Upload
trandan
View
226
Download
2
Embed Size (px)
Citation preview
8
BAB II
KAJIAN PUSTAKA
A. Kajian Teori
1. Batik
Seni tekstil yang memiliki kaitan erat dengan nilai budaya masyarakat
salah satunya yaitu batik. Karya yang dapat dikerjakan oleh sebuah kelompok
masyarakat atau individu menjadi produk yang bernilai jual tinggi. Batik salah
satu bentuk eksplorasi sebuah seni tradisi yang semakin berkembang
meningkatkan nilai kebudayaan Indonesia.
Batik juga sebagai salah satu seni tradisional Indonesia yang menyimpan konsep artistik yang tidak dibuat semata-mata untuk keindahan. Batik juga fungsional sebagai pilihan busana sehari-hari, untuk keperluan upacara, adat, tradisi, kepercayaan, agama, bahkan status sosial. Batik bukan saja indah, tetapi juga bermakna, mencakup nilai-nilai moral, adat, agama (Wulandari, 2011 : 75).
Teknologi yang berkembang memudahkan untuk mendapat informasimengenai
batik saat ini. Singkat batik merupakan kain bermotif dibuat dengan cara
menggambar diatas kain menggunakan malam panas disebut batik tulis sedangkan
prosesnya disebut membatik. Wulandari (2011 : 3-4)menjelaskan pembatik adalah
orang membatik atau orang yang pekerjaannya membuat batik, dan proses
pembuatannya memakan waktu lebih dari dua sampai tiga bulan. Pembatikan
adalah tempat pembatik, perusahaan batik, atau bisa juga proses, cara, dan
pembuatan batik.
Seni gambar diatas kain yang hanya dapat digunakan dalam kraton oleh para
raja dan keluarga raja sebagai pakaian kebesaran.Kain tersebut dikenal dengan
motif batik larangan
dibanding dengan kraton Surakarta.
ParangRusak, Semen A
Surakarta meliputi motif
: 58). Tata tertib pengelompokan untuk menunjukkan tingkat keningratan
buku Indonesia Indah “Batik” oleh
a. Penguasa, putera
1) Semua jenis corak
2) Sembagen H
larangan, motif larangan dikraton Yogyakarta
dengan kraton Surakarta. Larangan di Yogyakarta yaitu motif
Rusak, Semen Ageng, dan Sawat Gurda. Motif batik larangan
liputi motif Parang Rusak, Cemukiran, Udan Liris(Wulandari, 2011
pengelompokan untuk menunjukkan tingkat keningratan
buku Indonesia Indah “Batik” oleh Soeharto, dkk (1997 : 62) :
Penguasa, putera mahkota dan permaisuri atau istri:
Semua jenis corak ParangRusak
Gambar 1. Motif ParangRusak Sumber: Soeharto, dkk, 1997 : 62
Sembagen Huk
Gambar 2. Motif Sembagen Huk Sumber:Soeharto, dkk, 1997 : 66
9
dikraton Yogyakarta lebih terperinci
di Yogyakarta yaitu motif
larangan kraton
(Wulandari, 2011
pengelompokan untuk menunjukkan tingkat keningratan menurut
3) Garuda Ageng
b. Khusus bagi para anggota keluarga yang bergelar pangeran serta keturunan
penguasa:
1) Semua corak
Garuda Ageng
Gambar 3. MotifGaruda Ageng Sumber: Soeharto, dkk, 1997 : 63
Khusus bagi para anggota keluarga yang bergelar pangeran serta keturunan
Semua corak Semendengan sayap garuda berganda maupun
Gambar 4.MotifSemen, Lar Sumber: Soeharto, dkk, 1997 : 63
10
Khusus bagi para anggota keluarga yang bergelar pangeran serta keturunan
pun tunggal
2) Udanliris
c. Keluarga jauh yang bergelar Raden Mas atau Raden:
1) Semua corak
Gambar 5.MotifUdanLiris Sumber: Soeharto, dkk, 1997 : 62
Keluarga jauh yang bergelar Raden Mas atau Raden:
Semua corak semen tanpa bentuk-bentuk sayap
Gambar 6. Semen Sumber: Soeharto, dkk, 1997 : 63
11
2) Kawung
3) Rujak Sente
diagonal bercorak (Soeharto, dkk
Acara kebesaran untuk menghadap raja maka para permaisuri, patih,
bangsawan dan petinggi kerajaan
dibuat dari batik. Abdi
mengenakan jarit, baju beskap dan blangkon
Gambar 7. MotifKawung Sumber: Soeharto, dkk, 1997 : 63
mirip UdanLiris yang umumnya menggunakan garis
Soeharto, dkk, 1997 : 62-63)
Gambar 8. MotifCatur Karsa Sumber: Doellah, 2002 : 26
cara kebesaran untuk menghadap raja maka para permaisuri, patih,
bangsawan dan petinggi kerajaan menggunakan pakaian resmi
Abdidalem kerajaan selalu berpakaian tradisional Jawa dengan
, baju beskap dan blangkon. Ibu-ibu juga menggunakan batik
12
yang umumnya menggunakan garis-garis
cara kebesaran untuk menghadap raja maka para permaisuri, patih,
i yaitu jarityang
nal Jawa dengan
ibu juga menggunakan batik
13
sebagai selendang untuk melengkapi kebaya dan alat untuk menggendong
(Lisbijanto, 2013 : 2). Jumlah pengikut atau abdidalem banyak yang tinggal diluar
kraton maka seni batik dibawa keluar dan dikerjakan oleh abdidalem dirumah
masing-masing. Seni batik dapat ditiru oleh rakyat sehingga meluas menjadi
pekerjaan wanita untuk mengisi waktu kosong. Zaman kraton Yogyakarta
pendidikan membatik telah dipadukan dengan seni tari dan paes (mempercantik
wajah). Batik kental dalam pendidikan etika dan estetika untuk wanita zaman dulu
(Soeharto, dkk, 1997 : 32).Penggunaan kain batik dapat menunjukkan status sosial
yang tinggi di dalam masyarakat serta untuk jaminan pinjaman uang di pegadaian.
Keputusan sultan dan sunan pada abad 17 tentang kepopuleran batik. Bahwa batik sudah kehilangan sifat ekslusifnya yang dahulu, karena kini dibuat oleh para pengrajin Jawa. Oleh sebab itu pangkat dan kedudukan tidak lagi dihubungkan dengan produk itu sendiri. Sehingga dibuat desain batik yang berbeda untuk membedakan pemakai batik dari keluarga kerajaan dengan mereka para pemakai batik orang kebanyakan (Dharsono, 2007:42). Batik merupakan sehelai kain yang dibuat dengan teknik menahan warna
dengan malam (lilin) dalam pembentukan motif diatas kain menggunakan canting.
Batik memiliki ragam hias variasi dan warna yang disusun sedemikian rupa
sehingga membentuk kesatuan rancangan yang berpola. Variasi ragam hias
berdasarkan latar belakang pembuatan batik seperti letak geografis, kepercayaan,
adat istiadat, tatanan sosial, gaya hidup dan lingkungan alam setempat. Wilayah
penghasil batik memiliki motif berbeda-beda dibuat untuk mencerminkan suatu
tradisi budaya dan melukiskan lingkungan asli pembatikan.Wilayah-wilayah
daerah penghasil batikmemiliki kesamaan ragam hias karena perdagangan dan
hubungan pernikahan atau persaudaraan (Soeharto, dkk, 1997 : 42).
14
2. Motif-Motif Batik
Motif-motif batik yang berkembang menurut Lisbijanto (2013 : 46) dibagi
menjadi dua yaitu motif batik kontemporer dan motif batik klasik.
a. Motif batik modern
Lisbijanto (2013 : 48) menjelaskan motif batik modern adalah
memodifikasi dari motif batik yang telah ada tidak menggunakan patokan batik
klasik, seperti gabungan antara motif Parang dan klithik dari motif Sekar Jagad.
Warna, desain dan bahan tidak menggunakan pakem sehingga lebih bebas dan
mandiri dalam mencipta. Proses pengerjaan mudah dan dapat dikerjaan secara
singkat. Warna batik sesuai dengan tradisi yang berkembang di daerah tersebut
misalnya warna merah, hijau, kuning, biru muda dan sebagainya (Soeharto, dkk,
1997 : 44). Bahan batik yang digunakan dapat berkembang dalam
penggolahannya menggunakan teknologi canggih dan disebut batik printing.
b. Motif batik klasik
Motif batik klasik memiliki pakem dan terdapat batasan-batasan
tertentu pada ornamen maupun warna yang digunakan sejak dahulu. Motif klasik
sudah mengalami perkembangan dan penyempurnaan dalam kurun waktu yang
relatif lama, sehingga diakui keberadaannya yang memiliki ciri khas yang sudah
baku. Motif batik klasik terlihat indah, halus dan mewah walaupun kaku dan
bentuk garis yang belum sempurna (Lisbijanto, 2013 : 47). Alat dan bahan yang
digunakan pada saat itu menggunakan kanji ketan, alat terbuat dari bambu. Warna
yang dibuat juga sederhana yaitu warna biru atau wedelan, dan warna coklat atau
soga. Batik klasik memilikiciri-ciri sebagai berikut:
15
1) Motif-motif yang memiliki makna atau pesan yang baik untuk
pemakainya.
2) Unsur-unsur ragam hias yang ada berupa motif ular, barong
geometris dan pagoda.
3) Motif-motif yang digunakan merupakan ciri khas daerah asal mula
batik tersebut, dan
4) Warna khas motif batik klasik cenderung putih, hitam, coklat tua
atau hitam.
Motif batik yang termasuk dalam batik klasik seperti motif batik Sida Mukti, Sida
Luhur, truntum, ceplok, kawung, Parang Kusumo, Parang Rusak, dan lain
sebagainya(Lisbijanto, 2013 : 47).
Motif batik klasik menjadi sebuah tradisi mulai dari bentuk ragam hias
atau motif yang dibuat secara turun temurun dan menjadi kebisaan masyarakat
tersebut (Soeharto, dkk, 1997 : 5). Batik tradisi memiliki arti dalam kehidupan,
diyakini sebagai sebuah do’a yang dipanjatkan untuk pemakai. Kain tradisi
biasanya digunakan pada acara-acara tertentu seperti proses mitoni, persalinan,
khitanan, pernikahan, kematian, dan lain-lain. Ciri-ciri ragam hias batik tradisi
yaitu:
1) Motif yang terdiri klowong, cecekan, tembokan, isen-isen.
2) Terdapat tata letak, corak, pewarnaan yang sederhana.
3) Corak batik yang memiliki arti simbolik pada masing-masing
motifnya, sehingga terdapat perbedaan fungsi pemakaian seperti hanya digunakan
untuk kelengkapan upacara-upacara tertentu.
16
4) Warna cenderung gelap (warna tanah) yaitu putih, hitam, coklat,
kehitaman atau coklat tua (Riyanto, dkk, 2010 : 24).
3. Batik Kraton Yogyakarta
Kekayaan budaya membatik di Indonesia berasal dari kraton-kraton Jawa.
Wastra batik memunculkan keindahan ragam hias, abadi, dan mengandung nilai-
nilai perlambangan yang berkaitan erat dengan latar belakang penciptanya
(Doellah, 2002 : 54). Penelusuran munculnya batik tidak terlepas dari pengaruh
kebudayaan dari kerajaan yang berada di pulau Jawa meliputi Kraton Yogyakarta
dan Kraton Surakarta pada masa itu. Batik kraton adalah seni batik yang ada dan
berkembang diatas dasar-dasar filsafat budaya Jawa yang mengandung nilai-nilai
magis dan pemurnian diri, serta keseimbangan manusia dan semesta alam dan
serasi (Soeharto dkk, 1997 : 5). Wilayah Yogyakarta diyakini sebagai munculnya
batik kraton. Kegiatan membatik dalam kraton merupakan media untuk
mendekatkan diri kepada Tuhan Yang Maha Kuasa karena memiliki makna
filosofis dan sarat akan makna kehidupan. Batik menjadi olahraga para puteri-
puteri raja, dan batik berkaitan dengan tingkat keningratan dan kebangsawanan.
Motif yang dibuat rumit dan halus, memiliki beberapa warna kalem seperti soga,
indigo, hitam, coklat dan putih. (Wulandari, 2011 : 54). Ambar (2011 : 36)
mengatakan motif kuno kraton seperti motifbanji (abad ke-14), gringsing (abad
14), kawung diciptakan Sultan Agung (1613-1645), parangdanmotif anyaman
(nitik).Motif larangandibuat dan digunakan untuk raja, namun berbeda pada saat
ini terdapat satu motif yang tidak boleh digunakan saat berkunjung ke kraton
Yogyakarta yaitu motif parang. Motif batik yang digunakan untuk raja dan
17
keturunannya memiliki ciri khas tersendiri, sejarah munculnya motif Parangtidak
lepas dari sejarah berdirinya kerajaan Mataram Islam oleh Panembahan Senopati.
Pusat kerajaan Mataram Islam berpindah dari Demak ke Mataram, sehingga raja
sering bertapa di sepanjang pesisir pulau Jawa, antara lain Parang kusuma menuju
Dlepih Parang Gupito, menelusuri tebing Pegunungan Seribu yang tampak seperti
“pereng” atau tebing berbaris. Wilayah tersebut menjadi inspirasi raja Mataram
dalam membuat motif Parang yang kemudian digunakan untuk raja dan
keturunannya dilingkungan istana (Ambar, 2011 : 36-37).
Perselisihanyang terjadi dalam kerajaan maka oleh pihak Belanda
mengusulkan untuk membuat perjanjian Giyanti. Perjanjian Giyanti
ditandatangani pada tahun 1755, akibatnya perpecahan terjadi menjadi kraton
Surakarta dan kraton Yogyakarta (Suyami, 2008 : 24-25). Perbedaan dibuat oleh
kraton Yogyakarta untuk membedakan kedua kerajaan seperti tata adibusana
sampai batik. Kraton Surakarta mulai berkembang dengan berinovasi serta pada
motif pakem tetap bersumber pada batik kraton Yogyakarta. Ciri khas batik
Yogyakarta memiliki pola geometris besar, diperkaya dengan parang, nitik dan
berlatar dasar warna putih (bledak) (Wulandari, 2011 : 55). Perjanjian tersebut
membuat wilayah-wilayah pembatik di Yogyakarta untuk memenuhi kebutuhan
lingkungan kraton dan para bangsawan. Tradisi membuat batik dengan pewarna
alam masih berlangsung hingga kini di Galur, Kulonprogo. Motif-motif khas
Yogyakarta banyak dijumpai di wilayah Imogiri, Bantul terutama di desa
Giriloyo, Wukirsari, Bantul, Yogyakarta (Yudhoyono, 2011: 63).
18
4. Penggolongan Motif Batik
Unsur-unsur motif batik yaitu ornamen utama, ornamen tambahandan
isen-isenyang disusun akan membentuk sebuah motif.Motif yang diulang-ulang
akan membentuk sebuah pola. Motif pada seni batik dapat dikelompokkan
menjadi dua golongan yaitu motif geometris dan motif non geometris (Sewan,
1980 : 213)
a. Motifgeometris
Motif batik yang terdiri dari ornamen-ornamen yang disusun
berdasarkan unsur-unsur antara lain berupa segitiga, bintang, lingkaran, persegi
empat dan lain sebagainya. Ciri dasar pola batik geometris dibagi menjadi bagian-
bagian disebut “report”. Report berbentuk segiempat panjang atau lingkaran yaitu
golongan motif Banji, Ceplok, Kawung. Report berbentuk garis miring sehingga
membentuk belahketupat yaitu parang atau lereng (Lisbijanto, 2013 : 50-51).
Motif yang termasuk dalam golongan motif geometris;
1) Motif Banji
Motif yang berdasarkan ornamen swastika (motif kuno), yang
dibentuk serta disusun dari setiap ujung ornamen swastika kemudian dihubungkan
satu sama lain dengan gais-garis (Sewan, 1980 : 218).Motif Banji digunakan
sebagai penghias bidang pada kain yang terdiri dari motif isen-isen dan motif
pengisi lain sehingga terlihat penuh. Buku “Batik Nusantara” dari Wulandari
(2011 : 108) menjelaskan motif Banji digunakan untuk melambangkan perjuangan
melawan ketidakadilan.
2) MotifCeplok
Motif yang terdiri gambar
lingkaran, bintang, perse
disusun dalam tatanan persegi
artinya dalam Jawa “keplok”
digambarkan. Beberapa nama motif
Kesatrian, Ceplok Supit U
Gambar 9. Motif Banji Banyumas Sumber: Sewan, 1980:219
eplok
Gambar 10. Motif Ceplok Kembang CengkehSumber: Hamzuri, 1994 : 70
Motif yang terdiri gambar-gambar yang berasal dari
lingkaran, bintang, persegi panjang, jajaran genjang, atau bentuk-bentuk lain yan
disusun dalam tatanan persegi.Sewan (1980 : 221) menjelaskan
“keplok” atau “ceples” sehingga sesuai dengan
Beberapa nama motif Ceplok yaitu CeplokNogo Sari, Ceplok
Kesatrian, Ceplok Supit Urang, Ceplok Truntum,Ceplok Cokra Kusuma
19
Kembang Cengkeh
gambar yang berasal dari bentuk-bentuk
bentuk lain yang
Sewan (1980 : 221) menjelaskan motif Ceplok
sehingga sesuai dengan bentuk yang
Nogo Sari, Ceplok
usuma.
3) Motif N
Motif yang tersusun dari
sehingga menyerupai
dianggap motif asli dan tergolong motif tua. Nama
NitikRengganis, Nitik Cakar Ayam, Nitik Kembang Blimbi
(Sewan, 1980 : 224).
4) MotifKawung
Motif ini te
buah aren yang dibelah dan tersusun diagonal dua arah. Bila diperhatikan susunan
biji-bijian ini terukur.
tersusun dalam sebuah lingkaran (
melambangkan raja d
lambang pancapat.Tafsirkan lain jika pola ini menggambarkan teratai yang sedang
mekar dengan empat kelopak. Nama
besar kecilnya Kawung
a) Kawung
Kawung yang berbentuk kecil
Nitik (anyamanatautenunan)
yang tersusun dari garis-garis putus, titik-titik dan variasinya
menyerupai anyaman maka disebut juga motif anyaman
if asli dan tergolong motif tua. Nama-nama motif
Rengganis, Nitik Cakar Ayam, Nitik Kembang Blimbing, dan lain sebagainya
Gambar 11. Motif NitikCakar Ayam Sumber: Rabi’ah, 2000 : 84
awung
Motif ini terbentuk oleh susunan lingkaran atau oval
buah aren yang dibelah dan tersusun diagonal dua arah. Bila diperhatikan susunan
bijian ini terukur. Memiliki empat bentuk oval sehingga motif utama yang
tersusun dalam sebuah lingkaran (Soeharto, dkk, 1997 : 45).
melambangkan raja dengan dikelilingi empat orang patih atau juga merupakan
Tafsirkan lain jika pola ini menggambarkan teratai yang sedang
mekar dengan empat kelopak. Nama-nama dari motif Kawung
awung tersebut, seperti:
Kawung berbentuk kecil-kecil (KawungPicis).
yang berbentuk kecil-kecil menyerupai bentuk mata uang dari logam
20
titik dan variasinya
motif anyaman. Motif ini
nama motif Nitik yaitu
, dan lain sebagainya
oval diilhami dari
buah aren yang dibelah dan tersusun diagonal dua arah. Bila diperhatikan susunan
empat bentuk oval sehingga motif utama yang
1997 : 45).Motif ini
tau juga merupakan
Tafsirkan lain jika pola ini menggambarkan teratai yang sedang
didasarkan pada
). Picis adalah
mata uang dari logam
yang paling kecil. Ragam hias ini ada sejak 2000 SM dan baru dimunculkan pada
batik setelah ditemukan canting dan dinamai
b) Kawung
adalah mata uang logam
c) Kawung
(Sewan, 1980 : 226).
5) Motif Parang
Motif m
miring 45 derajad. Ragam hias khas dalam motif
disebut mlinjon. Motif yang tersusun miring tidak terdapat
Lereng. Contoh motif
motif Sekar Kopi. Motif
motif Parang Rusak Barong
(Sewan, 1980 : 227).
Ragam hias ini ada sejak 2000 SM dan baru dimunculkan pada
batik setelah ditemukan canting dan dinamai KawungPicis (Ambar, 2011 : 42).
Kawung yang berukuran agak besar disebut Kawung
adalah mata uang logam yang besarnya lebih dari Picis (Sewan, 1980 : 226).
Kawung yang lebih besar dari KawungBribil disebut
Gambar 12. Motif KawungPicis
Sumber: Ahya, 2013 : 22
arang
motif ini tersusun membentuk garis-garis sejajar dengan sudut
agam hias khas dalam motif Parang berbentuk belah ketupat
otif yang tersusun miring tidak terdapat
. Contoh motif Lerengialah motif Udan Liris, motif Pring Sedapur
otif Parang yaitu motif ParangRusak, motif Parang Kusuma
Parang Rusak Barong, motif Parang Gondosuli, dan lain sebagainya
21
Ragam hias ini ada sejak 2000 SM dan baru dimunculkan pada
(Ambar, 2011 : 42).
awungBribil. Bribil
(Sewan, 1980 : 226).
disebut KawungSen
garis sejajar dengan sudut
berbentuk belah ketupat
otif yang tersusun miring tidak terdapat mlinjon disebut
Pring Sedapur, dan
Parang Kusuma,
, dan lain sebagainya
b. Motifnon g
Motif non geometris memiliki s
dapat diukur secara pasti, dapat te
Semen, motif Lung-lungan
non geometris terdapat
pohon hayat, candi, binatang, burung, garuda, ular atau n
bidang geometris.
1) Motif
bungaan.Motif terdiri dari rangkaian bunga atau kelopak bunga, kupu
burung, atau berbagai satwa kecil sehingga memben
dan dapat dijumpai pada batik pedesaan dan batik saudagaran (Doellah, 2002 : 21)
Gambar 13. Motif ParangKusuma Sumber: Ahya, 2013 : 18
geometris
non geometris memiliki susunan motif yangtidak teratur,
dapat diukur secara pasti, dapat terjadi pengulangan seluruh motif seperti motif
lungan dan motif Buketan (Soeharto, dkk, 1997 : 45).
terdapat ornamen-ornamen yang digunakan yaitu tumbuhan,
, candi, binatang, burung, garuda, ular atau naga tidak teratur menurut
Motif Buketan, terdiriataskuncupdaun-daunansertabunga
terdiri dari rangkaian bunga atau kelopak bunga, kupu
burung, atau berbagai satwa kecil sehingga membentuk satu kesatuan yang selaras
jumpai pada batik pedesaan dan batik saudagaran (Doellah, 2002 : 21)
22
usunan motif yangtidak teratur, tidak
rjadi pengulangan seluruh motif seperti motif
, 1997 : 45). Motif
tumbuhan, meru,
aga tidak teratur menurut
daunansertabunga-
terdiri dari rangkaian bunga atau kelopak bunga, kupu-kupu,
tuk satu kesatuan yang selaras
jumpai pada batik pedesaan dan batik saudagaran (Doellah, 2002 : 21)
Motif Semenmerupakan
pakem pada ornamen
bersemi. Golongan s
terdiri dari ornamen tumbuh
motif Semen terdiri dari ornamen tumbuhan dan binatang (bunga, daun d
binatang), dan motif
atau binatang bersayap. Ragam hias utama yang menjadi ciri khas motif
yaitu meru (Sewan, 1980 : 213).
Gambar 14. Motif Buketan Sumber: Soeharto, dkk, 1997 : 72
merupakan ragam hias batik yang tersusun secara bebas dan memiliki
pakem pada ornamen-ornamennya. Kata semen berasal dari kata semi yang berarti
semen dibedakan menjadi tiga macam yaitu motif
terdiri dari ornamen tumbuh-tumbuhan saja (bunga, kuncup bunga dan daun),
terdiri dari ornamen tumbuhan dan binatang (bunga, daun d
binatang), dan motif Semen terdiri dari ornamen tumbuhan, binatang,
atau binatang bersayap. Ragam hias utama yang menjadi ciri khas motif
(Sewan, 1980 : 213).
Gambar 15. Motif SemenGurdo Sumber: Doellah, 2002 : 27
23
ragam hias batik yang tersusun secara bebas dan memiliki
berasal dari kata semi yang berarti
dibedakan menjadi tiga macam yaitu motif Semen
tumbuhan saja (bunga, kuncup bunga dan daun),
terdiri dari ornamen tumbuhan dan binatang (bunga, daun dan
terdiri dari ornamen tumbuhan, binatang, lar-laran
atau binatang bersayap. Ragam hias utama yang menjadi ciri khas motif Semen
2) Motif L
lungan ini memiliki ragam hias tidak lengkap seperti
menggunakan meru. Motif
Waluh.
5. Unsur-Unsur Motif
a. Warna batik
Batik memiliki komponen dasar yaitu warna, garis, dan titik memiliki peran
penting dalam arti simbolis dan membuat suatu batik menjadi menarik.
1) Warna
Karya desain atau karya seni dan kerajinan unsur
satu kekuatan dan kekayaan tersendiri seba
digunakan dalam batik ada dua yaitu:
(Lisbijanto, 2013 : 53).
a) Zat warna nabati
Zat warna nabati (alam) adalah zat war
atau tumbuh-tumbuhan baik secara langsung maupun tidak langsung. Agar zat
pewarna nabati (alam
pertama pada proses pewarnaan dengan mordanting. Proses mordanting yaitu
Lung-lungan, Doellah (2002 : 20) menjelaskanmotif
ini memiliki ragam hias tidak lengkap seperti semen
. MotifLung-lungan seperti motif Babon Angkrem
Gambar 16. Motif Lung-LunganGrageh WaluhSumber: Doellah, 2002 : 28
otif Batik
Batik memiliki komponen dasar yaitu warna, garis, dan titik memiliki peran
penting dalam arti simbolis dan membuat suatu batik menjadi menarik.
n atau karya seni dan kerajinan unsur warna
satu kekuatan dan kekayaan tersendiri sebagai identitas lokal. Z
digunakan dalam batik ada dua yaitu: zat warna nabati dan zat warna sintetis
sbijanto, 2013 : 53).
Zat warna nabati
Zat warna nabati (alam) adalah zat warna yang diperoleh dari alam
tumbuhan baik secara langsung maupun tidak langsung. Agar zat
alam) tidak pudar dan dapat menempel dengan baik, maka hal
pertama pada proses pewarnaan dengan mordanting. Proses mordanting yaitu
24
llah (2002 : 20) menjelaskanmotif Lung-
semen serta tidak
Babon Angkrem dan Grageh
Grageh Waluh
Batik memiliki komponen dasar yaitu warna, garis, dan titik memiliki peran
penting dalam arti simbolis dan membuat suatu batik menjadi menarik.
warna menjadi salah
gai identitas lokal. Zat warna yang
zat warna nabati dan zat warna sintetis
na yang diperoleh dari alam
tumbuhan baik secara langsung maupun tidak langsung. Agar zat
tidak pudar dan dapat menempel dengan baik, maka hal
pertama pada proses pewarnaan dengan mordanting. Proses mordanting yaitu
25
memasukkan unsur logam ke dalam serat. Bahan pewarna alam yang bisa
digunakan untuk batik dapat diambil pada tumbuhan bagian daun, buah, kulit
kayu, atau bunga. Dihasilkan warna merah dari kulit akar, warna soga dihasilkan
oleh tiga jenis tanaman yang digabungkan atau diekstrak bersama-sama antara
lain tingi, jambal, dan tegeran.Ada tiga tahap proses pewarnaan alam yang harus
dikerjakan yaitu: proses mordanting,proses pewarnaan atau pencelupan, dan
proses fiksasi (Wulandari, 2011:79).
b) Zat warna sintetis
Zat warna sintetis atau zat wana kimia mudah untuk diperoleh, stabil
dan praktis pemakaiannya. Zat warna sintetis yang banyak dipakai untuk
pewarnaan batik yaitu zat warna remasol, napthol dan indigosol. Zat warna ini
dapat dipakai secara pecelupan dan dicolet (Wulandari, 2011 :80).
2) Garis
Menurut Lisbijanto (2013 : 55) dalam buku “Batik” menjelaskan garis
merupakan goresan diatas permukaan yang memiliki arti. Motif batik memiliki
fungsi garis sebagai pembatas atau memperindah motif itu sendiri. Garis tidak
lurus tetapi garis yang memiliki ketebalan yang menyesuaikan dengan motif.
Garis menurut jenisnya dapat dibedakan menjadi garis lengkung, garis putus-
putus, garis gelombang, garis zig-zag, garis lurus, dan garis imajinatif.
3) Titik
Titik dalam batik berfungsi untuk mengisi pola yang ada atau bagian dari
isen-isen. Dibutuhkan alat bantu untuk membuat titik yang disebut dengan
canting(Lisbijanto, 2013 : 55).
26
b. Motif
Motif dan pola memiliki pengertian yang berbeda. Motif merupakansusunan
dari motif utama, motif pengisi, dan motif isian (isen). Pola batik merupakan
perulangan motik di atas kain. Ragam hias/ornamen memiliki pengertian yang
hampir serupa corak, yaitu corak hiasan berupa gambaran dari “irama” berwujud
garis atau bidang sebagai pengungkap ekspresi (Ambar, 2011 : 113). Tiga unsur
pokok dan perlu diperhatikan dalam membuat motif batik yaitu: ornamen utama,
ornamen tambahan, dan isen-isen. Tiga unsur pokok tersebut memiliki penjelasan
yang sama dengan motif utama, motif pengisi dan isian (isen) dari Dharsono Sony
Kartika untuk menganalisisestetika motif batik.
1) Ornamen utama
Ornamen utama adalah ragam hias/corak yang menentukan motif utama
dalam sebuah batik yang masing-masing mempunyai makna. Termasuk ornamen
pokok/utama ini antara lain: ornamen meru, ornamen pohon hayat, ornamen
burung, ornamen ular danornamen lidah api (Sewan, 1980 : 212).
2) Ornamen tambahan
Ornamen tambahan adalah ragam hias/corak yang tidak mempunyai arti
didalam motif melainkan pengisi atau motif selingan untuk melengkapi ornamen
utama (Sewan, 1980 : 212).
3) Isen-isen
Isen-isenadalah pengisi ornamen utama dan ornamen tambahan yang
berupa garis, titik, garis dan titikyang berukuran kecil dan rumit memerlukan
ketelitian sehingga menciptakan sebuah keindahan pada motif secara keseluruhan
(Wulandari, 2011 : 105). Motif batik klasik isen-isen menjadi unsur-unsur penentu
bentuk kehalusan hasil dan proses pembuatan khususnya yang kecil
isen memiliki nama
dapat dikelompokkan dalam dua j
dan pengisi bidang di dalam ragam hias (Soeharto
macam-macam isen-isen
bentuk kehalusan hasil dan proses pembuatan khususnya yang kecil
yang berbeda-beda sesuai bentuknya. Ragam hias
dapat dikelompokkan dalam dua jenis yaitu pengisi latar kain antara corak utama
isi bidang di dalam ragam hias (Soeharto, dkk, 1997 : 50) b
isenpada motif batik:
27
bentuk kehalusan hasil dan proses pembuatan khususnya yang kecil-kecil. Isen-
i bentuknya. Ragam hias isen-isen
antara corak utama
, 1997 : 50) berikut
31
6. Teori Estetika
Teori yang digunakan sebagai landasan dalam pengkajian tentang batik
tradisi Giriloyo, Wukirsari, Bantul, Yogyakarta adalah pendekatan berdasarkan
estetika menurut Darshono Sony Kartikayang didukung oleh pendapat estetika
dari Agus Sachari.
a. Estetika
Kebudayaan merupakan pola-pola tingkah laku dan pola-pola bertingkah laku, baik eksplisit maupun implisit yang diperoleh dan diturunkan melalui simbol, yang akhirnya mampu membentuk sesuatu yang khas dan karakteristik dari kelompok manusia, termasuk perwujudannya sebagai benda-benda ataupun materi. Tradisi dalam suatu masyarakat dapat berubah, tetapi nilai-nilai budaya yang dianggap adiluhung tetap dilestarikan. Seni tradisi klasik Jawa yang membuahkan kesenian “adiluhung” bukan kebetulan. Seperti seni batik klasik tradisional bukan muncul sebagai produk kebetulan, tetapi mengalami proses yang panjang dan berkaitan dengan sistem dialek budaya dan kekuasaan saat itu (Dharsono, 2015 : 1-2, 83).
Melestarikan dan mengembangkan seni tradisi klasik sebagai media pendidikan.
Batik dapat dikatakan seni pertunjukan sebab sarana seni yang mengandung nilai
yang kental dengan kekuatan kosmis-magis. Kekentalan kosmis-magis sebuah
kekuatan yang menjadi dasar munculnya local-genius. Digambarkan seni yang
religius menjadi seni sebagai dakwah (ajaran atau tuntunan) dan sebagai
pertunjukan (tontonan), setelah periode Islam dapat disebut seni sebagai tuntunan
dan tontonan (Dharsono, 2015 : 42-43).
Kajian batik dari sudut pandang estetika merupakan kajian makna, bentuk
visual, pola atau motif batik, dan warna. Darsono (2007 : 217-218) dalam buku
pengantar estetika menjelaskan struktur batik merupakan struktur atau prinsip
dasar penyusun batik yang terdiri dari unsur pola atau motif batik yang disusun
32
berdasarkan pola/struktur yang sudah baku. Pola terdiri dari motif utama, motif
pengisi (pelengkap), dan isian (isen).
1) Motif utama,
Merupakan unsur pokok berupa gambar-gambar dari wujud tertentu.
Motif utama merupakan unsur (elemen) pokok maka sering disebut ornamen
pokok (utama). Pada kesenian klasik, motif utama merupakan motif yang
mengandung falsafah atau ajaran (tuntunan).
2) Motif pengisi (pelengkap).
Merupakan pola berupa gambar-gambar yang dibuat untuk mengisi
bidangmotif utama ataudalam pola batik. Berbentuk lebih kecil dan tidak turut
memberikan arti atau jiwa pola tersebut, ini disebut ornamen pengisi. Fungsinya
untuk melengkapi tatasusun dalam pembuatan pola dan dan menghias pola.
3) Isian(isen)
Berfungsi untuk memperindah pola secara keseluruhan baik ornamen
pokok maupun ornamen pengisi. Isian berupa hiasan, titik-titik, garis-garis,
gabungan titik dan garis (dalam tari disebut variasi gerak). Biasanya isen dalam
seni batik mempunyai bentuk dan nama tertentu dan jumlahnya banyak
(Dharsono, 2015: 43-44).Penggambaran pola/motif pada tata susun terdapat di
daerah Indonesia dengan berbagai variasi dan ciri khas daerah masing-masing.
Menganalisis estetika bentuk seni batik merupakan sebuah tontonan dan
tuntunan dapat diperkuat pandangan estetika dari Agus Sachari jika dalam bentuk
yang terdiri dari pengulangan ragam hias/corak tersusun menjadipola, kemudian
diulang kembali dengan indah menjadi motif yang mengandung nilai
falsafahsehingga disebut motif utama sebab memiliki simbol dan makna. Peran
33
motif pendukung, isen sebagai penambah nilai keindahan sehingga terlihat
sebagai daya perkembangannya motif batik Giriloyo, Wukirsari, Bantul,
Yogyakarta.
Filsafat yang membahas esensi dari totalitas kehidupan estetik dan artistik yang sejalan dengan zaman. Estetika tidak lagi menyimak keindahan dalam pengertian konvensional, melainkan telah bergeser ke arah sebuah wacana dan fenomena. Estetika dalam karya seni modern, jika di dekati melalui pemahaman filsafat seni yang merujuk pada konsep-konsep keindahan zaman Yunani atau abad pertengahan karena estetika bukan hanya simbolisasi dan makna, melainkan juga daya (Sachari, 2002 : 3).
b. Makna
Menjelaskan jika seorang penafsir terikat empat aspek tematis dalam
menafsirkan makna. Pertama, tidak memiliki awal sebagai penafsiran makna.
Kedua, tidak memiliki pandangan yang menyeluruh untuk memahami suatu objek
dalam sementara. Ketiga, tidak ada keadaan yang mutlak membatasi karena tidak
memiliki penafsiran secara keseluruhan. Keempat, fenomena yang dilihat manusia
tidak memiliki sifat tertutup, maka terdapat peluang untuk memadukan antara
fenomena (Fitriani, 2015 : 29).
Proses pemaknaan dianggap penting dalam sebuah objek kebudayaan baik
secara subyektif maupun secara lebih luas. Makna yang terdapat pada objek-objek
budaya yang dihasilkan oleh satu generasi sebelumnya, maka karya-karya yang
dihasilkan akan hilang dalam peradaban umat manusia dikemudian hari (Fitriani,
2015 : 30). Tomy F awuy sebagai sarjana filsafat dalam keindahan, pengamat
melihat dari permasalahan yang muncul. Kondisi apresiasi estetik masyarakat
dalam memahami dan menempatkan seni yang mulai kehilangan maknanya
sehingga mempengaruhi kedangkalan apresiasi (Sachari, 2002 : 63-64).
c. Simbol
34
Estetika yang penting adalah mengupas simbolisme karena manusia bukan saja sebagai makhluk pembuat alat, melainkan juga sebagai makhluk pembuat simbol melalui bahan-bahan visual. Proses simbolisasi suatu objek estetika menjadi penting karena makna secara tajam dapat diamati pada proses penyimbolan satu fenomena atau juga penyimbolan gagas estetik (Sachari, 2002 : 14).
Cassirer mengemukakan gagasan-gagasan tentang bentuk simbolis adalah
karya estetis bukanlah semata-mata reproduksi dari realitas yang “selesai”. Seni
merupakan satu jalan ke arah pandangan objektif atas benda-benda dan kehidupan
manusia. Seni mengajarkan manusia untuk menjadikan benda-benda itu berwujud
rupa, bukan hanya konseptualisasi atau pemanfaatan tetapi menyajikan realitas
yang lebih kaya, lebih hidup, dan penuh warna-warni, sehingga wawasan estetis
menjadi lebih menukik ke dalam struktur formal realitas (Sachari, 2002 : 15-17).
Langer berusaha merumuskan teori seni yang dekat dengan hasil teori
simbol. Simbol estetis bukan suatu struktur atau konstruksi melainkan suatu kreasi
utuh. Simbol tersebut memiliki makna tersendiri, tidak hanya menjadi unsur-unsur
tunggal, tersusun dalam prinsip yang bersifat tidak teratur. “Susunan” secara
umum memiliki “makna”, tetapi sebuah keteraturan tidak memiliki “makna”.
Simbol estetika adalah satu atau utuh dalam menyampaikan pesan untuk diresapi
dimana di dalamnya terdapat nilai-nilai yang hendak dikomunikasikan dan dapat
dimengerti (Sachari, 2002 : 18-19).
Hubungan erat dengan kepercayaan dan timbal balik antara simbol yang
dipilih dengan benda yang disimbolkan terdapat dalam simbol. Bahasa Yunani
menjelaskan simbol yaitu “simbolis” berarti “ciri”, “tanda”, sedangkan “lambang”
merupakan suatu hal yag mengandung arti tertentu dan tersembunyi sama halnya
dengan lampu merah sebagai tanda berhenti dan lain-lain.
35
d. Daya (pemberdayaan)
Daya berkaitan dengan pemberdayaan. Pemberdayaan memiliki
keterkaitan dengan upaya untuk mengimbangi kedayaan yang mengancam atau
mendominasi suatu kegiatan yang mengalami hambatan untuk berkembang
(Sachari, 2002 : 84). Beberapa ilmuan memaparkan daya (pemberdayaan), Robert
Dahl berpendapat bahwa pemberdayaan merupakan kekayaan yang
mempengaruhi perilaku lain untuk bertindak sesuai kehendak pembuatnya.
Pemberdayaan dinilai sebagai usaha memberi “daya” terhadap objek tersebut
(Sachari, 2002 : 90).
Pergeseran nilai pemberdayaan merupakan upaya untuk mengubah
ekonomi maupun lingkungan sekitar daerah tersebut dengan cara yang khusus,
berdasarkan bakat seseorang, kedayaan pribadi, maupun kedayaan cinta. Daya
berpengaruh terhadap simbol dan makna. Dibutuhkan daya dalam proses
perwujudan dari makna ke simbol agar dapat dikomunikasikan dengan baik.
Begitu juga ketika mencoba menafsirkan simbol-simbol untuk mengetahui makna
(Sachari, 2002 : 91).
36
B. Kerangka Pikir
Model kerangka pikir / alur pikiran
Bagan 1. Kerangka Pikir / Alur Pikiran
Estetika Batik Tradisi di desa Giriloyo,
Wukirsari, Bantul, Yogyakarta
Batik Keraton Yogyakarta
Batik Tradisi Giriloyo
Tuntunan Tontonan
Motif Pengisi Isian (Isen) Motif Utama:
Simbol dan
Makna
Daya
37
Pemahaman dasar dalam permasalahan yang akan diteliti dan teori atau
pendekatan yang akan dipakai untuk mengkaji penelitian. Penulis mempelajari
tentang batik kratonYogyakarta untuk memahami hubungan batik tradisi Giriloyo
dengan kraton Yogyakarta. Hubungan tersebut memunculkan batik tradisi
Giriloyo yang secara turun temurun dibuat hingga saat ini, serta proses membatik
tetap menggunakan malam dan cantingtidak terpengaruh oleh perindustian batik
lain yang menggunakan printing untuk membuat batik. Penulis menggali
informasi untuk memperkuat dari beberapa buku-buku yang bersangkutan dengan
obyek dan juga bisa dilakukan dengan observasi, wawancara, rekaman saat
wawancara dengan para pelaku sejarah atau dengan siapapun yang masih ada
hubungan dengan obyek penelitian.Data-data tentang batik-batik tradisi di
Giriloyo sesuai jenis kelompok motif batik yang dijadikan sebagai dasar penulis
untuk menggungkapkan sisi keindahannya dengan pendekatan estetika.
Penulis menggunakan pendekatan estetika sebab seni motif tradisional
terdapat simbol-simbol dan makna yang dibuat dengan adanya keinginan untuk
menyampaikan pesan-pesan. Peneliti mengkaji menurut Dharsono Sony Kartika
dalam estetika batik meliputi tontonan berupa visual pada motif utama, motif
pengisi dan isian(isen) dari sebuah motif batik. Tuntunan berupa filosofi pada
motif utama yang terkait oleh estetika Agus Sachari dari simbol, makna dan daya.
Tuntunan berkaitan dengan simbol dan makna berupa wujud bentuk motif utama
dan warna mengandung harapan yang akan disampaikan. Terlihat juga sebuah
daya berasal dari pengaruh kondisi sosial masyarakat agar melakukan
pengembangan melestarikan sebuah tradisi membatik yang sudah dilakukan turun
temurun.