Upload
dinhkiet
View
271
Download
0
Embed Size (px)
Citation preview
BAB II
KAJIAN TEORI
2.1 Pengertian Situs Sejarah
Situs memiliki berbagai pengertian yang berbeda karena selain dalam dunia
computer dan internet, didalam dunia sejarah juga terdapat istilah situs. Bila dalam dunia
computer dan internet situs merupakan website, sebuah alamat yang bisa kita kunjungi
dan berisi informasi tertentu tentang pemilik website, maka kata situs dalam dunia sejarah
berhubungan dengan tempat atau area atau wilayah.
Menurut William Haviland (dalam Warsito 2012 : 25) mengatakan bahwa
“tempat-tempat dimana ditemukan peninggalan-peninggalan arkeologi di
kediaman makhluk manusia pada zaman dahulu dikenal dengan nama situs.
Situs biasanya ditentukan berdasarkan survey suatu daerah”.
Lebih lanjut William Haviland (dalam Warsito 2012 : 25) juga mengatakan bahwa
“ artefak/artefac adalah sisa-sisa alat bekas suatu kebudayaan zaman prehistori yang
digali dari dalam lapisan bumi. Artefak ialah objek yang dibentuk atau diubah oleh
manusia”.
Berdasarkan penjelasan diatas, dapat disimpulkan bahwa Situs diketahui karena
adanya artefak. Ahli arkeologi mempelajari peninggalan-peninggalan yang berupa benda
untuk menggambarkan dan menerangkan perilaku manusia. Jadi situs sejarah adalah
tempat dimana terdapat informasi tentang peninggalan-peninggalan bersejarah. Salah satu
contoh situs sejarah adalah rumah adat.
2.2 Rumah Adat Sebagai Situs Sejarah
Rumah adat merupakan bangunan rumah yang mencirikan atau khas bangunan
suatu daerah. Di Indonesia Rumah Adat adalah salah satu yang melambangkan
kebudayaan dan ciri khas masyarakat setempat. Indonesia dikenal sebagai Negara yang
memiliki keragaman dan kekayaan budaya. Rumah adat merupakan salah satu ciri khas
suatu daerah untuk melambangkan budayanya, agar dapat membedakan antara budaya
daerah tersebut dengan budaya daerah yang lain.
Seperti yang dikemukakan oleh T.O Ihromi (dalam Warsito 2012 : 25) yakni
budaya yang mencoba memahami azas-azas manusia, dengan mempelajari kebudayaan-
kebudayaan dalam kehidupan masyarakat dari sebanyak mungkin suku bangsa yang
tersebar di seluruh muka bumi”.
Warsito (2012: 25) mengatakan bahwa “ bahan penelitian ilmu prehistori
adalah bekas-bekas kebudayaan yang berupa benda-benda dan alat-alat, atau
artefak-artefak yang tersimpan dalam lapisan bumi. Artefak ialah objek yang
dibentuk atau diubah oleh manusia seperti kepingan batu api, mangkok tanah,
atau bahkan rumah”.
Berbagai peninggalan-peninggalan sejarah yang ada di wilayah tertentu, tentunya
menjadi kebanggaan bagi masyarakat daerah tersebut sekaligus menjadi langkah nyata
dalam melestarikan Situs Budaya daerah sehingga masyarakat pada akhirnya akan
mengetahui sejarah daerahnya sekaligus menumbuhkan rasa memiliki dan menjaga
peninggalan sejarah tersebut , dan pada akhirnya akan merasakan imbas dari kekayaan
dan keragaman daerahnya dengan berkembangnya kemajuan sector pariwisata sehingga
akan menggerakkan sector ekonomi kreatif masyarakat.
2.3 Teori Adat
Adat-Istiadat merupakan kebiasaan suatu kelompok dalam mempertahankan
budaya-budaya di daerah tertentu, dimana adat-istiadat secara khusus terdiri dari nilai-
nilai budaya, pandangan hidup, cita-cita , norma-norma dan hukum. Dalam adat-istiadat
di suatu kelompok harus ada sistem nilai budaya. Sistem nilai budaya merupakan tingkat
yang paling tinggi dan paling abstrak dari adat-istiadat. Hal itu disebabkan karena nilai-
nilai budaya itu merupakan konsep-konsep mengenai apa yang hidup dalam alam pikiran
sebagian besar dari warga sesuatu masyarakat mengenai apa yang mereka anggap
bernilai, berharga, dan penting dalam hidup.
Menurut Koentjaraningrat (2000 : 190 ) tentang kedudukan Adat dalam
konsepsi kebudayaan menurut tafsirannya “ Adat merupakan perwujudan ideal
dari kebudayaan. Ia menyebut adat selengkapnya sebagai adat tata kelakuan”.
Koentjaraningrat membagi Adat atas empat tingkat, yaitu:
1. Tingkat Nilai Budaya,
2. Tingkat Norma-Norma,
3. Tingkat Hukum, dan
4. Tingkat Aturan Khusus.
Adat yang berada pada tingkat nilai budaya bersifat sangat abstrak, ia merupakan
ide-ide yang mengkonsesikan hal-hal yang paling bernilai dalam kehidupan suatu
masyarakat. Seperti nilai gotong royong dalam masyarakat Indonesia. Adat pada tingkat
norma-norma merupakan nilai-nilai budaya yang telah terkait kepada peran-peran tertentu
(roles), peran sebagai pemimpin, peran sebagai mama, peran sebagai guru membawakan
sejumlah norma yang menjadi pedoman bagi kelakuannya dalam hal memainkan
peranannya dan berbagai kedudukan tersebut. Selanjutnya adat pada tingkat aturan-aturan
yang mengatur kegiatan khusus yang jelas terbatas ruang lingkupnya pada sopan santun.
Akhirnya adat pada tingkat hukum terdiri dari hukum tertulis dan hukum adat yang tidak
tertulis.
Dari uraian-uraian di atas ada beberapa hal yang dapat disimpulkan, bahwa
kebudayaan merupakan hasil dari budi-daya atau akal manusia, baik yang berwujud moril
maupun materil. Di samping itu, adat sendiri dimaksudkan dalam konsep kebudayaan
dengan kata lain adat berada dalam kebudayaan atau bagian dari kebudayaan.
Walaupun nilai-nilai budaya berfungsi sebagai pedoman hidup manusia dalam
masyarakat, tetapi sebagai konsep, suatu nilai budaya itu bersifat sangat umum,
mempunyai ruang lingkup yang sangat luas, dan biasanya sulit diterangkan secara
rasional dan nyata. Namun, sifatnya yang umum, luas dan tak konkret itu, maka nilai-
nilai budaya dalam suatu kebudayaan berada dalam daerah emosional dari alam jiwa para
individu yang menjadi warga dari kebudayaan yang bersangkutan. Kecuali, para individu
itu sejak kecil telah diresapi dengan nilai-nilai budaya yang hidup dalam masyarakatnya,
sehingga konsep-konsep itu sejak lama telah berakar dalam alam jiwa mereka. Itulah
sebabnya nilai-nilai budaya dalam suatu kebudayaan tak dapat diganti dengan nilai-nilai
budaya yang lain dalam waktu yang singkat, dengan cara mendiskusikannya secara
rasional.
Dalam tiap masyarakat, baik yang kompleks maupun yang sederhana, ada
sejumlah nilai budaya yang satu dengan lain berkaitan hingga merupakan suatu sistem,
dan sistem itu sebagai pedoman dari konsep-konsep ideal dalam kebudayaan memberi
pendorong yang kuat terhadap arah kehidupan warga masyarakatnya. Kebudayaan dan
manusia tidak bisa dipisahkan karena kebudayaan dan manusia saling berkaitan antara
satu dengan yang lain karena keberadaan budaya merupakan hasil dari karya manusia.
2.4 Nilai Rumah Adat
Bangsa Indonesia kaya dengan keanekaragaman suku bangsa yang tersebar dari
sabang sampai merauke. Masing-masing suku memiliki keunikan kesenian, baik dalam
bidang seni tari, seni kerajinan hingga arsitektur rumah adat. Hampir seluruh suku bangsa
di Nusantara mempunyai bangunan hunian yang khas, seperti konstruksi Joglo di Jawa
Tengah, Rumah Gadang di Minangkabau, dan Ruma Bolon di Samosir. Dilihat dari
bentuknya, hampir semua rumah adat ini memiliki ragam hias atau ornamen yang
menghiasi sebagian bahkan seluruh permukaan dinding dan tiang bangunan. Terpesona
oleh keindahan bangunan tradisional tersebut, seringkali orang luput menyadari adanya
pesan yang disampaikan lewat motif-motif ornamen bangunan itu. Luputnya pengamatan
ini, tak jarang berakibat pada luputnya kesadaran bahwa keindahan aneka jenis motif
ornament tersebut mengandung nilai-nilai pendidikan dan nilai estetika yang mampu
mencerminkan pandangan hidup masyarakat pemiliknya.
Menurut Max Scheler (dalam Kattsoff Louis, 1992:378) menggunakan
pendekatan fenomenologi guna mengungkap esensi nilai, yaitu cara berfilsafat
mengungkap dan menangkap nilai secara intuitif, berhadapan langsung. Nilai
merupakan dasar apriori dari emosi objek intensional perasaan. Meskipun
pikiran terbuka terhadapnya, namun nilai tersebut secara langsung diberikan
pada intensional perasaan sebagaimana warna diberikan pada penglihatan.
Menurut Frondizi, dalam bukunya What Is Value (1963:5) Nilai tidak
tergantung pada kualitas objek seperti lukisan, patung misalnya, dan juga tidak
tergantung pada reaksi kita terhadap kualitas tersebut. Nilai tidak berubah
ketika pembawanya berubah. Nilai cinta tidak akan sirna ketika sepasang
pemuda putus cinta. Nilai estetis tidak direduksi dari benda estetis, sebab nilai
estetis sudah ada terlebih dahulu dari pada barang yang indah. Keindahan,
misalnya tidak ada oleh dirinya sendiri, seolah-olah mengawang di udara,
namun ia mewujud di dalam objek fisik: baju, batu, tubuh manusia dan
sebagainya.
Berdasarkan penjelasan di atas, maka kesimpulannya nilai mengacu pada apa atau
sesuatu yang oleh manusia dan masyarakat dipandang sebagai yang paling berharga. Nilai
filosofis rumah adat yang terkandung didalam arsitektur rumah adat tradisisonal pada
umumnya untuk menghormati alam sekelilingnya dan melestrarikan budaya-budaya asli
yang ada didaerah tertentu. Selain itu, dapat dilihat dari motif rumah adat, ornamennya
mempunyai aneka ragam bentuk yang indah, unik, menarik, dan sarat akan makna.
Dengan adanya nilai-nilai lambang atau symbol yang hadir pada rumah adat dalam
bentuk motif ornemen ini, menjadikan adanya suatu kepercayaan bagi masyarakat untuk
tidak boleh sembarangan menghadirkan atau memakai motif-motif ornament tertentu
pada rumah adat, dan perabotannya.
Para pencipta ragam hias pada zaman dahulu ternyata tidak hanya menciptakan
sesuatu yang indah dipandang mata, selain berfungsi sebagai penolak bala bagi
penghuninya, ornament ini juga mengandung pesan, harapan yang tulus dan luhur, serta
menggambarkan tingkat sosial pemiliknya dan memiliki makna dan nilai tersendiri bagi
penghuni rumah adat maupun masyarakat yang ada di daerah tersebut.
2.5 Nilai Historis/Sejarah
Berbicara tentang nilai Historis atau nilai sejarah, terlebih dahulu kita harus
mengetahui tentang sejarah itu sendiri. Istilah Sejarah berarti peristiwa, kejadian atau apa
yang telah terjadi di masa lampau. Lebih dari itu sejarah selalu berarti sejarah manusia.
Peristiwa atau kejadian alam di masa lampau seperti proses terjadinya bumi tidak
termasuk pengertian sejarah. Pengertian sejarah sebagai peristiwa ini menyangkut makna
dasar dari istilah sejarah. Dengan demikian makna dasar sejarah adalah peristiwa,
kejadian, aktivitas manusia yang telah terjadi di masa lampau.
Menurut R.G Collingwood (dalam Daliman 2012 : 2) mengatakan “sejarah
sebagai kisah atau rerum gestarum(kisah dari peristiwa yang telah terjadi).
Sejarah sebagai kisah adalah sejarah dalam pengertian subjektif. Sejarah
sebagai kisah adalah rekaan hasil rekonstruksi manusia”.
Serupa dengan Bertens (dalam Daliman 2012 : 2) mengatakan bahwa “ sejarah
sebagai kisah ini sebagai sejarah yang dicatat atau sejarah yang tersurat”.
Dalam pengertian sejarah di atas, ada batasan yang menjadi pedoman tentang
makna sejarah. Bahwa sejarah adalah sebuah peristiwa yang pernah terjadi dimasa lalu,
dimana rangkaian peristiwa tersebut disusun berdasarkan urutan waktu, proses kejadian
serta disertai keterangan tempat dimana sebuah kejadian terjadi. Hal inilah yang menjadi
sebuah pembeda antara pengertian dari sejarah dan kisah fiksi. Sebab, kisah sejarah
merupakan sebuah kondisi nyata yang sudah pernah dialami oleh seseorang dimasa lalu
pada suatu waktu. Sementara, fiksi hanyalah sebuah kisah yang berisi imajinasi dari sang
penulisnya. Dan kisah yang ada dalam fiksi bisa jadi bukan merupakan kisah nyata. Kisah
sejarah ini bisa menjadi penghias kisah fiksi.
Sebagai contoh, guru sejarah yang mampu berkisah tentang peristiwa yang harus
diketahui oleh siswanya akan menjadi guru yang dinanti. Sejarah yang dikisahkan itu
akan berbumbu. Bumbu nan sedap inilah yang membuat kisah sejarah menjadi suatu
rangkaian indah urutan kejadian yang akan dikenal dan diambil pelajarannya.
Pelajaran dan pengertian sejarah sudah diberikan kepada seseorang sejak duduk
dibangku sekolah dasar. Hal ini karena dalam pelajaran sejarah, terdapat nilai penting
yang bermanfaat dalam menentukan pemahaman dan pola piker seseorang. Beberapa
nilai penting tentang mempelajari sejarah diantaranya adalah dengan sejarah, kita bisa
memiliki gambaran dan pengetahuan tentang proses kehidupan yang terjadi dimasa lalu
termasuk pada masa purba.
Dalam sejarah, seseorang bisa mendapatkan pemahaman dan ilmu pengetahuan
tentang perilaku manusia dimasa lalu. Kehidupan masa lampau itu sebagai bekal untuk
menghadapi kehidupan dimasa akan datang. Sebab dengan belajar dari sejarah, seseorang
akan bisa memiliki media untuk mencapai kehidupan yang lebih baik dimasa depan.
2.6 Nilai Budaya
Nilai-nilai budaya merupakan nilai- nilai yang disepakati dan tertanam dalam
suatu masyarakat, lingkup organisasi, lingkungan masyarakat, yang mengakar pada suatu
kebiasaan, kepercayaan (believe), simbol-simbol, dengan karakteristik tertentu yang dapat
dibedakan satu dan lainnya sebagai acuan prilaku dan tanggapan atas apa yang akan
terjadi atau sedang terjadi. Nilai-nilai budaya akan tampak pada simbol-simbol, slogan,
moto, visi misi, atau sesuatu yang nampak sebagai acuan pokok moto suatu lingkungan
atau organisasi.
Suatu nilai apabila sudah membudaya didalam diri seseorang, maka nilai itu akan
dijadikan sebagai pedoman atau petunjuk di dalam bertingkahlaku. Hal ini dapat dilihat
dalam kehidupan sehari – hari, misalnya budaya gotong royong, budaya malas, dan lain –
lain. Jadi, secara universal, nilai itu merupakan pendorong bagi seseorang dalam
mencapai tujuan tertentu.
Menurut Theodorson dalam Warsito (2012 : 98) mengemukakan bahwa nilai
merupakan sesuatu yang abstrak, yang dijadikan pedoman serta prinsip –
prinsip umum dalam bertindak dan bertingkah laku.Keterikatan orang atau
kelompok terhadap nilai menurut Theodorson relatif sangat kuat dan bahkan
bersifat emosional. Oleh sebab itu, nilai dapat dilihat sebagai tujuan kehidupan
manusia itu sendiri.
Sedangkan yang dimaksud dengan nilai budaya itu sendiri menurut beberapa ahli
yakni :
Menurut Koentjaraningrat (dalam warsito 2012 : 99) lain adalah nilai budaya
terdiri dari konsepsi – konsepsi yang hidup dalam alam fikiran sebahagian
besar warga masyarakat mengenai hal – hal yang mereka anggap amat mulia.
Sistem nilai yang ada dalam suatu masyarakat dijadikan orientasi dan rujukan
dalam bertindak. Oleh karena itu, nilai budaya yang dimiliki seseorang
mempengaruhinya dalam menentukan alternatif, cara – cara, alat – alat, dan
tujuan – tujuan pembuatan yang tersedia.
Clyde Kluckhohn (dalam warsito 2012 : 99 ) mendefinisikan nilai budaya sebagai
konsepsi umum yang terorganisasi, yang mempengaruhi perilaku yang berhubungan
dengan alam, kedudukan manusia dalam alam, hubungan orang dengan orang dan
tentang hal – hal yang diingini dan tidak diingini yang mungkin bertalian dengan
hubungan orang dengan lingkungan dan sesama manusia.
Sementara itu Sumaatmadja (dalam koentjaraningrat 2000: 180) mengatakan
bahwa “pada perkembangan, pengembangan, penerapan budaya dalam kehidupan,
berkembang pula nilai – nilai yang melekat di masyarakat yang mengatur keserasian,
keselarasan, serta keseimbangan. Nilai tersebut dikonsepsikan sebagai nilai budaya”.
Berdasarkan penjelasan di atas maka dapat dikatakan bahwa setiap individu dalam
melaksanakan aktifitas sosialnya selalu berdasarkan serta berpedoman kepada nilai – nilai
atau system nilai yang ada dan hidup dalam masyarakat itu sendiri. Artinya nilai – nilai
itu sangat banyak mempengaruhi tindakan dan perilaku manusia, baik secara individual,
kelompok atau masyarakat secara keseluruhan tentang baik buruk, benar salah, patut atau
tidak patut. Nilai budaya adalah suatu bentuk konsepsi umum yang dijadikan pedoman
dan petunjuk di dalam bertingkah laku baik secara individual, kelompok atau masyarakat
secara keseluruhan tentang baik buruk, benar salah, patut atau tidak patut.
2.7 Makna Seni
Seni adalah suatu nilai hakiki yang tak bisa dipisahkan dari kehidupan manusia.
sejak muncul dalam waktu, manusia telah menampilkan diri sebagai seorang artis. Dan
seluruh sejarah kebudayaan manusia pun ditandai dengan gerak dinamika jiwa seni
manusia sebagaiman terungkap dalam pelbagai raganm seni.
Memang sulit memisahkan permulaan kesenia dengan permulaan kebudayaan
manusia, karena aktivitas sosial pada hakikatnya bersifat artistik, yakni pembentukkan
lingkungan material menjadi lingkungan yang manusiawi berkat ketrampilan dan
kreativitas manusia. manusia pernah didefinisikan sebagai a tool-using animal, binatang
yang menggunakan alat. Namun alat itu sejak mulanya lebih merupakan alat sang artis
daripada alat seorang pekerja.
Seni merupakan segi batin masyarakat, yang juga berfungsi sebagai jembatan
penghubung antar kebudayaan yang berlainan coraknya. Seni berperan sebagai jalan
untuk memahami kebudayaan suatu masyarakat. Dengan menonton wayang, misalnya
orang bisa mengenal esensi kebudayaan jawa ataupun kebudayaan-kebudayaan lainnya
yang juga memiliki unsure seni wayang. Ataupun melaui candi Borobudur orang dapat
berkontak dengan denyut nadi kehidupan kebudayaan budhis.
Pokoknya, seni atau tepatnya karya-karya seni, seperti candi, rumah adat, music,
drama, tari dan sebagainya itu mencerminkan dinamika jiwa suatu masyarakat. Maka
menghargai dan memahami seni adalah penting. Memahami seni suatu masyarakat berarti
memahami aktivitas vital masyarakat yang bersangkutan dalam momennya yang paling
dalam dan kreatif.
Menurut Christopher Dawson dalam (Rafael 2007: 104-105), Seni merupakan
salah satu elemen aktif-kreatif dinamis yang mempunyai pengaruh langsung
atas pembentukkan kepribadian suatu masyarakat. Seni merupakan salah satu
unsur spiritual kebudayaan. Sebagai unsur spiritual, seni merupakan suatu
energi pendorong perkembangan masyarakat dan kebudayaannya.
Berdasarkan penjelasan di atas, patutlah dunia seni dibebaskan dari pelbagai
intervensi yang ditunggang oleh kekuasaan politis atau kepentingan lainnya dari kalangan
tertentu. Dunia seni haruslah merupakan dunia yang otonom dan bebas. Suatu karya
artistik selalu bersifat sosial. Kehadiran suatu karya seni selalu mengandaikan kehadiran
suatu masyarakat yang berjiwa kreatif, dinamis, dan agung. Setiap kebudayaan memiliki
ekspresi-ekspresi artistik. Itu tidak berarti bahwa semua bentuk seni dikembangkan dalam
setiap kebudayaan. Bagaimanapun kebutuhan akan ekspresi estetis berkaitan dengan
karakteristik-karakteristik dasar masing-masing masyarakat. Tidak ada masyarakat-
bangsa yang memiliki karakteristik-karakteristik dasar yang sama. Karena itu, setiap
bangsa meiliki ekspresi-ekspresi estetis yang khas. Apa yang disebut universalitas seni
tidak terletak pada corak dan bentuk ekspresi seni, melainkan pada kenyataan bahwa
ekspresi seni itu terdapat di setiap kebudayaan.
2.8 Fungsi rumah adat
Rumah adat merupakan bangunan rumah yang mencirikan atau khas bangunan
suatu daerah. Di Indonesia yang melambangkan kebudayaan dan ciri khas masyarakat
setempat. Indonesia dikenal sebagai Negara yang memiliki keragaman dan kekayaan
budaya, beraneka ragam bahasa dan suku dari sabang sampai merauke sehingga
Indonesia memiliki banyak koleksi rumah adat.
Rumah adat adalah kelengkapan yang digunakan oleh masyarakat adat tertentu
dengan tujuan untuk memenuhi kebutuhan papan, serta kebutuhan adat ditiap daerah.
Kebutuhan papan disini adalah kebutuhan tempat tinggal yang berfungsi untuk
melindungi masyarakat adat dari berbagai situasi cuaca dan lingkungan sekitar,
sedangkan yang dimaksud dengan kebutuhan adat ialah kebutuhan masyarakat adat dalam
mengangkat nilai-nilai primordial atau nilai dasar budaya di daerah tempat tinggal
mereka.
Menurut M.E Spiro (dalam koentjaraningrat 2000: 212) mengatakan bahwa “
dalam karya ilmiah ada cara pemakaian fungsi yakni pemakaian yang
menerangkan fungsi itu sebagai hubungan guna antara sesuatu hal dengan
sesuatu tujuan yang tertentu. Misalanya Rumah adat berfungsi sebagai
pelengkap suatu kebudayaan tertentu yang mengungkapkan nilai-nilai budaya
serta aspek lain yang berhubungan dengan kebudayaan daerah adat tersebut.
Berdasarkan teori di atas maka dapat disimpulkan bahwa, Rumah Adat memiliki
fungsi batiniah yang mengungkapkan nilai-nilai budaya, serta aspek-aspek lain yang
berhubungan dengan kebudayaan suatu daerah adat. Hingga saat ini masih banyak suku
atau daerah-daerah di Indonesia yang masih mempertahankan rumah adat sebagai usaha
untuk memelihara nilai-nilai budaya yang kian tergeser oleh budaya modernisasi.
Biasanya rumah adat tertentu dijadikan sebagai aula (tempat pertemuan), museum atau
dibiarkan begitu saja sebagai objek wisata.
2.9 Pengertian Dinamika Kebudayaan
Penjelasan sebelumnya sudah dijabarkan tentang nilai-nilai adat, nilai
historis/sejarah, nilai budaya dan nilai seni dalam kebudayaan. Maka dalam kebudayaan
itu sendiri tidak luput dari tindakan/ perilaku manusia. Manusia dan kebudayaan
merupakan kesatuan yang tidak dapat dipisahkan, karena manusia adalah pendukung
keberadaan suatu kebudayaan. Kebudayaan pada suatu masyarakat harus senantiasa
memiliki fungsi yang dapat menunjang pemenuhan kebutuhan bagi para anggota
pendukung kebudayaan. Kebudayaan harus dapat menjamin kelestarian kehidupan
biologis, memelihara ketertiban, serta memberikan motivasi kepada para pendukungnya
agar dapat terus bertahan hidup dan melakukan kegiatan-kegiatan untuk kelangsungan
hidup.
Tidak ada kebudayaan yang bersifat statis. Setiap individu, dan setiap generasi
melakukan penyesuaian-penyesuaian dengan semua desain kehidupan sesuai dengan
kepribadian mereka dan sesuai dengan tuntutan zamannya. Terkadang diperlukan banyak
penyesuaian, dan banyak tradisi masa lampau ditinggalkan, karena tidak sesuai dengan
tuntutan zaman baru. Generasi baru tidak hanya mewariskan suatu edisi kebudayaan baru,
melainkan suatu versi kebudayaan yang direvisi.
Kebudayaan pun mengalami perubahan. Perubahan tersebut disebabkan oleh
beberapa faktor. Pertama, perubahan yang disebabkan oleh perubahan dalam lingkungtan
alam, misalnya perubahan iklim, kekurangan bahan makanan atau bahan bakar, atau
berkurangnya jumlah penduduk. Semua ini memaksa orang untuk beradaptasi. Mereka
tidak dapat mempertahankan cara hidup lama, tetapi harus menyesuaikan diri dengan
situasi dan tantangan baru.
Kedua, perubahan disebabkan oleh adanya kontak dengan suatu kelompok
masyarakat yang memiliki norma-norma, nilai-nilai, dan teknologi yang berbeda. Kontak
budaya bisa terjadi secara damai, bisa juga tidak, bisa dengan suka rela, bisa juga dengan
terpaksa, bisa bersifat timbal-balik ( hubungan perdagangan atau program pertukaran
pelajar dan mahasiswa), bisa juga secara sepihak (invasi militer).
Ketiga, perubahan yang terjadi karena, discovery (penemuan) dan invention
(penciptaan bentuk baru).
Menurut Parsudi Suparlan (dalam Rafael 2007 : 51). Discovery adalah suatu
bentuk penemuan baru yang berupa persepsi mengenai hakikat suatu gejala
atau hakikat hubungan antara dua gejala atau lebih Discovery biasanya
membuka pengetahuan baru tentang sesuatu yang pada dasarnya sudah ada.
Misalnya, penemuan bahwa buakan matahari yang berputar mengelilingi bumi,
melainkan bumilah yang mengelilingi matahari membawa perubahan besar
dalam pemahaman manusia tentang alam semesta. Invention adalah penciptaan
bentuk baru dengan mengkombinasikan kembali pengetahuan dan materi-
materi yang ada. Misalnya penciptaan mesin uap, pesawat terbang, satelit dan
sebagainya.
Keempat, perubahan yang terjadi karena suatu masyarakat atau suatu bangsa
mengadopsi beberapa elemen kebudayaan material yang telah dikembangkan oleh
bangsa lain di tempat lain. Pengadopsian elemen-elemen kebudayaan yang
bersangkutan dimungkinkan oleh apa yang disebut difusi, yakni proses persebaran
unsur-unsur kebudayaan dari masyarakat yang satu ke masyarakat lainnya melalui
difusi, misalnya teknologi computer yang dikembangkan oleh bangsa barat diadopsi
oleh pelbagai bangsa di dunia. Gejala ini menunjukkan adanya interdependensi erat
antara kebudayaan yang satu dengan kebudayaan lain. Pengadopsian semacam ini
membawa perubahan-perubahan sosial secara mendasar, karena elemen kebudayaan
material semacam computer, mobil, televisi, dan sebagainya itu bisa mengubah seluruh
sistem organisasi sosial.
Kelima, perubahan yang terjadi karena suatu bangsa memodifikasi cara hidupnya
dengan mengadopsi suatu pengetahuan atau kepercayaan baru, atau karena perubahan
dalam pandangan hidup dan konsepsinya tentang realitas. Perubahan ini biasanya
berkaitan dengan munculnya pemikiran ataupun konsep baru dalam bidang filsafat, ilmu
pengetahuan, dan agama. Kebudayaan dan peradaban bangsa-bangsa modern pun
dibentuk langsung oleh ilmu modern. Begitu pula munculnya suatu agama membawa
perubahan dalam seluruh karakter suatu kebudayaan, sebagaimana tampak dalam
transformasi peradaban kuno oleh agama Kristen, dan transformasi masyarakat arab
oleh agama islam. Dalam contoh tersebut para nabi dan reformator religius memiliki
suatu pandangan baru tentang realitas kehidupan.
Berikut ini beberapa pendapat para ahli tentang definisi kebudayaan yakni:
Sir Edward B. Tylor (dalam Rafael Raga Maran 2007: 26) Tylor menggunakan
kata kebudayaan untuk menunjuk “keseluruhan kompleks dari ide dan segala
sesuatu yang dihasilkan manusia dalam pengalaman historisnya”. Termasuk di
sini ialah’ pengetahuan, kepercayaan, seni, moral, hukum, kebiasaan dan
kemampuan serta perilaku lainnya yang diperoleh manusia sebagai anggota
masyarakat”
Robert H. Lowie (dalam Rafael Raga Maran 2007: 26) kebudayaan adalah
segala sesuatu yang diperoleh individu dari masyarakat, mencakup
kepercayaan, adat-istiadat, norma-norma artistik, kebiasaan makan keahlian
yang diperoleh bukan karena kreativitasnya sendiri melainkan merupakan
warisan masa lampau yang didapat melalui pendidikan formal atau informal.
Clyde Kluckhohn (dalam Rafael Raga Maran 2007: 26) mendefinisikan
“kebudayaan sebagai total dari cara hidup suatu bangsa, warisan sosial yang diperoleh
individu dari grupnya”
Gillin (dalam Rafael Raga Maran 2007: 26) beranggapan bahwa “kebudayaan
terdiri dari kebiasaan-kebiasaan yang terpola dan secara fungsional saling bertautan
dengan individu tertentu yang berbentuk grup-grup atau kategori sosial tertentu”.
Keesing (dalam Rafael Raga Maran 2007: 26) mengemukakan kebudayaan
adalah “totalitas pengetahuan manusia, pengalaman yang terakumulasi dan
yang ditransmisikan secara sosial”, atau singkatnya, “Kebudayaan adalah
tingkah laku yang diperoleh melalui proses sosialisasi”.
Koentjaraningrat (dalam Rafael Raga Maran 2007: 26) “kebudayaan adalah
keseluruhan sistem gagasan, tindakan, dan hasil karya manusia dalam rangka kehidupan
masyarakat yang dijadikan milik diri manusia dengan belajar”.
Parsudi Suparlan (dalam Atang Abd. Hakim dan Jaih Mubarok 2000: 28)
menjelaskan bahwa kebudayaan adalah serangkaian aturan-aturan, petunjuk-
petunjuk, resep-resep, rencana-rencana, dan strategi-strategi yang terdiri atas
serangkaian model-model kognitif yang dimiliki manusia, dan yang
digunakannya secara selektif dalam menghadapi lingkungannya sebagaimana
terwujud dalam tingkah laku dan tindakan-tindakannya.
Menurut Soerjono Soekanto dalam Atang Abd. Hakim dan Jaih Mubarok 2000:
29) Rasa yang meliputi jiwa manusia, mewujudkan segala kaidah-kaidah dan
nilai-nilai sosial yang perlu untuk mengatur masalah-masalah kemasyarakatan
dalam arti yang luas. Agama, ideology, kebatinan, dan kesenian yang
merupakan hasil ekspresi jiwa manusia yang hidup sebagai anggota masyarakat
termasuk didalamnya. Cipta merupakan kemampuan mental, kemampuan
berfikir orang-orang yang hidup bermasyarakat yang antara lain menghasilkan
filsafat serta ilmu pengetahuan. Cipta bisa berbentuk teori murni dan bisa juga
telah disusun sehingga dapat langsung diamalkan oleh masyarakat. Rasa dan
cinta dinamakan pula kebudayaan rohaniah (spiritual atau immaterial culture).
Semua karya, rasa, dan cipta, dikuasai oleh karsa orang-orang yang
menentukan kegunaannya agar sesuai dengan kepentingan sebagian besar atau
seluruh masyarakat.
Dari definisi yang dijabarkan oleh para ahli di atas dapat disimpulkan bahwa
pengertian kebudayaan yang mana akan mempengaruhi tingkat pengetahuan dan meliputi
sistem ide atau gagasan yang terdapat dalam pikiran manusia, sehingga dalam kehidupan
sehari-hari, kebudayaan itu bersifat abstrak. Sedangkan perwujudan kebudayaan adalah
benda-benda yang diciptakan oleh manusia sebagai makhluk yang berbudaya, berupa
perilaku dan benda-benda yang bersifat nyata, misalnya pola-pola perilaku, bahasa,
peralatan hidup, organisasi sosial, religi, seni, dan lain-lain, yang kesemuanya ditujukan
untuk membantu manusia dalam melangsungkan kehidupan bermasyarakat. Kebudayaan
juga dapat digambarkan untuk melukiskan cara khas manusia beradaptasi dengan
lingkungannya, yakni cara manusia membangun alam guna memenuhi keinginan-
keinginan serta tujuan-tujuan hidupnya.
Dalam jangka waktu tertentu, semua kebudayaan mengalami perubahan. Leslie
White (dalam Haviland 1993 : 143) mengemukakan bahwa kebudayaan
merupakan fenomena yang selalu berubah sesuai dengan lingkungan alam
sekitarnya dan keperluan suatu komunitas pendukungnya. Sependapat dengan
itu Haviland (1993 : 251) menyebut bahwa salah satu penyebab mengapa
kebudayaan berubah adalah lingkungan yang dapat menuntut kebudayaan yang
bersifat adaptif.
Dalam konteks ini perubahan lingkungan yang dimaksud bisa menyangkut
lingkungan alam, budaya maupun sosial. Berkaitan dengan perubahan kebudayaan,
perubahan-perubahan sosial dalam masyarakat merupakan bagian dari perubahan
kebudayaan. Perubahan-perubahan dalam kebudayaan mencakup seluruh bagian
kebudayaan, termasuk kesenian, ilmu pengetahuan, teknologi, filsafat, bahkan dalam
bentuk dan aturan-aturan organisasi sosial. Ruang lingkup perubahan kebudayaan lebih
luas, sudah tentu ada unsur-unsur kebudayaan yang tidak dapat dipisahkan dari
masyarakat. Namun demikian setiap perubahan kebudayaan tidak perlu harus
mempengaruhi sistem sosial masyarakat yang sudah ada sebelumnya.
Ruang lingkup perubahan kebudayaan lebih menekankan pada ide-ide yang
mencakup perubahan dalam hal norma-norma dan aturan-aturan yang dijadikan sebagai
landasan berperilaku dalam masyarakat. Sedangkan perubahan sosial lebih menunjuk
pada perubahan terhadap struktur dan pola-pola hubungan sosial, yang antara lain
mencakup sistem status, politik dan kekuasaan, persebaran penduduk, dan hubungan-
hubungan dalam keluarga. Melihat unit analisis perubahan masing-masing perubahan
tersebut, maka dapat dimengerti mengapa perubahan kebudayaan memerlukan waktu
yang lebih lama dibandingkan dengan perubahan sosial.
Dinamika kebudayaan identik dengan perubahan unsur- unsur kebudayaan
universal, yang apabila ditinjau dalam kenyataan kehidupan suatu masyarakat, tidak
semua unsur mengalami perkembangan yang sama. Ada unsur kebudayaan yang
mengalami perubahan secara cepat, ada pula yang lambat, bahkan sulit berubah. Apabila
mengkaji pengertian kebudayaan menurut Antropolog Inggris Edward Burnett Tylor
(dalam Warsito 2012: 49) sebagai suatu kompleks keseluruhan yang meliputi
pengetahuan, keyakinan, kesenian, hukum, moral, adat, semua kemampuan dan kebiasaan
lain yang diperoleh seseorang sebagai anggota masyarakat; maka tingkat perubahan unsur
tersebut menjadi sangat variatif antara satu masyarakat dengan masyarakat yang lain.
Untuk memudahkan pengertian mengenai tingkat kesulitan perubahan unsur-unsur
kebudayaan, Koentjaraningrat (dalam Rafael Raga Maran 2007: 46) menguraikan 7
(tujuh) unsur kebudayaan universal yang diasumsikan memiliki tingkat perubahan dari
yang paling mudah sampai yang paling sulit yaitu :
1) Sistem Religi dan Upacara Keagamaan
2) Sistem sosial dan Organisasi Kemasyarakatan
3) Sistem Pengetahuan
4) Bahasa
5) Kesenian
6) Sistem Mata Pencaharian Hidup
7) Sistem Teknologi Dan Peralatan
Berdasarkan penjelasan tentang unsur-unsur kebudayaan diatas, dimana dalam
kenyataan kehidupan masyarakat tidak dapat dipisahkan satu dengan yang lain.
Kebudayaan ideal dan adat-istiadat mengatur dan memberi arah kepada tindakan dan
karya manusia. sehingga unsur kebudayaan dapat dipandang dari sudut wujud
kebudayaan.
Pendapat seorang ahli sosiologi, Talcott Parsons yang bersama dengan seorang
ahli antropologi A.L Kroeber (dalam Koentjaraningrat 2000: 186) pernah
menganjurkan untuk membedakan secara tajam wujud kebudayaan sebagai
suatu sistem dari ide-ide dan konsep-konsep dari wujud kebudayaan sebagai
suatu rangkaian tindakan dan aktivitas manusia yang berpola.
Maka, serupa dengan J.J Honigmann yang (dalam Koentjaraningrat 2000: 186)
membedakan bahwa adanya tiga gejala kebudayaan, yaitu (1) ideas, (2) activities, (3)
artifacts, J.J berpendirian bahwa kebudayaan itu ada tiga wujudnya yaitu:
1. Wujud kebudayaan sebagai suatu kompleks dari ide-ide, gagasan, nilai-nilai, norma-
norma, peraturan dan sebagainya.
2. Wujud kebudayaan sebagai suatu kompleks aktivitas serta tindakkan berpola dari
manusia dalam masyarakat.
3. Wujud kebudayaan sebagai benda-benda hasil karya manusia.
Wujud pertama adalah wujud ideal dari kebudayaan. Sifatnya abstrak, tak dapat
diraba atau difoto. Lokasinya ada di dalam kepala-kepala, atau dengan perkataan lain,
dalam alam pikiran warga masyarakat di mana kebudayaan bersangkutan itu hidup. Kalau
warga masyarakat tadi menyatakan gagasan mereka dalam tulisan, maka lokasi dari
kebudayaan ideal sering berada dalam karangan dan buku-buku hasil karya para penulias
warga masyarakat yang bersangkutan. Sekarang kebudayaan ideal juga banyak tersimpan
dalam Disk, Arsip, koleksi Microfilm, dan Microfish, kartu komputer, silinder, dan pita
komputer.
Ide-ide dan gagasan-gagasan manusia banyak yang hidup bersama dalam suatu
masyarakat , memberi jiwa pada masyarakat itu. Gagasan-gagasan itu tidak berada lepas
satu dari yang lain, melainkan selalu berkaitan menjadi suatu sistem. Para ahli antropolgi
dan sosiologi menyebut sistem ini sistem budaya, atau cultural system. Dalam bahasa
Indonesia tedapat juga istilah lain yang sangat tepat untuk menyebut wujud ideal dari
kebudayaan ini, yaitu adat, atau adat-istiadat untuk bentuk jamaknya.
Wujud kedua dari kebudayaan yang disebut sistem sosial atau social system,
mengenai tindakkan berpola dari manusia itu sendiri. Sistem sosial ini terdiri dari
aktivitas-aktivitas manusia-manusia yang berinteraksi, berhubungan, serta bergaul satu
sama lain dari detik ke detik, dari hari ke hari, dari tahun ke tahun, selalu menurut pola-
pola tertentu yang berdasarkan adat tata kelakuan. Sebagai rangkaian aktivitas manusia-
manusia dalam suatu masyarakat, sistem sosial itu bersifat konkret, terjadi di sekeliling
kita sehari-hari, bisa diobservasi, difoto, dan didokumentasi.
Wujud ketiga dari kebudayaan disebut kebudayaan fisik, dan tak memerlukan
banyak penjelasan. Karena berupa seluruh total dari hasil fisik dari aktivitas, perbuatan,
dan karya semua manusia dalam masyarakat, maka sifatnya paling konkret dan berupa
benda-benda atau hal-hal yang dapat diraba, dilihat dan difoto. Ada benda-benda yang
sangat besar seperti pabrik baja : ada benda-benda yang amat kompleks dan canggih
seperti komputer yang berkapasitas tinggi; atau benda-benda yang besar dan bergerak,
suatu kapal tangki minyak; ada bangunan hasil seni arsitek seperti suatu candi yang
indah, rumah adat; atau ada pula benda-benda kecil seperti kain batik, atau yang lebih
kecil lagi, yaitu kancing baju.
Mengingat kondisi sosial dan budaya masyarakat dari generasi ke generasi sering
lambat, yang senantiasa mengalami perubahan sesuai dengan tuntutan zaman, maka
dengan keadaan bagaimanapun unsur-unsur budaya perlu mendapat perhatian yang baik
dari masyarakat setempat, sehingga memperkecil terjadinya kemerosotan kebudayaan.
Suatu hal yang perlu dijunjung tinggi bahwa suatu kebudayaan akan memiliki makna
tersendiri pada peradaban suatu bangsa, oleh karena itu keanekaragaman yang dimiliki
bangsa Indonesia perlu dipelihara karena merupakan modal untuk lebih memperkaya
wahana budaya nasional yang menjunjung tinggi harkat dan martabat bangsanya yang
dijadikan sebagai identitas bangsa.
Hal yang terpenting dalam proses pengembangan kebudayaan adalah dengan
adanya kontrol atau kendali terhadap perilaku regular (yang tampak) yang ditampilkan
oleh para penganut kebudayaan. Karena tidak jarang perilaku yang ditampilkan sangat
bertolak belakang dengan budaya yang dianut dalam kelompok sosial yang ada
dimasyarakat. Sekali lagi yang diperlukan adalah control / kendali sosial yang ada
dimasyarakat sehingga dapat memilah-milah mana yang kebudayaan yang sesuai dan
mana yang tidak sesuai.
Kebudayaan merupakan suatu adat-istiadat atau kebiasaan tertentu yang dibuat
oleh manusia dan dirasakan pula oleh manusia. Bahasa, musik, tarian, kerajinan, semua
itu merupakan kebudayaan visual atau kebudayaan yang bisa dirasakan oleh manusia.
Banyak sekali macam-macam budaya yang harus kita lestarikan. Setiap provinsi di
Indonesia memiliki cirri khas budaya mereka masing-masing. Ada Rumah Adat, tarian
daerah, alat musik daerah, lagu daerah, pakaian adat dan senjata daerah. Itu semua adalah
budaya yang ada dalam bangsa Indonesia yang harus kita lestarikan.