Upload
phamdang
View
226
Download
0
Embed Size (px)
Citation preview
BAB II
KAJIAN PUSTAKA
2.1 Hasil-hasil Penelitian Terdahulu
1. Fitri Amalia (2011) dengan judul Penerapan Etika Bisnis Islam Bagi Pelaku Usaha
Industri Kreatif (Studi Kasus Pada Kampoeng Kreatif) mengemukakan bahwa dalam
menerapkan etika bisnis Islam terdapat 4 aspek yang perlu diperhatikan meliputi: prinsip,
manajemen, marketing, dan harga/ produk. Berdasarkan penelitian yang telah dilakukan,
ditemukan bahwa pengusaha dan karyawan Kampoeng Kreatif berhasil menerapkan
etika bisnis Islam sesuai syariat dan berdampak pada inovasi produk yang dapat
diciptakan.
2. Rimba Kusumadilaga (2010) dengan judul Pengaruh Corporate Social Responsibility
Terhadap Nilai Perusahaan Dengan Profitabilitas Sebagai Variabel Moderating)
mengemukakan bahwa CSR berpengaruh signifikan terhadap nilai perusahaan, dan
variabel profitabilitas sebagai variabel moderating tidak dapat mempengaruhi hubungan
CSR dan nilai perusahaan. CSR berpengaruh secara signifikan terhadap nilai perusahaan
dikarenakan dewasa ini perusahaan dikatakan baik apabila memiliki kinerja finansial,
lingkungan, dan sosial yang baik.
3. Fitra Ananda (2011) dengan judul Analisis Perkembangan Usaha Mikro Dan Kecil
Setelah Memperoleh Pembiayaan Mudharabah Dari BMT At Taqwa Halmahera Di Kota
Semarang) menemukan bahwa terdapat peningkatan yang signifikan pada UMK antara
sebelum dan sesudah memperoleh pembiayaan mudharabah dari BMT At Taqwa
Halmahera di Kota Semarang. Perbedaan-perbedaan tersebut diukur menggunakan
metode analisis data uji validitas, uji reliabilitas, dan uji pangkat tanda wilcoxon. Dengan
demikian dengan adanya pembiayaan dari BMT At Taqwa Halmahera di Kota Semarang
maka modal usaha, omzet penjualan dan keuntungan Usaha Mikro dan Kecil (UMK)
mengalami peningkatan yang sangat berarti.
4. Imam Buchori (2013) dengan judul Pengaruh Tingkat Pembiayaan Mudharabah
Terhadap Tingkat Rasio Profitabilitas Pada Koperasi Jasa Keuangan Syariah (KJKS)
Manfaat Surabaya mengemukakan bahwa Mudharabah berpengaruh positif terhadap
Rasio Profitabilitas. Hal ini berarti bahwa peningkatan jumlah Pembiayaan Mudharabah
yang disalurkan KJKS Manfaat akan berpengaruh dalam meningkatkan profit yang
didapat di setiap tahun atau setiap periode. Pembiayaan Mudharabah yang merupakan
pola pembiayaan terbesar yang selama ini disalurkan KJKS Manfaat, serta didominasi
oleh prinsip murabahah dan disusul oleh prinsip salam dan istishna mampu memberikan
pengaruh yang positif dan signifikan besar terhadap tingkat profitabilitas KJKS Manfaat
yang diukur dengan rasio profitabilitas yaitu ROA dan NPM, Kecuali ROE pembiayaan
mudharabah berpengaruh signifikan sedikit.
5. Eko Yanuarto, Rahab, dan Untung Kumorohadi (2012) dengan judul Peran Kapabilitas
Inovasi Terhadap Perbaikan Produk Usaha Kecil Menengah (UKM) Dengan Tekanan
Lingkungan Dan Ukuran Perusahaan Sebagai Variabel Moderasi (Studi pada UKM di
Kabupaten Purbalingga) mengemukakan bahwa kapabilitas inovasi mempunyai
pengaruh yang positif terhadap perbaikan produk UKM, hal ini menunjukan bahwa
kemampuan yang dimiliki oleh masing-masing UKM dalam menciptakan inovasi
mempengaruhi perbaikan produk yang dihasilkannya. Hasil negatif yang didapat dari
pengujian yang dilakukan terhadap variabel tekanan lingkungan mengindikasikan bahwa
tekanan lingkungan sebagai variabel moderasi tidak mempengaruhi hubungan antara
kapabilitas inovasi terhadap perbaikan produk.
Hal ini berarti bahwa ketika tekanan lingkungan meningkat belum tentu
mempengaruhi kemampuan berinovasi perusahaan yang memacu perbaikan produk juga
meningkat. Ukuran perusahaan tidak berpengaruh signifikan dalam memoderasi
hubungan kapabilitas inovasi terhadap perbaikan produk. Pengujian menunjukan hasil
yang negatif, artinya ketika ukuran perusahaan meningkat belum tentu mempengaruhi
kemampuan berinovasi perusahaan yang memacu perbaikan produk juga meningkat.
Jadi, besar kecilnya ukuran perusahaan tidak berpengaruh terhadap UKM di Kabupaten
Purbalingga dalam meningkatkan kemampuan berinovasi perusahaan yang akan
mendukung terhadap peningkatan kualitas produknya.
6. Jaka Sriyana (2010) dengan judul Strategi Pengembangan Usaha Kecil Dan Menengah
(UKM): Studi Kasus Di Kabupaten Bantul merumuskan beberapa faktor yang menjadi
penyebab pertumbuhan UKM, antara lain:
a. Kemudahan dalam Akses Permodalan
b. Bantuan Pembangunan Prasarana
c. Pengembangan Skala Usaha
d. Pengembangan Jaringan Usaha, Pemasaran dan Kemitraan Usaha
e. Pengembangan Sumber Daya Manusia
f. Peningkatan Akses Teknologi
g. Mewujudkan iklim bisnis yang lebih kondusif
Yang perlu dicermati dalam usaha pemberdayaan UKM melalui aspek permodalan
ini adalah: (1) bagaimana pemberian bantuan modal ini tidak menimbulkan
ketergantungan; (2) bagaimana pemecahan aspek modal ini dilakukan melalui penciptaan
sistem yang kondusif baru usaha mikro, usaha kecil, dan usaha menengah untuk
mendapatkan akses di lembaga keuangan; (3) bagaimana skema penggunaan atau
kebijakan pengalokasian modal ini tidak terjebak pada perekonomian subsisten.
7. Nunuy Nur Afiah (2009) dengan judul Peran Kewirausahaan Dalam Memperkuat UKM
Indonesia Menghadapi Krisis Finansial) mengemukakan beberapa faktor penunjang
perkembangan UKM adalah sebagai berikut:
a. UKM harus memiliki manajemen resiko yang baik dalam rangka pengelolaan usaha,
untuk itu disarankan adanya perhatian dan pengelolaan perusahaan berdasarkan
kepada resiko yang ada.
b. Kewirausahaan tidak akan berjalan jika tida memiliki sikap mental positif. Oleh
karena itu, pelaku UKM diharapkan memiliki sikap mental positif sebagai syarat
utama untuk berpikir kreatif, bekerja secara inovatif, dan berani mengambil resiko.
2.1.1 Tabel Penelitian Terdahulu
Tabel 2.1
Daftar Penelitian Terdahulu
Nama
Peneliti
Tahun dan Judul
Penelitian
Metode
Penelitian
Hasil Penelitian Perbedaan
Penelitian
Imam
Buchori
2013, Pengaruh
Tingkat Pembiayaan
Mudharabah
Terhadap Tingkat
Rasio Profitabilitas
Pada Koperasi Jasa
Keuangan Syariah
(KJKS) Manfaat
Surabaya.
Kuantitatif
menggunak
an analisis
regresi
linier
berganda
Hasil dari penelitian menunjukkan
bahwa Mudharabah berpengaruh
positif terhadap Rasio Profitabilitas.
Hal ini berarti bahwa peningkatan
jumlah Pembiayaan Mudharabah yang
disalurkan KJKS Manfaat akan
berpengaruh dalam meningkatkan
profit yang didapat di setiap tahun
atau setiap periode.
Perbedaan
penelititan terletak
pada variabel yang
digunakan,
penelitian Imam
Buchori
menggunakan
pembiayaan
mudharabah sebagai
variabel independen.
Eko
Yanuarto,
Rahab,
dan
Untung
Kumoroh
adi
2012, Peran
Kapabilitas Inovasi
Terhadap Perbaikan
Produk Usaha Kecil
Menengah (UKM)
Dengan Tekanan
Lingkungan Dan
Ukuran Perusahaan
Sebagai Variabel
Moderasi (Studi pada
UKM di Kabupaten
Purbalingga).
Kuantitatif
menggunak
an analisis
statistik.
Berdasarkan dari hasil penelitian
dapat dilihat bahwa kapabilitas
inovasi mempunyai pengaruh yang
positif terhadap perbaikan produk
UKM, hal ini menunjukan bahwa
kemampuan yang dimiliki oleh
masing-masing UKM dalam
menciptakan inovasi mempengaruhi
perbaikan produk yang dihasilkannya.
Hasil negatif yang didapat dari
pengujian yang dilakukan terhadap
variabel tekanan lingkungan
mengindikasikan bahwa tekanan
lingkungan sebagai variabel moderasi
Perbedaan
penelitian terletak
pada tujuan
dilakukan
penelitian. Pada
penelitian Eko
Yanuarto dkk,
tujuan penelitian
ialah untuk menguji
pengaruh kapabilitas
inovasi dan variabel
tekanan lingkungan
terhadap perbaikan
produk.
tidak mempengaruhi hubungan antara
kapabilitas inovasi terhadap perbaikan
produk.
Fitra
Ananda
2011, Analisis
Perkembangan
Usaha Mikro Dan
Kecil Setelah
Memperoleh
Pembiayaan
Mudharabah Dari
BMT At Taqwa
Halmahera Di Kota
Semarang
Kuantitatif
menggunak
an analisis
statistik
antara lain:
uji
validitas,
reliabilitas,
dan uji
pangkat
tanda
wilcoxon.
Terdapat peningkatan yang signifikan
pada UMK antara sebelum dan
sesudah memperoleh pembiayaan
mudharabah dari BMT At Taqwa
Halmahera di Kota Semarang.
Dengan demikian dengan adanya
pembiayaan dari BMT At Taqwa
Halmahera di Kota Semarang maka
modal usaha, omzet penjualan dan
keuntungan Usaha Mikro dan Kecil
(UMK) mengalami peningkatan.
Perbedaan terletak
pada variabel
pembiayaan
mudharabah sebagai
variabel independen.
Perbedaan juga
terdapat pada
metode analisis
data, pada penelitian
fitra ananda
menggunakan uji
pangkat tanda
wilcoxon.
Tabel 2.1
Daftar Penelitian Terdahulu (Lanjutan)
Nama
Peneliti
Tahun dan Judul
Penelitian
Metode
Penelitian
Hasil Penelitian Perbedaan
Penelitian
Rimba
Kusumadi
laga
2010, Pengaruh
Corporate Social
Responsibility
Terhadap Nilai
Perusahaan Dengan
Profitabilitas Sebagai
Variabel
Moderating).
Kuantitatif
menggunak
an analisis
statistik
Variabel CSR berpengaruh signifikan
terhadap nilai perusahaan, dan
variabel profitabilitas sebagai variabel
moderating tidak dapat
mempengaruhi hubungan CSR dan
nilai perusahaan. CSR berpengaruh
secara signifikan terhadap nilai
perusahaan dikarenakan dewasa ini
perusahaan dikatakan baik apabila
memiliki kinerja finansial,
lingkungan, dan sosial yang baik.
Perbedaaan
penelitian terletak
pada variabel yang
digunakan. Rimba
Kusumadilaga
menggunakan CSR
sebagai variabel
independen, nilai
perusahaan sebagai
variabel dependen,
dan profitabilitas
sebagai variabel
moderating.
Jaka
Sriyana 2010, Strategi
Pengembangan
Usaha Kecil Dan
Menengah (UKM):
Studi Kasus Di
Kabupaten Bantul.
Deskriptif
kualitatif
Merumuskan beberapa faktor yang
menjadi penyebab pertumbuhan
UKM, antara lain:
a. Kemudahan dalam Akses
Permodalan
b. Bantuan Pembangunan Prasarana
c. Pengembangan Skala Usaha
d. Pengembangan Jaringan Usaha,
Pemasaran dan Kemitraan Usaha
e. Pengembangan Sumber Daya
Manusia
f. Peningkatan Akses Teknologi
Perbedaan
penelitian terletak
pada tujuan
penelitian. Jaka
Sriyana fokus pada
faktor-faktor yang
menjadi penyebab
pertumbuhan suatu
UKM.
Nunuy
Nur Afiah
2009, Peran
Kewirausahaan
Dalam Memperkuat
UKM Indonesia
Menghadapi Krisis
Deskriptif
kualitatif
Beberapa faktor penunjang
perkembangan UKM adalah: a. UKM harus memiliki manajemen
resiko yang baik dalam rangka
pengelolaan usaha.
Perbedaan
penelitian terletak
pada tujuan
dilakukan
penelitian.
Finansial. b. Kewirausahaan tidak akan
berjalan jika tida memiliki sikap
mental positif. Oleh karena itu,
pelaku UKM diharapkan memiliki
sikap mental positif sebagai syarat
utama untuk berpikir kreatif,
bekerja secara inovatif.
Penelitian Nunuy
fokus pada faktor-
faktor yang
menjadi penyebab
perkembangan
suatu UKM. Serta
pada jenis
penelititan yang
digunakan. Sumber: Olahan data penulis
2.2 Kajian Teoritis
2.2.1 Etika Bisnis Dalam Islam
Menurut Djakfar (2007:20) “bagaimanapun perilaku mencerminkan akhlak (etika)
seseorang atau dengan kata lain, perilaku berealisasi dengan etika. Apabila seseorang
taat pada etika, berkecenderungan akan menghasilkan perilaku yang baik dalam setiap
aktivitas atau tindakannya, tanpa kecuali dalam aktivitas bisnis”.
Secara konkret bisa diilustrasikan jika seseorang pelaku bisnis yang peduli pada
etika, bisa diprediksi ia akan bersikap jujur, amanah, adil, selalu melihat kepentingan
orang lain (moral altruistik) dan sebagainya. Sebaliknya bagi mereka yang tidak
mempunyai kesadaran akan etika, di mana pun dan kapan pun saja tipe kelompok orang
kedua ini akan menampakkan sikap kontra produktif dengan sikap tipe kelompok orang
pertama dalam mengendalikan bisnis.
Menurut Qardawi (2001) dalam Djakfar (2007:22), antara ekonomi (bisnis) dan
akhlak (etika) tidak pernah terpisah sama sekali, seperti halnya antara ilmu dan
akhlak, antara politik dan akhlak, dan antara perang dan akhlak. Akhlak adalah daging
dan urat nadi kehidupan Islami. Karena risalah Islam adalah risalah akhlak.
Sebagaimana pula tidak pernah terpisah antara agama dan negara, dan antara materi
dan ruhani. Seorang muslim yakin akan kesatuan hidup dan kesatuan kemanusiaan.
Sebab itu tidak bisa diterima sama sekali tindakan pemisahan antara kehidupan dunia
dan agama sebagaimana yang terjadi di Eropa.
Seorang pengusaha dalam pandangan etika Islam bukan sekedar mencari
keuntungan, melainkan juga keberkahan yaitu kemantapan dari usaha itu dengan
memperoleh keuntungan yang wajar dan diridloi oleh Allah swt. Ini berarti yang harus
diraih oleh seorang pedagang dalam melakukan bisnis tidak sebatas keuntungan materiil,
tetapi yang penting lagi adalah keuntungan immateriil (spiritual). Kebendaan yang profan
(intransenden) baru bermakna apabila diimbangi dengan kepentingan spiritual yang
transenden (ukhrawi). (Djakfar, 2007:21)
Kesatuan antara ekonomi dengan akhlak akan terlihat di berbagai langkah yang
berkaitan dengan motivasi ekonomi dan bisnis, produksi, distribusi, iklan, konsumsi, dan
sebagainya. Berbagai kegiatan setiap muslim dan beriman, baik sebagai pribadi,
pengusaha, pimpinan negara, maupun masyarakat, dibatasi oleh ketentuan syariat.
(Harahap, 2011:78)
Titik sentral etika Islam adalah menentukan kebebasan manusia untuk bertindak dan
bertanggungjawab karena kepercayaannya terhadap kemahakuasaan Tuhan. Hanya saja
kebebabsan manusia itu tidaklah mutlak, dalam arti, kebebasan yang terbatas. Dalam
skema etika Islam, manusia adalah pusat penciptaan Tuhan. Manusia merupakan wakil
Tuhan di muka bumi sebagaimana firman-Nya dalam Q.S Al-An’am 195:
ئفٱنريوهى ٱلزضجعهكىخه إ كى ءاحى بهىكىفيب جن وزفعبعضكىفىقبعضدزج
ۥوإهٱنعمبةزبكسسع حى ٥٦١نغفىزز
“Dan Dialah yang menjadikan kamu penguasa-penguasa di bumi dan Dia meninggikan
sebahagian kamu atas sebahagian (yang lain) beberapa derajat, untuk mengujimu tentang
apa yang diberikan-Nya kepadamu. Sesungguhnya Tuhanmu amat cepat siksaan-Nya dan
sesungguhnya Dia Maha Pengampun lagi Maha Penyayang.”
Karena itu, seluruh tujuan hidup manusia adalah untuk mewujudkan kebajikan
kekhalifahannya sebagai pelaku bebas karena dibekali kehendak bebas, mampu memilih
antara yang baik dan jahat, antara yang benar dan yang salah, antara yang halal dan yang
haram. Dengan kata lain, manusia akan mempertanggungjawabkan pilihan-pilihan yang
diambilnya dalam kapasitasnya sebagai individu. (Djakfar, 2007:11)
2.2.2 Prinsip Dasar Etika Islam dan Prakteknya Dalam Bisnis
Menurut Beekun (1997:21), Islam memiliki enam aksioma dari filsafat etika Islam,
yaitu:
1. Tauhid, unity (kesatuan, keutuhan)
Ini adalah konsep tauhid yang berarti semua aspek dalam hidup dan mati
adalah satu, baik aspek politik, ekonomi, sosial, maupun agama adalah berasal dari
satu sistem nilai yang saling terintegrasi, terkait, dan konsisten. Menurut al-Ghazali
dalam Nawatmi (2010:58), adapun prakteknya dalam bisnis :
a. Tidak ada diskriminasi baik terhadap pekerja, penjual, pembeli, serta mitra kerja
lainnya sesuai dengan firman-Nya dalam surat Al Hujurat:13:
أهب ديٱنر يىاب ءايىالحمد هٱحمىاوۦ وزسىنهٱلل ٱلل إ ععهىٱلل ٥س
“Hai manusia, sesungguhnya Kami menciptakan kamu dari seorang laki-laki dan
seorang perempuan dan menjadikan kamu berbangsa-bangsa dan bersuku-suku
supaya kamu saling kenal-mengenal. Sesungguhnya orang yang paling mulia
diantara kamu disisi Allah ialah orang yang paling takwa diantara kamu.
Sesungguhnya Allah Maha Mengetahui lagi Maha Mengenal.”
b. Terpaksa atau dipaksa untuk menaati Allah SWT, sesuai dengan firman-Nya dalam
surat Al- An’am:163 yang berbunyi:
لۥ شسكنهل نكأيسثوأبأو وبر سه ٥٦١ٱن
“Tiada sekutu bagi-Nya; dan demikian itulah yang diperintahkan kepadaku dan
aku adalah orang yang pertama-tama menyerahkan diri (kepada Allah).”
c. Meninggalkan perbuatan yang tidak beretika dan mendorong setiap individu untuk
bersikap amanah karena kekayaan yang ada merupakan amanah Allah.
2. Adil, ekuilibrium (keseimbangan, harmoni)
Semua aspek kehidupan harus seimbang agar dapat menghasilkan keteraturan
dan keamanan sosial sehingga kehidupan manusia di dunia ini dan di akhirat nanti
melahirkan harmoni dan keseimbangan. Menurut al-Ghazali dalam Nawatmi
(2010:58), adapun prakteknya dalam bisnis :
a. Tidak ada kecurangan dalam takaran dan timbangan.
b. Penentuan harga berdasarkan mekanisme pasar yang normal.
3. Freewill (kebebasan)
Manusia diangkat sebagai khalifah Allah atau pengganti Allah di bumi untuk
memakmurkannya. Manusia dipersilahkan dan mampu berbuat sesuka hatinya tanpa
paksaan, Tuhan memberikan koridor yang boleh dan yang tidak boleh. Aturan itu
dimaksudkan untuk kemaslahatan manusia. Allah menurunkan Rasul-Nya untuk
memberikan peringatan dan kabar gembira. Pelanggaran terhadap aturan Allah akan
dimintai pertanggungjawaban. Menurut al-Ghazali dalam Nawatmi (2010:58), adapun
aplikasinya dalam bisnis :
a. Konsep kebebasan dalam Islam lebih mengarah pada kerja sama, bukan persaingan
apalagi sampai mematikan usaha satu sama lain. Kalaupun ada persaingan dalam
usaha maka, itu berarti persaingan dalam berbuat kebaikan atau fastabiq al-khairat
(berlomba-lomba dalam kebajikan).
b. Menepati kontrak, baik kontrak kerja sama bisnis maupun kontrak kerja dengan
pekerja.
4. Responsibility (pertanggungjawaban)
Karena kebebasan yang diberikan di atas, manusia harus memberikan
pertanggungjawabannya nanti di hadapan Allah atas segala keputusan dan tindakan
yang dilakukannya. Menurut al-Ghazali dalam Nawatmi (2010:58), adapun
aplikasinya dalam bisnis :
a. Upah harus disesuaikan dengan UMR (upah minimum regional).
b. Economic return bagi pemberi pinjaman modal harus dihitung berdasarkan perolehan
keuntungan yang tidak dapat dipastikan jumlahnya dan tidak bisa ditetapkan terlebih
dahulu seperti dalam sisitem bunga.
c. Islam melarang semua transaksi alegotoris seperti gharar, sistem ijon, dan sebagainya.
5. Ihsan, benevolence (kemanfaatan)
Semua keputusan dan tindakan harus menguntungkan manusia baik di dunia
maupun di akhirat; selain hal itu seharusnya tidak dilakukan. Islam tidak
membenarkan setiap tindakan yang dapat menimbulkan kerusakan terhadap diri,
masyarakat, bahkan makhluk lain seperti binatang, tumbuhan, dan alam. Menurut al-
Ghazali dalam Nawatmi (2010:58), adapun aplikasinya dalam bisnis ialah:
a. Memberikan zakat dan sedekah.
b. Memberikan kelonggaran waktu pada pihak terutang dan bila perlu mengurangi beban
utangnya.
c. Menerima pengembalian barang yang telah dibeli.
d. Membayar utang sebelum penagihan datang.
e. Adanya sikap kesukarelaan antara kedua belah pihak yang melakukan transaksi, kerja
sama atau perjanjian bisnis.
f. Adanya sikap ramah, toleran, baik dalam menjual, membeli dan menagih utang.
g. Jujur dalam setiap proses transaksi bisnis.
h. Memenuhi perjanjian atau transaksi bisnis.
2.2.3 Parameter Sistem Etika Islam
Menurut Beekun (1997:20) beberapa parameter sistem etika Islam adalah sebagai
berikut:
1. Setiap keputusan dan tindakan didasarkan pada niat. Niat, tindakan, dan hasil harus
halal; niat yang baik, tetapi tindakannya haram tidak berarti halal.
2. Setiap tindakan baik adalah ibadah.
3. Islam memberikan kebebasan kepada setiap orang, tetapi tidak boleh mengorbankan
akuntabilitas dan keadilan.
4. Islam mewajibkan setiap orang hanya tunduk kepada Allah Swt.
5. Pilihan, keputusan yang benar tidak ditemukan oleh jumlah suara, tetapi ditentukan
syariat.
6. Islam adalah sistem yang terbuka pada etika, tidak berorientasi pribadi dan tidak
egois.
7. Kebenaran secara simultan diperoleh dari membaca Al Quran dan hukum alam.
8. Islam menyuburkan proses pembersihan terus-menerus (tazkiyah) secara partisipatif.
2.2.4 Aspek Etika Bisnis Islam
Etika bisnis dapat ditinjau dari sisi etika manajemen, etika produksi, etika marketing,
serta etika sirkulasi dan purnajual. Harahap (2011:102) mengasumsikan bahwa antara
entitas, lembaga, institusi, dan mukalaf (orang yang bertanggungjawab) dalam Islam tidak
dapat dipisahkan, etika pribadi sebagai seorang muslim berlaku juga pada perusahaan,
lembaga, atau organisasi.
2.2.4.1 Etika manajemen
Menurut Harahap (2011:103) Dalam perusahaan, pihak yang bertanggung jawab
pada kegiatan bisnis adalah manajemen sehingga sukar memisahkan antara manajemen
dengan perusahaan. Sebagai suatu entitas, perusahaan dianggap dapat memiliki hak
hidup sendiri sebagaimana seorang manusia. Namun, belakangan ini, sikap itu dinilai
berbahaya karena kecenderungan perusahaan dikedepankan dan manajemen serta
pemilik yang menahkodai dari belakang berlindung di balik entitas jika melakukan hal-
hal yang secara etis tidak dibenarkan jika dilakukan seorang manusia. Jadi, banyak
kegiatan perusahaan yang semakin jauh dari kepentingan sosial dan hanya untuk
mengejar keuntungan sesaat.
Dalam Islam, secara jelas dan tegas, manusialah yang menjadi pengganti dan wakil
Allah Swt. di muka bumi ini untuk memakmurkannya sesuai dengan aturan dan
ketentuan Allah Swt. Islam menempatkan semua dalam satu kesatuan yang tidak
terpisahkan satu sama lain atau integrated. Ini mengharuskan agar semua lembaga,
organisasi, atau badan hukum boleh saja didirikan, tetapi harus ada “sang mukalaf” yang
menjadi penanggungjawab yang secara hukum dunia dan akhirat bertanggungjawab
terhadap semua kegiatan perusahaan. (Harahap, 2011:104)
Menurut Djakfar (2007:13) peran integrasi dalam konsep tauhid akan menimbulkan
perasaan dalam diri manusia bahwa ia akan selalu merasa direkam segala aktivitas
kehidupannya, termasuk dalam aktivitas berekonomi. Sesuai dengan firman-Nya dalam
surat An-Nahl 90:
۞إ وٱنعدلأيسبٱلل حس ذيٱل ي ٱنمسبى وإخب ع هى كسوٱنفحشبءو هوٱن ٱنبغ
سو ٠٩عظكىنعهكىحرك
“Sesungguhnya Allah menyuruh (kamu) berlaku adil dan berbuat kebajikan, memberi
kepada kaum kerabat, dan Allah melarang dari perbuatan keji, kemungkaran dan
permusuhan. Dia memberi pengajaran kepadamu agar kamu dapat mengambil
pelajaran”
Karena manajemen lahir dari masyarakat Amerika dan memiliki filosofi sekuler,
bagi orang Islam, filsafat dan nilai yang ada di dalamnya banyak yang tidak sesuai
dengan keyakinan umat Islam. Oleh karena itu, para ahli dari kalangan Islam mencoba
mempelajari manajemen yang sesuai dengan tata nilai Islam. Misalnya Effendy (1986)
dalam Harahap (2011:105) mengemukakan empat prinsip manajemen Islami:
1. Prinsip amar makruf nahi munkar,
2. Kewajiban menegakkan kebenaran,
3. Menegakkan keadilan,
4. Kewajiban menyampaikan amanat.
Beberapa fungsi-fungsi manajerial menurut Baidan (2007:77) ialah sebagai berikut:
1. Motivasi
Dalam memberi motivasi umat untuk berbuat sesuatu bahkan untuk beriman
pun Allah tidak langsung memerintahkan mereka, melainkan menyentuh perasaan
mereka, dan merangsang pemikiran rasional mereka. Untuk maksud itu dalam
berkomunikasi dengan mereka Allah menggunakan bahasa yang indah dengan nilai
sastra yang amat tinggi sehingga para pujangga Arab terkagum-kagum mendengar
ayat-ayat Alquran yang dibacakan Rasul. Dengan cara memotivasi yang sangat halus
serupa itu, maka banyaklah menarik perhatian umat lalu mereka menyatakan masuk
Islam dengan sukarela, sedikit pun tidak ada paksaan (Q.S Al-Baqarah:256;
Yunus:99)
Seandainya seorang manajer mau mengikuti pola yang diterapkan Al Quran
dalam memberikan motivasi kepada para stafnya, tentu mereka akan sangat tertarik
dalam bekerja dan lebih merasakan sense of belonging serta bertanggung jawab penuh
terhadap tugas-tugas yang dipercayakan kepadanya.
2. Komunikasi
Tugas manajer yang tak kurang pentingnya ialah berkomunikasi, bahkan boleh
disebut komunikasi merupakan urat nadi bagi berkiprahnya suatu organisasi, apalagi
organisasi bisnis, salah sedikit saja berkomunikasi bisa membuat hancurnya sebuah
usaha. Dalam hal ini Allah mengingatkan Nabi Muhammad saw;”Sekiranya kamu
berkata kasar kepada mereka dan berhati keras (tidak santun), niscaya mereka akan
lari dari sisimu.” (Q.S. Ali Imran:159)
Berkata santun dan lemah lembut merupakan prasyarat pertama dan utama jika
ingin komunikasi efektif dan mencapai sasaran. Jadi masalah komunikasi sangat
penting demi membuat suatu organisasi atau bisnis memiliki lingkungan yang
kondusif.
3. Pengawasan (kontrol)
Melakukan pengawasan adalah suatu keharusan karena cetak biru manusia itu
memang mempunyai potensi untuk berbuat baik dan buruk, berlaku jujur dan curang,
dan sebagainya. Bila salah satu fungsi manajemen melakukan kontrol, maka hal itu
sesuai dengan sistem manajemen yang diterapkan Allah dalam mengatur hidup dan
kehidupan di muka bumi ini; bahkan pengawasan Allah tidak tanggung-tanggung
mulai dari menugaskan diri yang bersangkutan (Q.S. Yasin:65; Fushshilat:20-21),
benda di sekitarnya, sampai para malaikat terlibat dalam mengawasi seseorang (Q.S.
al-An’am:17; Yusuf:26; Qaf:15).
4. Perencanaan
Posisi perencanaan dalam suatu sistem manajemen boleh disebut sebagai
kompas yang akan menuntun proses dan perjalanan sebuah program sehingga tidak
terjadi salah arah dalam mencapai tujuan atau target yang telah ditetapkan.
Kalau diperhatikan alam raya ini, betapa sangat teraturnya, sehingga tidak
pernah terjadi kekacauan sedikit pun, semuanya berjalan sesuai alurnya masing-
masing (Q.S. al-Anbiya’:33; Yasin:40). Jelas mustahil, alam yang demikian luas dan
sangat teratur itu akan tercipta tanpa perencanaan yang matang.
2.2.4.2 Etika pemasaran
Dalam pandangan Islam, setiap individu maupun kelompok, di satu sisi, diberikan
kebebasan untuk mendapatkan keuntungan sebesar-besarnya, namun di sisi lain, ia
terikat dengan iman dan etika sehingga ia tidak bebas mutlak dalam menginvestasikan
modalnya (berbisnis) atau membelanjakan hartanya. (Djakfar, 2007:82)
Dalam kajian fiqih Islam, kebenaran dan keakuratan informasi ketika seorang pelaku
usaha mempromosikan barang dagangannya menempati kajian yang sangat signifikan.
Islam tidak mengenal sebuah istilah kapitalisme klasik yang berbunyi “ceveat emptor”
atau “let the buyer beware” (pembelilah yang harus berhati-hati), tidak pula “ceveat
venditor” (pelaku usahalah yang harus berhati-hati). Tetapi dalam Islam yang berlaku
adalah prinsip keseimbangan (al-ta‟adul) atau ekuilibrium di mana pembeli dan penjual
harus berhati-hati di mana hal itu tercermin dalam teori perjanjian (nazhariyyat al-„uqud)
dalam Islam. (Djakfar, 2007:83)
Salah satu sebab cacatnya rasa saling rela (taradhin) adalah tidak adanya kesesuaian
antara sifat atau kriteria barang yang disampaikan penjual pada pembeli atau yang
diharapkan oleh pembeli sehingga timbul penyesalan sebagai tanda dari rusaknya rasa
saling rela. (Djakfar, 2007:84)
Dalam praktik dagang sederhana (skala kecil), untuk melariskan barang
dagangannya, seorang pedagang kadangkala tidak segan-segan bersumpah. Sangat
banyak ayat Al Quran ysng menyinggung tentang penyampaian informasi yang tidak
benar pada orang lain, di antaranya surat Ali Imran ayat 77 tentang pelarangan promosi
yang tidak sesuai dengan kualisifikasi barang, yang berbunyi:
إ بعهدٱنر شخسو كنهىفٱلل ئكلخه أون بلهلا هىث هىٱلخسةوأ ولكه
هىىوٱلل تولظسإن هىونهىعراةأنىٱنم ٧٧ولصك
“Sesungguhnya orang-orang yang menukar janji (nya dengan Allah) dan sumpah-
sumpah mereka dengan harga yang sedikit, mereka itu tidak mendapat kebahagiaan
(pahala) di akhirat, dan Allah tidak akan berkata-kata dengan mereka dan tidak akan
melihat kepada mereka pada hari kiamat dan tidak (pula) akan mensucikan mereka.
Bagi mereka azab yang pedih.”
Landasan etika dalam periklanan dapat dikemukakan bahwa:
1. Berbisnis bukan hanya mencari keuntungan, tetapi itu harus diniatkan sebagai
ibadah kita kepada Allah Swt.,
2. Sikap jujur (objektif),
3. Sikap toleransi antar penjual dan pembeli,
4. Tekun (istiqomah) dalam menjalankan usaha,
5. Berlaku adil dan melakukan persaingan sesama pebisnis dengan baik dan sehat.
Dengan demikian dalam Islam bagaimana pun periklanan harus memperhatikan
nilai-nilai etis agar tidak menyesatkan konsumen. Dalam hal ini pelaku bisnis harus
bersikap jujur (objektif) dan adil, tidak hanya mengejar keuntungan sepihak, sementara
pihak lain menjadi korban karena akibat iklan yang tidak transparan. (Djakfar, 2007:86)
2.2.4.3 Etika lingkungan
Menurut Djakfar (207:149), tanggung jawab moral bisnis, implementasinya
bisa pada tanggung jawab sosial. Bahkan yang tidak kalah pentingnya tanggung jawab
pada lingkungan alam. Dari sejumlah tanggung jawab itu sebenarnya yang paling krusial
adalah tanggung jawab pada diri sendiri dan kepada Tuhan. Islam di satu sisi mendorong
agar manusia mengelola alam guna memenuhi segala kebutuhannya, namun di sisi lain
Islam sangat menentang perusakan alam dalam segala cara dan bentuknya. Di sinilah arti
penting perlu adanya kesadaran bahwa aktivitas bisnis yang mengelola alam perlu
berpijak pada norma-norma etis, khususnya yang bersumber dari ajaran wahyu, yakni
Alquran dan Hadits. Seperti pada firman-Nya dalam surat al-Mulk ayat 15:
شلهىاٱيشذنىلفٱلزضجعمنكىٱنريهى هۦ فيبكبهبوكهىايز ٥١ٱنشىزوإن
“Dialah Yang menjadikan bumi itu mudah bagi kamu, maka berjalanlah di segala
penjurunya dan makanlah sebahagian dari rezeki-Nya. Dan hanya kepada-Nya-lah
kamu (kembali setelah) dibangkitkan.”
Menurut Muhammad (2002:193), selain harus bertanggung jawab kepada
berbagai pihak yang berkepentingan dalam usahanya dan lingkungan alam sekelilingnya,
kaum Muslimin dan organisasi tempat bekerja juga diharapkan memberi perhatian
terhadap kesejahteraan umum masyarakat dimana mereka tinggal. Sebagai bagian
masyarakat, pengusaha Muslim harus turut memperhatikan kesejahteraan anggotanya
yang miskin dan lemah. Pahala memelihara kaum lemah dan papa ditekankan dalam
hadis di bawah ini:
“Rasulullah saw berkata, “Orang yang merawat dan berbuat sesuatu untuk para
janda dan orang-orang papa, adalah laksana seorang ksatria yang berjuang karena
Allah Swt, atau laksana orang yang berpuasa sepanjang siang dan beribadah sepanjang
malam.”
Akhirnya, berbeda dengan hukum sekuler, Islam tidak mengakui keberadaan sebuah
usaha sebagai entitas perusahaan legal yang pemiliknya tidak bertanggung jawab secara
pribadi terhadap berbagai masalah yang diciptakannya. Karenanya, jika sebuah usaha
menciptakan masalah, maka pemiliknya harus siap untuk menyelesaikannya.
(Muhammad, 2002:195)
Salah satu bentuk tanggung jawab sosial perusahaan terhadap lingkungan sosial ialah
seperti terlibat dalam berbagai agenda sosial yang dilakukan oleh McDonalds. Di mana
dengan terlibat dalam berbagai agenda sosial maka akan semakin meningkatkan nilai
positif perusahaan tersebut. Dukungan sponsor McDonalds terhadap anak-anak yang
membutuhkan bantuan melalui program Ronald McDonalds telah meningkatkan citra
perusahaan tersebut sebagai perusahaan yang peduli terhadap masalah anak-anak. Seperti
etika bisnis pada Nestle yang dicontohkan oleh Nawatmi (2010), di mana Nestle di India
membantu para peternak sapi sehingga produksi susu per peternak meningkat 50 kali
lipat dan taraf hidup para peternak juga meningkat.
2.2.5 Profitabilitas
Profitabilitas merupakan kemampuan suatu perusahaan untuk mendapatkan laba
(keuntungan) dalam suatu periode tertentu. Pengertian yang sama disampaikan oleh
Husnan (2001) bahwa profitabilitas adalah kemampuan suatu perusahaan dalam
menghasilkan keuntungan (profit) pada tingkat penjualan, aset, dan modal saham tertentu.
Sedangkan menurut Michelle (2005) profitabilitas merupakan kemampuan perusahaan
menghasilkan laba (profit) yang akan menjadi dasar pembagian dividen perusahaan.
Prolitabilitas menggambarkan kemampuan badan usaha untuk menghasilkan laba dengan
menggunakan seluruh modal yang dimiliki. Profitabilitas suatu perusahaan akan
mempengaruhi kebijakan para investor atas investasi yang dilakukan.
Kemampuan perusahaan untuk menghasilkan laba akan dapat menarik para investor
untuk menanamkan dananya guna memperluas usahanya, sebaliknya tingkat profitabilitas
yang rendah akan menyebabkan para investor menarik dananya Profitabilitas juga
mempunyai arti penting dalam usaha mempertahankan kelangsungan hidupnya dalam
jangka panjang, karena profitabilitas menunjukkan apakah badan usaha tersebut
mempunyai prospek yang baik di masa yang akan datang. Dengan demikian setiap badan
usaha akan selalu berusaha meningkatkan profitabilitasnya, karena semakin tinggi tingkat
profitabilitas suatu badan usaha maka kelangsungan hidup badan usaha tersebut akan lebih
terjamin. Sedangkan bagi perusahaan itu sendiri profitabilitas dapat digunakan sebagai
evaluasi atas efektivitas pengelolaan badan usaha tersebut
2.2.6 Rasio Profitabilitas
Rasio profitabilitas merupakan rasio untuk menilai kemampuan perusahaan dalam
mencari keuntungan. Rasio ini juga memberikan ukuran tingkat efektifitas manajemen
suatu perusahaan. Hal ini ditunjukkan oleh laba yang dihasilkan dari penjualan dan
pendapatan investasi. Pada dasarnya penggunaan rasio ini yakni menunjukkan tingkat
efesiensi suatu perusahaan. (Kasmir, 2008)
2.2.6.1 Jenis rasio profitabilitas
Menurut Syamsuddin (2009), penggunaan rasio profitabilitas dapat dilakukan
dengan menggunakan perbandingan antara berbagai komponen yang ada di laporan
keuangan, terutama laporan keuangan neraca dan laporan laba rugi. Pengukuran dapat
dilakukan untuk beberapa periode operasi. Tujuannya adalah agar terlihat perkembangan
posisi keuangan perusahaan dalam rentang waktu tertentu, baik penurunan atau
kenaikan, sekaligus sebagai evaluasi terhadap kinerja manajemen sehingga dapat
diketahui penyebab dari perubahan kondisi keuangan perusahaan tersebut. Secara umum
ada empat jenis analisis utama yang digunakan untuk menilai tingkat profitabilitas yakni
terdiri atas:
1. Net Profit Margin (NPM)
Net profit margin adalah merupakan ratio antara laba bersih (net profit) yaitu
penjualan sesudah dikurangi dengan seluruh expenses termasuk pajak dibandingkan
dengan penjualan. Semakin tinggi net profit margin, semakin baik operasi suatu
perusahaan. Net Profit Margin (NPM) dihitung sebagai berikut:
Net Profit Margin (NPM) = Laba Bersih Sesudah Pajak × 100%
Penjualan
2. Gross Profit Margin (GPM)
Gross profit margin merupakan persentase dari laba kotor dibandingkan dengan
penjualan. Semakin besar gross profit margin semakin baik keadaan operasi
perusahaan, karena hal ini menunjukkan bahwa laba kotor relatif lebih rendah
dibandingkan dengan penjualan. Demikian pula sebaliknya, semakin rendah gross
profit margin, semakin kurang baik operasi perusahaan. Gross Profit Margin (GPM)
dapat dihitung sebagai berikut:
Gross Profit Margin(GPM) = Laba Kotor ×100%
Penjualan
3. Operating Profit Margin (OPM)
Operating profit margin menggambarkan apa yang biasanya disebut “pure profit”
yang diterima atas setiap rupiah dari penjualan yang dilakukan. Operating profit
disebut murni (pure) dalam pengertian bahwa jumlah tersebutlah yang benar-benar
diperoleh dari hasil operasi perusahaan dengan mengabaikan kewajiban-kewajiban
finansial berupa bunga serta kewajiban terhadap pemerintah berupa pembayaran
pajak. Seperti halnya gross profit margin, maka semakin tinggi ratio operatingprofit
margin akan semakin baik pula operasi suatu perusahaan. Operating Profit Margin
(OPM) dihitung sebagai berikut:
Operating Profit Margin (OPM) = Laba Operasi ×100%
Penjualan
4. Return On Assets (ROA)
Return on assets menunjukkan tingkat efisiensi penggunaan keseluruhan aktiva
perusahaan di dalam menghasilkan volume penjualan tertentu. Semakin tinggi ratio
return on assets berarti semakin tinggi efisiensi penggunaan seluruh aktiva didalam
penghasilan penjualan. Return on assests dihitung sebagai berikut:
Return on assets = Penjualan × 1 Kali
Total Aktiva
5. Return On Equity (ROE)
Return on equity merupakan suatu pengukuran dari pengahasilan (income) yang
tersedia bagi para pemilik perusahaan (baik pemegang saham biasa maupun
pemegang saham preferen) atas modal yang mereka investasikan di dalam
perusahaan. Semakin tinggi return atau penghasilan yang diperoleh semakin baik
kedudukan pemilik perusahaan.
Return on Equity (ROE) = Laba Bersih Sesudah Pajak x 100%
Modal Sendiri
6. Return on Investment (ROI)
Return on Investmen (ROI) atau yang sering juga disebut dengan “return on total
assets” adalah merupakan pengukuran kemampuan perusahaan secara keseluruhan
di dalam menghasilkan keuntungan dengan jumlah keseluruhan aktiva yang tersedia
di dalam perusahaan. Semakin tinggi ratio ini, semakin baik keadaan perusahaan.
Return on Investment (ROI) = Laba Bersih Sesudah Pajak x 100%
Total Aktiva
Pada penelitian yang dilakukan, penulis menggunakan rasio NPM untuk mengukur
tingkat profitabilitas perusahaan. Alasan digunakannya rasio NPM dalam penelitian
adalah agar nampak bahwa perusahaan sudah melaksanakan kewajiban pajaknya, dimana
dalam perhitungan rasio menggunakan perhitungan laba setelah dikurangi pajak.
Disamping itu juga keterbatasan data yang diperoleh oleh penulis selama waktu
penenlitian, yaitu sebatas pada laporan laba rugi perusahaan.
2.2.6.2 Tujuan dan manfaat
Menurut Kasmir (2008) manfaat rasio profitabilitas tidak terbatas hanya pada
pemilik usaha atau manajemen saja, tetapi juga bagi pihak luar perusahaan, terutama
pihak –pihak yang memiliki hubungan atau kepentingan dengan perusahaan. Tujuan dan
manfaat penggunaan rasio profitabilitas bagi perusahaan maupun bagi pihak luar
perusahaan yakni:
1. Untuk mengukur atau menghitung laba yang diperoleh perusahaan dalam satu
periode tertentu,
2. Untuk menilai posisi laba perusahaan tahun sebelumnya dengan tahun sekarang,
3. Untuk menilai perkembangan laba dari waktu ke waktu,
4. Untuk menilai besarnya laba bersih sesudah pajak dengan modal sendiri,
5. Untuk mengukur produktivitas seluruh dana perusahaan yang digunakan baik
modal pinjaman maupun modal sendiri,
6. Untuk mengukur produktivitas dari seluruh dana perusahaan yang digunakan baik
modal sendiri.
2.3 Kerangka Berfikir
Gambar 2.1
Kerangka Berfikir
Etika Manajemen
Etika Pemasaran
Etika Lingkungan
Profitabilitas
Perspektif Karyawan Terhadap Penerapan
Etika Bisnis Islam