Upload
restiumaya
View
47
Download
0
Embed Size (px)
DESCRIPTION
kesehatan masyarakat
Citation preview
BAB II
TINJAUAN PUSTAKA
2.1 Tinjauan Teori Perilaku
2.1.1 Pengertian Perilaku
Dari segi biologis, perilaku adalah suatu kegiatan atau aktivitas
organisme (makhluk hidup) yang bersangkutan. Oleh sebab itu, dari sudut
pandang biologis semua makhluk hidup mulai dari tumbuh-tumbuhan,
binatang sampai dengan manusia itu berperilaku, karena mereka
mempunyai aktivitas masing-masing. Sehingga yang dimaksud dengan
perilaku manusia, pada hakikatnya adalah tindakan atau aktivitas dari
manusia itu sendiri yang mempunyai bentangan yang sangat luas, baik
yang dapat diamati langsung, maupun yang tidak dapat diamati langsung
(Notoatmodjo, 2012).
Skinner (1938) seorang ahli psikologi, merumuskan bahwa perilaku
merupakan respons atau reaksi seseorang terhadap stimulus (rangsangan
dari luar). Oleh karena perilaku ini terjadi melalui proses adanya stimulus
terhadap organisme, dan kemudian organisme tersebut merespons, maka
teori Skinner ini disebut teori “SOR” atau Stimulus Organisme Respons
(dalam Notoatmodjo, 2012). Menurut Ensiklopedia Amerika perilaku
diartikan sebagai suatu aksi atau reaksi organisme terhadap
lingkungannya. Hal ini berarti bahwa perilaku baru terjadi apabila ada
sesuatu yang diperlukan untuk menimbulkan reaksi, yakni yang disebut
16
rangsangan. Dengan demikian maka suatu rangsangan akan menghasilkan
reaksi atau perilaku tertentu (dalam Amalia, 2013).
Dengan demikian berdasarkan pengertian diatas yang dimaksud
dengan perilaku secara umum adalah kegiatan atau tindakan seseorang
baik yang dapat diamati langsung maupun tidak langsung dengan proses
adanya rangsangan atau stimulus dari lingkungannya.
2.1.2 Perilaku Masyarakat Terhadap Kesehatan
Masyarakat memiliki beberapa macam perilaku terhadap kesehatan.
Berdasarkan batasan perilaku dari Skinner tersebut, maka perilaku
kesehatan adalah suatu respons seseorang (organisme terhadap stimulus
atau objek yang berkaitan dengan sakit dan penyakit, sistem pelayanan
kesehatan, makanan, dan minuman, serta lingkungan. Dari batasan ini,
perilaku kesehatan dapat diklasifikasikan menjadi tiga kelompok.
1. Perilaku pemeliharaan kesehatan (Health maintenance)
Adalah perilaku atau usaha-usaha seseorang untuk memelihara atau
menjaga kesehatan agar tidak sakit dan usaha untuk penyembuhan
bilamana sakit. Oleh sebab itu, perilaku pemeliharaan kesehatan ini
terdiri dari tiga aspek, yaitu:
a. Perilaku pencegahan penyakit dan penyembuhan penyakit bila
sakit, serta pemulihan kesehatan bilamana telah sembuh dari
penyakit.
b. Perilaku peningkatan kesehatan, apabila seseorang dalam keadaan
sehat. Penjelasan yang dimaksud ini adalah bahwa kesehatan itu
17
sangat dinamis dan relatif, maka dari itu orang yang sehat pun
perlu diupayakan supaya mencapai tingkat kesehatan yang
seoptimal mungkin. Defini kesehatan itu sendiri menurut Undang-
Undang Kesehatan No. 36 Tahun 2009 adalah bahwa kesehatan itu
mencakup lima aspek yakni fisik (badan), mental (jiwa), sosial,
spiritual, dan ekonomi.
c. Perilaku gizi (makanan dan minuman), hal ini tergantung pada
perilaku seseorang terhadap makanan dan minuman tersebut.
2. Perilaku pencarian dan penggunaan sistem atau fasilitas pelayanan
kesehatan, atau sering disebut perilaku pencarian pengobatan (health
seeking behavior)
Perilaku ini adalah menyangkut upaya atau tindakan seseorang pada
saat menderita penyakit dan atau kecelakaan. Perilaku ini dimulai dari
mengobati sendiri sampai mencari pengobatan ke luar negeri.
3. Perilaku kesehatan lingkungan
Bagaimana seseorang merespons lingkungan, baik lingkungan fisik
maupun sosial budaya, dan sebagainya, sehingga lingkungan tersebut
tidak mempengaruhi kesehatannya. Dengan perkataan lain, bagaimana
seseorang mengelola lingkungannya sehingga tidak mengganggu
kesehatannya sendiri, keluarga, atau masyarakatnya. Misalnya
bagaimana seseorang memelihara lingkungan rumahnya supaya tidak
ada jentik nyamuk DBD agar terhindar dari gigitan nyamuk DBD
(Notoatmodjo, 2012).
18
2.1.3 Domain Perilaku
Meskipun perilaku adalah bentuk respons atau reaksi terhadap
stimulus atau rangsangan dari luar organisme (orang), namun dalam
memberikan respons sangat tergantung pada karakterisitik atau faktor-
faktor lain dari orang yang bersangkutan. Hal ini berarti meskipun
stimulusnya sama bagi beberapa orang, namun respons tiap-tiap orang
berbeda. Faktor-faktor yang membedakan respons terhadap stimulus yang
berbeda disebut determinan perilaku. Determinan perilaku ini dapat
dibedakan menjadi dua, yakni:
1. Determinan atau faktor internal, yakni karak teristik orang yang
bersangkutan, yang bersifat given atau bawaan, misalnya: tingkat
kecerdasan, tingkat emosional, jenis kelamin, dan sebagainya.
2. Determinan atau faktor eksternal, yakni lingkungan, baik lingkungan
fisik, sosial, budaya, ekonomi, politik, dan sebagainya. Faktor
lingkungan ini sering merupakan faktor yang dominan yang mewarnai
perilaku seseorang (Notoatmodjo, 2012).
2.1.4 Perubahan (Adopsi) Perilaku dan Indikatornya
Perubahan atau adopsi perilaku baru adalah suatu proses yang
kompleks dan memerlukan waktu yang relative lama. Secara teori
perubahan perilaku seseorang menerima atau mengadopsi perilaku baru
dalam kehidupannya melalui tiga tahap.
19
1. Perubahan Pengetahuan
Sebelum seseorang mengadopsi perilaku (berperilaku baru), ia
harus tahu terlebih dahulu apa arti atau manfaat perilaku tersebut bagi
dirinya atau keluarganya. Orang akan melakukan pemberantasan
sarang nyamuk (PSN) apabila ia tahu apa tujuan dan manfaatnya bagi
kesehatan atau keluarganya, dan apa bahayanya bila tidak melakukan
PSN tersebut. Indikator-indikator apa yang dapat digunakan untuk
mengetahui tingkat pengetahuan atau kesadaran terhadap kesehatan,
dapat dikelompokkan menjadi:
a. pengetahuan tentang sakit dan penyakit yang meliputi:
1) penyebab penyakit
2) gejala atau tanda-tanda penyakit
3) bagaimana cara pengobatan, atau ke mana mencari pengobatan
4) bagaimana cara penularannya
5) bagaimana cara pencegahannya termasuk imunisasi, dan
sebagainya
b. pengetahuan tentang cara pemeliharaan kesehatan dan cara hidup
sehat, meliputi:
1) jenis-jenis makanan yang bergizi
2) manfaat makan yang bergizi bagi kesehatannya
3) pentingnya olahraga bagi kesehatan
4) penyakit-penyakit atau bahaya merokok, minum-minuman
keras, narkoba, dan sebagainya
20
5) pentingnya istirahat cukup, relaksasi, rekreasi, dan sebagainya
bagi kesehatan.
c. pengetahuan tentang kesehatan lingkungan
1) manfaat air bersih
2) cara-cara pembuangan limbah yang sehat, termasuk
pembuangan kotoran yang sehat, dan sampah
3) manfaat pencahayaan dan penerangan rumah yang sehat
4) akibat polusi (polusi air, udara, dan tanah) bagi kesehatan, dan
sebagainya.
Proses Adopsi Perilaku
Dari pengalaman dan penelitian terbukti bahwa perihal yang
didasari oleh pengetahuan akan lebih langgeng daripada perilaku
yang tidak didasari oleh pengetahuan. Penelitian Rogers (1974)
mengungkapkan bahwa sebelum orang mengadopsi perilaku baru
(berperilaku baru), di dalam diri orang tersebut terjadi proses yang
berurutan, disingkat AIETA, yang artinya Awareness (kesadaran),
Interest (tertarik pada stimulus), Evaluation (menimbang-nimbang
baik dan tidaknya stimulus tersebut bagi dirinya), Trial (orang
telah mulai mencoba perilaku baru), dan Adoption (subjek telah
berperilaku baru sesuai dengan pengetahuan, kesadaran, dan
sikapnya terhadap stimulus).
21
Namun demikian, dari penelitian selanjutnya Rogers
menyimpulkan bahwa perubahan perilaku tidak selalu melewati
tahap-tahap di atas (Notoatmodjo, 2012).
2. Sikap
Telah diuraikan di atas bahwa sikap adalah penilaian (bisa berupa
pendapat) seseorang terhadap stimulus atau objek (dalam hal ini adalah
masalah kesehatan, termasuk penyakit). Setelah seseorang mengetahui
stimulus atau objek, proses selanjutnya akan menilai atau bersikap
terhadap stimulus atau objek kesehatan tersebut. Oleh sebab itu
indikator untuk sikap kesehatan juga sejalan dengan pengetahuan
kesehatan seperti di atas, yakni:
a. Sikap terhadap sakit dan penyakit
Adalah bagaimana penilaian atau pendapat seseorang terhadap:
gejala atau tanda-tanda penyakit, penyebab penyakit, cara penularan
penyakit, cara pencegahan penyakit, dan sebagainya.
b. Sikap cara pemeliharaan dan cara hidup sehat
Adalah penilaian atau pendapat seseorang terhadap cara-cara
memelihara dan cara-cara (berperilaku) hidup sehat. Dengan
perkataan lain pendapat atau penilaian terhadap makanan, minuman,
olahraga, relaksasi (istirahat), dan sebagainya bagi kesehatannya.
c. Sikap terhadap kesehatan lingkungan
Adalah pendapat atau penilaian seseorang terhadap lingkungan dan
pengaruhnya terhadap kesehatan. Misalnya pendapat atau penilaian
22
terhadap air bersih, pembuangan limbah, polusi, melakukan PSN
dengan 3M, dan sebagainya.
3. Praktik atau Tindakan (Practice)
Setelah seseorang mengetahui stimulus atau objek kesehatan,
kemudian mengadakan penilaian atau pendapat terhadap apa yang
diketahui, proses selanjutnya diharapkan ia akan melaksanakan atau
mempraktikan apa yang diketahui atau disikapinya dinilai baik. Inilah
yang disebut praktik (practice) kesehatan, atau dapat juga dikatakan
perilaku kesehatan (overt behavior). Oleh sebab itu indikator praktik
kesehatan ini juga mencakup hal-hal tersebut di atas, yakni:
a. Tindakan (praktik) sehubungan dengan penyakit
b. Tindakan (praktik) pemeliharaan dan peningkatan kesehatan
c. Tindakan (praktik) kesehatan lingkungan
2.1.5 Perubahan Perilaku dan Pendidikan Kesehatan
Menurut Blum dalam Notoatmodjo, 2012 perilaku merupakan faktor
terbesar kedua setelah faktor lingkungan yang mempengaruhi kesehatan
individu, kelompok, atau masyarakat. Oleh sebab itu, dalam rangka
membina dan meningkatkan kesehatan masyarakat, intervensi atau upaya
yang ditujukan kepada faktor perilaku ini sangat strategis. Intervensi
terhadap faktor perilaku secara garis besar dapat dilakukan melalui dua
upaya yang saling bertentangan. Masing-masing upaya tersebut
mempunyai kelebihan dan kekurangan. Kedua upaya tersebut dilakukan
melalui:
23
1. Paksaan (Coertion)
Upaya agar masyarakat mengubah perilaku atau mengadopsi
perilaku kesehatan dengan cara-cara tekanan, paksaan atau koersi
(coertion). Upaya ini bisa secara tidak langsung dalam bentuk undang-
undang atau peraturan-peraturan (law enforcement), instruksi-instruksi,
dan secara langsung melalui tekanan-tekanan (fisik atau nonfisik),
sanksi-sanksi, dan sebagainya. Pendekatan atau cara ini biasanya
menimbulkan dampak yang lebih cepat terhadap perubahan perilaku.
Tetapi pada umummnya perubahan atau perilaku baru ini tidak
langgeng (sustainable), karena perubahan perilaku yang dihasilkan
dengan cara ini tidak didasari oleh pengertian dan kesadaran yang
tinggi terhadap tujuan perilaku tersebut dilaksanakan.
2. Pendidikan (Education)
Upaya agar masyarakat berperilaku atau mengadopsi perilaku
kesehatan dengan cara persuasi, bujukan, imbauan, ajakan,
memberikan informasi, memberikan kesadaran, dan sebagainya,
melalui kegiatan yang disebut pendidikan atau promosi kesehatan.
Memang dampak yang timbul dari cara ini terhadap perubahan
perilaku masyarakat, akan memakan waktu lama dibandingkan dengan
cara koersi. Namun demikian, bila perilaku tersebut berhasil diadopsi
masyarakat, maka akan langgeng, bahkan selama hidup dilakukan.
Dalam rangka pembinaan dan peningkatan perilaku kesehatan
masyarakat, tampaknya pendekatan edukasi (pendidikan kesehatan)
24
lebih tepat dibandingkan dengan pendekatan koersi. Dapat disimpulkan
bahwa pendidikan atau promosi kesehatan adalah suatu bentuk
intervensi atau upaya yang ditujukan kepada perilaku, agar perilaku
tersebut kondusif untuk kesehatan. Dengan perkata lain, promosi
kesehatan mengupayakan agar perilaku individu, kelompok, atau
masyarakat mempunyai pengaruh positif terhadap pemeliharaan dan
peningkatan kesehatan. Agar intervensi atau upaya tersebut efektif,
maka sebelum dilakukan intervensi perlu dilakukan diagnosis atau
analisis terhadap masalah perilaku tersebut. Konsep umum yang
digunakan untuk mendiagnosis perilaku adalah konsep dari Lawrence
Green (1980). Menurut Green, perilaku dipengaruhi oleh tiga faktor
utama, yaitu:
a. Faktor predisposisi (Predisposing factor)
Faktor ini mencakup pengetahuan dan sikap masyarakat
terhadap kesehatan, tradisi dan kepercayaan masyarakat terhadap
hal-hal yang berkaitan dengan kesehatan, system nilai yang dianut
masyarakat, tingkat pendidikan, tingkat sosial ekonomi, dan
sebagainya.
b. Faktor Pemungkin (Enabling factors)
Faktor ini mencakup ketersediaan sarana dan prasarana atau
fasilitas kesehatan bagi masyarakat, misalnya air bersih, tempat
pembuangan sampah, tempat pembuangan tinja, ketersediaan
makanan yang bergizi, dan sebagainya. Termasuk juga fasilitas
25
pelayanan kesehatan seperti puskesmas, rumah sakit, poliklinik,
posyandu, polindes, pos obat desa, dokter atau bidan praktik swasta,
dan sebagainya. Untuk berperilaku sehat, masyarakat memerlukan
sarana dan prasarana pendukung.
Fasilitas ini pada hakikatnya mendukung atau memungkinkan
terwujudnya perilaku kesehatan, maka faktor-faktor ini disebut
faktor pendukung, atau faktor pemungkin. Kemampuan ekonomi
pun juga merupakan faktor pendukung untuk berperilaku sehat.
c. Faktor Penguat (Reinforcing factors)
Faktor ini meliputi faktor sikap dan perilaku tokoh masyarakat
(toma), tokoh agama (toga), sikap dan perilaku para petugas
termasuk petugas kesehatan. Termasuk juga disini undang-undang,
peraturan-peraturan, baik dari pusat maupun pemerintah daerah,
yang terkait dengan kesehatan. Untuk berperilaku sehat, masyarakat
kadang-kadang bukan hanya perlu pengetahuan dan sikap positif
dan dukungan fasilitas saja, melainkan diperlukan perilaku contoh
(acuan) dari para tokoh masyarakat, tokoh agama, dan para petugas,
lebih-lebih para petugas kesehatan. Di samping itu undang-undang
juga diperlukan untuk memperkuat perilaku masyarakat tersebut.
Oleh sebab itu, intervensi pendidikan (promosi) kesehatan
hendaknya dimulai dengan mendiagnosis ketiga faktor penyebab
(determinan) tersebut, kemudian intervensinya juga diarahkan
terhadap tiga faktor tersebut. Diagnosis perilaku ini disebut model
26
Keturunan
Pelayanan Kesehatan
Predisposing Factors (Pengetahuan, sikap,
kepercayaan, tradisisi, nilai, dsb.
Reinforcing Factors (sikap dan perilaku petugas, peraturan
UU, dll
Enabling Factors (ketersediaan sumber-
sumber/fasilitas)
Perilaku
Status Kesehatan Lingkungan
Training Advokasi, dll
Pemberdayaan Masyarakat (Pemberdayaan Sosial)
Komunikasai (Penyuluhan)
Edukasi
Promosi kesehatan
“Precede” atau predisposing, reinforcing and enabling cause in
educational diagnosis and evaluation (Green, 1980 dalam
Notoatmodjo, 2012).
Gambar 2.1Hubungan Status Kesehatan, Perilaku, dan Promosi Kesehatan
Apabila konsep Blum yang menjelaskan bahwa derajat kesehatan itu
dipengaruhi oleh empat faktor utama, yakni lingkungan, perilaku,
pelayanan kesehatan, dan keturunan (hereditas), maka promosi kesehatan
adalah sebuah intervensi terhadap faktor perilaku (konsep Green), maka
27
kedua konsep tersebut dapat diilustrasikan seperti gambar 2.1 di atas
(Notoatmodjo, 2012).
2.2 Demam Berdarah Dengue (DBD)
Penyakit DBD merupakan penyakit menular yang bersumber binatang,
penyakit ini ditularkan oleh gigitan nyamuk. Dibawah ini akan dijelaskan
mengenai tinjauan umum yang berkaitan dengan penyakit DBD sebagai
berikut:
2.2.1 Pengertian DBD
Pengertian Demam Berdarah Dengue atau dalam bahasa inggris
Dengue Haemoragic Fever menurut Arief Mansjoer & Suprohaita,
2000 adalah penyakit demam akut yang disertai dengan adanya
manisfestasi perdarahan, yang bertendensi mengakibatkan renjatan
(syok) yang dapat menyebabkan kematian (dalam Indah, 2014).
Menurut Soegijanto (2006) DBD adalah penyakit yang disebabkan
oleh virus dengue I, II, III, IV yang ditularkan oleh nyamuk Aedes
aegypti dan Aedes albopictus (dalam Anonim).
Sedangkan menurut Depkes RI, 2005 Demam berdarah dengue
(DBD) adalah penyakit yang ditandai dengan: (1) demam tinggi
mendadak, tanpa sebab yang jelas, berlangsung terus menerus selama
2-7 hari, (2) Manisfestasi perdarahan (petekie, purpura, perdarahan
konjungtivita, epistaksis, ekimosis, perdarahan mukosa, perdarahan
gusi, hematemesis, melena, hematuri) termasuk uji tourniquet (Rumple
Leede) positif, (3) Trombositopenia (jumlah trombosit ≤ 100.000/µl),
28
(4) Hemokonsentrasi (Peningkatan hematokrit ≥ 20 %), dan (5)
Disertai dengan atau tanpa pembesaran hati (hepatomegali).
DBD pada umumnya menyerang anak-anak, tetapi dalam dekade
terakhir terlihat adanya kecenderungan kenaikan proporsi pada
kelompok umur dewasa. Penyebab DBD adalah virus dengue yang
sampai sekarang dikenal 4 serotipe (Dengue-1, Dengue-2, Dengue-3,
dan Dengue-4), termasuk dalam grup B Arthropod Borne Virus
(Arbovirus). Ke-empat serotipe virus ini telah ditemukan di berbagai
daerah di Indonesia. Hasil penelitian di Indonesia menunjukkan bahwa
Dengue-3 sangat berkaitan dengan kasus DBD berat dan merupakan
serotipe yang paling luas distribusinya disusul oleh Dengue-2, Dengue-
1 dan Dengue-4 (Depkes RI, 2005).
Dengan demikian berdasarkan pengertian diatas yang dimaksud
dengan penyakit Demam Berdarah Dengue (DBD) adalah penyakit
demam akut selama 2-7 hari dengan adanya perdarahan yang
disebabkan oleh virus dengue I, II, III, dan IV yang ditularkan oleh
nyamuk jenis Aedes Aegypti dan Aedes Albopictus yang dapat
menyerang semua kelompok umur dan dapat menyebabkan kematian.
2.2.2 Tanda dan Gejala Penyakit DBD
1. Demam
DBD didahului oleh demam tinggi yang mendadak, terus menerus,
berlangsung 2-7 hari dan panasnya naik turun kurang lebih dari hari
ketiga sampai ketujuh.
29
2. Tanda-tanda Perdarahan
Perdarahan ini terjadi disemua organ. Bentuk perdarahan ini hanya
dapat uji Tourniquet (Rumple Leede) positif dalam bentuk satu atau
lebih manifestasi perdarahan, salah satunya adalah petekie yang
merupakan tanda perdarahan yang sering ditemukan, tanda ini dapat
muncul pada hari-hari pertama.
3. Pembesaran Hati (hepatomegali)
Sifat pembesaran hati ini pada umumnya dapat ditemukan pada
permulaan penyakit, tidak sejajar dengan beratnya penyakit dan
adanya nyeri tekan sering ditemukan tanpa disertai ikterus.
4. Renjatan (syok)
Tanda-tanda renjatan ini kulit teraba dingin dan lembab terutama
pada ujung hidung, jari tangan dan kaki, penderita menjadi gelisah,
sianosis disekitar mulut, nadi cepat, lemah, kecil sampai tak teraba
dan tekanan nadi menurun sampai 80 mmHg atau kurang.
5. Trombositopeni
Jumlah trombosit ≤ 100.000/µl biasanya ditemukan diantara hari ke
3-7 sakit. Pemeriksaan trombosit perlu diulang sampai terbukti
bahwa jumlah trombosit dalam batas normal atau menurun.
6. Hemokonsentrasi (peningkatan hematokrit)
Peningkatan nilai hematokrit (Ht) menggambarkan hemokonsentrasi
selalu dijumpai pada DBD, merupakan indikator yang peka
30
terjadinya perembesan plasma, sehingga dilakukan pemeriksaan
hematokrit secara berkala.
7. Gejala klinik lain
Gejala klinik lain yang dapat menyertai penderita DBD ialah nyeri
otot, anoreksia, lemah, mual, muntah, sakit perut, diare atau
konstipasi, dan kejang. Pada beberapa kasus terjadi hiperpireksia
disertai kejang dan penurunan kesadaran sehingga sering di
diagnosis sebagai ensefalitis, selain itu adalah keluhan sakit perut
yang hebat sering kali timbul mendahului perdarahan
gastrointestinal dan renjatan (Depkes RI, 2005).
2.2.3 Diagnosis Klinis DBD
Diagnosis klinis DBD ditegakkan berdasarkan kriteria diagnosis
menurut WHO terdiri dari kriteria klinis dan laboratoris. Penggunaan
kriteria ini dimaksudkan untuk mengurangi diagnosis yang berlebihan.
Berikut tanda-tanda kriteria klinis dan Kriteria Laboratoris:
1. Kriteria klinis
a. Demam tinggi mendadak, tanpa sebab yang jelas, berlangsung
terus menerus selama 2-7 hari.
b. Terdapat manifestasi perdarahan, sekurang-kurangnya uji
Tourniquet (Rumple Leede) positif. Tanda-tanda perdarahan ini
terjadi di semua organ.
c. Pembesaran hati (hepatomegali)
d. Syok (renjatan)
31
2. Kriteria Laboratoris
a. Trombositopenia (jumlah trombosit ≤ 100.000/µl.
b. Hemokonsentrasi, dapat dilihat dari peningkatan hematokrit
≥20% (Depkes RI, 2005).
2.2.4 Masa Inkubasi Penyakit DBD
Terdapat masa inkubasi ekstrinsik dan masa inkubasi intrinsik.
Masa inkubasi ekstrinsik merupakan periode waktu perkembangbiakan
virus dalam kelenjar liur nyamuk sampai dapat menularkan pada
manusia yang berkisar 8 – 10 hari. Masa inkubasi intrinsik merupakan
periode waktu perkembangbiakan virus didalam tubuh manusia sejak
masuk sampai timbulnya gejala penyakit yang berkisar 4 – 6 hari
(Kemenkes RI, 2011).
2.2.5 Epidemiologi Penyakit DBD
Di Indonesia, KLB DBD sering terjadi pada saat perubahan musim
dari kemarau ke hujan atau sebaliknya. Hampir sebagian besar wilayah
Indonesia endemis DBD. KLB DBD dapat terjadi di daerah yang
memiliki sistim pembuangan dan penyediaan air tidak memadai, baik di
pedesaan maupun perkotaan. Serangan DBD sering terjadi pada daerah
yang padat penduduk dan kumuh (Kemennkes RI, 2011).
Frekuensi KLB DBD semakin tahun semakin meningkat, daerah
yang terserang juga semakin luas. Berdasarkan data yang ada dapat
diidentifikasi terjadinya peningkatan frekuensi serangan setiap 3-5
tahun sekali dengan jumlah penderita yang lebih besar. Walaupun risiko
32
kematian diantara penderita DBD (CFR) semakin menurun tetapi
jumlah kematian DBD (angka kematian) semakin meningkat
(Kemenkes RI, 2011).
2.2.6 Penularan Virus DBD
1. Sumber dan Cara Penularan
Sumber penularan penyakit adalah manusia dan nyamuk Aedes.
Manusia tertular melalui gigitan nyamuk Aedes yang telah terinfeksi
virus dengue, sebaliknya nyamuk terinfeksi ketika menggigit
manusia dalam stadium viremia. Viremia terjadi pada satu atau dua
hari sebelum awal munculnya gejala. Terdapat 2 jenis vektor, yaitu
Ae. aegypti dan Ae. albopictus. Ae.aegypti merupakan vektor utama
(Kemenkes RI, 2011).
2. Mekanisme Penularan
Virus dengue berada dalam darah selama 4-7 hari mulai 1-2 hari
sebelum demam. Bila penderita DBD digigit nyamuk penular, maka
virus dalam darah akan ikut terisap masuk ke dalam lambung
nyamuk, selanjutnya virus akan memperbanyak diri dan tersebar di
berbagai jaringan tubuh nyamuk termasuk di dalam kelenjar liurnya.
Kira-kira 1 (satu) minggu setelah menghisap darah penderita,
nyamuk tersebut siap untuk menularkan kepada orang lain (masa
inkubasi ekstrinsik). Virus ini akan tetap berada dalam tubuh
nyamuk sepanjang hidupnya. Oleh karena itu nyamuk Aedes aegypti
yang telah mengisap virus dengue menjadi penular (infektif)
33
sepanjang hidupnya. Penularan ini terjadi karena setiap kali nyamuk
menusuk (menggigit), sebelum mengisap darah akan mengeluarkan
air liur melalui saluran alat tusuknya (proboscis), agar darah yang
diisap tidak membeku. Bersama air liur inilah virus dengue
dipindahkan dari nyamuk ke orang lain (Depkes RI, 2005).
Mekanisme penularan DBD yaitu seperti pada gambar 2.2 dibawah
ini:
Gambar 2.2 Mekanisme Penularan DBD
2.2.7 Ciri-ciri Nyamuk DBD (Aedes Aegypti)
Nyamuk penular penyakit DBD mempunyai ciri-ciri sebagai berikut:
1. Nyamuk Aedes aegypti berwarna hitam dengan belang-belang
(loreng) putih pada seluruh tubuhnya.
2. Hidup di dalam dan di sekitar rumah, juga ditemukan di tempat
umum.
3. Mampu terbang sampai 100 meter.
34
4. Nyamuk betina aktif menggigit (menghisap) darah pada pagi hari
sampai sore hari. Nyamuk jantan biasa menghisap sari
bunga/tumbuhan yang mengandung gula.
5. Umur nyamuk Aedes aegypti rata-rata 2 minggu, tetapi sebagian
diantaranya dapat hidup 2-3 bulan (Depkes RI, 2007).
Gambar 2.3 Nyamuk Aedes Aegypti
2.2.8 Siklus Hidup Nyamuk DBD (Aedes Aegypti)
Nyamuk Aedes aegypti seperti juga nyamuk Anophelini lainnya
mengalami metamorfosis sempurna, yaitu: (Telur Jentik
Kepompong Nyamuk). Stadium telur, jentik dan kepompong hidup
di dalam air. Pada umumnya telur akan menetas menjadi jentik dalam
waktu ±2 hari setelah telur terendam air. Stadium jentik biasanya
berlangsung 6-8 hari, dan stadium kepompong berlangsung antara 2-4
hari. Pertumbuhan dari telur menjadi nyamuk dewasa selama 9-10 hari.
Umur nyamuk betina dapat mencapai 2-3 bulan (Depkes RI, 2005).
35
Gambar 2.4 Siklus Hidup Nyamuk Aedes Aegypti
2.2.9 Morfologi Nyamuk DBD (Aedes Aegypti)
Aedes aegypti mempunyai morfologi sebagai berikut :
1. Nyamuk dewasa
Nyamuk Aedes aegypti betina menghisap darah manusia setiap 2
hari. Protein dari darah tersebut diperlukan untuk pematangan telur
yang dikandungnya. Setelah menghisap darah, nyamuk ini akan
mencari tempat hinggap ((beristirahat) (biasanya di tempat yang
agak gelap dan lembab)). Setelah masa istirahat selesai, nyamuk itu
akan meletakkan telurnya pada dinding bak mandi/WC, tempayan,
drum, kaleng, ban bekas, dan lain-lain. Biasanya sedikit di atas
permukaan air. Selanjutnya nyamuk akan mencari mangsanya
(menghisap darah) lagi dan seterusnya (Depkes RI, 2007).
Nyamuk Aedes Aegypti jantan mengisap cairan tumbuhan atau
sari bunga untuk keperluan hidupnya sedangkan yang betina
mengisap darah. Nyamuk betina ini lebih menyukai darah manusia
daripada binatang (bersifat antropofilik). Darah (proteinnya)
36
diperlukan untuk mematangkan telur agar jika dibuahi oleh sperma
nyamuk jantan, dapat menetas. Biasanya nyamuk betina mencari
mangsanya pada siang hari. Aktivitas menggigit biasanya mulai
pagi sampai petang hari, dengan 2 puncak aktivitas antara pukul
09.00 – 10.00 dan 16.00 – 17.00. Tidak seperti nyamuk lain, Aedes
Aegypti mempunyai kebiasaan mengisap darah berulang kali, untuk
memenuhi lambungnya dengan darah. Dengan demikian nyamuk ini
sangat efektif sabagai penular penyakit (Depkes RI, 2005).
2. Kepompong
Kepompong (pupa) berbentuk seperti “koma”. Bentuknya lebih
besar namun lebih ramping dibanding larva (jentik)nya. Pupa ini
berukuran lebih kecil jika dibandingkan dengan rata-rata pupa
nyamuk lainnya (Depkes RI, 2005). Gerakannya lamban, sering
berada di permukaan air (Depkes RI, 2007).
3. Jentik (larva)
Ada 4 tingkat (instar) jentik sesuai dengan pertumbuhan larva
tersebut, yaitu: (Depkes RI, 2005)
a. Instar I : berukuran paling kecil, yaitu 1-2 mm
b. Instar II : 2,5 – 3,8 mm
c. Instar III : lebih besar sedikit dari larva Instar II
d. Instar IV : berukuran paling besar 5 mm
Jentik nyamuk ini akan selalu bergerak aktif dalam air
berulang-ulang dari bawah ke atas permukaan air untuk
37
bernafas (mengambil udara) kemudian turun, kembali kebawah
dan seterusnya. Pada waktu istirahat, posisinya hampir tegak
lurus dengan permukaan air. Biasanya berada di sekitar dinding
tempat penampungan air. (Depkes RI, 2007).
4. Telur
Telur berwarna hitam dengan ukuran ±0,80 mm, berbentuk oval
yang mengapung satu per satu pada permukaan air yang jernih, atau
menempel pada dinding tempat penampung air (Depkes RI, 2005).
Setiap kali bertelur, nyamuk betina dapat mengeluarkan telur
sebanyak 100 butir. Telur ini ditempat yang kering dapat bertahan
sampai 6 bulan. (Depkes RI, 2007).
2.2.10 Tempat Berkembangbiak Nyamuk DBD
Tempat perkembang-biakan utama ialah tempat-tempat
penampungan air berupa genangan air yang tertampung disuatu
tempat atau bejana di dalam atau sekitar rumah atau tempat-tempat
umum, biasanya tidak melebihi jarak 500 meter dari rumah. Nyamuk
ini biasanya tidak dapat berkembang biak di genangan air yang
langsung berhubungan dengan tanah.
Jenis tempat perkembang biakan nyamuk Aedes Aegypti dapat
dikelompokkan sebagai berikut :
1. Tempat penampungan air (TPA) untuk keperluan sehari-hari,
seperti: drum, tangki reservoir, bak mandi/wc, ember, dll.
38
2. TPA bukan untuk keperluan sehari-hari seperti: tempat minum
burung, vas bunga, perangkap semut dan barang-barang bekas
(kaleng, botol, plastik, dll).
3. TPA alamiah seperti: lobang pohon, lobang batu, pelepah daun,
tempurung kelapa, pelepah pisang dan potongan bambu (Depkes
RI, 2005).
2.2.11 Penyebaran
Kemampuan terbang nyamuk betina rata-rata 40 meter, maksimal
100 meter, namun secara pasif misalnya karena angin atau terbawa
kendaraan dapat berpindah lebih jauh (Depkes RI, 2005).
Aedes aegypti tersebar luas di daerah tropis dan sub-tropis. Di
Indonesia nyamuk ini tersebar luas baik di rumah-rumah maupun di
tempat-tempat umum. Nyamuk ini dapat hidup dan berkembang biak
sampai ketinggian daerah ±1.000 m dari permukaan air laut. Di atas
ketinggian 1.000 m tidak dapat berkembang biak, karena pada
ketinggian tersebut suhu udara terlalu rendah, sehingga tidak
memungkinkan bagi kehidupan nyamuk tersebut (Depkes RI, 2005).
2.2.12 Variasi Musiman
Pada musim hujan tempat perkembangbiakan Aedes aegypti yang
pada musim kemarau tidak terisi air, mulai terisi air. Telur-telur yang
tadinya belum sempat menetas akan menetas. Selain itu pada musim
hujan semakin banyak tempat penampungan air alamiah yang terisi air
hujan dan dapat digunakan sebagai tempat berkembangbiaknya
39
nyamuk ini. Oleh karena itu pada musim hujan populasi Aedes aegypti
meningkat. Bertambahnya populasi nyamuk ini merupakan salah satu
faktor yang menyebabkan peningkatan penularan penyakit dengue
(Depkes RI, 2005), Namun pada akhir-akhir ini hampir sepanjang
tahun selalu didapatkan kasus demam berdarah dengue (Sofro &
Anurogo, 2013).
2.3 Pemberantasan Sarang Nyamuk Demam Berdarah Dengue (PSN-DBD)
Cara memberantas nyamuk Demam Berdarah yang tepat guna ialah
dengan melakukan kegiatan Pemberantasan sarang nyamuk demam berdarah
dengue (PSN-DBD). PSN adalah kegiatan memberantas jentik di tempat
berkembang biaknya nyamuk dengan cara 3M Plus yaitu tindakan yang
dilakukan secara teratur untuk memberantas jentik dan menghindari gigitan
nyamuk demam berdarah (Depkes RI, 2009). Adapun tujuan dari PSN-DBD
ialah mengendalikan populasi nyamuk Aedes Aegypti, sehingga penularan
DBD dapat dicegah atau dikurangi.
Keberhasilan dalam melaksanakan PSN-DBD antara lain dapat diukur
dengan angka bebas jentik (ABJ), apabila ABJ lebih atau sama dengan 95%
diharapkan penularan DBD dapat dicegah atau dikurangi (Depkes RI, 2005).
Adapun Sasaran dan cara melaksanakan PSN-DBD adalah sebagai berikut:
2.3.1 Sasaran PSN-DBD
1. Tempat penampungan air (TPA) untuk keperluan sehari-hari.
2. Tempat penampungan air bukanlah untuk keperluan sehari-harai
(Non-TPA).
40
Nyamuk Dewasa
Jentik
Dengan insektisida (fogging dan ULV)
Kimiawi
Fisik
Biologi
3. Tempat penampungan air alamiah.
2.3.2 Cara PSN-DBD
Pemberantasan Sarang Nyamuk DBD dapat dilakukan dengan cara
seperti pada bagan dibawah ini:
Gambar 2.5 Cara Pemberantasan Sarang Nyamuk DBD (Depkes RI, 2005).
Pemberantasan terhadap nyamuk dewasa dilakukan dengan cara
penyemprotan (pengasapan/pengabutan=fogging) dengan insektisida. Alat
yang digunakan untuk menyemprot adalah mesin Fog atau mesin ULV.
Adapun untuk pemberantasan terhadap jentik nyamuk Aedes Aegypti
seperti bagan diatas saat ini lebih dikenal dengan sebutan 3M Plus yaitu
dengan cara 3M berarti melakukan secara fisik, untuk cara kimiawi
menggunakan bubuk abate, dan dengan cara biologi yaitu memelihara ikan
pemakan jentik. Berikut penjelasannya:
1. Menguras dan menyikat tempat-tempat penampungan air, seperti bak
mandi/wc, drum, dan lai-lain seminggu sekali (M1).
41
2. Menutup rapat-rapat tempat penampungan air, seperti gentong
air/tempayan, dan lain-lain (M2).
3. Mengubur atau menyingkirkan barang-barang bekas yang dapat
menampung air hujan (M3).
4. Plus adalah tindakan memberantas jentik dan menghindari gigitan
nyamuk dengan cara:
a. Membunuh jentik nyamuk Demam Berdarah di tempat air yang
sulit dikuras atau sulit air dengan menaburkan bubuk Temephos
(abate) atau Altosid. Temephos atau Altosid ditaburkan 2-3 bulan
sekali dengan takaran 1 gram abate untuk 10 liter air atau 2,5 gram
Altosid untuk 100 liter air. Abate dapat diperoleh/dibeli di
Puskesmas atau di Apotik.
b. Memelihara ikan pemakan jentik nyamuk.
c. Mengusir nyamuk dengan menggunakan obat nyamuk.
d. Mencegah gigitan nyamuk dengan memakai obat nyamuk gosok.
e. Memasang kawat kasa pada jendela dan ventilasi.
f. Tidak membiasakan menggantung pakaian di dalam kamar
(Depkes RI, 2009).
2.4 Faktor-faktor yang Berhubungan Dengan Perilaku PSN-DBD
Dibawah ini teori yang menjelaskan mengenai variabel-variabel yang
berhubungan dengan perilaku masyarakat dalam PSN-DBD menurut
beberapa penelitian terdahulu diantaranya sebagai berikut:
42
2.4.1 Faktor Predisposisi
Faktor Predisposisi adalah faktor yang dapat mempermudah seseorang
untuk melaksanakan tindakan-tindakan yang berhubungan dengan
kesehatan dirinya, faktor tersebut diantaranya adalah:
1. Tingkat Pendidikan
Menurut UU RI No. 20 Tahun 2003 pasal 1, pada dasarnya jenjang
pendidikan adalah tahapan pendidikan yang ditetapkan berdasarkan
tingkat perkembangan peserta didik, tujuan yang akan dicapai, dan
kemampuan yang dikembangkan. Menurut UU RI No.20 Tahun 2003
pasal 3 Pendidikan bertujuan untuk “Mencerdaskan kehidupan bangsa
dan mengembangkan manusia Indonesia seutuhnya, yaitu manusia
yang beriman dan bertaqwa kepada Tuhan Yang Maha Esa dan berbudi
pekerti luhur, memiliki pengetahuan dan ketrampilan, kesehatan
jasmani dan rohani, kepribadian yang mantap dan bertanggung jawab
kemasyarakatan dan kebangsaan” (dalam Halifat, 2014). Sehingga dari
pengertian ini jenjang pendidikan yang memiliki suatu pencapaian
tujuan tertentu, diharapkan agar seseorang yang memiliki pendidikan
tinggi dapat memiliki pengetahuan mengenai kesehatan agar perilaku
kesehatan seseorang menjadi baik untuk mencapai derajat kesehatan
yang setinggi-tingginya.
Menurut Undang-Undang No.2 tahun 1999 dalam Zoel Fikar
(2013), pengukuran tingkat pendidikan formal digolongkan menjadi 4
(empat) yaitu:
43
a. Tingkat pendidikan sangat tinggi, yaitu minimal pernah menempuh
pendidikan tinggi
b. Tingkat pendidikan tinggi, yaitu pendidikan SLTA/ sederajat
c. Tingkat Pendidikan sedang, yaitu pendidikan SMP/sederajat
d. Tingkat pendidikan rendah, yaitu pendidikan SD/ sederajat
Beberapa penelitian menunjukkan adanya hubungan antara tingkat
pendidikan dengan perilaku PSN-DBD, diantaranya penelitian yang
dilakukan oleh Oktaviani (2008) dan Agustinawati (2013)
menunjukkan adanya hubungan tingkat pendidikan dengan perilaku
PSN-DBD.
2. Sosial Ekonomi (Pendapatan)
Menurut Shadily, 1984 istilah ekonomi berasal dari bahasa Yunani
yaitu “oikos” yang artinya rumah tangga dan “nomos” yang artinya
mengatur, jadi secara harfiah ekonomi berarti cara mengatur rumah
tangga. Menurut Sumardi dan Evers (1982) dalam Nugroho (2009)
pendapatan adalah uang yang diterima dan diberikan kepada subyek
ekonomi berdasarkan prestasi-prestasinya yang diserahkan yaitu
berupa pendapatan dari pekerjaan, pendapatan dari profesi yang
dilakukan sendiri atau usaha perorangan, dan pendapatan dari
kekayaan serta dari sektor subsistens. Ditambahkan pula pengertian
pendapatan subsistens menurut Sumardi dan Evers (1982) yang berarti
“pendapatan yang diterima dari usaha-usaha yang tidak dipasarkan
untuk memenuhi keperluan hidup keluarga”.
44
Biro Pusat statistik merinci pendapatan dalam kategori sebagai berikut:
a. Pendapatan berupa uang adalah segala penghasilan berupa uang
yang sifatnya regular dan diterima biasanya sebagai balas atau
kontra prestasi, sumbernya berasal dari:
1) Gaji dan upah yang diterima dari gaji pokok, kerja sampingan,
kerja lembur dan kerja kadang-kadang.
2) Usaha sendiri yang meliputi hasil bersih dari usaha sendiri,
komisi, penjualan dari kerajinan rumah.
3) Hasil investasi yakni pendapatan yang diperoleh dari hak milik
tanah. Keuntungan serial yakni pendapatan yang diperoleh dari
hak milik.
b. Pendapatan yang berupa barang yaitu: Pembayaran upah dan gaji
yang ditentukan dalam beras, pengobatan, transportasi, perumahan
dan kreasi.
Berkaitan dengan hal tersebut di atas Pitono dalam wijaksana
(1992) mendefinisikan pendapatan adalah sebagai “Seluruh
penerimaan baik berupa uang ataupun barang baik dari pihak lain
maupun dari hasil sendiri, dengan jalan dinilai sejumlah atas harga
yang berlaku saat ini”.
Berdasarkan penggolongannya, BPS membedakan pendapatan
penduduk menjadi 4 golongan yaitu:
1) Golongan pendapatan sangat tinggi adalah jika pendapatan rata-
rata lebih dari Rp. 3.500.000,00 per bulan.
45
2) Golongan pendapatan tinggi adalah jika pendapatan rata-rata
antara Rp. 2.500.000,00 s/d Rp. 3.500.000,00 per bulan.
3) Golongan pendapatan sedang adalah jika pendapatan rata-rata
dibawah antara Rp. 1.500.000 s/d Rp. 2.500.000,00 per bulan.
Golongan pendapatan rendah adalah jika pendapatan rata-rata
Rp. 1.500.000,00 per bulan. Dari keterangan diatas dapat dikatakan
bahwa pendapatan juga sangat berpengaruh terhadap tingkat
ekonomi seseorang. Apabila seseorang mempunyai pendapatan
yang tinggi, maka dapat dikatakan bahwa tingkat ekonominya
tinggi juga (dalam Anonim).
Menurut teori Green status ekonomi yang baik dapat
mempengaruhi perilaku kesehatan seseorang, sejalan dengan
penelitian Agustinawati (2013) bahwa sosial ekonomi terdapat
hubungan dengan perilaku PSN-DBD, begitu juga penelitian yang
dilakukan oleh (Riyanto) terdapat perbedaan yang bermakna
perilaku terhadap PSN DBD antara responden yang berstatus
ekonomi tinggi dengan responden status ekonomi rendah dengan
nilai (P=0,029). Maka dari itu peneliti ingin melihat hubungan
perilaku responden dengan status ekonomi atau pendapatan
responden.
3. Pengetahuan
Pengetahuan adalah hasil penginderaan manusia, atau hasil tahu
seseorang terhadap objek melalui indera yang dimilikinya. Dengan
46
sendirinya, pada waktu penginderaan sampai menghasilkan
pengetahuan tersebut sangat dipengaruhi oleh intensitas perhatian dan
persepsi terhadap objek. Sebagian besar pengetahuan seseorang
diperoleh malalui indra pendengaran dan indera penglihatan.
Pengetahuan seseorang terhadap objek mempunyai intensitas atau
tingkat yang berbeda-beda. Secara garis besarnya dibagi dalam 6
tingkat pengetahuan, yakni : (Notoatmodjo, 2010)
a. Tahu (know) yang diartikan hanya sebagai recall (memanggil)
memori yang telah ada sebelumnya setelah mengamati sesuatu.
Misalnya saja tahu bahwa penyakit demam berdarah ditularkan
oleh gigitan nyamuk Aedes aegypti dan bagaimana cara
melakukan PSN-DBD, dsb.
b. Memahami (comprehension) tidak hanya sekedar tahu terhadap
objek tersebut, tetapi harus menginterpretasikan secara benar
tentang objek yang diketahuinya tersebut. Misalnya orang yang
memahami cara PSN-DBD, bukan hanya sekedar menyebutkan
3M tetapi juga harus dapat menjelaskan mengapa harus menutup,
menguras, dan mengubur tempat penampungan air tersebut.
c. Aplikasi (application) diartikan apabila orang yang telah
memahami objek yang dimaksud dapat menggunakan atau
mengaplikasikan prinsip yang diketahuinya tersebut pada situasi
lain.
47
d. Anlisis (analysis) adalah kemampuan seseorang untuk
menjabarkan dan/atau memisahkan, kemudian mencari hubungan
antara komponen-komponen yang terdapat dalam suatu masalah
atau objek yang diketahuinya. Misalnya dapat membedakan antara
nyamuk Aedes aegypti dengan nyamuk biasa, dan dapat membuat
diagramnya.
e. Sintesis diartikan dapat menunjukkan suatu kemampuan seseorang
untuk merangkum atau meletakkan dalam suatu hubungan yang
logis dari komponen-komponen pengetahuan yang dimiliki.
Sintesis adalah suatu kemampuan untuk menyusun formulasi baru
dari formulasi-formulasi yang ada.
f. Evaluasi (evaluation) berkaitan dengan kemampuan seseorang
untuk melakukan justifikasi atau penilaian terhadap suatu objek
tertentu biasanya didasarkan pada nilai atau norma yang berlaku di
masyarakat.
Pengetahuan seseorang dapat diketahui dengan skala yang bersifat
kualitatif, yaitu (Arikunto dalam Wawan 2010):
a. Baik : Hasil presentasi 76% - 100%
b. Cukup : Hasil presentasi 56% - 75%
c. Kurang : Hasil presentasi < 56%
Menurut beberapa penelitian yang telah dilakukan sebagian besar
pengetahuan memiliki hubungan yang signifikan dengan perilaku PSN-
48
DBD, diantaranya penelitian yang dilakukan oleh Oktaviani (2008),
Agustinawati (2013), Sibarani (2007), dan Noralisa (2011).
4. Sikap
Sikap merupakan reaksi atau respons yang masih tertutup dari
seseorang terhadap suatu stimulus atau objek. Sikap secara nyata
menunjukkan konotasi adanya kesesuaian reaksi terhadap stimulus
tertentu yang dalam kehidupan sehari-hari merupakan reaksi yang
bersifat emosional terhadap stimulus sosial. Sikap belum merupakan
suatu tindakan atau aktivitas, akan tetapi merupakan predisposisi
tindakan suatu perilaku (Notoatmodjo, 2012). Menurut allport (1954)
dalam Notoatmodjo, 2012 sikap memiliki tiga komponen pokok yaitu:
a. Kepercayaan (keyakinan), ide, dan konsep terhadap suatu objek.
b. Kehidupan emosional atau evaluasi terhadap suatu objek.Misalnya
bagaimana seseorang menilai penyakit DBD itu bahaya atau tidak
atau sikap seseorang menilai penting atau tidak penting melakukan
PSN.
c. Kecenderungan untuk bertindak (tend to behave)
Sikap juga memiliki berbagai tingkatan yaitu, (Notoatmodjo, 2012) :
a. Menerima (receiving)
Menerima diartikan bahwa orang (subjek) mau dan memperhatikan
stimulus yang diberikan (objek). Misalnya sikap seseorang terhadap
PSN dapat dilihat dari kesediaan dan perhatian seseorang terhadap
ceramah-ceramah atau informasi tentang PSN.
49
b. Merespons (responding)
Memberikan jawaban apabila ditanya, mengerjakan, dan
menyelesaikan tugas yang diberikan adalah suatu indikasi dari
sikap. Karena dengan suatu usaha untuk menjawab pertanyaan atau
mengerjakan tugas yang diberikan, terlepas dari pekerjaan itu benar
atau salah, adalah berarti bahwa orang menerima ide tersebut.
c. Menghargai (valving)
Mengajak orang lain untuk mengerjakan atau mendiskusikan suatu
masalah adalah suatu indikasi sikap tingkat tiga. Misalnya
seseorang yang mengajak tetangga atau saudaranya untuk
melaksanakan PSN, adalah suatu bukti bahwa seseorang tersebut
telah mempunyai sikap positif terhadap pencegahan penyakit DBD.
d. Bertanggung jawab (responsible)
Bertanggung jawab atas segala sesuatu yang telah dipilihnya
dengan segala risiko merupakan sikap yang paling tinggi. Misalnya
seseorang mau menjadi kader jumantik dan menggerakan
masyarakat untuk rutin melaksanakan PSN seminggu sekali,
meskipun ia tahu resiko nya adalah masyarakat yang terkadang
tidak mau ikut berpartisipasi.
Pengukuran sikap dapat dilakukan secara langsung dan tidak
langsung. Secara langsung dapat dinyatakan bagaimana pendapat
atau pernyataan responden terhadap suatu objek. Secara tidak
50
langsung dapat dilakukan dengan pernyataan-pernyataan hipotesis,
kemudian ditanyakan pendapat responden (Notoatmodjo, 2010).
Pengukuran sikap yang langsung bisa diberikan dengan cara
memberikan pendapat dengan menggunakan “Setuju” atau “Tidak
Setuju” pada pertanyaan-pertanyaan terhadap objek tertentu, dan
penilaian tersebut dilakukan menggunakan skala Lickert dengan
cara: sikap positif diberi skor 5 apabila sangat setuju, 4 setuju, 3
biasa saja, 2 tidak setuju, 1 bila sangat tidak setuju. Adapun
pernyataan negatif dengan cara: 1 sangat setuju, 2 setuju, 3 biasa
saja, 4 tidak setuju, dan 5 sangat tidak setuju.
Hasil penjumlahan dari skor yang didapat dari jawaban
responden tersebut diubah kedalam data kualitatif berupa baik,
cukup, atau kurang baik dengan kriteria sebagai berikut (Arikunto,
2009):
a. Sikap baik : jika jawaban benar 76% - 100%
b. Sikap cukup baik : jika jawaban benar 56 – 75%
c. Sikap kurang baik : jika jawaban benar ≤ 55%
Menurut penelitian Oktaviani (2008) dan Noralisa (2011) sikap
memiliki hubungan dengan perilaku PSN-DBD.
2.4.2 Faktor Pemungkin
1. Ketersediaan Sarana Prasarana
Faktor pemungkin ialah faktor yang memungkinkan masyarakat
berperilaku kesehatan dalam hal ini seperti ketersediaan sarana dan
51
prasana. Menurut Depkes RI, 1998 yang dikutip oleh Mourbas (2000)
sarana dan prasarana dalam upaya pencegahan dan pemberantasan
DBD yaitu alat atau peralatan yang digunakan dalam menunjang
pelaksanaan kegiatan pencegahan dan pemberantasan DBD.
Dalam pengendalian vektor diperlukan sarana dan prasarana DBD
tentang PERMENKES Nomor: 374/Menkes/Per/III/2010 tentang
pengendalian vektor. Dimana peralatan dan bahan surveilans vektor
adalah semua alat dan bahan yang digunakan untuk kegiatan surveilans
vektor dalam rangka mengumpulkan data dan informasi tentang vektor
yang digunakan sebagai dasar dalam tindakan pengendalian vektor
(dalam Agustinawati, 2013).
Adapun sarana dan prasarana yang digunakan baik oleh masyarakat
maupun petugas kesehatan adalah sebagai berikut:
b. Penyuluhan kesehatan lingkungan, menggunakan sarana berupa
over head projector (OHP), Slide, poster, flip chart dan lain
sebagainya.
c. Pemberantasan sarang nyamuk, menggunakan cangkul, parang,
sekop, gerobak sampah, mobil sampah dan lain sebagainya.
d. Pemeriksaan jentik Aedes Aegypti menggunakan pipet penyedot
jentik, senter, tabung, mikroskop, dan lain sebagainya.
e. Abatisasi menggunakan sendok makan, abate san granula 1% dan
lain sebagainya. (Depkes RI, 1998 dalam Mourbas, 2000).
52
Menurut Green (1980) dalam Notoatmodjo (2012) sarana dan
prasarana termasuk kedalam faktor pemungkin, hal ini sejalan dengan
penelitian yang dilakukan Agustinawati (2013) di Kabupaten
Kuningan terdapat hubungan antara sarana dan prasarana DBD
dengan perilaku masyarakat dalam PSN-DBD dan penelitian Rambey
(2003) di Kota Jambi bahwa terdapat hubungan antara sarana dan
prasarana dengan perilaku PSN-DBD.
2.4.3 Faktor Penguat
Faktor penguat adalah faktor yang menguatkan atau yang mendukung
perilaku masyarakat kearah perilaku yang dapat memelihara
kesehatannya dalam hal ini adalah upaya pencegahan penyakit DBD
dengan melakukan PSN-DBD. Diharapkan dengan adanya faktor yang
dapat memperkuat perilaku masyarakat, masyarakat berdaya dalam
melakukan PSN-DBD, berikut faktor penguat yang penulis jabarkan:
1. Pemeriksaan jentik nyamuk Aedes Aegypti
Tujuan umum dari pemeriksaan jentik oleh jumantik (juru
pemantau jentik) adalah untuk menurunkan populasi nyamuk penular
demam berdarah dengue serta jentiknya dengan meningkatkan peran
serta masyarakat dalam PSN-DBD melalui jumantik, sedangkan
tujuan khususnya ialah untuk mengetahui kepadatan jentik nyamuk
secara berkala dan terus menerus sebagai indikator keberhasilan
PSN-DBD dalam masyarakat, untuk memotivasi masyarakat dalam
memperhatikan tempat-tempat yang potensial untuk
53
perkembangbiakan nyamuk, serta meningkatkan peran serta
masyarakat dalam PSN-DBD (Depkes RI, 2007).
Menurut Kemenkes, 2011 keberhasilan kegiatan PSN-DBD
antara lain dapat diukur dengan angka Bebas Jentik (ABJ), apabila
ABJ lebih atau sama dengan 95% diharapkan penularan DBD dapat
dicegah atau dikurangi. Kegiatan Pemeriksaan Jentik Berkala (PJB)
dilakukan untuk melihat ABJ guna mengetahui tingkat keberhasilan
PSN melalui 3M baik di permukaan atau di tempat-tempat
umum/industri. Tujuan dari PJB adalah melakukan pemeriksaan
jentik nyamuk penular demam berdarah dengue termasuk memotivasi
keluarga/masyarakat dalam melaksanakan PSN-DBD. Dengan
kunjungan yang berulang-ulang disertai penyuluhan diharapkan
masyarakat dapat melaksanakan PSN-DBD secara teratur dan terus
menerus (Depkes RI, 2005). Pelaksana PJB dilakukan oleh kader,
PKK, Jumantik (juru pemantau jentik) atau tenaga pemeriksa jentik
lainnya,cara melaksanakan PJB adalah :
a. Dilakukan dengan mengunjungi rumah dan tempat-tempat umum
untuk memeriksa tempat penampungan air (TPA), non-TPA dan
tempat penampungan air alamiah. Di dalam dan di luar
rumah/bangunan serta memberikan penyuluhan tentang PSN
DBD kepada keluarga/masyarakat.
54
b. Jika ditemukan jentik, anggota keluarga atau pengelola tempat-
tempat umum diminta untuk ikut melihat/menyaksikan,
kemudian lanjutkan dengan PSN DBD (3M atau 3M Plus)
c. Memberikan penjelasan dan anjuran PSN-DBD kepada keluarga
dan pengelola/petugas kebersihan tempat-tempat umum.
d. Mencatat hasil pemeriksaan jentik pada kartu jentik
rumah/bangunan yang ditinggalkan di rumah/bangunan dan pada
formulir JP-1 untuk pelaporan ke puskesmas dan yang terkait
lainnya.
Menurut hasil penelitian Agustinawati (2013) dan Rambey
(2003) ada perbedaan proporsi antara responden yang pernah
dilakukan pemeriksaan jentik dan yang tidak pernah dilakukan
pemeriksaan jentik dengan perilaku dalam PSN-DBD artinya
terdapat hubungan yang signifikan antara pemeriksaan jentik dengan
perilaku responden dalam PSN-DBD.
2. Keterpaparan Informasi
Informasi adalah sebuah pesan yang diberikan kepada khalayak
dengan maksud dan tujuan tertentu. Untuk mewujudkan perilaku
seseorang menjadi sehat, terlebih dulu seseorang itu harus
mendapatkan informasi. Informasi bisa didapatkan dari seseorang
yang menyampaikan pesan atau dari media cetak seperti surat kabar,
majalah, Koran, dan sebagainya atau pun dari media elektronik
seperti TV, radio, dan sebagainya. Apabila seseorang telah mendapat
55
informasi dari komunikator (orang atau sumber yang menyampaikan
pesan/informasi) maka disini telah terjalin komunikasi, yang
dimaksud komunikasi menurut Notoatmodjo, 2012 adalah proses
pengoperasian rangsangan (stimulus) dalam bentuk lambing atau
simbol bahasa atau gerak (nonverbal), untuk mempengaruhi perilaku
orang lain.
Sedangkan arti dari Komunikasi kesehatan itu sendiri menurut
Notoatmodjo, 2012 adalah usaha yang sistematis untuk
mempengaruhi secara positif perilaku kesehatan masyarakat, dengan
menggunakan berbagai prinsip dan metode komunikasi, baik
menggunakan komunikasi interpersonal, maupun komunikasi massa.
Sedangkan menurut Liliweri (2007) Komunikasi kesehatan yaitu
studi yang menekankan peranan teori komunikasi yang dapat
digunakan dalam penelitian dan praktik yang berkaitan dengan
promosi kesehatan dan pemeliharaan kesehatan. Oleh karena itu,
tujuan komunikasi kesehatan adalah perubahan perilaku kesehatan
masyarakat dan selanjutnya perilaku masyarakat yang sehat tersebut
akan berpengaruh kepada meningkatnya derajat kesehatan
masyarakat.
Fungsi utama dan pertama dari informasi adalah menyampaikan
pesan (informasi), atau menyebarluaskan informasi yang bersifat
mendidik atau persuasi, dikatakan mendidik artinya, dari
penyebarluasan informasi itu diharapkan para penerima informasi
56
akan menambah pengetahuan tentang sesuatu yang ingin dia ketahui,
sedangkan diakatakan persuasi artinya fungsi komunikasi yang
menyebarkan informasi yang dapat memengaruhi (mengubah) sikap
penerima agar dia menentukan sikap dan perilaku yang sesuai dengan
kehendak pengirim (Liliweri, 2007).
Dalam penelitian ini diharapkan masyarakat yang terpapar oleh
informasi mengenai PSN-DBD dapat mengubah perilaku nya menjadi
baik dalam melaksanakan 3M untuk pencegahan DBD. Menurut
penelitian Nuryanti (2013) terdapat hubungan yang signifikan antara
ketersedian informasi dengan perilaku PSN (P=0,0001). Begitu juga
penelitian yang dilakukan oleh Oktaviani (2008) ada hubungan yang
signifikan antara keterpaparan informasi dengan perilaku terhadap
PSN-DBD.
3. Dukungan Toma/Toga
Menurut teori Green dukungan toma/toga termasuk kedalam
faktor penguat, dimana adanya dukungan dari tokoh masyarakat
(toma)/ pamong atau tokoh masyarakat (toga) dapat merubah perilaku
kesehatan seseorang, hal ini sejalan dengan hasil penelitian
Wicaksono (2006) bahwa terdapat hubungan perilaku PSN-DBD
dengan peranan pamong.
57