Upload
dophuc
View
229
Download
0
Embed Size (px)
Citation preview
6
BAB II
KAJIAN PUSTAKA
2.1 Tinjauan Penelitian Terdahulu
Pengoptimalisasian fungsi inspektorat dalam pengawasan keuangan daerah
merupakan suatu penelitian yang menggunakan metode deskriptif kualitatif.
Penelitian tersebut mengkaji faktor-faktor yang mempengaruhi tugas pokok dan
fungsi Inspektorat Kabupaten Indragiri Hulu dalam pengendalian dan pengawasan
keuangan daerah. Hasil dari penelitian menyimpulkan bahwa Inspektorat belum
melaksanakan pengendalian dan pengawasan keuangan daerah yang tertuang dalam
APBD secara optimal (Setiawan dan Putro, 2013).
Pengaruh peran audit internal terhadap pencegahan kecurangan merupakan studi
empiris yang dilakukan pada perbankan di pekanbaru. Hasil penelitian tersebut
menunjukkan bahwa tingkat hubungan antar variabel penelitian sangat tinggi yang
berarti bahwa hubungan antara peran audit internal dengan pencegahan kecurangan
memiliki hubungan yang sangat kuat. Semakin baik peran audit internal makan
pencegahan kecurangan semakin bisa dicegah (Tampubolon et al., 2014).
Penelitian dengan judul Peranan Inspektorat Kabupaten Sumenep Dalam
Mencegah dan Mendeteksi Fraud di Dinas Pendidikan Sumenep merupakan
penelitian yang menggunakan teknik pengumpulan data dengan wawancara
mendalam, observasi, dan dokumentasi. Hasil penelitian ini menunjukkan bahwa
Inspektorat Kabupaten Sumenep belum maksimal dalam melaksanakan perannya
terhadap pencegahan kecurangan di Dinas Pendidikan Sumenep dikarenakan tidak
7
melakukan pengawasan sejak tahap perencanaan atau penyusunan anggaran.
Inspektorat Kabupaten Sumenep juga menjalankan perannya dalam pendeteksian
fraud di Dinas Pendidikan Kabupaten Sumenep dengan melakukan audit
pengelolaan keuangan dan aset setiap tahun anggaran berlangsung (Furqani dan
Hafidhah, 2015).
Pengaruh pengalaman audit, skeptisme profesional dan pengetahuan audit pada
indikasi temuan kerugian daerah merupakan penelitian yang dilakukan pada
Inspektorat Kabupaten Klungkung dan Karangasem. Hasil penelitian
mengindikasikan bahwa pengalaman audit berpengaruh positif terhadap indikasi
temuan kerugian daerah. Semakin berpengelaman seorang auditor, maka semakin
tinggi pula auditor mengindikasikan temuan kerugian daerah. Skeptisme
prodesional yang tinggi merupakan tuntutan agar seorang auditor dapat
melaksanakan proses audit dengan sebaik mungkin. Begitu juga pengetahuan audit,
semakin tinggi pengetahuan audit seorang auditor maka semakin tinggi pula
penemuan kerugian daerah dapat terindikasi (Trisna dan Aryanto, 2016).
Selanjutnya pencegahan fraud dalam pengelolaan keuangan desa merupakan
penelitian yang bertujuan untuk menguji pengaruh variabel kompetensi aparatur dan
sistem pengendalian internal terhadap pencegahan fraud dalam pengelolaan keuangan
desa dengan moralitas sebagai pemoderasi. Sampel yang digunakan dalam penelitian
yaitu 57 desa di Kabupaten Buleleng yang menerima dana desa. Hasil dari penelitian ini
yaitu kompetensi aparatur dan sistem pengendalian intern berpengaruh signifikan
terhadap pencegahan fraud pengelolaan keuangan desa. Moralitas yang digunakan
8
sebagai variabel moderasi juga terbukti dapat memoderasi pengaruh kompetensi aparatur
dan sistem pengendalian internal (Atmadja dan Saputra, 2017).
2.2 Tinjauan Pustaka
2.2.1 Peran Inspektorat Daerah
Inspektorat Daerah Kabupaten Flores Timur merupakan unsur pengawasan
penyelenggaraan pemerintah daerah dipimpin oleh Inspektur yang berada dibawah
dan bertanggung jawab kepada Bupati melalui Sekretaris Daerah diatur dalam
Peraturan Bupati Nomor 73 tahun 2016 tentang Kedudukan, Struktur Organisasi,
Tugas dan Fungsi Serta Tata Kerja Inspektorat Daerah Kabupaten Flores Timur.
Tujuan dari Peraturan Bupati ini adalah terwujudnya tata kelola pemerintahan yang
efisien dan efektif, terwujudnya penataan kelembagaan berdasarkan pembagian
tugas yang jelas dan tercapainya penyelenggaraan pemerintaha, pengelolaan
pembangunan dan pelayanan serta pemberdayaan masyarakat secara terkendali dan
bertanggung jawab.
Sebagai Aparat Pengawas Internal Pemerintah (APIP), posisi serta peran
Inspektorat Daerah sangat strategis. Peran APIP yang efektif dapat ditinjau melalui
kegiatan audit, reviu, evaluasi, pemantauan dan kegiatan pengawasan lain atas
penyelenggaraan tugas dan fungsi organisasi dalam rangka memberikan keyakinan
memadai bahwa kegiatan sudah dilaksanakan secara efisien dan efektif dalam
rangka mewujudkan tata kelola kepemerintahan yang baik. dalam artian yang
sederhana, tujuan pengawasan adalah memahami serta menemukan adanya
kesalahan untuk memperbaikinya di masa yang akan datang (Arsana, 2016).
9
Permendagri Nomor 47 tahun 2011 merumuskan peran dari Inspektorat Daerah
Kabupaten/Kota yaitu melakukan:
1. Pengawasan terhadap pelaksanaan urusan pemerintah di daerah
kabupaten/kota (urusan wajib dan urusan pilihan) dengan menyusun dan
menetapkan kebijakan pengawasan di lingkungan penyelenggaraan pemerintah
daerah kabupaten/kota.
2. Pengawasan pelaksanaan urusan pemerintah desa dengan ruang lingkup:
a. Pengawasan pada pemerintah desa.
b. Pengawasan pelaksanaan tugas pembantuan di kabupaten/kota.
c. Pemeriksaan khusus terkait dengan adanya pengaduan.
3. Pembinaan di lingkungan penyelenggaraan pemerintah daerah kabupaten/kota
dan desa dengan ruang lingkup:
a. Pendampingan/asistensi meliputi:
Asistensi dalam penyusunan neraca aset pada unit kerja di lingkungan
penyelenggaraan pemerintah daerah kabupaten/kota dan desa.
Asistensi penerapan SPIP di lingkungan penyelenggaraan pemerintah
daerah kabupaten/kota.
b. Koordinasi dan sinergitas terhadap:
Pelaksanaan rakorwasnas dan rakorwasda.
Penyusunan Program Kerja Pengawasan Tahunan (PKPT)
berdasarkan risk based audit plan.
Pemantauan tindak lanjut hasil pengawasan.
10
2.2.2 Tinjauan Pengawasan
2.2.2.1 Pengertian pengawasan
Menurut Peraturan Pemerintah Nomor 12 Tahun 2017 tentang Pembinaan
dan Pengawasan Penyelenggaraan pemerintah Daerah, pembinaan dan pengawasan
oleh Inspektorat Kabupaten/Kota dilaksanakan untuk menjaga akuntabilitas
pengelolaan keuangan desa yang meliputi laporan pertanggungjawaban
pengelolaan keuangan desa, efisiensi dan efektifitas pengelolaan keuangan desa,
dan pelaksanaan tugas lain sesuai dengan ketentuan peraturan perundang-
undangan. Selanjutnya hasil pengawasan oleh APIP dituangkan dalam bentuk
laporan hasil pengawasan dan disampaikan kepada pimpinan instansi masing-
masing. Laporan hasil pengawasan bersifat rahasia, tidak boleh dibuka kepada
publik dan tidak boleh diberikan kepada publik kecuali ditentukan lain sesuai
dengan ketentuan peraturan perundang-undangan.
APIP melakukan pemeriksaan atas dugaan penyimpangan yang dilaporkan
oleh masyarakat serta melakukan koordinasi dengan aparat penegak hukum.
Koordinasi yang dilakukan dalam bentuk pemberian informasi, verifikasi,
pengumpulan data dan keterangan, pemaparan hasil pemeriksaan penanganan
laporan dan pengaduan dan bentuk koordinasi lain.
11
2.2.2.2 Jenis-jenis Pengawasan
Menurut Instruksi Presiden Republik Presiden Nomor 1 Tahun 1989 tentang
Pedoman Pelaksanaan Pengawasan Melekat, jenis-jenis pengawasan yaitu:
1. Pengawasan Melekat.
Pengawasan melekat merupakan serangkaian kegiatan yang bersifat
sebagai pengendalian yang terus menerus, dilakukan oleh atasan langsung
terhadap bawahannya, secara preventif atau represif agar pelaksanaan tugas
bawahan tersebut berjalan secara efektif dan efisien sesuai dengan rencana
kegiatan dan peraturan perundang-undangan yang berlaku.
2. Pengawasan Fungsional
Pengawasan fungsional merupakan pengawasan yang dilakukan oleh
aparat pengawasan secara fungsional baik intern pemerintah maupun ekstern
pemerintah, yang dilaksanakan terhadap pelaksanaan tugas umum
pemerintahan dan pembangunan agar sesuai dengan rencana dan peraturan
perundang-undangan yang berlaku.
3. Pengawasan Masyarakat
Pengawasan masyarakat merupakan pengawasan yang dilakukan oleh
warga masyarakat yang disampaikan secara lisan atau tertulis kepada Aparatur
Pemerintah yang berkepentingan, berupa sumbangan pikiran, saran, gagasan
atau keluhan/ pengaduan yang bersifat membangun yang disampaikan baik
secara langsung maupun melalui media.
12
4. Pengawasan Legislatif
Pengawasan legislatif merupakan pengawasan yang dilakukan oleh lembaga
perwakilan rakyat terhadap kebijaksanaan dan pelaksanaan tugas-tugas umum
pemerintahan dan pembangunan.
2.3 Tinjauan Dana Desa
2.3.1 Pengertian Dana Desa
Dana desa merupakan dana yang sumbernya dari Anggaran Pendapatan
Belanja Negara (APBN) yang diperuntukkan bagi Desa dan Desa Adat. Dana desa
tersebut ditransfer melalui Anggaran Pendapatan Belanja Daerah (APBD)
Kabupaten/Kota serta digunakan untuk membiayai penyelenggaraan pemerintah,
pembangunan serta pemberdayaan masyarakat dan juga kemasyarakatan. Pada
awalnya dana desa diberikan untuk mengganti program pemerintah yang dahulu
sebutannya adalah Program Nasional Pemberdayaan Masyarakat (PNPM).
Berdasarkan amanat Undang-Undang Nomor 6 Tahun 2014 tentang Desa
bahwa Pemerintah mengalokasikan dana Desa melalui mekanisme transfer kepada
Kabupaten/Kota. Alokasi dana Desa paling sedikit 10% dari dana perimbangan
yang diterima Kabupaten/Kota dalam anggaran Pendapatan Belanja Daerah setelah
dikurangi Dana Alokasi Khusus. Besaran alokasi anggaran yang peruntukkannya
langsung ke Desa ditentukan 10% (sepuluh perseratus) dari dan diluar dana
Transfer Daerah (on top) secara bertahap.
13
2.3.2 Pengelolaan Dana Desa
Dalam pengelolaan keuangan desa pemerintah harus mengatur keuangan desa
tersebut agar tidak menimbulkan masalah. Pemerintah mengupayakan adanya
pengelolaan alokasi dana desa dengan prinsip-prinsip kebijakannya yaitu
mendorong semangat desentralisasi dan dialokasikan secara adil, transparan dan
akuntabel. Asas pengelolaan keuangan desa tertuang dalam Permendagri nomor
113 tahun 2014 tentang Pengelolaan Keuangan Desa yang memberikan arah
penyempurnaan atas Permendagri nomor 37 tahun 2007 tentang Pedoman
Pengelolaan Keuangan Desa. Penjelasan asas-asas pengelolaan keuangan desa
menurut (BPKP, 2015) yaitu:
1. Transparan yaitu prinsip keterbukaan yang memungkinkan masyarakat dapat
mengetahui dan mendapat akese informasi mengenai keuangan desa secara
luas.
2. Akuntabel yaitu asas yang menentukan bahwa setiap kegiatan dan hasil akhir
kegiatan penyelenggaraan pemerintah desa harus dipertanggungjawabkan
kepada masyarakat desa sesuai dengan ketentuan perundang-undangan.
3. Partisipatif yaitu penyelenggaraan pemerintah desa mengikutsertakan
kelembagaan desa dan unsur masyarakat desa.
4. Tertib dan disiplin anggaran yaitu pengelolaan keuangan desa harus
mengacu pada aturan atau pedoman yang melandasinya.
Dana desa dialokasikan sejak tahun 2015 yang lalu sesuai dengan amanat
Undang-undang nomor 6 tahun 2014 tentang Desa dan Peraturan Pemerintah
nomor 60 tahun 2014 tentang Dana Desa yang bersumber dari APBN dan terakhir
14
kali diubah dengan Peraturan Pemerintah Nomor 8 tahun 2016. Untuk pelaksanaan
teknis Peraturan Pemerintah Tersebut diatur dalam Peraturan Menteri
Keuangan nomor 50/PMK.07/2017 yang telah mengalami perubahan melalui PMK
112/PMK.07/2017 tentang Pengelolaan Transfer ke Daerah dan Dana Desa,
khususnya ketentuan terkait Penyaluran, Penggunaan, Pemantauan, dan Evaluasi
Dana Desa. PMK nomor 50/PMK.07/2017 juga telah mengalami perubahan untuk
kedua kalinya dalam PMK nomor 225/PMK.07/2017. Dalam peraturan tersebut,
mekanisme pencairan dana desa melalui 3 tahap skema baru. Pencairan dana desa
tahap 1 sebesar 20% pada bulan Januari 2018, tahap 2 sebesar 40% dan tahap 3
sebesar 40% dimana hal tersebut berbeda dengan tahapan seperti biasanya yang
hanya ada 2 tahap.
Berdasarkan APBN Tahun 2018, Pemerintah mengalokasikan Dana Desa
tahun 2018 dengan tujuan meningkatkan pelayanan publik di desa, mengentaskan
kemiskinan, memajukan perekonomian desa, mengatasi kesenjangan pembangunan
antardesa, serta memperkuat masyarakat desa sebagai subjek dari pembangunan.
Dalam rangka mencapai tujuan tersebut, Presiden memberikan arahan agar
pelaksanaan Dana Desa dilakukan dengan skema padat karya tunai (Cash For
Work), dan dapat dilaksanakan mulai bulan Januari 2018.
2.4 Akuntabilitas
Menurut Tokyo Declaration of Guidelines on Public Accountability (1985)
dalam (Rosjidi, 2001), akuntabilitas merupakan kewajiban setiap individu untuk
mengelola sumber daya publik serta yang berkaitan dengan pertanggungjawaban
15
fiskal, manajerial, dan kegiatan. Akuntabilitas yaitu pertanggungjawaban oleh
pihak-pihak yang diberi kepercayaan oleh masyarakat/individu untuk mencapai
tujuan yang telah ditetapkan. Pertanggungjawaban yang dimaksud berkaitan
dengan aktivitas birokrasi dalam memberikan pelayanan sebagai kontra prestasi
atas hak-hak dari masyarakat (Ulum dan Sofyani, 2016).
Jenis akuntabilitas yang dikemukakan oleh Ulum dan Sofyani (2016) yaitu
sebagai berikut:
1. Akuntabilitas Keuangan
Akuntabilitas keuangan merupakan konsep pemahaman yang luas dimana
menyarankan agar pemerintah memberikan laporan tentang penguasaan atas
dana-dana publik serta penggunaannya. Disamping memberikan laporan
pemerintah juga harus dapat mempertanggungjawabkan.
2. Akuntabilitas Kinerja
Tujuan dari Instruksi Presiden Nomor 7 tahun 1999 tentang akuntabilitas
kinerja instansi pemerintah adalah untuk memperbaiki sense of accountability
pada jajaran pemerintah pusat dan daerah. Ruang lingkup dari akuntabilitas
kinerja adalah pertanggungjawaban yang meliputi keseluruhan yang berkaitan
dengan tanggung jawab atas amanah yang telah diberikan.
2.5 Transparansi
Undang-Undang nomor 14 tahun 2008 telah mengatur keterbukaan informasi
publik dimana informasi merupakan suatu keterangan, pernyataan, gagasan, dan
tanda-tanda yang mengandung nilai, makna, fakta, serta penjelasannya yang dapat
16
dilihat, didengar, dan dibaca serta disajikan dalam berbagai kemasan dengan format
yang sesuai. Transparansi dapat membantu mengurangi peluang kecurangan seperti
korupsi dan kecurangan yang lainnya di kalangan pemerintah karena terlihat bahwa
segala proses dan hasil kegiatan yang dilakukan pemerintah dapat terlihat.
Transparansi dibangun atas dasar informasi yang bebas dimana proses yang
dilaksanakan pemerintah secara keseluruhan serta informasi dari berbagai lembaga
dengan mudah dapat diakses semua pihak yang memiliki kepentingan. Indikator
transparansi menurut Sriwijayanti (2018) yaitu tersedianya dokumen anggaran
yang dengan mudah diakses, tersedianya laporan pertanggungjawaban yang tepat
waktu, terakomodasinya suara dan usulan rakyat, serta adanya sistem pemberian
informasi untuk publik.
2.6 Kecurangan (Fraud)
Menurut Black’s Law Dictionary dalam buku Gee (2015), fraud adalah suatu
tindakan penipuan atau ketidakjujuran yang dilakukan secara sengaja oleh satu
pihak atau lebih yang pada umumnya dilakukan untuk memperoleh keuntungan
finansial.
Jenis-jenis kecurangan menurut Association of Certified Fraud Examiners,
yaitu:
1. Korupsi (Corruption)
Korupsi merupakan salah satu jenis kecurangan yang sulit didteksi karena
korupsi bersangkutan dengan kerja sama antara satu phak dengan pihak lain
17
yang tujuannya adalah untuk mendapatkan keuntungan dengan menempuh cara
yang salah.
2. Penyalahgunaan Aset (Asset Missappropriation)
Penyalahgunaan aset merupakan penyimpakan atas aset yang dimiliki
perusahaan atau pihak lain. Penyalahgunaan aset digolongkan ke dalam
kecurangan kas (pencurian dan pengeluaran secara curang) dan kecurangan
atas persediaan dan aset lainnya yang merupakan kecurangan berupa pencurian
dan pemakaian persedian dan aset lainnya untuk kepentingan pribadi.
3. Kecurangan Laporan Keuangan
Kecurangan laporan keuangan merupakan tindakan yang dilakukan oleh
pejabat atau instansi pemerintah untuk menutupi kondisi dan keadaan
keuangan yang sebenarnya dengan cara merekayasa keuangan dalam penyajian
laporan keuangan.
Secara umum, kecurangan (fraud terjadi karena tiga hal yang kemungkinan
bisa terjadi dalam waktu yang bersamaan, diantaranya yaitu:
1. Peluang (Opportunity)
Pada umumnya, peluang muncul disebabkan oleh lemahnya sistem
pengendalian internal dalam organisasi. Terbukanya peluang ini dapat
mempengaruhi individu ataupun kelompok yang sebelumnya tidak memiliki
motif untuk bertindak curang.
18
2. Motivasi (Pressure)
Contoh motivasi yaitu sifat buruk misalnya seperti hutang yang berlebihan dan
target kerja yang tidak terealisasi dapat memotivasi individu atau kelompok
untuk bertindak curang.
3. Rasionalisasi.
Rasionalisasi terjadi disebabkan oleh individu atau kelompok mencari
pembenaran atas aktifitas yang dilakukan yang mengandung kecurangan.
Individu atau kelompok tersebut meyakini bahwa apa yang telah dilakukannya
bukan merupakan suatu tindakan curang. Pada beberapa kasus ditemukan
bahwa kondisi pelaku yang bertindak curang tergoda melakukan tindakan
curang karena beranggapan bahwa rekannya yang melakukan hal yang sama
juga tidak menerima sanksi atas apa yang telah dilakukannya.
Pendeteksian kecurangan dapat dilakukan melalui identifikasi indikator
penyebab kecurangan yang perlu ditindaklanjuti oleh auditor untuk di investigasi.
Faktor-faktor penyebab sulitnya mendeteksi adanya kecurangan yaitu
karakteristik kecurangan, pemahaman standar audit tentang pendeteksian
kecurangan, lingkungan pekerjaan audit yang mengurangi kualitas audit serta
metode prosedur audit yang tidak efektif dalam mendeteksi kecurangan. Menurut
Associaton of Certified Fraud Examiners dalam penelitian Taufik (2011), gejala
fraud atau red flags dikategorikan kedalam enam kategori yaitu adanya anomali
(keganjilan atau keganjalan) akuntansi, kelemahan pengendalian internal,
anomali analisis, perubahan gaya hidup, perilaku tidak lazim, pengaduan dan
pemberian informasi dari pihak ketiga. Sedangkan menurut ACFE (2018) bahwa
19
gejala kecurangan atau top red flags pada kasus korupsi yaitu dari 43% hidup diluar
kemampuan mereka, 34% memiliki hubungan yang sangat dekat dengan
vendor/pelanggan, 23% karena kesulitan keuangan, dan 21% sikap pedagang lihay.
20