Upload
others
View
13
Download
0
Embed Size (px)
Citation preview
BAB II
KAJIAN PUSTAKA
2.1.Review Hasil Penelitian Terdahulu
Penelitian terdahulu adalah kumpulan hasil-hasil penelitian yang
dilakukan oleh peneliti-peneliti terdahulu dan mempunyai kaitan dengan
penelitian yang akan dilakukan. Kajian penelitian mengenai komitmen organisasi,
stres kerja, serta kepuasan kerja terhadap turnover intention telah banyak
dilakukan oleh peneliti dari dalam maupun luar negeri. Beberapa hasil dari
penelitian terdahulu yang terkait disajikan sebagai berikut :
Penelitian pertama dilakukan oleh Dwi Novitasari (2015), Jurnal Riset
Manajemen Sekolah Tinggi Ilmu Ekonomi Widya Wiwaha Program Magister
Manajemen eISSN 2621-492X pISSN 2355-9381. Tujuan penelitian ini
mengetahui dampak stres kerja dan kinerja terhadap turnover intention. Metode
penelitian dilakukan dengan survey, menggunakan inst rumen kuesioner dengan
unit analisis kary awan y ang bekerja di CV. Diandra Prima Mitra Media. Teknik
pengambilan sampel yang digunakan adalah convenience sampling, dengan
jumlah responden akhir 100 responden. Analisis data menggunakan regresi
berganda, hasil p enelit ian menunjukkan bahwa stres berpengaruh positif
signifikan (0,000 < 0,05) terhadap turnover intention sedangkan kinerja
berpengaruh negatif signifikan (-0,033 < 0,05) terhadap turnover intention.
Penelitian kedua dilakukan oleh Adisthia Faradina, Misbahuddin Azzuhri
(2015), Jurnal Aplikasi Manajemen (Journal of Applied Management) published
by the Department of Management Faculty of Economics and Business
Universitas Brawijaya in cooperation with the Assosiasi Ilmuwan Manajemen
Indonesia (AIMI). e ISSN: 2302-6332 | p ISSN: 1693-5241 ACCREDITED by
Ministry of Research, Technology, and Higher Education of the Republic of
Indonesia, No 30/E/KPT/2018, October 24, 2018. Penelitian ini bertujuan untuk
mengetahui dan menjelaskan pengaruh (1) stres kerja terhadap kepuasan kerja, (2)
pengaruh kepuasan kerja terhadap turnover intention, (3) pengaruh stres kerja
terhadap turnover intention, (4) pengaruh stres kerja terhadap turnover intention
melalui kepuasan kerja. Populasi dan sampel yang digunakan dalam penelitian ini
adalah seluruh karyawan Jawa Pos Radar Malang sejumlah 100 orang. teknik
pengambilan sampel menggunakan sampling jenuh atau sensus dan kuesioner
yang terkumpul sejumlah 81 buah digunakan sebagai data primer. Penelitian ini
menggunakan pendekatan kuantitatif. Uji yang digunakan untuk menguji
instrumen penelitian adalah uji validitas, reliabilitas, dan uji normalitas. Analisis
data menggunakan analisis jalur (path analysis) untuk mengetahui pengaruh
langsung dan tidak langsung. Hasil dari penelitian menunjukkan bahwa stres kerja
berpengaruh secara langsung dan signifikan terhadap kepuasan kerja, kepuasan
kerja berpengaruh secara langsung .dan signifikan terhadap turnover intention,
stres kerja berpengaruh langsung dan signifikan terhadap turnover intention, dan
stres kerja memiliki pengaruh terhadap turnover intention melalui kepuasan kerja.
Penelitian ketiga dilakukan oleh Endang Gunawan, Anggraini Sukmawati
& Aida Vitayala (2018). Jurnal Manajemen Teori dan Terapan Tahun 11. No. 3,
Desember 2018 ISSN 1979-3650 (Print) and ISSN 2548-2149 (Online). Penelitian
ini bertujuan untuk menguji dan menganalisis pengaruh beban kerja terhadap
turnover intention, beban kerja terhadap kepuasan kerja, kompetensi terhadap
kepuasan kerja, kompetensi terhadap turnover intention, pelatihan terhadap
kepuasan kerja dan kepuasan kerja terhadap turnover intention. Data diambil
secara langsung menggunakan kuesioner pada 202 orang responden karyawan
divisi news gathering MNC Media. Metode analisis yang digunakan dalam
penelitian ini adalah SPSS. Hasil penilitain ini menunjukan Beban kerja terbukti
memiliki pengaruh signfikan terhadap menurunnya kepuasan serta meningkatnya
keinginan untuk keluar dari pekerjaan. Sedangkan pelatihan memberikan dampak
meningkatkan kepuasan dari karyawan terhadap pekerjaannya. Pada kompetensi
diketahui memberikan pengaruh positif terhadap kepuasan namun negatif pada
turnover intention. Sementara itu kepuasan kerja memberikan pengaruh positif
terhadap turnover intention, semakin menurun kepuasan kerja maka keinginan
untuk keluar semakin tinggi.
Penelitian keempat dilakukan oleh Sri Wahyuni (2017), Universitas
Muhammadiyah Surakarta Jurnal Benefit: Jurnal Manajemen dan Bisnis. ISSN
(Print) : 1410-4571 ISSN (Online) : 2541-2604. Penelitian ini bertujuan untuk
menganalisis pengaruh stres kerja, kepuasan kerja, dan komitmen organisasi
terhadap turnover intention. Populasi yang menjadi objek penelitian ini adalah
karyawan PT Telekomunikasi Indonesia Tbk Witel Solo. Sampel yang digunakan
sebanyak 65 karyawan dengan menggunakan metode simple random sampling.
Metode analisis yang digunakan dalam penelitian ini adalah metode analisis
regresi berganda. Hasil penelitian berdasarkan uji hipotesis secara parsial (uji t)
menunjukkan bahwa variabel stres kerja dan komitmen organisasi secara
signifikan berpengaruh terhadap turnover intention, sedangkan variabel kepuasan
kerja tidak berpengaruh signifikan terhadap turnover intention. Hasil uji koefisien
determinasi diperoleh R square sebesar 0,373. Hal ini menunjukkan bahwa
turnover intention dapat dijelaskan oleh variabel stres kerja, kepuasan kerja, dan
komitmen organisasi sebesar 37,3%, sedangkan 62,7% dipengaruhi oleh faktor-
faktor lain diluar variabel yang diteliti.
Penelitian kelima dilakukan oleh Deviyantoro (2017), Seminar Nasional
Riset Terapan 2017 | SENASSET 2017 ISBN: 978-602-73672-1-0 Serang, 25
November 2017. Tujuan penelitian ini untuk menganalisis pengaruh komunikasi
interpersonal, kepemimpinan, kompensasi, kepuasan kerja dan intensi turnover
baik secara parsial maupun secara simultan pada pegawai perusahaan surat kabar
harian lokal di Provinsi Banten. Pengambilan sample menggunakan teknik
proporsionate random sampling, metode analisis data adalah analisis deskriptif
dan analisis verifikatif statistik dengan sampel 230 diambil dari populasi sebanyak
379 responden, metode pengolahan data dengan menggunakan SPSS. Berdasarkan
hasil penelitian, analisis pada persamaan struktural 1 (satu) terbukti komunikasi
interpersonal, kepemimpinan dan kompensasi secara parsial maupun secara
simultan berpengaruh positif dan signifikan terhadap kepuasan kerja pegawai
perusahaan surat kabar harian lokal di Provinsi Banten, dengan kontribusi sebesar
58%, dengan variable yang mendominasi adalah kompensasi, sedangkan
persamaan structural kedua menunjukan pengaruh komunikasi interpersonal,
kepemimpinan, kompensasi dan kepuasan kerja secara simultan berpengaruh
negatif dan signifikan terhadap intensi turnover pegawai perusahaan harian lokal
di provinsi Banten, dengan kontribusi sebesar 61%. Temuan lain hasil penelitian
menjelaskan bahwa kepuasan kerja pegawai memoderasi (full moderating)
variable-variabel eksogen dalam mempengaruhi intensi turnover pegawai. Hasil
penelitian merekomendasikan bahwa untuk meminimalisasi Intensi turnover
pegawai pada perusahaan surat kabar harian lokal maka perusahaan harus lebih
memperhatikan situasi hubungan internal pegawainya
Penelitian keenam dilakukan oleh Feri Lupiana dan Tristiana Rijanti
(2016), Prosiding Seminar Nasional Multi Disiplin Ilmu & Call For Papers
Unisbank (SENDI_U). Kajian Multi Disiplin Ilmu untuk Mewujudkan Poros
Maritim dalam Pembangunan Ekonomi Berbasis Kesejahteraan Rakyat. ISBN:
978-979-3649-81-8.Penelitian ini meneliti pengaruh stres kerja, kecocokan orang-
organisasi terhadap intensi turnover dengan menggunakan kepuasan kerja sebagai
mediator peran, studi pada PT. Karpet Herculon. Penelitian ini terutama
didasarkan pada tinjauan literatur yang ada dan pengumpulan data melalui survei
kuesioner yang diadopsi, dilakukan dari sampel yang dipilih dari PT. Karpet
Herculon. Sebanyak 212 kuesioner dibagikan di antara sampel yang dipilih
menggunakan teknik purposive sampling. 176 responden mengembalikan
kuesioner, yang digunakan untuk tujuan analisis. Hasil penelitian menemukan
bahwa stres kerja berpengaruh positif terhadap kepuasan kerja, orang-organisasi
fit berpengaruh positif terhadap kepuasan kerja, sedangkan stres kerja
berpengaruh positif terhadap intensi turnover, person-organisasi fit berpengaruh
negatif dan tidak signifikan terhadap intensi turnover, kepuasan kerja berpengaruh
positif pada intensi turnover dan mediasi kepuasan kerja. kepuasan kerja pada niat
turnover. Penelitian ini dibatasi oleh variabel independen lain yang tidak diselidiki
dalam penelitian ini, oleh karena itu nilai R square hanya 0,400
Penelitian ketujuh dilakukan oleh Komang Krisna Heryanda (2019),
International Journal of Social Science and Business. Volume 3, Number 3,
Tahun2019, pp. 198-205. Open Access:
https://ejournal.undiksha.ac.id/index.php/IJSSB/index. P-ISSN : 2614-6533 E-
ISSN : 2549-6409. Penelitian ini bertujuan untuk menguji pengaruh (1) kepuasan
kerja yang memediasi pengaruh ketidakamanan kerja terhadap intensi turnover,
(2) ketidakamanan kerja terhadap kepuasan kerja, (3) ketidakamanan kerja pada
intensi turnover, (4) kepuasan kerja pada intensi turnover. Metode pengumpulan
data dilakukan dengan observasi, wawancara dan kuesioner dengan menggunakan
skala likert. Teknik analisis yang digunakan adalah analisis jalur (path anaylsis)
dengan program SPSS 17.0 for windows. Analisis menunjukkan bahwa (1)
kepuasan kerja mampu memediasi sebagian pengaruh dari ketidakamanan
pekerjaan terhadap intensi turnover, (2) ketidakamanan kerja berpengaruh negatif
dan signifikan terhadap kepuasan kerja, (3) ketidakamanan kerja berpengaruh
positif dan signifikan terhadap intensi turnover, (4) kepuasan kerja berpengaruh
negatif dan signifikan terhadap intensi turnover.
Penelitian kedelapan dilakukan oleh Ani Muttaqiyathun (2020).
www.journalmabis.org Journal of Management and Business, Vol 19, No. 1
(March2020).Manajemen & Bisnis (MABIS) is an open access journal with ISSN
1412-3789 and e-ISSN 2477-1783. Manajemen & Bisnis (MABIS) has been
accredited as a scientific journal by the Ministry of Research-Technology and
Higher Education Republic of Indonesia: No. 30/E/KPT/2019. Penelitian ini
bertujuan untuk mengetahui pengaruh kepuasan kerja dan stres kerja terhadap
turnover intention. Populasi dalam penelitian ini adalah 104 karyawan yang
bekerja di perusahaan bernama PT. Telkom Indonesia Yogyakarta. Hasilnya
didasarkan pada teknik sampling jenuh yang diperoleh 92 sampel sebagai
responden. Jenis data yang digunakan adalah data primer yang diperoleh dari
kuesioner yang dijawab langsung oleh responden yang dalam penelitian ini
karyawan PT. Telkom Indonesia Yogyakarta. Berdasarkan hasil analisis regresi
linier berganda dengan taraf signifikansi 5%, dapat disimpulkan bahwa kepuasan
kerja berpengaruh negatif signifikan terhadap intensi turnover karyawan dan stres
kerja berpengaruh positif signifikan terhadap intensi turnover karyawan PT.
Telkom Indonesia Yogyakarta. Kepuasan kerja dan stres kerja secara simultan
mempengaruhi intensi turnover PT. Telkom Indonesia Yogyakarta.
2.2.Landasan Teori
2.2.1. Manajemen sumber daya manusia
Manajemen sumber daya manusia adalah suatu proses yang terdiri atas
perencanaan, pengorganisasian, pemimpin dan pengendalian kegiatan-kegiatan
yang berkaitan dengan analisis pekerjaan, evaluasi pekerjaan, pengadaan,
pengembangan, kompensasi, promosi, dan pemutusan hubungan kerja guna
mencapai tujuan yang ditetapkan (Panggabean, 2012:15). Manajemen sumber
daya manusia adalah potensi yang merupakan aset dan berfungsi sebagai modal
(non material/non finansial) didalam organisasi bisnis, yang dapat diwujudkan
menjadi potensi nyata (real) secara fisik dan non fisik dalam mewujudkan
eksistensi organisasi atau dengan kata lain dapat juga dikatakan bahwa dengan
bekerja manusia memanusiakan dirinya. (Sulistiyani dan Rosidah, 2011:11).
Manajemen sumber daya manusia (MSDM) merupakan salah satu bidang
dari manajemen umum yang meliputi segi-segi perencanaan, pengorganisasian
pelaksanaan dan pengendalian. Manajemen sumber daya manusia merupakan
kegiatan yang mengatur tentang cara pengadaan tenaga kerja, melakukan
pengembangan, memberikan kompensasi, pemeliharaan, dan pemisahan tenaga
kerja melalui proses-proses manajemen dalam rangka mencapai tujuan organisasi
(Yuli, 2015:15).
Manajemen Sumber Daya Manusia mengatur dan menetapkan program
kepegawaian yang mencakup masalah-masalah sebagai berikut:
1. Menetapkan jumlah, kualitas, dan penempatan tenaga kerja yang efektif sesuai
dengan kebutuhan perusahaan berdasarkan jobdescription (pembagian tugas
dan tanggung jawab), jobspecification (spesifikasi pekerjaan), job reqruitment
(syarat pekerjaan), dan job evaluation (evaluasi pekerjaan).
2. Menetapkan penarikan, seleksi, dan penempatan karyawan berdasarkan asa
the right man in the right place and the right man in the right job
(menempatkan karyawan pada tempat dan kedudukan yang tepat).
3. Menetapkan program kesejahteraan, pengembangan, promosi, dan
pemberhentian.
4. Meramalkan penawaran dan permintaan sumber daya manusia pada masa
yang akan datang.
5. Memperkirakan keadaan perekonomian pada umumnya dan perkembangan
perusahaan pada khususnya.
6. Memonitor dengan cermat undang-undang perburuhan dan kebijaksanaan
pemberian balas jasa perusahaan-perusahaan sejenis.
7. Memonitor kemajuan teknik dan perkembangan serikat buruh.
8. Melaksanakan pendidikan, latihan dan penilaian produktivitas karyawan.
9. Mengatur mutasi karyawan baik vertikal maupun horizontal.
10. Mengatur pensiun, pemberhentian, dan pesangonnya.
Tujuan utama manajemen sumber daya manusia adalah untuk
meningkatkan kontribusi pegawai terhadap organisasi dalam rangka mencapai
produktivitas organisasi yang bersangkutan. Hal ini dapat di pahami karena semua
kegiatan organisasi dalam mencapai tujuan, tergantung kepada manusia yang
mengelola organisasi yang bersangkutan. Oleh sebab itu, sumber daya manusia
tersebut harus dikelola agar dapat berdaya guna dan berhasil guna dalam
mencapai tujuan organisasi.
Berdasarkan uraian di atas disimpulkan bahwa manajemen sumber daya
manusia adalah suatu proses menangani berbagai masalah pada ruang lingkup
karyawan, pegawai, buruh, manajer dan tenaga kerja lainnya untuk dapat
menunjang aktivitas organisasi atau perusahaan demi mencapai tujuan yang telah
ditentukan.
2.2.2. Komitmen organisasi
2.2.2.1.Pengertian komitmen organisasi
Umam (2012:258) mengemukakan bahwa Komitmen dalam berorganisasi
sebagai suatu konstruk psikologis yang merupakan karakteristik hubungan
anggota organisasi dengan organisasinya dan memiliki implikasi terhadap
keputusan individu untuk melanjutkan keanggotaannya dalam berorganisasi.
Baron dan Greenberg (2012:259) menyatakan bahwa Komitmen memiliki arti
penerimaan yang kuat dalam diri individu terhadap tujuan dan nilai-nilai
perusahaan, sehingga individu tersebut akan berusaha dan berkarya serta memiliki
hasrat yang kuat untuk tetap bertahan di perusahaan tersebut.
Sopiah (2012:155) menyatakan bahwa Komitmen organisasional adalah
sebagai keberpihakan dan loyalitas karyawan terhadap organisasi dan tujuan
organisasi. Greenberg dan Baron (2012:160) menyatakan bahwa komitmen
organisasi adalah derajat dimana karyawan dalam organisasinya dan berkeinginan
tetap menjadi anggotanya, dimana di dalamnya mengandung sikap kesetiaan dan
kesediaan karyawan untuk bekerja secara maksimal bagi organisasi tempat
karyawan tersebut bekerja.
Zurnali C (2012:127) menyatakan bahwa komitmen organisasi adalah
sebuah keadaan psikologi yang mengkarakteristikan hubungan karyawan dengan
organisasi atau implikasinya yang mempengaruhi apakah karyawan akan tetap
bertahan dalam organisasi atau tidak. Sopiah (2012:163) proses terjadinya
komitmen organisasional dapat dibedakan menjadi tiga fase yaitu:
1. Komitmen Awal
Merupakan fase awal, yang dapat mempengaruhi komitmen karyawan adalah
karakteristik individu, harapan-harapan karyawan pada organisasi, dan
karakteristik pekerjaan.
2. Komitmen Selama Pekerjaan Awal
Merupakan fase kedua, pada fase ini karyawan telah bekerja beberapa tahun.
Faktor-faktor yang dapat mempengaruhi pada fase ini adalah; pengalaman
kerja yang dirasakan pada awal bekerja tentang bagaimana pekerjaannya,
sistem penggajiannya, gaya supervisi, dan hubungan dengan teman sejawat.
3. Komitmen Selama Karir Nanti
Merupakan Fase yang ketiga dari komitmen organisasi. Faktor yang dapat
mempengaruhi beberapa pada fase ini adalah; investasi, mobilitas kerja,
hubungan sosial yang tercipta di organisasi dan pengalaman-pengalaman
selama bekerja.
2.2.2.2.Faktor-faktor yang mempengaruhi komitmen organisasi
David (2012:163) mengemukakan empat faktor yang mempengaruhi
komitmen organisasional, yaitu :
1. Faktor personal
Misalnya seperti usia, jenis kelamin, tingkat pendidikan, pengalaman kerja,
kepribadian dan lain sebagainya.
2. Faktor pekerjaan
Misalnya seperti lingkup jabatan, tantangan dalam pekerjaan, konflik peran
dalam pekerjaan, tingkat kesulitan dalam pekerjaan, konflik peran dalam
pekerjaan, dan lain sebagainya.
3. Karakteristik struktur
Misalnya seperti besar/kecil organisasi, bentuk organisasi, seperti sentralisasi
atau desentralisasi, kehadiran serikat pekerja dan tingkat pengendalian yang di
lakukan organisasi terhadap karyawan.
4. Pengalaman kerja
Pengalaman kerja karyawan sangat berpengaruh terhadap tingkat komitmen
karyawan pada organisasi. Karyawan yang abru beberapa tahun bekerja dan
karyawan ayng sudah puluhan tahun bekerja dalam organisasi tentu memiliki
tingkat komitmen yang berlainan.
2.2.2.3.Dimensi dan Indikator Komitmen Organisasi
Umam (2012:262) mengatakan indikator komitmen organisasi terbagi
menjadi tiga indikator yaitu adalah:
1. Komitmen Afektif (Affective Commitment)
Komitmen yang berkaitan dengan adanya keinginan secara emosional untuk
terikat pada organisasi, identifikasi serta keterlibatan atas nilai-nilai yang
sama. Dengan demikian, karyawan yang memiliki komitmen afektif yang kuat
akan mengidentifikasikan diri dengan terlihat aktif dalam organisasi dan
menikmati keanggotaannya dalam organisasi. Indikator dari dimensi
komitmen afektif sebagai berikut :
a. Kenyamanan bekerja dalam berorganisasi
Sikap kenyamanan akan tercermin pada individu seorang karyawan
yang memiliki komitmen terhadap organisasi di dalam diri nya.
b. Perasaan Emosional
Perasaan yang menyatakan suatu kebanggaan ketika resmi begabung
dan menjadi anggota organisasi di perusahaan tersebut. Perasaan
bangga menggambarkan perasaan yang senang ketika telah menjadi
bagian daripada organisasi tersebut.
c. Keterikatan karyawan pada organisasi
Keterikatan karyawan pada organisasi merupakan suatu kondisi, sikap
atau perilaku positif seorang karyawan terhadap pekerjaan dan
organisasinya yang ditandai dengan perasaan semangat, perasaaan
saling memiliki dan dedikasi untuk mencapai tujuan dan keberhasilan
suatu organisasi.
d. Keterlibatan Kerja
Keterlibatan kerja merupakan bentuk komitmen seorang karyawan
dalam melibatkan peran dan kepedulian terhadap pekerjaan baik secara
fisik, pengetahuan dan emosional yang mampu terlibat secara aktif
sehingga menganggap pekerjaan yang dilakukannya sangat penting
serta memiliki keyakinan kuat untuk mampu menyelesaikannya sesuai
dengan tujuan yang akan dicapai oleh suatu organisasi atau
perusahaan.
2. Komitmen Berkelanjutan (Continuance Commitment)
Komitmen yang didasari oleh kesadaran akan biaya-biaya yang akan
ditanggung jika tidak berganbung dengan organisasi. Dengan demikian
tampak bahwa komitmen ini berkaitan terhadap komitmen yang didasarkan
pada persepsi karyawan atas kerugian yang akan diperolehnya jika ia tidak
melanjutkan pekerjaannya dalam organisasi. Oleh karea itu, pegawai yang
memiliki komitmen ini yang kuat akan bertahan dalam organisasi karena
mereka memang membutuhkannya (need to). Indikator dari dimensi
komitmen berkelanjutan sebagai berikut :
a. Khawatir kehilangan pekerjaan
Seorang karyawan akan merasa khawatir kehilanagan pekerjaan jika
mereka melakukan turnover pada suatu perusahaan tanpa memiliki
pekerjaan lain yang serupa.
b. Merasa Rugi
Ada sebagian karyawan yang akan merasa rugi jika meninggalkan
organisasi atau perusahaan dimana mereka bekerja. Arti dari merasa
rugi yaitu mungkin mereka memikirkan beberapa aspek seperti tidak
akan mendapatkan pekerjaan yang serupa seperti saat ini yang sedang
dijalani, atau mereka tidak akan mendapatkan kenyamanan
lingkungan seperti saat ini yang sudah seperti keluarga menerima
mereka, atau hal lain yang membuat mereka berpikir akan terasa
merugi jika harus meninggalkan dan keluar dari suatu perusahaan atau
organisasi dimana saat ini adalah tempat mereka bekerja.
c. Bersedia mengorbankan kepentingan pribadi
Seorang Karyawan yang memiliki komitmen organisasi di dalam
dirinya akan selalu mwmentingkan kepentingan suatu organisasi atau
perusahaan dibandingkan dengan kepentingan pribadi. Pengorbanan
yang dilakukan misalnya seperti mereka dapat meluangkan waktu dan
menghabiskan cukup banyak tenaga serta pikiran mereka dalam
mencapai target kinerja suatu oragnisasi dengan bekerja semaksimal
mungkin agar hasil yang dicapai berbuah manis sesuai dengan tujuan
perusahaan yang telah ditetapkan sebelumnya.
3. Komitmen Normatif (Normative Commitment)
Komitmen berdasarkan perasaan wajib atas anggota/karyawan untuk tetap
tinggal karena perasaan hutang budi. Disini terjadi juga internalisasi norma-
norma. Oleh karena itu, pegawai yang memiliki komitmen normative yang
tinggi akan bertahan dalam organisasi karena mereka merasa seharusnya
melakukan hal tersebut (ought to).Indikator dari dimensi komitmen normatif
sebagai berikut :
a. Pengabdian terhadap organisasi
Pengabdian yang dilakukan pada organisasi merupakan suatu tindakan
dimana seorang karyawan memiliki komitmen untuk menghabiskan
sisa karier nya pada perusahaan tersebut dimana tempat mereka
bekerja sampai mereka berumur lansia dan pensiun.
b. Kesetiaan terhadap organisasi
Loyalitas merupakan suatu hal yang bersifat emosional. Tanpa adanya
loyalitas, maka sebuah organisasi tidak akan berjalan dengan baik
bahkan terkadang tidak akan mampu bertahan apabila di dalamnya
tidak diterapkan sikap loyal yang baik. Sebab loyalitas merupakan
bentuk daripada komitmen terhadap suatu organisasi.
Dari ketiga indikator komitmen di atas tentu saja yang tertinggi
tingkatannya adalah Affective Commitment. Anggota/karyawan dengan Affective
Commitment tinggi akan memiliki motivasi dan keinginan untuk berkontribusi
secara berarti terhadap organisasi. Sedangkan tingkatan terendah adalah
Continuance Commitment. Anggota/karyawan yang terpaksa menjadi
anggota/karyawan untuk menghindari kerugian finansial atau kerugian lain, akan
kurang/tidak dapat diharapkan berkontribusi berarti bagi organisasi. Untuk
Normative Commitment, tergantung seberapa jauh internalisasi norma agar
anggota/karyawan bertindak sesuai dengan tujuan dan keinginan organisasi.
Berdasarkan uraian di atas disimpulkan bahwa komitmen organisasi
adalah keberpihakan anggota organisasi kepada organisasinya, yang berkaitan
dengan loyalitas, dan hasrat yang kuat untuk bertahan di dalam organisasinya.
2.2.3. Stres kerja
2.2.3.1.Pengertian stres kerja
Menurut Robbins dan Judge (2016:595) stres adalah kondisi dinamis
dimana individu dihadapkan kepada kesempatan, permintaan, atau sumber yang
berkaitan dengan apa yang individu inginkan dan yang di mana hasilnya adalah
merasa sama-sama tidak pasti dan penting. Stres kerja merupakan kondisi
ketegangan yang berpengaruh terhadap emosi, jalan pikiran dan kondisi fisik
seseorang (Siagian, 2012:300).
Sedangkan, Luthans (2013:8) mendefinisikan stres kerja sebagai respon
adaptif yang dihubungkan oleh perbedaan individu dan atau proses psikologi yang
merupakan tuntutan psikologis atau fisik yang berlebihan pada seseorang. Adapun
Mangkunegara (2016:179) mengemukakan stres kerja sebagai suatu ketegangan
atau tekanan yang dialami ketika tuntutan yang dihadapkan melebihi kekuatan
yang ada pada diri kita.
Handoko (2012:167) mengemukakan stres sebagai suatu kondisi
ketegangan yang dapat mempengaruhi emosi, proses berfikir dan kondisi
seseorang. Selanjutnya Mangkunegara (2016) mengemukakan bahwa stres kerja
sebagai perasaan yang menekan atau merasa tertekan yang dialami pegawai dalam
menghadapi pekerjaan. Stres kerja ini tampak dari beberapa gejala antara lain
seperti emosi tidak stabil, perasaan tidak tenang, suka menyendiri, sulit tidur,
merokok yang berlebihan, cemas, tegang, gugup, tekanan darah meningkat, dan
mengalami gangguan pencernaan”.
Menurut Handoko (2012), stres merupakan suatu kondisi ketegangan yang
mempengaruhi emosi, proses berpikir, dan kondisi seseorang. Menurut Robbins
dan Judge (2016), yaitu stres kerja adalah suatu kondisi dinamis di mana
seorang individu dihadapkan pada peluang, tuntutan, atau sumber daya
yangterkait dengan apa yang dihasratkan oleh individu itu dan yang hasilnya
dipandang tidak pasti dan penting. Berdasarkan definisi para ahli dapat
disimpulkan bahwa stres kerja merupakan suatu kondisi yang merefleksikan rasa
tertekan, tegang, yang mempengaruhi emosi dan proses berfikir seorang karyawan
untuk mengerjakan pekerjaannya sehingga menghambat tujuan organisasi.
2.2.3.2.Dimensi dan Indikator stres kerja
Menurut Robbins dan Judge (2017 : 597) menyatakan bahwa terdapat tiga
dimensi dan indikator stres kerja, dimensi stres kerja meliputi stres lingkungan,
stres organisasi, dan stres individu. Dimensi merupakan himpunan dari
partikular-partikular yang disebut dengan indikator, yaitu sebagai berikut :
1. Stres Lingkungan
Ketidakpastian lingkungan dapat mempengaruhi desain organisasi, sehingga
ketidakpastian menjadi beban tersendiri bagi karyawan, terutama saat
perubahan organisasi berlangsung. Berikut terdapat beberapa indikator dari
lingkungan stres kerja antara lain sebagai berikut :
a. Lingkungan Kerja (work environment) lingkungan kerja merupakan segala
sesuatu yang ada disekitar karyawan pada saat bekerja yang dapat
mempengaruhi dirinya dalam menjalankan pekerjaannya. Lingkungan
yang bising dapat mempengaruhi tingkat konsentrasi seseorang dalam
bekerja sehingga karyawan menjadi tidak fokus dan sulit berkonsentrasi.
b. Ketidakpastian ekonomi (Economic uncertainties) terjadi karena
perubahan siklus bisnis, ketika keadaan ekonomi memburuk, untuk
contohnya, orang merasa khawatir akan pekerjaan mereka.
c. Ketidakpastian politik (Political uncertainties) berasal dari ancaman akan
keadaan politik dan perubahan politik seperti adanya persaingan politik
antar karyawan yang terjadi diruang lingkup pekerjaan.
d. Ketidakpastian Teknologi (Technological changes) terjadi karena adanya
perkembangan teknologi yang semakin canggih pada masa era saat ini
dapat meningkat secara cepat. Perubahan teknologi seperti penggunaan
komputer, robotics, otomatisasi adalah salah satu bentuk dari
Technological changes, akan tetapi hal ini juga bisa merupakan ancaman
bagi sebagian orang yang kurang memahami teknologi dan harus
beradaptasi dengan teknologi saat ini yang dapat membuat mereka stress.
Teknologi juga dapat menggeser keahlian yang dimiliki oleh seorang
karyawan ataupun dapat menggantikan tenaga manusia dalam bekerja,
sebab keahlian dan tenaga mereka dalam bekerja dapat tergantikan oleh
teknologi yang sedang berkembang pesat saat ini.
2. Stres Organisasi
Keluhan yang dirasakan oleh karyawan dalam mengerjakan pekerjaan nya
didalam organisasi dapat menjadi objek stres dalam bekerja dimana para
karyawan merasakan adanya suatu beban atau tuntutan yang diberikan oleh
perusahaan yang dapat memicu atau menimbulkan perasaan stres dalam diri
karyawan. Berikut terdapat beberapa indikator stres kerja didalam organisasi
antara lain sebagai berikut :
a. Tuntutan tugas (Task demands)
Berhubungan dengan dengan pekerjaan seseorang termasuk di dalamnya
adalah desain dari pekerjaan mereka (tingkat otonomi, keberagaman tugas,
tingkat otomisasi). dampak dari tugas pada kemampuan kelompok untuk
menyelesaikannya . Tuntutan yang dibutuhkan untuk melakukan tugas
tertentu.
b. Tuntutan peran (Role demands)
Berhubungan dengan tekanan yang ditempatkan kepada seseorang sebagai
fungsi dari peran yang dia mainkan dalam organisasi. Konflik peran
membuat ekspektasi yang mungkin susah untuk dicapai. Beban peran
terjadi ketika karyawan diharapkan untuk melakukan sesuatu lebih dari
waktu yang diizinkan. Ambiguitas peran berarti ekspektasi peran tidak
dapat dimengerti dengan jelas dan karyawan tidak yakin akan apa yang
harus dilakukan. Interpersonal demands adalah tekanan yang dilakukan
oleh karyawan lain. Kurangnya dukungan sosial dari kolega dan
buruknya hubungan interpersonal dapat menyebabkan stres, khususnya
kepada karyawan dengan kebutuhan sosial tinggi.
c. Tuntutan pribadi (Personal demands)
Tekanan yang diciptakan oleh karyawan lain, tidak adanya dukungann dari
kolega dan hubungan antarpribadi yang buruk dapat menyebabkan stres,
terutama di antara para karyawan yang memiliki kebutuhan sosial tinggi.
3. Stres Individu
Dimensi ini mengenai kehidupan pribadi masing-masing karyawan. Yang
mana masalah yang timbul pada karyawan dapat mempengaruhi hasil
pekerjaan mereka sehingga mereka tidak fokus dalam bekerja dan tidak
memaksimalkan target pekerjaan nya. Berikut indikator stres kerja pada
kehidupan masing-masing karyawan antara lain sebagai berikut :
a. Masalah keluarga (Family issues)
Hubungan pernikahan, pemutusan hubungan dengan teman dekat dan
masalah kedisiplinan dengan anak membuat seorang karyawan stres.
b. Masalah ekonomi pribadi (Personal economic problems).
Beberapa orang merupakan tidak dapat mengatur keungan mereka dengan
baik dan terkadang melakukan pengeluaran lebih besar daripada
pendapatan. Masalah sumber daya finansial yang terlalu berat membuat
stres dan menyedot perhatian dari pekerjaan.
c. Karakteristik kepribadian (P ersonality characteristics).
Beberapa orang mempunyai kecendrungan yang tidak dapat dipisahkan
untuk menekankan aspek negatif pada dunia ini. Jika ini benar maka faktor
signifikan seseorang yang mempengaruhi stres adalah sifat dasar
seseorang itu sendiri. Maka dari itu stres kerja yang tercermin pada
pekerjaan berasal dari kepribadian orang itu.
Berdasarkan uraian di atas disimpulkan bahwa stres kerja adalah suatu
kondisi dimana seseorang mengalami tekanan ketika dia tidak dapat memenuhi
target sesuai dengan yang telah ditetapkan oleh perusahaan kepada tiap-tiap
karyawan.
2.2.4. Kepuasan kerja
2.2.4.1.Pengertian kepuasan kerja
Menurut Handoko (2015:193) Kepuasan kerja (job satisfaction)
merupakan keadaan emosional yang menyenangkan atau tidak menyenangkan
dengan sejauh mana karyawan memandang pekerjaan mereka. Sedangkan
Menurut Donni (2015:291) mendefinisikan Kepuasan kerja adalah sekumpulan
perasaan karyawan terhadap pekerjaannya, apakah senang/suka atau tidak
senang/tidak suka sebagai hasil interaksi karyawan dengan lingkungan
pekerjaannya atau sebagai persepsi sikap mental, juga sebagai hasil penilaian
karyawan terhadap pekerjaannya. Perasaan karyawan terhadap pekerjaannya
mencerminkan sikap dan perilakunya dalam bekerja.
Menurut Robbins dalam Busro (2018:101) menyatakan bahwa kepuasan
kerja merupakan suatu sikap umum terhadap pekerjaan seseorang, selisih antara
banyaknya yang mereka yakini dengan apa seharusnya mereka terima. Kepuasan
kerja sebagai perbandingan antara hasil yang diperoleh dibandingkan dengan hasil
yang diharapkan, maka semakin puas karyawan tersebut, dan sebaliknya semakin
kecil hasil yang diperoleh dibandingkan dengan hasil yang diharapkan, maka
semakin rendah pula kepuasan kerja karyawan tersebut. Kepuasan kerja perlu
mendapatkan perhatian dari semua unsur yang ada di perusahaan. Kepuasan kerja
berpengaruh baik bagi karyawan maupun perusahaan. Kepuasan dapat
meningkatkan motivasi kerja karyawan, yang pada akhirnya akan meningkatkan
produktivitas yabng dicapai oleh perusahaan (Machmed Tun Ganyang 2018:229)
Menurut Robbins dalam Busro (2018:101) menyatakan, bahwa kepuasan
kerja merupakan perasaan positif tentang suatu pekerjaan yang merupakan hasil
evaluasi dari beberapa karakteristik. Perasaan positif maupun negatif yang dialami
karyawan menyebabkan seseorang dapat mengalami kepuasan maupun
ketidakpuasan kerja, seperti :
1. Kepuasan kerja dikatakan positif bila hasil yang diperoleh lebih besar daripada
apa yang diharapkan.
2. Kepuasan kerja dikatakan negatif manakala hasil yang diperoleh lebih kecil
dari apa yang diharapkan.
2.2.4.1.Teori-Teori Kepuasan Kerja
Menurut Wexley dan Yukl dalam Donni (2017:237) menyatakn bahwa ada
tiga macam teori tentang kepuasan kerja yang sudah umum dikenal yaitu
discrepancy theory, equity theory, dan two factor theory.
1. Dsicrepancy theory
Teori ini sejalan dengan teori yang dikemukakan oleh Porter. Dalam teorinya,
Porter menunjukkan bahwa kepuasan merupakan perbedaan antara yang
dirasakan oleh karyawan tentang yang seharusnya ia terima dengan yang ia
rasakan tentang yang sebenarnya diterima. Menurut Locke, menjelaskan
bahwa kepuasan atau ketidakpuasan dengan sejumlah aspek pekejaan
bergantung pada selisih (discrepancy) yang seharusnya ada, yaitu harapan,
kebutuhan, dan nilai-nilai dengan apa yang menurut perasaan atau persepsinya
telah diperoleh atau dicapai melalui kondisi-kondisi yang diinginkan dengan
kondisi-kondisi aktual.
Karyawan akan merasa puas apabila tidak ada selisih antara yang didapatkan
dengan yang diinginkan. Semakin banyak hal yang penting yang diinginkan,
semakin besar ketidakpuasannya. Apabila terdapat lebih banyak jumlah faktor
pekerjaan yang dapat diterima secara minimal dan kelebihannya
menguntungkan misalnya upah tambahan, jam kerja yang lebih lama,
karyawan yang bersangkutan akan sama puasnya apabila terdapat selisih dan
jumlah yang diinginkan.
2. Equity theory
Gibson, Ivancevich dan Donnely (2010) menyatakan bahwa keadilan (equity)
merupakan suatu keadaan yang muncul dalam pikiran karyawan, jika ia
merasa bahwa rasio antara usaha dan imbalan seimbang dengan rasio individu
yang dibandingkannya. Inti teori keadilan adalah karyawan membandingkan
usaha mereka terhadap imbalan karyawan lainnya dalam situasi kerja yang
sama. Teori ini didasarkan pada asumsi bahwa orang-orang termotivasi oleh
keinginan untuk diperlakukan secara adil dalam pekejaan. Karyawan bekerja
untuk mendapat tukaran imbalan dari dalam perusahaan.
Karyawan merasa puas atau tidak bergantung pada adanya keadilan (equity)
atau tidak atas suatu situasi. Perasaan equity dan inequity atas suatu situasi
diperoleh karyawan dengan cara membandingkan dirinya dengan orang lain
yang sekelas, sekantor ataupun di tempat lain.
3. Two facor theory
Two factor theory menjelaskna bahwa kepuasan kerja berbeda dengan
ketidakpuasan kerja, artinya kepuasan dan ketidakpuasan terhadap pekerjaan
bukan merupakan variabel yang berkelanjutan. Teori ini membagi situasi yang
memengaruhi sikap karyawan terhadap pekerjaannya menjadi dua kelompok
penting, yaitu satisfiers atau motivator dan kelompok dissatifiers atau hygiene
factors.
a. Satisfiers atau motivators, meliputi faktor-faktor atau situasi yang
dibuktikan sebagai sumber kepuasan kerja seperti prestasi, pengakuan
(recognition), tanggung jawab, kemajuan (advancement), pekerjaan, dan
kemungkinan untuk berkembang. Satisfiers merupakan karakteristik
pekerjaan yang relevan dengan urutan kebutuhan yang lebih tinggi pada
karyawan serta perkembangan psikologisnya. Faktor ini akan
menimbulkan kepuasan kerja, tetapi ketidakberadaan faktor ini tidak selalu
menimbulkan ketidakpuasan. Perbaikan gaji dan kondisi tidak akan
menimbulkan kepuasan bagi karyawan selain hanya mengurangi
ketidakpuasan karena yang mampu memacu karyawan untuk dapat bekerja
dengan baik dan bergairah (motivator) hanyalah kelompok satisfiers.
b. Dissatifiers, meliputi hal-hal seperti, gaji/ upah, pengawasan, hubungan
antarpribadi, kondisi kerja, dan status. Jumlah tertentu dari dissatifiers
diperlukan untuk memenuhi dorongan biologis serta kebutuhan dasar
karyawan, seperti kebutuhan keamanan dan berkelompok. Apabila
kebutuhan tersebut tidak terpenuhi karyawan akan merasa tidak puas.
Akan tetapi, jika besarnya dissatifiers memadai untuk kebutuhan tersebut,
karyawan tidak lagi kecewa, tetapi belum terpuaskan. Karyawan hanya
terpuaskan jika terdapat jumlah yang memadai untuk faktor-faktor
pekerjaan yang dinamakan dissatifiers.
2.2.4.2.Faktor yang mempengaruhi kepuasan kerja
Luthans dalam Donni (2017:243) menyatakan bahwa faktor-faktor utama
yang memengaruhi kepuasan kerja adalah sebagai berikut :
1. Pekerjaan
Pekerjaan yang memberikan kepuasan adalah pekerjaan yang menarik dari
menantang, tidak membosankan, serta dapat memberikan status tertentu bagi
karyawan yang bekerja di perusahaan.
2. Upah atau Gaji
Upah atau gaji merupkan hal yang signifikan, tetapi merupakan faktor yang
kompleks dan multiindikator dalam kepuasan kerja. Dengan demikian,
pemberian upah atau gaji yang perlu dilakukan dengan hati-hati dan detail.
3. Promosi
Kesempatan dipromosikan tampaknya memiliki pengaruh beragam terhadap
kepuasan kerja karena promosi bisa dalam bentuk berbeda-beda dan bervariasi
pula imbalannya.
4. Supervisi
Supervisi merupakan sumber kepuasan kerja lainnya yang cukup penting pula
5. Kelompok kerja
Pada dasarnya, kelompok kerja akan berpengaruh pada kepuasan kerja. rekan
kerja yang ramah dan kooperatif merupakan sumber kepuasan kerja bagi
pegawai individu.
6. Kondisi kerja atau lingkungan kerja
Jika kondisi kerja bagus (lingkungan sekitar bersih dan menarik) misalnya,
karyawan akan lebih bersemangat mengerjakan pekerjaan. Jika kondisi kerja
rapuh (lingkungan sekitar panas dan berisik) misalnya, karyawan akan lebih
sulit menyelesaikan pekerjaannya.
Menurut Kreitner dan Kincki dalam Busro (2018:103) menyatakan bahwa
faktor yang menyebabkan kepuasan dan ketidakpuasan yaitu :
1. Pemenuhan kebutuhan, semakin baik tingkat pemenuhan kebutuhan oleh
perusahaan kepada karyawan, semakin tinggi tingkat kepuasan mereka dan
sebaliknya.
2. Pencapaian tujuan, semakin dekat pencapaian tujuan yang dikehendaki
karyawan dengan kemampuan perusahaan untuk memenuhinya, maka
semakin tinggi pula tingkat kepuasan karyawan.
3. Deviasi dari yang seharusnya diterima dengan yang didapatkan. Semakin
sempit deviasi dari apa yang dikehendaki dengan apa yang diterima maka
akan semakin tinggi pula tingkat kepuasannya, dan sebaliknya. Semakin lebar
jurang pemisah antara keinginan dan realitas, maka semakin rendah pula
tingkat kepuasan karyawan.
4. Keadilan. Semakin adil keputusan perusahaan dalam memberikan perlakuan
kepada karyawan, maka semakin tinggi tingkat kepuasan karyawan, dan
sebaliknya. Semakin rendah tingkat keadilan yang dirasakan oleh karyawan,
semakin rendah pula tingkat kepuasan yang dirasakan karyawan. Dengan
demikian, perasaan kepuasan individu dipengaruhi oleh perbandingan antara
apa yang diterima dengan apa yang diterima orang lain. Ketika mereka
merasakan adanya keadilan maka tingkat kepuasan mereka akan tinggi, dan
sebaliknya jika merasa pekerjaan yang dikerjakan lebih sulit, lebih lama, dan
lebih membutuhkan tenaga yang banyak tetapi hasil yang diperoleh lebih
sedikit dibandingkan orang lain yang mengerjakan pekerjaan yang lebih
mudah, lebih cepat dan lebih sedikit membutuhkan tenaga, maka tingkat
kepuasan mereka akan rendah.
Menurut Sutrisno (2014: 79) juga mengutip pendapat yang dikemukakan
oleh Brown dan Ghiselli, bahwa adanya empat faktor yang menimbulkan
kepuasan kerja, antara lain :
1. Kedudukan
Umumnya manusia beranggapan bahwa seseorang yang bekerja pada
pekerjaan yang lebih tinggi akan merasa lebih puas daripada mereka yang
bekerja pada pekerjaan yang lebih rendah. Pada beberapa peneliti
menunjukkan bahwa hal tersebut tidak selalu benar, tetapi justru perubahan
dalam tingkat pekerjaanlah yang memengaruhi kepuasan kerja.
2. Pangkat
Pada pekerjaan yang mendasarkan perbedaan tingkat atau golongan, sehingga
pekerjaan tersebut memberikan kedudukan tertentu pada orang yang
melakukannya. Apabila ada kenaikan upah, maka sedikit banyaknya akan
dianggap sebagai kenaikan pangkat, dan kebanggaan terhadap kedudukan
yang baru itu akan mengubah perilaku dan perasaannya.
3. Jaminan finansial dan sosial
Finansial dan jaminan sosial kebanyakan berpengaruh terhadap kepuasan
kerja.
4. Mutu pengawasan
Hubungan antara karyawan dengan pihak pemimpin sangat penting artinya
dalam menaikkan produktivitas kerja. Kepuasan dapat ditingkatkan melalui
perhatian dan hubungan yang baik dari pimpinan kepada bawahan, sehingga
karyawan akan merasa bahwa dirinya merupakan bagian yang penting dari
organisasi kerja.
2.2.4.3.Model-model kepuasan kerja
Menurut Kreitner dan Kinicki dalam Busro (2018:104), kepuasan kerja
bukanlah suatu konsep tunggal. Ada lima model kepuasan kerja yang menonjol
berdasarkan penyebabnya, antara lain yaitu :
1. Pemenuhan kebutuhan : kepuasan kerja ditentukan oleh karakteristik suatu
pekerjaan yang memungkinkan memenuhi kebutuhan individu. Sebagaimana
dijelaskan di atas, bahwa pemenuhan kebutuhan karyawan mulai dari gaji,
tunjangan perumahan, tunjangan kesehatan, reaksi, dan berbagai tunjangan
lainnya akan mampu meningkatkan kepuasan kerja karyawan.
2. Kecocokan antara harapan yang realitas. Kepuasan kerja adalah hasil dari
harapan yang terpenuhi. Harapan yang terpenuhi merupakan perbedaan antara
harapan dan hasil yang diperoleh. Pada saat hasil yang diperoleh lebih besar
daripada yang diharapkan, atau harapan lebih kecil daripada hasil, maka akan
mendapat kepuasan dan sebaliknya. Ketika hasil lebih kecil dari harapan, atau
harapan lebih besar dari hasil, maka kepuasan akan rendah.
3. Pencapaian nilai. Kepuasan kerja berasal dar persepsi bahwa suatu pekerjaan
memungkinkan untuk memenuhi nilai-nilai kerja yang penting dari seorang
individu. Semakin baik nilai suatu pekerjaan bagi perusahaan atau semakin
besar makna pekerjaan bagi perusahaan, atau semakin besar makna pekerjaan
bagi pencapaian tujuan perusahaan, maka semakin besar pula tingkat kepuasan
yang akan dirasakan oleh karyawan, dan sebaliknya. Semakin kecil makna
pekerjaan bagi pencapaian tujuan organisasi, maka semakin kecil pula tingkat
kepuasan kerja karyawan.
4. Persamaan, kepuasan kerja merunjuk pada perlakuan individu secara adil
ditempat kerja. Keadilan dalam hal perlakuan kerja, perlakuan yang adil dalam
pemberian gaji, perlakuan yang adil didepan peraturan perusahaan akan
mampu meningkatkan kepuasan kerja karyawan dan sebaliknya. Perasaan
kepuasan individu dipengaruhi oleh perbandingan antara apa yang diterima
dengan apa yang diterima orang lain.
5. Komponen watak atau genetik, individu yang emosinya stabil akan mudah
merasakan kepuasan kerja dibandingkan individu yang emosional,
tempramen, suka mengeluh dibelakang, dan karakter negatif lainnya.
2.2.4.4.Dimensi dan Indikator kepuasan kerja
Robbins dan Judge (2016:18) menyatakan bahwa ada lima dimensi dan
indikator kepuasan kerja:
1. Pekerjaan itu sendiri (work it self), adalah sumber utama sebuah kepuasan
dimana pekerjaan tersebut memberikan tugas yang menarik, pekerjaan yang
tidak membosankan, kesempatan untuk belajar, kesempatan untuk menerima
tanggung jawab dan kemajuan untuk karyawan. Berikut indikator dari
pekerjaan itu sendiri adalah sebagai berikut :
a. Kepuasan karyawan terhadap kesesuaian pekerjaan dengan
kemampuan yang dimiliki
Pekerjaan yang diberikan perusahaan sesuai dengan kemampuan atau
skill yang dimiliki oleh seorang karyawan. Apabila tidak sesuai
dengan kemampuan yang dimiliki oleh seorang karyawan atau
individu maka pekerjaan berjalan dengan tidak baik dan tidak sesuai
dengan apa yang diharapkan perusahaan atau kurang makismal.
b. Kepuasan karyawan terhadap pekerjaan yang beragam
Pekerjaan yang diberikan perusahaan bervariasi, beragam, dan tidak
monoton atau bekerja dengan jobdesk yang itu itu saja tanpa
memberikan pekerjaan yang menantang kemudian menawarkan
beragam macam tugas kepada karyawannya dengan tujuan agar para
karyawan tidak merasa jenuh atau bosan, mendapatkan pengalaman
baru dan tentunya dapat menambah wawasan atau mengasah skill
yang telah dimilikinya.
2. Gaji/Upah (pay), adalah faktor multidimensi dalam sebuah kepuasan kerja.
Sejumlah upah/uag yang diterima karyawan menjadi penilaian untuk
kepuasan, dimana hal tersebut bias dipandang sebagai hal yang dianggap
pantas dan layak. Berikut indikator dari Gaji/upah adalah sebagai berikut :
a. Sistem Penggajian
Sistem penggajian merupakan sistem yang membantu perusahaan
dalam mengelola gaji karyawan. Sistem penggajian dilakukan dengan
pencatatan lama nya waktu kerja dan sesuai dengan prosedur yang
telah ditetapkan oleh perusahaan dalam pemberian gaji terhadap
karyawan.
b. Tingkat Gaji
Tingkat Gaji atau pendapatan yang diterima sesuai dengan tingkat
kemampuan atau kehalian yang dimiliki oleh seorang karyawan atau
individu.
3. Promosi (promotion), adalah kesempatan untuk berkembang secara intelektual
dan memperluas keahlian menjadi dasar perhatian penting untuk maju dalam
organisasi sehingga menciptakan kepuasan. Berikut indikator dari promosi
adalah sebagai berikut :
a. Kebijakan Promosi
Suatu perusahaan atau organisasi memberikan kemungkinan atau
peluang promosi dengan cara melakukan dan mmeberikan sosialiasi
mengenai kebijakan promosi secara jelas terhadap para karyawannya
dan bertahap untuk mendapati status atau jenjang karier yang lebih
tinggi daripada sebelumnya.
b. Kesempatan Promosi
Perusahaan memberikan kesempatan promosi untuk para karyawan
nya dengan memberikan kesempatan belajar dan pelatihan
pengembangan karier agar karyawan dapat meningkatkan skill atau
keahlian yang dimilikinya serta untuk menunjukkan ketrampilan agar
dapat mempromosikan dirinya.
4. Pengawasan (supervision), adalah kemampuan penyelia untuk memberikan
bantuan teknis dan dukungan perilaku. Pertama yaitu berpusat pada karyawan,
diukur menurut tingkat dimana penyelia meggunakan ketertarikan personal
dan peduli pada karyawan. Kedua yaitu iklim partisipasi atau pengaruh dalam
pengambilan keputusan yang dapat mempengaruhi pekerjaan karyawan.
Berikut indikator dari pengawasan adala sebagai berikut :
a. Kepuasan atas bantuan teknis yang diberikan atasan
Bantuan teknis yang diberikan merupakan pengarahan yang diberikan
oleh atasan selama karyawan bekerja guna untuk memudahkan para
karyawan nya menyelesaikan job atau pekerjaan nya sesuai dengan
permintaan dan prosedur yang ada pada perusahaan.
b. Kepuasan atas dukungan moril yang diberikan oleh atasan
Kepuasan yang diberikan oleh atasan merupakan dukungan terhadap
karyawannya dalam menjalankan pekerjaan nya agar sesuai dengan
target yang sudah ditetapkan oleh perusahaan. Dukungan peerilaku
diperlukan guna untuk memberikan semangat dan memotivasi atau
mendorong para karyaannya agar karyawan tidak merasakan
kejenuhan selama bekerja.
5. Rekan kerja (workers), adalah rekan kerja yang kooperatif merupakan sumber
kepuasan kerja yang paling sederhana. Kelompok kerja, terutama tim yang
kompak bertindak sebagai sumber dukungan, kenyamanan, nasehat dan
bantuan pada anggota individu. Berikut indikator dari rekan kerja adalah
sebagai berikut :
a. Kepuasan atas kerjasama dalam tim
Hubungan dalam tim atau dengan rekan sekerja kerap kali dibutuhkan
kerja sama atau team work yang dapat memperoleh pekerjaan dengan
baik. Selain itu rekan sekerja juga dapat diandalkan, memberikan
sumber dukungan dan tentunya dapat bekerja sama dengan baik secara
tim maupun tidak tim.
b. Kepuasan atas lingkungan sosial dalam pekerjaan
Kepuasan yang diberikan oleh rekan kerja yaitu lingkungan sosial
dalam ruang lingkup pekerjaan. Artinya, rekan kerja dapat
membangun suasana atau lingkungan yang dapat menciptakan
kenyamanan suatu lingkungan dan dapat saling memberikan semangat
kepada rekan kerja lainnya dalam bekerja.
Berdasarkan uraian-uraian di atas disimpulkan bahwa kepuasan kerja
merupakan ekspresi dari karyawan, apakah ia puas atau tidak puas dengan apa
yang telah dikerjakan. Hal ini nampak dari sikap positif karyawan terhadap
pekerjaannya dan segala sesuatu yang dihadapi dilingkungan pekerjaannya.
Apabila karyawan senang dengan pekerjaannya, maka karyawan tersebut akan
puas, sementara karyawan tidak merasa puas dengan pekerjaannya memiliki sikap
negatif tentang pekerjaan tersebut.
2.2.5. Turnover intention
2.2.5.1.Pengertian turnover intention
Menurut Mobley, turnover intention adalah kecenderungan atau niat
karyawan untuk berhenti bekerja dari pekerjaannya secara sukarela atau pindah
dari satu tempat kerja ke tempat kerja yang lain menurut pilihannya sendiri.
Sedangkan Sutanto dan Gunawan (dalam Mujiati dkk, 2016) mengemukakan
bahwa turnover intention adalah kesadaran seseorang untuk mencari alternatif
pekerjaan di organisasi lain.
Turnover intention menurut Muamarah dan Kusuma (dalam Mujiati, dkk,
2016) adalah suatu hasrat atau keinginan untuk keluar dan mencari pekerjaan lain
yang lebih baik dari pekerjaan sebelumnya. Menurut Bluedorn (dalam Mufidah,
2016) turnover intention adalah kecenderungan sikap atau tingkat di mana
seorang karyawan memiliki kemungkinan untuk meninggalkan organisasi atau
mengundurkan diri secara sukarela dari pekerjaannya.
Harninda (dalam Gandika, 2015) turnover intention adalah keinginan
untuk berpindah, belum sampai pada tahap realisasi yaitu melakukan perpindahan
dari satu tempat kerja ke tempat kerja lainnya. Lum dkk (dalam Dewi, dkk, 2016)
mendefinisikan turnover intention adalah keinginan individu keluar dari
organisasi, keinginan individu serta mengevaluasi mengenai posisi seseorang
berdasarkan ketidakpuasan untuk mempengaruhi seseorang ketika keluar dan
menemukan pekerjaan yang lainnya di luar perusahaan.
2.2.5.2. Indikasi terjadinya turnover intention
Indikasi terjadinya turnover intention menurut Harnoto (dalam Alfiyah,
2013) adalah :
1. Absensi yang meningkat
Pegawai yang berkinginan untuk melakukan pindah kerja, biasanya ditandai
dengan absensi yang semakin meningkat. Tingkat tanggung jawab pegawai
dalam fase ini sangat kurang dibandingkan dengan sebelumnya.
2. Mulai malas bekerja
Pegawai yang berkinginan untuk melakukan pindah kerja, akan lebih malas
bekerja karena orientasi pegawai ini adalah bekerja di tempat lainnya yang
dipandang lebih mampu memenuhi semua keinginan pegawai bersangkutan
3. Peningkatan terhadap pelanggaran tata tertib kerja
Berbagai pelanggaran terhadap tata tertib dalam lingkungan pekerjaan sering
dilakukan pegawai yang akan melakukan turnover. Pegawai lebih sering
meninggalkan tempat kerja ketika jam-jam kerja berlangsung, maupun
berbagai bentuk pelanggaran lainnya
4. Peningkatan protes terhadap atasan
Pegawai yang berkinginan untuk melakukan pindah kerja, lebih sering
melakukan protes terhadap kebijakan-kebijakan perusahaan kepada atasan.
Materi protes yang ditekankan biasanya berhubungan dengan balas jasa atau
aturan lain yang tidak sependapat dengan keinginan pegawai.
5. Perilaku positif yang sangat berbeda dari biasanya
Biasanya hal ini berlaku untuk pegawai yang karakteristik positif. Pegawai ini
mempunyai tanggung jawab yang tinggi terhadap tugas yang dibebankan, dan
jika perilaku positif pegawai ini meningkat jauh dan berbeda dari biasanya
justru menunjukkan pegawai ini akan melakukan turnover.
Lichtenstein (dalam Mufidah, 2016) menyebutkan tiga aspek turnover
intention yaitu:
1. Adanya kesempatan untuk meninggalkan organisasi.
2. Ada keinginan untuk meninggalkan pekerjaan yang sekarang.
3. Berencana untuk mencari pekerjaan baru dalam waktu dekat.
Berdasarkan penjelasan di atas dapat disimpulkan bahwa indikasi
terjadinya turnover intention adalah adanya pikiran untuk keluar dari perusahaan,
adanya keinginan untuk mencari pekerjaan ditempat lain, adanya keinginan untuk
keluar dari perusahaan, absensi yang meningkat, mulai malas kerja, naiknya
keberanian untuk melanggar tata tertib kerja, keberanian untuk menentang atau
protes kepada atasan, maupun perilaku positif yang berbeda dari biasanya, ada
kesempatan untuk meninggalkan organisasi, ada keinginan untuk meninggalkan
pekerjaan sekarang dan berencana untuk mencari pekerjaan baru dalam waktu
dekat.
Dari aspek-aspek di atas peneliti memilih aspek yang dikemukakan oleh
Mobley, yaitu adanya pikiran untuk keluar dari perusahaan, adanya keinginan
untuk mencari pekerjaan ditempat lain dan adanya keinginan untuk keluar dari
perusahaan karena lebih jelas dalam menerangkan indikasi turnover intention dan
dapat sesuai dengan kondisi lapangan tempat melakukan peneltian.
2.2.5.3.Faktor yang mempengaruhi turnover intention
Turnover intention tidak berdiri sendiri, ada hal-hal yang mendorong
terjadinya perilaku karyawan tersebut. Seseorang tidak akan meninggalkan
organisasi tanpa suatu alasan/ faktor yang memicu timbulnya keinginan untuk
berpindah / turnover intention. Menurut Mobley (2011) faktor faktor yang
mempengaruhi munculnya turnover intention adalah :
1. Faktor individual, termasuk di dalamnya adalah usia, masa kerja, jenis
kelamin,pendidikan, dan status perkawinan.
2. Kepuasan kerja, menyangkut beberapa aspek operasional, yakni kepuasan
terhadap gaji atau sistem pembayaran, kepuasan terhadap penyeliaa n,
kepuasan terhadap bobot pekerjaan, kepuasan terhadap promosi jabatan,
ataupun kepuasan terhadap kondisi kerja perusahaan pada umumnya.
3. Komitmen organisasional, tidak adanya komitmen organisasional dapat
membuat seseorang karyawan yang puas terhadap pekerjaannya mempunya i
niat untuk keluar atau pindah ke perusahaan lain. Namun, seorang karyawan
bisa tidak puas terhadap pekerjaan, tetapi tidak emiliki niat untuk keluar atau
pindah ke perusahaan lain karena adanya komitmen yang kuat antara dirinya
dengan perusahaan tempat ia bekerja. Oleh karena itu, ia akan tetap bekerja
untuk melakukan yang terbaik disertai dengan adanya dorongan yang kuat
untuk tetap menjadi anggota perusahaan.
Faktor-faktor berikut ini disebutkan oleh Pasewark dan Strawser (dalam
Toly, 2011) sebagai penyebab dari turnover intention:
1. Komitmen organisasi.
Karakteristik komitmen organisasi antara lain adalah: loyalitas seseorang
terhadap organisasi, kemauan untuk mempergunakan usaha atas nama
organisasi, kesesuaian antara tujuan seseorang dengan tujuan organisasi (goal
congruence), dan keinginan untuk menjadi anggota organisasi.
2. Kepuasan kerja
Orientasi individu yang berpengaruh terhadap peran dalam bekerja dan
karakteristik dari pekerjaannya. Yang membedakan dengan komitme n
organisasi adalah pada luasnya karakteristik yang dirasakan individu.
3. Kepercayaan organisasi
Gambaran dari kemampuan yang diperlihatkan oleh organisasi untuk
memenuhi komitmen organisasi tersebut terhadap karyawannya.
2.2.5.4.Dimensi dan Indikator turnover intention
Mobley dalam Firdaus (2017:88-90) menyatakan indikator pengukuran
turnover intention terdiri atas:
1. Adanya pikiran untuk keluar dari organisasi (thinking of quitting).
Mencerminkan individu untuk berpikir keluar dari pekerjaan atau tetap berada
di lingkungan pekerjaan. Diawali dengan ketidakpuasan kerja yang dirasakan
oleh karyawan, kemudian karyawan mulai berfikir untuk keluar dari tempat
bekerjanya saat ini. Berikut indikator dari dimensi ini adalah sebagai berikut :
a. Niat keluar dari perusahaan
Niat untuk kelar dari perusahaan merupakan adanya pikiran atau sering
berpikir untuk meninggalkan pekerjaan saat ini dan berhenti bekerja
dari perusahaan.
b. Ketidakpuasan kerja dan perasaan jenuh
Individu dapat melakukan turnover apabila ia seringkali merasa jenuh
atau bosan terhadap situasi kondisi maupun pekerjaan nya. Tidak
hanya merasakan kejenuhan, seorang karyawan juga akan memiliki
pikiran untuk keluar dari organisasi karna merasa seringkali kepuasan
nya tidak dapat terpenuhi dengan bekerja di perusahaan tersebut.
c. Perasaan antusias terhadap perusahaan
Antusiasme merupakan perasaan dan sikap yang menggambarkan
gelora semangat yang terdapat didalam masing-masing individu.
Respon seorang karyawan atau individu terhadap sesuatu yang ada di
sekitar nya, karna respon ini akan berdampak pada aktivitas kinerja
yang dilakukannya sehari-hari.
2. Intensi mencari pekerjaan di tempat lain (intention to search for alternatives).
Mencerminkan individu berkeinginan untuk mencari pekerjaan pada
organisasi lain. Jika karyawan sudah mulai sering berpikir untuk keluar dari
pekerjaannya, karyawan akan mencoba mencari pekerjaan di luar
perusahaannya yang dirasa lebih baik. Berikut indikator dari dimensi ini
adalah sebagai berikut :
a. Keinginan untuk mencoba mencari pekerjaan lain
Sebagian karyawan yang memang benar-benar ingin melakukan
turnover, mereka akan memiliki keinginan dan niat untuk mencari
pekerjaan diluar perusahaan yang saat ini sedang disinggahi nya.
b. Keinginan untuk aktif mencari informasi tentang lowongan pekerjaan
Seorang karyawan yang ingin melakukan turnover juga akan aktif
mencari informasi tentang lowongan pekerjaan di perusahaan lain
c. Melamar pekerjaan di perusahaan lain
Seorang karyawan bahkan akan memiliki keinginan mencoba melamar
pekerjaan yang lain apabila ia sudah menemukan lowongan pekerjaan
yang dirasa tepat dan lebih baik daripada di perusahaan yang saat ini ia
bekerja.
3. Intensi untuk keluar meninggalkan perusahaan (intention to quit).
Mencerminkan individu yang berniat untuk keluar. Karyawan berniat keluar
apabila telah mendapat pekerjaan yang lebih baik dan nantinya akan diakhiri
dengan keputusan karyawan tersebut untuk tetap tinggal atau keluar dari
pekerjaannya. Berikut indikator dari dimensi ini adalah sebagai berikut :
a. Mempertimbangkan tawaran pekerjaan
Seorang kayawan akan banyak mempertimbangkan banyak hal dalam
menerima tawaran pekerjaan dari perusahaan lain yang telah
menerima lamaran pekerjaan nya. Beberapa hal yang akan
dipertimbangkan oleh karyawan itu sendiri, contohnya seperti
tunjangan/gaji , jarak kantor dari rumah, jaminan sosial, dan lain-
lainnya. Jika itu semua sudah dipertimbangkan dengan baik, maka
tawaran pekerjaan akan diterima apabaila tawaran tersebut dirasa
sudah tepat.
b. Menunjukkan perubahan karakterisik
Selain membandingkan pekerjaan yang akan ia terima dari perusahaan
lain, mereka akan menunjukan sikap kemangkiran dalam bekerja pada
perusahaan yang saat ini ia bekerja. Contohnya seperti meningkatnya
absensi ketidakhadiran dengan sengaja, tidak mentaati peraturan yang
berlaku, dan bekerja dengan bermalas-malasan.
c. Meninggalkan perusahaan
Jika perbandingan mereka dan niat mereka untuk benar-benar
meninggalkan organisasi sudah mantap, maka mereka akan
mengajukan resign dalam waktu yang dekat dan keluar dari
perusahaan tersebut.
Berdasarkan uraian-uraian yang telah dikemukakan di atas mengenai
pengertian turnover intention, peneliti menyimpulkan bahwa turnover intention
adalah keinginan seseorang untuk keluar secara sukarela dari perusahaan dan
berpindah ke tempat kerja lainnya untuk mencari pekerjaan yang lebih baik.
2.3. Keterkaitan antar Variabel Penelitian
2.3.1. Pengaruh komitmen organisasi terhadap turnover intention
Cohen (2013) menyatakan bahwa komitmen organisasi memberikan
pengaruh yang negatif terhadap turnover intention. Semakin tinggi komitmen
karyawan pada organisasi maka niat karyawan untuk meninggalkan organisasi
akan rendah. Apabila karyawan menerima dukungan dari organisasi dan percaya
pada komitmen mereka akan tetap memilih untuk bertahan. Semakin tinggi
kepuasan kerja dan komitmen organisasional diharapkan akan menurunkan
maksud atau tujuan karyawan untuk meninggalkan organisasi. Karyawan yang
tidak puas dengan aspek-aspek pekerjaannya dan tidak memiliki komitmen
terhadap organisasi akan lebih memilih untuk mencari pekerjaan pada organisasi
lainnya. Karyawan perusahaan yang memiliki komitmen organisasi yang rendah
akan bekerja semaunya karena tidak adanya rasa tanggung jawab dan kesadaran
sebagai bagian dari perusahaan. Komitmen tersebut akan menimbulkan rasa
keterikatan sebagai bagian dari organisasi secara keseluruhan dan akan menjadi
alasan untuk bertahan atau keluar dari organiasasi
2.3.2. Pengaruh stres kerja terhadap turnover intention
Bila diminta menjelaskan yang dirasakan, seorang karyawan yang lelah
secara emosional akan merasa kehabisan tenaga dan lelah secara fisik. Selanjutnya
Mangkunegara (2016) mengemukakan bahwa stres kerja sebagai perasaan yang
menekan atau merasa tertekan yang dialami pegawai dalam menghadapi
pekerjaan. Dengan adanya teori- teori yang telah dikemukakan di atas
menunjukkan adanya keterkaitan antara stres kerja dengan turnover intention.
Hendaknya perusahaan memberikan penghargaan kepada karyawan yang dapat
menyelesaikan pekerjaannya dengan baik yang nantinya dapat mengurangi
keinginan karyawan untuk meninggalkan organisasi.
2.3.3. Pengaruh kepuasan kerja terhadap turnover intention
Kepuasan kerja telah berulang kali di identifikasi sebagai alasan utama
mengapa karyawan meninggalkan pekerjaan mereka.Kepuasan kerja berpengaruh
negatif pada turnover intention, dimana kepuasan kerja intrinsik berpengaruh kuat
pada turnover intention, sedangkan kepuasan kerja ekstrinsik berpengaruh negatif
pada turnover intention.Menurut Tekleab et al. (2011) Karyawan yang puas akan
menguntungkan organisasi dan menghemat biaya karyawan yang puas tidak
hanya menguntungkan organisasi dalam menghemat biaya pekerjaan terkait tetapi
juga mengurangi niat mereka untuk meninggalkan organisasi yang pada akhirnya
mengurangi omset. Kepuasan kerja pada karyawan memiliki arti yang sangat
penting bagi perusahaan. Karyawan yang merasa puas pastinya akan bertahan di
perusahaan itu dan mampu bekerja secara produktif. Kepuasan kerja merupakan
sikap positif dan perasaan emosional yang menyenangkan terhadap pekerjaan
seseorang dan lingkungannya. Kepuasan kerja (job satisfaction) merupakan
suatu perasaan positif tentang pekerjaan, yang dihasilkan dari suatu evaluasi dari
karakteristik-karakteristiknya. Seseorang dengan tingkat kepuasan kerja yang
tinggi memiliki perasaan yang positif mengenai pekerjaannya, sedangkan
seseorang dengan level yang rendah memiliki perasaan negatif (Robbins dan
Judge, 2015). Hal-hal tersebut membuktikan bahwan kepuasan kerja
merupakan faktor penting dalam menekan turnover intention karyawan.
2.4. Pengembangan Hipotesis
Berdasarkan uraian dari kerangka teori di atas, maka dapat dikemukakan
hipotesis penelitian sebagai berikut:
1. Diduga bahwa komitmen organisasi memiliki pengaruh terhadap turnover
intention pada PT. Indonusa Telemedia (Transvision).
2. Diduga bahwa stres kerja memiliki pengaruh terhadap turnover intention pada
PT. Indonusa Telemedia (Transvision).
3. Diduga bahwa kepuasan kerja memiliki pengaruh terhadap turnover intention
pada PT. Indonusa Telemedia (Transvision).
2.5. Kerangka Konseptual Penelitian
Mengacu pada hubungan antar variabel penelitian yang sudah dijelaskan,
maka dapat disusun suatu kerangka konseptual dalam penelitian ini seperti yang
disajikan dalam bentuk paradigma. Paradigma dalam penelitian ini merupakan
paradigma tiga variabel independen dan satu variabel dependen yang dapat
digambarkan sebagai berikut :
H1
H2
H3
Gambar 2.1. Kerangka Konseptual Penelitian
Komitmen Organisasi (X1)
Stres Kerja (X2) Turnover Intention (Y)
Kepuasan Kerja (X3)