Upload
tranxuyen
View
214
Download
0
Embed Size (px)
Citation preview
9
BAB II
LANDASAN TEORI
2.1 Bauran Ritel
Menurut Kim (2003), awal mula dari retail mix yakni, McNair (1958) “proposed the
Wheel of Retailing theory to explain a retail evolution pattern, which he had observed in
European and U.S. retail operations. He was a pioneer in retail evolution theory, and was one of
the first authors who issued and outlined the retail evolution concept with a model. The Wheel of
Retailing is the most frequently cited theory of subsequent researchers”. Begitu banyak
pengmbang teori retail mix selain McNair (1958). Penelitian ini berfokus mengacu pada
pengembangan teori retail mix dari Levy dan Weitz, penulis mengidentifikasi gap dari sejumlah
penelitian terdahulu yang mengacu pada teori retail mix dari Levy dan Weitz.
Dalam Levy dan Weitz (2013), dinyatakan “the retailing mix is the combination of
factors retailer use to satisfy customer needs and influences their purchase decision”, Berikut ini
adalah elemen di dalam bauran ritel dari Levy dan Weitz (2013):
Gambar 2.1. Elemen di Dalam Retail Mix Levy dan Weitz 2013
10
Elemen Retail Mix :
2.1.1. Lokasi
Menurut Kotler (2009), “The various the company undertakes to make the
product accessible and available to target costumer.” Adapun menurut Mesinnger
(2008), “Location Indicate where, in general terms, your store concept is intended to be
located”, kemudian Ma’ruf (2006), menyatakan bahwa “kepuasan konsumen ditentukan
atas dasar lokasi yang strategis”, lalu hasil penelitian (Rosiers, Theriaault, and Menetrier
2005), “konsumen akan puas apabila suatu toko ada pada lokasi yang tepat, memiliki
pramuniaga yang terampil, dan punya setting atau ambience yang bagus. Menururt Paul
(2000), “customer satisfaction on retail business rely on good location”. Tjiptono (2004),
“mengemukakan bahwa mood dan respon konsumen dipengaruhi oleh lokasi, desain dan
tata letak fasilitas jasa yang memadai sebab keberhasilan dalam usaha ritel ditentukan
oleh implementasi bauran ritel”. Menurut Berman dan Evans (2007), “konsumen akan
puas dengan suatu outlet ritel bila unsur-unsur lokasi terpenuhi dengan baik, unsur-unsur
lokasi adalah; pedestrian traffic, vehicular traffic, parking, facilities,transportation, store
terms of occupancy”. Kemudian Menurut Tjiptono dan Chandra (2005), konsumen dalam
pemilihan lokasi berdasarkan pertimbangan cermat terhadap faktor-faktor berikut:
1. Akses, yaitu lokasi yang dilalui mudah dijangkau sarana transportasi umum.
2. Visibilitas, yaitu lokasi atau tempat yang dapat dilihat dengan jelas dari jarak pandang
normal.
3. Lalu lintas, menyangkut dua pertimbangan utama, yaitu (a) banyak orang yang berlalu
lalang (b) kepadatan dan kemacetan lalu lintas dapat juga menjadi hambatan.
4. Tempat parkir yang luas, aman dan nyaman.
5. Ekspansi, yaitu tersedia tempat yang cukup luas untuk perluasan usaha dikemudian hari.
11
6. Lingkungan, yaitu daerah sekitar yang mendukung jasa yang ditawarkan.
7. Kompetisi, yaitu lokasi pesaing.
2.1.2. Produk
Menurut Kotler (2009) : “A product is a thing that can be offered to a market to
satisfy a want or need, product is something to offer to the market to get attention,
buying, using or consume to fulfill the desires or needs”. Menurut Pellow (2006),
“customers needs and wants affected by products”. kemudian Tjiptono (1997),
menyatakan “ Produk merupakan segala sesuatu yang dapat ditawarkan produsen untuk
diperhatikan, diminta, dicari, dibeli, digunakan, atau dikonsumsi pasar sebagai
pemenuhan kebutuhan atau keinginan pasar”. Hurriyati (2010), "memberikan definisi
sebagai berikut “Produk adalah sekumpulan atribut yang di dalamnya tercangkup warna,
harga, kemasan, plastik, pengecer dan pelayanan dari pabrik serta pengecer yang
mungkin diterima oleh pembeli sebagai sesuatu yang dapat memuaskan keinginannya“.
Berdasarkan hasil penelitian Hartono Subagio, dan Sugiono, Sugiharto (2013),
kepuasan konsumen juga dipengaruhi oleh keberagaman ukuran produk yang tersedia.
Lalu hsil penelitian Ryu, Lee, dan Kim (2012), menyatakan “kepuasan konsumen
dipengaruhi oleh kualitas dari menu produk yang ditawarkan”, kemudian dalam Sukotjo
dan Radix A (2010), “kepuasan konsumen akan terpenuhi bila menu yang diinginkan
selalu ada”.
2.1.3. Kualitas Pelayanan
Menurut Ma’ruf (2006), “retail service bertujuan memfasilitasi para pembeli saat
berbelanja di gerai. Menurut Levy and Weitz (2009), terdapat 5 persepsi digunakan
12
konsumen untuk mengevaluasi customer service, yaitu dengan menggunakan service
quality, diantaranya:
a. Tangible (berwujud)
Merupakan tampilan fisik dari fasilitas, peralatan, personil, dan bahan komunikasi.
b. Empathy (empati)
Mengacu pada kepedulian dan perhatian yang diberikan kepada konsumen, seperti
pelayanan pribadi, menerima catatan dan e-mail, atau pengenalan dengan nama.
c. Reliability (kehandalan)
Merupakan kemampuan untuk melakukan pelayanan secara terpercaya.
d. Responsiveness (daya tanggap)
Merupakan kemauan untuk membantu konsumen dan memberikan pelayanan cepat.
e. Assurance (kepastian)
Merupakan pengetahuan dan kesopanan dari karyawan dan kemampuan untuk
menyampaikan kepercayaan dan keyakinan, seperti mempunyai tenaga penjual yang
terlatih.
Adapun menururt Fandy (2005), “kepuasan konsumen akan terpenuhi apabila
pelayan bekerja cepat, karena menghemat waktu dan tidak membuat konsumen
menunggu lama”, kemudian dalam penelitian Jessica (2013), Rambat (2013),
“kepuasan konsumen dipengaruhi oleh pelayan yang memeberikan perhatian atau
simpatik terhadap konsumen”, lalu dalam Lupiyoadi (2013), dinyatakan “konsumen
akan puas bila pelayan cekatan dalam melayani konsumen, artinya dalam melayani
konsumen pelayan tahu apa yang harus diperbuat”. Adapun menurut Fabio and Druica
(2014), Sigh and Saluja (2010), “kepuasan konsumen kedai kopi dipengaruhi oleh
Barista atau peracik kopi yang terampil, sebab minuman kopi yang baik lahir dari
racikan sang barista yang baik”.
13
2.1.4. Suasana Tempat
Store design dan display menurut Dunne, Lusch, and Griffith (2002). Store design
dalam sebuah toko adalah element yang paling penting dalam perencanaan lingkungan
toko. (a) store front design/exterior, (b) interior design, (c) lighting design, (d) sounds,(e)
smells. Adapun sejumlah unsur atmosfer yang menjadi indikator menurut Ryu dan Jang
(2008), Heung dan Gu (2012), Ryu dan Han (2010) yaitu; suasana, ruang dan fungsi,
tanda, simbol, dan artefak, dan pekerja. Menurtut Bitner (1992), suasana, meliputi
karakteristik latar belakang lingkungan seperti suhu, pencahayaan kebisingan, musik,
warna dan aroma.
Pengukuran dimensi Ruang dan fungsi menggunakan indikator yang
dikembangkan oleh Bitner (1992), antara lain; tata ruang, tata peralatan, sirkulasi,
perabot, fungsi ruang. Penggunaan tanda, simbol, dan artefak dapat digunakan sebagai
identitas restoran serta untuk menyampaikan pesan peraturan perilaku (misalnya: dilarang
merokok). Menurut hasil penelitian Naik, Gantasala, dan Prabhakar (2010), Rahardjani
(2005) kepuasan konsumen dipengaruhi kuat oleh keamanan outlet yang memuaskan,
adapun dalam penelitian Hartono Subagio, dan Sugiono Sugiharto (2013), kepuasan
konsumen terpenuhi bila interior outlet baik. Menurut Tripathi dan Kumar (2010),
konsumen puas bila tata ruang (ukuran/space) outlet yang ada memadai, karena tempat
tidak membuat konsumen merasa sempit dan kekurangan ruang gerak, adapun kebersihan
outlet berpengaruh pada kepuasan konsumen, karena outlet yang bersih membuat
konsumen nyaman. Menururt penelitian Martineau (1958), James (1976), Peter dan
Olson (1990), Tripathi dan Kumar (2010), “konsumen memerlukan suatu kelengkapan
14
fasilitas outlet atau adanya barang fungsional untuk keperluan konsumen seperti; stop
kontak listrik, meja atau kursi bayi, dan lain sebagainya”.
2.1.5. Peran Bauran Ritel dalam Konteks
Menurut Rambourg (2014), Starbucks is a luxury coffee shop, kemudian menurut
Shukla dan K. Purani (2012), price sensitivity has negatif role on luxury brand. Dalam
penelitian Thomas (2007), lalu Lichtenstein, Ridgway, dan Netemeyer (1993), in luxury
case represent the negatif role of price. In case of luxury, price did not ascosiated with
luxury brand. Berdasarkan sejumlah penelitian tersebut maka konsumen luxury brand
seperti Starbucks tidak dipengaruhi oleh price, oleh karena itu peneliti tidak memasukan
elemen bauran ritel price dalam penelitian ini.
Menurut Chrismayanti, Widyarini, dan Susilaati (2012), promotion tidak
berpengaruh pada intensi membeli, kemudian Pamungkas dan Saino (2013), menyatakan
promosi tidak berpengaruh terhadap keputusan pembelian, lalu hasil penelitian
Yudhiakartika dan Haryanto (2012), promosi penjualan tidak berpengaruh secara
signifikan terhadap intensi konsumen untuk membeli, kemudian Personal selling tidak
berpengaruh signifikan terhadap kesadaran merek, lalu hasil penelitian Fajar (2006),
menyatakan personal selling (promosi, konferensi, tatap muka dengan konsumen) tidak
berpengaruh signifikan terhadap volume penjualan. Variabel personal selling, kemudian
menurut Fauziah (2008), personal selling yang merupakan bagian dari communication
mix tidak mempengaruhi pada keberhasilan penjualan kemudian, lalu dalam penelitian
Aryanti (2014), dinyatakan pemasaran menggunakan personal selling tidak berpengaruh
dalam promosi untuk penjualan. Berdasarkan sejumlah penelitian diatas maka penulis
tidak menggunakan communication mix.
15
2.2. Faktor Emosional
Kepuasan konsumen luxury store kuat kaitannya dengan unsur emosional, dengan
terpenuhi unsur emosional maka akan berdampak bagi meningkatnya reputasi Starbucks
sebagai luxury store, menurut Havlena dan Holbrook (1983), “kepuasan emosional dari
konsumen akan meningkatkan brand image bagi luxury store”, lalu menurut hasil
penelitian Ridgway, dan Netemeyer (1993), “kepuasan konsumen berkaitan dengan
prestige (rasa bangga), konsumen bangga bila outlet yang ia datangi menimbulkan
prestige”. dikemukakan oleh Russel (1979), “unsur emoisonal yang dapat memuasakan
konsumen adalah rasa tenang dan bahagia yang timbul dalam diri bila berada dalam
outlet”,
Adapun menurut Goleman (2002), “emosi merujuk pada suatu perasaan dan
pikiran yang khas, suatu keadaan biologis dan psikologis dan serangkaian kecenderungan
untuk bertindak, emosi pada dasarnya adalah dorongan untuk bertindak, emosi
merupakan reaksi terhadap rangsangan dari luar dan dalam diri individu, sebagai contoh
emosi gembira mendorong perubahan suasana hati seseorang, sehingga secara fisiologi
terlihat tertawa, emosi sedih mendorong seseorang menangis, emosi berkaitan dengan
perubahan fisiologis dan berbagai pikiran. Emosi merupakan salah satu aspek penting
dalam kehidupan manusia, karena emosi dapat merupakan motivator perilaku dalam arti
meningkatkan, tapi juga dapat mengganggu perilaku intensional manusia”. Menurut
Swastha (2002), kepuasan konsumen didasari faktor emosional yakni rasa bangga dan
rasa percaya diri. Menurut Irawan (2009), dimensi dari emosi, yaitu: estetika, self-
expressive dan brand personality.
16
2.2.1 Faktor Emosional dalam Konteks
Berdasarkan hasil penelitian Lichtenstein, Ridgway, dan Netemeyer (1993),
prestige sensitivity represent the positive role on luxury brande. prestige sensitivity social
identity, lalu menurut hasil penelitian Tellis dan Gaeth (1990), Hofstede dan Hofstede,
(2004), Wong dan Ahuvia (1998) prestige-seeking by acquiring higher personality, and
personal achievement indicates emotional prestige. Berdasarkan penelitian Shukla
(2010), people who seek status are prestige sensitive. Menurut hasil penelitian Phandita
(2014), kepuasan konsumen dipengaruhi kuat oleh faktor emosional. Berdasarkan definisi
faktor emosional dan sejumlah penelitian terdahulu, maka penulis menyertakan elemen
retail mix (lokasi, produk, kualitas pelayanan, dan suasana tempat) dan faktor emosional
pada variable independen dalam penelitian ini. Hal ini yang menjadi jembatan gap antara
penelitian terdahulu dan mendatang, sekaligus pembeda dari sejumlah penelitian
terdahulu mengenai customer satisfaction dikonetks retail mix.
2.3. Kepuasan Konsumen
Dalam penelitian ini, konsumen adalah pengunjung dan penikmat menu dari kedai
kopi Starbucks cabang Alam Sutera, menurut Tjiptono (1997), ”konsumen ritel adalah
pembeli dan penikmat dari produk ritel”. Menurut Band (1991), “kepuasan konsumen
merupakan faktor penting dalam kesuksesan usaha ritel, menurut Zeithaml, Bitner dan
Dwayne (2009), adalah, ”Customer’s product or service has met the customer’s needs
and expectations”. Sedangkan difinisi lain menurut Kotler dan Keller (2009),
“Satisfaction is a product and services met person’s expectations”. Menurut Arief
(2007), “kualitas pelayanan yang baik yakni yang dapat memenuhi keinginan konsumen.
17
2.4. Konteks
Berdasarkan sumber dari situs statistika resmi loxcell (2016), Starbucks Coffee
sendiri adalah sebuah perusahaan kopi dan jaringan kedai kopi global asal Amerika
Serikat yang berkantor pusat di Seattle, Washington, jumlah kedai kopi Starbucks di
dunia, adalah 23,768 kedai di lebih dari 65 negara, ada 236 outlet di Indonesia.
Berdasarkan situs resmi Alam Sutera (2016), Alam Sutera merupakan kawasan terpadu
(mixed-use development) yang berdiri di atas lahan seluas lebih dari 800 hektar di
wilayah Serpong – Tangerang, kawasan yang mulai dikembangkan sejak tahun 1994 lalu
ini telah menjelma menjadi sebuah kota mandiri yang mapan, dinamis dan menjadi
primadona, aksesibiltas yang baik tersebut juga mampu menyediakan manfaat baik dari
aspek sosial maupun ekonomi bagi kawasan Alam Sutera dan sekitarnya. Adapun jumlah
kedai kopi Starbucks cabang Alam Sutera ada 3 outlet, penelitian ini akan meneliti di 2
outlet yang ada di Alam Sutera, hal ini cukup mewakili 2 dari 3 total outlet Starbucks
cabang Alam Sutera.
Bidang usaha dalam penelitian ini adalah rumah makan, rumah makan merupakan
salah satu faktor pendukung perekonomian Indonesia seperti yang dapat dilihat dari PDB
(Produk Domestik Bruto). PDB Pada dasarnya merupakan jumlah nilai tambah yang
dihasilkan oleh seluruh unit usaha dalam suatu negara tertentu, atau merupakan jumlah
nilai barang dan jasa akhir yang dihasilkan oleh seluruh unit ekonomi suatu negara
tertentu. Menurut Anderson, Fornell, dan Lehmann (1994), Anderson, Fornell dan Rust
(1997), Anderson dan Mittal (2000), “there is mounting evidence that the links in the
18
satisfaction-profit are solid firms that do manage to create customer satisfaction enjoy
commensurate profits”.
Berdasarkan teori tersebut jelas bahwa customer satisfaction dapat menunjang
profit, dengan bertambahnya profit maka Starbucks tentu dapat menyumbang pajak, hal
ini diatur dalam UU 28 Tahun 2009 pasal 37 ayat (1) Objek Pajak Restoran adalah
pelayanan yang disediakan oleh Restoran, suatu rumah makan apabila dapat menunjang
pajak maka akan menikan PDB. Kita dapat melihat data tabel PDB Indonesia atas dasar
harga berlaku menurut lapangan usaha sektor rumah makan tahun 2010 sampai tahun
2014 dibawah ini :
Tabel 2.1
Produk Domestik Bruto Indonesia Atas Dasar Harga Berlaku
Menurut Lapangan Usaha
Tahun 2010-2014 (Miliar Rupiah)
Lapangan
Usaha/Industry
2010 2011 2012 2013 2014
Penyediaan Makan
Minum/Food and
Beverage Service
Activities
164.517,5 183.112,9 201.559,9 226.009,3 255.885,7
Sumber: Badan Pusat Statistik tahun 2010 – 2014
Berdasarkan data tabel 2.1 PDB Indonesia atas dasar harga berlaku menurut lapangan
usaha sektor rumah makan tahun 2010 sampai tahun 2014 diatas, dapat dilihat PDB rumah
makan mengalami peningkatan setiap tahunnya dari tahun 2010 sebesar Rp. 164.517,5 miliar,
kemudian ditahun 2011 sebesar Rp. 183.112,9 miliar peningkatan ini sampai dengan tahun 2014
sebesar Rp. 255.885,7 miliar . Sesuai dengan penelitian Douglas SP, Craig SC. (1983),
Anderson, Fornell, dan Lehmann (1994), Anderson, Fornell dan Rust (1997), menyatakan
19
“semakin besar pendapatan peritel, maka semakin besar juga tarif pajak yang dibayarkan ke
pemerintah. Oleh karena itu pemasukan pajak pemerintah juga akan semakin meningkat setiap
tahunnya”, hal ini bearti menunjukan hubungan antara keuntungan peritel dengan kontribusi
kepada PDB.
Tabel 2.2
Total Produk Domestik Bruto Indonesia Atas Dasar Harga Berlaku
Menurut Lapangan Usaha
Tahun 2010-2014 (Miliar Rupiah)
2010 2011 2012 2013 2014
Total produk
domestik bruto
6.864.113,1 7.831.726,0 8.615.704,5 9.524.736,5 10.542.693,5
Sumber: Badan Pusat Statistik tahun 2010 – 2014
Dapat dilihat berdasarkan data tabel 2.2 total PDB Indonesia atas dasar harga
berlaku menurut lapangan usaha pada tahun 2010 sampai tahun 2014, bahwa total PDB
pada 2010 sebesar Rp. 6.864.113,1 triliun, kemudian ditahun 2011 sebesar Rp. 7.831.726
triliun sampai dengan tahun 2014 sebesar Rp. 10.542.693,5 triliun . Setiap tahun total
PDB Indonesia atas dasar harga berlaku menurut lapangan usaha mengalami
peningkatan.
20
Tabel 2.3
Distribusi Persentase Produk Domestik Bruto Indonesia Atas Dasar Harga Berlaku
Menurut Lapangan Usaha Tahun 2010─2014
Lapangan
Usaha/Industry
2010 2011 2012 2013 2014
Penyediaan
Makan Minum
2.4% 2.34% 2.34% 2.37% 2.43%
Jasa Pendidikan 2.94% 2.97% 3.14% 3.25% 3.29%
Jasa Kesehatan
dan Kegiatan
Sosial
0.97% 0.98% 1.00% 1.01% 1.03%
Sumber: Badan Pusat Statistik tahun 2010 – 2014
Berdasarkan tabel 2.3 distribusi persentase PDB Indonesia atas dasar harga
berlaku menurut lapangan usaha sektor rumah makan tahun 2010 sampai dengan tahun
2014 diatas. Dapat dilihat di tahun 2010 menyumbangkan PDB sebesar 2.4%, tetapi
terjadi penurunan di tahun 2011 dan 2012 yang dipengaruhi oleh peningkatan sektor Jasa
Pendidikan, Jasa Kesehatan dan Kegiatan Sosial. Kemudian mengalami peningkatan
kembali di tahun 2013 sebesar 2.37% dan tahun 2014 sebesar 2.43%. Kita dapat melihat
sektor rumah makan menyumbangkan PDB rata-rata sekitar 2.3% sampai dengan 2.4%
setiap tahunnya. Dihadirkannya sejumlah tabel PDB diatas dan sejumlah penelitian
terdahulu mengenai satisfaction-profit diatas bermaksud sebagai informasi dan penjelas
bahwa kepuasan konsumen akan menunjang profit, suatu rumah makan bila profitnya
bagus maka berkontribusi menaikan PDB.
21
2.5. Penelitian Terdahulu
No Judul Penelitian Nama Peneliti Variabel Hasil Penlitian
1 Pengaruh Atmosfer
Terhadap Kepuasan
dan Niatan Perilaku
Konsumen
di Toko ”Oen”, Kota
Malang.”
Nova Juwita
Hersanti dan
Kusuma
Ratnawati
(2012)
Atmosfer, niat
perilaku, terhadap
kepuasan
konsumen.
Kepuasan konsumen
dipengaruhi
signikfikan oleh
atmosfer.
2 Pengaruh Store
Atmosphere
Terhadap Keputusan
Pembelian Dan
Kepuasan Konsumen
(Studi Pada
Monopoli Cafe And
Resto Soekarno Hatta
Malang)
Lily Harlina Putri
Srikandi Kumadji
Andriani
Kusumawati
(2014)
Store atmosphere ,
terhadap keputusan
pembelian, dan
kepuasan
konsumen.
Kepuasan konsumen
dan keputusan
Pembelian
dipengaruhi
signikfikan oleh Store
atmosphere.
3 Analisis Pengaruh
Kualitas
Pelayanan dan
Lokasi
Terhadap Kepuasan
Konsumen.
Oldy Ardhana
(2010)
Kualitas pelayanan
lokasi
terhadap
kepuasan
konsumen.
kepuasan konsumen
dipengaruhi kuat oleh
Kualitas pelayanan dan
lokasi.
4 Analisa Faktor-
Faktor yang
Mempengaruhi
Kepuasan dan
Loyalitas Konsumen
Chatime.
Fiona Phandita
dan Arsiansyah
(2014)
Faktor kualitas
produk, service
quality, emotional
factor, dan
kemudahan.
terhadap kepuasan
konsumen
Kepuasan konsumen
deipengaruhi oleh
faktor kualitas produk,
service quality,
emotional factor, dan
kemudahan.
5 Influence of Service
and Product Quality
towards Customer
Satisfaction: A Case
Study at the Staff
Cafeteria in the Hotel
Industry
Dayang Nailul
Munna Abang
Abdullah, dan
Francine Rozario
(2009)
Place Ambience,
Food Quality,
Service Quality To
Satisfaction.
Customer satisfaction
has significant
relationship with place
ambience, food quality,
service, and quality.
6 An integrated model
for the effects of ‘
product, ‘ service
quality, ‘consumer
satisfaction and
loyalty,
Ti Bei-Lien, Yu-
Ching Chiao.
(2001)
‘ product, ‘ service
quality, on
consumer
satisfaction and
loyalty.
Consumer satisfaction
and loyalty has related
on ‘ product, ‘ service
quality.
22
7 Analisa Retail Mix
Terhadap Kepuasan
Konsumen di Toko 39
Semarang
Rony Harsono
Adi Wijaya,
Hartono Subagio,
dan Sugiono
Sugiharto.
(2013)
Customer service
location
,merchandise
assortment, store
design display ,
terhadap customer
satisfaction.
Hasil penelitian
menunjukkan
kepuasan konsumen
dipengaruhi oleh
customer service
location ,merchandise
assortment, store
design display secara
signifikan.
8 Effects of Store
Characteristic and
In-Store Emotional
on Store Attitude.
Changjo Yoo,
Jonghee Park dan
Deborah J.
Maclnnis.
(1998)
store
characteristics on
in-store emotion
effects of in-store
emotions on store
attitudes
effects of store
characteristics on
store attitudes.
stated that when buyers
feel that the company
offers a wide product
range and offer good
products , they feel
positive emotions such
as joy, pleasure,
satisfaction , pride
effect on satisfaction .
9 Analisis Pengaruh
Kualitas Produk,
Kualitas Pelayanan
Dan Lokasi
Terhadap Kepuasan
Konsumen
( Studi Kasus Pada
Konsumen Kopikita
Semarang)
Nur Wulandari
dan Mudiantono
(2013)
Kualitas produk,
kualitas pelayanan
dan lokasi
terhadap kepuasan
konsumen.
Hasil penelitian
menunjukkan kepuasan
konsumen dipengaruhi
oleh kualitas produk,
kualitas pelayanan dan
lokasi baik secara
parsial maupun
simultan.
10 Analisa Pengaruh
Kualitas Layanan,
Brand Image, Dan
Atmosfer Terhadap
Loyalitas Konsumen
Dengan Kepuasan
Konsumen Sebagai
Variabel Intervening
Konsumen Kedai
Deja- Vu Surabaya
David Harianto
dan Dr. Hartono
Subagio, S.E.,
M.M.
(2013)
Pengaruh kualitas
layanan, brand
image, dan
atmosfer terhadap
loyalitas konsumen
dengan kepuasan
konsumen.
Kepuasan konsumen
dan loyalitas
dipengaruhi oleh
kualitas layanan, brand
image, dan atmosfer.
23
11 Customer
Satisfaction:
Applying Concepts to
Industry-wide
Measures
Jonathan Barsky
dan Leonard
Nash
(2003)
Product, staff
support, location.
Earning high
satisfaction ratings
from guests is
an especially important
companies, because
loyal customers are the
principal
driver of profits.
12 Analisis Pengaruh
Kualitas Pelayanan
Terhadap Kepuasan
Konsumen Pada
Kedai Kopi Starbucks
Cabang Alam Sutera.
Wulandari
(2013)
Kehandalan
(reliability), daya
tanggap
(responsiveness),
jaminan
(assurance),
perhatian
(empathy), dan
bukti fisik
(tangibles)
terhadap kepuasan
konsumen.
Kepuasan konsumen
secara signifikan
dipengaruhi oleh
kehandalan
(reliability), daya
tanggap
(responsiveness),
jaminan (assurance),
perhatian (empathy),
dan bukti fisik
(tangibles).
13. Pengaruh Kualitas
Produk, Kualitas
Pelayanan, dan
Emosional Terhadap
Kepuasan konsumen
SOGO Departemen
Store
Lulu Phandita
dan
Sristyo Iriani
(2013)
Pengaruh kualitas
produk, kualitas
pelayanan, dan
emosional.
Kepuasan konsumen
dipengaruhi signifikan
oleh kualitas produk,
kualitas pelayanan, dan
emosional
2.6. Hipotesis Penelitian
Sebelum dirumuskan hipotesis dari penelitian ini, terlebih dahulu dikemukakan
mengenai hipotesis menurut Arikunto (2010), Sugiyono (2011), pengertian hipotesis
adalah jawaban sementara terhadap rumusan masalah penelitian, Berikut dibawah ini
hipotesis dari penelitian ini :
24
H1: Lokasi outlet pada kedai kopi Starbucks diduga berpengaruh signifikan pada
kepuasan konsumen kedai kopi Starbucks di mall dan stand-alone outlet
cabang Alam Sutera.
Starbucks cabang Alam Sutera berada di kawasan perumahan dan perkantoran
dengan adanya akses jalan bebas hambatan dan dikelilingi dengan sarana umum,
berdasarkan hasil penelitian Wulandari, Nur dan Mudiantono, Mudiantono (2013),
Tjiptono dan Chandra (2005), Harsosno, Subagio, Wijaya, dan Sugiharto (2010), Barsky
dan Nash (2003), “lokasi merupakan salah satu faktor krusial yang berpengaruh terhadap
kesuksesan suatu usaha, karena kepuasan konsumen erat kaitannya dengan lokasi, lokasi
yang strategis meliputi keudahan akses, visibilitas, dekat dengan pusat bisnis, dan
perumahan, lalu kepuasan konsumen dipengaruhi kuat oleh lokasi”. Oleh karena itu
kepuasan konsumen Starbucks cabang Alam Sutera diduga dipengaruhi oleh lokasi kedai
kopi Starbucks di kawasan Alam Sutera.
H2: Produk pada kedai kopi Starbucks diduga berpengaruh signifikan pada
kepuasan konsumen Starbucks di mall dan stand-alone outlet cabang Alam
Sutera.
Starbucks menyediakan produk dengan varian rasa dan ukuran, menurut Rachmat
Hidayat (2009), Irawan (2004), Lien Ti-Bie dan Yu (2001), Prandita dan Iriani (2001),
“keberhasilan dari peritel yakni menyediakan produk yang baik, produk yang baik
meliputi, kualitas, varian, dan ketersediaan ukuran, kemudian kepuasan konsumen
dipengaruhi kuat oleh kualitas produk”.
Kemudian hasil penelitian Suchanek, Richter, Kralova (2014), Ruiz DM, Castro
CB, Armario EM (2007), Gist (1968), “adanya alternatif pilihan menu merupakan faktor
25
penting dalam usaha ritel, sebab kepuasan konsumen dipengaruhi oleh adanya alternatif
produk”. Berdasarkan penelitian-penelitian diatas kepuasan konsumen diduga
dipengaruhi oleh kualitas produk, varian ukuran dan rasa, dan alternatif pilihan menu.
H3: Kualitas pelayanan pada kedai kopi Starbucks diduga berpengaruh
signifikan pada kepuasan konsumen Starbucks di mall dan stand-alone outlet
cabang Alam Sutera.
Menurut Tjiptono (2008), Prandita dan Iriani (2001), Brown (1987), Bennet
(1995), “kualitas pelayanan merupakan faktor penting dalam usaha ritel, lalu terdapat dua
faktor utama dalam kualitas pelayanan; yaitu kualitas jasa yang diharpkan dan kualitas
jasa yang diterima atau dirasakan, definisi kualitas pelayanan adalah pemenuhan
kebutuhan dan keinginan konsumen, serta ketetapan penyampaiannya untuk
mengimbangi harapan konsumen”. Adapun Kepuasan konsumen disampaikan oleh
Ziethmal dan Bitner (2006), “satisfaction is generally viewed as a broader a concept
while service quality assessment focuses specifically on dimensions of services”.
Berdasarkan penelitian-penelitian diatas konsumen Starbucks cabang Alam Sutera diduga
akan puas bila kualitas pelayanan yang ditawarkan baik dan sesuai harapan konsumen.
H4: Suasana tempat pada kedai kopi Starbucks diduga berpengaruh signifikan
pada kepuasan konsumen Starbucks di mall dan stand-alone outlet cabang
Alam Sutera.
26
Menurut Berman dan Evan (1992), Btiner (1992), Levy dan Weitz (2013), Ryu
dan Han (2010), Heung dan Gu (2012), “atmospherics refers to design of an
environment via visual communication, lighting, colours, music, and scent to stimulate
customers perceptual and emotional responses and ultimately to affect their purchase
behavior”, yang berarti suasana Starbucks cabang Alam Sutera harus memiliki visual,
penataan, cahaya, musik dan aroma yang dapat menciptakan lingkungan pembelian yang
nyaman sehingga dapat mempengaruhi persepsi dan emosi konsumen untuk melakukan
pembelian. Berdasarkan penelitian-penelitian diatas bahwa konsumen Starbucks cabang
Alam Sutera diduga akan puas bila suasana tempat baik.
H5: Faktor Emosional pada kedai kopi Starbucks diduga berpengaruh signifikan
pada kepuasan konsumen Starbucks di mall dan stand-alone outlet cabang
Alam Sutera.
Dalam penelitian Rambourgh (2014), “kategori Starbucks merupakan luxury
store”, konsumen jenis ritel luxury store menurut Shukla (2012), Douglas SP, Craig SC
(2013), Douglas M, Isherwood B (2005), Machleit dan Oreglue (2000), “mereka yang
memiliki penghasilan tinggi dengan strata kelas menangah atas dan memiliki unsur
kebangaan diri, adapun berdasarkan penilitian Prandita dan Iriani (2001), Straker dan
Wigley (2015), “unsur emosional konsumen ritel meliputi kebahagiaan, ketenangan, dan
dorongan untuk membeli”. Berdasarkan penelitian-penelitian diatas bahwa konsumen
diguga akan puas bila unsur emosional terpenuhi.