Upload
phamdieu
View
226
Download
1
Embed Size (px)
Citation preview
9
BAB II
KAJIAN PUSTAKA
2.1. Kerangka Teori
2.1.1. Pengertian Belajar
James O. Whittaker merumuskan belajar sebagai proses di mana
tingkah laku ditimbulkan atau diubah melalui latihan atau pengalaman.
Cronbach berpendapat bahwa learning is shown by change in behavior
as a result of experience. Belajar sebagai suatu aktivitas yang
ditunjukkan oleh perubahan tingkah laku sebagai hasil dari
pengalaman. Howard L. Kingskey mengatakan bahwa learning is the
process by which behavior (in the broader sense)is originated or
changed through practice or training. Belajar adalah proses di mana
tingkah laku (dalam arti luas) ditimbulkan atau diubah melalui praktek
atau latihan. Slameto juga merumuskan pengertian tentang belajar.
Menurutnya belajar adalah suatu proses usaha yang dilakukan untuk
memperoleh suatu perubahan tingkah laku yang baru secara
keseluruhan, sebagai hasil pengalaman individu itu sendiri dalam
interaksi dengan lingkungannya (Syaiful Bahri: 2011: 12-13).
Menurut Cronbach di dalam bukunya Educational Psychology
(Suryabrata: 2011) menyatakan bahwa learning is shown by a change
in behavior as a result of experience. Artinya belajar ditunjukkan oleh
9
10
perubahan tingkah laku yang disebabkan oleh pengalaman (Syaiful
Bahri: 2011: 13).
Syaiful Bahri: 2011: 13, juga menyimpulkan bahwa belajar adalah
serangkaian kegiatan jiwa raga untuk memperoleh suatu perubahan
tingkah laku sebagai hasil dari pengalaman individu dalam interaksi
dengan lingkungannya yang menyangkut kognitif, afektif dan
psikomotor.
Berdasarkan beberapa pengertian di atas dapat disimpulkan bahwa
belajar adalah proses perubahan pengetahuan, nilai, sikap dan tingkah
laku yang disebabkan oleh pengalaman.
2.1.2. Hasil Belajar Matematika
Menurut Nana Sudjana (2004: 14) hasil belajar adalah suatu
akibat dari proses belajar dengan menggunakan alat pengukuran yaitu
berupa tes yang disusun secara terencana, baik tes tertulis, tes lisan
maupun tes perbuatan. Sedangkan Nasution (2003: 42) berpendapat
bahwa hasil belajar adalah suatu perubahan pada individu yang belajar,
tidak hanya mengenai pengetahuan tetapi juga membentuk kecakapan
dan penghayatan dalam diri pribadi individu yang belajar. Hasil belajar
adalah hasil yang diperoleh siswa setelah mengikuti suatu materi
tertentu dari mata pelajaran yang berupa data kuantitatif maupun
kualitatif. Untuk melihat hasil belajar dilakukan suatu penilaian
terhadap siswa yang bertujuan untuk mengetahui apakah siswa telah
menguasai suatu materi atau belum. Penilaian merupakan upaya
11
sistematis yang dikembangkan oleh suatu institusi pendidikan yang
ditujukan untuk menjamin tercapainya kualitas proses pendidikan serta
kualitas kemampuan peserta didik sesuai dengan tujuan yang telah
ditetapkan. Hasil belajar dapat dilihat dari hasil nilai ulangan harian
(formatif), nilai ulangan tengah semester (Sub sumatif), dan nilai
ulangan semester (sumatif).
Hasil belajar adalah kemampuan yang dimiliki siswa setelah ia
menerima pengalaman belajarnya. Hasil belajar mempunyai peranan
penting dalam proses pembelajaran. Proses penilaian terhadap hasil
belajar dapat memberikan informasi kepada guru tentang kemajuan
siswa dalam upaya mencapai tujuan-tujuan belajarnya melalui kegiatan
belajar. Selanjutnya dari informasi tersebut guru dapat menyusun dan
membina kegiatan-kegiatan siswa lebih lanjut, baik untuk keseluruhan
kelas maupun individu.
Hasil belajar menurut Sudjana (2004: 22) dibagi menjadi tiga
macam hasil belajar yaitu : (a). Keterampilan dan kebiasaan; (b).
Pengetahuan dan pengertian; (c). Sikap dan cita-cita, yang masing-
masing golongan dapat diisi dengan bahan yang ada pada kurikulum
sekolah.
2.1.3. Pembelajaran Matematika di SD
Pembelajaran adalah setiap perubahan perilaku yang relatif
permanen, terjadi sebagai hasil dari pengalaman. Definisi sebelumnya
12
menyatakan bahwa seorang manusiadapat melihat perubahan terjadi
tetapi tidak pembelajaran itu sendiri (Wikipedia bahasa Indonesia).
Menurut Bruner belajar matematika adalah belajar mengenai
konsep-konsep dan struktur-struktur matematika yang terdapat didalam
materi yang dipelajari serta mencari hubungan antara konsep-konsep
dan struktur-struktur matematika,(Pitajeng, 2006: 29). Dalam setiap
kesempatan, pembelajaran matematika hendaknya dimulai dengan
pengenalan masalah yang sesuai dengan situasi (contextual
problem).Dengan mengajukan masalah kontekstual,peserta didik
secara bertahap dibimbing untuk menguasai konsep matematika.
Untuk dapat meningkatkan keefektifan pembelajaran, sekolah
diharapkan menggunakan tekhnologi informasi dan komunikasi seperti
komputer, alat peraga atau media lainnya.
Matematika merupakan ilmu universal yang mendasari perkembangan
teknologi modern, mempunyai peran penting dalam berbagai disiplin
dan memajukan daya pikir manusia. Oleh karena itu, untuk menguasai
dan mencipta tekhnologi di masa depan diperlukan penguasaan
metematika yang kuat sejak dini dan pembelajaran yang membuat
siswa belajar dan menjadi bermakna.
Pembelajaran matematika perlu diberikan kepada semua siswa mulai
dari sekolah dasar untuk membekali peserta didik dengan kemampuan
berpikir logis, analitis, sistematis, kritis dan kreatif, serta kemampuan
bekerjasama. Kompetensi tersebut diperlukan agar peserta didik dapat
13
memiliki kemampuan memperoleh, mengelola dan memamnfaatkan
informasi untuk bertahan hidup pada keadaan yang selalu berubah,
tidak pasti dan kompetitif.
Diberikannya mata pelajaran matematika bertujuan agar siswa
memiliki kemampuan sebagai berikut:
a. Memahami konsep matematika, menjelaskan keterkaitan antar
konsep dan mengaplikasikan konsep atau algoritma, secara luwes,
akurat, efisien dan tepat dalam pemecahan masalah.
b. Menggunakan penalaran pada pola dan sifat, melakukan
manipulasi matematika dalam membuat generalisasi, menyusun
bukti, atau menjelaskan gagasan dan pernyataan matematika.
c. Memecahkan masalah yang meliputi kemampuan memahami
masalah, merancang model matematika, menyelesaikan model dan
menafsirkan solusi yang diperoleh.
d. Mengkomunikasikan gagasan dengan symbol, tabel, diagram atau
media lain untuk memperjelas keadaan atau masalah.
e. Memiliki sikap menghargai kegunaan matematika dalam
kehidupan, yaitu memiliki rasa ingin tahu, perhatian dan minat
dalam mempelajari matematika, serta sikap ulet dan percaya diri
dalam pemecahan masalah.
Dari beberapa uraian di atas maka dapat disimpulkan bahawa
pelajaran matematika di sekolah merupakan proses yang dirancang
untuk menciptakan suasana lingkungan yang memungkinkan kegiatan
14
siswa belajar matematika sekolah. Dari pengertian tersebut jelas
kiranya bahwa unsure pokok dalam pembelajaran matematika adalah
guru sebagai salah satu perancang proses, proses yang sengaja
dirancang selanjutnya disebut pebelajaran siswa sebagai pelaksanaan
kegiatan belajar, dan matematika sekolah sebagai objek yang dipelajari
dalam hal ini sebagai salah satu bidang studi dalam pelajaran. Siswa
dalam belajar matematika akan dapat mudah memahami jika dibantu
dengan manipulasi objek-objek konkret.
2.1.4. Model Pembelajaran Kooperatif
Menurut Lie (2002 : 12) pembelajaran kooperatif merupakan
sistem pengajaran yang memberi kesempatan kepada anak didik untuk
bekerja sama dengan sesama siswa dalam tugas-tugas yang terstruktur.
Sedangkan menurut Slavin (2010 : 4) Pembelajaran kooperatif
merujuk pada berbagai macam metode pengajaran di mana para siswa
bekerja dalam kelompok-kelompok kecil untuk saling membantu satu
sama lainnya dalam mempelajari materi pelajaran. Roger, dkk.
(Miftahul Huda : 2011 : 29) juga menyatakan cooperative learning is
group learning activity organized in such a way that learning si based
on the socially structured change of information between learners in
group in which each learner is held accountable for his or her own
learning and is motivated to increase the learning of others
(Pembelajaran kooperatif merupakan aktivitas pembelajaran kelompok
yang diorganisir oleh satu prinsip bahwa pembelajaran harus
15
didasarkan pada perubahan informasi secara social di antara
kelompok-kelompok pembelajar yang di dalamnyasetiap pembelajar
bertanggung jawabatas pembelajarannya sendiri dan didorong untuk
meningkatkan pembelajaran anggota-anggota lain).
Dari beberapa pengertian kooperatif menurut pakar-pakar diatas,
Johnson dan Johnson kutipan dari (Miftahul Huda : 2011 : 31) juga
menyimpulkan bahwa, pembelajaran kooperatif berarti working
together to accomplish shared goals (bekerja sama untuk mencapai
tujuan bersama).
Menurut Roger dan David Johnson (Lie. 2002: 30-34) ada lima
unsur yang harus diterapakan dalam model pembelajaran kooperatif,
kelima unsur tersebut adalah sebagai berikut:
a. Saling ketergantungan positif
Saling ketergantungan positif berarti keberhasilan kelompok
ditentukan oleh usaha belajar setiap anggotanya. Untuk menciptakan
kelompok kerja yang efektif, guru perlu menyusun tugas sedemikian
rupa sehingga setiap anggota kelompok harus menyelesaikan tugasnya
sendiri agar yang lain bisa mencapai tujuan mereka.
b. Tanggung jawab perseorangan
Jika tugas dan pola penilaian dibuat menurut prosedur model
pembelajaran cooperative learning membuat persiapan dan menyusun
tugas sedemikian rupa, hehingga masing-masing anggota kelompok
16
harus melaksanakan tanggungjawabnya sendiri agar tugas selanjutnya
dalam kelompok bida dilaksanakan.
c. Tatap muka
Tatap muka berarti memberikan kesempatan untuk bertatap muka
dan berdiskusi. Kegiatan interaksi ini akan memberikan para siswa
untuk membagi sinergi yang menguntungkan semua anggota. Inti dari
sinergi ini adalah menghargai perbedaan manfaat kelebihan dan
mengisi kekurangan masing-masing.
d. Komunikasi antar anggota
Unsur ini menghendaki agar para siswa dibekali dengan berbagai
keterampilan berkomunikasi, karena keberhasilan suatu kelompok juga
bergantung pada kesediaan para nggotanya untuk saling mendengarkan
dan kemampuan mereka untuk mengutarakan kemampuan mereka.
Keterampilan berkomunikasi dalam kelompok juga merupakan proses
panjang. Namun, proses ini merupakan proses yang sangat bermanfaat
dan perlu ditempuh untuk memperkaya pengalaman belajar dan
pembinaan perkembangan mental dan emosional para siswa.
e. Evaluasi proses kelompok
Evaluasi kelompok berarti siswa dalam satu kelompok bersama-
sama mengevaluasi proses belajar kelompok. Format evaluasi dapat
bermacam-macam, tergantung pada tingkat pendidikan siswa. Hal-hal
yang prelu dievaluasi misalnya bekerjasama, partisipasi setiap anggota,
komunikasi antar anggota, dan lain sebagainya. Hal ini akan
17
mendorong setiap kelompok untuk mengingatkan efektifitas belajar
ke;ompoknya.
Sadker dan Sadker (1997) menjabarkan beberapa manfaat
pembelajaran kooperatif. Menurut mereka, selain meningkatkan
keterampilan kognitif dan afektif siswa, pembelajaran kooperatif juga
memberikan manfaat-manfaat besar lain seperti berikut ini:
1. Siswa yang diajari dengan dan dalam struktur-struktur kooperatif
akan memperoleh hasil pembelajaran yang lebih tinggi; hal ini
khususnya bagi siswa-siswa SD untuk mata pelajaran matematika.
2. Siswa yang berprestasi dalam pembelajaran kooperatif akan
memiliki sikap dan harga diri yang lebih tinggi dan motivasi yang
lebih besar untuk belajar.
3. Dengan pembelajaran kooperatif, siswa menjadi lebih peduli pada
teman-temannya, dan diantara mereka akan terbangun rasa
ketergantungan yang positif (interpedensi positif) untuk proses
belajar mereka nanti.
4. Pembelajaran kooperatif meningkatkan rasa penerimaan siswa
terhadap teman-temannya yang berasal dari latar belakang ras dan
etnik yang berbeda-beda (Miftahul Huda : 2011 : 66)
Salavin (2010: 33) mengatakan bahwa tujuan yang paling penting
dari pembelajaran kooperatif adalah untuk memberikan para siswa
pengetahuan, konsep, kemampuan dan pemahaman yang mereka
butuhkan supaya bisa menjadi anggota masyarakr yang bahagia dan
18
memberikan kontribusi. Sejak semula, penelitian mengenai
pembelajaran kooperatif telah memperlihatkan bagaimana strategi ini
bisa mengembangkan pencapaian yang bisa dibuat para siswa. Namun,
penelitian ini juga memperlihatkan berbagai alasan bahwa
pembelajaran kooperatif memamng meningkatkan pencapaian dan
yang paling penting, penelitian juga menunjukkan bahwa unsur-unsur
pembelajaran kooperatif harus ada pada tempatnya jika menginginkan
pengaruh dan pencapaian maksimal.
Terdapat enam fase atau langkah utama dalam pembelajaran
kooperatif. Keenamfase pembelajaran kooperatif dirangkum pada tebel
berikut:
Tabel 1. Langkah-Langkah Model Pembelajaran Koopertif
FASE-FASE PERILAKU GURU
Fase 1: Present goals
and set
Menyampaikan tujuan
dan mempersiapkan
peserta didik.
Menjelaskan tujuan pembelajaran dan
mempersiapkan peserta didik belajar
Fase 2: Present
information
Menyajikan informasi.
Mempresentasikan informasi kepada peserta
didik secara verbal
Fase 3: Organize
students into learning
teams
Mengorganisir peserta
didik kedalam tim
belajar.
Memberikan penjelasan kepada peserta
didik tentang tata cara pembentukan tim
belajar dan membantu kelompok melakukan
transisi yang efisien
Fase 4: Assist team
work and study
Membantu kerja tim
dan belajar
Membantu tim-tim belajar belajar selama
peserta didik mengerjakan tugasnya
19
Fase 5: Test on the
materials
Mengevaluasi
Menguji pengetahuan peserta didik
mengenai berbagai materi pembelajaran
atau kelompok-kelompok
mempresentasikan hasil kerjanya
Fase 6: Provide
recognition
Memberikan
pengakuan atau
penghargaan
Mempersiapkan cara untuk mengakui usaha
dan prestasi individu maupun kelompok
(S. Agus: 2011: 65)
Fase pertama, guru mengklarifikasi maksud pembelajaran
kooperatif. Hal ini penting untuk dilakukan karena peserta didik harus
memahami dengan jelas prosedur dan aturan dalam pembelajaran. Fase
kedua, guru menyampaikan informasi, sebab informasi ini merupakan
isi akademik. Fase ketiga, kekacauan bisa terjadi pada fase ini, oleh
sebab itu transisi pembelajaran dari da ke kelompok-kelompok belajar
harus diorkestrasi dengan cermat. Sejumlah elemen perlu
dipertimbangkan dalam menstrukturisasikan tugas-tugasnya. Guru
harus menjelaskan bahwa peserta didik harus saling bekerjasama
dalam kelompok. Penyelesaian tugas kelompok harus merupakan
tujuan kelompok. Tiap anggota kelompok memiliki akuntabilitas
individual untuk mendukung tercapainya tujuan kelompok. Pada fase
ketiga ini terpenting jangan sampai ada free-rider atau anggota yang
hanya menggantungkan tugas kepada individu lainnya. Fase keempat,
guru perlu mendampingi tim-tim belajar, mengingatkan tentang tugas-
tugas yang dikerjakan peserta didik dan waktu yang dialokasikan. Pada
fase ini bantuan yang diberikan guru dapat berupa petunjuk,
pengarahan atau meminta beberapa peserta didik mengulangi hal yang
20
sudah ditunjukkannya. Fase kelima, guru melakukan evaluasi dengan
menggunakan strategi evaluasi yang konsisten dengan tujuan
pembelajaran. Fase keenam, guru mempersiapkan struktur reward
yang akan diberikan kepada peserta didik. Variasi struktur reward
bersifat individualistis terjadi apabila sebuah reward dapat dicapai
tanpa tergantung pada apa yang dilakukan orang lain (S. Agus: 2011:
65-66).
2.1.5. Pembelajaran TGT (Teams Games Tournamet)
TGT adalah teknik pembelajaran yang sama seperti STAD
(Students Teams Achievement Divisions) dalam setiap hal.
Perbedaannya sebagai ganti kuis dan sistem perbaikan skor individu,
TGT menggunakan turnamen perbaikan akademik. Dalam turnamen
itu siswa bertanding mewakili timnya dengan anggota tim lain yang
setara kinerja akademiknya. Pada model ini siswa memainkan
permainan dengan anggota-anggota tim lain untuk memperoleh
tambahan point untuk skor tim mereka (Trianto: 2011: 83)
A. Langkah-langkah Pembelajaran TGT
Secara runtut implementasinya, TGT terdiri dari 4 komponen
utama, antara lain: (1) Presentasi guru; (2) Kelompok Belajar; (3)
Turnamen; dan (4) Pengenalan Kelompok.
a) Guru menyiapkan:
Kartu soal
Lembar Kerja Siswa
21
Alat/Bahan
b) Siswa dibagi atas beberapa kelompok (tiap kelompok
anggotanya 3-5 orang)
c) Guru mengarahkan aturan permainannya
B. Aturan (Skenario) Permainan
Dalam satu permainan terdiri dari: kelompok pembaca, kelompok
penanatang I, kelompok penantang II, dan setrusnya sejumlah
kelompok yang ada.
Kelompok pembaca, bertugas: (1) Ambil kartu bernomor dan cari
pertanyaan pada lembar permainan; (2) baca pertanyaan keras-
keras; dan (3) beri jawaban.
Kelompok penantang kesatu bertugas: Menyetujui pembaca atau
memberi jawaban yang berbeda. Sedangkan kelompok penantang
kedua: (1) Menyetujui pembaca atau memberi jawaban yang
berbeda; dan (2) Cek lembar jawaban. Kegiatan ini dilakukan
secara bergiliran (games ruler)(Trianto: 2011: 84).
22
(Slavin: 2010: 168)
C. Sistem Perhitungan Poin Turnamen
Skor siswa dibandingkan dengan rerata skor yang lalu
mereka sendiri, dan poin diberika berdasarkan pada seberapa jauh
siswa menyamai atau melampaui prestasi yang laluinya sendiri.
Poin tiap anggota tim ini dijumlah untuk mendapatkan skor tim dan
tim yang mencapai kriteria tertentu dapat diberi sertifikat atau
ganjaran (award) yang lain (Trianto: 2011: 85-86).
A-1 A-2 A-3 A-4 Tinggi Sedang Sedang Rendah
Meja Turnamen 4
Meja Turnamen 3
Meja Turnamen 2
Meja Turnamen 1
C-1 C-2 C-3 C-4 Tinggi Sedang Sedang Rendah
B-1 B-2 B-3 B-4 Tinggi Sedang Sedang Rendah
TEAM A
Gambar. 1
Hubungan antara Tim-Tim Heterogen
Dengan meja Homogen dalam Turnamen
TEAM B TEAM C
23
Tabel 2. Kriteria Penghargaan Tim
Kriteria (team average) Award
30-40 Good Team
40-45 Great Team
45-ke atas Super Team
2.1.6. Keterampilan Mengajar
Keberhasilan mengajar, selain ditentukkan oleh factor
kemampuan, motifasi dan keaktifan siswa dalam belajar dan
kelengkapan fasilitas belajar, juga akan banyak bergantung pada
kemampuan guru dalam mengembangkan berbagai keterampilan
mengajar.begitu juga dalam menerapkan model pembelajaran
kooperatif tipe TGT, seorang guru juga tidak dapat lepas dari
keterampilan mengajar yang harus dikuasainya agar tujuan belajarnya
tercapai secara optimal.
Tahap 8 keterampilan mengajar yang harus guru kuasai yaitu
keterampilan menjelaskan, bertanya, mengunakan variasi, memberi
penguatan, membuka dan menutup pelajaran, mengajar kelompok
kecil dan perorangan, mengelola kelas, membimbing diskusi kelompok
kecil. Berikut ini dijabarkan sebagai berikut:
a. Keterampilan menjelaskan
Keterampilan menjelaskan dalam pengajaran bukanlah sekedar
menceritakan sesuatu kepada siswa. Keterampilan ini merupakan
24
suatu keterampilan menyajikan bahan pelajaran yang
diorganisasikan secara sistematis sebagai suatu kesatuan yang
berarti, sehingga mudah dipahami oleh siswa.
Penyampaian informasi ataupun uraian tentang suatu materi,
tidaklah dilakukan secara sembarangan melainkan harus
memperhatikan prinsip-prinsip keterampilan menjelaskan sebagai
berikut:
(1) Penjelasan harus sesuai dengan tujuan pembelajaran;
(2) Penjelasan harus disesuaikan dengan kemampuan dan
karakteristik siswa;
(3) Materi pembelajaran harus dikuasai secara baik oleh guru;
(4) Materi penjelasan harus bermanfaat dan bermakna bagi siswa;
(5) Dalam menjelaskan harus disertai dengan contoh-contoh yang
konkrit dan dihubungkan dengan kehidupan;
(6) Penjelasan dapat diberikan diawal, tengah ataupun akhir
pelajaran;
(7) Penjelasan dapat diberikan bila siswa bertanya atau dapat juga
atas rancangan guru;
(8) Penjelasan harus diselingi Tanya jawab. (Sumantri. 2000: 265-
266).
25
b. Keterampilan bertanya
Keterampilan bertanya merupakan ucapan atau pertanyaan
yang dilontarkan guru yang menuntut respons atau jawaban dari
siswa. Keterampilan bertanya bertujuan untuk:
(1) Merangsang dan meningkatkan keterampilan berpikir siswa;
(2) Memotivasi siswa agar terlibat dalam interaksi belajar;
(3) Melatih siswa dalam berpikir divergen;
(4) Mencapai tujuan belajar. (Sumantri. 2000: 267-268)
c. Keterampilan mengguanakan variasi
Yaitu keterampilan guru di dalam menggunakan bermacam
kemampuan untuk mewujudkan tujuan belajar siswa sekaligus
menguasai kebosanan dan menimbulkan minat, gairah, dan
aktivitas belajar yang efektif. (Sumantri. 2000: 270-270)
d. Keterampilan memberi penguatan
Memberi penguatan atau reinforcement merupakan tindakan
atau respon terhadap suatu bentuk perilaku yang dapat mendorong
munculnya peningkatan kualitas tingkah laku tersebut disaat yang
lain.
Menggunakan keterampilan member penguatan dalam
pembelajaran bertujuan untuk:
(1) Membangkitkan motivasi belajar siswa;
(2) Merangsang siswa berpikir yang baik;
(3) Menimbulkan perhatian siswa;
26
(4) Menimbulakan kemampuan berinisiatif secara pribadi;
(5) Mengembalikan dan mengubah sikap negative siswa dalam
belajar kearah perilaku yang mengandung belajar.
Guru dapat menggunakan jenis-jenis penguatan dalam kegiatan
belajar mengajar sesuai situasi dan kondisi yang berlangsung di
kelas. Jenis-jenis penguatan ini adalah:
(1) Penguatan Verbal, yaitu penguatan yang diberikan guru berupa
kata-kata/kalimat yang diucapkan seperti: “bagus”, “baik”, dan
sebagainya.
(2) Penguatan Gestural, yaitu penguatan berupa gerak tubuh atau
mimik muka yang memberi arti/kesan baik kepada siswa.
Punguatan ini berupa tepuk tangan, ancungan jempol, dan
sebagainya.
(3) Penguatan dengan cara mendekati, yaitu perhatian guru kepada
perilaku siswa dengan cara mendekatinya. Penguatan ini dapat
dilakuakan tatkala siswa menjawab pertanyaan, dikusi,
bertanya atau aktivitas lainnya.
(4) Penguatan dengan cara sambutan, yaitu penguatan yang
diberikan guru dengan cara menyentuh siswa, seperti menepuk
pundak siswa, mengusap rambut kepala, memijat tangan, dan
sebagainya.
(5) Penguatan dengan memberikan kegiatan yang menyenangkan.
Memberikan penghargaan kepada kemampuan siswa dalam
27
suatu bidang tertentu seperti siswa yang pandai bernyanyi
diberi kesempatan untuk melatih vocal pada temanya, yang
pandai dapat dijadikan tutor sebaya, dan sebagainya.
(6) Penguatan berupa tanda atau benda. Adakalanya guru
memberikan penilaian kepada siswa yang berupa simbol-
simbol atau benda-benda. Penguatan ini dapat berupa komentar
tertulis atas karya siswa, hadiah berupa buku tulis, piagam,
lencana dan sebagainya. (Sumantri. 2000: 272-275).
e. Keterampialan membuka dan menutup pelajaran
Keterampilan membuka pelajaran adalah usaha guru untuk
mengkondisikan mental siswa agar siap dalam menerima pelajaran.
Keterampilan menutup pelajaran adalah kemampuan guru dalam
mengakhiri kegiatan inti pelajaran. Dalam menutup pelajaran guru
dapat menyimpulkan materi pelajaran, member evaluasi untuk
mengetahui tingkat pencapaian siswa, melakuakan refleksi untuk
mengetahui tingkat keberhasilan guru dalam kegiatan belajar
mengajar.
Terdapat beberapa hal yang harus diperhatikan guru dalam
mengembangkan keterampilan membuaka dan menutup pelajaran
ini:
(1) Hubungan antara pendahuluan dengan inti pengajaran serta
dengan tugas-tugas yang akan dikerjakan sebagai tindak lanjut
Nampak jelas dan logis;
28
(2) Menggunakan apersepsi yang mengenalkan pokok pelajaran
dengan menghubungkannya terhadap pengetahuan yang sudah
diketahui oleh siswa;
(3) Dalam membuka pelajaran harus memberi makna keoada
siswa, yaitu dengan menggunakan cara-cara yang relevan
dengan tujuan dan bahan yang akan disampaikan. (Sumantri.
2000: 277-279).
f. Keterampilan mengajar dalam kelompok kecil dan perorangan
Keterampilan mengajar kelompok kecil dalah kemampuan guru
melayani kegiatan siswa dalam belajar secara kelompok dengan
jumlah siswa berkisar antara 3 sampai 5 orang siswa atau paling
banyak 8 orang untuk setiap kelompoknya. Sedangkan
keterampilan dalam pengajaran perorangan atau individu adalah
kemampuan guru dalam menentukan tujuan, bahan ajar, prosedur,
dan waktu yang digunakan dalam pengajaran dengan
memperhatikan tuntutan-tuntutan atau perbedaan individual siswa.
(Sumantri. 2000: 279).
g. Keterampilan mengelola kelas
Keterampilan mengelola kelas merupakan kemampuan guru
dalam mewujudkan dan mempertahankan suasana belajar mengajar
yang optimal. Kemampuan ini erat kaitannya dengan kemampuan
guru untuk menciptakan kondisi yang menguntungkan,
menyenangkan siswa dan menciptakan disiplin belajar secra sehat.
29
Dalam perannya sebagai pengelola kelas, guru dapat
melaksanan tugas-tugas penglolaan kelas dengan memperhatikan
prinsip sebagai berikut:
(1) Kehangatan dan keantusiasan;
(2) Tantangan; gunakan kata-kata, tindakan atau bahan dengan
sajian yang menantang;
(3) Bervariasi; gunakan variasi dengan kegiatan belajar mengajar;
(4) Keluwesan; digunakan apabila guru mendapat hambatan dalam
perilaku siswa sehingga guru dapat merubah strategi
mengajarnya;
(5) Menekankan hal-hal positif, memelihara hal positif dan
menghindarkan konsentrasi pada hal negatif;
(6) Tanamkan disiplin diri; selalu mendorong siswa agar
memilikidisiplin diri. (Sumantri.2000: 281-283).
h. Keterampilan membimbing diskusi kelompok kecil
Diskusi kelompok kecil adalah suatu proses belajar yang
diakukan dalam kerjasama kelompok yang bertujuan memecahkan
suatu oermasalahan, mengkaji konsep, prinsip atau keterampilan
tertentu.
Beberapa prinsip dalam membimbing diskusi kelompok kecil
yang harus diperhatikan adalah:
(1) Laksanakan diskusi dalam suasana yang menyenangkan;
30
(2) Berikan waktu yang cukup untuk merumuskan dan menjawab
pertanyaan;
(3) Rencanakan diskusi kelompok dengan sistematis;
(4) Bimbinglah dan jadikanlah guru sebagai teman dalam diskusi.
(Sumantri. 2000: 287-288).
2.1.7. Materi Bangun Ruang Sederhana
A. Sifat-sifat Kubus
Kubus adalah sebuah benda ruang yang dibatasi oleh enam
buah persegi yang berukuran sama.
Untuk mengetahui sifat-sifat bangun ruang kubus, mari kita
perhatikan gambar di bawa ini.
Mari menyebutkan sisi, rusuk, dan titik sudut pada kubus
ABCD.EFGH.
1) Sisi-sisi pada kubus ABCD.EFGH adalah:
Sisi ABCD Sisi ADHE
Sisi ABFE Sisi DCGH
Sisi EFGH Sisi BCGF
Jadi, ada 6 sisi pada bangun ruang kubus.
Sisi-sisi kubus tersebut berbentuk persegi (bujur sangkar) yang
berukuran sama.
31
2) Rusuk-rusuk pada kubus ABCD.EFGH adalah:
Rusuk AB Rusuk EH
Rusuk EF Rusuk AD
Rusuk HG Rusuk AE
Rusuk DC Rusuk BF
Rusuk BC Rusuk CG
Rusuk FG Rusuk DH
Jadi, ada 12 rusuk pada bangun ruang kubus.
Rusuk-rusuk kubus tersebut mempunyai panjang yang sama.
3) Titik-titik sudut pada kubus ABCD.EFGH adalah:
Titik sudut A Titik sudut E
Titik sudut B Titik sudut F
Titik sudut C Titik sudut G
Titik sudut D Titik sudut H
Jadi, ada 8 titik sudut pada bangun ruang kubus.
B. Sifat-sifat Balok
Balok adalah sebuah benda ruang yang dibatasi oleh tiga pasang
(enam buah) persegi panjang dimana setiap pasang persegi panjang
saling sejajar (berhadapan) dan berukuran sama.
Untuk mengetahui sifat-sifat bangun ruang balok, mari kita
perhatikan gambar di bawah ini.
32
Mari menyebutkan sisi, rusuk, dan titik sudut pada balok
ABCD.EFGH.
1) Sisi-sisi pada balok ABCD.EFGH adalah:
Sisi ABCD
Sisi ABFE
Sisi ADHE
Sisi EFGH
Sisi DCGH
Sisi BCGF
Jadi, ada 6 sisi pada bangun ruang balok.
Sisi ABCD = Sisi EFGH
Sisi BCFG = Sisi ADHE
Sisi ABFE = Sisi EFGH
2) Rusuk-rusuk pada balok ABCD.EFGH adalah:
Rusuk AB Rusuk EH
Rusuk EF Rusuk AD
Rusuk HG Rusuk AE
Rusuk DC Rusuk BF
Rusuk BC Rusuk CG
Rusuk FG Rusuk DH
Jadi ada 12 rusuk pada bangun ruang kubus.
Rusuk AB = rusuk EF = rusuk HG = rusuk DC
33
Rusuk BC = rusuk FG = rusuk EH = rusuk AD
Rusuk AE = rusuk BF = rusuk CG = rusuk DH
3) Titik-titik sudut pada balok ABCD.EFGH adalah:
Titik sudut A Titik sudut E
Titik sudut B Titik sudut F
Titik sudut C Titik sudut G
Titik sudut D Titik sudut H
C. Sifat-sifat Tabung, Kerucut Dan Bola
Tabung kerucut dan bola sangat berbeda dengan kubus maupun
balok. Dalam ketiga bangun ruang ini terdapat sisi yang melengkung.
Untuk mengetahui sifat-sifat bangun ruang tabung, mari kita
perhatikan gambar di bawah ini.
Bangun ruang tabung mempunyai 3 buah sisi, yaitu sisi lengkung,
sisi atas dan sisi bawah. Tabung mempunyai 2 buah rusuk, tetapi tidak
mempunyai titik sudut.
Sisi atas
Sisi lengkung
Sisi bawah
rusuk
rusuk
Sisi lengkung
Sisi alas
rusuk
34
Bangun ruang kerucut mempunyai 2 buah sisi, yaitu sisi alas dan
sisi lengkung. Kerucut hanya mempunyai sebuah rusuk dan sebuah
titik sudut yang biasa disebut titik puncak.
Yang terakhir, bangun ruang bola hanya memiliki sebuah sisi
lengkung yang menutupi seluruh bagian ruangnya.
2.2. Kajian Relevan
Penelitian ini juga didasarkan pada hasil penelitian relevan yang telah
dilakukan terhadap model pembelajaran kooperatif dan meningkatan
prestasi belajar matematika, adapun hasil penelitian relevan tersebut antara
lain sebagai berikut:
1. Fitria. 2009. Keefektifan Penerapan Model Pembelajaran Kooperatif
Tipe TGT (TEAMS GAMES TOURNAMENT) dan TAI (TEAMS
ASSISTED INDIVIDUALIZATION) Terhadap Hasil Belajar Peserta
Didik Kelas VIII SMP N 2 SULANG Pada Materi Pokok Bangun
Ruang Sisi Datar. Skripsi. Jurusan Matematika. Fakultas MIPA.
Universitas Negeri Semarang.
Hasil yang diperoleh adalah bahwa Seluruh rangkaian dalam
pembelajaran dengan menerapkan model kooperatif tipe TGT dan tipe
TAI menyebabkan rata-rata hasil belajar matematika peserta didik
kelompok TGT lebih baik disbanding rata-rata nilai tes hasil belajar
kelompok TAI. Hal ini ditunjukkan dengan hasil uji Sebesar
2,0546 > 1,998 yang merupakan harga , sehingga diterima.
Dengan kata lain, rata-rata hasil belajar peserta didik pada kelompok
35
yang diterapkan model kooperatif tipe TGT lebih baik dari pada rata-
rata nilai tes hasil belajar peserta didik pada kelompok yang diterapkan
model kooperatif tipe TAI.
Dari hasil penelitian diatas, penerapan kooperatif tipe TGT lebih
berhasil digunakan dalam pembelajaran matematika pada siswa kelas
VIII SMP NEGERI 2 SULANG. Melihat keberhasilan tersebut diatas,
Kooperatif tipe TGT akan lebih tepat diterapkan di SD. Karena cara
berfikir siswa SD lebih senang jika diajak bermain, tentunya anak SD
akan sangat bergairah dalam belajar metematika melalui teknik TGT.
2. Zaenudin, Muhammad. 2008. Meningkatkan Aktivitas dan Hasil
Belajar Matematika Peserta Didik Kelas VIII SMP Islam Nudia Materi
Pokok Lingkaran Melalui Model Pembelajaran Kooperatif Tipe TGT.
Skripsi. Jurusan Matematika Fakultas MIPA Universitas Negeri
Semarang. Drs. Asikin, M.Pd dan Dra. Rahayu Budhiarti, M.Si.
Hasil penelitian adalah sebagai berikut: 1. Siklus I rata-rata aktivitas
peserta didik sebesar 81,06%, sedangkan rata-rata keaktifan yang
ditetapkan peneliti adalah 81,66%, maka keaktifan peserta didik pada
siklus ini masih rendah. 2. Hasil belajar peserta didik <60 untuk semua
peserta didik. Pada siklus II: 1. Rata-rata keaktifan peserta didik
mengalami peningkatan sebesar 85% dari siklus I, karena 85% peserta
didik mendapat nilai ≥60, ini berarti ketuntasan setiap peserta didik
minimal 60 dan ketuntasan klasikal minimal 75% terpenuhi,
sedangkan pada siklus III, 1. Rata-rata keaktifan siswa makin
36
meningkat, ditunjukkan dari keaktifan siswa sebesar 90%, 2. Hasil
belajar peserta didik ≥60 untuk semua peserta didik.
Dari hasil penelitian di atas, jelas kiranya bahwa pembelajaran
kooperatif tipe TGT adalah pembelajaran yang dgunakan untuk
meningkatkan hasil belajar siswa dan merancang pola piker siswa
untuk bekerja sama di dalam kelompok untuk memecahkan masalah
pelajaran yang sedang dilaksanakan dan membuat sebuah
pembelajaran menjadi lebih menyenangkan.
3. Sunanto. 2007. Penggunaan Model Pembelajaran Kooperatif Tipe
TGT (Teams Games Tournament) Untuk Meningkatkan Hasil Belajar
Peserta Didik Kelas VII G SMP Negeri 1 Bulakamba Brebes Pada
Pokok Bahasan Persamaan dan Pertidaksamaan Linier Stu Variabel.
Skripsi. Jurusan Matematika Pendidikan Dasar. Fakultas MIPA.
Universitas Negeri Semarang. Pembiming: 1. Drs. Amin Suyitno, M.
Pd, II. Drs. Yuli Wiranto, M. Pd.
Hasil yang diperoleh adalah nilai rata-rata tes sebesar 60,22 pada
siklus I, pada siklus II niali ratarata tes akhir adalah 69,78 dan 62,17
pada siklus III. Artinya terjadi peningkatan lebih dari 10%.
Kesimpulannya adalah (1) penggunaan model pembelajaran kooperatif
tipe TGT dapat meningkatkan hasil belajar, (2) aktivitas, motivasi dan
minat peserta didik meningkat, dan (3) telah memperoleh cara yang
tepat dan efektif dalam penerapan pembelajarankooperatif tipe TGT.
37
Dari hasil penelitian di atas, peneliti termotivasi mencoba
menggunakan strategi pembelajaran yang sama pada siswa kelas IV
SD Negeri 2 Tlogosih pada mata pelajaran matematika, peneliti
tertarik untuk memecahkan permasalahan pembelajaran yang ada di
SD Negeri 2 Tlogosih melalui kooperatif teknik TGT.
4. Rizkiana. 2009. Keefektifan Model Pembelajaran Kooperatif Teams
Games Tournament (TGT) dan Numbered Heads Together (NHT)
Terhadap Kemampuan Komunikasi Matematis Aspek Representasi
Untuk Siswa Kelas VII SMP Negeri 1 Moga Tahun Pelajaran
2008/2009. Skripsi. Jurusan Matematika, Fakultas MIPA. Universitas
Negeri Semarang.
Hasil yang diperoleh adalah setelah kedua kelompok mendapatkan
perlakuan yang berbeda yaitu pembelajaran dengan model
pembelajaran kooperatif tipe NHT untuk kelompok eksperimen I dan
pembelajaran dengan model pembelajaran kooperatif tipe TGT untuk
kelompok eksperimen II, maka kedua kelas diberikan evaluasi dengan
alat evaluasi yang sama untuk mengetahui kemampuan komunikasi
matematis aspek representasi siswa masing-masing kelas. Berdasarkan
uji kesamaan dua proporsi (NHT dan TGT) diperoleh = 3,136
dan = 1,64. Karena > maka ditolak dan
diterima. Hal ini berarti bahwa hasil kemampuan komunikasi
matematis aspek representasi siswa yang memperoleh pembelajaran
dengan model kooperatif TGT lebih baik dari pada hasil kemampuan
38
komunikasi matematis aspek representasi siswa yang memperoleh
pembelajaran dengan model kooperatif tipe NHT.
Dari hasil penelitian di atas, menunjukkan bahwa pembelajaran
melalui teknik TGT lebih baik dan dapat meningkatkan hasil belajar.
Namun demikian, perlu di buktikan lagi pada penelitian tindakan kelas
ini.
5. Restika. 2009. Aplikasi Model pembelajaran Kooperatif Tipe TGT
(Teams Games Tournament) dalam meningkatkan motivasi dan hasil
belajar biologi siswa kelas XI IPA SMA Muhamadiyah 2 Surakarta
Tahun Ajaran 2008/2009. Skripsi. Fakultas Keguruan dan Ilmu
Pendidikan. Universitas Muhammadiyah Surakarta.
Hasil yang diperoleh adalah aplikasi model pembelajaran kooperatif
tipe TGT (Teams-Games-Tournament) dapat meningkatkan motivasi
dan hasil belajar biologi siswa kelas XI IPA SMA Muhammadiyah 2
Surakarta tahun ajaran 2008/2009. Rata-rata skor motivasi siklus I
124,87 (baik); siklus II 134,77 (baik); dan siklus III 151,70 (sangat
baik). Rata-rata aspek kognitif untuk nilai awal adalah 39,03; siklus I
53,17 (0 % siswa mencapai nilai _ 70); siklus II 60,6 (20 % siswa
mencapai nilai _ 70); dan siklus III 74,17 (76,67 % siswa mencapai
nilai _ 70). Sedangkan hasil belajar pada aspek afektif siklus I 29,07
(cukup berminat); siklus II 37,43 (berminat); dan siklus III 43,57
(sangat berminat).
39
Dengan menggunakan teknik TGT, siswa akan terasa lebih senang
dan dapat meningkatkan hasil belajar siswa kelas XI IPA SMA
Muhamadiyah 2 Surakarta. Melihat karakter siswa SD, TGT juga tepat
untuk diterapkan di SD karena TGT lebih menyenangkan dan tidak
membosankan.
6. Erna. 2011. Penerapan Pembelajaran Kooperatif TGT (Teams Games
Tournament) Menggunakan PUZZLE Untuk Meningkatkan Motivasi
Belajar Biologi Siswa Kelas VIIIE SMP Negeri 2 Ngadirojo Tahun
Pelajaran 2010/2011. Skripsi. Fakultas Keguruan Dan Ilmu
Pendidikan. Universitas Sebelas Maret Surakarta.
Hasil penelitian menunjukkan bahwa penerapan pembelajaran
kooperatif TGT menggunakan puzzle dapat meningkatkan motivasi
belajar biologi siswa di kelas VIIIE SMP Negeri 2 Ngadirojo tahun
pelajaran 2010/2011. Persentase rata-rata berdasarkan lembar
observasi motivasi belajar biologi siswa pra siklus sebesar 48,78%,
siklus 1 sebesar 75,76% dan siklus 2 sebesar 92,12%. Hasil
perhitungan angket pra siklus menunjukkan motivasi belajar biologi
siswa sebesar 63,8%, siklus 1 sebesar 75,14%, dan siklus 2 sebesar
80,34%.
Dari hasil penelitian di atas, menunjukkan bahwa pembelajaran
melalui teknik TGT lebih baik dan dapat meningkatkan motivasi
belajar. Jika motivasi belajar meningkat, maka hasil belajar pun juga
40
akan menikgkat. Dari penelitian di atas, peneliti tertarik untuk
menerapkan TGT di SD Negeri 2 Tlogosih.
7. Aziz. 2012. Pengaruh Penerapan Model Pembelajaran Cooperative
Learning Tipe TEAM GAMES TOURNAMENT (TGT) Terhadap
Hasil Belajar Siswa Pada Mata Pelajaran Ekonomi (Eksperimen Pada
Siswa Kelas XI IPS SMAN 14 Bandung Tahun Ajaran 2011-2012).
Skripsi. Jurusan Pendidikan Ekonomi. FPEB. Universitas Pendidikan
Indonesia.
Setelah dilihat dari hasil post test bahwa terdapat perbedaan hasil
belajar siswa anatara kelas eksperimen dan kelas kontrol berikutnya
kita dapat melihata hasil belajar siswa dari N-Gain atau peningkatan
hasil belajar siswa (pre test dan post test). Peningkatan hasil belajar
siswa pada kelas eksperimen lebih tinggi dibanding kelas kontrol,
berdasarkan uji statistik kelas eksperimen mendapat ratarata
peningkatan hasil belajar yaitu sebesar 0,65 sedangkan kelas control
mendapat rata-rata peningkatan hasil belajar sebesar 0,53. Hal ini
menunjukan
bahwa terdapat peerbedaan hasil belajar anatara kelas yang
mengunakan model pembelajaran Cooperative Learning tipe Team
Game Tournament daripada kelas yang menggunakan model
pembelajaran konvensional.
Dari hasil penelitian relevan di atas, model kooperatif teknik TGT
semuanya diterapkan dalam upaya untuk meningkatkan hasil belajar
41
siswa SMP/MTs. Tetapi menurut peneliti, tidak menutup kemungkinan
model pembelajaran kooperatif ini dapat diterapkan pada siswa
sekolah dasar (SD). Salah satu karakteristik anak usia sekolah dasar
menurut Bassets, Jacka dan Logan adalah anak senang bermain dan
lebih suka bergembira/riang. (Sumantri.2001: 11). Pada model
pembelajaran kooperatif teknik TGT terdapat permainan/game yang
disukai oleh anak-anak sehingga peneliti menerapkan model
pembelajaran ini pada siswa SD.
Dengan permainan inilah diharapkan timbul perasaan senang siswa
terhadap pembelajaran matematika yang selama ini mereka anggap
sebagai mata pelajaran yang sulit dan menegangkan. Pengaruh
perasaan senang sangat besar terhadap belajar anak. Jika anak tidak
merasa senang pada suatu topok/materi matematika yang sedang
dipelajari, maka ia akan malas untuk mempelajarinya dan perhatiannya
pada pelajaran tersebut akan hilang. Sehingga hal ini akan berakibat
pada kurangnya prestasi belajar anak.
2.3. Kerangka Berpikir
Pembelajaran yang bermakna dan menyenangkan akan membawa
siswa pada pengalaman belajar yang mengesankan dan tahan lama. Salah
satunya dapat diperoleh melalui kegiatan pembelajaran yang menekankan
pada keterlibatan aktivitas belajar siswa. Interaksi dan keterlibatan aktif
siswa dalam peoses pembelajaran dan meningkatkan hasil belajar atau
prestasinya. Salah satunya dengan menggunakan pembelajaran kooperatif
42
tipe TGT. Berikut ini disajikan skema kerangka berbepikir dari penelitian
ini sebagai berikut:
Gambar 2. Skema Kerangka Berpikir
2.4. Hipotesis Tindakan
Berdasarkan uraian pada kajian pustaka dan kerangka berpikir di
atas, maka penelitian mengajukan hipotesis tindakan yaitu:
Dengan pembelajaran kooperatif tipe TGT (Teams Games
Tournamen) hasil belajar matematika Kompetensi Dasar Menentukan
Sifat-sifat Bangun Ruang Sederhana siswa kelas IV SD Negeri 2 Tlogosih
Kecamatan Kebonagung Kabupaten Demak dapat ditingkatkan.
Kondisi Awal
1. Pembelajaran berpusan kepada guru
2. Pemahaman konsep belajar matematika siswa kurang.
3. Siswa mengalami kesulitan belajar matematika.
4. Siswa pasif
5. Hasil belajar matematika siswa rendah
Tindakan
Pendekatan Kooperative tipe TGT (Teams Games Tournament) Untuk Meningkatkan
Hasil Belajar Siswa Kompetensi Dasar Menentukan Sifat-sifat Bangun Ruang
Sederhana Pada Pembelajaran Matematika.
Hasil Akhir
1) Siswa tertarik dan senang belajar matematika
2) Siswa lebih aktif
3) Hasil belajar matematika siswa meningkat