Upload
tranhanh
View
226
Download
1
Embed Size (px)
Citation preview
BAB II
KAJIAN PUSTAKA
2.1 ISPA
ISPA adalah infeksi virus akut yang disertai dengan demam tidak tinggi, pilek,
bersin, hidung berair, hidung tersumbat dan iritasi tenggorokan. (Stanford dan William,
2010).
Istilah ISPA yang merupakan singkatan Infeksi Saluran Pernafasan Akut mulai
diperkenalkan pada tahun 1984 setelah dibahas dalam Lokakarya Nasional ISPA di
Cipanas. Istilah ini merupakan padanan istilah Inggris Accute Respiratory Infections
disingkat ARI. Dalam lokakarya ISPA tersebut ada dua pendapat, pendapat pertama
memilih istilah ISPA (Infeksi Saluran Pernafasan Akut) dan pendapat kedua memilih
istilah ISNA (Infeksi Saluran Nafas Akut). Pada akhir lokakarya diputuskan untuk
memilih ISPA dan istilah ini pula yang dipakai hingga sekarang (Depkes RI, 2009).
Istilah ISPA mengandung tiga unsur, yaitu infeksi, saluran pernafasan dan akut.
Pengertian atau batasan masing-masing unsur adalah sebagai berikut (Depkes RI, 2002
dalam Yasir, 2009):
1) Infeksi adalah masuknya kuman atau mikroorganisme ke dalam tubuh manusia dan
berkembang biak sehingga menimbulkan gejala penyakit.
2) Saluran pernapasan adalah organ yang mulai dari hidung hingga alveoli beserta organ
adneksanya seperti sinus-sinus, rongga telinga tengah dan pleura. Dengan demikian
ISPA secara otomatis mencakup saluran pernafasan bagian atas, saluran pernafasan
bagian bawah (termasuk jaringan paru-paru) dan organ adneksa saluran pernafasan.
Dengan batasan ini maka jaringan paru-paru termasuk dalam saluran pernafasan
(respiratory tract).
3) Infeksi akut adalah infeksi yang berlangsung sampai dengan 14 hari ini. Batas 14 hari
ini diambil untuk menunjukkan proses akut meskipun untuk beberapa penyakit yang
dapat digolongakan ISPA proses ini dapat berlangsung lebih dari 14 hari (Depkes RI,
2002 dalam Yasir, 2009).
Pneumonia adalah proses akut yang mengenai jaringan paru-paru (alveoli).
Terjadinya pneumonia pada anak seringkali bersamaan dengan terjadinya proses infeksi
akut pada bronkus.
Etiologi ISPA
Etiologi ISPA terdiri lebih dari 300 jenis bakteri, virus dan riketsia. Bakteri
penyebab ISPA antara lain adalah dari genus Streptokokus, Stafilokokus, Pneumokokus,
Hemofillus, Bordetelia dan Korinebakterium. Virus penyebab ISPA antara lain adalah
golongan Miksovirus, Adnovirus, Koronavirus, Pikornavirus, Mikoplasma, Herpesvirus
(Depkes RI, 2009).
2.1.1 Klasifikasi ISPA
Dalam hal penentuan kriteria ISPA ini, penggunaan pola tatalaksana penderita
ISPA adalah balita, dengan gejala batuk dan atau kesukaran bernapas. Pola tatalaksana
penderita ini sendiri terdiri atas 4 bagian yakni pemeriksaan, penentuan ada tidaknya
tanda bahaya, penentuan klasifikasi penyakit, dan pengobatan juga tindakan. Menurut
(Misnadiarly, 2008) dalam penentuan Klasifikasi penyakit ISPA dibedakan atas 2
kelompok, yakni: untuk golongan umur di bawah 2 bulan dan untuk golongan umur 2
bulan-5 tahun.
1. Golongan Umur Kurang 2 Bulan
1.1) Pneumonia Berat
Bila disertai salah satu tanda tarikan kuat di dinding pada bagian bawah atau
napas cepat. Batas napas cepat untuk golongan umur kurang 2 bulan yaitu 60x per menit
atau lebih.
1.2) Bukan Pneumonia (batuk pilek biasa)
Bila tidak ditemukan tanda tarikan kuat dinding dada bagian bawah atau napas
cepat. Tanda Bahaya untuk golongan umur kurang 2 bulan, yaitu:
a. Kurang bisa minum (kemampuan minumnya menurun sampai kurang dari ½
volume yang biasa diminum)
b. Kejang
c. Kesadaran menurun
d. Stridor
e. Wheezing
f. demam/ dingin.
2. Golongan Umur 2 Bulan-5 Tahun
2.1) Pneumonia Berat
Bila disertai napas sesak yaitu adanya tarikan di dinding dada bagian bawah ke
dalam pada waktu anak menarik nafas (pada saat diperiksa anak harus dalam keadaan
tenang, tidak menangis atau meronta).
2.2) Pneumonia Sedang
Bila disertai napas cepat. Batas napas cepat ialah:
a) Untuk usia 2 bulan-12 bulan = 50 kali per menit atau lebih
b) Untuk usia 1-4 tahun = 40 kali per menit atau lebih.
2.3) Bukan Pneumonia
Bila tidak ditemukan tarikan dinding dada bagian bawah dan tidak ada napas
cepat.
Tanda bahaya untuk golongan umur 2 bulan-5 tahun yaitu:
a) Tidak bisa minum
b) Kejang
c) Kesadaran menurun
d) Stridor
e) gizi buruk.
2.1.2 Gejala ISPA
1) Gejala ISPA ringan
Seseorang anak dinyatakan menderita ISPA ringan jika ditemukan satu atau lebih
gejala-gejala sebagai berikut:
1.1) Batuk
1.2) Serak, yaitu anak bersuara parau pada waktu mengeluarkan suara (misal pada
waktu berbicara atau menangis).
1.3) Pilek, yaitu mengeluarkan lender atau ingus dari hidung.
1.4) Panas atau demam, suhu badan lebih dari 370 C atau jika dahi anak diraba.
2) Gejala ISPA sedang
Seseorang anak dinyatakan menderita ISPA ringan jika ditemukan satu atau lebih
gejala-gejala sebagai berikut:
2.1) Batuk
2.2) Serak, yaitu anak bersuara parau pada waktu mengeluarkan suara (misal pada waktu
berbicara atau menangis).
2.3) Pilek, yaitu mengeluarkan lender atau ingus dari hidung.
2.4) Panas atau demam, suhu badan lebih dari 370 C atau jika dahi anak diraba.
3) Gejala ISPA berat
Seorang anak dinyatakan menderita ISPA berat jika dijumpai gejala-gejala ISPA
ringan atau ISPA sedang disertai satu atau lebih gejala-gejala sebagai berikut:
3.1) Bibir atau kulit membiru.
3.2) Lubang hidung kembang kempis (dengan cukup lebar) pada waktu bernafas.
3.3) Anak tidak sadar atau kesadaran menurun.
3.4) Pernafasan berbunyi seperti orang mengorok dan anak tampak gelisah.
3.5) Sela iga tertarik ke dalam pada waktu bernafas.
3.6) Nadi cepat lebih dari 160 kali per menit atau tidak teraba.
3.7) Tenggorokan berwarna merah.
2.1.3 Penularan ISPA
Kuman penyakit ISPA ditularkan dari penderita ke orang lain melalui udara
pernapasan atau percikan ludah penderita. Pada prinsipnya kuman ISPA yang ada di
udara terhisap oleh pejamu baru dan masuk ke seluruh saluran pernafasan. Dari saluran
pernafasan kuman menyebar ke seluruh tubuh apabila orang yang terinfeksi ini rentan,
maka ia akan terkena ISPA (Depkes RI, 2002 dalam Yasir, 2009).
1) Bibir atau kulit membiru.
2) Lubang hidung kembang kempis (dengan cukup lebar) pada waktu bernafas.
3) Anak tidak sadar atau kesadaran menurun.
4) Pernafasan berbunyi seperti orang mengorok dan anak tampak gelisah.
5) Sela iga tertarik ke dalam pada waktu bernafas.
6) Nadi cepat lebih dari 160 kali per menit atau tidak teraba.
7) Tenggorokan berwarna merah.
2.2 Sanitasi Rumah
Sanitasi rumah adalah usaha kesehatan masyarakat yang menitikberatkan pada
pengawasan terhadap struktur fisik dimana orang menggunakannya untuk tempat tinggal
berlindung yang mempengaruhi derajat kesehatan manusia. Sarana sanitasi tersebut antara
lain ventilasi, suhu, kelembaban, kepadatan hunian, penerangan alami, konstruksi bangunan,
sarana pembuangan sampah, sarana pembuangan kotoran manusia dan penyediaan air bersih
(Azwar, 1990).
2.2.1 Ventilasi
Ventilasi yaitu proses penyediaan udara atau pengerahan udara ke atau dari ruangan
baik secara alami maupun secara mekanis. Fungsi dari ventilasi dapat dijabarkan sebagai
barikut (Prabu, 2009):
a. Mensuplai udara bersih yaitu udara yang mengandung kadar oksigen yang optimum bagi
pernapasan.
b. Membebaskan udara ruangan dari bau-bauan asap ataupun debu dan zat-zat pencemar
lain dengan pengenceran udara
c. Mensuplai panas agar hilang panas badan seimbang.
d. Mensuplai panas akibat hilangnya panas ruangan dan bangunan.
e. Mengeluarkan kelebihan udara panas yang disebabkan oleh radiasi tubuh, kondisi
evaporasi atupun keadaan ekternal.
f. Mendisfungsikan suhu udara secara merata (Prabu, 2009).
Ventilasi adalah usaha untuk memenuhi kondisi atmosfer yang menyenangkan dan
menyehatkan manusia. Berdasarkan kejadiannya, maka ventilasi dapat dibagi ke dalam dua
jenis, yaitu (Lubis, 2000):
2.2.1.1 Ventilasi alam
Ventilasi alam berdasarkan pada tiga kekuatan, yaitu: daya difusi dari gas-gas,
gerakan angin dan gerakan massa di udara karena perubahan temperatur. Ventilasi alam
ini mengandalkan pergerakan udara bebas (angin), temperatur udara dan kelembabannya.
Selain melalui jendela, pintu dan lubang angin, maka ventilasi pun dapat diperoleh dari
pergerakan udara sebagai hasil sifat porous dinding ruangan, atap dan lantai.
2.2.1.2 Ventilasi buatan
Pada suatu waktu, diperlukan juga ventilasi buatan dengan menggunakan alat
mekanis maupun elektrik. Alat-alat tersebut diantarana adalah kipas angin, exhauster dan
AC (air conditioner).
Persyaratan ventilasi yang baik adalah sebagai berikut:
a. Luas lubang ventilasi tetap minimal 5% dari luas lantai ruangan, sedangkan luas
lubang ventilasi insidentil (dapat dibuka dan ditutup) minimal 5% dari luas lantai.
Jumlah keduanya menjadi 10% dari luas lantai ruangan.
b. Udara yang masuk harus bersih, tidak dicemari asap dari sampah atau pabrik, knalpot
kendaraan, debu dan lain-lain.
c. Aliran udara diusahakan cross ventilation dengan menempatkan lubang ventilasi
berhadapan antar dua dinding. Aliran udara ini jangan sampai terhalang oleh
barangbarang besar, misalnya lemari, dinding, sekat dan lain-lain (Lubis, 2000).
Secara umum, penilaian ventilasi rumah dengan cara membandingkan antara luas
ventilasi dan luas lantai rumah, dengan menggunakan Role meter. Menurut indikator
pengawaan rumah, luas ventilasi yang memenuhi syarat kesehatan adalah 10% luas lantai
rumah dan luas ventilasi yang tidak memenuhi syarat kesehatan adalah < 10% luas lantai
rumah. Rumah dengan luas ventilasi yang tidak memenuhi syarat kesehatan akan
membawa pengaruh bagi penghuninya (Notoatmodjo, 2003).
Salah satu fungsi ventilasi adalah menjaga aliran udara di dalam rumah tersebut
tetap segar. Luas ventilasi rumah yang < 10% dari luas lantai (tidak memenuhi syarat
kesehatan) akan mengakibatkan berkurangnya konsentrasi oksigen dan bertambahnya
konsentrasi karbondioksida yang bersifat racun bagi penghuninya. Disamping itu, tidak
cukupnya ventilasi akan menyebabkan peningkatan kelembaban ruangan karena
terjadinya proses penguapan cairan dari kulit dan penyerapan. Kelembaban ruangan yang
tinggi akan menjadi media yang baik untuk tumbuh dan berkembang biaknya bakteri-
bakteri patogen termasuk kuman tuberkulosis (Notoatmodjo, 2003).
Selain itu, fungsi kedua ventilasi adalah untuk membebaskan udara ruangan dari
bakteri, virus dan riketsia terutama bakteri patogen seperti tuberkulosis, karena di situ
selalu terjadi aliran udara yang terus menerus. Bakteri yang terbawa oleh udara akan
selalu mengalir. Luas ventilasi yang tidak memenuhi syarat kesehatan akan
mengakibatkan terhalangngya proses pertukaran aliran udara dan sinar matahari yang
masuk ke dalam rumah, akibatnya kuman tuberkulosis yang ada di dalam rumah tidak
dapat keluar dan ikut terhisap bersama udara pernafasan (Notoatmodjo, 2003).
2.2.2 Pencahayaan
Pencahayaan alami ruangan rumah adalah penerangan yang bersumber dari sinar
matahari (alami), yaitu semua jalan yang memungkinkan untuk masuknya cahaya matahari
alamiah, misalnya melalui jendela atau genting kaca. Cahaya berdasarkan sumbernya
dibedakan menjadi dua jenis, yaitu (Notoatmodjo, 2003):
a. Cahaya Alamiah
Cahaya alamiah yakni matahari. Cahaya ini sangat penting, karena dapat
membunuh bakteri-bakteri patogen di dalam rumah, misalnya kuman TBC. Oleh karena
itu, rumah yang cukup sehat seyogyanya harus mempunyai jalan masuk yang cukup
(jendela), luasnya sekurang-kurangnya 15% - 20%. Perlu diperhatikan agar sinar
matahari dapat langsung ke dalam ruangan, tidak terhalang oleh bangunan lain. Fungsi
jendela disini selain sebagai ventilasi, juga sebagai jalan masuk cahaya. Selain itu jalan
masuknya cahaya alamiah juga diusahakan dengan genteng kaca (Notoatmodjo, 2003).
b. Cahaya Buatan
Cahaya buatan yaitu cahaya yang menggunakan sumber cahaya yang bukan
alamiah, seperti lampu minyak tanah, listrik, api dan lain-lain. Kualitas dari cahaya
buatan tergantung dari terangnya sumber cahaya (brightness of the source). Pencahayaan
buatan bisa terjadi dengan 3 cara, yaitu direct, indirect, semi direct atau general diffusing
(Notoatmodjo, 2003).
Secara umum pengukuran pencahayaan terhadap sinar matahari adalah dengan
menggunakan lux meter, yang diukur ditengah-tengah ruangan, pada tempat setinggi < 84
cm dari lantai, dengan ketentuan tidak memenuhi syarat kesehatan bila < 50 lux atau >
300 lux, dan memenuhi syarat kesehatan bila pencahayaan rumah antara 50-300 lux
(Lubis, 2003).
2.2.3 Suhu Udara
Suhu adalah panas atau dinginnya udara yang dinyatakan dengan derajat tertentu.
Suhu udara dan kelembaban ruangan sangat dipengaruhi oleh penghawaan dan
pencahayaan. Penghawaan yang kurang atau tidak lancar akan menjadikan ruangan terasa
pengap atau sumpek dan akan menimbulkan kelembaban tinggi dalam ruangan. Untuk
mengatur suhu udara dan kelembaban normal untuk ruangan dan penghuni dalam
melakukan kegiatannya, perlu memperhatikan:
1. Keseimbangan penghawaan antara volume udara yang masuk dan keluar.
2. Pencahayaan yang cukup pada ruangan dengan perabotan tidak bergerak.
3. Menghindari perabotan yang menutupi sebagian besar luas lantai ruangan. (Menteri
Pekerjaan Umum, 2006)
Umumnya bakteri akan terbunuh pada suhu antara 82 sampai 93 derajat Celcius.
Meskipun demikian spora bakteri tidak akan terbunuh pada suhu air mendidih 100 derajat
Celcius selama 30 menit (Prabu, 2009).
2.2.4 Kepadatan Penghuni
Kepadatan penghuni adalah perbandingan antara luas lantai rumah dengan jumlah
anggota keluarga dalam satu rumah tinggal. Persyaratan kepadatan hunian untuk seluruh
perumahan biasa dinyatakan dalam m² per orang. Luas minimum per orang sangat relatif,
tergantung dari kualitas bangunan dan fasilitas yang tersedia. Untuk perumahan sederhana,
minimum 9 m²/orang. Untuk kamar tidur diperlukan minimum 3 m²/orang. Kamar tidur
sebaiknya tidak dihuni > 2 orang, kecuali untuk suami istri dan anak dibawah dua tahun.
Apabila ada anggota keluarga yang menjadi penderita penyakit tuberkulosis sebaiknya tidak
tidur dengan anggota keluarga lainnya. Secara umum penilaian kepadatan penghuni dengan
menggunakan ketentuan standar minimum, yaitu kepadatan penghuni yang memenuhi
syarat kesehatan diperoleh dari hasil bagi antara luas lantai dengan jumlah penghuni > 9
m²/orang dan kepadatan penghuni tidak memenuhi syarat kesehatan bila diperoleh hasil
bagi antara luas lantai dengan jumlah penghuni < 9 m²/orang (Lubis, 2003).
Kepadatan penghuni dalam satu rumah tinggal akan memberikan pengaruh bagi
penghuninya. Luas rumah yang tidak sebanding dengan jumlah penghuninya akan
menyebabkan perjubelan (overcrowded). Hal ini tidak sehat karena disamping
menyebabakan kurangnya konsumsi oksigen, juga bila salah satu anggota keluarga terkena
penyakit infeksi, terutama tuberkulosis akan mudah menular kepada anggota keluarga yang
lain (Notoatmodjo, 2003).
2.2.5 Pencemaran Udara Dalam Rumah
Asap rokok dan asap hasil pembakaran bahan bakar untuk memasak dengan
konsentrasi tinggi dapat merusak mekanisme pertahan paru sehingga akan memudahkan
timbulnya ISPA. Hal ini dapat terjadi pada rumah yang keadaan ventilasinya kurang dan
dapur terletak di dalam rumah, bersatu dengan kamar tidur, ruang tempat bayi dan anak
balita bermain. Hal ini lebih dimungkinkan karena bayi dan anak balita lebih lama berada di
rumah bersama-sama ibunya sehingga dosis pencemaran tentunya akan lebih tinggi (Prabu,
2009).
Racun yang dibawa Asap rokok dengan 4000 jenis senyawa kimianya yang
berbahaya, merupakan pemicu asma yang utama. Asap tembakau menggangu saluran
pernafasan di paru-paru, yang menyebabkan sel-selnya menghasilkan dahak dalam jumlah
yang banyak. Gerakan paru-paru yang biasa dalam membersihkan diri juga akan
terpengaruh sehingga dahak dan zat pengganggu (irritant) lainnya tidak dibuang. Hal ini
berarti bahwa para perokok dan mereka yang terkena asap rokok lebih mudah mendapat
infeksi dada dan tenggorokan (Bustan, 2000).
Hasil penelitian diperoleh adanya hubungan antara ISPA dan polusi udara,
diantaranya ada peningkatan resiko bronchitis, pneumonia pada anak-anak yang tinggal di
daerah lebih terpolusi, dimana efek ini terjadi pada kelompok umur 9 bulan dan 6 – 10
tahun (Prabu, 2009).
2.3 Kerangka Teori
Gambar 2 Kerangka teori penelitian
2.4 Kerangka Konsep Penelitian
2.4.1 Kerangka konsep variabel
Keterangan:
: Variabel yang diteliti
: Variabel Dependen
: Variabel Independen
Gambar 3 Kerangka Konsep Penelitian
2.4.2 Uraian kerangka berpikir penelitian
Ventilasi rumah mempunyai banyak fungsi. Yang pertama adalah untuk menjaga
agar aliran udara di dalam rumah tersebut tetap segar. Hal ini berarti keseimbangan O2
yang diperlukan oleh penghuni rumah tersebut tetap terjaga. Kurangnya ventilasi akan
menyebabkan kurangnya O2 di dalam rumah yang berarti kadar CO2 yang bersifat racun
akan meningkat . Tidak cukupnya ventilasi juga akan menyebabkan kelembaban udara di
dalam ruangan naik karena terjadinya proses penguapan cairan dari kulit dan penyerapan.
Kelembaban ini akan merupakan media yang baik untuk bakteri-bakteri, patogen
(bakteri-bakteri penyebab penyakit). Fungsi kedua dari ventilasi adalah untuk
membebaskan udara ruangan dari bakteri-bakteri, terutama bakteri patogen, karena terjadi
aliran udara yang terus menerus. Fungsi lain adalah untuk menjaga agar ruangan rumah
selalu tetap di dalam kelembaban yang optimum.
Kejadian ISPA Pada Balita
Sanitasi Rumah
Rumah yang sehat memerlukan cahaya yang cukup, tidak kurang dan tidak terlalu
banyak. Kurangnya cahaya yang masuk ke dalam rumah, terutama cahaya matahari,
disamping kurang nyaman, juga merupakan media atau tempat yang baik untuk hidup dan
berkembangnya bibit penyakit.
Suhu adalah panas atau dinginnya udara yang dinyatakan dengan derajat tertentu.
Secara umum, penilaian suhu udara rumah menggunakan termometer ruangan. Suhu
udara dan kelembaban ruangan sangat dipengaruhi oleh penghawaan dan pencahayaan.
Penghawaan yang kurang atau tidak lancar akan menjadikan ruangan terasa pengap atau
sumpek dan akan menimbulkan kelembaban tinggi dalam ruangan.
Pemanfaatan atau penggunaan rumah perlu sekali diperhatikan. Banyak rumah
yang secara teknis memenuhi syarat kesehatan, tetapi apabila penggunaannya tidak sesuai
dengan peruntukannya, maka dapat terjadi gangguan kesehatan. Misalnya rumah yang
dibangun untuk dihuni oleh empat orang tidak jarang dihuni oleh lebih dari semestinya.
Hal ini sering dijumpai, karena biasanya pendapatan keluarga itu berbanding terbalik
dengan jumlah anak atau anggota keluarga. Dengan demikian keluarga yang besar
seringkali hanya mampu membeli rumah yang kecil dan sebaliknya. Hal ini sering tidak
mendapat perhatian dan terus membangun rumah menjadi sangat sederhana dan sangat
kecil bagi yang kurang mampu.
Asap rokok dan asap hasil pembakaran bahan bakar untuk memasak dengan
konsentrasi tinggi dapat merusak mekanisme pertahan paru sehingga akan memudahkan
timbulnya ISPA. Hal ini dapat terjadi pada rumah yang keadaan ventilasinya kurang dan
dapur terletak di dalam rumah, bersatu dengan kamar tidur, ruang tempat bayi dan anak
balita bermain. Hal ini lebih dimungkinkan karena bayi dan anak balita lebih lama berada
di rumah bersama-sama ibunya sehingga dosis pencemaran tentunya akan lebih tinggi.
2.5 Hipotesis Statistika
Ada hubungan sanitasi rumah dengan kejadian ISPA pada balita di wilayah kerja
Puskesmas Marisa Kecamatan Marisa Kabupaten Pohuwato tahun 2012.