Upload
lynguyet
View
231
Download
0
Embed Size (px)
Citation preview
8
BAB II
KAJIAN PUSTAKA, KERANGKA PEMIKIRAN, DAN HIPOTESIS
2.1 Kajian Pustaka
2.1.1 Manajemen Sumber Daya Manusia
Manajemen Sumber Daya Manusia (MSDM) adalah suatu kegiatan
pengelolaan yang meliputi pendayagunaan, pengembangan, penilaian, pemberian
balas jasa bagi manusia sebagai individu anggota organisasi atau perusahaan
bisnis. (Samsudin 2006, p22).
Menurut Sihotang (2007, p1), Manajemen Sumber Daya Manusia adalah
suatu proses perencanaan, pengorganisasian, pengarahan dan pengendalian
terhadap pengadaan, seleksi, tes penyaringan, pelatihan, penempatan, kompensasi,
pengembangan, pengintegrasian, pemeliharaan dan pemberhentian atau pensiun
sumber daya manusia dari organisasi.
Sedangkan Hasibuan (2007, p111) mengemukakan bahwa manjemen
SDM atau pengelolaan SDM berarti penyiapan dan pelaksanaan suatu rencana
yang terkoordinasi untuk menjamin bahwa SDM yang ada dapat dimanfaatkan
dengan sebaik-baiknya untuk mencapai tujuan organisasi.
Berdasarkan pendapat Mathis dan Jackson (2006, p3) manajemen SDM
merupakan perancangan sistem formal dari suatu organisasi, yang digunakan
untuk memastikan keefektifan dan keefisienan dari kemampuan karyawan dalam
memenuhi tujuan organisasi.
9
Dari beberapa teori diatas, dapat disimpulkan bahwa Manajemen
SumberDaya Manusia (MSDM) adalah suatu upaya yang dilakukan terhadap
Sumber Daya Manusia yang menerapkan fungsi-fungsi manajemen didalamnya
untuk mencapai tujuan organisasi.
2.1.2 Kepemimpinan
Dalam kegiatan perusahaan dan kaitannya dengan fungsi manajemen, para
pemimpin mempunyai kontribusi yang cukup besar terutama dalam
pengembangan Manajemen Sumber Daya Manusia (MSDM). Fungsi-fungsi
tersebut harus didasarkan pada keterampilan dan kemampuan yang dimiliki oleh
seorang pemimpin agar tujuan organisasi bisa dicapai secara optimal.
Menurut Hasibuan (2007, p170) Kepemimpinan adalah cara seorang
pemimpin mempengaruhi perilaku bawahan, agar mau bekerja sama dan bekerja
secara produktif untuk mencapai tujuan organiasasi.
Menurut Rivai (2004, p2) Kepemimpinan adalah proses mempengaruhi
atau memberi contoh kepada pengikut-pengikutnya melalui proses komunikasi
dalam upaya mencapai tujuan organisasi.
Menurut Werren Bennis (2004, p74) Kepemimpinan adalah kapasitas
untuk menerjemahkan visi dan realita. Dengan kata lain kepemimpinan berarti
turut melibatkan orang lain didalam aktivitas organisasi dan lebih mengutamakan
visi diatas segalanya, selanjutnya mengarahkan didalam pelaksanaan tugas kepada
bawahannya.
Kepemimpinan berarti mempengaruhi orang lain untuk mengambil
tindakan, artinya seorang pemimpin harus berusaha mempengaruhi pengikutnya
10
dengan berbagai cara, seperti menggunakan otoritas yang terlegitimasi,
menciptakan model (menjadi teladan), penetapan sasaran, memberi imbalan dan
hukuman, restrukturasi organisasi, dan mengkomunikasikan sebuah visi. Dengan
demikian, seorang pemimpin dapat dipandang efektif apabila dapat membujuk
para pengikutnya untuk meninggalkan kepentingan pribadi mereka demi
kebahagian organisasi Mochammad Teguh, (2001, p69).
Berdasarkan uraian teori diatas, terdapat tiga implikasi penting yaitu (1)
kepemimpinan itu melibatkan orang lain baik itu bawahan maupun pengikut, (2)
kepemimpinan melibatkan pendistrisbusian kekuasaan antara pemimpin dan
anggota kelompok secara seimbang, (3) adanya kemampuan untuk menggunakan
bentuk kekuasaan yang berbeda untuk memengaruhi tingkah laku pengikutnya.
(Dalam “Kepemimpinan dan Perilaku Organisasi”,2010, p3-p4) Kepemimpinan
pada hakekatnya adalah :
1. Proses mempengaruhi atau memberi contoh dari pemimpin kepada
pengikutnya dalam upaya mencapai tujuan organisasi;
2. Seni mempengaruhi dan mengarahkan orang dengan cara kepatuhan,
kepercayaan, kehormatan, adan kerja sama yang bersemangat dalam
mencapai tujuan bersama;
3. Kemampuan untuk mempengaruhi, memberi inspirasi dan mengarahkan
tindakan seseorang atau kelompok untuk mencapai tujuan yang
diharapkan;
4. Melibatkan tiga hal yaitu pemimpin, pengikut, dan situasi tertentu;
11
5. Kemampuan untuk memengaruhi suatu kelompok untuk mencapai
tujuan.
2.1.2.1 Fungsi Kepemimpinan
Fungsi artinya suatu pekerjaan yang dilakukan atau kegunaan sesuatu hal
atau kerja suatu bagian tubuh. Sedangkan fungsi kepemimpinan berhubungan
langsung dengan situasi sosial dalam kehidupan kelompok/organisasi masing-
masing, yang mengisyaratkan bahwa setiap pemimpin berada berada didalam dan
bukan diluar situasi tersebut.
Menurut Veithzal Rivai dan Deddy Mulyadi (2010, p34-35) fungsi pokok
kepemimpinan dapat dibedakan sebagai berikut :
1) Fungsi Instruksi
Fungsi ini bersifat komunikasi satu arah. Pemimpin sebagai
komunikator merupakan pihak yang menentukan apa, bagaimana, bilamana, dan
dimana perintah itu dikerjakan agar keputusan dapat dilaksanakan secara efektif.
Kepemimpinan yang efektif memerlukan kemampuan untuk menggerakan dan
memotivasi orang lain agar mau melaksanakan perintah.
2) Fungsi Konsultasi
Fungsi ini bersifat dua arah. Pada tahap pertama untuk menentukan
keputusan, pemimpin seringkali memerlukan masukan atau input sebagai bahan
pertimbangan dalam menetapkan keputusan, yang mengharuskannya
berkonsultasi dengan orang-orang yang dipimpinnya yang dinilai mempunyai
bahan informasi yang diperlukan dalam menetapkan keputusan. Tahap berikutnya
konsultasi dari pemimpin pada bawahan dapat dilakukan setelah keputusan
12
ditetapkan dan sedang dalam pelaksanaan. Konsultasi dimaksudkan untuk
memperoleh masukan untuk memperbaiki dan menyempurnakan keputusan-
keputusan yang telah ditetapkan dan dilaksanakan. Dengan demikian keputusan-
keputusan pimpinan akan mendapat dukungan dan lebih mudah
mengintruksikannya kepada bawahan, sehingga kepemimpinan berlangsung
efektif.
3) Fungsi Partisipasi
Dalam menjalankan fungsi ini pemimpin berusaha mengaktifkan orang-
orang yang dipimpinnya, baik dalam keikutsertaan mengambil keputusan maupun
dalam melaksanakannya. Partisipasi tidak berarti bebas berbuat semauny, tetapi
dilakukan secara terkendali dan terarah berupa kerja sama dengan tidak
mencampuri atau mengambil tugas pokok orang lain. Keikutsertaan pemimpin
harus tetap dalam fungsi sebagai pemimpin dan bukan pelaksana.
4) Fungsi Delegasi
Fungsi ini dilaksanakan dengan melimpahkan wewenang
membuat/menetapkan keputusan, baik melalui persetujuan maupun tanpa
persetujuan dari pimpinan. Fungsi delegasi itu harus diyakini merupakan
pembantu pemimpin yang memiliki kesamaan prinsip, persepsi, dan aspirasi.
5) Fungsi Pengendalian
Fungsi ini bermaksud bahwa kepemimpinan yang sukses/ efektif
mampu mengatur aktivitas anggotanya secara terarah dan dalam kondisi yang
efektif sehingga memungkinkan tercapainya tujuan bersama secara maksimal.
13
Fungsi pengendalian dapat diwujudkan melalui kegiatan bimbingan, pengarahan,
koordinasi, dan pengawasan.
Seluruh fungsi kepemimpinan tersebut diselenggarakan dalam aktivitas
kepemimpinan secara integral. Pelaksanaannya berlangsung sebagai berikut :
1) Pemimpin berkewajiban menjabarkan program kerja.
2) Pemimpin harus mampu memberikan petunjuk yang jelas.
3) Pemimpin harus berusaha mengembangkan kebebasan berfikir dan
mengeluarkan pendapat.
4) Pemimpin harus mengembangkan kerja sama yang harmonis.
5) Pemimpin harus mampu memecahkan masalah dan mengambil
keputusan masalah sesuai batas tanggung jawab masing-masing.
6) Pemimpin harus mendayagunakan pengawasan sebagai alat
pengendali. Dan yang paling penting pemimpin harus
mempertanggung jawabkan semua tindakannya. berusaha untuk
memanfaatkan setiap orang yang dipimpin. Kepemimpinan demokratis
adalah kepemimpinan yang aktif, dinamis, dan terarah. Kepemimpinan
tipe ini dalam mengambil keputusan sangat mementingkan
musyawarah, yang diwujudkan pada setiap jenjang dan didalam unit
masing-masing.
2.1.2.2 Peran Kepemimpinan
Kepemimpinan diartikan sebagai kemampuan seseorang yang menduduki
jabatan sebagai pimpinan satuan kerja yang mempengaruhi perilaku orang lain,
terutama bawahannya, untuk berfikir dan bertindak sedemikian rupa sehingga
14
melalui perilaku yang positif ia memberi sumbangan nyata dalam pencapaian
tujuan organisasi.
Peran kepemimpinan dapat diartikan sebagai seperangkat perilaku yang
diharapkan dilakukan oleh sesorang sesuai dengan kedudukannya sebagai
pemimpin. Sedangkan menurut Covey yang dikutip dari (“Kepemipinan dan
Perilaku Organisasi”,2010,p156), peran kepemimpinan menjadi tiga bagian, yaitu:
1) Pathfinding (pencarian jalur) yaitu peran untuk menentukan visi dan
misi yang pasti.
2) Aligning (penyelaras) yaitu peran untuk memastikan bahwa struktur,
sistem, dan proses operasional organisasi memberikan dukungan pada
pencapaian visi dan misi.
3) Empowering (pemberdaya) yaitu peran untuk menggerakan semangat
dalam diri orang-orang dalam mengungkapkan bakat, kecerdikan, dan
kreativitas laten untuk mengerjakan apapun dan konsisten dengan
prinsip-prinsip yang disepakati.
Peran pemimpin dapat pula dibagi menjadi tiga bagian yaitu :
1) Pemimpin masa depan harus fleksibel dan mempunyai pengetahuan
yang luas.
2) Menganggap tanggung jawab “seremonial” atau “spiritual” sebagai
kepala organisasi menjadi suatu fungsi yang diperlukan, bukan suatu
hal yang remeh yang harus dialami atau didelegasikan oleh kepada
orang lain.
15
3) Pembuatan tidak lagi dibuat secara efektif terpusat di puncak
organisasi.
Agar kepemimpinan tersebut dapat berperan perlu diperhatikan hal
berikut ini:
1) Bahwa yang menjadi dasar utama dalam efektivitas kepemimpinan
sesorang bukan bukan pengangkatan atau penunjukannya sebagai
“kepala”, akan tetapi penerimaan orang lain terhadap kepemimpinan
yang bersangkutan.
2) Efektivitas kepemimpinan tercemin dari kepemimpinannya untuk
tumbuh dan berkembang.
3) Efektivitas kepemimpinan menuntut kemahiran untuk membaca
situasi.
4) Perilaku seseorang tidak terbentuk begitu saja, melainkan melalui
proses pertumbuhan dan perkembangan.
5) Kehidupan organisasi yang dinamis dan serasi dapat tercipta bila setiap
anggota mau menyesuaikan cara berfikir dan bertindaknya untuk
mencapai tujuan organisasi.
2.1.2.3 Proses Kepemimpinan
Menurut pendapat, Soekarso, Agus Sosro, Iskandar Putong dan Cecep
Hidayat (2010,p45). Proses kepemimpinan berawal dari proses pola gaya
kepemimpinan, selanjunya menggalang kekuatan kekuasaan, mempengaruhi
perilaku individu / kelompok, pemberdayaan sumber daya, dan berakhir pada
pencapaian tujuan.
16
Gaya Pemimpin
1. Orientasi Tugas 2. Orientasi Orang
Pemimpin Mempengaruhi Perilaku
1. Anggota 2. Sumber
Daya
Tujuan
Kekuatan Pemimpin
1. Pengaruh 2. Kekuasaan 3. Legitimasi 4. Indosinkratik 5. Wewenang 6. Politik
Sumber : Soekarso, Agus Sosro, Iskandar Putong dan Cecep Hidayat. Teori
Kepemimpinan (2010,p46)
Gambar 2.1 Model Skematis Proses Kepemimpinan
2.1.2.4 Gaya Kepemimpinan
Gaya kepemimpinan adalah suatu norma perilaku yang digunakan oleh
sesorang pada saat orang tersebut mencoba mempengaruhi perilaku orang lain
seperti yang ia lihat (Thoha, 2003, p303).
Menurut Hersey dan Blanchard (2004, p114), gaya kepemimpinan terdiri
dari kombinasi perilaku tugas dan perilaku hubungan. Perilaku tugas dimaksudkan
sebagai kadar menjelaskan aktivitas setiap anggota serta kapan, dimana dan
bagaimana cara menyelesaikannya; dicirikan dengan upaya menetapkan pola
organisasi, saluran komunikasi dan cara penyelesaian secara rinci dan jelas.
17
Sedangkan perilaku hubungan merupakan kadar upaya pemimpin membina
hubungan pribadi diantara mereka sendiri dan dengan para anggota mereka
(pengikut) dengan membuka lebar saluran komunikasi dan menyediakan
dukungan sosio-emosional, psikologis, dan pemudahan perilaku.
Dari penjelasan-penjelasan diatas. Dapat disimpulkan bahwa gaya
kepemimpinan sesorang adalah perilaku yang dilakukan dan dtunjukan oleh
seorang pemimpin didalam memberikan pengarahan dan bimbingan terhadap
bawahannya dengan rasa mempercayai bawahan juga memuat bagaimana cara
pemimpin bekerja sama dengan bawahannya dalam mengambil keputusan,
pembagian tugas dan wewnang, bagaimana cara berkomunikasi dan berinteraksi
dan bagaimana hubungan yang tercipta diantara pemimpin dan bawahannya
tersebut.
2.1.2.5 Tipe Gaya Kepemimpinan
Dalam melaksanakan fungsi dan Peran kepemimpinan, maka akan
berlangsung aktivitas kepemimpinan. Apabila aktivitas tersebut dipilah-pilah,
maka akan terlihat gaya kepemimpinan dengan polanya masing-masing. menurut
Rivai dan Deddy Mulyadi (2010, p36-37) Gaya kepemimpinan mempunyai tiga
pola dasar, yaitu :
1) Gaya kepemimpinan yang berpola pada kepentingan pelaksanaan tugas.
2) Gaya kepemimpinan yang berpola pada pelaksanaan hubungan kerja sama.
3) Gaya kepemimpinan yang berpola pada kepentingan hasil yang dicapai.
18
Berdasarkan ketiga pola tersebut terbentuk perilaku kepemimpinan yang
berwujud pada kategori kepemimpinan yang terdiri dari tiga tipe pokok
kepemimpinan yaitu :
1) Tipe Gaya Kepemimpinan Otoriter
Tipe kepemimpinan ini menempatkan kekuasaan di tangan satu orang.
Pemimpin bertindak sebagai penguasa tunggal. Kedudukan dan tugas anak
buah semata-mata hanya sebagai pelaksana keputusan, perintah, dan
bahkan kehendak pimpinan. Pimpinan memandang dirinya lebih dalam
segala hal dibandingkan dengan bawahannya. Kemampuan bawahan selalu
dipandang rendah sehingga dianggap tidak mampu berbuat sesuatu tanpa
diperintah.
2) Tipe Gaya Kepemimpinan Kendali Bebas
Tipe kepemimpinan ini merupakan kebalikan dari tipe kepemimpinan
otoriter. Pemimpin berkedudukan sebagai symbol. Kepemimpinan
dijalankan dengan memberikan kebebasan penuh pada orang yang
dipimpin dalam mengambil keputusan dan melakukan kegiatan menurut
kehendak dan kepentingan masing-masing baik secara perorangan maupun
kelompok-kelompok kecil. Pemimpin hanya memfungsikan dirinya
sebagai penasihat.
3) Tipe Gaya Kepemimpinan Demokratis
Tipe kepemimpinan ini menempatkan manusia sebagai faktor utama dan
terpenting dalam setiap kelompok/organisasi. Pemimpin memandang dan
menempatkan orang-orang yang dipimpinnya sebagai subjek yang
19
memiliki kepribadian dengan berbagai aspeknya, seperti dirinya juga.
Kemauan, kehendak, kemampuan, buah pikiran, pendapat, kreativitas,
inisiatif yang berbeda-beda dan dihargai disalurkan secara wajar. Tipe
pemimpin ini selalu berusaha untuk memanfaatkan setiap orang yang
dipimpin. Kepemimpinan demokratis adalah kepemimpinan yang aktif,
dinamis, dan terarah. Kepemimpinan tipe ini dalam mengambil keputusan
sangat mementingkan musyawarah, yang diwujudkan pada setiap jenjang
dan didalam unit masing-masing.
Ketiga tipe gaya kepemimpinan diatas dalam praktiknya saling mengisi
atau saling menunjang secara bervariasi, yang disesuaikan dengan situasinya
sehingga akan menghasilkan kepemimpinan yang efektif.
Menurut White dan Lippit yang dikutip oleh Reksohadiprodjo dan
Handoko (2001,p298). Yang mengemukakan tiga gaya kepemimpinan antara lain.
1) Otokratis
a. Semua penentuan kebijaksanaan dilakukan oleh pemimpin.
b. Teknik-teknik dan langkah yang diatur oleh atasan setiap waktu, sehingga
langkah-langkah yang akan dating selalu tidak pasti untuk tingkat yang
luas.
c. Pemimpin biasanya mendikte tugas kerja bagian dan kerja bersama setiap
anggota.
d. Pemimpin cenderung menjadi ”pribadi” dalam pujian dan kecamannya
terhadap kerja setiap anggota, mengambil jarak dari partisipasi kelompok
aktif kecuali bila menunjuk keahliannya.
20
2) Demokratis
a. Semua kebijaksanaan terjadi pada kelompok diskusi dan keputusan
diambil dengan dorongan dan bantuan dari kelompok.
b. Kegiatan-kegiatan didiskusikan, langkah-langkah umum untuk tujuan
kelompok dibuat dan bila dibutuhkan petunjuk-petunjuk teknis, pemimpin
menyarankan dua atau lebih alternatif prosedur yang dapat dipilih.
c. Para anggota bebas bekerja dengan sipa saja yang mereka pilih dan
pembagian tugas ditentukan oleh kelompok.
d. Pemimpin adalah objektif atau “fack-mainded” dalam pujian dan
kecamannya dan mencoba seorang anggota kelompok biasa dalam jiwa
dan semangat tanpa melakukan banyak pekerjaan.
3) Laissez-faire
a. Kebebasan penuh bagi keputusan kelompok atau individu, dengan
partisipasi minimal dari pemimpin.
b. Bahan-bahan yang bermacam-macam disediakan oleh pemimpin yang
membuat orang selalu siap bila dia akan memberikan informasi pada saat
ditanya. Dia tidak mengambil bagian dari diskusi kerja.
c. Sama sekali tidak ada partisipasi dari pemimpin dalam penentuan tugas.
d. Kadang-kadang memberi komentar sponsor terhaap kegiatan anggota atau
pertanyaan dan tidak bermaksud menilai atau mengatur suatu kejadian
21
2.1.2.6 Jenis-Jenis Gaya Kepemimpinan
Dalam Teori kepemimpinan terdapat dua jenis gaya kepemimpinan yang
paling utama, yaitu (Soekarso, Agus Sosro, Iskandar Putong dan Cecep Hidayat,
2010, p44-45):
1) Gaya Berorientasi pada tugas (task oriented)
Adalah gaya kepemimpinan yang memusatkan perhatiannya pada tugas,
yaitu penetapan dan menstruktur tugas. Dalam hal ini termasuk
pembagian kerja, penjadwalan, sistem prosedur, petunjuk pelaksanaaan
dan sebagian kesemuanya mencakup aspek teknis atau penyelesaian tugas
pekerjaan.
2) Gaya berorientasi pada orang (people oriented)
Adalah gaya kepemimpinan yang memusatkan perhatiannya pada orang
yaitu hubungan antar pribadi. Dalam hal ini mencakup saling percaya.
Menghargai gagasan bawahan, membangun kerjasama, peka terhadap
kebutuhan dan kesejahteraan bawahan.
2.1.2.7 Dimensi Gaya Kepemimpinan
Ronald Lippit dan Ralp K. White dalam studinya berpendapat dan
mengemukakan adanya tiga gaya kepemimpinan (Soekarso, Agus Sosro, Iskandar
Putong dan Cecep Hidayat, 2010, pp100 -101) :
1) ”Authoritarian” (otoriter), ”autocratic” (otokratis), ”dictatorial” (diktator).
Adalah kemampuan mempengaruhi orang lain agar bersedia bekerjasama
untuk mencapai tujuan yang telah ditentukan dengan cara segala kegiatan
yang akan dilakukan diputuskan oleh pimpinan semata-mata
22
.
Kepemimpinan gaya otoriter antara lain berciri :
1) Wewenang mutlak berpusat pada pimpinan
2) Keputusan selalu dibuat oleh pimpinan
3) Kebijaksanaan selalu dibuat oleh pimpinan
4) Komunikasi langsung satu arah dari pimpinan kepada bawahan
5) Pengawasan terhadap sikap, tingkah laku, perbuatan, atau kegiatan para
bawahannya dilakukan secara ketat
6) Prakarsa harus selalu datang dari pimpinan
7) Tiada kesempatan bagi bawahan untuk memberikan saran, pertimbangan,
atau pendapat
8) Tugas-tugas bagi bawahan diberikan secara instruktif
9) Lebih banyak kritik daripada pujian
10) Pimpinan menuntut prestasi sempurna dari bawahan tanpa syarat
11) Pimpinan menuntut kesetiaan mutlak tanpa syarat
12) Cenderung adanya paksaan, ancaman, dan hukuman
13) Kasar dalam bertindak
14) Kaku dalam bersikap
15) Tanggung jawab keberhasilan organisasi hanya dipikul oleh pimpinan
Apabila ditunjukkan dalam struktur organisasi, kepemimpinan gaya otoriter akan
nampak sebagai bagan di bawah ini:
23
Keterangan:
= pimpinan
= bawahan
= arah hubungan
Sumber : Soekarso, Agus Sosro, Iskandar Putong dan Cecep Hidayat Teori
Kepemimpinan (2010,p102)
Gambar 2.2 Gaya Otoriter dalam Struktur Organisasi
2. ”Democratic” (demokratis)
Adalah kemampuan mempengaruhi orang lain agar bersedia bekerja sama
untuk mencapai tujuan yang telah diterapkan dengan cara berbagai kegiatan yang
akan dilakukan ditentukan bersama antara pimpinan dan bawahan.
Kepemimpinan gaya demokratis antara lain berciri:
1) Wewenang pimpinan tidak mutlak
2) Pimpinan bersedia melimpahkan sebagian wewenang kepada bawahan
3) Keputusan dibuat bersama antara pimpinan dan bawahan
4) Kebijaksanaan dibuat bersama antara pimpinan dan bawahan
5) Komunikasi berlangsung timbal balik, baik yang terjadi antara pimpinan dan
bawahan maupun antar sesama bawahan
6) Pengawasan terhadap sikap, tingkah laku, perbuatan, atau kegiatan para
bawahan dilakukan secara wajar
7) Prakarsa dapat datang dari pimpinan maupun bawahan
24
8) Banyak kesempatan bagi bawahan untuk menyampaikan saran, pertimbangan
atau pedapat
9) Tugas-tugas kepada bawahan diberikan dengan lebih bersifat permintaan
daripada instruktif
10) Pujian dan kritik seimbang
11) Pimpinan mendorong prestasi sempurna para bawahan dalam batas
kemampuan masing-masing
12) Pimpinan meminta kesetiaan para bawahan secara wajar
13) Pimpinan memperhatikan perasaan dalam bersikap dan bertindak
14) Terdapat suasana saling percaya, saling menghormati dan saling menghargai
15) Tanggung jawab keberhasilan organisasi dipikul bersama pimpinan dan
bawahan.
Apabila ditunjukkan dalam struktur organisasi, kepemimpinan gaya demokratis
akan nampak sebagai bagan di bawah ini:
Keterangan:
= pimpinan
= bawahan
= arah hubungan
Sumber : Soekarso, Agus Sosro, Iskandar Putong dan Cecep Hidayat Teori
Kepemimpinan (2010, p103)
Gambar 2.3 Gaya Demokratis dalam Struktur Organisasi
25
3. ’’ Laissez-faire” (kebebasan), ”free-rein” (bebas kendali), ”libertarian”
(kebebasan)
Adalah kemampuan mempengaruhi orang lain agar besedia bekerjasama
untuk mencapi tujuan yang telah ditentukan dengan cara berbagai kegiatan yang
akan dilakukan lebih banyak diserahkan kepada bawahan.
Kepemimpinan gaya kebebasan antara lain berciri :
1) Pimpinan melimpahkan wewenang sepenuhnya kepada bawahan
2) Keputusan lebih banyak dibuat oleh para bawahan
3) Kebijaksanaan lebih banyak dibuat oleh para bawahan
4) Pimpinan hanya berkomunikasi apabila diperlukan oleh bawahannya
5) Hampir tiada pengawasan terhadap sikap, tingkah laku, perbuatan, atau
kegiatan yang dilakukan para bawahan.
6) Prakarsa selalu datang dari bawahan
7) Hampir tiada pengarahan dari pimpinan
8) Peranan pimpinan sangat sedikit dalam kegiatan kelompok
9) Kepentingan pribadi lebih utama daripada kepentingan kelompok
10) Tanggung jawab keberhasilan organisasi dipikul oleh orang per orang
Apabila ditunjukkan dalam struktur organisasi, kepemimpinan gaya
Laissez-faire akan nampak sebagai bagan di halaman berikutnya:
26
Keterangan :
= pimpinan
= bawahan
= arah hubungan
Sumber : Soekarso, Agus Sosro, Iskandar Putong dan Cecep Hidayat Teori
Kepemimpinan (2010, p104)
Gambar 2.4 Gaya Liberal dalam Struktur Organisasi
2.1.3 Lingkungan Kerja
Lingkungan kerja yang kondusif bagi karyawan agar dapat bersolsialisasi
dengan baik ditengah-tengah pekerjaan yang menumpuk, menurut Theresia
Widyastuti, psikolog lingkungan kerja dalam sebuah jurnal memaparkan terdapat
4 hal, antara lain (oke zone.com):
1) Organisasi
Manusia sebagai makhluk sosial dituntut untuk bersosialisasi dengan baik dengan
lingkungan sekitarnya. Demikanpula saat beradadi lingkungan pekerjaan. Tanpa
berhubungan baik dengan rekan sekerja maupun atasan dan bawahan, rutinitas
kerja terasa hambar.
2) Pemimpin / Leader
“Satu hal yang paling penting ialah organisasi perusahaan itu apa. Lalu apakah
tersampaikan atau tidak ke leader maupun bawahannya. Kalau sasaran tidak jelas,
maka organisasi itu tidak bisa sampai dengan baik,” ucap Maria, melalui telepon
genggamnya, Selasa (9/9/2008).
27
3) Komunikasi
Sama halnya dengan kunci utama lainnya dalam bersosialisasi dengan orang lain,
maka komunikasi yang baik menjadi cara terampuh untuk menjalin hubungan
baik dengan rekan-rekan sekantor. “komunikasi yang baik antara atasan dan
bawahan perlu diterapkan betul. Karena bisa jadi rule-nya jelas, tapi komunikasi
tidak bagus, maka semua yang diterapkan tidak akan berjalan baik”, papar
psikolog yang concern di bidang lingkungan kerja organisasi dan industri itu.
Setelah komunikasi terjalin baik, maka langkah lain yang harus ditempuh ialah
pemahaman pribadi antara masing-masing rekan sekerja maupun atasan dan
bawahan.“Yang menjadi masalah dalam komunikasi itu adalah saat seseorang
tidak memahami Style dari masing-masing individu. Karena tidak saling mengerti,
akhirnya jadi saling salah paham. Oleh karena itu, harus saling mengetahui agar
saat berdiskusi lebih mudah masuk,”ungkap psikolog lulusan Universitas Gajah
Mada Itu.Menurutnya lagi, berpikiran positif dapat membuat anda dan seluruh
orang dalam lingkungan kerja dapat saling berhubungan baik. Kendati demikian,
bukan berarti debat tidak diperlukan, karena setiap individu memiliki cara
pandang yang berbeda. Tapi bagaimana cara kita memandang perbedaan tersebut
secara positif.
4) Team Work/Kerja sama tim
Masih menurut Maria, langkah lain yang juga tak kalah pentingnya ialah team
work dalam sebuah perusahaan. “kalau team work tidak bagus dan tidak dibangun,
maka akan membuat kelangsungan ke depannya tidak berjalan dengan baik. Jika
masalah perusahaan itu dikelola dengan conflict management, maka ke depannya
28
pasti jadi tidak berjalan dengan baik, jadi untuk membentuk team work itu juga
covernya harus bagus,” pungkasnya.
Beberapa contoh hal-hal yang bisa dimasukkan dalam lingkungan kerja
(ilmuSDM.com):
1) Aktivitas di dalam ruangan atau di luar ruangan
2) Jam kerja normal/shift
3) Tingkat kebisingan suara
4) Tingkat suhu udara
5) Resiko-resiko yang mungkin timbul (resiko radiasi, populasi,dst)
6) Orang-orang yang dihadapi, tipe orang yang dihadapi
7) Peralatan yang harus selalu digunakan (peralatan keamanan,dll)
8) Tekanan fisik atau mental yang dihadapi pemegang jabatan
9) Dan aspek fisik /non fisik yang terkait.
Menurut Cokroaminoto, Lingkungan kerja menunjuk pada hal-hal yang berada di
sekeliling dan melingkupi kerja karyawan di kantor. kondisi lingkungan kerja
lebih banyak tergantung dan diciptakan oleh pimpinan, sehingga suasana kerja
yang tercipta tergantung pada pola yang diciptakan oleh pimpinan. Lingkungan
kerja dalam perusahaan, dapat berupa (cokroaminoto.wordpress.com):
1) Struktur tugas
2) Desain pekerjaan
3) Pola kepemimpinan
4) Pola kerjasama
5) Ketersediaan sarana kerja
6) Imbalan (reward system)
29
2.1.4 Motivasi
2.1.4.1 Pengertian Motivasi, Motivasi kerja, Motivasi Karyawan
Menurut Winardi (2007,p1), motivasi berasal dari kata motivaton yang
berarti “menggerakan”. Motivasi merupakan hasil sejumlah proses yang bersifat
internal datau eksternal bagi seorang individu, yang menyebabkan timbulnya
sikap entutiasme dan presistensi dalam melaksanakan kegiatan-kegiatan tertentu.
Sedangkan motivasi kerja adalah suatu kekuatan potensial yang ada dalam diri
manusia, yang dapat dikembangkannya sendiri atau dikembangkan sejumlah
kekuatan dari luar yang pada intinya berkisar sekitar imbalan moneter dan non
moneter, yang dapat mempengaruhi hasil kinerjanya secara positif atau secara
negatif, hal ini tergantung pada situasi dan kondisi yang dihadapi orang yang
bersangkutan.
Menurut A. Anwar Prabu Mangkunegara, memberikan pengertian
motivasi dengan kondisi yang berpengaruh membangkitkan, mengarahkan dan
memelihara perilaku yang berpengaruh dengan lingkungan kerja.
Menurut Henry Simamora, pengertian motivasi adalah sebuah fungsi dan
pengharapan individu bahwa upaya tertentu akan menghasilkan tingkat kinerja
yang pada gilirannya akan membuahkan imbalan atau hasil yang dikehendaki.
Dari pengertian-pengertian motivasi diatas maka dapat disimpulkan bahwa
motivasi merupakan suatu keadaan atau kondisi yang mendorong, merangsang
atau menggerakan seseorang untuk melakukan sesuatu atau kegiatan yang
dilakukannya sehingga ia dapat mencapai tujuannya.
30
Menurut As’ad (2002,p45) motivasi kerja didiefinisikan sebagai sesuatu
yang menimbulkan semangat atau dorongan kerja. Sedangkan menurut Robbins
(2002,p166), motivasi didefinisikan sebagai kesediaan untuk mengeluarkan
tingkat upaya yang tinggi untuk tujuan-tujuan organisasi yang dikondisikan oleh
kemampuan upaya itu untuk memenuhi sesuatu kebutuhan individu. Sementara
motivasi umum bersangkutan dengan upaya ke arah setiap tujuannya yang
dipersempit terhadap tujuan organisasi. Ketiga unsur dalam definisi ini adalah
upaya, tujuan, dan kebutuhan.
Pada hakikatnya saat karyawan bekerja mereka membawa serta keinginan,
kebutuhan, pengalaman masa lalu yang memberikan harapan kerja mereka.
Adanya motivasi terutama motivasi untuk berprestasi akan mendorong sesorang
untuk mengembangkan pengetahuan dan kemampuannya demi mencapai prestasi
kerja yang lebih baik. Biasanya sesorang yang memiliki motivasi kuat akan
mempunyai tanggung jawab untuk menghasilkan prestasi yang lebih baik.
Menurut Trianingsih (2003) dengan adanya motivasi kerja, diharapkan setiap
individu mau bekerja keras untuk mencapai kinerja yang tinggi.
Motivasi kerja ini dimaksudkan untuk memberikan daya perangsang
kepada pegawai yang bersangkutan agar pegawai tersebut bekerja dengan segala
daya upayanya (Manulang,2002)
Dari pengertian-pengertian diatas dapat disimpulkan bahwa motivasi kerja
merupakan sebagai sesuatu yang menimbulkan semangat kerja dan menjadi
landasan seseorang dalam melakukan suatu pekerjaan.
31
Motivasi karyawan adalah suatu faktor yang mendorong seorang karyawan
untuk melakukan suatu perbuatan atau kegiatan tertentu, oleh karena itu motivasi
sering kali diartikan pula sebagai factor pendorong perilaku seseorang. Setiap
tindakan yang dilakukan oleh seorang manusia pasti memiliki sesuatu faktor yang
mendorong perbuatan tersebut. Motivasi atau dorongan untuk bekerja ini sangat
penting bagi tinggi rendahnya produktivitas perusahaan. Tanpa adanya motivasi
dari para karyawan atau pekerja untuk bekerja sama bagi kepentingan perusahaan
maka tujuan yang telah ditetapkan tidak akan tercapai. Sebaliknya apabila terdapat
motivasi yang besar dari para karyawan maka haltersebut merupakan suatu
jaminan atas keberhasilan perusahaan dalam mencapai tujuannya.
Motivasi atau dorongan kepada karyawan untuk bersedia bekerja bersama demi
tercapainya tujuan bersama ini terdapat dua macam, yaitu:
a. Motivasi finansial, yaitu dorongan yang dilakukan dengan memberikan imbalan
finansial kepada karyawan. Imbalan tersebut sering disebut insentif.
b. Motivasi nonfinansial, yaitu dorongan yang diwujudkan tidak dalam bentuk
finansial/ uang, akan tetapi berupa hal-hal seperti pujian, penghargaan,
pendekatan manusia dan lain sebagainya.
Menurut Payaman J.Simanjuntak (2005,p94-97), memotivasi bawahan
berarti menjadikan mereka merasakan bahwa bekerja sebagai bagian hidup yang
dinikmati. Para pekerja pada umumnya akan siap bekerja keras bila menghadapi
beberapa kondisi berikut ini:
1) Merasa diperlukan oleh organisasi
2) Mengetahui yang diharapkan organisasi
32
3) Perlakuan adil antar pekerja dan dalam pemberian imbalan
4) Peluang untuk berkembang
5) Tantangan yang menarik
6) Suasana kerja yang menyenangkan
Dari pengertian-pengertian motivasi karyawan diatas maka dapat
disimpulkan bahwa motivasi karyawan merupakan sebagai sesuatu yang
mendorong karyawan untuk melakukan sesuatu yang berguna bagi perusahaan
atau organisasi.
Motivasi sebagai sesuatu yang dirasakan sangat penting, hal ini
disebabkan karena beberapa alasan:
1. Motivasi sebagai suatu yang penting (Important Subject)
2. Motivasi sebagai sesuatu yang sulit (Puzzling Subject)
Menurut Mitchell (dalam Winardi, 2000) tujuan dari motivasi adalah
memperediksi perilaku perlu ditekankan perbedaan-perbedaanantara motivasi,
perilaku dan kinerja (performa). Motivasilah penyebab perilaku; andai kata
perilaku tersebut efektif, maka akibatnya adalah berupa kinerja tinggi.
2.1.4.2 Faktor-Faktor Motivasi kerja
Sihotang (2007,p245) berpendapat bahwa motivasi kerja melibatkan dua
faktor:
1. Faktor-faktor individual:
a. Kebutuhan-kebutuhan
b. Tujuan-tujuan orang
c. Sikap-sikap
33
d. Kemampuan-kemampuan orang
2. Faktor-faktor organisasi
a. Pembayaran gaji/upah
b. Keslamatan kesehatan kerja
c. Para mandor (supervisi)
d. Para pengawas fungsional
Yang merupakan pekerjaan yang sulit dalam memotivasi sumber daya
manusia adalah menggabungkan faktor individu dengan faktor organisasi setiap
pekerja yang sangat beraneka ragam, karena motivasi seseorang itu dipengaruhi
oleh dasar pendidikannya dan kebutuhan-kebutuhannya.
2.1.4.3 Teori Motivasi
Menurut Sihotang (2007,p247):
1) Teori motivasi dari Abraham Maslow
Salah satu teori motivasi yang paling banyak diacu adalah teori "Hirarki
Kebutuhan" yang dikemukakan oleh Abraham Maslow. Maslow memandang
kebutuhan manusia berdasarkan suatu hirarki kebutuhan dari kebutuhan yang
paling rendah hingga kebutuhan yang paling tinggi. Model Maslow (dalam As’ad,
1998) Ini sering disebut dengan model hierarki kebutuhan. Karena menyangkut
kebutuhan manusia, maka teori ini digunakan untuk menunjukkan butuhan
seseorang yang harus dipenuhi agar individu tersebut termotivasi untuk kerja.
Kebutuhan pokok manusia yang diidentifikasi Maslow dalam urutan kadar
pentingnya adalah sebagai berikut: Kebutuhan manusia dibagi menjadi lima
tingkatan hierarchy pyramid, yaitu:
34
a. Physcological needs, yaitu kebutuhan fisik seperti pangan, sandang, dan papan.
b. Security needs, yaitu kebutuhan keamanan jiwa, raga, dan harta benda milik.
Jika dikaitkan dengan kerja maka kebutuhan akan keamanan sewaktu bekerja,
perasaan aman yang menyangkut masa depan karyawan.
c. Social needs atau kebutuhan sosial untuk memiliki keluargadan sanak saudara,
rasa dihormati, status sosial, harga diri, dan kebutuhan pendidikan dan agama.
d. Esteem needs, yaitu kebutuhan prestise dan percaya diri dengan berbagai titel
dan gelar-gelar kehormatan.
e. Self actualization needs, yaitu suatu kebutuhan aktualisasi diri sebagai bukti
kesuksesan seseorang dalam berkarya.
Apabila seorang karyawan dapat memenuhi kelima tingkatan
kebutuhannya secara serentak dan harmonis melalui imbalan kerja yang
diperolehnya dari organisasi tempat dia mengabdi, maka dapat diperkirakan akan
sangat memotivasi orang bekerja giat,tanpa diperintah orang lain. Kesimpulan
yang dapat ditarik dari teori ini adalah untuk memotivasi orang bekerja giat sesuai
keinginan kita, sebaiknya kita memenuhi kebutuhan-kebutuhan sesuai dengan
harapannya. Namun kelemahan dari teori ini adalah bahwa kebutuhan manusia itu
tidaklah berjenjang dan hierarkis, tetapi kebutuhan itu perlu dipenuhi secara
simultan pada tingkat intensitas tertentu, dengan menentukan apa yang harus
dipenuhi lebih dahulu.
2) Teori Motivasi dari Frederick Herzberg
Teori ini berhubungan langsung dengan kepuasan kerja. Hal
inidikarenakan, berdasarkan studinya tentang hubungan antara sikap – sikap kerja
35
dan kinerja kerja Herzberg menyatakan, bahwa motivasi merupakan sebuah
dampak langsung dari kepuasan kerja.
Teori ini meneliti tentang dua kondisi yang mempengaruhi seseorang di
dalam pekerjaannya, yaitu:
a. kondisi pertama adalah faktor motivator yang meliputi:
1) keberhasilan pekerjaan kerja: hal ini menggambarkan suatu prestasi
kerja.
2) pengakuan (recognition): adanya harapan akan sesuatu pengakuan dari
luar akan hal yang dikerjakan.
3) pekerjaan itu sendiri: berhubungan dengan bagaimana kondisi
pekerjaan tersebut.
4) tanggung jawab: suatu komitmen akan suatu pekerjaan.
5) pengembangan (advancement): berhubungan dengan keinginan yang
ingin dicapai untuk kedepannya.
b. kondisi kedua adalah hygiene. Faktor-faktor hygiene yang justru
menimbulkan rasa tidak puas pada para pekerja adalah:
1) kebijaksanaan administrasi perusahaan
2) supervisi yang sangat ketat
3) hubungan antarpribadi
4) kondisi kerja
5) gaji dan upah
Teori Herzberg memprediksi, bahwa para manajer dapat memotivasi
individu – individu dengan jalan “ memasukkan ” motivator – motivatornya
36
kedalam pekerjaan individu, yaitu proses yang dinamakan perkayaan pekerjaan
(job enrichment).
3) Teori X dan Y dari Mc. Gregor.
Teori ini didasarkan pada asumsi-asumsi bahwa manusia secara jelas dan
tegas dapat dibedakan atas manusia penganut teori X dan mana yang menganut
teori Y. Pada asumsi teori X menandai kondisi dengan hal-hal seperti karyawan
rata-rata malas bekerja, karyawan tidak berambisi untuk mencapai prestasi yang
optimal dan selalu menghindar dari tanggung jawab, karyawan lebih suka
dibimbing, diperintah dan diawasi, karyawan lebih mementingkan dirinya sendiri.
Sedangkan pada asumsi teori Y menggambarkan suatu kondisi seperti karyawan
rata-rata rajin bekerja. Pekerjaan tidak perlu dihindari dan dipaksakan, bahkan
banyak karyawan tidak betah karena tidak ada yang dikerjakan, dapat memikul
tanggung jawab, berambisi untuk maju dalam mencapai prestasi, karyawan
berusaha untuk mencapai sasaran organisasi (Robbins dalam bukunya Umar,
2000).
Dalam hal ini motivasi dan kemampuan karyawan merupakan salah satu
aspek atau faktor yang dapat meningkatkan sinergik (synergistic effect). Maka
pembinaan
terhadap sumber daya manusia tidak pada penyelenggaraan latihan (training) saja,
tetapi juga didukung dengan pengembangan atau pembinaan selanjutnya
(development).
37
2.1.4.4 Meningkatkan Motivasi Kerja
Menurut jurnal Pengaruh stres kerja terhadap motivasi kerja dan kinerja
karyawan PT. H. M. Sampoerna Tbk. Surabaya oleh Ni Nyoman Novitasari
Andraeni (2005):
1. Peran Pemimpin atau Atasan
ada dua cara untuk meningkatkan motivasi kerja, yaitu bersikap keras dan
memberi tujuan yang bermakna:
a. Bersikap keras dengan memberikan ancaman atau paksaan kepada tenaga kerja
untuk bekerja keras, gaya kepemimpinan yang lebih berorientasi pada tugas
(teori kepemimpinan Fiedlerskor LPC rendah, teori kepemimpinan situasional-
gaya telling), model ini untuk memotivasi tenaga kerja. Bila tenaga kerja
mengharkat tinggi nilai taat kepada atasan, maka ia akan melakukan pekerjaan
sebagai kewajiban dan tidak karena paksaan, dan performance akan bagus. Jika
tenaga kerja memberi harkat yang tinggi pada nilai kemandirian dan merasa
telah memiliki kemapuan untuk melakukan pekerjaan, maka ia akan merasakan
pekerjaan sebagai suatu paksaan.
b. Memberi tujuan yang Bermakna. Bersama-sama dengan tenaga kerja yang
bersangkutan ditemukan tujuan yang bermakna, sesuai dengan kemampuan,
yang dapat dicapai melalui prestasi kerjanya yang tinggi. Atasan perlu
mengenali sasaran-sasaran yang bernilai tinggi dari bawahannya agar dapat
membantu bawahan untuk mencapainya dengan demikian atasan memotivasi
bawahannya.
38
2. Peran Diri Sendiri
Dari teori McGregor, orang-orang dari tipe tipe X memiliki motivasi kerja yang
bercorak reaktif sehingga memerlukan dorongan/ paksaan untuk bekerja. Tenaga
kerja tipe X ini perlu diubah menjadi tenaga kerja tipe Y , yang memiliki motivasi
kerja yang proaktif. Mendorong tenaga kerja untuk pekerjaan bukan sebagai suatu
kegiatan yang dilakukan untuk memperoleh gaji dengan siostem nilai yang perlu
di ubah. Nilai bekerja adalah mulia atau ibadah’.
3. Peran Organisasi
Berbagai kebijakan dan peraturan perusahaan dapat menarik atau mendorong
motivasi kerja seorang tenaga kerja. Gugus Kendali Mutu (GKM = Quality
Cirkles) merupakan satu kebijakan yang dituangkan ke dalam berbagai peraturan
yang mendasari kegiatan dan yang mengatur pertemuan pemecahan masalah
dalam kelompok kecil. Kebijakan lain yang berkaitan dengan motivasi kerja ialah
kebijakan di bidang imbalan keuangan.
2.1.5 Prestasi Kerja
2.1.5.1 Pengertian Prestasi kerja
Setiap perusahaan pada dasarnya menginginkan dan menuntut agar seluruh
karyawan selalu menyelesaikan pekerjaannya dengan sebaik mungkin. Namun
karyawan tidak dapat diperlakukan seenaknya seperti menggunakan faktor-faktor
produksi lainnya (mesin, modal, dan bahan baku). Karyawan juga harus selalu
diikut sertakan dalam setiap kegiatan serta memberikan peran aktif untuk
menggunakan alat-alat yang ada. Karena tanpa peran aktif karyawan, alat-alat
39
canggih yang dimiliki tidak ada artinya bagi perusahaan untukmencapai
tujuannya.
Definisi prestasi kerja menurut Mangkunegara (2005, p67) adalah sebagai
berikut:
“Prestasi kerja adalah hasil kerja secara kualitas dan kuantitas yang dicapai
oleh seorang pegawai dalam melaksanakan tugasnya sesuai dengan tanggung
jawab yang diberikan kepadanya.”
Definisi prestasi kerja menurut Hasibuan (2005, p94) adalah sebagai
berikut:
“Prestasi kerja adalah suatu hasil kerja yang dicapai seseorang dalam
melaksanakan tugas-tugas yang dibebankan kepadanya yang didasarkaatas
kecakapan, pengalaman, dan kesungguhan serta waktu.”
Dari kedua pengertian di atas dapat disimpulkan bahwa prestasi kerja adalah
kesuksesan atau hasil yang dicapai seseorang dalam melaksanakan pekerjaannya
yang sesuai dengan tanggung jawab, kecakapan, pengalaman, kesungguhan serta
waktu yang diberikan perusahaan kepadanya dan harus dipertanggung jawabkan
hasilnya kepada perusahaan.
2.1.5.2 Pengertian Penilaian Prestasi Kerja
Menurut Davis dan Werther (2001, p341), pengertian penilaian prestasi
kerja adalah sebagai berikut: “Performance appraisal is the process by which
organizations evaluate individual job performance.” Penilaian prestasi kerja
adalah proses dimana organisasi menilai kinerja pekerjaan individual.
40
Menurut Bernardin & Russel (Ruky, 2006, p12), prestasi kerja adalah cara
mengukur kontribusi individu (karyawan) kepada organisasi tempat mereka
bekerja.
2.1.5.3 Tujuan dan Manfaat Penilaian Prestasi Kerja Karyawan
Menurut Dessler (2005, p3), tujuan perusahaan melaksanakan penilaian
prestasi kerja dapat diartikan sebagai berikut:
a. Penilaian prestasi kerja menyediakan informasi tentang keputusan promosi dan
gaji yang dapat dibuat.
b. Penilaian prestasi kerja memberikan kesempatan untuk mengkaji ulang
pekerjaan karyawan yang berhubungan dengan perilaku.
c. Penilaian prestasi kerja merupakan proses perencanaan karir yang penting bagi
perusahaan karena hal ini dapat memberikan kesempatan baik untuk mengkaji
ulang rencana karir seseorang dalam posisinya sesuai dengan kekuatan dan
kelemahannya.
Penilaian prestasi kerja karyawan mempunyai dasar yang sangat penting bagi
perusahaan sebagai alat untuk mengambil keputusan bagi karyawannya. Menurut
T. Hani Handoko (2005, p135), manfaat penilaian prestasi kerja adalah:
a. Perbaikan prestasi kerja
Umpan balik prestasi kerja memungkinkan para pegawai, manajer dan
departemen personalia untuk memberikan perlakuan yang tepat untuk
memajukan prestasi kerja.
41
b. Penyesuaian kompensasi
Evaluasi prestasi kerja membantu membuat keputusan untuk menentukan siapa
yang berhak menerima kenaikan gaji.
c. Keputusan penempatan
Promosi, transfer dan demosi biasanya berdasarkan pada prestasi kerja di masa
lalu atau antisipasinya.
d. Kebutuhan akan pelatihan dan pengembangan
Prestasi kerja yang buruk menunjukkan adanya kebutuhan akan pelatihan
kembali. Demikian pula prestasi kerja yang baik mungkin mencerminkan
potensi untuk dikembangkan.
e. Perencanaan dan pengembangan karier
Umpan balik prestasi kerja mengarahkan keputusan.
f. Penyimpangan proses Staffing
Baik atau buruknya prestasi kerja menunjukkan kekuatan dan kelemahan
prosedur staffing pada departemen personalia.
g. Ketidakteraturan Informasi
Prestasi kerja yang bruruk dapat menyebabkan terjadinya kesalahan pada
informasi analisis pekerjaan dan bagian lain system informasi manajemen
personalia.
h. Kesalahan Desain Pekerjaan
Prestasi kerja yang buruk dapat menjadi tanda kesalahan mengartikan desain
pekerjaan.
42
i. Kesempatan Kerja yang adil
Penilaian prestasi kerja yang akurat dapat memastikan bahwa keputusan
penempatan internal diambil tanpa diskriminasi.
j. Tantangan Dari luar
Kadang-kadang prestasi kerja dipengaruhi oleh factor di luar lingkungan kerja,
seperti keluarga, keuangan dan masalah pribadi lainnya.
2.1.5.4 Langkah-Langkah dan Proses Penilaian Prestasi Kerja Karyawan
Dessler (2005, p154) mengemukakan beberapa langkah dalam menilai
Kinerja :
a. Mendefinisikan pekerjaan
Memastikan bahwa atasan dan bawahan sepakat tentang tugas-tugasnya
dan standar jabatan.
b. Menilai prestasi kerja
Membandingkan prestasi kerja aktual bawahan dengan standar-standar
yang telah ditetapkan.
c. Penilaian prestasi kerja
Biasanya menuntut satu atau lebih sesi umpan balik. Disini prestasi kerja
dan kemajuan bawahan dibahas dan rencana-rencana dibuat untuk
perkembangan apa saja yang dituntut.
43
2.1.5.5 Unsur-Unsur Prestasi Kerja
Unsur-unsur yang dinilai dalam prestasi kerja adalah sebagai berikut
(Hasibuan,2005,p95):
1) Kesetiaan
Kesetiaan yang dimaksud adalah kesetiaan karyawan terhadap
pekerjaannya dan terhadap organisasi tempat ia bekerja.
2) Hasil Kerja
Hasil kerja atau target yang dicapai yang diperoleh dari para karyawan.
Setiap organisasi mempunyai sasaran maupun target yang ingin dicapai.
3) Kedisiplinan
Penilaian terhadap kedisiplinan karyawan dalam melaksanakan tugasnya,
apakah sesuai dengan peraturan yang telah ditetapkan didalam organisasi.
4) Kreativitas
Kreativitas dalam suatu pekerjaan sangatlah diperlukan karena suatu
pekerjaan dapat menjadi mudah dan dapat lebih cepat terselesaikan.
5) Kerjasama
Dalam proses menjalankan suatu organisasi diperlukan kerjasama dan
partisipasi setiap pihak yang bersangkutan dalam segala jenis tugas.
6) Kepemimpinan
Hal yang dinilai dalam kepemimpinan adalah kemampuan seorang pekerja
dalam memimpin, memotivasi dan pengaruh mereka didalam suatu
organisasi.
44
7) Kepribadian
Kepribadian seseorang sangat menentukan karena kepribadian terbentuk
secara individu dan sangat mempengaruhi dalam prestasi kerja mereka.
8) Prakarsa
Dalam hal ini unsur yang dinilai adalah kemampuan pekerja dalam berfikir
dan berdasarkan inisiatif sendiri untuk menganalisis, menilai,
menciptakan, memberikan alasan, mendapatkan kesimpulan, dan membuat
keputusan penyelesaian masalah yang dihadapinya.
9) Kecakapan
Kecakapan karyawan dalam menyatukan bermacam-macam elemen yang
terlibat didalam situasi kerja.
10) Tanggung Jawab
Penilaian juga mencakup bagaimana seorang karyawan dapat
mempertanggung jawabkan pekerjaannya beserta hasil pekerjannya.
45
2.2 Penelitian Terdahulu
Di dalam penelitian yang dilakukan oleh Ida Nursada, Taher Alhabsji, dan
Al Musadieq yang berjudul “Pengaruh Motivasi Kerja, Kemampuan Kerja, Gaya
Kepemimpinan Situasional dan Disiplin Kerja Terhadap Prestasi Kerja
Karyawan PT. Sang Hyang Seri (Persero)” dalam jurnal ekonomi dan bisnis
Volume 6, no 2, September 2008, 108-115. Ditemukan bahwa terdapat pengaruh
yang signifikan antara variabel gaya kepemimpinan situasional terhadap prestasi
kerja karyawan, dan juga motivasi kerja memiliki pengaruh yang signifikan
terhadap prestasi kerja karyawan.
Di dalam penelitian yang dilakukan oleh Halid Hasan yang berjudul
“Pengaruh Gaya Kepemimpinan Terhadap Kinerja Karyawan PT. Bank Syariah
Malang” dalam jurnal administrasi dan bisnis Volume 2, no. 1, Juli 2008, 40 -51.
Ditemukan bahwa terdapat pengaruh yang signifikan antara Gaya Kepemimpinan
terhadap Kinerja Karyawan.
Penelitian lain adalah penilitan yang dilakukan oleh Ellyn Eka Wahyu yang
berjudul “Pengaruh Motivasi Terhadap Prestasi Kerja Karyawan pada PT. BRI
Cabang (Persero) Retail Cabang Malang Kawi” dalam jurnal administrasi dan
bisnis Volume 2, no. 2, Desember 2008, 112-117. Ditemukan bahwa terdapat
pengaruh yang signifikan antara motivasi terhadap prestasi kerja karyawan di BRI
cabang Malang Kawi.
Penelitian juga ditemukan oleh Y.M.V Mudayen yang berjudul “Pengaruh
Kompensasi, Pengembangan Karir, Lingkungan dan Pengalaman terhadap
Motivasi dan Prestasi Kerja Karyawan Penerbit dan Percetakan Kanisius”.
46
Dalam jurnal penelitian volume 13, No 2, Mei 2010, 169-198. Ditemukan bahwa
lingkungan kerja memiliki pengaruh yang signifikan terhadap motivasi kerja dan
dan prestasi kerja pada perusahaan penerbit dan percetakan kanisius
2.3 Kerangka Pemikiran
Sumber daya manusia merupakan salah satu sumber daya yang
mempunyai peran penting dalam suatu organisasi, karena dalam rangka
pencapaian tujuan organisasi, maka pemimpin tidak dapat mengabaikan karyawan
dan situasi lingkungan kerjanya dengan memperhatikan tingkat prestasi karyawan
yang dicapai serta hal-hal yang mempengaruhi prestasi tersebut yakni gaya
kepemimpinan, lingkungan kerja, dan motivasi karyawan.
Prestasi kerja adalah sesuatu yang diharapkan oleh perusahaan karena
kesuksesan atau hasil yang dicapai seseorang dalam melaksanakan pekerjaannya
yang sesuai dengan tanggung jawab, kecakapan, pengalaman, kesungguhan serta
waktu yang diberikan perusahaan kepadanya dan harus dipertanggung jawabkan
hasilnya kepada perusahaan.
Prestasi kerja sangat dipengaruhi oleh motivasi karyawan yang tinggi
dalam melakukan pekerjaannya. Motivasi setiap orang atau individu berbeda-
beda. Tergantung dari dorongan yang menjadi pangkal seseorang melakukan
sesuatu atau bekerja. Seseorang yang sangat termotivasi, yaitu orang yang
melaksanakan upaya substansial, guna menunjang tujuan-tujuan produksi
kesatuan kerjanya, dan organisasi dimana ia bekerja. Seseorang yang tidak
47
termotivasi, hanya memberikan upaya minimum dalam hal bekerja. Konsep
motivasi, merupakan sebuah konsep penting studi tentang kinerja individual.
Motivasi dapat dipengaruhi oleh lingkungan kerja. Karena Menurut A.
Anwar Prabu Mangkunegara, memberikan pengertian motivasi dengan kondisi
yang berpengaruh membangkitkan, mengarahkan dan memelihara perilaku yang
berubungan dengan lingkungan kerja. Dalam hubungannya dengan lingkungan
kerja, Ernest L. McCormick (mangkunegara, 2002, p94) juga mengemukakan
bahwamotivasi kerja didefinisikan sebagai kondisi yang berpengaruh
membangkitkan, mengarahkan dan memelihara perilaku yang
berhubungan dengan lingkungan kerja.
Selain lingkungan kerja motivasi juga banyak dipengaruhi langsung oleh
gaya kepemimpinan. Karena gaya kepemimpinan adalah perilaku yang dilakukan
dan ditunjukan oleh seorang pemimpin didalam memberikan pengarahan dan
bimbingan terhadap bawahannya.
Setiap gaya kepemimpinan dan lingkungan kerja akan mempengaruhi
motivasi karyawan pada perusahaan tersebut. Hal ini juga pada akhirnya akan
berdampak pada prestasi kerja dari karyawan itu sendiri. Berdasarkan teori-teori
yang ada maka dapat dirumuskan suatu model kerangka pemikian yang akan
digunakan pada penelitian ini adalah sebagai berikut :
48
Sumber: Penulis Gambar 2.5 Kerangka Pemikiran
Gaya Kepemimpinan (X1):
• Otoriter
• Demokratis
• Laissez faire
Lingkungan Kerja (X2):
• Struktur Tugas
• Desain Pekerjaan
• Pola Kepemimpinan
• Rekan Kerja
• Pola Kerjasama
• Sarana kerja
Motivasi Kerja (Y):
• Faktor Motivator
• Faktor Hygiene
Prestasi Kerja (z):
• Kesetiaan
• Hasil Kerja
• Kedisiplinan
• Kreativitas
• Kerjasama
• Kepemimpinan
• Kepribadian
• Prakarsa
• Kecakapan
• Tanggung
Jawab
49
2.4 Hipotesis
Hipotesis untuk penelitian ini berdasarkan identifikasi masalah
yang ada adalah sebagai berikut :
1. Hipotesis Gaya Kepemimpinan dan Lingkungan Kerja terhadap
Motivasi Kerja Karyawan secara individual maupun simultan.
Ho : Gaya Kepemimpinan dan Lingkungan Kerja tidak berpengaruh
terhadap Motivasi Kerja Karyawan secara simultan dan
signifikan.
Ha : Gaya Kepemimpinan dan Lingkungan Kerja berpengaruh
terhadap Motivasi Kerja Karyawan secara individual maupun
simultan dan signifikan.
2. Hipotesis Gaya Kepemimpinan dan Lingkungan kerja serta Motivasi
Kerja terhadap Prestasi Kerja secara individual dan simultan.
Ho : Gaya Kepemimpinan dan Lingkungan kerja serta Motivasi Kerja
Karyawan tidak berpengaruh terhadap Prestasi Kerja Karyawan
secara simultan dan signifikan.
Ha : Gaya Kepemimpinan dan Lingkungan kerja serta Motivasi Kerja
Karyawan berpengaruh terhadap Prestasi Kerja Karyawan
secara simultan dan signifikan.