Upload
lekiet
View
215
Download
0
Embed Size (px)
Citation preview
8
BAB II
KAJIAN PUSTAKA
F. Pola Asuh Orang Tua
1. Pengertian Pola Asuh Orang Tua
Hasan (2011: 21) mengemukakan bahwa secara etimologi,
pengasuhan berasal dari kata “asuh” yang artinya pemimpin, pengelola,
pembimbing, sehingga “pengasuh” adalah orang yang melaksanakan tugas
membimbing, memimpin atau mengelola. Poerwadarminta (2007)
mengemukakan bahwa yang dimaksud dengan “asuh” adalah menjaga
(merawat dan mendidik) anak kecil.
Orang tua menurut Poerwadarminta (2007: 813) adalah orang yang
dihormati di kampung, tetua. Orang tua adalah orang paling tua dalam
keluarga, orang tua dalam keluarga berupa ayah, ibu, orang tua asuh atau
wali yang bisa membimbing dan bertanggung jawab pada anak. Purwanto
(2003: 80) berpendapat bahwa orang tua adalah pendidik sejati, pendidik
karena kodrati.
Pola asuh orang tua diartikan Wahyuning (2003: 126) sebagai seluruh
cara perlakuan orang tua yang diterapkan pada anak. Pola Asuh orang tua
merupakan tindakan atau perlakuan yang diberikan oleh orang tua untuk
anaknya. Beberapa ahli juga mengemukakan pendapatnya tentang pola
asuh. Pendapat lain dikemukakan oleh Baumrind dalam Marini (2005: 48)
yang mengatakan bahwa,
pola asuh terbentuk dari adanya: (1) Demandingness, menggambarkan
bagaimana standar yang diterapkan oleh orang tua bagi anak,
Hubungan Pola Asuh..., Sofia Tyastuti, FKIP, UMP, 2016
9
berkaitan dengan kontrol perilaku dari orang tua. (2) Responsiveness,
menggambarkan bagaimana orang tua berespons kepada anaknya
berkaitan dengan kehangatan dan dukungan orang tua.
Fine dalam Wahyuning (2003:126) pengasuhan anak (child rearing)
adalah bagian penting dan mendasar menyiapkan anak untuk menjadi
masyarakat yang baik. Purwadarminta (2007) menyatakan bahwa
pengasuhan merupakan hal (cara, perbuatan dan sebagainya) dalam
mengasuh. Santrock (2007: 163) mengemukakan bahwa pengasuhan
(parenting) memerlukan sejumlah kemampuan interpersonal dan
mempunyai tuntutan emosional yang besar, namun sangat sedikit
pendidikan formal mengenai tugas ini. Kebanyakan orang tua mempelajari
praktik pengasuhan dari orang tua mereka sendiri.
Pola asuh orang tua dapat disimpukan sebagai cara perlakuan orang
tua terhadap anak untuk mengarahkan, merawat, membimbing, melindungi
dan juga mendidik anak. Cara perlakuan orang tua terhadap anak tersebut
akan menciptakan hubungan interaksi sosial antara keduanya. Perlakukan
orang tua yang diberikan kepada anak yang akan membentuk sikap dan
tingkah laku anak. Sikap dan perilaku anak kemudian akan berkembang
kelingkungan interaksi sosial yang lebih luas. Karena itu orang tua berusaha
memberikan pola asuh yang paling tepat untuk anaknya agar dapat
mendukung prestasi belajar anaknya.
Pola asuh memiliki standar dan kontrol perilaku yang ditentukan oleh
orang tua, pastinya standar orang tua tidak semuanya sama. Standar yang
diterapkan orang tua pasti berbeda antara orang tua satu dan orang tua yang
Hubungan Pola Asuh..., Sofia Tyastuti, FKIP, UMP, 2016
10
lain. Kontrol orang tua juga mempengaruhi perilaku anak. Anak yang
perilakunya dikontrol oleh orang tua pastinya lebih tertata dibandingkan
anak yang yang kurang atau tidak dikontrol oleh orang tua.
2. Tipe Pola Asuh Orang Tua
Pola asuh orang tua sangatlah beragam, antara orang tua satu dan
orang tua yang lain pastinya memiliki pola asuh yang berbeda-beda.
Baumrind dalam Santrock (2007: 257-258) menekankan tiga tipe
pengasuhan, yaitu otoriter, otoritatif dan laissez-faire (permisif). Baru-
baru ini para ahli perkembangan berpendapat bahwa pengasuhan anak yang
permisif terjadi dalam dua bentuk: permissive-indulgent dan permissive-
indiferent.
a. Pengasuhan Otoriter (Authoritarian parenting ).
Pengasuhan yang otoriter ialah suatu gaya membatasi dan
menghukum yang menuntut anak untuk mengikuti dan menghukum yang
menuntut anak untuk mengikuti perintah-perintah orang tua dan
menghormati pekerjaan dan usaha. Orang tua yang otoriter menempatkan
batas-batas yang tegas dan tidak memberikan peluang yang besar kepada
anak-anak untuk berbicara (bermusyawarah). Pengasuhan yang otoriter
diasosiasikan dengan inkompetensi sosial anak-anak.
b. Pengasuhan Otoritatif (authoritative parenting)
Pengasuhan yang otoritatif mendorong anak-anak agar mandiri
tetapi masih menetapkan batas-batas dan pengendalian atas tindakan-
tindakan mereka. Musyawarah verbal yang ekstensif dimungkinkan, dan
orang tua memperlihatkan kehangatan serta kasih sayang kepada anak.
Pengasuhan yang otoritatif diasosiasikan dengan kompetensi sosial anak-
anak. Anak-anak yang mempunyai orang tua yang otoritatif berkompeten
secara sosial, percaya diri, dan bertanggung jawab.
c. Pengasuhan Permisif
Pengasuhan yang permisif terjadi dalam dua bentuk: permissive-
indifferent parenting dan permissive indulgent parenting.
1.) Pengasuhan yang permissive- indifferent (mengabaikan)
Ialah suatu gaya dimana orang tua sangat tidak terlibat dalam
kehidupan anak, tipe pengasuhan ini diasosiasikan dengan
inkompetensi sosial anak, khususnya kurangnya kendali diri. Anak-
Hubungan Pola Asuh..., Sofia Tyastuti, FKIP, UMP, 2016
11
anak yang orang tuanya bergaya permissive-indifferent
mengembangkan suatu perasaan bahwa aspek-aspek lain kehidupan
orang tua lebih penting daripada anak mereka. Anak-anak yang orang
tuanya bergaya permissive-indifferent inkompeten secara sosial
mereka memperlihatkan kendali diri yang buruk dan tidak
membangun kemandirian dengan baik.
2) Pengasuhan yang permissive-indulgent (menuruti)
Ialah suatu gaya pengasuhan dimana orang tua sangat terlibat
dalam kehidupan anak-anak mereka tetapi menetapkan sedikit batas
atau kendali terhadap mereka. Pengasuhan yang permissive-indulgent
diasosiasikan dengan inkompetensi sosial anak, khususnya kurangnya
kendali diri. Orang tua seperti itu membiarkan anak-anak mereka
melakukan apa saja yang mereka inginkan, dan akibatnya ialah anak-
anak tidak pernah belajar mengendalikan perilaku mereka sendiri dan
selalu mengharapkan kemauan mereka dituruti. Beberapa orang tua
sengaja mengasuh anak-anak mereka dengan cara seperti ini karena
mereka yakin kombinasi keterlibatan yang hangat dengan sedikit
kekangan akan menghasilkan seorang anak yang kreatif, percaya diri.
Tipe pola asuh orang tua ada 3 yaitu pola asuh otoriter, pola asuh
otoritatif dan pola asuh permisif. Pola asuh otoriter yang diterapkan oleh
orang tua memiliki kecenderungan memaksakan kehendak dan tidak
percaya terhadap yang dilakukan oleh anak sehingga anak merasa selalu
dibatasi dan terkekang oleh aturan karena kontrol orang tua yang berlebihan.
Pola asuh yang kedua yaitu pola asuh otoritatif seperti arti katanya
demokratis yaitu kebebasan untuk berpendapat, anak pada pola asuh ini
memiliki kebebasan untuk berpendapat kepada orang tua, sehingga
komunikasi hal yang penting antar orang tua antara anak dan orang tua, tapi
tetap dalam kontrol orang tua. Pola asuh yang terakhir adalah pola asuh
permisif, cenderung membebaskan tindakan dan keinginan anak serta kontol
orang tua yang rendah.
Hubungan Pola Asuh..., Sofia Tyastuti, FKIP, UMP, 2016
12
3. Sikap dan Perilaku Orang Tua yang Berkaitan dengan Pola Asuh
Wahyuning (2003: 134-137) mengemukakan tentang pola asuh dari
orang tua adalah sarana atau kapal yang menjadi kendaraan untuk
mengkomunikasikan nilai-nilai moral pada anak-anak kita. Lewat pola asuh,
anak-anak akan merasakan bagaimana orang tua bersikap memandang yang
baik dan buruk dan sebagainya. Beberapa sikap dan perilaku orang tua yang
berkaitan dengan pola asuh, antara lain:
a. Perlindungan yang berlebihan
Orang tua sering kali memiliki perlindungan yang berlebihan
terhadap anak mereka. Orang tua harus tahu semua kegiatan yang
dilakukan oleh anak dan kemanapun anak pergi harus selalu orang tua
ikuti. Hal tersebut menyebabkan anak menjadi tidak mandiri karena
selalu bergantung pada orang tua.
b. Pembolehan
Anak selalu memiliki permintaan kepada orang tua. Sebagai orang
tua pastilah harus menuruti permintaan dari anaknya. Tetapi orang tua
harus selektif dalam memberikan pembolehan kepada anaknya dan tidak
semuanya diperbolehkan. Setidaknya apabila permintaan tersebut dikira
baik dan bermanfaat untuk anak sebagai orang tua harus
memperbolehkan anak. Hal tersebut akan menumbuhkan rasa
kepercayaan diri anak karena telah dipercaya oleh orang tuanya untuk
melakukan sesuatu.
Hubungan Pola Asuh..., Sofia Tyastuti, FKIP, UMP, 2016
13
c. Ijin yang belebihan
Pemberian ijin yang berlebihan kepada anak tanpa pertimbangan
akan baik dan buruknya terhadap anak dapat berdampak tidak baik
terhadap diri anak. Karena hal tersebut akan menimbulkan anak yang
bersifat egois, ingin selalu dituruti dan juga semua yang ia lakukan harus
dengan apa yang dia inginkan.
d. Penolakan
Tindakan orang tua yang menolak tanpa disertai dengan alasan
mengapa orang tua menolak akan membuat anak tidak dapat memahami
secara rasional terhadap penolakan yang dilakukkan oleh orang tua.
Penolakan yang anak terima biasanya juga akan mereka lakukan terhadap
orang lain yang lebih lemah.
e. Penerimaan
Sikap penerimaan orang tua dengan kasih sayang terhadap anak
secara tepat akan menimbulkan karaktek anak yang ramah terhadap
orang lain, mudah bersosialisasi dan emosinya yang cenderung stabil.
f. Dominasi
Sikap dominan yang dilakukkan oleh orang tua seringkali terjadi.
Karena faktor pengalaman orang tua yang lebih banyak dibandingkan
dengan anak mereka. Anak yang mempunyai usia yang lebih muda
dianggap manusia yang tidak tahu apa-apa dan harus menuruti semua
permintaan dan juga perintah orang tuanya, tanpa pernah memberikan
kesempatan pada anak untuk menyatakan pendapat dan keinginannya.
Hubungan Pola Asuh..., Sofia Tyastuti, FKIP, UMP, 2016
14
g. Patuh kepada anak
Kita tidak jarang menemui anak yang lebih mendominasi terhadap orang
tuanya, semua keinginan anak akan dituruti oleh orang tuanya. Anak
menjadi kurang menghormati orang tua.
h. Orang tua yang ambisius
Kemampuan anak pastilah berbeda-beda, tapi orang tua terkadang
secara tidak sadar banyak menuntun terhadap anak untuk dapat bisa ini
dan itu. Tak jarang orang tua membanding-bandingkan anak mereka
dengan anak orang lain. Orang tua memiliki ambisius untuk menjadikan
anak mereka seperti anak-anak yang dianggap lebih dalam segaala hal,
tanpa pernah mengetahui bakat atau minat dan keterbatasan anaknya.
Hurlock, Schneiders, dan Lore dalam Yusuf (2007: 48-50)
menyatakan bahwa terdapat beberapa pola sikap dan perilaku orang tua
terhadap anak yang masing-masing mempunyai pengaruh tersendiri
terhadap kepribadian anak.
Tabel 2.1 Sikap atau Perlakuan Orangtua dan dampaknya
terhadap Kepribadian Anak
POLA
PERLAKUAN
ORANG TUA
PERILAKU ORANG
TUA
PROFIL TINGKAH
LAKU ANAK
1. Overprotection
(terlalu
melindungi)
1. Kontak yang
berlebihan dengan
anak
2. Perawatan/pemberian
bantuan kepada anak
yang terus-menerus,
meskipun anak sudah
mampu merawat
dirinya sendiri
3. Mengawasi kegiatan
1. Perasaan tidak aman
2. Agresif dan dengki
3. Mudah merasa gugup
4. Melarikan didi dari
kenyataan
5. Sangat tergantung
6. Ingin menjadi pusat
perhatian
7. Bersikap menyerah
8. Lemah dalam “ego
Hubungan Pola Asuh..., Sofia Tyastuti, FKIP, UMP, 2016
15
anak secara
berlebihan
4. Memecahkan masalah
anak
strenght”.
Aspiratif dan toleransi
terhadap frustrasi
9. Kurang mampu
mengendalikan emosi
10. Menolak tanggung
jawab
11. Kurang percaya diri
12. Mudah terpengaruh
13. Peka terhadap kritik
14. Bersikap “yes men”
15. Egois/selfish
16. Suka bertengkar
17. Troblemaker
(pembuat onar)
18. Sulit dalam bergaul
19. Mengalami
“homesick”
2. Permissiveness
(pembolehan)
1. Memberikan
kebebasan untuk
berpikir atau berusaha
2. Menerima
gagasan/pendapat
3. Membuat anak
merasa diterima dan
merasa kuat
4. Toleran dan
memahami
kelemahan anak
5. Cenderung lebih suka
memberi yang
diminta anak dari
pada menerima
1. Pandai mencari jalan
keluar
2. Dapat bekerja
3. Percaya diri
4. Penuntut dan tidak
sabaran
3. Rejection
(Penolakan)
1. Bersikap masa bodoh
2. Bersikap kaku
3. Kurang
memperdulikan
kesejahteraan anak
4. Menampilkan sikap
permusuhan atau
dominasi terhadap
anak
1. Agresif (mudah
marah, gelisah, tidak
patuh/keras kepal,
suka bertengkar dan
nakal)
2. Sulit bergaul
3. Pendiam
4. Sadis
4. Acceptance
(Penerimaan)
1. Memberikan
perhatian dan cinta
kasih yang tulus
kepada anak
1. Mau bekerjasama
(kooperatif)
2. Bersahabat
(friendly)
Hubungan Pola Asuh..., Sofia Tyastuti, FKIP, UMP, 2016
16
2. Menempatkan anak
pada posisi yang
penting di dalam
rumah
3. Mengembangkan
hubungan yang
hangat dengan anak
4. Bersikap respek
terhadap anak
5. Mendorong anak
untuk menyatakan
perasaan atau
pendapatnya
6. Berkomunikasi
dengan anak secara
terbuka dan mau
mendengarkan
masalahnya
3. Loyal
4. Emosinya stabil
5. Ceria dan bersikap
optimis
6. Mau menerima
tanggung jawab
7. Jujur
8. Dapat dipercaya
9. Memiliki
perencanaan yang
jelas untuk
mencapai masa
depan.
10. Bersikap reslistik
(memahamikekuatan
dan kelemahan
dirinya secara
objektif)
5. Domination
(Dominasi)
Mendominasi anak 1. Bersikap sopan dan
sangat berhati-hati
2. Pemalu, penurut,
inferior, dan mudah
bingung
3. Tidak dapat bekerja
6. Submission
(Penyerahan)
1. Senantiasa
memberikan sesuatu
yang diminta anak
2. Memberikan anak
berperilaku semaunya
di rumah
1. Tidak petuh
2. Tidak bertanggung
jawab
3. Agresif dan
teledor/lalai
4. Bersikap otoriter
5. Terlalu percaya diri
7. Punitiveness/
Overdiscipline
(Terlalu
disiplin)
1. Mudah memberikan
hukuman
2. Menanamkan
kedisiplinan secara
keras.
1. Impulsif
2. Tidak dapat
mengambil keputusan
3. Nakal
4. Sikap bermusuhan
dan agresif
Yusuf (2007: 48-50)
Hasil penelitian Baumrind dalam Yusuf (2007:51) dapat disimpulkan
bahwa orang tua memiliki sikap atau perilaku yang berbeda-beda pada
Hubungan Pola Asuh..., Sofia Tyastuti, FKIP, UMP, 2016
17
setiap tipe pola asuh orang tua. Sikap dan perilaku orang tua dapat
dikategorikan kedalam tipe-tipe pola asuh sebagai berikut.
1. Authoritarian (Otoriter).
a. Sikap penerimaan rendah, namun kontrolnya tinggi,
b. Suka menghukum secara fisik,
c. Bersikap komando (mengharuskan/memerintah anak),
d. Bersikap kaku(keras),
e. Cenderung emosional dan bersikap menolak.
2. Authoritative (Demokratis).
a. Sikap penerimaan dan kontrolnya tinggi,
b. Bersikap responsif terhadap kebutuhan anak,
c. Mendorong anak untuk menanyakan pendapat atau pertanyaan,
d. Memberikan penjelasan tentang dampak perbatan yang baik dan
buruk.
3. Permisiive (Permisif).
a. Sikap penerimaan tinggi namun kontrolnya rendah,
b. Memberikan kebebasan kepada anak untuk menyatakan dorongan atau
keinginan.
G. Prestasi Belajar IPS
1. Belajar
a. Pengertian Belajar
Belajar adalah proses yang dilakukan oleh seseorang untuk
memperoleh ilmu baik untuk mengembangkan yang sudah ada ataupun
Hubungan Pola Asuh..., Sofia Tyastuti, FKIP, UMP, 2016
18
memperoleh yang baru sebagai bentuk usaha agar adanya perubahan
tingkah laku. Wasty (1990: 98) berpendapat bahwa banyak orang
beranggapan, bahwa yang dimaksud dengan belajar adalah mencari ilmu
atau menuntut ilmu. Ada lagi yang secara lebih khusus mengartikan
belajar adalah menyerap pengetahuan. Pendapat juga dikemukakan oleh
Keingskey dalam Djamarah (2002: 13) learning is the process by which
behavior (in the broader sense) is originated or changed through
practice or traning (Belajar adalah proses dimana tingkah laku (dalam
arti luas) ditimbulkan atau diubah melalui praktek atau latihan. Wittig
dalam Syah (2011: 64) juga mengemukakan definisi belajar sebagai
perubahan yang relatif menetap yang terjadi dalam segala
macam/keseluruhan tingkah laku suatu organisme sebagai hasil
pengalaman.
Pendapat-pendapat tersebut dapat disimpulakan bahwa belajar
adalah kegiatan manusia yang dilakukan yang menghasilkan perubahan
tingkah laku pada individu yang diperoleh dari pengalaman dan interaksi
dengan lingkungan yang melibatkan ranah kognitif, afektif dan
psikomotor. Hakikat belajar pada umumnya yaitu, seseorang yang
melakukan suatu aktifitas untuk memperolah perubahan pada dirinya dari
keadaan sebelumnya, melalui proses interaksi dan pengalaman yang dia
peroleh. Belajar akan berlangsung secara terus menerus tanpa henti
karena belajar dapat berlangsung dari manapun dan juga kapanpun.
Hubungan Pola Asuh..., Sofia Tyastuti, FKIP, UMP, 2016
19
b. Teori Belajar
1.) Teori Belajar John Piaget
Teori belajar Piaget dalam Slameto (2010: 12) mengenai
perkembangan proses belajar pada anak-anak adalah sebagai berikut:
a.) Anak mempunyai struktur mental yang berbeda dengan orang
dewasa. Mereka bukan merupakan orang dewasa dalam bentuk
kecil, mereka mempunyai cara yang khas untuk menyatakan
kenyataan dan untuk menghayati dunia sekitarnya. Maka
memerlukan pelayanan tersendiri dalam belajar
b.) Perkembangan mental pada anak melalui tahap-tahap tertentu,
menurut suatu urutan yang sama bagi semua anak.
c.) Walaupun berlangsungnya tahap-tahap perkembangan itu melalui
suatu urutan tertentu, tetapi jangka waktu untuk berlatih dari satu
tahap ke tahap yang lain tidak selalu sama pada setiap anak.
d.) Perkembangan mental anak dipengaruhi oleh 4 faktor, yaitu: (1)
kemasakan, (2) pengalaman, (3) interaksi sosial, (4) equilibration
(proses dari ketiga faktor diatas bersama-sama untuk membangun
dan memperbaiki struktur mental).
e.) Ada 3 tahap perkembangan, yaitu: (1) berpikir secara intuitif ± 4
tahun, (2) beroperasi secara kongkret ± 7 tahun, dan (3) beroperasi
secara formal ± 11 tahun.
f.) Pada dasarnya anak-anak bukanlah orang dewasa, mereka berbeda
dengan orang dewasa. Anak mempunyai tahap perkembangan
Hubungan Pola Asuh..., Sofia Tyastuti, FKIP, UMP, 2016
20
mental dengan urutan tertentu dan membutuhkan pelayanan yang
berbeda-beda. Karena perkembangan mental anak dari satutahap
ketahap yang ain akan berbeda satu anak dengan anak yang lain,
walaupun urutan perkembangan mental mereka sama yaitu: (1)
berpikir secara intuitif (2) beroperasi secara kongkret, dan (3)
beroperasi secara formal
2.) Teori R. Gagne
Slameto (2010: 13) terhadap masalah belajar, Gagne
memberikan dua definisi, yaitu:
a.) Belajar ialah suatu proses untuk memperoleh motivasi dalam
pengetahuan, ketrampilan, kebiasaan, dan tingkah laku.
b.) Belajar adalah penguasaan pengetahuan atau ketrampilan yang
diperoleh dari instruksi.
Gagne mengatakan pula bahwa segala sesuatu yang dipelajari oleh
manusia dapat dibagi menjadi 5 kategori, yang disebut “the
domains of learning”yaitu:
(1) Ketrampilan motoris (motor skill)
(2) Informasi verbal
(3) Kemampuan intelektual
(4) Stategi kognitif
(5) Sikap (attitude)
Hubungan Pola Asuh..., Sofia Tyastuti, FKIP, UMP, 2016
21
2. Prestasi Belajar
a. Pengertian Prestasi Belajar
Prestasi diperoleh dari proses belajar yang dilakukan oleh
seseorang. Prestasi belajar sangat erat kaitannya dengan hasil belajar
yaitu pada ranah kognitif (pengetahuan). Prestasi belajar dan hasil belajar
mempunyai perbedaan yaitu prestasi belajar lebih kepada aspek kognitif
(pengetahuan) saja sedangkan hasil belajar mencakup 3 aspek yaitu
kognitif (pengetahuan), afektif (sikap), dan psikomotorik (ketrampilan).
Arifin (2013: 12) mengemukakan bahwa:
kata “prestasi” berasal dari bahasa Belanda yaitu prestatieI.
Kemudian dalam bahasa Indonesia menjadi “prestasi” yang berarti
“hasil usaha” istilah “prestasi belajar” (achievement) berbeda
dengan “hasil belajar” (learning outcome). Prestasi berkaitan
dengan pengetahuan, sedangkan hasil belajar melputi aspek
pembentukan watak peserta didik.
Prestasi diartikan Poerwadarminta (2007: 875) sebagai hasil yang telah
dicapai (dilakukan, dikerjakan, dsb). Pendapat lain dikemukakan oleh
Syah (2010: 216) bahawa prestasi belajar berasal dari hasil belajar siswa
yang mengarah pada ranah kognitif pada proses pembelajaran.
Prestasi belajar dapat disimpulkan sebagai hasil usaha yang
diperoleh seseorang peserta didik yang diperoleh peserta didik pada
ranah pengetahuan. Prestasi belajar dapat dilihat dari hasil belajar peserta
didik dari proses belajar mengajar yang telah dilakukannya oleh peserta
didik. Artinya prestasi belajar tidak dapat dilepaskan dari proses belajar
mengajar peserta didik.
Hubungan Pola Asuh..., Sofia Tyastuti, FKIP, UMP, 2016
22
b. Fungsi Prestasi Belajar
Prestasi belajar dikemukakan oleh Arifin (2013: 12) dalam
kehidupan manusia pada tingkat dan jenis tertentu dapat memberikan
kepuasan tersendiri pada manusia, semaik terasa penting untuk
dipermasalahkan. Dalam hal ini, memiliki fungsi utama, antara lain:
1) Prestasi belajar sebagai indikator kualitas dan kuantitas pengetahuan
yang telah dikuasai peserta didik.
2) Prestasi belajar sebagai lambang pemuasan hasrat ingin tahu.
3) Prestasi belajar sebagai bahan informasi dan inovasi pendidikan.
4) Prestasi belajar sebagai indikator intern dan ekstern dari suatu institusi
pendidikan. Indikator intern dalam arti bahwa prestasi belajar dapat
dijadikan indikator tingkat produktivitas suatu institusi pendidikn dan
sebaliknya.
5) Prestasi belajar dapat dijadikan indikator daya serap (kecerdasan)
peserta didik.
c. Faktor yang Mempengaruhi Prestasi Belajar
Prestasi belajar yang dicapai oleh seseorang menurut Ahmadi
(2013: 138) merupakan hasil interaksi berbagai faktor yang
mempengaruhinya baik dari dalam diri (faktor internal) maupun faktor
dari luar (faktor eksternal).
1) Faktor internal, digolongkan menjadi 2, yaitu
a) Faktor jasmaniah (fisiologi) baik yang bersifat bawaan maupun
yang diperoleh. Yang termasuk faktor ini misalnya pengelihatan,
pendengaran, struktur tubuh, dan sebagainya.
Hubungan Pola Asuh..., Sofia Tyastuti, FKIP, UMP, 2016
23
b) Faktor psikologis, baik yang bersifat bawaan maupun yang
diperoleh, terdiri atas:
(1) Faktor intelektif yang meliputi:
(a) Faktor potensial yaitu kecerdasan dan bakat.
(b) Faktor kecakapan nyata yaitu prestasi yang dimiliki.
(2) Faktor non-intelektif, yaitu unsur-unsur kepribadian tertentu
seperti sikap, kebiasaan, minat kebutuhan, motivasi, emosi,
penyesuaian diri.
(3) Faktor kematangan fisik maupun psikis
2) Faktor eksternal, terdiri atas:
a) Faktor sosial, yang terdiri atas:
(1) Lingkungan keluarga
(2) Lingkungan sekolah
(3) Lingkungan masyarakat
(4) Lingkungan kelompok
b) Faktor budaya seperti adat istiadat, ilmu pengetahuan, teknologi,
kesenian
c) Faktor lingkungan spiritual dan keamanan.
Semua faktor yang telah disebutkan semuanya saling berhubungan
satu sama lain baik secara langsung maupun tidak langsung dalam
pencapaian prestasi belajar baik faktor internal maupun faktor eksternal.
Hubungan Pola Asuh..., Sofia Tyastuti, FKIP, UMP, 2016
24
3. IPS
a. Pengertian IPS
Ilmu pengetahuan Sosial (IPS) merupakan salah satu mata
pelajaran yang pelajari disekolah baik di tingkat dasar, menengah
maupun diperguruan tinggi. Istilah IPS biasanya digunakan di Indonesia
sedangkan diluar lebih dikenal dengan social studies. Dalam Kurikulum
Pendidikan Dasar Tahun 1993 dalam Santoso (2014: 139) disebutkan
bahwa IPS adalah mata pelajaran yang mempelajari kehidupan sosial
yang didasarkan pada bahan kajian geografi, ekonomi, sejarah,
antropologi, sosiologi, dan tata negara.
IPS menurut Trianto (2010: 171) adalah integrasi dari berbagai
cabang ilmu sosial, seperti sosiologi, sejarah, geografi, ekonomi,politik,
hukum, dan budaya. Ilmu pengetahuan Sosial (IPS) merupakan salah satu
mata pelajaran yang ada disetiap jenjang sekolah. Dalam mata pelajaran
IPS mempelajari sejumlah peristiwa, fakta, konsep, dan generalisasi yang
berkaitan dengan sosial. Dengan mata pelajaran IPS, maka siswa dapat
belajar untuk bersosialisasi didalam lingkunganya sendiri baik itu dengan
lingkungan manusia maupun makhluk hidup lainnya. Susanto (2014:
138) menyatakan bahwa hakikat IPS adalah untuk mengembangkan
konsep pemikiran berdasarkan realita kondisi sosial yang ada
dilingkungan siswa, sehingga dengan memberikan pendidikan IPS
diharapkan dapat melahirkan warga negara yang baik dan bertanggung
jawab terhadap bangsa dan negara.
Hubungan Pola Asuh..., Sofia Tyastuti, FKIP, UMP, 2016
25
Pendidikan IPS (PIPS) atau sisebut social studies menurut Banks
dalam Susanto (2014: 139) merupakan bagian dari kurikulum disekolah
yang bertujuan untuk membantu mendewaskan siswa supaya dapat
mengembangkan pengetahuan, ketrampilan, sikap, dan nilai-nilai dalam
rangka berpartisipasi didalam masyaraka, negara dan bahkan di dunia.
Sapriya (2009: 12) mengemukakan bahwa PIPS untuk tingkat sekolah
sangat erat kaitannya dengan disiplin ilmu-ilmu sosial yang terintegrasi
dengan humaniora dan ilmu pengetahuan alam yang dikemas secara
ilmiah dan pedagogis untuk kepentingan pembelajaran disekolah.
Andriani (2014: 25) menyatakan bahwa untuk sekolah dasar,
pendidikan IPS pada hakekatnya merupakan suatu integrasi utuh dari
disiplin ilmu-ilmu sosial dan disiplin ilmu lain yang relevan untuk tujuan
pendidikan (citizenship education). Ilmu Pengetahuan Sosial (IPS) dapat
disimpulkan yaitu pengetahuan ilmu-ilmu sosial dan kehidupan yang
mempelajari tentang sosiologi, antropologi, geografi, sejarah, ekonomi,
psikologi dan politik. IPS di SD juga mejadi salah satu mata pelajaran
yang dipelajari oleh peserta didik sebagai salah satu disiplin ilmu di
sekolah.
b. Tujuan Pembelajaran Ilmu Pengetahuan Sosial
IPS pada dasarnya sama seperti ilmu-ilmu pengetahuan lain yang
mempunyai tujuan untuk orang-orang yang mempelajarinya. Karena IPS
erat kaitanya tentang sosial maka tidak terlepas dari yang namanya sikap
Hubungan Pola Asuh..., Sofia Tyastuti, FKIP, UMP, 2016
26
yang akan dihasilkan dari proses belajar IPS itu sendiri. Trianto (2010:
176-177) menyatakan bahwa tujuan utama ilmu pengetahuan sosial ialah:
untuk mengembangkan potensi peserta didik agar peka terhadap
masalah sosial yang terjadi dimasyarakat, memiliki sikap mental
positif terhadap perbaikan segala ketimpangan yang terjadi, dan
terampil mengatasi setiap masalah yang terjadi sehari-hari, baik
yang menimpa dirinya sendiri maupun yang menimpa masyarakat.
Tujuan tersebut akan tercapai manakala program-program pelajaran
IPS di sekolah diorganisasikan secara baik.
Rumusan tujuan tersebut dapat dirinci sebagai berikut:
1) Memiliki kesadaran dan kepedulian terhadap masyarakat atau
lingkungannya, melalui pemahaman terhadap nilai-nilai sejarah dan
kebudayaan masyarakat.
2) Mengetahui dan memahami konsep dasar dan mampu menggunakan
metode yang diadaptasi dari ilmu-ilmu sosial yang kemudian dapat
digunakan untuk memecahkan masalah-masalah sosial.
3) Mampu menggunakan model-model dan proses berpikir serta
membuat keputusan untuk menyelesaikan isu dan masalah yang
berkembang di masyarakat.
4) Menaruh perhatian terhadap isi-isu dan masalah-masalah sosial, serta
mampu membbuat analisis yang kritis, selanjutnya mampu mengambil
tindakan yang tepat.
5) Mampu mengembangkan berbagai potensi sehingga mampu
membangun diri sendiri agar survive yang kemudian bertanggung
jawab membangun masyrakat.
6) Memotivasi seseorang untuk bertindak berdasarkan moral.
Hubungan Pola Asuh..., Sofia Tyastuti, FKIP, UMP, 2016
27
7) Fasilitator didalam suatu lingkungan yang terbuka dan tidak bersifat
menghakimi.
8) Mempersiapkan siswa menjadi warga negara yang baik dalam
kehidupannya “to prepare student to be well-functioning citizens in
democratic society” dan mengembangkan kemampuan siswa
menggunakan penalaran dalam mengambil keputusan pada setiap
persoalan yang dihadapinya.
9) Menekankan perasaan, emosi, dan derajat penerimaan atau penolakan
siswa terhadap materi pembelajran IPS yang diberikan.
Susanto (2014:149) menyatakan bahwa kaitannya dengan KTSP,
pemerintah telah memberi arah yang jelas pada tujuan dan ruang lingkup
pembelajaran IPS, yaitu:
1) Mengenal konsep-konsep yang berkaitan dengan kehidupan
masyarakat dan lingkunganya.
2) Memiliki kemampuan dasar untuk berpikir logis dan kritis. Rasa ingin
tahu, inkuiri, memecahkan masalah, dan ketrampilan dalam kehidupan
sosial.
3) Memiliki komitmen dan kesadaran terhadap nilai-nilai sosial dan
kemanusiaan.
4) Memiliki kemampuan berkomunikasi, bekerjasama dan berkompetisi
dalam masyarakat majemuk, ditingkat lokal, nasional dan global.
Tujuan dari IPS, terutama untuk SD dapat disimpulkan sebagai
penyampaian pengetahuan sosial terhadap anak yang berguna dalam
kehidupan, sebagai bekal pengetahuan anak untuk memecahkan masalah-
Hubungan Pola Asuh..., Sofia Tyastuti, FKIP, UMP, 2016
28
masalah sosial yang mereka hadapi ataupun yang ditemukan, sebagai
dasar pengetahuan yang akan berkembang dalam kehidupan seiring
majunya jaman, sebagai bekal untuk anak agar dapat berkomunikasi
dengan lingkungannya baik dengan teman ataupun dengan masyarakat
dilingkungannya.
H. Hasil Penelitian yang Relevan
Berdasarkan literatur lain penelitian tentang “ Hubungan pola asuh orang
tua dengan prestasi belajar IPS SD Negeri 2 Pasir Kulon” belum pernah
dilakukan. Terdapat penelitian sejenis yang pernah dilaksanakan antara lain
oleh:
1. Putra A. P.(2014) dengan judul “Pengaruh Pola Asuh Orang Tua terhadap
Motivasi Belajar Peserta Didik Kelas 7 SMP Gunung Jati Kembaran Tahun
Akademik 2012/2013” (Skripsi) berdasarkan penelitian yang telah
dilakukan diperoleh hasil terdapat perbedaan tingkat motivasi belajar dilihat
dari pola asuh orang tua.
2. Penelitian yang dilakukan oleh Sary N. F. K. tentang “Peran Pola Asuh
Orang Tua dalam Motivasi Berprestasi” (Jurnal) dengan pengolahan data
dengan teknik ANOVA diperoleh nilai F sebesar 2,979 dengan sig. 0,037.
Dengan demikian maka Ho ditolak dan Ha diterima, hal ini berarti: “ Ada
perbedaan motivasi berprestasi mahasiswa pada berbagai bentuk pola asuh
orang tua”.
Hubungan Pola Asuh..., Sofia Tyastuti, FKIP, UMP, 2016
29
3. Penelitian yang dilakukan oleh Sriyanto, dkk. tentang “Perilaku Asertif dan
Kecenderungan Kenakalan Remaja Berdasarkan Pola Asuh dan Peran
Media Massa” (Jurnal) Dari hasil uji statistik, maka hasil uji hipotesis
dengan taraf signifikansi 0,05 dapat disimpulkan bahwa pola asuh orang tua
berpengaruh signifikan positif terhadap perilaku asertif. Pengaruh positif
pola asuh terhadap perilaku asertif dapat digambarkan bahwa orang tua
menjadi faktor penting dalam pembentukan kepribadian anak, yang akan
menentukan perkembangan selanjutnya. Sedangkan pola asuh menunjukkan
pengaruh signifikan negatif terhadap kecenderungan kenakalan remaja.
Menunjukkan.
I. Kerangka Berfikir
Gambar 2.1 Kerangka Berfikir
Hubungan antara pola asuh orang tua dengan prestasi belajar IPS siswa
SD Negeri 2 Pasir Kulon.
Pola asuh menurut Wahyuning (2003: 126) diartikan seluruh cara
perlakuan orang tua yang diterapkan pada anak. Pola asuh orang tua memiliki 3
tipe yaitu otoriter, demokratis dan permisif. Pola asuh orang tua memiliki sikap
dan perilaku terhadap anak-anak mereka, seperti perlindungan yang berlebihan,
pembolehan, ijin yang berlebihan, penerimaan, penolakan, patuh kepada anak
dan dominasi orang tua yang ambisius.
Prestasi Belajar IPS Pola Asuh Orang Tua
Hubungan Pola Asuh..., Sofia Tyastuti, FKIP, UMP, 2016
30
Pola asuh orang tua merupakan salah satu penentu prestasi belajar siswa.
Karena prestasi belajar siswa salah satunya dipengaruhi oleh faktor ekstern
yaitu faktor dari luar, dan salah satunya yaitu faktor keluarga dalam hal ini pola
asuh orang tua. Jika sikap dan perilaku orang tua dalam pola asuh yang mereka
terapkan terhadap anak baik maka akan mempengaruhi perkembangan kognitif
anak yang dapat diketahui dari prestasi belajar anak mereka. Maka akan
diperoleh hubungan antara pola asuh orang tua dengan prestasi belajar IPS.
Jika pola asuh orang tua baik maka prestasi belajar IPS siswa juga akan baik,
begitu pula sebaliknya.
J. Hipotesis Penelitian
Berdasarkan kajian teori dan kerangka berfikir diatas maka dapat
disimpulkan hipotesis penelitian sebagai berikut,
Ha: Terdapat hubungan yang signifikan pola asuh orang tua dengan prestasi
belajar IPS pada siswa SD Negeri 2 Pasir Kulon.
Ho: Tidak terdapat hubungan yang signifikan pola asuh orang tua dengan
prestasi belajar IPS pada siswa SD Negeri 2 Pasir Kulon.
Hubungan Pola Asuh..., Sofia Tyastuti, FKIP, UMP, 2016