Upload
dotruc
View
242
Download
0
Embed Size (px)
Citation preview
39
BAB II
PEMBAHASAN
A. Analisis Struktural
Analisis struktural merupakan langkah awal yang dapat digunakan untuk
memaparkan sebuah karya sastra secara mendetail dan seteliti mungkin, dengan
demikian tampak jelas bahwa analisis struktural merupakan tahap pendahuluan dari
penelitian sebuah karya sastra. Analisis struktural merupakan bangunan kerangka
pokok yang ada dalam sebuah karya sastra yang tidak dapat berdiri sendiri secara
terpisah, melainkan saling berkaitan erat dalam sebuah bentuk kesatuan yang utuh.
Cerbung Ara-ara Cengkar Tanpa Pinggir karya Adinda AS akan diteliti
menggunakan unsur struktural yang menekankan fakta-fakta cerita yang terdiri dari
alur, karakter, latar dilengkapi tema, dan juga sarana-sarana sastra yang mencakup
judul, sudut pandang, gaya dan tone, simbolisme serta ironi. Unsur-unsur tersebut
juga mewakili analisis struktural karya sastra, selanjutnya akan diuraikan satu demi
satu unsur-unsur intrinsik tersebut secara berurutan dalam rangka pembahasan segi
struktur karya sastra cerbung Ara-ara Cengkar Tanpa Pinggir karya Adinda AS.
1. Fakta-Fakta Cerita
Fakta-fakta cerita terdiri dari tiga komponen yaitu alur, karakter, dan
latar. Elemen-elemen tersebut apabila disatukan dinamakan dengan struktur
faktual atau tingkatan faktual cerita. Berikut pembahasan masing-masing
elemen fakta-fakta cerita.
a. Alur
Alur adalah rangkaian peristiwa dalam sebuah cerita. Tahapan-
tahapan alur secara kronologis yaitu memiliki bagian awal, tengah, dan
39
40
akhir. Adapun dua elemen dasar yang membangun alur yaitu konflik dan
klimaks.
1) Alur Bagian Awal
Cerbung ACTP memiliki bagian awal cerita tentang pertemuan
antara Yuyun dan Heru Purnomo. Pertemuan tersebut terjadi ketika Yuyun
menemani muridnya yang bernama Lisa saat menunggu mobil jemputan
yang tak kunjung datang, sehingga membuat Yuyun merasa kasian dan
bermaksud untuk menemaninya. Lima belas menit kemudian datanglah
mobil sedan BMW hitam berhenti tepat di depan mereka. Saat itu Lisa
dijemput oleh papanya dikarenakan sopir pribadi mereka sedang sakit.
Tiba-tiba Yuyun terkejut dan badannya seketika lemas, ia tidak pernah
menyangka ternyata papa Lisa itu adalah Heru Purnomo, mantan
kekasihnya dulu setelah sebelas tahun tidak pernah bertemu. Alur bagian
awal tersebut terbukti dalam kutipan sebagai berikut:
Kutipan:
[…]“Mas… Mas Heru Purnomo!” panyaute Yuyun kanthi swara
ndredeg.
“Ooh, dhik Ningsih… Dhik Wahyunngsih!! Jerite priya kuwi.
Oh, sawijining patemon sing dadakan. Patemon sing babar pisan ora
dak karepke, panjerite Yuyun jroning ati. Awake Yuyun sanalika
lemes, rasane adem panas. Dheweke ora bisa kumecap apa-apa[…]
“Wusanane Gusti Allah ya kersa nemokake awake dhewe maneh
sawise sewelas taun, sawise suwe aku nggoleki kowe!!” (Seri 1: 25)
Terjemahan:
[…]“Mas… Mas Heru Purnomo!” sahut Yuyun dengan suara
bergetar.
“Ooh, Dik Ningsih…. Dik Wahyuningsih!” pekik laki-laki itu.
Oh, sebuah pertemuan yang tiba-tiba. Pertemuan yang sama sekali
tidak diharapkan, teriak Yuyun dalam hati. Badan Yuyun tiba-tiba
lemas, rasanya panas dingin. Ia tak mampu berkata apa-apa[…]
“Akhirnya Tuhan mau mempertemukan kita kembali setelah sebelas
tahun, setelah sekian lama saya mencarimu!!”
41
Pertemuan Yuyun dengan Heru merupakan pertemuan yang tidak
pernah diduga sebelumnya dan sama sekali tidak pernah diharapkan oleh
Yuyun. Baginya masa lalunya sudah dikubur dalam-dalam. Alur bagian
awal tersebut menceritakan awal pertemuan antara Yuyun dengan Heru
setelah sebelas tahun berpisah.
2) Alur Bagian Tengah
Alur bagian tengah yaitu menceritakan peristiwa di masa lalu yang
menjadi sebab Yuyun membenci Heru. Sebelas tahun yang lalu Yuyun
merasa dikhianati oleh Heru. Empat tahun mereka berpacaran, dan selama
itu pula Yuyun dengan setia menemani dan membantu proses perkuliahan
Heru. Banyak pengorbanan yang Yuyun lakukan untuk Heru, bahkan
semua yang dimilikinya sudah diberikan termasuk kesuciannya, namun
dengan teganya Heru meminta pengertian dan dukungan Yuyun karena
dipaksa menikah dengan Rima, anak konglomerat rekan kerja Paman
Hardjo. Hal ini terbukti dalam kutipan sebagai berikut:
Kutipan:
“Kowe wis ngejur-jur kabeh katresnanku. Wis dak pasrahake kabeh
sing dak darbeni. Nanging saiba tegele kowe mbuang aku ngono wae
sawise mbok cecep madu kembang manisku, kasucenku lan kabeh
pakurmatan sing dadi makuthaning wanita.” (Seri 2: 24)
Terjemahan:
“Kamu sudah menghancurkan seluruh cintaku. Sudah kuserahkan
semua yang kumiliki. Namun betapa teganya kau membuangku begitu
saja setelah kau reguk madu bunga manisku, kesucianku dan semua
kehormatan yang menjadi mahkotanya perempuan.”
Akibat dari rasa sakit dan kekecewaan terhadap laki-laki, membuat
Yuyun masih belum siap untuk melepas masa lajangnya meskipun usianya
sudah menginjak 33 tahun dan sudah termasuk kategori perawan tua.
42
Banyak laki-laki yang ingin meminangnya namun tetap saja Yuyun masih
belum mau membuka hatiya. Kedatangan Heru membuat Endra, priya
yang selama ini menanti jawaban cinta Yuyun menjadi terbakar cemburu.
Ia merasa sangat tersaingi dan mengira Heru adalah penyebab Yuyun
menolak cintanya. Pertemuannya dengan Heru membuat Endra tidak bisa
mengendalikan emosi, sehingga ia langsung menantang Heru untuk adu
kekuatan dengan berkelahi. Hal ini terbukti dalam kutipan sebagai berikut:
Kutipan:
Yuyun mlayu mlebu kamar. Dheweke sedih. Bingung lan isin. Priya
loro sing kinurmatan wis padha diwasa, gelut pancakara rame ing
ngarepe umum awit padudon perkara wanita. Kebeneran wanita mau
Yuyun dhewe. Ah, Yuyun isin banget. (Seri 11: 25)
Terjemahan:
Yuyun berlari masuk ke kamar. Dia sedih. Bingung dan malu. Dua
laki-laki terhormat yang sudah dewasa, berkelahi adu jotos di depan
umum karena memasalahkan seorang perempuan. Kebetulan
perempuan itu adalah Yuyun sendiri. Ah, Yuyun malu sekali.
Semenjak kejadian perkelahian antara Heru dengan Endra membuat
Yuyun merasa tidak tenang lagi hidupnya, sehingga ia meminta kepada
Pak Santo kepala sekolah tempatnya mengajar untuk memindahkannya
tugas di provinsi lain. Hal ini terbukti dalam kutipan sebagai berikut:
Kutipan:
Dheweke matur nyuwun pindhah mulang saka kutha iki. Yuyun
rumangsa wis ora nduwe katentreman maneh. Tekane Heru sing
dianggep nggrogoti uripe. Panyawange mripate Lisa wektu Yuyun
mulang ing ngarep kelas. Tansah mandeng landhep, ngarep-arep lan
ngenteni, ora tahan rasane Yuyun tansah nyingkur lan selak. Eseme
Pak Guru Haryanto sing lucu ngelingake pocapane […]Luwih-luwih
patrape Endra, sabubare prastawa iku Yuyun dianggep mungsuh
satru bebuyutan. (Seri 11: 25)
Terjemahan:
Dia bilang minta pindah mengajar dari kota ini. Yuyun merasa sudah
tidak punya ketenangan lagi. Kedatangan Heru yang dianggap
menggerogoti hidupnya. Pandangan mata Lisa saat Yuyun mengajar
43
di depan kelas. Selalu menatap tajam, mengharap dan menanti, tidak
tahan rasanya Yuyun selalu menyingkir dan menghindari. Senyuman
Pak Guru Haryanto yang lucu mengingatkan ucapannya […]Terlebih
sikap Endra, setelah peristiwa itu Yuyun dianggap sebagai musuh
bebuyutan.
3) Alur Bagian Akhir
Klimaks dalam cerbung ACTP mengakibatkan tokoh Yuyun
mengalami gejolak batin. Di tempat mengajarnya yang baru, yang jauh
dari keramaian kota Yuyun merasa sepi dan asing. Ia sama sekali tidak
memperoleh kedamaian hati. Benar nasihat dari Pak Santo bahwa
kedamaian itu adanya hanya di dalam hati dan tidak bisa dicari kemana-
mana. Hal ini terbukti dalam kutipan sebagai berikut:
Kutipan:
Rasane Yuyun ora oleh apa-apa ing kene. Uga ora ana
katentremaning ati. Dheweke wiwit bisa nggrayang apa sing tau
dikandhakake Pak Santo biyen: “Nak Yuyun, ora kudu mlayu ngendi-
endi. Jroning playonmu kowe durung mesthi oleh katentreman, sabab
katentreman iku sejatine ana ing jroning ati lan awakmu dhewe.[…]
(Seri 12: 25)
Terjemahan:
Rasanya Yuyun tidak memperoleh apa-apa di sini. Juga tidak ada
ketenangan hati. Dia mulai bisa menyadari apa yang pernah dikatakan
Pak Santo dulu: “Nak Yuyun, tidak harus lari ke mana-mana. Dalam
pelarianmupun kamu belum pasti memperoleh ketenangan, sebab
ketenangan itu sebenarnya ada di dalam hati dan dirimu sendiri. […]
Gejolak batin Yuyun bertambah ketika tinggal di rumah Pak
Darusman. Ia sama sekali tidak menyangka jika kedatangannya di rumah
itu membuat istrinya cemburu besar. Yuyun difitnah telah menggoda dan
merebut suami orang, sehingga kejadian tersebut membuat hatinya
semakin sakit. Hal ini terbukti dalam kutipan sebagai berikut:
Kutipan:
“Ya ben….!! Pantes wae nganti tuwa durung payu rabi. Dhasar wong
wedok sundel mung ngganggu rumah tanggane wong. Ayu mung
44
rupane. Nanging klakuwane..” Yuyun ora kuwat ngrungokake
pisuhane wong wadon anak telu iku. (Seri 14: 24)
Terjemahan:
“Biaar….!! Pantas saja sampai tua belum laku kawin. Dasar
perempuan sundal hanya mengganggu rumah tangga orang. Cantik
hanya parasnya. Tapi perilakunya…” Yuyun tidak tahan mendengar
hujatan perempuan beranak tiga itu.
Belum genap empat bulan Yuyun mengajar di tempat baru, Pak
Santo menyuruhnya pulang karena ada masalah penting yang harus
diselesaikan. Heru terkena serangan jantung dan sekarat di rumah sakit.
Yuyun baru mengetahui bahwa dirinya dan Heru hanyalah korban
keserakahan orang, setelah membaca surat terakhir dari Heru yang
dititipkan kepada Pak Santo. Selama ini bukan hanya Yuyun saja yang
menderita, namun Heru pun juga sama-sama menderitanya. Yuyun hanya
melihat kesalahan Heru saja tanpa melihat kesalahannya sendiri. Akhirnya
Yuyun sadar dan meminta maaf kepada Heru atas kekerasan hati dan
keangkuhannya selama ini sebelum semuanya terlambat. Hal ini terbukti
dalam kutipan sebagai berikut:
Kutipan:
“Apuranen aku, Mas Heru… Aku aja mbok tinggal maneh, Mas
Heru… Heru…”
Heru mung mesem kanthi lambene sing pucet. Mripate kembeng-
kembeng. Dheweke nyawang Yuyun sajak ora percaya.[…]
Ukumen awakku. Aku sing kejem. Aku sing jahat!! Kowe kudu waras,
Mas Heru.” (Seri 16: 25)
Terjemahan:
“Maafkan saya, Mas Heru… Saya jangan kamu tinggalkan lagi, Mas
Heru… Heru…”
Heru hanya tersenyum dalam bibirnya yang pucat. Matanya berkaca-
kaca. Dia memandang Yuyun tak percaya.[…]
Hukumlah diriku. Sayalah yang kejam. Sayalah yang jahat!! Kamu
harus sembuh, Mas Heru.”
45
Tahapan akhir tersebut merupakan tahap peleraian dan kesudahan
cerita. Ketegangan yang dialami tokoh Yuyun membuat dirinya menjadi
sosok wanita yang kuat dan sadar akan kesalahannya selama ini yang
selalu merasa bahwa dirinyalah yang paling benar dan paling tersakiti, tapi
kenyataannya dibalik sikap keras hatinya dan keangkuhannya tersebut ada
yang lebih tersakiti dari dirinya, yaitu Heru dan Lisa. Heru sekarat, hidup
matinya masih berada di tangan dokter sehingga Yuyun masih belum bisa
menyatukan cintanya dengan Heru. Penyelesaian cerita tersebut
merupakan akhir cerita yang mengambang (floating ending).
4) Konflik
Konflik dalam cerbung ACTP karya Adinda AS menceritakan ketika
Yuyun memendam dendam dan kebencian terhadap masa lalunya yang
menyakitkan dan kebenciannya tersebut semakin membara ketika Heru
muncul kembali di kehidupannya. Kehadiran Heru membuat Yuyun
merasa terusik dan tidak tenang hidupnya dan bahkan dendamnya semakin
membara ketika ia tahu bahwa Lisa murid kesayangannya tersebut ternyata
adalah anaknya Heru dan setiap pandangan mata Lisa selalu mengingatkan
dirinya kepada laki-laki yang paling dibencinya itu. Heru sangat dibenci
Yuyun karena tega mengkhianati cintanya dan juga pergi meninggalkan
dirinya untuk menikah dengan gadis pilihan pamannya.
Yuyun mengalami beberapa kali konflik internal yang menyebabkan
hidupnya terasa tidak tenang lagi di kota itu. Hidup Yuyun merasa semakin
tidak tenang ketika Pak Haryanto, teman seprofesi guru menilai terlalu
rendah cinta seorang perempuan. Ia menganggap selalu bisa membeli cinta
46
dengan uang dan kedudukan ketika cintanya ditolak oleh Yuyun. Hal ini
terbukti dalam kutipan sebagai berikut:
Kutipan:
“Nanging penjenengan wanita. Wanita bisa ngarep-arep nampa
samubarang sing dikarepake kanthi modal ayuning rupa lan endahing
salira. Jalaran aku dudu priya kaya Pak Endra sing pegawai bank
sing sarwa cukup nadyan… dhudha!”
“Hary!!” senggrange Yuyun setengah njerit. Wong lanang tansah
mbiji asor katresnane wanita. Ajining dhiri katebas. Wong lanang
nganggep bisa tuku tresna kanthi donya lan pangkate. (Seri 7: 4)
Terjemahan:
“Tetapi kamu seorang perempuan. Perempuan bisa berharap
mendapatkan apa saja yang diinginkan dengan modal kecantikan dan
keindahan tubuhnya. Memang saya bukan seorang laki-laki seperti
Pak Endra yang pegawai bank, yang serba berkecukupan walaupun…
duda!”
“Hary!!” bentak Yuyun setengah menjerit. Laki-laki terlalu menilai
rendah cinta seorang perempuan. Harga diri terhempas. Laki-laki
menganggap bisa membeli cinta dengan dunia dan kedudukannya.
Endra pun juga demikian, karena cemburu dan ditolak cintanya oleh
Yuyun, ia menganggap kalah saingan dengan Heru yang kaya raya dan
berpangkat. Yuyun tak pernah habis pikir kenapa semua laki-laki menilai
cintanya seperti itu. Ia semakin benar-benar tidak tenang hidupnya ketika
dirinya dipanggil oleh polisi untuk menjadi saksi mata atas peristiwa
penganiayaan. Ternyata Endra melaporkan Heru ke kantor polisi dengan
tuduhan tindak penganiayaan. Akibat hasutan besarnya rasa cemburu, laki-
laki terhormat yang sudah dewasa seperti Endra termakan emosi sehingga
sampai menantang Heru berkelahi, karena ia merasa Heru telah merebut
Yuyun dari dirinya. Perkelahian antara dua orang laki-laki yang terhormat
tersebut mengundang perhatian banyak orang yang membuat Yuyun sedih
dan merasa sangat malu karena penyebab perkelahian tersebut gara-gara
memperebutkan dirinya. Hal ini terbukti dalam kutipan sebagai berikut:
47
Kutipan:
Yuyun mlayu mlebu kamar. Dheweke sedih. Bingung lan isin. Priya
loro sing kinurmatan wis padha diwasa, gelut pancakara rame ing
ngarepe umum awit padudon perkara wanita. Kebeneran wanita mau
Yuyun dhewe. Ah, Yuyun isin banget. (Seri 11: 25)
Terjemahan:
Yuyun berlari masuk ke kamar. Dia sedih. Bingung dan malu. Dua
laki-laki terhormat yang sudah dewasa, berkelahi adu jotos di depan
umum karena memasalahkan seorang perempuan. Kebetulan
perempuan itu adalah Yuyun sendiri. Ah, Yuyun malu sekali.
Kecemburuan juga menyebabkan Bu Darusman yang awalnya
mempunyai watak baik, lemah lembut, ramah, bersahaja, dan bersahabat,
tiba-tiba berubah menjadi perempuan yang penuh curiga dan memusuhi
Yuyun karena hasutan rasa cemburu. Rasa cemburunya itu membuatnya
tega menghina dan melontarkan kata-kata kotor kepada Yuyun. Hal ini
terbukti dalam kutipan sebagai berikut:
Kutipan:
“Ya ben….!! Pantes wae nganti tuwa durung payu rabi. Dhasar wong
wedok sundel mung ngganggu rumah tanggane wong. Ayu mung
rupane. Nanging klakuwane..” Yuyun ora kuwat ngrungokake
pisuhane wong wadon anak telu iku. (Seri 14: 24)
Terjemahan:
“Biaar….!! Pantas saja sampai tua belum laku kawin. Dasar
perempuan sundal hanya mengganggu rumah tangga orang. Cantik
hanya parasnya. Tapi perilakunya…” Yuyun tidak tahan mendengar
hujatan perempuan beranak tiga itu.
Yuyun mengalami beberapa kali konflik internal yang
menyebabkan hidupnya tidak tenang. Terbukti dalam kutipan berikut:
Kutipan:
Yuyun rumangsa wis ora nduwe katentreman maneh. Tekane Heru
sing dianggep nggrogoti uripe. Panyawange mripate Lisa wektu
Yuyun mulang ing ngarep kelas. Tansah mandeng landhep, ngarep-
arep lan ngenteni, ora tahan rasane Yuyun tansah nyingkur lan selak.
Eseme Pak Guru Haryanto sing lucu ngelingake pocapane sing tau
tumuju mring dheweke[…]Luwih-luwih patrape Endra, sabubare
prastawa iku Yuyun dianggep mungsuh satru bebuyutan. Mendah isin
48
lan sedih rasaning ati, kaping pindho Yuyun diundang ing kantor
Polisi Polsek[…] (Seri 11: 25)
Terjemahan:
Yuyun merasa sudah tidak punya ketenangan lagi. Kedatangan Heru
yang dianggap menggerogoti hidupnya. Pandangan mata Lisa saat
Yuyun mengajar di depan kelas. Selalu menatap tajam, mengharap
dan menanti, tidak tahan rasanya Yuyun selalu menyingkir dan
menghindari. Senyuman Pak Guru Haryanto yang jenaka
mengingatkan ucapannya kepada dirinya[…] Terlebih sikap Endra,
setelah peristiwa itu Yuyun dianggap sebagai musuh bebuyutan.
Betapa malu dan sedih rasanya hati, dua kali Yuyun diundang ke
kantor Polisi Polsek[…]
5) Klimaks
Konflik utama dalam cerbung ACTP semakin meningkat dan
semakin menegangkan ketika Yuyun memutuskan untuk meminta mutasi
pindah mengajar ke desa pelosok luar provinsi yang jauh dari suasana
keramaian kota. Hal tersebut dikarenakan Yuyun sudah tidak tahan lagi
dengan kehidupannya yang selama ini semakin tidak tenang, namun bukan
suasana tenang yang Yuyun dapatkan di desa, justru malah penghinaan dan
caci maki yang diterima. Status perawan tuanya menyebabkan Yuyun sakit
hati karena difitnah sebagai perempuan sundal yang telah menganggu dan
merebut suami orang. Yuyun sungguh sakit hati menerima penghinaan
tersebut. Akhirnya ia pulang kembali ke kota setelah menerima kabar
penting dari Pak Santo, namun sayang, Heru seorang laki-laki yang pernah
Yuyun cintai dulu tergolek sekarat di rumah sakit karena serangan jantung.
Akhirnya mata hati Yuyun terbuka dan hatinya mulai luluh setelah
membaca surat pengakuan kejadian yang sebenarnya dari Heru. Ia sadar
bahwa sikap dendam dan bencinya terhadap Heru selama ini adalah salah.
Hatinya terlalu keras. Ia merasa paling tersakiti dan menderita dalam
49
konflik ini, namun kenyataannya Heru pun juga sangat menderita dan
hanya menjadi korban keserakahan pamannya. Yuyun merasa akibat
kekerasan hati dan keangkuhannya, ia telah menyakiti dan membuat
menderita orang-orang yang sebenarnya tulus menyayanginya. Yuyun
menyesal, menangis dan meminta maaf kepada Heru atas kekerasan hati
dan sikap angkuhnya selama ini. Ia masih mencintai Heru sampai saat ini.
Yuyun berjanji ingin memulai semuanya dari awal bersama Heru, namun
sayang keadaan Heru sangat kritis. Heru berada di antara hidup dan mati
di ruang ICU. Hal ini terbukti dalam kutipan sebagai berikut:
Kutipan:
“Aku rumangsa wis nggawe sengsarane wong-wong sing sejatine
banget nresnani aku kanthi tulus. Wuta mripatku krana aku rumangsa
dadi wong sing sengsara dhewe. Aku dadi wong sing cilaka dhewe ing
ndonya iki. Wong sing kudune nampa kawigaten lan pangalembana
sing mirunggan awit kekendelane ngadhepi dhuhkita lan
kasengsaran! Iki ora liya sikep kamalungkungku, kaangkuhanku
wujud liya.[…]” (Seri 16: 24)
Terjemahan:
“Saya merasa sudah membuat menderita orang-orang yang
sebenarnya sangat mencintaiku dengan tulus. Buta mataku karena
saya merasa sayalah orang yang paling menderita. Sayalah orang yang
paling celaka dan malang di dunia ini. Orang yang paling pantas
menerima simpati dan sanjungan karena ketegarannya menghadapi
penderitaan dan kesengsaraan. Ini tidak lain adalah sikap
kesombonganku, keangkuhanku dalam bentuk lain.[…]”
b. Karakter
Karakter diklasifikasikan menjadi 2, yaitu karakter utama atau
karakter mayor dan karakter bawahan atau karakter minor. Menurut
Stanton, karakter seseorang juga bisa diketahui dari nama, deskripsi
eksplisit, komentar pengarang tentang karakter yang bersangkutan serta
komentar karakter lain dalam cerita. Tokoh-tokoh dalam cerbung ACTP
50
karya Adinda AS dapat diklasifikasikan dalam beberapa bagian, yaitu
berdasarkan peranan tokoh dalam cerbung, berdasarkan fungsi penampilan
tokoh, dan berdasarkan perkembangan karakter.
1) Berdasarkan Peranan Tokoh dalam Cerbung
Peran tokoh dalam cerbung ACTP karya Adinda AS diklasifikasikan
menjadi karakter utama (mayor) dan karakter bawahan (minor).
(1) Karakter Utama
Karakter utama adalah karakter yang terkait dengan semua peristiwa
yang berlangsung dalam cerita. Karakter utama atau karakter mayor dalam
cerbung ACTP karya Adinda AS adalah sebagai berikut:
(a) Wahyuningsih (Yuyun)
Yuyun adalah tokoh yang dominan memerankan tema cerbung
yaitu kekerasan hati seorang perempuan yang menyebabkan dirinya dan
orang lain menderita. Secara fisik tokoh Yuyun digambarkan sebagai
perempuan yang cantik, pintar, punya jabatan, dan sebagai anak kota.
Terbukti melalui dialog tokoh Bu Darusman yang memuji Yuyun saat
berbincang dengan Yuyun dan suaminya. Keadaan fisik Yuyun terbukti
dalam kutipan sebagai berikut:
Kutipan:
“Ya ora, Pak. Kaya Jeng Yuyun iki, umpamane. Wonge pinter duwe
jabatan, rupane ayu, wong kutha pisan.[…] (Seri 13: 27)
Terjemahan:
“Ya tidak, Pak. Seperti Jeng Yuyun ini, misalnya. Orangnya pandai
punya jabatan, wajahnya cantik, orang kota pula.
Yuyun seorang perempuan yang sangat menjaga perasaan orang
lain dari sikap, perilaku dan tutur katanya selalu dijaga agar tidak
51
menyakiti hati orang lain. Terbukti ketika Yuyun berhadapan dengan
Endra, ia berbicara dengan baik dan sopan agar kata-katanya tidak
menyakiti orang yang mencintainya itu. Terbukti dalam kutipan berikut:
Kutipan:
“Sing gedhe pangapuramu, Mas Endra. Aku durung bisa mikir.
Nganti tumekaning dina iki aku isih kepengin urip ijen. Maaf, Mas
Endra. Yen aku ora tumuli njawab amarga aku njaga atine Mas Endra
aja gela merga aku. Kamangka aku ngakoni wis akeh kabecikane Mas
Endra marang aku.[…] (Seri 10: 24)
Terjemahan:
“Yang besar maafmu, Mas Endra. Saya belum bisa berpikir. Sampai
hari ini saya masih ingin hidup sendiri. Maaf, Mas Endra. Jika saya
tidak secepatnya menjawab karena saya menjaga hati Mas Endra agar
tidak kecewa karena saya. Dan saya mengakui sudah banyak kebaikan
Mas Endra kepadaku.[…]
Yuyun menjalani kehidupan pribadinya sesuai dengan kata hati dan
kenyamanan. Ia tidak bisa melakukan sesuatu yang bertentangan dengan
hatinya, sehingga ia menolak ajakan Endra untuk menikah karena Yuyun
tidak bisa memaksakan hatinya untuk menerima lamaran Endra. Terbukti
dalam kutipan sebagai berikut:
Kutipan:
“Ora ana apa-apa kejaba aku pancen durung siap urip omah-omah.
Aku kepengin luwih akeh menehi kawigaten nggo gaweyanku. Aku ora
bisa meksa awakku dhewe. Mas Endra mesthi mathuk karo aku,
samubarang sing kepeksa lan dipeksa mesti wusanane ora becik
kedadeyane.” (Seri 10: 24)
Terjemahan:
“Tidak ada apa-apa kecuali saya memang belum siap hidup berumah
tangga. Saya ingin lebih banyak memberikan perhatian untuk
pekerjaanku. Saya tidak bisa memaksakan diriku sendiri. Mas Endra
tentu sependapat dengan saya, semua yang terpaksa dan dipaksa pasti
akhirnya tidak baik kejadiannya.”
Yuyun merupakan seorang perempuan yang mempunyai tekad
kuat. Ia bertekad masih ingin hidup sendiri meskipun umurnya sudah tidak
52
muda lagi, yaitu 33 tahun. Banyak yang menyebutnya sebagai perawan tua
tetapi Yuyun bertekad kuat masih ingin hidup sendiri daripada harus hidup
berumah tangga namun penuh dengan keraguan dan ketidakyakinan.
Terbukti dalam kutipan sebagai berikut:
Kutipan:
Yuyun isih nduwe tekad nglakoni uripe dhewekan ing umure sing 33
taun iki. Diadhepi patrape wong-wong sing padha nyawiyah kadidene
prawan tua, tinimbang kudu nglakoni urip omah-omah nanging kebak
ing was sumelang lan tanpa kamanteban.(Seri 1: 24)
Terjemahan:
Yuyun masih punya tekad menjalani hidup sendirian di usianya yang
ke 33 tahun ini. Dihadapi perlakuan orang-orang yang menyebutnya
sebagai perawan tua, daripada harus menjalani hidup berumah tangga
tetapi penuh keraguan dan tanpa kemantapan.
Yuyun sebagai seorang guru merupakan perempuan yang memiliki
sifat sopan. Ia berperilaku sopan santun kepada siapapun yang dijumpai,
termasuk kepada tukang kebun di sekolahan tempatnya mengajar. Terbukti
dalam kutipan sebagai berikut:
Kutipan:
“Nembe kondur, Bu Yuyun?” sapa aruhe Pak Jo tukang kebon lan
panjaga sekolahan nalika Bu Guru Wahyuningsih lagi wae metu saka
kantor guru. Dheweke mung manthuk mesem ngatonake rasa
panuwune mring wong lanang setengah tuwa sing kanthi sabar
nyrantekake gaweyane reresik lan […]. (Seri 1: 24)
Terjemahan:
“Baru pulang, Bu Yuyun?” sapa Pak Jo tukang kebun dan penjaga
sekolahan ketika Bu Guru Wahyuningsih baru saja keluar dari kantor
guru. Dia hanya mengangguk tersenyum menyatakan terima kasihnya
kepada lak-laki setengah tua yang dengan sabar menyelesaikan
pekerjaannya membersihkan dan […].
Tindakan mengangguk sambil tersenyum adalah simbol bentuk
sopan santun dan rasa hormat Yuyun kepada Pak Jo tukang kebun. Yuyun
juga mempunyai hati yang baik, sebagai seorang guru dia sangat peduli
53
dengan murid-muridnya, salah satunya kepada Lisa. Ia dengan senang hati
meluangkan waktunya untuk menemani muridnya tersebut menunggu
jemputan. Rasa naluri tidak teganya seorang perempuan ditunjukkan
ketika melihat anak didiknya menunggu sendirian dengan wajah sedih,
bahkan Yuyun juga menawarkan akan mengantarkan Lisa pulang jika
jemputannya belum juga datang. Terbukti dalam kutipan sebagai berikut:
Kutipan:
“Sudahlah. Bu Guru temani sampai jemputanmu datang. Kalau tidak
datang juga nanti Bu Yuyun antar kamu sampai rumah.”[…] (Seri 1:
24)
Terjemahan:
“Sudahlah. Bu guru temani sampai jemputanmu datang. Kalau tidak
datang juga nanti Bu Yuyun antar kamu sampai rumah.” […]
Yuyun merupakan sosok seorang perempuan yang mempunyai
sifat penyayang terhadap anak kecil. Terbukti Yuyun sangat menyayangi
murid-muridnya, salah satunya yang bernama Lisa, meskipun belum lama
mengenal anak tersebut. Terbukti dalam kutipan sebagai berikut:
Kutipan:
Durung ana setaun Yuyun srawung karo bocah iki sing wiwit
diwulang ing kelas VB limang sasi kepungkur. Embuh apa sebabe
Yuyun nyayangi murid siji iki ngungkuli liyane. (Seri 1: 24)
Terjemahan:
Belum ada setahun Yuyun mengenal anak ini yang mulai diajar di
kelas VB lima bulan lalu. Entah apa sebabnya Yuyun menyayangi
murid satu ini melebihi lainnya.
Rasa sayangnya terhadap Lisa bisa membuat murid yang lain iri,
sehingga ia harus bersikap adil memperlakukan muridnya dengan sama
dan tidak boleh membeda-bedakan satu sama lain, maka dari itu Yuyun
selalu menjaga sikapnya. Terbukti dalam kutipan sebagai berikut:
54
Kutipan:
Mula ora aneh yen Yuyun langsung kepranan marang Lisa. Nanging
dijaga patrape iki supaya ora ndadekake kameren murid liyane. (Seri
1: 24-25)
Terjemahan:
Maka tidak aneh kalau Yuyun langsung jatuh hati kepada Lisa.
Namun dijaga sikapnya ini supaya tidak menimbulkan rasa iri murid
lainnya.
Yuyun juga seorang perempuan yang tegar dalam menghadapi
masalah di hidupnya. Terbukti ia selalu menyembunyikan air matanya
ketika sedang menangis. Yuyun tidak ingin terlihat sebagai perempuan
yang lemah di hadapan siapapun, terutama di hadapan Heru. Yuyun
dengan spontan langsung menghapus air matanya yang mulai menetes
karena takut ketahuan Heru. Terbukti dalam kutipan sebagai berikut:
Kutipan:
[…]Sirahe Heru tumungkul, Yuyun enggal-enggal ngelapi mripate
sing wis teles supaya ora dikonangi Heru. (Seri 2: 24)
Terjemahan:
[…]Kepala Heru muncul, Yuyun cepat-cepat menghapus matanya
yang sudah basah supaya tidak ketahuan Heru.
Yuyun sebagai seorang guru selalu bertanggung jawab terhadap
pekerjaannya meskipun sedang diliputi masalah yang membuat hidupnya
tidak tenang. Yuyun tetap menjalankan kewajiban seorang guru yang
harus mengajar murid-muridnya. Terbukti dalam kutipan sebagai berikut:
Kutipan:
Yen ora amarga rasa tanggung jawab lan tresnane mring gaweyane,
mbok menawa kepengine Yuyun arep mbolos maneh ora nindakake
kuwajiban samesthine.[…] (Seri 3: 24)
Terjemahan:
Kalau tidak karena rasa tanggung jawab dan cintanya terhadap
pekerjaannya, mungkin keinginan Yuyun akan membolos lagi tidak
menjalankan kewajiban semestinya.[…]
55
Yuyun sebagai manusia biasa tidak henti-hentinya memanjatkan
syukur kepada Tuhan atas karunia yang diterimanya. Apalagi ketika
Yuyun selamat dari musibah kecelakaan yang dialami, dia tidak henti-
hentinya mengucap syukur kepada Tuhan karena masih diberi hidup.
Terlebih ketika ia tahu bahwa tukang becak yang mengalami kecelakaan
bersamanya, nyawanya tidak bisa diselamatkan. Terbukti dalam kutipan
sebagai berikut:
Kutipan:
Sirahe sing ndek sore kebentus aspal dalan rasane sangsaya lara.
Syukur ora ana perangan awak sing nuwuhake cacad salawase urip.
Tukang becak sing ketabrak kabare tiwas ngenggon. Yuyun muji
syukur ing ngarsane Pangeran dene isih dislametake. Yuyun ndonga
enggal pinaringan waluya jati. Nyebut asmane Gusti Allah makaping-
kaping. (Seri 7: 25)
Terjemahan:
Kepalanya yang tadi sore terbentur aspal jalan rasanya semakin sakit.
Syukur tidak ada bagian tubuh yang menyebabkan cacat seumur
hidup. Tukang becak yang tertabrak kabarnya meninggal di tempat.
Yuyun bersyukur kepada Tuhan karena masih diselamatkan. Yuyun
berdoa agar memperoleh kesembuhan. Menyebut nama Allah berkali-
kali.
Perilaku di atas menggambarkan bahwa Yuyun merupakan sosok
perempuan yang religius. Yuyun selain seorang perempuan yang religius,
juga mempunyai kepribadian yang dapat dipercaya atau amanah. Rasa
sayangnya terhadap Lisa membuat Heru mempercayakan Lisa untuk
diasuh oleh Yuyun sepeninggalnya. Heru menulis surat wasiat untuk
mempercayakan Lisa kepada Yuyun karena Yuyun perempuan yang tulus
menyayangi Lisa. Heru juga tidak yakin ada orang lain yang tulus
menyayangi Lisa seperti Yuyun. Terbukti dalam kutipan sebagai berikut:
56
Kutipan:
Ningsih, ora ana wong liyane sing luwih tak percaya kejaba sliramu
sing bisa ngemong Lisa. Sliramu sing banget ditresnani Lisa. Aku ora
tega masrahake Lisa marang wong sing aku durung yakin bisa
nresnani dheweke. (Seri 16: 24)
Terjemahan:
Ningsih, tidak ada orang lain yang lebih kupercaya selain dirimu yang
bisa merawat Lisa. Kamulah yang sangat dicintai Lisa. Saya tidak tega
menyerahkan Lisa kepada orang yang saya belum yakin bisa
mencintai dirinya.
Yuyun sebagai seorang perempuan biasa juga mempunyai sifat
negatif, terlebih ketika masalah demi masalah menganggu hidupnya. Masa
lalunya yang menyakitkan telah merubah Yuyun menjadi sosok
perempuan yang keras hati, apalagi terhadap Heru, laki-laki dalam masa
lalunya tersebut. Terbukti dalam kutipan berikut yang menggambarkan
bahwa Yuyun berkeras hati tidak ingin diantarkan pulang oleh Heru
meskipun sudah berkali-kali dibujuk Heru.
Kutipan:
“Ayohlah, Dhik. Tak dherekake, tinimbang mlaku panas-panas
ngene.”
“Terima kasih. Tak apa-apa. Aku sudah biasa berjalan,” wangsulane
Yuyun tansah atos tanpa nuduhake paseduluran lan memitran. (Seri
1: 49)
Terjemahan:
“Ayohlah, Dik. Ku antar daripada berjalan panas-panas begini.”
“Terima kasih. Tak apa-apa. Saya sudah biasa berjalan,” jawab Yuyun
ketus tanpa menunjukkan keramahan dan persaudaraan.
Rasa curiga selalu Yuyun ditujukan terhadap apapun yang
dilakukan Heru. Heru selalu salah dan tidak pernah ada benarnya di mata
Yuyun. Terbukti dalam kutipan sebagai berikut:
Kutipan:
Yen dirasak-rasakake Yuyun ngendikane Pak Santo mau lagune kaya
nyalahake dheweke uga. Wah, sajake Pak Santo lan ibu priyayi sing
57
kinurmatan iki wis bisa “diperalat” wong sugih sing jenenge Heru.
Mbuh semono gedhene pandakwa lan sujanane Yuyun marang Heru.
(Seri 14: 39)
Terjemahan:
Kalau dirasakan Yuyun bicaranya Pak Santo tadi lagunya seperti
menyalahkan dirinya juga. Wah, sepertinya Pak Santo dan ibu priyayi
yang terhormat ini sudah bisa “diperalat” orang kaya yang bernama
Heru. Demikian besarnya prasangka dan curiganya Yuyun terhadap
Heru.
Akibat rasa kecewanya terhadap Heru, Yuyun sangat sakit hati dan
menaruh dendam terhadap Heru. Dendamnya semakin memuncak ketika
Yuyun teringat perlakuan Heru di masa lalu terhadap dirinya. Ia tidak bisa
melupakan dendamnya meskipun peristiwa tersebut sudah berlangsung
sangat lama. Terbukti dalam kutipan sebagai berikut:
Kutipan:
Nora bakal lali nganti mati lelakon iki nadyan wis suwe klakone. (Seri
2: 24)
Terjemahan:
Tidak akan pernah lupa sampai mati kejadian ini sekalipun sudah lama
berlalu.
Di sisi lain Yuyun juga mempunyai sifat yang angkuh. Akibat rasa
sakit dan dendamnya membuat Yuyun berubah menjadi perempuan yang
angkuh dan sombong, perempuan yang memusuhi laki-laki yang pernah
dicintainya. Terbukti dalam kutipan sebagai berikut:
Kutipan:
Saben tembung sing kewetu tansah kaucapake kanthi tandhes,
nuduhake anane rasa memungsuhan. […]Yuyun kebangeten angkuh
kanggo nggubris kabeh mau. (Seri 9: 25)
Terjemahan:
Setiap kalimat yang keluar selalu terucap dengan tegas, menunjukkan
adanya rasa permusuhan. […]Yuyun terlalu angkuh untuk
menggubris semua tadi.
58
Kutipan di atas menggambarkan bahwa Yuyun mempunyai sifat
yang angkuh dan sombong yang disebabkan oleh rasa dendam yang
menyelimuti hatinya terhadap Heru. Yuyun selain angkuh, juga seorang
perempuan yang keras kepala. Apapun keinginannya harus terlaksana dan
tidak ada satupun orang yang bisa mencegahnya. Terbukti sejak
kedatangan Heru dan masalah-masalah yang hadir di hidupnya membuat
Yuyun merasa tidak tenang, sehingga ia ingin pindah ke desa yang jauh
dari kota. Keinginannya tersebut tidak disanggupi oleh Pak Santo karena
Pak Santo ingin Yuyun tetap mengajar di kota, namun sayang sikap keras
hati Yuyun membuat keinginan pindahnya harus dipenuhi. Terbukti dalam
kutipan sebagai berikut:
Kutipan:
“Atur panuwun ingkang tanpa wates. Nanging ingkang ageng
pangapuntening bapak-ibu, kula punika pancen anak ingkang
wangkot aten. Kalilana kula badhe nuruti krenteging ati.” (Seri 11:
25)
Terjemahan:
“Terima kasih banyak. Namun maafkan saya bapak-ibu, saya itu
memang anak yang keras kepala. Relakan saya ingin menuruti
kehendak hati.”
Dendam yang menggerogoti hati Yuyun tidak hanya membuatnya
angkuh, namun juga membuatnya bersifat egois. Ia melihat masalahnya
hanya dari sudut pandang pribadinya saja dan tidak melihat dari segi orang
lain juga, sehingga membuatnya berperilaku egois. Sikap egoisnya dapat
dibuktikan dari dialog Yuyun sendiri yang menyadari bahwa dirinya telah
bersikap egois selama ini. Terbukti dalam kutipan sebagai berikut:
Kutipan:
“Kula sapunika sadhar, Pak. Kula ingkang kejem. Kula ingkang
jahat. Egois! […]” (Seri 16: 24)
59
Terjemahan:
“Saya sekarang sadar, Pak. Saya yang kejam. Saya yang jahat. Egois!
[…]”
Alasan seorang karakter untuk bertindak sebagaimana yang ia
lakukan dinamakan motivasi. Motivasi sendiri dibagi dua, motivasi
spesifik dan motivasi dasar. Motivasi spesifik adalah alasan atas reaksi
spontan seorang karakter yang mungkin juga tidak disadari, yang
ditunjukkan oleh adegan atau dialog tertentu. Motivasi dasar adalah suatu
aspek umum dari satu karakter atau dengan kata lain hasrat dan maksud
yang memandu sang karakter dalam melewati keseluruhan cerita. Arah
yang dituju oleh motivasi dasar adalah arah tempat seluruh motivasi
spesifik bermuara. Motivasi-motivasi pada tokoh Yuyun tersebut nampak
dalam penjelasan sebagai berikut.
Motivasi tokoh Yuyun membenci dan memusuhi Lisa, murid yang
paling disayangi dikarenakan Lisa merupakan anaknya Heru. Yuyun
sebelum mengetahui hal tersebut sangat menyayangi Lisa dibandingkan
dengan muridnya yang lain, namun setelah mengetahui bahwa Lisa adalah
anaknya Heru tiba-tiba Yuyun berubah menjadi membenci dan memusuhi
Lisa bahkan ia pun juga berubah bersikap kasar. Motivasi spesifik Yuyun
terhadap sikapnya yang berubah menjadi kasar, membenci dan memusuhi
Lisa adalah karena Lisa merupakan anak dari Heru. Terbukti dalam
kutipan sebagai berikut:
Kutipan:
Sumilire angin krasa ngelus ati. Rasa trenyuh, mrinding lan sedih
dadi siji. Lisa murid sing pinter dhewe, murid sing disayang dhewe
dumadakan wiwit dimungsuhi. Dumadakan Yuyun asikep kasar
bareng ngerti dheweke anake Heru sing tau natoni atine.(Seri 3: 24)
60
Terjemahan:
Desiran angin terasa menyentuh hati. Rasa kasian, merinding dan
sedih jadi satu. Lisa murid terpandai, murid yang paling disayang tiba-
tiba mulai dimusuhi. Tiba-tiba Yuyun bersikap kasar setelah tahu
bahwa dia anaknya Heru yang pernah menyakiti hatinya.
Motivasi spesifik di atas memiliki maksud tersendiri, yaitu tokoh
Yuyun menyimpan dendam terhadap Heru yang pernah menyakiti hatinya
di masa lalu. Rasa sakit dan kecewanya terhadap Heru menimbulkan
perasaan dendam yang tersimpan di dalam hati. Motivasi dasar Yuyun
adalah perasaan dendam yang mendalam terhadap Heru. Terbukti dalam
kutipan sebagai berikut:
Kutipan:
[…]Bocah cilik saumure Lisa ora bakal ngerti yen sajatine ibu gurune
ngendhem penyakit sing sumbere saka bapake Lisa dhewe. (Seri 4:
24)
Terjemahan:
Anak kecil seumur Lisa tidak akan mengerti kalau sebenarnya ibu
gurunya memendam penyakit yang bersumber dari ayahnya Lisa
sendiri.
Yuyun dengan keras membanting pintu dan pergi meninggalkan
Hary dengan mempercepat langkah kakinya tanpa menghiraukan Hary
yang masih duduk terdiam. Motivasi spesifik Yuyun membanting pintu
dengan keras adalah karena ia marah terhadap Hary. Terbukti dalam
kutipan sebagai berikut:
Kutipan:
Yuyun ora wangsulan maneh. Rerikatan mlayu metu, lawang kantor
guru dibanting kasar ninggal Hary sing isih lungguh dheleg-dheleg.
Kaya ngene iki adate Yuyun yen nembe ketaton.[…] (Seri 7: 24)
Terjemahan:
Yuyun tidak menjawab lagi. Buru-buru lari keluar, pintu kantor guru
dibanting dengan kasar meninggalkan Hary yang masih duduk
terlongong-longong. Seperti inilah adat Yuyun kalau lagi tersinggung.
61
Perilaku Yuyun di atas dilandasi oleh motivasi spesifik rasa
marahnya terhadap Hary. Yuyun tidak terima dengan perkataan Hary yang
menilai bahwa cinta seorang perempuan dapat dibeli dengan harta dan
jabatan. Yuyun merasa tersinggung dan merasa terhina harga dirinya,
sehingga membuat emosinya memuncak. Motivasi dasar Yuyun marah
terhadap Hary adalah karena ia tersinggung dengan perkataan Hary.
Terbukti dalam kutipan sebagai berikut:
Kutipan:
“Hary!!” senggrange Yuyun setengah njerit. Wong lanang tansah
mbiji asor katresnane wanita. Ajining dhiri katebas. Wong lanang
nganggep bisa tuku tresna kanti donya lan pangkate. Atine Bu Guru
Yuyun kesenggol. (Seri 7: 24)
Terjemahan:
“Hary!!” bentak Yuyun setengah menjerit. Laki-laki terlalu menilai
rendah cinta seorang perempuan. Harga diri terhempas. Laki-laki
menganggap bisa membeli cinta dengan dunia dan kedudukannya.
Hati Bu Guru Yuyun tersinggung.
Yuyun selalu berusaha menghindari Endra ketika dimintai jawaban
atas lamaran Endra yang berniat ingin mengajaknya menikah. Yuyun
selalu menunda-nunda jawaban tersebut karena tidak ingin menyakiti
perasaan Endra jika ia berterus terang menolak lamarannya. Yuyun juga
tidak ingin membuat Endra kecewa karena sudah banyak kebaikan yang
Endra lakukan untuknya. Motivasi spesifik Yuyun yang selalu menunda-
nunda jawaban penolakan dan menghindari Endra adalah karena Yuyun
tidak ingin menyakiti perasaan Endra dan membuatnya kecewa. Terbukti
dalam kutipan sebagai berikut:
Kutipan:
“Sing gedhe pangapuramu Mas Endra. Aku durung bisa mikir. Nganti
tumekaning dina iki aku isih kepengin urip ijen. Maaf, Mas Endra.
62
Yen aku ora tumuli njawab amarga aku njaga atine Mas Endra aja
gela merga aku. Kamangka aku ngakoni wis akeh kabecikane Mas
Endra marang aku. Aku nyuwun maaf, Mas.” mengkono wangsulane
Yuyun. Wangsulan nulak, sawise makaping-kaping ngendhani. (Seri
10: 24)
Terjemahan:
“Yang besar maafmu Mas Endra. Saya belum bisa berpikir. Sampai
hari ini saya masih ingin hidup sendiri. Maaf, Mas Endra. Jika saya
tidak secepatnya menjawab karena saya menjaga hati Mas Endra agar
tidak kecewa karena saya. Dan saya mengakui sudah banyak kebaikan
Mas Endra kepadaku. Saya minta maaf, Mas.” demikian jawaban
Yuyun. Jawaban penolakan, setelah berkali-kali menghindari.
Tindakan Yuyun di atas dilandasi oleh hasratnya yang belum siap
hidup berumah tangga. Yuyun masih ingin memberikan perhatian yang
lebih terhadap pekerjaannya. Ia tidak bisa memaksakan hatinya untuk
menerima lamaran Endra karena Yuyun masih ingin hidup sendiri.
Motivasi dasar Yuyun menolak lamaran Endra adalah hasratnya yang
belum siap hidup berumah tangga. Terbukti dalam kutipan berikut:
Kutipan:
“Ora ana apa-apa kejaba aku pancen durung siap urip omah-omah.
Aku kepengin luwih akeh menehi kawigaten nggo gaweyanku. Aku ora
bisa meksa awakku dhewe. Mas Endra mesthi mathuk karo aku,
samubarang sing kepeksa lan dipeksa mesti wusanane ora becik
kedadeyane.” (Seri 10: 24)
Terjemahan:
“Tidak ada apa-apa kecuali saya memang belum siap hidup berumah
tangga. Saya ingin lebih banyak memberikan perhatian untuk
pekerjaanku. Saya tidak bisa memaksa diriku sendiri. Mas Endra tentu
sependapat dengan saya, segala sesuatu yang terpaksa dan dipaksa
pasti akhirnya tidak baik jadinya.”
Yuyun meminta kepada Pak Santo untuk dipindahkan mengajar di
desa yang jauh dari kota. Niat Yuyun tersebut dikarenakan ia merasa
terusik dengan masalah-masalah yang menimpanya. Masalah-masalah
tersebut membuat hidupnya terasa tidak tenang. Motivasi spesifik Yuyun
63
pindah mengajar karena dirinya merasa hidupnya sudah tidak tenang lagi.
Terbukti dalam kutipan sebagai berikut:
Kutipan:
[…]Dheweke matur nyuwun pindhah mulang saka kutha iki. Yuyun
rumangsa wis ora nduwe katentreman maneh. Tekane Heru sing
dianggep nggrogoti uripe. Panyawange mripate Lisa wektu Yuyun
mulang ing ngarep kelas. […]ora tahan rasane Yuyun tansah
nyingkur lan selak. Eseme Pak Guru Haryanto sing lucu ngelingake
pocapane sing tau tumuju mring dheweke[…]. Luwih-luwih patrape
Endra, sabubare prastawa iku Yuyun dianggep mungsuh satru
bebuyutan. (Seri 11: 25)
Terjemahan:
[…]Dia bilang minta pindah mengajar dari kota ini. Yuyun merasa
sudah tidak punya ketenangan lagi. Kedatangan Heru yang dianggap
menggerogoti hidupnya. Pandangan mata Lisa saat Yuyun mengajar
di depan kelas. […]tidak tahan rasanya Yuyun selalu menyingkir dan
menghindar. Senyuman Pak Guru Haryanto yang lucu mengingatkan
ucapannya yang pernah tertuju kepada dirinya[…]. Terlebih sikap
Endra setelah peristiwa itu Yuyun dianggap musuh bebuyutan.
Perasaan tidak tenang tersebut disebabkan oleh beberapa konflik
yang menimpa Yuyun. Rasa dendam yang mendalam menjadi penyebab
utama dalam konflik yang Yuyun hadapi. Dendam itu membuat sakit hati
dan juga membuat hidupnya terasa tidak tenang. Motivasi dasar Yuyun
merasa tidak tenang dikarenakan rasa dendam yang membakar hatinya.
Terbukti dalam kutipan sebagai berikut:
Kutipan:
“[…]Awakmu kudu bisa urip mbukak lembaran lan babak anyar.
Sawijining urip sing adoh saka rasa dendham lan sengit. Dendham
iku ora liya borok jroning ati lan jiwa kita. Njalari jiwa kita lara lan
kelara-lara, urip dadi ora tau tentrem.” (Seri 11: 25)
Terjemahan:
“[…]Kamu harus bisa hidup membuka lembaran dan babak baru.
Sebuah kehidupan yang jauh dari rasa dendam dan iri. Dendam itu
tidak lain borok dalam hati dan jiwa kita. Membuat jiwa kita sakit dan
tersakiti, hidup menjadi tidak pernah tenang.”
64
(b) Heru Purnomo
Heru merupakan seorang laki-laki yang berumur empat puluh
tahun yang berperilaku sopan. Terbukti ketika menjemput putrinya pulang
sekolah tidak sengaja bertemu dengan ibu gurunya, Heru kemudian
menundukkan kepala sebagai tanda memberi salam hormat kepada guru
anaknya. Terbukti dalam kutipan sebagai berikut:
Kutipan:
[…]Priya kuwi mung mesem ing sewalike kaca mata ireng sing
dienggo krungu protese anake. Dheweke banjur manthuk ngurmati
Yuyun. (Seri 1: 25)
Terjemahan:
[…]Lelaki itu hanya tersenyum dibalik kaca mata hitam yang dipake
mendengar protes anaknya. Dia lalu mengangguk menghormati
Yuyun.
Heru selain berperilaku sopan, juga mempunyai sifat yang ramah
terhadap siapa saja. Terbukti ketika tidak sengaja Heru bertemu dengan
Endra, ia menyapanya dengan ramah meskipun dirinya tidak kenal akrab
dengan Endra. Terbukti dalam kutipan sebagai berikut:
Kutipan:
“Sugeng sonten… Mas Endra jebule,” sapa aruhe Heru grapyak.
(Seri 10: 25)
Terjemahan:
“Selamat sore… Mas Endra ternyata,” sapa Heru ramah.
Heru juga mempunyai sifat baik hati. Ia tahu kalau Yuyun pulang
dengan berjalan kaki, maka dari itu ia menawarkan untuk mengantarkan
Yuyun pulang. Lagi pula cuaca pada siang hari itu juga terlalu panas, Heru
tidak ingin guru ananknya itu pulang dengan berjalan kaki kepanasan.
Terbukti dalam kutipan sebagai berikut:
65
Kutipan:
“Ah, ya uwis. Wis awan. Ayo tak dherekake kondur bali sisan,” ujare
Heru nyumurupi kaanan guru anake. (Seri 1: 25)
Terjemahan:
“Ah, ya sudah. Sudah siang. Ayo ku antar pulang sekalian,” ucap Heru
menyadari kondisi guru anaknya.
Heru merupakan sosok laki-laki yang mau mengakui kesalahan. Ia
tidak malu dan bahkan dengan berbesar hati mau mengakui kesalahan-
kesalahan yang pernah diperbuatnya. Heru pasrah dengan hukuman yang
akan diterima sebagai akibat atas kesalahannya, asalkan bisa dimaafkan.
Terbukti dalam kutipan sebagai berikut:
Kutipan:
“Aku ngakoni ing saperangan prakara aku sing salah. Kadidene
wong sing salah aku pasrah sumarah ing ngarepmu. Ukumen awakku.
Tindakna apa sing mbok anggep pantes dhewe nggo ngukum aku
murwad karo kesalahanku.” (Seri 5: 24)
Terjemahan:
“Saya mengakui dalam beberapa masalah saya yang salah. Sebagai
orang yang bersalah saya pasrah diri di hadapanmu. Hukumlah diriku.
Lakukanlah apa yang kau anggap paling pantas untuk menghukumku
setimpal dengan kesalahanku.”
Heru juga merupakan laki-laki yang berkeinginan kuat. Ia tetap
berjuang agar bisa bertemu dengan Yuyun lagi setelah sebelas tahun
kehilangan Yuyun. Heru tidak pernah patah semangat dan tak putus asa
meskipun Yuyun berulang kali menolak untuk bertemu dengannya.
Terbukti dalam kutipan sebagai berikut:
Kutipan:
“Nanging keparenga sepisan iki aku nemoni sliramu sawise sewelas
taun luwih aku nggoleki sliramu. Sewelas taun aku ngupadi lacak lan
playumu. Rasane sliramu ilang tanpa tilas.[…]” (Seri 5: 24)
66
Terjemahan:
“Namun ijinkan sekali ini saya menemui dirimu setelah sebelas tahun
lebih saya mencarimu. Sebelas tahun saya berusaha melacak
kepergianmu. Rasanya dirimu hilang tanpa bekas.[…]”
Heru adalah laki-laki yang bertekad kuat mempertahankan
cintanya terhadap Yuyun. Ia sadar akan resiko yang akan diterimanya. Ia
tetap bertekad ingin hidup bersama dengan perempuan yang dicintainya,
meskipun nantinya banyak orang yang akan mencelanya sebagai anak
yang tidak tahu balas budi atau bahkan dianggap sebagai anak durhaka.
Terbukti dalam kutipan sebagai berikut:
Kutipan:
“[…]Aku nedya urip bebarengan karo sliramu nadyan kabeh wong
nganggep aku anak sing ora nduwe rasa panuwun marang kabecikane
wong tuwa. Malah mbok menawa ana sing ngarani aku anak
duraka!” (Seri 5: 24)
Terjemahan:
“[…]Saya bertekad hidup bersama dirimu meskipun semua orang
menganggap saya anak yang tidak punya rasa terima kasih terhadap
kebaikan orang tua. Bahkan mungkin ada yang menyebut saya anak
durhaka!”
Heru merupakan sosok laki-laki yang sabar dan mengalah.
Terbukti ketika Heru ditantang berkelahi oleh Endra, ia menanggapinya
dengan sabar dan bahkan setiap jotosan yang Endra tujukan, dihindari
dengan sikap mengalah. Terbukti dalam kutipan sebagai berikut:
Kutipan:
“Sing gedhe pangapuramu, Dhik. Aku rak wis nyoba ngalah lan
sabar. Nanging Pak Endra ora ngrumangsani. Saben jotosan lan
tendhangan sikile mleset malah tambah bringas[…]” (Seri 11: 31)
Terjemahan:
“Yang besar maafmu, Dhik. Saya kan sudah mencoba mengalah dan
sabar. Namun Pak Endra tidak menyadari. Setiap pukulan dan
tendangan kakinya meleset malah menambah kebringasannya[…]”
67
Heru pergi dengan membawa bayi Lisa yang sebenarnya bukan
darah dagingnya sendiri. Lisa dibawa pergi Heru hanya sebagai alat untuk
membalas sakit hatinya terhadap keluarga Budiman. Heru merasa telah
dibohongi dan dikorbankan untuk menutup aib keluarga Budiman. Rasa
sakit hatinya menumbuhkan rasa dendam di hati, sehingga Heru membawa
Lisa kabur hanya sebagai alat untuk membalaskan dendamnya. Motivasi
spesifik Heru membawa kabur Lisa adalah karena Lisa bisa digunakan
sebagai alat untuk membalaskan dendamnya terhadap keluarga Budiman.
Terbukti dalam kutipan sebagai berikut:
Kutipan:
”Tak gawa bayi iku mung kanggo nggawe susahe lan bingunge wong-
wong iku. Miturut hukum pancen Lisa sah anakku. Aku wong sing
nduwe hak asuh bayi iku. Dak gawa bayi iku ora merga aku
nggunakake hakku, nanging aku mung kepengin males lara ati sing
tau tak alami marang wong-wong sing wis tega ngejur tresnaku.”
(Seri 15: 24)
Terjemahan:
“Kubawa bayi itu hanya untuk membuat susah dan bingung orang-
orang itu. Secara hukum memang Lisa sah anakku. Saya orang yang
punya hak asuh bayi itu. Kubawa bayi itu bukan karena saya
menggunakan hakku, tetapi saya hanya ingin membalas sakit hati
yang pernah kualami terhadap orang-orang yang sudah tega merusak
cintaku.
Motivasi di atas memiliki maksud tersendiri, yaitu tokoh Heru tahu
bahwa Lisa merupakan garis keturunan terakhir trah Budiman sepeninggal
ibunya. Lisa digunakan Heru sebagai alat untuk membalaskan dendamnya.
Hal tersebut dilakukan untuk menyiksa perasaan keluarga Budiman, agar
setiap hari keluarga Budiman selalu diliputi rasa khawatir dan ketakutan
karena bisa saja cucu satu-satunya tersebut dibuang oleh Heru. Motivasi
dasar Heru memakai Lisa sebagai alat untuk membalaskan dendamnya
68
adalah karena Lisa merupakan garis keturunan terakhir trah Budiman.
Terbukti dalam kutipan berikut:
Kutipan:
“Aku ngerti Lisa siji-sijine garis turune trah Budiman, sapungkure
Rima putri tunggale. Kanthi mengkono ya ben wong tuwa-tuwa sing
wis tumindak daksiya karo aku iku saben dina ngalami kuwatir lan
kaweden, nganggep sawayah-wayah Lisa bakal tak buang ing
ndalan.” (Seri 15: 24)
Terjemahan:
“Saya tahu Lisa satu-satunya garis keturunan trah Budiman,
sepeninggal Rima putri tunggalnya. Dengan begitu biarlah orang tua-
tua yang pernah melakukan perbuatan jahat terhadapku itu setiap hari
mengalami khawatir dan ketakutan, menganggap sewaktu-waktu Lisa
bisa ku buang dijalan.”
(2) Karakter Bawahan
Karakter bawahan atau karakter minor adalah karakter tambahan
yang mendampingi karakter utama dalam berlangsungnya cerita. Karakter
bawahan dalam cerbung ACTP karya Adinda AS adalah sebagai berikut:
(a) Endra
Endra seorang pegawai bank yang dicemburui Hary karena telah
merebut Yuyun darinya. Ia seorang duda yang berumur 45 tahun yang
sangat mencintai dan mengharapkan Yuyun untuk menjadi istrinya. Tokoh
Endra dihadirkan pengarang dengan karakter lelaki yang dewasa, mapan
dengan fisik yang gagah dan ganteng, serta mempunyai sifat yang
bijaksana, penuh perhatian dan pengertian, selalu sopan dan lemah lembut
terhadap Yuyun. Terbukti dalam kutipan sebagai berikut:
Kutipan:
Endra sing katon tata laire cukup gagah ngganteng, kebak kawigaten
lan pangerten serta asikep alus nuju prana marang dheweke. (Seri 1:
24)
69
Terjemahan:
Endra yang terlihat fisik lahirnya cukup gagah, ganteng, penuh
perhatian dan pengertian serta bersikap lemah lembut terhadap
dirinya.
(b) Pak Jo
Pak Jo adalah tukang kebun dan penjaga SD tempat Yuyun
mengajar. Pak Jo dideskripsikan memiliki karakter tokoh yang sopan,
sabar, dan rajin dalam menyelesaikan pekerjaannya sebagai tukang kebun.
Terbukti dalam kutipan sebagai berikut:
Kutipan:
“Nembe kondur, Bu Yuyun?” sapa aruhe Pak Jo tukang kebon lan
panjaga sekolahan nalika Bu Guru Wahyuningsih lagi wae metu saka
kantor guru. Dheweke mung manthuk mesem ngatonake rasa
panuwune mring wong lanang setengah tuwa sing kanthi sabar
nyrantekake gaweyane reresik lan ngancingi kantor guru lan pager
pekarangan sekolahan SD iku. (Seri 1: 24)
Terjemahan:
“Baru pulang, Bu Yuyun?” sapa Pak Jo tukang kebun dan penjaga
sekolahan ketika Bu Guru Wahyuningsih baru saja keluar dari kantor
guru. Dia hanya mengangguk tersenyum menyatakan rasa terima
kasihnya kepada laki-laki setengah tua yang dengan sabar
menyelesaikan pekerjaannya membersihkan dan mengunci kantor
guru dan pagar halaman sekolahan SD itu.
(c) Alisa Prihatini (Lisa)
Lisa dalam cerbung ACTP ini diceritakan sebagai anak Heru
Purnomo yang berusia 11 tahun, yang tak lain adalah murid kelas VB yang
paling disayangi Yuyun. Lisa seorang anak yang memiliki karakter paling
pandai di kelasnya, penurut, berparas cantik dan berkulit putih bersih.
Anaknya ramah namun pendiam, dan memiliki pola pemikiran seperti
orang dewasa. Terbukti dalam kutipan berikut:
Kutipan:
Embuh apa sebabe Yuyun nyayangi murid siji iki ngungkuli liyane.
Lisa pinter dhewe ing kelase. Bocahe lantip, mbangun miturut.
70
Rupane ayu pakulitane resik, grapyak semanak mung rada menengan.
Nadyan umure lagi sewelas taun nanging yen omong lan gagrag-
pamikire kaya remaja sing adoh luwih tuwa. (Seri 1: 24)
Terjemahan:
Entah apa sebabnya Yuyun menyayangi murid yang satu ini melebihi
lainnya. Lisa pintar sendiri di kelasnya. Anaknya cerdas, penurut.
Wajahnya cantik kulitnya bersih, ramah tetapi agak pendiam.
Sekalipun usianya baru sebelas tahun namun kalau bicara dan pola
berpikirnya seperti remaja yang jauh lebih tua.
(d) Pak Kardi
Pak Kardi adalah sopir pribadi Heru yang sering mengantar dan
menjemput Lisa ke sekolah. Pak Kardi dideskripsikan memiliki karakter
yang sabar dan rajin. Terbukti dalam kutipan sebagai berikut:
Kutipan:
“Lisa paling suka diantar Pak Kardi sopir kami di rumah. Orangnya
sabar dan rajin. (Seri 1: 25)
Terjemahan:
“Lisa paling suka diantar Pak Kardi sopir kami di rumah. Orangnya
sabar dan rajin.
(e) Nurma
Tokoh Nurma adalah perempuan asli Padang, mahasiswa Fakultas
Ekonomi semester delapan yang menempati kamar sebelah di asrama putri
tempat Yuyun tinggal. Nurma memiliki karakter baik hati dan suka
tersenyum. Terbukti dalam kutipan sebagai berikut:
Kutipan:
“Ada tamu mencari Mbak Yuyun. Seorang boss bawa mobil bagus,”
ujare karo mesam-mesem nggregetake. (Seri 2: 24)
Terjemahan:
“Ada tamu mencari Mbak Yuyun. Seorang boss bawa mobil bagus,”
katanya sambil tersenyum menggemaskan.
71
(f) Tono
Tono merupakan teman sekelas Lisa di kelas VB. Tokoh Tono
dideskripsikan sebagai seorang murid yang paling bandel dan nakal.
Terbukti dalam kutipan sebagai berikut:
Kutipan:
“Nganti umbele metu kabeh.” tambahe Tono muride sing paling
bandhel. (Seri 3: 25)
Terjemahan:
“Sampai ingusnya keluar semua.” tambah Tono muridnya yang paling
bandel.
(g) Shinta
Tokoh Shinta muncul sebagai teman baik Heru yang membantunya
merawat dan mengasuh Lisa ketika masih bayi. Shinta dan suaminya
dengan baik hati mau membantu merawat bayi Lisa karena selama empat
tahun umur pernikahan mereka belum dikaruniai seorang anak. Tokoh
Shinta dihadirkan dengan karakter cantik, modis, dan glamour. Terbukti
dalam kutipan sebagai berikut:
Kutipan:
Yuyun kelingan rapote Lisa sing pungkasan dijukuk wanita anom,
wali murid, wektu kuwi dikira ibune. Sulistya lan modist banget kanthi
penganggo mewah,[…] (Seri 4: 25)
Terjemahan:
Yuyun teringat raportnya Lisa yang terakhir diambil perempuan
muda, wali murid, waktu itu dikira ibunya. Cantik dan modis sekali
dengan penampilan mewah,[…]
(h) Haryanto
Haryanto adalah guru yang mengajar murid kelas VA. Teman kerja
Yuyun ketika di kantor. Pak Guru Hary di lingkungan sekolahan terkenal
sebagai seorang guru muda yang mempunyai karakter suka melucu,
72
humoris dan pandai bercerita. Wajahnya yang mirip dengan pelawak
Ateng yang suka membuat orang tertawa membuat banyak murid-murid
menyukainya. Terbukti dalam kutipan sebagai berikut:
Kutipan:
Ing lingkungan sekolahan Pak Hary kepetung guru enom sing seneng
nglucu, humoris lan pinter crita. Kebeneran rupane memper pelawak
Ateng nadyan dedege lan lemune ora memper. Wonge seneng ndagel,
mula bakate iki disenegi murid-murid akeh. (Seri 6:24)
Terjemahan:
Di lingkungan sekolahan Pak Hary terhitung guru muda yang senang
melucu, humoris dan pandai bercerita. Kebetulan wajahnya mirip
pelawak Ateng meskipun postur tubuh dan gemuknya tidak sama.
Orangnya suka melucu, sehingga bakatnya ini disenangi banyak
murid-murid.
(i) Pak Santo
Pak Santo adalah kepala sekolah tempat Yuyun mengajar di SD
yang ada di Kota Semarang. Pak Santo sudah Yuyun anggap seperti
bapaknya sendiri. Pak Santo sosok pemimpin yang bijaksana dan sering
memberi nasihat kebaikan kepada Yuyun. Terbukti dalam kutipan sebagai
berikut:
Kutipan:
Yuyun matur nuwun marang Pak Santo, pimpinane sing wicaksana
mau. (Seri 7: 25)
Kaya adat sabene Yuyun ngrungokake pituture Pak Santo kebak
kawigaten. (Seri 14: 25)
Terjemahan:
Yuyun berterima kasih kepada Pak Santo, pimpinannya yang
bijaksana itu.
Seperti adat sebelumnya Yuyun mendengarkan nasihat Pak Santo
penuh perhatian.
(j) Bu Santo
Bu Santo adalah istri dari Pak Santo atasan Yuyun ketika masih
mengajar di kota. Bu Santo sudah menganggap Yuyun seperti anaknya
73
sendiri. Terbukti ketika Yuyun berniat ingin pindah ke desa yang jauh dari
kota, Bu Santo merasa sedih dengan keinginan Yuyun tersebut. Terbukti
dalam kutipan sebagai berikut:
Kutipan:
Bu Santo sing nganggep Yuyun kaya putrane dhewe ora kuwat
ngampet luhe nalika mireng Yuyun adreng kepengin ninggalake kutha
iki. (Seri 11: 25)
Terjemahan:
Bu Santo yang menganggap Yuyun seperti anaknya sendiri tidak kuat
menahan air matanya ketika mendengar Yuyun bersikeras ingin
meninggalkan kota ini.
(k) Pak Darusman
Pak Darusman merupakan kepala sekolah tempat Yuyun mengajar
di desa. Pak Darusman seorang priyayi Jawa yang ramah, juga seorang
pedagang dan petani yang sukses. Ia menjadi orang terkaya di desa tempat
tinggalnya. Hal tersebut dikarenakan Pak Darusman mempunyai karakter
tekun, ulet, pantang menyerah, dan jujur sehingga menuai hasil yang
memadai. Terbukti dalam kutipan sebagai berikut:
Kutipan:
“Arep ngapa maneh, Jeng. Guru desa kaya aku iki,” kojahe Pak
Darus nalika Yuyun nyenggol bab kasuksesan uripe. “Mung saka gaji
guru desa aku mesthi angel nyekolahake bocah-bocah nganti
Perguruan Tinggi. Mung kanthi modal tekun, ulet, sirik pasrah nyerah
lan jujur bakal bisa kita rasakake woh sing murakabi.” (Seri 13: 24)
Terjemahan:
“Mau apa lagi, Jeng. Guru desa seperti saya ini,” jelas Pak Darus
ketika Yuyun menyinggung bab keberhasilan hidupnya. “Hanya
dengan gaji guru desa tentu saya sulit menyekolahkan anak-anak
sampai Perguruan Tinggi. Hanya dengan modal tekun, ulet, pantang
menyerah dan jujur kita bisa menikmati hasil yang memadai.”
74
(l) Bu Darusman
Bu Darusman adalah istri dari Pak Darusman atasan Yuyun, seorang
perempuan priyayi Jawa yang sudah memiliki tiga orang anak namun
masih terlihat cantik. Tokoh ini dihadirkan oleh pengarang awalnya
mempunyai watak yang baik, lemah lembut, ramah, bersahaja, dan
bersahabat, namun karena hasutan rasa cemburu membuatnya berubah
menjadi perempuan yang penuh curiga dan memusuhi Yuyun. Rasa
cemburu membuatnya tega menghina dan melontarkan kata-kata kotor
kepada Yuyun. Terbukti dalam kutipan sebagai berikut:
Kutipan:
Wanita ibune bocah telu bojone atasane sing sepisanan ditepungi
kenal minangka wanita sing lembut, rupane ayu, prasaja, sing durung
tepung raket dumadakan mungsuhi dheweke. “Ya ben….!! Pantes wae
nganti tuwa durung payu rabi. Dhasar wong wedok sundel mung
ngganggu rumah tanggane wong. Ayu mung rupane. Nanging
klakuwane..” Yuyun ora kuwat ngrungokake pisuhane wong wadon
anak telu iku. (Seri 14: 24)
Terjemahan:
Perempuan ibu tiga anak istri atasannya yang semula dikenal sebagai
perempuan yang lembut, wajahnya cantik, bersahaja, yang belum
kenal dekat tiba-tiba memusuhi dirinya. “Biaar….!! Pantas saja
sampai tua belum laku kawin. Dasar perempuan sundal hanya
mengganggu rumah tangga orang. Cantik hanya parasnya. Tapi
perilakunya..” Yuyun tidak tahan mendengar hujatan perempuan
beranak tiga itu.
(m) Hapsari
Hapsari adalah tokoh anak kecil yang merupakan putri bungsu dari
pasangan Pak dan Bu Darusman. Hapsari sebaya dengan Lisa yang sama-
sama memiliki wajah yang cantik, namun Hapsari terlihat lebih manja dan
lebih lincah. Terbukti dalam kutipan sebagai berikut:
75
Kutipan:
Hapsari sapantaran karo Lisa. Ya padha ayune karo Lisa. Mung
luwih aleman mbocahi, luwih kenes lan sigrak. (Seri 13: 24)
Terjemahan:
Hapsari sebaya dengan Lisa. Juga sama cantiknya dengan Lisa. Hanya
lebih manja, lebih kenes dan lincah.
(n) Yanti
Yanti merupakan anak kedua dari pasangan Pak dan Bu Darusman.
Gadis ini sudah kelas dua SMP dan berwajah cantik seperti ibunya.
Terbukti dalam kutipan sebagai berikut:
Kutipan:
Yanti, mbakyune Hapsari remaja putri wis kelas II SMP. Rupane ya
ayu memper ibune, Bu Darus. (Seri 13: 24)
Terjemahan:
Yanti, kakak perempuan Hapsari remaja putri sudah kelas II SMP.
Wajahnya juga cantik seperti ibunya, Bu Darus.
(o) Yanto
Yanto adalah seorang remaja laki-laki anak sulung dari pasangan
Pak dan Bu Darusman. Yanto merupakan mahasiswa di Fakultas Sospol
di UGM Yogyakarta. Terbukti dalam kutipan sebagai berikut:
Kutipan:
Yanto, putra mbarepe wis kuliah ing Fakultas Sospol UGM
Ngayogjakarta semester IV ning arang bali mulih,[…] (Seri 13: 24)
Terjemahan:
Yanto, putra sulungnya sudah kuliah di Fakultas Sospol UGM
Yogyakarta semester IV tetapi jarang pulang,[…]
(p) Dokter Bambang
Dokter Bambang adalah dokter yang mengobati dan merawat
Yuyun ketika Yuyun mengalami koma selama tiga jam akibat kecelakaan
yang menimpanya. Dokter Bambang tidak lain adalah ayahnya Wiwien,
76
murid kelas VB yang tinggal di kompleks rumah sakit. Pak Bambang
sebagai seorang dokter, merupakan dokter yang berkarakter ramah dan
sopan terhadap pasiennya. Terbukti dalam kutipan sebagai berikut:
Kutipan:
“Sampun… Tentrema manah penjenengan Bu Guru. Kala wau Bu
Guru koma meh tigang jam. Nanging sapunika sadaya sampun
kalampahan kanthi wilujeng. Saat kritis sudah lewat,“ ujare Dhokter
Bambang sing tibake bapake Wiwien, […] (Seri 7: 24-25)
Terjemahan:
“Sudah… Tenangkan hatimu Bu Guru. Tadi Bu Guru tidak sadarkan
diri hampir tiga jam. Tetapi sekarang semua sudah terlampaui dengan
selamat. Saat kritis sudah lewat,” kata Dokter Bambang yang ternyata
ayahnya Wiwien, […]
(q) Wiwien
Wiwien merupakan teman Lisa di kelas VB. Wiwien seorang anak
yang baik hati dan peduli dengan sesama, terlebih ia sangat menyayangi
Yuyun. Wiwien rela menunda keberangkatan rekreasi sampai menunggu
gurunya sembuh dari sakit. Terbukti dalam kutipan sebagai berikut:
Kutipan:
“Luwih becik kanca-kanca ora sida budhal ya, Pak.” Clathune
Wiwien karo nyawang Dhokter Bambang, bapake. “Kapan-kapan
kalau Bu Guru sudah sehat kembali, kita berangkat ramai-ramai.”
(Seri 7: 25)
Terjemahan:
“Lebih baik teman-teman tidak jadi berangkat ya, Pak.” Kata Wiwien
sambil melihat Dokter Bambang, ayahnya. “Kapan-kapan kalau Bu
Guru sudah sehat kembali, kita berangkat ramai-ramai.”
2) Berdasarkan Fungsi Penampilan Tokoh
Berdasarkan fungsi penampilan tokoh dalam cerbung ACTP karya
Adinda AS dibedakan menjadi tokoh baik (protagonis) dan tokoh jahat
(antagonis).
77
(1) Tokoh Protagonis
Tokoh protagonis merupakan tokoh yang membawakan misi
kebenaran dan kebaikan dalam menciptakan suasana masyarakat yang
sempurna. Tokoh protagonis adalah tokoh yang kita kagumi yang salah satu
jenisnya secara populer disebut hero. Tokoh yang merupakan
pengejawantahan norma-norma, nilai-nilai yang ideal bagi kita. Tokoh
protagonis menampilkan sesuatu yang sesuai dengan pandangan kita,
harapan-harapan kita/ pembaca. Identifikasi diri terhadap tokoh yang
demikian merupakan empati yang diberikan pembaca. Tokoh yang
termasuk protagonis dalam cerbung ACTP karya Adinda AS yaitu:
(a) Wahyuningsih (Yuyun)
Yuyun adalah tokoh yang dominan memerankan tema cerbung
yaitu kekerasan hati seorang perempuan yang menyebabkan dirinya dan
orang lain menderita. Pada awal cerita, diceritakan bahwa Yuyun
merupakan seorang guru SD yang mengajar kelas VB. Sebagai seorang
guru, Yuyun merupakan perempuan yang memiliki sifat sopan. Ia
berperilaku sopan santun kepada siapapun yang dijumpai, termasuk
kepada tukang kebun di sekolahan tempatnya mengajar. Terbukti dalam
kutipan sebagai berikut:
Kutipan:
“Nembe kondur, Bu Yuyun?” sapa aruhe Pak Jo tukang kebon lan
panjaga sekolahan nalika Bu Guru Wahyuningsih lagi wae metu saka
kantor guru. Dheweke mung manthuk mesem ngatonake rasa
panuwune mring wong lanang setengah tuwa sing kanthi sabar
nyrantekake gaweyane reresik lan ngancingi kantor guru lan pager
pekarangan sekolahan SD iku. (Seri 1: 24)
78
Terjemahan:
“Baru pulang, Bu Yuyun?” sapa Pak Jo tukang kebun dan penjaga
sekolahan ketika Bu Guru Wahyuningsih baru saja keluar dari kantor
guru. Dia hanya mengangguk tersenyum menyatakan rasa terima
kasihnya kepada laki-laki setengah tua yang dengan sabar
menyelesaikan pekerjaannya membersihkan dan mengunci kantor
guru dan pagar halaman sekolahan SD itu.
Tindakan menundukan kepala sambil tersenyum adalah simbol
bentuk sopan santun dan rasa hormat Yuyun kepada Pak Jo tukang kebun.
Yuyun juga mempunyai hati yang baik, sebagai seorang guru dia sangat
peduli dengan muridnya, salah satunya kepada Lisa. Yuyun dengan senang
hati meluangkan waktunya untuk menemani Lisa menunggu jemputan,
dan bahkan ia juga menawarkan akan mengantarkan Lisa pulang jika
jemputannya belum juga datang. Terbukti dalam kutipan sebagai berikut:
Kutipan:
“Sudahlah. Bu Guru temani sampai jemputanmu datang. Kalau tidak
datang juga nanti Bu Yuyun antar kamu sampai rumah.” (Seri 1: 24)
Terjemahan:
“Sudahlah. Bu guru temani sampai jemputanmu datang. Kalau tidak
datang juga nanti Bu Yuyun antar kamu sampai rumah.”
Yuyun adalah seorang perempuan yang mempunyai sifat
penyayang terhadap anak kecil. Terbukti Yuyun sangat menyayangi
murid-muridnya, salah satunya yang bernama Lisa, meskipun belum lama
mengenal anak tersebut. Terbukti dalam kutipan sebagai berikut:
Kutipan:
Durung ana setaun Yuyun srawung karo bocah iki sing wiwit
diwulang ing kelas VB limang sasi kepungkur. Embuh apa sebabe
Yuyun nyayangi murid siji iki ngungkuli liyane. (Seri 1: 24)
Terjemahan:
Belum ada setahun Yuyun kenal dengan anak ini yang mulai diajar di
kelas VB lima bulan lalu. Entah apa sebabnya Yuyun menyayangi
murid satu ini melebihi lainnya.
79
Yuyun sebagai seorang guru selalu bertanggung jawab terhadap
pekerjaannya meskipun sedang diliputi masalah yang membuat hidupnya
tidak tenang. Yuyun tetap menjalankan kewajiban seorang guru yang
harus mengajar murid-muridnya. Terbukti dalam kutipan sebagai berikut:
Kutipan:
Yen ora amarga rasa tanggung jawab lan tresnane mring gaweyane,
mbok menawa kepengine Yuyun arep mbolos maneh ora nindakake
kuwajiban samesthine.[…] (Seri 3: 24)
Terjemahan:
Kalau tidak karena rasa tanggung jawab dan cintanya terhadap
pekerjaannya, mungkin keinginan Yuyun akan membolos lagi tidak
menjalankan kewajiban semestinya.[…]
Yuyun sosok perempuan religius yang selalu bersyukur kepada
Tuhan ketika selamat dari musibah kecelakaan yang dialaminya, dia tidak
henti-hentinya bersyukur kepada Tuhan karena masih diberi hidup.
Terlebih ketika ia tahu bahwa tukang becak yang mengalami kecelakaan
bersamanya nyawanya tidak bisa diselamatkan. Terbukti dalam kutipan
sebagai berikut:
Kutipan:
Sirahe sing ndek sore kebentus aspal dalan rasane sangsaya lara.
Syukur ora ana perangan awak sing nuwuhake cacad salawase urip.
Tukang becak sing ketabrak kabare tiwas ngenggon. Yuyun muji
syukur ing ngarsane Pangeran dene isih dislametake. Yuyun ndonga
enggal pinaringan waluya jati. Nyebut asmane Gusti Allah makaping-
kaping. (Seri 7: 25)
Terjemahan:
Kepalanya yang tadi sore terbentur aspal jalan rasanya semakin sakit.
Syukur tidak ada bagian tubuh yang cidera menyebabkan cacat
seumur hidup. Tukang becak yang tertabrak kabarnya meninggal di
tempat. Yuyun bersyukur kepada Tuhan karena masih diselamatkan.
Yuyun berdoa agar memperoleh kesembuhan. Menyebut nama Allah
berkali-kali.
80
(b) Heru Purnomo
Heru merupakan sosok laki-laki yang sabar dan mengalah.
Terbukti ketika ia ditantang berkelahi dengan Endra, Heru menanggapinya
dengan sabar dan bahkan setiap jotosan yang Endra tujukan dihindari
dengan sikap mengalah. Terbukti dalam kutipan sebagai berikut:
Kutipan:
“Sing gedhe pangapuramu, Dhik. Aku rak wis nyoba ngalah lan
sabar. Nanging Pak Endra ora ngrumangsani. Saben jotosan lan
tendhangan sikile mleset malah tambah bringas[…]” (Seri 11: 31)
Terjemahan:
“Yang besar pintu maafmu, Dhik. Saya kan sudah mencoba mengalah
dan sabar. Namun Pak Endra tidak menyadari. Setiap pukulan dan
tendangan kakinya meleset malah menambah kebringasannya[…]”
Heru juga mempunyai sifat baik hati. Ia tahu kalau Yuyun pulang
dengan berjalan kaki, maka dari itu ia menawarkan untuk mengantarkan
Yuyun pulang. Lagi pula cuaca pada siang hari itu juga terlalu panas, Heru
tidak ingin guru ananknya itu pulang dengan berjalan kaki kepanasan.
Terbukti dalam kutipan sebagai berikut:
Kutipan:
“Ah, ya uwis. Wis awan. Ayo tak dherekake kondur bali sisan,” ujare
Heru nyumurupi kaanan guru anake. (Seri 1: 25)
Terjemahan:
“Ah, ya sudah. Sudah siang. Ayo ku antar pulang sekalian,” ucap Heru
menyadari kondisi guru anaknya.
Heru merupakan sosok laki-laki yang mau mengakui kesalahan. Ia
tidak malu dan bahkan dengan berbesar hati mau mengakui kesalahan-
kesalahan yang pernah diperbuatnya. Heru pasrah dengan hukuman yang
akan diterima sebagai akibat atas kesalahannya, asalkan bisa dimaafkan.
Terbukti dalam kutipan sebagai berikut:
81
Kutipan:
“Aku ngakoni ing saperangan prakara aku sing salah. Kadidene
wong sing salah aku pasrah sumarah ing ngarepmu. Ukumen awakku.
Tindakna apa sing mbok anggep pantes dhewe nggo ngukum aku
murwad karo kesalahanku.” (Seri 5: 24)
Terjemahan:
“Saya mengakui dalam beberapa masalah ini saya yang salah. Sebagai
orang yang salah saya pasrah diri di hadapanmu. Hukumlah diriku.
Lakukanlah apa yang kau anggap paling pantas untuk menghukumku
setimpal dengan kesalahanku.”
(c) Alisa Prihatini (Lisa)
Lisa adalah seorang gadis kecil murid Yuyun yang lugu, tulus, dan
baik hati. Lisa sangat menyayangi Yuyun sebagai ibu gurunya dengan
tulus. Terbukti dengan lugu dan tulus Lisa menawarkan akan
mengantarkan ibu gurunya tersebut ke rumah sakit. Terbukti dalam
kutipan sebagai berikut:
Kutipan:
“Bagaimana kalau kita antar sekalian, kita pergi beramai-ramai?”
Yuyun trenyuh krungu Lisa nawani kanthi tulus mau. Dudu omonge
bocah sing kepengin nggolek alem. (Seri 4: 25)
Terjemahan:
“Bagaimana kalau kita antar sekalian, kita pergi beramai-ramai?”
Yuyun terharu mendengar Lisa menawarkan dengan tulus tadi. Bukan
perkataan anak yang ingin mencari perhatian.
(d) Pak Santo
Pak Santo adalah kepala sekolah tempat Yuyun mengajar di SD
yang ada di Kota Semarang. Pak Santo sudah Yuyun anggap seperti
bapaknya sendiri yang selalu perhatian. Secara spesifik melalui deskripsi
eksplisit, karakter Pak Santo seorang pemimpin yang bijaksana dan sering
memberi nasihat kebaikan kepada Yuyun. Terbukti dalam kutipan berikut:
82
Kutipan:
Yuyun matur nuwun marang Pak Santo, pimpinane sing wicaksana
mau. (Seri 7: 25)
Kaya adat sabene Yuyun ngrungokake pituture Pak Santo kebak
kawigaten. (Seri 14: 25)
Terjemahan:
Yuyun berterima kasih kepada Pak Santo, pimpinannya yang
bijaksana itu.
Seperti adat sebelumnya Yuyun mendengarkan nasihat Pak Santo
penuh perhatian.
(2) Tokoh Antagonis
Sebuah fiksi harus mengandung konflik, ketegangan, khususnya
konflik dan ketegangan yang dialami oleh tokoh protagonis. Tokoh
penyebab terjadinya konflik disebut tokoh antagonis. Tokoh antagonis
barangkali dapat disebut beroposisi dengan tokoh protagonis, secara
langsung ataupun tak langsung, bersifat fisik ataupun batin. Penyebab
terjadinya konflik dapat terjadi karena adanya kekuatan antagonis. Tokoh
yang tergolong antagonis dalam cerbung ACTP karya Adinda AS, yaitu:
(a) Endra
Sisi antagonis tokoh Endra yaitu melalui karakternya yang
emosional dengan menantang Heru berkelahi tanpa jelas duduk
permasalahannya. Endra dengan keras berteriak-teriak seperti orang
kehilangan akal, mengumpat dan menghina Heru ketika menantang Heru
berkelahi. Terbukti dalam kutipan sebagai berikut:
Kutipan:
“Bicara adalah cara perempuan. Ayo buktikan mana lebih jantan
antara kita!” saben ucapane Endra kebak panantang. Mbok menawa
dheweke yakin yen bisa ngalahake mungsuhe sing katone luwih alus
solah bawane.
“Hai, orang kaya. Keluarlah. Laki-laki pengecut yang hanya berani
bersembunyi di belakang pantat perempuan. Keluaaar…!!” Endra
83
bengok-bengok kaya polah tingkahe wong sing lagi kesurupan. (Seri
11: 24)
Terjemahan:
“Bicara adalah cara perempuan. Ayo buktikan mana yang lebih jantan
antara kita!” setiap ucapan Endra penuh penantang. Mungkin dirinya
merasa yakin bisa mengalahkan musuhnya yang terlihat lebih halus
tingkah lakunya.
“Hai, orang kaya. Keluarlah. Laki-laki pengecut yang hanya berani
bersembunyi di belakang pantat perempuan. Keluaaar…!!” Endra
teriak-teriak perilakunya seperti orang yang baru kemasukan hantu.
(b) Haryanto
Hary menilai bahwa semua cinta perempuan bisa dibeli dengan
harta dan jabatan seorang laki-laki, termasuk cintanya Yuyun. Hery
menilai Yuyun bisa mendapatkan apapun yang diinginkan dengan modal
parasnya yang cantik. Karakter Hary terbukti dalam kutipan berikut:
Kutipan:
“Nanging penjenengan wanita. Wanita bisa ngarep-arep nampa
samubarang sing dikarepake kanthi modal ayuning rupa lan endahing
salira. Jalaran aku dudu priya kaya Pak Endra sing pegawai bank
sing sarwa cukup nadyan… dhudha!”
“Hary!!” senggrange Yuyun setengah njerit. Wong lanang tansah
mbiji asor katresnane wanita. Ajining dhiri katebas. Wong lanang
nganggep bisa tuku tresna kanti donya lan pangkate. (Seri 7: 24)
Terjemahan:
“Tetapi kamu seorang perempuan. Perempuan bisa berharap
menerima apa saja yang diinginkan dengan modal kecantikan dan
keindahan tubuhnya. Memang saya bukan seorang laki-laki seperti
Pak Endra yang pegawai bank yang serba kecukupan walaupun…
duda.”
“Hary!!” bentak Yuyun setengah menjerit. Laki-laki terlalu rendah
menilai cinta seorang perempuan. Harga diri terhempas. Laki-laki
menganggap selalu bisa membeli cinta dengan dunia dan
kedudukannya.
(c) Paman Hardjo
Paman Hardjo adalah paman yang merawat dan membesarkan
Heru sejak bayi sepeninggal kedua orang tuanya. Jahatnya Paman Hardjo
mempunyai sifat yang serakah. Ia dengan tega membohongi Heru dan
84
dikorbankan hanya untuk membayar hutang bisnisnya yang tidak dapat
terbayarkan. Secara spesifik melalui deskripsi eksplisit, karakter Paman
Hardjo dapat dibuktikan dalam kutipan sebagai berikut:
Kutipan:
”Edan!! Asor bebudene wong-wong sing ngaku awake kinurmatan
kaya Pak Budiman lan Paman Hardjo iki. Aku dikurbanake krana
utang bisnise Paman Hardjo sing ora kebayar marang Pak Budiman
konglomerat sugih ing negara iki. Pengajiku mung pitungatus seket
yuta rupiah ditambah jabatan wakil direktur ing salah siji cabang
perusahaan darbeke bapake Rima. Tugas pokokku mung kanggo
nebus utang sing ora kebayar lan kanggo nutup aib kluwarga. (Seri
15: 24)
Terjemahan:
“Gila!! Sungguh rendah budi orang-orang yang mengaku dirinya
terhormat seperti Pak Budiman dan Paman Hardjo. Saya dikorbankan
karena hutang bisnis Paman Hardjo yang tidak terbayar kepada Pak
Budiman pengusaha kaya di negeri ini. Nilai diriku hanya tujuh ratus
lima puluh juta rupiah ditambah jabatan wakil direktur di salah satu
cabang perusahaan milik ayah Rima. Tugas pokokku hanya sebagai
penebus hutang yang tidak terbayar dan penutup aib keluarga.
(d) Bu Darusman
Bu Darusman adalah istri dari Pak Darusman atasan Yuyun,
seorang perempuan priyayi Jawa yang sudah memiliki tiga orang anak
namun masih terlihat cantik. Bu Darusman menaruh kecemburuan
terhadap Yuyun yang setiap harinya selalu berbocengan dengan suaminya.
Kecemburuan tersebut menimbulkan rasa curiga di hati Bu Darusman,
bahkan sampai memusuhi Yuyun. Rasa cemburu yang besar membuatnya
tega menghina dan melontarkan kata-kata kotor kepada Yuyun. Terbukti
dalam kutipan sebagai berikut:
Kutipan:
“Ya ben….!! Pantes wae nganti tuwa durung payu rabi. Dhasar wong
wedok sundel mung ngganggu rumah tanggane wong. Ayu mung
rupane. Nanging klakuwane…” Yuyun ora kuwat ngrungokake
pisuhane wong wadon anak telu iku. (Seri 14: 24)
85
Terjemahan:
“Biaar….!! Pantas saja sampai tua belum laku kawin. Dasar perempuan
sundal hanya mengganggu rumah tangga orang. Cantik hanya parasnya.
Tapi perilakunya…”Yuyun tidak tahan mendengar hujatan perempuan
beranak tiga itu.
3) Berdasarkan Perkembangan Karakter
Berdasarkan perkembangan karakter tokoh dalam cerbung ACTP
karya Adinda AS terdiri dari tokoh bulat dan tokoh pipih, sebagai berikut:
(1) Tokoh Bulat
Tokoh bulat/ kompleks merupakan tokoh yang memiliki dan diungkap
berbagai kemungkinan sisi kehidupannya, sisi kepribadian dan jati dirinya.
Tingkah lakunya sering tak terduga dan memberikan efek kejutan pada
pembaca. Tokoh bulat dalam cerbung ACTP karya Adinda AS, yaitu:
(a) Wahyuningsih (Yuyun)
Yuyun berubah sikap setelah mengetahui ayahnya Lisa adalah
Heru Purnomo, laki-laki di masa lalunya. Yuyun sangat membenci dan
bahkan sangat dendam terhadap laki-laki yang bernama Heru. Ia berubah
menjadi bersikap kasar terhadap Lisa. Awalnya Yuyun sangat menyayangi
anak itu, namun setelah mengetahui ayahnya adalah Heru, ia berubah jadi
membenci dan memusuhi Lisa. Terbukti dalam kutipan sebagai berikut:
Kutipan:
Lisa murid sing pinter dhewe, murid sing disayang dhewe dumadakan
wiwit dimungsuhi. Dumadakan Yuyun asikep kasar bareng ngerti
dheweke anake Heru sing tau natoni atine. (Seri 3: 24)
Terjemahan:
Lisa murid yang pandai sendiri, murid yang paling disayang tiba-tiba
mulai dimusuhi. Tiba-tiba Yuyun bersikap kasar setelah tahu bahwa
dia anaknya Heru yang pernah menyakiti hatinya.
86
Yuyun sebagai seorang guru, merupakan sosok perempuan yang
cantik, ramah, dan banyak senyum. Sifat tersebut berubah ketika bertemu
dengan Heru, laki-laki yang pernah menyakitinya di masa lalu. Awalnya
Yuyun merupakan sosok perempuan yang ramah kepada siapa saja, namun
sikap tersebut berubah menjadi kasar dan tidak sopan ketika berhadapan
dengan Heru. Terbukti dalam kutipan sebagai berikut:
Kutipan:
[…]Yuyun wanita sulistya kanthi polatan sing adat sabene sumeh
akeh eseme, nyenggrang sora lan atos kanthi mripat mencereng. (Seri
2: 24)
Terjemahan:
[…]Yuyun perempuan cantik dengan adat yang biasanya ramah
banyak tersenyum, membentak keras dan kasar dengar mata melotot.
Sakit hati karena pengkhiantan Heru di masa lalu membuat Yuyun
menaruh kebencian yang mendalam terhadap Heru. Kebencian yang
mendalam tersebut menumbuhkan rasa dendam yang menggerogoti hati
dan jiwanya. Awalnya Yuyun mencintai Heru setengah mati sebagai
kekasihnya, namun rasa cinta itu berubah menjadi kebencian dan dendam
yang mencekam. Terbukti dalam kutipan sebagai berikut:
Kutipan:
Biyen Yuyun tau nresnani Heru setengah mati. Saiki dheweke
nggethingi Heru jroning dhendham sing nyengkerem. Ing endi watese
tresna lan benci iku dhewe? Apa bener tresna sing biyen mengangah
jroning dhadha saiki pupus tanpa tilas kasaput dhendham lan
kabencen? (Seri 12: 24)
Terjemahan:
Dulu Yuyun pernah mencintai Heru setengah mati. Kini dia
membenci Heru dalam dendam yang mencekam. Di manakah batas
antara cinta dan benci itu sendiri? Benarkah cinta yang dulu membara
dalam dada kini sirna tak berbekas tersaput dendam dan kebencian?
87
(b) Heru Purnomo
Tokoh Heru diceritakan memiliki seorang anak perempuan yang
bernama Lisa, namun sebenarnya Lisa bukanlah anak kandungnya. Lisa
dibawa pergi Heru hanya sebagai alat untuk membalas rasa sakit hatinya
terhadap keluarga Budiman. Ia sama sekali tidak menyayangi Lisa, namun
lama-kelamaan rasa benci tersebut berubah menjadi rasa sayang. Lisa
bukan darah dagingnya, namun Heru sangat menyayangi Lisa dan
bertekad ingin membesarkannya, meskipun awalnya hanya sebagai alat
untuk membalaskan dendamnya terhadap keluarga Budiman. Terbukti
dalam kutipan sebagai berikut:
Kutipan:
“Mbuh kekuwatan apa sing mrebawani jiwaku, bisa nuwuhake rasa
tresna sing gedhe mring Lisa bocah cilik dudu turunku dhewe. Bocah
bayi sing maune tak nggo alat males dhendham, sateruse aku duwe
tekad nggedhekake Lisa.” (Seri 15: 25)
Terjemahan:
“Entah kekuatan apa yang mempengaruhi jiwaku, bisa menimbulkan
rasa sayang yang besar kepada Lisa anak kecil bukan darah dagingku
sendiri. Bayi yang semula ku pergunakan sebagai alat balas dendam,
selanjutnya saya bertekad untuk membesarkan Lisa.”
(c) Bu Darusman
Tokoh ini dihadirkan oleh pengarang awalnya mempunyai watak
yang baik, lemah lembut, ramah, bersahaja, dan bersahabat, namun karena
hasutan rasa cemburu yang besar membuatnya berubah menjadi
perempuan yang penuh curiga dan memusuhi Yuyun. Rasa cemburu
tersebut membuatnya tega menghina dan melontarkan kata-kata kotor
kepada Yuyun. Terbukti dalam kutipan sebagai berikut:
88
Kutipan:
Wanita ibune bocah telu bojone atasane sing sepisanan ditepungi
kenal minangka wanita sing lembut, rupane ayu, prasaja, sing durung
tepung raket dumadakan mungsuhi dheweke. “Ya ben….!! Pantes wae
nganti tuwa durung payu rabi. Dhasar wong wedok sundel mung
ngganggu rumah tanggane wong. Ayu mung rupane. Nanging
klakuwane…” Yuyun ora kuwat ngrungokake pisuhane wong wadon
anak telu iku. (Seri 14: 24)
Terjemahan:
Perempuan ibu tiga anak istri atasannya yang semula dikenal sebagai
perempuan yang lembut, wajahnya cantik, bersahaja, yang belum
kenal dekat tiba-tiba memusuhi dirinya. “Biaar….!! Pantas saja
sampai tua belum laku kawin. Dasar perempuan sundal hanya
mengganggu rumah tangga orang. Cantik hanya parasnya. Tapi
perilakunya..” Yuyun tidak tahan mendengar hujatan perempuan
beranak tiga itu.
(2) Tokoh Pipih
Tokoh pipih atau tokoh sederhana dalam bentuknya yang asli adalah
tokoh yang hanya memiliki satu kualitas pribadi tertentu, satu sifat-watak
yang tertentu saja. Ia tak diungkap berbagai kemungkinan sisi kehidupannya
serta tak memiliki sifat dan tingkah laku yang dapat memberikan efek
kejutan bagi pembaca. Sifat serta tingkah laku seorang tokoh sederhana
bersifat datar, monoton, hanya mencerminkan satu watak tertentu, dan
tokoh-tokoh tambahan dalam sebuah fiksi, merupakan tokoh sederhana.
Tokoh pipih/ sederhana dalam cerbung ACTP karya Adinda AS adalah:
(a) Pak Jo
Pak Jo adalah tukang kebun dan penjaga SD tempat Yuyun
mengajar. Pak Jo dideskripsikan memiliki karakter tokoh yang sopan,
sabar, dan rajin dalam menyelesaikan pekerjaannya sebagai tukang kebun.
Terbukti dalam kutipan sebagai berikut:
89
Kutipan:
[…]Dheweke mung manthuk mesem ngatonake rasa panuwune mring
wong lanang setengah tuwa sing kanthi sabar nyrantekake gaweyane
reresik lan ngancingi kantor guru lan pager pekarangan sekolahan
SD iku. (Seri 1: 24)
Terjemahan:
[…]Dia hanya mengangguk tersenyum menyatakan rasa terima
kasihnya kepada laki-laki setengah tua yang dengan sabar
menyelesaikan pekerjaannya membersihkan dan mengunci kantor
guru dan pagar halaman sekolahan SD itu.
(b) Pak Kardi
Pak Kardi adalah sopir pribadi Heru yang sering mengantar dan
menjemput Lisa ke sekolah. Pak Kardi dideskripsikan memiliki karakter
yang sabar dan rajin. Terbukti dalam kutipan sebagai berikut:
Kutipan:
“Lisa paling suka diantar Pak Kardi sopir kami di rumah. Orangnya
sabar dan rajin. (Seri 1: 25)
Terjemahan:
“Lisa paling suka diantar Pak Kardi sopir kami di rumah. Orangnya
sabar dan rajin.
(c) Nurma
Tokoh Nurma merupakan perempuan asli Padang, mahasiswa
Fakultas Ekonomi semester delapan yang menempati kamar sebelah di
asrama putri tempat Yuyun tinggal. Nurma memiliki karakter baik hati dan
suka tersenyum. Terbukti dalam kutipan sebagai berikut:
Kutipan:
“Ada tamu mencari Mbak Yuyun. Seorang boss bawa mobil bagus,”
ujare karo mesam-mesem nggregetake. (Seri 2: 24)
Terjemahan:
“Ada tamu mencari Mbak Yuyun. Seorang boss bawa mobil bagus,”
katanya sambil tersenyum menggemaskan.
90
(d) Tono
Tono merupakan teman sekelas Lisa di kelas VB. Tokoh Tono
dideskripsikan sebagai seorang murid yang paling bandel dan nakal.
Terbukti dalam kutipan sebagai berikut:
Kutipan:
“Nganti umbele metu kabeh.” tambahe Tono muride sing paling
bandhel. (Seri 3: 25)
Terjemahan:
“Sampai ingusnya keluar semua.” tambah Tono muridnya yang paling
bandel.
(e) Shinta
Tokoh Shinta muncul sebagai teman baik Heru yang membantunya
merawat dan mengasuh Lisa ketika masih bayi. Shinta dan suaminya
dengan baik hati mau membantu merawat bayi Lisa sebab selama empat
tahun umur pernikahan, mereka belum dikaruniai seorang anak. Tokoh
Shinta dihadirkan dengan karakter cantik, modis, dan glamour. Terbukti
dalam kutipan sebagai berikut:
Kutipan:
Yuyun kelingan rapote Lisa sing pungkasan dijukuk wanita anom,
wali murid, wektu kuwi dikira ibune. Sulistya lan modist banget kanthi
penganggo mewah,[…] (Seri 4: 25)
Terjemahan:
Yuyun ingat raportnya Lisa yang terakhir diambil perempuan muda,
wali murid, waktu itu dikira ibunya. Sangat cantik dan modis sekali
dengan penampilan mewah,[…]
(f) Bu Santo
Bu Santo adalah istri dari Pak Santo atasan Yuyun ketika masih
mengajar di kota. Bu Santo sudah menganggap Yuyun seperti anaknya
sendiri. Terbukti ketika Yuyun berniat ingin pindah ke desa yang jauh dari
91
kota, Bu Santo merasa sedih dengan keinginan Yuyun tersebut. Terbukti
dalam kutipan sebagai berikut:
Kutipan:
Bu Santo sing nganggep Yuyun kaya putrane dhewe ora kuwat
ngampet luhe nalika mireng Yuyun adreng kepengin ninggalake
kutha iki. (Seri 11: 25)
Terjemahan:
Bu Santo yang menganggap Yuyun seperti anaknya sendiri tidak kuat
menahan air matanya ketika mendengar Yuyun bersikeras ingin
meninggalkan kota ini.
(g) Hapsari
Hapsari adalah tokoh anak kecil yang merupakan putri bungsu dari
Pak dan Bu Darusman. Hapsari sebaya dengan Lisa dan sama-sama
memiliki wajah yang cantik, namun Hapsari terlihat lebih manja dan lebih
lincah. Terbukti dalam kutipan sebagai berikut:
Kutipan:
Hapsari sapantaran karo Lisa. Ya padha ayune karo Lisa. Mung
luwih aleman mbocahi, luwih kenes lan sigrak. (Seri 13: 24)
Terjemahan:
Hapsari sebaya dengan Lisa. Juga sama cantiknya dengan Lisa. Hanya
lebih manja, lebih kenes dan lincah.
(h) Yanti
Yanti merupakan anak kedua dari pasangan Pak dan Bu Darusman.
Gadis ini sudah kelas dua SMP dan berwajah cantik seperti ibunya.
Terbukti dalam kutipan sebagai berikut:
Kutipan:
Yanti, mbakyune Hapsari remaja putri wis kelas II SMP. Rupane ya
ayu memper ibune, Bu Darus. (Seri 13: 24)
Terjemahan:
Yanti, kakak perempuan Hapsari remaja putri sudah kelas II SMP.
Wajahnya juga cantik seperti ibunya, Bu Darus.
92
(i) Yanto
Yanto adalah seorang remaja laki-laki anak sulung dari pasangan
Pak dan Bu Darusman. Yanto adalah mahasiswa di Fakultas Sospol di
UGM Yogyakarta. Terbukti dalam kutipan sebagai berikut:
Kutipan:
Yanto, putra mbarepe wis kuliah ing Fakultas Sospol UGM
Ngayogjakarta semester IV ning arang bali mulih,[…]. (Seri 13: 24)
Terjemahan:
Yanto, putra sulungnya sudah kuliah di Fakultas Sospol UGM
Yogyakarta semester IV tetapi jarang pulang,[…].
(j) Dokter Bambang
Dokter Bambang adalah dokter yang mengobati dan merawat
Yuyun ketika mengalami koma akibat kecelakaan yang menimpanya.
Dokter Bambang tidak lain adalah ayahnya Wiwien, murid kelas VB yang
tinggal di kompleks rumah sakit. Pak Bambang merupakan dokter yang
mempunyai karakter ramah dan sopan terhadap pasiennya. Terbukti dalam
kutipan sebagai berikut:
Kutipan:
“Sampun… Tentrema manah penjenengan Bu Guru. Kala wau Bu
Guru koma meh tigang jam. Nanging sapunika sadaya sampun
kalampahan kanthi wilujeng. Saat kritis sudah lewat,“ ujare Dhokter
Bambang sing tibake bapake Wiwien, […] (Seri 7: 24-25)
Terjemahan:
“Sudah… Tenangkan hatimu Bu Guru. Tadi Bu Guru tidak sadarkan
diri hampir tiga jam. Tetapi sekarang semua sudah terlampaui dengan
selamat. Saat kritis sudah lewat,” kata Dokter Bambang yang ternyata
ayahnya Wiwien, […].
(k) Wiwien
Wiwien merupakan teman Lisa di kelas VB. Wiwien seorang anak
yang baik hati dan peduli dengan sesama, terlebih ia sangat menyayangi
93
Yuyun. Wiwien rela menunda keberangkatan rekreasi sampai menunggu
gurunya sembuh dari sakit. Terbukti dalam kutipan sebagai berikut:
Kutipan:
“Luwih becik kanca-kanca ora sida budhal ya, Pak.” Clathune Wiwien
karo nyawang Dhokter Bambang, bapake. “Kapan-kapan kalau Bu
Guru sudah sehat kembali, kita berangkat ramai-ramai.” (Seri 7: 25)
Terjemahan:
“Lebih baik teman-teman tidak jadi berangkat ya, Pak.” Kata Wiwien
sambil melihat Dokter Bambang, ayahnya. “Kapan-kapan kalau Bu
Guru sudah sehat kembali, kita berangkat ramai-ramai.”
c. Latar atau setting
Latar merupakan lingkungan yang melingkupi sebuah peristiwa
dalam cerita, dan juga suasana dalam cerita semesta yang berinteraksi
dengan peristiwa-peristiwa yang sedang berlangsung. Latar dapat berwujud
seperti dekor, suatu tempat, dapat berwujud waktu, cuaca, atau satu periode
sejarah. Meski tidak langsung merangkum sang karakter utama, latar dapat
merangkum orang-orang yang menjadi dekor dalam cerita. Latar dalam
cerbung ACTP karya Adinda AS adalah sebagai berikut:
1) Latar Tempat
Latar tempat atau dekor adalah tempat terjadinya peristiwa-peristiwa
yang diceritakan dalam sebuah karya sastra. Secara garis besar latar tempat
dalam cerbung ACTP karya Adinda AS yaitu di Kota Semarang. Di kota
tersebut tokoh Yuyun menjadi tenaga pengajar SD dan di Kota Semarang
juga lah ia bertemu kembali dengan Heru, masa lalunya setelah sebelas
tahun tidak bertemu. Pertemuan tersebut kembali membuka luka lama yang
telah terkubur dalam, sehingga membuat Yuyun menjadi sosok perempuan
yang mandiri namun keras hati dan angkuh dengan pendiriannya. Latar
94
tempat selain yang mengindikasikan bahwa cerbung ACTP ini secara global
terjadi di kota Semarang, ada latar tempat yang membangun cerita yang di
antaranya sebagai berikut:
(a) Kantor Guru
Kantor guru merupakan latar tempat dimana Yuyun bekerja menjadi
seorang guru SD. Terbukti dalam kutipan sebagai berikut:
Kutipan:
Bocah-bocah kelas VB wis sauntara suwe bali. Bu Guru Yuyun isih
nulis-nulis ing kantor guru […]. (Seri 1: 24)
Terjemahan:
Anak-anak kelas VB sudah lama pulang. Bu Guru Yuyun masih
menulis di ruang kantor guru […].
(b) Gapura halaman sekolah
Gapura halaman sekolah adalah latar dimana Yuyun menemani
Lisa menunggu jemputan pulang sekolah. Terbukti dalam kutipan sebagai
berikut:
Kutipan:
Ing lawang gapura pekarangan sekolahan isih ana murid nunggu
lungguh ing buk ngisor gapura kanthi goreh. (Seri 1: 24)
Terjemahan:
Di pintu gerbang halaman sekolah masih ada seorang murid yang
duduk di buk bawah gapura dengan gelisah.
(c) Kamar Yuyun
Kamar adalah latar tempat dimana Yuyun menangis mencurahkan
segala isi hatinya yang selama ini ditahan-tahan. Terbukti dalam kutipan
sebagai berikut:
Kutipan:
Ing kamare Yuyun nora kuwawa nambak ambroling luh sing wiwit
mau ditahan-tahan. (Seri 2: 24)
95
Terjemahan:
Di kamarnya Yuyun tak kuasa lagi membendung luapan air matanya
yang sejak tadi ditahan-tahan.
(d) Rumah sakit
Latar rumah sakit dihadirkan pengarang ketika Yuyun mengalami
kecelakaan yang mengharuskannya di rawat di rumah sakit untuk beberapa
hari. Terbukti dalam kutipan sebagai berikut:
Kutipan:
Ing wengi kapisan Yuyun mondhok ing rumah sakit, rasa sepi
sangsaya nindhih ati. (Seri 7: 25)
Terjemahan:
Pada malam pertama Yuyun menginap di rumah sakit, rasa kesepian
semakin menghimpit.
(e) Kelas
Latar tempat di kelas sering dihadirkan oleh pengarang, di
antaranya ketika proses belajar mengajar di kelas sedang berlangsung.
Terbukti dalam kutipan sebagai berikut:
Kutipan:
Yuyun kelangan greged omong ing ngarep kelas, mula bocah-bocah
dikongkon nggarap matematik. (Seri 3: 25)
Terjemahan:
Yuyun kehilangan nafsu bicara di depan kelas, maka dari itu anak-
anak disuruh mengerjakan matematika.
(f) Shoping Centre
Latar tempat Shoping Centre dihadirkan pengarang ketika Yuyun
berbelanja barang-barang kebutuhan untuk keperluan piknik. Terbukti
dalam kutipan sebagai berikut:
Kutipan:
Dina Setu sorene, Yuyun merlokake blanja ing Shoping Centre
saperlu tuku barang-barang kebutuhan kanggo sangu piknik dina
Minggu esuke. (Seri 7: 24)
96
Terjemahan:
Hari Sabtu sorenya, Yuyun menyempatkan belanja ke Shoping Centre
untuk membeli barang-barang kebutuhan untuk bekal piknik hari
Minggu besuk.
(g) Rumah Pak Santo
Rumah Pak Santo merupakan latar dimana Yuyun dipanggil oleh
Pak Santo untuk menerima surat dari Heru yang terakhir dan membacanya.
Terbukti dalam kutipan sebagai berikut:
Kutipan:
Mula kanthi ayem nyoba diwaca layang iku ing kamar sing mbiyen
tau dienggoni nalika dheweke numpang mondhok ing daleme Pak
Santo. (Seri 14: 39)
Terjemahan:
Maka dengan tenang mencoba dibaca surat itu di kamar yang dulu
pernah ditempati ketiks dirinya masih menumpang di rumahnya Pak
Santo.
(h) Ruang tamu asrama
Ruang tamu asrama merupakan latar tempat Yuyun dan Heru
mengobrol setelah berkali-kali Yuyun menolak kehadiran Heru. Terbukti
dalam kutipan sebagai berikut:
Kutipan:
Heru diacarani lungguh ing kursi tamu sing mapan ing pojok ruang
tamu asrama sing amba. (Seri 8: 45)
Terjemahan:
Heru dipersilakan duduk di kursi tamu yang berada di pojok ruang
tamu asrama yang luas.
(i) Kantor Polisi Polsek
Yuyun diundang ke kantor Polisi Polsek untuk menjadi saksi atas
kasus perkelahian antara Endra dan Heru. Terbukti dalam kutipan berikut:
97
Kutipan:
Mendah isin lan sedih rasaning ati, kaping pindho Yuyun diundang
ing kantor Polisi Polsek dijaluki katrangan minangka saksi ing kasus
penganiayaan. (Seri 11: 25)
Terjemahan:
Betapa malu dan sedih rasanya hati, dua kali Yuyun diundang ke
kantor Polisi Polsek untuk dimintai keterangan sebagai saksi
mengenai kasus penganiayaan.
(j) Rumah Pak Darusman
Rumah Pak Darusman merupakan latar tempat Yuyun menumpang
menginap di desa tempat mengajarnya yang baru sebelum Yuyun
memperoleh tempat kosan. Terbukti dalam kutipan sebagai berikut:
Kutipan:
Sadurunge bisa oleh papan pondhokan sing cocok, Yuyun sawetara
numpang ing daleme Pak Darusman kepala SD[…]. (Seri 12: 25)
Terjemahan:
Sebelum mendapatkan tempat pondokan yang memadai, Yuyun
sementara menumpang di rumah Pak Darusman kepala SD […].
(k) Ruang tengah
Latar tempat ruang tengah dihadirkan pengarang ketika keluarga
Pak Darusman dan Yuyun sedang bersantai mengobrol sambil menonton
siaran televisi. Terbukti dalam kutipan sebagai berikut:
Kutipan:
[…]ujare Pak Darus pinuju sak omah kumpul ing ruang tengah
ngobrol-ngobrol karo nonton siaran TV wayah wengi. (Seri 13: 25)
Terjemahan:
[…]kata Pak Darus dalam satu kesempatan kami sekeluarga kumpul
di ruang tengah berbincang-bincang sambil menyaksikan acara TV
malam hari.
98
(l) Kamar ICU
Keadaan Heru semakin kritis dan tak sadarkan diri sehingga ia
harus dilarikan ke kamar ICU untuk mendapatkan perawatan yang lebih
intensif. Terbukti dalam kutipan sebagai berikut:
Kutipan:
Heru karo ranjange disurung metu digawa menyang kamar ICU. (Seri
16: 25)
Terjemahan:
Heru beserta ranjang tempat tidurnya didorong keluar dibawa menuju
kamar ICU.
2) Latar Waktu
Latar waktu yang membangun cerbung ACTP adalah sebagai berikut:
(a) Sudah siang
Sudah siang menandakan waktu dimana Heru ingin mengantarkan
Yuyun pulang. Terbukti dalam kutipan sebagai berikut:
Kutipan:
“Ah, ya uwis. Wis awan. Ayo tak dherekake kondur bali sisan,” ujare
Heru nyumurupi kaanane gurune anake. (Seri 1: 25)
Terjemahan:
“Ah, ya sudah. Sudah siang. Mari kuantar pulang sekalian,” ucap Heru
menyadari kondisi guru anaknya.
(b) Empat hari yang lalu
Sudah empat hari yang lalu sepeda motor Yuyun masuk bengkel
namun belum jadi juga. Terbukti dalam kutipan sebagai berikut:
Kutipan:
[...]speda motor bebeke sing dilebokake ing bengkele patang dina
kepungkur durung rampung. (Seri 1: 49)
Terjemahan:
[...]sepeda motor bebeknya yang dimasukkan di bengkelnya empat
hari yang lalu belum selesai.
99
(c) Sore hari sebelum malam
Sore hari sebelum malam adalah waktu dimana Nurma datang ke
kamar Yuyun. Terbukti dalam kutipan sebagai berikut:
Kutipan:
Sore ndhungkap surub sadurunge ditemokake katentremane maneh,
lawang kamare dithothok-thothok banter. (Seri 2: 24)
Terjemahan:
Sore hari sebelum malam sebelum ditemukan ketenangannya
kembali, pintu kamarnya diketuk-ketuk keras.
(d) Keesokan harinya
Latar keesokan harinya sering kita temui dalam cerbung ACTP ini.
Salah satunya ketika Yuyun terpaksa ijin tidak masuk mengajar karena
sakit. Terbukti dalam kutipan sebagai berikut:
Kutipan:
Esuke kepeksa Yuyun pamit ora mulang sedina kanthi pawadan sirah
mumet awak lungkrah. (Seri 2: 24)
Terjemahan:
Keesokan harinya terpaksa Yuyun minta ijin tidak mengajar dengan
alasan sakit kepala badan tidak enak.
(e) Malam harinya
Latar malam harinya dalam cerbung ACTP ini sering kita temui,
salah satunya ketika Heru dan Lisa datang ke asrama tempat Yuyun
tinggal. Terbukti dalam kutipan sebagai berikut:
Kutipan:
Bengine Mas Heru teka maneh malah ngajak Lisa barang. (Seri 2: 24)
Terjemahan:
Malam harinya Mas Heru datang lagi dengan mengajak Lisa juga.
100
(f) Sebelas tahun lalu
Yuyun mengingat waktu dimana sebelas tahun yang lalu ia
menyiapkan segalanya untuk menghadiri upacara wisuda sarjananya Heru.
Terbukti dalam kutipan sebagai berikut:
Kutipan:
Sewelas tahun kepungkur nalika Yuyun lagi mantes-mantes ing
ngarep kaca pengilon nyoba rok anyar sing bakal dienggo ing
upacara wisudan sarjanane Mas Heru sing isih kurang seminggunan
maneh. (Seri 2: 24)
Terjemahan:
Sebelas tahun yang lalu ketika Yuyun tengah mematut-matut diri di
depan cermin mencoba gaun baru yang akan dikenakan pada upacara
wisuda sarjananya Mas Heru yang masih kurang semingguan lagi.
(g) Dua minggu
Dua minggu lamanya Yuyun tergolek lemas di rumah sakit pasca
keguguran yang dialaminya. Terbukti dalam kutipan sebagai berikut:
Kutipan:
Meh rong minggu Yuyun ngathang-athang ing rumah sakit tanpa daya
marga keguguran kandhutane sing isih durung cukup umur. (Seri 3:
24)
Terjemahan:
Hampir dua minggu Yuyun terbaring tak berdaya di rumah sakit
karena keguguran janinnya yang masih belum cukup umur.
(h) Tiga tahun lalu
Latar waktu tiga tahun yang lalu dihadirkan pengarang ketika Hary
mengungkapkan perasaannya kepada Yuyun bahwa selama tiga tahun
tersebut ia menaruh rasa kepada Yuyun. Ia berterus terang bahwa tiga
tahun yang lalu awal pindah mengajar di sekolahan itu, dirinya sudah jatuh
cinta dengan Yuyun. Terbukti dalam kutipan sebagai berikut:
101
Kutipan:
“[…]wiwit sepisan aku nyawang penjenengan telung taun kepungkur
wiwit aku pindhah mulang ing kene aku wis ceblok katresnan. (Seri 6:
25)”
Terjemahan:
“[…]sejak pandangan pertama saya melihatmu tiga tahun yang lalu
sejak saya pindah mengajar di sini saya telah jatuh hati.”
(i) Hari Sabtu sore
Latar waktu hari sabtu sore dihadirkan pengarang ketika Yuyun
pergi berbelanja barang-barang untuk keperluan piknik. Terbukti dalam
kutipan sebagai berikut:
Kutipan:
Dina Setu sorene, Yuyun merlokake blanja ing Shoping Centre
saperlu tuku barang-barang kebutuhan kanggo sangu piknik dina
Minggu esuke. (Seri 7: 24)
Terjemahan:
Hari Sabtu sorenya, Yuyun menyempatkan belanja ke Shoping Centre
untuk membeli barang-barang kebutuhan untuk bekal piknik hari
Minggu besuknya.
(j) Hari Minggu
Di Hari Minggu banyak teman-teman Yuyun yang menjenguk di
rumah sakit. Terbukti dalam kutipan sebagai berikut:
Kutipan:
Esuke kebeneran dina Minggu. Akeh kanca-kanca padha tilik. (Seri 7:
25)
Terjemahan:
Keesokan harinya kebetulan hari Minggu. Banyak kawan-kawan yang
menjenguk.
(k) Setiap sore
Hampir setiap sore Endra menyambagi Yuyun di asramanya.
Terbukti dalam kutipan sebagai berikut:
102
Kutipan:
Endra meh saben sore nyambangi ing asrama. (Seri 8: 25)
Terjemahan:
Endra hampir setiap sore datang di asrama.
(l) 47 hari
Cerbung ACTP ini diceritakan bahwa selama 47 hari Yuyun
menumpang di rumah keluarganya Pak Darusman. Terbukti dalam kutipan
sebagai berikut:
Kutipan:
Pas 47 dina, ora kurang ora luwih Yuyun numpang ing omahe
kluwargane Pak Darusman sing sepisanan kebak rasa paseduluran.
(Seri 14: 25)
Terjemahan:
Tepat 47 hari, tidak kurang tidak lebih Yuyun menumpang di
rumahnya keluarganya Pak Darusman yang semula penuh
persaudaraan.
2. Tema
Tema merupakan aspek cerita yang sejajar dengan makna dalam
pengalaman manusia; sesuatu yang menjadikan suatu pengalaman begitu
diingat. Tema disebut juga gagasan utama dalam sebuah cerita. Keberadaan
tema diperlukan karena menjadi salah satu bagian penting yang tidak
terpisahkan dengan kenyataan cerita. Tema membuat cerita menjadi lebih
terfokus, menyatu, mengerucut, dan berdampak. Bagian awal dan akhir cerita
akan menjadi pas, sesuai, dan memuaskan berkat kehadiran tema.
Tema global dalam cerbung ACTP karya Adinda AS adalah kekerasan
hati seorang perempuan yang menyebabkan dirinya dan orang lain menderita.
Yuyun menjadi peran sentral tokoh wanita yang mengalami trauma terhadap
masa lalunya. Kasalahpahaman dan kurangnya komunikasi yang baik membuat
103
semuanya menjadi runyam. Rasa kecewa dan dikhianati oleh laki-laki yang
sangat dicintai yaitu Heru Purnomo membuat Yuyun tidak bisa melupakan
kejadian itu meskipun sudah sebelas tahun berlalu. Rasa sakit menumbuhkan
rasa takut untuk membangun sebuah rumah tangga karena dia menganggap
semua laki-laki itu sama seperti laki-laki di masa lalunya.
Pengambilan tema tersebut disimpulkan dari beberapa pertimbangan
antara lain masalah demi masalah datang secara bertubi-tubi yang membuat
hidupnya semakin tidak tenang. Cara pandang terhadap suatu masalah yang
hanya dari sisi pribadinya membuat Yuyun merasa dialah yang paling benar.
Ia melihat permasalahan ini hanya dari sisi pribadinya sendiri tanpa melihat
dari sisi orang lain, sehingga membuat hatinya semakin keras dan angkuh.
Tema yang diambil juga didasarkan pada klimaks dari cerbung ACTP
karya Adinda AS yang menunjukkan gejolak emosi Yuyun sebagai perempuan
yang keras kepala dan angkuh dalam menghadapi persoalan hidup. Secara garis
besar tokoh ini ingin menunjukkan bahwa dirinyalah yang paling menderita
dan yang patut untuk didukung, namun setelah mengetahui kejadian yang
sebenarnya, akhirnya Yuyun pun sadar atas sifat keangkuhannya selama ini.
3. Sarana-Sarana Sastra
Sarana-sarana sastra dapat diartikan sebagai metode pengarang memilih
dan menyusun detail cerita agar tercapai pola-pola yang bermakna. Metode
semacam ini perlu karena dengannya pembaca dapat melihat berbagai fakta
melalui kacamata pengarang, memahami apa maksud fakta-fakta tersebut
sehingga pengalaman pun dapat dibagi. Sarana-sarana sastra yang terdapat
dalam cerbung ACTP karya Adinda AS adalah sebagai berikut:
104
a. Judul
Menurut Stanton, judul selalu relevan terhadap karya yang
diampunya sehingga keduanya membentuk suatu kesatuan. Pendapat ini
dapat diterima ketika judul mengacu pada sang karakter utama atau satu latar
tertentu. Akan tetapi, judul tidak selalu mengacu pada detail yang menonjol.
Judul semacam ini sering menjadi penunjuk makna cerita yang
bersangkutan. Judul dari cerbung karya Adinda AS ini adalah Ara-ara
Cengkar Tanpa Pinggir. ’Ara-ara’ merupakan tanah luas tanpa pepohonan
(Poerwadarminta, 1939: 18).
Judul cerbung Ara-ara Cengkar Tanpa Pinggir mempunyai makna
tersendiri. Pada kata “ara-ara cengkar” yang dimaksud bukan tanah tandus
yang luas, melainkan kata tersebut menyimbolkan sebuah permasalahan
yang datang secara bertubi-tubi. Rasa kecewa terhadap masa lalu membuat
Yuyun menjadi sosok perempuan yang keras kepala dan angkuh, sehingga
menyebabkan dirinya sendiri dan orang lain menderita. Rasa dendam yang
membakar hati membuat Yuyun bersikap keras kepada semua orang yang
tulus mencintainya, sehingga menimbulkan beberapa konflik dalam
hidupnya. Mulai dari kedatangan Heru yang mengingatkan rasa kecewanya
di masa lalu, pandangan Lisa yang mulai mengusik, perkataan Hary yang
menyinggung hati, hingga perlakuan Endra yang mulai memusuhinya.
Semua itu membuat Yuyun semakin berat dalam menjalani hidup. Relevansi
judul dengan pokok permasalahan dalam cerita terurai pada kutipan berikut:
Kutipan:
Tekane Heru sing dianggep nggrogoti uripe. Panyawange mripate Lisa
wektu Yuyun mulang ing ngarep kelas. […]ora tahan rasane Yuyun
tansah nyingkur lan selak. Eseme Pak Guru Haryanto sing lucu
105
ngelingake pocapane sing tau tumuju mring dheweke[…]. Luwih-luwih
patrape Endra, sabubare prastawa iku Yuyun dianggep mungsuh satru
bebuyutan. Mendah isin lan sedih rasaning ati, kaping pindho Yuyun
diundang ing kantor Polisi Polsek[…]. Lelakon-lelakon anyar sing
mung nambahi ruwete perkara-perkara sing sakawit wae durung
nganti rampung uga. (Seri 11: 25)
Terjemahan:
Kedatangan Heru yang dianggap menggerogoti ketenangan hidupnya.
Pandangan mata Lisa saat Yuyun mengajar di depan kelas. […]tidak
tahan rasanya Yuyun selalu menyingkir dan menghindar. Senyuman
Pak Guru Haryanto yang lucu mengingatkan ucapannya yang pernah
tertuju kepada dirinya[…]. Terlebih sikap Endra setelah peristiwa itu
Yuyun dianggap sebagai musuh bebuyutan. Betapa malu dan sedih
rasanya hati, dua kali Yuyun diundang ke kantor Polisi Polsek[…].
Masalah-masalah baru yang hanya menambah keruwetan masalah lama
yang belum sampai tuntas juga.
Kata “tanpa pinggir” yang berarti tanpa batas, diartikan bahwa
masalah yang datang tersebut tanpa ada akhirnya. Masalah demi masalah
selalu datang dalam kehidupan Yuyun sehingga membuat hidup Yuyun
terasa tidak tenang, bahkan Yuyun mencoba pindah ke tempat lain untuk
menjauhi konflik-konflik yang menimpanya, tapi bukannya kedamaian
yang dirasakan namun malah konflik baru yang ia dapatkan. “Tanpa
pinggir” dapat dibuktikan pada kutipan berikut:
Kutipan:
“Dhuh Gusti, punapa wanita ingkang kuciwa punika kedah taksih
nandang sakit malih?” mengkono sesambate Yuyun. (Seri 14: 25)
Terjemahan:
“Ya, Tuhan, apakah perempuan yang kecewa ini harus merasakan
penderitaan lagi?” begitu rintihan Yuyun.
Kutipan di atas menjelaskan bahwa masalah demi masalah secara
bertubi-tubi datang menghampiri kehidupan Yuyun, sehingga membuktikan
bahwa judul yang diambil oleh pengarang masih relevan dengan
keseluruhan cerita. Pengarang menggunakan judul Ara-ara Cengkar Tanpa
106
Pinggir yaitu berdasarkan perjalanan tokoh utama dalam menjalani
kehidupan yang penuh dengan masalah yang tak kunjung ada habisnya.
b. Sudut Pandang
Sudut pandang merupakan pusat kesadaran tempat kita dapat
memahami setiap peristiwa dalam sebuah cerita. Sudut pandang yang
digunakan dalam cerbung ACTP karya Adinda AS adalah orang ketiga tidak
terbatas. Artinya pengarang mengacu pada setiap karakter dan
memposisikannya sebagai orang ketiga. Pengarang juga dapat membuat
beberapa karakter melihat, mendengar, atau berpikir atau juga saat ketika
tidak ada satu karakter pun hadir. Terbukti dalam kutipan sebagai berikut:
Kutipan:
Yen dirasak-rasakake Yuyun ngendikane Pak Santo mau lagune kaya
nyalahake dheweke uga. Wah, sajake Pak Santo lan ibu priyayi sing
kinurmatan iki wis bisa “diperalat” wong sugih sing jenenge Heru.
Mbuh semono gedhene pandakwa lan sujanane Yuyun marang Heru.
(Seri 14: 39)
Terjemahan:
Kalau dirasakan Yuyun bicaranya Pak Santo tadi lagunya seperti
menyalahkan dirinya juga. Wah, sepertinya Pak Santo dan ibu priyayi
yang terhormat ini sudah bisa “diperalat” orang kaya yang bernama
Heru. Demikian besarnya prasangka dan curiga Yuyun terhadap Heru.
Sudut pandang orang ketiga tidak terbatas juga membuat pengarang
mengetahui keadaan sekitar yang dialami tokoh. Misalnya, pengarang
mengetahui keadaan Yuyun yang sedang bersedih. Dia duduk dan pada saat
itu angin berhembus pelan menyentuh hatinya sehingga membuat Yuyun
semakin terbuai dalam kesedihan. Terbukti dalam kutipan sebagai berikut:
Kutipan:
Sumilire angin krasa ngelus ati. Rasa trenyuh, mrinding lan sedih dadi
siji. Lisa murid sing pinter dhewe, murid sing disayang dhewe
107
dumadakan wiwit dimungsuhi. Dumadakan Yuyun asikep kasar bareng
ngerti dheweke anake Heru sing tau natoni atine. (Seri 3: 24)
Terjemahan:
Desiran angin terasa menyentuh hati. Rasa kasian, merinding dan sedih
menjadi satu. Lisa murid terpandai, murid yang paling disayang tiba-
tiba mulai dimusuhi. Tiba-tiba Yuyun bersikap kasar setelah tahu
bahwa dia anaknya Heru yang pernah menyakiti hatinya.
Berdasarkan kutipan di atas dapat di tarik kesimpulan bahwa sudut
pandang yang digunakan pengarang dalam cerbung Ara-ara Cengkar Tanpa
Pinggir karya Adinda AS adalah orang ketiga tidak terbatas. Pengarang
dapat membuat beberapa karakter melihat, mendengar, atau berpikir atau
juga saat tidak ada satu karakter pun hadir.
c. Gaya dan Tone
1) Gaya
Gaya dalam sastra merupakan cara pengarang dalam menggunakan
bahasa. Gaya bahasa yang digunakan oleh pengarang dalam cerbung ACTP
karya Adinda AS ini tidak rumit, lugas sehingga mudah untuk dipahami oleh
pembaca, walaupun di dalamnya terdapat perumpamaan, namun dalam batas
yang sederhana dan tidak teralu sulit untuk dipahami. Kata-kata dalam
cerbung ini sederhana tetapi dirangkai sedemikian rupa sehingga terkesan
tidak realis, namun imajinatif. Perumpamaan yang terdapat dalam cerbung
ACTP karya Adinda AS sebagai berikut.
(a) Rasane arep pecah-pecaha
Pengarang menggunakan kalimat tersebut untuk menggambarkan
keadaan yang runyam ketika Yuyun dihadapkan oleh sebuah konflik.
Terbukti dalam kutipan sebagai berikut:
108
Kutipan:
Rasane arep pecah-pecaha ngadhepi kedadeyan wingi kae. Luwih
dening kuwi tatu lawas sing sasuwene iki kasil dilali-lali, saiki
kecenthok perih. (Seri 2: 24)
Terjemahan:
Rasanya seperti mau pecah saja menghadapi peristiwa kemarin itu.
Terlebih dari itu luka lama yang selama ini berhasil dilupakan,
sekarang kembali terungkit pedih.
(b) Tanpa manis-manis lambe
Perumpamaan tersebut digunakan untuk mengungkapkan ketika
Heru sedang berbincang dengan Yuyun. Perumpamaan tanpa manis-manis
lambe mengandung arti tanpa basa-basi, sehingga ucapan yang keluar dari
mulut Heru langsung menuju pada pokok permasalahan. Terbukti dalam
kutipan sebagai berikut:
Kutipan:
Nanging saiba tegele Heru tanpa manis-manis lambe terus terang
jaluk pangerten lan panyengkuyunge Yuyun kekasihe, amarga Heru
dipeksa nikahi Rima, kenya putri kancane Paman Hardjo. (Seri 2: 24)
Terjemahan:
Namun betapa teganya Heru tanpa manis-manis bibir berterus terang
meminta pengertian dan dukungan Yuyun kekasihnya, karena Heru
dipaksa menikahi Rima, putri temannya Paman Hardjo.
(c) Kaya mangan woh simalakama
Pengarang menggunakan gaya bahasa perumpamaan tersebut
untuk menerangkan keadaan ketika Heru dihadapkan dengan pilihan yang
sangat sulit dalam hidupnya. Terbukti dalam kutipan sebagai berikut:
Kutipan:
Ngisin-isini pawongan priya dhewasa Insinyur pisan, nangis bingung
ngadhepi prakara sing jare kaya mangan woh simalakama.(Seri 2:24)
Terjemahan:
Memalukan seorang laki-laki dewasa Insinyur pula, menangis
kebingungan menghadapi masalah yang katanya seperti makan buah
simalakama.
109
(d) Pendheman sengit wis ngobong sakujur awake
Pengarang menggunakan majas hiperbola untuk menggambarkan
perasaan Yuyun yang sangat marah akibat dendam yang terpendam dalam
hatinya. Terbukti dalam kutipan sebagai berikut:
Kutipan:
Pendheman rasa sengit wis ngobong sakujur awake. Grengsenging
urip nom-noman kari pangangen. (Seri 3: 25)
Terjemahan:
Dendam perasaan iri telah membakar seluruh tubuhnya. Keinginan
hidup masa remaja tinggal kenangan.
(e) Kaya eyub-adheme tlaga
Perumpamaan itu digunakan pengarang untuk menggambarkan
keadaan sorot sinar mata Heru yang teduh dan sejuk seperti sejuknya
telaga. Terbukti dalam kutipan sebagai berikut:
Kutipan:
Sunar mripate Heru eyub adhem. Kaya eyub-adheme tlaga sing wis
nate ngeremake jiwa ragane Yuyun ing dhasare! (Seri 3: 25)
Terjemahan:
Sinar mata Heru teduh sejuk. Seperti teduh-sejuknya telaga yang
pernah menenggelamkan jiwa raga Yuyun sampai ke dasarnya.
(f) Kebo kacucuk irunge
Pengarang menggunakan peribahasa itu untuk menggambarkan
keadaan Heru seperti orang bodoh yang selalu menuruti perintah paman
Hardjo dengan menikahi perempuan yang tidak pernah dikenal dan
dicintai. Terbukti dalam kutipan sebagai berikut:
Kutipan:
“Amarga kangelan nemokake dunungmu, aku ora bisa suwala nalika
paman mbaleni pamundhute ing wektu sebanjure. Paribasakna kebo
kacucuk irunge aku lungguh jejer ing kursi penganten ing sisihe
wanita sing durung tak tepungi apa maneh tak tresnani.” (Seri 5: 25)
110
Terjemahan:
“Karena kesulitan menemukan keberadaanmu, saya tidak bisa
menghindar ketika paman mengulangi permintaannya di waktu lain.
Seperti kerbau dicocok hidungnya saya duduk di pelaminan di
samping perempuan yang belum dikenal apalagi dicintai.”
(g) Kaya strom
Pengarang menggunakan majas atau gaya bahasa hiperbola
tersebut untuk menerangkan ketika Yuyun berjabat tangan dengan Heru
ada rasa yang aneh dalam dirinya. Terbukti dalam kutipan sebagai berikut:
Kutipan:
Dirasakake getere alus tangane priya iku kaya strom mrasuk sakujur
awake Yuyun. (seri 8: 24)
Terjemahan:
Dirasakan getaran halus tangan laki-laki itu seperti setrum masuk
menjalar ke seluruh tubuh Yuyun.
(h) Buneg puteg
Pengarang menggunakan kalimat tersebut untuk menggambarkan
keadaan tokoh Heru yang sangat kalut dan bingung dalam menghadapi
konflik hidupnya. Terbukti dalam kutipan sebagai berikut:
Kutipan:
“Pancen tau nalika uteg lan atiku isih buneg puteg. Rasa kuciwa isih
nyengkerem jiwaku meh wae bayi abang iku tak tekeg gulune
kepancing rasa judheg ing atiku ngrungokake kekejere tangis bayi ora
meneng-meneng.” (Seri 15: 24)
Terjemahan:
“Memang pernah ketika otak dan hatiku masih gelap kalut. Rasa
kecewa masih mencekam jiwaku hampir saja bayi merah itu ku cekik
lehernya terpancing rasa jengkel di hatiku mendengar tangis bayi tak
henti-henti.”
(i) Sakuku irenge
Perumpamaan tersebut digunakan pengarang untuk menjelaskan
harga barang mahal yang Lisa berikan untuk Yuyun, meskipun sangat
111
mahal namun nominal tersebut hanya sebagian kecil dari semua kekayaan
yang dimilikinya. Terbukti dalam kutipan sebagai berikut:
Kutipan:
Mula yen Lisa ngaturi wong sing banget ditresnani barang sing
mbejaji iki dudu babagan luar biasa. Nadyan mbejaji gedhe nanging
ora ana sakuku irenge. (Seri 15: 25)
Terjemahan:
Maka kalau Lisa memberi orang yang sangat dicintai sebuah barang
yang mahal ini bukan hal luar biasa. Meskipun sangat mahal namun
tidak ada sekuku hitamnya.
Kutipan-kutipan di atas membuktikan bahwa Adinda AS selaku
pengarang cerbung ACTP mempunyai pengetahuan yang luas. Terbukti
dari banyaknya gaya bahasa yang digunakan dalam cerbung ACTP, beliau
mampu mengolah kata-kata sedemikian rupa sehingga menjadi kata yang
indah dan imajinatif.
2) Tone
Tone adalah sikap emosional pengarang yang ditampilkan dalam
cerita. Tone bisa menampak dalam berbagai wujud, baik yang ringan,
romantis, ironis, misterius, senyap, bagai mimpi, atau penuh perasaan.
Cerbung ACTP ini pengarang menggunakan tone tegang seperti yang terjadi
ketika Yuyun bertemu dengan Heru, laki-laki di masa lalu yang pernah
menyakitinya. Sebelas tahun tidak bertemu membuat suasana pertemuan
tersebut menjadi tegang. Tone tegang dapat terlihat dalam kutipan berikut:
Kutipan:
Oh, sawijing patemon sing dadakan. Patemon sing babar pisan ora dak
karepke, panjerite Yuyun jroning ati. Awake Yuyun sanalika lemes,
rasane adem panas. Dheweke ora bisa kumecap apa-apa, nalika priya
kuwi ngulungake tangane ngajak salaman ora diglagati. Yuyun mung
bungkem slumengeren. Sirahe ditekuk jero. Atine tratapan,
panyawange kemepyur, dhadha horeg, poyang-payingan. (Seri 1: 25)
112
Terjemahan:
Oh, sebuah pertemuan yang mendadak. Pertemuan yang sama sekali
tidak diharapkan, jeritan Yuyun dalam hati. Badan Yuyun seketika
lemas, rasanya panas dingin. Dirinya tak mampu berkata-kata lagi
ketika laki-laki itu menyodorkan tangannya mengajak bersalaman yang
tak kuasa disambut. Yuyun hanya bungkam terpana. Kepalanya
tertunduk dalam. Hatinya bergejolak, pandangannya kabur, dada
berdegup kencang tak karuan.
Tone amarah dihadirkan pengarang dengan menampilkan tokoh
Yuyun ketika teringat sakit hatinya terhadap Heru. Terbukti dalam kutipan
sebagai berikut:
Kutipan:
“Saiki kowe wis sukses, Mas Heru. Apa sing mbok angen-angen karo
aku mbiyen wis bisa kagayuh kabeh. Uripmu sukses. Kowe wis menang.
Kamenangan kanthi ancik-ancik ajure panguripane liyan. Ah, pancen
kowe wong lanang sing kepengin kepenak dhewe. Kowe licik. Wong
lanang licik, pengecut. Khianat!!” Sewu pamisuh lan sewu cecamah
gemrunggung ngebaki dhadha sing gawe pulung atine Yuyun sangsaya
perih wae. (Seri 3: 24)
Terjemahan:
“Sekarang kamu sudah sukses, Mas Heru. Apa yang kau cita-citakan
bersamaku dulu telah tercapai semua. Hidupmu sukses. Kamu menang.
Kemenangan di atas kehancuran hidup orang lain. Ah, memang kamu
seorang laki-laki yang ingin enak sendiri. Kamu licik. Laki-laki licik,
pengecut. Khianat!!” Seribu cacian dan umpatan menggema memenuhi
dada yang membuat ulu hati Yuyun semakin pedih saja.
Tone di atas menunjukkan sikap emosional pengarang yang
ditampilkan dalam cerita. Menggambarkan keadaan yang penuh marah,
emosi terhadap Heru. Selanjutnya juga terdapat tone sedih dalam cerbung
ACTP yang ditampilkan pengarang ketika Yuyun membaca surat dari Heru.
Seketika hati Yuyun diliputi perasaan sedih yang menyesakan dada sehingga
membuatnya menangis. Terbukti dalam kutipan sebagai berikut:
Kutipan:
Yuyun nora kwawa mbacutake maca layang abang jambu iki. Sanalika
sirahe rasane mumet banget. Rasa sedih, trenyuh lan bingung ngumpul
dadi siji nyesak ing dhadha sing rasane kaya arep mbledhos-
113
mbledhosa. Ah, Mas Heru ora tau lali dina klairane. Yuyun dhewe lali
dina iki dina pungkasan ing umure sing 33 taun. Yuyun ora kwawa
ngempet mbludaging pangrasa lan emosi, dheweke ngrungkebi tangane
sandhuwuring meja. Yuyun nangis mingseg-mingseg. Tangis wadon
sing getir. Tangis panalangsa ing kantor guru sing adhem lan sepi.
(Seri 6: 24)
Terjemahan:
Yuyun tak mampu melanjutkan membaca surat merah jambu ini. Tiba-
tiba kepalanya terasa pening. Rasa sedih, haru dan bingung kumpul jadi
satu menyesak di dada yang rasanya seakan mau meledak saja. Ah, Mas
Heru tidak pernah lupa hari lahirnya. Yuyun sendiri lupa hari ini adalah
hari terakhir diusianya yang 33 tahun. Yuyun tak kuasa menahan luapan
perasaan dan emosi, dia menelungkupkan tanganya di atas meja. Yuyun
menangis tersedu-sedu. Tangis perempuan yang pahit. Tangis sedih di
kantor guru yang dingin dan sepi.
Tone senyap dihadirkan pengarang dengan menampilkan tokoh
Yuyun yang merasakan kehangatan dan kedamaian hati ketika memeluk
Lisa, gadis kecil yang tulus menyayanginya. Terbukti dalam kutipan berikut:
Kutipan:
Dirungkebake raine ing dhadhane. Angeting luh krasa nembus kulit
dhadhane. Rinasa sebongkah katentreman ing atine Yuyun. Alusing
tangan bocah sing ngelus cengkaring atine. Katentreman sing tuwuh
saka bocah cilik sing butuh sih katresnane biyung. Kaanan kaya ngono
mau mlaku sawetara suwe. (Seri 8: 24)
Terjemahan:
Ditelungkupkan wajahnya ke dadanya. Hangatnya air mata menembus
kulit dadanya. Terasa sebongkah kedamaian di hati Yuyun. Halusnya
tangan anak yang mengusap hatinya. Kedamaian yang datangnya dari
anak kecil yang membutuhkan kasih sayang seorang ibu. Keadaan
seperti itu tadi berjalan cukup lama.
Cerbung ACTP juga terdapat tone bahagia. Pengarang menampilkan
sikap emosional dengan penuh perasaan bahagia yang ditampilkan oleh
tokoh Yuyun. Yuyun merasa bahagia ketika kedatangannya kembali ke
sekolah setelah sakit disambut senyuman bahagia oleh murid-muridnya.
Terbukti dalam kutipan sebagai berikut:
114
Kutipan:
Dina sepisan Yuyun bali mulang maneh, murid-muride nyambut
mbagekake gurune kanthi bungah. Nalika Bu Guru mlebu ing kelas,
bocah-bocah wis lungguh tumata rapi ing bangkune dhewe-dhewe.
Lungguh anteng kanthi praupan sumringah. Ing ngarep kelas Yuyun
ora tumuli lungguh. Dheweke ngadheg ngadhepi muride. Disawang
bocah-bocah siji-siji. Kabeh padha nyawang gurune kanthi esem
seneng. (Seri 8: 25)
Terjemahan:
Hari pertama Yuyun mengajar kembali, murid-muridnya menyambut
gurunya dengan gembira. Ketika Bu Guru masuk ke dalam kelas, anak-
anak sudah duduk dengan rapi di bangkunya masing-masing. Duduk
tenang dengan wajah ceria. Di depan kelas Yuyun tidak segera duduk.
Dia berdiri menghadap muridnya. Dipandangi anak-anak satu per satu.
Semua memandang gurunya dengan senyuman bahagia.
Tone di atas menunjukkan sikap emosional pengarang yang
ditampilkan dalam cerita. Menggambarkan keadaan yang begitu nyaman
dan penuh perasaan bahagia karena disambut dengan senyuman bahagia
oleh orang-orang tersayang.
Berdasarkan kutipan-kutipan di atas dapat di tarik kesimpulan bahwa
pengarang dalam cerbung ACTP menggunakan tone tegang, tone amarah,
tone sedih, tone senyap, dan tone bahagia. Rasa bencinya terhadap Heru
membuat Yuyun menjadi perempuan yang angkuh dan egois, namun
kemudian dirinya sadar atas kesalahan-kesalahan dan menjadi sosok yang
lebih baik. Yuyun meminta maaf kepada Heru dan ingin memulai semuanya
dari awal. Imajinasi pengarang sangat keluar melalui cerbung ACTP ini,
memberikan sesuatu yang estetis melalui kata-kata yang dipilih kemudian
dirangkai sepadu mungkin. Terkadang paduan kata terlihat kurang realis,
namun pengarang menghadirkan kata dengan penuh imajinasi yang tidak
begitu sulit untuk dimengerti dan dipahami oleh pembaca.
115
d. Simbolisme
Simbol merupakan salah satu cara untuk menampilkan gagasan dan
emosi agar tampak nyata. Simbol berwujud detail-detail konkret dan faktual
serta memiliki kemampuan untuk memunculkan gagasan dan emosi dalam
pikiran pembaca. Ada beberapa simbol yang menarik dalam cerbung Ara-
ara Cengkar Tanpa Pinggir karya Adinda AS antara lain:
(a) Madu kembang manis
Madu kembang manis menjadi simbol untuk menjelaskan
keperawanan atau kesucian seorang perempuan. Terbukti dalam kutipan
sebagai berikut:
Kutipan:
“Nanging saiba tegele kowe mbuwang aku ngono wae sawise mbok
cecep madu kembang manisku, kasucenku lan kabeh pakurmatan sing
dadi makuthaning wanita.” (Seri 2: 24)
Terjemahan:
“Namun betapa teganya kau membuang diriku begitu saja setelah
berhasil kau reguk madu bunga manisku, kesucianku dan semua
kehormatan yang menjadi mahkotanya perempuan.”
(b) Niba tangi
Pengarang menggunakan simbol niba tangi untuk menerangkan
bahwa Yuyun dalam kondisi yang susah dan menyedihkan. Terbukti
dalam kutipan sebagai berikut:
Kutipan:
“Nanging ora ana pawongan siji wae sing ngerti nalika aku mlayu
niba tangi.” (Seri 2: 25)
Terjemahan:
”Namun tidak ada satupun orang yang tahu ketika saya lari jatuh
bangun.”
116
(c) Bibit
Kata bibit digunakan pengarang untuk menyimbolkan sperma laki-
laki. Terbukti dalam kutipan sebagai berikut:
Kutipan:
“Kasengsaranku sangsaya lengkap nalika bibit sing mbok sebar
thukul ngrembaka ing kandhutanku sing dak konangi rong wulan
sawise aku mlayu.” Mengkono pamuwuse Yuyun sing nembe
kacuwan. (Seri 2: 25)
Terjemahan:
“Penderitaanku menjadi lengkap ketika benih yang kau tabur tumbuh
subur dalam rahimku yang baru kusadari dua bulan kemudian dalam
pelarianku.” Begitulah ungkapan Yuyun yang sedang kecewa.
(d) Lawang
Kata lawang digunakan pengarang untuk menyimbolkan hati.
Terbukti dalam kutipan sebagai berikut:
Kutipan:
Bocah-bocah iki tansah ana panggonan ing jroning atine, nadyan ora
ana priya siji wae sing diwengakake lawang iki. (Seri 3: 24)
Terjemahan:
Anak-anak ini selalu ada tempat di dalam hatinya, meskipun tidak ada
seorang laki-laki pun yang dibukakan pintu ini.
(e) Esem pait
Pengarang menggunakan kata esem pait untuk menyimbolkan
tindakan yang dilakukan tokoh tidak sesuai dengan kenyataan yang sedang
dirasakan. Terbukti dalam kutipan sebagai berikut:
Kutipan:
Dheweke mung mesem sing dirasa esem pait. (Seri 4: 24)
Terjemahan:
Dia hanya tersenyum yang dirasa senyum pahit.
117
(f) Ngalor ngidul ngetan ngulon
Pengarang menggunakan simbol ngalor ngidul ngetan ngulon
untuk menerangkan bahwa Heru berputar-putar ke segala tempat untuk
mencari Yuyun. Terbukti dalam kutipan sebagai berikut:
Kutipan:
“Ngalor ngidul ngetan ngulon, menyang papan sing tau kita ambah
tak ubeg-ubeg sapa ngerti sliramu ing kono.” (Seri 5: 25)
Terjemahan:
“Segala arah saya mondar-mandir, ke tempat yang pernah kita datangi
ku datangi siapa tahu dirimu di tempat itu.”
Semua kutipan-kutipan di atas membuktikan bahwa pengarang
menggunakan simbol-simbol tertentu untuk mengungkapkan tujuannya
atau sesuatu hal yang lain.
e. Ironi
Ironi adalah cara untuk menunjukkan sesuatu yang berlawanan
dengan yang telah diduga sebelumnya. Dunia fiksi ada dua jenis ironi yang
dikenal luas yaitu 'ironi dramatis' dan 'tone ironis'. Berikut ironi yang
terdapat dalam cerbung Ara-ara Cengkar Tanpa Pinggir karya Adinda AS.
1) Ironi Dramatis
Ironi dramatis muncul melalui kontras diametris antara penampilan
dan realitas, antara maksud dan tujuan seorang karakter dengan hasilnya
atau antara harapan dengan apa yang sebenarnya terjadi.
Ironi dramatis yang terdapat dalam cerbung ACTP karya Adinda AS
terjadi ketika Yuyun berjalan dengan tergesa-gesa menuju rumah
kontrakannya. Yuyun merasa tidak tenang dengan kehadiran Heru. Dia
mencoba mencari becak disekitar jalan tersebut dan juga taksi yang
118
biasanya mangkal, namun sayang ternyata tidak ada satupun kendaraan
umum di tempat itu. Terbukti dalam kutipan sebagai berikut:
Kutipan:
Kepengine Yuyun enggal-enggal tekan omah pondhokane. Apes, ora
ana becak sing liwat. Taksi sing biasane akeh mangkal nunggu
panumpang ing kono ya ora ana.[…] (Seri 1: 25&49)
Terjemahan:
Keinginannya Yuyun bisa cepat-cepat sampai ke rumah kontrakannya.
Sial, tidak ada becak yang lewat. Taksi yang biasanya mangkal
menunggu penumpang di tempat itu juga tidak ada. […]
Ironi dramatis dalam cerbung ACTP selanjutnya juga dialami oleh
tokoh bawahan, yaitu Lisa. Lisa datang kepada Yuyun menyampaikan
maksud dan tujuannya yang ingin berkunjung ke rumah Yuyun bersama
ayahnya. Lisa dengan semangat menyampaikan hal tersebut, namun dengan
beberapa alasan Yuyun menolak keinginan Lisa. Seketika semangat Lisa
lenyap dan berubah menjadi rasa kecewa. Keadaan itu tidak sesuai dengan
pikiran Lisa, karena dia mengira bahwa hari itu dia dan ayahnya dapat
berkunjung ke rumah Yuyun. Terbukti dalam kutipan sebagai berikut:
Kutipan:
“Pulanglah. Sampaikan papamu, nanti sore Bu Guru tidak ada di
rumah. Bu Yun janji, nanti kapan-kapan kita rekreasi ramai-ramai.
OK?” Pundhake Lisa dipuk-puk kanggo luwih ngyakinake. Lisa rada
lega, nadyan rasa kuciwa isih mbayang ing raine. Lisa ninggalake
gurune kanthi tembung pamit sing ora gemrapyak kaya adate. (Seri 4:
24)
Terjemahan:
“Pulanglah. Sampaikan papamu, nanti sore Bu Guru tidak ada di rumah.
Bu Yun janji, nanti kapan-kapan kita rekreasi ramai-ramai. OK?”
Ditepuk-tepuk bahu Lisa untuk lebih meyakinkan. Lisa agak lega sekali
pun kekecewaan masih terbayang di wajahnya. Lisa meninggalkan
gurunya dengan ucapan pamit tidak seriang seperti biasanya.
Ironi dramatis juga dialami oleh tokoh Heru. Heru sudah
memantapkan tekadnya untuk memperjuangkan cintanya meskipun akan
119
ada halangan yang menghadang. Heru datang ke kos-kosan Yuyun dengan
semangat yang menggebu-gebu untuk menyampaikan tujuan dan tekadnya,
namun setelah Heru tahu bahwa Yuyun sudah pergi tanpa pamit dari
kosannya, seketika Heru berubah menjadi kecewa dan sedih kehilangan
Yuyun. Terbukti dalam kutipan sebagai berikut:
Kutipan:
“Saiba sedhih, bingung lan kuciwane atiku, nalika aku wis gumolong
ing tekadku ngantebi tresnaku, njaga lestarine tresna iki. Aku nedya
urip bebarengan karo sliramu nadyan kabeh wong nganggep aku anak
sing ora nduwe rasa panuwun marang kabecikane wong tuwa. Malah
mbok menawa ana sing ngarani aku anak duraka! Nalika esuke aku
mara ing pondhokanmu, kamarmu wis kosong. Sliramu lunga tanpa
ninggal weling. Lunga tanpa pamit.” (Seri 5: 24)
Terjemahan:
“Rasa sedih, bingung dan kecewa hatiku, ketika saya sudah yakin dalam
tekadku memantapkan cintaku, menjaga lestarinya cinta ini. Saya
bertekad hidup bersama dirimu meskipun semua orang menganggap
saya anak yang tidak punya rasa berterima kasih terhadap kebaikan
orang tua. Bahkan mungkin ada yang menyebut saya anak durhaka!
Ketika paginya saya datang ke kosanmu, kamarmu sudah kosong.
Dirimu pergi tanpa meninggalkan pesan. Pergi tanpa pamit.
2) Tone Ironis
Tone ironis digunakan untuk menyebut cara berekspresi yang
mengungkapkan makna dengan cara berkebalikan. Cerbung ACTP tone
ironis ditunjukkan ketika Yuyun ditanya oleh Lisa apakah ia sudah benar-
benar sehat ataukah belum. Yuyun menjawab sudah membaik dengan
ekspresi senyuman. Ekspresi senyum Yuyun dalam menjawab pertanyaan
Lisa tersebut berlainan dengan apa yang dirasakan Yuyun saat itu. Terbukti
dalam kutipan sebagai berikut:
Kutipan:
”Sekarang Bu Yun sudah sehat benar?” mripate Lisa nyawang mripate
gurune kebak kawigaten. Yuyun kecipuhan mangsuli. Dheweke mung
120
mesem sing dirasa esem pait. Bocah cilik saumure Lisa ora bakal
ngerti yen sajatine ibu gurune ngendhem penyakit sing sumbere saka
bapake Lisa dhewe. Yuyun mung manthuk-manthuk. (Seri 4: 24)
Terjemahan:
”Sekarang Bu Yun sudah sehat benar?” mata Lisa menatap mata
gurunya penuh perhatian. Yuyun kerepotan menjawab. Dia hanya
tersenyum yang dirasa senyum pahit. Anak kecil seumur Lisa tidak
akan mengerti bahwa sebenarnya ibu gurunya sedang memendam
penyakit yang bersumber dari ayahnya Lisa sendiri. Yuyun hanya
mengangguk-angguk.
Berdasarkan kutipan-kutipan di atas dapat di tarik kesimpulan bahwa
pengarang menuangkan kontras diametris antara penampilan dan realitas,
maksud dan tujuan seorang karakter dengan hasilnya, harapan dengan
faktanya. Pengarang juga menuangkan ekspresi tokoh yang mengungkapkan
makna dengan cara berkebalikan. Ironi dramatis dalam cerbung ACTP karya
Adinda AS dituangkan pada tokoh Yuyun, Lisa dan Heru, sedangkan tone
ironis dituangkan pada tokoh Yuyun. Adanya ironi tersebut memperkaya
cerita dan menjadikannya menarik, menghadirkan efek-efek tertentu,
memperdalam karakter, merekatkan struktur alur dan dapat menggambarkan
sikap pengarang.
4. Keterkaitan Antarunsur
Unsur struktural yang terdapat dalam cerbung Ara-ara Cengkar Tanpa
Pinggir karya Adinda AS menunjukkan adanya hubungan yang erat dan saling
mengkait antara unsur satu dengan unsur yang lain. Unsur struktural dalam
cerbung ini meliputi fakta-fakta cerita (karakter, latar atau setting dan alur),
tema, dan sarana-sarana sastra (judul, sudut pandang, simbolisme, gaya dan
tone, serta ironi) yang dirangkum menjadi satu kesatuan yang utuh sehingga
mampu membentuk makna secara keseluruhan cerita.
121
Ditinjau dari fakta-fakta cerita yang meliputi karakter, latar atau setting
dan alur, ketiga unsur ini memiliki hubungan yang erat dan saling kait-mengkait
membentuk satu kesatuan yang utuh. Tema cerbung yaitu kekerasan hati
seorang perempuan yang menyebabkan dirinya dan orang lain menderita. Tema
juga mempengaruhi latar yang tadinya tinggal di kota kemudian meminta
dipindahkan mengajar di sebuah desa terpelosok yang jauh dari kota. Dilihat
dari alur dapat menunjukkan tokoh yang keras kepala dan angkuh untuk
mempertahankan pendiriannya yang merupakan akibat dari dendam yang
terpendam dalam hatinya. Tema akan mempengaruhi karakter, latar serta alur
cerita yang akan disampaikan oleh pengarang. Berdasarkan tema tersebut
mempengaruhi seorang karakter bertindak sesuai dengan tema yang diangkat.
Secara spesifik mengacu pada kekerasan hati tokoh utama dalam
mempertahankan pendiriannya memendam dendam dan kebenciannya terhadap
Heru. Rasa benci dan dendam tersebut menimbulkan beberapa konflik dalam
hidupnya sehingga membuat hidupnya berubah menjadi tidak tenang. Hal
tersebut membuat Yuyun lari menghindari masalah dengan pindah mengajar ke
desa pelosok yang jauh dari kota. Akibat kekerasan hati dan keangkuhannya
tersebut malah membuat orang-orang yang tulus mencintai Yuyun juga ikut
merasakan penderitaan.
Ditinjau dari sarana-sarana sastra yang meliputi judul, sudut pandang,
gaya dan tone, simbolisme, ironi adalah model penulisan khas dari Adinda AS
sebagai pengarang dalam menyampaikan gagasannya sehingga menjadi sebuah
cerita. Pengarang menggunakan tone tegang, amarah, sedih, senyap, dan
bahagia. Sudut pandang yang digunakan penulis Adinda AS dalam cerbung
122
Ara-ara Cengkar Tanpa Pinggir adalah sudut pandang orang ketiga tidak
terbatas, artinya pengarang sepenuhnya mengetahui tentang semua seluk beluk
dalam cerita. Pengarang dapat membuat beberapa karakter melihat, mendengar,
atau berpikir. Pengarang juga dapat muncul ketika tidak ada satu karakterpun
yang hadir. Ironi Yuyun saat mengungkapkan ekspresi yang berlainan dengan
hatinya dapat memperdalam karakternya yaitu tidak ingin menjadi beban orang
lain. Adanya sarana-sarana sastra memberikan nuansa keindahan serta warna
tersendiri dalam sebuah cerita. Unsur struktural dalam cerbung Ara-ara
Cengkar Tanpa Pinggir karya Adinda AS mempunyai hubungan yang erat dan
tidak dapat dipisahkan satu sama lain serta membentuk satu kesatuan yang
indah.
123
B. ANALISIS BENTUK DEFENSE MECHANISM PADA TOKOH
WAHYUNINGSIH DAN HERU PURNOMO
Tokoh utama dalam cerbung Ara-ara Cengkar Tanpa Pinggir karya Adinda
AS adalah Wahyuningsih (Yuyun) dan Heru Purnomo. Pemahaman proses
perkembangan jiwa pada tokoh Yuyun dan Heru dalam cerita bersambung Ara-ara
Cengkar Tanpa Pinggir berpangkal dari pembahasan terhadap aspek penokohan
perkembangan kepribadian dari perilaku yang terdapat dalam analisis struktural
sehingga dapat dikatakan bahwa analisis psikologi merupakan tindak lanjut dari
analisis struktural. Aspek psikologi sastra tokoh utama dalam cerita bersambung
Ara-ara Cengkar Tanpa Pinggir karya Adinda AS, akan diteliti karena beberapa
faktor penyebab, di antaranya melindungi seseorang dari situasi yang cenderung
membahayakan baginya, untuk mengatasi batin (perasaan) yang terluka, perasaan
marah, sedih dan kecewa yang dialami seseorang, menghapus kecemasan yang
dialami seseorang, dan membantu penyesuaian diri yang normal dalam kehidupan
sehari-hari.
Adanya konflik memunculkan perubahan perilaku dan perkembangan
kepribadian. Pada data analisis struktur diperoleh informasi bahwa terdapat
gangguan ketidaksadaran dari realitas yang dihadapi oleh kedua tokoh tersebut.
Menghadapi berbagai masalah, Yuyun dan Heru berupaya untuk merespon walau
terkadang menyakitkan dan konflik tidak dapat dihindari. Pertahanan psikis untuk
mempertahankan diri dan perasaan-perasaan yang terlibat akan dijabarkan pada
analisis berikut.
Bagian ini secara berturut-turut akan menjelaskan bentuk defense
mechanism pada tokoh Yuyun yang meliputi represi, sublimasi, proyeksi,
124
pengalihan, rasionalisasi, reaksi formasi, regresi, agresi dan apatis. Kemudian
dilanjutkan penjelasan bentuk defense mechanism pada tokoh Heru yang meliputi
represi, pengalihan, rasionalisasi, regresi, agresi dan apatis.
1. Bentuk Defense Mechanism pada Tokoh Wahyuningsih (Yuyun)
Yuyun (Wahyuningsih) adalah seorang guru SD di salah satu sekolah yang
berada di Kota Semarang. Yuyun seorang perempuan yang sopan, sabar, dan
penyayang terhadap murid-muridnya. Ia mempunyai masa lalu yang sangat
menyakitkan sehingga membuatnya trauma terhadap setiap laki-laki yang berniat
mendekatinya. Rasa trauma tersebut juga membuatnya belum siap untuk hidup
berumah tangga meskipun usia sudah tergolong tidak muda lagi, tiga puluh tiga
tahun dan bahkan usia tersebut sudak termasuk dalam kategori sebagai perawan tua.
Banyak yang mencibirnya sebagai perawan tua, namun cibiran tersebut tidak
mampu mematahkan tekadnya yang masih ingin hidup sendiri. Yuyun berpikir
lebih baik dirinya menjalani kehidupan sendiri daripada hidup berumah tangga
namun penuh kecemasan dan tanpa kemantapan hati.
Rasa kecewanya terhadap Heru sebelas tahun yang lalu menorehkan trauma
luka yang mendalam dalam hatinya. Hal tersebut membuatnya menolak pinangan
setiap laki-laki yang ingin menikahinya. Yuyun menganggap semua laki-laki itu
sama seperti Heru. Sebelas tahun yang lalu Heru meninggalkan dirinya dengan
menikahi gadis anak konglomerat terkaya di negeri ini setelah berhasil merasakan
manisnya tubuh Yuyun. Banyak perbuatan dosa yang telah ia lakukan selama
berhubungan dengan Heru. Yuyun merasa pengorbanan dan kesetiaan cintanya
selama ini hanya dibalas dengan pengkhianatan, sehingga Yuyun memilih lari pergi
meninggalkan Heru dan keluarganya dalam keadaan hati yang terguncang. Hal
125
yang lebih menyakitkan lagi terungkap bahwa dalam pelariannya, Yuyun telah
mengandung benih yang disebar oleh Heru dalam rahimnya, namun tanpa disengaja
kandungan Yuyun gugur dengan sendirinya. Peristiwa menyakitkan tersebut
menorehkan kekecewaan yang sangat mendalam dalam hati dan tidak pernah bisa
dilupakan. Itulah penyeebabnya kenapa Yuyun sangat membenci Heru dan
menganggapnya sebagai laki-laki pengecut.
Tokoh Yuyun digambarkan mengalami permasalahan yang begitu berat
dalam hidupnya. Masalah-masalah yang terjadi dalam hidupnya, menuntutnya
untuk melakukan defense mechanism dengan tujuan mengurangi efek dari konflik
yang terjadi. Defense mechanism yang dilakukan oleh tokoh Yuyun dalam cerbung
ACTP karya Adinda AS meliputi represi, sublimasi, proyeksi, pengalihan,
rasionalisasi, reaksi formasi, regresi, agresi dan apatis. Hal ini dapat dibuktikan
pada penjelasan berikut:
a. Represi (Repression)
Represi merupakan mekanisme pertahanan yang paling kuat dan luas.
Tugas represi mendorong keluar implus-implus id yang tidak diterima dari alam
sadar dan kembali ke alam bawah sadar. Represi yang dilakukan tokoh Yuyun
muncul dalam bentuk bersikap sabar untuk menghindari konflik, ketenangan
dalam menghadapi masalah, dan sikap terharu untuk menghindari konflik.
Bentuk-bentuk represi tersebut dapat dibuktikan pada penjelasan berikut.
Yuyun yang mendapat perlakuan tidak menyenangkan dari Hary, teman
sekantornya melakukan represi dalam bentuk bersikap sabar. Yuyun melakukan
tindakan represi sebagai bentuk pertahanan diri untuk mengurangi konflik atas
perilaku tidak menyenangkan yang dialami. Menurut Imam Setiadi Arif (2011)
126
sabar merupakan indikasi seseorang melakukan represi. Represi Yuyun dalam
bentuk sabar dapat dibuktikan pada kutipan sebagai berikut:
Kutipan:
“Ya iki pacarku sing tak karepake. Sing lenggah ing sisihku iki.” ujare
karo sebelah tangane ngrangkul pundhake Yuyun.
“Aah… aja sembranan, ah. Isin mengko yen konangan murid-murid.
Dikira awake dhewe pacaran!” ujare Yuyun kaget. Kanthi sabar
disingkirake tangane Hary saka pundhake. Sanadyan dheweke wis kerep
krungu gojegane wong siji iki, nanging krungu omongan ngenani pacar
iki rasane atine ora kepenak. (Seri 6: 25)
Terjemahan:
“Ya ini pacarku yang ku inginkan. Yang duduk di sebelahku ini.” katanya
sambil sebelah tangannya merangkul pundak Yuyun.
“Aah… jangan main-main, ah. Malu nanti kalau ketahuan murid-murid.
Dikira kita pacaran!” sahut Yuyun terkejut. Dengan sabar disingkirkan
tangan Hary dari pundaknya. Meskipun dirinya sudah biasa mendengarkan
canda gurauan orang satu ini, namun mendengar pembicaraan soal pacar
ini rasa hatinya menjadi tidak enak.
Kutipan di atas menggambarkan bahwa Yuyun melakukan defense
mechanism jenis represi dalam bentuk bersikap sabar. Represi dalam bentuk
sabar tersebut muncul untuk menekan seminimal mungkin emosional yang tiba-
tiba hadir sehingga kemunculan konflik bisa dihindari. Rasa tidak nyaman yang
ditimbulkan akibat aksi Hary digantikan dengan bersikap sabar oleh Yuyun
untuk menghindari terjadinya konflik.
Represi yang dilakukan Yuyun juga muncul dalam bentuk ketenangan
dalam menghadapi masalah. Masalah-masalah kehidupan yang hadir dihadapi
dengan keadaan tenang. Represi Yuyun bentuk ketenangan dalam menghadapi
masalah dapat dibuktikan pada kutipan sebagai berikut:
Kutipan:
“Heeh… Dadi, dadi… kowe ngandhut wektu kuwi, Dhik?” ujare Heru
kaget. Dheweke ngadeg saka palungguhane. “Yen nggarbini kenapa ora
ngomong, malah lunga, Dhik? Endi bocah iku saiki, Dhik Ning? Ing
ngendi??”
127
Yuyun njaluk dheweke lungguh maneh. Ing raine ketok gambaran rasa
kaget gedhe krungu samubarang sing ora tau kabayangake sadurunge.
“Aja gugup. Sing sareh. Mas Heru bisa mbayangake kasangsarane wong
wadon sing mlayu ing njaban rangkah amarga dikhianati priya sing
banget ditresnani?” (Seri 9: 24)
Terjemahan:
“Heeh… Jadi, jadi… Kamu hamil pada waktu itu, Dik?” ucap Heru
terkejut. Ia bangkit dari tempat duduknya. “Kalau hamil kenapa tidak
bilang, malah pergi, Dik? Di mana anak itu sekarang, Dik Ning? Di
mana??”
Yuyun minta ia duduk kembali. Di wajahnya nampak ungkapan rasa
terkejut sekali mendengar sesuatu yang tidak pernah diduga sebelumnya.
“Jangan gugup. Yang tenang. Mas Heru bisa membayangkan bagaimana
penderitaan seorang perempuan yang lari di perantauan karena dikhianati
laki-laki yang sangat dicintai?”
Situasi di atas menggambarkan bahwa Yuyun melakukan defense
mechanism jenis represi dalam bentuk ketenangan dalam menghadapi masalah.
Kondisi tersebut terjadi saat Yuyun mencoba tenang dan juga menenangkan
Heru ketika dia bercerita tentang peristiwa yang sudah dialaminya.
Pengkhianatan menjadi titik masalah dalam kasus ini, yang menyebabkan hati
seorang perempuan seperti Yuyun terluka. Bukan hanya hati saja yang terluka,
namun kehidupan Yuyun pun menjadi menderita dan meninggalkan trauma
yang sangat dalam. Membayangkan kisah masa lalunya membuat hatinya
bergejolak, namun represi dalam bentuk ketenangan dalam menghadapi
masalah timbul ketika Yuyun menceritakan peristiwa sakit hati masa lalunya
itu kepada Heru. Heru yang mendengar cerita itu memberikan reaksi terkejut,
namun untuk menghindari timbulnya konflik, Yuyun juga menenangkan Heru.
Defense mechanism jenis represi selain dalam bentuk bersikap sabar
untuk menghindari konflik, dan represi dalam bentuk ketenangan dalam
menghadapi masalah, represi yang dilakukan Yuyun juga muncul dalam bentuk
rasa terharu. Hal tersebut terjadi ketika hati Yuyun sudah mulai dibuat memanas
128
oleh perkataan Lisa, namun secara tiba-tiba amarah tersebut sirna dan berubah
menjadi rasa terharu terhadap anak itu. Defense mechanism jenis represi dalam
bentuk terharu dapat dibuktikan pada kutipan sebagai berikut:
Kutipan:
“Kata papa, mama Lisa dulu secantik Bu Yuyun,” pangucape Lisa lugu.
Atine Bu Guru kumesar. Raine rasane panas. Nanging rasa trenyuh
ngalahake sakabehing pangrasa. Tanpa sadhar Lisa dirangkul, dielus-
elus sirahe kanthi asih. Banjur dibisiki ing kupinge, “Lisa tentu saja dapat
anggap Bu Yuyun sebagai mama Lisa, bukan?” (Seri 4: 24)
Terjemahan:
“Kata papa, mama Lisa dulu secantik Bu Yuyun,” ucap Lisa polos.
Hatinya Bu Guru tak enak rasanya. Wajahnya terasa panas. Namun rasa
haru mengalahkan rasa-rasa yang lain. Tanpa sadar Lisa dipeluk, dibelai
kepalanya dengan kasih sayang. Kemudian dibisikkan di telinganya, “Lisa
tentu saja dapat anggap Bu Yuyun sebagai mama Lisa, bukan?”
Kutipan tersebut menggambarkan bahwa Yuyun melakukan defense
mechanism jenis represi dalam bentuk rasa terharu. Represi bentuk rasa terharu
muncul secara tiba-tiba di hati Yuyun. Rasa terharu tersebut muncul menekan
rasa emosional yang hampir membakar hati Yuyun. Perkataan Lisa yang tidak
sengaja menyebutkan mamanya menyebabkan Yuyun terpancing emosi. Yuyun
yang semulanya terpancing emosi dan hatinya sudah mulai memanas terhadap
perkataan Lisa, secara tiba-tiba emosi tersebut ditekan dan digantikan oleh
munculnya represi dalam bentuk rasa haru yang membuat rasa amarah beralih
menjadi rasa kasih sayang. Yuyun melakukan mekanisme pertahanan represi
dalam bentuk rasa terharu untuk menghindari terjadinya konflik yang timbul
antara Yuyun dengan Lisa.
b. Sublimasi
Sublimasi terjadi bila tindakan-tindakan yang bermanfaat secara sosial
menggantikan perasaan tidak nyaman. Sublimasi merupakan suatu bentuk
129
pengalihan. Sublimasi yang dilakukan tokoh Yuyun berbentuk senyum dan
mengalihkan perhatian. Bentuk-bentuk sublimasi tersebut dapat dibuktikan
pada penjelasan berikut.
Yuyun melakukan defense mechanism jenis sublimasi dalam bentuk
senyum. Senyum dirasa lebih bermanfaat daripada sedih atau menangis sebagai
reaksi dari rasa kecewa mendalam yang sedang dialami. Sublimasi Yuyun
dalam bentuk senyum dapat dibuktikan pada kutipan sebagai berikut:
Kutipan:
”Sekarang Bu Yun sudah sehat benar?” mripate Lisa nyawang mripate
gurune kebak kawigaten. Yuyun kecipuhan mangsuli. Dheweke mung
mesem sing dirasa esem pait. Bocah cilik saumure Lisa ora bakal ngerti
yen sajatine ibu gurune ngendhem penyakit sing sumbere saka bapake
Lisa dhewe. Yuyun mung manthuk-manthuk. (Seri 4: 24)
Terjemahan:
”Sekarang Bu Yun sudah sehat benar?” mata Lisa menatap mata gurunya
penuh perhatian. Yuyun kerepotan menjawab. Dia hanya tersenyum yang
dirasa senyum pahit. Anak kecil seumur Lisa tidak akan mengerti bahwa
sebenarnya ibu gurunya sedang memendam penyakit yang bersumber dari
ayahnya Lisa sendiri. Yuyun hanya mengangguk-angguk.
Kutipan di atas menggambarkan bahwa defense mechanism sublimasi
yang dilakukan Yuyun dengan tersenyum dirasa lebih bermanfaat secara sosial
untuk menggantikan perasaan tidak nyaman yang sedang dirasakan. Yuyun
lebih memilih tersenyum meskipun senyuman itu dirasa pahit daripada
bersedih mengikuti perasaan hatinya karena di depan Lisa, Yuyun sadar bahwa
anak sekecil itu tidak akan bisa mengerti perasaan orang dewasa yaitu dirinya
yang sedang memendam penyakit batin yang justru bersumber dari ayahnya
sendiri.
Bentuk defense mechanism sublimasi selanjutnya yang dilakukan
Yuyun muncul dalam bentuk mengalihkan perhatian. Rasa tidak nyaman yang
130
muncul, Yuyun alihkan dengan kegiatan lain. Sublimasi Yuyun dalam bentuk
mengalihkan perhatian dapat dibuktikan pada kutipan sebagai berikut:
Kutipan:
Yuyun kelangan greged omong ing ngarep kelas, mula bocah-bocah
dikongkon nggarap matematik. Kanggo nyuda gorehing rasa ati Yuyun
nyoba maca buku Ilmu Jiwa Anak, nanging ora ana sing bisa nyenthel ing
utege. (Seri 3: 25)
Terjemahan:
Yuyun kehilangan nafsu berbicara di depan kelas, maka dari itu anak-anak
disuruh mengerjakan matematika. Untuk mengurangi keresahan hati
Yuyun mencoba membaca buku Ilmu Jiwa Anak, tetapi tidak ada yang
bisa masuk di otaknya.
Kondisi di atas jelas menggambarkan bahwa Yuyun melakukan
mekanisme pertahanan sublimasi dalam bentuk mengalihkan perhatian.
Perasaan tidak nyaman yang timbul digantikan dengan tindakan-tindakan yang
bermanfaat secara sosial, dan dari kutipan tersebut digambarkan bahwa Yuyun
melakukan pengalihan perhatian ketika merasa kehilangan nafsu berbicara di
depan kelas sehingga anak-anak dialihkan untuk mengerjakan matematika.
Bentuk pengalihan kedua dalam kutipan itu digambarkan ketika perasaan tidak
nyaman, yaitu keresahan hati mulai menyerang perasaan Yuyun, dialihkan
dengan mencoba membaca buku Ilmu Jiwa Anak dengan tujuan tindakan
pengalihan tersebut dapat bermanfaat untuk menghilangkan keresahannya.
Semua bentuk tindakan pengalihan yang dilakukan oleh Yuyun mempunyai
tujuan agar bermanfaat untuk dirinya sendiri maupun anak-anak didiknya.
c. Proyeksi
Mekanisme yang tidak disadari dan melindungi dari pengakuan
terhadap kondisi yang tidak menyenangkan disebut proyeksi. Proyeksi terjadi
bila individu menutupi kekurangannya dan masalah yang dihadapi
131
dilimpahkan kepada orang lain. Telah dibuktikan bahwa tokoh Yuyun
mengalami beberapa kali proyeksi dalam hidupnya ketika menghadapi konflik.
Tokoh Yuyun mengalami kondisi yang tidak menyenangkan sehingga untuk
melindungi diri dengan tidak disadari ia melakukan pertahanan proyeksi.
Defense mechanism jenis proyeksi yang Yuyun lakuakan dalam bentuk
meremas-remas dan merobek surat, proyeksi dalam bentuk merobek-robek
gaun barunya, dan proyeksi dalam bentuk membanting pintu. Bentuk-bentuk
proyeksi tersebut dapat dibuktikan pada penjelasan berikut.
Yuyun setelah bertemu dengan Heru melakukan pertahanan proyeksi
dalam bentuk meremas-remas dan merobek surat yang sudah ia siapkan untuk
dikirimkan kepada Endra. Tindakan ini merupakan simbol kekesalan dan
kebencian yang mendalam kepada seorang laki-laki dan menegaskan bahwa
masalah yang nantinya akan terjadi sudah bukan masalahnya, melainkan
disebabkan oleh Heru. Proyeksi Yuyun dalam bentuk meremas dan merobek-
robek sebuah surat dapat dibuktikan pada kutipan sebagai berikut:
Kutipan:
Kanthi ngoso dijupuk layang sing maune arep kakirim kanggo Mas Endra.
Diremet-remet dijuwing-juwing dadi ajur sawalang-walang. Wis ben wae
ora perlu dijawab. Ora perlu ana wangsulan. Ben wae wong lanang kala-
kala nglambrang ing awang-awang ngoyak pangarep-arepe sing muspra.
(Seri 2: 24)
Terjemahan:
Dengan marah diambil surat yang rencananya akan dikirimkan untuk Mas
Endra. Diremas-remas, dirobek-robek hingga hancur menjadi serpihan-
serpihan kecil. Biarkan saja, tak perlu dijawab. Tak perlu ada jawaban.
Biarkan sekali-kali seorang laki-laki melayang-layang mengejar harapan
yang kosong.
Situasi di atas menggambarkan bahwa Yuyun melakukan defense
mechanism jenis proyeksi dalam bentuk meremas dan merobek surat. Proyeksi
132
tersebut dilakukan dengan tidak sadar dan secara spontan meremas-remas dan
merobek-robek surat itu hingga hancur. Tindakan tersebut dilakukan sebagai
bentuk perlindungan diri terhadap kondisi yang tidak menyenangkan yang
sedang dialami. Simbol kekesalan tersebut ditunjukan kepada seorang laki-laki
dan proyeksi yang dilakukan dengan tujuan untuk menutupi kekurangannya,
yaitu kekurangan seorang perempuan yang hatinya tidak bisa memaafkan
kesalahan seorang laki-laki karena sudah diselimuti oleh dendam, sehingga
masalah yang dihadapi dilimpahkan kepada orang lain yaitu Endra.
Proyeksi Yuyun selain dalam bentuk yang sudah dijelaskan di atas, ia
juga melakukan proyeksi dalam bentuk merobek-robek gaun barunya. Bentuk
proyeksi tersebut dapat dibuktikan pada kutipan sebagai berikut:
Kutipan:
“Lungaa Mas Heru. Sumingkira saka panguripanku. Minggata pengecut!!
Ora perlu dawa-dawa mbok kandhakake pawadanmu. Tindakna nek iku
pancen siji-sijine cara nggo males budi lan kabecikane pamannu sing wis
nggulawentah kowe wiwit bayi!” panjerite Yuyun histeris, rok anyar
warna pink disuwek-suwek ajur tanpa gatra, tanpa rupa. Ora ana rok
anyar, ora ana wisuda!! (Seri 2: 25)
Terjemahan:
“Pergilah Mas Heru. Pergilah dari kehidupanku. Pergilah, pengecut!! Tak
perlu panjang lebar kau kemukakan alasanmu. Lakukanlah kalau itu
memang satu-satunya cara untuk membalas budi baik pamanmu yang telah
merawatmu sejak bayi!” jerit Yuyun histeris, gaun baru warna pink
dirobek-robek hancur berantakan tanpa bentuk, tanpa rupa. Tidak ada gaun
baru, tidak ada wisuda!!
Kutipan di atas menunjukkan bahwa Yuyun melakukan defense
mechanism jenis proyeksi dalam bentuk merobek-robek gaun barunya. Suasana
dalam konflik ini Yuyun telah mencapai titik tertinggi emosionalnya, sehingga
secara spontan dan tidak disadari dengan histerisnya melakukan pertahanan
proyeksi dengan merobek-robek gaun barunya. Tindakan tersebut dilakukan
133
untuk melindungi diri dari pengakuan Heru yang membuat Yuyun berada pada
kondisi yang tidak menyenangkan. Pengkhianatan yang dilakukan Heru
menyebabkan kekesalan yang mendalam di hatinya. Tindakan merobek-robek
gaun barunya itu merupakan simbol kekesalan yang disebabkan oleh Heru.
Yuyun melakukan proyeksi selanjutnya dalam bentuk membanting
pintu. Bentuk proyeksi tersebut dapat dibuktikan pada kutipan sebagai berikut:
Kutipan:
Yuyun ora wangsulan maneh. Rerikatan mlayu metu, lawang kantor guru
dibanting kasar ninggal Hary sing isih lungguh dheleg-dheleg. Kaya
ngene iki adate Yuyun yen nembe ketaton. (Seri 7: 24)
Terjemahan:
Yuyun tidak menjawab lagi. Buru-buru lari keluar, pintu kantor guru
dibanting dengan kasar, meninggalkan Hary yang masih duduk
terlongong-longong. Demikianlah adat Yuyun kalau sudah tersinggung.
Tindakan membanting pintu merupakan simbol kekesalan dan
kemarahan yang mendalam yang ditujukan kepada Hary. Tanpa disadari Yuyun
melakukan proyeksi dalam bentuk membanting pintu sebagai bentuk
perlindungan dari pengakuan Hary yang menyebabkan Yuyun tersinggung dan
terpancing emosi, sehingga dalam situasi tersebut Yuyun berada dalam kondisi
yang tidak menyenangkan. Penyebab dari munculnya konflik ini adalah Hary
sehingga untuk menegaskan amarahnya dan menyembunyikan kekurangannya,
Yuyun memberikan simbol dengan membanting pintu dihadapan sumber
konflik yaitu Hary.
d. Pengalihan (Displacement)
Pengalihan adalah pengalihan perasaan tidak senang terhadap suatu
objek ke objek lainnya yang lebih memungkinkan. Konflik yang Yuyun hadapi
mengharuskan Yuyun melakukan defense mechanism pengalihan secara
134
berulang kali. Bentuk defense mechanism pengalihan dalam konflik ini
ditunjukkan dalam wujud marah. Kemarahan yang seharusnya Yuyun tujukan
kepada Heru sebagai sumber frustasi dialihkan kepada Koh Som Bing, Nurma,
dan Lisa. Bentuk defense mechanism jenis pengalihan dalam wujud marah dapat
dibuktikan pada penjelasan berikut.
Yuyun menggunakan bentuk defense mechanism jenis pengalihan
dalam wujud sikap marah ketika dirinya merasa tidak senang dengan adanya
kehadiran Heru. Bentuk pengalihan tersebut tertuju kepada Koh Som Bing yang
tak lain adalah pemilik bengkel tempat sepeda motornya dibenahi. Kemarahan
yang seharusnya ditujukan kepada Heru sebagai sumber frustasi dialihkan
kepada Koh Som Bing, yang dapat dibuktikan pada kutipan berikut:
Kutipan:
Kepengine Yuyun enggal-enggal tekan omah pondhokane. Apes, ora ana
becak sing liwat. Taksi sing biasane akeh mangkal nunggu panumpang ing
kono ya ora ana. Jroning ati Yuyun misuhi Koh Som Bing sing nduwe
bengkel ngendhe-endhe ngrampungake reparasi speda motor bebeke sing
dilebokake ing bengkele patang dina kepungkur, durung rampung. (Seri
1: 25&49)
Terjemahan:
Keinginannya Yuyun bisa cepat-cepat sampai ke rumah kontrakannya.
Sial, tidak ada becak yang lewat. Taksi yang biasanya mangkal menunggu
penumpang di tempat itu juga tidak ada. Dalam hati Yuyun mengutuk Koh
Som Bing pemilik bengkel yang mengulur-ulur waktu menyelesaikan
sepeda motor bebeknya yang dimasukkan ke bengkelnya empat hari yang
lalu, belum selesai.
Kondisi di atas memaksa Yuyun melakukan defense mechanism jenis
pengalihan dalam wujud marah. Tindakan itu terjadi ketika ia ingin secepatnya
sampai ke rumah kontrakan, karena merasa tidak senang dengan kehadiran
Heru. Pertemuannya dengan Heru adalah sebuah pertemuan yang sama sekali
tidak pernah diharapkan karena menyebabkan Yuyun kembali membuka
135
kenangan menyakitkan masa lalu. Yuyun ingin secepatnya pergi menjauhi Heru
namun sayang sama sekali tidak ada kendaraan yang melintas pada saat itu. Ia
mengumpat Koh Som Bing karena mengulur-ulur waktu dalam memperbaiki
sepeda motor bebeknya yang dimasukkan ke bengkelnya, sebab kalau Yuyun
sudah mengendarai sepeda motornya sendiri ia tidak akan susah-susah untuk
menghindari Heru yang terus mengejarnya. Yuyun mengalami kondisi dan
situasi yang tidak menyenangkan sehingga ia melakukan defense mechanism
pengaliahan. Yuyun merasa berada dalam kondisi yang tidak menyenangkan
ketika bertemu dengan Heru karena Heru merupakan objek yang tidak disenangi
oleh Yuyun. Kemarahan dan perasaan tidak senangnya yang seharusnya
ditujukan kepada Heru sebagai sumber frustasi, dialihkan kepada Koh Som
Bing, sebab Koh Som Bing adalah objek yang memungkinkan pada saat itu.
Bentuk kemarahan dan perasaan tidak senangnya, tidak hanya Yuyun
alihkan kepada Koh Som Bing saja. Bentuk pengalihan tersebut juga Yuyun
alihkan kepada Nurma, seorang mahasiswi yang menempati kamar sebelah
tempat Yuyun tinggal. Yuyun menggunakan bentuk defense mechanism jenis
pengalihan dalam wujud sikap marah kepada Nurma yang dapat dibuktikan
pada kutipan sebagai berikut:
Kutipan:
Bengine Heru teka maneh malah ngajak Lisa barang. Sepisan engkas
Nurma gedheg-gedheg gumun nalika Yuyun njaluk Nurma nolak tamu
kinurmatan iku. Ing sangarepe Nurma Yuyun ngomel.
“Dasar wong lanang! Wis sugih bandha, bojone ayu, anake ayu. Apa kudu
ngganggu gawe aku sing wis tau dirusak lan dilarakake iki?”
“Tapi mereka ‘kan wali murid dan murid kesayanganmu sendiri, Mbak.”
Nurma ngelingake Yuyun.
“Kamu tahu apa?” senggrange Yuyun banter.
Nurma ngegarake lengene, ngenjebake lambene, klunthuh-klunthuh mlaku
ngadoh. (Seri 2: 24)
136
Terjemahan:
Malamnya Heru datang lagi dengan mengajak Lisa juga. Sekali lagi
Nurma geleng-geleng heran ketika Yuyun meminta Nurma menolak tamu
kehormatan itu. Di hadapan Nurma, Yuyun ngomel.
“Dasar laki-laki. Sudah kaya raya, istrinya cantik, anaknya cantik. Apakah
harus mengganggu diriku yang pernah dirusak dan disakiti ini?”
“Tapi mereka ‘kan wali murid dan murid kesayanganmu sendiri, Mbak.”
Nurma mengingatkan Yuyun.
“Kamu tahu apa?” bentak Yuyun keras.
Nurma mengembangkan kedua tangannya, memonyongkan bibirnya,
dengan langkah lemas berjalan menjauh.
Kutipan di atas menggambarkan bahwa Yuyun menggunakan defense
mechanism jenis pengalihan dalam sikap marah. Yuyun marah-marah
dihadapan Nurma, gadis yang sama sekali tidak tahu konflik kehidupan Yuyun.
Nurma yang tidak tahu apa-apa menerima imbasnya dan juga menjadi objek
dari kemarahan Yuyun. Kemarahan yang seharusnya ditujukan kepada Heru
sebagai sumber frustasi dialihkan kepada Nurma karena Nurma merupakan
objek yang lebih memungkinkan pada kondisi saat itu.
Bentuk defense mechanism pengalihan dalam wujud marah selanjutnya
juga dialihkan kepada Lisa, murid kesayangannya. Kemarahan yang
seharusnya ditujukan kepada Heru sebagai sumber frustasi dialihkan kepada
Lisa, anak dari Heru. Lisa menjadi objek pengalihan kemarahan Yuyun yang
dapat dibuktikan pada kutipan sebagai berikut:
Kutipan:
“Ana apa maneh?” pitakone Yuyun atos tanpa nyawang Lisa sing isih
ngadeg mandeg mangu ing sacedhake gurune. Lisa ora sumaur mung
mripate nyawang Yuyun kanthi memelas.
“Bermainlah keluar. Bu guru sedang sibuk, jangan ganggu!!”[…]
“Surat papamu wis dak tampa, nadyan aku ora butuh,” kandhane Yuyun
maneh kanthi pocapan sing sabenere ora perlu dikandhakake marang
bocah cilik kaya Lisa. […]
“Sejak kapan Lisa jadi bandel, hee…!?” senggrange Yuyun banter. Lisa
njingkat kaget. Sajege dadi gurune, Yuyun durung tau nyenggrang
dheweke, apa maneh bantere kaya ngono. Alon-alon Lisa mlaku ngedoh
137
kanthi sirah ndungkluk. Jangkahe kesaruk-saruk diseret. […] Lisa murid
sing pinter dhewe, murid sing disayang dhewe dumadakan wiwit
dimungsuhi. Dumadakan Yuyun asikep kasar bareng ngerti dheweke
anake Heru sing tau natoni atine. (Seri 3: 24)
Terjemahan:
“Ada apa lagi?” tanya Yuyun acuh tanpa melihat Lisa yang masih berdiri
canggung di dekat gurunya. Lisa tidak menjawab hanya matanya menatap
Yuyun dengan pandangan iba.
“Bermainlah keluar. Bu Guru sedang sibuk, jangan ganggu!!”[…]
”Surat papamu sudah kuterima, meskipun saya tidak membutuhkan,” kata
Yuyun lagi dengan ucapan yang sebenarnya tidak perlu disampaikan
kepada anak sekecil Lisa.[…]
“Sekarang jam istirahat bermain-mainlah keluar!”
“Sejak kapan Lisa jadi bandel, hee…!?” bentak Yuyun dengan keras. Lisa
terjingkat, terkejut. Selama jadi gurunya, Yuyun belum pernah sekalipun
membentaknya apalagi sekeras itu. Pelan-pelan Lisa berjalan menjauh
dengan kepala tertunduk. Langkah kakinya tersaruk-saruk diserat.[…]
Lisa murid terpandai, murid yang paling disayang tiba-tiba mulai
dimusuhi. Tiba-tiba Yuyun bersikap kasar setelah tahu bahwa dia anaknya
Heru yang pernah menyakiti hatinya.
Tindakan di atas menggambarkan bahwa Yuyun menggunakan defense
mechanism jenis pengalihan dalam wujud sikap marah. Lisa seorang gadis kecil
yang tak lain adalah muridnya yang paling pandai dan paling disayang, tiba-tiba
menjadi bahan pelampiasan kemarahannya setelah ia tahu bahwa Lisa adalah
anak dari Heru, laki-laki yang pernah menyakiti hatinya pada masa lalu. Lisa
yang tidak tahu apa-apa tentang masalah orang tuanya menjadi ikut terbawa
arus konflik Yuyun dan Heru. Kebencian dan kemarahan Yuyun terhadap Lisa
merupakan suatu bentuk tindakan dari perasaan tidak senang terhadap suatu
objek, yang tak lain adalah Heru sebagai sumber frustasi. Kemarahan yang
seharusnya ditujukan kepada sumber frustasi yaitu Heru, dialihkan ke objek
lainnya yang lebih memungkinkan, yaitu Lisa.
e. Rasionalisasi (Rationalization)
Rasionalisasi terjadi bila motif nyata dari perilaku individu tidak dapat
diterima oleh ego. Motif nyata tersebut digantikan oleh semacam motif
138
pengganti dengan tujuan pembenaran. Rasionalisasi memiliki dua tujuan:
pertama, untuk mengurangi kekecewaan ketika gagal mencapai suatu tujuan;
kedua, memberikan motif nyata yang dapat diterima atas perilaku. Bentuk
defense mechanism jenis rasionalisasi (rationalization) dalam konflik ini Yuyun
tunjukkan dalam bentuk meredam kemarahan, sadar dan merasa menyesal,
meyakinkan diri, dan juga lari dari masalah. Bentuk-bentuk rasionalisasi
tersebut dapat dibuktikan pada penjelasan berikut.
Yuyun menggunakan bentuk defense mechanism jenis rasionalisasi
dalam bentuk meredam kemarahan ketika Yuyun bertemu dengan Heru. Motif
pertemuan yang tidak dapat diterima oleh ego menimbulkan pergolakan batin
karena pada dasarnya Yuyun tidak menginginkan adanya pertemuan itu. Yuyun
menggunakan bentuk defense mechanism jenis rasionalisasi dalam bentuk
meredam kemarahan yang dapat dibuktikan pada kutipan berikut:
Kutipan:
“Aku ora kepengin patemon iki. Aku ora sudi ndeleng dhapurmu maneh,”
mengkono panjerite atine Yuyun. Dheweke kepengin ngunek-unekake
priya kuwi nanging ora ana satembung wae kumecap saka lambene. Yuyun
ora kuwawa omong apa-apa maneh. Kringet atis nelesi saranduning
awake sing dredeg nahan mbludaging pangrasa. (Seri 1: 25)
Terjemahan:
“Saya tidak menghendaki pertemuan ini. Saya tidak sudi melihat
tampangmu lagi,” seperti itu jeritan hati Yuyun. Dia ingin memarahi laki-
laki itu namun tak sepatah kata pun keluar dari mulutnya. Yuyun tidak
sanggup berbicara apa-apa lagi. Keringat dingin membanjiri seluruh
tubuhnya yang gemetaran menahan luapan emosi.
Yuyun dalam kutipan di atas telah melakukan defense mechanism jenis
rasionalisasi yang ditujukkan dalam bentuk meredam kemarahan. Motif
pertemuan yang tidak dapat diterima oleh ego menyebabkan timbulnya agresi
139
dalam batin Yuyun. Agresi tersebut timbul sebagai motif pengganti dengan
tujuan pembenaran bahwa Yuyun menyimpan kebencian dan dendam terhadap
sumber agresi. Yuyun yang tidak pernah mengharapkan adanya pertemuan itu
sama sekali tidak ingin melihat wajah Heru. Hatinya ingin sekali meluapkan
semua agresi yang dirasakan dengan bentuk memaki dan mengutuk Heru
dengan tujuan sebagai bentuk pengungkapan kebenciannya, namun Yuyun
melakukan defense mechanism jenis rasionalisasi dalam bentuk meredam
kemarahan dengan tujuan untuk mengurangi kekecewaan karena gagal
mencapai suatu tujuan, yaitu keinginan untuk meluapkan segala agresi yang
berada dalam hatinya. Defense mechanism jenis rasionalisasi dilakukan juga
dengan tujuan sebagai motif pengganti agresi yang bergejolak di batinnya
karena meredam kemarahan dirasa jauh lebih baik dan mampu mengurangi efek
menyakitkan dari konflik yang tidak bisa dihindari.
Defense mechanism jenis rasionalisasi dalam bentuk meredam
kemarahan juga dilakukan ketika Yuyun menuduh bahwa Heru telah membawa-
bawa Lisa masuk dalam konflik mereka, memanfaatkan Lisa untuk kepentingan
Heru sendiri. Rasionalisasi tersebut dapat dibuktikan pada kutipan berikut:
Kutipan:
Yuyun megeng ambegan, mripate diremake nahan rasa trenyuh sing
gemrubug ing dhadha lan nleser ing lurung-lurunging ati. Lambene
digeged banter nggo njaga ambroling waspa.
“Mas Heru tansah nggawa-nggawa Lisa kanggo kepentinganmu dhewe,”
pandakwane Yuyun. (Seri 12: 24)
Terjemahan:
Yuyun menahan nafas, memejamkan mata menahan rasa haru yang mulai
memenuhi dadanya dan menelusuri hingga relung-relung hati. Bibirnya
digigit kuat-kuat untuk menahan runtuhnyaa air mata.
“Mas Heru selalu membawa-bawa Lisa untuk kepentinganmu sendiri,”
tuduh Yuyun.
140
Kutipan di atas juga menggambarkan bahwa Yuyun melakukan defense
mechanism jenis rasionalisasi yang ditujukkan dalam bentuk meredam
kemarahan. Yuyun menahan emosi batinnya sebagai motif pengganti dengan
tujuan mampu mengurangi efek kekecewaan dan menyakitkan dari konflik yang
tidak bisa dihindari. Rasa terharu dan menyakitkan yang menyerang perasaan
Yuyun merupakan motif nyata yang tidak dapat diterima oleh egonya sehingga
digantikan dengan motif menahan amarah agar tidak berubah menjadi air mata
dengan tujuan membenarkan bahwa Heru telah membawa-bawa Lisa masuk
dalam konflik mereka untuk kepentingannya sendiri.
Bentuk defense mechanism jenis rasionalisasi selanjutnya yaitu dalam
bentuk menyesal dan menyadari kesalahan. Yuyun sadar dan merasa menyesal
atas perbuatan yang pernah dilakukan dan membuat dosa besar dalam hidupnya.
Dosa yang menuai akibat yang harus ditanggungnya sendiri. Yuyun
menggunakan defense mechanism jenis rasionalisasi dalam bentuk sadar dan
merasa menyesal yang dapat dibuktikan pada kutipan berikut:
Kutipan:
Meh rong minggu Yuyun ngathang-athang ing rumah sakit tanpa daya
marga keguguran kandhutane sing isih durung cukup umur. Gugur
lumrah, babar pisan ora dijarag. Yuyun wedi nambahi dosa sing diakoni
wis akeh katindakake sasuwene sesambungan karo Heru. Yuyun wis
nduwe tekad nampa lahire bayi iku nadyan ora diarep-arep dheweke lan
ora diarep-arep sapa wae. Duwe tekad ngadhepi rasa isin, kuciwa lan
sengsara, awit kabeh iku jalaran salahe dhewe. (Seri 3: 24)
Terjemahan:
Hampir dua minggu Yuyun terbaring tak berdaya di rumah sakit karena
keguguran janinnya yang masih belum cukup umur. Keguguran yang sama
sekali tidak disengaja. Yuyun takut menambah dosa yang diakui sudah
banyak diperbuat sejak berhubungan dengan Heru. Yuyun sudah bertekad
menerima kehadiran bayi itu sekalipun tidak pernah diharapkan dirinya
atau tidak diharapkan siapapun. Mempunyai tekad menghadapi rasa malu,
kecewa dan menderita, karena semua itu akibat kesalahannya sendiri.
141
Rasionalisasi di atas Yuyun lakukan dalam bentuk sadar dan merasa
menyesal atas dosa yang pernah dilakukan selama berhubungan dengan Heru.
Dosa tersebut telah menuai akibat yang harus ditanggungnya sendiri. Yuyun
takut dan tidak ingin menambah dosanya semakin banyak sehingga ia bertekad
untuk menerima sendiri kelahiran bayi akibat dari perilaku non moralnya.
Tindakan tersebut merupakan perilaku yang tidak dapat diterima oleh egonya.
Yuyun sadar dan menyesal atas semua perbuatan yang telah dilakukan sebagai
motif pengganti dengan tujuan pembenaran atas perasaan takut terhadap
dosanya. Yuyun melakukan bentuk defense mechanism jenis rasionalisasi dalam
bentuk sadar dan menyesal sebagai motif pengganti dengan tujuan mampu
mengurangi efek menyakitkan dari konflik yang tidak bisa dihindari.
Yuyun juga melakukan rasionalisasi dalam bentuk meyakinkan diri
sebagai motif nyata yang bisa diterima atas perilaku yang dilakukan.
Rasionalisasi bentuk meyakinkan diri dapat dibuktikan pada kutipan berikut:
Kutipan:
“Ah, apa pantes aku minangka wong wadon sing wis cukup tuwa ngarep-
arep priya saumur Hary sing umure 24 taun? Luwih saka kuwi aku durung
tau ngangen-angen sarimbitan karo bojo pawakan badhut kaya Ateng,”
mengkono pamaidone atine Yuyun. (Seri 6: 24-25)
Terjemahan:
“Ah, apakah pantas apabila saya perempuan yang sudah cukup tua
mengharapkan laki-laki seumur Hary yang usianya 24 tahun? Lebih dari
itu saya belum pernah membayangkan mempunyai pendamping berpostur
dan berwajah badut seperti Ateng,” begitulah ketidakyakinan hati Yuyun.
Kutipan di atas menggambarkan bahwa Yuyun menggunakan bentuk
defense mechanism jenis rasionalisasi dalam bentuk meyakinkan diri ketika
motif perilaku tidak dapat diterima oleh ego. Yuyun meyakinkan diri bahwa
seorang perempuan yang sudah cukup umur seperti dirinya tidak cocok jika
142
bersanding dengan seorang laki-laki muda berumur 24 tahun seperti Hary yang
jauh lebih cocok untuk menjadi adiknya. Perbedaan umur yang sangat jauh
lebih tua dan perawakan Hary yang berwajah mirip badut seperti Ateng
membuat Yuyun meyakinkan diri bahwa ia belum ingin mempunyai seorang
pemdamping hidup. Hal tersebut merupakan sebuah motif pengganti dengan
tujuan pembenaran bahwa Yuyun belum ingin berumah tangga dengan
siapapun. Tindakan itu juga sebagai bentuk meyakinkan diri sebagai motif
nyata yang bisa diterima atas perilaku yang dilakukan.
Bentuk defense mechanism jenis rasionalisasi yang terakhir yaitu dalam
bentuk lari dari masalah atas perilaku yang tidak dapat diterima oleh ego.
Rasionalisasi yang dilakukan Yuyun mempunyai tujuan untuk mengurangi
kekecewaan ketika gagal mencapai suatu tujuan. Rasionalisasi dalam bentuk
lari dari masalah dapat dibuktikan pada kutipan berikut:
Kutipan:
Ora krasa Yuyun njerit banter binareng ambruke Endra krana sabetan
karate ing pener cengele.[…]Yuyun mlayu mlebu kamar. Dheweke sedih.
Bingung lan isin. Priya loro sing kinurmatan wis padha diwasa, gelut
pancakara rame ing ngarepe umum awit padudon perkara wanita.
Kebeneran wanita mau Yuyun dhewe. Ah, Yuyun isin banget.. (Seri 11: 25)
Terjemahan:
Tidak disadari Yuyun berteriak keras bersamaan dengan robohnya Endra
karena pukulan karate yang mendarat tepat di tengkuknya.[…] Yuyun
menghambur lari masuk ke kamar dirinya sedih. Bingung dan malu. Dua
laki-laki terhormat yang sudah berumur berkelahi adu jotos di depan
umum karena memasalahkan seorang perempuan. Kebetulan perempuan
itu adalah Yuyun sendiri. Ah, Yuyun malu sekali rasanya.
Tindakan tersebut terjadi ketika motif nyata dari perilaku tidak dapat
diterima oleh ego, yaitu ketika Yuyun tidak menginginkan terjadinya
perkelahian antara Heru dengan Endra. Inti terjadinya konflik perkelahian
disebabkan memperebutkan seorang perempuan, yaitu Yuyun sendiri. Defense
143
mechanism jenis rasionalisasi dalam bentuk lari dari masalah dilakukan Yuyun
dengan tujuan mengurangi kekecewaan ketika gagal mencapai suatu tujuan.
Yuyun merasa kecewa dan gagal untuk mencegah dan melerai perkelahian itu
sehingga digantikan oleh motif lari dari masalah sebagai pengganti dengan
tujuan pembenaran bahwa Yuyun malu dan kecewa dengan dirinya sendiri yang
gagal mencegah perkelahian itu dan juga untuk mengurangi efek menyakitkan
dari konflik yang tidak bisa dihindari.
f. Reaksi Formasi (Reaction Formation)
Reaksi formasi adalah represi akibat implus anxitas yang kerap kali
diikuti oleh kecenderungan yang berlawanan dan bertolak belakang dengan
tendensi yang ditekan. Yuyun menggunakan bentuk defense mechanism jenis
reaksi formasi dalam bentuk bersikap wajar untuk menyembunyikan luka dan
berkata bohong. Bentuk-bentuk reaksi formasi dapat dibuktikan pada
penjelasan berikut.
Yuyun menggunakan bentuk defense mechanism jenis reaksi formasi
dalam bentuk bersikap wajar untuk menyembunyikan luka agar tidak terlalu
dicurigai. Tindakan tersebut sangat berlawanan dan bertolak belakang dengan
kondisi kenyataan yang sedang terjadi dan dialami. Hal ini dapat dibuktikan
pada kutipan berikut:
Kutipan:
Sirahe Heru tumungkul. Yuyun enggal-enggal ngelapi mripate sing wis
teles supaya ora dikonangi Heru. (Seri 2: 24)
Terjemahan:
Kepalanya Heru muncul. Yuyun cepat-cepat menghapus matanya yang
sudah basah supaya tidak ketahuan oleh Heru.
144
Kutipan di atas menggambarkan bahwa Yuyun menggunakan bentuk
defense mechanism jenis reaksi formasi dalam bentuk bersikap wajar untuk
menyembunyikan luka. Yuyun dengan luka itu tidak menunjukkan seperti orang
yang sedang terluka. Justru berperilaku sebaliknya, dengan cepat ia menghapus
air matanya agar tidak diketahui dan tidak dicurigai oleh Heru kalau dirinya
sedang menangis terluka. Tindakan yang dilakukan Yuyun dengan menahan air
matanya merupakan reaksi yang cenderung berlawanan dan bertolak belakang
dengan kondisi kenyataan sebenarnya yang sedang dialami oleh Yuyun.
Reaksi formasi selanjutnya yang Yuyun lakukan teridentifikasi dalam
bentuk berkata bohong. Berbohong merupakan perilaku yang tidak sesuai
dengan kenyataan yang sedang terjadi, sehingga kondisi tersebut sangat
berlawanan dan bertolak belakang dengan kenyataan. Reaksi formasi dalam
bentuk berbohong dapat dibuktikan pada kutipan berikut:
Kutipan:
[…]Yuyun sangsaya kesurung nggo dolanan pangrasane Heru. Yuyun
rumangsa ora salah yen crita apus-apusan ngenani awake dhewe.
“Wis kasep. Bayi iku wis dak perjaya! Tak gugurake. Melas yen ana bayi
lair tanpa bapak.” Yuyun dora.
“Hah?! Mbok gugurake? Kowe… Kowe kejem…”
“Aku kejem? He, he, hee…” Yuyun ngguyu sinis. “Aku sing nandhang
sengsara lair batin merga pokal gawemu mbok kandhakake kejem. Lan
kowe sing biyen wong lanang pengecut sing saiki bisa nundhukake saben
wanita krana donyamu rumangsa dadi pahlawan? Ora!! Aku ora sudi
nglairake bayi anake priya sing ora duwe tanggung jawab lan
pengecut.”[…] (Seri 9: 24)
Terjemahan:
[…]Yuyun semakin terdorong untuk mempermainkan perasaan Heru.
Yuyun merasa tidak salah jika bercerita bohong tentang dirinya.
“Sudah terlambat. Bayi itu telah ku bunuh! Telah kugugurkan. Kasihan
kalau ada bayi lahir tanpa ayah.” Yuyun berbohong.
“Hah?! Kau gugurkan? Kau… Kau kejam…”
“Saya kejam? He, he, hee…” Yuyun tertawa sinis. “Saya yang menderita
lahir batin karena ulahmu, kau katakan kejam. Dan kamu yang dulu laki-
145
laki pengecut yang sekarang mampu menundukkan setiap perempuan
dengan kekayaanmu merasa jadi pahlawan? Tidak!! Saya tidak sudi
melahirkan anak dari seorang laki-laki yang tidak punya tanggung jawab
dan pengecut.” […]
Yuyun menggunakan bentuk defense mechanism jenis reaksi formasi
dalam bentuk berkata bohong. Yuyun bercerita bohong kepada Heru bahwa ia
telah membunuh janinnya dengan cara menggugurkan kandungannya, karena
tidak mengharapkan bayi itu lahir tanpa seorang ayah. Kenyataannya yang
sebenarnya terjadi kandungan Yuyun gugur dengan sendirinya. Yuyun merasa
ingin memberi perhitungan dan pembalasan kepada Heru dengan cara
mengarang cerita bohong agar Heru merasa tersiksa perasaannya dan merasa
selalu diikuti rasa bersalah selamanya. Tindakan Yuyun tersebut cenderung
berlawanan dan sangat bertolak belakang dengan kondisi yang sebenarnya
terjadi. Tidak hanya sampai disitu saja. Heru yang tampak sedih dan pucat
wajahnya membuat Yuyun semakin ingin menyiksa perasaan Heru. Terbukti
pada kutipan berikut:
Kutipan:
[…]Yuyun sangsaya kepengin ngremet-remet pangrasane Heru.“[…]
Penjenengan mesthi ora mbayangake sepira dayane wanita ringkih sing
lagi nampa musibah kaya aku. Kabeh nulak tekaku wanita sing ngemu
rereged ing awake. Kabeh wong nyecamah awakku. Pindha peteng
ndhedhet donyaku. Amarga keluwen lan kepengin ngupaya urip, aku
kepatel ing donya kebak kanisthan. Yen ora ana wong lanang siji wae sing
gelem nampa tresnaku, dak pasrahake marang saben priya sing gelem
mbayar aku. Rungokna Mas Heru! Telung taun luwih aku dodol tresna lan
awakku. Telung taun luwih aku ngangkangake pupu, atur panglipur wong
lanang sing mbutuhake awakku. Amarga kepedhotan pengarep-arep,
marga kuciwa, nglara ati lan rumangsa kabuang. Amarga kaluwen…”
Sangsaya ndadra anggone ngrakit crita dora. (Seri 9: 24-25)
Terjemahan:
[…]Yuyun merasa ingin lebih mempermainkan perasaan Heru.“[…]
Kamu tentu tidak pernah membayangkan, seberapa daya seorang
perempuan yang sedang tertimpa kesulitan besar seperti saya. Semua
orang menolak diriku yang telah ternoda tubuhnya. Semua orang
146
mencaciku. Serasa gelap gulita duniaku. Karena kelaparan dan ingin
bertahan hidup, terpaksa tiga tahun saya terlempar ke dunia hitam. Kalau
tak ada seorang laki-laki yang mau menerima cintaku, akan kuberikan
kepada setiap laki-laki yang mau membayarku. Dengar Mas Heru! Tiga
tahun lebih saya menjual cinta. Tiga tahun lebih saya mengangkangkan
paha, memberi kepuasan kepada laki-laki yang membutuhkan tubuhku.
Karena putus asa. Karena patah harapan, karena kecewa, sakit hati dan
merasa terbuang. Karena kelaparan…” Semakin menjadi-jadi dalam
merangkai cerita bohong.
Tindakan di atas menggambarkan bahwa Yuyun semakin ingin
menyiksa perasaan Heru dengan bercerita bohong kalau dirinya telah terlempar
ke dalam dunia hitam. Ia menjadi wanita malam yang menjual cinta dan
tubuhnya demi selembar uang untuk biaya hidup dan makan. Heru yang
mendengar cerita bohong tersebut semakin sedih dan tersiksa perasaannya,
sedangkan Yuyun semakin puas dan senang melihat Heru yang semakin tersiksa
dan sedih karena kebohongannya. Tindakan Yuyun tersebut merupakan bentuk
reaksi formasi yang disebabkan karena rasa kecewa terhadap Heru sehingga ia
terpaksa melakukan kebohongan terbesar dalam hidupnya. Tindakannya
tersebut cenderung berlawanan dan sangat bertolak belakang dengan kondisi
yang sebenarnya terjadi.
g. Regresi
Terdapat dua jenis regresi, yang pertama retrogressive behavior yaitu
perilaku seseorang yang mirip anak kecil, menangis dan sangat manja agar
memperoleh rasa aman dan perhatian orang lain. Kedua, primitivation yaitu
ketika seorang dewasa bersikap tidak berbudaya dan kehilangan kontrol
sehingga tidak sungkan-sungkan berkelahi.
Regresi, membuat seseorang mundur dari tahapan emosional atau
reaksi emosional yang lebih sesuai di masa lalu. Bukannya menghadapi
kekecewaan dengan rasional seseorang justru merengek agar mendapatkan
147
yang diinginkan. (Ryan, 2007: 133). Defense mechanism jenis regresi yang
dilakukan tokoh Yuyun yaitu dalam bentuk menangis. Yuyun melakukan
regresi dalam bentuk menangis berulang kali dalam konflik yang dihadapinya.
Regresi yang Yuyun lakukan masuk dalam jenis regresi retrogressive behavior.
Hal ini dapat dibuktikan pada penjelasan berikut.
Yuyun dalam konflik yang dihadapi melakukan defense mechanism
jenis regresi dalam bentuk menangis. Menangis termasuk regresi jenis
retrogressive behavior, yaitu perilaku seseorang yang mirip anak kecil yang
dapat dibuktikan pada kutipan berikut:
Kutipan:
Ing kamare Yuyun nora kuwawa nambak ambroling luh sing wiwit mau
ditahan-tahan. Diculake kabeh gemronjaling pangrasa lan sesege dhadha
lumantar tangis garing kemba kang tanpa isi. (Seri 2: 24)
Terjemahan:
Di kamarnya Yuyun tak kuasa lagi membendung luapan air mata yang
sejak tadi ditahan-tahan. Dilepaskan seluruh gelepar perasaan dan
kesesakan dada lewat sebuah tangis kering tanpa isi.
Kutipan di atas menggambarkan bahwa Yuyun melakukan defense
mechanism jenis regresi retrogressive behavior dalam bentuk menangis.
Perilaku menangis tersebut menggambarkan reaksi emosional yang berlebih
terhadap masa lalunya. Konflik yang menimbulkan kekecewaan yang
seharusnya Yuyun hadapi dengan rasional, justru malah dihadapi dengan
menangis agar dapat memperoleh rasa aman dalam hatinya.
Kutipan:
Yuyun ora kuwawa ngempet mbludaging pangrasa lan emosi, dheweke
ngrungkebi tangane sandhuwuring meja. Yuyun nangis mingseg-mingseg.
Tangis wadon sing getir. Tangis panalangsa ing kantor guru sing adhem
lan sepi. (Seri 6: 24)
148
Terjemahan:
Yuyun tak kuasa lagi menahan luapan perasaan dan emosi, dia
menelungkupkan tangannya di atas meja. Yuyun menangis tersedu-sedu.
Tangis perempuan yang pahit. Tangis kesedihan di kantor guru yang
dingin dan sepi.
Konflik selanjutnya juga Yuyun hadapi dengan melakukan regresi jenis
retrogressive behavior dalam bentuk menangis ketika menghadapi konflik
pertengkaran antara Heru dengan Endra. Hal tersebut dapat dibuktikan dalam
kutipan berikut:
Kutipan:
“Mas Heru, aja diimbangi wong lanang edan iku, Mas…” ujare Yuyun
karo wiwit nangis. Yuyun wedi ribut-ribut bakal kedadeyan.
“Mbok mesakake karo aku… aja dilayani, Mas. Aku isin, Mas…. “ Yuyun
nangis. (Seri 11: 24)
Terjemahan:
“Mas Heru, jangan layani seorang laki-laki gila itu, Mas…” kata Yuyun
sambil mulai menangis. Yuyun takut keributan bakal terjadi.
“Kasihanilah saya, jangan dilayani, Mas. Saya malu, Mas…” Yuyun
menangis.
Tindakan tersebut menggambarkan bahwa Yuyun melakukan regresi
jenis retrogressive behavior dalam bentuk menangis. Menangis merupakan
perilaku seseorang yang mirip anak kecil. Yuyun melakukan regresi disebabkan
reaksi emosional yang berlebih ketika menghadapi konflik karena Yuyun tidak
ingin terjadi perkelahian antara laki-laki yang sudah sama-sama dewasa. Ia
merasa malu jika perkelahian itu benar-benar terjadi sehingga sampailah pada
titik emosionalnya yang menyebabkannya menangis. Sikap Yuyun yang
menangis merengek membujuk Heru agar tidak melayani tantangan Endra
dengan tujuan agar memperoleh rasa aman dan perhatian Heru.
Konflik yang terjadi berikutnya juga Yuyun hadapi dengan melakukan
regresi jenis retrogressive behavior dalam bentuk menangis. Konflik dengan
149
Heru membuatnya mundur dari tahapan emosional. Hal tersebut dapat
dibuktikan dalam kutipan berikut:
Kutipan:
Mas Heru mungkur, Yuyun mundur. Yuyun mlayu. Mlayu mlebu kamar,
dheweke nangis mbuh sing kaping pira. Yuyun pancen sayang lan nresnani
Lisa. Nanging sajake Yuyun luwih nresnani awake dhewe. (Seri 12: 24)
Terjemahan:
Mas Heru berlalu, Yuyun mundur. Yuyun berlari. Berlari masuk kamar,
dia menangis entah yang keberapa kalinya. Yuyun memang menyayangi
dan mencintai Lisa. Namun agaknya Yuyun lebih mencintai dirinya
sendiri.
Kutipan di atas menggambarkan bahwa dalam konflik ini Yuyun tidak
menghadapinya dengan rasional namun malah lari mundur dan menangis.
Tindakan tersebut merupakan perilaku seseorang yang mirip anak kecil. Regresi
membuat Yuyun mundur dari tahapan emosional, bukannya menghadapi
konflik dengan rasional, justru Yuyun melakukan defense mechanism jenis
regresi retrogressive behavior dengan wujud menangis dengan tujuan agar
mendapatkan rasa aman dalam hatinya.
h. Agresi dan Apatis
Agresi dapat berbentuk langsung dan pengalihan. Agresi langsung
adalah agresi yang diungkapkan secara langsung kepada seseorang atau objek
yang merupakan sumber frustasi. Agresi yang dialihkan adalah bila seseorang
mengalami frustasi namun tidak dapat mengungkapkan secara puas kepada
sumber frustasi tersebut karena tidak jelas atau tak tersentuh. Apatis adalah
bentuk lain dari reaksi terhadap frustasi yaitu sikap menarik diri dan bersikap
seakan-akan pasrah. Agresi yang dilakukan tokoh Yuyun dalam cerbung ACTP
ditemukan dalam wujud marah-marah, baik agresi berbentuk langsung maupun
pengalihan. Bedanya, pada agresi langsung wujud amarah tertuju pada sumber
150
frustasi sedangkan pada agresi pengalihan wujud amarah tidak tertuju pada
sumber frustasi secara langsung, yang dapat dibuktikan pada penjelasan berikut.
Bentuk agresi tokoh Yuyun diwujudkan dengan amarah. Sikap marah
Yuyun diungkapakan secara puas kepada sumber frustasi, sehingga dalam
situasi ini Yuyun melakukan defense mechanism jenis agresi langsung dalam
bentuk marah. Hal ini dapat dibuktikan pada kutipan berikut:
Kutipan:
“Kabeh wong ngerti, aku kekasihmu meh patang tahun nyengkuyung
studymu. Atur panglipur yen kowe lagi sungkaweng galih. Melu prihatin ing
sandhingmu. Aku tansah ngudi nyisihake dhuwit sanguku ben bisa nukokake
rokok Mas Heru, amarga kowe kerep sesambat ora bisa sinau nek ora
ngakep rokok sing ngebul ing lambemu.[…] Nanging ora ana pawongan
siji wae sing ngerti nalika aku mlayu niba tangi. Mlayu saka lingkunganku.
Amarga kuciwa, sedih lan lara ati krana khianat lan cidrane Mas Heru.
Kasengsaranku sangsaya lengkap nalika bibit sing mbok sebar thukul
ngrembaka ing kandhutanku sing dak konangi rong wulan sawise aku
mlayu.” Mengkono pamuwuse Yuyun sing nembe kacuwan. (Seri 2: 25)
Terjemahan:
“Semua orang tahu saya kekasihmu hampir empat tahun ikut membantu
studymu. Menghiburmu di kala kamu sedang berduka. Ikut prihatin
bersamamu. Saya selalu menyisihkan uang sakuku untuk membelikan
rokok Mas Heru, karena kamu sering mengeluh tidak bisa belajar tanpa
sebatang rokok mengepul di bibirmu.[…] Namun tak seorangpun tahu
ketika saya lari jatuh bangun. Lari dari lingkunganku. Karena kecewa, sedih
dan sakit hati akibat pengkhianatan Mas Heru. Penderitaan itu menjadi
lengkap ketika benih yang kau tabur tumbuh subur dalam rahimku yang
baru kusadari dua bulan kemudian dalam pelarianku.” Begitulah ungkapan
Yuyun yang sedang kecewa.
Yuyun melakukan defense mechanism jenis agresi langsung dalam
bentuk marah-marah. Disebut agresi langsung sebab Yuyun mengungkapkan
emosionalnya kepada sumber frustasi secara langsung. Yuyun mengungkapkan
amarahnya kepada Heru sebagai bentuk kekecewaannya terhadap masa lalunya
itu. Yuyun dengan amarah yang telah memuncak mengingatkan kepada Heru
tentang semua pengorbanan yang selama ini sudah ia lakukan untuk Heru yang
151
dibalas dengan kekecewaan. Bentuk agresi langsung tokoh Yuyun dengan
wujud amarah yang ditujukan kepada Heru sebagai sumber frustasi yang lain
juga dapat dilihat pada kutipan berikut:
Kutipan:
“Saiki kowe wis sukses, Mas Heru. Apa sing mbok angen-angen karo aku
mbiyen wis bisa kagayuh kabeh. Uripmu sukses. Kowe wis menang.
Kamenangan kanthi ancik-ancik ajure panguripane liyan. Ah, pancen
kowe wong lanang sing kepengin kepenak dhewe. Kowe licik. Wong
lanang licik, pengecut. Khianat!!” Sewu pamisuh lan sewu cecamah
gemrunggung ngebaki dhadha sing gawe pulung atine Yuyun sangsaya
perih wae. (Seri 3: 24)
Terjemahan:
“Sekarang kamu sudah sukses, Mas Heru. Apa yang kau cita-citakan
bersamaku dulu sudah tercapai semua. Hidupmu sukses. Kau menang.
Kemenangan di atas kehancuran hidup orang lain. Ah, memang kamu
seorang laki-laki yang ingin enak sendiri. Kamu licik. Laki-laki licik,
pengecut. Khianat!!” Seribu cacian dan umpatan menggema memenuhi
dada yang membuat ulu hati Yuyun semakin pedih saja.
Kutipan di atas menggambarkan bahwa Yuyun melakukan defense
mechanism jenis agresi secara langsung dalam bentuk marah-marah kembali
yang ditujukan kepada Heru sebagai sumber frustasi. Amarah tersebut
disebabkan karena Yuyun kecewa dengan Heru yang sudah mengkhianati
cintanya. Amarahnya diungkapkan dengan cara membentak dan memaki-maki
Heru. Tindakan agresi secara langsung tersebut sebagai bentuk emosionalnya
yang telah mencapai pada titik puncak dan pengungkapan itu mempunyai tujuan
agar mendapatkan kepuasan batin terhadap konflik yang tidak dapat dihindari.
Bentuk represi langsung dalam wujud marah-marah selanjutnya Yuyun
ditujukan kepada Hary. Hal tersebut dapat dibuktikan pada kutipan berikut:
Kutipan:
“Hary!!” senggrange Yuyun setengah njerit. Wong lanang tansah mbiji
asor katresnane wanita. Ajining dhiri katebas. Wong lanang nganggep bisa
tuku tresna kanti donya lan pangkate. Atine Bu Guru Yuyun kesenggol.
152
“Iki kasunyatan. Aku ngerti Pak Endra, […]”
“Cukup!” sentake Yuyun luwih banter medhot omongane Hary sing
sangsaya nggladrah. “Ora perlu awake dhewe omong prakara tresna
omong kosong.” (Seri 7: 24)
Terjemahan:
“Hary!!” bentak Yuyun setengah menjerit. Laki-laki terlalu rendah menilai
cinta seorang perempuan. Harga diri terhempas. Laki-laki menganggap bisa
membeli cinta dengan dunia dan kedudukannya.
“Ini fakta. Saya tahu Pak Endra, […]”
“Cukup!” bentak Yuyun lebih keras memotong pembicaraan Hary yang
semakin tak terarah. “Tidak perlu kita bicara soal cinta omong kosong.”
Kondisi pada kutipan tersebut menggambarkan bahwa Yuyun melakukan
defense mechanism jenis agresi secara langsung yang ditujukan kepada Hary
sebagai sumber frustasi. Yuyun mengungkapkan emosionalnya tersebut
dikarenakan hatinya tersinggung dengan ucapan Hary yang mengganggap
semua cinta perempuan bisa dibeli dengan harta dan jabatan, termasuk cinta
Yuyun sendiri. Yuyun yang merasa tersinggung dan tidak terima dengan hinaan
Hary, mengungkapkan agresi amarahnya secara langsung dengan cara
membantak Hary. Yuyun meninggikan suaranya simbol bahwa dia berada
dalam situasi yang tidak menyenangkan dan sebagai bentuk pembelaan diri.
Tujuan agresi secara langsung dalam bentuk amarah supaya Yuyun memperoleh
kepuasan secara batin.
Agresi secara langsung yang terakhir, Yuyun tujukan kepada Endra
sebagai sumber frustasi. Agresi secara langsung tersebut dalam wujud marah-
marah sebagai bentuk ungkapan ketidaksukaannya terhadap situasi yang sedang
terjadi. Hal tersebut dapat dibuktikan pada kutipan berikut:
Kutipan:
Yuyun genten sing kaget. Panas rasane raine. Sanadyan Yuyun pancen
klebu prawan tua, nanging ora tau kanyana priya sing ditulak tresnane
ngomong terus terang ngono ing ngarep irunge! “Mas Endra, awake
153
dhewe wis padha-padha diwasa ora perlu sindir-sindiran lan olok-
olokan.” (Seri 10: 25)
Terjemahan:
Gantian Yuyun yang terkejut. Rasanya panas wajahnya. Sekalipun Yuyun
memang sudah termasuk perawan tua, tetapi tidak pernah disangka
seorang laki-laki yang ditolak cintanya mengatakan terus terang seperti itu
di depan hidungnya. “Mas Endra kita sudah sama-sama dewasa tidak perlu
saling menyindir dan mengolok-olok.”
Yuyun dalam kutipan di atas digambarkan melakukan defense
mechanism jenis agresi secara langsung dalam bentuk marah-marah. Amarah
tersebut ditujukan kepada Endra sebagai sumber frustasi. Konflik yang terjadi
memicu terjadinya agresi secara langsung terhadap Endra. Yuyun tersinggung
dengan perkataan Endra yang menyebut dirinya perawan tua, sehingga ia
melakukan pembelaan diri dalam wujud agresi. Agresi tersebut sebagai bentuk
luapan emosionalnya yang telah memucak dengan tujuan supaya memperolah
kepuasan batin setelah mengungkapkannya.
Yuyun selain menggunakan agresi secara langsung, juga menggunakan
agresi pengalihan dalam bentuk amarah. Agresi pengalihan dilakukan karena
Yuyun mengalami frustasi namun tidak dapat diungkapkan secara puas kepada
sumber frustasi. Defense mechanism jenis agresi pengalihan dalam bentuk
amarah dapat dibuktikan pada kutipan berikut:
Kutipan:
“Apa utang budi kudu disaur kanthi pangurbanan katresnan? Ing ngendi
patrap satriyamu nggo ndhepani prisip-prinsip tresnamu, Heru? Apa iki
ora mung kanggo pawadan supaya kowe bisa nendhang mbuang aku
sawise kowe marem necep sakabehing manis maduku. Sabanjure kowe
kawin karo kenya turune wong sugih mbrewu?” ngono gemreged lan
ngondhok-ondhoke Yuyun saben eling prastawa sewelas taun kepungkur.
(Seri 2: 25)
Terjemahan:
“Apakah hutang budi harus dibayar dengan pengorbanan cinta? Di mana
letak kesatriyamu untuk menghadapi prinsip-prinsip cintamu, Heru? Apa
154
ini hanya alasanmu saja supaya kamu bisa membuangku setelah kau puas
merenggut seluruh manis maduku. Kemudian kamu menikah dengan anak
seorang konglomerat kaya?” seperti itulah jeritan dan rintihan hati Yuyun
setiap teringat peristiwa sebelas tahun yang lalu.
Kondisi di atas menunjukkan bahwa Yuyun melakukan defense
mechanism jenis agresi pengalihan dalam bentuk marah-marah. Amarah
tersebut ditujukan kepada Heru sebagai sumber frustasi, namun tidak dapat
diungkapkan secara puas kepada sumber frustasi karena sumber frustasi tidak
tersentuh. Konflik yang terjadi memicu terjadinya agresi peralihan dalam diri
Yuyun. Ingatan masa lalunya yang menyakitkan membuat Yuyun memendam
emosional terhadap Heru dan dapat diungkapkan ketika teringat kembali dengan
bayang-bayang tersebut, sehingga memicu agresi peralihan. Namun tindakan
tersebut dirasa tidak menimbulkan kepuasan batin dikarenakan agresinya tidak
dapat diungkapkan secara langsung kepada Heru sebagai sumber frustasi.
Bentuk defense mechanism jenis agresi peralihan dalam wujud amarah
pada tokoh Yuyun yang tidak dapat ditujukan secara langsung kepada Heru
sebagai sumber frustasi, juga dapat dibuktikan pada kutipan berikut:
Kutipan:
“Aku kepengin nggawe petungan! Aku kepengin males dheweke!! Mesthi
saka lambene ora klakon ana panjalukan ngapura kaya sing tinulis ing
layange. Mas Heru klebu wong lanang sing irid ing tetembungan nanging
royal ing tulisan. Ya ora apa-apa! Aku ora butuh panjalukan ngapura
utawa sewu ngapura,” ing bathine Yuyun sangsaya ngigit-igit. (Seri 9: 24)
Terjemahan:
“Saya ingin membuat perhitungan! Saya ingin membalas dirinya‼ Pasti dari
mulutnya tidak akan ada permintaan maaf seperti yang tertulis di suratnya.
Mas Heru termasuk laki-laki yang hemat dalam ucapan tetapi royal dalam
tulisan. Ya tidak apa-apa! Saya tidak butuh permintaan maaf atau seribu
maaf,” dibatinnya Yuyun semakin marah-marah.
Situasi yang terjadi tersebut dapat dijelaskan bahwa Yuyun melakukan
defense mechanism jenis agresi pengalihan dalam bentuk marah-marah yang
155
ditujukan kepada Heru sebagai sumber frustasi, namun tidak dapat diungkapkan
secara puas kepada sumber frustasi karena sumber frustasi tidak tersentuh.
Konflik yang terjadi memicu terjadinya agresi peralihan dalam diri Yuyun, yaitu
usaha Heru untuk menemui Yuyun kembali itulah yang memicu terjadinya
konflik yang menyebabkan timbulnya agresi dalam batin Yuyun. Agresi
peralihan membuat individu merasa kurang mendapatkan kepuasan batin
dikarenakan amarah yang seharusnya bisa diungkapkan secara langsung kepada
sumber frustasi tidak dapat tersampaikan.
Yuyun selain melakukan defense mechanism agresi dalam menghadapi
konflik yang timbul dalam hidupnya, ia juga melakukan defense mechanism
jenis apatis. Apatis dilakukan dalam wujud sikap menarik diri. Bentuk defense
mechanism apatis dapat dibuktikan pada kutipan berikut:
Kutipan:
Yuyun ora kuwat ngrungokake pisuhane wong wadon anak telu iku.
Dheweke tumuli mlebu kamare ninggalake pawongan lanang wadon sing
lagi padu sangsaya rame. Diringkesi sandhangan lan kabeh barang
darbeke sak-sake. Tanpa pamit Yuyun kabur ninggalake omah iku. Yuyun
wis ora mikir maneh apa bisa wengi iki tekan omah kost anyar apa ora.
(Seri 14: 24-25)
Terjemahan:
Yuyun tidak tahan mendengar caci maki dan hujatan perempuan beranak
tiga itu. Dia segera masuk kamarnya meninggalkan suami istri yang
sedang bertengkar semakin ribut. Dikemasi pakaian dan semua barang-
barang miliknya sekenanya. Tanpa pamit Yuyun kabur meninggalkan
rumah itu. Yuyun sudah tidak berpikir lagi apa bisa malam ini sampai di
rumah kos barunya.
Yuyun memanfaatkan defense mechanism apatis sebagai cara untuk
mengurangi efek yang menyakitkan dari konflik yang dihadapi. Kutipan di atas
menggambarkan bahwa Yuyun melakukan defense mechanism apatis dalam
bentuk menarik diri. Konflik yang dihadapi membuat Yuyun bersikap mundur
156
dari kehidupan keluarga Pak Darusman. Konflik yang memicu terjadinya
pertengkaran antara Pak Darus dan istri disebabkan karena kecemburuan
istrinya terhadap keberadaan Yuyun. Situasi tersebut membuat Yuyun lebih
memilih pergi dari rumah Pak Darus, menandakan bahwa ia menarik diri dari
konflik yang muncul. Tindakan tersebut bertujuan untuk menghindari konflik
yang semakin membesar dan juga untuk mengurangi efek menyakitkan dari
konflik yang tidak bisa dihindari.
Berdasarkan analisis di atas dapat ditarik kesimpulan bahwa defense
mechanism atau mekanisme pertahanan yang digunakan tokoh Wahyuningsih
(Yuyun) dalam cerbung Ara-ara Cengkar Tanpa Pinggir karya Adinda AS, yaitu
bentuk defense mechanism represi (repression), sublimasi, proyeksi, pengalihan
(displacement), rasionalisasi (rationalization), reaksi formasi (reaction formation),
regresi, agresi dan apatis. Bentuk defense mechanism yang tidak digunakan Yuyun
hanya defense mechanism fantasi dan stereotype.
Bentuk-bentuk defense mechanism yang dilakukan tokoh Yuyun
memberikan pengaruh positif maupun pengaruh negatif terhadap kepribadiannya.
Bentuk represi, sublimasi, rasionalisasi, reaksi formasi, dan apatis cenderung
memberikan pengaruh yang positif. Pengaruh itu dapat dilihat pada bentuk represi
dengan bersikap sabar, ketenangan dalam menghadapi masalah dan sikap terharu
untuk menghindari konflik. Dilihat pada bentuk sublimasi dengan mengalihkan
perhatian yang bermanfaat, dan tetap tersenyum meski sedang bersedih dan terluka.
Pengaruh positif juga dapat dilihat pada bentuk rasionalisasi dengan meredam
kemarahan, sadar dan menyesal atas perbuatannya, dan meyakinkan diri atau
bersikap realistis. Selanjutnya, dapat dilihat pada bentuk reaksi formasi dengan
157
bersikap wajar untuk menyembunyikan kebencian. Terakhir pengaruh positif
tersebut dapat pula dilihat pada bentuk apatis dengan sikap menarik diri untuk
meredam konflik.
Bentuk proyeksi, pengalihan, rasionalisasi, reaksi formasi, regresi, dan
agresi cenderung memberikan pengaruh yang negatif. Pengaruh negatif dapat
dilihat pada bentuk proyeksi yaitu meremas-remas surat, merobek-robek gaun, dan
membanting pintu sebagai bentuk dari perilaku Yuyun dalam menghadapi konflik.
Dilihat pada bentuk pengalihan yaitu sikap emosional (marah), melalui bentuk
rasionalisasi dengan lari dari masalah. Pengaruh negatif juga dapat dilihat pada
bentuk reaksi formasi dengan bersikap bohong. Selanjutnya, dapat dilihat pada
bentuk regresi dengan menangis dan pengaruh negatif yang terakhir dapat dilihat
pada bentuk agresi dengan bersikap emosional (marah).
Berdasarkan penjabaran di atas dapat disimpulkan bahwa bentuk defense
mechanism yang dilakukan tokoh Yuyun lebih banyak membawa pengaruh negatif
daripada pengaruh positif terhadap perilakunya. Hal ini membuat kepribadian
Yuyun tergolong tidak matang.
2. Bentuk Defense Mechanism pada Tokoh Heru Purnomo
Heru merupakan insinyur kaya raya, gagah, dan tampan yang berumur 40
tahun dengan seorang anak perempuan bernama Lisa yang cantik dan pandai. Lisa
merupakan murid terpandai dan yang paling disayang Yuyun, namun sebenarnya
Lisa bukan darah daging Heru. Rima sudah mengandung Lisa sebelum dinikahkan
dengan Heru. Heru dengan terpaksa harus menikahi Rima, gadis yang tak dikenal
dan tak dicintainya itu dan harus meninggalkan Yuyun untuk membalas budi baik
pamanya yang selama ini telah merawat dan membesarkan Heru sejak bayi
158
sepeninggal kedua orang tuanya. Heru merasa kecewa terhadap pamannya setelah
ia mengetahui bahwa Rima sudah mengandung dengan laki-laki lain sebelum
dinikahkan dengannya. Ini adalah kebohongan terbesar yang Heru terima. Ia merasa
menjadi korban keserakahan pamannya. Heru dikorbankan hanya untuk membalas
hutang pamannya yang tidak bisa terbayar kepada Pak Budiman, ayah Rima dan
juga untuk menutup aib keluarga kaya raya tersebut.
Heru tidak terima dengan perlakuan Paman Hardjo dan Pak Budiman yang
telah membohonginya sehingga menumbuhkan rasa dendam di hatinya. Heru ingin
membalas rasa sakit hatinya dengan membawa Lisa sebagai alat untuk membalas
dendam, karena ia tahu Lisa adalah garis penerus keturunan terakhir trah budiman
sepeninggal Rima. Berjalannya waktu, tidak disangka Heru berubah menjadi
menyayangi Lisa seperti anaknya sendiri, karena ia sadar Lisa tidak salah dalam
kekecewaan yang menimpanya. Heru tidak bisa melupakan rasa sayangnya kepada
Yuyun, terbukti selama sebelas tahun ia belum menikah lagi dan masih berusaha
menemukan Yuyun cinta sejatinya.
Tokoh Heru dalam menghadapi permasalahan menggunakan defense
mechanism sebagai reaksi dari permasalahan yang dihadapi. Bentuk defense
mechanism tokoh Heru digunakan sebagai upaya pertahanan diri untuk mengurangi
efek menyakitkan dari konflik yang terjadi. Bentuk defense mechanism tokoh Heru
dalam cerbung ACTP karya Adinda AS meliputi represi, pengalihan, rasionalisasi,
regresi, agresi dan apatis. Hal ini dapat dibuktikan pada penjelasan berikut:
a. Represi (Repression)
Represi merupakan mekanisme pertahanan yang paling kuat dan luas.
Tugas represi mendorong keluar implus-implus id yang tidak diterima dari alam
159
sadar dan kembali ke alam bawah sadar. Represi yang dilakukan tokoh Heru
muncul dalam bentuk bersikap sabar untuk menghindari konflik, dan
ketenangan dalam menghadapi masalah. Hal ini dapat dibuktikan pada
penjelasan berikut.
Heru yang mendapat agresi secara langsung dari Endra melakukan
represi dalam bentuk bersikap sabar. Sabar merupakan indikasi seseorang
melakukan represi. Terbukti pada kutipan berikut:
Kutipan:
“Sabar, Bung. Mangga kita rembag kanthi sareh. Mbok bilih Bu Yuyun
dereng nate njlentrehaken sifat sesambetan kula kaliyan Bu Guru punika.
Mangga kita rembagan sae-sae,” ujare Mas Heru isih nyoba sabar lan
sopan.
“Laki-laki sabar adalah laki-laki lemah. Mari kita selesaikan persoalan
kita ini dengan cara seorang jantan.”
[…]“Tenanglah, Bung. Kamu bicara seperti orang kehilangan ingatan.
Sebagai orang dewasa dan beradab marilah kita bicara baik-baik,”
kandhane Mas Heru tetep nyoba sabar nadyan ditantang kasar.(Seri 11:
24)
Terjemahan:
“Sabar, Bung. Marilah kita bicara dengan baik. Mungkin Bu Yuyun belum
pernah menjelasakan sifat hubungannku dengan Bu Guru itu. Mari kita
bicara baik-baik,” kata Mas Heru masih mencoba bersabar dan bersikap
sopan.
“Laki-laki sabar adalah laki-laki lemah. Mari kita selesaikan persoalan kita
ini dengan cara seorang jantan.”
[…]“Tenanglah, Bung. Kamu bicara seperti orang kehilangan ingatan.
Sebagai orang dewasa dan beradab marilah kita bicara baik-baik,” kata
Mas Heru masih berusaha bersabar meskipun ditantang kasar.
Kutipan di atas menggambarkan bahwa Heru melakukan defense
mechanism jenis represi dalam bentuk bersikap sabar. Represi dalam bentuk
sabar tersebut muncul untuk menekan seminimal mungkin emosional yang tiba-
tiba hadir dalam diri Heru. Ia yang mendapat agresi secara langsung dari Endra
melakukan represi dalam bentuk bersikap sabar dengan tujuan agar tindakannya
tersebut dapat menghindari terjadinya konflik.
160
Represi selanjutnya yang dilakukan Heru muncul dalam bentuk
ketenangan dalam menghadapi masalah. Masalah-masalah kehidupan yang
hadir, Heru hadapi dengan keadaan tenang. Represi Heru dalam bentuk
ketenangan dalam menghadapi masalah dapat dibuktikan pada kutipan berikut:
Kutipan:
“Mesthi ora ana sing ngira nek Bu Guru Yuyun iku Wahyuningsih, ta?”
Yuyun mbukaki rembug nirokake tetembungan ing jroning surate Heru.
“Wahyuningsih sing sewelas taun kepungkur minangka kenya sing
prasaja, lugu lan bodho-cubluk!” Heru ndungkluk. Dheweke unjal
ambegan landung. (Seri 9: 24)
Terjemahan:
“Tentu tidak ada yang menyangka bahwa Bu Guru Yuyun itu
Wahyuningsih, bukan?” ucap Yuyun membuka pembicaraan menirukan
kata-kata dalam surat Heru. “Wahyuningsih yang sebelas tahun lalu
sebagai gadis sederhana, polos dan dungu!” Heru tertunduk. Ia menarik
nafas panjang.
Heru melakukan defense mechanism jenis represi dalam bentuk
mencoba tenang dalam menghadapi masalah. Konflik yang hadir Heru hadapi
dengan keadaan tenang, meskipun selalu mendapat agresi dari Yuyun. Menarik
nafas panjang merupakan simbol pertanda bahwa Heru berusaha membuat
hatinya tenang. Sikap tenang yang Heru lakukan dengan tujuan agar konflik
yang muncul dan agresi dari Yuyun tidak terpicu menjadi semakin besar.
b. Pengalihan (Displacement)
Pengalihan adalah pengalihan perasaan tidak senang terhadap suatu
objek ke objek lainnya yang lebih memungkinkan. Bentuk defense mechanism
pengalihan dalam konflik ini Heru tunjukkan dalam wujud marah. Kemarahan
yang seharusnya Heru tujukan kepada pamannya dan keluarga Budiman sebagai
sumber frustasi dialihkan kepada Lisa yang masih bayi. Bentuk pengalihan
dalam wujud marah dapat dibuktikan pada penjelasan berikut.
161
Heru menggunakan bentuk defense mechanism jenis pengalihan dalam
wujud sikap marah ketika dirinya merasa telah dibohongi oleh pamannya dan
keluarga Budiman. Heru menjadi korban pamannya yang gila harta dan tahta.
Defense mechanism pengalihan tersebut dialihkan kepada bayi Lisa.
Kemarahan yang seharusnya ditujukan kepada Paman Hardjo dan Pak Budiman
sebagai sumber frustasi dialihkan kepada Lisa. Terbukti pada kutipan berikut:
Kutipan:
[…]”Tak gawa bayi iku mung kanggo nggawe susahe lan bingunge wong-
wong iku. Miturut hukum pancen Lisa sah anakku. Aku wong sing nduwe
hak asuh bayi iku. Dak gawa bayi iku ora merga aku nggunakake hakku,
nanging aku mung kepengin males lara ati sing tau tak alami marang
wong-wong sing wis tega ngejur tresnaku. Babar pisan ora tak paelu
nalika Bu Budiman nangis ngrampek-ngrampek kepengin ngemong bayi
Lisa. Aku ngerti Lisa siji-sijine garis turune trah Budiman, sapungkure
Rima putri tunggale. Kanthi mengkono ya ben wong tuwa-tuwa sing wis
tumindak daksiya karo aku iku saben dina ngalami kuwatir lan kaweden,
nganggep sawayah-wayah Lisa bakal tak buang ing ndalan.” (Seri 15: 24)
Terjemahan:
[…]“Kubawa bayi itu hanya untuk membuat susah dan bingung orang-
orang itu. Secara hukum memang Lisa sah anakku. Saya yang punya hak
asuh bayi itu. Kubawa bayi itu bukan karena saya menggunakan hakku,
tetapi saya hanya ingin membalas sakit hati yang pernah kualami karena
orang-orang yang sudah tega merusak cintaku. Sama sekali kuacuhkan
ketika Bu Budiman menangis memohon-mohon ingin mengasuh bayi Lisa.
Saya tahu Lisa satu-satunya penerus garis keturunan trah Budiman,
sepeninggal Rima puteri tunggalnya. Biarlah orang-orang tua yang pernah
melakukan perbuatan jahat terhadapku itu setiap hari dihantui rasa cemas
dan ketakutan, menganggap sewaktu-waktu Lisa bisa kubuang dijalan.
Kutipan di atas menggambarkan bahwa Heru melakukan defense
mechanism pengalihan dalam wujud marah ketika dirinya merasa telah ditipu
Paman Hardjo dan Pak Budiman. Heru terpaksa menikahi Rima putri
konglomerat Pak Budiman yang ternyata telah mengandung janin buah akibat
perbuatannya dengan laki-laki lain. Heru dalam kondisi ini dikorbankan untuk
membalas hutang budi pamannya yang tak terbayarkan dan untuk menutup aib
162
keluarga. Mengetahui hal tersebut Heru marah besar, ia merasa telah diperalat
dan dibohongi. Pernikahannya dengan Rima adalah sebuah pernikahan yang
sama sekali tidak pernah diharapkan. Konflik tersebut membuatnya sangat
kecewa dan terluka sehingga kemarahannya dialihkan kepada Lisa. Lisa
merupakan satu-satunya penerus garis keturunan trah Budiman sepeninggal
Rima putri tunggalnya, sehingga Heru menggunakan Lisa untuk membalas
dendamnya kepada orang-orang yang telah menyakitinya. Heru ingin membuat
orang-orang yang serakah itu merasakan kekhawatiran dan tersiksa batinnya
dengan menjadikan Lisa sebagai alat untuk membalaskan dendam dan
kebenciannya. Heru mengalami kondisi dan situasi yang tidak menyenangkan
sehingga ia melakukan defense mechanism pengaliahan/ displacement, bahkan
pada suatu saat ia hampir saja membunuh Lisa karena kondisi emosionalnya
yang tidak terkontrol akibat besarnya rasa dendam dan kebencian yang
dipendam. Kemarahan dan perasaan tidak senang yang seharusnya ditujukan
kepada Paman Hardjo dan Pak Budiman sebagai sumber frustasi, dialihkan
kepada Lisa karena Lisa adalah objek yang memungkinkan pada saat itu.
c. Rasionalisasi (Rationalization)
Rasionalisasi memiliki dua tujuan: pertama, untuk mengurangi
kekecewaan ketika gagal mencapai suatu tujuan; kedua, memberikan motif
nyata yang dapat diterima atas perilaku. Bentuk defense mechanism
rasionalisasi dalam konflik ini, Heru tunjukkan dalam bentuk meredam
kemarahan dan meyakinkan diri yang dapat dibuktikan pada penjelasan berikut.
Heru menggunakan bentuk defense mechanism jenis rasionalisasi
dalam bentuk meredam kemarahan ketika ditantang berkelahi oleh Endra. Motif
163
perkelahian tersebut tidak dapat diterima oleh ego Heru sehingga terjadi
pergolakan batin karena pada dasarnya Heru tidak tahu penyebab Endra
melakukan regresi terhadapnya. Heru menggunakan bentuk defense mechanism
jenis rasionalisasi dalam bentuk meredam kemarahan dapat dibuktikan pada
kutipan berikut:
Kutipan:
Mas Heru ndungkluk sedih. Sirahe gedheg-gedheg lemes, banjur ujare:
“Babar pisan aku ora ngarepake iki. Ngisin-isini.”[…]“Salawase urip
aku durung tau diina wong kaya ngene iki…” clathune Heru nahan ati.
Untune kerot-kerot tangane dikepel-kepel. (Seri 11: 24)
Terjemahan:
Mas Heru tertunduk sedih. Kepalanya menggeleng-geleng lemah, lalu
katanya: “Sama sekali saya tidak menghendaki kejadian ini. Memalukan.”
[…]“Selama hidup saya belum pernah dihina orang semacam ini,” kata
Heru menahan marah. Giginya kerot-kerot, tangannya mengepal.
Kondisi tersebut menggambarkan bahwa Heru telah melakukan defense
mechanism rasionalisasi yang ditujukkan dalam bentuk meredam kemarahan.
Motif cacian dan umpatan yang tidak dapat diterima oleh ego menyebabkan
timbulnya agresi dalam batin Heru. Agresi tersebut timbul sebagai motif
pengganti dengan tujuan pembenaran bahwa Heru tidak seperti apa yang
dituduhkan Endra terhadapnya. Heru tidak pernah mengharapkan adanya
pertengkaran itu dikarenakan konflik yang timbul hanyalah salah paham.
Regresi yang berkali-kali ditujukan kepada Heru membuatnya menjadi geram,
namun Heru melakukan defense mechanism rasionalisasi dalam bentuk
meredam kemarahan dengan tujuan pembenaran bahwa Heru tidak seperti yang
dituduhkan Endra kepadanya, dan selain itu rasionalisasi dilakukan juga dengan
tujuan sebagai motif pengganti agresi yang bergejolak di batin karena meredam
164
kemarahan dirasa jauh lebih baik dan mampu mengurangi efek menyakitkan
dari konflik yang tidak bisa dihindari.
Heru selain meredam kemarahan, juga menggunakan defense
mechanism rasionalisasi dalam bentuk meyakinkan diri sebagai motif nyata
yang bisa diterima atas perilaku yang dilakukan. Yuyun menggunakan bentuk
defense mechanism jenis rasionalisasi dalam bentuk meyakinkan diri dapat
dibuktikan pada kutipan berikut:
Kutipan:
“Aku rumangsa sejatine awakku iki wis ora pantes maneh ketemu sliramu.
Wis sapantese yen sliramu nggething lan nyingkur aku. Mungsuhi aku lan
ngendhem sengit, dhendham mring aku. Ing panyawangmu aku iki wong
lanang sing pengecut. Wong lanang sing ora ngerti males budi kabecikane
liyan.” (Seri 5: 24)
Terjemahan:
Saya merasa sebenarnya diriku ini sudah tidak pantas lagi menemuimu.
Sudah sewajarnya bila kamu membenci dan menghindariku. Memusuhi
dan memendam dendam terhadapku. Di matamu saya ini seorang laki-laki
yang pengecut. Laki-laki yang tidak tahu membalas kebaikan orang.
Heru menggunakan rasionalisasi dalam bentuk meyakinkan diri ketika
motif perilaku tidak dapat diterima oleh egonya dengan meyakinkan diri bahwa
dirinya sudah tidak pantas lagi menemui Yuyun. Sudah sewajarnya juga bila
Yuyun membenci, memusuhi dan bahkan mendendam Heru karena di mata
Yuyun dirinya hanya seorang laki-laki yang pengecut. Hal tersebut merupakan
sebuah motif pengganti dengan tujuan pembenaran bahwa Heru menerima
semua perlakuan Yuyun akibat kesalahan yang pernah diperbuat. Tindakan itu
juga sebagai bentuk meyakinkan diri sebagai motif nyata yang bisa diterima
atas perilaku yang dilakukan.
165
d. Regresi
Terdapat dua jenis regresi, yang pertama retrogressive behavior yaitu
perilaku seseorang yang mirip anak kecil, menangis dan sangat manja agar
memperoleh rasa aman dan perhatian orang lain. Kedua, primitivation yaitu
ketika seorang dewasa bersikap tidak berbudaya dan kehilangan kontrol
sehingga tidak sungkan-sungkan berkelahi. Heru dalam menghadapi konflik
melakukan defense mechanism jenis regresi dalam bentuk menangis. Menangis
termasuk regresi jenis retrogressive behavior, yaitu perilaku seseorang yang
mirip anak kecil. Regresi jenis retrogressive behavior yang dilakukan tokoh
Heru yaitu dalam bentuk menangis dapat dibuktikan pada kutipan berikut:
Kutipan:
[…]Heru dipeksa nikahi Rima, kenya putrine kancane Paman Hardjo. Pak
Rahardjo, pamane Heru sing salawase iki ngopeni lan nggedekake
ponakane kuwi. Ngisin-isini pawongan priya dhewasa Insinyur pisan,
nangis bingung ngadhepi prakara sing jare kaya mangan woh
simalakama. Yen dipangan bapak mati, yen ora dipangan ibu sing mati.
(Seri 2: 24)
Terjemahan:
[…]Heru dipaksa mengawini seorang gadis putri teman Paman Hardjo.
Pak Rahardjo, pamannya Heru yang selama ini membiayai dan
membesarkan keponakannya itu. Memalukan seorang laki-laki dewasa
Insinyur pula, menangis kebingungan menghadapi masalah yang katanya
seperti makan buah simalakama.
Kutipan di atas menggambarkan bahwa Heru melakukan defense
mechanism regresi jenis retrogressive behavior dalam bentuk menangis.
Menangis merupakan perilaku seseorang yang mirip anak kecil. Heru
melakukan regresi disebabkan reaksi emosional yang berlebih ketika
menghadapi konflik. Heru bingung karena dipaksa menikah dengan wanita
pilihan pamannya sebagai bentuk balas budi karena telah merawatnya sejak
bayi, namun disisi lain Heru sudah mempunyai seorang perempuan yang sangat
166
dicintai. Konflik yang menimbulkan kekecewaan yang seharusnya Heru hadapi
dengan rasional, justru malah dihadapi dengan menangis dengan tujuan agar
dapat memperoleh rasa aman dalam hatinya dan bisa memperoleh perhatian dari
Yuyun agar mau membantunya mencari jalan keluar dari konflik yang sedang
menimpanya.
Konflik selanjutnya juga Heru hadapi dengan melakukan regresi jenis
retrogressive behavior dalam bentuk menangis. Konflik dengan Yuyun yang
Heru hadapi membuatnya mundur dari tahapan emosional. Hal tersebut dapat
dibuktikan dalam kutipan berikut:
Kutipan:
“Semono gedhene dhendhammu marang aku, Dhik Ningsih? Apa ora ana
pangapuramu sithik wae kanggo aku sing sejatine uripku salawase iki ya
kasiksa kedhuwung sing dawa. Saora-orane pangapuramu kanggo Lisa.”
ujare Heru nalangsa. Mripate ngembeng banyu, ana setetes nggantung
ing pojoke mripat. Ah, apa ana wong lanang sugih lan gagahe ngene
nangis? (Seri 12: 24)
Terjemahan:
“Begitu besarnya dendamu kepadaku, Dik Ningsih? Tak adakah sedikit
maafmu untuk diriku yang sebenarnya juga telah tersiksa oleh penyesalan
panjang selama ini? Setidaknya kata maaf untuk Lisa.” ucap Heru semakin
sedih, ada setitik air bening menggantung di sudut matanya. Ah, apa ada
seorang laki-laki kaya dan segagah ini menangis?
Heru kembali melakukan regresi jenis retrogressive behavior dalam
bentuk menangis. Tindakan tersebut merupakan perilaku seseorang yang mirip
anak kecil. Heru melakukan regresi disebabkan reaksi emosional yang berlebih
ketika menghadapi konflik dengan Yuyun. Heru sedih mengetahui bahwa
Yuyun begitu besar menyimpan dendam terhadapnya, hingga sedikitpun tidak
bisa memaafkan kesalahannya. Bukannya menghadapi konflik dengan rasional,
justru Heru melakukan defense mechanism dengan wujud menangis dengan
167
tujuan agar mendapatkan rasa aman dalam hatinya dan memperoleh perhatian
dari Yuyun.
Heru juga melakukan defense mechanism jenis regresi primitivation
dalam bentuk berkelahi. Suasana perkelahian antara Heru dengan Endra adalah
bentuk regresi primitivation. Bentuk ini menjelaskan tentang perilaku seseorang
yang tidak berbudaya dan kehilangan kontrol sehingga tidak sungkan-sungkan
untuk berkelahi. Regresi jenis primitivation yang dilakukan tokoh Heru yaitu
dalam bentuk berkelahi dapat dibuktikan pada kutipan berikut:
Kutipan:
Krana kedadeyan gelut, pancakara antarane priya loro sing padha-padha
pideksa pawakane ing tengah pekarangan pinggir dalan gedhe, ndadekake
kawigaten gedhe wong-wong sing pinuju liwat papan kono. Akeh wong
padha teka nyedhak niyat nonton “hiburan gratis” ing sore parak surub
iku. […]kabeh padha mandheg mlengak nyekseni wong lanang loro gelut
rame ing tengah pekarangan. (Seri 11: 25)
Terjemahan:
Karena terjadi keributan, perkelahian antara dua laki-laki yang sama-sama
gagah perawakannya di tengah halaman pinggir jalan raya, membuat
perhatian besar orang-orang yang lewat tempat tersebut. Banyak orang
berdatangan mendekat berniat menonton “hiburan gratis” di sore hari
menjelang malam. […] semua berhenti menonton dua orang laki-laki yang
sedang berkelahi di tengah halaman.
Konflik yang terjadi memicu emosional yang berlebih dalam diri Heru.
Emosional yang telah mencapai pada titik puncaknya membuat Heru
kehilangan kontrol dalam dirinya sehingga terjadilah perkelahian yang tidak
dapat dihindari. Perkelahian antara Heru dengan Endra termasuk dalam bentuk
perilaku yang tidak berbudaya. Emosional yang tidak terkontrol membuat
keduanya tidak sungkan-sungkan untuk berkelahi.
Bentuk defense mechanism regresi yang dilakukan Heru selanjutnya
adalah memukul. Memukul termasuk ke dalam regresi jenis primitivation sebab
168
bentuk ini menjelaskan tentang perilaku seseorang yang tidak berbudaya dan
kehilangan kontrol sehingga tidak sungkan-sungkan untuk memukul. Regresi
jenis primitivation yang dilakukan tokoh Heru yaitu dalam bentuk memukul
dapat dibuktikan pada kutipan berikut:
Kutipan:
Ora krasa Yuyun njerit banter binareng ambruke Endra krana sabetan
karate ing pener cengele. Nadyan sabetan epek-epek tangane Heru ora
sepiraa banter, nanging wis bisa ngrubuhake awake Endra sing tiba
gemebrug ing bantala semaput. (Seri 11: 25)
Terjemahan:
Tidak disadari Yuyun berteriak keras bersamaan dengan robohnya Endra
karena pukulan karate tepat di tengkuknya. Meskipun hanya pukulan sisi
telapak tangan Heru yang tidak terlampau keras, namun sudah bisa
merobohkan tubuh Endra yang jatuh berdebum ke tanah tak sadarkan diri.
Perilaku Heru tersebut menggambarkan bahwa ia melakukan defense
mechanism jenis regresi primitivation dalam bentuk memukul.
Kesalahpahaman dengan Endra memicu timbulnya konflik. Konflik yang tidak
bisa dihindari memicu emosional yang berlebih dalam diri Heru. Emosional
yang telah mencapai pada titik puncaknya membuat Heru kehilangan kontrol
dalam dirinya sehingga tanpa sadar sebuah pukulan ditujukan kepada Endra.
Perkelahian antara Heru dengan Endra termasuk dalam bentuk perilaku yang
tidak berbudaya. Emosional yang tidak terkontrol membuat Heru tidak
sungkan-sungkan untuk memukul Endra.
e. Agresi dan Apatis
Agresi dapat berbentuk langsung dan pengalihan. Agresi langsung
adalah agresi yang diungkapkan secara langsung kepada seseorang atau objek
yang merupakan sumber frustasi. Agresi yang dialihkan adalah bila seseorang
mengalami frustasi namun tidak dapat mengungkapkan secara puas kepada
169
sumber frustasi tersebut karena tidak jelas atau tak tersentuh. Apatis adalah
bentuk lain dari reaksi terhadap frustasi yaitu sikap menarik diri dan bersikap
seakan-akan pasrah. Agresi yang dilakukan tokoh Heru dalam wujud marah-
marah, baik agresi berbentuk langsung maupun pengalihan. Bedanya, pada
agresi langsung wujud marah tertuju pada sumber frustasi sedangkan pada
agresi pengalihan wujud marah tidak tertuju pada sumber frustasi. Hal ini dapat
dibuktikan pada penjelasan berikut.
Bentuk agresi tokoh Heru diwujudkan dengan amarah. Sikap marah
Heru diungkapakan secara puas kepada sumber frustasi yaitu Endra, sehingga
dalam situasi ini Heru melakukan defense mechanism jenis agresi langsung
dalam bentuk marah, yang dapat dibuktikan pada kutipan berikut:
Kutipan:
“Cukup, saudara Endra! Jangan cari gara-gara di sini.”
“Tidak di sini. Di halaman itu cukup luas untuk kita berdua,” tantange
Endra, banjur ndisiki metu kanthi jangkah-jangkah amba. (Seri 11: 24)
Terjemahan:
“Cukup, saudara Endra! Jangan cari gara-gara di sini.”
“Tidak di sini. Di halaman itu cukup luas untuk kita berdua,” tantang
Endra, kemudian ia berlalu mendahului ke luar dengan langkah-langkah
lebar.
Kutipan di atas menggambarkan bahwa Heru melakukan defense
mechanism jenis agresi secara langsung dalam bentuk marah yang ditujukan
kepada Endra sebagai sumber frustasi. Amarah tersebut disebabkan karena
Endra telah memaki dan menghina Heru. Heru mulai memanas karena tidak
terima dengan cacian Endra sehingga amarahnya diungkapkan dengan cara
membentak Endra yang telah memakinya. Tindakan agresi secara langsung
tersebut sebagai bentuk emosionalnya yang telah mencapai pada titik
170
puncaknya dan pengungkapan itu mempunyai tujuan agar mendapatkan
kepuasan batin terhadap konflik yang tidak dapat dihindari.
Heru selain menggunakan agresi secara langsung, juga menggunakan
agresi pengalihan dalam bentuk amarah. Agresi pengalihan dilakukan karena
Heru mengalami frustasi namun tidak dapat diungkapkan secara puas kepada
sumber frustasi. Defense mechanism jenis agresi pengalihan dalam bentuk
amarah dapat dibuktikan pada kutipan berikut:
Kutipan:
”Edan!! Asor bebudene wong-wong sing ngaku awake kinurmatan kaya
Pak Budiman lan Paman Hardjo iki. Aku dikurbanake krana utang bisnise
Paman Hardjo sing ora kebayar marang Pak Budiman konglomerat sugih
ing negara iki.[…]Aku kudu nglakoni nikahi wanita sing ing rahime
ngandhut wohing tumindak dosa sing babar pisan durung tak kenal, apa
maneh tak tresnani. Lan tresnaku dhewe dikurbanake muspra. Tak
sumpahi kabeh. Tak undhat-undhat lan tak kutuk pamanku lan Pak
Budiman. Aku ora sudi maneh srawung karo wong-wong sing ora nduwe
nurani.” (Seri 15: 24)
Terjemahan:
“Gila!! Rendah budi orang-orang yang mengaku dirinya terhormat seperti
Pak Budiman dan Paman Hardjo. Saya dikorbankan karena hutang bisnis
Paman Hardjo yang tidak terbayar kepada Pak Budiman pengusaha kaya
di negeri ini. […]Saya harus menikahi perempuan yang di rahimnya
mengandung perbuatan dosa yang sama sekali belum ku kenal apalagi ku
cintai. Dan cintaku sendiri dikorbankan sia-sia. Saya sumpahi semua. Ku
kutuk Pak Budiman dan Paman Hardjo. Saya tak sudi lagi bergaul dengan
orang-orang yang tidak mempunyai nurani.”
Heru melakukan defense mechanism jenis agresi pengalihan dalam
bentuk marah-marah yang ditujukan kepada sumber frustasi yaitu Pak Budiman
dan Paman Hardjo, namun tidak dapat diungkapkan secara puas kepada sumber
frustasi karena sumber frustasi tidak tersentuh. Konflik yang terjadi memicu
terjadinya agresi peralihan dalam diri Heru. Heru bercerita kepada Yuyun
bahwa dirinya tidak terima dengan perlakuan pamannya yang tega
mengorbankan dirinya demi harta. Ia tidak terima Paman Hardjo dan Pak
171
Budiman tega membohonginya. Heru dikorbankan demi hutang pamannya
yang tidak bisa dibayar dan juga untuk menutupi aib keluarga dengan menikahi
anak Pak Budiman yang ternyata sudah hamil dengan laki-laki lain, sedangkan
Heru harus menderita karena harus kehilangan perempuan yang sangat
dicintainya. Kondisi tersebut memicu terjadinya agresi peralihan dikarenakan
sumber frustasi tak tersenuh, namun tindakan tersebut dirasa tidak
menimbulkan kepuasan batin dikarenakan agresinya tidak dapat diungkapkan
secara langsung kepada sumber frustasi.
Heru selain melakukan defense mechanism agresi dalam menghadapi
konflik yang timbul dalam hidupnya, ia juga melakukan defense mechanism
jenis apatis. Apatis dilakukan dalam wujud sikap menarik diri dan sikap pasrah.
Bentuk defense mechanism apatis dapat dibuktikan pada penjelasan berikut.
Heru memanfaatkan defense mechanism apatis sebagai cara untuk
mengurangi efek yang menyakitkan dari konflik yang dihadapi. Bentuk apatis
yang dilakukan Heru diwujudkan dengan sikap menarik diri yang dapat
dibuktikan pada kutipan berikut:
Kutipan:
“Nek pancen mbok karepake Lisa tak pindhahe saka sekolahan iki. Utawa
aku karo Lisa tak pindhah kutha liya. Kebeneran cabang perusahaan ing
Jogja butuh kawigatenku sing mirunggan.” (Seri 12: 24)
Terjemahan:
“Kalau memang kamu menginginkan Lisa ku pindahkan dari sekolahan
ini. Atau saya dan Lisa yang pindah ke kota lain. Kebetulan cabang
perusahaan di Jogja butuh perhatianku.”
Kutipan di atas menggambarkan bahwa Heru melakukan defense
mechanism apatis dalam bentuk menarik diri. Konflik yang dihadapi membuat
Heru bersikap mundur dari kehidupan Yuyun. Tindakan tersebut bertujuan
172
untuk menghindari konflik yang semakin membesar dan juga untuk mengurangi
efek menyakitkan dari konflik yang tidak bisa dihindari.
Bentuk defense mechanism apatis yang dilakukan Heru dalam sikap
menarik diri juga dapat dibuktikan pada kutipan berikut:
Kutipan:
“Kenapa kowe arep mlayu maneh saka kutha iki Ningsih? Aku rak wis
janji aku ora bakal ngganggu sliramu maneh. Sewelas taun aku nglacak
playumu, saiki wis bisa ketemu. Nanging aku nyadari sliramu wis ora bisa
tak arep-arep maneh.” ujare Heru gela.” (Seri 11: 31)
Terjemahan:
“Kenapa kau mau lari lagi dari kota ini, Ningsih? Bukankah saya sudah
berjanji tidak akan mengganggumu lagi. Sebelas tahun saya melacak
pelarianmu, sekarang sudah bisa bertemu. Namun saya menyadari
sekarang kamu tidak mungkin kuharapkan lagi.” kata Heru kecewa.
Heru melakukan defense mechanism apatis dengan bersikap menarik
diri ketika menghadapi konflik. Heru mundur dan sadar kalau Yuyun sudah
tidak bisa diharapkan untuk kembali lagi dengannya, maka dalam konflik ini
Heru lebih memilih untuk menarik dirinya dari harapan tersebut.
Bentuk defense mechanism apatis selain bersikap menarik diri, Heru
juga menggunakan apatis dalam bentuk bersikap pasrah ketika dihadapkan
dengan konflik. Hal tersebut dapat dibuktikan pada kutipan berikut:
Kutipan:
“Aku ngakoni ing saperangan prakara aku sing salah. Kadidene wong
sing salah aku pasrah sumarah ing ngarepmu. Ukumen awakku. Tindakna
apa sing mbok anggep pantes dhewe nggo ngukum aku murwad karo
kesalahanku.” (Seri 5: 24)
Terjemahan:
“Saya akui dalam masalah ini saya yang bersalah. Sebagai orang yang
bersalah saya pasrah diri di hadapanmu. Hukumlah diriku. Lakukanlah apa
yang kau anggap paling pantas untuk menghukumku setimpal dengan
kesalahanku.”
173
Situasi di atas menggambarkan bahwa Heru menggunakan defense
mechanism apatis dalam bentuk bersikap pasrah. Konflik yang dihadapi
membuatnya bersikap pasrah dengan apa yang terjadi. Heru menyadari kalau
dalam konflik dengan Yuyun dia yang salah, sehingga ia pasrah menerima
hukuman dari Yuyun. Tindakan Heru tersebut dengan tujuan agar bisa
mengurangi efek menyakitkan dari konflik yang tidak bisa dihindari.
Bentuk defense mechanism apatis yang dilakukan Heru dalam sikap
pasrah juga dapat dibuktikan pada kutipan berikut:
Kutipan:
“Ngalor ngidul ngetan ngulon, menyang papan sing tau kita ambah tak
ubeg-ubeg sapa ngerti sliramu ing kono. Sliramu ngilang ora cetha
parane. Awit rumangsa bingung lan susahing ati, aku wis ora mikir wisuda
maneh. Aku wis pedhot ing pangarep-arep.” (Seri 5: 25)
Terjemahan:
“Ke segala arah saya mondar-mandir, ke tempat yang pernah kita datangi
saya datangi siapa tahu saya menemukanmu di tempat itu. Kamu
menghilang tak tentu rimbanya. Karena kebingungan dan sedihnya hati,
saya sudah tidak memikirkan wisuda lagi. Saya sudah putus harapan.”
Konflik yang dihadapi membuatnya bersikap pasrah karena tidak dapat
mempertemukan Yuyun. Heru gagal menemukan Yuyun yang pergi tanpa jejak.
Konflik tersebut membuatnya pasrah dan pupus dari harapan.
Berdasarkan analisis di atas dapat ditarik kesimpulan bahwa defense
mechanism atau mekanisme pertahanan yang digunakan tokoh Heru Purnomo
dalam cerbung Ara-ara Cengkar Tanpa Pinggir karya Adinda AS, yaitu bentuk
defense mechanism represi (repression), pengalihan (displacement), rasionalisasi
(rationalization), regresi, agresi dan apatis. Bentuk defense mechanism yang tidak
digunakan Heru, yaitu defense mechanism sublimasi, proyeksi, reaksi formasi
174
(reaction formation), fantasi dan stereotype. Hal ini jelas berbeda dengan Yuyun
yang lebih banyak menggunakan bentuk defense mechanism.
Bentuk-bentuk defense mechanism yang dilakukan tokoh Heru
memberikan pengaruh positif maupun pengaruh negatif terhadap kepribadiannya.
Bentuk represi, rasionalisasi, dan apatis cenderung memberikan pengaruh yang
positif. Pengaruh itu dapat dilihat pada bentuk represi dengan bersikap sabar untuk
menghindari konflik, dan ketenangan dalam menghadapi masalah. Pengaruh positif
dapat pula dilihat pada bentuk rasionalisasi dengan meredam kemarahan, dan
meyakinkan diri atau bersikap realistis. Terakhir dapat dilihat pada bentuk apatis
dengan tindakan menarik diri untuk menghindari konflik.
Bentuk pengalihan, regresi, agresi, dan apatis cenderung memberikan
pengaruh yang negatif. Pengaruh negatif dapat dilihat pada bentuk pengalihan yaitu
sikap emosional (marah). pada bentuk regresi dengan tindakan menangis, berkelahi,
dan memukul. Selanjutnya dapat pula dilihat pada bentuk agresi dengan bersikap
emosional (marah), dan pengaruh negatif yang terakhir dapat dilihat pada bentuk
apatis dengan bersikap pasrah.
Berdasarkan penjabaran di atas dapat disimpulkan bahwa bentuk defense
mechanism yang dilakukan Heru lebih banyak membawa pengaruh negatif daripada
pengaruh positif terhadap perilakunya. Hal ini membuat kepribadian Heru
tergolong tidak matang.
175
C. ANALISIS DAMPAK DEFENSE MECHANISM PADA TOKOH
WAHYUNINGSIH DAN HERU PURNOMO
Dampak Defense mechanism yang dikutip dari Semiun (2006) dalam Gely
Nurmurey Idzha (2013: 116) diantaranya yaitu reaksi-reaksi mekanisme pertahanan
ego mungkin sangat kontruktif, tekanan tetap melindungi diri secara psikologis
menyebabkan tidak relaks, usaha pada mekanisme pertahanan ego mempengaruhi
keadaan sekitar (manipulatif), cenderung akan diterapkan lagi bila dirasa
menguntungkan.
Dampak Defense mechanism yang lain menurut McGill (2008) dalam Gely
Nurmurey Idzha (2013: 116) yang terjadi dalam diri seseorang antara lain, Defense
mechanism melibatkan penipuan dan distorsirealitas, ketika kecemasan ditekan,
diwujudkan dengan cara lain, seperti fobia, serangan kecemasan atau gangguan
obsesif-kompulsif, mengurangi kecemasan dan mempertahankan citra diri yang
positif, mengurangi aktifitas fisiologis yang tidak sehat.
Bagian ini berturut-turut akan mambahas dampak defense mechanism
tokoh Wahyuningsih (Yuyun), kemudian dilanjutkan dengan membahas dampak
defense mechanism tokoh Heru Purnomo pada cerbung Ara-ara Cengkar Tanpa
Pinggir karya Adinda AS.
1. Dampak defense mechanism pada tokoh Wahyuningsih (Yuyun)
Tokoh Wahyuningsih (Yuyun) menggunakan defense mechanism atau
mekanisme pertahanan diri untuk mengurangi efek menyakitkan dari konflik yang
tidak dapat dihindari. Dampak yang ditimbulkan dari defense mechanism yang
dilakukan tokoh Yuyun dalam cerbung Ara-ara Cengkar Tanpa Pinggir karya
Adinda AS dapat dibuktikan pada penjelasan berikut:
176
1. Menyebabkan tidak relaks
Yuyun setelah melakukan defense mechanism merasa bahwa
tekanannya masih melingkupi dirinya secara psikologis. Hal ini menimbulkan
keadaan yang tidak relaks. Keadaan yang tidak relaks ditimbulkan oleh bentuk
defense mechanism sebagai berikut:
a. Represi
Dampak yang ditimbulkan oleh defense mechanism bentuk represi yang
dilakukan Yuyun dapat dibuktikan sebagai berikut:
Kutipan:
Yuyun blangkemen. Dirasakake swasana sangsaya panas, ndadekake
amem. (Seri 6: 25)
Terjemahan:
Yuyun terdiam. Dirasakan suasana menjadi semakin panas, membuat
resah.
b. Agresi langsung
Tekanan tetap melindungi diri Yuyun secara psikologis sehingga
menyebabkan timbulnya keadaan tidak relaks. Hal ini merupakan dampak
agresi secara langsung yang Yuyun lakukan. Terbukti pada kutipan berikut:
Kutipan:
Yuyun dhewe ora ngerti, kudu nesu apa sedhih. Nanging sing genah,
tambah priya siji maneh sing nggawe ora tentreming atine. (Seri 7: 24)
Terjemahan:
Yuyun sendiri tidak tahu, harus marah atau sedih. Tetapi yang pasti,
tambah seorang laki-laki lagi yang membuat tidak tenang hatinya.
c. Rasionalisasi
Bentuk defense mechanism rasionalisasi yang ditujukan kepada Heru
membuat Yuyun menjadi tidak relaks. Hal ini karena tekanan yang ada dalam
177
diri Yuyun masih melindungi dirinya secara psikologis. Terbukti pada kutipan
berikut:
Kutipan:
Mlakune Yuyun dirikat-rikatake. Keprungu swara mobil samburine. Mesti
bapake Lisa mbuntuti lakune. Jangkahe ora jenak, mula tansah kesarug-
sarug dadine. (Seri 1: 49)
Terjemahan:
Jalannya Yuyun dipercepat. Terdengar suara mobil di belakangnya. Pasti
papanya Lisa membuntuti langkahnya, tentu saja tersaruk-saruk jadinya.
Dampak tidak relaks yang ditimbulkan oleh bentuk defense mechanism
rasionalisasi selanjutnya dapat dibuktikan pada kutipan berikut:
Kutipan:
Dheweke matur nyuwun pindhah mulang saka kutha iki. Yuyun rumangsa
wis ora nduwe katentreman maneh. Tekane Heru sing dianggep nggrogoti
uripe. Panyawange mripate Lisa wektu Yuyun mulang ing ngarep kelas.
Tansah mandeng landhep, ngarep-arep lan ngenteni, ora tahan rasane
Yuyun tansah nyingkur lan selak. Eseme Pak Guru Haryanto sing lucu
ngelingake pocapane […]Luwih-luwih patrape Endra, sabubare prastawa
iku Yuyun dianggep mungsuh satru bebuyutan. Mendah isin lan sedih
rasaning ati, kaping pindho Yuyun diundang ing kantor Polisi Polsek
dijaluki katrangan minangka saksi ing kasus penganiayaan. (Seri 11: 25)
Terjemahan:
Dia bilang minta pindah mengajar dari kota ini. Yuyun merasa sudah tidak
punya ketenangan lagi. Kedatangan Heru yang dianggap menggerogoti
hidupnya. Pandangan mata Lisa saat Yuyun mengajar di depan kelas.
Selalu menatap tajam, mengharap dan menanti, tidak tahan rasanya Yuyun
selalu menyingkir dan menghindari. Senyuman Pak Guru Haryanto yang
lucu mengingatkan ucapannya […]Terlebih sikap Endra, setelah peristiwa
itu Yuyun dianggap sebagai musuh bebuyutan. Betapa malu dan sedih
rasanya hati, dua kali Yuyun diundang ke kantor Polisi Polsek untuk
dimintai keterangan sebagai saksi mengenai kasus penganiayaan.
d. Pengalihan
Dampak tidak relaks yang ditimbulkan oleh defense mechanism bentuk
pengalihan terhadap Lisa yang dilakukan Yuyun dapat dibuktikan pada kutipan
sebagai berikut:
178
Kutipan:
Yuyun kelangan greged omong ing ngarep kelas, mula bocah-bocah
dikongkon nggarap matematik. Kanggo nyuda gorehing rasa ati Yuyun
nyoba maca buku Ilmu Jiwa Anak, nanging ora ana sing bisa nyenthel ing
utege. (Seri 3: 25)
Terjemahan:
Yuyun kehilangan nafsu berbicara di depan kelas, maka dari itu anak-anak
disuruh mengerjakan matematika. Untuk mengurangi keresahan hati
Yuyun mencoba membaca buku Ilmu Jiwa Anak, tetapi tidak ada yang
bisa masuk di otaknya.
2. Mempengaruhi keadaan sekitar
Reaksi formasi yang dilakukan Yuyun mampu mempengaruhi keadaan
sekitarnya. Reaksi formasi ini berdampak pada sikap Heru yang berubah
menjadi sedih dan merasa tersiksa batinnya. Terbukti pada kutipan berikut:
Kutipan:
Heru sangsaya sedih. Sangsaya tanpa daya lan tambah kasiksa. Lan rasa
jroning atine Yuyun tambah marem. Tetela ringkih uga atine wong lanang
kaya Heru. Heru sing dikira pengkuh santosa, kaya gagraging watu
karang ing samodra, nanging ambrol mung sepisan katebas. (Seri 9: 25)
Terjemahan:
Heru semakin sedih. Semakin tak berdaya dan semakin tersiksa. Dan rasa
dalam hatinya Yuyun semakin puas. Ternyata rapuh juga hati seorang laki-
laki seperti Heru. Heru yang dianggap kuat, seperti kokohnya batu karang
di samudra, ternyata runtuh hanya sekali dipukul.
3. Cenderung akan diterapkan lagi bila dirasa menguntungkan
Adanya kecenderungan untuk diulangi lagi karena hal ini dirasa
menguntungkan untuk mengurangi efek dari konflik yang dihadapi. Dampak
tersebut dihasilkan dari bentuk-bentuk defense mechanism yang dilakukan oleh
Yuyun yang dapat dijelaskan sebagai berikut:
179
a. Represi
Pada pembahasan sebelumnya, Yuyun ditemukan telah melakukan
represi sebanyak tiga kali. Represi yang pertama dilakukan ketika Yuyun
menerima perlakuan tidak menyenangkan dari Hary. Terbukti pada kutipan
berikut:
Kutipan:
“Ya iki pacarku sing tak karepake. Sing lenggah ing sisihku iki.” ujare
karo sebelah tangane ngrangkul pundhake Yuyun.
“Aah… aja sembranan, ah. Isin mengko yen konangan murid-murid.
Dikira awake dhewe pacaran!” ujare Yuyun kaget. Kanthi sabar
disingkirake tangane Hary saka pundhake. Sanadyan dheweke wis kerep
krungu gojegane wong siji iki, nanging krungu omongan ngenani pacar
iki rasane atine ora kepenak. (Seri 6: 25)
Terjemahan:
“Ya ini pacarku yang ku inginkan. Yang duduk di sebelahku ini.” katanya
sambil sebelah tangannya merangkul pundak Yuyun.
“Aah… jangan main-main, ah. Malu nanti kalau ketahuan murid-murid.
Dikira kita pacaran!” sahut Yuyun terkejut. Dengan sabar disingkirkan
tangan Hary dari pundaknya. Meskipun dirinya sudah biasa mendengarkan
canda gurauan orang satu ini, namun mendengar pembicaraan soal pacar
ini rasa hatinya menjadi tidak enak.
Bentuk represi ini dirasa menguntungkan karena dapat menghindari
terjadinya konflik, sehingga Yuyun melakukan represi ini secara berulang-
ulang. Yuyun melakukan represi yang kedua yaitu ketika Yuyun terlibat konflik
dengan Heru. Terbuktikan pada kutipan berikut:
Kutipan:
“Heeh… Dadi, dadi… kowe ngandhut wektu kuwi, Dhik?” ujare Heru
kaget. Dheweke ngadeg saka palungguhane. “Yen nggarbini kenapa ora
ngomong, malah lunga, Dhik? Endi bocah iku saiki, Dhik Ning? Ing
ngendi??”
Yuyun njaluk dheweke lungguh maneh. Ing raine ketok gambaran rasa
kaget gedhe krungu samubarang sing ora tau kabayangake sadurunge.
“Aja gugup. Sing sareh. Mas Heru bisa mbayangake kasangsarane wong
wadon sing mlayu ing njaban rangkah amarga dikhianati priya sing
banget ditresnani?” (Seri 9: 24)
180
Terjemahan:
“Heeh… Jadi, jadi… Kamu hamil pada waktu itu, Dik?” ucap Heru
terkejut. Ia bangkit dari tempat duduknya. “Kalau hamil kenapa tidak
bilang, malah pergi, Dik? Di mana anak itu sekarang, Dik Ning? Di
mana??”
Yuyun minta ia duduk kembali. Di wajahnya nampak ungkapan rasa
terkejut sekali mendengar sesuatu yang tidak pernah diduga sebelumnya.
“Jangan gugup. Yang tenang. Mas Heru bisa membayangkan bagaimana
penderitaan seorang perempuan yang lari di perantauan karena dikhianati
laki-laki yang sangat dicintai?
Bentuk represi yang ketiga yaitu ketika amarahnya terpancing oleh
perkataan Lisa. Perkataan Lisa membuat hati Yuyun memanas dan hampir saja
emosionalnya ikut terpancing. Ia tahu anak sekecil Lisa tidak akan pernah tahu
masalah orang dewasa. Hal ini menyebabkan ia harus merepresi yang ada dalam
hatinya. Terbukti pada kutipan berikut:
Kutipan:
“Kata papa, mama Lisa dulu secantik Bu Yuyun,” pangucape Lisa lugu.
Atine Bu Guru kumesar. Raine rasane panas. Nanging rasa trenyuh
ngalahake sakabehing pangrasa. Tanpa sadhar Lisa dirangkul, dielus-
elus sirahe kanthi asih. Banjur dibisiki ing kupinge, “Lisa tentu saja dapat
anggap Bu Yuyun sebagai mama Lisa, bukan?” (Seri 4: 24)
Terjemahan:
“Kata papa, mama Lisa dulu secantik Bu Yuyun,” ucap Lisa polos.
Hatinya Bu Guru tak enak rasanya. Wajahnya terasa panas. Namun rasa
haru mengalahkan rasa-rasa yang lain. Tanpa sadar Lisa dipeluk, dibelai
kepalanya dengan kasih sayang. Kemudian dibisikkan di telinganya, “Lisa
tentu saja dapat anggap Bu Yuyun sebagai mama Lisa, bukan?”
b. Agresi
Agresi secara langung yang dilakukan Yuyun dirasa menguntungkan
sehingga Yuyun cenderung menggunakan kembali defense mechanism agresi
ini untuk mengurangi efek dari konflik yang terjadi. Pada pembahasan
sebelumnya, Yuyun ditemukan telah melakukan agresi sebanyak empat kali.
Agresi yang pertama dilakukan kepada Heru sebagai sumber frustasi. Hal ini
dapat dibuktikan pada kutipan berikut:
181
Kutipan:
“Kabeh wong ngerti, aku kekasihmu meh patang tahun nyengkuyung
studymu. Atur panglipur yen kowe lagi sungkaweng galih. Melu prihatin
ing sandhingmu. Aku tansah ngudi nyisihake dhuwit sanguku ben bisa
nukokake rokok Mas Heru, amarga kowe kerep sesambat ora bisa sinau
nek ora ngakep rokok sing ngebul ing lambemu.[…] Nanging ora ana
pawongan siji wae sing ngerti nalika aku mlayu niba tangi. Mlayu saka
lingkunganku. Amarga kuciwa, sedih lan lara ati krana khianat lan
cidrane Mas Heru. Kasengsaranku sangsaya lengkap nalika bibit sing
mbok sebar thukul ngrembaka ing kandhutanku sing dak konangi rong
wulan sawise aku mlayu.” Mengkono pamuwuse Yuyun sing nembe
kacuwan. (Seri 2: 25)
Terjemahan:
“Semua orang tahu saya kekasihmu hampir empat tahun ikut membantu
studymu. Menghiburmu di kala kamu sedang berduka. Ikut prihatin
bersamamu. Saya selalu menyisihkan uang sakuku untuk membelikan
rokok Mas Heru, karena kamu sering mengeluh tidak bisa belajar tanpa
sebatang rokok mengepul di bibirmu.[…] Namun tak seorangpun tahu
ketika saya lari jatuh bangun. Lari dari lingkunganku. Karena kecewa,
sedih dan sakit hati akibat pengkhianatan Mas Heru. Penderitaan itu
menjadi lengkap ketika benih yang kau tabur tumbuh subur dalam rahimku
yang baru kusadari dua bulan kemudian dalam pelarianku.” Begitulah
ungkapan Yuyun yang sedang kecewa.
Agresi secara langsung ini dirasa menguntungkan karena berhasil
membuat Yuyun meringankan tekanan konflik dalam batinnya sehingga agresi
ini cenderung dilakukan kembali. Terbukti pada kutipan berikut:
Kutipan:
“Saiki kowe wis sukses, Mas Heru. Apa sing mbok angen-angen karo aku
mbiyen wis bisa kagayuh kabeh. Uripmu sukses. Kowe wis menang.
Kamenangan kanthi ancik-ancik ajure panguripane liyan. Ah, pancen
kowe wong lanang sing kepengin kepenak dhewe. Kowe licik. Wong
lanang licik, pengecut. Khianat!!” Sewu pamisuh lan sewu cecamah
gemrunggung ngebaki dhadha sing gawe pulung atine Yuyun sangsaya
perih wae. (Seri 3: 24)
Terjemahan:
“Sekarang kamu sudah sukses, Mas Heru. Apa yang kau cita-citakan
bersamaku dulu sudah tercapai semua. Hidupmu sukses. Kau menang.
Kemenangan di atas kehancuran hidup orang lain. Ah, memang kamu
seorang laki-laki yang ingin enak sendiri. Kamu licik. Laki-laki licik,
pengecut. Khianat!!” Seribu cacian dan umpatan menggema memenuhi
dada yang membuat ulu hati Yuyun semakin pedih saja.
182
Yuyun yang merasa agresi yang dilakukan berhasil meringankan efek
konflik yang dihadapi, kembali melakukan agresi secara langsung ini pada
situasi yang berbeda dan kepada sumber frustasi yang berbeda pula. Bentuk
agresi secara langsung Yuyun dapat dibuktikan pada kutipan berikut:
Kutipan:
“Hary!!” senggrange Yuyun setengah njerit. Wong lanang tansah mbiji
asor katresnane wanita. Ajining dhiri katebas. Wong lanang nganggep
bisa tuku tresna kanti donya lan pangkate. Atine Bu Guru Yuyun
kesenggol.
“Iki kasunyatan. Aku ngerti Pak Endra, […]”
“Cukup!” sentake Yuyun luwih banter medhot omongane Hary sing
sangsaya nggladrah. “Ora perlu awake dhewe omong prakara tresna
omong kosong.” (Seri 7: 24)
Terjemahan:
“Hary!!” bentak Yuyun setengah menjerit. Laki-laki terlalu rendah menilai
cinta seorang perempuan. Harga diri terhempas. Laki-laki menganggap
bisa membeli cinta dengan dunia dan kedudukannya.
“Ini fakta. Saya tahu Pak Endra, […]”
“Cukup!” bentak Yuyun lebih keras memotong pembicaraan Hary yang
semakin tak terarah. “Tidak perlu kita bicara soal cinta omong kosong.”
Berkali-kali Yuyun melakukan agresi secara berulang-ulang dan
membawa dampak menguntungkan karena dapat mengurangi efek dari konflik
yang dihadapi. Banyak konflik yang menimpa kehidupan Yuyun, sehingga
mendorong Yuyun kembali melakukan agresi secara langsung pada situasi yang
berbeda lagi dan dengan sumber frustasi yang berbeda pula. Hal ini dapat
terbukti pada kutipan berikut:
Kutipan:
Yuyun genten sing kaget. Panas rasane raine. Sanadyan Yuyun pancen
klebu prawan tua, nanging ora tau kanyana priya sing ditulak tresnane
ngomong terus terang ngono ing ngarep irunge! “Mas Endra, awake
dhewe wis padha-padha diwasa ora perlu sindir-sindiran lan olok-
olokan.” (Seri 10: 25)
183
Terjemahan:
Gantian Yuyun yang terkejut. Rasanya panas wajahnya. Sekalipun Yuyun
memang sudah termasuk perawan tua, tetapi tidak pernah disangka
seorang laki-laki yang ditolak cintanya mengatakan terus terang seperti itu
di depan hidungnya. “Mas Endra kita sudah sama-sama dewasa tidak perlu
saling menyindir dan mengolok-olok.”
Yuyun selain melakukan agresi secara langsung, juga melakukan
bentuk defense mechanism agresi peralihan sebanyak dua kali terhadap Heru
sebagai sumber frustasi yang tidak terlihat. Hal ini dapat dibuktikan pada
kutipan berikut:
Kutipan:
“Apa utang budi kudu disaur kanthi pangurbanan katresnan? Ing ngendi
patrap satriyamu nggo ndhepani prisip-prinsip tresnamu, Heru? Apa iki
ora mung kanggo pawadan supaya kowe bisa nendhang mbuang aku
sawise kowe marem necep sakabehing manis maduku. Sabanjure kowe
kawin karo kenya turune wong sugih mbrewu?” ngono gemreged lan
ngondhok-ondhoke Yuyun saben eling prastawa sewelas taun kepungkur.
(Seri 2: 25)
Terjemahan:
“Apakah hutang budi harus dibayar dengan pengorbanan cinta? Di mana
letak kesatriyamu untuk menghadapi prinsip-prinsip cintamu, Heru? Apa
ini hanya alasanmu saja supaya kamu bisa membuangku setelah kau puas
merenggut seluruh manis maduku. Kemudian kamu menikah dengan anak
seorang konglomerat kaya?” seperti itulah jeritan dan rintihan hati Yuyun
setiap teringat peristiwa sebelas tahun yang lalu.
Yuyun merasa agresi peralihan yang dilakukan berhasil mengurangi
efek dari konflik yang dihadapi dan dirasa menguntungkan untuk mengurangi
tekanan batin yang dirasakan karena sumber frustasi tidak terlihat, sehingga
Yuyun kembali melakukan agresi peralihan. Bentuk agresi peralihan yang lain
dapat dibuktikan pada kutipan berikut:
Kutipan:
“Aku kepengin nggawe petungan! Aku kepengin males dheweke!! Mesthi
saka lambene ora klakon ana panjalukan ngapura kaya sing tinulis ing
layange. Mas Heru klebu wong lanang sing irid ing tetembungan nanging
184
royal ing tulisan. Ya ora apa-apa! Aku ora butuh panjalukan ngapura
utawa sewu ngapura,” ing bathine Yuyun sangsaya ngigit-igit. (Seri 9: 24)
Terjemahan:
“Saya ingin membuat perhitungan! Saya ingin membalas dirinya‼ Pasti dari
mulutnya tidak akan ada permintaan maaf seperti yang tertulis di suratnya.
Mas Heru termasuk laki-laki yang hemat dalam ucapan tetapi royal dalam
tulisan. Ya tidak apa-apa! Saya tidak butuh permintaan maaf atau seribu
maaf,” dibatinnya Yuyun semakin marah-marah.
c. Regresi
Regresi yang dilakukan Yuyun telah berhasil mengurangi efek
menyakitkan dari konflik yang dihadapi, sehingga defense mechanism jenis
regresi retrogressive behavior cenderung dilakukan Yuyun secara berulang-
ulang. Hal ini dapat dibuktikan pada kutipan berikut:
Kutipan:
Ing kamare Yuyun nora kuwawa nambak ambroling luh sing wiwit mau
ditahan-tahan. Diculake kabeh gemronjaling pangrasa lan sesege dhadha
lumantar tangis garing kemba kang tanpa isi. (Seri 2: 24)
Terjemahan:
Di kamarnya Yuyun tak kuasa lagi membendung luapan air mata yang
sejak tadi ditahan-tahan. Dilepaskan seluruh gelepar perasaan dan
kesesakan dada lewat sebuah tangis kering tanpa isi.
Yuyun merasa regresi yang dilakukan telah berhasil mempengaruhi
gejolak batinnya, dalam hal ini tekanan dari efek konflik dapat dikurangi
sehingga Yuyun kembali melakukan defense mechanism jenis regresi
retrogressive behavior dalam bentuk menangis. Terbukti pada kutipan berikut:
Kutipan:
Yuyun ora kuwawa ngempet mbludaging pangrasa lan emosi, dheweke
ngrungkebi tangane sandhuwuring meja. Yuyun nangis mingseg-mingseg.
Tangis wadon sing getir. Tangis panalangsa ing kantor guru sing adhem
lan sepi. (Seri 6: 24)
Terjemahan:
Yuyun tak kuasa lagi menahan luapan perasaan dan emosi, dia
menelungkupkan tangannya di atas meja. Yuyun menangis tersedu-sedu.
185
Tangis perempuan yang pahit. Tangis kesedihan di kantor guru yang
dingin dan sepi.
Regresi dirasa menguntungkan sehingga konflik selanjutnya juga
Yuyun hadapi dengan melakukan regresi jenis retrogressive behavior dalam
bentuk menangis ketika menghadapi konflik pertengkaran antara Heru dengan
Endra. Terbukti pada kutipan berikut:
Kutipan:
“Mas Heru, aja diimbangi wong lanang edan iku, Mas…” ujare Yuyun
karo wiwit nangis. Yuyun wedi ribut-ribut bakal kedadeyan.
“Mbok mesakake karo aku… aja dilayani, Mas. Aku isin, Mas…. “ Yuyun
nangis. (Seri 11: 24)
Terjemahan:
“Mas Heru, jangan layani seorang laki-laki gila itu, Mas…” kata Yuyun
sambil mulai menangis. Yuyun takut keributan bakal terjadi.
“Kasihanilah saya, jangan dilayani, Mas. Saya malu, Mas…” Yuyun
menangis.
d. Sublimasi
Defense mechanism dengan sublimasi dirasa menguntungkan, sehingga
cenderung dilakukan lagi. Hal ini dapat dibuktikan dengan penggunaan
denfense mechanism sublimasi yang digunakan tokoh Yuyun sebanyak dua
kali. Hal ini dapat dibuktikan pada kutipan berikut:
Kutipan:
”Sekarang Bu Yun sudah sehat benar?” mripate Lisa nyawang mripate
gurune kebak kawigaten. Yuyun kecipuhan mangsuli. Dheweke mung
mesem sing dirasa esem pait. Bocah cilik saumure Lisa ora bakal ngerti
yen sajatine ibu gurune ngendhem penyakit sing sumbere saka bapake
Lisa dhewe. Yuyun mung manthuk-manthuk. (Seri 4: 24)
Terjemahan:
”Sekarang Bu Yun sudah sehat benar?” mata Lisa menatap mata gurunya
penuh perhatian. Yuyun kerepotan menjawab. Dia hanya tersenyum yang
dirasa senyum pahit. Anak kecil seumur Lisa tidak akan mengerti bahwa
sebenarnya ibu gurunya sedang memendam penyakit yang bersumber dari
ayahnya Lisa sendiri. Yuyun hanya mengangguk-angguk.
186
Bentuk sublimasi ini dirasa menguntungkan, karena Yuyun mampu
menyembunyikan rasa sakitnya yang dirasa tidak perlu untuk diungkapkan
sehingga ia melakukan sublimasi kembali untuk menutupi rasa sakitnya.
Bentuk sublimasi yang kedua Yuyun lakukan ketika ia berada di dalam kelas.
Hal ini dapat dibuktikan pada kutipan berikut:
Kutipan:
Yuyun kelangan greged omong ing ngarep kelas, mula bocah-bocah
dikongkon nggarap matematik. Kanggo nyuda gorehing rasa ati Yuyun
nyoba maca buku Ilmu Jiwa Anak, nanging ora ana sing bisa nyenthel ing
utege. (Seri 3: 25)
Terjemahan:
Yuyun kehilangan nafsu berbicara di depan kelas, maka dari itu anak-anak
disuruh mengerjakan matematika. Untuk mengurangi keresahan hati
Yuyun mencoba membaca buku Ilmu Jiwa Anak, tetapi tidak ada yang
bisa masuk di otaknya.
4. Adanya sebuah bentuk penipuan dan distorsirealitas
Bentuk defense mechanism yang dilakukan Yuyun yang memberi
dampak adanya sebuah penipuan dan distorsirealitas antara lain:
a. Sublimasi
Sublimasi yang dilakukan Yuyun menimbulkan dampak adanya sebuah
penipuan dan distorsirealitas. Dampak yang ditimbulkan oleh defense
mechanism bentuk sublimasi tersebut ditujukan untuk Lisa. Hal ini dikatakan
sebagai sebuah penipuan dan distorsirealitas karena apa yang terlihat tidak
sesuai dengan kenyataan atau realitas. Terbukti pada kutipan berikut:
Kutipan:
“Aja sore iki!” candhete Yuyun cepet-cepet. “Sesuk-sesuk wae. Katakan
kepada papa, nanti sore Bu Guru tidak ada di rumah karena akan
menjenguk famili sedang sakit di rumah sakit.” Kanggo kabecikan Yuyun
kepeksa dora marang bocah cilik sing durung ngerti kadoran sing
sabenere. Dorane guru marang muride dhewe. Apa salah ngapusi wujud
ngono mau? (Seri 4: 24-25)
187
Terjemahan:
“Jangan sore ini,” cegah Yuyun cepat-cepat. “Besok-besok saja. Katakan
kepada papa, nanti sore Bu Guru tidak ada di rumah karena akan
menjenguk famili sedang sakit di rumah sakit.” Demi kebaikan Yuyun
terpaksa berbohong kepada anak kecil yang belum mengenal kebohongan
yang sesungguhnya. Kebohongan seorang guru kepada muridnya sendiri.
Apa salah berbohong dengan bentuk seperti itu?
b. Represi
Represi yang dilakukan Yuyun juga menimbulkan dampak adanya
sebuah penipuan dan distorsirealitas. Defense mechanism represi yang
ditujukan kepada Heru memicu timbulnya sebuah penipuan dan distorsirealitas.
Dampak ini dikatakan sebagai sebuah penipuan dan distorsirealitas karena apa
yang terlihat tidak sesuai dengan kenyataan atau realitas. Hal ini dapat
dibuktikan pada kutipan berikut:
Kutipan:
“Apa bener Mas Heru ngarepake anak haram sing cilaka iku?”
“Dudu. Dudu anak haram! Ana bapake. Aku bapake!” Heru manthuk-
manthuk banter. Dheweke mandeng Yuyun kanthi gedhene pengarep-arep.
Lambene komat-kamit. Yuyun sangsaya kesurung nggo dolanan
pangrasane Heru. Yuyun rumangsa ora salah yen crita apus-apusan
ngenani awake dhewe.
“Wis kasep. Bayi iku wis dak perjaya! Tak gugurake. Melas yen ana bayi
lair tanpa bapak.” Yuyun dora. (Seri 9: 24)
Terjemahan:
“Apa benar Mas Heru mengharapkan anak haram yang malang itu?”
“Bukan. Bukan anak haram! Ada bapaknya. Saya bapaknya!” Heru
mengangguk berkali-kali. Ia menatap Yuyun dengan penuh harap.
Bibirnya komat-kamit. Yuyun semakin terdorong untuk mempermainkan
perasaan Heru. Yuyun merasa tidak salah jika bercerita bohong tentang
dirinya sendiri.
“Sudah terlambat. Bayi itu telah aku bunuh! Telah ku gugurkan. Kasihan
kalau ada bayi lahir tanpa ayah.” Yuyun berbohong.
5. Fobia, serangan kecemasan atau gangguan obsesif-kompulsif sebagai akibat
dari konflik yang ditekan
Bentuk defense mechanism yang dilakukan Yuyun memberi dampak
fobia, serangan kecemasan atau gangguan obsesif-kompulsif sebagai akibat
188
dari konflik yang ditekan. Keadaan tersebut disebabkan oleh bentuk defense
mechanism sebagai berikut:
a. Agresi langsung
Bentuk defense mechanism agresi langsung yang dilakukan Yuyun juga
memberikan dampak adanya fobia sebagai akibat dari konflik yang ditekan.
Tekanan konflik membuat Yuyun mengalami fobia terhadap masa lalunya. Hal
ini dapat dibuktikan pada kutipan berikut:
Kutipan:
Yuyun isih ketok-ketoken lelakon jaman semana. Sawijing prastawa
lelakon jaman enome sing nganti saiki isih nabet tatu ing dhadha. Kebak
rasa perih lan getir. Yuyun ora kepengin lelakon kaya ngono mau binalen
maneh karo Endra utawa priya sapa wae jroning uripe. (Seri 1: 24)
Terjemahan:
Yuyun masih dibayang-bayangi peristiwa masa lalu. Sebuah kejadian
masa mudanya yang sampai kini masih membekas luka di dada. Penuh
kepedihan dan kepahitan. Yuyun tidak ingin peristiwa semacam itu
terulang kembali dengan Endra atau laki-laki manapun dalam hidupnya.
b. Reaksi Formasi
Serangan obsesif-kompulsif terjadi dimana penderita merasa terdorong
berpikir tentang sesuatu atau melakukan tindakan tertentu yang tidak
dimauinya. Serangan obsesif-kompulsif dapat dilihat pada bentuk defense
mechanism reaksi formasi. Yuyun dalam hal ini berpikir ingin menyiksa Heru,
dia ingin membuat sedih dan sengsara Heru dengan sikap dan perilakunya
sendiri. Serangan obsesif-kompulsif ini dapat dilihat pada kutipan berikut:
Kutipan:
“Aku kepengin entuk kemareman sak akeh-akehe. Kemareman batin
kanthi nyiksa pangrasane wong lanang sing tau nggawe kuciwaning
uripku. Aku kepengin nggawe sedhih lan pananglasane priya krana sikap
lan polahku. Panyurung iku semono kuwate, paribasakna rasa ngelak
dawa sing kepingin enggal dimaremake kanthi ngombe banyu saakeh-
akehe. Apa aku saiki kurang waras? Apa mbok menawa ana iblis sing
189
ngrasuk jroning jiwaku? Utawa iki panjebluging dhendham sing wis
kapendhem mataun-taun?” mengkono panjeriting atine Yuyun.(Seri 9: 42)
Terjemahan:
“Saya ingin memperoleh kepuasan yang sebanyak-banyaknya. Kepuasan
batin dengan menyiksa perasaan laki-laki yang pernah mengecewakan
hidupku. Saya ingin membuat sedih dan senggsara laki-laki karena sikap
dan ulahku. Dorongan itu begitu kuatnya, seakan rasa dahaga panjang
yang ingin segera dipuaskan dengan minum air sebanyak-banyaknya.
Apakah aku sekarang kurang sehat? Mungkin ada roh jahat merasuk dalam
jiwaku? Atau ini ledakan dendam yang terpendam bertahun-tahun?”
demikian jeritan hati Yuyun.
6. Mengurangi kecemasan dan mempertahankan citra diri yang positif
Reaksi formasi yang dilakukan oleh Yuyun dapat mengurangi
kecemasan dan mempertahankan citra diri yang positif. Sikap Yuyun yang
melakukan reaksi formasi ingin menunjukkan bahwa ia adalah perempuan yang
tegar. Menghapus airmata merupakan tindakan yang mempunyai tujuan
mengurangi kecemasan dan mempertahankan citra diri yang positif.
Kutipan:
Sirahe Heru tumungkul. Yuyun enggal-enggal ngelapi mripate sing wis
teles supaya ora dikonangi Heru. (Seri 2: 24)
Terjemahan:
Kepalanya Heru tertunduk. Yuyun cepat-cepat menghapus matanya yang
sudah basah supaya tidak ketahuan oleh Heru.
7. Mengurangi aktivitas fisiologis yang tidak sehat
Dampak mengurangi aktivitas fisiologis yang tidak sehat ini terjadi
pada bentuk defense mechanism sebagai berikut:
a. Represi
Represi yang dilakukan Yuyun mampu mengendalikan amarahnya dan
mulai bisa bersikap sewajarnya. Hal ini dapat dibuktikan pada kutipan berikut:
Kutipan:
“Kata papa, mama Lisa dulu secantik Bu Yuyun,” pangucape Lisa lugu.
190
Atine Bu Guru kumesar. Raine rasane panas. Nanging rasa trenyuh
ngalahake sakabehing pangrasa. Tanpa sadhar Lisa dirangkul, dielus-
elus sirahe kanthi asih. Banjur dibisiki ing kupinge, “Lisa tentu saja dapat
anggap Bu Yuyun sebagai mama Lisa, bukan?” (Seri 4: 24)
Terjemahan:
“Kata papa, mama Lisa dulu secantik Bu Yuyun,” ucap Lisa polos.
Hatinya Bu Guru tak nyaman rasanya. Wajahnya terasa panas. Namun rasa
haru mengalahkan rasa-rasa yang lain. Tanpa sadar Lisa dipeluk, dibelai
kepalanya dengan kasih sayang. Kemudian dibisikkan di telinganya, “Lisa
tentu saja dapat anggap Bu Yuyun sebagai mama Lisa, bukan?”
b. Rasionalisasi
Dampak lain dari rasionalisasi yang dilakukan Yuyun yaitu untuk
mengurangi aktivitas fisiologis yang tidak sehat. Rasionalisasi telah membuat
Yuyun mengurungkan niatnya untuk melakukan tindakan yang tanpa
menggunakan akal sehat. Hal ini dapat dibuktikan pada kutipan berikut:
Kutipan:
“Elinga iku priya durjana. Priya sing wis ngrusak uripmu! Priya iblis!
Pisuhana! Kae ana watu ing cedhakmu, bandhemen raine…” swara
banter iku tansah mbenginging ing kupinge Yuyun. Yuyun mung merem
megeng napas. (Seri 1: 25)
Terjemahan:
“Ingatlah itu laki-laki pembohong. Laki-laki yang sudah merusak
hidupmu! Laki-laki iblis! Umpatlah! Itu ada batu di sampingmu, lempar
ke wajahnya…” suara keras itu selalu terngiang di telinga Yuyun. Yuyun
memejamkan mata menahan napas.
2. Dampak defense mechanism pada tokoh Heru Purnomo
Heru menggunakan defense mechanism untuk mengurangi efek dari
konflik yang dihadapi. Dampak defense mechanism yang dilakukan tokoh Heru
dapat dibuktikan pada penjelasan berikut:
1. Menyebabkan tidak relaks
Heru setelah melakukan defense mechanism merasa bahwa tekanannya
masih melingkupi dirinya secara psikologis. Hal ini menimbulkan keadaan yang
191
tidak relaks. Keadaan tidak relaks ditimbulkan oleh bentuk defense mechanism
sebagai berikut:
a. Rasionalisasi
Bentuk defense mechanism rasionalisasi yang ditujukan kepada Yuyun
menyebabkan Heru menjadi tidak relaks. Hal ini karena tekanan yang ada dalam
diri Heru masih melindungi dirinya secara psikologis yang dapat dibuktikan
pada kutipan berikut:
Kutipan:
Lisa enggal metu ngadoh nalika gurune manthuk ora yakin. Ora suwe
dheweke wis mlebu maneh diirid bapake sing njangkah ati-ati sajak
rangu-rangu nyedhaki ranjang ing ngendi wanita sing sewelas taun
kepungkur cedhak atine. (Seri 8: 24)
Terjemahan:
Lisa segera beranjak pergi setelah gurunya menganggukkan kepala kurang
yakin. Tidak lama kemudian dia kembali masuk disertai papanya yang
melangkah hati-hati dengan ragu-ragu mendekati pembaringan dimana
perempuan yang sebelas tahun lalu dekat di hatinya.
2. Mempengaruhi keadaan sekitar
Bentuk defense mechanism Heru yang memberi dampak mampu
mempengaruhi keadaan sekitar antara lain:
a. Represi
Represi yang dilakukan Heru mampu mempengaruhi keadaan sekitarnya.
Bentuk defense mechanism represi ini berdampak pada sikap Yuyun yang
berubah menjadi sedih hatinya, yang dapat dibuktikan pada kutipan berikut:
Kutipan:
Sanalika sirahe rasane mumet banget. Rasa sedhih, trenyuh lan bingung
ngumpul dadi siji nyesak ing dhadha sing rasane kaya arep mbledhos-
mbledhosa. […]Yuyun nangis mingseg-mingseg. Tangis wadon sing getir.
(Seri 6: 24)
192
Terjemahan:
Tiba-tiba kepalanya terasa pening sekali. Rasa sedih, haru dan bingung
berkumpul menjadi satu menyesak di dada yang seakan rasanya mau
meledak saja. […]Yuyun menangis sesenggukan. Tangisan perempuan
yang menyedihkan.
b. Regresi
Bentuk defense mechanism jenis regresi retrogressive behavior yang
dilakukan Heru berdampak mampu mempengaruhi keadaan sekitar. Heru
melakukan regresi retrogressive behavior terhadap Yuyun dan berakibat
mampu mempengaruhi keadaan Yuyun yang ikut merasakan kesedihan. Hal ini
dapat dibuktikan pada kutipan berikut:
Kutipan:
Yuyun megeng ambegan, mripate diremake nahan rasa trenyuh sing
gemrubug ing dhadha lan nleser ing lurung-lurunging ati. Lambene
digeged banter nggo njaga ambroling waspa. (Seri 12: 24)
Terjemahan:
Yuyun menahan nafas, memejamkan mata menahan rasa haru yang mulai
memenuhi dadanya dan menelusuri hingga relung-relung hati. Bibirnya
digigit kuat-kuat untuk menahan runtuhnyaa air mata.
c. Pengalihan
Defense mechanism dengan pengalihan mampu mempengaruhi
keadaan sekitar Heru. Pengalihan ini berdampak pada sikap Yuyun. Yuyun
terpengaruh dengan menyadari kesalahannya selama ini sehingga rasa
dendamnya menjadi sirna. Hal ini terbukti pada kutipan berikut:
Kutipan:
Sawise maca layange Heru iki rasa dhendhame Yuyun wis sirna. Saiki kari
rasa kedhuwung. Ngedhuwungi tumindake dhewe. (Seri 16: 24)
Terjemahan:
Setelah membaca surat dari Heru ini rasa dendamnya Yuyun sudah hilang.
Sekarang hanya tingga rasa penyesalan. Menyesali perbuatannya sendiri.
193
3. Cenderung akan diterapkan lagi bila dirasa menguntungkan
Adanya kecenderungan untuk diulangi lagi karena hal ini dirasa
menguntungkan untuk mengurangi efek dari konflik yang dihadapi. Dampak
tersebut dihasilkan dari bentuk-bentuk defense mechanism yang dilakukan oleh
Heru yang dapat dijelaskan sebagai berikut.
a. Represi
Pada pembahasan sebelumnya, Heru ditemukan telah melakukan
represi sebanyak dua kali. Represi pertama dilakukan ketika Heru ditantang
berkelahi oleh Endra. Hal ini dibuktikan pada kutipan berikut:
Kutipan:
“Sabar, Bung. Mangga kita rembag kanthi sareh. Mbok bilih Bu Yuyun
dereng nate njlentrehaken sifat sesambetan kula kaliyan Bu Guru punika.
Mangga kita rembagan sae-sae,” ujare Mas Heru isih nyoba sabar lan
sopan.
“Laki-laki sabar adalah laki-laki lemah. Mari kita selesaikan persoalan
kita ini dengan cara seorang jantan.”
[…]“Tenanglah, Bung. Kamu bicara seperti orang kehilangan ingatan.
Sebagai orang dewasa dan beradab marilah kita bicara baik-baik,”
kandhane Mas Heru tetep nyoba sabar nadyan ditantang kasar.(Seri 11:
24)
Terjemahan:
“Sabar, Bung. Marilah kita bicara dengan baik. Mungkin Bu Yuyun belum
pernah menjelasakan sifat hubungannku dengan Bu Guru itu. Mari kita
bicara baik-baik,” kata Mas Heru masih mencoba bersabar dan bersikap
sopan.
“Laki-laki sabar adalah laki-laki lemah. Mari kita selesaikan persoalan kita
ini dengan cara seorang jantan.”
[…]“Tenanglah, Bung. Kamu bicara seperti orang kehilangan ingatan.
Sebagai orang dewasa dan beradab marilah kita bicara baik-baik,” kata
Mas Heru masih berusaha bersabar meskipun ditantang kasar.
Represi dirasa menguntungkan untuk mengurangi efek menyakitkan
dari konflik yang dihadapi, sehingga Heru kembali melakukan represi yang
kedua pada situasi yang berbeda, yaitu ketika dibentak-bentak oleh Yuyun. Hal
ini dapat dibuktikan pada kutipan berikut:
194
Kutipan:
“Mesthi ora ana sing ngira nek Bu Guru Yuyun iku Wahyuningsih, ta?”
Yuyun mbukaki rembug nirokake tetembungan ing jroning surate Heru.
“Wahyuningsih sing sewelas taun kepungkur minangka kenya sing
prasaja, lugu lan bodho-cubluk!” Heru ndungkluk. Dheweke unjal
ambegan landung. (Seri 9: 24)
Terjemahan:
“Tentu tidak ada yang menyangka bahwa Bu Guru Yuyun itu
Wahyuningsih, bukan?” ucap Yuyun membuka pembicaraan menirukan
kata-kata dalam surat Heru. “Wahyuningsih yang sebelas tahun lalu
sebagai gadis sederhana, polos dan dungu!” Heru tertunduk. Ia menarik
nafas panjang.
b. Rasionalisasi
Bentuk defense mechanism rasionalisasi yang dilakukan oleh Heru
dalam cerbung ACTP karya Adinda AS memiliki dampak cenderung dilakukan
lagi karena dirasa menguntungkan untuk mengurangi efek dari konflik yang
sedang terjadi. Hal ini dapat dibuktikan pada kutipan berikut:
Kutipan:
Mas Heru ndungkluk sedih. Sirahe gedheg-gedheg lemes, banjur ujare:
“Babar pisan aku ora ngarepake iki. Ngisin-isini.”[…]“Salawase urip
aku durung tau diina wong kaya ngene iki…” clathune Heru nahan ati.
Untune kerot-kerot tangane dikepel-kepel. (Seri 11: 24)
Terjemahan:
Mas Heru menunduk sedih. Kepalanya menggeleng-geleng lemah, lalu
katanya: “Sama sekali saya tidak menghendaki kejadian ini. Memalukan.”
[…]“Selama hidup saya belum pernah dihina orang semacam ini,” kata
Heru menahan marah. Giginya kerot-kerot, tangannya mengepal.
Rasionalisasi yang kedua dilakukan Heru pada situasi yang berbeda.
Bentuk defense mechanism rasionalisasi cenderung dilakukan kembali oleh
Heru karena dirasa menguntungkan untuk menekan konflik agar tidak menjadi
lebih panjang, yang dapat dilihat pada kutipan berikut:
Kutipan:
“Aku rumangsa sejatine awakku iki wis ora pantes maneh ketemu sliramu.
Wis sapantese yen sliramu nggething lan nyingkur aku. Mungsuhi aku lan
ngendhem sengit, dhendham mring aku. Ing panyawangmu aku iki wong
195
lanang sing pengecut. Wong lanang sing ora ngerti males budi kabecikane
liyan.” (Seri 5: 24)
Terjemahan:
Saya merasa sebenarnya diriku ini sudah tidak pantas lagi menemuimu.
Sudah sewajarnya bila kamu membenci dan menghindariku. Memusuhi
dan memendam dendam terhadapku. Di matamu saya ini seorang laki-laki
yang pengecut. Laki-laki yang tidak tahu membalas kebaikan orang.
c. Apatis
Apatis yang dilakukan Heru dirasa menguntungkan sehingga Heru
cenderung menggunakan kembali defense mechanism apatis ini untuk
mengurangi efek dari konflik yang terjadi. Pada pembahasan sebelumnya, Heru
ditemukan telah melakukan apatis sebanyak empat kali. Apatis yang pertama
dilakukan kepada Yuyun. Hal ini dapat dibuktikan pada kutipan berikut:
Kutipan:
“Nek pancen mbok karepake Lisa tak pindhahe saka sekolahan iki. Utawa
aku karo Lisa tak pindhah kutha liya. Kebeneran cabang perusahaan ing
Jogja butuh kawigatenku sing mirunggan.” (Seri 12: 24)
Terjemahan:
“Kalau memang kamu menginginkan Lisa ku pindahkan dari sekolahan
ini. Atau saya dan Lisa yang pindah ke kota lain. Kebetulan cabang
perusahaan di Jogja butuh perhatianku.”
Apatis cenderung dilakukan lagi oleh Heru terhadap Yuyun. Tindakan
tersebut bertujuan untuk menghindari konflik yang semakin membesar dan juga
untuk mengurangi efek menyakitkan dari konflik yang tidak bisa dihindari. Hal
tersebut dapat dibuktikan pada kutipan berikut:
Kutipan:
“Kenapa kowe arep mlayu maneh saka kutha iki Ningsih? Aku rak wis
janji aku ora bakal ngganggu sliramu maneh. Sewelas taun aku nglacak
playumu, saiki wis bisa ketemu. Nanging aku nyadari sliramu wis ora bisa
tak arep-arep maneh.” ujare Heru gela.” (Seri 11: 31)
Terjemahan:
“Kenapa kau mau lari lagi dari kota ini, Ningsih? Bukankah saya sudah
berjanji tidak akan mengganggumu lagi. Sebelas tahun saya melacak
196
pelarianmu, sekarang sudah bisa bertemu. Namun saya menyadari
sekarang kamu tidak mungkin kuharapkan lagi.” kata Heru kecewa.
Konflik dengan Yuyun memaksa Heru untuk berkali-kali melakukan
bentuk defense mechanism jenis apatis karena dirasa menguntungkan untuk
mengurangi efek menyakitkan dari konflik yang dihadapi. Hal ini dapat
dibuktikan pada kutipan berikut:
Kutipan:
“Aku ngakoni ing saperangan prakara aku sing salah. Kadidene wong
sing salah aku pasrah sumarah ing ngarepmu. Ukumen awakku. Tindakna
apa sing mbok anggep pantes dhewe nggo ngukum aku murwad karo
kesalahanku.” (Seri 5: 24)
Terjemahan:
“Saya mengakui dalam beberapa masalah saya yang bersalah. Sebagai
orang yang bersalah saya pasrah diri di hadapanmu. Hukumlah diriku.
Lakukanlah apa yang kau anggap paling pantas untuk menghukumku
setimpal dengan kesalahanku.”
Apatis terakhir yang dilakukan Heru untuk mengurangi efek dari
konflik yang dihadapi. Terbukti pada kutipan berikut:
Kutipan:
“Ngalor ngidul ngetan ngulon, menyang papan sing tau kita ambah tak
ubeg-ubeg sapa ngerti sliramu ing kono. Sliramu ngilang ora cetha
parane. Awit rumangsa bingung lan susahing ati, aku wis ora mikir wisuda
maneh. Aku wis pedhot ing pangarep-arep.” (Seri 5: 25)
Terjemahan:
“Ke segala arah saya mondar-mandir, ke tempat yang pernah kita datangi
saya datangi siapa tahu saya menemukanmu di tempat itu. Kamu
menghilang tak tentu rimbanya. Karena kebingungan dan sedihnya hati,
saya sudah tidak memikirkan wisuda lagi. Saya sudah putus harapan.”
4. Fobia, serangan kecemasan atau gangguan obsesif-kompulsif sebagai akibat
dari konflik yang ditekan
Bentuk defense mechanism jenis agresi peraliahan yang dilakukan Heru
memberi dampak adanya serangan obsesif-kompulsif sebagai akibat dari
konflik yang ditekan. Tekanan yang ada pada diri Heru hampir saja
197
mendorongnya melakukan tindakan balas dendam dengan membunuh Lisa.
Keadaan tersebut disebabkan oleh bentuk defense mechanism agresi
peraliahan. Hal tersebut dapat dibuktikan pada kutipan berikut:
Kutipan:
Rasa kuciwa isih nyengkerem jiwaku meh wae bayi abang iku tak tekeg
gulune kepancing rasa judheg ing atiku ngrungokake kekejere tangis bayi
ora meneng-meneng. Bayi cilik iki pancen mung nggawe repot jroning
pangulandaraku. (Seri 15: 24)
Terjemahan:
Rasa kecewa masih mencekam jiwaku hampir saja bayi merah itu ku cekik
lehernya terpancing rasa kejengkelan di hatiku mendengar tangis bayi tak
henti-hentinya. Bayi kecil ini memang hanya merepotkan saja dalam
perjalanan pengembaraanku.
5. Mengurangi kecemasan dan mempertahankan citra diri yang positif
Bentuk defense mechanism jenis represi yang dilakukan oleh Heru juga
berdampak dapat mengurangi kecemasan dan mempertahankan citra diri yang
positif. Sikap Heru yang melakukan represi ingin menunjukkan citra diri
positifnya sebagai laki-laki yang sabar dan mengurangi kecemasan agar tidak
mudah tersulut emosi. Hal ini dapat dibuktikan pada kutipan berikut:
Kutipan:
“Aah… Dhik Ning, Dhik Ning…” mung kuwi wusanane tembung-tembung
sing kawetu saka lambene Mas Heru. (Seri 9: 25)
Terjemahan:
“Aah… Dik Ning, Dik Ning…” cuma itu akhirnya kata-kata yang keluar
dari mulut Mas Heru.
6. Mengurangi aktivitas fisiologis yang tidak sehat
Dampak dari bentuk defense mechanism pengalihan yang dilakukan
Heru yaitu untuk mengurangi aktivitas fisiologis yang tidak sehat. Pengalihan
telah membuat Heru mengurungkan niatnya untuk melakukan tindakan yang
tanpa menggunakan akal sehat. Hal ini dapat dibuktikan pada kutipan berikut:
198
Kutipan:
“Begja gedhe nalika driji-driji tanganku wis nempel ing gulune bayi sing
isih lembut lumer iki ana swara bebener mbisiki kuping batinku. Aku
sadar, bayi sing ora nduwe dosa iki ora kudune tak nggo alat males
laraning atiku. Uga ora samesthine tak dadekake papan pangesokan
kacuwan lan putunging tresnaku. Malah mata batinku kebukak, sejatine
Lisa karo aku iki duwe nasib sing padha. Lisa ora nduwe sapa-sapa ing
ndonya iki. Aku, bapake ya ora nduwe sapa-sapa. Aku sakloron iki mung
dadi korban nafsu-nafsune wong tanpa kendhali. Nafsune manungsa-
manungsa serakah.” (Seri 15: 24)
Terjemahan:
“Untunglah ketika jari-jari tanganku menempel di leher bayi yang masih
lembut ini ada suara kebenaran membisiki telinga batinku. Saya sadar,
bayi yang tidak berdosa ini tidak seharusnya kujadikan ia sebagai alat
pembalas sakit hatiku. Juga tidak pada tempatnya untuk pelampiasan
kekecewaan dan kegagalan cintaku. Bahkan mata batinku terbuka,
sebenarnya Lisa dengan saya ini mempunyai nasib yang sama. Lisa tidak
memiliki siapa-siapa di dunia ini. Saya, ayahnya juga tidak punya siapa-
siapa. Kami berdua hanya menjadi korban nafsu-nafsu orang tak
terkendali. Nafsu manusia-manusia serakah.”
7. Sangat kontruktif
Bentuk defense mechanism jenis represi yang dilakukan Heru
berdampak pada dirinya sendiri. Ia menjadi sangat kontruktif dalam konflik
hubungannya. Heru berusaha apa saja untuk memperbaiki hubungannya dengan
Yuyun. Hal ini dapat dibuktikan pada kutipan berikut:
Kutipan:
“Suwene iku aku uga wis nandang sengsara lair batin. Aku wis ikhtiar
kanggo ndandani kabeh karuwetan kanthi cara sing aku bisa.” (Seri 9: 24)
Terjemahan:
“Selama ini saya juga menderita lahir batin. Saya sudah berusaha untuk
memperbaiki semua kerumitan dengan cara yang saya bisa…..”
Berdasarkan uraian-uraian di atas maka dapat ditarik kesimpulan bahwa
tokoh Yuyun menggunakan bentuk-bentuk defense mechanism untuk mengurangi
efek menyakitkan dari konflik yang tidak dapat dihindari. Bentuk-bentuk defense
mechanism yang dilakukan tokoh Yuyun pada cerbung Ara-ara Cengkar Tanpa
199
Pinggir karya Adinda AS ditemukan menimbulkan beberapa dampak, diantaranya
sebagai berikut.
Dampak menyebabkan tidak relaks yang ditemukan pada bentuk defense
mechanism represi, agresi langsung, rasionalisasi, dan pengalihan. Dampak
mempengaruhi keadaan sekitar dapat ditemukan pada bentuk defense mechanism
reaksi formasi. Dampak cenderung akan diterapkan lagi bila dirasa menguntungkan
dapat ditemukan pada bentuk defense mechanism represi, agresi, regresi, dan
sublimasi. Dampak adanya sebuah penipuan dan distorsirealitas dapat ditemukan
pada bentuk defense mechanism sublimasi dan represi. Dampak fobia, serangan
kecemasan atau gangguan obsesif-kompulsif sebagai akibat dari konflik yang
ditekan, dapat ditemukan pada bentuk defense mechanism agresi langsung, dan
reaksi formasi. Kemudian dampak mengurangi kecemasan dan mempertahankan
citra diri yang positif dapat ditemukan pada bentuk defense mechanism reaksi
formasi, dan terakhir dan dampak mengurangi aktivitas fisiologis yang tidak sehat
dapat ditemukan pada bentuk defense mechanism represi dan rasionalisasi. Bentuk-
bentuk defense mechanism yang telah dilakukan Yuyun yang tidak ditemukan
hanya dampak sangat kontruktif.
Bentuk-bentuk defense mechanism yang dilakukan tokoh Heru Purnomo
pada cerbung Ara-ara Cengkar Tanpa Pinggir karya Adinda AS ditemukan
menimbulkan beberapa dampak, diantaranya sebagai berikut: dampak
menyebabkan tidak relaks yang ditemukan pada bentuk defense mechanism
rasionalisasi. Dampak mempengaruhi keadaan sekitar dapat ditemukan pada bentuk
defense mechanism represi, regresi, dan pengalihan. Dampak cenderung akan
diterapkan lagi bila dirasa menguntungkan dapat ditemukan pada bentuk defense
200
mechanism represi, rasionalisasi, dan apatis. Dampak fobia, serangan kecemasan
atau gangguan obsesif-kompulsif sebagai akibat dari konflik yang ditekan, dapat
ditemukan pada bentuk defense mechanism peralihan. Dampak mengurangi
kecemasan dan mempertahankan citra diri yang positif dapat ditemukan pada
bentuk defense mechanism represi. Kemudian dampak mengurangi aktivitas
fisiologis yang tidak sehat dapat ditemukan pada bentuk defense mechanism
pengalihan, dan terakhir dampak sangat kontruktif dapat ditemukan pada bentuk
defense mechanism represi. Bentuk-bentuk defense mechanism yang telah
dilakukan Heru yang tidak ditemukan hanya dampak adanya sebuah bentuk
penipuan dan distorsirealitas.