15
8 BAB II LANDASAN TEORI 2.1. Disiplin Belajar 2.1.1. Definisi Disiplin Verhoven dan Carvalho (dalam Unaradjan, 2003) menyatakan bahwa disiplin berasal dari kata latin discipulus, yang berarti siswa atau murid. Dalam perkembangan selanjutnya, kata ini mengalami perubahan bentuk dan perluasan arti. Kata ini antara lain berarti ketaatan, metode pengajaran, mata pelajaran dan perlakuan yang cocok bagi seorang murid atau pelajar. Ellis (dalam Unaradjan, 2003) di bidang psikologi dan pendidikan kata ini berhubungan dengan perkembangan, latihan fisik, mental serta kapasitas moral anak melalui pengajaran. Sehubungan dengan definisi tersebut, kata ini juga berarti hukuman atau latihan yang membetulkan serta kontrol yang memperkuat ketaatan (Perkins dalan Unaradjan, 2003). Makna lain dari kata yang sama ialah “seseorang yang mengikuti pemimpinnya” ( Kelly dalam Unaradjan, 2003). Matindas (dalam Unaradjan, 2003) menyatakan bahwa disiplin pada dasarnya adalah kepatuhan pada peraturan. Artinya, bila seseorang berperilaku disiplin, ia diharapkan bertingkah laku patuh, menurut, dan mengikuti aturan-aturan tertentu dilingkungannya. Disiplin berarti mengetahui aturan, baik tulisan maupun yang tidak tertulis. Kesadaran yang merupakan salah satu unsur esensi dari disiplin

BAB II LANDASAN TEORI - repository.uksw.edurepository.uksw.edu/bitstream/123456789/16277/2/T1_132013041_BAB II... · peraturan dan tata tertib berdasarkan dorongan dan kesadaran yang

  • Upload
    dokien

  • View
    230

  • Download
    0

Embed Size (px)

Citation preview

8

BAB II

LANDASAN TEORI

2.1. Disiplin Belajar

2.1.1. Definisi Disiplin

Verhoven dan Carvalho (dalam Unaradjan, 2003) menyatakan

bahwa disiplin berasal dari kata latin discipulus, yang berarti siswa atau

murid. Dalam perkembangan selanjutnya, kata ini mengalami perubahan

bentuk dan perluasan arti. Kata ini antara lain berarti ketaatan, metode

pengajaran, mata pelajaran dan perlakuan yang cocok bagi seorang murid

atau pelajar. Ellis (dalam Unaradjan, 2003) di bidang psikologi dan

pendidikan kata ini berhubungan dengan perkembangan, latihan fisik,

mental serta kapasitas moral anak melalui pengajaran. Sehubungan dengan

definisi tersebut, kata ini juga berarti hukuman atau latihan yang

membetulkan serta kontrol yang memperkuat ketaatan (Perkins dalan

Unaradjan, 2003). Makna lain dari kata yang sama ialah “seseorang yang

mengikuti pemimpinnya” ( Kelly dalam Unaradjan, 2003).

Matindas (dalam Unaradjan, 2003) menyatakan bahwa disiplin

pada dasarnya adalah kepatuhan pada peraturan. Artinya, bila seseorang

berperilaku disiplin, ia diharapkan bertingkah laku patuh, menurut, dan

mengikuti aturan-aturan tertentu dilingkungannya.

Disiplin berarti mengetahui aturan, baik tulisan maupun yang tidak

tertulis. Kesadaran yang merupakan salah satu unsur esensi dari disiplin

9

diri kurang terbina karena hampir seluruh anggota keluarga tenggelam

dalam kesibukanya masing-masing.

Parkins dalam Unaradjan (2003) mengatakan disiplin diri adalah

upaya yang sadar dan bertanggung jawab diri seseorang untuk mengatur

mengendalikan dan mengontrol tingkah laku dan sikap hidupnya agar

seluruh keberadaanya tidak merugikan orang lain dan dirinya sendiri.

disiplin diri yang merupakan yang mempunyai makna demikian

merupakan tanda atau manifestasi dari kematangan pribadi seseorang.

karena itu dapat di katakan bahwa disiplin diri adalah bagian integrasi dari

kematangan pribadi.

Menurut Tu’u (2004) disiplin merupakan sesuatu yang menyatu di

dalam diri seseorang. Bahkan disiplin itu sesuatu yang menjadi bagian

dalam hidup seseorang, yang muncul dalam pola tinggkah lakunya sehari

– hari. Disiplin terjadi dan terbentuk sebagai hasil dan dampak proses

pembinaan cukup panjang yang dilakukan sejak dari dalam keluarga dan

berlanjut dalam pendidikan di sekolah. Keluarga dan sekolah menjadi

tempat penting bagi pengembangan disiplin seseorang.

Dari uraian diatas, di ungkapkan bahwa disiplin sangat

berpengaruh dalam kehidupan sehari-hari seseorang, dalam membentuk

disiplin seseorang, dibutuhkan pembinaan berlanjut yang bisa di bangun

dari keluarga dan sekolah.

10

2.1.2. Definisi Disiplin Belajar

Maman Rachman (dalam Tu’u, 2004) menyatakan bahwa disiplin

sebagai upaya mengendalikan diri dan sikap mental individu atau

masyarakat dalam mengembangkan kepatuhan dan ketaatan terhadap

peraturan dan tata tertib berdasarkan dorongan dan kesadaran yang muncul

dari dalam hatinya.

Winkel (2004) mendefinisikan belajar adalah suatu aktivitas

mental/ psikis yang berlangsung dalam interaksi aktif dengan lingkungan,

yang menghasilkan perubahan-perubahan dalam pengetahuan-pemahaman,

ketrampilan dan nilai sikap. Perubahan itu dapat berupa suatu hasil yang

baru atau pula penyempurnaan terhadap hasil yang telah diperoleh.

Dari uraian diatas, disiplin belajar adalah sesuatu yang menjadi

bagian dalam hidup seseorang yang saling berhubungan, dari perilaku

disiplin yang dibangun seseorang dari kecil didapatkan pembinaan disiplin

dari keluarga, sehingga mempengaruhi proses belajar seseorang melalui

disiplin jadwal aktivitas belajar.

2.1.3. Pentingnya Disiplin

Menurut Tu’u (2004) disiplin berperan penting dalam membentuk

individu yang berciri keunggulan. Disiplin penting karena alasan berikut

ini:

1. Dengan disiplin yang muncul karena kesadaran diri, siswa berhasil

dalam belajarnya. Sebaliknya siswa yang kerap kali melanggar

ketentuan sekolah pada umumnya terhambat optimalisasi potensi

dan prestasinya.

2. Tanpa disiplin yang baik, suasana sekolah dan juga kelas menjadi

kurang kondusif bagi kegiatan pembelajaran. Secara positif disiplin

11

memberi dukungan yang tenang dan tertib bagi proses

pembelajaran.

3. Orang tua senantiasa berharap di sekolah anak-anak dibiasakan

dengan norma-norma, nilai kehidupan, dan disiplin. Dengan

demikian anak-anak dapat menjadi individu yang tertib, teratur,

dan disiplin.

4. Disiplin merupakan jalan bagi siswa untuk sukses dalam belajar

dan kelak ketika bekerja. Kesadaran pentingnya norma, aturan,

kepatuhan, dan ketaatan merupakan prasarat kesuksesan seseorang.

Berdasarkan kutipan di atas penulis meyimpulkan disiplin belajar

penting bagi siswa, karena disiplin belajar membantu siswa

mengoptimalkan potensi dan prestasinya, suasana sekolah dan juga kelas

lebih kondusif, memenuhi harapan orang tua, dan merupakan jalan bagi

siswa untuk sukses dalam belajar dan kelak ketika bekerja.

2.1.4. Faktor-Faktor Yang Mempengaruhi dan Membentuk Disiplin

Perilaku disiplin perlu adanya kesadaran diri, latihan, kebiasaan,

dan juga adanya hukuman. Disiplin belajar akan tercipta apabila siswa

memiliki kesadaran diri. Siswa akan disiplin dalam belajar apabila siswa

sadar akan pentingnya belajar dalam kehidupannya. Menurut Tu’u (2004)

mengatakan ada empat faktor dominan yang mempengaruhi dan

membentuk disiplin , yaitu:

1. Kesadaran diri

Sebagai pemahaman diri bahwa disiplin penting bagi kebaikan dan

keberhasilan dirinya. Selain itu kesadaran diri menjadi motif sangat

kuat bagi terwujudnya disiplin. Disiplin yang terbentuk atas

kesadaran diri akan kuat pengaruhnya dan akan lebih tahan lama

dibandingkan dengan disiplin yang terbentuk karena unsur paksaan

atau hukuman.

2. Pengikutan dan ketaatan

Sebagai langkah penerapan dan praktik atas peraturan-peraturan

yang mengatur perilaku individunya. Hal ini sebagai kelanjutan

12

dari adanya kesadaran diri yang dihasilkan oleh kemampuan dan

kemauan diri yang kuat.

3. Alat pendidikan

Untuk mempengaruhi, mengubah, membina, dan membentuk

perilaku yang sesuai dengan nilai-nilai yang ditentukan atau

diajarkan.

4. Hukuman

Sebagai upaya menyadarkan, mengoreksi dan meluruskan yang

salah sehingga orang kembali pada perilaku yang sesuai dengan

harapan.

Tu’u (2004) menambahkan masih ada faktor-faktor lain yang

berpengaruh dalam pembentukan disiplin, yaitu:

1. Teladan

Teladan adalah contoh yang baik yang seharusnya ditiru oleh orang

lain. Dalam hal ini siswa lebih mudah meniru apa yang mereka

lihat sebagai teladan (orang yang dianggap baik dan patut ditiru)

daripada dengan apa yang mereka dengar. Karena itu contoh dan

teladan disiplin dari atasan, Kaprodi dan Dosen-dosen serta penata

usaha sangat berpengaruh terhadap disiplin para mahasiswa.

2. Lingkungan Berdisiplin

Lingkungan berdisiplin kuat pengaruhnya dalam pembentukan

disiplin dibandingkan dengan lingkungan yang belum menerapkan

disiplin. Bila berada di lingkungan yang berdisiplin, seseorang

akan terbawa oleh lingkungan tersebut.

3. Latihan Berdisiplin

Disiplin dapat tercapai dan dibentuk melalui latihan dan kebiasaan.

Artinya melakuakan disiplin secara berulang-ulang dan

membiasakannya dalam praktik-praktik disiplin sehari-hari.

Berdasarkan kutipan diatas, penulis menyimpulkan bahwa ada

empat faktor dominan yang mempengaruhi dan membentuk disiplin

belajar, yaitu : kesadaran diri, pengikutan dan ketaatan, alat pendidikan,

dan hukuman. Dan ada tiga faktor lain yaitu : teladan, lingkungan

berdisiplin, dan latihan berdisiplin.

13

2.1.5. Unsur - Unsur Disiplin

Tu’u (2004) mengemukakan unsur - unsur disiplin adalah sebagai

berikut:

1. Mengikuti dan menaati peraturan, nilai dan hukum yang berlaku.

2. Pengikutan dan ketaatan tersebut terutama muncul karena adanya

kesadaran diri bahwa hal itu berguna bagi kebaikan dan

keberhasilan dirinya. Dapat juga muncul karena rasa takut, tekanan,

paksaan dan dorongan dari luar dirinya.

3. Sebagai alat pendidikan untuk mempengaruhi, mengubah,

membina, dan membentuk perilaku sesuai dengan nilai-nilai yang

ditentukan atau diajarkan.

4. Hukuman yang diberikan bagi yang melanggar ketentuan yang

berlaku, dalam rangka mendidik, melatih, mengendalikan dan

memperbaiki tingkah laku.

5. Peraturan-peraturaan yang berlaku sebagai pedoman dan ukuran

perilaku.

Berdasarkan pada unsur-unsur yang dikemukakan oleh Tu’u

(2004) aspek-aspek disiplin belajar adalah :

1. disiplin dalam belajar

Kesadaran diri untuk belajar di sekolah maupum di rumah.

2. Mengikuti proses kegiatan belajar mengajar, menaati tata tertib

sekolah.

3. Berperilaku dengan nilai-nilai yang ditentukan

Berperilaku dengan nilai-nilai yang di tennukan dan di ajarkan.

4. Bersedia menerima hukuman dan mengoreksi perilakunya

Bersedia menerima hukuman apabila tidak taat/patuh, bersedia

untuk menyadari, mengoreksi dan meluruskan hal yang salah.

14

2.1.6. Fungsi Disiplin

Disiplin belajar sangat penting dan dibutuhkan oleh setiap

mahasiswa. Disiplin belajar menjadi prasyarat bagi pembentukan sikap,

perilaku,dan tata kehidupan berdisiplin, yang akan mengantar seorang

siswa sukses dalam belajar dan kelak ketika bekerja.

Berikut ini beberapa fungsi disiplin menurut Tu’u (2004), yaitu:

1. Menata Kehidupan Bersama

Fungsi disiplin adalah mengatur tata kehidupan manusia, dalam

kelompok tertentu atau dalam masyarakat. Dengan begitu,

hubungan antara individu satu dengan yang lain menjadi baik dan

lancar.

2. Membangun Kepribadian

Lingkungan yang berdisiplin baik, sangat berpengaruh terhadap

kepribadian seseorang. Apalagi seorang siswa yang sedang tumbuh

kepribadiannya, tentu lingkungan sekolah yang tertib, teratur,

tenang, tentram, sangat berperan dalam membangun kepribadian

yang baik.

3. Melatih Kepribadian

Sikap, perilaku dan pola kehidupan yang baik dan berdisiplin tidak

terbentuk serta-merta dalam waktu singkat. Namun, terbentuk

melalui satu proses yang membutuhkan waktu panjang. Salah satu

proses untuk membentuk kepribadian tersebut dilakukan melalui

latihan.

4. Pemaksaan

Disiplin dapat terjadi karena dorongan kesadaran diri. Disiplin

dengan motif kesadaran diri ini lebih baik dan kuat. Dengan

melakukan kepatuhan dan ketaatan atas kesadaran diri, bermanfaat

bagi kebaikan dan kemajuan diri. Sebaliknya, disiplin dapat pula

terjadi karena adanya pemaksaan dan tekanan dari luar.

5. Hukuman

Tata tertib sekolah biasanya berisi hal-hal positif yang harus

dilakukan oleh siswa. Sisi lainnya berisi sanksi atau hukuman bagi

yang melanggar tata tertib tersebut. Ancaman sanksi / hukuman

sangat penting karena dapat memberi dorongan dan kekuatan bagi

siswa untuk menaati dan mematuhinya. Tanpa ancaman hukuman

atau sanksi, dorongan ketaatan dan kepatuhan dapat diperlemah.

Motivasi untuk hidup mengikuti aturan yang berlaku menjadi

lemah.

6. Menciptakan Lingkungan yang Kondusif

15

Disiplin sekolah berfungsi mendukung terlaksananya proses dan

kegiatan pendidikan agar berjalan lancar. Hal itu dicapai dengan

merancang peraturan sekolah, yakni peraturan bagi guru-guru, dan

bagi para siswa, serta peraturan-peraturan lain yang dianggap perlu.

Kemudian diimplementasikan secara konsisten dan konsekuen.

Dengan demikian, sekolah menjadi lingkungan pendidikan yang

aman, tenang, tentram, tertib dan teratur. Lingkungan seperti ini

adalah lingkungan yang kondusif bagi pendidikan.

Berdasarkan kutipan diatas, penulis setuju bahwa disiplin berfungsi

untuk mengatur tata kehidupan manusia dalam suatu kelompok atau

masyarakat. Dengan adanya kepatuhan dan ketaatan oleh peratuan yang

telah disepakati, maka hubungan antara individu akan terjalin dengan baik,

serta membuat lingkungan yang kondusif. Disiplin juga dapat membangun

dan melatih kepribadian. Lingkungan yang tertib, teratur, tenang, tentram

dapat mempengaruhi dalam membentuk kepribadiam. Kepribadian

tersebut dapat tebentuk melalui latihan.

Disiplin dapat terjadi karena dorongan kesadaran diri. Disiplin

dengan motif kesadaran diri ini lebih baik dan kuat. Dengan melakukan

kepatuhan dan ketaatan atas kesadaran diri, bermanfaat bagi kebaikan dan

kemajuan diri. Sebaliknya, disiplin dapat pula terjadi karena adanya

pemaksaan dan tekanan dari luar. Tata tertib sekolah biasanya berisi hal-

hal positif yang harus dilakukan oleh siswa. Sisi lainnya berisi sanksi atau

hukuman bagi yang melanggar tata tertib tersebut. Ancaman sanksi /

hukuman sangat penting karena dapat memberi dorongan dan kekuatan

bagi siswa untuk menaati dan mematuhinya. Tanpa ancaman hukuman

atau sanksi, dorongan ketaatan dan kepatuhan dapat diperlemah. Hukuman

16

yang diberikan bagi yang melanggar ketentuan yang berlaku, dalam rangka

mendidik, melatih, mengendalikan dan memperbaiki tingkah laku.

2.2. Pola asuh

2.2.1. Pengertian Pola Asuh Orang Tua

Pengasuhan menurut Porwadarminta (dalam Amal, 2005) adalah

orang yang melaksanakan tugas membimbing, memimpin atau mengelola.

Pengasuhan yang dimaksud disini adalah mengasuh anak. Menurut Darajat

(dalam Amal, 2005) mengasuh anak maksudnya adalah mendidik dan

memelihara anak itu, mengurus makan, minumnya, pakaiannya dan

keberhasilannya dalam periode yang pertama sampai dewasa. Dengan

pengertian di atas dapatlah dipahami bahwa pengasuhan anak yang

dimaksud adalah kepemimpinan, bimbingan yang dilakukan terhadap anak

berkaitan dengan kepentingan hidupnya. Menurut kamus besar Bahasa

Indonesia (2002), pengertian pola asuh adalah merupakan suatu bentuk

(struktur), sistem dalam menjaga, merawat, mendidik dan membimbing

anak kecil. Sedangkan pola asuh menurut Soetjiningsih (2004) adalah

suatu model atau cara mendidik anak yang merupakan suatu kewajiban

dari setiap orang tua dalam usaha membentuk pribadi anak yang sesuai

dengan harapan masyarakat pada umumnya.

17

2.2.2. Tipe Pola Asuh Orang Tua

Baumrind (dalam Sipahutar 2009), mengemukakan tiga pola asuh orang

tua, yaitu :

1. Pola Asuh Otoriter

Pola asuh ini ditandai dengan adanya aturan-aturan yang kaku dari

orang tua. Kebebasan anak sangat dibatasi dan orang tua memaksa anak

untuk berperilaku seperti yang diinginkan. Bila aturan-aturan ini dilanggar,

orang tua akan menghukum anak dengan hukuman yang biasanya bersifat

fisik. Tapi bila anak patuh maka orang tua tidak memberikan hadiah

karena sudah dianggap sewajarnya bila anak menuruti kehendak orang tua.

Perilaku orang tua dalam berinteraksi dengan anak bercirikan

tegas, suka menghukum, anak dipaksa untuk patuh terhadap aturan-aturan

yang diberikan oleh orang tua tanpa merasa perlu menjelaskan kepada

anak apa guna dan alas an dibalik aturan tersebut, serta cenderung

mengekang keinginan anak. Pola asuh otoriter dapat berdampak buruk

pada anak, yaitu anak merasa tidak bahagia, ketakutan, tidak terlatih untuk

berinisiatif (kurang berinisiatif), selalu tegang, cenderung ragu, tidak

mampu menyelesaikan masalah, kemampuan komunikasinya buruk serta

mudah gugup, akibat seringnya mendapat hukuman dari orang tua.

Dengan pola asuh seperti ini, anak diharuskan untuk berdisiplin karena

semua keputusan dan peraturan ada di tangan orang tua.

2. Pola Asuh Demokratis

18

Pola asuh demokratis ditandai dengan adanya sikap terbuka antara

orang tua dengan anaknya. Mereka membuat aturan-aturan yang disetujui

bersama. Anak diberi kebebasan untuk mengemukakan pendapat, perasaan

dan keinginannya serta belajar untuk dapat menanggapi pendapat orang

lain. Orang tua bersikap sebagai pemberi pendapat dan pertimbangan

terhadap aktivitas anak. Dengan pola asuhan ini, anak akan mampu

mengembangkan kontrol terhadap perilakunya sendiri dengan hal-hal yang

dapat diterima oleh masyarakat. Hal ini akan mendorong anak untuk

mampu berdiri sendiri, bertanggung jawab dan yakin terhadap diri sendiri.

Daya kreativitasnya berkembang dengan baik karena orang tua selalu

merangsang anaknya untuk mampu berinisiatif.

Menurut Shochib (dalam Yuniyati, 2003), orang tua menerapkan pola asuh

demokratis dengan banyak memberikan kesempatan kepada anak untuk

berbuat keputusan secara bebas, berkomunikasi dengan lebih baik,

mendukung anak untuk memiliki kebebasan sehingga anak mempunyai

kepuasan sedikit menggunakan hukuman badan untuk mengembangkan

disiplin.

3. Pola Asuh Permisif

Pola asuh ini ditandai dengan adanya kebebasan tanpa batas pada

anaknya untuk berperilaku sesuai dengan keinginannya sendiri. Orang tua

tidak pernah memberi aturan dan pengarahan kepada anak. Semua

keputusan diserahkan kepada anak tanpa pertimbangan dari orang tua.

Anak tidak tahu apakah perilakunya benar atau salah karena orang tua

19

tidak pernah membenarkan atau menyalahkan anak. Akibatnya anak akan

berperilaku sesuai dengan keinginannya sendiri, tidak peduli apakah hal

itu sesuai dengan norma masyarakat atau tidak. Dengan pola asuh seperti

ini, anak mendapatkan kebebasan sebanyak mungkin dari orang tua. Pola

asuh permisif memuat hubungan antara anak-anak dan orang tua penuh

dengan kasih sayang, tapi menjadikan anak agresif dan suka menurutkan

kata hatinya. Secara lebih luas, kelemahan orang tua dan tidak

konsistennya disiplin yang diterapkan membuat anak-anak tidak

terkendali, tidak patuh, dan tingkah laku agresif di luar lingkungan

keluarga.

2.3. Penelitian yang Relevan

Penelitian yang dikemukakan oleh peneliti ini didukung oleh

penelitian-penelitian sebelumnya dan terdapat hubungan dengan penelitian

yang akan dilakukan. Adapun penelitian-penelitian yang dilakukan

sebelumnya, sebagai berikut:

Sumbodo (2014) dalam penelitiannya yang berjudul “Hubungan

Antara Pola Asuh Orang Tua Permisif Dan Konsep Diri Dengan Disiplin

Diri Anak Pada Siswa Kelas XI SMA Negeri 1 Bergas Kabupaten

Semarang” mengetahui signifikansi hibingan pola asuh permisif orang tua

dan kosep diri siswa kelas XI SMA N 1 Bergas dengan disiplin diri.

hasilnya; hubungan pola asuh permisif dengan disiplin diri tidak ada, hal

ini di tunjukan dengan hasil penelitian dengan pola hubungan negatif dan

20

tidak signifikan. Hal ini menunjukan bahwa pola asuh orang tua yang

permisif tidak berhubungan dengan disiplin diri siswa.

Adelia Rosari (2014) dalam penelitiannya yang berjudul

“Hubungan Antara Pola Asuh Permisif Orang Tua Dengan Prokrastinasi

Akademik Siswa Kelas X SMA Verius Bandar Lampung” hasil penelitian

menunjukan adanya hubungan positif signifikan antara pola asuh permisif

dengan prokrastinasi akademik pada siswa kelas XSMA Xaverius Bandar

Lampung dengan koefisien korelasi (r) sebesar 0,216 dan signifikansi

sebesar 0,009 (p<0,01).

2.4. Pengaruh Pola Asuh Permisif Terhadap Disiplin Belajar

Disiplin belajar merupakan sikap mental individu atau masyarakat

yang menunjukan ketaatan dan kepatuhan terhadap peraturan, tata tertib

norma kehidupan yang berlaku, sebagai upaya untuk menghasilkan

perubahan-perubahan dalam pengetahuan-pemahaman, ketrampilan dan

nilai sikap. Menurut Tu’u (2004) mengatakan ada empat faktor dominan

yang mempengaruhi dan membentuk disiplin , yaitu: kesadaran diri,

Pengikutan dan ketaatan, hukuman. Tu’u (2004) menambahkan masih ada

faktor-faktor lain yang berpengaruh dalam pembentukan disiplin, yaitu:

teladan, lingkungan Berdisiplin, latihan berdisiplin. Soleman (dalam

Yuniyati, 2003) pola asuh orang tua mempengaruhi tingkah laku anak-

anak yang memperlihatkan emosional positif, sosial, dan pengembangan

kognitif, yang berdampak terhadap kedisiplinan anak.

21

Berdasarkan apa yang telah diungkapkan diatas penulis

menyimpulkan bahwa terdapat pengaruh pola asuh permisif orang tua

terhadap disiplin belajar siswa. Siswa yang mendapatkan pola asuh

permisif, mempengaruhi terhadap disiplin belajar di rumah dan di sekolah.

Siswa tanpa kontrol dari orang tua dan melakukan kegiatan sesuka hati

mereka sampai lupa waktu dan mengabaikan tugasnya sebagai seorang

pelajar. Di rumah siswa tidak menggunakan waktu belajarnya, tidak bisa

bangun pagi, terlambat dalam masuk kelas., sulit berkonsentrasi, sering

membolos, dan mudah lelah.

Berdasarkan pemikiran di atas digambarkan kerangka pikir dalam

penelitian ini adalah sebagai berikut:

Variabel Bebas Variabel Terikat

Disiplin belajar Pola asuh permisif

22

2.5. Hipotesis

Berdasarkan tinjauan teoritik diatas, maka yang diajukan dalam

penelitian ini adalah

1. Hipotesis nol (Ho)

“Tidak Ada pengaruh yang signifikan Pola Asuh Orang Tua

Permisif Terhadap Disilpin Belajar Mahasiswa Angkatan BK

2014”.

2. Hipotesis alternatif (Ha)

“Ada pengaruh yang signifikan Pola Asuh Orang Tua Permisif

Terhadap Disilpin Belajar Mahasiswa Angkatan BK 2014”.