Upload
others
View
5
Download
0
Embed Size (px)
Citation preview
digilib.uinsby.ac.id digilib.uinsby.ac.id digilib.uinsby.ac.id digilib.uinsby.ac.id digilib.uinsby.ac.id digilib.uinsby.ac.id digilib.uinsby.ac.id
digilib.uinsby.ac.id digilib.uinsby.ac.id digilib.uinsby.ac.id digilib.uinsby.ac.id digilib.uinsby.ac.id digilib.uinsby.ac.id digilib.uinsby.ac.id
61
BAB II
KERANGKA TEORITIK
A. Kajian Pustaka
1. Komunikasi AntarBudaya dalam Masyarakat
Komunikasi berhubungan dengan perilaku manusia dan kepuasan
terpenuhinya kebutuhan berinteraksi dengan manusia-manusia lainnya.
Hampir setiap orang membutuhkan hubungan sosial dengan orang-orang
lainnya dan kebutuhan ini terpenuhi melalui pertukaran pesan yang berfungsi
sebagai jembatan untuk mempersatukan manusia-manusia yang tanpa
berkomunikasi akan terisolasi.1 Pesan-pesan itu muncul lewat perilaku
manusia. Ketika seseorang melambaikan tangan, senyum, bermuka masam,
menganggukkan kepala atau memberi suatu isyarat, seseorang tersebut juga
sedang berperilaku. Perilaku ini merupakan pesan, pesan-pesan itu digunakan
untuk mengkomunikasikan sesuatu kepada seseorang.
Sebelum perilaku disebut pesan, perilaku harus memenuhi dua syarat.
Pertama, perilaku harus diobservasi oleh seseorang, dan kedua perilaku harus
mengandung makna. Artinya, setiap perilaku yang dapat diartikan atau
mempunyai arti adalah suatu pesan. Perilaku semua orang adalah pesan.
Kedua, perilaku mungkin disadari ataupun tidak disadari (terutama perilaku
nonverbal). Perilaku yang tidak disengaja ini menjadi pesan bila seseorang
melihatnya dan menangkap suatu makna dari perilaku itu.2
1
Porter, R.E. dan Samovar L.A. Pendekatan Terhadap Komunikasi Antar Budaya, Komunikasi
Antarbudaya. (Bandung: 1990), Hal. 12. 2
Deddy Mulyana & Jalaluddin Rahmat, Komunikasi Antarbudaya, Panduan Berkomunikasi
dengan Orang-orang Berbeda Budaya, (Bandung: 2006).
digilib.uinsby.ac.id digilib.uinsby.ac.id digilib.uinsby.ac.id digilib.uinsby.ac.id digilib.uinsby.ac.id digilib.uinsby.ac.id digilib.uinsby.ac.id
digilib.uinsby.ac.id digilib.uinsby.ac.id digilib.uinsby.ac.id digilib.uinsby.ac.id digilib.uinsby.ac.id digilib.uinsby.ac.id digilib.uinsby.ac.id
62
Dengan konsep hubungan perilaku sadar-tidak sadar dan sengaja tidak
sengaja, komunikasi dapat didefinisikan sebagai apa yang terjadi bila makna
diberikan kepada suatu pelaku. Bila seseorang memperhatikan perilaku orang
lain dan memberinya makna, komunikasi telah terjadi terlepas dari apakah
seseorang menyadari perilaku orang lain atau tidak dan sengaja atau tidak.
Bila memikirkan hal ini, setiap orang harus menyadari bahwa tidak mungkin
bagi setiap orang untuk tidak berperilaku. Setiap perilaku memiliki potensi
komunikasi. Dengan kata lain, setiap orang tidak dapat untuk tidak
berkomunikasi, komunikasi pasti terjadi.
Budaya berkenaan dengan cara manusia hidup. Manusia belajar berpikir,
merasa, mempercayai, dan mengusahakan apa yang patut menurut
budayanya. Bahasa, persahabatan, kebiasaan makan, praktik komunikasi,
tindakan-tindakan sosial, kegiatan ekonomi, politik, dan teknologi, semua itu
berdasarkan pola-pola budaya. Ini semua karena manusia telah dilahirkan
atau sekurang-kurangnya dibesarkan dalam suatu budaya yang mengandung
unsur-unsur tersebut. Apa yang manusia lakukan, bagaimana manusia
bertindak, merupakan respons terhadap fungsi-fungsi budayanya.3
Budaya adalah suatu konsep yang membangkitkan minat. Secara formal
budaya didefinisikan sebagai tatanan pengetahuan, pengalaman, kepercayaan,
nilai, sikap, makna, dan diwariskan dari generasi ke generasi, melalui usaha
individu dan kelompok. Budaya menampakkan diri, dalam pola-pola bahasa
dan bentuk-bentuk kegiatan dan perilaku, gaya berkomunikasi, obyek materi,
3 Ibid, Hal 20.
digilib.uinsby.ac.id digilib.uinsby.ac.id digilib.uinsby.ac.id digilib.uinsby.ac.id digilib.uinsby.ac.id digilib.uinsby.ac.id digilib.uinsby.ac.id
digilib.uinsby.ac.id digilib.uinsby.ac.id digilib.uinsby.ac.id digilib.uinsby.ac.id digilib.uinsby.ac.id digilib.uinsby.ac.id digilib.uinsby.ac.id
63
seperti rumah, alat, dan mesin yang digunakan dalam industri pertanian, jenis
transportasi, dan alat-alat perang.
Budaya berkesinambungan dan hadir dimana-mana, budaya juga
berkenaan dengan bentuk fisik serta lingkungan sosial yang mempengaruhi
hidup setiap orang. Budaya masing-masing individu, secara pasti
mempengaruhi individu tersebut sejak dalam kandungan hingga mati dan
bahkan setelah mati, setiap individu dikuburkan dengan cara-cara yang sesuai
dengan budaya masing-masing. Budaya dipelajari tidak diwariskan secara
genetis, budaya juga berubah ketika orang-orang berhubungan antara yang
satu dengan lainnya.
Budaya dan berkomunikasi tidak dapat dipisahkan karena budaya tidak
hanya menentukan siapa bicara siapa, tentang apa, dan bagaimana
komunikasi berlangsung, tetapi budaya juga turut menentukan orang
menyandi pesan, makna yang ia miliki untuk pesan dan kondisi-kondisinya
untuk mengirim, memperhatikan, dan menafsirkan pesan. Sebenarnya,
seluruh perbendaharaan perilaku setiap individu sangat tergantung pada
budaya indivisu tersebut dibesarkan. Konsekuensinya, budaya merupakan
landasan komunikasi. Bila budaya beraneka ragam, maka beragam pula
praktik-praktik komunikasi.
Hal-hal yang sejauh ini dibicarakan tentang komunikasi, berkaitan
dengan komunikasi antarbudaya. Fungsi-fungsi dan hubungan-hubungan
antara komponen-komponen komunikasi juga berkenaan dengan komunikasi
antarbudaya. Namun apa yang terutama menandai komunikasi antarbudaya
adalah bahwa sumber dan penerimanya berasal dari budaya yang berbeda.
digilib.uinsby.ac.id digilib.uinsby.ac.id digilib.uinsby.ac.id digilib.uinsby.ac.id digilib.uinsby.ac.id digilib.uinsby.ac.id digilib.uinsby.ac.id
digilib.uinsby.ac.id digilib.uinsby.ac.id digilib.uinsby.ac.id digilib.uinsby.ac.id digilib.uinsby.ac.id digilib.uinsby.ac.id digilib.uinsby.ac.id
64
Ciri ini saja menandai untuk mengidentifikasi suatu bentuk interaksi
komunikatif yang unik yang harus memperhitungkan peranan dan fungsi
budaya dalam proses komunikasi.
Komunikasi antarbudaya terjadi bila produsen pesan adalah anggota
suatu budaya dan penerima pesannya adalah anggota suatu budaya lainnya.
Dalam keadaan demikian, anggota suatu budaya segera dihadapkan kepada
masalah-masalah yang ada dalam suatu situasi di mana suatu pesan disandi
dalam suatu budaya dan harus disandi balik dalam budaya lain. Seperti telah
dilihat, budaya mempengaruhi orang yang berkomunikasi. Budaya
bertanggung jawab atas seluruh perbendaharaan perilaku komunikatif dan
makna yang dimiliki setiap orang. Konsekuensinya, perbendaharaan-
perbendaharaan yang dimiliki dua orang yang berbeda budaya akan pula
berbeda, yang dapat menimbulkan segala macam kesulitan. Namun, melalui
studi dan pemahaman atas komunikasi antarbudaya, setiap orang dapat
mengurangi atau hampir menghilangkan kesulitan-kesulitan ini.
Pengaruh budaya atas individu dan masalah-masalah penyandian dan
penyandian balik pesan terlukis pada model di bawah ini:
digilib.uinsby.ac.id digilib.uinsby.ac.id digilib.uinsby.ac.id digilib.uinsby.ac.id digilib.uinsby.ac.id digilib.uinsby.ac.id digilib.uinsby.ac.id
digilib.uinsby.ac.id digilib.uinsby.ac.id digilib.uinsby.ac.id digilib.uinsby.ac.id digilib.uinsby.ac.id digilib.uinsby.ac.id digilib.uinsby.ac.id
65
Gambar 2.1
Model Komunikasi Antarbudaya4
Pengaruh budaya atas individu dan masalah-masalah penyandian dan
penyandian balik pesan tergambar pada Gambar 1.1. Tiga budaya diwakili
dalam model ini oleh tiga bentuk geometrik yang berbeda. budaya A dan
budaya B relatif serupa dan masing-masing diwakili oleh suatu segi empat
dan suatu segi enam yang hampir menyerupai segi empat. Budaya C sangat
berbeda dari budaya A dan budaya B. Perbedaan yang lebih besar ini tampak
pada bentuk melingkar budaya C dan jarak fisiknya dari budaya A dan
budaya B.
a. Bahasa dalam Interaksi Antar Budaya
Komunikasi antarbudaya menurut Prosser dalam bukunya Cultural
Dialogue: An Introduction Communication, ialah komunikasi antar
personal pada tingkat individu antar anggota-anggota kelompok budaya
4
Deddy Mulyana & Jalaluddin Rahmat, Komunikasi Antarbudaya, Panduan Berkomunikasi
dengan Orang-orang Berbeda Budaya, (Bandung: 2006). Hal 22.
digilib.uinsby.ac.id digilib.uinsby.ac.id digilib.uinsby.ac.id digilib.uinsby.ac.id digilib.uinsby.ac.id digilib.uinsby.ac.id digilib.uinsby.ac.id
digilib.uinsby.ac.id digilib.uinsby.ac.id digilib.uinsby.ac.id digilib.uinsby.ac.id digilib.uinsby.ac.id digilib.uinsby.ac.id digilib.uinsby.ac.id
66
yang berbeda. Pengertian ini dibedakannya dengan pengertian
komunikasi lintas budaya (crosscultural communication) yang diberi
batasan sebagai komunikasi secara kolektif antara kelompok-kelompok
orang yang menjadi pendukung kebudayaan yang berbeda.5
Budaya dan komunikasi menjelmakan diri dalam kerangka
interaksi. Interaksi ini dapat disebut sebagai pengejawantahan wacana
sosial (said of social discourse). Ini yang memberi ukuran dan bentuk
dialog budaya setiap individu, baik dengan seksama anggota pendukung
budaya sendiri maupun dengan pendukung budaya-budaya yang lain.
Artinya, komunikasi antarbudaya terjadi bila produsen pesan adalah
anggota budaya dan penerima pesannya adalah anggota suatu budaya
lainnya. Dalam keadaan demikian, menurut Porter dan Samovar dalam
Intercultural Communication: A Reader dalam Mulyana dan Rakhmat,
anggota budaya segera dihadapkan kepada masalah-masalah yang ada
dalam suatu situasi dimana suatu pesan disandi dalam suatu budaya dan
harus kepada orang yang berbeda budaya, yang dapat menimbulkan
segala macam kesulitan.6 Namun, melalui studi dan pemahaman atas
komunikasi antarbudaya, setiap anggota budaya dapat atau hampir
menghilangkan kesulitan-kesulitan ini.
Bahasa mencerminkan budaya. Makin besar perbedaan budaya,
makin besar perbedaan komunikasi baik dalam bahasa maupun dalam
isyarat-isyarat nonverbal. Makin besar perbedaan antara budaya (dan
5
Syahra, (1983), hal. 2, dikutip oleh Dr. H. Ahmad Sihabudin, M.Si., KOMUNIKASI
ANTARBUDAYA Satu Perspektif Multidimensi ( Jakarta, 2013), hal. 2. 6
Porter dan Samovar, Intercultural Communication: A Reader, dalam Deddy Mulyana dan
Jalaluddin Rakhmat, Komunikasi Antar Budaya (Bandung, 1990), hal. 16.
digilib.uinsby.ac.id digilib.uinsby.ac.id digilib.uinsby.ac.id digilib.uinsby.ac.id digilib.uinsby.ac.id digilib.uinsby.ac.id digilib.uinsby.ac.id
digilib.uinsby.ac.id digilib.uinsby.ac.id digilib.uinsby.ac.id digilib.uinsby.ac.id digilib.uinsby.ac.id digilib.uinsby.ac.id digilib.uinsby.ac.id
67
karenanya, makin besar perbedaan komunikasi), makin sulit komunikasi
dilakukan. Kesulitan ini dapat mengakibatkan, misalnya, lebih banyak
kesalahan komunikasi, lebih banyak kesalahan kalimat, lebih besar
kemungkinan salah paham, makin banyak salah persepsi, dan makin
banyak potong kompas (bypassing).
Setiap anggota budaya perlu sangat peka terhadap hambatan-
hambatan yang menghalangi komunikasi antarbudaya yang bermakna.
Begitu juga, anggota budaya perlu menggunakan teknik-teknik yang
membantu anggota budaya tersebut melestarikan dan meningkatkan
komunikasi antarbudaya.7
Banyak teori telah ditemukan untuk menjelaskan asal mula bahasa,
beberapa diantaranya dicari-cari. Sebuah teori yang dianut oleh sejumlah
ahli antropologi dewasa ini yaitu bahwa manusia dimulai sebagai sistem
gerakan tubuh. Berbagai faktor lingkungan bersama dengan perubahan
biologis pada hominida zaman purba merupakan latar belakang bahasa,
dan mungkin gerakan mulut memegang peranan yang penting dalam
perubahan itu.
Menurut Hayakawa8 di antara semua bentuk simbol bahasa
merupakan simbol yang paling rumit, halus, dan berkembang. Telah
diketahui bahwa manusia, berdasarkan kesepakatan bersama, dapat
menjadikan sesuatu simbol bagi suatu hal lainnya.
7
Joseph A. DeVito, Human Communication, terj, Ir. Agus Maulana MSM, dalam Komunikasi
Antar Manusia, (Jakarta: 1997), hal, 487. 8 Deddy Mulyana dan Jalaluddin Rakhmat, Komunikasi Antar Budaya (Bandung, 1990), hal. 104.
digilib.uinsby.ac.id digilib.uinsby.ac.id digilib.uinsby.ac.id digilib.uinsby.ac.id digilib.uinsby.ac.id digilib.uinsby.ac.id digilib.uinsby.ac.id
digilib.uinsby.ac.id digilib.uinsby.ac.id digilib.uinsby.ac.id digilib.uinsby.ac.id digilib.uinsby.ac.id digilib.uinsby.ac.id digilib.uinsby.ac.id
68
Menurut Haviland bahasa adalah suatu sistem bunyi, yang kalau
digabungkan menurut aturan tertentu menimbulkan arti, yang dapat
ditangkap oleh semua orang yang berbicara dalam bahasa itu. Sistem
untuk mengkomunikasikan dalam bentuk lambang dan berbagai macam
informasi. 9
Lambang dalam definisi ini berarti setiap jenis suara atau gerakan
yang setiap individu beri arti sebagai pengganti sesuatu dan bukan
sesuatu yang memiliki arti alamiah atau biologis yang setiap individu
sebut tanda (signal).
Setiap bahasa manusia adalah sarana untuk menyampaikan
informasi dan berbagai pengalaman, baik yang bersifat kultural maupun
individual dengan orang lain.10
Setiap individu cenderung menganggap bahasa sebagai sesuatu
yang biasa, maka mungkin tidak begitu jelas bagi setiap individu bahwa
bahasa juga merupakan suatu sistem yang memungkinkan individu
tersebut untuk mengutarakan keprihatinan, kepercayaan, dan pengertian
dalam bentuk lambang yang dapat dipahami dan ditafsirkan oleh orang
lain.
Menurut Langer, suatu keadaan yang tidak dapat luput dari
perhatian setiap orang adalah pengalamannya bahwa dalam masyarakat
manusia yang bagaimanapun bentuknya selalu terdapat suatu bahasa
9
William A Haviland, Antropologi Jilid I Edisi 4, Alih bahasa: R.G. Soekodijo (Jakarta, 1988),
hal. 359. 10
Ibid, hal. 360.
digilib.uinsby.ac.id digilib.uinsby.ac.id digilib.uinsby.ac.id digilib.uinsby.ac.id digilib.uinsby.ac.id digilib.uinsby.ac.id digilib.uinsby.ac.id
digilib.uinsby.ac.id digilib.uinsby.ac.id digilib.uinsby.ac.id digilib.uinsby.ac.id digilib.uinsby.ac.id digilib.uinsby.ac.id digilib.uinsby.ac.id
69
yang cukup rumit susunannya.11
Bahasa bersifat simbolik, artinya suatu
perkataan mampu melambangkan arti apa pun, walaupun hal atau barang
yang dilambangkan artinya oleh kata itu tidak hadir. Artinya bahwa dapat
dikatakan tidak ada hubungan yang penting antara simbol dan apa yang
disimbolkan. Berbicara tentang kebudayaan seperti yang dimaksudkan
oleh antropologi, maka setiap individu dapat mengartikan kebudayaan itu
secara abstrak dan secara kongkret. Menurut Harsoyo, kebudayaan dalam
arti abstrak tersusun dari pengertian-pengertian yang dapat diekspresikan
atau ditangkap dengan perantara bahasa, sebagai salah satu bentuk yang
terpenting dari kemampuan manusia untuk menggunakan lambang dan
tanda.12
Jadi dengan perantara bahasa, pengertian-pengertian yang
bersifat abstrak sifatnya dapat disimpan di dalam alam pikiran manusia,
yang kemudian dapat diinformasikan kepada manusia lain. Artinya
manusia dapat mengembangkan kemampuannya untuk berpikir simbolik,
yaitu menggunakan pengertian-pengertian yang abstrak dengan alat
bahasa. Manusia dapat berbicara, mengembangkan kapasitasnya untuk
inovasi, dan berinteraksi dalam masyarakatnya dengan bahasa.
b. Perubahan Sosial Budaya
Beberapa pakar mengemukakan pengertian perubahan sosial
diantaranya sebagai berikut:
1) Menurut Selo Soemardjan, perubahan sosial adalah perubahan-
perubahan yang terjadi pada lembaga-lembaga kemasyarakatan di
11
Ihromi, T.O., Pokok-pokok Antropologi Budaya (Jakarta: 1981), hal, 20. 12
Harsoyo, Pengantar Antropologi (Jakarta, 1982), hal. 218.
digilib.uinsby.ac.id digilib.uinsby.ac.id digilib.uinsby.ac.id digilib.uinsby.ac.id digilib.uinsby.ac.id digilib.uinsby.ac.id digilib.uinsby.ac.id
digilib.uinsby.ac.id digilib.uinsby.ac.id digilib.uinsby.ac.id digilib.uinsby.ac.id digilib.uinsby.ac.id digilib.uinsby.ac.id digilib.uinsby.ac.id
70
dalam suatu masyarakat yang mempengaruhi sistem sosialnya.
Unsur-unsur yang termasuk ke dalam sistem sosial adalah nilai-
nilai, sikap-sikap dan pola perilakunya diantara kelompok-
kelompok dalam masyarakat. Selain itu Kingsley davis
mendefinisikan perubahan sosial sebagai perubahan yang terjadi
pada struktur dan fungsi masyarakat.
2) William F Ogburn berusaha memberikan pengertian tertentu, walau
tidak memberi definisi tentang perubahan-perubahan sosial.
William F Ogburn mengemukakan ruang lingkup perubahan-
perubahan sosial meliputi unsur-unsur kebudayaan baik material
maupun yang immaterial, yang ditekankan adalah pengaruh besar
unsur-unsur kebudayaan material terhadap unsur-unsur immaterial.
3) Mac iver lebih suka membedakan antara utilitarian elements
dengan cultural elements yang didasarkan pada kepentingan-
kepentingan manusia yang primer dan sekunder. Semua kegiatan
dan ciptaan manusia dapat diklasifikasikan ke dalam kedua
kategori tersebut diatas. Utilitarian elements disebutnya
civilization. Artinya, semua mekanisme dan organisasi yang dibuat
manusia dalam upaya menguasai kondisi-kondisi kehidupannya,
termasuk di dalamnya sistem-sistem organisasi sosial, teknik dan
alat-alat material. Cultur menurut Mac Iver adalah ekspresi jiwa
yang terwujud dalam cara-cara hidup dan berfikir, pergaulan hidup,
seni kesusastraan, agama rekreasi dan hiburan.
digilib.uinsby.ac.id digilib.uinsby.ac.id digilib.uinsby.ac.id digilib.uinsby.ac.id digilib.uinsby.ac.id digilib.uinsby.ac.id digilib.uinsby.ac.id
digilib.uinsby.ac.id digilib.uinsby.ac.id digilib.uinsby.ac.id digilib.uinsby.ac.id digilib.uinsby.ac.id digilib.uinsby.ac.id digilib.uinsby.ac.id
71
4) Gillin dan gillin mengatakan perubahan-perubahan sosial sebagai
suatu variasi dari cara-cara hidup yang telah diterima, baik karena
perubahan-perubahan kondisi geografis, kebudayaan material,
komposisi penduduk ideologi maupun karena adanya difusi
ataupun penemuan-penemuan baru dalam masyarakat. Secara
singkat Samuel Koening mengatakan bahwa perubahan sosial
menunjuk pada modifikasi-modifikasi yang terjadi dalam pola-pola
kehidupan manusia.13
Dengan demikian, secara umum dapat disimpulkan bahwa
perubahan sosial adalah perubahan unsur-unsur sosial dalam masyarakat,
sehingga terbentuk tata kehidupan sosial yang baru dalam masyarakat.
Perubahan dalam masyarakat dapat mengenai nilai-nilai sosial, norma-
norma sosial, pola-pola perilaku, organisasi, susunan lembaga
kemasyarakatan, lapisan-lapisan dalam masyarakat, kekuasaan dan
wewenang, interaksi sosial, dan lain sebagainya.
Perubahan budaya adalah perubahan unsur-unsur kebudayaan
karena perubahan pola pikir masyarakat sebagai pendukung kebudayaan.
Unsur-unsur kebudayaan yang berubah adalah sistem kepercayaan/religi,
sistem mata pencaharian hidup, sistem kemasyarakatan, sistem peralatan
hidup dan tehnologi, bahasa, kesenian, serta ilmu pengetahuan.
Perubahan sosial budaya adalah perubahan yang terjadi dalam
kehidupan masyarakat, mencakup perubahan budaya yang di dalamnya
terdapat perubahan nilai-nilai dan tata cara kehidupan dari tradisional
13
Prof. DR. Soerjono Soekanto, SH, MA.Sosiologi Suatu Pengantar. (Jakarta: 1990).
digilib.uinsby.ac.id digilib.uinsby.ac.id digilib.uinsby.ac.id digilib.uinsby.ac.id digilib.uinsby.ac.id digilib.uinsby.ac.id digilib.uinsby.ac.id
digilib.uinsby.ac.id digilib.uinsby.ac.id digilib.uinsby.ac.id digilib.uinsby.ac.id digilib.uinsby.ac.id digilib.uinsby.ac.id digilib.uinsby.ac.id
72
menjadi modern. Max Weber berpendapat bahwa perubahan sosial
budaya adalah perubahan situasi dalam masyarakat sebagai akibat adanya
ketidaksesuaian unsur-unsur.14
Sedangkan W. Kornblum berpendapat
bahwa perubahan sosial budaya adalah perubahan suatu budaya
masyarakat secara bertahap dalam jangka waktu lama.15
Perubahan sosial budaya dapat bersumber pada pengalaman baru,
pengetahuan baru, penemuan baru, persepsi dan konsepsi baru, serta
teknologi baru, sehingga menuntut penyesuaian cara hidup serta
kebiasaan masyarakat pada situasi yang baru. Di dalamnya terjadi juga
perubahan sistem nilai budaya, sikap mental demi terciptanya
keseimbangan, dan integrasi terhadap sistem nilai budaya.
2. Inkulturasi Budaya
Inkulturasi Budaya terjadi karena adanya proses transformasi budaya.
Proses transformasi budaya dapat diandaikan sebagai suatu proses perubahan
total dari suatu “bentuk budaya” lama pada sosok “budaya baru” yang akan
mapan, dan dapat pula diandaikan sebagai suatu tahap akhir dari suatu
perubahan, bahkan dapat dibayangkan sebagai suatu proses yang berlangsung
lama secara bertahap, atau dapat pula merupakan suatu “titik balik” yang
cepat.16
14
Max Weber. Sociological Writings. 1994. 15
William Kornblum. Sociology in a Changing World. (New York, 2011). 16
Kayam, 1990:324. Kroeber 1948: 352-357. Whitehead 1954: 109-210. Dalam Dr. Agus Sachari,
Budaya Visual Indonesia, Membaca Makna Perkembangan Gaya Visual Karya Desain di
Indonesia abad ke-20 (Jakarta: 2007) Hal. 29-30.
digilib.uinsby.ac.id digilib.uinsby.ac.id digilib.uinsby.ac.id digilib.uinsby.ac.id digilib.uinsby.ac.id digilib.uinsby.ac.id digilib.uinsby.ac.id
digilib.uinsby.ac.id digilib.uinsby.ac.id digilib.uinsby.ac.id digilib.uinsby.ac.id digilib.uinsby.ac.id digilib.uinsby.ac.id digilib.uinsby.ac.id
73
Dalam proses transformasi budaya, ada dua hal yang perlu dicatat
sebagai unsur penting terhadap terjadinya perubahan nilai, yaitu terjadinya
proses inkulturasi dan akulturasi. Kedua proses itu mempunyai hubungan
timbal balik dan berganti-ganti dapat merupakan penghalang atau pendorong
satu sama lain, dan mengalami proses kelanjutan atau pembekuan. Inkulturasi
dapat diartikan sebagai ajang latihan setiap pelaku kebudayaan untuk
menyesuaikan diri terhadap perubahan kebudayaan yang terjadi. Inkulturasi
dapat pula merupakan penempaan-penempaan setiap individu sebagai subyek
kebudayaan, cita-cita kebudayaan yang diharapkan, kontrol melawan
penyelewengan, dan ketegangan terhadap daya cipta seseorang. Inkulturasi
dianggap berhasil dengan baik jika terjadi penggabungan antara tradisi dan
ekspresi pribadi sehingga dengan demikian nilai-nilai dapat berasimilasi
secara dinamis.
Dalam cara pandang yang bersifat pragmatis-realistis, yaitu memandang
segala hal secara berubah-ubah, setiap individu akan mengamati bahwa
kepribadian sebuah bangsa bukan hanya ditentukan oleh sejarah atau
pengalamannya, tetapi lebih dipengaruhi oleh keadaan serta cita-cita bangsa
tersebut di masa depan. Cara pandang ini menekankan bahwa nilai adat dan
nilai sosial budaya lama harus ditinggalkan apabila sudah tidak sesuai dengan
kebutuhan zaman. Pandangan tersebut menempatkan proses inkulturasi
cenderung mengikis nilai-nilai lama dan menggantinya dengan nilai-nilai
baru. Prosesnya dapat bermula dari para individu, kemudian melibatkan
digilib.uinsby.ac.id digilib.uinsby.ac.id digilib.uinsby.ac.id digilib.uinsby.ac.id digilib.uinsby.ac.id digilib.uinsby.ac.id digilib.uinsby.ac.id
digilib.uinsby.ac.id digilib.uinsby.ac.id digilib.uinsby.ac.id digilib.uinsby.ac.id digilib.uinsby.ac.id digilib.uinsby.ac.id digilib.uinsby.ac.id
74
masyarakatnya dan akhirnya terjadi perubahan nilai-nilai dalam skala yang
lebih besar lagi.17
Proses inkulturasi juga tidak terlepas dari adanya gegar budaya (culture
shock). Gegar budaya ditimbulkan oleh kecemasan yang disebabkan oleh
kehilangan tanda-tanda dan lambang-lambang dalam pergaulan sosial. Tanda-
tanda atau petunjuk-petunjuk tersebut meliputi seribu satu cara yang
dilakukan dalam mengendalikan diri sendiri dalam menghadapi situasi sehari-
hari, kapan berjabat tangan dan apa yang harus dikatakan bila bertemu
dengan orang-orang.
Derajat gegar budaya yang mempengaruhi orang berbeda-beda.
Meskipun tidak umum, terdapat juga orang-orang yang tidak dapat tinggal di
negeri asing. Namun, semua manusia yang telah melihat orang-orang yang
mengalami gegar budaya dan berhasil menyesuaikan diri dapat mengetahui
langkah-langkah dalam proses tersebut.
Bila pendatang berhasil memperoleh pengetahuan bahasa dan mulai
mengurus dirinya sendiri, ia mulai membuka jalan ke dalam lingkungan
budaya yang baru. Pada tahap keempat, penyesuaian diri pendatang hampir
lengkap. Pendatang sekarang menerima adat istiadat negeri itu sebagai suatu
cara hidup yang lain. Pendatang bergaul dalam lingkungan-lingkungan baru
tanpa merasa cemas, meskipun kadang-kadang pendatang mengalami sedikit
ketegangan sosial. Dengan pemahaman lengkap atas semua petunjuk
pergaulan sosial, ketegangan ini akan lenyap. Untuk waktu yang lama
pendatang itu akan memahami apa yang dikatakan orang pribumi, tetapi ia
17
Dr. Agus Sachari, Budaya Visual Indonesia, Membaca Makna Perkembangan Gaya Visual
Karya Desain di Indonesia abad ke-20 (Jakarta: 2007) Hal. 29-30.
digilib.uinsby.ac.id digilib.uinsby.ac.id digilib.uinsby.ac.id digilib.uinsby.ac.id digilib.uinsby.ac.id digilib.uinsby.ac.id digilib.uinsby.ac.id
digilib.uinsby.ac.id digilib.uinsby.ac.id digilib.uinsby.ac.id digilib.uinsby.ac.id digilib.uinsby.ac.id digilib.uinsby.ac.id digilib.uinsby.ac.id
75
tidak selalu yakin apakah yang orang pribumi itu maksudkan. Dengan
penyesuaian diri yang lengkap pendatang tidak hanya akan menerima
makanan, minuman, kebiasaan-kebiasaan, dan tradisi-tradisi pribumi, tetapi
pendatang pun mulai menikmati hal-hal tersebut. Bila pendatang pulang dulu
untuk sementara ke kampung halaman, pendatang mungkin membawa hal-hal
tertentu dari negeri itu dan bila pendatang pulang untuk selamanya, pendatang
akan merasa kehilangan negeri itu dan penduduk pribuminya yang pendatang
kenal.18
3. Etnisitas
Etnisitas adalah konsep kultural yang terpusat pada kesamaan norma,
nilai, kepercayaan, simbol dan praktik kultural.19
Terbentuknya “suku
bangsa” bersandar pada penanda kultural yang dimiliki secara bersama yang
telah berkembang dalam konteks historis, sosial dan politis tertentu dan yang
mendorong rasa memiliki yang sekurang-kurangnya didasarkan pada nenek
moyang mitologis yang sama. Namun, mengikuti argumen antiesensialis,
jelas kiranya bahwa suku bangsa tidak didasarkan pada ikatan primordial atau
karakteristik kultural universal yang dimiliki oleh kelompok tertentu
melainkan sesuatu yang terbentuk melalui praktik diskursif. Etnisitas
dibentuk oleh cara setiap individu berbicara tentang identitas kelompok dan
mengidentifikasi diri dengan tanda dan simbol yang membentuk etnisitas.
18
Mulyana, Deddy dan Rakhmat, Jalaluddin. Komunikasi Antarbudaya. (Bandung, 1993). Hal.
162-164. 19
Chris Barker, CULTURAL STUDIES Teori & Praktek, terj. Nurhadi (Yogyakarta, 2004), hal.
205.
digilib.uinsby.ac.id digilib.uinsby.ac.id digilib.uinsby.ac.id digilib.uinsby.ac.id digilib.uinsby.ac.id digilib.uinsby.ac.id digilib.uinsby.ac.id
digilib.uinsby.ac.id digilib.uinsby.ac.id digilib.uinsby.ac.id digilib.uinsby.ac.id digilib.uinsby.ac.id digilib.uinsby.ac.id digilib.uinsby.ac.id
76
Etnisitas adalah konsep relasional yang berhubungan dengan kategori
identifikasi diri dan askripsi sosial. Apa yang dipikir sebagai identitas diri
tergantung pada apa yang dipikir bukan bagian dari diri sendiri. Alhasil,
etnisitas lebih baik dipahami sebagai suatu proses pembentukan sekat yang
dikonstruksi dan dipelihara pada kondisi sosio-historis tertentu.20
Tentu saja,
menyatakan bahwa etnisitas bukan soal perbedaan kultural yang telah ada
sebelumnya, melainkan suatu proses pembentukan sekat dan pemeliharaan
tidak berarti bahwa perbedaan semacam itu tidak dapat dikonstruksi secara
sosial di sekitar penanda yang memang mengandung makna universalitas,
teritori dan kemurnian, misalnya metafora darah, kekerabatan dan tanah air.
Konsepsi kulturalis etnisitas adalah suatu usaha gagah berani untuk
menghindari implikasi rasis yang melekat pada konsep ras yang terbentuk
secara historis.21
1. Etnis Madura
Madura adalah nama pulau yang terletak di sebelah timur lautJawa
Timur. Pulau Madura besarnya kurang lebih 5.250 km2 (lebih kecil
daripada pulau Bali), dengan penduduk sekitar 4 juta jiwa. Suku
Madura merupakan etnis dengan populasi besar di Indonesia, jumlahnya
sekitar 20 juta jiwa. Suku Madura berasal dari Pulau Madura dan pulau-
pulau sekitarnya, seperti Gili Raja, Sapudi, Raas, dan Kangean. Selain
itu, orang Madura banyak tinggal di bagian timur Jawa Timur biasa
20
Barth, F, Ethnic Groups and Boundaries, (London, 1969). 21
Hall, S. Gramsci's Relevance for the Study of Race and Ethnicity, dalam D. Morley dan D.K.
Chen (eds) Stuart Hall. (London: 1996), hal. 446.
digilib.uinsby.ac.id digilib.uinsby.ac.id digilib.uinsby.ac.id digilib.uinsby.ac.id digilib.uinsby.ac.id digilib.uinsby.ac.id digilib.uinsby.ac.id
digilib.uinsby.ac.id digilib.uinsby.ac.id digilib.uinsby.ac.id digilib.uinsby.ac.id digilib.uinsby.ac.id digilib.uinsby.ac.id digilib.uinsby.ac.id
77
disebut wilayah Tapal Kuda, dari Pasuruan sampai utara Banyuwangi.
Orang Madura yang berada di Situbondo dan Bondowoso, serta timur
Probolinggo, Jember, jumlahnya paling banyak dan jarang yang bisa
berbahasa Jawa, juga termasuk Surabaya Utara, serta sebagian Malang.
Orang Madura tidak saja dalam pengertian seseorang yang
berdomisili di pulau Madura, termasuk juga orang-orang yang bertebaran
di luar pulau. Sejak kapan orang Madura mendiami pulau Madura?
Sampai saat ini belum ada data historis yang akurat. Salah satu legenda
yang bersumber dari tulisan Zainal Fattah menyebutkan bahwa “orang
pertama” yang mendiami pulau Madura sekaligus awal ditemukannya
pulau Madura sekitar tahun 929 Masehi.22
Mengenai sejarah pulau Madura sendiri pada waktu itu, seorang
puteri dari sebuah kerajaan di pulau Jawa bernama Mendangkamulan
tanpa sebab yang jelas diketahui telah hamil. Mengetahui kondisi
puterinya demikian sang raja marah dan menyuruh seorang patihnya
bernama Pranggulang untuk membunuh sang puteri. Tapi upaya
pembunuhan itu selalu gagal sehingga akhirnya sang puteri melahirkan
seorang bayi laki-laki yang diberi nama Raden Sagoro. Sedangkan patih
Pranggulang tidak berani kembali ke keraton dan merubah namanya
menjadi Kiyai Poleng. Menurut legenda itu, Raden Sagoro dan ibunya
kemudian dihanyutkan ke tengah laut dengan sebuah ghitek (rangkaian
kayu yang berfungsi sebagai perahu). Akhirnya Raden Sagoro dan
ibunya terdampar di sebuah daratan yang ternyata kelak dikenal dengan
22
R. Zainalfattah. Sedjarah Tjaranya Pemerintahan di Daerah-daerah di Kepulauan Madura
dengan Hubungannya. (Pamekasan: 1951). Hal, 7-13.
digilib.uinsby.ac.id digilib.uinsby.ac.id digilib.uinsby.ac.id digilib.uinsby.ac.id digilib.uinsby.ac.id digilib.uinsby.ac.id digilib.uinsby.ac.id
digilib.uinsby.ac.id digilib.uinsby.ac.id digilib.uinsby.ac.id digilib.uinsby.ac.id digilib.uinsby.ac.id digilib.uinsby.ac.id digilib.uinsby.ac.id
78
nama gunung Gegger (wilayah kabupaten Bangkalan). Daratan ini
disebut “Madu Oro” yang mempunyai arti pojok di ara-ara atau pojok
menuju ke arah yang luas. Dari kata “madu oro” inilah konon asal mula
kata Madura. Raden Sagoro dan Ibunya disebut dalam legenda itu
sebagai penghuni pertama pulau Madura.
Pandangan hidup orang Madura tidak bisa dilepaskan dari nilai-
nilai agama Islam yang orang Madura anut. Suatu fakta sosiologis tak
terbantahkan bahwa hampir seluruh orang Madura adalah penganut
agama Islam. Ketaatan orang Madura pada agama Islam sudah
merupakan penjatidirian penting bagi orang Madura. Ini terindikasikan
pada pakaian orang Madura yaitu sampèr (kain panjang), kebaya, dan
burgo' (kerudung) bagi kaum perempuan, sarong (sarung) dan songko'
(kopiah atau peci) bagi kaum laki-laki sudah menjadi lambang keislaman
khususnya di wilayah pedesaan.23 Oleh karena itu, identitas keislaman
merupakan suatu hal yang amat penting bagi orang Madura.
Amien Rais dalam seminar “Islam dan Budaya Madura” yang
diselenggarakan dalam rangka Festifal Istiqlal II di kampus Universitas
Muhammadiyah Malang (1996) mengungkapkan kekagumannya pada
ketaatan yang kuat orang Madura pada agama Islam. “Sejak masa kecil
sudah diceritakan orang padanya bahwa tidak ada orang Madura yang
baik saja yang bakal sangat marah jika dikatakan tidak muslim, sebab
yang jahat pun akan bersikap serupa”. Ini artinya, orang Madura yang
jahat pun masih membuka ruang untuk disinari oleh nur (cahaya)
23
Mien Ahmad Rifai, Manusia Madura, (Yogyakarta: 2007), Hal. 446.
digilib.uinsby.ac.id digilib.uinsby.ac.id digilib.uinsby.ac.id digilib.uinsby.ac.id digilib.uinsby.ac.id digilib.uinsby.ac.id digilib.uinsby.ac.id
digilib.uinsby.ac.id digilib.uinsby.ac.id digilib.uinsby.ac.id digilib.uinsby.ac.id digilib.uinsby.ac.id digilib.uinsby.ac.id digilib.uinsby.ac.id
79
kebenaran Islam sehingga pada saatnya nanti tidak mustahil orang
Madura tersebut akan insyaf akan perilakunya yang selama ini tidak
dibenarkan oleh ajaran agamanya.
Sesuai dengan ajaran Islam yang dianutnya, pandangan hidup
orang Madura menuntutnya untuk menjalani kehidupan demi pencapaian
kebahagiaan dunia dan akhirat. Untuk itu kegiatan ækhtèyar (berikhtiar,
berupaya) menjadi sangat penting bagi orang Madura, sebab pendekatan
ini akan memperbesar kemungkinan pencapaian semua keinginan dan
tujuan.24
Orang Madura sangat sadar bahwa “hidup” itu tidak hanya
berlangsung di dunia sekarang ini tetapi juga diteruskan kelak di akhirat.
Itu sebabnya orang Madura sangat yakin bahwa amal orang Madura di
dunia ini akan dapat dijadikan bekal buat kehidupannya di akhirat kelak.
Ibadah agama dilaksanakan dengan penuh ketekunan dan ketaatan karena
dilandasi kesadaran dan keyakinan bahwa ngajhi bandhana akhèrat
(mengaji bekal atau modal di akhirat).
Selain itu, hidup tidak akan ada artinya jika orang Madura
dipermalukan atau harus menanggung malu (malo) terutama yang
manyangkut harga diri.25
Ini sejalan dengan pepatah ango'an apotèya tolang
ètèmbang potèya mata (lebih baik mati berkalang tanah daripada harus hidup
menanggung malu). Bila demikian, secara tersirat orang Madura pada dasarnya
24
M. Munir, Adat Istiadat yang Berhubungan dengan Upacara dan Ritus Kematian di Madura.
Dalam: Koentjaraningrat (penyunting). Ritus Peralihan di Indonesia. (Jakarta: 1985) Hal. 228. 25
A. Latief Wiyata. Carok: Konflik Kekerasan dan Harga Diri Orang Madura. (Yogyakarta: 2006)
Hal. 202.
digilib.uinsby.ac.id digilib.uinsby.ac.id digilib.uinsby.ac.id digilib.uinsby.ac.id digilib.uinsby.ac.id digilib.uinsby.ac.id digilib.uinsby.ac.id
digilib.uinsby.ac.id digilib.uinsby.ac.id digilib.uinsby.ac.id digilib.uinsby.ac.id digilib.uinsby.ac.id digilib.uinsby.ac.id digilib.uinsby.ac.id
80
tidak akan mempermalukan orang lain selama orang Madura juga diperlakukan
dengan baik (ajjha' nobi'an orèng mon aba'na ta' enda' ètobi').
Suku Madura terkenal karena gaya bicaranya yang blak-blakan
serta sifatnya yang temperamental dan mudah tersinggung, tetapi orang
Madura juga dikenal hemat, disiplin, dan rajin bekerja. padahal orang
madura itu adalah orang yang mudah menerima keadaan, berusaha
mengalah, dan cenderung berprasangka baik pada orang lain. Hal ini
yang sering melahirkan pemikiran untuk memperdayai dan
memanfaatkan keluguan orang madura. sehingga pada akhirnya ketika
orang madura berusaha membela diri, emosi dan membalas secara fisik,
terlihat seperti suku yang tempramental. Hal ini benar-benar
dimanfaatkan oleh penjajah Belanda pada jaman dahulu untuk memecah
belah persatuan bangsa. Untuk naik haji, orang Madura sekalipun miskin
pasti menyisihkan sedikit penghasilannya untuk simpanan naik haji.
Selain itu orang Madura dikenal mempunyai tradisi Islam yang kuat,
sekalipun kadang melakukan ritual Pethik Laut atau Rokat Tasse (sama
dengan larung sesaji).
Disamping suku Jawa dan Sunda, orang Madura juga banyak yang
bertransmigrasi ke wilayah lain terutama ke Kalimantan Barat dan
Kalimantan Tengah, serta ke Jakarta, Tanggerang, Depok, Bogor, Bekasi,
dan sekitarnya, juga Negara Timur Tengah khususnya Saudi Arabia.
Beberapa kota di Kalimantan seperti Sampit dan Sambas, pernah terjadi
kerusuhan etnis yang melibatkan orang Madura. Orang Madura pada
dasarnya adalah orang yang suka merantau karena keadaan wilayahnya
digilib.uinsby.ac.id digilib.uinsby.ac.id digilib.uinsby.ac.id digilib.uinsby.ac.id digilib.uinsby.ac.id digilib.uinsby.ac.id digilib.uinsby.ac.id
digilib.uinsby.ac.id digilib.uinsby.ac.id digilib.uinsby.ac.id digilib.uinsby.ac.id digilib.uinsby.ac.id digilib.uinsby.ac.id digilib.uinsby.ac.id
81
yang tidak baik untuk bertani. Orang Madura senang berdagang, terutama
besi tua dan barang-barang bekas lainnya. Selain itu banyak yang bekerja
menjadi nelayan dan buruh,serta beberapa ada yang berhasil menjadi,
Tekonokrat, Biokrat, Mentri atau Pangkat tinggi di dunia militer.
Harga diri, juga paling penting dalam kehidupan orang Madura,
etnis Madura memiliki sebuah peribahasa angok pote tollang, atembang
pote mata. Artinya, lebih baik mati (putih tulang) daripada malu (putih
mata). Sifat yang seperti ini melahirkan tradisi carok pada masyarakat
Madura.26
Madura, menurut penelitian A. Latief Wiyata, dosen FISIP
Universitas Jember, memang memiliki karakteristik sosial budaya
(sosbud) khas yang dalam banyak hal tidak dapat disamakan dengan
karakteristik sosbud masyarakat etnik lain. Suatu realitas yang tidak perlu
dipungkiri bahwa karakteristik sosbud Madura cenderung dilihat orang
luar lebih pada sisi yang negatif.
Pandangan itu berangkat dari anggapan bahwa karakteristik (sikap
dan perilaku) masyarakat Madura itu mudah tersinggung, gampang
curiga pada orang lain, temperamental atau gampang marah, pendendam
sertasuka melakukan tindakan kekerasan. Bahkan, bila orang Madura
dipermalukan, seketika itu juga ia akan menuntut balas atau menunggu
kesempatan lain untuk melakukan tindakan balasan.
Menurut Drs Fathur Rahman Saros SH, alumnus Unibang dan
IAIN Surabaya yang skripsinya mengungkapkan soal carok, cara orang
26
https://ramramdani.wordpress.com/budaya/tentang-suku-madura/
digilib.uinsby.ac.id digilib.uinsby.ac.id digilib.uinsby.ac.id digilib.uinsby.ac.id digilib.uinsby.ac.id digilib.uinsby.ac.id digilib.uinsby.ac.id
digilib.uinsby.ac.id digilib.uinsby.ac.id digilib.uinsby.ac.id digilib.uinsby.ac.id digilib.uinsby.ac.id digilib.uinsby.ac.id digilib.uinsby.ac.id
82
Madura merespon amarah biasanya berupa tindakan resistensi yang
cenderung keras. Keputusan perlu tidaknya menggunakan kekerasan fisik
dalam tindakan resistensi ini sangat tergantung pada tingkat pelecehan
yang orang Madura rasakan.
Pada tingkat ekstrim, jika perlu orang Madura bersedia
mengorbankan nyawa. Sikap dan perilaku ini tercermin dalam sebuah
ungkapan: Ango'an Poteya Tolang, Etembhang Poteya Mata (artinya,
kematian lebih dikehendaki daripada harus hidup dengan menanggung
perasaan malu). Sebaliknya, jika harga diri orang Madura dihargai
sebagaimana mestinya, sudah dapat dipastikan orang Madura akan
menunjukkan sikap dan perilaku andhap asor.
Orang Madura akan amat ramah, sopan, hormat dan rendah hati.
Bahkan, secara kualitatif tidak jarang justru bisa lebih daripada itu.
Contohnya, ada ungkapan, oreng dadi taretan (artinya, orang lain yang
tidak punya hubungan apa-apa akan diperlakukan layaknya saudara
sendiri). Suatu sikap dan perilaku kultural yang selama ini kurang
dipahami oleh orang luar.
Jadi, soal carok itu bukan suatu kebiasaan atau budaya struktural.
Sebab, belum tentu seorang yang dulu jagoan dan dikenal suka carok,
lalu turunannya otomatis juga carok. Yang jelas, carok itu, menurut Drs
Fathur Rahman Saros SH lebih didominasi pada masalah harga diri.
Misalnya, menyangkut soal pagar ayu, ujar Fathur yang namanya di
Bangkalan cukup dikenal dengan panggilan Jimhur ini.
digilib.uinsby.ac.id digilib.uinsby.ac.id digilib.uinsby.ac.id digilib.uinsby.ac.id digilib.uinsby.ac.id digilib.uinsby.ac.id digilib.uinsby.ac.id
digilib.uinsby.ac.id digilib.uinsby.ac.id digilib.uinsby.ac.id digilib.uinsby.ac.id digilib.uinsby.ac.id digilib.uinsby.ac.id digilib.uinsby.ac.id
83
Jimhur lebih rinci mengatakan, carok itu bisa terjadi kepada siapa
saja. Artinya, meski carok itu bukan tradisi atau menganut garis turunan,
tapi kalau menyangkut harga diri, martabat keluarga yang dilecehkan,
maka carok bisa jadi cara terbaik untuk menyelesaikan.27
2. Etnis Arab
Suku Arab-Indonesia adalah penduduk Indonesia yang memiliki
keturunan etnis Arab dan etnis pribumi Indonesia. Pada mulanya suku
Arab umumnya tinggal di perkampungan Arab yang tersebar di berbagai
kota di Indonesia. Pada zaman penjajahan Belanda, suku Arab dianggap
sebagai bangsa Timur Asing bersama dengan suku Tionghoa-Indonesia
dan suku India-Indonesia. Tapi seperti kaum etnis Tionghoa dan India,
tidak sedikit kaum Arab-Indonesia yang berjuang membantu
kemerdekaan Indonesia. Sejak itu mulai berkembang keturunannya
hingga menjadi kabilah terbesar di Hadramaut, dan dari kota Hadramaut
ini asal-mula utama dari berbagai koloni Arab yang menetap dan
bercampur menjadi warga negara di Indonesia dan negara-negara Asia
lainnya. Selain di Indonesia, warga Hadramaut ini juga banyak terdapat
di Oman, India, Pakistan, Filipina Selatan, Malaysia, dan Singapura.
Terdapat pula warga keturunan Arab yang berasal dari negara-negara
Timur Tengah dan Afrika lainnya di Indonesia, misalnya dari Mesir,
27
Menyingkap Karakter Etnis Madura dan Kebiasaan Carok
http://www.lontarmadura.com/menyingkap-karakter-etnis-madura-dan-kebiasaan
carok/#ixzz3onikDkyo
digilib.uinsby.ac.id digilib.uinsby.ac.id digilib.uinsby.ac.id digilib.uinsby.ac.id digilib.uinsby.ac.id digilib.uinsby.ac.id digilib.uinsby.ac.id
digilib.uinsby.ac.id digilib.uinsby.ac.id digilib.uinsby.ac.id digilib.uinsby.ac.id digilib.uinsby.ac.id digilib.uinsby.ac.id digilib.uinsby.ac.id
84
Arab Saudi, Sudan atau Maroko, akan tetapi jumlahnya lebih sedikit
daripada mereka yang berasal dari Hadramaut.28
Pembawa dan orang yang menyebarkan agama Islam ke wilayah
Indonesia adalah para pedagang yang berasal dari Hadramaut. Sejak itu
jumlah orang-orang Arab yang ada di wilayah Belanda khususnya yang
bearsal dari Hadramaut semakin banyak. Sebelum tahun 1859 jumlah
mereka tidak diketahui dengan pasti. Tahun 1859 jumlah mereka 4992
orang tahun 1870 jumlah mereka 7495 orang dan tahun 1885 jumlah
mereka 10.888 orang. Pada waktu itu sudah terjadi pembauran antara
orang-orang Arab dan penduduk pribumi.29
Menurut Prof. LWC van der Berg yang bertugas melakukan
penelitian seperti Snouck dalam penelitiannya mengenai asal-usul
keturunan Arab di Nusantara (1884-1889) menyatakan sebelum 1859
tidak tersedia data yang jelas mengenai jumlah orang Arab yang
bermukim di daerah jajahan Belanda, dalam statistik itu mereka di
samakan dengan orang India dan orang asing lainnya yang beragama
Islam karena itu Snouck menyatakan Islam datang bukan dari Arab tetapi
dari india (Gujarat). Van den Berg dalam penelitiannya juga menyatakan
keturunan Arab hanya dalam satu generasi sudah banyak yang tidak
berbahasa Arab.30
Pesatnya pertumbuhan imigran Arab itu tidak hanya terjadi di
Hindia Belanda, tetapi secara umum meliputi daerah lain di Asia bahkan
28
L.W.C. van den Berg, Hadramaut dan Koloni Arab di Nusantara ( Jakarta: INIS, 1989), hlm 60. 29
Bisri Affandi, Pembaharu dan Pemurni Islam di Indonesia (Syaikh Ahmad Syurkati 874-1943)
(Jakarta: Pustaka Al-Kautsar 1999), hlm 60. 30
Alwi Sahab, Saudagar Baghdad dari Betawi (Jakarta: Republika, 2004), hlm183.
digilib.uinsby.ac.id digilib.uinsby.ac.id digilib.uinsby.ac.id digilib.uinsby.ac.id digilib.uinsby.ac.id digilib.uinsby.ac.id digilib.uinsby.ac.id
digilib.uinsby.ac.id digilib.uinsby.ac.id digilib.uinsby.ac.id digilib.uinsby.ac.id digilib.uinsby.ac.id digilib.uinsby.ac.id digilib.uinsby.ac.id
85
pada saat pendatang Arab sudah tercatat sebagai kelompok minoritas
kedua setelah Cina. Dari sensus yang dilakukan di daerah Hindia Belanda
pada tahun 1930 di ketahui terdapat 71.000 jiwa pendatang Arab, atau
meningkat pesat di banding tahun 1905 yang baru berkisar 30.000 jiwa
dan 45.000 jiwa di tahun 1920, namun jumlah imigran Arab di daerah
jajahan Belanda dan Hadramaut daerah asal mayoritas mereka.31
Pada tahun 1930 orang Arab seluruhnya berjumlah 71.345, jumlah
keturunan Arab jauh lebih banyak di bandingkan jumlah Arab asli,
menurut perkiraan pada tahun 1930 jumlah keturunan Arab sekitar
60.000, sensus tahun 1930 tersebut memperlihatkan jumlah penduduk
Indonesia seluruhnya sebanyak 60, 593 juta orang.
Sensus RI terakhir (1981) menunjukkan jumlah itu sudah mencapai
147 juta atau sekitar dua setengah kali jumlah pada tahun 1930. Jika
jumlah keturunan Arab di samakan dengan jumlah pertumbuhan
penduduk Indonesia maka keturunan Arab sekarang ini menjadi sekitar
dua setengah kali 60.000 atau 150.000 orang sejak 50 tahun yang lalu.32
Proses Islamisasi yang berabad-abad menjadikan orang arab datang
ke Hindia Belanda yang kebanyakan dari mereka adalah pedagang yang
bersamaan dengan berbagai bangsa Timur Asing lainnya yang
membentuk jalur komersial dari mesir hingga cina. Selain pedagang
tercatat juga Ibnu Batutah penjelajah Arab termasyhur yang sempat
singgah selama dua bulan. Pada abad ini daerah pemukiman komunitas
31
Affandi , Pembaharu Dan Pemurni Islam di Indonesia (Syaikh Ahmad Syurkati 874-1943), hlm
59. 32
Hamid Algadri, Politik Belanda Terhadap Islam dan Keturunan Arab di Indonesia (Jakarta: CV.
Masagung, 1988), hlm140.
digilib.uinsby.ac.id digilib.uinsby.ac.id digilib.uinsby.ac.id digilib.uinsby.ac.id digilib.uinsby.ac.id digilib.uinsby.ac.id digilib.uinsby.ac.id
digilib.uinsby.ac.id digilib.uinsby.ac.id digilib.uinsby.ac.id digilib.uinsby.ac.id digilib.uinsby.ac.id digilib.uinsby.ac.id digilib.uinsby.ac.id
86
Arab hanya berada di beberapa tempat penting di pesisir pulau,
perkampungan mereka ini kemudian tumbuh sebagai tempat mereka
berdagang. Namun tetap saja harus di akui adanya sosialisasi dengan
pendatang Arab di kawasan Hindia Belanda ini karena telah memberikan
andil besar dalam mempersiapkan masyarakat pribumi untuk menerima
syiar Agama Islam.33
Komunitas Arab di Indonesia yang ketika itu masih
bernama Hindia Belanda sudah memainkan peranan penting di bidang
sosial dan ekonomi, peran ini di mungkinkan selain berkaitan dengan
kebijakan pemerintah kolonial Belanda, juga korelatif dengan keahlian
dagang mereka serta populasinya yang terus meningkat pesat.
Pesatnya pertumbuhan jumlah imigran Arab itu tak hanya terjadi di
Hindia Belanda, tetapi secara umum meliputi daerah lain di Asia bahkan
saat ini pendatang Arab sudah tercatat sebagai kelompok minoritas kedua
setelah etnis Cina. Namun, jumlah imigran Arab di daerah jajahan
Belanda ini sungguh berubah-ubah sesuai keadaan ekonomi di Hindia
Belanda dan Hadramaut daerah asal mayoritas mereka. Sebagaimana
pendatang lainnya imigran Arab yang datang ke Indonesia ketika itu
umumnya adalah kaum laki-laki. Asimilasi lewat perakwinan antara
Imigran Arab dan kalangan pribumi kemudian di catat sebagai yang
tertinggi di banding etnis minoritas agama lain, akibatnya jumlah
peranakan Arab menjadi sangat besar mencapai 90 persen dari seluruh
jumlah peranakan Arab sendiri.
33
Ibid., hlm 70.
digilib.uinsby.ac.id digilib.uinsby.ac.id digilib.uinsby.ac.id digilib.uinsby.ac.id digilib.uinsby.ac.id digilib.uinsby.ac.id digilib.uinsby.ac.id
digilib.uinsby.ac.id digilib.uinsby.ac.id digilib.uinsby.ac.id digilib.uinsby.ac.id digilib.uinsby.ac.id digilib.uinsby.ac.id digilib.uinsby.ac.id
87
Seiring berjalannya waktu kuantitas etnis Arab semakin bertambah
keadaan ini pada masa pemerintahan Belanda menjadi perhatian penting.
Mengingat posisi golongan Arab yang masuk dalam kelompok Vreende
Osterlingen (Timur Asing). Golongan Timur Asing sendiri merupakan
sebuah kelompok masyarakat yang di bentuk dari hasil kebijakan
pemerintah Hindia Belanda yang terdiri dari etnis Tionghoa, Arab, India,
dan sebagainya. Masyarakat ini termasuk di antaranya adalah masyarakat
keturunan Tionghoa, arab, dan India. Terakhir adalah pribumi atau
Inlander yang menempati kelompok terendah. Khusus untuk kelompok
Vreemde Osterlingen mereka mendapat sebuah peraturan yang cukup
tegas dari pemerintahan kolonial.34
Orang-orang Arab yang datang ke Indonesia dengan tujuan untuk
berdagang, lebih banyak mencurahkan perhatiannya di bidang agama dan
pendidikan. Mereka yang datang tidak hanya dari Hadaramut tetapi juga
dari negara-negara Arab lainnya seperti Arab Saudi, Mesir, Sudan,
Maroko, dan Palestina.
Selain itu, juga tergabung dalam gerakan Islam Al Irsyad35
yaitu
sebuah gerakan Islam modern juga dilakukan oleh keturunan Arab yang
merupakan kelompok syaid yaitu yang mengaku keturunan Nabi yang
mengelola Jamiat Khair sedangkan kelompok yang bukan keturunan
34
M. Niizam Aly, Karya Ilmiah Kajian Historis Peran Etnis Arab Dalam Pembentukan National
Building Indonesia (PKM Surabaya, Universitas Airlangga, 2011), hlm 1. 35
Al Irsyad pada mualnya yaitu sebuah lembaga pendidikan, namun lambat laun bekerjasama
dengan Muhamadiyah pada persatuan Islam meluaskan perahatian mereka pada masalah Islam di
Indonesia pada umumnya.
digilib.uinsby.ac.id digilib.uinsby.ac.id digilib.uinsby.ac.id digilib.uinsby.ac.id digilib.uinsby.ac.id digilib.uinsby.ac.id digilib.uinsby.ac.id
digilib.uinsby.ac.id digilib.uinsby.ac.id digilib.uinsby.ac.id digilib.uinsby.ac.id digilib.uinsby.ac.id digilib.uinsby.ac.id digilib.uinsby.ac.id
88
syaid mendirikan perkumpulan Al Irsyad pada tahun 1914 dengan
bantuan seorang Alim bernama Syaikh Ahmad Surkati asal .
Gerakan Al-Irsyad yang didirikan Ahmad Sukarti ini lebih di
tujukan pada imigran Arab dari Hadramaut, di mana mereka di bagi
menjadi tiga kelas dalam masyarakat diantaranya yaitu sebagai berikut.
1. Orang-orang biasa dan kelas bawah di Hadramaut termasuk
pedagang kecil.
2. Orang-orang terpelajar yang dengan bangga mendapat gelar Syekh
dan dianggap sebagai pemimpin agama. Di Hadramaut para Syekh
ini menyukai posisi tinggi mereka.
3. Golongan syaid yang menganggap mereka keturunan langsung Nabi
Muhammad SAW mereka berasal dari garis keturunan syaid
Basrah.36
Ahmad al-Muhajir, yaitu cucu ketujuh dari cucu nabi
Muhammad SAW yang bernama Husain.
Pada 1 Agustus 1934, Harian Matahari Semarang memuat tulisan
AR Baswedan tentang orang-orang Arab. AR Baswedan adalah
peranakan Arab asal Ampel Surabaya. Dalam artikel itu terpampang foto
AR Baswedan mengenakan blangkon. AR Baswedan mengajak
keturunan Arab, seperti dirinya sendiri, menganut asas kewarganegaraan
ius soli di mana AR Baswedan lahir, di situ tanah airku. Artikel yang
berjudul “Peranakan Arab dan Totoknya” berisi anjuran tentang
pengakuan Indonesia sebagai tanah air. Artikel itu juga memuat
36
Affandi, Pembaharu dan Pemurni Islam di Indonesia (Syaikh Ahmad Syurkati 874-1943), hlm
62-63.
digilib.uinsby.ac.id digilib.uinsby.ac.id digilib.uinsby.ac.id digilib.uinsby.ac.id digilib.uinsby.ac.id digilib.uinsby.ac.id digilib.uinsby.ac.id
digilib.uinsby.ac.id digilib.uinsby.ac.id digilib.uinsby.ac.id digilib.uinsby.ac.id digilib.uinsby.ac.id digilib.uinsby.ac.id digilib.uinsby.ac.id
89
penjelasan Baswedan tentang bagaimana sikap nasionalisme yang
dianjurkan pada kaumnya.
Pokok-pokok pikiran itu antara lain Tanah air Arab peranakan
adalah Indonesia, kultur Arab peranakan adalah kultur Indonesia – Islam,
Arab peranakan wajib bekerja untuk tanah air dan masyarakat Indonesia,
perlu didirikan organisasi politik khusus untuk Arab peranakan,
menghindari hal-hal yang dapat menimbulkan perselisihan dalam
masyarakat Arab, menjauhi kehidupan menyendiri dan menyesuaikan
dengan keadaan zaman dan masyarakat Indonesia. Artikel AR Baswedan
ini dipilih oleh Majalah Tempo edisi khusus Seabad kebangkitan
Nasional (Mei 2008) sebagai salah satu dari 100 tulisan paling
berpengaruh dalam sejarah bangsa Indonesia. Artikel yang
menggemparkan itu ditulis AR Baswedan saat AR Baswedan baru
berusia 26 tahun. Karena artikel itu, warga keturunan Arab sempat
berang padanya karena memunculkan gagasan merendahkan diri di mata
orang-orang Arab pada masa itu.
Suku Arab-Indonesia adalah warga negara Indonesia yang
memiliki keturunan etnis Arab dan etnis pribumi Indonesia. Pada
mulanya mereka umumnya tinggal di perkampungan Arab yang tersebar
di berbagai kota di Indonesia misalnya di Jakarta (Pekojan), Bogor
(Empang), Surakarta (Pasar Kliwon), Surabaya (Ampel), Gresik
(Gapura), Malang (Jagalan), Cirebon (Kauman), Mojokerto (Kauman),
Yogyakarta (Kauman) dan Probolinggo (Diponegoro), dan Bondowoso
serta masih banyak lagi yang tersebar di kota-kota seperti Palembang,
digilib.uinsby.ac.id digilib.uinsby.ac.id digilib.uinsby.ac.id digilib.uinsby.ac.id digilib.uinsby.ac.id digilib.uinsby.ac.id digilib.uinsby.ac.id
digilib.uinsby.ac.id digilib.uinsby.ac.id digilib.uinsby.ac.id digilib.uinsby.ac.id digilib.uinsby.ac.id digilib.uinsby.ac.id digilib.uinsby.ac.id
90
Banda Aceh, Sigli, Medan, Banjarmasin, Makasar, Gorontalo, Ambon,
Mataram, Kupang, Papua dan bahkan di Timor Timur. Pada jaman
penjajahan Belanda, mereka dianggap sebagai bangsa Timur Asing
bersama dengan suku Tionghoa-Indonesia dan suku India-Indonesia, tapi
seperti kaum etnis Tionghoa dan India, tidak sedikit yang berjuang
membantu kemerdekaan Indonesia.
Terkait sejarah kedatangan Etnis Arab di Indonesia yakni, setelah
terjadinya perpecahan besar diantara umat Islam yang menyebabkan
terbunuhnya khalifah keempat Ali bin Abi Thalib, mulai terjadi
perpindahan (hijrah) besar-besaran dari kaum keturunannya ke berbagai
penjuru dunia. Ketika Imam Ahmad Al-Muhajir hijrah dari Irak ke
daerah Hadramaut di Yaman kira-kira seribu tahun yang lalu, keturunan
Ali bin Abi Thalib ini membawa serta 70 orang keluarga dan
pengikutnya.
Sejak itu, mulai berkembang keturunannya hingga menjadi kabilah
terbesar di Hadramaut dan dari kota Hadramaut ini asal-mula utama dari
berbagai koloni Arab yang menetap dan bercampur menjadi warganegara
di Indonesia dan negara-negara Asia lainnya. Selain di Indonesia, warga
Hadramaut ini juga banyak terdapat di Oman, India, Pakistan, Filipina
Selatan, Malaysia, dan Singapura.
Terdapat pula warga keturunan Arab yang berasal dari negara-
negara Timur Tengah dan Afrika lainnya di Indonesia, misalnya dari
Mesir, Arab Saudi, Sudan atau Maroko, akan tetapi jumlahnya lebih
sedikit daripada mereka yang berasal dari Hadramaut.
digilib.uinsby.ac.id digilib.uinsby.ac.id digilib.uinsby.ac.id digilib.uinsby.ac.id digilib.uinsby.ac.id digilib.uinsby.ac.id digilib.uinsby.ac.id
digilib.uinsby.ac.id digilib.uinsby.ac.id digilib.uinsby.ac.id digilib.uinsby.ac.id digilib.uinsby.ac.id digilib.uinsby.ac.id digilib.uinsby.ac.id
91
Kedatangan koloni Arab dari Hadramaut ke Indonesia diperkirakan
terjadi sejak abad pertengahan (abad ke-13), dan hampir semuanya
adalah pria. Tujuan awal kedatangan mereka adalah untuk berdagang
sekaligus berdakwah, dan kemudian berangsur-angsur mulai menetap
dan berkeluarga dengan masyarakat setempat. Berdasarkan taksiran pada
1366 H (atau sekitar 57 tahun lalu), jumlah mereka tidak kurang dari 70
ribu jiwa. Ini terdiri dari kurang lebih 200 marga.
Marga-marga ini hingga sekarang mempunyai pemimpin turun-
temurun yang bergelar “munsib”. Para munsib tinggal di lingkungan
keluarga yang paling besar atau di tempat tinggal asal keluarganya.
Semua munsib diakui sebagai pemimpin oleh suku-suku yang berdiam di
sekitar mereka. Di samping itu, mereka juga dipandang sebagai penguasa
daerah tempat tinggal mereka. Di antara munsib yang paling menonjol
adalah munsib Alatas, munsib Binsechbubakar serta munsib Al
Bawazier.
Saat ini diperkirakan jumlah keturunan Arab Hadramaut di
Indonesia lebih besar bila dibandingkan dengan jumlah mereka yang ada
di tempat leluhurnya sendiri. Penduduk Hadramaut sendiri hanya sekitar
1,8 juta jiwa. Bahkan sejumlah marga yang di Hadramaut sendiri sudah
punah seperti Basyeiban dan Haneman di Indonesia jumlahnya masih
cukup banyak.
Keturunan Arab Hadramaut di Indonesia, seperti negara asalnya
Yaman, terdiri 2 kelompok besar yaitu kelompok Alawi (Sayyidi)
keturunan Rasul SAW (terutama melalui jalur Husain bin Ali) dan
digilib.uinsby.ac.id digilib.uinsby.ac.id digilib.uinsby.ac.id digilib.uinsby.ac.id digilib.uinsby.ac.id digilib.uinsby.ac.id digilib.uinsby.ac.id
digilib.uinsby.ac.id digilib.uinsby.ac.id digilib.uinsby.ac.id digilib.uinsby.ac.id digilib.uinsby.ac.id digilib.uinsby.ac.id digilib.uinsby.ac.id
92
kelompok Qabili, yaitu kelompok diluar kaum Sayyid. Di Indonesia,
terkadang ada yang membedakan antara kelompok Sayyidi yang
umumnya pengikut organisasi Jamiat al-Kheir, dengan kelompok Syekh
(Masyaikh) yang biasa pula disebut “Irsyadi” atau pengikut organisasi al-
Irsyad.
Di Indonesia, sejak jaman dahulu telah banyak di antara keturunan
Arab Hadramaut yang menjadi pejuang-pejuang, alim-ulama dan da'i-da'i
terkemuka. Banyak di antara para Walisongo adalah keturunan Arab, dan
diduga kuat merupakan keturunan kaum Sayyid Hadramaut (Van Den
Berg, 1886) atau merupakan murid dari wali-wali keturunan Arab. Kaum
Sayyid Hadramaut yang datang sekitar abad 15 dan sebelumnya
(Walisongo, kerabat dan ayahanda dan datuk mereka) mempunyai
perbedaan fundamental dengan kaum Sayyid Hadramaut yang datang
pada gelombang berikutnya (abad 18 dan sesudahnya).
Kaum Sayyid Hadramaut pendahulu, seperti dilansir Van Den Berg,
banyak berasimilasi dengan penduduk asli terutama keluarga kerajaan-
kerajaan Hindu dalam rangka mempercepat penyebaran agama Islam,
sehingga keturunan mereka sudah hampir tak bisa dikenali. Sedangkan
yang datang abad 18 dan sesudahnya banyak membatasi pernikahan
dengan penduduk asli dan sudah datang dengan marga-marga yang
terbentuk belakangan (abad 16-17) hingga saat ini sangat mudah dikenali
dalam bentuk fisik tubuh dan nama.
Sampai saat ini, peranan warga Arab-Indonesia dalam dunia
keagamaan Islam masih dapat terasakan. Mereka terutama yang
digilib.uinsby.ac.id digilib.uinsby.ac.id digilib.uinsby.ac.id digilib.uinsby.ac.id digilib.uinsby.ac.id digilib.uinsby.ac.id digilib.uinsby.ac.id
digilib.uinsby.ac.id digilib.uinsby.ac.id digilib.uinsby.ac.id digilib.uinsby.ac.id digilib.uinsby.ac.id digilib.uinsby.ac.id digilib.uinsby.ac.id
93
merupakan keturunan Nabi Muhammad SAW mendapat berbagai
panggilan (gelar) penghormatan, seperti Syekh, Sayyid, Syarif (di
beberapa daerah di Indonesia menjadi kata Ayip), Wan atau Habib dari
masyarakat Indonesia lainnya.
Di Hadramaut, banyak pemimpin agama yang makamnya diziarahi.
Demikian banyaknya jumlah mereka, hingga bila ada seseorang dari
Jakarta yang tinggal selama 40 hari di Hadramaut, belum tentu dapat
menjangkau seluruh tempat ziarah yang ada.
Tempat ziarah yang paling terkenal adalah “Qabr Hud”, yang
menurut kepercayaan orang Hadramaut adalah makam nenek moyang
mereka, Nabi Allah Hud AS. Qabr Hud terletak di sebuah lembah, dan
terdapat sebuah masjid berdekatan dengannya. Setiap tanggal 11 Sya'ban
tahun Hijriah, tempat ini banyak didatangi para penziah. Mereka bukan
saja berasal dari Hadramaut, melainkan juga dari berbagai negara yang
„memiliki' banyak keturunan Hadramaut. Mereka biasanya tinggal di
gedung-gedung bertingkat tiga yang hanya digunakan pada saat acara
ziarah. Pada hari itu juga ada pasar raya, yang suasananya kira-kira
seperti upacara Sekaten di Yogyakarta.
Menurut tradisi, untuk ziarah ini para peziarah sebaiknya mandi
terlebih dahulu atau minimal berwudhu di telaga Hud; yang terletak di
bawah makam Nabi Hud. Selama tiga hari, kepemimpinan ziarah di Qabr
Hud dilakukan secara berganti-ganti. Hari pertama dipimpin munsib
Alhabsji, hari kedua oleh munsib Shahabuddin, dan terakhir yang paling
meriah dipimpin oleh munsib Binsechbubakar. Begitu meriahnya akhir
digilib.uinsby.ac.id digilib.uinsby.ac.id digilib.uinsby.ac.id digilib.uinsby.ac.id digilib.uinsby.ac.id digilib.uinsby.ac.id digilib.uinsby.ac.id
digilib.uinsby.ac.id digilib.uinsby.ac.id digilib.uinsby.ac.id digilib.uinsby.ac.id digilib.uinsby.ac.id digilib.uinsby.ac.id digilib.uinsby.ac.id
94
ziarah ini, hingga peluru-peluru dihamburkan ke udara. Upacara itu
dilakukan oleh para pengawal BinSechbubakar, yang dikenal
berpengaruh di Hadramaut.
Secara umum penggolongan Marga Arab Hadramaut itu
dikategorikan dalam 4 golongan:
1) Alawiyin (golongan yang mengaku keturunan Rasulullah via
keturunan Ahmad bin Isa (AlMuhajir))
Contoh : Alatas – Alaydrus – Albar – Algadrie – Alhabsyi –
AlHamid – AlHadar – AlHadad – AlJufri – Assegaff -Baaqil –
Bawazier –Baridwan-BinSechbubakar-Jamalullail- Maula
Heleh/Maula Helah- Shihab.
2) Qabili / Qabail / Qabayl (golongan yang memegang senjata)
Contoh: Abud – AbdulAzis – Addibani – Afiff- Alhadjri – Alkatiri
– Ba'asyir- Bachrak -Badjubier- Bafadhal – Bahasuan –Basyaib-
Basyeiban- Baswedan-Bin Zagr- Martak-Nahdi- Sungkar.
3) Masaikh / Dhaif (gologang pedagang / petani / rakyat kebanyakan)
Contoh: Baraja.
4) Abid (golongan pembantu / hamba sahaya).
B. Kajian Teori
1) Interaksi Simbolik George Herbert Mead
Dalam penelitian mengenai inkulturasi budaya di Kampung Ampel
Surabaya, peneliti mengacu pada teori interaksi simbolik yang erat
digilib.uinsby.ac.id digilib.uinsby.ac.id digilib.uinsby.ac.id digilib.uinsby.ac.id digilib.uinsby.ac.id digilib.uinsby.ac.id digilib.uinsby.ac.id
digilib.uinsby.ac.id digilib.uinsby.ac.id digilib.uinsby.ac.id digilib.uinsby.ac.id digilib.uinsby.ac.id digilib.uinsby.ac.id digilib.uinsby.ac.id
95
kaitannya dengan proses penyesuaian budaya melalui makna yang didapat
dari interaksi, bahasa maupun simbol-simbol.
George Herbert Mead merupakan pelopor interaksi simbolik,
meskipun dalam perintisan teori ini banyak ilmuwan lain yang ikut serta
memberikan sumbangsihnya, seperti James Mark Baldwin, William James,
Charles H. Cooley, John Dewey dan William I. Thomas.
Mead mengembangkan teori interaksi simbolik pada tahun 1920-an
ketika beliau menjadi profesor filsafat di Universitas Chicago. Namun
gagasan-gagasannya mengenai interaksi simbolik berkembang pesat
setelah para mahasiswanya menerbitkan catatan dan kuliah-kuliahnya,
terutama melalui buku yang menjadi rujukan utama teori interaksi
simbolik, yakni mind, self, and society.
Karya Mead yang paling terkenal ini menggarisbawahi tiga konsep
kritis yang dibutuhkan dalam menyusun sebuah diskusi tentang teori
interaksi simbolik. Tiga konsep ini saling mempengaruhi satu sama lain
dalam term interaksi simbolik. Dari itu, pikiran manusia (mind) dan
interaksi sosial (diri/self dengan yang lain) digunakan untuk
menginterpretasikan dan memediasi masyarakat (society) di mana kita
hidup.
Makna berasal dari interaksi dan tidak dari cara yang lain. Pada saat
yang sama “pikiran” dan “diri” timbul dalam konteks sosial masyarakat.
digilib.uinsby.ac.id digilib.uinsby.ac.id digilib.uinsby.ac.id digilib.uinsby.ac.id digilib.uinsby.ac.id digilib.uinsby.ac.id digilib.uinsby.ac.id
digilib.uinsby.ac.id digilib.uinsby.ac.id digilib.uinsby.ac.id digilib.uinsby.ac.id digilib.uinsby.ac.id digilib.uinsby.ac.id digilib.uinsby.ac.id
96
Pengaruh timbal balik antara masyarakat, pengalaman individu dan
interaksi menjadi bahan bagi penelahaan dalam tradisi interaksi simbolik.37
Interaksi simbolik merupakan suatu aktivitas yang merupakan ciri
khas manusia, yakni komunikasi atau pertukaran simbol yang diberi
makna.38
Interaksi simbolik mempelajari sifat interaksi yang merupakan
kegiatan sosial dinamis manusia. Bagi perspektif ini, individu bersifat
aktif, reflektif, dan kreatif, menafsirkan, menampilkan perilaku yang rumit
dan sulit diramalkan.
Perspektif interaksi simbolik berusaha memahami perilaku manusia
dari sudut pandang subyek. Perspektif ini menyarankan bahwa perilaku
manusia harus dilihat sebagai proses yang memungkinkan manusia
membentuk dan mengatur perilakunya dengan mempertimbangkan
ekspektasi orang lain yang menjadi mitra interaksinya. Definisi yang
diberikan kepada orang lain, situasi, obyek dan bahkan dirinya sendiri
yang menentukan perilaku manusia.
Sebagaimana ditegaskan Blumer, dalam pandangan interaksi simbolik,
proses sosial dalam kehidupan kelompok yang menciptakan dan
menegakkan aturan-aturan, bukan sebaliknya. Dalam konteks ini, makna
dikonstruksikan dalam proses interaksi dan proses tersebut bukanlah suatu
medium netral yang memungkinkan kekuatan-kekuatan sosial memainkan
37
Ardianto, Elvinaro et al.. Komunikasi Massa: Suatu Pengantar (Bandung: Simbiosa Rekatama
Media, 2007), hlm. 136. 38
Mulyana, D. Metodologi Penelitian Kualitatif : Paradigma Baru Ilmu Komunikasi dan Ilmu
Sosial Lainnya. (Bandung: Remaja Rosda Karya, 2001), hlm. 68
digilib.uinsby.ac.id digilib.uinsby.ac.id digilib.uinsby.ac.id digilib.uinsby.ac.id digilib.uinsby.ac.id digilib.uinsby.ac.id digilib.uinsby.ac.id
digilib.uinsby.ac.id digilib.uinsby.ac.id digilib.uinsby.ac.id digilib.uinsby.ac.id digilib.uinsby.ac.id digilib.uinsby.ac.id digilib.uinsby.ac.id
97
perannya, melainkan justru merupakan substansi sebenarnya dari
organisasi sosial dan kekuatan sosial.39
Menurut teori interaksi simbolik, kehidupan sosial pada dasarnya
adalah interaksi manusia dengan menggunakan simbol-simbol. Secara
ringkas, interaksi simbolik didasarkan pada premis-premis berikut:
pertama, individu merespon suatu situasi simbolik. Mereka merespon
lingkungan, termasuk obyek fisik dan sosial berdasarkan makna yang
dikandung komponen-komponen lingkungan tersebut bagi mereka. Kedua,
makna adalah produk interaksi sosial, karena itu makna tidak melekat pada
obyek, melainkan dinegosiasikan melalui penggunaan bahasa. Ketiga,
makna yang diinterpretasikan individu dapat berubah dari waktu ke waktu,
sejalan dengan perubahan situasi yang ditemukan dalam interaksi sosial.
Teori ini berpandangan bahwa kenyataan sosial didasarkan kepada
definisi dan penilaian subyektif individu. Struktur sosial merupakan
definisi bersama yang dimiliki individu yang berhubungan dengan bentuk-
bentuk yang cocok, yang menghubungkannya satu sama lain. Tindakan-
tindakan individu dan juga pola interaksinya dibimbing oleh definisi
bersama yang sedemikian itu dan dikonstruksikan melalui proses interaksi.
Interaksi simbolik didasarkan pada ide-ide mengenai diri dan
hubungannya dengan masyarakat. Ralph Larossa dan Donald C. Reitzes
39
Deddy Mulyana,. Metodologi Penelitian Kualitatif : Paradigma Baru Ilmu Komunikasi dan Ilmu
Sosial Lainnya. (Bandung: Remaja Rosda Karya, 2001), hlm. 68-70.
digilib.uinsby.ac.id digilib.uinsby.ac.id digilib.uinsby.ac.id digilib.uinsby.ac.id digilib.uinsby.ac.id digilib.uinsby.ac.id digilib.uinsby.ac.id
digilib.uinsby.ac.id digilib.uinsby.ac.id digilib.uinsby.ac.id digilib.uinsby.ac.id digilib.uinsby.ac.id digilib.uinsby.ac.id digilib.uinsby.ac.id
98
mengatakan bahwa ada tiga tema besar yang mendasari asumsi dalam teori
interaksi simbolik40
:
1) Pentingnya makna bagi perilaku manusia
Teori interaksi simbolik berpegang pada perilaku individu dalam
membentuk makna melalui proses komunikasi karena makna tidak bersifat
intrinsik terhadap apapun. Dibutuhkan konstruksi interpretif diantara
orang-orang yang menciptakan makna. Bahkan tujuan dari interaksi
menurut teori interaksi simbolik adalah untuk menciptakan makna yang
sama. Hal ini penting karena tanpa makna yang sama komunikasi akan
terjadi sangat sulit atau bahkan tidak mungkin. Dalam karya Herbert
Blumer dijelaskan ada tiga asumsi mendasar teori interaksi simbolik
yakni :
1) Manusia bertindak terhadap orang lain berdasarkan makna yang
diberikan orang lain terhadap dirinya.
Asumsi ini menjelaskan prilaku sebagai suatu rangkaian
pemikiran dan perilaku yang dilakukan secara sadar antara rangsangan
dan respon orang berkaitan dengan rangsangan tersebut. Bahkan lebih
jauh lagi teori ini mempelajari makna dibalik perilaku, baik secara
psikologis maupun sosiologis. Makna yang kita berikan pada simbol
merupakan produk interaksi sosial dan menggambarkan kesepakatan
kita untuk menerapkan makna tertentu pada simbol tertentu pula.
40
West, Richard & Lynn H. T. Pengantar Teori Komunikasi: Analisis dan Aplikasi. Buku 1 Edisi
ke-3 Terjemahan Maria Natalia Damayanti Maer. (Jakarta: Salemba Humanika, 2008), hlm. 98-
104.
digilib.uinsby.ac.id digilib.uinsby.ac.id digilib.uinsby.ac.id digilib.uinsby.ac.id digilib.uinsby.ac.id digilib.uinsby.ac.id digilib.uinsby.ac.id
digilib.uinsby.ac.id digilib.uinsby.ac.id digilib.uinsby.ac.id digilib.uinsby.ac.id digilib.uinsby.ac.id digilib.uinsby.ac.id digilib.uinsby.ac.id
99
2) Makna yang diciptakan dalam interaksi antar manusia.
Mead menekankan dasar intersubyektif dari makna sebuah benda.
Makna dapat ada hanya ketika orang-orang memiliki interpretasi yang
sama mengenai simbol yang ditukarkan dalam interaksi. Blumer
menjelaskan ada tiga cara untuk menjelaskan sebuah makna. Pertama,
makna adalah suatu yang bersifat intrinsik dari suatu benda. Misalnya
sebuah bangku jelas-jelas merupakan bangku dalam dirinya,
maknanya memancar dapat dikatakan demikian dari benda tersebut
sesuai dengan fungsinya. Yang penting adalah untuk mengenali
makna yang sudah ada dalam benda tersebut.
Kedua, asal-usul makna terlihat dari siapa yang membawa benda
tersebut dan bagi siapa benda tersebut memiliki makna. Hal ini
memperkuat asumsi bahwa makna ada dalam diri orang, bukan
didalam benda. Dalam sudut pandang ini makna dijelaskan dengan
mengisolasi elemen-elemen psikologis di dalam seorang individu
yang menghasilkan makna.
Ketiga, dikatakan bahwa melihat makna sebagai sesuatu yang
terjadi di antara orang-orang. Makna adalah produk sosial atau ciptaan
yang dibentuk dalam dan melalui pendefinisian aktivitas manusia
ketika sedang berinteraksi.
digilib.uinsby.ac.id digilib.uinsby.ac.id digilib.uinsby.ac.id digilib.uinsby.ac.id digilib.uinsby.ac.id digilib.uinsby.ac.id digilib.uinsby.ac.id
digilib.uinsby.ac.id digilib.uinsby.ac.id digilib.uinsby.ac.id digilib.uinsby.ac.id digilib.uinsby.ac.id digilib.uinsby.ac.id digilib.uinsby.ac.id
100
3) Makna dimodifikasi melalui proses interpretatif.
Blumer menyatakan bahwa proses interpretatif memiliki dua
langkah. Pertama, para pelaku menentukan benda-benda yang
mempunyai makna. Blumer berargumen bahwa bagian dari proses ini
berbeda dengan pendekatan psikologis dan terdiri atas orang-orang
yang terlibat di dalam komunikasi dengan dirinya sendiri. Kedua,
melibatkan pelaku untuk memilih, mengecek dan melakukan
transformasi makna didalam konteks dimana pelaku berada.
Disesuaikan dengan budaya, karakter dan waktu dimana komunikasi
itu dilakukan.
2) Pentingnya konsep mengenai diri
Tema kedua pada interaksi simbolik berfokus pada pentingnya konsep
diri (self concept) atau seperangkat persepsi yang relatif stabil yang
dipercaya orang mengenai dirinya. Karakteristik tentang ciri fisiknya,
peranan, talenta, keadaan emosi, nilai, keterampilan dan keterbatasan
sosial, intelektualitas dan seterusnya membentuk konsep dirinya.
Selanjutnya interaksi simbolik tertarik pada cara orang mengembangkan
konsep diri. interaksi simbolik menggambarkan individu dengan diri yang
aktif, didasarkan pada interaksi sosial dengan orang lainnya.
1) Individu-individu mengembangkan konsep diri melalui interaksi
dengan orang lain.
digilib.uinsby.ac.id digilib.uinsby.ac.id digilib.uinsby.ac.id digilib.uinsby.ac.id digilib.uinsby.ac.id digilib.uinsby.ac.id digilib.uinsby.ac.id
digilib.uinsby.ac.id digilib.uinsby.ac.id digilib.uinsby.ac.id digilib.uinsby.ac.id digilib.uinsby.ac.id digilib.uinsby.ac.id digilib.uinsby.ac.id
101
Asumsi ini menyatakan bahwa kita membangun perasaan akan
diri (sense of self) tidak selamanya melalui kontak dengan orang lain.
Orang-orang tidak lahir dengan konsep diri dan belajar tentang dirinya
melalui interaksi. Menurut interaksi simbolik bayi tidak memiliki
perasaan mengenai dirinya sendiri sebagai individu. Selama tahun
pertama kehidupannya, anak-anak mulai untuk membedakan dirinya
dengan alam sekitarnya. Ini merupakan perkembangan paling awal
dari konsep diri.
Interaksi simbolik terus berlanjut melalui proses anak
mempelajari bahasa dan kemampuan untuk memberikan respon
kepada orang lain serta menginternalisasi umpan balik yang ia terima.
Peneliti-peneliti sepakat bahwa keluarga memiliki peranan penting
sebagai institusi untuk bersosialisasi.
2) Konsep diri memberikan sebuah motif penting untuk berperilaku.
Pemikiran bahwa keyakinan, nilai, perasaan, penilaian-penilaian,
mengenai diri mempengaruhi perilaku adalah sebuah prinsip penting
dalam teori interaksi simbolik. Herbert Mead berpendapat bahwa
karena manusia memiliki diri, manusia memilih mekanisme untuk
interaksi dengan dirinya sendiri. Mekanisme ini digunakan untuk
menuntun perilaku dan sikap. Penting juga diingat bahwa Mead
melihat diri sebagai sebuah proses bukan struktur. Memiliki struktur
memaksa orang untuk mengonstruksi tindakan dan responnya
daripada sekedar mengekspresikannya.
digilib.uinsby.ac.id digilib.uinsby.ac.id digilib.uinsby.ac.id digilib.uinsby.ac.id digilib.uinsby.ac.id digilib.uinsby.ac.id digilib.uinsby.ac.id
digilib.uinsby.ac.id digilib.uinsby.ac.id digilib.uinsby.ac.id digilib.uinsby.ac.id digilib.uinsby.ac.id digilib.uinsby.ac.id digilib.uinsby.ac.id
102
Misalnya jika anda merasa yakin akan kemampuan anda dalam
melakukan sesuatu, maka akan sangat mungkin bahwa anda akan
berhasil dengan baik dalam melakukan hal tersebut. Bahkan akan
sangat mungkin pula bahwa anda akan merasakan percaya diri dalam
melakukan hal lainnya. Proses ini sering kali dikatakan sebagai
prediksi pemenuhan diri (self fulfilling prophecy) atau pengharapan
akan diri yang menyebabkan seseorang berprilaku sedemikian rupa
sehingga harapannya terwujud.
3) Hubungan antara individu dan masyarakat
Tema yang terakhir berkaitan dengan hubungan antara kebebasan
individu dan batasan sosial. Mead dan Blumer mengambil posisi tengah
untuk pertanyaan ini. Individu tersebut mencoba menjelaskan baik
mengenai keteraturan dan perubahan dalam proses sosial. Asumsi-asumsi
yang berkaitan dengan tema ini adalah :
1) Orang dan kelompok- kelompok dipengaruhi oleh proses budaya dan
sosial.
Asumsi ini mengakui bahwa norma-norma sosial membatasi
perilaku individu. Sebagai contoh seseorang yang bekerja pada hari
pertamanya di tempat yang baru, ia akan lebih memilih menggunakan
pakaian yang sesuai dengan norma dan budaya dimana ia bekerja,
walaupun sebetulnya ia tidak menyukaianya.
Selain itu, budaya dengan sangat kuat mempengaruhi individu
dan sikap yang kita anggap penting dalam konsep diri. Di amerika
digilib.uinsby.ac.id digilib.uinsby.ac.id digilib.uinsby.ac.id digilib.uinsby.ac.id digilib.uinsby.ac.id digilib.uinsby.ac.id digilib.uinsby.ac.id
digilib.uinsby.ac.id digilib.uinsby.ac.id digilib.uinsby.ac.id digilib.uinsby.ac.id digilib.uinsby.ac.id digilib.uinsby.ac.id digilib.uinsby.ac.id
103
serikat, orang yang melihat dirinya sebagai orang yang asertif (tegas)
adalah orang yang seringkali bangga pada atribut ini dan
merefleksikannya dengan baik pada dirinya. Dapat terjadi demikian
karena Amerika serikat adalah sebuah budaya yang individualistis
yang menghargai ketegasan dan individualitas. Pada banyak budaya
Asia kerjasama dan komunitas dihargai dengan sangat tinggi dan
kolektivitasnya lebih penting daripada individual. Jadi, orang Asia
yang melihat dirinya sebagai orang yang asertif mungkin akan merasa
malu dengan konsep diri semacam ini.
2) Struktur sosial dihasilkan melalui interaksi sosial.
Asumsi ini mempertegas bahwa dalam situasi tertentu individu
dalam interaksinya dapat memodifikasi struktur dan dan tidak secara
penuh dibatasi oleh hal tersebut. Dengan kata lain menurut interaksi
simbolik manusia juga menjadi pembuat pilihan.
A B C