16
4 BAB II LANDASAN TEORI 2.1 Geologi Daerah Penelitian Adapun peta geologi daerah penelitian tugas akhir ini adalah sebagai berikut: Gambar 2.1 Peta Geologi Daerah Penelitian (Mangga dkk., 1993). Berdasarkan pada Gambar 2.1, bahwa di Peta Geologi di sekitar Daerah Penelitian Lampung City terdapat beberapa formasi, yaitu Formasi Lampung (Qtl), Endapan Gunungapi Muda (Qhv), formasi tarahan (Tpot), dan Batu Granit Tak Terpisahkan (Tmgr). Pada Formasi Lampung (Qtl), terdapat beberapa batuan, seperti tuff berbatu apung, tuff riolitik, tuff padu tufit, batulempung tuffan, dan batupasir tuffan. Untuk Endapan Gunungapi Muda (Qhv), terdapat Lava (andesit-basalt), breksi dan tuff.

BAB II LANDASAN TEORI 2.1 Geologi Daerah Penelitian

  • Upload
    others

  • View
    14

  • Download
    0

Embed Size (px)

Citation preview

Page 1: BAB II LANDASAN TEORI 2.1 Geologi Daerah Penelitian

4

BAB II LANDASAN TEORI

2.1 Geologi Daerah Penelitian

Adapun peta geologi daerah penelitian tugas akhir ini adalah sebagai berikut:

Gambar 2.1 Peta Geologi Daerah Penelitian (Mangga dkk., 1993).

Berdasarkan pada Gambar 2.1, bahwa di Peta Geologi di sekitar Daerah Penelitian

Lampung City terdapat beberapa formasi, yaitu Formasi Lampung (Qtl), Endapan

Gunungapi Muda (Qhv), formasi tarahan (Tpot), dan Batu Granit Tak Terpisahkan

(Tmgr). Pada Formasi Lampung (Qtl), terdapat beberapa batuan, seperti tuff berbatu

apung, tuff riolitik, tuff padu tufit, batulempung tuffan, dan batupasir tuffan. Untuk

Endapan Gunungapi Muda (Qhv), terdapat Lava (andesit-basalt), breksi dan tuff.

Page 2: BAB II LANDASAN TEORI 2.1 Geologi Daerah Penelitian

5

Sedangkan untuk daerah Batu Granit Tak Terpisahkan terdapat batu granit dan

granodiorit. Namun, sesuai dengan titik pengukuran, dapat dilihat bahwa masuk ke

dalam Formasi Lampung (Qtl).

Gambar 2.2 Korelasi Satuan Peta (Mangga dkk., 1993).

Dapat dilihat pada Gambar 2.2 bahwa Formasi Lampung (Qtl), Endapan Gunungapi

Muda (Qhv), Formasi Tarahan (Tpot), dan Batu Granit Tak Terpisahkan (Tmgr)

termasuk dalam korelasi satuan peta berupa Batuan Gunung Api. Pada formasi Qtl

termasuk dalam Kuarter Plistosen. Kemudian pada formasi Qhv termasuk dalam

Kuarter Holosen. Lalu pada formasi Tarahan (Tpot) termasuk dalam Tersier

Oligosen, Eosen, dan Paleosen. Sedangkan pada formasi Tmgr termasuk dalam

Tersier Miosen Awal.

2.2 Metode Geolistrik Resistivitas

Metode geolistrik pertama digunakan oleh Conrad Schlumberger sekitar tahun 1912.

Metode geolistrik resistivitas merupakan metode yang menentukan sifat arus di dalam

bumi dengan mendeteksi arus di permukaan bumi. Deteksi ini dicapai dengan

mengukur potensial, arus dan medan elektromagnetik yang dihasilkan oleh arus

(Hendrajaya & Arif, 1990).

Page 3: BAB II LANDASAN TEORI 2.1 Geologi Daerah Penelitian

6

Metode geolistrik didasarkan pada asumsi bahwa bumi bersifat homogen istotropis.

Dalam hipotesis, resistivitas yang diukur adalah resistivitas sebenarnya dan tidak

bergantung pada jarak elektroda. Namun, dikarenakan bumi sebenarnya terdiri dari

lapisan dengan nilai resis yang berbeda, potensi yang diukur adalah efek dari lapisan

ini.

2.2.1 Prinsip Metode Geolistrik Resistivitas

Prinsip dari metode geolistrik adalah melihat respon potensial listrik dari elektroda

potensial yang diakibatkan oleh arus yang diinjeksikan ke bumi lewat elektroda arus.

Maka dari itu, rumus dari teori metode geolistrik didasari oleh perhitungan potensial

listrik di media tertentu akibat dari arus di dalam bumi. Apabila arus I diinjeksikan ke

bidang yang homogen dan isotropis melewati elektroda tunggal, maka arus akan

menyebar ke segala arah ekuipotensial di bumi dalam bentuk setengah bola

(Wuryantoro, 2007).

Biasanya metode ini menggunakan prinsip Hukum Ohm yang menunjukkan bahwa

hubungan tegangan V dan arus I yang dapat ditulis dengan rumus sebagai berikut:

𝑉 = 𝐼𝑅 (2.1)

dengan R merupakan Resistansi (Ω), I merupakan arus (A), dan V adalah besar

potensial (volt).

Hukum Ohm menyatakan yaitu R tidak bergantung pada I dikarenakan R bersifat

konstan, namun tidak menutup kemungkinan bahwa terdapat kondisi resistansi yang

tidak konstan (Sudirham, 2012). Apabila ditinjau pada suatu silinder konduktor yang

ditujukan pada (Gambar 2.5) dengan panjang L, luas penampang A, dan resistivitas ρ,

maka mengacu dari Burger (1992), R dirumuskan sebagai berikut:

𝑅 = 𝜌𝐿

𝐴 (2.2)

Page 4: BAB II LANDASAN TEORI 2.1 Geologi Daerah Penelitian

7

Gambar 2.3 Silinder Konduktor (Nurhidayah, 2013).

Pada persamaan (2.1) dilakukan proses substitusi pada persamaan (2.2), sehingga

didapat persamaan resistivitas seperti berikut:

𝜌 =∆𝑉

𝐼

𝐴

𝐿 (2.3)

dimana ρ adalah resistivitas (Ω), ΔV merupakan besar potensial (V), I merupakan arus

(A), A merupakan luas penampang (m2) dan L adalah panjang (m). Persamaan (2.3)

diaplikasikan sebagai media yang sama pada sampel batuan yang akan terukur nilai

resistivitas yang sebenarnya (True Resistivity).

2.2.2 Aliran Listrik Dalam Bumi

Ketika memasukkan dua arus pada elektroda seperti Gambar 2.5 dan 2.6, potensial

yang dekat pada titik permukaan akan dipengaruhi oleh kedua arus elektroda tersebut.

A dan B merupakan elektroda arus yang akan menginjeksikan arus ke bawah

permukaan bumi. Perbedaan nilai potensial yang dihasilkan akan diterima oleh M dan

N yang merupakan elektroda potensial.

1. Titik Arus Tunggal di Permukaan

Secara teori, pendekatan untuk mempelajari aliran bumi dianggap isotropis. Ketika

elektroda diinjeksikan ke permukaan bumi, maka aliran arus tersebut mengalir ke

segala arah.

Page 5: BAB II LANDASAN TEORI 2.1 Geologi Daerah Penelitian

8

Apabila udara di atasnya memiliki konduktivitas nol, maka garis potensialnya akan

berbentuk setengah bola seperti pada Gambar 2.5.

Gambar 2.4 Titik Arus tunggal di permukaan (Telford dkk., 1990).

Arus dari sumber titik membentuk medan potensial dengan garis-garis ekuipotensial

yang menyerupai belahan bumi di bawah permukaan bumi. Maka dari itu, arus yang

mengalir akan lewat permukaan yang berjari-jari r (Telford dkk., 1990), yang ditulis

seperti berikut:

𝐼 = 2𝜋𝑟2𝐽 (2.4)

lalu,

𝐽 = −𝜎𝑑𝑉

𝑑𝑟 (2.5)

kemudian,

𝐼 = −2𝜋𝑟2𝜎𝑑𝑉

𝑑𝑟 (2.6)

dengan,

𝐴 = 𝑟2 𝑑𝑉

𝑑𝑟 (2.7)

jadi,

𝐼 = −2𝜋𝜎𝐴 (2.8)

kemudian anggap 𝐴 merupakan konstanta, dengan penyelesaian persamaan (2.7)

yaitu seperti rumus dibawah ini:

𝑑𝑉

𝑑𝑟=

𝐴

𝑟2

𝑑𝑉 =𝐴

𝑟2𝑑𝑟

Page 6: BAB II LANDASAN TEORI 2.1 Geologi Daerah Penelitian

9

∫ 𝑑𝑉0

𝑉= 𝐴 ∫

1

𝑟2 𝑑𝑟∞

𝑟

[𝑉]𝑉0 = 𝐴 [−

1

𝑟]

𝑟

𝑉 = −𝐴

𝑟 (2.9)

Substitusikan persamaan (2.9) pada (2.10), didapat

𝑉 =𝐼

2πσr (2.10)

dilihat pada resistivitas adalah kebalikan konduktivitas seperti persamaan di bawah

ini

𝜎 =1

𝜌 (2.11)

lalu substitusikan persamaan (2.11) pada (2.10), diperoleh

𝑉 = (𝐼𝜌

2𝜋)

1

𝑟 (2.12)

V merupakan beda potensial, I kuat arus dialiri oleh medium, jadi nilai resistivitas

listrik mediumnya

𝜌 = 2𝜋𝑟𝑉

𝐼 (2.13)

Persamaan tersebut adalah persamaan resistivitas dengan permukaan setengah bola

menurut Telford dkk., (1990).

2. Titik Arus Ganda di Permukaan

Jika terdapat elektroda arus A yang terletak pada permukaan suatu medium homogen,

terangkai dengan elektroda arus B dan diantaranya ada dua elektroda potensial M dan

N yang dibuat dengan jarak tertentu diperlihatkan pada Gambar 2.6, potensial yang

ada di dekat titik elektroda tersebut dipengaruhi oleh kedua elektroda arus.

Page 7: BAB II LANDASAN TEORI 2.1 Geologi Daerah Penelitian

10

Gambar 2.5 Dua Elektroda Arus dan Dua Elektroda Potensial di Permukaan Tanah Homogen Isotropis

Pada Resistivitas (Alotaibi dkk., 2019).

Melihat dari persamaan (2.13), potensial total di titik M adalah seperti di bawah ini

𝑉𝑀 =𝐼𝜌

2𝜋(

1

𝑟1−

1

𝑟2) (2.14)

dengan 𝑟1 dan 𝑟2 adalah jarak dari elektroda potensial M ke elektroda arus. Untuk

potensial total di titik N yaitu

𝑉𝑁 =𝐼𝜌

2𝜋(

1

𝑟3−

1

𝑟4) (2.15)

dengan 𝑟3 dan 𝑟4 yaitu jarak potensial N terhadap elektroda arus. Jadi beda potensial

(V) di titik M dan N adalah

Δ𝑉 = 𝑉𝑀 − 𝑉𝑁

∆𝑉 =𝐼𝜌

2𝜋[(

1

𝑟1−

1

𝑟2) − (

1

𝑟3−

1

𝑟4)] (2.16)

Oleh karena itu, nilai resistivitas nya yaitu

𝜌 = 𝐾∆𝑉

𝐼 (2.17)

maka,

𝐾 = 2𝜋 [(1

𝑟1−

1

𝑟2) − (

1

𝑟3−

1

𝑟4)]

−1

(2.18)

Keterangan:

Page 8: BAB II LANDASAN TEORI 2.1 Geologi Daerah Penelitian

11

∆𝑉 = Beda potensial antara M dan N (V)

VM = Beda potensial M (V)

VN = Beda potensial N (V)

I = Kuat arus (A)

ρ = Resistivitas (Ωm)

r1 = Jarak A ke M (m)

r2 = Jarak B ke M (m)

r3 = Jarak A ke N (m)

r4 = Jarak B ke N (m)

2.2.3 Sifat Kelistrikan Batuan

Sifat kelistrikan batuan adalah sifat batuan yang dapat menghantarkan arus. Mineral

dianggap sebagai konduktor listrik, sehingga mereka memiliki hambatan listrik

tertentu (resistivitas). Aliran arus listrik dibedakan dalam tiga jenis, seperti konduksi

secara elektronik, konduksi secara dielektrik, dan konduksi secara elektrolitik

(Telford dkk., 1990).

1. Konduksi Secara Elektronik

Konduksi elektronik terjadi karena mineral mengandung elektron bebas, sehingga

arus mengaliri dari elektron bebas tersebut. dikarenakan banyakya elektron bebas,

pola konduksi ini menjadi dalam bentuk fluks normal pada batuan logam. Sifat

masing-masing batuan yang dilalui juga mempengaruhi arus. Salah satunya yaitu

resistivitas (Hurun, 2016).

2. Konduksi Secara Dielektrik

Konduksi dielektrik terjadi karena pengaruh medan listrik, sehingga elektron dalam

bahan pindah dan berkumpul terpisah dari inti yang menyebabkan polarisasi. Batuan

atau mineral mempunyai sedikit atau bahkan tidak ada elektron bebas, sehingga

konduksi listrik dari batuan mengalir (Hurun, 2016).

Page 9: BAB II LANDASAN TEORI 2.1 Geologi Daerah Penelitian

12

3. Konduksi secara Elektrolitik

Konduksi elektrolitik ditemukan pada batuan yang berporositas tinggi. Batuan

umumnya berpori dan memiliki rongga, seperti hal ini air. Batuan ini menjadi

konduktor listrik dan dilakukan oleh ion elektrolit di dalam air. Kebanyakan batuan

memiliki resistivitas yang tinggi dan konduktivitas listrik yang rendah (Hurun, 2016).

2.2.4 Resistivitas Batuan

Resistivitas adalah sifat fisik yang memperlihatkan kemampuan material untuk

mencegah arus yang dilewatinya (Marescot, 2009). Secara umum, batuan dapat

diklasifikasikan menjadi tiga jenis berdasarkan nilai tahanan listriknya, yaitu:

1. Konduktor baik: 10-8 Ωm < ρ < 1 Ωm;

2. Konduktor menengah: 1 Ωm < ρ < 107 Ωm; dan

3. Isolator: ρ > 107 Ωm.

Resistivitas ditentukan oleh resistivitas semu dengan mengukur beda potensial antara

elektroda di bawah permukaan. Besarnya nilai resistivitas semu dirumuskan pada

persamaan 2.17, yang dituliskan sebagai berikut

𝜌𝑎 = 𝐾∆𝑉

𝐼 (2.19)

dimana:

𝜌𝑎= Resistivitas semu (Ωm)

V = Tegangan yang diukur (V)

K = Faktor geometri (m)

I = Kuat arus (A)

Berikut merupakan Tabel nilai resistivitas batuan yang ditunjukkan pada Tabel 2.1.

Page 10: BAB II LANDASAN TEORI 2.1 Geologi Daerah Penelitian

13

Tabel 2.1 Nilai Resistvitas batuan (Telford dkk., 1990).

Batuan Resistivitas (Ωm)

Batu pasir (sandstones) 200 − 8000

Batu tulis (shales) 20 − 2000

Pasir (sand) 1 − 1000

Lempung (clay) 1 − 100

Air tanah (ground water) 0,5 − 300

Tuff 2 × 103

2.2.5 Konfigurasi Schlumberger

Konfigurasi elektroda merupakan suatu model penyusunan elektroda arus dan

potensial sesuai dengan tujuan yang kita inginkan.

Gambar 2.6 Model Penyusunan elektroda arus dan potensial (Modifikasi dari Reynolds, 2005).

Dimana elektroda AB merupakan elektroda arus dan elektroda MN merupakan

elektroda potensial. Dalam pengukuran di lapangan, keempat elektroda ditancapkan

ke dalam tanah. Arus listrik yang dialirkan dari Power Supply akan ke dalam bumi

melalui elektroda arus AB. Lalu ditangkap melalui elektroda potensial MN. Ada

beberapa macam konfigurasi yang digunakan dalam penyelidikan bawah tanah, salah

satunya yaitu Konfigurasi Schlumberger.

Page 11: BAB II LANDASAN TEORI 2.1 Geologi Daerah Penelitian

14

Gambar 2.7 Susunan Elektroda Konfigurasi Schlumberger (Tatas dkk., 2014).

Pada Konfigurasi Schlumberger, jarak elektroda arus lebih besar daripada elektroda

potensial. Dalam pengukuran vertikal, elektroda potensial tetap di tempatnya, tetapi

elektroda arus yang berpindah. Pada konfigurasi Schlumberger mempunyai

kekurangan, yakni nilai tegangan pada elektroda MN kecil pada saat elektroda AB

yang jauh. Namun, solusinya adalah diperlukan peralatan yang mempunyai tegangan

Direct Current (DC) yang tinggi. Untuk kelebihan konfigurasi ini yaitu dapat

mengidentifikasi keberadaan formasi batuan yang tidak merata di bawah permukaan.

Dengan kata lain, dimungkinkan untuk membuat perbandingan nilai resistivitas semu

ketika terjadi perubahan dalam jarak elekrroda MN/2 (Kirsch, 2006). Menurut

Telford dkk. (1990), Faktor geometri (K) pada konfigurasi Schlumberger adalah

sebagai berikut:

𝐾 = 𝜋(𝐿2−𝑙2)

2𝑙 (2.20)

Dimana:

K = Faktor Geometri (m);

= 3,14;

L = Jarak antara elektroda A dan B (m); dan

l = jarak antara elektroda M dan N (m).

Page 12: BAB II LANDASAN TEORI 2.1 Geologi Daerah Penelitian

15

2.2.6 Pengukuran Vertical Electrical Sounding (VES)

Metode Vertical Electrical Sounding (VES) yaitu metode pengukuran yang

mempelajari distribusi resistivitas bawah permukaan yang sensitif secara vertikal di

bawah permukaan. Kemudian biasanya konfigurasi Schlumberger digunakan sebagai

investigasi VES (Lowrie, 2007).

Gambar 2.8 Tipe Kurva Sounding (Telford dkk., 1990).

2.3 Air Tanah

2.3.1 Pengertian Air Tanah

Air tanah berasal dari air hujan yang berada di daerah pegunungan. Air kemudian

memasuki tanah sebagai konduktor di reservoir bawah permukaan, yang mengalir dan

menempati lapisan batuan tempat air mengalir (Kirsch, 2006). Sebagian besar air

Page 13: BAB II LANDASAN TEORI 2.1 Geologi Daerah Penelitian

16

tanah berasal dari air permukaan yang meresap masuk ke dalam tanah, yang

merupakan suatu proses peredaran atau dikenal dengan siklus hidrologi.

Gambar 2.9 Siklus Hidrologi (Suyono, 2006).

a. Evaporasi/transpirasi, dimana air di permukaan menguap dari energi matahari

dan menjadi awan. Selain itu, ketika keadaan awan bergerak dan jatuh di bawah

permukaan air, yang biasa disebut dengan hujan.

b. Infilitrasi/perkolasi, dimana air dari penguapan dari tanah akan mengalir

melalui celah-celah batu ke permukaan air dan muncul sebagai mata air di

permukaan.

c. Air permukaan, adalah air yang terdapat di atas permukaan tanah, seperti air

laut, sungai dan danau.

Menurut Khotimah (2008), Air tanah dibedakan menjadi dua bagian, antara lain:

1. Air Tanah Dangkal

Page 14: BAB II LANDASAN TEORI 2.1 Geologi Daerah Penelitian

17

Air tanah dangkal yaitu air tanah yang terletak di bawah permukaan dan di atas

lapisan batuan yang kedap air. Air tanah dangkal biasanya ditemukan di jarak 100

meter dari permukaan. Akuifer ini termasuk dalam jenis akuifer bebas yang sangat

peka terhadap kondisi lingkungan setempat. karena air tanah dari akuifer dan air

permukaan tidak dipisahkan oleh formasi batuan yang kedap air (Rejekiningrum,

2009).

2. Air Tanah Dalam

Air tanah dalam yaitu air tanah yang terletak di bawah air tanah dangkal dan di antara

dua formasi batuan yang bersifat kedap air. Air tanah ini biasanya ditemukan di

akuifer yang lebih dari 100 meter. Air tanah umumnya digunakan sebagai sumber air

domestik untuk kebutuhan air penduduk, hotel, perkantoran dan industri

(Rejekiningrum, 2009).

2.3.2 Klasifikasi Air Tanah

Berdasarkan sifatnya, klasifikasi air tanah dibagi menjadi beberapa bagian, di

antaranya:

1. Akuifer, merupakan formasi geologi yang bersifat permeable yang

memungkinkan air untuk melewatinya. Misal: batu gamping, batu pasir, dan

kerikil;

2. Akuiklud, merupakan formasi geologi yang bersifat impermeable. Formasi ini

tidak memungkinkan dilewati oleh air. Misal: lempung dan lanau;

3. Akuitar, merupakan formasi kedap air dalam jumlah tertentu dan bersifat semi-

permeable. Misal: lempung pasiran; dan

4. Akuifug, merupakan formasi kedap air yang tidak dapat mengalirkan air (kebal

air). Misal: granit.

2.3.3 Akuifer

Akuifer adalah lapisan tanah dengan porositas rendah di bawah permukaan yang

mengandung air. Lapisan permeable juga dapat dipahami sebagai lapisan yang

Page 15: BAB II LANDASAN TEORI 2.1 Geologi Daerah Penelitian

18

memungkinkan air melewati dan menyimpannya, seperti pasir, kerikil, dan batuan

vulkanik (Suharyadi, 1984).

Gambar 2.10 Diagram Penampang Akuifer (Asdak, 1995).

Berdasarkan sifatnya, akuifer dapat diklasifikasikan menjadi beberapa jenis, seperti

Akuifer tertekan (Confined Aquifer), dan akuifer semi tertekan (Semi Confined

Aquifer), dan Akuifer bebas (unconfined Aquifer).

1. Akuifer Bebas (Unconfined Aquifer)

Akuifer bebas adalah akuifer yang terletak pada akuifer tertutup yang bersifat kedap

air, yaitu muka air tanah. Lapisan pembatasnya adalah akuitard, dengan lapisan

bawah dan tidak ada peghalang akuifer di lapisan atas (Effendi, 2003).

2. Akuifer Tertekan (Confined Aquifer)

Akuifer tertekan yaitu akuifer dengan tekanan di atas tekanan atmosfer, dimana air

tanah berada di bawah lapisan kedap air. Kemudian akuifer jenuh air dikelilingi oleh

lapisan atas dan lapisan bawah, sehingga air mengalir ke lapisan batas (Suyono,

1976).

3. Akuifer Semi Tertekan (Semi Confined Aquifer)

Page 16: BAB II LANDASAN TEORI 2.1 Geologi Daerah Penelitian

19

Akuifer semi tertekan yaitu akuifer yang jenuh air, yang bagian atasnya dibatasi oleh

lapisan semi-permeable dan bagian bawahnya dibatasi oleh lapisan yang kedap air

(Suyono, 1976).

2.4 Peta Cekungan Air Tanah (CAT)

Adapun peta Cekungan Air Tanah (CAT) pada daerah penelitian dapat dilihat pada

Gambar 2.13.

Gambar 2.11 Peta Cekungan Air Tanah Daerah Penelitian (Pamsimas).

Berdasarkan peta cekungan air tanah, daerah penelitian Lampung City masuk

kedalam daerah cekungan air tanah Bandar Lampung yang ditandai dengan warna

ungu muda. Sebagian besar wilayah Bandar Lampung menjadi zona kedap udara dan

menghasilkan aliran yang jauh lebih banyka daripada komponen infiltrasi. Cekungan

Bandar Lampung terdiri dari graben batuan dasar sepanjang 8 km dan tebal 200 m

pada lapisan sedimen. Struktur barat-timur akan menjadi penghubung antara rantai

resapan Gunung Betung dengan reservoir (Rustadi dkk., 2020).