Upload
duongkiet
View
223
Download
0
Embed Size (px)
Citation preview
7
BAB II
KAJIAN PUSTAKA
2.1 Tinjauan Mutakhir
Terdapat beberapa penelitian yang membahas masalah tentang pemanfaatan
antena Yagi sebagai penguat sinyal modem. Sebagian besar hasil penelitian yang
dilakukan menunjukkan bahwa antena Yagi yang dirancang pada frekuensi tertentu
dapat memperkuat sinyal modem baik CDMA maupun GSM. Penelitian-penelitian
yang telah dilakukan tersebut dijadikan sebagai acuan yang tentunya sangat
mendukung dalam penyelesaian tugas akhir ini. Adapun beberapa penelitian
tersebut dapat dijabarkan sebagai berikut :
Modifikasi Antena Televisi Jenis Yagi Sebagai Penguat Sinyal Modem
Menggunakan Sistem Induksi. Penelitian ini disusun oleh Ivan Nurizal Sakti pada
tahun 2013. Metode yang digunakan dalam penelitian ini adalah dengan
memodifikasi antena televisi Yagi sehingga bisa bekerja pada frekuensi 800MHz.
Penelitian ini menunjukkan bahwa antena televisi jenis Yagi dapat dimodifikasi
menjadi antena penguat modem dengan cara memodifikasi bagian driven dan
reflektor sehingga dapat bekerja pada frekuensi 800 MHz sebagai penguat modem
CDMA. Modifikasi dalam penelitian ini menunjukkan parameter yang dihasilkan
dari simulasi adalah impedansi 237 + j54,034 Ω dan pengukuran SWR sebesar 1,27.
Hasil monitoring pengujian antena terjadi penguatan pada modem kurang lebih
sebesar 20-30 dBm.
Penguatan Sinyal Global Sistem For Mobile Communication (Gsm)
Menggunakan Antena Yagi 14 Elemen. Penelitian ini disusun oleh Firdaus, Ratna
Dewi, Rikki Vitria, Lifwarda yang merupakan Staf Pengajar Jurusan TeknikElektro
Politeknik Negeri Padang pada tahun 2012. Metode yang digunakan pada penelitian
ini adalah merancang antena Yagi 14 elemen sebagai penguat sinyal handphone.
Frekuensi handphone yang akan dikuatkan adalah frekuensi downlink GSM900
(935 MHz-960MHz). bahan yang digunakan dalam perancangan ini adalah
aluminium karena harga tergolong terjangkau dan bahannya yang mudah
didapatkan. Pengukuran dilakukan dengan 2 cara yakni pertama pengukuran
8
indoor, pemancar dengan antena folded, dan sebagai antena penerima
adalah antena dipole ½ λ dan antena Yagi. Kedua pengukuran outdoor, pemancar
dengan BTS, dan sebagai antena penerima adalah antena dipole dan antena Yagi.
Hasil Pada pengukuran gain antena, nilai gain antena Yagi dengan pemancar antena
folded sebesar 16 dB, sedangkan dengan pemancar BTS gain antena Yagi sebesar
12 dB. Hasil pengukuran dengan pemancar antena folded lebih besar dari pada
menggunakan pemancar BTS. Hal ini disebabkan karena pada pengukuran jarak
antara antena pemancar dengan antena penerima berbeda.
Perancangan Dan Realisasi Antena Mimo Berbasis Mikrostrip Pada
Frekuensi 2,6 Ghz Untuk Aplikasi LTE. Penelitian ini disusun oleh Bagus Widianto,
Bambang Setia Nugroho, Dr Yuyu Wahyu Ir. Pada tahun 2012. Pada penelitian ini,
MIMO yang dirancang menggunakan multiple antena pada pengirim dan penerima
guna untuk meningkatkan kualitas dan kapasitas pelayanan. Frekuensi kerja berada
di 2,6 GHz – 2,7 GHz yang merupakan frekuensi yang dipakai untuk aplikasi LTE.
MIMO yang dirancang memiliki dua penampang antena mikrostrip yang tersusun.
Di dalam perancangan ini dijelaskan beberapa parameter diantaranya gain, VSWR,
bandwidth, pola radiasi, polarisasi dan yang lainnya. Namun ada parameter lain
dalam antena MIMO yakni mutual coupling. Oleh karena itu MIMO yang telah
dirancang kompatibel terhadap teknologi LTE. Hasil penelitian ini menghasilkan
Impedansi yang sudah cukup memenuhi spesifikasi awal yaitu pada antena sebesar
55,647 ohm dan antena dua sebesar 44,969 ohm dari perancangan awal sebesar 50
ohm. Return loss antena pertama sebesar -14,937 dB dan antena kedua sebesar -
21,2dB sudah cukup baik bagi antena, dimana return loss yang baik ialah diatas -
20 dB. Semakin kecil koefisien pantul semakin besar return loss. Mutual coupling
kedua antena sesuai dengan spesifikasi awal yakni sekitar -20 dB. Mutual coupling
menyebabkan tidak semua gelombang dipancarkan ke ruang bebas, melainkan ada
yang diterima oleh elemen patch sebelahnya. Gain yang didapat sebesar 2,17 dBi
untuk antena pertama dan 2,152 dBi untuk antena kedua. Gain ini sudah cukup
memenuhi spesifikasi.
9
2.2 Tinjauan Pustaka
2.2.1 Pengertian Antena dan Jenis-Jenis Antena
Antena merupakan komponen penting dalam suatu sistem telekomunikasi.
Antena adalah struktur transisi antara saluran transmisi dengan ruang bebas yang
mengubah gelombang terbimbing dari saluran transmisi (sinyal listrik) menjadi
sinyal elektromagnetik lalu meradiasikannya (pelepasan energi elektromagnetik ke
udara / ruang bebas). Dan sebaliknya, antena juga dapat berfungsi untuk menerima
sinyal elektromagnetik (penerima energi elektromagnetik dari ruang bebas) dan
mengubahnya menjadi sinyal listrik. Diagram dasar antenna dapat dilihat pada
Gambar 2.1.
Gambar 2.1 Diagram Dasar Antena
Sumber : Alaydrus (2011: 2)
Basuki (1998: 2) mengungkapkan bahwa kriteria antena yang baik adalah:
a. Mempunyai efisiensi pancaran yang baik ( di atas 50 %).
b. Mempunyai impedansi input yang sesuai (matched) dengan impedansi
karakteristik kabel pencatunya (SWR < 2).
c. Dapat meradiasikan dan menerima energi gelombang radio dengan arah dan
polarisasi yang sesuai dengan aplikasi yang dibutuhkan.
d. Sistim mekaniknya kuat.
e. Ketinggian antena yang memenuhi.
10
2.2.2 Standar spesifikasi antena
Dalam standar pengaplikasian antena untuk penguatan sinyal modem LTE
tidak ada ketentuan khusus dalam spesifikasi yang harus dibuat. Tetapi dalam
berbagai pemasaran antena, sudah banyak beredar spesifikasi yang diberikan oleh
berbagai industri antena. Berikut spesifikasi yang ada :
2.2.2.1 Pola radiasi
Pola radiasi merupakan besaran yang menentukan ke arah sudut mana
sebuah antena memancarkan energinya. Dihitung pada medan jauh dengan jarak
yang konstan ke antena, dan divariasikan terhadap sudut ϑ (theta) dan φ (phi). Lalu
bisa dibedakan antena yang mempunyai sifat pancar isotrop, omnidireksional, dan
direksional.
Antena omnidirectional yaitu jenis antena yang memiliki pola pancaran
sinyal ke segala arah dengan daya sama. Untuk menghasilkan cakupan area yang
luas, gain dari antena omnidirectional harus memfokuskan dayanya secara
horizontal (mendatar,dengan mengabaikan pola pemancaran ke atas dan ke
bawah,sehingga antean dapat di letakan di tengah-tengah base station. Dengan
demikian, keuntungannya dari antena jenis ini adalah dapat melayani jumlah
pengguna yang lebih banyak. Namun kesulitannya adalah pada pengalokasian
frequensi untuk setiap sel agar tidak terjadi interferensi. Antena jenis ini biasanya
di gunakan pada lingkup yang mempunyai base station terbatas dan cenderung
untuk posisi pelanggan yang melebar.
Antena ini mempunyai sudut pancaran yang besar (wide beamwidth) yaitu
3600 dengan daya lebih meluas, jarak yang lebih pendek tetapi dapat melayani area
yang luas Omni antena tidak dianjurkan pemakaian-nya, karena sifatnya yang
terlalu luas se-hingga ada kemungkinan mengumpulkan sinyal lain yang akan
menyebabkan inter-ferensi. antena omnidirectional mengirim atau menerima sinyal
radio dari semua arah secara sama, biasanya digunakan untuk koneksi multiple
point atau hotspot.
Sebagai contoh sederhana adalah antena dipole yang diletakkan di sumbu
asal dari sistem koordinat. Antena ini mempunyai diagram pancar secara tiga
11
dimensi. Sebuah bentuk konsentrasi energi yang seperti bentuk donat. Jika diamati
karakteristik radiasi dari antena ini pada bidang horizontal (bidang H/H plane)
berbentuk lingkaran. Dalam kordinat polar, artinya jika bergerak pada bidang
horizontal pada jarak yang konstan, maka akan didapatkan energi yang sama, ke
sudut φ manapun objek bergerak. Tetapi jika diamati pada bidang vertical ( bidang
E/E plane ), potong donat tersebut misalnya dengan bidang yz maka akan
didapatkan bentuk seperti Gambar 2.2. Dalam kordinat polar berarti, pada sudut θ
= 0˚ tak ada pancaran, dan dengan membesarnya θ akan membesar pula kontribusi
pancaran kearah sudut itu, sampai mencapai maksimalnya pada θ=90˚, kemudian
mengecil, dan kembali nol pada θ=180˚.
Gambar 2.2 Bentuk Konsentrasi Energi
Sumber : Alaydrus (2011: 18)
1.2.2.2 Gain dan Directivitas
Pada Gambar 2.3, pola 1 adalah pola pancaran antena dipole. Bila pada
antena dipole diberikan sebuah reflektor dan direktor, maka akan diperoleh pola
pancaran seperti tergambar sebagai pola 2 (terarah / directional). Pancaran ke satu
arah akan menjadi lebih jauh sedangkan pancaran ke arah lainnya akan menjadi
jauh lebih kecil. Semakin besar direktivitas maka lebar berkas antena semakin
12
sempit dan semakin sempit direktivitasnya maka titik pancaran akan terfokus dan
gain akan semakin besar.
Gambar 2.3 Pola Pancaran
Sumber : Purbo (2010)
Antena pengarah dikatakan mempunyai gain, yang dinyatakan dalam dB.
Gain adalah perbandingan logarithmik antara power antena dibandingkan dengan
dipole 1⁄2 Lambda. Apabila sebagai pembanding digunakan antena isotropic, maka
gain dinyatakan dalam dBi. Misalnya antena dipole 1⁄2 Lambda mempunyai gain
sebesar +2.1 dBi terhadap isotropic. Akan tetapi pada umumnya gain suatu antena
yang digunakan pembanding adalah dipole 1⁄2 Lambda. Misalnya power suatu
antena pada titik A (gambar 2.3) adalah Pa sedangkan power dipole 1⁄2 Lambda di
tempat itu sebesar Pd, maka gain antena :
Gain = 10 log Pd/Pa dB (2.1)
Perbandingan kuat pancaran ke arah depan dengan arah belakang disebut
front back ratio, sedangkan perbandingan kuat pancaran ke arah depan dengan kuat
pancaran ke arah samping disebut front side ratio. Semakin besar front back ratio
semakin baik pengarahan antena dan front side ratio semakin kecil.
1.2.2.3 Polarisasi
a. Polarisasi Linear
Pada polarisasi linear, arah medan listrik tidak hanya berubah dengan waktu
yang berubah hanya orientasinya saja (positif-negatif). Terdapat dua buah polarisasi
13
linear yaitu vertikal dan horizontal. Polarisasi linear vertikal bisa dihasilkan dengan
antena dipole yang vertikal. Gelombang yang memiliki polarisasi linear vertikal ini
juga harus diterima dengan antena yang bisa menghasilkan polarisasi vertikal. Jika
bidang lebar didatarkan, maka akan dihasilkan polarisasi vertikal. Polarisasi linear
vertikal biasanya diaplikasikan pada pemancar radio AM dan telepon seluler.
Sedangkan polarisasi horizontal biasanya diaplikasikan pada televisi.
Gambar 2.4 Polarisasi Linear
Sumber : Alaydrus (2011: 30)
b. Polarisasi Eliptis
Pada gelombang yang mempunyai polarisasi eliptis, dengan berjalannya waktu
dan perambatan, medan listrik dari gelombang itu melakukan putaran yang terletak
pada sebuah permukaan silinder dengan penampang elips. Polarisasi eliptis
digunakan dengan tujuan mengantisipasi kemungkinan penerimaan sinyal yang
tidak diketahui polarisasinya. Antena helix (spiral) adalah contoh antena yang
menghasilkan gelombang yang berpolarisasi eliptis.
1.2.2.4 Bandwidth
Pemakaian sebuah antena dalam sistem pemancar atau penerima selalu
dibatasi oleh daerah frekuensi kerjanya. Pada range frekuensi kerja tersebut antena
dituntut harus dapat bekerja dengan efektif agar dapat menerima atau memancarkan
gelombang pada band frekuensi tertentu seperti ditunjukkan pada Gambar 2.5.
14
Gambar 2.5 Bandwidth Antena
Sumber : Sujendro, 2013
Pengertian harus dapat bekerja dengan efektif adalah bahwa distribusi arus
dan impedansi dari antena pada range frekuensi tersebut benar-benar belum banyak
mengalami perubahan yang berarti. Sehingga pola radiasi yang sudah direncanakan
serta VSWR yang dihasilkannya masih belum keluar dari batas yang diijinkan.
Daerah frekuensi kerja dimana antena masih dapat bekerja dengan baik
dinamakan bandwidth antena. Suatu misal sebuah antena bekerja pada frekuensi
tengah sebesar fC, namun ia juga masih dapat bekerja dengan baik pada frekuensi
f1 (di bawah fC) sampai dengan f2( di atas fC), maka lebar bandwidth dari antena
tersebut adalah (f1 – f2). Tetapi apabila dinyatakan dalam prosen, maka bandwidth
antena tersebut adalah :
𝐵𝑊 = 𝑓2−𝑓1
𝑓𝑐 (2.2)
Dimana :
f2 = frekuensi batas bawah
f1 = frekuensi batas atas
fc = frekuensi center
Bandwidth yang dinyatakan dalam prosen seperti ini biasanya digunakan
untuk menyatakan bandwidth antena-antena yang memliki band sempit (narrow
band). Sedangkan untuk band yang lebar (broad band) biasanya digunakan definsi
rasio antara batas frekuensi atas dengan frekuensi bawah.
15
𝐵𝑊 = 𝑓2
𝑓1 (2.3)
Suatu antena digolongkan sebagai antena broad band apabila impedansi dan
pola radiasi dari antena itu tidak mengalami perubahan yang berarti untuk f2 / f1>
1. Batasan yang digunakan untuk mendapatkan f2dan f1 adalah ditentukan oleh
harga VSWR = 1.
Bandwidth antena sangat dipengaruhi oleh luas penampang konduktor yang
digunakan serta susunan fisiknya (bentuk geometrinya). Misalnya pada antena
dipole, ia akan mempunyai bandwidth yang semakin lebar apabila penampang
konduktor yang digunakannya semakin besar. Demikian pula pada antena yang
mempunyai susunan fisik yang berubah secara halus, biasanya akan menghasilkan
pola radiasi dan impedansi input yang berubah secara halus terhadap perubahan
frekuensi (misalnya pada antena biconical, log periodic, dan sebagainya). Selain
daripada itu, pada jenis antena gelombang berjalan (travelling wave) ternyata
ditemukan lebih lebar range frekuensi kerjanya daripada antena resonan.
1.2.2.5 Impedansi Antena
Impedansi suatu antena adalah impedansi pada terminalnya. Impedansi
input akan dipengaruhi oleh antena-antena lain atau obyek-obyek yang dekat
dengannya. Untuk mempermudah dalam pembahasan diasumsikan antena
terisolasi. Selanjutnya terdapat impedansi masukan. Impedansi masukan adalah
rasio tegangan dengan arus pada pasangan terminal atau rasio dari komponen yang
bersesuaian dari medan listrik dengan medan magnetik pada suatu titik. Terdapat 2
jenis resistansi pada antena, yakni :
1. Loss resistansi yang menyebabkan hilangnya daya dalam bentuk energi panas.
2. Radiation Resistance adalah resistansi yang digunakan untuk meradiasikan
gelombang elektromagnetik.
Nilai resistansi antena merupakan penggabungan antara nilai resistansi radiasi
dengan resistansi rugi-rugi. Nilai impedansi antena harus dibuat sama dengan nilai
16
impedansi saluran transmisi. Ketika nilai impedansi masukan sama dengan
impedansi karakteristik, maka kondisi matching akan terpenuhi. Suatu keadaan
disebut matching apabila gelombang yang ditransmisikan dari saluran transmisi ke
antena dapat diteruskan seluruhnya dan tidak ada gelombang yang dipantulkan
kembali. Saluran transmisi biasanya memiliki nilai hambatan 50 Ω atau 75 Ω.
Saluran transmisi dapat dikatakan mencapai kondisi matched apabila nilai
koefesien refleksi memiliki nilai nol (Γ = 0). Nilai koefisien refleksi dirumuskan
sebagai berikut (David, 2012):
(2.4)
Terdapat tiga kondisi koefisien refleksi ketika komponen imajinernya bernilai
nol, yaitu:
1. Γ = 0, merupakan saluran transmisi dan beban dalam kondisi matching, yaitu
tidak ada gelombang yang dipantulkan dan seluruhnya diteruskan ke beban.
2. Γ = +1, koefisien refleksi positif maksimum ketika nilai impedansi beban
menuju tak terhingga (∞) atau dengan kata lain saluran transmisi berada pada
kondisi open circuit sehingga seluruh gelombang datang akan dipantulkan
kembali.
3. Γ = -1, koefisien refleksi negatif minimum ketika nilai impedansi beban nol (0)
atau saluran transmisi berada pada kondisi short circuit dimana pada kondisi ini
seluruh gelombang akan terus dialirkan pada saluran transmisi
1.2.2.6 SWR (Standing Wave Ratio)
SWR atau VSWR (Voltage Standing Wave Ratio) adalah perbandingan
tegangan berdiri. Gelombang elektromagnetik yang dipancarkan oleh sebuah
transmiter RF yang dilewatkan sebuah transmisi line (misal : kabel koaksial, feeder,
dll) tidak lagi memiliki bentuk sebagai sinyal sinusoidal yang sempurna, namun
mirip dengan sinyal sinusoidal yang telah disearahkan oleh sebuah dioda rectifier,
dimana porsi negatif dari sinusoidal dibalik menjadi positif semua. Balanis (2005:
86) mengungkapkan bahwa sifat gelombang ini adalah dapat terpantul (reflected)
17
bila menemui impedansi yang tidak sama (matched) dengan impedansi saluran
transmisi yang dilaluinya, jika itu terjadi biasanya ditunjukkan dengan VSWR > 1,
maka dampaknya seperti berikut :
1. Daya RF yang sampai di antena tidak maksimal, sehingga pancaran tidak akan
jauh.
2. Bercampurnya gelombang maju (forward) dan gelombang pantul (reflected)
kemungkinan akan mempengaruhi kualitas pancaran.
3. Nilai VSWR yang terlalu tinggi (VSWR > 2) , akan membuat RF Linear
Ampifier mengalami over heating dan bila dibiarkan secara terus menerus akan
membuat komponen menjadi rusak.
𝑆𝑊𝑅 = [1+𝑅𝑐]
[1−𝑅𝑐] (2.5)
Dimana :
Reflection coefisien = [𝑍𝐿−𝑍0]
[𝑍𝐿+𝑍0]
ZL = impedansi input antena (beban)
Z0 = impedansi saluran transmisi (koaksial, feeder, dll)
Tabel 2.1 Perbandingan VSWR Dengan Kehilangan Daya
VSWR Return Loss Transmission Loss
1,0 : 1 ∞ 0,0 dB
1,2 : 1 20,83 dB 0,036 dB
1,5 : 1 13,93 dB 0,177dB
5,5 : 1 3,19 dB 2,834 dB
Sumber : Balanis (2005)
Return loss berhubungan dengan VSWR yaitu mengukur daya dari sinyal yang
dipantulkan oleh antena dengan daya yang dikirim ke antena. Semakin besar
nilainya (dalam satuan dB), semakin baik.
18
2.2.3 Teknologi LTE (Long Term Evolution)
Long Term Evolution (LTE) adalah generasi teknologi telekomunikasi
selular. Menurut standar, LTE memberikan kecepatan uplink hingga 50 megabit
per detik (Mbps) dan kecepatan downlink hingga 100 Mbps. Tidak diragukan lagi,
LTE akan membawa banyak manfaat bagi jaringan selular. Perkembangan
telekomunikasi menurut standar 3GPP terlihat pada Gambar 2.6.
Gambar 2.6. Evolusi 3GPP
Bandwidth LTE adalah dari 1,4 MHz hingga 20 MHz. Operator jaringan
dapat memilih bandwidth yang berbeda dan memberikan layanan yang berbeda
berdasarkan spektrum. Itu juga merupakan tujuan desain dari LTE yaitu untuk
meningkatkan efisiensi spektrum pada jaringan, yang memungkinkan operator
untuk menyediakan lebih banyak paket data pada suatu bandwidth. Karakteristik
perkembangan teknologi selular menurut standar 3GPP dan kelebihan yang dapat
diberikan LTE terlihat pada Tabel 2.2.
Tabel 2.2 Evolusi Teknologi Telekomunikasi Selular
WCDMA
(UMTS) HSPA HSPA+ LTE
Downlink
Max
Speed (bps) 384k 14M 28M 100M
19
Uplink Max
Speed (bps) 128k 5.7M 11M 5 M
Latency –
RTT 150ms 100ms
50ms
(max) ~10ms
3GPP
Release Rel 99/4 Rel 5/6 Rel 7 Rel 8
Access
Methodology CDMA CDMA CDMA
OFDMA/
SC-FDMA
Di Indonesia, penerapan 4G LTE berada pada frekuensi 1800 MHz dan
2300 MHz, penerapan 4G LTE pada frekuensi 1800 MHz didominasi oleh operator
GSM seperti XL Axiata, Telkomsel dan Indosat Ooredoo. Penerapan 4G LTE pada
frekuensi 2300 MHz didominasi oleh operator CDMA seperti Bolt Super 4G dan
Smartfren.
2.2.3.1 Orthogonal Frequency Division Multiple Access (OFDMA)
Teknologi LTE Menggunakan OFDM-based pada suatu air interface yang
sepenuhnya baru yang merupakan suatu langkah yang radikal dari 3GPP.
Merupakan pendekatan evolusiner berdasar pada peningkatan advance dari
WCDMA. Teknologi OFDM-based dapat mencapai data rates yang tinggi dengan
implementasi yang lebih sederhana menyertakan biaya relatif lebih rendah dan
efisiensi konsumsi energi pada perangkat kerasnya.
Data rates jaringan WCDMA dibatasi pada lebar saluran 5 MHz. LTE
menerobos batasan lebar saluran dengan mengembangkan bandwidth yang
mencapai 20 MHz. Sedangkan nilai capaian antena pada bandwidth di bawah 10
MHz, HSPA+ dan LTE memiliki performa yang sama. LTE menghilangkan
keterbatasan WCDMA dengan mengembangkan teknologi OFDM yang memisah
kanal 20 MHz ke dalam beberap narrow sub kanal. Masing-Masing narrow sub
kanal dapat mencapai kemampuan maksimumnya dan sesudah itu sub kanal
mengkombinasikan untuk menghasilkan total data keluarannya.
20
Gambar 2.7 Orthogonal Frequency Division Multiple Access
Gambar 2.7 merupakan modulasi OFDMA yang menghindari permasalahan
yang disebabkan oleh pemantulan multipath dengan mengirimkan pesan per bits
secara perlahan. Beribu-Ribu subkanal narrow menyebar untuk mengirimkan
banyak pesan dengan kecepatan yang rendah secara serempak kemudian
mengkombinasikan pada penerima kemudian tersusun menjadi satu pesan yang
dikirim dengan kecepatan tinggi. Metode ini menghindari distorsi yang disebabkan
oleh multipath.
Subkanal narrow pada OFDMA dialokasikan pada basis burst by burst
menggunakan suatu algoritma yang memperhatikan faktor-faktor yang
mempengaruhi RF (Radio Frequency) seperti kualitas saluran, loading dan
interferensi.
LTE menggunakan OFDMA pada downlink dan single carrier – Frequency
Division Multiple Access (SC-FDMA) pada uplink nya. SC-FDMA secara teknis
serupa dengan OFDMA tetapi lebih cocok diaplikasikan pada devais handheld
karena lebih sedikit dalam konsumsi baterei.
2.2.3.2 Perbandingan Karakteristik LTE dengan UMTS/HSPA
Karakteristik Kunci LTE dengan perbandingan jaringan UMTS/ HSPA
yang ada saat ini, antara lain :
a. Peningkatan Air interface memungkinkan peningkatan kecepatan data: LTE
dibangun pada all-new jaringan akses radio didasarkan pada teknologi OFDM
(Orthogonal Frequency Division Multiplexing). Ditetapkan dalam 3GPP
21
Release 8, Air interface untuk LTE menggabungkan OFDMA-based dan skema
akses multiple untuk downlink, dan SC-FDMA (Single Carrier FDMA) untuk
uplink. Hasil dari fitur Air interface ini adalah peningkatan kinerja radio secara
signifikan, dapat menghasilkan sampai lima kali rata-rata throughput HSPA.
Kecepatan data puncak pada downlink diperluas hingga maksimum secara
teoretis 300 Mbit/s per 20 MHz dari spektrum. Demikian juga, tingkat uplink
LTE teoretis dapat mencapai 75 Mbit/s per 20 MHz dari spectrum.
b. Efisiensi spektrum yang tinggi: efisiensi spektrum LTE yang lebih besar
memungkinkan operator untuk mendukung peningkatan jumlah pelanggan di
dalam alokasi existing dan spektrum alokasi yang akan datang, dengan suatu
pengurangan biaya pengiriman per bit nya.
c. Perencanaan radio yang fleksibel: jangkauan cell LTE dapat mencapai performa
yang optimum hingga 5 km. Hal tersebut, masih mampu untuk mengirimkan
hingga capaian efektif di dalam ukuran sel hingga radius 30 km, dengan capaian
maksimal batasan sel hingga radius 100 km.
d. Mengurangi Latency: Dengan mengurangi waktu round-trip ke 10ms atau
bahkan lebih (dibandingkan dengan 40–50ms untuk HSPA), LTE dapat
memberikan kepada user sesuatu yang lebih responsif. Hal ini memungkinkan,
layanan secara real-time seperti high-quality konferensi audio/video dan
permainan multi-player.
e. Lingkungan All-IP : salah satu fitur yang paling signifikan adalah transisi LTE
menuju 'flat', jaringan inti berbasis all-IP dengan arsitektur yang
disederhanakan dan open interfaces.
2.2.4 Parameter performansi LTE
Pengukuran Radio Frequency (RF) pada LTE ditentukan oleh 3GPP
yaitu RSRP (Reference Signal Received Power) dan RSRQ (Reference Signal
Received Quality). Namun ada satu parameter lagi untuk memudahkan dalam
pengukuran performan terbaik modem saat menggunkana antenna yakni RSSI
(Received Signal strength Indicator).
22
2.2.4.1 RSRP (Reference Signal Received Power)
RSRP adalah power rata-rata pada resource element yang membawa
reference signal dalam subcarrier. UE (User Equipment) mengukur power dari
banyak resource element yang digunakan untuk membawa reference signal
kemudian dihitung rata-rata-nya dalam satu bandwidth. Berikut adalah ilustrasi
tentang RSRP:
Gambar 2.8 RSRP Pada Bandwidth 5 MHz
Dari ganbar diatas, rata-rata power yang dikirimkan per-subcarrier adalah
20 W / 300 = 66.7 mW = 18.2 dBm. Jika jarak UE dengan eNode B sekitar 2 km,
maka RSRP yang diterima oleh UE adalah seperti yg di ilustrasikan pada gambar
berikut:
Gambar 2.9 Perhitungan RSRP
2.2.4.2 RSRQ (Reference Signal Received Quality)
RSRQ didefinisikan sebagai rasio antara jumlah N RSRP terhadap RSSI
(Received Signal strength Indication). Atau biasa ditulis RSRQ = N x RSRP / RSSI.
RSSI mengukur power bandwidth termasuk serving cell power, noise, dan
interference power. Berikut ilustrasinya untuk mempermudah pemahaman:
23
Gambar 2.10 Konsep RSRQ
Dapat diambil contoh jika tidak ada trafik pada cell A yang sedang serving
ke UE, maka perhitungan RSRQ-nya adalah : N x RSRP / RSSI = 25 RSRP / 2 x
25 RSRP = 1/2 = -3 dB. N adalah jumlah resource block pada badwidth, utk contoh
ini menggunakan 5 MHz sehingga jumlah resource blocknya 25.
2.2.4.3 RSSI ( Received Signal strength Indicator )
RSSI merupakan parameter yang menunjukan daya terima dari seluruh
sinyal pada band frequency channel pilot yang diukur. Dalam artian semua daya
sinyal yang terukur oleh penerima pada satu band frequency wcdma di gabungkan
menggunakan proses rake receiver. Parameter ini diukur pada arah downlink
dengan acuan pengukuran pada konektor antenna pada penerima (MS). Dalam
proses CDMA dijelaskan bahwa pengguna lain pada jaringan yang sama
merupakan interferensi , atau disebut dengan istilah self interference dimana hal itu
dapat memperkuat daya terima, begitu juga dengan sinyal dari sector lain yang
notabene satu band frequency dengan yang melayani MS pada saat itu.
24
Gambar 2.11 Ilustrasi Rake Receiver
Daya sinyal yang terukur pada MS pada ilustrasi diatas merupakan
penjumlahan dari tiga sector sesuai dengan phasa tegangannya. Dan nilai yang
dihasilkan dari penggabungan tersebut ditunjukkan oleh parameter RSSI.
2.2.4.4 KPI (Key Performance Indicator)
Semua aktivitas optimisasi mengacu pada target KPI (Key Performance
Indicator) yang telah ditentukan. Target KPI ditentukan menyesuaikan dengan
kriteria desain jaringan. Pada setiap fase optimasi jaringan, KPI yang berbeda
digunakan untuk RF maupun service performance. Untuk sistem 4G, yang terkait
KPI, baik user maupun network dapat kategorikan seperti pada Gambar 2.12.
Gambar 2.12 Kategori KPI (Key Performance Indicator)
25
Pada gambar 2.13 dibawah ini merupakan RF KPI untuk LTE dan HSPA+.
Gambar 2.13 RF KPI Untuk LTE dan HSPA+
Gambar 2.13 diatas menunjukan kemungkinan target dalam kondisi RF
yang berbeda. Meskipun saat ini fokus ke sistem LTE, namun parameter
pengukuran HSPA/HSPA+ menjadi referensi sebagai pembanding. Untuk RSRP
(Reference Signal Received Power) pada LTE, dibandingkan dengan RSCP
(Received Signal Code Power) pada UMTS. Begitu juga untuk RSRQ (Reference
Signal Received Quality) pada LTE, dibandingkan dengan Ec/No (Energy chip to
noise). Untuk CQI (Channel Quality Indicator) juga di bandingkan antara LTE CQI
dan UMTS CQI.
Dalam kondisi good RF, RSRP dan RSCP lebih besar dari -50 dBm, artinya
ada kesamaan nilai parameter antara LTE dengan UMTS. Begitu juga dalam
kondisi medium RF dan poor RF. Untuk RSRQ dan EcNo perbedaan nilai
parameter ada saat kondisi good RF dimana RSRQ lebih besar dari -8 dB,
sedangkan untuk EcNo lebih besar dari -10 dB.
2.2.5 Antena Yagi
Antena Yagi atau juga dikenal antena Yagi-Uda digunakan secara luas dan
merupakan salah satu antena dengan desain paling sukses atau banyak digunakan
untuk aplikasi RF direktif. Antena Yagi-Uda adalah nama lengkapnya, pada
umumnya dikenal dengan sebutan Yagi atau antena Yagi. Antena Yagi digunakan
untuk menerima atau mengirim sinyal radio. Antena ini dulu banyak digunakan
pada Perang Dunia ke 2 karena antena ini amat mudah dibuat dan tidak terlalu ribet.
Antena Yagi adalah antena direktional, artinya dia hanya dapat mengambil atau
26
menerima sinyal pada satu arah (yaitu depan), oleh karena itu antena ini berbeda
dengan antena dipole standar yang dapat mengambil sinyal sama baiknya dalam
setiap arah. Antena dipole adalah antena paling sederhana, dia hanya menggunakan
satu elemen tunggal. Antena Yagi biasanya memiliki Gain sekitar 3 – 20 dB.
Antena Yagi disusun oleh beberapa elemen, diantaranya Driven, Reflektor,
Direktor dan Boom. Dibawah ini akan dijelaskan lebih lanjut mengenai masing –
masing elemen dari antena Yagi.
2.2.5.1 Reflektor
Reflektor merupakan elemen pemantul. Elemen reflektor ditempatkan di
belakang dipole dan dibuat lebih panjang dari pada panjang dipole.
Gambar 2.14 Susunan Reflektor dan Driven
Sumber : Kusyaman (2010 : 14)
Tujuan utama dari penempatan reflektor di belakang adalah untuk
membatasi radiasi agar tidak melebar kebelakang namun kekuatan pancarannya
akan diperkuat ke arah sebaliknya. Reflektor juga bersifat menjadikan antena lebih
induktif.
2.2.5.2 Driven
Driven merupakan bagian paling penting dari sebuah antena Yagi karena
elemen inilah yang akan membangkitkan gelombang elektromagnetik menjadi
sebuah sinyal yang akan di pancarkan. Untuk menjadikan sebuah driven yang
27
menghantarkan radiasi dengan baik, biasanya menggunakan antena dipole sebagai
bentuk driven antena. Pada umumnya panjang fisik driven adalah setengah panjang
gelombang dari frekuensi radio yang dipancarkan atau diterima.
Gambar 2.15 Antena Dipole
Sumber : Kusyaman (2010 : 14)
2.2.5.3 Direktors
Direktor adalah bagian pengarah antena, ukurannya sedikit lebih pendek
daripada driven. Penambahan batang direktor akan menambah gain antena, namun
akan membuat pola pengarahan antena menjadi lebih sempit. Semakin banyak
jumlah direktor, maka semakin sempit arahnya. Elemen ini juga kadang sering
disebut dengan elemen parasitic.
Gambar 2.16 Penempatan Susunan Direktor
Sumber : Kusyaman (2010 : 15)
28
Antena Yagi Uda termasuk dalam tipe antena parasitic array. Konfigurasi
antena Yagi Uda dapat dilihat seperti pada Gambar 2.17.
Gambar 2.17 Antena Yagi Uda 6 Elemen
Sumber : Kusyaman (2010 : 15)
Elemen kedua dari antena dinamakan driven dan yang lain adalah parasitic.
Dipole pertama memiliki ukuran lebih panjang dibandingkan dengan driven. Dipole
kedua ini difungsikan untuk sebagai reflektor. Elemen yang berada padasisi kanan
dari driven memiliki ukuran lebih pendek dari elemen sebelumnya. Elemen ini
memiliki fungsi sebagai direktor. Direktor dan reflektor mengatur radiasi sepanjang
sumbu x. Antena Yagi Uda banyak dipakai sebagai antena penerima TV dan
memiliki directivity yang bagus serta struktur yang sederhana. Antena Yagi Uda
termasuk jenis antena yang banyak dipergunakan karena memiliki gain yang tinggi,
biaya pembuatannya murah serta proses pembuatannya yang relatif mudah. Antena
Yagi Uda terdiri atas sebuah dipole yang disusun dengan beberapa elemen parasitic
(parasitic elemen), dimana terdapat dua macam elemen parasitic tersebut yaitu:
1. Sebuah reflektor yang berfungsi memantulkan radiasi dari driven
2. Satu atau beberapa direktor yang berfungsi mengarahkan radiasi dari driven
kearah tertentu
Pada antena Yagi Uda jumlah elemen mempengaruhi gain antena tersebut.
Semakin banyak elemen maka semakin tinggi pula gain yang dimilikinya. Sampai
sekarang antena Yagi sangat dikenal, terdapat banyak pembahasan mengenai
29
realisasi antena tersebut, yang membedakan adalah jarak sejumlah direktor, jarak
antara elemen antena dan tingginya masing-masing elemen. Pada kebanyakan
kasus, jumlah elemen, jarak dan tinggi dibedakan berdasarkan percobaan. Sekarang
ini banyak program untuk modeling antena Yagi untuk mengoptimalkannya
berbasis komputer. Sebelum memulai analisa angka dari antena Yagi, beberapa hal
untuk mempermudah diperkenalkan :
1. Antena dianggap dalam medium lossless.
2. Elemen antena dibuat dari konduktor dengan kualitas yang sempurna.
3. Arus dan pengisian dikonsentrasikan pada sumbu dari kabel antena.
Tabel 2.3 Perhitungan elemen antena Yagi 5 elemen
Sumber : YC7XOK (2009)
Elemen Panjang Jarak
Reflektor + 7% 0,2 - 0,25
Driven 0,1 - 0,15
Direktor 1 - 5% 0,15 - 0,2
Direktor 2 - 10% 0,2 - 0,25
Direktor 3 - 15% O,25 - 0,3
30
2.2.5.4 Boom
Boom adalah bagian ditempatkanya driven, reflektor, dan direktor. Boom
berbentuk sebatang logam atau kayu yang panjangnya sepanjang antena itu. Antena
Yagi, juga memiliki spasi (jarak) antara elemen. Jaraknya umumnya sama, yaitu
0.1 λ dari frekuensi.
2.2.6 Kabel Koaksial
Suatu karakteristik saluran yang paling berguna dalam praktek adalah
Impedansi Karakteristik, yang pada frekuensi-frekuensi tinggi ditentukan oleh
induktansi seri dan kapasitansi shunt. Untuk saluran dua-kawat, dengan
penghantar-penghantar yang ditempatkan dalam suatu medium dengan permitivitas
dan permeabilitas , dan dengan dimensi-dimensi saluran dalam meter, induktansi
primer dan kapasitansi per satuan panjang. Menurut Lesmana dalam buku
"ANTENA YAGI untuk 2 m Band" perhitungan impedansi dapat dilakukan dengan
membandingkan diameter inti dengan kabel yang dipengaruhi oleh bahan insulator
kabel seperti pada Gambar 2.18
Gambar 2.18 Penampang Koaksial
Sumber : Lesmana
Z0 = 138
√𝜀𝑟log (
𝐷
𝑑) Ω (2.6)
Pada setiap keadaan, akan terlihat bahwa untuk suatu konstanta
dielektrikum tertentu, impedansi karakteristik ditentukan oleh perbandingan D/d.
31
Untuk dielektrikum-dielektrikum yang biasa digunakan, konstanta dielektrikum
akan berkisar diantara 1 dan 5, dan pembatasan-pembatasan praktis pada
perbandingan D/d untuk masing-masing jenis saluran akan membatasi Z0 kira-kira
pada daerah 40 sampai 150 Ohm.
Dalam Utomo (2011: 6) kabel memiliki panjang yang terbatas agar antena
dapat bekerja secara maksimal. Penentuan panjang maksimal kabel dapat dihitung
seperti persamaan 4.
lmax = 𝜆
4 𝑥 100 (2.7)
Keterangan :
lmax = panjang kabel maksimal (m)
λ = Panjang gelombang
2.2.7 Balun (Balance Unbalance)
Dimana balanced berarti kedua ujung dari pencatuan harus memiliki level
tegangan yang sama terhadap ground, jika tidak maka dapat dikatakan unbalanced.
Balun adalah alat yang digunakan untuk menyesuaikan impedansi antara antena
dengan coaxial cable, dalam hal ini digunakan untuk menghubungkan antara feeder
line yang unbalance misalnya coaxial cable dengan antena yang balance misalnya
antena dipole. Contoh antena folded dipole pada kontruksi antena Yagi dapat dilihat
pada Gambar 2.19.
Gambar 2.19 Balun Untuk Folded Dipole
Sumber : RCGROUP, 2014
32
Menurut ON6MU (1999) dengan melihat konstruksi balun seperti Gambar 2.19,
sehingga diperoleh perhitungan pada persamaan 2.8.
L = 0,5 x V x λ (2.8)
V = Faktor tegangan
λ = Panjang gelombang
2.2.8 Pigtail
Kabel Pigtail atau kabel jumper adalah kabel yang diperlukan untuk
menghubungkan antara antena omni dengan dengan access point, perhatikan
panjang maksimal yang diperlukan hanya 1 meter, selebih dari itu anda akan
mengalami degradasi sinyal/loss (dB).
Pigtail berfungsi untuk menghubungkan dua antarmuka perangkat wireless
yakni dari access point / modem ke antena luar / outdoor antena. Pada kedua ujung
kabel terdapat konektor dimana type konektor disesuaikan dengan konektor yang
melekat pada access point. Gambar pigtail dapat dilihat pada Gambar 2.20
Gambar 2.20 Pigtail Connector
Sumber : anonim, 2015