Upload
caninasparkyu7939
View
202
Download
3
Embed Size (px)
Citation preview
BAB II
ISI
A. Landasan Teori
1. Gigi Tiruan Penuh (GTP)
a. Definisi
Merupakan gigi tiruan lepasan yang menggantikan semua
gigi asli dan struktur pendukungnya yang telah hilang pada rahang
atas (upper full denture) dan rahang bawah (lower full denture)
(Bakar, 2012).
b. Fungsi Gigi Tiruan Penuh
Fungsi gigi tiruan penuh antara lain (Basker ;dkk, 1996):
1) Memperbaiki fungsi bicara
2) Memperbaiki fungsi pengunyahan
3) Memperbaiki estetis
4) Memperbaiki fungsi stomatognatik
5) Mempertahankan jaringan pendukung
c. Indikasi pembuatan GTP
Indikasi pembuatan gigi tiruan penuh (Bakar, 2012):
1) Seluruh giginya telah tanggal atau dicabut.
2) Ada beberapa gigi yang harus dicabut karena kerusakan gigi
yang masih ada tidak mungkin diperbaiki.
3) Bila dibuatkan GTS gigi yang masih ada akan mengganggu
keberhasilannya.
4) Keadaan umum dan kondisi mulut pasien sehat.
5) Ada persetujuan mengenai waktu, biaya dan prognosis yang
akan diperoleh.
d. Kontra indikasi pembuatan GTP
Kontra indikasi pembuatan GTP antara lain (Bakar, 2012):
1) Tidak ada perawatan alternatif
2) Pasien belum siap secara fisik dan mental,
4
5
3) Pasien alergi terhadap material gigi tiruan penuh
4) Pasien tidak tertarik mengganti gigi yang hilang
e. Keberhasilan Perawatan GTP
Keberhasilan pembuatan GTP tergantung dari pada dukungan
jaringan sekitarnya, sehingga dapat mempertahankan keadaan
jaringan normal, meliputi (Basker ;dkk, 2012):
1) Kondisi edentulous (tidak begigi) berupa seperti processus
alveolaris, saliva, batas mukosa bergerak dan tidak bergerak,
kompesibilitas jaringan mukosa, bentuk dan gerakan otot-otot
muka, bentuk dan gerakan lidah.
2) Ukuran, warna, bentuk gigi dan gusi yang cocok
3) Sifat dan material yang hampir sama dengan kondisi mulut
4) Penetapan atau pengaturan gigi yang benar, meliputi :
5) Posisi dan bentuk lengkung deretan gigi
6) Posisi individual gigi
7) Relasi gigi dalam satu lengkung dan antara gigi-gigi rahang
atas dan rahang bawah.
2. Diabetes Melitus
a. Definisi
Keadaan hiperglikemi kronik disertai berbagai kelainan metabolik
akibat gangguan hormonal, yang menimbulkan berbagai
komplikasi kronik pada mata, ginjal, saraf, dan pembuluh darah,
disertai lesi pada membran basalis dalam pemeriksaan dengan
mikroskop elektron (Mansjoer, dkk; 2000)
b. KlasifikasiBerdasarkan etiologinya, klasifikasi diabetes melitus (DM)
(Jonathan, 2003):
1) DM tipe I (umumnya terjadi defisiensi insulin absolut).
Pada DM tipe ini terjadi kerusakan sel beta pankreas
akibat proses imunologik ataupun idiopatik.
2) DM tipe II (bervariasi mulai dari resistensi insulin
yang disertai defisiensi insulin relatif sampai gangguan
sekresi insulin bersama resistensi insulin).
6
3) DM tipe lain. DM tipe ini disebabkan oleh penyakit
lain, seperti defek genetik fungsi sel beta, defek genetik
kerja insulin, penyakit eksokrin pankreas,
endokrinopati, induksi obat atau bahan kimia, infeksi,
imunologi, dan sindrom genetik lain.
4) Diabetes kehamilan (diabetes yang didiagnosis selama
kehamilan).
B. Pembahasan
1. Skenario PBL 2
Tuan Athar, 75 tahun datang ke dokter gigi diantarkan oleh
cucunya untuk dibuatkan gigi palsu. Lima tahun yang lalu sudah
pernah menggunakan gigi palsu, tetapi gigi tiruan bagian bawah
patah berkeping-keping sekitar 1 bulan yang lalu akibat jatuh pada
saat dibersihkan. Sejak itu nafsu makannya menurun dan suka
berdiam diri dikamar. Sebelumnya sudah pernah ke drg A, tetapi
dokter gigi tersebut menolak untuk membuatkan gigi karena pasien
menolak untuk dicabut sisa akar gigi geraham belakang kanan
yang sudah goyah. Pemeriksaan gula darah menunjukkan kadar
gula darah sesaat 250. Pasien siap untuk dicabut saat ini agar gigi
palsunya segera dibuatkan.
2. Identifikasi Masalah dan Sasaran Belajar
a. Hal-hal yang perlu diperhatikan ketika melakukan anamnesa,
pemeriksaan dan penentuan diagnosis, serta bagaimana hasil
anamnesa, pemeriksaan, serta diagnosis pada kasus?
b. Apa sajakah rencana perawatan pada kasus?
c. Jenis gigi tiruan apakah yang akan diberikan (meliputi
karakteristik) dan indikasi dari gigi tiruan tersebut?
d. Bagaimana tahap klinis pembuatan gigi tiruan pada kasus?
e. Bagaimana prognosis perawatannya?
7
3. Brain Strorming
a. Hasil anamnesa, pemeriksaan, serta diagnosis
1) Anamnesa
Hasil anamnesa pada skenario diperoleh:
a) CC : dibuatkan gigi palsu.
b) PI : nafsu makan menurun dan suka berdiam
diri dikamar karena 1 bulan yang lalu gigi
tiruan bagian bawah pecah berkeping-
keping.
c) PMH : kadar gula sesaat 250 dicurigai menderita
diabetes melitus.
d) PDH : 5 tahun lalu pernah menggunakan gigi
palsu.
2) Pemeriksaan
Pada skenario tidak dijelaskan kondisi pasien dalam mulut
atau diluar mulut, adapun yang harus diperhatikan ketika
memeriksa antara lain:
a) Pemeriksaan Intraoral
Pada penderita diabetes melitus biasnya bau mulut
pasien khas keton, adanya resopsi tulang alveolar,
kerusakan pada jaringan periodontal sehingga gigi
mudah goyang, rasa nyeri dan merah pada lidah,
xerostomia karena mudah haus, harus diperiksa
juga linggir tulang alveolarnya, keadaan
vestibulum, palatum, gingiva, mukosanya,
salivanya, kondisi klinis giginya.
b) Pemeriksaan Ekstraoral
Pemeriksaan ekstra oral dilihat bentuk wajahnya,
profil wajahnya, hidungnya, tragus, bibirnya,
kulitnya.
8
3) Diagnosa
Diagnosa sementara adalah klasifikasi PDI kehilangan gigi
penuh kelas III.
b. Rencana perawatan pada kasus
Rencana perawatan yang diberikan antara lain:
1) Ekstrasi sisa akar.
2) Menghilangkan flabby tissue karena adanya resopsi tulang
alveolar.
3) Rujuk pasien ke spesialis penyakit dalam.
4) Desain gigi tiruan harus disesuaikan dengan keadaan
pasien.
5) Tindakan bedah jika diperlukan, dan tindakan harus
atraumatik.
c. Jenis gigi tiruan dan indikasinya
Jenis gigi tiruan yang diggunakan pada kasus adalah gigi tiruan
penuh lepasan pada rahang bawah. Indikasi penggunaan GTP
(Gigi tiruan penuIndikasi penggunaan GTP (Gigi tiruan
penuh):
1) Pasien full edentulous.
2) OH pasien baik.
3) Motivasi untuk pembuatan gigi tiruan dari diri sendiri.
4) Kontraindikasi pada penggunaan GTS.
5) Tidak ada alternatif perawatan lainnya.
Karakteristik dan dukungan dari gigi tiruan antara lain:
1) Disesuaikan bahannya dengan kebutuhan pasien, jika
adapasien yang alergi terhadap bahan gigi tiruan.
2) Dukungan harus didistribusikan secara merata, tidak
terpusat pada tulang alveolar.
3) Flange (sayap) tidak menganggu vestibulum.
9
d. Tahap klinis pembuatan gigi tiruan pada kasus
Tahap klinis pembuatan gigi tiruan penuh:
1) Percetakan
a) Pencetakan pertama dengan sendok cetak
anatomis, menghasilkan sendok cetak
perseorangan, dan diperoleh model studi dengan
teknik pencetakan mukostatis.
b) Pencetakan kedua dengan sendok cetak
perseorangan, dan diperoleh model kerja dengan
teknik pencetakan mukokompresi.
2) Penentuan MMR (Maxillo Mandibular Relationship)
3) Pemasangan anasir gigi
Pemasangan anasir gigi dilakukan pada regio anterior
kemudian ke regio posterir.
4) Packing
5) Proses try in
Proses try in meliputi proses untuk mengecek over bite
dan over jet, cek retensi dan stabilisasi.
6) Insersi
Saat insersi yang perlu diperhatikan adalah oklusi, retensi
dan stabilisasi. Hal yang perlu diperhatikan dalam
menentukan retensi adalah peripheral seal nya, postdam,
kohesi dan adhesi. Sedangkan stabilisasi ditentukan oleh
permukaan yang halus pada gigi tiruannya, basal seal
harus seimbang. Pada saat insersi pasien diberikan edukasi
tentang perawatn gigi tiruan, dan diinstruksikan untuk
kontrol.
7) Kontrol
Saat kontrol yang perlu diperhatikan adalah pemeriksaan
subjektif dan objektif.
10
e. Prognosis perawatan
Berdasarkan kasus prognosis perawatannya buruk, dikarenakan
kondisi dari usia pasien, penyakit sistemik yang dideritanya
yaitu penyakit diabetes melitus.
4. Hasil Belajar
a. Hal yang perlu diperhatikan ketika anamnesa, pemeriksaan,
dan diagnosis.
1) Hal yang perlu diperhatikan ketika anamnesa
Hal yang perlu diperhatikan ketika anamnesa, meliputi
(Gunad, dkk; 1995):
a) Nama, alamat, usia, jenis kelamin, dan pekerjaan.
b) Alasan kunjungan, pasien datang atas keinginan
sendiri atau orang lain (keadaan ini mempengaruhi
motivasi).
c) Riwayat kesehatan umum.
Meliputi kelainan sistemik, hormonal, penyakit
infeksi berat atau kronis, penyakit kelainan darah dan
kardiovaskuler, penyakit alergi dan kulit.
d) Riwayat kesehatan gigi dan mulut
e) Kelainan yang pernah diderita dan perawatan yang
pernah diterima.
f) Motivasi terhadap kesehatan gigi dan mulut, terhadap
penggunaan gigi tiruan jika pada kasus.
g) Memberikan kesempatan kepada pasien untuk
menceritakan masalah yang dihadapinya dengan gigi
tiruan lama,penting untuk memperoleh petunjuk untuk
pembuatan gigi tiruan penuh.
2) Hal yang perlu diperhatikan saat pemeriksaan
Pemeriksaan pemeriksaan meliputi (Gunad, dkk; 1995):
a) Pemeriksaan umum
11
(1) Pemeriksaan Ekstraoral
Pemeriksaan ekstraoral meliputi pemeriksaan
wajah, mata (pupil), profil wajah, telinga (tragus),
TMJ, bibir, ketebalan bibir, panjang bibir.
(2) Pemeriksaan Intraoral
Pemeriksaan intraoral meliputi Mukosa,
ketahanan jaringan, vestibulum, lidah, gingiva,
saliva, palatum, gigi, frenulum, bentuk linggir
alveolaris, bentuk lengkung rahang, tuberositas
alveolaris, ruang retromilohioid, perlekatan dasar
mulut.
Pada proses penuaan biasanya ditemukan di
dalam mulut:
(a) Perubahan mukosa mulut
Pertambahan usia menyebabkan sel epitel
pada mukosa mulut mengalami penipisan,
berkurangnya keratinisasi, berkurangnya
kapiler dan suplai darah, penebalan serabut
kolagen pada lamina propia. Sehingga secara
klinis mukosa mulut terlihat lebih pucat,
tipis, kering, proses penyembuhan yang
lama. Hal ini menyebabkan mukosa mulut
lebih mudah mengalami iritasi terhadap
tekanan atau gesekan yang diperparah
dengan berkurangnya aliran saliva.
(b) Perubahan ukuran lengkung rahang
Pada rahang atas arahnya ke bawah dan
keluar, maka pengurangan tulangnya pada
umumnya juga terjadi kearah atas dan dalam.
Pada rahang bawah inklinasi gigi anterior
umumnya keatas dan ke depan dari bidang
12
oklusal, sedangkan gigi-gigi posterior lebih
vertikal atau sedikit miring ke arah lingual.
Resorbsi pada tulang alveolar mandibula
terjadi kearah bawah dan belakang kemudian
kedepan. Terjadi perubahan-perubahan pada
otot sekitar mulut, hubungan jarak antara
mandibula dan maksila sehingga terjadi
perubahan posisi mandibula dan maksila.
(c) Resobsi linggir alveolar
Tulang akan mengalami resorbsi dimana
resorbsi berlebihan pada puncak
tulang alveolar mengakibatkan bentuk
linggir yang datar dan merupakan masalah
karena gigi tiruan penuh kurang baik dan
terjadi ketidak seimbangan oklusi.
(d) Xerostomia
Xerostomia dapat disebabkan karena adanya
konsumsi obat-obatan pada lansia yang
mengalami penyakit sistemik,dan merupakan
salah satu perubahan fisiologi pada lansia.
retensi gigi tiruan. Keadaan ini menyebabkan
kemampkan pemakaian gigi tiruan berkurang
sehingga fungsi pengunyahan berkurang,
kecekatan gigi tiruan berkurang.
(e) Gigi
Gigi-gigi biasanya mengalami perubahan
seiring dengan bertambahnya usia, perubahan
ini sebagai akibat dari usia disebabkan oleh
refleks, keausan, penyakit, kebersihan mulut,
dan kebiasaan. Email gigi akan berubah
seiring dengan bertambahnya usia, termasuk
kenaikan konsetrasi nitrogen dan fluoride
13
sejalan usia. Pembentukan dentin yang
berlanjut sejalan dengan usia menyebabkan
reduksi secara bertahap pada ukuran kamar
pulpa.
(f) Lidah dan pengecapan
Lidah mungkin menjadi halus dan mengkilat
atau merah dan meradang. Bermaca-maam
gejala dapat terjadai pada mukosa lidah,
dengan keluhan-keluhan nyeri, panas, atau
sensari rasa yang berkurang. Sensasi ini
biasanya pada orang uisa lanjut dan pada
wanita pasca menopause.
(g) Sendi TMJ
Reduksi lebih lanjut pada ketebalan otot
rahang ditemukan pada orang tidak bergigi
dibanding yang masih bergigi. Ini
membuktikan bahwa tingkat tekanan
paengunyahan dan efisiensi pengunyahan
berkurang banyak pada pasien yang gigi-
geligi aslinya sudah diganti gigi tiruan.
Gambaran klinis ekstra oral pasien diabetes
melitus, meliputi:
(a) Xerostomia
(b) Bau mulut khas keton
(c) Kegoyangan gigi
(d) Resopsi tulang alveolar yang sangat cepat
(e) Penurunan resistensi jaringan periodontal dan
jaringan mukosa
(f) Angular chelitis.
b. Pemeriksaan penunjang
14
Pemeriksaan penunjang meliputi pemeriksaan
radiologi oral dan pemeriksaan laboratorium.
Pemeriksaan laboratorium meliputi pemeriksaan
TTGO, pemeriksaan gula darah (Foster, 1998).
3) Penentuan diagnosis
Diagnosis pada kasus kehilangan gigi penuh ini ditentukan
berdasarkan klasifikasi PDI (Prostodontic Dental Index),
yaitu (repository.unhas.ac.id):
a) Kelas I
Kelas ini mencirikan tahap edentulous paling sesuai
dirawat dengan gigi tiruan penuh, yang dibuat dengan
teknik gigi tiruan konvensional. Kriteria diagnostik
antara lain:
(1) Tinggi sisa tulang alveolar ≥ 21mm yang diukur
pada tinggi vertikal rahang bawah terendah
dengan menggunakan radiografi panoramik.
(2) Morfologi sisa linggir edentulous resisten
terhadap pergerakan horizontal dan vertikal basis
gigi tiruan.
(3) Lokasi otot kondusif untuk stabilitas dan retensi
dari gigi tiruan.
b) Kelas II
Terdapat degradai fisis anatomi jaringan pendukung
gigi tiruan yang berkelanjutan. Kelas ini ditandai
dengan munculnya interaksi dini penyakit sistemik
serta ditandai dengan penatalaksanaan. Kriteria
diagnostik dari kelas ini adalah:
(1) Tinggi sisa tulang alveolar 16-20 mm yang
diukur pada tinggi vertikal rahang bawah
terendah dengan menggunakan radiografi
panoramik.
15
(2) Morfologi sisa linggir edentulous resisten
terhadap pergerakan horizontal dan vertikal basis
gigi tiruan.
(3) Lokasi perlekatan otot sedikit berpengaruh retensi
dan stabilitas.
(4) Terdapat sedikit perubahan kondisi,
pertimbangan psikososial dan penyakit sistemik
ringan yang bermanifestasi pada rongga mulut.
c) Kelas III
Ditandai dengan kebutuhan akan perbaikan dari
struktur gigi tiruan untuk memungkinkan
diperolehnya fungsi gigi tiruan yang adekuat. Kriteria
antara lain:
(1) Tinggi sisa tulang 11-15mm yang diukur pada
tinggi vertikal rahang bawah terendah dengan
menggunakan radiografi panoramik
(2) Morfologi sisa linggir edentulous sedikit
berpengaruh dalam menahan pergerakan
horizontal dan vertikal basis gigi tiruan.
(3) Lokasi perlekatan otot cukup berpengaruh
terhadap resistensi dan stabilitas gigi tiruan.
(4) Pertimbangan psikososial tingkat sedang dan atau
manifestasi penyakit sistemik atau kondisi seperti
xerostomia tingkat sedang.
(5) Gejala TMD.
(6) Lidah besar sehingga memenuhi ruang interdental
dengan atau tanpa hiperaktivitas.
(7) Hiperaktivasi dari refleks muntah.
d) Kelas IV
Memiliki kondisi edentulous yang paling buruk.
Indikasi dengan pembedahan rekontruksi, namun
tidak selamanya dapat dilakukan karena perlu
16
memperhatikan kesehatan pasien, minat, riwayat
dental, dan pertimbangan finansial. Kriteria
diagnostik kelas ini antara lain:
(1) Tinggi sisa tulang ≤ 10 mm yang diukur pada
tinggi vertikal rahang bawah terendah dengan
menggunakan radiografi panoramik.
(2) Sisa linggir tidah menahan pergerakan horizontal
maupun vertikal.
(3) Lokasi perkiraan otot dapat diperkirakan
berpengaruh terhadap retensi dan stabilitas gigi
tiruan.
(4) Manifistesi penyakit sistemik yang parah pada
rongga mulut.
(5) Hiperaktivitas lidah yang mungkin disebabkan
oleh retraksi posisi lidah atau morfologi yang
berhubungan.
(6) Pasien kambuhan sering melaporkan keluhan
kronik setelah menajlani terapi yang sesuai.
b. Rencana perawatan
Pasien diabetes melitus yang akan melakukan
tindakan perawatan gigi terutama tindakan pembedahan
harus memperhatikan kadar gula dalam darah. Kadar gula
darah normal untuk pemeriksaan gula darah yaitu kadar
gula darah sewaktu ≤ 200mg/dl, kadar gula darah puasa ≤
126mg/dl, dan kadar gula darah 2 jam setelah pemberian
glukosa ≤ 200mg/dl (Foster, 1998).
Pasien diabetes melitus yang tidak terkontrol masih
bisa dilakukan tindakan pembedahan, asalkan kadar gula
darah pasien telah terkontrol, dan pasien mendapatkan
profilaksis antibiotik terlebih dahulu. Hindari trauma atau
luka yang berlebihan, jika akan melakukan ekstraksi pasien
diberi anastesi yang non vasokonstriktor atau sedikit
17
vasokonstriktornya. Pasien dengan diabetes melitus yang
terkontrol ketika hendak melakukan tindakan ekstraksi atau
bedah lainnya tetap harus dilakukan pengecekan gula darah
sebelum tindakan. Tindakan pembedahan yang akan
diberikan pada pasien diabetes melitus biasanya telah
ditentukan jadwalnya oleh dokter gigi. Sebaiknya tindakan
dilakukan pada pagi hari, pasien dianjurkan untuk makan
setengah porsi dari porsi sarapan biasanya (Taringan,
2005).
Pembuatan gigi tiruan pada pasien diabetes melitus
harus diperhatikan pada saat pencetakan, bahan cetak yang
digunakan harus mengalir bebas, desain gigi tiruan harus
mudah dipasang, dan dilepas oleh pasien, distribusi beban
fungsional harus merata dan seluas mungkin, hal ini untuk
menghindari terjadinya resopsi tulang alveolar yang cepat
karena beban oklusi yang berlebihan. Oklusi disusun secara
harmonis, pada pasien dengan gangguan TMJ pemilihan
anasir gigi dapat menggunakan anasir gigi non anatomis.
Pasien lansia dengan penyakit sistemik diabetes melitus
memiliki gangguan pada sekresi salivanya (xerostomia)
sehingga pasien dengan xerostomia yang parah pada gigi
tiruannya dapat dimodifikasi dengan reservoir. Pasien
ditekankan untuk memelihara kesehatan mulutnya,
diinstruksikan untuk kontrol maksimal enam bulan sekali
untuk mengecek kondisi dari gigi tiruan, jika terjadi
pelonggaran akibat resopsi dari tulang alveolar maka pada
gigi tiruan dapat dilakukan relinning dan rebassing
(Gunadi, 1995).
c. Karakteristik dan komponen gigi tiruan
1) Komponen gigi tiruan penuh
Komponen gigi tiruan penuh meliputi (Bakar, 2012):
a) Basis
18
Bagian dari gigi yang menggantikan tulang
alveolar yang sudah hilang, dan berfungsi
mendukung elemen atau anasir gigi.
b) Flange
Bagian dari basis yang membentang diatas
mukosa, melekat dari margin servikal gigi sampai
batas gigi tiruan.
c) Post dam
Retensi dari gigi tiruan rahang atas yang
tergantung dari suction seal.
2) Karakteristik gigi tiruan
Karakteristik dari gigi tiruan meliputi retensi dan
stabilisasi, adapun retensi dan stabilisasi yang
dimaksud adalah:
a) Retensi
Faktor-faktor yang mempengaruhi retensi antara lain
(Bakar, 2012):
(1) Faktor fisis
Faktor fisis yang dimaksud adalah
peripherial seal, efektifitas peripherial seal
sangat mempengaruhi efek retensi dari
tekananatmosfer. Posisi terbaik peripherial seal
adalah di sekeliling tepi gigi tiruan yaitu pada
permukaan bukal gigitiruan atas, pada
permukaan bukal gigi tiruan bawah. Peripherial
seal bersambung dengan postdam pada rahang
atas menjadi sirkular seal yang berfungsi
membendung agar udara dari luar tidak
dapatmasuk ke dalam basis gigi tiruan (fitting
surface) dan mukosa sehingga tekanan atmosfer
di dalamnya tetap terjaga. Apabila pada sirkular
seal terdapat kebocoran, maka protesa akan
19
mudah lepas. Postdam, diletakkan tepat
disebelah anterior garis getar (AH line) dari
palatum molle dekat fovea palatina.
(2) Faktor fisik
Adaptasi yang baik antara gigi tiruan dengan
mukosa mulut. Ketepatan kontak antara basis
gigi tiruan dengan mukosa mulut, tergantung
dari efektivitas gaya-gaya fisik dari
adhesi(saliva dengan gigi tiruan) dan kohesi
(saliva dengan saliva). Perluasan basis gigi
tiruan yang menempel pada mukosa (fitting
surface).
(3) Kondisi residual ridge yang baik, karena tidak
ada lagi gigi yang diggunakan sebagai
penyangga.
(4) Faktor kompresibilitas jaringan lunak dan tulang
di bawahnya untuk menghindari rasa sakit dan
terlepasnyagigi tiruan saat berfungsi.
(5) Pemasangan gigi geligi yang penting terutama
untuk gigi anterior karena harus mengingat
estetis walaupun tidak kalah pentingnya untuk
pemasangan gigi posterior yang tidak harus
sama ukurannya dengan gigi asli, tetapi lebih
kecil, untuk mengurangi permukaan
pengunyahan supaya tekanan padawaktu
penguyahan tidak memberatkan jaringan
pendukung.
(6) Untuk pemasangan gigi yang harus diperhatikan
adalah ekspresi pasien, umur, jenis kelamin
yang akan berpengaruh dalam pemilihan
ukuran, warna dan kontur gigi. Perlu
20
diperhatikan adanya over bite, over jet, curve
von spee, curve monsoon.
b) Stabilisasi
Agar diperoleh stabilisai maka perlu diperhatikan:
(1) Ukuran dan bentuk basal seat
(2) Kualitas cetakan akhir
(3) Kontur permukaan yang halus
(4) Susunan gigi tiruan yang baik dan tepat
d. Tahapan pembuatan gigi tiruan
Tahapan pembuatan gigi tiruan antara lain (Itjingningsih,
2012):
1) Pencetakan
Pencetakan dalam pembuatan gigi tiruan penuh
dilakukan sebanyak dua kali yaitu:
a) Pencetakan pertama
Cetakan pertama dilakukan pada pasien
dengan menggunakan stock tray dengan bahan
cetak alginat teknik, teknik pencetakan mukostatik.
Hasil cetakan pertama akan digunakan sebagai
model studi.
b) Pencetakan kedua
Pencetakan kedua dilakukan dengan
menggunakan sendok cetak individual. Sedok
cetak individual dibuat dengan menggunakan
shellac. Shellac dilunakkan diatas api spirtus
kemudian diletakkan dan ditekan pada model studi.
Shellac dipotong sesuai dengan outline yang telah
digambar pada model studi. Pegangan sendok
cetak dibuat tegak lurus bidang horisontal dan pada
bagian palatum dibuat lubang dengan jarak 4-5 mm
untuk mengalirkan bahan cetak yang berlebih.
Bagian tepi shellac diberi compound untuk
21
mendapatkan ketinggian vestibulum. Cara
pencetakan:
(1) Rahang atas
Bahan cetak diaduk, setelah mencapai
konsistensi tertentu dimasukkan ke dalam
sendok cetak individual. Masukkan sendok
cetak dan bahan cetak ke dalam mulut,
kemudian sendok cetak ditekan ke processus
alveolaris.Caranya pada saat sendok cetak di
dalam mulut, dilakukan gerakan rahang bawah
ke kiri dan ke kanan serta mengintruksikan
pasien mangatakan “O” untuk mendapatkan
cetakan frenulum bukalis. Frenulum labialis
didapatkan dengan memberikan instruksi
untuk mengatakan huruf “U”. Post dam area
diperoleh dengan menginstruksikan pasien
untuk mengatakan “ah”, sehingga tampak
batas antara palatum durum dan palatum
molle. Posisi dipertahankan sampai setting,
kemudian sendok cetak dilepas dan
dimasukkan kembali ke rahang atas untuk
dicek retensinya dan untuk menandai AH line.
(2) Rahang Bawah
Bahan cetak diaduk, setelah teraduk rata
dan mencapai konsistensi tertentu dimasukkan
ke dalam sendok cetak. Masukkan sendok
cetak dan bahan cetak ke dalam mulut,
kemudian sendok ditekan ke processus
alveolaris. Pasien diinstruksikan untuk
mengucapkan huruf “O” untuk mendapatkan
cetakan frenulum bukalis. Kemudian pasien
diinstruksikan menjulurkan lidah untuk
22
medapatkan batas cetakan frenulum lingualis.
Pasien menggerakkan bibir dan pipi agar
bahan cetak dapat mencapai bukal flange dan
untuk mendapatkan frenulum labialis pasien
diinstruksikan mengucapkan huruf ”U”. Posisi
dipertahankan sampai setting, dan sendok
cetak dilepas.
2) Pembuatan desain gigi tiruan
Pembuatan desain gigi tiruan meliputi:
(a) Pembuatan lekuk pengontrol pada dasar model
kerja agar keadaan model sewaktu penyusunan gigi
pada artikulator sama dengan keadaan model
rahang sesudah gigi tiruan penuh disalin dengan
akrilik.
(b) Pembuatan kawat penguat
(c) Penarikan garis tengah model kerja rahang atas dan
rahang bawah.
(d) Penarikan garis puncak linggir.
3) Pembuatan bite rim
Pembuatan bite rim dengan cara:
a) Sebelum pembuatan bite rim, dibuat base plate
terlebih dahulu.
b) Bite rim berbentuk tapal kuda dan diletakkan diatas
base plate untuk memperoleh tinggi gigitan pada
keadaan oklusi sentrik yang nantinya akan
dipindahkan ke artikulator. Bagian anterior
memiliki tinggi 12 mm, lebar 4 mm; bagian
posterior memiliki tinggi 10-11 mm, lebar 6 mm.
Untuk lengkung bite rim rahang bawah disesuaikan
dengan alveolar ridge yang ada, sedangkan bite rim
untuk rahang atas dibuat setinggi ±2 mm di bawah
23
bibir atas saat rest position. Tinggi bite rim rahang
bawah dibuat sejajar dengan tinggi retromolar pad.
c) Pembuatan bite rim dimulai dari rahang atas
dengan menggunakan bantuan 3 titik, yaitu 2 titik
tragus – canthus kanan dan kiri serta titik ala nasi.
Dari ketiga titik tersebut dihubungkan. Penentuan
garis tragus-canthus, ditarik dari sudut mata
(canthus) ke tragus, yang menjadi panduan letak
kondil rahang yang terletak ± 0,5 inci (12-14 mm)
di depan tragus pada garis ini. Dari titik tersebut,
ditentukan garis chemfer yaitu garis lurus yang
menghubungkan tragus dengan sayap hidung (ala
nasi).
d) Setelah bite rim rahang atas dipasangkan pada
pasien, lalu pemasangan oklusal guide plane.
Pasien diperiksa dari arah depan dan samping
hingga didapatkan oklusal guide plane anterior
sejajar dengan garis interpupil serta pada oklusal
guide plane bagian lateral sejajar garis chamfer.
Apabila belum didapatklan kesejajaran, maka bite
rim terus dikurangi sampai bentuk yang kita
kehendaki.
e) Median line dari pasien diperoleh dari tengah lekuk
bibir atas untuk menentukan garis tengah yang
memisahkan incisivus kanan dan kiri.
4) Pencatatan MMR (Maxilo Mandibula Relationship)
Terlebih dahulu dicari dimensi vertikal (inter oclusal
distance) dengan mngukur jarak pupil dan sudut mulut
sama dengan jarak hidung dan dagu (PM = HD) pada
keadaan rest posisi. Pada keadaan relasi sentrik,
dimensi vertikal :physiologic rest position - freeway
space = (PM=HD - 2 mm). Freeway space 2-4 mm
24
diperoleh dengan cara mengurangi bite rim rahang
bawah. Hal ini berguna untuk pasien mengucapkan
huruf-huruf tertentu yang pengucapannya
menggunakan space ini, misalnya huruf “s” (faktor
fonetik).
5) Centic relation record
Merupakan suatu relasi mandibula terhadap
maksila pasa suatu relasi vertikal, ditetapkan pada
posisi mandibula paling posterior. Cara dengan
menengadahkan kepala pasien sedemikian rupa
sehingga processus condyloideus akan tertarik ke fossa
yang paling posterior karena tarikan dari otot dan
menelan ludah berulang-ulang. Pasien disuruh
menggerakkan mandibula berulang-ulang sampai
pasien biasa dengan relasi tersebut. Setelah mendapat
posisi sentrik bite rim diberi tanda tempat garis ketawa
dan median line.
6) Pemasangan di artikulator
Setelah ditemukan relasi sentrik dilakukan fiksasi
dengan metode double V groove yaitu dengan membuat
groove berbentuk V pada kanan dan kiri bite rim
rahang atas pada gigi premolar pertama dan molar
pertama, kemudian diberi vaselin. Pada bite rim rahang
bawah diberi tambahan malam menyesuaikan groove
kemudian pasien melakukan sentrik sehingga tambahan
malam pada bite rim rahang bawah dapat masuk ke
groove bite rim rahang atas. Kemudian dipasang
artikulator, pemasangan dapat menggunakan mounting
table jika kedua model menggunakan fiksasi double V
groove.
7) Pemasangan anasir gigi
25
Faktor-faktor yang mempengaruhi pemilihan anasir
gigi (Itjiningsih,2012):
a) Bentuk wajah dan rahang
b) Jenis kelamin
c) Perbedaan warna dan keausan gigi
d) Ukuran gigi yang bervariasi sesuai dengan garis
orientasi.
(1) Gigi anterior
(a) Garis senyum – garis orientasi insisal
untuk panjang gigi yaitu 2/3 panjang
insisivus sentral atas.
(b) Jarak sebelah distal kanisnus dekstra
sinistra sama dengan jumlah ke enam gigi
anterior atas.
(c) Jarak ala nasi berhimpit dengan poros gigi
kaninus atas.
(d) Lebar gigi I-I atas sama dengan 1/16 lebar
bizygomatic.
(2) Gigi posterior
(a) Panjang gigi disesuaikan dengan jarak
antara linggir rahang.
(b) Lebar mesio distal gigi.
(c) Lebar buko lingua atau palatal yang telah
disesuaikan dengan lebar mesio distalnya.
e) Bahan gigi
Bahan gigi dapat dari bahan akrilik, logam atau
porselen.
Penyusunan anasir gigi dilakukan secara bertahap yaitu
gigi anterior atas, gigi anterior bawah, gigi posterior
atas, dan gigi molar pertama bawah kemudian gigi
posterior bawah lainnya. Penyusunan gigi antara lain:
a) Penyusunan gigi anterior
26
Penyusunan gigi dimulai dari gigi anterior rahang
atas kemudian gigi anterior rahang bawah, jangan
lupa diperhatikan overbite dan overjetnya. Ketika
di try in ke pasien juga harus memperhatikan:
(1) Garis caninus (pada saat rest posisi terletak
pada sudut mulut)
(2) Garis ketawa (batas cervikal gigi atas, gusi
tidak terlihat pada saat tertawa)
(3) Fungsi fonetik (pasien disuruh mengucapkan
huruf s, f, t, r, m)
b) Penyusunan gigi posterior
Pemasangan gigi posterior harus disesuaikan
dengan:
(1) Kurva anteroposterior yang terdiri dari :
(a) Bidang horizontal tempat disusunnya gigi
premolar pertama dan kedua.
(b) Bidang oblique tempat disusunya gigi
molar pertama dan kedua.
(2) Kurva lateral yang terdiri dari :
(a)Bidang tegak yang terbentuk dari garis
singgung pada occlusal bite rim, dimana
permukaan bukal gigi premolar
ditempatkan
(b)Bidang dengan sudut penyimpangan 6o
dari bite rim ke arah palatal, dimana
terletak permukaan bukal gigi molar.
Untuk pemasangan gigi posterior rahang atas ini
harus diperhatikan :
(1) Kurva Von Spee ke arah antero posterior.
Kurva Von Spee yaitu kurva imaginer antero-
posterior dimana terdapat bidang horisontal
yang merupakan tempat disusunnya gigi
27
premolar superior pertama dan premolar
superior kedua sedangkan tempat disusunnya
gigi molar superior pertama dan molar
superior kedua dalam bidang oblik.
(2) Kurva dari Wilson ke arah lateral kiri dan
kanan.
Penyusunan gigi posterior bawah harus
disusun sedemikian rupa sehingga terbentuk
lengkung Manson. Kurva Monson atau kurva
lateral yaitu bidang yang terbentuk dari garis
singgung pada oklusal bite rim dimana permukaan
bukal gigi premolar ditempatkan dan bidang
dengan sudut penyimpangan 6 dari bite rim ke
arah palatal dimana terletak permukaan bukal gigi
molar. Setelah pemasangan gigi posterior
dilakukan try in (Lakshmi, 2010).
8) Try in
Try in seluruh gigi tiruan di atas malam dan kontur gusi
tiruannya, lalu dilakukan pengamatan pada (Bakar,
2012):
a) Oklusi
b) Stabilisasi dengan working side dan balancing
side.
c) Estetis dengan melihat garis kaninus dan garis
ketawa
d) Pasien diinstruksikan mengucapkan huruf-huruf p,
b, d, v dan lain-lain sampai tidak ada gangguan.
9) Wax contouring geligi tiruan
10) Flasking
11) Packing
12) Processing/curring
13) Deflasking
28
14) Pemasangan kembali dan pengasahan selektif
15) Penyelesain gigi tiruan
16) Pemolesan gigi tiruan
17) Insersi
Setelah diganti dengan akrilik protesa diinsersikan ke
dalam mulut pasien, saat insersi harus diperhatikan
retensi, stabilisasi, oklusi, artikulasi. Saat insersi pasien
harus diberi edukasi antara lain:
a) Pasien dianjurkan untuk beradaptasi dengan
protesa tersebut sampai biasa.
b) Malam hari ketika tidur, protesa dilepas agar
jaringan otot-otot dibawahnya dapat beristirahat.
c) Pasien membersihkan protesanya setiap kali
sehabis makan dan sebelum tidur. Gigi tiruan dapat
dibersihkan dengan sikat gigi dan pembersih
seperti larutan hipoclorida, pembersih asam
mineral, bubuk dan pasta yang mengandung bahan
abrasif ringan.
d) Mukosa pendukung dibersihkan dengan sikat gigi
yang lembut dan perlahan untuk menghindari
kerusakan mukosa selama 1-2 menit setiap pagi
hari dan malam hari.
e) Apabila ada rasa sakit, gangguan bicara, protesa
tidak stabil, pasien dianjurkan untuk segera
kembali ke klinik.
f) Kontrol sesuai dengan waktu yang telah ditentukan
untuk dilakukan pengecekan.
18) Kontrol
Ketika kontrol yang perlu diperhatikan adalah:
a) Pemeriksaan subjektif
Meliputi keluhan pasien tentang gigi tiruannya,
ekspresi pasien.
29
b) Pemeriksaan objektif
Adanya mukosa yang kemerahan, atau alergi
terhadap gigi tiruan, adanya lesi di dalam rongga
mulut yang disebabkan karena pemakaian gigi
tiruan.
e. Prognosis
Prognosis mwrupakan suatu perdiksi terhadap
kemungkinan keberhasilan dalam suatu perawatan yang
dibuat berdasarkan pengetahuan tentang patogenesis
penyakit dan faktor-faktor resikonya. Prognosis biasanya
ditentukan sesudah diagnosis ditetapkan dan sebelum
perawatan dilakukan. Hal-hal yang perlu diperhatikan
dalam menentukan prognosis antara lain (Jonathan, 2003):
1) Faktor klinis
Faktor klinis yang dimaksud adalah usia pasien,
keparahan penyakit dan kerja sama pasien (pasien yang
kooperatif).
2) Faktor sistemik
Faktor sistemik yang dimaksud adalah penyakit
sistemik yang sedang diderita oleh pasien seperti
penyakit diabetes dan faktor genetik.
3) Faktor lokal
Faktor lokal seperti oral hygiene, faktor anantomis dan
faktor prostetik.
Prognosa dari pembuatan gigi tiruan penuh diperkirakan
baik, dengan mempertimbangkan:
a) Keadaan processus alveolaris rahang atas dan rahang
bawah masih cukup baik
b) Gigi geligi yang masih ada cukup kuat
c) Oral hygine pasien baik
d) Jaringan pendukung sehat
e) Kesehatan umum pasien baik
30
f) Pasien termotivasi, kooperatif dan komunikatif.