31
BAB II KAJIAN PUSTAKA 2.1 Kajian yang Relevan Sebelumnya Penelitian tentang pengajaran khususnya pengajaran berbahasa sudah banyak dilakukan. Begitu pula tentang analisis kesalahan dalam berbahasa. Namun, belum ada yang mengangkat penelitian tentang analisis kesalahan berbahasa dalam menulis teks pengumuman. Adapun kajian yang relevan dengan penelitian ini dapat diuraikan berikut: (1) Analisis Kesalahan Berbahasa dalam Teks Pidato oleh Budiono (2009). Permasalahannya adalah (1) bagaimana kesalahan berbahasa dalam teks pidato mahasiswa ditinjau dari segi ejaan, (2) bagaimana kesalahan berbahasa dalam teks pidato mahasiswa ditinjau dari segi penempatan diksi. (3) bagaimana kesalahan bahasa dalam teks pidato ditinjau dari segi penggunaaan kalimat yang mubazir, (4) bagaimana kesalahan berbahasa dalam teks pidato mahasiswa ditinjau dari struktur paragraf, dan (5) bagaimana kesalahan berbahasa mahasiswa dalam teks pidato ditinjau dari segi penalaran. Setelah dilakukan penelitian diperoleh hasil bahwa: (1) kesalahan penggunaan ejaan dalam teks pidato yang ditulis oleh mahasiswa Jurusan Pendidikan Bahasa dan Sastra Indonesia angkatan 2007/2008, dari 24 jenis teks pidato semuanya mengalami kesalahan penggunaan ejaan, (2) penempatan diksi dalam teks pidato yang dilakukan oleh mahasiswa, dari 24 jenis teks pidato, yang menunjukkan kesalahan penempatan diksi berjumlah 13 teks pidato, (3) dari 24 jenis teks pidato, yang menunjukkan kerancuan struktur kalimat sebanyak 9 teks pidato, (4) penggunaan kalimat yang mubazir, menunjukkan bahwa dari 24 teks

BAB II KAJIAN PUSTAKA 2.1 Kajian yang Relevan Sebelumnyaeprints.ung.ac.id/183/3/2013-2-88201-311409031-bab2-10012014110219.pdf · penalaran berjumlah 4 teks pidato; (2) Analisis Kesalahan

Embed Size (px)

Citation preview

Page 1: BAB II KAJIAN PUSTAKA 2.1 Kajian yang Relevan Sebelumnyaeprints.ung.ac.id/183/3/2013-2-88201-311409031-bab2-10012014110219.pdf · penalaran berjumlah 4 teks pidato; (2) Analisis Kesalahan

BAB II

KAJIAN PUSTAKA

2.1 Kajian yang Relevan Sebelumnya

Penelitian tentang pengajaran khususnya pengajaran berbahasa sudah

banyak dilakukan. Begitu pula tentang analisis kesalahan dalam berbahasa.

Namun, belum ada yang mengangkat penelitian tentang analisis kesalahan

berbahasa dalam menulis teks pengumuman. Adapun kajian yang relevan dengan

penelitian ini dapat diuraikan berikut: (1) Analisis Kesalahan Berbahasa dalam

Teks Pidato oleh Budiono (2009). Permasalahannya adalah (1) bagaimana

kesalahan berbahasa dalam teks pidato mahasiswa ditinjau dari segi ejaan, (2)

bagaimana kesalahan berbahasa dalam teks pidato mahasiswa ditinjau dari segi

penempatan diksi. (3) bagaimana kesalahan bahasa dalam teks pidato ditinjau dari

segi penggunaaan kalimat yang mubazir, (4) bagaimana kesalahan berbahasa

dalam teks pidato mahasiswa ditinjau dari struktur paragraf, dan (5) bagaimana

kesalahan berbahasa mahasiswa dalam teks pidato ditinjau dari segi penalaran.

Setelah dilakukan penelitian diperoleh hasil bahwa: (1) kesalahan

penggunaan ejaan dalam teks pidato yang ditulis oleh mahasiswa Jurusan

Pendidikan Bahasa dan Sastra Indonesia angkatan 2007/2008, dari 24 jenis teks

pidato semuanya mengalami kesalahan penggunaan ejaan, (2) penempatan diksi

dalam teks pidato yang dilakukan oleh mahasiswa, dari 24 jenis teks pidato, yang

menunjukkan kesalahan penempatan diksi berjumlah 13 teks pidato, (3) dari 24

jenis teks pidato, yang menunjukkan kerancuan struktur kalimat sebanyak 9 teks

pidato, (4) penggunaan kalimat yang mubazir, menunjukkan bahwa dari 24 teks

Page 2: BAB II KAJIAN PUSTAKA 2.1 Kajian yang Relevan Sebelumnyaeprints.ung.ac.id/183/3/2013-2-88201-311409031-bab2-10012014110219.pdf · penalaran berjumlah 4 teks pidato; (2) Analisis Kesalahan

pidato yang diteliti, terdapat penggunaan kalimat mubazir sebanyak 21 teks

pidato, (5) kesalahan struktur paragraf berjumlah 2 teks pidato, dan (6) kesatuan

penalaran berjumlah 4 teks pidato; (2) Analisis Kesalahan Berbahasa dalam

Karangan Peserta Didik oleh Erni (2004). Permasalahannya adalah: (1) bagaimana

kesalahan berbahasa dalam karangan siswa ditinjau dari segi penerapan ejaan, (2)

bagaimana kesalahan berbahasa dalam karangan siswa ditinjau dari segi pemilihan

kata, (3) bagaimana kesalahan berbahasa dalam karangan siswa ditinjau dari segi

kalimat yang tidak sempurna, dan (4) bagaimana kesalahan berbahasa siswa

ditinjau dari segi kalimat yang tidak koherensi.

Setelah dilakukan penelitian diperoleh hasil bahwa : (1) kesalahan yang

ditemukan meliputi: kesalahan ejaan, kesalahan diksi, kalimat yang tidak

sempurna dan kalimat yang mubazir serta kalimat yang tidak koheren, (2)

kessalahan yang terjadi disebabkan ketidaktahuan peserta didik dalam menulis

karangan sehingga kaidah bahasa menjadi terabaikan, (3) kesalahan seperti ini

disebabkan oleh kurangnya perhatian peserta didik terhadap mata pelajaran bahasa

Indonesia.

Berdasarkan kedua penelitian di atas maka relevansinya dengan penelitian

ini adalah sebagai berikut : persamaannya, penelitian yang dilakukan Budiono

dengan penelitian yang dilakukan oleh peneliti yaitu mengangkat topik yang sama

yaitu tentang menganalisis kesalahan berbahasa dalm teks yang membedakannya

adalah penelitian Budiono adalah tentang teks pidato yang ditulis mahasiswa,

sedangkan oleh peneliti sendiri adalah teks pengumuman yang ditulis siswa.

Page 3: BAB II KAJIAN PUSTAKA 2.1 Kajian yang Relevan Sebelumnyaeprints.ung.ac.id/183/3/2013-2-88201-311409031-bab2-10012014110219.pdf · penalaran berjumlah 4 teks pidato; (2) Analisis Kesalahan

Begitu pula dengan penelitian yang dilakukan oleh Erni dengan penelitian

ini mengangkat topik yang sama yaitu tentang analisis kesalahan berbahasa.

Perbedaannya, penelitian Erni tentang analisis kesalahan berbahasa dalam

karangan siswa sedangkan penliti sendiri tentang teks pengumuman yang ditulis

siswa.

2.2 Hakekat Analisis Kesalahan Berbahasa

2.2.1 Pengertian Analisis Kesalahan Berbahasa

Analisis kesalahan adalah suatu teknik untuk mengidentifikasikan dan

menginterpretasikan secara sistematis kesalahan-kesalahan yang dibuat oleh siswa

yang sedang belajar bahasa asing atau bahasa kedua berdasarkan linguistik (Ruru

dalam Pateda, 2010:17).

Corder dalam (Indihadi, -) menggunakan 3 (tiga) istilah untuk membatasi

kesalahan berbahasa: (1) Lapses, (2) Error, dan (3)Mistake. Lapses, Error dan

Mistake adalah istilah-istilah dalam wilayah kesalahan berbahasa. Ketiga istilah

itu memiliki domain yang berbeda-beda dalam memandang kesalahan berbahasa.

Corder dalam (Indihadi, -) menjelaskan sebagai berikut:

1. Lapses

Lapses adalah kesalahan berbahasa akibat penutur beralih cara untuk

menyatakan sesuatu sebelum seluruh tuturan (kalimat) selesai dinyatakan

selengkapnya. Untuk berbahasa lisan, jenis kesalahan ini diistilahkan dengan “slip

of the tongue” sedang untuk berbahasa tulis, jenis kesalahan ini diistilahkan “slip

of the pen”. Kesalahan ini terjadi akibat ketidaksengajaan dan tidak disadari oleh

penuturnya.

Page 4: BAB II KAJIAN PUSTAKA 2.1 Kajian yang Relevan Sebelumnyaeprints.ung.ac.id/183/3/2013-2-88201-311409031-bab2-10012014110219.pdf · penalaran berjumlah 4 teks pidato; (2) Analisis Kesalahan

2. Error

Error adalah kesalahan berbahasa akibat penutur melanggar kaidah atau

aturan tata bahasa (breaches of code). Kesalahan ini terjadi akibat penutur sudah

memiliki aturan (kaidah) tata bahasa yang berbeda dari tata bahasa yang lain,

sehingga berdampak pada kekurangsempurnaan atau ketidakmampuan penutur.

Hal tersebut berimplikasi terhadap penggunaan bahasa, terjadi kesalahan

berbahasa akibat penutur menggunakan kaidah bahasa yang salah.

3. Mistake

Mistake adalah kesalahan berbahasa akibat penutur tidak tepat dalam

memilih kata atau ungkapan untuk suatu situasi tertentu. Kesalahan ini mengacu

kepada kesalahan akibat penutur tidak tepat menggunakan kaidah yang diketahui

benar, bukan karena kurangnya penguasaan bahasa kedua (B2). Kesalahan terjadi

pada produk tuturan yang tidak benar.

Analisis kesalahan berbahasa adalah suatu prosedur kerja yang biasa

digunakan oleh para peneliti dan guru bahasa, pengumpulan data,

pengidentifikasian kesalahan yang terdapat dalam data, penjelasan kesalahan

tersebut, pengklasifikasian kesalahan itu berdasarkan penyebabnya, serta

pengevaluasian atau penilaian taraf keseriusan kesalahan itu. Kesalahan berbahasa

dipandang sebagai bagian dari proses belajar bahasa. Ini berarti bahwa kesalahan

berbahasa adalah bagian yang integral dari pemerolehan dan pengajaran bahasa

(Massofa, 2008).

Kesalahan berbahasa adalah penyimpangan-penyimpangan yang bersifat

sistematis yang dilakukan oleh siswa ketika ia menggunakan bahasa (Pateda,

Page 5: BAB II KAJIAN PUSTAKA 2.1 Kajian yang Relevan Sebelumnyaeprints.ung.ac.id/183/3/2013-2-88201-311409031-bab2-10012014110219.pdf · penalaran berjumlah 4 teks pidato; (2) Analisis Kesalahan

2010:22). Analisis kesalahan berbahasa ialah kesalahan berbahasa yang hanya

dikaitkan dengan kaidah bahasa atau tata bahasa saja, kesalahan berbahasa

disebabkan oleh faktor pemahaman dan kemampuan kompetensi seseorang

(Qonieeth, 2011).

2.2.2 Ruang Lingkup Analisis Kesalahan Berbahasa

Kesalahan berbahasa dapat terjadi dalam setiap tataran linguistik

(kebahasaan). Ada kesalahan yang terjadi dalam tataran fonologi, morfologi,

sintaksis, wacana dan semantik. Kesalahan berbahasa dapat disebabkan oleh

intervensi (tekanan) bahasa pertama (B1) terhadap bahasa kedua (B2). Kesalahan

berbahasa yang paling umum terjadi akibat penyimpangan kaidah bahasa. Hal itu

terjadi oleh perbedaan kaidah (struktur) bahasa pertama (B1) dengan bahasa

kedua (B2).

Pembicara atau penulis boleh dikatakan menggunakan bahasa setiap hari.

Dikaitkan dengan keterampilan berbahasa, kita mengenal adanya keterampilan

menyimak, berbicara, membaca dan menulis. Seorang yang melakukan aktivitas

berbahasa yang sengaja atau tidak, pasti membuat kesalahan. Kesalahan itu ada

yang bersifat sistematis dan ada pula yang tidak bersifat sistematis.

Kesalahan yang bersifat sistematislah yang sangat diperhatikan dalam

analisis kesalahan. Kesalahan sistematis berarti berhubungan dengan kompetensi,

kompetensi disini adalah kemampuan berbicara atau menulis untuk melahirkan

bahasa sesuai dengan kaidah bahasa yang digunakannya (Pateda, 2010 : 18).

Bahasa yang digunakan itu berwujud kata, kalimat, dan makna. Dengan demikian,

Page 6: BAB II KAJIAN PUSTAKA 2.1 Kajian yang Relevan Sebelumnyaeprints.ung.ac.id/183/3/2013-2-88201-311409031-bab2-10012014110219.pdf · penalaran berjumlah 4 teks pidato; (2) Analisis Kesalahan

kesalahan yang perlu dianaisis melingkupi tataran fonologi, morfologi, sintaksis

dan semantik.

1) Kesalahan Berbahasa dalam Tataran Fonologi

Kesalahan berbahasa ini berhubungan dengan pelafalan dan penulisan

bunyi bahasa. Dalam tataran fonologi, kesalahan yang terjadi melibatkan alat

ucap. Menurut Djajasudarma (2010:34) ada beberapa unsur yang dapat diteliti di

bidang fonologi, yaitu :

a. Pengenalan alat ucap (artikulasi)

b. Proses terjadinya bunyi bahasa

c. Fonem vokal dan fonem konsonan

d. Fonem klaster dan diftong

e. Perubahan varian fonem

f. Fonem serapan (dari bahasa asing), sebagai penyesuaian dengan fonem suatu

bahasa akibat lintas bahasa

g. Ejaan sebagai bidang terapan dari fonologi.

Jadi, kesalahan yang ditimbulkan dalam tataran fonologi, lebih ke arah

kesalahan berbahasa secara langsung yang dihasilkan oleh alat bicara.

2) Kesalahan Berbahasa dalam Tataran Morfologi

Morfologi adalaha ilmu yang mempelajari morfem, dan morfem adalah

unsur bahasa yang mempunyai makna dan ikut mendukung makna (Djajasudarma,

2010:35). Kesalahan pada bidang morfologi berhubungan dengan tata bentuk

kata. Dalam bahasa Indonesia kesalahan pada bidang morfologi akan menyangkut

derivasi, kontaminasi, dan pleonasme (Pateda, 2010:35).

Page 7: BAB II KAJIAN PUSTAKA 2.1 Kajian yang Relevan Sebelumnyaeprints.ung.ac.id/183/3/2013-2-88201-311409031-bab2-10012014110219.pdf · penalaran berjumlah 4 teks pidato; (2) Analisis Kesalahan

Menurut Djajasudarma (2010:36) yang dapat dijadikan objek penelitian di

bidang morfologi adalah sebagai berikut.

a. Morfem klaster

b. Morfem dan kata

c. Pembentukan kata: 1. Derivasi dan infleksi, 2. Gabungan kata

d. Kelas kata: (1) Nomina, (2) Verba, (3) Adjektiva, (4) Adverbia, (5) Kata dan

partikel /kata tugas.

3) Kesalahan Berbahasa dalam Tataran Sintaksis

Kita mengetahui bahwa manusia selalu memanfaatkan kalimat apabila

hendak menyampaikan pikiran, perasaan atau keinginan. Kadang-kadang

pembicara asal berbicara saja, karena ia berpendapat asal orang mengerti.

Kecermatan dalam berbahasa tidak dipedulikannya lagi. Karena kesalahan yang

disebabkan itu berhubungan dengan kalimat, kesalahan seperti itu disebut

kesalahan dalam tataran sintaksis.

Menurut Pateda (2010:39) kesalahan pada daerah sintaksis berhubungan

dengan kesalahan pada daerah morfologi, karena kalimat berunsurkan kata-kata.

Itu sebabnya daerah kesalahan sintaksis berhubungan dengan, (1) kalimat yang

berstruktur tidak baku, (2) kalimat yang ambigu, (3) kalimat yang tidak jelas, (4)

diksi yang tidak tepat membentuk kalimat, (5) kontaminasi kalimat, (6) koherensi.

(7) kalimat mubazir, (8) kata serapan, dan (9) logika kalimat.

Page 8: BAB II KAJIAN PUSTAKA 2.1 Kajian yang Relevan Sebelumnyaeprints.ung.ac.id/183/3/2013-2-88201-311409031-bab2-10012014110219.pdf · penalaran berjumlah 4 teks pidato; (2) Analisis Kesalahan

4) Kesalahan Berbahasa dalam Tataran Semantik

Seperti yang kita tahu, bahwa semantik adalah ilmu yang memepelajari

tentang makna. Jika kalimat-kalimat yang tersusun sudah sesuai dengan

aturannya, maka makna yang akan dihasilkan oleh kalimat itu pun akan mudah

dimengerti. Semantik sebagai ilmu yang mempelajari kemaknaan di dalam bahasa

(Pateda, 2009:15).

Daerah kesalahan semantik berhubungan denganpemahaman makna kata

dan ketepatan pemakaian kata dalam bertutur. Kesalahan bidang semantik,

misalnya kesalahan yang berhubungan dengan ketepatan penggunaan kata atau

kalimat yang didukung oleh makna, baik makana leksikal maupun makna

gramatikal (Pateda, 2010:19). Jadi, penggunaan kata dan kalimat yang baik akan

sangat mempengaruhi makna dari kalimat tersebut. Jika kita salah dalam

menggunakan kata atau kalimat, maka maknanya pun akan salah.

2.3 Penggunaan Bahasa Indonesia

2.3.1 Penggunaan Bahasa Indonesia Ragam Tulis

Dalam penggunaan bahasa Indonesia selain ragam lisan,ragam tulis juga

digunakan untuk berkomunikasi. Penulis yang baik sudah tentu pembaca yang

baik. Akan tetapi, pembaca yang baik belum tentu penulis yang baik. Mengapa

demikian? Hal ini dikarenakan dalam menulis sangat dibutuhkan keahlian dan

latihan yang berulang-ulang. Setiap orang yang terlahir di dunia ini dibekali

dengan bakat menulis. Buktinya sejak kecil kita sudah diajarkan untuk menulis.

Kegiatan menulis ini tidak bisa lepas dalam proses belajar mengajar yang ada di

bangku pendidikan.

Page 9: BAB II KAJIAN PUSTAKA 2.1 Kajian yang Relevan Sebelumnyaeprints.ung.ac.id/183/3/2013-2-88201-311409031-bab2-10012014110219.pdf · penalaran berjumlah 4 teks pidato; (2) Analisis Kesalahan

Ragam tulis dan ragam lisan, tentunya memiliki kelebihan dan

kekurangannya masing-masing. Finoza (2009:7) mengatakan bahwa ragam tulis

tidak selalu memerlukan “lawan bicara” yang siap membaca apa yang dituliskan

oleh seseorang, sedangkan ragam lisan menghendaki adanya lawan bicara yang

siap mendengarkan apa yang dicupkan oleh seseorang.

Berbeda dengan berbicara, dalam menulis seorang penulis harus

memperhatikan ejaan, bentuk kata, pilihan kata, struktur kalimat, serta struktur

paragraf yang akan digunakan. Sehingga pesan yang hendak disampaikan dalam

bentuk tulisan dapat dengan mudah dimengerti.

2.3.2 Ejaan

Ejaan adalah seperangkat aturan tentang cara menuliskan bahasa dengan

menggunakan huruf, kata, dan tanda baca sebagai sarananya (Finoza, 2009:19).

Menurut Pateda (2009:138) bahwa ejaan adalah aturan penyalinan bahasa lisan ke

bahasa tertulis, atau pelambangan fonem dengan huruf atau penandanya.

Sedangkan menurut Alek dan Achmad (2011:259) bahwa ejaan adalah

keseluruhan peraturan melambangkan bunyi ujaran, pemisahan dan penggabungan

kata, penulisan kata, huruf, dan tanda baca. Ejaan juga merupakan kaidah yang

harus dipatuhi oleh pemakai bahasa demi keteraturan dan keseragaman bentuk,

terutama dalam bahasa tulis. Keteraturan bentuk akan berimplikasi pada ketepatan

dan kejelasan makna. Ejaan diibaratkan seperti rambu-rambu lalu lintas yang

harus dipatuhi.

Page 10: BAB II KAJIAN PUSTAKA 2.1 Kajian yang Relevan Sebelumnyaeprints.ung.ac.id/183/3/2013-2-88201-311409031-bab2-10012014110219.pdf · penalaran berjumlah 4 teks pidato; (2) Analisis Kesalahan

Di dalam bahasa Indonesia ada yang dikenal dengan Ejaan Yang

Disempurnakan (EYD). Ruang lingkup EYD menurut Finoza (2009:20)

mencakupi lima aspek, yaitu: (1) pemakaian huruf, (2) penulisan huruf,

(3) penulisan kata, (4) penulisan unsur serapan, dan (5) pemakaian tanda baca.

Kelima hal itulah yang sangat berpengaruh dalam penuliusan ejaan. Adapun ruang

lingkup dari ejaan menurut Alek dan Achmad (2011:260) akan diuraikan berikut

ini:

1. Pemakaian Huruf

a. Huruf Abjad

Abjad yang digunakan dalam bahasa Indonesia terdiri atas huruf berikut

ini.

Tabel 2.1 Abjad yang Digunakan dalam Bahasa Indonesia

Huruf Lafal Huruf Lafal Huruf Lafal

Aa

Bb

Cc

Dd

Ee

Ff

Gg

Hh

Ii

A

be

ce

de

e

ef

ge

ha

i

Jj

Kk

Ll

Mm

Nn

Oo

Pp

Qq

Rr

Je

ka

el

em

en

o

pe

ki

er

Ss

Tt

Uu

Vv

Ww

Xx

Yy

Zz

es

te

u

ve

we

eks

ye

zet

Page 11: BAB II KAJIAN PUSTAKA 2.1 Kajian yang Relevan Sebelumnyaeprints.ung.ac.id/183/3/2013-2-88201-311409031-bab2-10012014110219.pdf · penalaran berjumlah 4 teks pidato; (2) Analisis Kesalahan

b. Huruf Vokal

Huruf yang melambangkan vokal dalam bahasa Indonesia terdiri atas huruf

a, e, i, o, dan u.

Tabel 2.2 Huruf Vokal dalam Bahasa Indonesia

Huruf Vokal Contoh Penggunaan dalam Kata

Di awal Di tengah Di akhir

A Api Padi Lisa

E*

Enak Emas

Petak Kena

Sore Tipe

I Itu Simpan Murni

O Oleh Kota Radio

U Ulang Bumi Ibu

c. Huruf Konsonan

Huruf yang melambangkan konsonan dalam bahasa Indonesia terdiri atas

huruf-huruf b, c, d, f, g, h, j, k, l, m, n, p, q, r, s, t, v, w, x, y, dan z.

d. Huruf Diftong

Di dalam bahasa Indonesia terdapat diftong yang dilambangkan dengan ai,

au, dan oi.

Tabel 2.3 Huruf Diftong dalam Bahasa Indonesia

Huruf Diftong Contoh Penggunaan dalam Kata

Di Awal Di Tengah Di Akhir

Ai Ai Syaitan Pandai

Au Aula Saudara Harimau

Oi --- Boikot Amboi

Page 12: BAB II KAJIAN PUSTAKA 2.1 Kajian yang Relevan Sebelumnyaeprints.ung.ac.id/183/3/2013-2-88201-311409031-bab2-10012014110219.pdf · penalaran berjumlah 4 teks pidato; (2) Analisis Kesalahan

e. Gabungan – Huruf Konsonan

Di dalam bahasa Indonesia terdapat empat gabungan huruf yang

melambangkan konsonan, yaitu kh, ng, ny, dan sy. Masaing-masing

melambangkan satu bunyi konsonan.

f. Pemenggalan Kata

1) Pemenggalan kata pada kata dasar dilakukan sebagai berikut.

Jika di tengah kata ada vokal yang berurutan, pemenggalan itu dilakukan

di antara kedua huruf vokal itu.

Misalnya: ma- in, sa- at, bu- ah.

2) Imbuhan awalan dan imbuhan akhiran, termasuk awalan yang mengalami

perubahan bentuk serta partikel yang biasanya ditulis serangkai dengan

kata dasarnya, dapat dipenggal pada pergantian baris.

Misalnya: makan- an, me- ra- sa- kan, mem- bantu, pergi- lah.

2. Pemakaian Huruf Kapital dan Huruf Miring

a. Huruf Kapital atau Huruf Besar

1) Huruf kapital atau huruf besar dipakai sebagai huruf pertama kata pada

awal kalimat. Misalnya: Dia mengantuk.

2) Huruf kapital dipakai sebagai huruf pertama petikan langsung. Misalnya:

Adik bertanya, “Kapan kita pulang?”

3) Huruf kapital dipakai sebagai huruf pertama dalam ungkapan yang

berhubungan dengan nama Tuhan dan kitab suci, termasuk kata ganti

Page 13: BAB II KAJIAN PUSTAKA 2.1 Kajian yang Relevan Sebelumnyaeprints.ung.ac.id/183/3/2013-2-88201-311409031-bab2-10012014110219.pdf · penalaran berjumlah 4 teks pidato; (2) Analisis Kesalahan

untuk Tuhan. Misalnya: Allah, Yang Mahakuasa, Yang Mahapengasih,

Alkitab, Alquran.

4) Huruf kapital dipakai sebagai huruf pertama nama gelar kehormatan,

keturunan, dan keagamaan yang diikuti nama orang. Misalnya: Mahaputra

Yamin, Sultan Hasanudin.

Huruf kapital tidak dipakai sebagai huruf pertama nama gelar kehormatan,

keturunan, dan keagamaan yang tidak diikuti nama orang. Misalnya: Dia

baru saja diangkat menjadi sultan.

5) Huruf kapital dipakai sebagai huruf pertama unsur nama jabatan dan

pangkat yang diikuti nama orang atau yang dipakai sebagai pengganti

nama orang tertentu, nama instansi, atau nama tempat. Misalnya: Wakil

Presiden Jusuf Kalla.

Huruf kapital tidak dipakai sebagai huruf pertama nama jabatan dan

pangkat yang tidak diikuti nama orang, nama instansi, atau nama tempat.

Misalnya: Siapakah nama gubernur yang baru dilantik itu?.

6) Huruf kapital dipakai sebagai huruf pertama unsur-unsur nama orang.

Misalnya: Amir Hamzah, Dewi Sartika.

Huruf kapital tidak dipakai sebagai huruf pertama nama orang yang

digunakan sebagai nama jenis atau satuan ukuran. Misalnya: mesin diesel,

5 ampere.

7) Huruf kapital dipakai sebagai huruf pertama nama bangsa, suku bangsa,

dan bahasa. Misalnya: bangsa Indonesia, suku Jawa.

Page 14: BAB II KAJIAN PUSTAKA 2.1 Kajian yang Relevan Sebelumnyaeprints.ung.ac.id/183/3/2013-2-88201-311409031-bab2-10012014110219.pdf · penalaran berjumlah 4 teks pidato; (2) Analisis Kesalahan

Huruf kapital tidak dipakai sebagai huruf pertama nama bangsa, suku, dan

bahasa yang dipakai sebagai bentuk dasar kata turunan. Misalnya:

mengindonesiakan kata asing.

8) Huruf kapital dipakai sebagai huruf pertama nama tahun, bulan, hari, hari

raya, dan peristiwa sejarah. Misalnya: tahun Hijriah, bulan Desember, hari

Natal, Proklamasi Kemerdekaan Indonesia, Perang Candu.

Huruf kapital tidak dipakai sebagai huruf pertama peristiwa sejarah yang

tidak dipakai sebagai nama. Misalnya: perlombaan senjata membawa

risiko pecahnya perang dunia.

9) Huruf kapital dipakai sebagai huruf pertama nama geografi. Misalnya:

Asia Tenggara, Banyuwangi, Bukit Barisan, Danau Toba.

Huruf kapital tidak dipakai sebagai huruf pertama istilah geografi yang

tidak menjadi unsur nama diri. Misalnya: berlayar ke teluk, mandi di kali.

10) Huruf kapital tidak dipakai sebagai huruf pertama nama semua unsur nama

negara, lembaga pemerintah dan ketatanegaraan, dan nama dokumen resmi

kecuali seperti kata dan. Misalnya: Republik Indonesia, Majelis

Permusyawaratan Rakyat, Departemen Pendidikan dan Kebudayaan.

Huruf kapital tidak dipakai sebagai huruf pertama kata yang bukan nama

resmi negara, lembaga pemerintah dan ketatanegaraan, badan, serta nama

dokumen resmi. Misalnya: Menjadi sebuah republik, beberapa badan

hukum.

11) Huruf kapital dipakai sebagai huruf pertama nama setiap unsur bentuk

ulang sempurna yang terdapat pada nama badan, lembaga pemerintah dan

Page 15: BAB II KAJIAN PUSTAKA 2.1 Kajian yang Relevan Sebelumnyaeprints.ung.ac.id/183/3/2013-2-88201-311409031-bab2-10012014110219.pdf · penalaran berjumlah 4 teks pidato; (2) Analisis Kesalahan

ketatanegaraan, serta dokumen resmi. Misalnya: Perserikatan Bangsa-

Bangsa, Yayasan Ilmu-Ilmu Sosial.

12) Huruf kapital dipakai sebagai huruf pertama semua kata (termasuk semua

unsur kata ulang sempurna) di dalam nama buku, majalah, surat kabar,

dan judul karangan kecuali kata seperti di, ke, dari, dan, dalam, yang,

untuk yang tidak terletak pada posisi awal. Misalnya: saya telah membaca

buku Dari Ave Maria Jalan Lain ke Roma.

13) Huruf kapital dipakai sebagai huruf pertama unsur singkatan nama gelar,

pangkat, dan sapaan. Misalnya:

Dr. Doktor

M. A. Master of Arts

S.E. Sarjana Ekonomi

Prof. Profesor

Tn. Tuan

Sdr. Saudara

14) Huruf kapital dipakai sebagai huruf pertama kata penunjuk hubungan

kekerabatan sperti bapak, ibu, saudara, kakak, adik, dan paman yang

dipakai dalam penyapaan dan pengacuan. Misalnya: Adik bertanya, “Itu

apa Bu?”

Huruf kapital tidak dipakai sebagai huruf pertama kata penunjuk hubungan

kekerabatan yang tidak dipakai dalam pengacuan atau penyapaan.

Misalnya: Kita harus menghormati bapak dan ibu kita.

Page 16: BAB II KAJIAN PUSTAKA 2.1 Kajian yang Relevan Sebelumnyaeprints.ung.ac.id/183/3/2013-2-88201-311409031-bab2-10012014110219.pdf · penalaran berjumlah 4 teks pidato; (2) Analisis Kesalahan

15) Huruf kapital dipakai sebagai huruf pertma kata ganti Anda. Misalnya:

Surat Anda telah kami terima.

b. Huruf Miring

1) Huruf miring dalam cetakan dipakai untuk menuliskan nama buku,

majalah, dan surat kabar yang dikutip dalam tulisan. Misalnya: surat kabar

Suara Karya, majalah Bahasa Indonesia.

2) Huruf miring dalam cetakan dipakai untuk menegaskan atau

mengkhususkan huruf, bagian kata, kata, atau kelompok kata. Misalnya:

Huruf pertama kata abad ialah a.

3) Huruf miring dalam cetakan dipakai untuk menuliskan kata ilmiah atau

istilah asing yang telah disesuaikan ejaannya. Misalnya: Nama ilmiah buah

manggis ialah carcinia mengostana.

3. Penulisan Kata

a. Kata Dasar

Kata yang berupa kata dasar ditulis sebagai satu kesatuan. Misalnya:

1. Ibu percaya bahwa engkau tahu.

2. Kantor pajak penuh sesak.

3. Buku itu sangat tebal.

b. Kata Turunan

1. Imbuhan (awalan, sisipan, akhiran) ditulis serangkai dengan kata dasarnya.

Misalnya: bergerak, dikelola, menengok, mempermainkan.

Page 17: BAB II KAJIAN PUSTAKA 2.1 Kajian yang Relevan Sebelumnyaeprints.ung.ac.id/183/3/2013-2-88201-311409031-bab2-10012014110219.pdf · penalaran berjumlah 4 teks pidato; (2) Analisis Kesalahan

2. Jika bentuk dasar berupa gabungan kata, awalan atau akhiran ditulis

serangkai dengan kata yang langsung mengikuti atau mendahuluinya.

Misalnya: bertepuk tangan, menganak sungai, sebar luaskan.

3. Jika bentuk dasar berupa gabungan kata mendapat awalan dan akhiran

sekaligus, unsur gabungan kata itu ditulis serangkai. Misalnya:

menggarisbawahi, menyebarluaskan, dilipatgandakan.

c. Bentuk Ulang

Bentuk ulang ditulis secara lengkap dengan menggunakan tanda hubung.

Misalnya: anak-anak, buku-buku, kuda-kuda, mata-mata, hati-hati, undang-

undang, kupu-kupu, kura-kura, lauk-pauk, mondar-mandir, menulis-nulis, tukar-

menukar.

d. Gabungan Kata

1. Gabungan kata yang lazim disebut kata majemuk termasuk istilah khusus,

unsur-unsurnya ditulis terpisah. Misalnya: duta besar, kambing hitam, kereta

api, meja tulis, rumah sakit.

2. Gabungan kata, termasuk istilah khusus yang mungkin menimbulkan

kesalahan pengertian dapat ditulis dengan tanda hubung untuk menegaskan

pertalian unsur yang bersangkutan. Misalnya: anak-istri, ibu-bapak.

3. Gabungan kata berikut ditulis serangkai. Misalnya: adakalanya,

alhamdulillah, belasungkawa, barangkali, bagaimana, dukacita, halalbihalal,

kasatmata.

Page 18: BAB II KAJIAN PUSTAKA 2.1 Kajian yang Relevan Sebelumnyaeprints.ung.ac.id/183/3/2013-2-88201-311409031-bab2-10012014110219.pdf · penalaran berjumlah 4 teks pidato; (2) Analisis Kesalahan

e. Kata Ganti Ku, Kau, Mu dan Nya

Kata ganti ku dan kau ditulis serangkai dengan kata yang mengikutinya; ku,

mu, dan nya ditulis serangkai dengan kata yang mendahuluinya. Misalnya:

Apa yang kumiliki boleh kauambil.

Bukuku, bukumu, dan bukunya tersimpan di perpustakaan.

f. Kata Depan di, ke, dan dari

Kata depan di, ke, dan dari ditulis terpisah dari kata yang mengikutinya

kecuali di dalam gabungan kata yang sudah lazim dianggap sebagai satu kata

seperti kepada, dan daripada. Misalnya:

Kain itu terletak di dalam lemari.

Ke mana saja ia selama ini?

Ia datang dari surabaya kemarin.

g. Kata si dan sang

Kata si dan sang ditulis terpisah dari kata yang mengikutinya. Misalnya:

Harimau itu marah sekali kepada sang Kancil.

Surat itu dikirimkan kembali kepada si pengirim.

h. Partikel

1. Partikel -lah -kah ditulis serangkai dengan kata yang mengikutinya.

Misalnya:

Bacalah buku itu baik-baik.

Apakah isi dari koper itu?

2. Partikel pun ditulis terpisah dari kata yang mendahuluinya. Misalnya:

Apa pun yang dimakannya, ia tetap kurus.

Page 19: BAB II KAJIAN PUSTAKA 2.1 Kajian yang Relevan Sebelumnyaeprints.ung.ac.id/183/3/2013-2-88201-311409031-bab2-10012014110219.pdf · penalaran berjumlah 4 teks pidato; (2) Analisis Kesalahan

Kelompok yang lazim dianggap padu, misalnya adapun, andaipun, ataupun,

bagaimanapun, biarpun, kalaupun, kendatipun, maupun, meskipun,

sekalipun, sungguhpun, walaupun, ditulis serangkai.

3. Partikel per yang berarti ‘mulai’, ‘demi’, dan ‘tiap’ ditulis terpisah dari

bagian kalimat yang mendahuluinya atau megikutinya. Misalnya:

Pegawai negeri mendapat kenaikan gaji per 1 April.

4. Penulisan Unsur Serapan.

Dalam perkembangannya, bahasa Indonesia menyerap unsur dari bahasa

lain, baik dari bahasa daerah maupun bahasa asing. Berdasarkan taraf

integrasinya, unsur pinjaman dalam bahasa Indonesia dapat dibagi atas dua

golongan besar. Pertama, unsur pinjaman yang belum sepenuhnya terserap ke

dalam bahasa Indonesia seperti reshuffle, shuttle cock. Unsur-unsur ini dipakai

dalam konteks bahasa Indonesia, tetapi pengucapannya masih mengikuti cara

asing. Kedua, unsur pinjaman yang pengucapan dan penulisannya disesuaikan

dengan kaidah bahasa Indonesia. Dalam hal ini diusahakan agar ejaannya diubah

seperlunya.

5. Pemakaian Tanda Baca

Dalam ejaan bahasa Indonesia terdapat banyak tanda baca. Misalnya:

tanda titik (.), tanda koma (,), tanda titik koma (;), tanda titik dua (:), tanda hubung

(-), tanda elipsis (...), tanda tanya (?), tanda seru (!), tanda kurung ((...)), tanda

kurung siku ([...]), tanda petik (“...”), tanda petik tunggal (‘...’), tanda garis miring

(/), dan tanda penyingkat atau apostrof (‘). Dari berbagai jenis tanda baca tersebut,

Page 20: BAB II KAJIAN PUSTAKA 2.1 Kajian yang Relevan Sebelumnyaeprints.ung.ac.id/183/3/2013-2-88201-311409031-bab2-10012014110219.pdf · penalaran berjumlah 4 teks pidato; (2) Analisis Kesalahan

dalam penelitian ini hanya akan dijelaskan tentang dua tanda baca, yaitu tanda

baca titik (.) dan tanda baca koma (,), yang akan dijelaskan berikut ini:

a. Tanda Baca Titik (.)

1. Tanda titik dipakai pada akhir kalimat yang bukan pertanyaan atau seruan.

Misalnya:

Ayahku tinggal di Jakarta.

Biarlah mereka duduk di sana.

2. Tanda titik dipakai dibelakang angka atau huruf dalam suatu bagan,

ikhtisar, atau daftar. Misalnya:

b. 1. Patokan Umum

3. Tanda titik dipakai untuk memisahkan angka jam, menit, dan detik yang

menunjukkan waktu. Misalnya:

Pukul 1.35.20 (pukul 1 lewat 35 menit 20 detik)

4. Tanda titik dipakai diantara nama penulis, judul tulisannya yang tidak

berakhir dengan tanda tanya dan tanda seru, dan tempat terbit dalam daftar

pustaka. Misalnya:

Siregar, Merari. 1920. Azab dan Sengsara. Weitevreden: Balai Poestaka.

5. Tanda titik dipakai untuk memisahkan bilangan ribuan atau kelipatannya.

Misalnya: Desa itu berpenduduk 24.200 orang.

6. Tanda titik tidak dipakai pada akhir judul yang merupakan kepala

karangan atau kepala ilustrasi, tabel, dan sebagainya.

7. Tanda titik dipakai di belakang (1) alamat pengirim dan tanggal surat, atau

(2) nama dan alamat penerima surat.

Page 21: BAB II KAJIAN PUSTAKA 2.1 Kajian yang Relevan Sebelumnyaeprints.ung.ac.id/183/3/2013-2-88201-311409031-bab2-10012014110219.pdf · penalaran berjumlah 4 teks pidato; (2) Analisis Kesalahan

b. Tanda Baca Koma (,)

1. Tanda koma dipakai di antara unsur-unsur dalam suatu perincian atau

pembilangan. Misalnya:

Saya membeli kertas, pena, dan tinta.

2. Tanda koma dipakai untuk memisahkan kalimat setara yang satu dari

kalimat setara berikutnya yang didahului oleh kata seperti tetapi atau

melainkan. Misalnya:

Saya ingin datang, tetapi hari hujan.

Didi bukan anak saya, melainkan anak pak Kasim.

3. Tanda koma dipakai untuk memisahkan anak kalimat dari induk kalimat

jika anak kalimat itu mendahului induk kalimatnya. Misalnya:

Kalau hari hujan, saya tidak akan datang.

Karena sibuk, ia lupa akan janjinya.

4. Tanda koma dipakai di belakang kata atau ungkapan penghubung

antarkalimat yang terdapat pada awal kalimat. Termasuk di dalamnya oleh

karena itu, jadi, lagipula, meskipun begitu, akan tetapi. Misalnya:

Oleh karena itu, kita harus hati-hati.

5. Tanda koma dipakai untuk memisahkan kata seperti o, ya, wah, aduh,

kasihan, dari kata yang lain yang terdapat di dalam kalimat. Misalnya:

O, begitu?

Wah, bukan main!

6. Tanda koma dipakai untuk memisahkan petikan langsung bagian lain

dalam kalimat. Misalnya: Kata Ibu, “Saya gembira sekali.”

Page 22: BAB II KAJIAN PUSTAKA 2.1 Kajian yang Relevan Sebelumnyaeprints.ung.ac.id/183/3/2013-2-88201-311409031-bab2-10012014110219.pdf · penalaran berjumlah 4 teks pidato; (2) Analisis Kesalahan

7. Tanda koma dipakai di antara nama dan alamat, bagian-bagian alamat,

tempat dan tanggal, dan nama tempat wilayah negeri yang ditulis

berurutan.

8. Tanda koma dipakai untuk menceraikan bagian nama yang di balik

susunannya dalam daftar pustaka.

9. Tanda koma dipakai di antara bagian-bagian dalam catatan kaki.

10. Tanda koma dipakai di antara nama orang dan gelar akademik yang

mengikutinya untuk membedakannya dari singkatan nama diri, keluarga,

atau marga. Misalnya: Dr. Alek, S.S., M.Pd.

11. Tanda koma dipakai di depan angka persepuluhan atau di antara rupiah

dan sen yang dinyatakan dengan angka. Misalnya: 12,5 m, Rp 12,50.

12. Tanda koma dipakai untuk mengapit karangan tambahan yang sifatnya

tidak membatasi. Misalnya: Guru saya, Pak Ahmad, pandai sekali.

13. Tanda koma dapat dipakai untuk menghindari salah baca di belakang

keterangan yang terdapat pada awal kalimat. Misalnya: Atas bantuan Andi,

Hendri mengucapkan terima kasih.

14. Tanda koma tidak dipakai untuk memisahkan petikan langsung dari bagian

lain yang mengiringinya dalam kalimat jika petikan langsung itu berakhir

dengan tanda tanya atau tanda seru. Misalnya: “Di mana saudara tinggal?”

tanya Fadiyah.

Page 23: BAB II KAJIAN PUSTAKA 2.1 Kajian yang Relevan Sebelumnyaeprints.ung.ac.id/183/3/2013-2-88201-311409031-bab2-10012014110219.pdf · penalaran berjumlah 4 teks pidato; (2) Analisis Kesalahan

2.3.3 Bentuk Kata

Dari segi bentuknya kata dapat dibedakan atas dua macam, yaitu (1) kata

yang bermorfem tunggal, dan (2) kata yang bermorfem banyak (Finoza,

2009:81). Kata yang bermorfem tunggal disebut juga kata dasar atau kata yang

tidak berimbuhan. Kata dasar umumnya berpotensi untuk dikembangkan menjadi

kata turunan atau kata berimbuhan. Perubahan kata dasar menjadi kata turunan

selain mengubah bentuk, juga mengubah makna. Menurut Pateda dan Yennie

(2008:106) bentuk kata terdiri atas (1) kata dasar,(2) kata berimbuhan, (3) kata

berulang, dan (4) kata majemuk.

1) Kata Dasar

Kata dasar yakni kata yang merupakan dasar pembentukan kata

berimbuhan. Kata dasar berpotensi untuk menjadi kata turunan. Misalnya:

lari, jalan, lompat, tidur, dan masih banyak lagi bentuk kata dasar yang

lain.

2) Kata Berimbuhan

a. Imbuhan Awalan (Prefiks)

Awalan adalah imbuhan yang diberikan di awal kata. Contoh: me-, ber-,

di-, ke-, pe-, dan ter-.

b. Imbuhan Sisipan (Infiks)

Sisipan adalah imbuhan yang diberikan di tengah kata. Contoh: -el, -em,

dan –er.

Page 24: BAB II KAJIAN PUSTAKA 2.1 Kajian yang Relevan Sebelumnyaeprints.ung.ac.id/183/3/2013-2-88201-311409031-bab2-10012014110219.pdf · penalaran berjumlah 4 teks pidato; (2) Analisis Kesalahan

c. Imbuhan Akhiran (Sufiks)

Imbuhan akhiran adalah imbuhan yang diberikan di akhir kata. Contoh: -

kan, -I, -an, -kah, -tah, dan –pun.

d. Imbuhan Awalan dan Akhiran (Konfiks)

Awalan dan akhiran adalah imbuhan yang berupa gabungan dari awalan

dan akhiran. Contoh: me-kan, pe-an, ber-an, dan se-nya.

3) Kata Berulang

Kata berulang ditulis secara lengkap dengan menggunakan tanda hubung.

Misalnya: anak-anak, jalan-jalan, sayur-mayur, sia-sia, mondar-mandir, dibesar-

besarkan, tukar-menukar.

4) Kata Majemuk

a. Kata majemuk merupakan gabungan dua unsur yang masing-masing

memiliki makna, tetapi hasil gabungannya memiliki makna sendiri

(Djajasudarma, 2010:53). Menurut Alek dan Achmad (2011:275)

gabungan kata yang lazim disebut kata majemuk termasuk istilah khusus,

unsur-unsurnya ditulis terpisah. Misalnya: duta besar, kambing hitam,

kereta api, meja tulis, rumah sakit, simpang lima.

b. Gabungan kata, termasuk istilah khusus yang mungkin menimbulkan

kesalahan pengertian dapat ditulis dengan tanda hubung untuk menegaskan

pertalian unsur yang bersangkutan. Misalnya: anak-istri, ibu-bapak.

c. Gabungan kata berikut ditulis serangkai. Misalnya: adakalanya,

alhamdulillah, belasungkawa, barangkali, bagaimana, dukacita,

halalbihalal, kasatmata, bumuputera, manakala, darmabakti.

Page 25: BAB II KAJIAN PUSTAKA 2.1 Kajian yang Relevan Sebelumnyaeprints.ung.ac.id/183/3/2013-2-88201-311409031-bab2-10012014110219.pdf · penalaran berjumlah 4 teks pidato; (2) Analisis Kesalahan

2.3.4 Pilihan Kata (Diksi)

Pilihan kata atau diksi pada dasarnya adalah hasil dari upaya memilih kata

tertentu untuk dipakai dalam kalimat, alinea, atau wacana (Finoza, 2009:129).

Pemilihan kata ini dilakukan bila tersedia sejumlah kata yang hampir sama.

Sehingga kita memilih kata mana yang paling cocok untuk digunakan dalam

menyusun kalimat. Pemilihan kata ini berlangsung ketika seseorang berbicara atau

menulis. Pemilihan kata bukanlah sekadar kegiatan memilih kata yang tepat,

melainkan juga memilih kata yang cocok. Cocok dalam hal ini berarti sesuai

dengan konteks di mana kata itu berada.

Dalam memilih kata seseorang harus menguasai banyak kosakata.

Sehingga dia pun tidak akan kesulitan saat menulis. Diksi perlu juga

dipertimbangkan dari segi makna. Diusahakan agar kata atau istilah yang

digunakan tidak bermakna ganda. Maka dari itu, untuk menghindari salah tafsir

dari pembaca sangat dibutuhkan pemilihan kata ini.

2.3.5 Struktur Kalimat

Menurut Alek dan Achmad (2011:243-244) bahwa kalimat adalah satuan

pikiran atau perasaan yang menyatakan dengan subjek dan predikat yang dirakit

secara logis. Sedangkan menurut Putrayasa (2008:20) bahwa kalimat adalah

satuan gramatikal yang dibatasi oleh adanya jeda panjang dan disertai nada akhir

naik atau turun. Penggolongan kalimat menurut Alek dan Achmad (2011:252-

253) didasarkan pada maksud, struktur, dan bentuk retorikanya.

Struktur kalimat merupakan kalimat-kalimat yang mengikuti pola dasar,

yaitu kalimat yang terdiri atas subjek, predikat, objek dan keterangan. Kalimat

Page 26: BAB II KAJIAN PUSTAKA 2.1 Kajian yang Relevan Sebelumnyaeprints.ung.ac.id/183/3/2013-2-88201-311409031-bab2-10012014110219.pdf · penalaran berjumlah 4 teks pidato; (2) Analisis Kesalahan

merupakan primadona dalam kajian bahasa. Hal ini disebabkan karena dengan

kalimatlah seseorang dapat menyampaikan maksudnya secara lengkap dan jelas.

Dari segi bentuk dan struktur Kalimat ialah satuan kata terkecil. Maksudnya,

kalimat dapat dibangun minimal dengan dua buah kata (Putrayasa, 2009:2).

Finoza (2009:149) mengatakan bahwa kalimat adalah ujaran/tulisan yang

mempunyai struktur minimal subjek (S) dan predikat (P) dan intonasi finalnya

menunjukan bagian ujaran/tulisan itu sudah lengkap dengan makana (bernada

berita, tanya, atau perintah). Sebuah kalimat harus mengandung pokok pikiran

yang lengkap sebagai pengungkap maksud penulis atau penuturnya. Maka dari itu,

kalimat yang dihasilkanpun harus efektif.

1. Kefektifan Kalimat

Menurut Alek dan Achmad (2011:248) bahwa kefektifan kalimat diukur

dari sudut pandang banyak sedikitnya kalimat itu berhasil mencapai sasaran

komunikasinya. Kalimat yang efektif dapat meyakinkan dan menarik perhatian

pendengar atau pembaca karena memiliki ciri: keutuhan, perpautan, penegasan,

ekonomi, dan variasi.

a. Keutuhan

Kalimat yang baik mempunyai kesatuan struktur dan kesatuan logika yang

saling terjalin. Kesatuan struktur diperoleh dengan adanya subjek dan predikat.

Jika salah satu tidak ada kita berhadapan dengan penggalan yang bukan kalimat.

Kesatuan logika akan nyata jika unsur kalimatnya jelas bertalian. Unsur yang

tidak relevan yang dimasukkan merusak kesatuan itu. Misalnya: Para pelamar

diharapkan mendaftar.

Page 27: BAB II KAJIAN PUSTAKA 2.1 Kajian yang Relevan Sebelumnyaeprints.ung.ac.id/183/3/2013-2-88201-311409031-bab2-10012014110219.pdf · penalaran berjumlah 4 teks pidato; (2) Analisis Kesalahan

b. Perpautan

Perpautan dalam kalimat menyangkut masalah pertalian di antara unsur-

unsurnya. Pertalian itu dapat dijelaskan oleh penataan kata, frasa, dan suku

kalimat yang tepat. Perpautan itu akan lebih nyata jika (1) pemakaian kata ganti

lebih diperhatikan; (2) gagasan yang sejajar dituangkan ke dalam bangun yang

sejajar.

c. Penegasan

Penegasan ialah ciri yang berupa pemusatan pikiran pada bagian kalimat

yang terpenting. Penegasan dapat dicapai dengan pengubahan urutan lazim,

dengan pengulangan, dengan pemilihan ragam tertentu atau dengan menggunakan

pungtuasi khusus. Misalnya:

Kamilah yang ditugasi menyusun acara.

d. Ekonomi

Ekonomi dalam kalimat ialah penghematan dalam pemakaian kata. Hal itu

tidak berarti bahwa yang perlu, atau yang menambahkan nilai artistik, boleh

dihilangkan. Maksudnya ialah pembuangan kata yang mubazir. Misalnya:

1. Pengangguran adalah merupakan hambatan utama.

2. Pengangguran merupakan hambatan utama.

e. Variasi

Kelincahan pikiran dan bahasa dinyatakan juga oleh variasi bentuk kalimat

yang berurutan. Cara-caranya: (1) pemakaian berbagai jenis kalimat menurut

struktur gramatikal dan bentuk retorik; (2) pemakaian kalimat yang panjangnya

berbeda-beda; dan (3) pemakaian unsur kalimat yang berselang-seling.

Page 28: BAB II KAJIAN PUSTAKA 2.1 Kajian yang Relevan Sebelumnyaeprints.ung.ac.id/183/3/2013-2-88201-311409031-bab2-10012014110219.pdf · penalaran berjumlah 4 teks pidato; (2) Analisis Kesalahan

2.4 Hakekat Pengumuman

2.4.1 Pengertian Pengumuman

Pateda dan Yennie (2011:209) mengklasifikasikan pengumuman ke dalam

jenis surat yang dilihat dari segi isi. Pengumuman adalah surat terbuka yang

ditempelkan di papan pengumuman atau surat kabar yang ditujukan kepada

khalayak untuk diketahui (Pateda dan Yennie, 2011:211). Pengumuman

merupakan surat dinas yang berisi pemberitahuan suatu hal yang ditujukan kepada

para karyawan atau masyarakat umum dan kepada pihak-pihak yang terlihat

dalam isi atau perihal yang dicakup dalam pengumuman tersebut (Ulyani,

2012:15).

Pengumuman adalah surat yang disampaikan kepada umum, sekelompok

khalayak tanpa harus diketahui siapa dan berapa jumlah pembacanya, dan

siapapun berhak membaca, namun tidak semua pembaca itu berkepentingan.

Pengumuman dibuat untuk mengkomunikasikan atau menginformasikan

suatu gagasan, pikiran kepada pihak lain. Untuk membuat pengumuman dengan

baik, pembuat pengumuman harus mengetahui pokok-pokok pengumuman, yaitu:

(1) tujuan pengumuman, (2) isi pengumuman, (3) sasaran pengumuman, (4)

media yang digunakan, (5) bahasa pengumuman, dan (6) bentuk pengumuman

(Sabrina, 2011).

Page 29: BAB II KAJIAN PUSTAKA 2.1 Kajian yang Relevan Sebelumnyaeprints.ung.ac.id/183/3/2013-2-88201-311409031-bab2-10012014110219.pdf · penalaran berjumlah 4 teks pidato; (2) Analisis Kesalahan

2.4.2 Bagian-bagian Pengumuman

Adapun bagian-bagian yang sangat penting dalam sebuah pengumuman

yang harus ada dalam setiap pengumuman adalah (1) kepala pengumuman, (2)

badan pengumuman, dan (3) kaki pengumuman (Sabrina, 2011).

1) Kepala Pengumuman

Kepala surat atau kop surat sangat penting, bermanfaat, dan memiliki

beberapa fungsi, yaitu sebagai alat pengenal agar suatu organisasi atau instansi

mudah dikenal oleh masyarakat, yang biasanya memiliki logo khusus sebagai cirri

khas. Kepala surat juga merupakan alat pemberi informasi karena dalam kepala

surat memuat nama organisasi atau instansi, logo, alamat, dan nomor telepon

(Ulyani, 2012:19).

2) Badan Pengumuman

Dalam badan pengumuman terdapat beberapa unsur yaitu (1) salam

pembuka, (2) isi pengumuman, dan (3) bagian kaki pengumuman (Sabrina, 2011).

a. Salam Pembuka

Salam pembuka adalah bagian surat yang berupa kata pembukaan untuk

mengawali pembicaraan melalui surat seperti halnya seseorang yang mengawali

pidatonya. Salam pembuka ini berfungsi sebagai tanda hormat penulis sebelum

memulai berbicara, juga sebagai sarana menjaga dan memelihara hubungan, dan

juga untuk mengenal watak atau sifat seseorang (Ali, 2009:37).

Page 30: BAB II KAJIAN PUSTAKA 2.1 Kajian yang Relevan Sebelumnyaeprints.ung.ac.id/183/3/2013-2-88201-311409031-bab2-10012014110219.pdf · penalaran berjumlah 4 teks pidato; (2) Analisis Kesalahan

b. Isi Pengumuman

Isi pengumuman biasanya terdiri atas tiga bagian sebagai berikut.

a. Kalimat Pembuka atau Pendahuluan

b. Isi Sesungguhnya

c. Kalimat Penutup

3) Kaki Pengumuman

Bagian kaki pengumuman terdapat salam penutup. Salam penutup ini

harus disesuaikan dengan salam pembuka, selain itu bagian kaki pengumuman

memuat tentang nama kota tempat pengumuman dikeluarkan, tanggal, bulan,

tahun dikeluarkan, nama penanda tangan, serta jabatan penanda tangan.

2.4.3 Bentuk-bentuk Pengumuman

Bentuk pengumuman adalah tata letak atau pemosisian bagian-bagian

surat tertentu dari sebuah pengumuman sesuai dengan fungsi dan perannya,

terutama sebagai sebuah petunjuk atau sebagai identifikasi dalam pengumuman

tersebut. Pengumuman merupakan salah satu jenis surat yang bersifat resmi. Jadi,

bentuk pengumuman harus disesuaikan dengan bentuk surat resmi (Sabrina,

2011).

Bentuk surat resmi pada instansi-instansi di Indonesia ada tiga macam

variasi sebagai berikut.

1) Bentuk resmi Indonesia variasi I (bentuk lama)

2) Bentuk resmi Indonesia variasi II (setengah lurus)

3) Bentuk resmi Indonesia variasi III (lurus).

Page 31: BAB II KAJIAN PUSTAKA 2.1 Kajian yang Relevan Sebelumnyaeprints.ung.ac.id/183/3/2013-2-88201-311409031-bab2-10012014110219.pdf · penalaran berjumlah 4 teks pidato; (2) Analisis Kesalahan

Adapun bentuk pengumuman yang dirujuk oleh Pusat Pembinaan dan

Pengembangan Bahasa adalah bentuk variasi II, yaitu bentuk setengah lurus

sebagai bentuk resmi variasi baru.

2.4.4 Tujuan Pengumuman

Secara umum, tujuan pengumuman sama seperti tujuan surat yaitu untuk

menyampaikan suatu maksud atau informasi secara tertulis. Pengumuman dibuat

untuk mengkomunikasikan atau menginformasikan suatu gagasan, pikiran kepada

pihak lain. Tujuan pengumuman adalah sesuatu yang dikehendaki atau diinginkan

dalam suatu pengumuman. Pesan atau informasi yang disampaikan dalam

pengumuman harus benar, jelas, dan sesuai dengan tujuan pengumuman tersebut

(Sabrina, 2011).