Upload
dodang
View
220
Download
0
Embed Size (px)
Citation preview
5
BAB II
LANDASAN TEORI
2.1 Pembelian Bahan Baku
Pembelian bahan baku pada perusahaan manufaktur biasanya dilakukan
oleh divisi Purchasing. Purchasing dalam perusahaan manufaktur dapat diartikan
sebagai kegiatan untuk mendapatkan barang-barang seperti bahan baku produksi
dan bahan pembantu produksi lainnya. Bahan baku merupakan bahan yang
berhubungan dengan proses pembuatan barang setengah jadi atau barang jadi,
yang diolah perusahaan manufaktur. Pembelian bahan baku biasanya dilakukan
oleh perusahaan besar maupun perusahaan kecil, kepala departemen memiliki
wewenang untuk membeli bahan baku sesuai dengan kebutuhan . Menurut Sofjan
(2008) bahan baku merupakan barang-barang berwujud yang digunakan dalam
proses produksi, barang dapat diperoleh dari sumber-sumber alam ataupun dibeli
dari supplier atau perusahaan yang menghasilkan bahan baku bagi perusahaan
pabrik yang menggunakannya. Bahan baku diperlukan oleh pabrik untuk diolah,
yang setelah mengalami beberapa proses diharapkan menjadi barang jadi.
2.1.1 Tujuan Pembelian Bahan Baku
Menurut Leenders, M,R., Fearon, (1997), secara garis besar tujuan dari
pembelian bahan baku yaitu untuk memperoleh bahan baku yang tepat pada
kuantitas yang tepat diwaktu dan tempat yang tepat dari pemasok yang tepat
dengan pelayanan yang baik dan pada harga yang optimal.
2.1.2 Supplier
Globalisasi memberikan dampak dengan semakin banyaknya bahan
pertimbangan yang perlu diperhatikan dalam mengambil keputusan,
terutama dalam hal membuat atau membeli material produksi. Ketika
keputusan untuk membeli diambil, banyaknya perusahaan yang muncul untuk
dijadikan supplier menambah bahan pertimbangan tersendiri. Di masa
globalisasi ini persaingan antar perusahaan semakin ketat, sehingga pemilihan
6
pemasok menjadi salah satu faktor kesuksesan sebuah perusahaan Gancer, dkk.
(2007).
2.1.3 Pemilihan Supplier
Pemilihan supplier yang tepat menjadi nilai penting karena hal ini
dimaksudkan untuk memastikan sebuah proyek akan berhasil dalam jangka
panjang. Menurut Alfian, dkk. (2013) Proses pemilihan supplier yang tidak tepat
akan berdampak pada penjualan dari perusahaan karena berhubungan dengan
proses produksi dan juga produk yang akan dijual nantinya.
Pemilihan supplier adalah permasalahan yang multi kriteria dimana setiap
kriteria yang digunakan memiliki kepentingan yang berbeda-beda setiap
kriterianya. Jika pemilihan supplier hanya fokus pada satu kriteria saja sudah
tidak efisien lagi. Dalam mendapatkan supplier yang tepat perlu adanya
pertimbangan lebih jauh dalam menilai kriteria-kriterianya. Menurut Dobler, dkk.
(1990) pemilihan supplier menjadi salah satu faktor penting dalam supply chain
karena merupakan salah satu strategi perusahaan untuk dapat bersaing dengan
perusahaan lain dalam hal kepuasan konsumen dan juga untuk meningkatkan
servis level perusahaan tersebut dalam memenuhi permintaan konsumen.
Artikel yang dipublikasikan sejak tahun 1966 oleh Weber, dkk. (1991)
menyajikan semua klasifikasi 74 paper, kriteria harga, pengiriman, kualitas,
kapasitas produksi dan lokasi merupakan kriteria yang paling banyak disebut
dalam literatur. Pemilihan supplier merupakan hal yang sangat penting yaitu
penentuan kriteria-kriteria yang diperlukan untuk menilai kapasitas dan kinerja
dari supplier dalam menghasilkan unit/ item yang di diinginkan.
2.1.4 Kriteria dalam Pemilihan Supplier
Pemilihan supplier merupakan permasalahan multi kriteria dimana pada
setiap kriteria yang digunakan mempunyai kepentingan berbeda dan informasi
mengenai hal tersebut tidak diketahui secara tepat. Menurut Kurniawati dkk,
(2013) umumnya terdapat beberapa kriteria yang mempengaruhi dalam pemilihan
pemasok, misalnya dalam hal kualitas meliputi pengiriman, kinerja masa lalu,
garansi, harga, kemampuan teknik dan kondisi finansial. Berikut merupakan
7
kriteria dan subkriteria yang digunakan dalam penelitian Kurniawati, dkk. (2013)
setelah dirangkum dari berbagai sumber.
1. Kriteria biaya dengan subkriteria harga.
2. Kriteria Kualitas dengan sub-kriteria kesesuaian material dengan spesifikasi
dan sub-kriteria kemampuan memberikan kualitas yang konsisten.
3. Kriteria ketepatan dengan sub-kriteria waktu pengiriman dan jumah
pengiriman.
4. Kriteria service dengan sub-kriteria garansi & layanan aduan, responsif, dan
sistem komunikasi
5. Kriteria hubungan pemasok dengan sub-kriteria keprofesionalan pemasok,
kinerja masa lalu pemasok, dan kekuatan keuangan pemasok.
Menurut Fong, dkk. (2000) ada lebih banyak lagi kriteria yang perlu
diperhatikan dalam memilih supplier. Terdapat 8 kriteria dengan sub-kriterianya
masing-masing yang dianggap perlu diperhatikan dalam memilih supplier yakni
harga yang murah, kapabilitas keuangan, kinerja masa lalu, pengalaman masa
lalu, sumberdaya, beban kerja saat ini, hubungan masa lalu, dan safety
management dengan 15 sub-kriteria.
Menurut Dicson (1966) mengemukakan dua puluh satu kriteria untuk
pemilihan dan evaluasi supplier dapat dilihat pada tabel 2.1
Tabel 2.1 Kriteria Pemilihan Supplier
No Kriteria No Kriteria
1 Kualitas 12 Management and Organization
2 Delivery 13 Operating Controls
3 Performance History 14 Attitudes
4 Warranties and Claim Policies 15 Impression
5 Price 16 Packaging Ability
6 Technical Capability 17 Labor Relations Records
7 Financial Position 18 Geographical Location
8 Prosedural Compliance 19 Amount of past business
9 Communication System 20 Training Aids
10 Reputation and Position in Industry 21 Reciprocal Arrangements
11 Desire for Business
Sumber : Dickson , 1966
Dengan banyak kriteria-kriteria yang ada dalam pemilihan supplier, namun
keputusan dalam penentuan kriteria yang akan digunakan dalam suatu perusahaan
ditentukan oleh perusahaan itu sendiri. Perusahaan akan memilih beberapa kriteria
8
yang ada, pemilihan kriteria biasanya tergantung dari item-item bahan baku yang
dipasok ke perusahaan.
2.1.5 Analytic Network Process (ANP)
Analytic Network Process atau ANP adalah teori matematis
yang memungkinkan seorang pengambil keputusan menghadapi faktor-faktor
yang saling berhubungan (dependence) serta umpan balik (feedback) secara
sistematik. ANP merupakan satu dari metode pengambilan keputusan berdasarkan
banyaknya kriteria atau Multiple Kriteria Decision Making (MCDM) yang
dikembangkan oleh Thomas L Saaty. Metode ini merupakan pendekatan baru
metode kualitatif yang merupakan perkembangan lanjutan dari metode
terdahulu yakni Analytic Hierarchy Process (AHP) Tanjung dan Devi (2013 hal
214).
Kelebihan ANP dari metode yang lain adalah kemampuannya untuk
membantu para pengambil keputusan dalam melakukan pengukuran dan sintesis
sejumlah faktor-faktor dalam hierarki atau jaringan. Tidak ada metodologi lain
yang mempunyai fasilitas sintesis seperti metodologi ANP. ANP merupakan teori
matematika yang memungkinkan seseorang untuk melakukan dependence dan
feedback secara sistematis yang dapat menangkap dan mengkombinasikan faktor-
faktor tangible dan intangible Aziz (2003). Menurut Tanjung dan Devi (2013 hal
214), dari kesederhanaan metodenya membuat ANP menjadi metode yang lebih
umum dan lebih mudah diaplikasikan untuk studi kualitatif yang
beragam, seperti pengambilan keputusan, peramalan (forecasting), evaluasi,
pemetaan (mapping), strategizing, alokasi sumber daya dan lain sebagainya.
Penelitian dengan pendekatan kualitatif hanya mendeskripsikan hasil
penemuan yang ada dilapangan tanpa melakukan sintesis lebih dalam. Terlebih
lagi jika dibandingkan dengan metode AHP, ANP memiliki banyak kelebihan,
seperti perbandingan yang dihasilkan lebih objektif, kemampuan prediktif
yang lebih akurat, dan hasil yang lebih stabil. ANP lebih bersifat general dari
AHP yang digunakan pada multi-criteria decision analysis. struktur AHP
merupakan suatu decision problem dalam bentuk tingkatan suatu hirarki,
9
sementara ANP menggunakan pendekatan jaringan tanpa harus
menetapkan level seperti pada hirarki yang digunakan dalam AHP (Saaty, 2005).
Analytical Network Process digunakan untuk memecahkan masalah
yang bergantung pada alternatif-alternatif dan kriteria-kriteria yang ada. Dalam
teknik analisisnya, ANP menggunakan perbandingan berpasangan pada
alternatif-alternatif dan kriteria proyek. Pada jaringan AHP terdapat level tujuan,
kriterian, subkriteria, dan alternatif, dimana masing-masing level memiliki
elemen. Sementara itu, level dalam AHP disebut cluster pada jaringan ANP
yang dapat memiliki kriteria dan alternatif di dalamnya, yang sekarang disebut
simpul.
Sumber :Saaty dan Vargas, 2006
Gambar 2.2 Jaringan Hirarki
Gambar 2.2 menunjukkan analisa dengan pendekatan jaringan hirarki.
Menurut Ma’arif dan Tanjung (2003), hirarki tersebut merupakan alat dasar dari
pemikiran manusia dengan melakukan pengidentifikasian elemen-elemen suatu
masalah, lalu elemen tersebut dikelompokkan dalam bentuk kumpulan-kumpulan
Komponen
Cluster (level)
Elemen
Garis putaran mengidentifikasi
bahwa setiap elemen hanya
bergantung pada dirinya sendiri
Tujuan
Kriteria
Subkriteria
Alternatif
10
atau komponen yang homogenity dan dirumuskan kedalam bentuk tingkatan yang
berbeda. Tidak ada aturan dalam penyusunan jaringan hirarki, tetapi penyusunan
jaringannya harus ditetapkan sesuai dengan situasi keputusan yang diambil.
Selain menggunakan jaringan hirarki, pengambilan keputusan juga dapat
dilakukan dengan jaringan timbal balik (feedback) . Jaringan ini lebih memiliki
ketepatan mengambarkan kondisi masalah penelitian yang kompleks. Gambar
jaringan feedback dapat dilihat pada Gambar 2.3.
Sumber :Saaty dan Vargas, 2006
Gambar 2.3 Jaringan Feedback
Dengan menggunakan jaringan feedback, elemen-lemen akan terikat
pada kriteria seperti pada hirarki tetapi dapat juga terikat pada sesama alternatif.
Lebih jauh lagi, kriteria-kriteria itu sendiri dapat tergantung pada alternatif-
alternatif dan pada sesama kriteria. Sementara itu, feedback meningkatkan
prioritas yang diturunkan dan membuat prediksi menjadi lebih akurat. Hasil dari
ANP diperkirakan akan lebih stabil dengan menggunakan jaringan feedback. Dari
gambar 2.3 dapat dilihat bahwa simpul atau elemen utama dan simpul-simpul
yang akan dibandingkan dapat berada pada cluster-cluster yang berbeda. Sebagai
contoh, ada hubungan langsung dari simpul utama C4 ke cluster lain (C2 dan C3),
yang merupakan outer dependence. Sementara itu, ada simpul utama dan simpul-
simpul yang akan dibandingkan berada pada cluster yang sama, sehingga cluster
11
ini terhubung dengan dirinya sendiri dan membentuk hubungan loop. Hal ini
disebut inner dependence (Saaty dan Vargas., 2006).
2.1.6 Landasan ANP
Metode Analytic Network Process (ANP) merupakan generalisasi dari
AHP Saaty dan Vargas (2006). Metode ANP merupakan salah satu metode yang
mampu mempresentasikan tingkat kepentingan berbagai pihak dengan
mempertimbangkan saling keterkaitan antar kriteria dengan subkriteria. ANP
j u g a merupakan metode dengan pendekatan kualitatif di mana data yang
akan dijadikan sebagai bahan analisis tidak tersedia, sehingga penelitian harus
mencari data secara primer. Oleh karena itu, ANP memiliki tiga aksioma yang
menjadi landasan teorinya. Aksioma atau postulat berfungsi untuk memperkuat
suatu pernyataan agar dapat dilihat kebenarannya tanpa perlu adanya bukti.
Menurut Tanjung dan Devi (2013 hal 219) aksioma-aksioma tersebut
diantaranya:
1. Resiprokal.
Jika aktifitas X memiliki tingkat kepentingan 6 kali lebih besar dari aktifitas
Y maka aktifitas Y besarnya 1/6 dari aktifitas X.
2. Homogenitas.
Aksioma ini menyatakan bahwa elemen-elemen yang akan dibandingkan
tidak memiliki perbedaan terlalu besar. Jika perbandingan terlalu besar
maka akan berdampak pada kesalahan penilaian yang lebih besar. Skala
yang digunakan dalam AHP dan ANP berbeda dengan skala yang
digunakan pada skala likert umumnya (1 sampai 5). Skala yang digunakan
dalam ANP memiliki rentang lebih besar, yaitu 1 sampai 9 bahkan lebih.
Berikut skala yang digunakan dalam ANP diringkas pada Tabel 2.2.
Tabel 2.2 Skala dalam ANP
Deskripsi Tingkat
Kepentingan
Penjelasan
Sama Penting 1 Dua aktivitas berpengaruh sama terhadap tujuan
Sedikit Lebih
Penting
3 Satu aktivitas dinilai sedikit lebih berpengaruh
dibandingkan aktivitas lainnya
Lebih Penting 5 Satu aktivitas dinilai lebih berpengaruh
12
dibandingkan aktivitas lainnya
Sangat Lebih
Penting
7 Satu aktivitas dinilai sangat lebih berpengaruh
dibandingkan aktivitas lainnya
Mutlak Lebih
Penting
9 Satu aktivitas dinilai mutlak lebih berpengaruh
dibandingkan aktivitas lainnya
Sumber : Saaty, 2003
3. Aksioma yang ketiga adalah setiap elemen dan komponen yang
digambarkan dalam jaringan kerangka kerja baik hirarki maupun feedback,
betul-betul dapat mewakili agar sesuai dengan kondisi yang ada dan hasilnya
sesuai pula dengan yang diharapkan.
2.1.7 Prinsip dasar Analytical Network Process
Menurut Ascarya (2005) membagi prinsip dasar dalam ANP menjadi
tiga, yaitu : dekomposisi, penilaian komparasi, dan komposisi hirarki (sintesis).
Penjelasan le/bih lengkap ketiga prinsip tersebut adalah sebagai berikut:
1. Dekomposisi. Permasalahan yang dikumpulkan dengan melakukan studi
lapangan ketika penelitian sedang berlangsung merupakan masalah yang
sangat kompleks. Untuk menstruktur masalah-masalah yang kompleks
tersebut perlu didekomposisikan ke dalam suatu jaringan dalam
bentuk komponen-komponen, kriteria, subkriteria dan alternatif.
Mendekomposisikan masalah dalam bentuk kerangka kerja hirarki atau
feedback dengan membuat model dengan pendekatan ANP.
2. Penilaian komparasi. Prinsip ini diterapkan untuk melihat
perbandingan dari semua jaringan/hubungan/pengaruh yang dibentuk
dalam suatu kerangka kerja. Hubungan tersebut dapat berupa hubungan
antara elemen-elemen dalam suatu komponen yang berbeda atau
hubungan antara elemen-elemen dengan elemen lainnya dalam komponen
yang sama. Hasil dari semua pasangan perbandingan tersebut digunakan
untuk memperoleh hasil prioritas dalam setiap komponen.
3. Komposisi hirarki atau sintesis. Prinsip ini diterapkan untuk
mengalikan kriteria dari elemen-elemen untuk menghasilkan priori tas
seluruh hirarki dan melakukan penjumlahan untuk menghasilkan
13
prioritas alternatif untuk elemen level terendah (biasanya merupakan
alternatif).
2.1.8 Fungsi Utama ANP
Fungsi utama dalam ANP ada tiga sebagai berikut Ascarya dan
Yumanita, (2005) :
1. Menstruktur Kompleksitas
Permasalahan yang kompleks jika tidak distruktur dengan baik maka akan
sulit dalam menguraikan masalah tersebut. Serumit apapun dan sekompleks
apapun masalah yang dihadapi, ANP membantu dalam menstruktur masalah
tersebut. Dalam penelitiannya, Saaty (1999) menemukan adanya pola-pola
yang sama dalam sejumlah contoh tentang bagaimana manusia memecahkan
sebuah kompleksitas dari masa ke masa. Dimana kompleksitas distruktur
secara hierarki ke dalam cluster-cluster yang homogen dari faktor – faktor.
2. Pengukuran dalam Skala Rasio
Pengukuran ke dalam skala rasio ini diperlukan untuk mencerminkan
proporsi. Setiap metode dengan struktur hirarki harus menggunakan prioritas
skala rasio untuk elemen di atas level terendah dari hirarki. Hal ini penting
karena prioritas (bobot) dari elemen di level manapun dari hirarki
ditentukan dengan mangalikan prioritas dari elemen induknya. Karena
hasil perkalian dari dua pengukuran level interval secara matematis tidak
memiliki arti, skala rasio diperlukan untuk perkalian ini. ANP
menggunakan skala rasio pada semua level terendah dari hirarki/jaringan,
termasuk level terendah (alternatif dalam model pilihan). Skala rasio ini
menjadi semakin penting jika prioritas tidak hanya digunakan untuk
aplikasi pilihan, namun untuk aplikasi-aplikasi lain, seperti untuk aplikasi
alokasi sumber daya.
3. Sintesis
Sintesis berarti menyatukan semua bagian menjadi satu kesatuan.
Karena kompleksitas, situasi keputusan penting, atau prakiraan, atau
alokasi sumber daya, sering melibatkan terlalu banyak dimensi bagi
14
manusia untuk dapat melakukan sintesis secara intuitif, kita
memerlukan suatu cara untuk melakukan sintesis dari banyak dimensi.
Fungsi yang lebih penting lagi dalam ANP adalah kemampuannya untuk
membantu pengambil keputusan dalam melakukan pengukuran dan
sintesis sejumlah faktor-faktor dalam hirarki atau jaringan.
2.1.9 Konsistensi dalam ANP
Menurut Tanjung, H. dan Devi, (2013 hal 222) membagi jenis
penelitian konsistensi baik dalam AHP maupun ANP menjadi dua jenis. Pertama,
konsistensi diukur berdasarkan objek-objek (elemen) yang akan diperbandingkan.
Contoh sederhana adalah buah lengkeng dan kelereng dapat dikelompokkan
menjadi satu himpunan yang seragam jika kriteria yang digunakan adalah “bulat”.
Akan tetapi, buah lengkeng dan kelereng tidak dapat dijadikan dalam satu
kelompok himpunan seragam jika kriteria yang digunakan adalah “rasa”. Karena
jelas antara kedua elemen yakni buah lengkeng dan kelereng adalah berbeda dari
segi rasa tapi sama dari segi bentuk. Oleh karena itu, seorang peneliti harus
mampu mengelompokkan elemen-elemen dalam satu kriteria (komponen) tertentu
dan meminimalisir terjadinya ambiguitas agar tidak terdapat kesalahan tafsir oleh
pembaca (responden). Kedua, konsistensi juga terdapat ketika akan melakukan
perbandingan pasangan. Penilaian perbandingan pasangan akan selalu konsisten
jika elemen yang dibandingkan hanya dua. Akan tetapi, akan lebih sulit untuk
konsisten jika komponen yang dibandingkan lebih dari dua. Misalnya, jika X
enam kali lebih besar daripada Y, Y tiga kali lebih besar daripada Z, maka
seharusnya X 18 kali lebih besar daripada Z. Jika X dinilai 10 kali lebih besar
daripada Z maka penilaian komparasi perbandingan tersebut akan tidak konsisten
sehingga proses penilaian perlu diulangi sampai penilaian yang dihasilkan
konsisten.
2.1.10 Bentuk – bentuk jaringan ANP
Pada umumnya ada beberapa bentuk jaringan ANP yang sudah
dikembangkan dan lebih variatif. Hal ini dikarenakan ANP tidak dibatasi pada
15
sturktur hirarki sebagaimana AHP, sehingga jaringan dalam ANP pun lebih luas
dan tidak terbatas. Beberapa bentuk jaringan ANP yang diperkenalkan oleh
Ascarya, (2005) antara lain dapat berbentuk hierarki, holarki, jaringan analisa
BCR (benefit-cost ratio), dan jaringan secara umum, dari yang sederhana sampai
yang kompleks.
1. Jaringan hirarki
Jaringan hirarki adalah jaringan yang paling umum dan sederhana.
Jaringan inilah yang sering digunakan dalam AHP. Secara umum struktur
dari hirarki linier berupa komponen-komponen (cluster) dan di dalam
setiap cluster terdapat elemen-elemen. Level tertinggi jaringan hirarki
adalah cluster tujuan, kemudian cluster kriteria (dan sub kriteria jika
ada), dan terendah adalah alternatif. Penerapan jaringan ANP bentuk
hirarki linier memiliki tiga cluster, yaitu cluster tujuan, kriteria, dan
alternatif. Elemen dapat disebut juga dengan node. Setiap cluster memiliki
node masing-masing.
2. Jaringan Holarki
Bentuk jaringan kedua dalam ANP adalah holarki. Jaringan holarki
merupakan jaringan dimana elemen (atau elemen-elemen) dalam cluster pada
level yang paling tinggi dependen terhadap elemen (atau elemen-elemen)
dalam cluster pada level yang paling rendah, sehingga terdapat garis
hubungan antara cluster level terendah dengan cluster level tertinggi.
Perbedaan bentuk jaringan horarki dengan hirarki terletak pada adanya
hubungan feedback antara cluster alternatif cluster faktor utama.
3. Jaringan BORC (Benefit-Opportunity-Cost-Risk)
Bentuk sederhana dari jaringan analisa BORC adalah jaringan
pengaruh (impact network) sebagaimana bentuk jaringan ANP pada
umumnya. Jaringan ini memiliki dua jaringan terpisah secara bagan, di
mana untuk pengaruh positif, dan untuk pengaruh negatif. Sebagaimana
diketahui bahwa pengaruh positif meliputi sesuatu yang memberikan
keuntungan bagi pengambil keputusan yaitu benefit (pasti) dan
opportunities (belum pasti), sedangkan pengaruh negatif meliputi sesuatu
16
yang memberikan ketidakuntungan bagi pengambil keputusan yaitu cost
(pasti) dan risk (belum pasti).
Untuk melakukan analisis benefit, opportunities, cost, dan risk sebagai
analisis strategis, perhitungannya menggunakan metode pairwise
comparison. Menurut Tanjung, H. dan Devi, (2013 hal 232) secara
struktural, sebuah keputusan dibagi menjadi tiga bagian, pertama
sistem penilaian, kedua sebagai pertimbangan membuat keputusan, dan
ketiga hirarki atau jaringan keterkaitan, fakta (objektif) yang membuat
sebuah alternatif keputusan lebih diinginkan dibanding yang lainnya.
Hasil dari beberapa alternatif yang diprioritaskan, didapatkan tiga hasil,
kondisi umum (standard condition) B/C, pessimistic B/(CxR), dan
realistic (BxO)/(CxR). Alternatif yang terbaik dipilih dengan nilai
realistic yang tinggi dan alternatif terpilih tersebut dipertimbangkan sebagai
keputusan yang ditentukan dari alternatif lainnya.
4. Jaringan umum
Bentuk jaringan lainnya dalam ANP dan sangat umum digunakan
adalah jaringan umum, di mana tidak memiliki bentuk khusus. Jaringan
umum ini dapat berbentuk sederhana bahkan dapat terlihat kompleks
asalkan memenuhi syarat ANP yang berlaku dimana terdapat beberapa
cluster dan node, jaringan dependensi, dan jaringan feedback.
Jaringan umum menunjukkan bahwa satu cluster ke cluster lainnya
memiliki hubungan dependensi (inner dependence) serta dari jaringan
feedback. Hubungan inner dependence menunjukkan bahwa node dalam
satu cluster memiliki hubungan dengan node lainnya dalam cluster yang
sama. Sedangkan jaringan feedback menunjukkan bahwa antara satu
cluster dengan cluster lainnya memiliki hubungan yang saling
mempengaruhi.
2.1.11 Tahapan dalam Analytical Network Process
Pendekatan dalam metode ANP terdiri dari beberapa langkah Tanjung, H.
dan Devi, (2013 hal 227) :
17
1. Tahap pertama, Membuat Kerangka Kerja ANP
Pada tahapan ini peneliti melakukan dekomposisi masalah, yaitu
memahami masalah yang akan diteliti. Masalah-masalah tersebut dapat
dikaji melalui beberapa cara, baik itu dengan melakukan kajian pustaka
lalu membuat kuisoner, melakukan indepth interview (wawancara
mendalam) kepada sejumlah pakar dan praktisi, atau bisa saja dengan
melakukan FGD (Focus Group Discussion) dengan mengumpulkan
beberapa orang pakar dan praktisi secara bersamaan dalam suatu ruangan
khusus dan melakukan diskusi dalam memahami masalah. Masalah
masalah tersebut dikontruksikan dalam suatu model agar dapat
memberikan kemudahan bagi peneliti maupun responden dalam
memahami masalah yang kompleks. Setelah model selesai, penelitian
melakukan validasi/konfirmasi model kepada salah satu responden yang
diangap pakar dari pakar lainnya. Validasi model ini bertujuan untuk
memastikan bahwa model masalah yang dibuat berdasarkan pendapat dari
berbagai sumber adalah benar dan sudah dapat diwakili dari masalah yang
diteliti.
2. Tahap kedua, Kuantifikasi Model
Setelah model dikonfirmasi dan dipastikan kebenarannya, langkah
selanjutnya adalah mengaplikasikan model pada software ANP (super
decision) untuk menyusun kuesioner perbandingan pasangan. Contoh
kuesioner seperti table 2.3.
Tabel 2.3 Kuesioner pembandingan pasangan
Kualitas 9 7 5 3 1 3 5 7 9 Fleksibilitas
Sumber : Yulianti 2013
Pertanyaan dalam kuesioner ANP berupa pairwase comparison
(pembandingan pasangan) antar elemen dalam cluster untuk mengetahui
mana diantara keduanya yang lebih besar pengaruhnya dan berapa besar
perbedaanya yang dilihat dari satu sisi. Skala numberik yang digunakan
merupakan terjemahan dari penjumlahan dari penilaian verbal
sebagaimana dapat dilihat pada Tabel 2.2. setelah kuesioner dibuat dan
dilakukan uji coba, langkah selanjutnya adalah survey responden ( pakar,
Kriteria Penilaian Kriteria
18
praktisi, dan akademisi). Pada tahapan ini, responden akan diminta untuk
menentukan prioritas yang paling penting atau memiliki pengaruh terhadap
masalah. Sehingga dapat disimpulkan bahwa dalam praktiknya ANP
memiliki tiga kali tahapan wawancara pada responden.
3. Tahap ketiga, Analisis Hasil
Kuesioner yang telak diisi oleh responden dilakukan kuantifikasi dengan
melakukan input pada software lalu mencari nilai rata-rata dari jawaban
setiap responden. Tahapan inilah yang dikenal dengan sistesis hasil.
ANP mengasumsikan bahwa pengambil keputusan harus membuat
perbandingan kepentingan antara seluruh elemen untuk setiap level dalam
bentuk berpasangan. Perbandingan tersebut ditransformasi ke dalam bentuk
matriks A. Nilai aij mereprensentasikan nilai kepentingan relatif dari elemen
pada baris ke-i terhadap elemen pada kolom ke-j. misalnya aij= wi/(wj) Jika
ada n elemen yang dibandingkan maka matriks perbandingan A didefinisikan
sebagai :
A =
[
]
=
[
]
(1)
4. Menghitung bobot elemen
Jika perbandingan berpasangan telah lengkap, vector prioritas w yang
disebut sebagai eigenvector dihitung dengan rumus :
A . w
= λmax . w (2)
Dengan A adalah matriks perbandingan berpasangan dan λmax adalah
eigen value terbesar dari A. Eigen vector merupakan bobot prioritas suatu
matriks yang kemudian digunakan dalam penyusunan supermatriks.
1. Menghitung rasio konsistensi
Rasio konsistensi tersebut harus 10 persen atau kurang. Jika nilainya lebih
dari 10 persen, maka penilaian data keputusan harus diperbaiki. Dalam
prakteknya, konsistensi tersebut tidak mungkin didapat. Pada matriks
19
konsistensi, secara praktis λmax = n , sedangkan pada matriks tidak
setiap variasi dari Wij akan membawa perubahan pada nilai λmax.
Deviasi λmax dari n merupakan suatu parameter Consistency Index (CI)
sebagai berikut:
λ
(3)
Dimana
CI = Consistensi Index
λmax = nilai eigen terbesar
n = jumlah elemen yang dibandingkan
Nilai CI tidak akan berarti apabila terdapat standar untuk menyatakan
apakah CI menunjukkan matriks yang konsisten. Saaty memberikan
patokan dengan melakukan perbandingan secara acak atas 500 buah
sampel. Saaty berpendapat bahwa suatu matriks yang dihasilkan dari
perbandingan yang dilakukan secara acak merupakan suatu matriks yang
mutlak tidak konsisten. Dari matriks acak tersebut didapatkan juga
nilai Consistency Index, yang disebut dengan Random Index (RI).
Dengan membandingkan CI dan RI maka didapatkan patokan
untuk menentukan tingkat konsistensi suatu matriks, yang
disebut dengan Consistency Ratio (CR), dengan rumus:
(4)
Dimana
CR = Consistency Ratio
CI = Consistency Index
RI = Random Index
2. Membuat Supermatriks
Supermatriks merupakan hasil vektor prioritas dari perbandingan
berpasangan antar cluster, kriteria, dan alternatif. Supermatriks terdiri dari
tiga tahap, yaitu Supermatriks Tidak Tertimbang (Unweighted
Supermatrix), Supermatriks Tertimbang (Weighted Supermatrix), dan
Supermatriks Limit (Limmiting Supermatrix).
20
a. Tahap Unweighted Supermatrix
Unweighted Supermatrix dibuat berdasarkan perbandingan
berpasangan antar cluster, kriteria, dan alternatif dengan cara
memasukkan vektor prioritas (eigen vector) kolom ke dalam matriks yang
sesuai dengan selnya.
b. Tahap Weighted Supermatrix
Weighted Supermatrix diperoleh dengan cara mengalikan semua
elemen pada unweighted supermatrix dengan nilai yang terdapat
dalam matriks cluster yang sesuai sehingga setiap kolom memiliki jumlah
satu.
c. Tahap Limmiting Supermatrix
Selanjutnya untuk memperoleh limmiting supermatrix, weighted
supermatrix dinaikan bobotnya. Menaikan bobot weighted
supermatrix dilakukan dengan cara mengalikan supermatriks tersebut
dengan dirinya sendiri sampai beberapa kali. Ketika bobot pada setiap
kolom memiliki nilai yang sama, maka limmiting supermatrix sudah
didapatkan.
2.1.12 Kelebihan dan Kekurangan ANP
Sebagai salah satu teknik pengambilan keputusan multi kriteria, ANP
memiliki beberapa kelebihan. Beberapa kelebihan ANP adalah Saaty dan Vargas
(2006) :
1. ANP merupakan teknik komprehensif yang memungkinkan memasukkan
semua kriteria yang relevan, baik tangible maupun intagible, yang sering
terdapat dalam proses pengambilan keputusan. ANP dapat memodelkan
suatu hubungan yang lebih kompleks antar level keputusan dan kriteria.
2. ANP mengizinkan adanya hubugan saling bergantung antar elemen;
3. Metodologi ANP bermanfaat dalam mempertimbangkan karakteristik
kualitatif maupun kuantitatif yang memang seharusnya dipertimbangkan,
dengan juga mempertimbangkan hubungan ketergantungan non linear antar
attribut.
21
4. ANP secara unik menyediakan skor sintesis, yang menjadi indikator
rangking relatif dari alternatif-alternatif yang tersedia bagi pengambil
keputusan.
Adapun kekurangan dari ANP sebagai berikut:
1. Untuk menyelesaikan ANP memerlukan waktu yang cukup lama dan harus
dikerjakan secara intensif;
2. ANP memerlukan perbandingan berpasangan yang lebih banyak dari AHP
3. Keakuratan perbandingan berpasangan hanya bergantung pada peniaian
expertise, sehingga memungkinkan hasil yang tidak valid ketika penilai
terlau bersifat subjektif.
2.2 Simple Additive Weighting (SAW)
Dalam Kusumadewi, dkk. (2006) Simple Additive Weighting (SAW)
dikenal dengan istilah metode penjumlahan terbobot. Konsep dasar metode SAW
adalah mencari penjumlahan terbobot dari rating kinerja setiap alternatif pada
semua atribut. Metode SAW membutuhkan proses normalisasi matriks keputusan
(X) ke suatu skala yang dapat diperbandingkan dengan semua rating.
{ (5)
Keterangan:
rij = Rating kinerja ternormalisasi
Maxij = Nilai maksimum dari setiap baris dan kolom
Minij = Nilai minimum dari setiap baris dan kolom
Xij = Baris dan kolom dari matriks
jika j adalah atribut keuntungan (benefit)
jika j adalah atribut biaya (cost)
rij =
22
rij adalah rating kinerja ternormalisasi dari alternatif Ai pada atribut Cj;
i=1,2,…,m dan j=1,2,…,n.
Nilai preferensi untuk setiap alternatif (Vi) diberikan sebagai:
Vi = ∑ (6)
Keterangan:
Vi merupakan rangking untuk setiap alternatif, wj adalah nilai bobot dari setiap
kriteria dan rij adalah nilai rating kinerja ternormalisasi. Nilai Vi yang lebih besar
mengindikasikan bahwa alternatif Ai lebih terpilih Kusumadewi, dkk. (2006).
2.2.1 Tahapan Metode Simple Additive Weighting
Tahapan dalam menggunakan metode SAW adalah Kusumadewi, dkk.
(2006):
1. Menentukan kriteria-kriteria yang akan dijadikan acuan dalam pengambilan
keputusan, yaitu Cj.
2. Menentukan rating kecocokan setiap alternatif pada setiap kriteria.
3. Membuat matriks keputusan berdasarkan kriteria (Cj), kemudian melakukan
normalisasi matriks berdasarkan persamaan yang disesuaikan dengan jenis
atribut (atribut keuntungan maupun atribut biaya) sehingga diperoleh
matriks ternormalisasi R.
4. Hasil akhir diperoleh dari setiap proses perankingan yaitu penjumlahan dari
perkalian matriks ternormalisasi R dengan vector bobot sehingga diperoleh
nilai terbesar yang dipilih sebagai alternatif terbaik (Ai) sebagai solusi.
2.2.2 Kelebihan Metode Simple Additive Weighting
Kelebihan metode SAW dibanding dengan model pengambil keputusan
lainnya terletak pada kemampuannya untuk melakukan penilaian secara lebih
tepat karena didasarkan pada nilai kriteria dan bobot preferensi yang sudah
ditentukan, selain itu SAW juga dapat menyeleksi alternatif terbaik dari sejumlah
alternatif yang ada karena adanya proses perangkingan setelah menentukan bobot
untuk setiap atribut Kusumadewi, dkk. (2006).
23
2.2.3 Penelitian Terdahulu
Penelitian Wibowo (2016) tentang penentuan pemilihan supplier dan
alokasi jumlah pembelian bahan baku menggunakan metode Analytic Network
Process dan Goal Programming (studi kasus : PT.Guna Kemas Indah)
menyimpulkan bahwa banyak pertimbangan kriteria dan subkriteria yang
digunakan dalam pemilihan supplier bahan baku perusahaan. Dari banyak kriteria
yang digunakan, kriteria kualitas dan harga mempunyai nilai kepentingan lebih
tinggi dari kriteria lainnya. Dengan demikian hasil yang diperoleh dari metode
ANP ini sangat konsisten dan mendapatkan nilai total performa yang optimal.
Penelitian yang dilakukan Anitawati, dkk. (2016) tentang analisis kriteria
pemilihan supplier menggunakan metode Analytic Network Process (studi kasus :
PT. XYZ). Penelitian ini membahas tentang pemilihan supplier bahan baku
khusus material baja. Dalam pemilihan supplier perlu banyak pertimbangan
terutama pada kriteria bahan baku yang merupakan permasalahan dari pemilihan
supplier. Metode ANP adalah metode yang mempertimbangkan saling keterkaitan
antar kriteria dan sub kriteria yang ada. Dengan demikian pemilihan supplier baja
dengan metode ANP didapatkan gambaran yang cukup jelas mengenai bobot dari
masing-masing kriteria dengan memperhatikan kriteria harga, kualitas, ketepatan,
servis, kemampuan pasok dan safety yang menjadi pertimbangan dalam memilih
supplier.
Penelitian yang dilakukan Iriani dan Hermawan (2012) tentang pemilihan
supplier bahan baku benang dengan menggunakan metode Analytical Network
Process (ANP) study kasus Home Industry Nedy. Penelitian ini membahas
masalah pemilihan supplier terbaik berdasarkan kriteria dan kondisi perusahaan.
Kesimpulan dari penelitian penerapan metode ANP yaitu metode ANP sangat
sesuai dengan kondisi perusahaan untuk pemilihan supplier di Home Industry
Nedy dimana terdapat keterkaitan antar subkriteria, hasil dari penerapan metode
ANP yaitu alternatif yang terpilih Bandung Indah Gemilang terpilih menjadi
supplier terbaik berdasarakan hasil prioritas yang diperoleh.
24
Penelitian yang dilakukan Jayanti (2015) tentang penerapan metode SAW
dalam sistem pendukung keputusan perekrutan karyawan (studi kasus : PT.
Perkebunan Nusantara lll Medan) penelitian ini membahas proses perekrutan
karyawan yang masih konvensional yang berakibat pada waktu yang terlalu lama
dalam pengolahan administrasinya. Penelitian ini menggunakan metode SAW
karena dapat menentukan nilai bobot setiap atribut. Dengan metode perangkingan
berbobot tersebut, diharapkan penilaian akan lebih tepat karena didasarkan pada
nilai kriteria dan bobot yang sudah ditentukan.
Penelitian yang dilakukan oleh Puspitasari (2016) tentang pemilihan
supplier dengan metode analytical network process (ANP) study kasus : PT.Kimia
Farma Plant Semarang. Penelitian ini membahas tentang analisa supplier supplier
yang memasok bahan baku ke perusahaan. Dimana PT.Kimia Farma Plant
Semarang mengalami penurunan produksi dalam 2 tahun terakhir dikarenakan
sering bergantinya supplier didalam proses pengadaan barang. Dengan metode
ANP penelitian ini mendapatkan hasil urutan rekomandasi eco friendly supplier
terhadap 5 supplier yang ada. Dengan mempertimbangkan performasi kinerja
dalam proses pengolahan data dengan ANP diyakini analisa supplier akan lebih
tepat.
Pemilihan supplier merupakan aktivitas yang kompleks, oleh sebab itu
diperlukan suatu metode yang tepat untuk menyelesaikannya Wirdianto dan
Unbersa, (2008). Dengan demikian pada penelitian ini, pemilihan supplier bahan
baku dengan pendekatan metode ANP dan SAW. Alasan menggunakan kedua
metode ini karena memiliki kelebihan masing-masing, dimana metode ANP
mampu mempresentasikan tingkat kepentingan dari berbagai pihak dan
mempertimbangkan saling ketergantungan antar kriteria dan subkriteria yang ada,
sedangkan metode SAW menyeleksi alternatif terbaik dengan proses penjumlahan
berbobot.Dengan menggunakan kedua metode ini diharapkan dalam pemilihan
supplier diperusahaan mendapatkan solusi yang lebih optimal dan akurat.