29
BAB II KAJIAN PUSTAKA A. Landasan Teori 1. Peran Aktif Peran aktif adalah suatu proses kegiatan belajar mengajar yang subjek didiknya terlibat secara intelektual dan emosional sehingga ia betul-betul berperan dan berpartisipasi aktif dalam melakukan kegiatan belajar (Sudjana, N. 1989:20). . Disini terlihat bahwa siswa menjadi inti dalam kegiatan belajar, siswa dipandang sebagai objek dan sebagai subyek. Kegiatan belajar mengajar tersebut menuntut keaktifan dan partisipasi subyek didiknya seoptimal mungkin sehingga siswa tersebut mampu mengubah tingkah laku secara efektif dan efisien. Untuk melihat terwujudnya siswa aktif dalam proses belajar mengajar, terdapat beberapa indikator cara belajar siswa aktif. Indikator tersebut yaitu : a). keinginan, keberanian menampilkan minat, kebutuhan, permasalahan, b). keinginan dan keberanian serta kesempatan untuk berpartisipasi dalam kegiatan persiapan, proses dan kelanjutan belajar, c). penampilan berbagai usaha/kekreatifan belajar dalam menjalani dan menyelesaikan KBM, d). kebebasan atau keleluasaan melakukan hal tersebut tanpa ada tekanan (Ahmadi. A, dan Supriyono. W, 2004:207). Berbeda dengan pendapat yang dikemukakan oleh Ahmadi dan Supriyono di atas, Sudjana, N. (1989:110) menyebutkan bahwa ciri-ciri belajar mengajar yang menuntut siswa untuk berpartisipasi secara aktif yaitu : a) siswa tidak hanya menerima informasi, tetapi lebih banyak memberi informasi, b) siswa yang mengajukan pertanyaan, baik 9

BAB II KAJIAN PUSTAKA A. Landasan Teori 1.digilib.ump.ac.id/files/disk1/7/jhptump-a-ridhofauza-314-2-babii.pdf · BAB II KAJIAN PUSTAKA A. Landasan Teori 1. Peran Aktif Peran aktif

  • Upload
    others

  • View
    9

  • Download
    0

Embed Size (px)

Citation preview

BAB II

KAJIAN PUSTAKA

A. Landasan Teori

1. Peran Aktif

Peran aktif adalah suatu proses kegiatan belajar mengajar yang subjek didiknya

terlibat secara intelektual dan emosional sehingga ia betul-betul berperan dan

berpartisipasi aktif dalam melakukan kegiatan belajar (Sudjana, N. 1989:20). .

Disini terlihat bahwa siswa menjadi inti dalam kegiatan belajar, siswa dipandang

sebagai objek dan sebagai subyek. Kegiatan belajar mengajar tersebut menuntut keaktifan

dan partisipasi subyek didiknya seoptimal mungkin sehingga siswa tersebut mampu

mengubah tingkah laku secara efektif dan efisien. Untuk melihat terwujudnya siswa aktif

dalam proses belajar mengajar, terdapat beberapa indikator cara belajar siswa aktif.

Indikator tersebut yaitu : a). keinginan, keberanian menampilkan minat, kebutuhan,

permasalahan, b). keinginan dan keberanian serta kesempatan untuk berpartisipasi dalam

kegiatan persiapan, proses dan kelanjutan belajar, c). penampilan berbagai

usaha/kekreatifan belajar dalam menjalani dan menyelesaikan KBM, d). kebebasan atau

keleluasaan melakukan hal tersebut tanpa ada tekanan (Ahmadi. A, dan Supriyono. W,

2004:207).

Berbeda dengan pendapat yang dikemukakan oleh Ahmadi dan Supriyono di atas,

Sudjana, N. (1989:110) menyebutkan bahwa ciri-ciri belajar mengajar yang menuntut

siswa untuk berpartisipasi secara aktif yaitu : a) siswa tidak hanya menerima informasi,

tetapi lebih banyak memberi informasi, b) siswa yang mengajukan pertanyaan, baik

9

kepada guru maupun kepada siswa lainnya, c) siswa lebih banyak mengajukan pendapat

terhadap informasi yang disampaikan oleh guru atau terhadap pendapat yang diajukan

oleh siswa lain, d) siswa memberikan respons nyata terhadap stimulus belajar yang

diberikan oleh guru seperti membaca, mengerjakan tugas, mencari informasi dari

beberapa sumber belajar, dan kegiatan nyata lainnya, e) siswa berkesempatan melakukan

penilaian sendiri terhadap hasil pekerjaannya, sekaligus memperbaiki dan

menyempurnakan pekerjaan yang dianggapnya masih belum sempurna, f) siswa membuat

sendiri kesimpulan pelajaran dengan bahasa dan cara masing-masing, baik secara sendiri

maupun secara kelompok, g) siswa memanfaatkan secara optimal dalam kegiatannya,

merespon stimulus belajar yang diberikan oleh guru.

Peran aktif siswa dalam belajar sangat penting dalam proses pembelajaran. Untuk

itu sebagai guru hendaknya dapat mengaktifkan para siswa dalam belajarnya, karena

belajar memerlukan keterlibatan mental dan kerja siswa itu sendiri (Silberman, 2006:9).

Heinz. K, (2002:65) menyebutkan bahwa untuk belajar secara aktif siswa bekerja sendiri

misalnya melalui :

a. Siswa mencari jalan untuk memecahkan masalah sendiri.

b. Siswa menjawab pertanyaan guru.

c. Siswa belajar bertanya.

d. Siswa mengambil keterangan dari buku maupun dari penjelasan guru.

e. Siswa dapat mendiskusikan sesuatu hal dengan kawannya.

f. Siswa dapat melakukan percobaan sendiri.

g. Siswa merasa bertanggungjawab atas hasil pekerjaannya.

Durori. M. (2002:1) menyatakan bahwa siswa dikatakan aktif apabila ia : a).

bertanya, b). mengemukakan gagasan, dan c). mempertanyakan gagasan orang lain dan

gagasannya. Sardiman, A.M. (2007:101) menambahkan bahwa aktivitas siswa tidak

hanya mendengarkan dan mencatat saja, akan tetapi aktivitas siswa dapat digolongkan

menjadi: 1). visual activities, 2). oral activities, 3). listening activities, 4). writing

activities, 5). drawing activities, 6). motor activities, 7). mental activities, dan 8).

emotional activities.

Berdasarkan definisi-definisi di atas, maka dapat penulis simpulkan bahwa peran

aktif adalah partisipasi/keterlibatan siswa dalam proses pembelajaran yang melibatkan

fisik dan mental kerja peserta didik itu sendiri berdasarkan indikator-indikator peran aktif.

2. Prestasi Belajar

a. Pengertian Prestasi Belajar

Prestasi belajar adalah penguasaan pengetahuan atau ketrampilan yang

dikembangkan melalui mata pelajaran, lazimnya ditunjukkan dengan nilai tes atau

angka nilai yang diberikan oleh guru (tim penyusun KBBI, 2005:895). Sedangkan

Suweni (2002:10) mengartikan prestasi belajar adalah hasil yang dicapai siswa dari

berbagai mata pelajaran yang ditempuhnya di bangku sekolah. Hal tersebut dapat

ditunjukkan denga nilai harian siswa, nilai pengamatan keaktifan siswa, nilai

pekerjaan rumah dan nilai ulangan umum catur wulan yang diberikan guru kepada

siswa yang bersangkutan untuk menentukan nilai akhir yaitu nilai raport. Akbar

(2008:11) menambahkan bahwa prestasi belajar adalah hasil yang dicapai siswa

dalam kegiatan belajar mengajar. Dengan kata lain prestasi belajar adalah

penguasaan pengetahuan/ketrampilan yang dikembangkan oleh mata pelajaran yang

ditunjukkan dengan nilai tes atau angka nilai yang diberikan oleh guru dalam nilai

raport ditiap semesternya atau akhir tiap tingkat sekolah yang dilaluinya.

Senjaya (2010:1) memberikan pengertian prestasi belajar adalah hasil yang

dicapai oleh siswa selama berlangsungnya proses belajar mengajar dalam jangka

waktu tetentu, umumnya berbentuk pemberian nilai (skor) dari guru kepada siswa

sebagai indikasi sejauhmana siswa telah menguasai materi pelajaran.

Dari pendapat di atas, maka pengertian prestasi belajar menurut penulis adalah

hasil yang dicapai siswa selama proses pembelajaran dalam menguasai pengetahuan/

ketrampilan yang dikembangkan oleh mata pelajaran ditunjukkan dengan nilai (skor)

yang diberikan oleh guru kepada siswa untuk mengetahui ketercapaian tujuan

pembelajaran sebagai indikasi sejauhmana siswa telah menguasai suatu materi

pelajaran.

b. Faktor-Faktor yang Mempengaruhi Prestasi Belajar

Menurut Ahmadi, A. dan Supriyono, W. (2004:138) prestasi belajar yang dicapai

seseorang merupakan hasil interaksi berbagai faktor yang mempengaruhinya baik dari

dalam diri (faktor internal) maupun dari luar diri (faktor eksternal) individu. Yang

tergolong faktor internal adalah :

a. Faktor jasmaniah (fisiologi), misalnya penglihatan, pendengaran, struktur tubuh,

dan sebagainya.

b. Faktor psikologis meliputi kecerdasan, bakat, sikap, kebiasaan, minat, kebutuhan,

motivasi, emosi, dan penyesuaian diri.

c. Faktor kematangan fisik maupun psikis.

Sedangkan yang tergolong faktor eksternal ialah :

a. Faktor sosial terdiri atas :

1) lingkungan keluarga

2) lingkungan sekolah

3) lingkungan masyarakat

4) lingkungan kelompok.

b. Faktor budaya seperti adat istiadat, ilmu pengetahuan, teknologi, dan kesenian.

c. Faktor lingkungan fisik seperti fasilitas rumah, fasilitas belajar, dan iklim.

d. Faktor lingkungan spiritual atau keagamaan

3. Model Pembelajaran Kooperatif

a. Pengertian Pembelajaran Kooperatif

Istilah pembelajaran kooperatif dalam pengertian bahasa asing dikenal dengan

cooperative learning. Menurut Johnson & Johnson dalam Saputra dan Rudyanto

(2005:50) pembelajaran kooperatif atau gotongroyong didefinisikan sebagai sistem

kerja atau belajar kelompok yang terstruktur. Pada hakekatnya, metode pembelajaran

kooperatif merupakan metode atau strategi pembelajaran gotongroyong yang tidak

jauh berbeda dengan metode pembelajaran kelompok (Saputra dan Rudyanto,

2005:49). Sedangkan Isjoni (2009:15) menyebutnya sebagai model pembelajaran,

lebih jelasnya ia mengemukakan bahwa pembelajaran kooperatif (cooperative

learning) adalah suatu model pembelajaran dimana sistem belajar dan bekerja dalam

kelompok-kelompok kecil yang berjumlah 4-6 orang secara kolaboratif sehingga

dapat merangsang siswa lebih bergairah dalam belajar.

Model pembelajaran ini telah terbukti dapat dipergunakan dalam berbagai mata

pelajaran dan berbagai usia (Isjoni, 2009:17). Lebih jauh Karli dan Margaretha

(2004:48) mengemukakan bahwa model pembelajaran kooperatif adalah suatu

strategi belajar-mengajar yang menekankan pada sikap atau perilaku bersama dalam

bekerja atau membantu diantara sesama dalam struktur kerjasama yang teratur dalam

kelompok, yang terdiri atas dua orang atau lebih untuk memecahkan masalah.

Pembelajaran kooperatif dilaksanakan secara kelompok kecil supaya siswa dapat

bekerjasama dalam kelompok untuk mempelajari isi kandungan pelajaran dengan

berbagai kepandaian sosial.

Pada dasarnya, pembelajaran kooperatif melibatkan siswa untuk bekerjasama

dengan siswa lain untuk mencapai satu tujuan pembelajaran. Lie, A. (2002:12)

menyebut cooperative learning dengan istilah pembelajaran gotongroyong yaitu

sistem pengajaran yang memberi kesempatan kepada peserta didik untuk bekerjasama

dengan siswa lain dalam tugas-tugas terstruktur. Sedangkan Slavin, E.R. (2009:4)

menyebutkan bahwa pembelajaran kooperatif merupakan metode pengajaran di mana

para siswa bekerja dalam kelompok-kelompok kecil untuk saling membantu satu

sama lainnya dalam mempelajari materi pelajaran. Pendekatan pembelajaran yang

berfokus pada penggunaan kelompok kecil siswa untuk bekerjasama dalam

memaksimalkan kondisi belajar untuk mencapai tujuan belajar disebut pembelajaran

kooperatif (Nurhadi, dkk. 2004:112)

Solihatin, E. (2007:4) memberikan definisi bahwa cooperatif learning

mengandung pengertian sebagai suatu sikap atau perilaku bersama dalam bekerja atau

membantu diantara sesama dalam struktur kerja sama yang teratur dalam kelompok,

yang terdiri dari dua orang atau lebih di mana keberhasilan kerja sangat dipengaruhi

oleh keterlibatan dari setiap anggota kelompok itu sendiri.

Dari berbagai pendapat di atas, maka dapat penulis simpulkan bahwa

pembelajaran kooperatif (cooperatif learning) adalah suatu model pembelajaran

dimana siswa bekerja dalam kelompok kecil yang terdiri dari dua orang atau lebih

yang dilaksanakan secara kooperatif atau kolaboratif untuk menyelesaikan tugas-

tugas terstruktur dalam suatu materi pelajaran guna mencapai satu tujuan dalam

pembelajaran.

b. Ciri-Ciri Pembelajaran Kooperatif

Menurut Ibrahim, et al. (2000:6) mengemukakan bahwa pembelajaran kooperatif

mempunyai ciri-ciri sebagai berikut :

1) Siswa bekerja dalam kelompoknya secara kooperatif untuk menuntaskan materi

belajarnya.

2) Kelompok dibentuk dari siswa yang memiliki kemampuan tinggi, sedang, dan

rendah.

3) Bilamana mungkin, anggota kelompok berasal dari ras, budaya, suku, jenis

kelamin yang berbeda-beda.

4) Penghargaan lebih berorientasi pada kelompok daripada individu.

Johnson & Johnson (1994) menyebutkan bahwa pendekatan pembelajaran

kooperatif mempunyai beberapa ciri yaitu :

1) Tujuan kelompok

2) Interaksi sosial ditekankan

3) Terdapat saling ketergantungan yang positif diantara anggota kelompok

4) Dapat dipertanggungjawabkan secara individu

5) Heterogen

6) Berbagi kepemimpinan

7) Berbagi tanggungjawab

8) Menekankan pada tugas dan kebersamaan

9) Membentuk keterampilan sosial

10) Peran guru mengamati proses belajar siswa

11) Efektivitas belajar tergantung pada kelompok

Berdasarkan ciri-ciri yang telah dikemukakan oleh kedua ahli di atas, dapat

peneliti simpulkan bahwa ada beberapa ciri khusus yang ada pada pembelajaran

kooperatif, yaitu:

1) Heterogen

2) Penghargaan berorientasi pada kelompok

3) Adanya kerjasama antar siswa

4) Partisipasi guru dan siswa

c. Unsur-Unsur Pembelajaran Kooperatif

Merujuk pada Roger dan David Johnson, Lie. A. (2002:31) mengemukakan 5

unsur pembelajaran kooperatif yang harus diterapkan yaitu :

1) Saling ketergantungan positif

2) Tanggungjawab perseorangan

3) Tatap muka

4) Komunikasi antar anggota

5) Evaluasi proses kelompok

Unsur pertama pembelajaran kooperatif adalah saling ketergantungan positif.

Unsur ini menunjukkan bahwa ada dua pertanggungjawaban dalam kelompok.

Pertama, mempelajari bahan yang ditugaskan kepada kelompok. Kedua, menjamin

semua anggota kelompok secara individu mempelajari bahan yang ditugaskan

tersebut (Suprijono, A. 2010:58).

Unsur kedua adalah tanggung jawab perseorangan. Lie, A. (2002:33)

menyebutkan jika tugas dan pola penilaian yang dibuat guru menurut prosedur model

pembelajaran kooperatif, maka setiap siswa akan merasa bertanggungjawab untuk

melakukan yang terbaik. Untuk menumbuhkan rasa tanggung jawab perseorangan,

Suprijono, A. (2010:60) membaginya dalam beberapa cara yaitu :

1) Kelompok belajar jangan terlalu besar.

2) Melakukan asessmen terhadap setiap siswa.

3) Memberi tugas kepada siswa.

4) Mengamati setiap kelompok dan mencatat frekuensi individu.

5) Menugasi seorang peserta didik untuk berperan sebagai pemeriksa

dikelompoknya.

6) Menugasi peserta didik mengajar temannya.

Unsur ketiga adalah tatap muka. Setiap kelompok harus diberikan kesempatan

untuk bertemu muka dan berdiskusi. Kegiatan interaksi ini akan memberikan para

pembelajar untuk membentuk sinergi yang menguntungkan semua anggota.

Unsur keempat adalah komunikasi antar anggota. Tidak setiap siswa mempunyai

keahlian mendengarkan dan berbicara. Keberhasilan suatu kelompok juga

bergantung pada kesediaan para anggotanya untuk saling mendengarkan dan

kemampuan mereka untuk mengutarakan pendapat mereka. Untuk itu peserta didik

harus saling mengenal dan mempercayai, mampu berkomunikasi secara akurat dan

tidak ambisius, saling menerima dan saling mendukung, dan mampu menyelesaikan

konflik secara konstruktif (Suprijono, A. 2010:61).

Unsur kelima adalah evaluasi proses kelompok. Unsur ini mengevaluasi proses

kerja kelompok dan hasil kerja sama mereka agar selanjutnya bisa bekerjasama

dengan lebih efektif. Tujuan evaluasi proses kelompok adalah meningkatkan

efektivitas anggota dalam memberikan kontribusi terhadap kegiatan kolaboratif

untuk mencapai tujuan kelompok.

Tidak jauh berbeda dengan pendapat Lie, Nurhadi, dkk. (2003:60) menyebutkan

bahwa terdapat 4 elemen dalam pembelajaran kooperatif, yaitu (1) saling

ketergantungan positif, (2) interaksi tatap muka, (3) akuntabilitas individual, dan (4)

ketrampilan menjalin hubungan antar pribadi atau ketrampilan sosial yang secara

sengaja diajarkan.

Sedangkan menurut Ibrahim, et al. (2000:6) terdapat tujuh unsur dasar

pembelajaran kooperatif yaitu :

1) Siswa dalam kelompoknya haruslah beranggapan bahwa mereka “sehidup

sepenanggungan bersama”.

2) Siswa bertanggungjawab atas segala sesuatu di dalam kelompoknya seperti milik

mereka sendiri.

3) Siswa haruslah melihat bahwa semua anggota di dalam kelompoknya memiliki

tujuan yang sama.

4) Siswa haruslah membagi tugas dan tanggungjawab yang sama antar anggota

kelompoknya.

5) Siswa akan dikenakan evaluasi atau diberikan hadiah/penghargaan yang juga

akan dikenakan untuk semua anggota kelompoknya.

6) Siswa berbagi kepemimpinan dan mereka membutuhkan ketrampilan untuk

belajar bersama selama proses belajar.

7) Siswa akan diminta mempertanggungjawabkan secara individual materi yang

ditangani dalam kelompok kooperatif.

Dari berbagai unsur-unsur dasar pembelajaran kooperatif yang telah diuraikan di

atas, maka dapat penulis simpulkan bahwa ada empat unsur dasar dalam

pembelajaran kooperatif yaitu:

1) Saling ketergantungan positif

2) Adanya interaksi dan tatap muka antar siswa

3) Ketrampilan sosial yang dibangun

4) Memiliki visi yang sama dalam mencapai tujuan pembelajaran

d. Perbedaan Model Pembelajaran Kooperatif dengan Pembelajaran Tradisional

Merujuk pada Abdurrahman dan Bintoro, Nurhadi, dkk. (2003:61-62)

mengemukakan sejumlah perbedaan pembelajaran kooperatif dengan pembelajaran

tradisional yaitu sebagai berikut :

Kelompok Belajar Kooperatif Kelompok Belajar Tradisional

Adanya saling ketergantungan positif, saling membantu, dan saling memberikan motivasi sehingga ada interaksi promotif.

Guru sering membiarkan adanya siswa yang mendominasi kelompok atau menggantungkan diri pada kelompok

Adanya akuntabilitas individual yang mengukur penguasaan materi pelajaran tiap anggota kelompok, dan kelompok diberi

Akuntabilitas individual yang sering diabaikan sehingga tugas-tugas sering diborong oleh salah seorang anggota

Kelompok Belajar Kooperatif Kelompok Belajar Tradisional

umpan balik tentang hasil belajar para anggotanya sehingga dapat saling mengetahui siapa yang memerlukan bantuan dan siapa yang dapat memberikan bantuan.

kelompok, sedangkan anggota kelompok lainnya hanya “enak-enak saja” di atas keberhasilan temannya yang dianggap “pembohong”

Kelompok belajar heterogen, baik dalam kemampuan akademik, jenis kelamin, ras, etnik dan sebagainya sehingga dapat saling mengetahui siapa yang memerlukan bantuan dan siapa yang dapat memberikan bantuan

Kelompok belajar biasanya homogen

Pimpinan kelompok dipilih secara demokratis atau bergilir untuk memberikan pengalaman memimpin bagi para anggota kelompok

Pemimpin kelompok sering ditentukan oleh guru atau kelompok dibiarkan untuk memilih pemimpinnya dengan cara masing-masing

Ketrampilan sosial yang diperlukan dalam kerja gotong royong seperti kepemimpinan, kemampuan berkomunikasi, mempercayai orang lain, dan mengelola konflik secara langsung diajarkan.

Ketrampilan sosial sering tidak secara langsung diajarkan

Pada saat belajar kooperatif sedang berlangsung, guru terus melakukan pemantauan melalui observasi dan melakukan intervensi jika terjadi masalah dalam kerja sama antar anggota kelompok.

Pemantauan melalui observasi dan intervensi sering tidak dilakukan oleh guru pada saat belajar kelompok sedang berlangsung.

Guru memerhatikan secara langsung proses kelompok yang terjadi dalam kelompok-kelompok belajar.

Guru sering tidak memperhatikan proses kelompok yang terjadi dalam kelompok-kelompok belajar.

Penekanan tidak hanya pada penyelesaian tugas tetapi juga hubungan interpersonal (hubungan antar pribadi) yang saling menghargai

Penekanan sering hanya pada penyelesaian tugas

Berdasarkan perbedaan kelompok belajar kooperatif dengan kelompok belajar

tradisional yang dikemukakan oleh ahli di atas, terlihat adanya perbedaan yang sangat

mencolok dan saling bertolak belakang diantara keduanya. Penulis menyimpulkan

bahwa ada dua hal yang perlu digaris bawahi yaitu adanya perhatian dan partisipasi/

keterlibatan guru pada proses belajar siswa pada kelompok belajar kooperatif dan

adanya pembiaran oleh guru pada proses belajar siswa dalam kelompok belajar

tradisional.

e. Keunggulan Pembelajaran Kooperatif

Menurut Nurhadi, dkk. (2003:62-63) yang merujuk pada hasil penelitian

Johnson dan Johnson (1984) menunjukkan adanya berbagai keunggulan pembelajaran

kooperatif sebagaimana terurai berikut ini :

1) Memudahkan siswa melakukan penyesuaian sosial.

2) Mengembangkan kegembiraan belajar yang sejati.

3) Memungkinkan para siswa saling belajar mengenai sikap, ketrampilan, informasi,

perilaku sosial, dan pandangan.

4) Memungkinkan terbentuk dan berkembangnya nilai-nilai sosial dan komitmen.

5) Meningkatkan ketrampilan metakognitif.

6) Menghilangkan sifat mementingkan diri sendiri atau egois dan egosentris.

7) Meningkatkan kepekaan dan kesetiakawanan sosial.

8) Menghilangkan siswa dari penderitaan akibat kesendirian atau keterasingan.

9) Dapat menjadi acuan bagi perkembangan kepribadian yang sehat dan terintegrasi.

10) Membangun persahabatan yang dapat berlanjut hingga masa dewasa.

11) Mencegah timbulnya gangguan kejiwaan.

12) Mencegah terjadinya kenakalan di masa remaja.

13) Menimbulkan perilaku rasional di masa remaja.

14) Berbagai ketrampilan sosial yang diperlukan untuk memelihara hubungan saling

membutuhkan dapat diajarkan dan dipraktekkan

15) Meningkatkan rasa saling percaya kepada sesama manusia.

16) Meningkatkan kemampuan memandang masalah dan situasi dari berbagai

perspektif.

17) Meningkatkan perasaan penuh makna mengenai arah dan tujuan hidup.

18) Meningkatkan keyakinan terhadap ide atau gagasan sendiri

19) Meningkatkan kesediaan menggunakan ide orang lain yang dirasakan lebih baik.

20) Meningkatkan motivasi belajar intrinsik.

21) Meningkatkan kegemaran berteman tanpa memandang perbedaan kemampuan,

jenis kelamin, normal atau cacat, etnis, kelas sosial, agama dan orientasi tugas.

22) Mengembangkan kesadaran bertanggungjawab dan saling menjaga perasaan.

23) Meningkatkan sikap positif terhadap belajar dan pengalaman belajar.

24) Meningkatkan ketrampilan hidup bergotongroyong.

25) Meningkatkan kesehatan psikologis.

26) Meningkatkan sikap tenggang rasa.

27) Meningkatkan kemampuan berpikir divergen atau berpikir kreatif

28) Memungkinkan siswa mengubah pandangan klise dan stereotip menjadi

pandangan yang dinamis dan realistis.

29) Meningkatkan rasa harga diri (self-esteem) dan penerimaan diri (self-acceptance).

30) Memberikan harapan yang lebih besar bagi terbentuknya manusia dewasa yang

mampu menjalin hubungan positif dengan sesamanya, baik ditempat kerja

maupun di masyarakat.

31) Meningkatkan hubungan positif antara siswa dengan guru dan personel sekolah.

32) Meningkatkan pandangan antara siswa dengan guru yang bukan hanya sebagai

penunjang keberhasilan akademik tetapi juga perkembangan kepribadian yang

sehat dan terintegrasi.

33) Meningkatkan pandangan siswa terhadap guru yang bukan hanya pengajar tetapi

juga pendidik.

Berdasarkan keunggulan yang dikemukakan oleh ahli di atas, menurut penulis

ada lima inti keunggulan dalam pembelajaran kooperatif, yaitu:

1) Saling mencerdaskan

2) Saling mengasihi, menyayangi dan mencintai

3) Saling bertenggangrasa

4) Saling bekerjasama/ bergotongroyong, dan

5) Mencegah dampak kelabilan diusia remaja

c. Tujuan dan Manfaat Pembelajaran Kooperatif

Ibrahim, et al. (2000:7) mengemukakan tiga tujuan yang hendak dicapai dalam

pembelajaran kooperatif, yaitu :

1) Hasil belajar akademik stuktural

Bertujuan untuk meningkatkan kinerja siswa dalam tugas-tugas akademik.

2) Pengakuan adanya keragaman

Bertujuan agar siswa menerima teman-temannya yang mempunyai berbagai latar

belakang.

3) Pengembangan keterampilan sosial

Bertujuan untuk mengembangkan keterampilan sosial siswa.

Keterampilan yang dimaksud antara lain berbagi tugas, aktif bertanya,

menghargai pendapat orang lain, mau menjelaskan ide atau pendapat, bekerja dalam

kelompok dan sebagainya.

Saputra dan Rudyanto (2005:54-55) menambahkan bahwa tujuan dari

pembelajaran kooperatif yaitu :

1) Menyiapkan anak didik dengan berbagai ketrampilan-ketrampilan baru.

2) Membentuk kepribadian anak didik agar dapat mengembangkan kemampuan

berkomunikasi dan bekerjasama.

3) Membangun pengetahuan secara aktif

4) Mengajak anak untuk menemukan, membentuk, dan mengembangkan

pengetahuan.

5) Meningkatkan hasil belajar, hubungan antar kelompok, menerima teman yang

mengalami kendala akademik, dan meningkatkan harga diri (self-esteem).

Menurut Ibrahim, et al. (2000:18) bagi siswa yang hasil belajarnya rendah,

pembelajaran kooperatif memiliki manfaat sebagai berikut :

1) Rasa harga diri menjadi lebih tinggi

2) Memperbaiki kehadiran

3) Penerimaan terhadap individu menjadi lebih besar

4) Perilaku mengganggu menjadi lebih kecil

5) Konflik antara pribadi berkurang

6) Pemahaman yang lebih mendalam

7) Meningkatkan kebaikan budi, kepekaan dan toleransi

8) Hasil belajar lebih tinggi

Saputra dan Rudyanto (2005:52-53) menambahkan bahwa manfaat dari

pembelajaran kooperatif dapat dijabarkan sebagai berikut:

1) Mampu mengembangkan aspek moralitas dan interaksi sosial peserta didik.

2) Mempersiapkan peserta didik untuk belajar

3) Meningkatkan kemampuan siswa untuk bekerjasama.

4) Membentuk pribadi yang terbuka dan menerima perbedaan.

5) Membiasakan anak untuk selalu aktif dan kreatif

Berdasarkan pendapat-pendapat yang dikemukakan oleh para ahli di atas, maka

manfaat pembelajaran kooperatif menurut penulis adalah:

1) Meningkatkan hasil belajar akademik

2) Meningkatkan ketrampilan sosial

3) Terbentuknya toleransi antar individu

4. Model Pembelajaran Kooperatif Tipe NHT

a. Pengertian Pembelajaran Kooperatif Tipe NHT

Pembelajaran NHT dikembangkan oleh Spencer Kagen (1993) dengan

melibatkan banyak siswa dalam menelaah materi yang tercakup dalam suatu pelajaran

dan mengecek pemahaman mereka terhadap isi pelajaran tersebut (Nurhadi, dkk,

2003:66). Number Heads Together (NHT) atau penomoran berpikir bersama adalah

merupakan jenis pembelajaran kooperatif yang dirancang untuk mempengaruhi pola

interaksi siswa dan sebagai alternatif terhadap struktur kelas tradisional (Trianto,

2000:62).

Teknik ini memberikan kesempatan kepada siswa untuk saling membagikan ide-

ide dan mempertimbangkan jawaban yang paling tepat. Teknik ini juga mendorong

siswa untuk meningkatkan semangat kerjasama mereka. Teknik ini bisa digunakan

dalam semua mata pelajaran dan untuk semua tingkatan usia anak didik (Lie, A.

2002:59).

Menurut Nurhadi, dkk. (2003:66) sebagai pengganti pertanyaan langsung kepada

seluruh kelas, guru menggunakan 4 langkah struktur Number Heads Together yaitu :

1) Langkah -1 : Penomoran (Numbering)

Guru membagi siswa ke dalam kelompok beranggotakan 3 sampai 5 orang secara

heterogen dan kepada setiap anggota kelompok diberi nomor 1 sampai 5.

2) Langkah -2 : Pengajuan pertanyaan (Questioning)

Guru mengajukan pertanyaan kepada siswa. Pertanyaan dapat bervariasi dan

spesifik dalam bentuk kalimat Tanya.

3) Langkah -3 : Berpikir Bersama (Head Together)

Siswa menyatakan pendapat terhadap jawaban pertanyaan itu dan meyakinkan tiap

anggota dalam timnya mengetahui jawaban tersebut.

4) Langkah -4 : Pemberian Jawaban (Answering)

Guru menyebut nomor tertentu kemudian siswa yang nomornya dipanggil

mengacungkan tangannya dan mencoba menjawab pertanyaan untuk seluruh kelas.

Dalam pelaksanaannya, langkah-langkah tersebut dapat dikembangkan sebagai

berikut :

Pendahuluan

1. Menginformasikan materi yang akan dibahas atau mengaitkan materi yang akan

dibahas dengan materi yang lalu.

2. Mengkomunikasikan tujuan pembelajaran yang akan dicapai secara rinci dan

menjelaskan model pembelajaran yang akan dilaksanakan.

3. Memotivasi siswa agar timbul rasa ingin tahu tentang konsep-konsep yang akan

dipelajari.

Kegiatan Inti

Langkah ke-1 : Penomoran

Kegiatan ini diawali dengan membagi siswa ke dalam kelompok yang beranggotakan

5 orang siswa dan setiap anggota kelompok diberi nomor 1sampai dengan 5.

Langkah ke-2 (Pengajuan Pertanyaan)

1. Menjelaskan materi secara sederhana

2. Mengajukan pertanyaan

Langkah ke-3 (Berpikir Bersama)

1. Pada langkah ini siswa memikirkan pertanyaan yang akan diajukan oleh guru.

2. Menyatukan pendapat dengan jalan mengerjakan LKS di bawah bimbingan guru

dan memastikan bahwa tiap anggota kelompoknya sudah mengetahui

jawabannya.

Langkah ke-4 (Pemberian Jawaban)

1. Pada langkah ini guru memanggil salah satu nomor dari salah satu kelompok

secara acak.

2. Siswa yang disebut nomornya dalam kelompok yang bersangkutan

mengacungkan tangannya.

3. Mencoba menjawab untuk seluruh kelas dan ditanggapi oleh kelompok lain.

4. Jika jawaban dari hasil diskusi kelas sudah dianggap betul, siswa diberi

kesempatan untuk mencatat dan apabila jawaban masih salah, guru akan

mengarahkan.

5. Guru memberikan pujian kepada siswa/kelompok yang menjawab betul.

Penutup

1. Guru membimbing siswa untuk menyimpulkan materi

2. Guru memberikan penguatan

3. Siswa diminta mengerjakan kuis secara individual dan diberikan tugas PR.

b. Menghitung Skor Individual dan Tim

Perhitungan skor peningkatan (point kemajuan) individu dihitung berdasarkan

skor awal, dalam penelitian ini didasarkan pada nilai evaluasi hasil pre test.

Berdasarkan skor awal setiap siswa memiliki kesempatan yang sama untuk

memberikan sumbangan skor maksimal bagi kelompoknya berdasarkan skor tes yang

diperolehnya. Adapun penghitungan skor peningkatan individu pada penelitian ini

diambil dari penskoran peningkatan individu yang dikemukakan Slavin, E.R.

(2010:159) seperti pada tabel di bawah ini :

Tabel 2.1 Pedoman pemberian skor perkembangan individu

Skor Kuis/ Evaluasi Poin Kemajuan Lebih dari 10 point di bawah skor awal 5 10 - 1 point di atas skor awal 10 Skor awal sampai 10 point di atas skor awal 20 Lebih dari 10 point di atas skor awal 30

Kertas jawaban sempurna (terlepas dari skor awal) 30

Adapun format lembar penyekoran kuis ditunjukkan pada tabel berikut ini :

Tabel 2.2. Contoh format lembar penyekoran kuis

No Siswa

Tgl : …….. Tgl : ……… Kuis : …… Kuis : ……. Skor Awal

Skor Kuis

Skor Peningkatan

Skor Awal

Skor Kuis

Skor Peningkatan

1. Pupung 2. Cici 3. Choerul 4. Tomy 5. Erlin

(Sumber, Slavin, E.R. 2009:162 )

Perhitungan skor tim dilakukan dengan cara menjumlahkan masing-masing skor

peningkatan individu dan hasilnya dibagi sesuai jumlah anggota kelompok.

Pemberian penghargaan diberikan berdasarkan perolehan skor rata-rata yang

dikategorikan pada tiga tingkatan, yaitu tim baik, tim hebat, dan tim super.

Langkah-langkah penentuan dan penghargaan skor tim adalah sebagai berikut :

Kriteria Rata-Rata Tim (x) Predikat

0 ≤ x ≤ 5 -

5 ≤ x ≤ 15 Tim Baik

15 ≤ x ≤ 25 Tim Hebat

25 ≤ x ≤ 30 Tim Super

Sumber: Trianto, 2010:72

Untuk format lembar penentuan penghargaan tim ditunjukkan pada tabel berikut

ini :

Tabel 2.3. Contoh format lembar penentuan penghargaan tim

Nama Tim : Ir. Soekarno

Nama anggota tim Siklus I Siklus II P 1 P 2 P 1 P 2

Pupung 30 Cici 30 Choerul 20 Tomy 20 Erlin 30 Total Skor Tim 130 Rata-Rata Tim 26 Penghargaan Tim Tim

Super

(Slavin, E.R. 2009:163)

5. IPS SD

a. Pengertian IPS sebagai Mata Pelajaran

Berdasarkan Kurikulum Tingkat Satuan Pendidikan (KTSP) 2006

(Permendiknas No. 20 Tahun 2006) dikemukakan bahwa IPS adalah mata pelajaran

yang mengkaji seperangkat peristiwa, fakta, konsep dan generalisasi yang berkaitan

dengan sosiologi, ekonomi, sejarah dan geografi. Sedangkan Sapriya (2009:7)

mengartikan bahwa mata pelajaran IPS merupakan sebuah nama mata pelajaran

integrasi dari mata pelajaran sejarah, geografi, dan ekonomi serta mata pelajaran

ilmu sosial lainnya. Trianto (2010:171) menambahkan bahwa Ilmu Pengetahuan

Sosial (IPS) merupakan integrasi dari berbagai cabang ilmu-ilmu sosial seperti,

sosiologi, sejarah, geografi, ekonomi, politik, hukum, dan budaya.

Adapun Moeljono Cokrodikardjo dalam Daldjoeni (1997:3) mengemukakan

bahwa IPS adalah perwujudan dari suatu pendekatan interdisipliner dari ilmu sosial.

Ia merupakan integrasi dari berbagai cabang ilmu sosial yakni sosiologi, antropologi

budaya, psikologi, sejarah, geografi, ekonomi, ilmu politik dan ekologi manusia,

yang diformulasikan untuk tujuan instruksional dengan materi dan tujuan yang

disederhanakan agar mudah dipelajari.

Nu’man Soemantri dalam Daldjoeni (1997:3) menyatakan bahwa IPS

merupakan pelajaran ilmu-ilmu sosial yang disederhanakan untuk pendidikan tingkat

SD, SLTP, dan SLTA. Penyederhanaan mengandung arti: a) menurunkan tingkat

kesukaran ilmu-ilmu sosial yang biasanya dipelajari di universitas menjadi pelajaran

yang sesuai dengan kematangan berfikir siswa siswi sekolah dasar dan lanjutan, b)

mempertautkan dan memadukan bahan aneka cabang ilmu-ilmu sosial dan kehidupan

masyarakat sehingga menjadi pelajaran yang mudah dicerna.

S. Nasution dalam Daldjoeni (1997:3) mendefinisikan IPS sebagai pelajaran

yang merupakan fusi atau paduan sejumlah mata pelajaran sosial. Dinyatakan bahwa

IPS merupakan bagian kurikulum sekolah yang berhubungan dengan peran manusia

dalam masyarakat yang terdiri atas berbagai subjek sejarah, ekonomi, geografi,

sosiologi, antropologi, dan psikologi sosial.

IPS merupakan suatu program pendidikan dan bukan sub-disiplin ilmu

tersendiri, sehingga tidak akan ditemukan baik dalam nomenklatur filsafat ilmu,

disiplin ilmu-ilmu sosial (social science), maupun ilmu pendidikan (Sumantri,

2001:89).

Social Scence Education Council (SSEC) dan National Council for Social

Studies (NCSS), menyebut IPS sebagai “Social Science Education” dan “Social

Studies”. Adapun rumusan social studies menurut NCSS adalah sebagai berikut:

Social studies is the integrated study of the social science and humanities to

promote civic competence. Within the school program, social studies provides

coordinated, systematic study drawing upon such disciplines as anthropology,

archaeology, economics, geography, history, law, philosophy, political science,

psyichology, religion, and humanities, mathematics, and natural sciences. The

primary purpose of social studies is to help young people developthe ability to make

informed and reasoned decisions for the public good as citizens of culturally diverse,

democratic society in an interdependent world. (Sapriya, 2009:10)

Dengan kata lain, menurut penulis IPS terdiri dari sejumlah mata pelajaran

yang terpadu seperti: antropologi, arkeologi, ekonomi, geografi, sejarah, ilmu

hukum, filosofi, ilmu politik, psikologi, agama dan manusia.

b. Tujuan Pendidikan IPS

Berdasarkan Kurikulum Tingkat Satuan Pendidikan (KTSP) 2006 yang

tercantum dalam dokumen Permendiknas Nomor 20 Tahun 2006 disebutkan bahwa

tujuan pendidikan IPS adalah agar siswa memiliki kemampuan sebagai berikut :

a. Mengenal konsep-konsep yang berkaitan dengan kehidupan masyarakat dan

lingkungannya.

b. Memiliki kemampuan dasar berfikir logis dan kritis, rasa ingin tahu, inkuiri,

memecahkan masalah, dan keterampilan sosial dalam kehidupan sosial.

c. Memiliki komitmen dan kesadaran terhadap nilai-nilai sosial dan kemanusiaan.

d. Memiliki kemampuan berkomunikasi, bekerjasama dan berkompetisi dalam

masyarakat majemuk di tingkat lokal, nasional, dan global.

Oleh karena itu IPS ditingkat sekolah pada dasarnya bertujuan untuk

mempersiapkan para peserta didik sebagai warga negara yang menguasai

pengetahuan (knowledge), ketrampilan (skills), sikap dan nilai (attitudies and values)

yang dapat digunakan sebagai kemampuan untuk memecahkan masalah pribadi atau

masalah sosial serta kemampuan mengambil keputusan dan berpartisipasi dalam

berbagai kegiatan kemasyarakatan agar menjadi warga negara yang baik. (Sapriya,

2009:12).

c. Standar Kompetensi dan Kompetensi Dasar Mata Pelajaran IPS SD

Berdasarkan peraturan Menteri Pendidikan Nasional Republik Indonesia

(Permendiknas RI) Nomor 22 Tahun 2006, standar kompetensi dan kompetensi dasar

untuk jenjang SD/MI kelas V semester 2 adalah sebagai berikut:

Tabel 2.4 SK dan KD Kelas V Semester II

Standar Kompetensi Kompetensi Dasar

2. Menghargai peranan tokoh pejuang dan masyarakat dalam mempersiapkan dan mempertahankan kemerdekaan Indonesia

2.2 Menghargai jasa dan peranan tokoh perjuangan dalam mempersiapkan kemerdekaan Indonesia

Sumber: Silabus SD Negeri 3 Arcawinangun

d. Materi IPS SD

Materi yang dijadikan obyek penelitian difokuskan pada materi peristiwa

sekitar proklamasi. Materi ini diajarkan di kelas V. Sesuai dengan silabus sekolah

yang diterbitkan oleh SD Negeri 3 Arcawinangun, materi ini diajarkan dengan alokasi

waktu 14 jp x 35 menit. Materi pokok ini meliputi beberapa sub materi, diantaranya

yaitu: BPUPKI, PPKI, perumusan dasar negara, peristiwa menjelang proklamasi,

tokoh-tokoh proklamasi, dan cara menghargai jasa-jasa tokoh kemerdekaan.

e. Alat dan Media Pembelajaran IPS SD

Faktor penunjang dalam proses pembelajaran IPS di SD salah satunya adalah

dengan memanfaatkan atau menggunakan alat dan media pembelajaran IPS yang

sesuai dengan materi tertentu. Anitah, S. (2009:3-5) membagi media pembelajaran ke

dalam tiga komponen, yaitu : 1). Alat peraga, 2). Alat pelajaran, dan 3). Audio-

Visual-Aids. Selanjutnya Sri Anitah membedakan media pembelajaran menjadi 3

jenis, yaitu media audio, media visual, dan media audio visual. Ketiga jenis tersebut

akan dijelaskan di bawah ini.

a. Media Audio

Media audio dibagi menjadi dua jenis, yaitu :

1) Media audio tradisional, misalnya: audio kaset, audio siaran dan telepon.

2) Media audio digital, misalnya : media optik, audio internet dan radio internet.

b. Media visual

Media visual dibagi menjadi dua jenis, yaitu :

1) Media visual yang tidak diproyeksikan, misalnya : gambar mati/ gambar diam,

ilustrasi, karikatur, poster, bagan, diagram, grafik, peta datar, realia dan model

serta berbagai jenis papan.

2) Media visual yang diproyeksikan, misalnya : overhead projector (OHP), slide,

film strip, dan opaque projector.

c. Media audio visual

Contoh media audio visual adalah slide suara, televisi, kerucut pengalaman

dan multimedia.

Dalam penelitian pembelajaran IPS di SD media yang digunakan adalah jenis

media visual yang tidak diproyeksikan yaitu gambar mati atau gambar diam.

Gambar-gambar yang dimaksud meliputi gambar-gambar para tokoh-tokoh yang

mendirikan BPUPKI, PPKI, perumus dasar negara, peristiwa Rengasdengklok,

tokoh-tokoh kemerdekaan, dan gambar bentuk-bentuk menghargai jasa para

pahlawan.

B. Kerangka Berpikir

Berdasarkan permasalahan yang terdapat pada latar belakang di muka, diketahui bahwa

kondisi awal peserta didik menunjukkan adanya sikap pasif peserta didik dalam

pembelajaran. Dengan kata lain siswa tidak dilibatkan dalam proses pembelajaran. Tidak

terlibatnya peserta didik dalam pembelajaran berpengaruh terhadap prestasi belajar peserta

didik itu sendiri. Rendahnya keterlibatan atau peran aktif siswa dipengaruhi oleh beberapa

faktor, salah satunya adalah guru masih menggunakan metode konvensional.

Oleh karena itu, untuk membuat kelas menjadi hidup dan membuat siswa berperan aktif

dalam pembelajaran, perlu diterapkannya pembelajaran yang inovatif, salah satunya adalah

dengan menggunakan pembelajaran kooperatif tipe NHT. Pelaksanaan tindakan dengan

menerapkan pembelajaran kooperatif tipe NHT dilaksanakan dalam 2 siklus. Terdapat 7

indikator peran aktif yang dijadikan dasar untuk menilai partisipasi/ aktivitas peserta didik

dalam pembelajaran. Indikator-indikator tersebut yaitu : mencari jalan untuk memecahkan

masalah sendiri, menjawab pertanyaan guru, bertanya, mengambil keterangan dari buku

maupun dari penjelasan guru, mendiskusikan sesuatu hal dengan kawannya,

bertanggungjawab atas hasil pekerjaannya, dan merasa gembira dan semangat.

Dengan menerapkan pembelajaran kooperatif tipe NHT, indikator-indikator tersebut

akan menunjukkan kondisi akhir peserta didik dan secara tidak langsung telah membantu

guru untuk mengajar inovatif. Kondisi akhir peserta didik yang dimaksud adalah peran aktif

dan prestasi belajar meningkat.

Untuk lebih jelasnya penulis gambarkan bagan kerangka berpikir tersebut seperti di

bawah ini :

Kerangka Berpikir

Kondisi awal peserta didik

• Guru mengajar konvensional • Peserta didik pasif • Prestasi belajar rendah

Tindakan (acting) dengan menerapkan pembelajaran kooperatif tipe NHT

Siklus I

Siklus II

Kondisi akhir peserta didik

• Guru mengajar inovatif • Peran peserta didik aktif • Prestasi belajar meningkat

Gambar 2.1. Bagan Kerangka Berpikir

C. Hipotesis Tindakan

Berdasarkan kerangka berfikir tersebut, maka hipotesis dalam penelitian ini adalah

dengan menerapkan pembelajaran kooperatif tipe NHT akan meningkatkan peran aktif dan

prestasi belajar siswa pada materi peristiwa sekitar proklamasi di kelas V SD Negeri 3

Arcawinangun.