20
14 BAB II KAJIAN PUSTAKA 2.1 Penokohan Penokohan merupakan unsur dominan dalam suatu karangan rekaan (fiksi). Pengertian penokohan dapat berarti penciptaan citra tokoh dalam karya sastra (Tim Penyusun KBBI, 1999:1065). Seorang pengarang menggunakan penokohan sebagai alat untuk melihat persoalan yang ditampilkan dalam karyanya. Secara signifikan, bagaimana sebenarnya pengarang melihat, menanggapi, dan bersikap terhadap suatu persoalan kehidupan manusia yang ditampilkan dalam karyanya, dapat dilihat dari pikiran, perasaan, komentar, dan tindakan para figur di dalamnya. Penggambaran dalam penokohan dapat menggunakan beberapa ciri, yaitu fisiologis, psikologis, dan sosiologis (Tjiptardja, 1967:10-11). Ciri fisiologis adalah penggambaran lahir secara langsung, misalnya melalui tingkah laku, lukisan badaniah dan cara-cara berinteraksi dengan lingkungan dalam cerita. Ciri psikologis, adalah penggambaran ekspresi langsung dari para tokoh, meliputi percakapan dan pemikiran serta reaksi yang diberikan terhadap suatu kejadian. Selanjutnya adalah ciri sosiologis, yang dapat diketahui melalui status dan peranan atau kedudukan dari seorang tokoh yang diungkapkan pengarang melalui penceritaannya. Aksi atau interaksi antar tokoh dalam dunia karya sastra, bermakna untuk menggambarkan dan membeberkan suatu lakon kehidupan manusia lengkap dengan problematikanya. Hal ini disebabkan karena, kejadian yang terjadi dan sedang berlangsung pada dasarnya disebabkan oleh adanya aksi dari para tokoh tersebut. Usaha untuk membuat deskripsi tentang tokoh, karena itu sama dengan

BAB II KAJIAN PUSTAKA 2.1 Penokohan

  • Upload
    others

  • View
    7

  • Download
    0

Embed Size (px)

Citation preview

Page 1: BAB II KAJIAN PUSTAKA 2.1 Penokohan

14

BAB II

KAJIAN PUSTAKA

2.1 Penokohan

Penokohan merupakan unsur dominan dalam suatu karangan rekaan (fiksi).

Pengertian penokohan dapat berarti penciptaan citra tokoh dalam karya sastra (Tim

Penyusun KBBI, 1999:1065). Seorang pengarang menggunakan penokohan sebagai

alat untuk melihat persoalan yang ditampilkan dalam karyanya. Secara signifikan,

bagaimana sebenarnya pengarang melihat, menanggapi, dan bersikap terhadap suatu

persoalan kehidupan manusia yang ditampilkan dalam karyanya, dapat dilihat dari

pikiran, perasaan, komentar, dan tindakan para figur di dalamnya.

Penggambaran dalam penokohan dapat menggunakan beberapa ciri, yaitu

fisiologis, psikologis, dan sosiologis (Tjiptardja, 1967:10-11). Ciri fisiologis adalah

penggambaran lahir secara langsung, misalnya melalui tingkah laku, lukisan badaniah

dan cara-cara berinteraksi dengan lingkungan dalam cerita. Ciri psikologis, adalah

penggambaran ekspresi langsung dari para tokoh, meliputi percakapan dan pemikiran

serta reaksi yang diberikan terhadap suatu kejadian. Selanjutnya adalah ciri sosiologis,

yang dapat diketahui melalui status dan peranan atau kedudukan dari seorang tokoh

yang diungkapkan pengarang melalui penceritaannya.

Aksi atau interaksi antar tokoh dalam dunia karya sastra, bermakna untuk

menggambarkan dan membeberkan suatu lakon kehidupan manusia lengkap

dengan problematikanya. Hal ini disebabkan karena, kejadian yang terjadi dan

sedang berlangsung pada dasarnya disebabkan oleh adanya aksi dari para tokoh

tersebut. Usaha untuk membuat deskripsi tentang tokoh, karena itu sama dengan

Page 2: BAB II KAJIAN PUSTAKA 2.1 Penokohan

15

mempelajari perwatakan seseorang (Tjiptardja, 1967:11). Pengkajian terhadap

unsur penokohan dapat dilakukan dengan memperhatikan jalannya lakon cerita,

sebab melalui cerita yang terus berjalan akan nampak sifat-sifat ataupun watak

asli dari seorang tokoh (Adhyasmara, 1979 :55-56). Selain itu, lewat jalan cerita

itu para figur ikut melakukan serta mengaitkan satu insiden dengan insiden lain

yang ada di dalam narasi.

Mochtar Lubis (dalam Akhmad Saliman, 1996:18) menyebutkan beberapa

cara serta teknik yang dapat digunakan pengarang untuk menggambarkan fisik,

sifat, dan pikiran pelaku sebagai berikut:

a) Phisycal description (menggambar kan fisik figur).

b) Portrayal of thought stream or of conscious thought (menggambarkan cara

berpikir figur).

c) Reaction to event (menggambarkan respons pelaku terhadap insiden).

d) Direct author analysis (analisa pengarang terhadap sifat tokoh).

e) Discussion of environment (pengarang menggambarkan lingkungan sekitar

pelaku).

f) Reaction of others about to character (pengarang menggambarkan

pemikiran pelakon lain kepada pelakon utama).

g) Conversation of other about character (pengarang memberikan gambaran

mengenai tokoh utama melalui cerita pelaku-pelaku lain yang sedang

memperbincangkan pelaku utama).

Page 3: BAB II KAJIAN PUSTAKA 2.1 Penokohan

16

2.2 Penguatan Pendidikan Karakter

1. Pendidikan Karakter

Pendidikan karakter berasal dari dua kata pendidikan dan karakter,

menurut beberapa ahli, kata pendidikan mempunyai definisi yang berbeda-

beda tergantung pada sudut pandang, paradigma, metodologi dan disiplin

keilmuan yang digunakan, diantaranya: Menurut Rimba (1989), pendidikan

adalah ―Bimbingan atau pembinaan secara sadar oleh pendidik terhadap

perkembangan Jasmani dan Rohani anak didik menuju terbentuknya

kepribadian yang utuh.‖

Koesoema (2007) mengartikan pendidikan sebagai proses internalisasi

budaya ke dalam diri individu dan masyarakat menjadi beradab. Ada pula

yang mendefinisikan pendidikan sebagai proses dimana sebuah bangsa

mempersiapkan generasi mudanya untuk menjalankan kehidupan, dan untuk

memenuhi tujuan hidup secara efektif dan efisien.

karakter berarti sikap, tabiat, akhlak, kepribadian yang stabil sebagai

hasil proses konsolidasi secara progresif dan dinamis (Khan, 2010). Selain

itu, karakter dapat diartikan sebagai sikap, tabiat, akhlak, kepribadian yang

stabil sebagai hasil proses konsolidasi secara progresif dan dinamis; sifat

alami seseorang dalam merespons siruasi secara bermoral; watak, tabiat,

akhlak, atau kepribadian seseorang yang terbentuk dari hasil internalisasi

berbgai kebajikan, yang diyakini dan digunakan sebagai landasan untuk cara

pandang, berpikir, bersikap dan bertindak; sifatnya jiwa manusia, mulai dari

angan-angan sampai menjelma menjadi tenaga.

Page 4: BAB II KAJIAN PUSTAKA 2.1 Penokohan

17

Mengacu pada berbagai pengertian dan definisi tentang pendidikan

dan karakter secara sederhana dapat diartikan bahwa pendidikan karakter

adalah upaya sadar yang dilakukan seseorang atau sekelompok orang

(pendidik) untuk menginternalisasikan nilai-nilai karakter pada seseorang

yang lain (peserta didik) sebagai pencerahan agar peserta didik mengetahui,

berfikir dan bertindak secara bermoral dalam menghadapi setiap situasi.

Banyak para ahli yang mengemukakan pendapatnya tentang pendidikan

karakter, diantaranya Lickona yang mendefinisikan pendidikan karakter

sebagai upaya yang sungguh-sungguh untuk membantu seseorang

memahami, peduli dan bertindak dengan landasan nilai-nilai etis.

Pendidikan karakter menurut Lickona (1992) mengandung tiga unsur pokok,

yaitu mengetahui kebaikan (knowing the good), mencintai kebaikan

(desiring the good), dan melakukan kebaikan (doing the good).

2. Penguatan Pendidikan Karakter

PPK merupakan sebuah gerakan dalam bidang pendidikan yang

bertujuan untuk memperkuat karakter peserta didik melalui berbagai

program satuan pendidikan dengan memfokuskan keharmonisan hati, rasa,

pikir, dan raga dengan melibatkan berbagai komponen masyarakat baik

dalam satuan pendidikan, keluarga maupun masyarakat luas. Dalam hal ini,

penguatan pendidikan karakter bertujuan untuk membentuk serta membuat

seseorang menjadi individu yang mempunyai kepribadian cakap dan kukuh

yang dilakukan dalam kehidupan sehari-hari. Adapun nilai-nilai utama

karakter yang menjadi fokus dari kebijakan PPK adalah: religiusitas,

nasionalisme, kemandirian, gotong royong, dan integritas. Uraian dari 5

faktor pengaruh penguatan pendidikan karakter antara lain:

Page 5: BAB II KAJIAN PUSTAKA 2.1 Penokohan

18

a. Faktor naluri (insting)

Naluri adalah sifat yang dimiliki manusia dari lahir. Dalam ilmu

psikologi dijelaskan bahwa naluri merupakan motivator yang memicu

munculnya perilaku, meliputi naluri untuk makanan, naluri yang penuh

dengan jiwa, naluri ayah, naluri perjuangan, dan naluri ilahi. Selain lima

naluri, ada banyak jenis naluri yang diungkapkan dalam psikologi,

misalnya rasa penasaran dan narasi naluri, naluri rasa takut, naluri

bersosialisasi, dan naluri impuls.

b. Faktor adat/ kebiasaan

Adat atau kebiasaan merupakan perilaku dan tindakan seseorang

yang dilaksanakan secara rutin dengan wujud serupa akibatnya menjadi

kebiasaan, meliputi tidur, makan, olahraga, dan lain-lain.

c. Faktor keturunan

Faktor keturunan terdiri dari warisan kemanusiaan terentu, suku,

atau peninggalan bangsa serta warisan spesial dari leluhur. Adapun sifat-

sifat yang diwarisi dari orang tua oleh anak-anak mereka, ini adalah sifat-

sifat yang diwarisi (persediaan) sejak lahir. Biasanya ada dua jenis sifat

bawaan, yaitu kualitas fisik dan spiritual.

d. Faktor lingkungan

Lingkungan berarti sesuatu yang mengelilingi benda hidup,

sedangkan lingkungan manusia adalah apa yang mengelilinginya,

meliputi bumi, laut, air dan masyarakat. Lingkungan itu ada dua macam

sebagai berikut:

Page 6: BAB II KAJIAN PUSTAKA 2.1 Penokohan

19

1) Lingkungan alam

Sifat di sekitar manusia merupakan salah satu pengaruh

pembentukan perilaku seorang. Jika kondisi alam buruk, itu

merupakan hambatan bagi pengembangan bakat, sehingga mereka

hanya bisa bertindak pada realita. Kebalikannya, bila situasi

alamnya bagus, mungkin seseorang bakal bisa lebih gampang

membagikan cadangan yang mereka bawa bisa menjadi penentu.

2) Lingkungan pergaulan

Individu selalu hidup berkaitan dengan satu sama lain. Sebab itu,

pergaulan hendak silih mempengaruhi dalam benak, watak, serta

sikap. Lingkungan sosial ini bisa dipisah menjadi beberapa

golongan, yakni lingkungan rumah, lingkungan sekolah,

lingkungan kerja, serta lingkungan institusi.

2.3 Nilai-Nilai Penguatan Pendidikan Karakter

1. Pengertian Nilai

Berdasarkan Kamus Besar Bahasa Indonesia (KBBI), menunjukkan

pengertian dari nilai adalah watak yang krusial atau berfungsi untuk hal

manusiawi. Nilai pula bisa diartikan sebagai suatu yang mmenyempurnakan

individu menurut hakikatnya (Alwi, 2002: 46). Gordon Allport dalam Haris

dan Jihad (2010: 30) mengidentifikasi nilai sebagai kepercayaan yang

memengaruhi seorang berperilaku berdasarkan pilihannya. Baginya nilai

berada di lokasi tertinggi dibandingkan dengan daerah lain, seperti

keinginan, motif, sikap, keinginan, dan kebutuhan.

Page 7: BAB II KAJIAN PUSTAKA 2.1 Penokohan

20

Solichin, dkk (2015:47) menyebutkan bahwa nilai merupakan proses

menanamkan gagasan atau pokok pikiran yang terkait emosi yang dalam

mendorong seorang dalam mewujudkan gagasan atau pokok pikiran.

Sebaliknya nilai kepribadian ialah ide ataupun rancangan yang berperan

sebagai prinsip untuk seorang dalam berperan.

Nilai merupakan hal yang memberi arti pada kehidupan, memberikan

referensi, titik awal, dan tujuan hidup. Hal itu juga merupakan sesuatu yang

sangat disanjung, yang dapat memberikan warna, dan menggerakkan perilaku

dalam kehidupan seseorang. Nilai lebih dari semata-mata keyakinan, nilai harus

terus melibatkan mentalitas dan perilaku, oleh karena itu terdapat ikatan yang

dekat antara nilai serta etika (Darmaputra, 2007: 65).

Berdasarkan pendapat-pendapat di atas, bisa disimpulkan bahwa nilai

ialah hal yang bermakna untuk individu serta sebagai inti kehidupan dan

dipercayai sebagai standar perilaku. Di samping nilai, juga merupakan titik

referensi untuk memberikan identitas untuk segala sesuatu, apakah itu baik

atau tidak dan apakah itu layak untuk dihormati, dihargai, dipelihara, dan

digunakan atau tidak.

2. Macam-Macam Nilai

Nilai mempunyai kategori yang beraneka ragam seperti nilai yang

berkaitan dari sudut bentuk dan tingkatan nilai. Pada pembagian tersebut,

Yinger (dalam Mujib, 2003: 115) memandang nilai dalam dua penampilan,

yaitu:

Page 8: BAB II KAJIAN PUSTAKA 2.1 Penokohan

21

a) Nilai sebagai fakta karakter pada arti sebagai indikasi seberapa besar

seorang bersedia membimbing orientasi dan proses pengambilan

keputusan.

b) Nilai sebagai kondisi sistemis nilai yang ada, apakah itu fakta, karakter,

atau fakta budaya, dapat berdampak pada struktur sosial yang

bersangkutan.

Sebaliknya nilai bila diamati dari bidang sumbernya bisa dipisah

menjadi dua bagian, yakni (Mujib, 2003: 114):

a) Nilai Ilahi

Nilai ilahi berarti nilai yang Allah perintahkan melewati para Rasul,

dalam bentuk kesalehan, iman, keadilan, dan dikuduskan pada wahyu

ilahi. Agama adalah sumber utama bagi setiap pemeluk yang meyakini

nya dan dijadikan sebagai pedoman hidup.

b) Nilai Insani

Nilai insani berarti nilai yang muncul dari persetujuan manusia dalam

berkehidupan dan bertumbuh dalam masyarakat.

3. Nilai Penguatan Pendidikan Karakter

Berdasarkan rancangan dengan nama ‗Grand Desain Pendidikan

Karakter‘ yang telah disusun oleh Kemendikbud, berisi adanya tujuh nilai

yang utamanya dapat berkembang menjadi kultur dalam lembaga

pendidikan formal maupun non-formal diantaranya: cerdas, jujur, sehat dan

bersih, tanggung jawab, peduli, gotong royong, serta kreatif (Samani, 2012:

51). Oleh sebab itu, konsep pembelajaran kepribadian akan dapat

Page 9: BAB II KAJIAN PUSTAKA 2.1 Penokohan

22

disuguhkan referensi abstrak serta operasional untuk pengembangan aplikasi

serta penilaian di tiap tingkatan serta tahapan pembelajaran.

Menurut Kemendikbud (2016), mengenai rencana pergerakan

―Penguatan Pendidikan Karakter‖ terdapat lima poin mendasar dari karakter

yang berkaitan. Lima poin tersebut adalah:

a) Religius

Nilai karakter religius merepresentasikan kepercayaan pada Tuhan

Yang Maha Esa yang dimanifestasikan dalam aplikasi ajaran agama

serta keyakinan, dalam hal perbedaan agama, dalam mempertahankan

toleransi pada penerapan ibadah serta agama lain, hidup dalam

keseimbangan serta rukun dengan para pengikut agama lain. Sub-nilai

agama termasuk perdamaian, toleransi, menghormati perbedaan pada

agama serta kepercayaan, keteguhan, kepercayaan diri, kerja sama

antara beragama dan setia, anti-kekerasan dan kekerasan,

persahabatan, kejujuran, tidak mendesakkan kemauan, cintai

lingkungan, lindungi anak-anak yang tersisih.

b) Nasionalisme

Nilai karakter nasionalisme adalah cara berpendapat, bersikap dan

melaksanakan yang memaparkan loyalitas, perhatian serta rasa segan

yang besar kepada bahasa, lingkungan fisik, sosial, adat, ekonomi

serta politik bangsa, dan menaruh kepentingan bangsa serta

melaporkan di atas dirinya serta kebutuhan golongan. Sub-nilai

nasionalisme termasuk apresiasi kepada kebiasaan bangsa, melindungi

Page 10: BAB II KAJIAN PUSTAKA 2.1 Penokohan

23

kekayaan adat bangsa, kemauan untuk berdedikasi, menang dan

menang, menyayangi tanah air, memelihara lingkungan, menaati

hukum, patuh, menghormati keragaman adat, etnik, serta agama.

c) Mandiri

Nilai-nilai kepribadian independen merupakan tindakan serta aksi

yang tidak tergantung pada orang lain serta memanfaatkan seluruh

tenaga, kepala, waktu untuk menggapai impian, angan-angan, serta

keinginan. Sub-nilai kemandirian meliputi etos kerja, kegigihan,

semangat juang, handal, penataran inovatif, keberanian, serta

penataran seumur hidup.

d) Gotong royong

Karakteristik dari kerja sama timbal balik merefleksikan aksi

menghargai semangat kerja sama dan bekerja bersama untuk

memecahkan masalah bersama, menciptakan komunikasi serta

pertemanan, membagikan bantuan, ataupun dukungan pada yang

membutuhkan. Sub-nilai dari kerja sama timbal balik termasuk rasa

hormat, kerja sama, inklusivitas, komitmen terhadap keputusan

bersama, kesepakatan konsensus, bantuan-bantuan, kebersamaan,

empati, anti- diskriminasi, anti- kekerasan, serta perilaku sukarela.

e) Integritas

Nilai karakter integritas adalah nilai yang melandasi sikap berdasarkan

usaha membentuk diri orang yang senantiasa mempercayai perkata,

aksi serta profesi, mempunyai komitmen serta kepatuhan kepada nilai-

Page 11: BAB II KAJIAN PUSTAKA 2.1 Penokohan

24

nilai serta etiket individu (integritas karakter). Sub-nilainya meliputi

kejujuran, cinta aktualitas, ketaatan, komitmen karakter, anti- korupsi,

kesamarataan, tanggung jawab, contoh, serta apresiasi kepada derajat

individu (lebih- lebih orang disabilitas).

2.4 Pendekatan Sosiologi Sastra dalam Analisis Penguatan Pendidikan

Karakter

Sosiologi sastra merupakan analisis dengan pemahaman mendalam

terhadap teks sastra yang dilihat dari aspek-aspek kemasyarakatan yang ada

di dalam strukturnya, yang dipergunakan untuk menguasai lebih jauh

perihal indikasi sosial yang terdapat pada ciptaan kesusastraan tersebut.

Ratna (2004: 332) mengungkapkan bahwasanya karya sastra mempunyai

hal yang berhubungan dekat dengan masyarakat diantaranya:

1) Karya- karya kesusastraan ditulis oleh pengarang, dikisahkan oleh

pencerita, disalin oleh juru tulis, sedangkan 3 subjek merupakan badan

komunitas.

2) Karya kesusastraan hidup pada masyarakat, meresap pandangan

kehidupan yang terjalin pada masyarakat, yang pada gilirannya pula

digunakan secara publik.

3) Media karya kesusastraan, baik verbal ataupun tulisan, dipinjam

melalui kompetensi publik, yang secara natural memiliki

permasalahan sosial.

Page 12: BAB II KAJIAN PUSTAKA 2.1 Penokohan

25

4) Tidak serupa ilmu pengetahuan pasti, agama, adat istiadat, serta

kebudayaan yang lain, karya kesusastraan memiliki estetika, etika,

serta bahkan akal sehat. Masyarakat jelas amat mencermati ketiga

unsur ini.

5) Serupa dengan esensi masyarakat, karanga atau karya sastra

merupakan inti dari inter-subjektivitas, orang-orang memperoleh

gambaran diri mereka pada suatu karya sastra.

Selanjutnya Wellek dan Werren (2003: 3) menyebutkan keterkaitan populasi

dengan karya sastra dapat dikategorikan sebagai berikut:

1) Sosiologi Pengarang

Sosiologi pengarang dalam kaitannya dengan teori sosiologi sastra

merujuk pada penulis sebagai objek studi. Masalah-masalah yang

terkait di sini adalah latar belakang sosial, status penulis, proses

produksi sastra, dan pandangan hidup pengarang seperti yang tampak

oleh bermacam kegiatan pengarang di luar karya kesusastraan. Acuan

rujukan pada penelitian bisa bersumber dari riwayat penulis maupun

dapat berkembang mengenai asal dan lokasi tinggal penulis.

2) Sosiologi Sastra

Sosiologi sastra menjadi pendekatan umum dengan sastra serta

masyarakat merupakan mempelajari kesusastraan selaku akta sosial,

sebagai proses kenyataan sosial. Pada kajian sosiologi ini sebuah

karangan sastra ditempatkan menjadi fokus utama yang dianalisis

dengan memperhatikan juga faktor lain yang terkait dengan masalah

Page 13: BAB II KAJIAN PUSTAKA 2.1 Penokohan

26

yang dikaji, sehingga jika kajian pendekatan ini digunakan penulis

tidak perlu melakukan penelitian dengan mendetail mengenai pencipta

karya sastra nya namun hanya secara luas dijelaskan terkait topik

masalah dalam penelitian.

3) Sosiologi Sastra dan Masyarakat

Sosiologi jenis ini merupakan kajian yang memusatkan permasalahan

terhadap penikmat sastra dan bagaimana pengaruhnya pada sosial

berkehidupan dalam masyarakat. Pada analisis kajian ini berpusat

terhadap pemikiran dan gagasan dari penikmat sastra dalam hal ini

masyarakat terhadap karangan yang menjadi objek penelitian,

penelitian terhadap suatu komunitas dalam masyarakat yang

dipengaruhi oleh suatu karangan sastra dan sebaliknya.

2.5 Indikator Nilai Pendidikan

Religius, disiplin, toleransi, mandiri, jujur, percaya diri, kerjasama, dan

kreatif merupakan beberapa nilai karakter dalam pendidikan karakter. Berikut

beberapa nilai karakter tersebut:

1. Religius

Kata dasar dari religius adalah religi yang berasal dari bahasa asing

religion sebagai bentuk dari kata benda yang berarti agama atau

kepercayaan akan adanya sesuatu kekuatan kodrati di atas manusia.

Sedangkan religius berasal dari kata religious yang berarti sifat religi yang

melekat pada diri seseorang. Religius sebagai salah satu nilai karakter

Page 14: BAB II KAJIAN PUSTAKA 2.1 Penokohan

27

dideskripsikan oleh Suparman sebagai sikap dan perilaku yang patuh dalam

melaksanakan ajaran agama yang dianut, toleran terhadap pelaksanaan

ibadah agama lain, dan hidup rukun dengan pemeluk agama lain. Karakter

religius ini sangat dibutuhkan oleh siswa dalam menghadapi perubahan

zaman dan degradasi moral, dalam hal ini siswa diharapkan mampu

memiliki dan berperilaku dengan ukuran baik dan buruk yang didasarkan

pada ketentuan dan ketetapan agama.

Dalam Kamus Besar Bahasa Indonesia dinyatakan bahwa religius berarti:

bersifat religi atau keagamaan, atau yang bersangkut paut dengan religi

(keagamaan). Penciptaan suasana religius berarti menciptakan suasana atau iklim

kehidupan keagamaan. Dalam konteks pendidikan agama Islam di sekolah,

madrasah atau perguruan tinggi berarti penciptaan suasana atau iklim kehidupan

keagamaan Islam yang dampaknya ialah berkembangnya suatu pandangan hidup

yang bernafaskan atau dijiwai oleh ajaran dan nilai-nilai agama Islam, yang

diwujudkan dalam sikap hidup serta keterampilan hidup oleh para warga sekolah,

madrasah atau sivitas akademika di perguruan tinggi.

Agama dalam kehidupan pemeluknya merupakan ajaran yang mendasar

yang menjadi pandangan atau pedoman hidup. Pandangan hidup ialah ―konsep

nilai yang dimiliki seseorang atau sekelompok orang mengenai kehidupan‖. Apa

yang dimaksud nilai-nilai adalah sesuatu yang dipandang berharga dalam

kehidupan manusia, yang mempengaruhi sikap hidupnya. Pandangan hidup (way

of life, worldview) merupakan hal yang penting dan hakiki bagi manusia, karena

dengan pandangan hidupnya memiliki kompas atau pedoman hidup yang jelas di

Page 15: BAB II KAJIAN PUSTAKA 2.1 Penokohan

28

dunia ini. Manusia antara satu dengan yang lain sering memiliki pandangan

hidup yang berbeda-beda seperti pandangan hidup yang berdasarkan agama

misalnya, sehingga agama yang dianut satu orang berbeda dengan yang dianut

yang lain.

Berdasarkan pengertian-pengertian diatas, dapat dikatakan bahwa

religius adalah bersikap dan berperilaku patuh dengan apa yang diajarkan

dalam agama. Karakter religius dideskripsikan sebagai nilai karakter yang

indikatornya. Karakter religius dideskripsikan sebagai nilai karakter yang

indikatornya adalah tindakan yang menunjukkan sikap dan perilaku patuh

dalam melaksanakan ajaran agama yang dianutnya. Berdasarkan deskripsi

tersebut, maka indikator religius di sekolah adalah bersikap dan berperilaku

patuh dalam melaksanakan ajaran agama yang ada di sekolah. Sedang

indikator religius di kelas adalah bersikap dan berperilaku patuh dalam

melaksanakan ajaran agama yang ada di kelas, dan indikator religius di

kegiatan pembelajaran adalah bersikap dan berperilaku patuh dalam

melaksanakan ajaran agama yang ada dalam kegiatan pembelajaran.

2. Disiplin

Kata ―disiplin‖ berasal dari bahasa Latin ―discere‖ atau ―discite‖ yang

berarti belajar, dari kata ini timbul kata ―disciplina‖ yang berarti pengajaran

atau pelatihan, dan sekarang kata ―disiplin‖ mengalami perkembangan

makna dalam beberapa pengertian. Dalam bahasa Inggris kata ―disiplin‖

yaitu ―dicipline‖ berarti ―disiplin; ketertiban; mata pelajaran‖.

Page 16: BAB II KAJIAN PUSTAKA 2.1 Penokohan

29

Dan dalam Kamus Besar Bahasa Indonesia, kata ―disiplin‖ memiliki

banyak arti, yaitu ―(1). Tata tertib (di sekolah, kemiliteran, dsb.); (2)

Ketaatan (kepatuhan) kepada peraturan (tata tertib, dsb.); (3) Bidang studi

yang memiliki objek, sistem dan metode tertentu.‖

3. Toleransi

Kata ―toleransi‖ berasal dari Bahasa Inggris ―tolerance‖ yang berarti

mebiarkan. Dan dalam Kamus Besar Bahasa Indonesia, kata ―toleransi‖

adalah sifat atau sikap toleran. Sikap toleran yang dimaksud adalah sikap

menenggang (menghargai, membiarkan, membolehkan) pendirian

(pendapat, pandangan, kepercayaan, kebiasaan, kelakuan, dsb.) yang

berbeda atau bertentangan dengan pendirian sendiri.28 Menurut Dieane

Tilman, toleransi adalah saling menghargai, melalui pengertian dengan

tujuan kedamaian. Toleransi adalah metode menuju kedamaian. Toleransi

disebut sebagai faktor esensi untuk perdamaian.

4. Mandiri

Mandiri sebagai salah satu nilai karakter dideskripsikan oleh

Suparman sebagai sikap dan perilaku yang tidak mudah terkandung pada

orang lain dalam menyelesaikan tugas. Dan dalam Kamus Besar Bahasa

Indonesia, kata ―mandiri‖ adalah keadaan dapat berdiri sendiri tanpa

bergantung pada orang lain. Menurut Steinberg dalam Eti Nurhayati, kata

―mandiri‖ diambil dari dua istilah yang pengertiannya sejajar sering

disejajarkan silih berganti, yaitu autonomy dan independence, karena

perbedaan sangat tipis dari kedua istilah tersebut (mandiri) secara umum

Page 17: BAB II KAJIAN PUSTAKA 2.1 Penokohan

30

menunjukkan pada kemampuan individu untuk menjalankan aktivitas hidup

terlepas dari pengaruh kontrol orang lain.

Sedangkan menurut Antonius Atoshoki Gea, Mandiri adalah

kemampuan seseorang untuk mewujudkan keinginan dan kebutuhan

hidupnya dengan kekuatan sendiri. Berdasarkan pengertian-pengertian

diatas, dapat dikatakan bahwa mandiri adalah sikap dan perilaku yang tidak

mudah terkandung pada orang lain. Karakter mandiri dideskripsikan sebagai

nilai karakter yang indikatornya adalah sikap dan perilaku mandiri dalam

mengerjakan tugas ataupun ulangan.

5. Jujur

Secara bahasa, jujur dalam Kamus Besar Bahasa Indonesia memiliki

arti (1) Lurus hati; tidak berbohong (misal dengan berkata apa adanya); (2)

Tidak curang. (misal dalam permainan, dengan mengikuti aturan yang

berlaku): mereka itulah orang-orang yang—dan disegani; (3) Tulus; ikhlas‖.

Sedangkan kejujuran memiliki arti ―sifat (keadaan) jujur; ketulusan

(hati); kelurusan (hati): ia meragukan--anak muda itu‖. Jujur, adalah apa

adanya, terbuka, konsisten antara apa yang dikatakan dan dilakukan

(berintegritas), berani karena benar, dapat dipercaya (amanah,

trustworthiness) dan tidak curang (no cheating). Jika dihubungkan dengan

dunia pendidikan, maka karakter jujur adalah karakter yang diharapkan

dapat dimiliki siswa, guru maupun pihak pendidikan lainnya, yakni

diharapkan mereka dapat berkata perkataan yang benar, bertindak sesuai

dengan apa yang dia katakan, menyatakan apa adanya serta tulus dan ikhlas,

baik dalam belajar, mengajar maupun dalam kegiatan pembelajaran.

Page 18: BAB II KAJIAN PUSTAKA 2.1 Penokohan

31

Karakter jujur digambarkan dengan indikator sebagai perilaku yang

didasarkan pada upaya menjadikan dirinya sebagai orang yang selalu dapat

dipercaya dalam perkataan, tindakan dan pekerjaan. Menurut Thomas

Lickona menyatakan bahwa ―kejujuran adalah salah satu bentuk nilai yang

harus diajarkan di sekolah. Jujur dalam berurusan dengan orang lain seperti

tidak menipu, mencurangi atau mencuri dari orang lain, merupakan sebuah

cara mendasar untuk menghormati orang lain.‖

6. Percaya Diri

Percaya diri berasal dari bahasa Inggris yakni self confidence yang

artinya percaya pada kemampuan, kekuatan dan penilaian diri sendiri.

Percaya diri merupakan salah satu aspek kepribadian yang sangat penting

dalam kehidupan manusia. Percaya diri adalah kondisi mental atau

psikologis dari seseorang yang memberi keyakinan kuat pada dirinya untuk

berbuat atau melakukan suatu tindakan.

Orang yang tidak percaya diri memiliki konsep diri negatif, kurang

percaya pada kemampuannya, karena itu sering menutup diri. Maka percaya

diri juga dapat diartikan suatu kepercayaan akan kemampuan sendiri yang

memadai dan menyadari kemampuan yang dimiliki dapat dimanfaatkan

secara tepat. Menurut Thursan Hakim, ―Rasa percaya diri adalah suatu

keyakinan seseorang terhadap segala aspek kelebihan yang dimilikinya dan

keyakinan tersebut membuatnya merasa mampu untuk bisa mencapai

barbagai tujuan dalam hidupnya.‖

Page 19: BAB II KAJIAN PUSTAKA 2.1 Penokohan

32

7. Gotong Royong

Dalam kamus Besar Bahasa Indonesia, kerjasama berarti ―melakukan

(melaksanakan) suatu kegiatan atau usaha (perniagaan) yang ditangani oleh

dua orang (pihak) atau lebih: orang tua dan guru harus—mencegah

perkelahian antar pelajar‖. Gotong royong menyatakan mau bekerja sama

dengan baik, berprinsip bahwa tujuan akan lebih mudah dan cepat tercapai

jika dikerjakan bersama-sama, tidak memperhitungkan tenaga untuk saling

berbagi dengan sesama, mau mengembangkan potensi diri untuk dipakai

saling berbagi agar mendapatkan hasil yang terbaik, tidak egois.

Kerjasama membantu untuk menjalankan tanggung jawab yang lebih

luas. Semangat suka menolong akan menimbulkan kebahagiaan tersendiri di

saat bisa melakukan suatu kebaikan. Kerjasama menunjukkan bahwa dalam

dunia yang semakin saling tergantung ini, harus bekerja sama untuk

mencapai tujuan bersama, bahkan hal yang paling mendasar seperti

mempertahankan kelangsungan hidup manusia. Dalam bidang pendidikan,

kerjasama dapat dimaknai dengan melakukan suatu aktivitas dalam

pendidikan secara bersama, baik antar sesama siswa, sesama guru maupun

antara siswa dan guru serta pihak lainnya.

8. Kreatif

Secara bahasa, kreatif dalam Kamus Besar Bahasa Indonesia memiliki

arti (1). Memiliki daya cipta; memiliki kemampuan untuk menciptakan; (2).

Bersifat (mengandung) daya cipta: pekerjaan yang – menghendaki

kecerdasan dan imajinasi. Sedangkan kreativitas memiliki arti (1)

Page 20: BAB II KAJIAN PUSTAKA 2.1 Penokohan

33

Kemampuan untuk mencipta; daya cipta; (2) Perihal berkreasi; kekreatifan.

Secara terminologi, kreatif, adalah mampu menyelesaikan masalah secara

inovatif, luwes, kritis, berani mengambil keputusan dengan cepat dan tepat,

menampilkan sesuatu secara luar biasa (unik), memiliki ide baru, ingin terus

berubah, dapat membaca situasi dan memanfaatkan peluang baru. Jika

dihubungkan dengan dunia pendidikan, maka karakter kreatif adalah

karakter yang diharapkan dapat dimiliki guru, siswa maupun pihak

pendidikan lainnya, yakni diharapkan mereka dapat menciptakan suasana

belajar yang memacu inovasi dan kreativitas dalam kegiatan pembelajaran.