15
9 BAB II KAJIAN PUSTAKA 2.1 Kerangka Konseptual Kerangka konseptual penelitian pada dasarnya adalah suatu kerangka hubungan antara konsep-konsep yang ingin diamati atau diukur melalui penelitian yang akan dilakukan (Notoatmodjo, 2010). Adapun kerangka konseptual dalam penelitian ini dapat digambarkan sebagai berikut: Gambar 2.1 Kerangka Konseptual Berdasarkan kerangka konseptual diatas, ada dua konsep utama, yaitu: konsep tentang self-efficacy dan sikap. Setiap konsep mempunyai variable sebagai indikasi pengukuran dari konsep itu sendiri. Pengukuran terhadap self-efficacy dilakukan melalui dimensi tingkat, dimensi keluasan dan dimensi kekuatan. Sikap diukur dengan komponen kognitif, komponen afektif dan komponen konatif. Sikap 1. Komponen Kognitif 2. Komponen Afektif 3. Komponen Konatif Pembelajaran Matematika Self-Efficacy 1. Dimensi Tingkat 2. Dimensi Keluasan 3. Dimensi Kekuatan

BAB II KAJIAN PUSTAKA 2.1 Kerangka Konseptualeprints.umm.ac.id/39998/3/jiptummpp-gdl-rachmawati-49599-3-babii.pdf · Komponen konatif berhubungan dengan kecenderungan untuk berprilaku

  • Upload
    others

  • View
    8

  • Download
    0

Embed Size (px)

Citation preview

Page 1: BAB II KAJIAN PUSTAKA 2.1 Kerangka Konseptualeprints.umm.ac.id/39998/3/jiptummpp-gdl-rachmawati-49599-3-babii.pdf · Komponen konatif berhubungan dengan kecenderungan untuk berprilaku

9

BAB II

KAJIAN PUSTAKA

2.1 Kerangka Konseptual

Kerangka konseptual penelitian pada dasarnya adalah suatu kerangka

hubungan antara konsep-konsep yang ingin diamati atau diukur melalui penelitian

yang akan dilakukan (Notoatmodjo, 2010). Adapun kerangka konseptual dalam

penelitian ini dapat digambarkan sebagai berikut:

Gambar 2.1 Kerangka Konseptual

Berdasarkan kerangka konseptual diatas, ada dua konsep utama, yaitu: konsep

tentang self-efficacy dan sikap. Setiap konsep mempunyai variable sebagai

indikasi pengukuran dari konsep itu sendiri. Pengukuran terhadap self-efficacy

dilakukan melalui dimensi tingkat, dimensi keluasan dan dimensi kekuatan. Sikap

diukur dengan komponen kognitif, komponen afektif dan komponen konatif.

Sikap

1. Komponen Kognitif

2. Komponen Afektif

3. Komponen Konatif

Pembelajaran Matematika

Self-Efficacy

1. Dimensi Tingkat

2. Dimensi Keluasan

3. Dimensi Kekuatan

Page 2: BAB II KAJIAN PUSTAKA 2.1 Kerangka Konseptualeprints.umm.ac.id/39998/3/jiptummpp-gdl-rachmawati-49599-3-babii.pdf · Komponen konatif berhubungan dengan kecenderungan untuk berprilaku

10

Dari kerangka konseptual terlihat bahwa self-efficacy dan sikap secara

langsung berhubungan terhadap pembelajaran matematika. Self-efficacy yang

tinggi akan mendorong siswa untuk mencapai keberhasilan dan mampu

menghadapi kesulitan saat mengerjakan tugas. Sikap yang baik akan mendorong

siswa untuk belajar dengan serius agar apa yang ingin dicapai dapat terwujud

dengan baik sesuai harapan siswa. Berorientasi dari kerangka konseptual maka

penelitian ini menganalisis self-efficacy dan sikap siswa SMA dalam

pembelajaran matematika.

2.2 Self-Efficacy

Self-efficacy didefinisikan sebagai keyakinan seseorang terhadap kemampuan

mereka untuk menghasilkan tingkat kemampuan dalam mengerjakan latihan yang

mempengaruhi peristiwa yang terjadi dalam kehidupan. Self-efficacy menentukan

bagaimana seseorang merasa, berpikir, memotivasi dirinya dan berperilaku.

Keyakinan tersebut menghasilkan perbedaan yang berdampak melalui empat

aspek yakni kognitif, motivasi, afektif dan seleksi (Bandura, 1994). Menurut

Zimmerman (2000) self-efficacy merupakan penilaian pribadi tentang kemampuan

seseorang untuk mengatur dan melaksanakan program kerja dalam mencapai

tujuan yang telah ditentukan, dan ia berusaha menilai tingkat, keumuman, dan

kekuatan dari seluruh kegiatan dan konteks. Self-efficacy pada siswa SMA adalah

penilaian atas kemampuan diri siswa dalam mengatur dan melaksanakan berbagai

macam tugas-tugas akademik yang diberikan oleh guru. Self-efficacy

mempengaruhi pilihan tindakan yang akan dilakukan dan besarnya usaha ketika

Page 3: BAB II KAJIAN PUSTAKA 2.1 Kerangka Konseptualeprints.umm.ac.id/39998/3/jiptummpp-gdl-rachmawati-49599-3-babii.pdf · Komponen konatif berhubungan dengan kecenderungan untuk berprilaku

11

menemui kesulitan dan hambatan. Individu yang memiliki Self-efficacy tinggi

memilih untuk melakukan usaha lebih besar dan tidak mudah putus asa.

Pajares dan Kranzler (1995) menyebutkan bahwa self-efficacy adalah suatu

alat yang berguna dalam pembelajaran matematika. Self-efficacy matematis

didefinisikan sebagai suatu penilaian situasional dari suatu keyakinan individu

dalam kemampuannya untuk berhasil membentuk atau menyelesaikan tugas-tugas

atau masalah-masalah matematis tertentu. Artinya ketika kepada siswa diberikan

suatu masalah matematika ia dapat meyakini dirinya tentang kemampuannya

dalam menyelesaikan masalah tersebut. Alwisol (2007) menyatakan bahwa self-

efficacy sebagai persepsi diri sendiri mengenai seberapa bagus diri dapat berfungsi

dalam situasi tertentu, self-efficacy berhubungan dengan keyakinan bahwa diri

memiliki kemampuan melakukan tindakan yang diharapkan.

Berdasarkan dari beberapa definisi pendapat ahli mengenai self-efficacy

tersebut dapat disimpulkan bahwa self-efficacy adalah keyakinan atau

kepercayaan diri yang bisa mengarahkan seseorang untuk menemukan solusi

dalam sebuah situasi dan evaluasi terhadap kemampuan dirinya dalam mengatur,

melakukan suatu tugas untuk mencapai suatu tujuan.

2.2.1 Dimensi Self-Efficacy

Bandura dalam Janatin (2015) mengemukakan bahwa self-efficacy

individu dapat dilihat dari tiga dimensi, yaitu:

a. Dimensi Tingkat (Level)

Dimensi ini mengacu pada derajat kesulitan tugas yang dihadapi.

Penerimaan dan keyakinan seeorang terhadap suatu tugas berbeda-beda.

Page 4: BAB II KAJIAN PUSTAKA 2.1 Kerangka Konseptualeprints.umm.ac.id/39998/3/jiptummpp-gdl-rachmawati-49599-3-babii.pdf · Komponen konatif berhubungan dengan kecenderungan untuk berprilaku

12

Persepsi setiap individu akan berbeda dalam memandang tingkat kesulitan

dari suatu tugas. Persepsi terhadap tugas yang sulit dipengaruhi oleh

kompetensi yang dimiliki individu. Ada yang menganggap suatu tugas itu

sulit sedangkan orang lain mungkin merasa tidak demikian. Keyakinan ini

didasari oleh pemahamannya terhadap tugas tersebut.

Indikator dimensi tingkat (Janatin, 2015):

1) Tingkat penyelesaian tugas.

2) Tingkat kesulitan tugas.

3) Optimis menghadapi kesulitan.

b. Dimensi Keluasan (Generality)

Dimensi ini mengacu sejauh mana individu yakin akan kemampuannya

dalam berbagai situasi tugas, mulai dari dalam melakukan suatu aktivitas

yang biasa dilakukan atau situasi tertentu yang tidak pernah dilakukan hingga

dalam serangkaian tugas atau situasi sulit dan bervariasi.

Indikator dimensi keluasan (Janatin, 2015):

1) Penguasaan tugas-tugas yang diberikan.

2) Penguasaan materi-materi yang diberikan.

3) Cara mengatur waktu.

c. Dimensi Kekuatan (Strength)

Dimensi strength merupakan kuatnya keyakinan seseorang mengenai

kemampuan yang dimiliki ketika menghadapi tuntutan tugas atau

permasalahan. Hal ini berkaitan dengan ketahanan dan keuletan individu

dalam pemenuhan tugasnya. Self-efficacy yang lemah dapat dengan mudah

menyerah dengan pengalaman yang sulit ketika menghadapi sebuah tugas

Page 5: BAB II KAJIAN PUSTAKA 2.1 Kerangka Konseptualeprints.umm.ac.id/39998/3/jiptummpp-gdl-rachmawati-49599-3-babii.pdf · Komponen konatif berhubungan dengan kecenderungan untuk berprilaku

13

yang sulit. Sedangkan bila self-efficacy tinggi maka individu akan memiliki

keyakinan dan kemantapan yang kuat terhadap kemampuannya untuk

mengerjakan suatu tugas dan akan terus bertahan dalam usahannya meskipun

banyak mengalami kesulitan dan tantangan.

Indikator dimensi kekuatan (Janatin, 2015):

1) Gigih dalam belajar.

2) Gigih dalam mengerjakan tugas.

3) Konsistensi dalam mencapai tujuan.

2.2.2 Self-Efficacy dalam Pembelajaran Matematika

Self-efficacy matematika diartikan sebagai kepercayaan diri siswa terhadap

kemampuan merepresentasikan dan menyelesaikan masalah matematika, cara

belajar atau bekerja dalam memahami konsep dan menyelesaikan tugas, dan

kemampuan berkomunikasi matematika dengan teman sebaya dan pengajar

selama pembelajaran. Untuk mengembangkan kemampuan tersebut, guru haruslah

melatihkan kepada siswa bahwa dalam menyelesaikan soal atau masalah

matematika perlu adanya menguji jawabannya, perlu diberikan berbagai cara atau

strategi dalam menyelesaikan soal matematika.

Self-efficacy dan prestasi siswa SMA meningkat saat mereka menetapkan

tujuan yang spesifik, untuk jangka pendek dan menantang. Meminta siswa untuk

menetapkan tujuan jangka panjang adalah hal yang baik seperti: “Saya ingin

malanjutkan ke perguruan tinggi”, tetapi akan sangat lebih baik kalau mereka juga

membuat tujuan jangka pendek tentang apa yang harus dilakukan seperti: “Saya

harus mendapatka nilai tinggi untuk tes matematika yang akan datang”. Dengan

Page 6: BAB II KAJIAN PUSTAKA 2.1 Kerangka Konseptualeprints.umm.ac.id/39998/3/jiptummpp-gdl-rachmawati-49599-3-babii.pdf · Komponen konatif berhubungan dengan kecenderungan untuk berprilaku

14

adanya tujuan jangka pendek ini diharapkan keyakinan siswa akan meningkat,

sehingga mereka pun akan lebih berusaha keras dalam mencapai tujuan tersebut.

Self-efficacy atau keyakinan kebiasaan diri itu dapat diperoleh, diubah,

ditingkatkan atau diturunkan, melalui salah satu atau kombinasi empat sumber,

yakni pengalaman menguasai sesuatu prestasi, pengalaman vikarius, persuasi

sosial, dan pembangkitan emosi (Alwisol, 2007).

Siswa SMA yang mempunyai self-efficacy tinggi, tentu memiliki rasa

percaya diri yang tinggi sekaligus mengenal dirinya dengan baik. Percaya diri dan

kenal diri sangat erat kaitan dalam belajar matematika. Seorang siswa dapat

menyelesaikan soal matematika dengan benar tentu siswa tersebut percaya diri

akan dapat menyelesaikan soal matematika tersebut. Dia akan selalu optimis dan

merasa bisa atau mampu dalam menyelesaikan soal tersebut. Perasaan rasa

mampu tersebut menunjukkan bahwa siswa mempunyai self-efficacy. Siswa yang

mempunyai self-efficacy akan mempunyai kemandirian, kerja keras dan selalu

berusaha untuk tidak mudah menyerah untuk menyesaikan suatu soal matematika.

Secara umum disimpulkan bahwa self-efficacy yang dimiliki siswa SMA

memberi pengaruh yang besar terhadap pembelajaran matematika. Hal ini

dimaksudkan bahwa semakin tinggi self-efficacy siswa, maka semakin tinggi

kemampuannya dalam pembelajaran matematika. Sebaliknya semakin rendah self-

efficacy siswa maka semakin rendah kemampuan dalam pembelajaran

matematika.

Page 7: BAB II KAJIAN PUSTAKA 2.1 Kerangka Konseptualeprints.umm.ac.id/39998/3/jiptummpp-gdl-rachmawati-49599-3-babii.pdf · Komponen konatif berhubungan dengan kecenderungan untuk berprilaku

15

2.3 Sikap

Faktor yang mempengaruhi hasil belajar siswa adalah sikap. Sikap

merupakan kecenderungan pola tingkah laku individu untuk berbuat sesuatu

dengan cara tertentu terhadap orang, benda atau gagasan. Sikap dapat diartikan

sekelompok keyakinan dan perasaan yang melekat tentang objek tertentu dan

kecenderungan untuk bertindak terhadap objek tersebut dengan cara tertentu

(Calhoun, 1978). Allport dalam Susanti (2013) sikap adalah kesiapan mental dan

saraf yang diorganisasi melalui pengalaman yang mempengaruhi respon

seseorang terhadap semua objek dan situasi yang saling berhubungan. Sikap tidak

muncul seketika atau dibawa lahir, tapi disusun dan dibentuk melalui pengalaman

serta memberi pengaruh langsung pada respon seseorang.

Azwar (2009) mengatakan bahwa sikap adalah evaluasi umum yang dibuat

manusia terhadap dirinya sendiri, orang lain, objek atau isu. Menurut Azwar

contoh sikap siswa terhadap objek misalnya sikap terhadap sekolah atau terhadap

mata pelajaran. Sikap siswa terhadap mata pelajaran harus lebih positif setelah

siswa mengikuti pembelajaran dibanding sebelum mengikuti pembelajaran.

Perubahan ini merupakan salah satu indikator keberhasilan guru dalam

melaksanakan proses pembelajaran. Untuk itu guru harus membuat rencana

pembelajaran termasuk pengalaman belajar siswa yang membuat sikap siswa

terhadap mata pelajaran menjadi lebih positif.

Berdasarkan dari beberapa definisi yang diungkapan diatas dapat disimpulkan

bahwa sikap adalah suatu kecenderungan individu menanggapi secara positif atau

negatif terhadap objek, situasi, konsep, orang lain maupun dirinya sendiri akibat

Page 8: BAB II KAJIAN PUSTAKA 2.1 Kerangka Konseptualeprints.umm.ac.id/39998/3/jiptummpp-gdl-rachmawati-49599-3-babii.pdf · Komponen konatif berhubungan dengan kecenderungan untuk berprilaku

16

hasil dari proses belajar maupun pengalaman di lapangan yang menyatakan rasa

suka atau tidak sukanya (positif, negatif, atau netral).

2.3.1 Komponen Sikap

Azwar (2009) menyebutkan bahwa sikap terdiri atas tiga komponen yang

saling menunjang yaitu:

a. Komponen kognitif merupakan representasi apa yang dipercayai oleh

individu pemilik sikap, komponen kognitif berisi kepercayaan stereotipe yang

dimiliki individu mengenai sesuatu dapat disamakan penanganan (opini)

terutama apabila menyangkut masalah isu atau problem yang kontroversial.

Indikator komponen kognitif (Tapia dan Marsh dalam Susanti, 2013):

1) Keyakinan siswa atas kemampuannya dalam matematika.

2) Keyakinan siswa akan kegunaan, relevansi, dan keberhargaan

matematika dalam kehidupan pribadi siswa dan kehidupan profesional

mereka di masa depan.

b. Komponen afektif merupakan perasaan yang menyangkut aspek emosional.

Aspek emosional inilah yang biasanya berakar paling dalam sebagai

komponen sikap dan merupakan aspek yang paling bertahan terhadap

pengaruh-pengaruh yang mungkin adalah mengubah sikap seseorang

komponen afektif disamakan dengan perasaan yang dimiliki seseorang

terhadap sesuatu.

Indikator komponen afektif (Tapia dan Marsh dalam Susanti, 2013):

1) Kekhawatiran siswa akan matematika.

Page 9: BAB II KAJIAN PUSTAKA 2.1 Kerangka Konseptualeprints.umm.ac.id/39998/3/jiptummpp-gdl-rachmawati-49599-3-babii.pdf · Komponen konatif berhubungan dengan kecenderungan untuk berprilaku

17

2) Kesenagan perasaan nyaman siswa dalam belajar matematika dan terlibat

dalam kelas matematika.

c. Komponen konatif merupakan aspek kecenderungan berperilaku tertentu

sesuai dengan sikap yang dimiliki oleh seseorang. Dan berisi tendensi atau

kecenderungan untuk bertindak atau bereaksi terhadap sesuatu dengan cara-

cara tertentu. Dan berkaitan dengan objek yang dihadapinya adalah logis

untuk mengharapkan bahwa sikap seseorang adalah dicerminkan dalam

bentuk tendensi perilaku.

Indikator komponen konatif (Tapia dan Marsh dalam Susanti, 2013):

1) Motivasi minat siswa dalam matematika dan keinginan siswa untuk

mempelajari matematika lebih lanjut.

Berdasarkan pendapat di atas maka dapat diambil suatu kesimpulan bahwa

sikap terdiri atas 3 komponen yaitu: kognitif, afektif dan konatif. Komponen

kognitif yang berhubungan dengan pengetahuan, pandangan, keyakinan tentang

objek sikap. Komponen afekti berhubungan dengan perasaan (suka tidak suka,

senang tidak senang) atau emosi yang dimiliki seseorang atau penilaian terhadap

objek sikap. Komponen konatif berhubungan dengan kecenderungan untuk

berprilaku atau bertindak dengan cara-cara tertentu berkaitan dengan objek sikap.

2.3.2 Sikap Siswa dalam Pembelajaran Matematika

Sikap siswa terhadap matematika dapat didefinisikan sebagai

kecenderungan yang dipelajari individu untuk merespon secara positif atau negatif

terhadap matematika (Aiken dalam Bassette, 2004). Sikap belajar matematika

dipengaruhi oleh keyakinan terhadap aktivitas belajar tersebut yang akan

Page 10: BAB II KAJIAN PUSTAKA 2.1 Kerangka Konseptualeprints.umm.ac.id/39998/3/jiptummpp-gdl-rachmawati-49599-3-babii.pdf · Komponen konatif berhubungan dengan kecenderungan untuk berprilaku

18

membawa kepada hasil belajar yang memuaskan. Sikap siswa SMA dalam

pembelajaran matematika dapat dinyatakan sebagai perasaan terhadap matematika

dan kesiapan mempelajarinya. Sementara itu perasaan terhadap matematika dapat

berupa perasaan positif atau perasaan negatif terhadap matematika. Perasaan

positif terhadap matematika yang berarti mendukung dan menyenangi

pembelajaran matematika, dan sebaliknya perasaan negatif terhadap matematika

berarti tidak mendukung atau tidak menyenangi pembelajaran matematika. Sikap

terhadap matematika dapat dilihat saat siswa mengikuti pembelajaran matematika,

mengerjakan pekerjaan rumah, atau mengikuti kursus matematika.

Sikap siswa SMA dalam pembelajaran matematika bermacam–macam,

ada siswa yang menunjukan sikap positif dengan cara memperhatikan dan tenang

dalam proses pembelajaran, namun ada juga siswa yang menunjukkan sikap

negatif dengan mengobrol sendiri dan tidak memperhatikan penjelasan guru.

Menurut Tapia dan Marsh dalam Susanti (2013) sikap terhadap matematika

dipengaruhi oleh faktor kepercayaan (keyakinan siswa atas kemampuannya dalam

matematika), kekhawatiran (perasaan khawatir siswa akan matematika), nilai

(keyakinan siswa akan kegunaan, relevansi, dan keberhargaan matematika dalam

kehidupan pribadi siswa dan kehidupan profesional mereka di masa depan),

kesenagan (perasaan nyaman siswa dalam belajar matematika dan terlibat dalam

kelas matematika), dan motivasi (minat siswa dalam matematika dan keinginan

siswa untuk mempelajari matematika lebih lanjut). Selanjutnya kelima faktor ini

akan peneliti gunakan sebagai indikator pengukuran sikap siswa SMA dalam

pembelajaran matematika.

Page 11: BAB II KAJIAN PUSTAKA 2.1 Kerangka Konseptualeprints.umm.ac.id/39998/3/jiptummpp-gdl-rachmawati-49599-3-babii.pdf · Komponen konatif berhubungan dengan kecenderungan untuk berprilaku

19

Sikap siswa terhadap pembelajaran matematika akan sangat bermanfaat

dalam penanganan masalah-masalah atau kesulitan-kesulitan belajar matematika

yang dihadapi siswa. Penanganan itu antara lain dalam bentuk pemberian stimulus

tertentu untuk memperoleh efek perilaku yang diinginkan. Demikian pula untuk

memecahkan soal-soal matematika, siswa dituntut untuk banyak berlatih. Baik

berlatih mengerjakan soal matematika, maupun mengkaji ulang mengenai konsep

atau teori matematika yang telah dipelajarinya. Dalam hal ini, untuk mencapai

hasil belajar yang optimal pada pelajaran matematika sangat diperlukan sikap

positif seorang siswa SMA.

2.4 Hubungan Self-Efficacy dan Sikap Siswa dalam Pembelajaran

Matematika

Self-efficacy sebagai keyakinan yang bisa mendorong atau mengarahkan

seseorang untuk menemukan solusi dalam sebuah situasi dan mampu

menghasilkan sikap positif dari situasi yang terjadi tersebut. Dengan kata lain self-

efficacy menjadi kunci dan stimulus utama yang bisa membantu seseorang

menemukan solusi atau jalan keluar dari sebuah situasi yang sedang dihadapi dan

bersikap optimis terhadap berbagai situasi dan tempat berbeda.

Kemampuan belajar setiap orang itu berbeda-beda tergantung bagaimana

seseorang dalam menyesuaiakan dirinya dengan pembelajaran tersebut. Sehingga

jika setiap orang di dunia ini memiliki self-efficacy yang tinggi maka seseorang

itupun akan mampu memaksimalkan usaha yang dimiliki untuk mencapai

harapannya. Dalam belajar, setiap siswa memiliki harapan yang berbeda untuk

mencapai keinginannya dan setiap siswa pun memiliki respon yang berbeda-beda

Page 12: BAB II KAJIAN PUSTAKA 2.1 Kerangka Konseptualeprints.umm.ac.id/39998/3/jiptummpp-gdl-rachmawati-49599-3-babii.pdf · Komponen konatif berhubungan dengan kecenderungan untuk berprilaku

20

pada setiap stimulus yang ada atau yang diberikan sehingga sikap yang baik

dalam diri setiap individu ini akan membuat seseorang mampu merespon stimulus

yang ada dengan baik pula dalam proses belajar mengajar.

Sikap positip siswa terhadap matematika artinya siswa memiliki keyakinan

tentang matematika, manfaatnya matematika baik bagi matematika sebagai ilmu

maupun sebagai penunjang ilmu yang lain, bagi kehidupan, manfaat dan

pentingnya belajar matematika bagi dirinya sendiri maupun bagi kemaslahatan

kehidupan bangsa. Hal itu akan menyebabkan siswa senang terhadap matematika

dan memiliki kecenderungan yang positip dalam memilih dan menentukan

strategi belajar matematika.

Diduga jika self-efficacy tinggi maka sikap siswa positip terhadap

pembelajaran matematika, dan sebaliknya jika self-efficacy rendah maka sikap

siswa negatip terhadap pembelajaran matematika. Dengan kata lain diduga

terdapat korelasi positif antara self-efficacy dan sikap siswa. Artinya diduga

semakin tinggi self-efficacy maka semakin baik sikap siswa terhadap

pembelajaran matematika, sebaliknya rendah self-efficacy nya maka semakin

sikap siswa jelek terhadap pembelajaran matematika.

2.5 Hasil Penelitian yang Relavan

Hasil penelitian pertama yang relevan dengan penelitian ini adalah penelitian

yang dilakukan Hasanah (2016) yang diteliti bagaimana pemahaman konseptual

dan self-efficacy pada pemecahan masalah geometri siswa SMP pada siswa kelas

IX-G SMP Negeri 11 Malang dengan subjek penelitian terdiri 29 siswa untuk

angket self-efficacy menunjukkan bahwa dengan self-efficacy pada pemecahan

Page 13: BAB II KAJIAN PUSTAKA 2.1 Kerangka Konseptualeprints.umm.ac.id/39998/3/jiptummpp-gdl-rachmawati-49599-3-babii.pdf · Komponen konatif berhubungan dengan kecenderungan untuk berprilaku

21

masalah Geometri termasuk kedalam ketagori self-efficacy tinggi. Penelitian

kedua yang dilakukan oleh Erliana (2015) bertujuan untuk mengetahui gambaran

secara umum self-efficacy bidang akademik pada siswa kelas XI di SMAN 14

Bekasi dengan subjek penelitian terdiri 175 siswa secara keseluruhan berada

dalam kategori sedang. Penelitian ketiga yang dilakukan oleh Janatin (2015)

bertujuan untuk mengetahui hubungan antara self efficacy dengan prestasi belajar

siswa kelas IV SD se-Gugus II Kecamatan Bantul tahun ajaran 2014/2015 dengan

subjek penelitian terdiri 172 siswa menunjukkan bahwa terdapat hubungan yang

positif dan signifikan antara self-efficacy dengan prestasi belajar siswa kelas IV

SD se-Gugus II Kecamatan Bantul tahun ajaran 2014/2015. Penelitian keempat

yang dilakukan oleh Fatimaturrohmah (2010) dengan penelitian hubungan antara

sikap siswa terhadap pembelajaran matematika dengan prestasi belajar pada siswa

kelas VIII SMP Negeri 6 Salatiga tahun ajaran 2009/2010, yang menunjukkan

bahwa ada hubungan yang positif dan signifikan antara sikap siswa terhadap

pelajaran matematika dengan prestasi belajar matematika siswa, dan penelitian

kelima yang dilakukan oleh Kuncoroningsih (2013) bertujuan untuk mengetahui

adanya hubungan yang signifikan antara sikap siswa dalam pembelajaran

matematika dengan prestasi belajar siswa kelas VIII SMP Negeri 2 Pabelan

dengan subjek penelitian terdiri 70 siswa yang menunjukkan ada hubungan positif

signifikan antara sikap siswa dalam pembelajaran matematika terhadap prestasi

belajar namun dalam kategori rendah.

Bertolak belakang dengan penelitian yang dilakukan Arsiah (2005) hubungan

antara sikap terhadap matematika dan prestasi belajar matematika siswa kelas 2

SMP di Indonesia, yang menyatakan bahwa sikap siswa terhadap matematika di

Page 14: BAB II KAJIAN PUSTAKA 2.1 Kerangka Konseptualeprints.umm.ac.id/39998/3/jiptummpp-gdl-rachmawati-49599-3-babii.pdf · Komponen konatif berhubungan dengan kecenderungan untuk berprilaku

22

Indonesia tidak mempengaruhi prestasi belajar matematika dan penelitian yang

dilakukan oleh Atawalo (2011) dengan penelitian hubungan antara sikap siswa

terhadap pembelajaran matematika dengan prestasi belajar pada siswa kelas IX

SMP Negeri 2 SOE tahun ajaran 2010/2011, menyatakan bahwa tidak ada

hubungan yang positif dan signifikan antara sikap siswa terhadap pembelajaran

matematika dengan prestasi belajar matematika pada siswa kelas IX SMP Negeri

2 SOE Kabupaten Timor Tengah Selatan.

Perbedaan penelitian terdahulu dengan penelitian ini adalah subjek yang

dijadikan penelitian, pada penelitian yang dilakukan oleh Hasanah adalah siswa

SMP dan terdapat kesamaan objek yaitu mengambil self-efficacy, sedangkan

untuk penelitian yang dilakukan Fatimaturrohmah dan Kuncoroningsih adalah

siswa SMP dan terdapat kesamaan objek yaitu sikap siswa. Untuk penelitian

terdahulu yang pertama hanya fokus meneliti tentang pemahaman konseptual

pada pemecahan masalah geometri dan self-efficacy siswa SMP sedangkan

penelitian kedua juga untuk mengetahui gambaran secara umum self-efficacy

bidang akademik, penelitian ketiga mengetahui hubungan antara self efficacy

dengan prestasi belajar siswa SD, penelitian keempat dan kelima membahas

hubungan antara sikap siswa terhadap pembelajaran matematika dengan prestasi

belajar pada siswa SMP. Untuk penelitian yang sedang diajukan peneliti

menganalisis mengenai self-efficacy dan sikap siswa SMA dalam pembelajaran

matematika serta hubungan self-efficacy dan sikap siswa SMA dalam

pembelajaran matematika.

Page 15: BAB II KAJIAN PUSTAKA 2.1 Kerangka Konseptualeprints.umm.ac.id/39998/3/jiptummpp-gdl-rachmawati-49599-3-babii.pdf · Komponen konatif berhubungan dengan kecenderungan untuk berprilaku

23

2.6 Hipotesis Penelitian

Berdasarkan permasalahan yang dirumuskan, teori serta beberapa hasil

penelitian yang relevan dan guna mengetahui ada tidaknya hubungan self-efficacy

dan sikap siswa SMA dalam pembelajaran matematika maka dapat diajukan

hipotesis penelitian yaitu :

(tidak ada hubungan self-efficacy dan sikap siswa)

(ada hubungan self-efficacy dan sikap siswa)

Dengan kalimat:

: Tidak ada hubungan yang signifikan antara self-efficacy dengan sikap siswa

SMA dalam pembelajaran matematika.

: Ada hubungan yang signifikan antara self-efficacy dengan sikap siswa SMA

dalam pembelajaran matematika.