19
9 BAB II KAJIAN PUSTAKA Banyak riset yang telah berusaha untuk menyelidiki berbagai aspek dari kepuasan pernikahan. Salah satunya, hubungan kepuasan pernikahan dengan persepsi pasangan, ekspresi emosi, dampak faktor kepribadian, dan dampak strategi penanggulangan (Campbell & Snow, 1992; Gottman & Krokoff, 1989; Huston, Caughlin, Houts, Smith, & George, 2001). Pada penelitian ini, peneliti memilih untuk menyelidiki religiusitas dan cinta dalam kaitannya terhadap kepuasan pernikahan. Berdasarkan data Pusat Penelitian dan Pengembangan (Puslitbang) Kehidupan Keagamaan Kementerian Agama (Kemenag) angka perceraian di Indonesia lima tahun terakhir terus meningkat. Pada 2010-2014, dari sekitar 2 juta pasangan yang menikah, 15% di antaranya bercerai. Pada tahun 2010 perceraian terjadi sebanyak 251.208 kasus, sedangkan pada tahun 2014 telah terjadi 382.231. Kasus perceraian dalam lima tahun terakhir ini meningkat 52%. Sebanyak 70% perceraian diajukan oleh istri (Anna, 2015). Menurut psikolog Ratih Ibrahim, fenomena istri menggugat cerai dikarenakan merasa tidak dihargai, karir yang lebih bagus dibandingkan suami, suami yang memiliki sifat posesif, tidak ada kesetaraan, memiliki „bargain power‟ dan masyarakat yang semakin toleran dengan status „single parent‟ (Johara, 2017).Pada penelitian ini, peneliti hanya memilih istri sebagai subjek dikarenakan fenomena yang terjadi saat ini, sebagian besar perceraian yang terjadi diajukan oleh pihak istri. http://digilib.mercubuana.ac.id/

BAB II KAJIAN PUSTAKA 2.pdf · BAB II KAJIAN PUSTAKA . Banyak riset yang telah berusaha untuk menyelidiki berbagai aspek dari kepuasan pernikahan. Salah satunya, hubungan kepuasan

  • Upload
    others

  • View
    3

  • Download
    0

Embed Size (px)

Citation preview

  • 9

    BAB II

    KAJIAN PUSTAKA

    Banyak riset yang telah berusaha untuk menyelidiki berbagai aspek dari

    kepuasan pernikahan. Salah satunya, hubungan kepuasan pernikahan dengan

    persepsi pasangan, ekspresi emosi, dampak faktor kepribadian, dan dampak

    strategi penanggulangan (Campbell & Snow, 1992; Gottman & Krokoff, 1989;

    Huston, Caughlin, Houts, Smith, & George, 2001). Pada penelitian ini, peneliti

    memilih untuk menyelidiki religiusitas dan cinta dalam kaitannya terhadap

    kepuasan pernikahan.

    Berdasarkan data Pusat Penelitian dan Pengembangan (Puslitbang)

    Kehidupan Keagamaan Kementerian Agama (Kemenag) angka perceraian di

    Indonesia lima tahun terakhir terus meningkat. Pada 2010-2014, dari sekitar 2 juta

    pasangan yang menikah, 15% di antaranya bercerai. Pada tahun 2010 perceraian

    terjadi sebanyak 251.208 kasus, sedangkan pada tahun 2014 telah terjadi 382.231.

    Kasus perceraian dalam lima tahun terakhir ini meningkat 52%. Sebanyak 70%

    perceraian diajukan oleh istri (Anna, 2015). Menurut psikolog Ratih Ibrahim,

    fenomena istri menggugat cerai dikarenakan merasa tidak dihargai, karir yang

    lebih bagus dibandingkan suami, suami yang memiliki sifat posesif, tidak ada

    kesetaraan, memiliki „bargain power‟ dan masyarakat yang semakin toleran

    dengan status „single parent‟ (Johara, 2017).Pada penelitian ini, peneliti hanya

    memilih istri sebagai subjek dikarenakan fenomena yang terjadi saat ini, sebagian

    besar perceraian yang terjadi diajukan oleh pihak istri.

    http://digilib.mercubuana.ac.id/

  • 10

    2.1. Definisi Kepuasan Pernikahan

    Menurut Undang-Undang Republik Indonesia No 1 Tahun 1974 Pasal 1

    tentang pernikahan, menyatakan bahwa pernikahan adalah ikatan lahir dan batin

    antara seorang pria dan wanita sebagai suami istri dengan tujuan membentuk

    keluarga atau rumah tangga yang bahagia dan kekal berdasarkan KeTuhanan

    Yang Maha Esa. Setiap individu yang menikah memiliki harapan untuk

    memperoleh kepuasan dalam pernikahannya. Hal ini menyebabkan kepuasan

    pernikahan menjadi topik penting yang telah diteliti secara luas selama 20 tahun

    terakhir terutama karena hubungannya dengan perceraian. Beberapa definisi

    kepuasan pernikahan yang didapatkan dari penelitian sebelumnya yaitu sebagai

    berikut:

    Menurut Lemme (1995) kepuasan pernikahan merupakan evaluasi dari

    suami istri terhadap hubungan pernikahan yang sukar berubah sepanjang

    perjalanan pernikahan itu sendiri. Spanier dan Cole menyebutkan kepuasan

    pernikahan adalah evaluasi subjektif mengenai perasaan seseorang atas

    pasangannya, atas pernikahannya dan atas hubungannya dengan pasangannya. Hal

    ini berkaitan dengan perasaan senang, bahagia dan puas yang dirasakan pasangan

    suami istri dari hubungan pernikahan yang mereka jalani (Prasetya, 2007).

    Kepuasan pernikahan mengacu pada bagaimana pasangan suami istri

    mengevaluasi hubungan pernikahan mereka, apakah baik, buruk, atau memuaskan

    (Hendrick & Hendrick, 1992).

    Kepuasan pernikahan diartikan sebagai sejauh mana pasangan yang

    menikah merasakan dirinya tercukupi dan terpenuhi dalam hubungan yang

    mereka jalani (DeGenova & Rice, 2009).Kepuasan pernikahan adalah pengalaman

    http://digilib.mercubuana.ac.id/

  • 11

    subjektif dari kebahagiaan pasangan dan kebahagiaan dalam pernikahan mereka

    (Sternberg & Hojjat, 1997). Dan menurut Olson & Fower (1993), kepuasan

    pernikahan adalah evaluasi terhadap hal-hal dalam pernikahan yang mencakup

    komunikasi, kegiatan mengisi waktu luang, orientasi keagamaan, penyelesaian

    konflik, pengelolaan keuangan, hubungan seksual, keluarga dan teman, kesetaraan

    peran serta pengasuhan anak.

    Berdasarkan uraian definisi kepuasan pernikahan dari beberapa teori di

    atas, dalam penelitian ini peneliti memutuskan untuk menggunakan teori Olson &

    Fower, karena paling rinci dalam menjelaskan kepuasan pernikahan. Menurut

    Olson& Fowers (1993), kepuasan pernikahan adalah evaluasi terhadap hal-hal

    dalam pernikahan yang mencakup komunikasi, kegiatan mengisi waktu luang,

    orientasi keagamaan, penyelesaian konflik, pengelolaan keuangan, hubungan

    seksual, keluarga dan teman, kesetaraan peran serta pengasuhan anak.

    2.1.1 Aspek Kepuasan Pernikahan

    Kepuasan pernikahan dapat diukur dengan melihat aspek-aspek dalam

    pernikahan seperti yang dikemukakan oleh Olson & Fower (1993). Adapun

    aspek-aspek tersebut antara lain:

    1) Komunikasi

    Aspek ini melihat bagaimana perasaan dan sikap individu terhadap

    komunikasi dalam hubungan mereka sebagai suami istri. Aspek ini berfokus

    pada tingkat kenyamanan yang dirasakan oleh pasangan dalam saling berbagi

    dan menerima informasi secara emosional dan kognitif.

    http://digilib.mercubuana.ac.id/

  • 12

    2) Kegiatan mengisi waktu luang

    Aspek ini mengukur pada pemilihan kegiatan yang untuk menghabiskan

    waktu senggang. Aspek ini merefleksikan aktivitas sosial versus aktivitas

    personal, pilihan untuk saling berbagi satu sama lain, dan harapan untuk

    menghabiskan waktu senggang bersama pasangan.

    3) Orientasi Agama

    Aspek ini mengukur makna kepercayaan agama dan prakteknya dalam

    pernikahan. Nilai yang tinggi menunjukan agama merupakan bagian yang

    penting dalam pernikahan. Agama secara langsung mempengaruhi kualitas

    pernikahan dengan menjaga nilai-nilai suatu hubungan, norma dan dukungan

    sosial yang turut memberikan pengaruh besar dalam pernikahan, juga

    mengurangi perilaku yang berbahaya dalam pernikahan (Christiano, 2000;

    Wilcox, 2004 dalam Wolfinger & Wilcox, 2008).

    4) Penyelesaian Konflik

    Aspek ini mengukur persepsi pasangan terhadap eksistensi dan resolusi

    terhadap konflik dalam hubungan mereka. Aspek ini berpusat pada

    keterbukaan pasangan terhadap isu-isu pengenalan dan penyelesaian, juga

    strategi-strategi yang digunakan untuk menghentikan pertikaian, serta saling

    mendukung dalam mengatasi masalah bersama dan membangun kepercayaan

    satu sama lain.

    5) Pengelolaan Keuangan

    Aspek ini berfokus pada sikap dan bagaimana cara pasangan mengelola

    keuangan mereka. Aspek ini mengukur pola bagaimana pasangan

    http://digilib.mercubuana.ac.id/

  • 13

    menggunakan uang mereka dan perhatian mereka terhadap keputusan finansial

    mereka. Konsep yang tidak realistis, yaitu harapan-harapan yang melebihi

    kemampuan keuangan, harapan untuk memiliki benda yang diinginkan, serta

    ketidakmampuan untuk memenuhi kebutuhan hidup dapat menjadi masalah

    dalam pernikahan (Hurlock, 1999). Konflik dapat muncul jika salah satu pihak

    menunjukkan otoritas terhadap pasangannya, juga tidak percaya terhadap

    kemampuan pasangan dalam mengelola keuangan.

    6) Orientasi Seksual

    Aspek ini mengukur perasaan pasangan mengenai afeksi dan hubungan

    seksual mereka. Aspek ini menunjukan sikap mengenai isu-isu seksual,

    perilaku seksual, kelahiran, dan juga kesetiaan. Penyesuaian seksual dapat

    menjadi penyebab konflik dan ketidakbahagiaan jika tidak tercapai

    kesepakatan yang memuaskan. Kepuasan seksual dapat meningkat seiring

    berjalannya waktu. Hal ini dapat terjadi karena kedua pasangan telah

    memahami dan mengetahui kebutuhan mereka satu sama lain, mampu

    mengungkapkan hasrat dan cinta mereka, juga membaca tanda-tanda yang

    diberikan pasangan sehingga dapat tercipta kepuasan bagi pasangan suami

    istri.

    7) Keluarga dan Teman

    Aspek ini menunjukan perasaan-perasan dan hubungan dengan anggota

    keluarga dan keluarga dari pasangan, dan teman-teman. Aspek menunjukan

    harapan-harapan dan kenyamanan dalam menghabiskan waktu bersama

    keluarga dan teman-teman.

    http://digilib.mercubuana.ac.id/

  • 14

    8) Pengasuhan Anak

    Aspek ini mengukur sikap-sikap dan perasaan-perasaan mengenai memiliki

    dan membesarkan anak. Aspek ini berfokus pada keputusan yang

    berhubungan dengan disiplin, tujuan-tujuan untuk anak-anak dan pengaruh

    anak-anak terhadap hubungan pasangan. Kesepakatan antara pasangan dalam

    hal mengasuh dan mendidik anak penting dalam pernikahan. Orangtua

    biasanya memiliki cita-cita pribadi terhadap anaknya yang dapat menimbulkan

    kepuasan bila cita-cita tersebut terwujud.

    9) Kepribadian

    Aspek ini mengukur persepsi individu mengenai pasangan mereka dalam

    menghargai perilaku-perilaku dan tingkat kepuasan yang dirasakan terhadap

    masalah-masalah perilaku tersebut.

    10) Kesetaraan Peran

    Aspek ini mengukur perasaan-perasaan dan sikap-sikap individu mengenai

    peran-peran dalam pernikahan dan keluarga. Aspek ini berfokus pada

    pekerjaan, pekerjaan rumah, seks, dan peran sebagai orang tua. Semakin tinggi

    nilai ini, menunjukan bahwa pasangan memilih peran-peranegalitarian.

    2.1.2 Faktor-faktor Kepuasan Pernikahan

    Beberapa tokoh mengemukakan tentang faktor-faktor yang mempengaruhi

    kepuasan pernikahan. Menurut Duvall dan Miller (1985) kepuasan pernikahan

    meliputi dua faktor, yaitu latar belakang dan keadaan saat ini. Faktor latar

    belakang diartikan sebagai kondisi sebelum terjadinya pernikahan yang dapat

    mempengaruhi kepuasan pernikahan. Faktor-faktor tersebut antara lain, kondisi

    pernikahan orang tua, kehidupan pasa masa kanak-kanak, kedisiplinan dari orang

    http://digilib.mercubuana.ac.id/

  • 15

    tua, pendidikan seks, tingkat pendidikan, dan waktu pengenalan dengan pasangan

    sebelum menikah.

    Penikahan orang tua dapat menjadi contoh atau role model bagi anak yang

    pakan menjalani kehidupan pernikahannya sendiri. Kemungkinan perceraian akan

    lebih tinggi pada anak yang orang tuanya bercerai (Papalia, Olds, & Feldman,

    2007). Kehidupan masa kanak-kanak juga dapat mempengaruhi kepuasan

    pernikahan pada pasangan. Menurut Duvall dan Miller (1985) kedisiplinan yang

    di terapkan sejak kecil dengan cara yang sesuai dapat mendukung penyesuaian

    diri dalam kehidupan pernikahan.

    Faktor keadaan saat ini merupakan kondisi setelah terjadinya pernikahan,

    antara lain, ekspresi cinta, kepercayaan satu sama lain, kesetaraan dalam peran,

    komunikasi, hubungan seksual, pendapatan, hubungan sosial satu sama lain dan

    tempat tinggal. Latar belakang ekonomi, pekerjaan dan tingkat pendidikan rendah

    pada individu berpengaruh terhadap kepuasan pernikahan. Penelitian Ratna dan

    Kaur (2004) menyatakan bahwa pasangan yang memiliki tingkat ekonomi yang

    rendah memiliki tingkat kepuasan pernikahan yang juga rendah, bahkan hampir

    sama dengan tingkat kepuasan pernikahan pada pasangan yang baru bercerai.

    Selain itu, penelitian Vaijayanthimala, Kumari, dan Panda (2004) menemukan

    bahwa pasangan yang memiliki pendidikan yang tinggi juga memiliki pernikahan

    yang stabil dan bahagia, sedangkan pasangan yang memiliki pendidikan rendah

    lebih rentan bercerai.

    http://digilib.mercubuana.ac.id/

  • 16

    2.1.3 Kriteria Pernikahan yang Memiliki Kepuasan Tinggi

    Menurut Skolnick (dalam Lemme, 1995) ada beberapa kriteria dari

    pernikahan yang memiliki kepuasan yang tinggi, antara lain:

    1) Adanya relasi personal yang penuh kasih sayang dan menyenangkan, dimana

    dalam keluarga terdapat hubungan yang hangat, saling berbagi dan menerima

    antar sesama anggota dalam keluarga.

    2) Kebersamaan, adanya rasa kebersamaan dan bersatu dalam keluarga. Setiap

    anggota keluarga merasa menyatu dan menjadi bagian dalam keluarga.

    3) Model parental role yang baik

    Pola orangtua yang baik akan menjadi contoh yang baik bagi anak-anak

    mereka. Hal ini bisa memberntuk keharmonisan dalam keluarga.

    4) Penerimaan terhadap konflik-konflik

    Konflik yang muncul dalam keluarga dapat diterima secara normatif, tidak

    dihindari melainkan berusaha untuk diselesaikan dengan baik dan

    menguntungkan bagi semua anggota keluarga.

    5) Kepribadian yang sesuai

    Dimana pasangan memiliki kecocokan dan saling memahami satu sama lain.

    Hal yang penting juga yaitu adanya kelebihan yang satu dapat menutupi

    kekurangan yang lainnya sehingga pasangan dapat saling melengkapi satu

    sama lain.

    6) Mampu memecahkan konflik

    Levenson (dalam Lemme, 1995) mengatakan bahwa kemampuan pasangan

    untuk memecahkan masalah serta strategi yang digunakan oleh pasangan

    http://digilib.mercubuana.ac.id/

  • 17

    untuk menyelesaikan konflik yang ada dapat mendukung kepuasan pernikahan

    pasangan tersebut.

    Berbagai alat ukur yang digunakan dalam mengukur kepuasan pernikahan

    telah disusun oleh para ahli. Calyton (1975) menyusun skala kepuasan pernikahan

    berdasarkan delapan aspek yaitu (a) kemampuan sosial suami isteri, (b)

    persahabatan dalam pernikahan, (c) urusan ekonomi, (d) kekuatan pernikahan, (e)

    hubungan dengan keluarga besar, (f) persamaan ideology, (g) keintiman

    pernikahan, (h) taktik‐ taktik interaksi.Funk dan Rogge (2007) mengembangkan

    Couples Satisfaction Index (CSI) untuk mengukur kepuasan pernikahan yang

    terdiri dari 32 item. Lalu, Olson & Fowers (1993) menyusun skala Enrich Marital

    Satisfaction (EMS) untuk pengukur kepuasan pernikahan. Dari berbagai macam

    alat ukur diatas, peneliti memilih skala Enrich Marital Satisfaction (EMS)untuk

    mengukur kepuasan pernikahan dalam penelitian ini dikarenakan skala ini banyak

    dipakai pada penelitian-penelitian terdahulu yang relevan dengan penelitian ini.

    2.2. Definisi Religiusitas

    Religiusitas merupakan ikatan yang harus dipegang dan dipatuhi manusia

    dan diwujudkan dalam berbagai sisi kehidupan manusia. Aktivitas beragama

    bukan hanya terjadi ketika seseorang melakukan perilaku ritual (beribadah), tapi

    juga ketika melakukan aktivitas lain yang didorong oleh kekuatan supranatural.

    Bukan hanya mengenai aktivitas yang tampak oleh mata, tapi juga aktivitas yang

    tidak tampak dan terjadi dalam hati seseorang (Ancok dan Suroso, 2008;

    Nasution, dalam Jalaluddin, 2010).Berikut peneliti uraikan tentang teori-teori

    religiusitas dari beberapa tokoh pada penelitian sebelumnya, diantaranya ;

    http://digilib.mercubuana.ac.id/

  • 18

    Brown (1969) menyatakan bahwa religiusitas merupakan fenomena

    kompleks yang melibatkan kepercayaan, perilaku atau praktik kontingen,

    semacam pengalaman, dan 'iman' atau komitmen terhadap kebenaran sistem

    kepercayaan. Religiusitas adalah kedalaman seseorang dalam meyakini adanya

    Tuhan yang diwujudkan dengan mematuhi setiap perintah dan menjauhi larangan

    dengan keikhlasan hati dan dengan seluruh jiwa raga (Chatijah dan Purwadi,

    2007). Lalu, menurut Glock dan Stark (1970) religiusitas adalah tingkat

    pengetahuan seseorang terhadap agama yang dianutnya serta suatu tingkat

    pemahaman yang menyeluruh terhadap agama yang dianutnya.

    Berdasarkan uraian definisi di atas penelitian ini menggunakan teori Glock

    dan Stark (1970). Karena teori Glock dan Stark tersebut sesuai dengan kriteria

    agama dalam penelitian ini yaitu Islam. El-Menouar (2014) telah

    mengkalsifikasikan dimensi dari Glock dalam terminologi islam, oleh karena itu

    teori dari Glock dan Stark dapat digunakan untuk mengukur religiusitas pada

    subjek yang beragama Islam.

    Definisi operasional menurut Glock dan Stark (1970) religiusitas adalah

    tingkat pengetahuan seseorang terhadap agama yang dianutnya serta suatu tingkat

    pemahaman yang menyeluruh terhadap agama yang dianutnya.

    2.2.1 Dimensi Religiusitas

    Glock dan Stark (1970) membagi religiusitas kedalam lima dimensi, diantaranya :

    1) Dimensi Keyakinan

    http://digilib.mercubuana.ac.id/

  • 19

    Dimensi ini mencakup sejauh mana individu dapat menerima hal-hal yang

    dogmatik dalam agamanya. Percaya dan tidak ragu dengan apa yang ada pada

    agama yang di anutnya.

    2) Dimensi praktik agama atau ritualistik

    Dimensi ini mencakup pelaksanaan kewajiban-kewajiban ritual agama,

    ketaatan dan hal-hal yang dilakukan individu untuk menunjukkan komitmen

    terhadap agama yang dianutnya.

    3) Dimensi Penghayatan

    Dimensi ini berkaitan dengan pengalaman keagamaan, perasaan, dan persepsi

    yang pernah dialami dan dirasakan.

    4) Dimensi Pengetahuan Agama

    Dimensi ini mengacu pada sajauh mana individu mengetahui dan memahami

    ajaran-ajaran agamanya dan aktivitas yang dilakukan untuk menambah

    pengetauan tersebut.

    5) Dimensi Pengamalan

    Dimensi ini mengacu pada akibat-akibat dari ajaran keagamaan, praktik,

    pengalaman dan pengetahuan seseorang dari hari ke hari. Efek dari ajaran

    agama pada perilaku individu dalam kehidupannya.

    2.2.2 Faktor-faktor Religiusitas

    Thouless (2000) menyebutkan beberapa faktor yang mungkin ada dalam

    sikap keagamaan, yaitu:

    1) Faktor Sosial

    http://digilib.mercubuana.ac.id/

  • 20

    Faktor sosial agama terdiri dari berbagai pengaruh terhadap keyakinan dari

    perilaku keagamaan, dari pendidikan pada masa kanak-kanak, orang-orang

    disekitar kita, dan berbagai tradisi yang sudah ada dahulu.

    2) Faktor Pengalaman

    Faktor pengalaman artinya adalah faktor alamiah yang dirasakan seseorang

    ketika dirinya mampu menyadari bahwa segala sesuatu yang ada di dunia ini

    adalah karena Allah Subhanahu Wa Ta‟ala.

    Dalam penelitian ini, peneliti menggunakan skala religiusitas dari Glock &

    Stark (1970), yang telah di modifikasi oleh Satriani (2011) yang terdiri dari 40

    pernyataan. Lalu, peneliti modifikasi kembali sesuai dengan subjek penelitian.

    2.3. Intimacy

    Terdapat beberapa pandangan dan definisi cinta yang dikemukakan oleh

    para tokoh. Cinta merupakan emosi yang mendalam dan vital yang berasal dari

    pemenuhan kebutuhan emosi ditandai dengan adanya perhatian dan penerimaan

    terhadap seseorang yang dicintai dalam hubungan yang intim (Berhm, 2007).

    Menurut DeGenova (2008) cinta dikatakan sebagai bagian yang utama dari

    sebagian besar kehidupan manusia. Baron & Bryne (2000) mengungkapkan

    bahwa cinta adalah gabungan dari emosi atau perasaan, kognisi, dan perilaku yang

    ada dalam hubungan intim. Sedangkan, Kelley (dalam Sternberg, 1987)

    mendefinisikan cinta sebagai :

    “positive feeling and behaviors, and commitment to the stability of the force that affect an ongoing relationship.”

    (Kelley, dalam Sternberg, 1987)

    http://digilib.mercubuana.ac.id/

  • 21

    Menurut definisi diatas, cinta merupakan perasaan dan perilaku, juga

    komitmen untuk menjaga keseimbangan hubungan yang sedang di jalani. Untuk

    memahami cinta lebih dalam. Sternberg (1987) membuat teori tentang cinta yang

    dikenal sebagai Triangular Theory of Loveatau triangulasi cinta yang menjelaskan

    bahwa cinta dapat dipahami dalam bentuk tiga komponen yang secara

    keseluruhan dapat dilihat sebagai pembentuk sudut dari sebuah segitiga. Ketiga

    komponen ini adalah intimacy (sudut bagian atas), passion (sudut bagian kiri),

    dan commitment (sudut bagian kanan). Intimacy adalah perasaan dekat dan terikat

    secara emosional yang menciptakan kehangatan dalam hubungan. Passion

    berhubungan dengan dorongan pada daya tarik fisik yang mengarah pada

    percintaan, penyempurnaan seksual. Lalu, commitment yaitu keputusan seseorang

    untuk mencintai dan menjaga cinta tersebut.Sternberg, 1988 (dalam Mahmudah,

    2012) memilih ketiga komponen tersebut dikarenakan ketiga komponen tersebut

    berdiri sendiri, sehingga individu dapat memiliki salah satu dari komponen tanpa

    harus memiliki dua komponen lainnya.

    Penelitian Doughlas (2013) yang berjudul A Study of Love Factors and

    Marital Satisfaction menunjukan hasil r=0.76 untuk intimacy, r=0.74 untuk

    passion, dan r=0.73 untuk commitment. Hal tersebut menunjukan bahwa intimacy

    berkolerasi paling signifikan dengan kepuasan pernikahan. Mendukung hasil

    penelitian Doughlas, M. Doreen (2011) pada penelitiannya Intimacy, Passion, and

    Commitment As Predictors of Couples’ Relationship Satisfaction juga

    menunjukan kolerasi paling tinggi terdapat pada komponen intimacy. Berdasarkan

    hasil penelitian tersebut peneliti memilih komponen intimacy sebagai ukuran dari

    cinta.

    http://digilib.mercubuana.ac.id/

  • 22

    Intimacy diartikan sebagai seperangkat kasih sayang dari perasaan,

    pikiran, dan perilaku saling berbagi antara dua individu (Hook, dkk, 2003).

    Menurut Atwater (dalam Yesilaen, 2011) intimacy merupakan kedekatan satu

    sama lain, yang ditandai adanya saling bertukar pikiran dan perasaan yang dalam.

    Lalu, Rogers menambahkan (dalam Nuryani, 2010) intimacy merupakan

    kedekatan pribadi dengan orang lain, dimana terdapat saling berbagi, pikiran dan

    perasaan. Menurut Sternberg (1986) Intimacy adalah perasaan kedekatan,

    keterikatan, dan hubungan cinta yang terikat bersama.

    Menurut Sternberg (1978), intimacy refer to those feelings in a

    relationship that promote closeness, bondednes, and connectedness.Intimacy

    mengacu pada perasaan hangat, pemahaman, dukungan, komunikasi, dan adanya

    saling berbagi di antara pasangan (Miller & Perlman, 2009).

    Berdasarkan uraian di atas, peneliti menggunakan teori dari Sternberg

    (1978) dalam penelitian ini, di karenakan teori Sternberg lebih banyak

    menjelaskan tentang intimacy.Definisi operasional dalam penelitian ini adalah

    perasaan kedekatan, keterikatan, dan hubungan cinta yang terikat bersama

    (Sternberg, 1978)

    2.3.1 Komponen Intimacy

    Sternberg & Grajek (dalam Sternberg, 1978) mengidentifikasikan sepuluh

    aspek intimacy dalam cinta, di antaranya :

    1. Memiliki keinginan untuk meningkatkan kesejahteraan pasangan.

    2. Merasa bahagia dan menikmati saat-saat menyenangkan dengan orang yang

    dicintai.

    http://digilib.mercubuana.ac.id/

  • 23

    3. Menghormati dan menghargai pasangan dengan baik.

    4. Dapat mengharapkan dan mengandalkan pasangan saat dibutuhkan.

    5. Saling mengerti dan memahami kelebihan atau kekurangan satu sama lain.

    6. Saling berbagi, waktu, kepemilikan, dan rahasia bersama dengan orang yang

    dicintai.

    7. Merasa mendapat dukungan dan dorongan dari pasangan.

    8. Berempati dan memberikan dukungan emosional pada orang yang dicintai

    kapanpun dibutuhkan.

    9. Dapat berkomunikasi secara intim, mendalam, dan terbuka mengenai

    perasaan-perasaan terdalam dengan orang yang dicintai.

    10. Menilai dan menganggap penting orang yang dicintai.

    Penelitian ini menggunakan skala intimacy dari Sternberg (1988) yang terdiri

    dari 15 pernyataan. Peneliti memodifikasi skala dengan menerjemahkan

    menterjemahkan skala yang awalnya menggunakan Bahasa Inggris ke dalam

    Bahasa Indonesia yang selanjutnya menyusaikan skala dengan partisipan dalam

    penelitian ini.

    2.4. Dinamika Kepuasan Pernikahan, Religiusitas dan Intimacy

    Beberapa penelitian telah mengungkapkan tentang religiusitas, intimacy,

    dan kepuasan pernikahan. Sullivan (2001) dalam penelitiannya yang berjudul

    Understanding the Relationship Between Religiosity and Marriage: An

    Investigation of the Immediate and Longitudinal Effects of Religiosity on

    Newlywed Couples. Menyatakan bahwa semakin tinggi religiusitas, maka sikap

    http://digilib.mercubuana.ac.id/

  • 24

    perceraian menjadi lebih konservatif, meningkatnya komitmen, dan kemungkinan

    akan meminta pertolongan ketika terjadi masalah dalam pernikahannya.

    Lambert dan Dollahite (2006) dalam penelitiannya yang berjudul How

    Religiosity Help Couples Prevent, Resolve, and Overcome Marital Conflict.

    Menunjukan hasil bahwa religiusitas dapat (a) mencegah masalah dalam

    hubungan, (b) menyelesaikan konflik, (c) rekonsiliasi. Penelitian Khurana (2017)

    Effect of Spiritually Dimensions on Marital Satisfaction, menunjukan hasil bahwa

    religiusitas berhubungan secara signifikan dengan kepuasan pernikahan.

    Menurutnya, religiusitas bertindak sebagai sesuatu yang menenangkan bagi

    pasangan yang bertikai.PenelitianImannatul (2015) melakukan penelitian yang

    berjudul Hubungan Antara Religiusitas dengan Kepuasan Perkawinan,

    memperoleh kolerasi r=0.582 dengan probabilitas p=0.000 (p≤0.01). Hasil analisis

    data menunjukan adanya hubungan yang signifikan antara religiusitas dengan

    kepuasan perkawinan yang dimiliki oleh pasangan suami istri di Kecamatan

    Tampan Pekanbaru.

    Hasil peneltian Doughlas (2013) A Study of Love Factors and Marital

    Satisfaction, menunjukan adanya hubungan yang kuat dan signifikan antara love

    factors dan kepuasan pernikahan. Intimacy merupakan faktor yang paling

    signifikan berhubungan dengan kepuasan pernikahan yaitu r=0.76, lalu passion

    r=0.74, dan commitment r=0.73, dengan p

  • 25

    Pada penelitian Welingan (2015) yang berjudul “Hubungan Triangular Love dan

    Kepuasan Perkawinan pada Pasangan Menikah 5-25 Tahun”, menunjukan hasil

    uji kolerasi dengan menggunakan teknik korelasi Product Moment menunjukan

    terdapat hubungan yang positif antara cinta dan kepuasan perkawinan pada

    pasangan suami dan istri.

    Berbagai penjelasan mengenai religiusitas, intimacy dan kepuasan

    pernikahan, serta adanya variable lain yang dianggap penting bagi ketiga variabel

    tersebut telah dijelaskan. Berdasarkan hasil studi literatur tersebut, peneliti

    membuat hipotesis bahwa terdapat hubungan yang positif antara variabel

    religiusitas dan intimacy terhadap kepuasan pernikahan, khususnya pada istri yang

    mengajukan perceraian di Jakarta Timur. Karena hasil penelitian-penelitian

    sebelumnya berbanding terbalik dengan fenomena saat ini, peneliti ingin menguji

    kembali hubungan antara variabel-variabel tersebut dengan subjek yang berbeda

    di tempat yang berbeda.

    2.5. Kerangka Berpikir dan Hipotesa Penelitian

    Kepuasan pernikahan adalah evaluasi terhadap hal-hal dalam pernikahan

    yang mencakup komunikasi, kegiatan mengisi waktu luang, orientasi keagamaan,

    penyelesaian konflik, pengelolaan keuangan, hubungan seksual, keluarga dan

    teman, kesetaraan peran serta pengasuhan anak (Olson dan Fowers, 1993).

    http://digilib.mercubuana.ac.id/

  • 26

    Gambar 2.1

    Skema Kerangka Berpikir Penelitian dan Hipotesa 1

    Religiusitas adalah tingkat pengetahuan seseorang terhadap agama yang

    dianutnya serta suatu tingkat pemahaman yang menyeluruh terhadap agama yang

    dianutnya (Glock dan Stark, 1970). Hipotesa pada bagan ini yaitu terdapat

    hubungan antara religiusitas dan kepuasan pernikahan pada istri yang mengajukan

    perceraian di Jakarta Timur.

    Religiusitas

    (IV¹)

    1. Keyakinan

    2. Praktik keagamaan

    3. Penghayatan

    4. Pengetahuan

    5. Pengalaman

    Kepuasan Pernikahan

    (DV) 1. Komunikasi

    2. Aktivitas waktu luang

    3. Orientasi agama

    4. Pemecahan masalah

    5. Pengaturan keuangan

    6. Orientasi seksual

    7. Keluarga dan sahabat

    8. Peran menjadi orang tua

    9. Kepribadian pasangan

    10. Peran dalam keluarga

    http://digilib.mercubuana.ac.id/

  • 27

    Gambar 2.2

    Skema Kerangka Berpikir Penelitian dan Hipotesa 2

    Intimacyadalah perasaan kedekatan, keterikatan, dan hubungan cinta yang

    terikat bersama (Sternberg, 1987). Hipotesa pada bagan ini adalah terdapat

    hubungan antara intimacy dan kepuasan pernikahan pada istri yang mengajukan

    perceraian di Jakarta Timur.

    Hipotesa ketiga, terdapat hubungan antara religiusitas dan intimacy

    terhadap kepuasan pernikahan pada istri yang mengajukan perceraian di Jakarta

    Timur. Hipotesa keempat, hubungan mana yang paling signifikan di antara

    religiusitas dan intimacy terhadap kepuasan pernikahan pada istri yang

    mengajukan perceraian di Jakarta Timur.

    Intimacy

    (IV²)

    1.Memiliki keinginan untuk meningkatkan kesejateraan pasangan

    2. Merasa bahagia dan menikmati saat-saat menyenangkan dengan orang yang dicintai

    3. Menghormati dan menghargai pasangan dengan baik

    4. Dapat mengharapkan dan mengandalkan pasangan saat dibutuhkan

    5. Saling mengerti dan memahami kelebihan atau kekurangan satu sama lain

    6. Saling berbagi waktu, kepemilikan, dan rahasia bersama dengan orang yang dicintai

    7. Berempati dan memberikan dukungan emosioanl pada orang yang dicintai kapanpun dibutuhkan

    8. Dapat berkomunikasi secara intim, mendalam, dan terbuka mengenai perasaan-perasaan terdalam dengan orang yang dicintai

    Kepuasan Pernikahan

    (DV) 1. Komunikasi

    2. Aktivitas waktu luang

    3. Orientasi agama

    4. Pemecahan masalah

    5. Pengaturan keuangan

    6. Orientasi seksual

    7. Keluarga dan sahabat

    8. Peran menjadi orang tua

    9. Kepribadian pasangan

    10. Peran dalam keluarga

    http://digilib.mercubuana.ac.id/