilnya).

    4. Siswa merefleksikan (memikirkan kembali) apa yang telah dikerjakan dan apa

    yang telah dihasilkan; baik hasil kerja mandiri maupun hasil diskusi.

    5. Siswa dibantu untuk mengaitkan beberapa isi pelajaran matematika yang

    memang ada hubungannya.

    6. Siswa diajak mengembangkan, memperluas, atau meningkatkan hasil-hasil

    dari pekerjaannya agar menemukan konsep atau prinsip matematika yang

    lebih rumit.

  • 11

    7. Matematika dianggap sebagai kegiatan bukan sebagai produk jadi atau hasil

    yang siap pakai. Mempelajari matematika sebagai kegiatan paling cocok

    dilakukan melalui learning by doing (belajar dengan mengerjakan).

    Yusuf Hartono mengemukakan beberapa hal yang perlu dicatat dari

    karakteristik pendekatan matematika realistik di atas adalah bahwa pembelajaran

    matematika realistik

    1. termasuk “cara belajar siswa aktif” karena pembelajaran matematika

    dilakukan melalui ” belajar dengan mengerjakan;.”

    2. termasuk pembelajaran yang berpusat pada siswa karena mereka memecahkan

    masalah dari dunia mereka sesuai dengan potensi dan kemampuan mereka,

    sedangkan guru hanya berperan sebagai fasilitator;

    3. termasuk pembelajaran dengan penemuan terbimbing karena siswa

    dikondisikan untuk menemukan atau menemukan kembali konsep dan prinsip

    matematika melalui dunia nyata;

    4. termasuk pembelajaran kontekstual karena titik awal pembelajaran

    matematika adalah masalah kontekstual, yaitu masalah yang diambil dari

    dunia siswa (Dunia nyata);

    5. termasuk pembelajaran konstruktivisme karena siswa diarahkan untuk

    menemukan sendiri pengetahuan matematika mereka dengan memecahkan

    masalah dan diskusi.

    Dua catatan terakhir di atas menegaskan bahwa secara prinsip pendekatan

    matematika realistik merupakan gabungan pendekatan konstruktivisme dan

    kontekstual dalam arti memberi kesempatan kepada siswa untuk membentuk

    (mengkonstruksi) sendiri pemahaman mereka tentang ide dan konsep matematika,

    melalui penyelesaian masalah dunia nyata (Yusuf Hartono).

  • 12

    2.1.2.2 Langkah – langkah Pembelajaran RME

    Secara umum langkah-langkah pembelajaran matematika realistik dapat

    dijelaskan sebagai berikut (lihat Zulkardi, 2002) dalam Yusuf Hartono:

    1. Persiapan

    Selain menyiapkan masalah kontekstual, guru harus benar-benar

    memahami masalah dan memiliki berbagai macam strategi yang mungkin

    akan ditempuh siswa dalam menyelesaikannya.

    2. Pembukaan

    Pada bagian ini siswa diperkenalkan dengan strategi pembelajaran yang

    dipakai dan diperkenalkan kepada masalah dari dunia nyata. Kemudian

    siswa diminta untuk memecahkan masalah tersebut dengan cara mereka

    sendiri.

    3. Proses pembelajaran

    Siswa mencoba berbagai strategi untuk menyelesaikan masalah sesuai

    dengan pengalamannya, dapat dilakukan secara perorangan maupun secara

    kelompok. Kemudian setiap siswa atau kelompok mempresentasikan hasil

    kerjanya di depan siswa atau kelompok lain dan siswa atau kelompok lain

    memberi tanggapan terhadap hasil kerja siswa atau kelompok penyaji.

    Guru mengamati jalannya diskusi kelas dan memberi tanggapan sambil

    mengarahkan siswa untuk mendapatkan strategi terbaik serta menemukan

    aturan atau prinsip yang bersifat lebih umum.

    4. Penutup

    Setelah mencapai kesepakatan tentang strategi terbaik melalui diskusi

    kelas, siswa diajak menarik kesimpulan dari pelajaran saat itu. Pada akhir

    pembelajaran siswa harus mengerjakan soal evaluasi dalam bentuk

    matematika formal.

  • 13

    2.1.2.3 Konsepsi RME

    Menurut Supinah (2008) mengemukakan beberapa konsepsi PMRI tentang

    siswa, guru dan pembelajaran yang mempertegas bahwa PMRI sejalan dengan

    paradigma baru pendidikan, sehingga PMRI pantas untuk dikembangkan di

    Indonesia.

    a. Konsepsi PMRI tentang siswa adalah sebagai berikut.

    1. Siswa memiliki seperangkat konsep alternatif tentang ide-ide matematika

    yang mempengaruhi belajar selanjutnya;

    2. Siswa memperoleh pengetahuan baru dengan membentukpengetahuan itu

    untuk dirinya sendiri;

    3. Pembentukan pengetahuan merupakan proses perubahan yang meliputi

    penambahan, kreasi, modifikasi, penghalusan, penyusunan kembali dan

    penolakan;

    4. Pengetahuan baru yang dibangun oleh siswa untuk dirinya sendiri berasal

    dari seperangkat ragam pengalaman;

    5. Setiap siswa tanpa memandang ras, budaya dan jenis kelamin mampu

    memahami dan mengerjakan matematik.

    b. Konsepsi PMRI tentang guru adalah sebagai berikut.

    1) Guru hanya sebagai fasilitator dalam pembelajaran;

    2) Guru harus mampu membangun pembelajaran yang interaktif;

    3) Guru harus memberikan kesempatan kepada siswa untuk secara aktif

    terlibat pada proses pembelajaran dan secara aktif membantu siswa dalam

    menafsirkan persoalan riil; dan

    4) Guru tidak terpancang pada materi yang ada didalam kurikulum, tetapi

    aktif mengaitkan kurikulum dengan dunia riil,baik fisikmaupun sosial.

    c. Konsepsi PMRI tentang pembelajaran Matematika meliputi aspek-aspek

    berikut :

  • 14

    1) Memulai pembelajaran dengan mengajukan masalah (soal) yang ’riil’

    bagi siswa sesuai dengan pengalaman dan tingkat pengetahuannya,

    sehingga siswa segera terlibat dalam pembelajaran secara bermakna.

    2) Permasalahan yang diberikan tentu harus diarahkan sesuai dengan

    tujuan yang ingin dicapai dalam pembelajaran tersebut;

    3) Siswa mengembangkan atau menciptakan model-model simbolik secara

    informal terhadap persoalan/permasalahan yang diajukan;

    4) Pembelajaran berlangsung secara interaktif, siswa menjelaskan dan

    memberikan alasan terhadap jawaban yang diberikannya, memahami

    jawaban temannya (siswa lain), setuju terhadap jawaban temannya,

    menyatakan ketidaksetujuan, mencari alternatif penyelesaian yang lain,

    dan melakukan refleksi terhadap setiap langkah yang ditempuh atau

    terhadap hasil pembelajaran.

    2.1.2.4 Kelebihan dan Kelemahan Pembelajaran Matematika Realistik

    Menurut Suwarsono(2001:5-10) dalam Warman 2008 ,

    kekuatan atau kelebihan pembelajaran matematika realistik antara

    lain memberikan pengertian yang jelas kepada siswa:

    (1) tentang keterkaitan antara matematika dengan kehidupan

    sehari-hari dan tentang kegunaan matematika pada umumnya bagi

    manusia; (2) matematika adalah suatu bidang kajian yang dapat

    dikonstruksi dan dikembangkan sendiri oleh siswa dan oleh orang

    lain tidak hanya oleh mereka yang disebut pakar matematika; (3)

    cara penyelesaian suatu soal atau masalah tidak harus tunggal, dan

    tidak usah harus sama antara orang yang satu dengan yang lainnya;

    (4) mempelajari matematika proses pembelajaran merupakan

    sesuatu yang utama dan untuk mempelajari matematika orang

    harus menjalani sendiri proses itu dan menemukan sendiri konsep-

    konsep matematika dengan bantuan guru; (5) memadukan

    kelebihan-kelebihan dari berbagai pendekatan pembelajaran lain

    yang juga dianggap unggul yaitu antara lain pendekatan

    pemecahan masalah, pendekatan konstruktivisme, dan pendekatan

    pembelajaran yang berbasis lingkungan. Kelemahan pembelajaran

    matematika realistik menurut Suwarsono antara lain: (1) pencarian

    soal-soal yang kontekstual tidak selalu mudah untuk setiap topik

    matematika yang perlu dipelajari siswa; (2) penilaian dalam

    pembelajaran matematika realistik lebih rumit daripada dalam

    pembelajaran konvensional; (3) pemilihan alat peraga harus cermat

  • 15

    sehingga dapat membantu proses berpikir siswa. Cara mengatasi

    kelemahan pembelajaran matematika realistik dapat dilakukan

    upaya-upaya antara lain: (1) memotifasi semua siswa untuk aktif

    dalam kegiatan pembelajaran; (2) memberikan bimbingan kepada

    siswa yang memerlukan; (3) memberikan waktu yang cukup

    kepada siswa untuk dapat menemukan dan memahami konsep, dan

    (4) menggunakan alat peraga yang sesuai sehingga dapat

    membantu proses berpikir siswa, maka pembelajaran matematika

    dengan pendekatan realistik dapat meningkatkan kemampuan

    pemahaman siswa terhadap konsep matematika.

    2.1.3 Hakekat Matematika

    Istilah Matematika berasal dari bahasa Yunani, mathein atau manthenien

    yang artinya mempelajari. Kata matematika diduga erat hubungannya dengan kata

    Sangsekerta,medha atau widya yang artinya kepandaian, ketahuan atau

    intelegensia (Sri Subariah,2006:1) dalam wahyudi 2010. Menurut Herman

    Hudojo (1979: 97) dalam Ali Mahmudi mengemukakan bahwa matematika

    berkenaan dengan ide-ide, struktur-struktur dan hubungannya yang diatur dengan

    konsep-konsep abstrak. Menurut Ruseffendi (1993) dalam Wahyudi

    (2010),menyatakan bahwa matematika adalah terjemahan dari

    Mathematics.Namun arti atau definisi yang tepat tidak dapat diterapkan secara

    eksak (pasti) dan singkat karena cabang-cabang matematika makin lama makin

    bertambah dan makin bercampur satu sama lainnya. Rusefendi (1993: 27-28)

    Dalam Wahyudi (2010) menyatakan matematika itu terorganisasikan dari unsur-

    unsur yang tidak didefinisikan, definesi-definisi, aksioma-aksioma dan dalil-dalil

    yang dibuktikan kebenarannya, sehingga matematika disebut ilmu deduktif.

    Menurut Soedjadi (1999: 138) dalam Ali Mahmudi mengemukakan bahwa

    matematika adalah salah satu ilmu dasar, baik aspek terapannya maupun aspek

    penalarannya mempunyai peranan yang penting dalam upaya penguasaan ilmu

    dan teknologi. Menurut (Sutawijaya,1997:176) dalam Siti Hawa, matematika

    mengkaji benda abstrak (benda pikiran) yang disusun dalam suatu sistem

    aksiomatis dengan menggunakan simbol (lambang) dan penalaran deduktif.

    Untuk keperluan inilah, maka diperluan adanya pembelajaran melalui

    perbuatan dan pengertian, tidak hanya sekedar hafalan atau mengingat fakta saja,

    karena hal ini akan mudah dilupakan siswa. Pepatah Cina mengatakan, “Saya

  • 16

    mendengar maka saya lupa, saya melihat maka saya tahu, saya berbuat maka saya

    mengerti”.

    Wahyudi (2010) juga mengutip beberapa definisi matematika dalam

    Rusefendi menurut pendapat beberapa ahli, yaitu:

    1) Menurut James & James matematika adalah ilmu tentang logika

    mengenai bentuk,susunan, besaran dan konsep-konsep yang saling

    berhubungan satu sama lainnya dengan jumlah yang banyaknya terbagi ke

    dalam tiga bidang, yaitu aljabar, analisis dan geometri.

    2) Menurut Johnson & Rising matematika merupakan pola pikir, pola

    mengorganisasikan pembuktian logik, pengetahuan struktur yang

    terorganisasi memuat: sifat-sifat, teori-teori

    dibuat secara deduktif berdasarkan unsur yang tidak didefinisikan,

    aksioma, sifat atau teori yang telah dibuktikan kebenarannya (Reseffendi,

    1993: 28).

    3) Menurut Reys matematika merupakan telaah tentang pola dan

    hubungan, suatu jalan atau pola berpikir, suatu seni, suatu bahasa dan

    suatu alat (Reseffendi, 1993: 28)

    4) Menurut Kline matematika bukan pengetahuan tersendiri yang dapat

    sempurna karenadirinya sendiri, tetapi keberadaanya karena untuk

    membantu manusia dalam memahamidan menguasai permasalahan sosial,

    ekonomi dan alam (Reseffendi, 1993: 28)

    Dengan uraian di atas dapat dikatakan bahwa matematika merupakan ilmu

    yang mempelajari struktur yang abstrak dan pola hubungan yang ada di dalamnya.

    Ini berarti bahwa belajar matematika pada hakekatnya adalah belajar konsep,

    struktur konsep dan mencari hubungan antar konsep dan strukturnya. Ciri khas

    matematika yang deduktif aksiomatis ini harus diketahui oleh guru sehingga

    mereka dapat mempelajari matematika dengan tepat, mulai dari konsep-konsep

    sederhana sampai yang komplek.

  • 17

    2.1.3.1 Pembelajaran Matematika Di Sekolah Dasar

    Matematika merupakan ilmu universal yang mendasari perkembangan

    teknologi modern yang memajukan daya piker manusia. Perkembangan pesat di

    bidang teknologi informasi dan komunikasi dewasa ini dilandasi oleh

    perkembangan matematika khususnya di bidang teori bilangan, aljabar, analisis,

    teori peluang dan matematika diskrit (Wahyudi ,2010). Untuk menciptakan

    teknologi di masa depan diperlukan penguasaan matematika yang kuat sejak dini.

    Untuk itu diperlukan pemahaman yang mendasar tentang fungsi dan tujuan

    pembelajaran matematika khususnya di Sekolah Dasar yang akan mendasari

    perkembangan pemahaman anak terhadap matematika selanjutnya.

    Menurut Badan Standar Nasional Pendidikan (2006) mata pelajaran

    Matematika perlu diberikan kepada semua peserta didik mulai dari sekolah dasar.

    Hal ini dimaksudkan untuk membekali peserta didik dengan kemampuan berpikir

    logis, analitis, sistematis, kritis, dan kreatif, serta kemampuan bekerjasama.

    Kompetensi tersebut diperlukan agar peserta didik dapat memiliki kemampuan

    memperoleh, mengelola, dan memanfaatkan informasi untuk bertahan hidup pada

    keadaan yang selalu berubah, tidak pasti, dan kompetitif. Selain itu dimaksudkan

    pula untuk mengembangkan kemampuan menggunakan matematika dalam

    pemecahan masalah dan mengkomunikasikan ide atau gagasan dengan

    menggunakan simbol, tabel, diagram, dan media lain.

    2.1.3.2 Tujuan dan ruang lingkup metematika di sekolah dasar.

    Menurut Badan Standart Nasional Pendidikan (2006) menyatakan bahwa

    tujuan pembelajaran matematika di Sekolah Dasar (SD) adalah untuk:

    a) Memahami konsep matematika, menjelaskan keterkaitan antarkonsep

    danmengaplikasikan konsep atau algoritma, secara luwes, akurat,

    efisien, dan tepat, dalampemecahan masalah

    b) penalaran pada pola dan sifat, melakukan manipulasi matematika dalam

    membuat generalisasi, menyusun bukti, atau menjelaskan gagasan dan

    pernyataan matematika

  • 18

    c) Memecahkan masalah yang meliputi kemampuan memahami masalah,

    merancang model

    matematika, menyelesaikan model dan menafsirkan solusi yang

    diperoleh

    d) Mengomunikasikan gagasan dengan simbol, tabel, diagram, atau

    media lain untukmemperjelas keadaan atau masalah.

    e) Memiliki sikap menghargai kegunaan matematika dalam

    kehidupan,yaitu memiliki rasa

    ingin tahu, perhatian, dan minat dalam mempelajari matematika, serta

    sikap ulet danpercaya diri dalam pemecahan masalah.

    Ruang lingkup matematika di sekolah dasar menurut KTSP 2006 meliputi

    aspek-aspek sebagai berikut:

    1. Bilangan

    2. Geometri dan pengukuran

    3. Pengolahan data

    2.1.4 Karakteristik siswa SD

    Sependapat dengan piaget Perkembangan kognitif anak SD dalam fase

    operasional konkrit (6-12 tahun), anak memiliki pengetahuan melalui operasi

    benda-benda konkrit (Wahyudi 2010). Pembelajaran dengan menggunakan

    referensi benda konkrit sangat membantu anak memahami simbol-simbol abstrak.

    perkembangan intelektual anak sebagian besar ditentukan oleh manipulasi dan

    interaksi aktif anak dengan lingkungan. Nama-nama objek (kata benda)

    tampaknya lebih mudah untuk dipetakan secara cepat dibandingkan dengan nama-

    nama tindakan (kata kerja), yang kurang kongkret. Pada usia 5 hingga 7 tahun,

    kemampuan bicara anak-anak menjadi sangat mirip dengan orang dewasa

    Wahyudi (2010). Mereka berbicara dalam kalimat yang lebih panjang dan lebih

    rumit. Mereka menggunakan lebih banyak kata hubung, kata depan, dan artikel.

    Mereka menggunakan kalimat kompleks dan susunan dan dapat menangani semua

    bagian pembicaraan (Wahyudi 2010). Masih lagi, saat anak-anak pada usia ini

  • 19

    berbicara secara lancar, dapat dimengerti dan benar menurut tata bahasa, mereka

    harus menguasai beberapa poin bahasa. Ada dua proses yang memungkinkan

    perubahan ini. Asimilasi merupakan proses kognitif yang menggabungkan

    informasi dari lingkungan ke dalam skemata yang ada. Sebaliknya, akomodasi

    adalah proses kognitif yang mengubah skemata yang ada atau membuat skemata

    baru untuk menyesuaikan dengan lingkungan (Wahyudi 2010). Melalui asimilasi,

    anak-anak menambahkan informasi baru ke dalam gambaran mereka tentang

    dunia; melalui akomodasi, mereka mengubah gambaran mereka tentang dunia

    berdasarkan informasi baru. Menurut Wahyudi dalam Piaget membagi tahap-

    tahap perkembangan kognitif ini menjadi empat yaitu;

    a) Tahap sensorimotor (umur 0-2 tahun)

    Pertumbuhan kemampuan anak tampak dari kegiatan motorik dan

    persepsinya yang sederhana. Ciri pokok perkembangannya berdasarkan tindakan,

    dan dilakukan langkah demi langkah.

    b) Tahap preoperasional (umur 2-7/8 tahun)

    Oprasiaonal (Menurut somakim 2010) adalah suatu proses berpikir atau

    logik, dan merupakan aktivitas mental, bukan aktivitas sensori. Pada periode ini

    anak di dalam berpikirnya tidak didasarkan

    kepada keputusan yang logis melainkan didasarkan kepada keputusan yang dapat

    dilihat seketika. motor Ciri pokok perkembangan pada tahap ini adalah pada

    penggunaan simbol atau bahasa tanda, dan mulai berkembangnya konsep-konsep

    intuitif Tahap itu dibagi menjadi dua, yaitu pemikiran simbolis dan pemikiran

    intuitif. Preoperasional (umur 2-4 tahun), anak telah mampu menggunakan bahasa

    dalam mengembangkan konsepnya, walaupun masih sangat sederhana. Maka

    sering terjadi kesalahan dalam memahami objek. Tahap intuitif (umur 4-8 tahun),

    anak telah dapat memperoleh pengetahuan berdasarkan pada kesan yang agak

    abstraks. Dalam menarik kesimpulan sering tidak diungkapkan dengan kata-kata.

  • 20

    c) Karakteristik Tahap Operasional konkret (umur 7/8 – 11/ 12 tahun)

    Ciri pokok perkembangan pada tahap ini adalah anak sudah mulai

    menggunakan aturanaturan yang jelas dan logis, dan ditandai adanya reversible

    dan kekekalan (Wahyudi 2010).

    Karakteristik tahap operasional konkret :

    1) Sistem kekekalan

    2) Adaptasi dengan gambaran yang menyeluruh

    3) Melihat dari berbagai segi

    4) Seriasi

    5) Klasifikasi

    6) Bilangan

    7) Ruang, waktu dan kecepatan

    8) Kausalitas

    9) Probabilitas

    10) Penalaran

    11) Egosentrisme dan sosialisme

    d) Tahap operasional formal (umur 11/12-18 tahun)

    Ciri pokok perkembangan pada tahap ini adalah anak sudah mampu

    berpikir abstrak dan logis dengan menggunakan pola berpikir “kemungkinan”.

    Model berpikir ilmiah sudah mulai dimiliki anak, dengan kemampuan menarik

    kesimpulan, menafsirkan dan mengembangkan hipotesa. Pada tahap ini kondisi

    berpikir anak sudah dapat:

    1) Bekerja secara efektif dan sistematis

    2) Menganalisis secara kombinasi

    3) Berpikir secara proporsional

    4) Menarik generalisasi secara mendasar pada satu macam isi.

    Identifikasi karakteristik siswa SD ini akan menjadi dasar dalam

    melakukan penelitian efektivitas pembelajaran RME. secara optimal agar dapat

  • 21

    dilaksanakan dengan baik dan dapatmencapai tujuan yang diharapkan. Sesuai

    dengan subyek yang telah ditentukan, yaitu siswa kelas V (masa operasional

    konkret) yaitu pada usia 11/12-18 tahun.

    2.1.5 Pengertian Belajar

    Menurut Winkel (1996) belajar adalah suatu aktivitas mental /psikis yang

    berlangsung dalam interaksi yang aktif dengan lingkungan yang menghasilkan

    perubahan-perubahan dalam pengetahuan, pemahaman, keterampilan dan nilai

    sikap.

    Suryabrata (1998) mengemukakan bahwa belajar itu membawa

    perubahan, perubahan tersebut didapatkan dari kecakapan baru, dan perubahan

    tersebut terjadi karena adanya usaha.

    Sedangkan Syaiful (2009) mengungkapkan bahwa belajar adalah

    rangkaian kegiatan jiwa raga yang menuju perkembangan pribadi manusia

    seutuhnya, yang menyangkut unsur cipta, rasa, dan karsa, ranah kognitif, afektif,

    dn psikomotorik.

    Selain itu Slameto (2010) berpendapat bahwa belajar adalah suatu proses

    usaha yang dilakukan seseorang untuk memperoleh suatu perubahan tingkah laku

    yang baru secara keseluruhan, sebagai hasil pengalamannya sendiri dalam

    interaksi dengan lingkungan.

    Dalam KLBI, (2005:22) Belajar adalah berusaha memperoleh kepandaian

    atau ilmu; membaca, berlatih; bertingkah laku atau tanggapan yang disebabkan

    oleh pengalaman .

    Berdasarkan beberapa pendapat di atas, dapat disimpulkan bahwa belajar

    adalah suatu proses perubahan tingkah laku seseorang yang menghasilkan

    perubahan sebagai peningkatan dalam kecakapan, sikap, pemahaman,

    keterampilan dan daya pikir dalam interaksi dengan lingkungannya.

  • 22

    2.1.5.1 Hasil Belajar

    Hasil belajar adalah kemampuan-kemampuan yang dimiliki siswa setelah

    ia menerima pengalaman belajarnya (Sudjana, 2008:22). Sebagai alat untuk

    mengetahui keberhasilan guru mengajar dan keberhasilan siswa dalam belajar,

    setiap akhir pelajaran diadakan evaluasi belajar yang bertujuan untuk mengukur

    keberhasilan proses belajar mengajar. Indikator kualitas dan kuantitas

    pengetahuan yang dikuasai anak didik dalam proses belajar mengajar disebut juga

    dengan hasil belajar. Hasil adalah penilaian pendidikan tentang perkembangan

    dan kemajuan murid yang berkenan dengan penguasaan bahan pelajaran yang

    disjiakan kepada mereka dan nilai-nilai yang terdapat di dalam kurikulum.

    Setiap guru pasti memiliki keinginan agar dapat meningkatkan hasil

    belajar siswa yang dibimbingnya. Karena itu guru harus memiliki hubungan

    dengan siswa yang dapat terjadi melalui proses belajar mengajar. Setiap proses

    belajar mengajar keberhasilannya diukur dari seberapa jauh hasil belajar yang

    dicapai siswa.

    Menurut Dimyati dan Mudjiono (1999), hasil belajar merupakan hal yang

    dapat dipandang dari dua sisi yaitu sisi siswa dan dari sisi guru. Dari sisi siswa,

    hasil belajar merupakan tingkat perkembangan mental yang lebih baik bila

    dibandingkan pada saat sebelum belajar. Tingkat perkembangan mental tersebut

    terwujud pada jenis-jenis ranah kognitif, afektif, dan psikomotor. Sedangkan dari

    sisi guru, hasil belajar merupakan saat terselesikannya bahan pelajaran.

    Klasifikasi hasil belajar menurut Suprijono (2009) secara garis besar

    membagi menjadi 3 ranah, yakni ranah kognitif, ranah afektif, dan ranah

    psikomotoris.

    1. Ranah kognitif, berkenaan dengan hasil belajar intelektual.

    2. Ranah afektif, berkenaan dengan sikap.

    3. Ranah psikomotorik, berkenaan dengan hasil belajar keterampilan dan

    kemampuan bertindak.

    Berdasarkan uraian di atas maka dapat ditegaskan bahwa salah satu

    fungsi hasil belajar siswa diantaranya ialah siswa dapat mencapai prestasi yang

  • 23

    maksimal sesuai dengan kapasitas yang mereka miliki, serta siswa dapat

    mengatasi berbagai macam kesulitan belajar yang mereka alami. Aktivitas siswa

    mempunyai peranan yang sangat penting dalam proses belajar mengajar, tanpa

    adanya aktivitas siswa maka proses belajar mengajar tidak akan berjalan dengan

    baik, akibatnya hasil belajar yang dicapai siswa rendah. Untuk mengetahui

    keberhasilan proses dan hasil belajar siswa digunakan alat penilaian untuk

    mengetahui sejauh mana tujuan yang telah ditetapkan tercapai atau tidak. Hasil

    belajar yang berupa aspek kognitif, aspek afektif, dan aspek psikomotorik

    menggunakan alat penilaian yang berbeda-beda. Untuk aspek kognitif digunakan

    alat penilaian yang berupa tes, sedangkan untuk aspek afektif digunakan alat

    penilaian yaitu skala sikap (ceklist) untuk mengetahui sikap siswa dalam

    mengikuti pembelajaran, dan aspek psikomotorik digunakan lembar observasi.

    Dari uraian di atas dapat disimpulkan hasil belajar merupakan hasil akhir

    dari proses kegiatan belajar siswa dari seluruh kegiatan siswa dalam mengikuti

    pembelajaran di kelas dan menerima suatu pelajaran untuk mencapai kompetensi

    yang berupa aspek kognitif yang diungkapkan dengan menggunakan suatu alat

    penilaian yaitu tes evaluasi dengan hasil yang dinyatakan dalam bentuk nilai,

    aspek afektif yang menunjukkan sikap siswa dalam mengikuti pembelajaran, dan

    aspek psikomotorik yang menunjukkan keterampilan dan kemampuan bertindak

    siswa dalam mengikuti pembelajaran.

    Namun dalam penelitian ini hasil belajar yang akan diteliti adalah aspek

    kognitif khususnya. Karena dalam model eksperimen ini yang akan dijadikan

    tolak ukur bahwa RME evektif terhadap hasil belajar adalah hasil tes yang berupa

    nilai (angka).

  • 24

    2.1.5.2 Faktor – Faktor Yang Mempengarui Hasil Belajar

    Aktivitas belajar siswa tidak selamanya berlangsung wajar, kadang-

    kadang lancar dan kadang-kadang tidak, kadang-kadang cepat menangkap apa

    yang dipelajari, kadang-kadang terasa sulit untuk dipahami. Dalam hal semangat

    pun kadang-kadang tinggi dan kadang-kadang sulit untuk bias berkosentrasi

    dalam belajar. Demikian kenyataan yang sering kita jumpai pada setiap siswa

    dalam kehidupannya sehari-hari di dalam aktivitas belajar mengajar.

    Setiap siswa memang tidak ada yang sama, perbedaan individual inilah

    yang menyebabkan perbedaan tingkah laku belajar dikalangan siswa, sehingga

    menyebabkan perbedaan dalam hasil belajar Slameto (2010). Hasil belajar

    merupakan hasil dari suatu proses yang di dalamnya terdapat sejumlah faktor yang

    saling mempengaruhi, tinggi rendahnya prestasi belajar siswa tergantung pada

    faktor-faktor tersebut.

    Sedangkan menurut Sulistyaningsih (2010-2011) dalam Muhibbinsyah,

    faktor-faktor yang mempengaruhi prestasi belajar dibedakan menjadi tiga macam,

    yaitu :

    1. Faktor Internal (faktor dari dalam diri siswa), yakni keadaan/kondisi

    jasmani atau rohani siswa

    2. Faktor Eksternal (faktor dari luar siswa), yakni kondisi lingkungan sekitar

    siswa

    3. Faktor Pendekatan Belajar (approach to learning), yakni jenis upaya

    belajar siswa yang meliputi strategi dan metode yang digunakan siswa

    untuk melakukan kegiatan pembelajaran materi-materi pelajaran.

    Adapun yang tergolong faktor internal adalah :

    a) Faktor Fisiologis

    Keadaan fisik yang sehat dan segar serta kuat akan menguntungkan dan

    memberikan hasil belajar yang baik. Tetapi keadaan fisik yang kurang baik

    akan berpengaruh pada siswa dalam keadaan belajarnya.

    b) Faktor Psikologis

  • 25

    Yang termasuk dalam faktor psikologis adalah intelegensi, perhatian,

    minat, motivasi dan bakat yang ada dalam diri siswa antara lain:

    1. Intelegensi, faktor ini berkaitan dengan Intellegency Question (IQ)

    seseorang

    2. Perhatian, perhatian yang terarah dengan baik akan menghasilkan

    pemahaman dan kemampuan yang mantap.

    3. Minat, Kecenderungan dan kegairahan yang tinggi atau keinginan

    yang besar terhadap sesuatu.

    4. Motivasi, merupakan keadaan internal organisme yang

    mendorongnya untuk berbuat sesuatu.

    5. Bakat, kemampuan potensial yang dimiliki seseorang untuk

    mencapai keberhasilan pada masa yag akan datang.

    Adapun yang termasuk golongan faktor eksternal adalah:

    a. Faktor Sosial, yang terdiri dari:

    1. Lingkungan keluarga

    2. Lingkungan sekolah

    3. Lingkungan masyarakat

    b. Faktor Non Sosial

    Faktor-faktor yang termasuk lingkungan non sosial adalah gedung sekolah

    dan letaknya, rumah tempat tinggal keluarga dan letaknya, alatalat belajar,

    keadaan cuaca dan waktu belajar yang digunakan siswa. Faktor ini dipandang

    turut menentukan tingkat keberhasilan belajar siswa.

  • 26

    2.1.6 Kajian Hasil Penelitian yang Relevan

    Prasetiawan, Didik Rohmani, 2011. Upaya Meningkatkan Kemampuan

    Menentukan KPK Dan FPB Melalui Pendekatan Matematika Realistik Pada

    Siswa Kelas IV SDN Lesanpuro 3 Kota Malang. Penelitian Tindakan Kelas,

    Program S1 PGSD, Jurusan Kependidikan Sekolah Dasar dan Prasekolah

    Universitas Negeri Malang. Penelitian ini bertujuan untuk (1) mendeskripsikan

    penerapan pendekatan matematika realistik pada mata pelajaran Matematika

    tentang pemahaman dalam menentukan KPK dan FPB pada siswa kelas IV SDN

    Lesanpuro 3, (2) mendeskripsikan peningkatan kemampuan siswa pada mata

    pelajaran Matematika tentang pemahaman dalam menentukan KPK dan FPB

    melalui pendekatan matematika realistik, (3) mendeskripsikan peningkatan

    aktivitas belajar siswa pada mata pelajaran Matematika Pada siklus I aktivitas

    siswa selama proses belajar mengajar berlangsung sebesar 51,19%, meningkat

    pada siklus 2 menjadi 80,64%, dan hasil belajar pada siklus I mempunyai rata-rata

    kelas sebesar 64,5 meningkat pada siklus II menjadi 87,09.

    Penelitian yang dilakukan oleh Fajrusati (2009) yang berjudul “Meningkatkan

    kemampuan siswa dalam memecahkan masalah melalui pendekatan pendidikan

    matematika realistic Indonesia (PMRI) pada pembelajaran matematika pokok

    bahasan perkalian di kelas III SD sultan agung yogyakarta “Penelitian ini

    bertujuan untuk meningkatkan kemampuan siswa dalam memecahkan masalah

    melalui pendekatan Pendidikan Matematika Realistik Indonesia (PMRI) di kelas

    IIIB SDIT Sultan Agung Yogyakarta. Selain itu, penelitian ini juga bertujuan

    untuk mendeskripsikan pelaksanaan pembelajaran matematika pada pokok

    bahasan perkalian dengan pendekatan PMRI di kelas IIIB SDIT Sultan Agung

    Yogyakarta. Penelitian ini merupakan Penelitian Tindakan Kelas (PTK) yang

    dilaksanakan secara kolaboratif antara peneliti dengan guru mata pelajaran

    Matematika kelas IIIB SDIT Sultan Agung Yogyakarta. Penelitian tindakan

    dilaksanakan dalam dua siklus, dengan siklus I terdiri dari tiga pertemuan dan

    siklus II terdiri dari dua pertemuan. Data penelitian diperoleh dari hasil observasi,

    hasil wawancara, hasil tes belajar, catatan lapangan, dan dokumentasi. Hal ini

  • 27

    sukses membawa perubahan positif ditunjukkan dengan adanya peningkatan skor

    nilai rata-rata kelas dari tes hasil belajar pada akhir siklus I sebesar 52,95 dengan

    kriteria cukup dan pada akhir siklus II sebesar 66,57 dengan kriteria baik.

    Berdasarkan hasil dua penelitian di atas maka peneliti ingin membuktikan

    kembali keefektivan RME. Karena hasil dari dua penelitian di atas menunjukkan

    bahwa setelah diterapkan pendekatan PMRI pada pembelajaran matematika pokok

    bahasan perkalian dilaksanakan sesuai dengan lima karakteristik PMRI yaitu: 1)

    digunakannya konteks “dunia nyata”, 2) digunakannya model-model matematika,

    3) digunakannya produksi dan konstruksi dalam pembelajaran, 4) adanya

    interaksi, 5) adanya keterkaitan, dapat meningkatkan kemampuan siswa dalam

    memecahkan masalah.

    2.3 Kerangka Berpikir

    Berdasarkan penyajian deskripsi teoritik dapat disusun suatu kerangka

    berpikir untuk memperjelas arah dan maksud penelitian. Kerangka berpikir ini

    disusun berdasarkan variabel yang dipakai dalam penelitian yaitu efektivitas

    pendekatan matematika realistic terhadap hasil belajar siswa kelas V SD .

    Dalam penelitian ini kegiatan belajar mengajar mengacu pada pemanfaatan

    pendekatan matematika realistic ini diharapkan akan meningkatkan motivasi

    siswa dalam belajar, mengurangi rasa jenuh siswa belajar di dalam kelas,

    memberikan kesempatan kepada siswa untuk lebih banyak bergerak dan

    bereksplorasi serta bermain dan belajar dengan lingkungan alam sekitar. Sehingga

    dapat tercipta kondisi belajar yang lebih aktif, efektif, kreatif dan menyenangkan.

    Dengan demikian materi pelajaran akan lebih mudah disampaikan oleh guru dan

    mudah diterima oleh peserta didik, serta daya ingat peserta didik akan lebih kuat

    karena mereka belajar dengan mengalami, melihat, mengamati dan melakukan

    secara langsung sehingga hasil belajar siswa akan meningkat.

  • 28

    Berikut bagan kerangka berpikir evektifitas pendekatan matematika realistic

    dengan metode simulasi terhadap hasil belajar siswakelas V SD.

    Gambar 2.1 Kerangka Berpikir

    2.4 Hipotesis Penelitian

    Berdasarkan kajian teori dan kerangka berpikir yang telah dipaparkan

    di atas, maka dapat dirumuskan “Ada peningkatan hasil belajar yang positif

    dan signifikan dari penerapan pendekatan matematika realistic terhadap hasil

    belajar matematika siswa kelas V SD N Rapah 03 Kecamatan Banyubiru

    Kabupaten Semarang.

    Kondisi awal

    siswa sama

    Kelas Kontrol

    Kelas Eksperimen

    Perlakuan

    Konvensional

    Perlakuan

    Pemanfaatan

    PMR

    Hasil

    Belajar