Upload
vocong
View
227
Download
0
Embed Size (px)
Citation preview
BAB II
KAJIAN PUSTAKA
2.1 Pengertian Peran
Didalam kamus besar bahasa Indonesia peran ialah perangkat tingkah laku yang
diharapkan dimiliki oleh orang yang berkedudukan di masyarakat (E.St. Harahap, dkk,
2007: 854). Sedangkan makna peran yang dijelaskan dalam status, kedudukan dan p eran
dalam masyarakat, dapat dijelaskan melalui beberapa cara, yaitu pertama penjelasan historis.
Menurut penjelasan historis, konsep peran semula dipinjam dari kalangan yang memiliki
hubungan erat dengan drama atau teater yang hidup subur pada zaman yunani kuno atau
romawi. Dalam hal ini, peran berarti karakter yang disandang atau dibawakan oleh seorang
aktor dalam sebuah pentas dengan lakon tertentu. Kedua, pengertian peran menurut ilmu
sosial. Peran dalam ilmu sosial berarti suatu fungsi yang dibawakan seseorang ketika
menduduki jabatan tertentu, seseorang dapat memainkan fungsinya karena posisi yang
didudukinya tersebut.
Jadi, dari uraian tersebut dapat disimpulkan bahwa pengertian peran guru adalah
perangkat tingkah laku atau tindakan yang dimiliki seseorang dalam memberikan ilmu
pengetahuan kepada anak didik. Seseorang dikatakan menjalankan peran manakala ia
menjalankan hak dan kewajiban yang disandangnya.
2.2 Pengertian Bank
Pengertian Bank Menurut UU No.10 Thn 1998 adalah badan usaha yang
menghimpun dana dari masyarakat dalam bentuk simpanan dan menyalurkannya kepada
masyarakat dalam bentuk kredit dan/atau bentuk-bentuk lainnya dalam rangka
meningkatkan taraf hidup rakyat banyak.
Pengertian Bank Menurut Kasmir dalam bukunya Manajemen Perbankan, secara
sederhana bank dapat diartikan sebagai “lembaga keuangan yang kegiatan utamanya adalah
menghimpun dana dari masyarakat dan menyalurkan kembali dana tersebut ke masyarakat
serta memberikan jasa bank lainnya”.
1.3 Jenis-jenis Bank
Berbicara mengenai jenis jenis bank, maka dilihat dari fungsinya jenis jenis bank ada
3 (tiga) yaitu :
1) Bank Umum, yaitu merupakan bank yang bertugas melayani seluruh jasa-jasa
perbankan baik secara konvensional maupun syariah, serta melayani segenap lapisan
masyarakat, baik masyarakat perorangan maupun lembaga-lembaga lainnya. Bank
umum juga dikenal dengan nama bank komersil (Dahlan S. 2005:276).
2) Bank Perkreditan Rakyat (BPR), yaitu Bank Perkreditan Rakyat (BPR) adalah
bank yang melaksanakan kegiatan usaha secara konvensional atau berdasarkan prinsip
syariah yang dalam kegiatannya tidak memberikan jasa dalam lalu lintas pembayaran
(Kasmir 2002:33:34). Artinya disini BPR jauh lebih sempit jika dibandingkan dengan
kegiatan bank umum. Sesuai dengan pendapat di atas, dapat dijelaskan kembali bahwa
pada dasarnya Bank Perkreditan Rakyat (BPR) dalam menyediakan berbagai fasilitas
sama halnya dengan bank umum, tetapi kegiatan operasional di Bank Perkreditan
Rakyat (BPR) tidak seluas dibandingkan dengan kegiatan yang ada di bank umum
terutama dalam memberikan jasa dalam lalu lintas pembayaran
3) Bank Sentral, yaitu Bank sentral adalah suatu institusi yang bertanggung jawab
untuk menjaga stabilitas harga atau nilai suatu mata uang yang berlaku di negara
tersebut, yang dalam hal ini dikenal dengan istilah inflasi atau naiknya harga-harga
yang dalam arti lain turunnya suatu nilai uang. Bank Sentral menjaga agar tingkat
inflasi terkendali dan selalu berada pada nilai yang serendah mungkin atau pada posisi
yang optimal bagi perekonomian (low/zero inflation), dengan mengontrol
keseimbangan jumlah uang dan barang. Apabila jumlah uang yang beredar terlalu
banyak maka bank sentral dengan menggunakan instrumen dan otoritas yang
dimilikinya.
1.4 Peran Bank Indonesia
Sebagai bank sentral, Bank Indonesia memiliki lima peran utama dalam menjaga
stabilitas sistem keuangan. Kelima peran utama yang mencakup kebijakan dan instrumen
dalam menjaga stabilitas sistem keuangan itu adalah:
Pertama, Bank Indonesia memiliki tugas untuk menjaga stabilitas moneter antara
lain melalui instrumen suku bunga dalam operasi pasar terbuka. Bank Indonesia dituntut
untuk mampu menetapkan kebijakan moneter secara tepat dan berimbang. Hal ini
mengingat gangguan stabilitas moneter memiliki dampak langsung terhadap berbagai aspek
ekonomi. Kebijakan moneter melalui penerapan suku bunga yang terlalu ketat, akan
cenderung bersifat mematikan kegiatan ekonomi, begitu pula sebaliknya. Oleh karena itu,
untuk menciptakan stabilitas moneter, Bank Indonesia telah menerapkan suatu kebijakan
yang disebut inflation targeting framework.
Kedua, Bank Indonesia memiliki peran vital dalam menciptakan kinerja lembaga
keuangan yang sehat, khususnya perbankan. Penciptaan kinerja lembaga perbankan seperti
itu dilakukan melalui mekanisme pengawasan dan regulasi. Seperti halnya di negara-negara
lain, sektor perbankan memiliki pangsa yang dominan dalam sistem keuangan. Oleh sebab
itu, kegagalan di sektor ini dapat menimbulkan ketidakstabilan keuangan dan mengganggu
perekonomian. Untuk mencegah terjadinya kegagalan tersebut, sistem pengawasan dan
kebijakan perbankan yang efektif haruslah ditegakkan. Selain itu, disiplin pasar melalui
kewenangan dalam pengawasan dan pembuat kebijakan serta penegakan hukum (law
enforcement) harus dijalankan. Bukti yang ada menunjukkan bahwa negara-negara yang
menerapkan disiplin pasar, memiliki stabilitas sistem keuangan yang kokoh. Sementara itu,
upaya penegakan hukum (law enforcement) dimaksudkan untuk melindungi perbankan dan
stakeholder serta sekaligus mendorong kepercayaan terhadap sistem keuangan. Untuk
menciptakan stabilitas di sektor perbankan secara berkelanjutan, Bank Indonesia telah
menyusun arsitektur perbankan Indonesia dan rencana implementasi Basel II.
Ketiga, Bank Indonesia memiliki kewenangan untuk mengatur dan menjaga
kelancaran sistem pembayaran. Bila terjadi gagal bayar (failure to settle) pada salah satu
peserta dalam sistem sistem pembayaran, maka akan timbul risiko potensial yang cukup
serius dan mengganggu kelancaran sistem pembayaran. Kegagalan tersebut dapat
menimbulkan risiko yang bersifat menular (contagion risk) sehingga menimbulkan
gangguan yang bersifat sistemik. Bank Indonesia mengembangkan mekanisme dan
pengaturan untuk mengurangi risiko dalam sistem pembayaran yang cenderung semakin
meningkat. Antara lain dengan menerapkan sistem pembayaran yang bersifat real time atau
dikenal dengan nama sistem RTGS (Real Time Gross Settlement) yang dapat lebih
meningkatkan keamanan dan kecepatan sistem pembayaran. Sebagai otoritas dalam sistem
pembayaran, Bank Indonesia memiliki informasi dan keahlian untuk mengidentifikasi risiko
potensial dalam sistem pembayaran.
Keempat, melalui fungsinya dalam riset dan pemantauan, Bank Indonesia dapat
mengakses informasi-informasi yang dinilai mengancam stabilitas keuangan. Melalui
pemantauan secara macroprudential, Bank Indonesia dapat memonitor kerentanan sektor
keuangan dan mendeteksi potensi kejutan (potential shock) yang berdampak pada stabilitas
sistem keuangan. Melalui riset, Bank Indonesia dapat mengembangkan instrumen dan
indikator macroprudential untuk mendeteksi kerentanan sektor keuangan. Hasil riset dan
pemantauan tersebut, selanjutnya akan menjadi rekomendasi bagi otoritas terkait dalam
mengambil langkah-langkah yang tepat untuk meredam gangguan dalam sektor keuangan.
Kelima, Bank Indonesia memiliki fungsi sebagai jaring pengaman sistim keuangan
melalui fungsi bank sentral sebagai Lender of the Last Resort (LoLR). Fungsi LoLR
merupakan peran tradisional Bank Indonesia sebagai bank sentral dalam mengelola krisis
guna menghindari terjadinya ketidakstabilan sistem keuangan. Fungsi sebagai LoLR
mencakup penyediaan likuiditas pada kondisi normal maupun krisis. Fungsi ini hanya
diberikan kepada bank yang menghadapi masalah likuiditas dan berpotensi memicu
terjadinya krisis yang bersifat sistemik. Pada kondisi normal, fungsi LoLR dapat diterapkan
pada bank yang mengalami kesulitan likuiditas temporer namun masih memiliki
kemampuan untuk membayar kembali. Dalam menjalankan fungsinya sebagai LoLR, Bank
Indonesia harus menghindari terjadinya moral hazard. Oleh karena itu, pertimbangan risiko
sistemik dan persyaratan yang ketat harus diterapkan dalam penyediaan likuiditas tersebut.
Bank Indonesia sebagai Bank Sentral Republik Indonesia memiliki tujuan mencapai
dan memelihara kestabilan nilai rupiah. Untuk mencapai tujuan tersebut, Bank Indonesia
memiliki tugas di bidang moneter, Sistem Pembayaran (SP), dan Stabilitas Sistem
Keuangan (SSK). Sebagaimana diketahui bahwa pelaksanaan kebijakan moneter
membutuhkan dukungan Sistem Pembayaran yang handal. Untuk mewujudkan suatu sistem
pembayaran yang handal dibutuhkan suatu sistem keuangan yang stabil. Sistem keuangan
yang stabil tersebut tidak terlepas dari efektivitas dari kebijakan moneter.
Secara sederhana, sistem pembayaran dibagi menjadi sistem pembayaran tunai dan
sistem pembayaran non tunai. Sistem Pembayaran tunai merupakan sistem pembayaran
yang menggunakan uang kartal sebagai alat pembayaran, sedangkan sistem pembayaran non
tunai mengacu pada sistem pembayaran yang tidak menggunakan uang kartal sebagai alat
pembayaran, sebagaimana gambar di bawah ini.
Gambar 2.1 Peran Bank Indonesia dalam SPN dan GNNT, SNKI 2011
Sumber: Surat Edaran Bank Indonesia Tahun 2011
Untuk menjalankan Principles for Innovative Financial Inclusion yang ditetapkan
pada forum G20 dalam mewujukan Keuangan Inklusif di Indonesia, maka dibutuhkan 9
kondisi yaitu: 1. Leadership; 2. Diversity; 3. Innovation; 4. Protection; 5. Empowerment; 6.
Cooperation. 7. Knowledge; 8. Proportionality; dan 9. Framework. Hal ini menjadi mandat
bagi Bank Indonesia untuk menjalankan model-model layanan keuangan yang dapat
menjangkau seluruh masyarakat Indonesia yang berada di seluruh wilayah dan daerah,
termasuk daerah remote.
Untuk dapat memfasilitasi mandat tersebut, maka suatu proses innovation menjadi
bagian yang harus diperhatikan dan mendapatkan porsi yang penting, sebagaimana diagram
di bawah ini:
Gambar 2.2 Permasalahan, Jenis Layanan, Pendekatan & Solusi SNKI
Sumber: Surat Edaran Bank Indonesia Tahun 2011
Dengan mengembangkan pola berpikir di bawah ini, maka proses layanan
pembayaran non tunai diharapkan akan menjadi salah satu bagian penting dalam proses
transformasi yang terjadi dalam program elektronifikasi yang menjadi bagian dari
infrastruktur Keuangan Inklusif di Indonesia, sebagaimana diagram di bawah ini:
20
• Besarnya jumlah unbanked (FI Index Indonesia 2010 = 19,6%
• Sebaran unbanked sampai ke pelosok
• Tingginya inequality (gini ratio meningkat 2010= 0,37 menjadi 2012=0,41)
• Rendahnya financial literacy
• Produk & jasa yang tidak sesuai
• Kompleksnya proses bisnis
• Saluran distribusi yang tidak sesuai
Inovasi
• Mudah
• Terjangkau
• Harga murah
• Aman & Terpercaya
• Nyaman
• Proporsional
Permasalahan
• Saluran
• Produk
• Regulasi • Proses
Bisnis
• Media/
Perangkat
• Edukasi
Layanan
yang diperlukan
Solusi
Layanan Keuangan Digital**
PBI 16/8
SE BI 16/12/DPAU
SE BI 16/11/DKSP
Pendekatan
TransferSimpananAsuransi
Kredit
KeepingDimulai dg mengajarkan masyarakat menyimpan dlm bentuk non cash.
Gambar 2.3 Tahapan dalam Proses Layanan Keuangan Digital (LKD)
Sumber: Surat Edaran Bank Indonesia Tahun 2011
• Feasible
• Eligible
• Bank
• Non Bank
• Agent
Credit scheme
Basic Saving & E-money
Financial track record
Feasible and Bankable Banking Transaction
• account • Database
Debitur Potensial
Depositors (banked)
Branchless Banking
= proces
= evolution
Unbanked
people
Keeping Menabung Produk Keuangan Lainnya
loan
development, product,
infrastructure, etc
time
Kemampuan pengelolaan keuangan/ kesejahteraan
Financial “Service” Deepening
UMKKeuangan
Unbanked People Individu, unit usaha
Nasabah Bank Individu, Unit usaha Mikro, Kecil, Menengah
Nasabah UMKM Program bantuan pemerintah (BLT, PKH, dll)
Banked People
Kredit Program Payment/Transfer
21
Perkembangan teknologi informasi yang sangat pesat dalam satu dekade terakhir
merupakan faktor pendorong berkembangnya sistem pembayaran non tunai terkait dengan
sifat transaksi yang terintegrasi dengan teknologi informasi. Selain itu, transaksi non tunai
memang lebih praktis dan efisien karena pengguna tidak perlu repot menghitung uang saat
pembayaran dan saat menerima pengembalian.
Oleh sebab itu, Bank Indonesia menerbitkan PBI No. 16/1/PBI/2014 tentang
Perlindungan Konsumen Jasa Sistem Pembayaran sebagai panduan aspek perlindungan
konsumen serta PBI No. 16/8/PBI/2014 tentang Perubahan atas PBI No. 11/12/PBI/2009
tentang Uang Elektronik (Electronic Money).
Sebagai langkah konkret untuk mendorong peningkatan transaksi non tunai, Bank
Indonesia telah meluncurkan Gerakan Nasional Non Tunai (GNNT) yang ditandai dengan
penandatanganan Memorandum of Understanding (MoU) antara Bank Indonesia dengan 4
(empat) lembaga negara yaitu Kementerian Keuangan, Kemenko Perekonomian, Asosiasi
Pemerintah Provinsi Seluruh Indonesia (APPSI), dan Pemerintah Provinsi DKI Jakarta
mengenai kerjasama dalam rangka memperluas akses layanan keuangan dan edukasi kepada
masyarakat serta penggunaan transaksi non tunai dalam penyelenggaran kegiatan sesuai
kewenangan lembaga masing-masing.
1.5 Pengertian Gerakan Nasional Non Tunai (GNNT)
GNNT merupakan salah satu program nyata untuk melakukan edukasi dan
sosialisasi kepada masyarakat melalui praktik penggunaan instrument non tunai uang
elektronik secara langsung sehingga pengguna menjadi terbiasa dan mulai merasa nyaman
untuk menggunakan instrument pembayaran non tunai. Gerakan yang dicanangkan oleh
Bank Indonesia bersama Pemerintah, pada 14 Agustus 2014 dengan memberikan peran
masing-masing sebagai gambar di bawah ini:
Gambar 2.4 Upaya Mempengaruhi dari sisi Demand
Sumber: Surat Edaran Bank Indonesia Tahun 2011
Gambar 2.5 Upaya Mempengaruhi dari Sisi Supply
Sumber: Surat Edaran Bank Indonesia Tahun 2011
• Mendorong perubahan perilaku: kewajiban penggunaan Uang Elektronik di Transjakarta dan KCJ
• Rencana pembatasan transaksi tunai
• Program bantuan pemerintah secara non tunai: BSM, PKH dan BPJS
• Lembaga pemerintah menggunakan pembayaran non tunai untuk PNBP (Pendapatan Negara Bukan
Pejak), dari posisi potensi APBD tahun 2003 yang mencapai besar Rp 300T menjadi posisi 2013 sebesar
Rp1.800T
• Dengan ditandatanganinya MoU dan deklarasi GNNT 14 Agustus 2014, peluang mempengaruhi
transaksi non tunai yang dilakukan oleh pemerintah semakin terbuka lebar
Dalam melakukan program transformsi tunai ke non tunai, secara garis besar berada
dalam program elektronifikasi, dimana defisini elektronifikasi dari beberapa sumber adalah
sebagai berikut:
a. Electronification is changing something from a paper based system to an
electronic system” (Urban Dictionary);
b. Electronification is the movement of information and/or transfer of funds through
electronic means” (Jeffery, Craigh A, The Impact of Electronification on the Balance
Sheet, 2005); atau
c. Electronic payments can be widely defined as payments that are initiated,
processed, transferred, and received electronically which is regulated and supervised by
central bank” (E-payment Without Frontier, ECB, 2014).
Yang secara sederhana menterjemahkan electronicficasi sebagai suatu upaya terpadu
dan terintegrasi untuk mengubah pembayaran dari tunai menjadi non tunai. Analisis dan
pola berfikir dalam melihat suatu proses transformasi berpikir dari program non tunai adalah
sebagai berikut:
Gambar 2.6 Gap Analysis tentang Evaluasi Transformasi Tunai Non Tunai
Sumber: Surat Edaran Bank Indonesia Tahun 2011
Bagaimana dengan penerapan dasar-dasar proses transformasi tunai kepada non
tunai itu dapat memberikan rasa kebutuhan dan manfaat positif bagi pengguna, kita bisa
PEOPLE BEHAVIOUR : Penggunaan instrumen
di perkotaan masih rendah
Hampir seluruh masyarakat pedesaan masih belum mengenal transaksi non tunai
KOORDINASI KELEMBAGAAN DAN REGULASI :
Koordinasi masih perlu disempurnakan untuk mendukung elektronifikasi
Kerangka Hukum SP perlu dilengkapi untuk mendorong masyarakat bertransaksi non tunai
PELAKU INDUSTRI SISTEM PEMBAYARAN :
Penyelenggaraan yang sesuai dengan kebutuhan masyarakat, efisien (biaya terjangkau), dan tersedia di seluruh wilayah
Penyelenggaraan layanan yang didominasi oleh pelaku industri domestik
KETERSEDIAAN LAYANAN SISTEM PEMBAYARAN : Layanan non tunai untuk berbagai
aktivitas transaksi yang diproses
secara terintegrasi, merata dan
“shared”
PEOPLE BEHAVIOUR : Masyarakat perkotaan
yang dominan bertransaksi non tunai
Sebagian besar masyarakat pedesaan memahami dan mau menggunakan instrumen non tunai
KONDISI SP RITEL SAAT INI
GAP ANALYSIS
KETERSEDIAAN LAYANAN SISTEM PEMBAYARAN : Layanan, Infrastruktur, dan Instrumen Sistem Pembayaran sudah lengkap dan memadai namun masih banyak ruang untuk penyempurnaan
PELAKU INDUSTRI SISTEM PEMBAYARAN :
Belum tercipta sinergi bank dan non bank untuk ketersediaan dan jangkauan layanan
Pelaku industri masih didominasi oleh pelaku asing
STRATEGI : 1. Elektronifikasi transaksi layanan pemerintah 2. Elektronifikasi melalui keuangan Inklusif : Layanan kepada masyarakat unbanked
TARGET ELEKTRONIFIKASI : 1. Transaksi SP Ritel 2,4 x GDP 2. LKD 10.000 Agen dan 500.000 rekening
Koordinasi Kelembagaan
dan Regulasi Untuk
Tujuan Elektronifikasi
Pelaku Industri Sistem
Pembayaran
Ketersediaan Layanan
Sistem Pembayaran
People Behaviour
KOORDINASI KELEMBAGAAN DAN REGULASI :
Forum koordinasi antara BI dengan otoritas/lembaga terkait SP untuk dukungan pengembangan elektronifikasi
Sinergi antar penyelenggara (bank dan non bank)
melihat bahwa syarat non tunai digemari antara lain harus memenuhi hal-hal sebagai
berikut:
a. Easy to use, secure and convinience, transaksi mudah, aman dan nyaman
b. All Inclusive, akses layanan pembayaran yang luas dan menjangkau seluruh
wilayah dan lapisan masyarakat
c. All Method of payment, menggunakan seluruh metode pembayaran
d. All Integrated, layanan yang terkoneksi dan interoperable
e. More efficient, mekanisme pembayaran yang efisien dan harga yang terjangkau
Bagaimana strategi yang akan dilakukan oleh Bank Indonesia dalam menjalankan
perannya sebagai pelaku transformasi itu sendiri, dapat dilihat dalam tahapan di bawah ini,
dengan target pada tahun 2024, maka pencapaian user yang bertransaksi dengan non tunai
mencapai angka 4x angka GDP 2024. Hal ini sesuai dengan mapping nasional tentang hal
ini sebagaimana gambar 6 di bawah ini:
Gambar 2.7 Staging Transformasi dan Target Non Tunai via Elektronifikasi
Sumber: Surat Edaran Bank Indonesia Tahun 2011
Sedangkan dalam gambaran kemudahannya dicerminkan pada diagram di bawah ini:
Gambar 2.8 strategi yang akan dilakukan oleh Bank Indonesia dalam menjalankan perannya
sebagai pelaku transformasi
Kondisi Saat Ini :
• Transaksi SP ritel 1.68 x GDP
• Belum terdapat infrastruktur non tunai utk layanan public & pemerintah
• Saluran distribusi yang perlu diperluas
2015
• Transaksi SP Ritel 2,4 x GDP
• Penyusunan roadmap elektronifikasi retail payment
• MoU/PKS dilengkapi dengan Bisnis Model dan Strategi Layanan Transaksi Non Tunai untuk transaksi pembayaran pemerintah
2024 :
• Transaksi SP ritel 4 x GDP
Sumber: Surat Edaran Bank Indonesia Tahun 2011
Berdasarkan survei terhadap uang elektronik sebagai metode pembayaran terlihat
meningkat dari survei awal ke survei akhir. Peningkatan ini disebabkan oleh beberapa
indikator yaitu meningkatnya responden yang mendengar istilah uang elektronik,
meningkatnya responden yang memiliki uang elektronik, dan meningkatnya pemahaman
responden terhadap provider uang elektronik.
Hasil survei sebelum implementasi GNNT hanya tiga belas persen responden yang
mendengar uang elektronik, dan meningkat signifikan menjadi seratus persen pasca
Praktis
Efisiensi
Rupiah
Menekan biaya pengelolaan uang rupiah dan cash
handling,
Akses
Lebih
LuasMeningkatkan
akses masyarakat ke dalam sistem
pembayaran
Efisiensi
Transaksi
Meningkatkan sirkulasi uang dalam
perekonomian (velocity of money)
Membantu usaha pencegahan dan
identifikasi kejahatan kriminal
Transparansi Transaksi
implemnetasi GNNT. Hal ini disebabkan adanya edukasi melalui rangkaian kegiatan
GNNT, mulai dari sosialisasi, Pusat Informasi LCS, Talkshow, Pekan Non Tuni dan Bazar
Non Tunai yang dilakukan oleh Bank Indonesia dan Perbankan.
Gambar 2.9 Prosentase Responden Mendengah Istialh Uang Elektronik
Sumber: Survei GNNT 2014
Dari sisi kepemilikan uang elektronik, hasil survei juga menunjukkan peningkatan
yang signifikan. Jumlah responden yang memilkik uang elektronik pasca GNNT adalah
seratus persen jauh meningkat dari sebelum implementasi GNNT yang hanya sebelas
persen. Kondisi ini sama dengan jumlah responden yang mengetahui uang elektronik pasca
implemntasi GNNT yaitu seratus persen.
Grafik 2.10 Responden yang memiliki uang elektronik
Sumber: Survei GNNT 2014
Seluruh responden yang mendengar dan menggunakan uang elektronik pada survei
akhir ketika responden ditanyakan provider uang elektronik, mereka menjawab sebagian
besar BNI dua puluh persen, BRI Sembilan belas persen, BANK permata delapan belas
persen, CIMB Niaga lima belas persen, BCA lima belas persen dan Bank Mandiri empat
belas persen. Kondisi ini mengalami peningkata yang dimana pada survei awal responden
yang tidak tahu sebesar delapan puluh tujuh persen, BNI satu persen, Bank Permata satu
persen, CIMB Niaga dua persen, Bank Mandiri satu persen, BCA empat persen, BNI tiga
persen, dan BRI dua persen. Peningkatan pemahaman tersebut dikarenakan meningkatnya
responden yang mengetahui dan menggunakan uang elektronik sesuai dengan penjelasan
sebelumnya dan adanya kerjasama dari beberapa bank berupa sosialisai mengenai uang
elektronik.
Gambar 2.11 Provider Yang Terlintas Jika Menyebut Uang Elektronik
11%
100% 89%
0
Survei awal survei akhir
Memiliki tidak
Sumber: Survei GNNT 2014
Responden yang menggunakan uang elektronik pada survei akhir adalah sebagian
besar menggunakan provider BRIZZI dua puluh lima persen, FLAZZ Card Sembilan belas
persen, T-Cash enam belas persen, dan E-Money tujuh persen.
Gambar 2.12 Instansi Yang Saat Ini Menggunakan Uang Elektronik
Sumber: Survei GNNT 2014
1.6 Tujuan Gerakan Nasional Non Tunai (GNNT)
1) Memberikan pengalaman menggunakan APMK (Alat Pembayaran Menggunakan Kartu)
dan uang elektronik bagi masyarakat yang baru mulai menggunakan instrumen
1% 2% 1% 4% 3% 2%
87%
18% 15% 14% 15% 20% 19%
0% 0%
20%
40%
60%
80%
100%
Bankpermata
CIMB Niaga bankmandiri
BCA BNI BRI lainnya
Survei awal Survei akhir
0% 0% 0% 0% 0% 0% 0% 0% 0% 0% 0% 0% 0% 0% 0% 0% 0% 0% 0% 0% 0% 0% 0% 0% 0% 0% 0% 0% 0% 0% 0% 0% 0% 0% 0% 0% 0% 0% 0% 0% 0% 0% 0% 0% 0% 0% 0% 0% 0% 0%
Survei awal Servei ke dua
pembayaran non tunai tersebut, sehingga dapat menimbulkan kebiasaan dalam
bertransaksi secara rutin.
2) Mendorong peningkatkan frekuensi penggunaan APMK dan uang elektronik dalam
kegiatan transaksi masyarakat.
3) Mempelajari perilaku dari masyarakat yang telah memiliki rekening di bank dan telah
memiliki APMK maupun uang elektronik namun penggunaan untuk bertransaksi
cenderung masih minim. Dengan program ini diharapkan dapat memperoleh informasi
yang tepat mengenai apakah akan terjadi perubahan perilaku masyarakat untuk
menggunakan instrumen tersebut apabila masyarakat difasilitasi dengan berbagai
kemudahan seperti keberadaan merchant yang lebih banyak serta infrastruktur yang
lebih merata dan berbagai program yang menarik.
4) Memberikan edukasi tentang uang elektronik baik melalui sosialisasi, pusat informasi,
lomba, seminar, talkshow non tunai dan bazar.
5) Mendorong peningkatan frekuensi penggunaan Uang Elektronik
1.7 Jenis – jenis Gerakan Nasional Non Tunai (GNNT)
1) Cek (Cheque)
Cek merupakan salah satu instrumen pembayaran non tunai berbasis kertas yang sudah
ada sejak lama, yang merupakan perintah tanpa syarat dari nasabah giro pemegang cek,
kepada bank penerbit cek untuk membayarkan suatu nilai nominal uang tertentu kepada
pembawa. Cek dapat dibayarkan tunai kepada pembawa atau dapat pula diminta untuk
dipindahbukukan melalui mekanisme pemindahbukuan antar rekening di bank yang
sama atau di bank lain dengan fasilitas SKNBI (Sistem Kliring Nasional BI) atau RTGS
(Real Time Gross Settlement), tergantung dari nominal yang akan disettle.
2) Bilyet Giro (BG)
Bilyet Giro adalah surat perintah pemindahbukuan dari nasabah giro suatu bank
penerbit untuk memindahkan sejumlah dana/uang dari rekeningnya ke rekening
penerima yang namanya disebut dalam bilyet giro, pada bank yang sama atau bank lain.
Bilyet Giro tidak bisa ditunaikan, karena Bilyet Giro merupakan alat perintah pindah
buku.
3) Mesin ATM (Anjungan Tunai Mandiri)
ATM merupakan layanan jaringan kantor terendah dari suatu jaringan bank, dan berada
di bawah pengelolaan kantor cabang utama atau kantor cabang bank. Mesin ATM,
merupakan suatu bentuk layanan transaksi yang dapat memberikan layanan tunai
maupun non tunai, yang dilakukan atas beban rekening nasabah suatu bank. Saat ini
layanan tunai dapat berupa tarik tunai atau setor tunai, dan transkasi transfer dana
ataupun pembayaran.
4) Internet Banking
Layanan Internet Banking memungkinkan nasabah bank melakukan transaksi melalui
internet dengan alamat website milik bank. Layanan ini mampu menjawab kebutuhan
nasabah perbankan akan layanan secara cepat, aman, nyaman, murah dan tersedia
setiap saat (24 jam/hari, 7 hari/minggu) yang dapat diakses melalui internet dari mana
saja.
5) Mobile Banking
Layanan perbankan yang diberikan kepada nasabah suatu bank dengan menggunakan
fasilitas jaringan telco seluler/handphone GSM (Global System for Mobile
Communiation) dengan menggunakan media SMS (Short Message Service) atau
aplikasi yang disediakan oleh perbankan. Layanan mobile banking memudahkan
nasabah bertransaksi perbankan di mana saja dan kapan saja, termasuk untuk layanan
berbasis USSD.
6) Mesin EDC (Electronic Data Capture)
EDC adalah alat bantu mendapatkan sejumlah data yang dienkrip oleh mesin untuk
melakukan transaksi keuangan dengan melakukan pendebitan/pembebanan via kartu,
baik kartu kredit ataupun debit, dan saat ini juga ada beberapa EDC yang dilengkapi
dengan teknologi taping (untuk melayani uang elektronik-UNik). Penggunaan EDC
oleh banyak merchant di pasar tradisional dan modern mendorong layanan transaksi
non tunai dengan berbagai kemudahan bertransaksi untuk melakukan pembayaran
dan/atau pembelian. Dengan adanya mesin EDC, transaksi lebih praktis dan aman,
karena para penjual maupun konsumennya tidak perlu lagi melakukan transaksi dengan
menggunakan uang tunai.
7) e-Parking Card
Penggunaan uang elektronik untuk pembayaran biaya parkir (e-Parking) akan
mempermudah dan mempercepat waktu pembayaran, hanya butuh waktu beberapa
detik untuk menempelkan e-Parking card dan transaksi pembayaran parkir pun selesai.
Hal ini akan mengurangi antrean kendaraan ketika keluar halaman parkir.
8) e-Ticketing Commuter Line
Penggunaan kartu prabayar sebagai e-Ticketing untuk pembayaran tiket Kereta
Commuter Line membuat transaksi pembayaran menjadi lebih mudah, cepat dan tidak
perlu repot menyediakan uang tunai. Alat pembayaran elektronik ini juga praktis karena
dapat diisi ulang dan dapat dipindahtangankan selayaknya uang tunai biasa.
9) e-Ticketing Transjakarta
Yang dimaksud dengan implementasi e-Ticketing Transjakarta adalah pembayaran
tarif bus Transjakarta secara elektronis menggunakan kartu prabayar yang
dikeluarkanoleh beberapa bank. Kartu prabayar dapat dibeli dikantor cabang masing-
masing bank atau di merchant-merchant yang telah bekerja sama dengan bank. Selain
itu, kartu juga dapat dipindahtangankan dan dapat diisi ulang.
10) Phone To Phone Transfer
Phone To Phone Transfer menggunakan teknologi NFC (Near Field Communication)
atau komunikasi jarak dekat. NFC umumnya dipasang pada ponsel, keuangan non
tunai.
Area Transaksi Non Tunai
Saat ini, banyak ditemukan area tertentu seperti pusat perbelanjaan, kantin, atau
foodcourt yang hanya menerima pembayaran secara non tunai. Model ini dikenalkan
dalam program less cash society (LCS) yang merupakan suatu kawasan non tunai untuk
mendorong tumbuh berkembangnya transaksi non tunai sebagaimana digagas dalam
GNNT 2014. Fenomena ini muncul karena adanya kebutuhan transaksi yang praktis
dan cepat tanpa perlu menggunakan uang tunai.
11) On Board Unit
System pembayaran tarif jalan tol otomatis menggunakan alat yang scanner dipasang
pada panel tiang/dibox layanan non tunai untuk memindai OBU (on board unit) yang
dipasang di dash board kendaraan konsumen pengguna jalur khusus bayar non tunai
tol. Pengguna jalan tol dapat langsung melewati gardu bayar OBU dengan kecepatakn
maks 20 km/jam agar OBU dapat dibaca oleh msein scanner pengelola jalan tol dengan
baik. Modul ini amat membantu efisiensi waktu pembayaran di gardu bayar tol dan
dapat mengurangi antrian pembayaran di gardu pintu tol.
12) Electronic Road Pricing
Electronic Road Pricing atau ERP adalah sebuah modul aplikasi scanner yang
diterapkan pada jalan berbayar. Model ini layaknya kendaraan melewati jalan tol. Jalan
berbayar atau ERP ini akan segera diterapkan di jalan protokol di kawasan tertib lalu
lintas di Jakarta, dengan pertimbangan untuk mengelolaa kemacetan jalan, akibat
banyaknya kendaraan yang masuk pada jam-jam tertentu. System ERP ini diterapkan
setelah terlebih dahulu memasang alat On Board Unit (OBU) di kendaraan. Saat
kendaraan melewati gerbang sensor ERP, frekuensinya akan terbaca oleh sistem dan
secara otomatis transaksi pembayaran terjadi.