Upload
hoangkhanh
View
220
Download
0
Embed Size (px)
Citation preview
10
BAB II
LANDASAN TEORI DAN PENGEMBANGAN HIPOTESIS
II. 1 Pemahaman Perpajakan
II.1.1 Definisi dan Unsur Pajak
Pajak merupakan sumber pendapatan negara yang digunakan untuk
membiayai pembelanjaan negara demi kepentingan bersama. Terdapat
beberapa definisi mengenai pajak yang di ungkapkan oleh tokoh-tokoh di
Indonesia.
Menurut Prof. Dr. Rochmat Soemitro, SH, yang dikutip dari buku
karangan Mardiasmo (2009:h1), mendefinisikan pajak sebagai:
“Pajak adalah iuran rakyat kepada Kas Negara berdasarkan undang-
undang (yang dapat dipaksakan) dengan tiada mendapat jasa timbal
(kontraprestasi) yang langsung dapat ditunjukan dan yang digunakan untuk
membayar pengeluaran umum.”
Sementara menurut Prof. Dr. M. J. H. Smeets, yang dikutip dari buku
karangan Ilyas, Wirawan B. dan Burton, Richard (2008:h6), mendefinisikan
pajak sebagai berikut:
“Pajak adalah prestasi kepada Pemerintah yang terutang melalui
norma-norma umum, dan yang dapat dipaksakan, tanpa adanya kontra-
prestasi yang dapat ditunjukan dalam hal individual: maksudnya adalah untuk
membiayai pengeluaran pemerintah.”
11
Definisi pajak menurut Undang-Undang Nomor 6 Tahun 1983
sebagaimana telah diubah terakhir dengan Undang-Undang Nomor 28 Tahun
2007 tentang Ketentuan Umum dan Tata Cara Perpajakan, pasal 1 angka 1
menjelaskan:
“Pajak adalah kontribusi wajib kepada negara yang terutang oleh
orang pribadi atau badan yang bersifat memaksa berdasarkan Undang-
Undang, dengan tidak mendapatkan imbalan secara langsung dan digunakan
untuk keperluan negara bagi sebesar-besarnya kemakmuran rakyat.”
Dengan berbagai macam definisi mengenai pajak yang telah
dipaparkan diatas, dapat ditarik kesimpulan mengenai unsur-unsur pajak,
antara lain:
1. Iuran pajak berasal dari Wajib Pajak kepada negara,
2. Pajak bersifat memaksa berdasarkan Undang-Undang serta peraturan-
peraturan,
3. Tanpa jasa timbal balik atau kontraprestasi secara langsung,
4. Digunakan untuk keperluan umum yang bermanfaat bagi masyarakat luas.
II.1.2 Fungsi Pajak
Dalam perpajakan di Indonesia, pajak mempunyai 2 fungsi utama.
Mardiasmo (2009:h1) menjabarkan kedua fungsi tersebut yaitu:
1. Fungsi Budgeter
Merupakan pajak sebagai sumber dana bagi pemerintah untuk membiayai
pengeluaran-pengeluarannya.
12
2. Fungsi Regulerend
Adalah suatu fungsi pajak sebagai alat untuk mengatur dan melaksanakan
kebijaksanaan pemerintah dalam bidang sosial dan ekonomi.
Contoh:
a) Pajak yang tinggi dikenakan terhadap minuman keras untuk
mengurangi konsumsi minuman keras.
b) Pajak yang tinggi dikenakan terhadap barang-barang mewah untuk
mengurangi gaya hidup konsumtif.
c) Tarif pajak untuk ekspor sebesar 0%, untuk mendorong ekspor
produk Indonesia di pasaran dunia.
II.1.3 Sistem Pemungutan Pajak
Di Indonesia terdapat 3 jenis sistem yang berlaku dalam pemungutan
pajak. Ketiga sistem pajak tersebut, diberlakukan sesuai dengan pasal yang
dikenakan. Mardiasmo (2009:h7) menyebutkan ketiga sistem tersebut yaitu:
1. Official Asessment System
Merupakan suatu sistem pemungutan yang memberi wewenang kepada
pemerintah (fiskus) untuk menentukan besarnya pajak yang terutang oleh
Wajib Pajak.
Ciri-cirinya:
a) Wewenang untuk menentukan besarnya pajak terutang ada pada
fiskus,
13
b) Wajib Pajak bersifat pasif,
c) Utang pajak timbul setelah dikeluarkan surat ketetapan pajak oleh
fiskus.
2. Self Asessment System
Adalah suatu sistem pemungutan pajak yang memberi wewenang kepada
Wajib Pajak untuk menentukan sendiri besarnya pajak yang terutang.
Ciri-cirinya:
a) Wewenang untuk menentukan besarnya pajak terutang ada pada
Wajib Pajak sendiri,
b) Wajib Pajak aktif, mulai dari menghitung, menyetor dan melaporkan
sendiri pajak yang terutang,
c) Fiskus tidak ikut campur dan hanya mengawasi.
3. Witholding System
Adalah suatu sistem pemungutan pajak yang memberi wewenang kepada
pihak ketiga (bukan fiskus dan bukan Wajib Pajak yang bersangkutan)
untuk menentukan besarnya pajak yang terutang oleh Wajib Pajak.
Ciri-cirinya:
Wewenang menentukan besarnya pajak yang terutang pada pihak ketiga,
pihak selain fiskus dan Wajib Pajak.
Berdasarkan ketiga prinsip pemungutan pajak tersebut, sistem
perpajakan nasional mewajibkan kepada Wajib Pajak untuk menghitung,
memperhitungkan, dan membayar sendiri jumlah pajak yang seharusnya
terutang sesuai dengan ketentuan peraturan perundang-undangan perpajakan.
14
Hal ini didasarkan pada penjelasan Undang-Undang Nomor 6 Tahun 1983
tentang Ketentuan Umum dan Tata Cara Perpajakan yang telah mengalami
beberapa kali perubahan dengan Undang-Undang Nomor 9 Tahun 1994 lalu
diubah kembali dengan Undang-Undang Nomor 16 Tahun 2000, dan
perubahan yang terakhir yaitu Undang-Undang Nomor 28 Tahun 2007 yang
melatarbelakangi penerapan sistem perpajakan nasional dengan self
assesment.
II.1.4 Pembukuan dan Pencatatan
Setiap Wajib Pajak diharuskan melakukan pembukuan atau
pencatatan bergantung pada peredaran bruto (omset) yang dihasilkan selama
satu tahun. Jika Wajib Pajak memiliki omset diatas Rp 4,8 Miliar maka harus
menyelenggarakan pembukuan, sebaliknya jika Wajib Pajak memiliki omset
dibawah Rp 4,8 Miliar maka harus melakukan pencatatan atau boleh juga
menyelenggarakan pembukuan.
Berdasarkan UU KUP Nomor 28 Tahun 2007 pasal 1 nomor 28
menyebutkan bahwa pembukuan adalah suatu proses pencatatan yang
dilakukan secara teratur untuk mengumpulkan data dan informasi keuangan
yang meliputi harta, kewajiban, modal, penghasilan dan biaya, serta jumlah
harga perolehan dan penyerahan barang atau jasa, yang ditutup dengan
menyusun laporan keuangan berupa neraca, dan laporan laba rugi untuk
periode tahun pajak tersebut. Sementara pengertian mengenai pencatatan
lebih sederhana, yaitu membuat kronologis secara sistematis berdasarkan
urutan waktu selama satu tahun dan menyimpan dokumen pendukung yang
15
menjadi dasar pencatatan selama sepuluh tahun sejak berakhirnya tahun
pajak. Lebih jelas mengenai pencatatan, Dirjen Pajak telah mengeluarkan
Peraturan Dirjen Pajak Nomor PER-4/PJ/2009 yang berisikan mengenai
kewajiban orang pribadi yang tidak menyelenggarakan pembukuan untuk
melakukan pencatatan.
Pembukuan atau pencatatan yang dilakukan para pemilik online shop
disesuaikan dengan penghasilan bruto mereka selama satu tahun. Hal ini
dilakukan sebagai dasar perhitungan pajak penghasilan yang mereka
bayarkan kepada negara.
II.1.5 Sanksi Pajak
Dalam Undang-Undang Ketentuan Perpajakan Nomor 28 Tahun
2007, menyebutkan beberapa sanksi perpajakan bagi Wajib Pajak, yang
tertuang dalam pasal 39 dan 39A.
Berikut ini bunyi pasal 39, yaitu:
1. Setiap orang yang dengan sengaja:
a) Tidak mendaftarkan diri untuk diberikan Nomor Pokok Wajib Pajak
atau tidak melaporkan usahanya untuk dikukuhkan sebagai
Pengusaha Kena Pajak,
b) Menyalahgunakan atau menggunakan tanpa hak Nomor Pokok Wajib
Pajak atau Pengukuhan Pengusaha Kena Pajak,
c) Tidak menyampaikan Surat Pemberitahuan,
d) Menyampaikan Surat Pemberitahuan dan/atau keterangan yang isinya
tidak benar atau tidak lengkap,
16
e) Menolak untuk dilakukan pemeriksaan sebagaimana dimaksud dalam
Pasal 29,
f) Memperlihatkan pembukuan, pencatatan, atau dokumen lain yang
palsu atau dipalsukan seolah-olah benar, atau tidak menggambarkan
keadaan yang sebenarnya,
g) Tidak menyelenggarakan pembukuan atau pencatatan di Indonesia,
tidak memperlihatkan atau tidak meminjamkan buku, catatan, atau
dokumen lain,
h) Tidak menyimpan buku, catatan, atau dokumen yang menjadi dasar
pembukuan atau pencatatan dan dokumen lain termasuk hasil
pengolahan data dari pembukuan yang dikelola secara elektronik atau
diselenggarakan secara program aplikasi online di Indonesia
sebagaimana dimaksud dalam Pasal 28 ayat (11), atau
i) Tidak menyetorkan pajak yang telah dipotong atau dipungut sehingga
dapat menimbulkan kerugian pada pendapatan negara dipidana
dengan pidana penjara paling singkat 6 (enam) bulan dan paling lama
6 (enam) tahun dan denda paling sedikit 2 (dua) kali jumlah pajak
terutang yang tidak atau kurang dibayar dan paling banyak 4 (empat)
kali jumlah pajak terutang yang tidak atau kurang dibayar.
2. Pidana sebagaimana dimaksud pada ayat (1) ditambahkan 1 (satu) kali
menjadi 2 (dua) kali sanksi pidana apabila seseorang melakukan lagi
tindak pidana di bidang perpajakan sebelum lewat 1 (satu) tahun,
terhitung sejak selesainya menjalani pidana penjara yang dijatuhkan.
17
3. Setiap orang yang melakukan percobaan untuk melakukan tindak pidana
menyalahgunakan atau menggunakan tanpa hak Nomor Pokok Wajib
Pajak atau Pengukuhan Pengusaha Kena Pajak sebagaimana dimaksud
pada ayat (1) huruf b, atau menyampaikan Surat Pemberitahuan dan/atau
keterangan yang isinya tidak benar atau tidak lengkap, sebagaimana
dimaksud pada ayat (1) huruf d, dalam rangka mengajukan permohonan
restitusi atau melakukan kompensasi pajak atau pengkreditan pajak,
dipidana dengan pidana penjara paling singkat 6 (enam) bulan dan paling
lama 2 (dua) tahun dan denda paling sedikit 2 (dua) kali jumlah restitusi
yang dimohonkan dan/atau kompensasi atau pengkreditan yang dilakukan
dan paling banyak 4 (empat) kali jumlah restitusi yang dimohonkan
dan/atau kompensasi atau pengkreditan yang dilakukan.
Kemudian di antara Pasal 39 dan Pasal 40 disisipkan 1 (satu) pasal,
yakni Pasal 39A yang berbunyi sebagai berikut:
Setiap orang yang dengan sengaja:
1. Menerbitkan dan/atau menggunakan faktur pajak, bukti pemungutan
pajak, bukti pemotongan pajak, dan/atau bukti setoran pajak yang tidak
berdasarkan transaksi yang sebenarnya, atau
2. Menerbitkan faktur pajak tetapi belum dikukuhkan sebagai Pengusaha
Kena Pajak dipidana dengan pidana penjara paling singkat 2 (dua) tahun
dan paling lama 6 (enam) tahun serta denda paling sedikit 2 (dua) kali
jumlah pajak dalam faktur pajak, bukti pemungutan pajak, bukti
pemotongan pajak, dan/atau bukti setoran pajak dan paling banyak 6
18
(enam) kali jumlah pajak dalam faktur pajak, bukti pemungutan pajak,
bukti pemotongan pajak, dan/atau bukti setoran pajak.
II.2 Pajak Penghasilan
II.2.1 Pengertian dan Dasar Hukum Pajak Penghasilan
Penghasilan adalah setiap tambahan nilai ekonomis yang diterima
atau diperoleh Wajib Pajak baik yang berasal dari Indonesia maupun dari luar
Indonesia yang dapat dipakai untuk konsumsi atau menambah kekayaan
Wajib Pajak yang bersangkutan dengan nama dan dalam bentuk apapun.
Dasar hukum pajak penghasilan yaitu Undang-Undang Nomor 7
Tahun 1983 yang kemudian diubah menjadi Undang-Undang Nomor 7
Tahun 1991 lalu diubah kembali menjadi Undang-Undang Nomor 10 Tahun
1994, dan terakhir diubah menjadi Undang-Undang Nomor 36 Tahun 2008
yang mulai berlaku sejak tanggal 1 Januari 2009. Selain itu juga berdasarkan
Keputusan Direktur Jendral Pajak Nomor KEP/545/PJ/2000 yang diubah
dengan Peraturan Direktur Jendral Pajak Nomor 15/PJ/2006, dan yang
terbaru adalah Peraturan Menteri Keuangan Nomor 252/PMK.03/2008 dan
PER-31/PJ/2009.
II.2.2 Subjek dan Non Subjek Pajak Penghasilan
Berdasarkan Undang-Undang Nomor 36 Tahun 2008 mengenai Pajak
Penghasilan, ada beberapa subjek yang dapat digolongkan sebagai Subjek
Pajak Penghasilan dan yang Bukan Subjek Pajak Penghasilan.
19
Berikut ini yang menjadi Subjek Pajak Penghasilan, yaitu:
1. Orang pribadi,
2. Warisan yang belum terbagi sebagai satu kesatuan menggantikan yang
berhak,
3. Badan,
4. Bentuk usaha tetap
Sementara yang bukan menjadi Subjek Pajak Penghasilan yaitu:
1. Kantor perwakilan negara asing,
2. Pejabat-pejabat perwakilan diplomatik dan konsulat atau pejabat-pejabat
lain dari negara asing dan orang-orang yang diperbantukan kepada
mereka yang bekerja pada dan bertempat tinggal bersama-sama mereka
dengan syarat bukan warga negara Indonesia dan di Indonesia tidak
menerima atau memperoleh penghasilan di luar jabatan ataupekerjaanya
tersebut serta negara bersangkutan memberikan timbal balik,
3. Organisasi-organisasi internasional dengan syarat:
a) Indonesia menjadi anggota organisasi tersebut, dan
b) Tidak menjalankan usaha atau kegiatan lain untuk memperoleh
penghasilan dari Indonesia selain memberikan pinjaman kepada
pemerintah yang dananya berasal dari iuran para anggota,
c) Pejabat-pejabat perwakilan dari organisasi internasional dengan
syarat bukan warga negara Indonesia dan tidak menjalankan usaha,
kegiatan, atau pekerjaan lain untuk memperoleh penghasilan dari
Indonesia.
20
II.2.3 Objek dan Non Objek Pajak Penghasilan
Sehubungan dengan pengertian penghasilan diatas, objek pajak
penghasilan dapat dengan nama dan dalam bentuk apapun yang di sebutkan
dalam Undang-Undang Nomor 36 Tahun 2008 pasal 4 ayat 1 yaitu:
1. Penggantian atau imbalan berkenaan dengan pekerjaan atau jasa yang
diterima atau diperoleh termasuk gaji, upah, tunjangan, honorarium,
komisi, bonus, gratifikasi, uang pensiun, atau imbalan dalam bentuk
lainnya, kecuali ditentukan lain dalam Undang-Undang ini,
2. Hadiah dari undian atau pekerjaan atau kegiatan, dan penghargaan,
3. Laba usaha,
4. Keuntungan karena penjualan atau karena pengalihan harta termasuk:
a) Keuntungan karena pengalihan harta kepada perseroan, persekutuan,
dan badan lainnya sebagai pengganti saham atau penyertaan modal,
b) Keuntungan karena pengalihan harta kepada pemegang saham,
sekutu, atau anggota yang diperoleh perseroan, persekutuan, dan
badan lainnya,
c) Keuntungan karena likuidasi, penggabungan, peleburan, pemekaran,
pemecahan, pengambilalihan usaha, atau reorganisasi dengan nama
dan dalam bentuk apapun,
d) Keuntungan karena pengalihan harta keuntungan karena pengalihan
harta berupa hibah, bantuan, atau sumbangan, kecuali yang diberikan
kepada keluarga sedarah dalam garis keturunan lurus satu derajat dan
badan keagamaan, badan pendidikan, badan sosial termasuk yayasan,
21
koperasi, atau orang pribadi yang menjalankan usaha mikro dan kecil,
yang ketentuannya diatur lebih lanjut dengan Peraturan Menteri
Keuangan, sepanjang tidak ada hubungan dengan usaha, pekerjaan,
kepemilikan, atau penguasaan di antara pihak-pihak yang
bersangkutan,
e) Keuntungan karena penjualan atau pengalihan sebagia atau seluruh
hak penambangan, tanda turut serta dalam pembiayaan, atau
permodalan dalam perusahaan pertambangan.
5. Penerimaan kembali pembayaran pajak yang telah dibebankan sebagai
biaya dan pembayaran tambahan pengembalian pajak,
6. Bunga termasuk premium, diskonto, dan imbalan karena jaminan
pengembalian utang,
7. Dividen, dengan nama dan dalam bentuk apapun, termasuk dividen dari
perusahaan asuransi kepada pemegang polis, dan pembagian sisa hasil
usaha koperasi,
8. Royalti atau imbalan atas penggunaan hak,
9. Sewa dan penghasilan lain sehubungan dengan penggunaan harta,
10. Penerimaan atau perolehan pembayaran berkala,
11. Keuntungan karena pembebasan utang, kecuali sampai dengan jumlah
tertentu yang ditetapkan dengan Peraturan Pemerintah,
12. Keuntungan selisih kurs mata uang asing,
13. Selisih lebih karena penilaian kembali aktiva,
14. Premi asuransi,
22
15. Iuran yang diterima atau diperoleh perkumpulan dari anggotanya yang
terdiri dari Wajib Pajak yang menjalankan usaha atau pekerjaan bebas,
16. Tambahan kekayaan neto yang berasal dari penghasilan yang belum
dikenakan pajak,
17. Penghasilan dari usaha berbasis syariah,
18. Imbalan bunga sebagaimana dimaksud dalam Undang-Undang yang
mengatur mengenai ketentuan umum dan tata cara perpajakan,
19. Surplus Bank Indonesia.
Sementara itu, yang bukan objek pajak penghasilan disebutkan dalam
pasal 4 ayat 3, diantaranya:
1. Bantuan atau Sumbangan, termasuk zakat yang diterima oleh badan
amil zakat atau lembaga amil zakat yang dibentuk atau disahkan oleh
pemerintah dan yang diterima oleh penerima zakat yang berhak atau
sumbangan keagamaan yang sifatnya wajib bagi pemeluk agama yang
diakui di Indonesia, yang diterima oleh lembaga keagamaan yang
dibentuk atau disahkan oleh pemerintah dan yang diterima oleh penerima
sumbangan yang berhak, yang ketentuannya diatur dengan atau
berdasarkan Peraturan Pemerintah,
Harta hibahan yang diterima oleh keluarga sedarah dalam garis keturunan
lurus satu derajat, badan keagamaan, badan pendidikan, badan sosial
termasuk yayasan, koperasi, atau orang pribadi yang menjalankan usaha
mikro dan kecil, yang ketentuannya diatur dengan atau berdasarkan
Peraturan Menteri Keuangan, sepanjang tidak ada hubungan dengan
23
usaha, pekerjaan, kepemilikan, atau penguasaan di antara pihak-pihak
yang bersangkutan,
2. Warisan,
3. Harta termasuk setoran tunai yang diterima oleh badan sebagaimana
dimaksud dalam Pasal 2 ayat (1) huruf b sebagai pengganti saham atau
sebagai pengganti penyertaan modal,
4. Penggantian atau imbalan sehubungan dengan pekerjaan atau jasa yang
diterima atau diperoleh dalam bentuk natura dan/atau kenikmatan dari
Wajib Pajak atau Pemerintah, kecuali yang diberikan oleh bukan Wajib
Pajak, Wajib Pajak yang dikenakan pajak secara final atau Wajib Pajak
yang menggunakan norma penghitungan khusus (deemed profit)
sebagaimana dimaksud dalam Pasal 15,
5. Pembayaran dari perusahaan asuransi kepada orang pribadi sehubungan
dengan asuransi kesehatan, asuransi kecelakaan, asuransi jiwa, asuransi
dwiguna, dan asuransi beasiswa,
6. Dividen atau bagian laba yang diterima atau diperoleh perseroan terbatas
sebagai Wajib Pajak dalam negeri, koperasi, badan usaha milik negara,
atau badan usaha milik daerah, dari penyertaan modal pada badan usaha
yang didirikan dan bertempat kedudukan di Indonesia dengan syarat:
a) Dividen berasal dari cadangan laba yang ditahan,
b) Bagi perseroan terbatas, badan usaha milik negara dan badan usaha
milik daerah yang menerima dividen, kepemilikan saham pada badan
yang memberikan dividen paling rendah 25% (dua puluh lima
persen) dari jumlah modal yang disetor,
24
7. Iuran yang diterima atau diperoleh dana pensiun yang pendiriannya telah
disahkan Menteri Keuangan, baik yang dibayar oleh pemberi kerja
maupun pegawai,
8. Penghasilan dari modal yang ditanamkan oleh dana pensiun sebagaimana
dimaksud pada huruf g dalam bidang-bidang tertentu yang ditetapkan
dengan Keputusan Menteri Keuangan,
9. Bagian laba yang diterima atau diperoleh anggota dari perseroan
komanditer yang modalnya tidak terbagi atas saham-saham, persekutuan,
perkumpulan, firma, dan kongsi, termasuk pemegang unit penyertaan
kontrak investasi kolektif,
10. Dihapus,
11. Penghasilan yang diterima atau diperoleh perusahaan modal ventura
berupa bagian laba dari badan pasangan usaha yang didirikan dan
menjalankan usaha atau kegiatan di Indonesia, dengan syarat badan
pasangan usaha tersebut:
a) Merupakan perusahaan mikro, kecil, menengah, atau yang
menjalankan kegiatan dalam sektor-sektor usaha yang diatur dengan
atau berdasarkan Peraturan Menteri Keuangan,
b) Sahamnya tidak diperdagangkan di bursa efek di Indonesia.
12. Beasiswa yang memenuhi persyaratan tertentu yang ketentuannya diatur
lebih lanjut dengan atau berdasarkan Peraturan Menteri Keuangan,
13. Sisa lebih yang diterima atau diperoleh badan atau lembaga nirlaba yang
bergerak dalam bidang pendidikan dan/atau bidang penelitian dan
pengembangan, yang telah terdaftar pada instansi yang membidanginya,
25
yang ditanamkan kembali dalam bentuk sarana dan prasarana kegiatan
pendidikan dan/atau penelitian dan pengembangan, dalam jangka waktu
paling lama 4 (empat) tahun sejak diperolehnya sisa lebih tersebut, yang
ketentuannya diatur lebih lanjut dengan atau berdasarkan Peraturan
Menteri Keuangan
14. Bantuan atau santunan yang dibayarkan oleh Badan Penyelenggara
Jaminan Sosial kepada Wajib Pajak tertentu, yang ketentuannya diatur
lebih lanjut dengan atau berdasarkan Peraturan Menteri Keuangan.
II.2.4 Tarif Pajak
Dalam Undang-Undang Nomor 36 Tahun 2008 tentang Pajak
Penghasilan, Tarif pajak dibedakan menjadi dua yaitu tarif pajak umum dan
tarif pajak khusus. Tarif pajak umum mengacu pada pasal 17 ayat (1) huruf a
yang menyebutkan bahwa tarif pajak untuk orang pribadi terdiri menjadi 4
lapisan, yaitu:
LapisanPenghasilan Kena Pajak Tarif Pajak sampai dengan Rp 50.000.000 5% diatas Rp 50.000.000 sampai dengan Rp 250.000.000 15% diatas Rp 250.000.000 sampai dengan Rp 500.000.000 25% diatas Rp 500.000.000 30%
Kemudian untuk tarif pajak badan disebutkan dalam pasal 17 ayat (1)
huruf b yakni wajib pajak badan dalam negri dan bentuk usaha tetap adalah
sebesar 28%. Namun pada pasal (2a) ada tambahan bahwa tarif sebagaimana
26
dimaksud pada ayat (1) huruf b menjadi 25% yang mulai berlaku sejak tahun
pajak 2010.
Sementara untuk tarif pajak khusus mengacu pada pasal 31E ayat 1
yaitu Wajib Pajak badan dalam negri dengan peredaran bruto sampai dengan
Rp 50.000.000.000,00 (lima puluh miliar rupiah) mendapat fasilitas berupa
pengurangan tarif sebesar 50% dengan tarif sebagaimana dimaksud dalam
pasal 17 ayat 1 huruf b dan ayat 2a yang dikenakan atas Penghasilan Kena
Pajak dari bagian peredaran bruto sampai dengan Rp 4.800.000.000,00
(empat miliar delapan ratus juta rupiah).
II.3 Sosialisasi Pajak
II.3.1 Pengertian Sosialisasi Perpajakan
Kegiatan penyuluhan pajak memiliki andil besar dalam mensukseskan
sosialisasi pajak keseluruhan Wajib Pajak. Hal ini tertuang dalam Keputusan
Dirjen Pajak Nomor KEP 114/PJ/2005 Tentang Pembentukan Tim Sosialisasi
Perpajakan. Berbagai media diharapkan mampu menggugah kesadaran Wajib
Pajak dan meningkatkan kepatuhan perpajakan Wajib Pajak baik badan
maupun pribadi dalam rangka meningkatkan jumlah penerimaan negara
sehingga pesan moral terhadap pentingnya pajak bagi pembiayaan negara
dapat tersampaikan. Pengertian sosialisasi menurut Soerjono Soekanto adalah
sutatu proses yang menempatkan anggota masyarakat yang baru mempelajari
norma-norma dan nilai-nilai masyarakat di tempat dia menjadi anggota.
Sementara pengertian sosialisasi menurut Robert M.Z. Lawang adalah proses
mempelajari norma, nilai, peran, dan semua persyaratan lainnya yang
27
diperlukan untuk memungkinkan partisipasi yang efektif dalam kehidupan
sosial.
Menurut samudera (2004:h6) bahwa dalam melakukan sosialisasi
perlu adanya strategi dan metode yang tepat yang dapat diaplikasikan dengan
baik, yaitu : publikasi, kegiatan, pemberitaan, keterlibatan komunitas,
pencantuman identitas, dan pendekatan pribadi.
1. Publikasi
Adalah aktivitas publikasi yang dilakukan melalui media komunikasi,
baik media cetak seperti surat kabar, majalah maupun media audiovisual
seperti radio ataupun televisi. Hal ini di dukung oleh suatu pernyataan
kepala DJP wilayah Riau-Kepri, Nirwan Tjipto, saat acara sosialisasi
pajak untuk wartawan yang digelar dipekanbaru (29/03/2011) bahwa
“Media massa menjadi salah satu faktor penting dalam edukasi
perpajakan kepada masyarakat. Tentunya dengan kerja sama dan bantuan
media massa yang mensosialisasikan tata cara perpajakan dapat
membantu tugas kami dalam mengedukasi mayarakat.”
2. Kegiatan
Institusi pajak dapat melibatkan diri pada penyelenggaraan aktivitas-
aktivitas tertentu yang dihubungkan dengan program kegiatan
peningkatan kesadaran masyarakat akan perpajakan pada moment-
moment tertentu. Misalnya: kegiatan olahraga, hari-hari libur nasional,
dan lain sebagainya.
28
3. Pemberitahuan
Pemberitahuan dalam hal ini mempunyai pengertian khusus yaitu menjadi
bahan berita dalam arti positif, sehingga menjadi sarana promosi yang
efektif. Pajak dapat disosialisasikan dalam bentuk berita kepada
masyarakat, sehingga masyarakat dapat lebih cepat menerima informasi
tentang pajak.
4. Keterlibatan komunitas
Melibatkan komunitas pada dasarnya adalah cara untuk mendekatkan
institusi pajak dengan masyarakat, dimana iklim budaya indonesia
menghendaki adat ketimuran untuk bersilaturahmi dengan tokoh-tokoh
setempat sebelum institusi pajak dibuka.
5. Pencantuman identitas
Berkaitan dengan pencantuman logo otoritas pajak pada berbagai media
yang ditujukan sebagai sarana promosi.
6. Pendekatan pribadi
Pengertian lobbying adalah pendekatan pribadi yang dilakukan secara
informal untuk mencapai tujuan tertentu.
Dari berbagai pengertian diatas dapat disimpulkan bahwa sosialisasi
perpajakan merupakan suatu upaya dari DJP untuk memberikan pengertian,
informasi, dan pembinaan kepada masyarakat pada umumnya dan Wajib
Pajak pada khususnya mengenai segala sesuatu yang berhubungan dengan
perpajakan dan perundang-undangan perpajakan.
29
I.3.2 Bentuk Sosialisasi Perpajakan
Kegiatan penyuluhan dan pelayanan pajak memegang peran penting
dalam upaya memasyarakatkan pajak sebagai bagian penting dalam
kehidupan berbangsa dan bernegara. Negara dalam hal ini memberikan
mandat kepada pemerintah telah menjalankan kewajiban pemungutan pajak
kepada masyarakat. Namun proses pemungutan pajak ini tidak mudah tanpa
kesadaran dari masyarakat akan arti pentingnya pajak bagi pembiayaan
negara.
Program-program yang telah dilakukan oleh DJP berkaitan
dengan kegiatan penyuluhan tersebut antara lain dengan mengadakan
seminar-seminar ke berbagai profesi dan pelatihan baik untuk pemerintah
maupun swasta, memasang spanduk yang bertemakan pajak, memasang iklan
layanan masyarakat di berbagai stasiun televisi, mengadakan acara tax goes
to campus yang diisi dengan berbagai acara yang menarik mulai dari debat
pajak sampai dengan seminar pajak dimana acara tersebut bertujuan guna
menimbulkan pemahaman tentang pajak kepada mahasiswa yang dinilai
sangat kritis, selain mahasiswa para pelajar juga perlu dibekali tentang dasar-
dasar pajak melalui acara tax education road show, serta memberikan
penghargaan terhadap Wajib Pajak patuh pada setiap kantor pelayanan pajak.
Berbagai program tersebut juga ditunjang dengan sarana-sarana yang
mengakomodasi harapan masyarakat agar merasa mudah, cepat dan benar
dalam melaksanakan kewajiban perpajakannya. Sarana-sarana penunjang
tersebut diantaranya adanya website pajak yaitu www.pajak.go.id yang di
dalamnya tersedia berbagai macam fasilitas perpajakan secara online seperti
30
e-filling. Sesuai dengan Surat edaran DJP Nomor SE-129/PJ.1/UP.90/2005
tentang sosialisasi E-filling, fasilitas ini masih terus di sosialisasikan kepada
masyarakat demi kemudahan dan bentuk perubahan modernisasi administrasi
perpajakan. kemudian saran penunjang lainnya adalah perpustakaan, majalah
pajak, jurnal pajak, adanya call centre, sms taxes, complaint centre, dan lain
sebagainya.
II.4 Sistem Administrasi Pajak
II.4.1 Pengertian Administrasi
Menurut A. Dunsire yang dikemukakan oleh Siti Resmi dan Sony
Devano, (2006:h71) tentang administrasi sebagai berikut:
“Administrasi diartikan sebagai arahan, pemerintahan, kegiatan,
implementasi, mengarahkan, penciptaan prinsip-prinsip implementasi
kebijakan, kegiatan melakukan analisis, menyeimbangkan dan
mempresentasikan keputusan, pertimbangan-pertimbangan kebijakan,
sebagai pekerjaan individual dan kelompok dalam menghasilkan barang dan
jasa publik, dan sebagai arena bidang kerja akademik dan teoritis (Yeremias
T. Keban). Selanjutnya administrasi merupakan suatu proses dinamis dan
berkelanjutan yang digerakkan dalam rangka mencapai tujuan dengan cara
memanfaatkan orang atau material melalui koordinasi dan kerja sama.”
II.4.2 Sistem Administrasi Pajak
Administrasi pajak hendaknya menjadi prioritas tertinggi yang harus
diperbaiki oleh pemerintah unutk menjalankan fungsinya secara efektif
31
bergantung kepada jumlah uang yang dapat diperolehnya melalui
pemungutan pajak. Sistem administrasi pajak yang dijalankan haruslah tepat
sehingga memkasimalkan pendapatan negara dengan tingkat penyelewengan
pajak yang sangat minim.
Sistem administrasi pajak yang dijalankan Direktorat Jendral Pajak
saat ini berlandaskan pada good corporate governance (tata kelola
perusahaan yang baik). Dimana sistem yang dilakukan lebih modern dengan
menggunakan teknologi tinggi. Salah satu bentuk perubahan sistem
administrasi pajak yaitu dengan adanya sebuah sistem pengurusan pajak
secara on line. Pengurusan administrasi pajak ini diperkirakan baru akan
berjalan dengan baik sekitar tahun 2014 sesuai dengan yang disampaikan
Robert Pakpahan, Direktur Transformasi Bisnis Direktorat Jenderal Pajak
Kementerian Keuangan pada Indonesiafinancetoday.com. beliau pun
mempertegas bahwa perbaikan sistem administrasi ini diharapkan mampu
mengurangi kasus penyelewengan, karena tidak ada lagi pajak yang dinilai
secara manual.
Tujuan dilakukannya latar belakang modernisasi administrasi
perpajakan adalah untuk tercapainya tingkat kepatuhan pajak (tax
compliance) yang tinggi, tercapainya tingkat kepercayaan (trust) terhadap
administrasi perpajakan yang tinggi, dan tercapainya tingkat produktivitas
pegawai pajak yang tinggi.
32
II.5 Kepatuhan Wajib Pajak
II.5.1 Definisi Kepatuhan
Kata kepatuhan berasal dari kata dasar patuh yang dalam kamus besar
bahasa indonesia berarti suka menurut, taat (kepada perintah, aturan, dan
sebagainya) serta berdisiplin. Sementara kepatuhan artinya sifat patuh dan
ketaatan. Dalam perpajakan, definisi dari Wajib Pajak patuh adalah Wajib
Pajak yang ditetapkan oleh Direktur Jenderal Pajak sebagai Wajib Pajak yang
memenuhi kriteria tertentu yang Dapat Diberikan Pengembalian Pendahuluan
Kelebihan Pembayaran Pajak.
II.5.2 Karakteristik Wajib Pajak Patuh
Rahayu, S (2008) dalam penelitiannya menyebutkan bahwa dalam
perpajakan, seorang wajib pajak dapat dikatakan patuh jika memilik 6
karakteristik sebagai berikut:
1. Tepat waktu dalam menyampaikan Surat Pemberitahuan Tahunnan dalam
2 (dua) tahun terakhir,
2. Dalam tahun terakhir, penyampaian SPT Masa yang terlambat tidak lebih
dari 3 (tiga) masa pajak untuk setiap jenis pajak dan tidak berturut-turut,
3. SPT Masa yang terlambat sebagaimana dimaksud dalam huruf b telah
disampaikan tidak lewat dari batas waktu penyampaian SPT Masa masa
pajak berikutnya,
4. Tidak mempunyai tunggakan pajak untuk semua jenis pajak, kecuali telah
memperoleh izin untuk mengangsur atau menunda pembayaran pajak dan
33
Tidak termasuk tunggakan pajak Sehubungan dengan STP yang
diterbitkan untuk 2 (dua) masa pajak terakhir,
5. Tidak pernah dijatuhi hukuman karena melakukan tindak pidana di
bidang perpajakan dalam jangka waktu 10 (sepuluh) tahun terakhir,
6. Dalam hal laporan Keuangan diaudit oleh akuntan publik atau Badan
Pengawasan Keuangan dan Pembangunan harus dengan pendapat wajar
tanpa pengecualian atau dengan pendapat wajar dengan pengecualian
sepanjang pengecualian tersebut tidak mempengaruhi laba rugi fiskal.
II.6 E-commerce
II.6.1 Pengertian E-commerce
E-commerce menurut David Baum yang dikutip oleh John
Hutagalung, Darussalam, dan Danny Septriadi, (2007:h129) adalah :
“Satu set teknologi. Aplikasi, dan proses bisnis yang dinamis yang
menghubungkan perusahaan, konsumen, dan komunitas tertentu melalui
transaksi elektronik dan perdagangan barang, pelayanan, dan informasi yang
dilakukan secara elektronik.”
Sedangkan menurut Eric Albarda yang dikutip oleh Hutagalung John
et al. (2007:h129) menyebutkan pengertian e-commerce adalah:
“Cara untuk melakukan transaksi bisnis melalui komputer dan
jaringan telekomunikasi.”
Secara sederhana, Association for electronik commerce
mendefinisikan e-commerce sebagai mekanisme bisnis secara elektronis. Dari
berbagai definisi yang telah disampaikan diatas, maka dapat disimpulkan
34
bahwa e-commerce adalah semua aktivitas komersial yang dijalankan dengan
bantuan internet. Berdasarkan sifatnya, e-commerce dibedakan menjadi B2B
(Business to Busines) dan B2C (Business to Customer). Dalam transaksi
B2B umumnya dilakukan oleh para trading partners yang sudah saling kenal
dengan format data yang telah disepakati bersama. Sementara dalam
transaksi B2C sifatnya lebih terbuka untuk publik sehingga setiap indvidu
bisa mengaksesnya melalui suatu web server. Alasan utama menggunakan
internet untuk melakukan aktifitas komersial adalah jangkauan yang luas dan
bisa melakukan penghematan biaya.
II.6.2 Transaksi dalam E-commerce
Berkaitan dengan jenis-jenis pajak penghasilan atas transaksi e-
commerce, pada bulan januari tahun 1999, OECD membentuk The Technical
Advisory Group on Treaty Charactensation of Electronic Commerce
Payment yang disingkat OECD TAG on Characterisation, yang bertugas
merumuskan jenis-jenis penghasilan yang timbul atas transaksi e-commerce
dan perlakuan pajaknya. Pada awalnya dua puluh enak jenis penghasilan
yang timbul atas transaksi e-commerce, namun dalam perkembangannya
tertanggal 1 Februari 2001 The TAG Final Report menghasilkan transaksi-
transaksi e-commerce menjadi 28 jenis, yaitu:
1. Electronic order processing of intangible product,
2. Electronic ordering and downloading of digital product,
3. Electronic ordering and downloading of digital product for pupose of
commercial exploitation of the copyright,
35
4. Updates and adds on,
5. Limited duration software and other digital informations licenses,
6. Single use software or other digital product,
7. Aplication hosting-separate license,
8. Aplicatio hosting-bundled contract,
9. Transaksi ASP (Aplication Service Provider),
10. ASP license fees,
11. Website hosting provider,
12. Software maintenance,
13. Data wirehousing,
14. Customer support over computer network,
15. Data retrieval,
16. Delivery of exclusive or other high-value data,
17. Advertising / banner adds,
18. Electronic access to professional advice, contoh jasa konsultasi,
19. Technical information,
20. Information delivery,
21. Access to an interactive web site,
22. Online shopping portals,
23. Online auctions,
24. Sales refferal program,
25. Content acquisition transaction,
26. Streamed (realtime) web based broadcasting,
27. Carriage fees,
36
28. Subscription to web site allowing the downloading of digital products.
II.6.3 Mekanisme Dalam Transaksi E-commerce
Mekanisme transaski e-commerce dimulai dengan adanya penawaran
sutu produk tertentu oleh penjual melalui suatu web. Kemudian konsumen
dapat mengunjungi website tersebut dan melihat-lihat katalog dari apa yang
ditawarkan oleh penjual. Jika konsumen tertarik, konsumen tersebut akan
melakukan transaksi pembayaran sesuai dengan cara yang telah ditetapkan
oleh penjual.
Cara pembayaran yang dapat dilakukan oleh konsumen tersebut,
antara lain:
1. Transaksi model ATM,
2. Pembayaran langsung antara dua pihak yang berinteraksi tanpa perantara,
3. Dengan perantara pihak ketiga,
4. Micropayment (recehan),
5. Anonymous digital cash.
Namun saat ini visa dan mastercard telah mengembangkan suatu
sistem keamanan untuk pembayaran dengan menggunakan kartu bank, sistem
ini dikenal dengan secure electronic transaction (SET). Apabila proses
pembayaran tersebut telah di otorisasi, maka proses pengiriman dapat
dilakukan.
Berikut mekanisme pemasaran, pembelian, sampai dengan barang
sampai kepada pembeli yang dilakukan dalam bisnis online shop melalui
media facebook yang ditampilkan dalam Gambar 2.1:
37
Gambar 2.1
Gambar Mekanisme Pemasaran
Setelah pemasaran dilakukan, kemudian penjual menunggu respon
dari para pembeli atau friends list yang ditawarkan barang dagangannya
melalui tag foto. Jika mereka sudah merespon, maka dilakukan tata cara
pembayaran sampai dengan barang tersebut sampai ke tangan pembeli.
Berikut mekanisme yang dilakukan, yang ditampilkan dalam Gambar 2.2:
Gambar 2.2
Gambar Mekanisme Pembelian sampai Barang Sampai ke
Pembeli
Pemilik online shop (barang hasil sendiri)
Pemilik online shop
Pesan barang kepada distributor
Upload foto barang di facebook
Mendeskripsikan barang dagangan & mencantumkan harga
Tag foto ke friends list
Friends list sebagai pembeli atau pengguna facebook lain akan memberikan comment
Order dilakukan melalui message atau SMS dengan rincian barang dan alamat
Order dari pembeli dengan rincian barang dan alamat
Transfer lewat rekening bank tertentu
Pembeli lapor ke penjual jika uang sudah di transfer
Penjual contact kurir pengiriman
Barang siap dikirim (lama pengiriman tergantung daerah tujuan)
38
II.6.4 Pasal Pajak Penghasilan Dalam Transaksi E-commerce
Dalam transaksi e-commerce terdapat beberapa pasal yang terkait
dalam pemenuhan kewajiban pajak penghasilan yang mengacu pada Undang
Undang Pajak Penghasilan Nomor 36 Tahun 2008, antara lain:
a) Pasal 15
PPh pasal 15 merupakan pajak yang harus dipenuhi Wajib Pajak apabila
yang bersangkutan menggunakan perhitungan norma (deemed profit).
Pernyataan ini juga tertuang dalam Undang Undang Pajak Penghasilan
Nomor 36 Tahun 2008 pada pasal 4 ayat 3, dan pasal 14. Omset selama
satu tahun akan dikurangkan dengan besarnya omset tersebut dikalikan
dengan norma yang ada pada Tabel Norma perhitungan terakhir yang
dikeluarkan berdasarkan pada Keputusan Dirjen Pajak Nomor KEP-
536/PJ./2000 yaitu untuk jenis transaksi e-commerce masuk kedalam
transaksi yang belum tercantum dengan nomor KLU 0000 sebesar 40%
untuk wilayah IbuKota. Hasil perhitungan dikurangkan dengan PTKP
sehingga menghasilkan Penghasilan Kena Pajak (PKP) yang akan
dikalikan dengan pasal 17 sehingga menghasilkan PPh terutang.
b) Pasal 25
Besarnya angsuran perbulan yang harus dibayarkan sendiri oleh Wajib
Pajak dalam tahun berjalan disebut PPh pasal 25. Menurut Undang
Undang Nomor 36 Tahun 2008, besarnya angsuran pajak penghasilan
pasal 25 disamakan dengan besarnya angsuran pajak untuk bulan terakhir
tahun pajak yang lalu, sehingga akhir tahun baru akan dihitung kurang
bayar atau lebih bayar dari pajak yang telah kita angsur setiap bulannya
39
selama satu tahun. SPT yang dilaporkan yaitu SPT masa dengan batas
waktu penyampaian yaitu 20 hari setelah masa pajak berakhir.
c) Pasal 29
PPh pasal 29 adalah kurang bayar nominal pajak penghasilan yang harus
dilunasi, dikarenakan pajak terutang untuk suatu tahun pajak ternyata
lebih besar daripada kredit pajaknya. Dalam hal transaksi e-commerce,
perhitungan PPh pasal 29 baru akan diketahui setelah SPT Tahunan di isi
oleh Wajib Pajak yang bersangkutan atau sama seperti Wajib Pajak lain.
d) Pasal 4 ayat 2
Apabila Wajib Pajak yang menjalankan usaha e-commerce memiliki
penghasilan lain berupa sewa bangunan, sewa tanah, atau penghasilan
dari transaksi saham dan sekuritas, bunga deposito dan tabungan, serta
hadiah undian maka Wajib Pajak yang bersangkutan akan dipotong PPh
final yaitu PPh pasal 4 ayat 2 dengan tarif 10% untuk sewa tanah,sewa
bangunan, dan hadiah undian. 2% untuk transaksi saham, sekuritas, bunga
deposito dan tabungan. PPh final tidak akan ikut diperhitungkan lagi
dalam pengisian SPT Tahunan, karena Pajaknya telah dikeluarkan pada
saat mendapatkan penghasilan-penghasilan yang telah disebutkan diatas,
namun penghasilan tersebut tetap dicantumkan.
e) Pajak Bumi dan Bangunan (PBB)
PBB terkait dengan letak dimana Wajib Pajak yang bersangkutan
menjalankan usaha. Karena bisnis yang dijalankan merupakan bisnis
dalam dunia maya yang keberadaanya sulit dilacak, maka dengan adanya
PBB dapat diketahui tempat usaha tersebut dijalankan. Dalam transaksi e-
40
commerce, Wajib Pajak yang menjalankan usaha dirumah dengan
peralatan komputer, maka rumah dan komputer itulah yang dikenakan
Pajak Bumi dan Bangunan dengan masa manfaat dan tarif penyusutan
sesuai dengan ketentuan pasal 11 dan pasal 11A.
II.7 Hipotesis Penelitian
Segala sesuatu yang dapat menambah nilai ekonomis bagi Wajib
Pajak maka dapat dikatakan sebagai pendapatan. Pendapatan yang
didapatkan sebagai hasil usaha yang memiliki kriteria tertentu harus
dibayarkan pajak penghasilannya kepada negara. Tidak terkecuali pendapatan
yang diperoleh para pemilik online shop. Meskipun belum banyak yang
terjamah dan tidak terlalu mendapatkan perhatian khusus, jika ditelaah lebih
jauh banyak sekali objek pajak yang dapat dijaring dan akan menambah
penghasilan bagi negara.
Penelitian ini merupakan pengembangan dari penelitian sebelumnya,
yaitu penelitian yang dilakukan oleh Olivia (2009) mengenai perilaku
pembayaran pajak penghasilan pemilik online shop friendster. Ruang lingkup
yang digunakan adalah pemilik online shop friendster di wilayah Jakarta.
Variabel yang digunakan yaitu satu variable independent (X) dan satu
variabel dependen (Y). Dari penelitian tersebut diperoleh bahwa perilaku
membayar pajak para pemilik online shop ini masih tidak sesuai dengan
peraturan yang ada. Faktor yang mempengaruhi perilaku ini adalah besarnya
penghasilan dan pandangan bahwa online shop harus resmi.
41
Berdasarkan pada penelitian diatas, maka penulis tertarik untuk
melakukan penelitian lebih lanjut mengenai faktor-faktor lain yang
mempengaruhi pembayaran pajak penghasilan pemilik online shop. Terdapat
beberapa perbedaan penelitian ini dengan penelitian sebelumnya, yaitu:
1. Faktor-faktor lain yang ditentukan diantaranya :
1) Pengetahuan perpajakan
2) Sosialisasi pajak
3) Sistem administrasi pajak.
2. Situs jejaring yang digunakan adalah facebook, karena facebook
merupakan situs jejaring sosial yang sangat digemari saat ini, terbaru
sesuai dengan perkembangan jaman dan mempunyai keanggotaan yang
lebih banyak dari situs jejaring sosial friendster.
3. Metode design penelitian yang digunakan adalah empat variabel
independent yaitu X1, X2, X3, dan satu variabel dependen Y.
4. Jumlah sample yang di gunakan adalah 50 responden, berbeda dengan
penelitian sebelumnya sebanyak 37 responden.
Hipotesis menurut Sugiyono (2009:5) didefinisikan sebagai berikut :
“ Hipotesis merupakan jawaban sementara terhadap rumusan masalah
penelitian. Dikatakan sementara karena jawaban yang diberikan baru
didasarkan pada teori dan belum menggunakan fakta.” Jadi, jawaban
sebenarnya akan di dapat apabila telah dilakukan uji statistik dengan sample
yang relevan dan reliable serta valid dalam pengujian datanya.
42
Pengujian dalam penelitian ini dilakukan dengan melibatkan beberapa
variabel. diantaranya tiga variable independen, yaitu:
X1 : Pengetahuan perpajakan
X2 : Sosialisasi pajak
X3 : sistem administrasi pajak
Serta satu variabel Dependen, yaitu:
Y : Kepatuhan dalam memenuhi kewajiban pajak penghasilan
Hipotesis 1 : Apakah ada pengaruh pengetahuan perpajakan pemilik online
shop terhadap kepatuhan dalam memenuhi kewajiban pajak penghasilan?
Ho : Tidak ada pengaruh yang signifikan antara pengetahuan perpajakan
pemilik online shop terhadap kepatuhan dalam memenuhi kewajiban pajak
penghasilan.
Ha : Ada pengaruh yang signifikan antara pengetahuan perpajakan pemilik
online shop terhadap kepatuhan kepatuhan dalam memenuhi pajak
penghasilan.
Hipotesis 2 : Apakah ada pengaruh sosialisasi pajak yang dilakukan oleh
fiskus terhadap kepatuhan dalam memenuhi kewajiban pajak penghasilan
pemilik online shop?
Ho : Tidak ada pengaruh yang signifikan antara sosialisasi pajak yang
dilakukan oleh fiskus terhadap kepatuhan dalam memenuhi pajak
penghasilan pemilik online shop.
43
Ha : Ada pengaruh yang signifikan antara sosialisasi pajak yang dilakukan
oleh fiskus terhadap kepatuhan dalam memenuhi pajak penghasilan pemilik
online shop.
Hipotesis 3 : Apakah ada pengaruh sistem administrasi pajak negara
terhadap kepatuhan dalam memenuhi kewajiban pajak penghasilan pemilik
online shop?
Ho : Tidak ada pengaruh yang signifikan sistem administrasi pajak negara
terhadap kepatuhan dalam memenuhi kewajiban pajak penghasilan pemilik
online shop.
Ha : Ada pengaruh yang signifikan sistem administrasi pajak negara terhadap
kepatuhan dalam memenuhi kewajiban pajak penghasilan pemilik online
shop.
Hipotesis 4 : Bagaimana pengaruh pengetahuan perpajakan, sosialisasi pajak
dan sistem administrasi pajak secara bersama-sama terhadap kepatuhan
dalam memenuhi pajak penghasilan pemilik online shop?
Ho : Tidak ada pengaruh yang signifikan antara pengetahuan pajak,
sosialisasi pajak, dan sistem administrasi pajak secara bersama-sama
terhadap kepatuhan dalam memenuhi pajak penghasilan pemilik online shop.
Ha : Ada pengaruh yang signifikan antara pengetahuan pajak, sosialisasi
pajak, dan sistem administrasi pajak secara bersama-sama dalam memenuhi
pajak penghasilan pemilik online shop.