Upload
tranthu
View
217
Download
0
Embed Size (px)
Citation preview
BAB II
PENDAHULUAN
A. Kepatuhan Dalam Mengkonsumsi Tablet Besi (Fe)
1. Pengertian Kepatuhan
Kepatuhan adalah kepatuhan dalam menepati anjuran sesuatu
terhadap kebiasaan sehari-harinya dan dapat dinilai dengan score
penelitian. Kepatuhan dipengaruhi oleh tingkat pendidikan, dimana
pendidikan merupakan suatu dasar utama dalam keberhasilan pencegahan
atau pengobatan. Tujuan pendidikan antara lain meningkatkan kepatuhan
dalam mengkonsumsi tablet zat besi (Fe), menambah kepercayaan diri
pada ibu hamil dan dapat menghambat terjadinya defisiensi zat besi (Fe)
(Sri Hartini, 1993).
2. Zat Besi
Zat besi merupakan bagian dari molekul hemoglobin, ketika tubuh
kekurangan zat besi (Fe), produksi hemoglobin akan menurun. Penurunan
hemoglobin sebetulnya akan terjadi jika cadangan zat besi (Fe) dalam
tubuh sudah benar-benar habis. Kurangnya zat besi (Fe) dalam tubuh pada
ibu hamil atau orang dewasa disebabkan karena perdarahan menahun,
atau berulang-ulang yang bisa dari semua bagian tubuh. Faktor resiko
defisiensi zat besi (Fe) pada wanita karena cadangan besi dalam tubuh
lebih sedikit sedangkan kebutuhannya lebih tinggi antara 1-2 mg zat besi
secara normal (Muryanti, 2006).
Kebutuhan zat besi (Fe) pada ibu hamil terjadi peningkatan, asupan
kurang atau rendah, sehingga tidak mencukupi tingkat yang dibutuhkan
yang menimbulkan anemia. Berbagai gangguan akan dialami ibu hamil
yang terkena anemia, dan menyebabkan terjadinya abortus, lahir prematur,
perdarahan post partum, dan rentan infeksi. Pada ibu hamil, anemia
meningkatkan frekuensi komplikasi pada kehamilan dan persalinan.
Risiko kematian maternal, angka prematuritas, berat badan bayi baru lahir
(BBLR), dan angka kematian perinatal yang meningkat (Soeprono, 1988).
Salah satu zat mikro yang terpenting adalah zat besi (Fe) yang
memiliki peran yang sangat penting pada pembentukan hemoglobin yakni
protein pada sel darah merah yang bertugas mengantarkan oksigen dari
paru-paru ke otak dan seluruh jaringan tubuh. Kekurangan zat besi (Fe)
dalam jangka panjang akan mengakibatkan terjadinya anemia gizi besi
(iron deficiency anemia /IDA). Faktor resiko terjadinya anemia akibat dari
kekurangan zat besi (Fe) memang lebih banyak pada wanita dibandingkan
laki-laki. Cadangan besi dalam tubuh wanita lebih sedikit sedangkan
kebutuhan per harinya justru lebih tinggi. Setiap harinya seorang wanita
akan kehilangan sekitar 1-2 mg zat besi mellaui ekskresi secara normal.
Pada saat haid, kehilangan zat besi bisa bertambah hingga 1 mg
(Soeprono, 1988).
3. Mengkonsumsi Tablet Zat Besi (Fe)
Tablet zat besi (Fe) adalah tablet untuk suplementasi penaggulangan
anemia gizi yang setiap tablet mengandung Fero sulfat 200 mg atau setara
60 mg besi elemental dan 0.25 mg asam folat. Pelayanan pada ibu hamil
baik pada K1 maupun K4 ibu hamil akan dibekali dengan tablet zat besi
(Fe), hal ini merupakan upaya dari penanggulangan anemia pada ibu
hamil. Anemia adalah penyebab utama kematian ibu maternal yang
disebabkan oleh perdarahan pada waktu persalinan, maka dalam
pemberian tablet zat besi (Fe) merupakan suatu keharusan pada setiap ibu
hamil (Wasito, 1998).
Tablet zat besi (Fe) bagi wanita hamil sangat dibutuhkan karena
kebutuhan zat besi (Fe) pada saat hamil sangat tinggi dan perlu
dipersiapkan sedini mungkin sebelum hamil sampai saat melahirkan,
dalam mengkonsumsi tablet zat besi (Fe) pada ibu hamil sebanyak satu
tablet zat besi (Fe) setiap hari selama 90 hari pada masa kehamilan dan 40
hari setelah melahirkan. Kebutuhan zat besi (Fe) meningkat pada saat
hamil dan melahirkan, dimana ketika hamil seorang ibu tidak saja dituntut
memenuhi kebutuhan zat besi (Fe) untuk dirinya, tetapi juga harus
memenuhi kebutuhan zat besi (Fe) untuk pertumbuhan janinnya.
pperdarahan saat melahirkan juga bisa menyebabkan seorang ibu
kehilangan lebih banyak lagi zat besi (Fe), karena itu setiap ibu hamil
disarankan untuk mengkonsumsi tablet zat besi (Fe) (Depkes, 1998).
Dalam beberapa kasus, penanganan anemia kekurangan zat besi (Fe)
memerlukan suplemen zat besi (Fe). Namun mengkonsumsi suplemen zat
besi (Fe) sebaiknya dilakukan secara hati-hati sesuai dengan dosis yang
dianjurkan, karena asupan zat besi (Fe) secara berlebihan tidak dibenarkan
tetapi dapat menimbulkan gangguan kesehatan. Mengkonsumsi suplemen
zat besi (Fe) dapat menimbulkan mual, nyeri lambung, konstipasi, ataupun
diare sebagai efek sampingnya. Untuk mengatasinya dengan
mengkonsumsi setengah dosis yang ditingkatkan secara berlahan-lahan
sampai mencapai dosis yang dianjurkan (Depkes, 1998).
Salah satu kebiasaan yang saat ini ditiru yaitu mengkonsumsi tabelt
kalsium atau susu tinggi kalsium maupun berbagai makanan yang
ditambahkan kalsium. Akan tetapi penyerapan zat besi (Fe) akan
terganggu jika dikonsumsi bersamaan dengan kalsium. Untuk itu
disarankan kedua tablet tersebut dikonsumsi dengan jarak waktu sekitar
1,5-2 jam. Dalam mengkonsumsi tablet zat besi (Fe) perlu memperhatikan
saat meminumnya diusahakan dengan air putih, dan hindari minuman
seperti teh, susu, atau kopi karena dapat menurunkan penyerapan zat besi
(Fe) dalam tubuh sehingga manfaatnya menjadi berkurang, apabila terjadi
gejala ringan yaitu perut terasa tidak enak, mual-mual, susah buang air
besar dan tinja berwarna hitam (Muryanti, 2006).
4. Pelaksanaan penyuluhan pada suplementasi Tablet Tambah Darah
Pelaksanaan dengan melakukan penyuluhan kesehatan dan gizi yang
dilaksanakan secara berkala dan mandiri dengan mengikutsertakan lintas
sektor terkait (Depkes, BKKBN), organisasi sosial dan keagamaan.
Dimana tablet zat besi (Fe) digunakan adalah obat generik yang harganya
terjangkau oleh masyarakat yang dibungkus warna putih yang berisi 30
tablet perbungkus atau tablet zat besi (Fe) dengan merk dagang yang
memenuhi spesifikasi (mengandung 60 mg besi elemental dan 0,25 mg
asam folat) (Anonim, 2006). Adapun dampak dari pada ibu hamil dari
kekurangan zat besi (Fe) antara lain:
a. Anemia Gizi
Anemia Gizi adalah kekurangan kadar haemoglobin (Hb) dalam
darah yang disebabkan karena kekurangan zat besi yang (Fe)
diperlukan untuk pembentukan Haemoglobin. Sebagian besar anemia
terjadi pada ibu hamil karena kekurangan zat besi (Fe) yang disebut
anemia kekurangan zat besi atau anemia gizi besi (Anonim, 2006).
Anemia gizi besi dapat terjadi karena kandungan zat besi (Fe)
yang berasal dari makanan yang dikonsumsi ibu hamil tidak
mencukupi kebutuhann dimana makanan yang kaya akan kandungan
zat besi (Fe) seperti makanan sumber hewani (daging, ikan) serta
makanan yang mengandung sumber nabati (sayuran hijau),
meningkatnya kebutuhan tubuh akan zat besi (Fe) yaitu pada masa
hamil. Kebutuhan zat besi (Fe) meningkat karena zat besi (Fe)
diperlukan untuk pertumbuhan janin serta untuk kebutuhan ibu sendiri
(Depkes, 1998).
b. Anemia defisiensi Zat besi (Fe)
Anemia defisiensi zat besi (Fe) merupakan anemia yang terjadi
karena kebutuhan zat besi (Fe) untuk erithropiesis tidak cukup,
biasanya ditandai dengan eritrosit mikrositik, kadar besi serum rendah,
satu rasi transferin mengurang dan tidak adanya zat besi (Fe) pada
sumsum tulang dan tempat cadangan zat besi (Fe) yang lain (De
Maeyer, 1995). Pemeriksaan dan pengawasan haemoglobin dapat
dilakukan dengan menggunakan alat Sahli. Berkurangnya kadar
Haemoglobin pada wanita hamil menurut WHO (De Maeyer, 1995)
adalah, normal (11 gr%), anemia ringan (10-11 gr%), anemia sedang
(7- 0 gr%), anemia berat (<7 gr%).
Pada ibu hamil jika terjadi anemia defisiensi zat besi (Fe) dapat
menimbulkan perdarahan sebelum atau saat persalinan, meningkatnya
risiko melahirkan bayi dengan Berat Badan Lahir Rendah (BBLR <2,5
kg). Pada anemia berat, bahkan dapat menyebabkan kematian ibu atau
bayinya, untuk itu dibutuhkan suatu penangganan defisiensi zat besi
(Fe) melalui pencegahan dengan memberikan tablet zat besi (Fe) pada
ibu hamil yang dibagikan pada waktu memeriksakan kehamilan,
dimana suplemen tablet besi (Fe) ini merupakan salah satu cara yang
paling efektif untuk meningkatkan kadar zat besi (Fe) dalam jangka
pendek. Suplementasi ditujukan pada golongan yang rawan
mengalami defisiensi zat besi (Fe) seperti ibu hamil yang dilakukan
secara gratis pada ibu hamil melalui Puskesmas dam Posyandu (BPS,
2005).
B. Perilaku (Practice)
Perilaku merupakan suatu kegiatan atau aktivitas manusia, baik yang
dapat diamati secara langsung maupun tidak langsung yang dapat diamati oleh
pihak luar. Perilaku terdiri dari Persepsi (Perception), Respon terpimpin
(Guided Respons), Mekanisme (mechanisme), Adaptasi (adaptation)
(Notoatmodjo, 2003).
Faktor penentu atau determinan perilaku manusia sulit untuk dibatasi
karena perilaku merupakan hasil dari resultasi dari berbagai faktor, baik
internal maupun eksternal (lingkungan). Pada garis besarnya perilaku manusia
dapat terlihat dari 3 aspek yaitu aspek fisik, psikis, dan sosial. Akan tetapi dari
aspek tersebut sulit untuk ditarik garis yang tegas dalam mempengaruhi
perilaku manusia. Secara lebih terperinci perilaku manusia sebenarnya
merupakan refleksi dari berbagai gejala kejiwaan seperti pengetahuan,
keinginan, kehendak, minat, motivasi, persepsi, sikap.
Perilaku seseorang atau subyek dipengaruhi atau ditentukan oleh faktor-
faktor baik dari dalam maupun dari luar subyek. Dalam perilaku kesehatan
menurut Lawrence Green dalam Notoatmodjo (2003) terbagi tiga teori
penyebab masalah kesehatan yaitu:
1. Faktor-faktor Predisposisi (Predisposing faktors) yaitu faktor-faktor yang
mempermudah atau mempredisposisi terjadinya perilaku seesorang, antara
lain pengetahuan, sikap, keyakinan, kepercayaan, nilai-nilai, tradisi.
2. Faktor pemungkin (Enabling factors) adalah faktor-faktor yang
memungkinkan atau menfasilitasi perilaku atau tindakan. Artinya faktor
pemungkin adalah sarana dan prasarana atau fasilitas untuk terjadinya
perilaku kesehatan, serta jarak sarana pelayanan kesehatan.
3. Faktor-faktor penguat (Reinforcing factors) adalah faktor-faktor yang
mendorong atau memperkuat terjadinya perilaku.
Dari uraian diatas dapat disimpulkan bahwa perilaku berawal dari
adanya pengalaman seseorang serta didukung oleh faktor luar (lingkungan)
baik fisik maupun non fisik, kemudian dipersepsikan, diyakini, sehingga
menimbulkan motivasi, niat untuk bertindak, yang pada akhirnya terjadilah
perwujudan niat yang berupa melakukan perilaku.
Gbr.l. Skema Perilaku
(Sumber : Modifikasi Lawrence Green dalam Soekidjo Notoatmodjo, 2003)
E k stern a l a . P en ga lam an b . F as ilita s c . S o s io -b u d a ya
In ter n a l a . P ersep s i b . P en g e tah u an c . K e yak in an d . M o tiv as i e . N ia t f. S ik a p
R esp o n s P e rilak u
C. Ibu Hamil
1. Pengertian Ibu Hamil
Ibu hamil merupakan salah satu kelompok didalam masyarakat
yang paling mudah menderita gangguan kesehatan atau rawan kekurangan
gizi, sehingga pada masa kehamilan ibu hamil, memerlukan unsur-unsur
gizi lebih banyak dibandingkan dengan keadaan biasanya (Hall, 2000).
Selama kehamilan, ibu hamil akan mengalami proses fisiologis yaitu
keadaan kesehatan fisik dan mental sebelum dan selama hamil
berpengaruh terhadap keadaan janin dan waktu persalinan.
a. Diagnosa Kehamilan
Lamanya kehamilan mulai ovulasi sampai partus adalah kira-
kira 280 hari (40 minggu) dan tidak lebih dari 300 hari (43 minggu).
Pada kehamilan 40 minggu disebut sebagai kehamilan matur (cukup
bulan), bila kehamilan lebih dari 43 minggu disebut kehamilan
postmatur, sedangkan kehamilan antara 28 dan 36 minggu disebut
kehamilan prematur. Kehamilan yang ditinjau dari umur kehamilan
dibagi dalam tiga bagian, yaitu kehamilan trimester II (antara 12-28
minggu) sampai 40 minggu (Wiknjosastro, 1999).
b. Fisiologi Kehamilan
Kehamilan adalah periode khusus dimana kebutuhan akan
sebagian nutrisi meningkat selama masa tersebut. Penambahan berat
badan yang terjadi selama kehamilan disebabkan oleh peningkatan
ukuran jaringan reproduksi, adanya janin dalam kandungan dan
cadangan lemak dalam tubuh ibu. Selama hamil, seorang ibu akan
bertambah beratnya sebanyak kurang lebih 12,5 kg (rentang 9-15 Kg),
dimana penambahan sebesar kurang lebih 9 kg diantaranya terjadi
dalam 20 minggu terakhir (Hadyanto, 2002). Penambahan berat badan
diatas merupakan bagian dari kehamilan yang normal, karena pada
kehamilan terjadi perubahan berganda dalam tubuh wanita hamil.
Perubahan terutama berhubungan dengan sistem peredaran darah dan
pembentukan kompoenen darah, kardiovaskuler, perencanaan,
jaringan lemak dan saluran genitalis (Nasoetion & Darwin, 1998).
2. Masa Kehamilan
Selama masa kehamilan normal hampir semua perempuan merasa
sama sehatnya dengan masa-masa di luar kehamilan, yang ditandai dengan
perubahan fisik dan karena berat badan bertambah dan perubahan mental
yamg ada di dalam perutnya terdapat kehidupan baru (Hall, 2000). Pada
masa kehamilan ibu hamil mengalami gejala-gejala fisiologis yang
disebabkan oleh pengaruh hormon kehamilan seperti gejala pening di pagi
hari yang diikuti gejala lain seperti lesu, perkembangan payudara,
pembesaran perut, bertambah cepatnya denyut nadi, perubahan pigmentasi
pada kulit dan wajah, puting payudara dan bagian tengah perut yang
berubah warnanya menjadi gelap, serta kejang pada kaki yang
kemungkinan disebabkan kekurangan kalsium dalam darah atau mungkin
oleh sirkulasi darah yang kurang lancar pada bagian kaki (Hall, 2000).
Pada masa kehamilan, kantung peranakan berkembang untuk
menampung hasil pembuahan. Peningkatan volume sirkulasi darah
digunakan untuk memungkinkan terjadinya aliran CO2 dan sisa
metabolisme lainnya. Terjadinya pembesaran payudara dan penimbunan
lemak dipersiapkan untuk masa menyusui segera setelah melahirkan
(Winarno, 1990). Dengan adanya janin yang dikandung, fungsi dan kerja
tubuh ibu akan berubah. Jumlah cairan darah bertambah, sel-sel darah
tetap dan unsur-unsur darah berkurang. Hemoglobin dan albumin darah
menurun yang mengakibatnya terjadi kurang darah (Nadesul, 1997).
Kehamilan akan menyebabkan meningkatnya daya metabolisme
energi. Terjadi dua proses anabolik fundamental yang bebas satu sama
lain terjadi selama kehamilan. Ibu akan menjalani penyesuaian fisiologik
dan metabolik selama kehamilan. Seorang ibu yang sedang hamil akan
menjalani penyesuaian fisiologik dan metabolik selama kehamilan, yang
sebenarnya serasi dengan proses-proses anabolik yang terjadi pada janin
dan plasenta, yang dikatalisis oleh perubahan kelenjar-kelenjar endokrin
pada ibu hamil sehingga memperbesar ukuran uterus, payudara dan
volume cairan darah, cairan ketuban dan massa jaringan adipose
(Nasoetion & Darwin, 1998).
Dengan melihat gejala fisiologis yang ada, maka keadaan ibu hamil
pada awal kehamilan perlu diperhatikan karena akan berpengaruh
terhadap pertumbuhan janin pada usia kehamilan selanjutnya. Menurut
Moehji (2003), pada umumnya selama kehamilan ibu hamil
memiliki karakteristik pada tiap triwulan sebagai berikut:
a. Pada trimester pertama dari kehamilan, biasanya nafsu makan sangat
kurang, karena timbul rasa mual dan muntah, serta dari bentuk tubuh
yang semakin melebar, payudara yang semakin kencang. Kondisi
psikis ibu juga mengalami tingkat kepekaan yang sangat tinggi. Ibu
akan mudah marah atau akan merasa sangat sedih bila terjadi sesuatu.
b. Pada trimester kedua: kehamilan, metabolisme basal mulai meningkat,
berat badan juga mulai bertambah. Pada masa ini tingkat konsumsi
protein sangat diutamakan. Hal ini disebabkan terhadap perkembangan
janin sebagaimana telah protein memiliki pengaruh diselidiki kadar
protein sangat rendah, maka bayi yang akan dilahirkan kelak oleh
Burke bahwa ibu hamil yang mengkonsumsi makanan dalam mungkin
juga lebih pendek dan lebih ringan dari normal. Adapun perubahan
fisik yaitu perut sudah mulai membuncit, orang sudah mulai tahu
bahwa ibu sedang hamil, serta kondisi emosi ibu sudah mulai stabil
(Moehji, 2003).
c. Pada trimester ketiga: metabolisme basal tetap mengalami kenaikan
dimana keadaan ini umumnya nafsu makan sangat baik. Selain itu,
kandungan pada timester ketiga menjadi besar, sehingga menyebabkan
lambung terdesak. Perubahan fisik misalnya perut ibu semakin
membesar. Keadaan janin juga semakin besar, dan ibu siap
melahirkan. Kondisi emosi ibu kembali tidak stabil karena menanti masa
kelahiran (Moehji, 2003).
Menurut Arisman (2004), secara umum, terdapat kondisi yang
biasanya ada selama kehamilan, sehingga berpengaruh terhadap tingkat
konsumsi zat gizi yaitu :
a. Pegal linu dan kaku
Kondisi ini biasanya terjadi pada malam hari yang diakibatkan
oleh pertumbuhan janin sekaligus perubahan hormonal. Selain itu,
keadaan ini juga disebabkan karena kadar Ca serum rendah, dan kadar
fosfat tinggi, sehingga sistem neuromuskuler mudah terangsang
(Arisman, 2004).
b. Sembelit
Keadaan ini dapat terjadi bila berkaitan dengan 6 kondisi ada di
dalam tubuh yaitu rahim yang semakin besar sehingga menekan kolon
dan rektum sehingga mengganggu ekskresi, adanya peningkatan kadar
progesteron sehingga merelaksasikan otot saluran cerna dan
menurunkan motilitas, tingkat konsumsi cairan tidak cukup, tingkat
konsumsi serat tidak cukup, kebiasaan defekasi yang buruk, jarang
berolah raga dan sering melewatkan satu waktu makan (terutama
sarapan) (Arisman, 2004).
c. Mual dan muntah
Rasa mual atau yang sering kita sebut sebagai morning sickness
dapat terjadi karena kadar progesteron diawal kehamilan meningkat
sedangkan kadar gula darah dan pergerakan usus menurun. Hal itu
juga disebabkan karena produksi asam lambung dan pepsin menurun.
Keadaan ini biasanya terjadi pada trimester I kehamilan sehingga
tingkat konsumsi makanan atau zat gizi pada trimester ini menjadi
berkurang (Arisman, 2004).
d. Pica
Pica diartikan sebagai perilaku tidak umum yaitu mengkonsumsi
bahan bukan makanan, seperti kain, arang, dan lain-lain. Dampak dari
keadaan ini yaitu tingkat konsumsi zat gizi dari makanan berkurang
serta terjadi penyumbatan usus (Almatsier, 2001).
e. Perilaku kesehatan ibu pada masa hamil
Perilaku kesehatan perlu diperhatikan agar terhindar dari
komplikasi kehamilan. Dimana pengunaan fasilitas pelayanan untuk
pemeriksaan kesehatan selama kehamilan sangat diperlukan, apabila
pelayanan anternal yang tidak memenuhi standar minimal 5 T
(mengukur tinggi badan dan berat badan, tekanan darah tinggi fundus,
imunisasi Tetanus Toxoid, dan pemberian tablet tambah darah
minimal 90 tablet) bisa terjadi komplikasi pada kehamilan (Flourisa,
2006).
3. Kebutuhan Gizi pada Ibu Hamil
Kehamilan menyebabkan meningkatnya metabolisme energi,
karena itu kebutuhan energi dan zat gizi lainnya meningkat selama
kehamilan. Peningkatan energi dan zat gizi tersebut diperlukan untuk
pertumbuhan dan perkembangan janin, pertambahan besarnya organ
kandungan, perubahan komposisi dan metabolisme tubuh ibu. Sehingga
kekurangan zat gizi tertentu yang diperlukan saat hamil dapat
menyebabkan janin tumbuh tidak sempurna (Zulhaida Lubis, 2003).
Bagi ibu hamil, pada dasarnya semua zat gizi memerlukan
tambahan, namun yang seringkali menjadi kekurangan adalah energi
protein dan beberapa mineral seperti Zat Besi dan Kalsium. Kebutuhan
energi untuk kehamilan yang normal perlu tambahan kira-kira 80.000
kalori selama masa kurang lebih 280 hari. Hal ini berarti perlu tambahan
ekstra sebanyak kurang lebih 300 kalori setiap hari selama hamil
(Nasoetion, 1998). Energi yang tersembunyi dalam protein ditaksir
sebanyak 5180 kkal, dan lemak 36.337 Kkal, agar energi ini bisa
ditabung masih dibutuhkan tambahan energi sebanyak 26.244 Kkal,
yang digunakan untuk mengubah energi yang terikat dalam makanan
menjadi energi yang bisa dimetabolisme (Nasoetion, 1998). Dengan
demikian jumlah total energi yang harus tersedia selama kehamilan
adalah 74.537 Kkal. Untuk memperoleh besaran energi per hari, hasil
penjumlahan ini kemudian dibagi dengan angka 250 (perkiraaan
lamanya kehamilan dalam hari) sehingga diperoleh angka 300 Kkal
(Nasoetion, 1998).
Kebutuhan energi pada trimester I meningkat secara minimal.
Kemudian sepanjang trimester II dan III kebutuhan energi terus
meningkat sampai akhir kehamilan. Energi tambahan selama trimester
II diperlukan untuk pemekaran jaringan ibu seperti penambahan volume
darah, pertumbuhan uterus, dan payudara, serta penumpukan lemak.
Selama trimester III energi tambahan digunakan untuk pertumbuhan
janin dan plasenta. Karena banyaknya perbedaan kebutuhan energi
selama hamil, maka WHO menganjurkan jumlah tambahan sebesar 150
Kkal sehari pada trimester I, 350 Kkal sehari pada trimester II dan III
(Depkes, 1993).
Di Indonesia berdasarkan Widya Karya Nasional Pangan dan Gizi
VI tahun 2004 ditentukan angka 285 Kkal perhari selama kehamilan.
Angka ini tentunya tidak termasuk penambahan akibat perubahan
temperatur ruangan, kegiatan fisik, dan pertumbuhan. Patokan ini
berlaku bagi mereka yang tidak merubah kegiatan fisik selama hamil.
Sama halnya dengan energi, kebutuhan wanita hamil akan protein juga
meningkat, bahkan mencapai 68 % dari sebelum hamil. Jumlah protein
yang harus tersedia sampai akhir kehamilan diperkirakan sebanyak 925
gr yang tertimbun dalam jaringan ibu, plasenta, serta janin (Depkes,
2004).
Bahan pangan yang dijadikan sumber protein sebaiknya (2/3
bagian) pangan yang bernilai biologi tinggi, seperti daging tak berlemak,
ikan, telur, susu dan hasil olahannya. Protein yang berasal dari
tumbuhan (nilai biologinya rendah) cukup 1/3 bagian. Kenaikan volume
darah selama kehamilan akan meningkatkan kebutuhan zat besi (Fe).
Jumlah Fe pada yang diperlukan ibu untuk mencegah anemia
akibat meningkatnya volume darah adalah 500 mg (Zulhaida Lubis,
2003).
Tabel 1
RATA –RATA AKG YANG DIANJURKAN PERORANG PERHARI
KHUSUS IBU HAMIL (WNPG, 2004)
GIZI Wanita tidak hamil (20-45 th)
BB (52-55) TB (154-156)
Ibu hamil
Energi (kal) 2200 + 180 (Trimester I) + 300 (Trimester II & III)
Protein (gr) 50 17 Vitamin A (RE) 500 300 Vitamin D (Ug) 5 5 Vitamin E (Mg) 15 15 Vitamin K (Mg) 55 55 Vitamin C (Mg) 75 0,3 Vitamin B12 (Mg) 2,4 0,3 Fosfor 600 4 Asam folat (Ug) 400 200 Yodium 150 50 Kalsium (Mg) 800 150 Besi (Mg) 26 600
+0 (trimester I) +9 (trimester II)
+ 13 (trimester III) Seng (Mg) Selenium
15 30
5 10
Sumber: WNPG VIII Tahun 2004 (Almatsier, 2001)
Selama kehamilan, ibu hamil menyimpan zat besi kurang lebih
1.000 mg termasuk untuk keperluan janin, plasenta dan hemoglobin ibu
sendiri. Berdasarkan Widya Karya Nasional Pangan dan Gizi 2004,
seorang ibu hamil perlu tambahan zat Gizi rata-rata 20 mg perhari,
kebutuhan sebelum hamil atau pada kondisi normal rata-rata 26 mg per
a. Energi
Sebagai salah satu hasil metabolisme karbohidrat, protein,
lemak. Kebutuhan energi selama ibu hamil adalah untuk membentuk
atau membangun jarinagan baru (fetus, plasenta, uterus, cairan
amniotic, breast, peningkatan volume darah dan mensuplai jaringan
baru. Sumber energi dari karbohidrat misalnya beras, jagung, oeat,
serealia) sumber protein (daging, ikan, telur, susu), sumber lemak
(minyak, buah berlemak, biji berlemak).
b. Zat gizi mikro
Selama kehamilan, disamping zat gizi makro yaitu energi dan
protein, ibu juga membutuhkan tambahan zat gizi mikro seperti
diuraikan berikut:
c. Asam Folat
Kekurangan asam folat pada ibu hamil akan menyebabkan
resiko terjadi terjadinya cacat tabung syaraf (Neural Tube
Defects/NTD), berat bayi lahir rendah (BBLR) dan resiko lahirnya
premature. Sumber pangan yang banyak mengandung asam folat
adalah brokoli, jeruk, bayam, roti dan susu.
d. Vitamin A
Adanya pertumbuhan janin, berarti terjadi peningkatan
pertumbuhan dan pembelahan sel dalam tubuh ibu. Vitamin A dalam
bentuk retinoic acid mengatur pertumbuhan dan pembelahan sel
dalam jaringan. Namun demikian ibu tidak dianjurkan untuk
mengkonsumsi suplementasi vitamin A selama hamil karena dosis
tinggi vitamin A akan memberikan efek teratogenik (keracunan).
Dengan mengkonsumsi buah-buahan, daging, unggas, ikan, telur,
sayuran berdauan hijau, akar dan umbi-umbian sehari-hari, akan
membantu ibu memenuhi kebutuhan vitaminnya.
e. Kalsium
Kalsium dibutuhkan untuk membantu pertumbuhan tulang,
gigi, jantung yang sehat, saraf dan otot. Kekurangan kalsium akan
menyebabkan pertumbuhan tulang dan gigi jadi terhambat. Sumber
pangan yang banyak mengandung kalsium adalah susu, ikan, biji-
bijian sayuran hijau, kacang-kacangan.
f. Magnesium
Magnesium merupakan zat gizi lainnya yang berperan dalam
membantu membangun dan memperbaiki jaringan tubuh.
Kekurangan magnesium akan menyebabkan preeklamsia, bayi cacat
dan kematian bayi. Sumber pangan yang banyak mengandung
magnesium adalah sayur-sayuran, sumber makanan laut, ikan tawar
segar, kacang-kacangan daging.
g. Zat Besi
Kekurangan zat besi akan menghambat pembentukan
hemoglobin yang berakibat pada terhambatnya pembentukan sel
darah merah. Ibu hamil dan ibu menyusui merupakan kelompok
yang beresiko tinggi terhadap anemia yang disebabkan oleh
kekurangan zat besi. Hal ini tidak terlepas dari banyaknya
darah yang dikeluarkan selama masa persalinan. Sumber pangan
yang banyak mengandung zat besi adalah nabati kedelai, kacang-
kacangan, sayuran daun hijau dan rumput laut. Kendala dalam
mencukupi kebutuhan makanan yang bersumber zat besi (Fe) pada
ibu hamil dipengaruhi oleh kebiasaan makanan ibu hamil,
ketersediaan bahan makanan, daya beli yang rendah.
h. Iodium
Kekurangan iodium selama hamil akan berefek pada
keguguran, penyimpangan perkembangan otak janin, berat bayi lahir
rendah dan kretinisme. Di Indonesia kekurangan iodium dialami
oleh berbagai masyarakat lain, sehingga pemerintah telah
mencanangkan kebijakan tentang garam beryodium. Sumber pangan
yang banyak mengandung iodium adalah ikan, kerang dan rumput
laut.
2. Faktor-faktor Yang Mempengaruhi Kepatuhan Dalam Mengkonsumsi
Tablet Besi(Fe) Pada Ibu Hamil
a. Umur
Umur adalah usia ibu yang secara garis besar menjadi indikator
dalam kedewasaan dalam setiap pengambilan keputusan yang
mengacu pada setiap pengalamnnya. Karakteristik pada ibu hamil
berdasarkan umur sangat berpengaruh terhadap status berat badan ibu,
kepatuhan ibu dalam mengkonsumsi tablet Fe (zat besi), dimana
semakin muda umur ibu hamil maka ketidaksiapan ibu dalam
menerima sebuah kehamilan, yang berdampak tiidak baik yang
berisiko terjadi gangguan selama kehamilan misalnya akan terjadi
anemia. Hal ini akan berdampak pada kejadian keguguran, kurang
gizi. Pada ibu yang hamil dengan keadaan seperti ini akan
mengakibatkan kondisi bayi yang dilahirkan akan tergangguan
misalnya terjadi bayi prematur atau berat bayi lahir rendah (BBLR)
(Nasoetion & Darwin, 1998).
b. Pendidikan
Tingkat pendidikan turut menentukan mudah tidaknya seseorang
menyerap dan memahami pengetahuan gizi yang mereka peroleh. Dari
kepentingan keluarga pendidikan itu sendiri amat diperlukan
seseorang lebih tanggap adanya masalah defisiensi zat besi (Fe) pada
ibu hamil dan bisa mengambil tindakan secepatnya (Kodyat, 1993).
Tingkat rendahnya pendidikan erat kaitannya dengan tingkat
pengertian tentang zat besi (Fe) serta kesadarannya terhadap konsumsi
tablet zat besi (Fe) untuk ibu hamil. Tingkat pendidikan turut pula
menentukan rendah tidaknya seseorang menyerap dan memakai
pengetahuan tentang zat besi (Fe) yang mereka peroleh. Keadaan
defisiensi zat besi (Fe) pada ibu hamil sangat ditentukan oleh banyak
faktor antara lain tingkat pendidikan ibu hamil. Tingkat pendidikan
ibu hamil yang rendah mempengaruhi penerimaan informasi sehingga
pengetahuan tentang zat besi (Fe) menjadi terbatas dan berdampak
pada terjadi defisiensi zat besi (Fe) (Suhardjo, Riyadi, 1990). Semakin
baik pendidikan ibu hamil, maka dalam menyerap informasi yang
diterima semakin baik khususnya tentang manfaat zat besi (Fe), hal ini
berdampak pada kepatuhan ibu hamil dalam mengkonsumsi zat besi
(Fe) karena ibu hamil mengetahui manfaat dari konsusmi zat besi (Fe)
bagi ibu hamil.
c. Pekerjaan
Banyak ibu-ibu bekerja mencari nafkah, baik untuk kepentingan
sendiri maupun keluarga. Faktor bekerja saja nampak belum berperan
sebagai timbulnya suatu masalah pada ibu hamil, tetapi kondisi kerja
yang menonjol sebagai faktor yang mempengaruh konsumsi tablet zat
besi (Fe) pada ibu hamil (DepKes, 2002).
d. Pendapatan
Pendapatan biasanya berupa uang yang mempengaruhi daya beli
seseorang untuk membeli sesuatu. Pendapatan merupakan faktor yang
paling menentukan kuantitas maupun kualitas makanan sehingga ada
hubungan yang erat antara pendapatan dengan kepatuhan
mengkonsumsi tablet zat besi (Fe) pada ibu hamil. Namun,
pendapatan yang meningkat tidak merupakan kondisi yang menunjang
bagi keadaan defisiensi zat besi (Fe) pada ibu hamil yang memadai,
terutama dalam kasus dimana kepercayaan atau takhayul mengenai
jenis makanan dan praktek pengolahan masakan yang membawa
akibat merusak pada keadaan gizi (Berg, 1986). akibatnya dalam
pemilihan makanan yang mengandung zat besi (Fe), tidak bisa di beli
atau dikonsumsi oleh ibu hamil.
e. Sikap (Attitude)
Sikap adalah respon tertutup seseorang terhadap stimulus atau
obyek, baik yang bersifat intern maupun ekstern, sehingga
manifestasinya tidak dapat langsung dapat dilihat, tetapi hanya dapat
langsung ditafsirkan terlebih dahulu dari perilaku yang tertutup. Sikap
merupakan reaksi yang tertutup, bukan reaksi terbuka atau tingkah
laku yang terbuka. Sikap merupakan kesiapan seseorang untuk
bereaksi atau berespon terhadap objek atau stimulus. Sikap tidak dapat
langsung dilihat, tetapi hanya dapat ditafsirkan terlebih dahulu dari
perilaku yang tertutup. Sikap merupakan kesiapan atau kesediaan
untuk bertindak dan bukan merupakan pelaksanaan motif tertentu.
Sikap belum merupakan suatu tindakan atau aktifitas, akan tetapi
merupakan predisposisi tindakan suatu perilaku. Suatu sikap pada diri
individu belum tentu terwujud dalam suatu tindakan nyata, diperlukan
faktor pendukung dan fasilitas (Sunaryo, 2004).
Menurut Mar’at (1995), sikap terbagi 3 komponen yang
membentuk struktur sikap dan ketiganya saling menunjang, yaitu:
1) Komponen kognitif (komponen perceptual)
Berisi kepercayaan, yang berhubungan dengan hal-hal
tentang bagaimana individu mempersiapkan terhadap objek sikap,
dengan apa yang dilihat dan diketahui (pengetahuan), pandangan,
keyakinan, pikiran, pengalaman pribadi.
2) Komponen afektif (komponen emosional)
Kemampuan ini menunjuk pada dimensi emosional subjektif
individu atau evaluasi terhadap objek sikap, baik yang positif
maupun negatif.
3) Komponen konatif (komponen perilaku)
Komponen sikap yang berkaitan dengan predisposisi atau
kecenderungan bertindak terhadap objek sikap yang dihadapinya.
Ketiga komponen ini bersama-sama membentuk sikap yang
utuh. Pada penentuan sikap yang utuh ini, pengetahuan, pikiran,
keyakinan, dan emosi memegang peranan penting. Dimana dari ketiga
komponen tersebut tidak berdiri sendiri, tetapi menunjukkan manusia
yang merupakan suatu sistem kognitif, yang berarti bahwa yang
dipikirkan seseorang tidak akan terlepas dari perasaannya
(Mar’at,1995).
Pengetahuan dan perasaan merupakan bagian dari sikap yang
akan menghasilkan tingkah laku tertentu. Komponen afeksi yang
memiliki penilaian emosional yang dapat bersifat positif atau negatif.
Maka akan terjadi kecenderungan untuk bertingkah laku hati-hati.
Sikap terdiri atas berbagai tingkat, yaitu menerima (receiving),
memberi respon (responding), menghargai (valuing), bertanggung
jawab (responsible). Menerima (receiving) diartikan bahwa orang
(subjek) mau, dan memperhatikan stimulus yang diberikan (objek).
Memberi respon (responding) diartikan memberikan jawaban apabila
ditanya, mengerjakan dan menyelesaikan tugas yang diberikan sebagai
indikasi dari sikap. Menghargai (valuing) berarti mengajak orang lain
untuk mengerjakan atau mendiskusikan denyan orang lain terhadap
suatu masalah. Bertanggung jawab (responsible) berarti bertanggung
jawab atas segala sesuatu yang telah dipilihnya dengan segala risiko
(Notoatmodjo, 2003).
Menurut Sunaryo (2004), ada 4 hal penting yang menjadi
determinan (faktor penentu) sikap individu yaitu:
1) Faktor fisiologis adalah Faktor yang penting: umur dan kesehatan
yang menentukan sikap individu.
2) Faktor pengalaman langsung terhadap objek sikap: pengalaman
langsung yang dialami individu terhadap objek sikap, berpengaruh
terhadap sikap individu terhadap objek sikap tersebut.
3) Faktor kerangka acuan : kerangka acuan yang tidak sesuai dengan
objek sikap, dan menimbulkan sikap yang negative terhadap objek
sikap tersebut
4) Faktor komunikasi social : Informasi yang diterima individu akan
dapat menyebabkan perubahan sikap pada individu tersebut.
Sikap tidak dibawa sejak lahir, tetapi dapat dipelajari dan
dibentuk berdasarkan pengalaman dan latihan sepanjang
perkembangan individu dalam hubungan dengan objek. Faktor yang
berasal dari dalam maupun dari luar individu, yang dapat
mempengaruhi pembentukan sikap individu. Faktor yang berasal dari
dalam individu antara lain umur, kesehatan, dan pengalaman langsung
dari individu. Sedangkan faktor dari luar individu antara lain
informasi, kerangka acuan. Kedua faktor tersebut dapat menjadi
penentu sikap individu terhadap objek atau stimulus.
Menurut Sunaryo (2004), faktor yang mempengaruhi
pembentukan dan pengubahan sikap, yaitu:
1) Faktor Internal
Faktor ini berasal dari dalam diri individu. Dimana individu
menerima, mengolah dan memilih segala sesuatu yang datang dari
luar, serta menentukan mana yang akan diterima dan mana yang
tidak. Faktor individu merupakan faktor penentu dalam
pembentukan sikap. Faktor intern ini menyangkut motif dan sikap
yang bekerja dalam diri individu pada saat sakit, serta yang
mengarahkan minat dan perhatian (faktor psikologis), juga
perasaan sakit, lapar dan haus (faktor fisiologis).
2) Faktor Eksternal
Faktor ini berasal dari luar individu, berupa stimulus untuk
membentuk dan mengubah sikap. Stimulus dapat bersifat
langsung, misal individu dengan individu atau dengan kelompok.
Dapat juga bersifat tidak langsung, yaitu melalui perantara, seperti
alat komunikasi dan media massa, misalnya pengalaman yang
diperoleh individu, situasi yang dihadapi individu, norma
dalam masyarakat, hambatan, serta pendorong yang dihadapi
individu dalam masyarakat.
Sikap dapat berubah-ubah dalam situasi yang memenuhi syarat
untuk itu, sehingga dapat dipelajari. Telah kita ketahui bahwa sikap
tidak dibawa sejak lahir, tetapi dipelajari dan dibentuk berdasarkan
pengalaman individu sepanjang perkembangan selama hidupnya. Pada
manusia sebagai mahluk sosial, pembentukan sikap tidak lepas dari
pengaruh interaksi manusia satu dengan yang lain (eksternal). Faktor
yang berasal dari luar individu antara lain; pengalaman individu,
situasi yang dihadapi, norma dalam masyarakat, hambatan dan
pendorong yang dihadapi individu.
Manusia sebagai mahluk individual, sehingga apa yang datang
dari dalam dirinya (internal), akan mempengaruhi pembentukan sikap.
Faktor yang berasal dari dalam individu yaitu fisiologis, psikologis,
dan motif yang ada dalam diri individu. Sikap ini dapat bersifat
positif dan dapat pula bersifat negatif. Dalam sikap positif
kecenderungan tindakan adalah mendukung atau memihak
(favorable), sedangkan dalam sikap negatif kecenderungan untuk tidak
mendukung atau tidak memihak (unfavorable) pada obyek tersebut
(Purwanto, 1999).
Suatu sikap yang kuat pada ibu hamil adalah sikap tertutup
mereka kepada orang lain, termasuk masalah kepatuhan dalam
mengkonsumsi tablet besi (Fe). Hal ini timbul karena keinginan
mereka menentukan sikap, keinginan untuk menjadi independen serta
keinginan memecahkan persoalannya sendiri. Biasanya ibu hamil
lebih bersikap terbuka kepada kelompok sesama ibu hamil mengenai
persoalan yang berhubungan dengan kepatuhan mengkonsumsi tablet
besi (Fe) yang berhubungan dengan terjadinya anemia.
D. Tingkat Pengetahuan
Pengetahuan dapat membentuk suatu sikap ibu hamil dan menimbulkan
suatu perilaku pada ibu hamil dalam mematuhi dalam mengkonsumsi tablet
zat besi (Fe) setiap harinya. Tingkat pengetahuan ibu hamil tentang zat besi
(Fe) yang tinggi dapat membentuk sikap positif terhadap kepatuhan dalam
mengkonsumsi tablet zat besi (Fe). Tanpa adanya pengetahuan tentang zat
besi (Fe), maka ibu sulit menanamkan kebiasaan dalam mengunakan bahan
makanan sumber zat besi yang penting bagi kesehatan (Soekirman, 1990).
Pengetahuan tentang zat besi (Fe) akan berdampak pada sikap terhadap
pangan yang akan terlihat dari praktek dalam penyediaan makanan sumber zat
besi (Fe) yaitu kemampuan untuk menerapkan informasi yang dimiliki dalam
kehidupan sehari-harinya. Pengetahuan ibu hamil tentang zat besi (Fe) yang
baik diharapkan dapat menerapkan, khususnya dalam pemilihan bahan
makanan sumber zat besi (Fe) (Soekirman, 1990).
Kurangnya pengetahuan sering dijumpai sebagai faktor yang penting
dalam masalah defisiensi zat besi (Fe). Hal ini dapat terjadi karena masyarakat
kurang mampu dalam menerapkan informasi tentang zat besi (Fe) dalam
kehidupan sehari-hari (Khumaidi, 1994). Semakin tinggi pengetahuan ibu
hamil tentang zat besi (Fe) maka akan semakin patuh dalam mengkonsumsi
tablet zat besi (Fe). ibu hamil dengan pengetahuan tentang zat besi (Fe) yang
rendah akan berperilaku kurang patuh dalam mengkonsumsi tablet zat besi
(Fe) serta dalam pemilihan makanan sumber zat besi (Fe) juga rendah.
Sebaliknya ibu hamil yang memiliki pengetahuan tentang zat besi (Fe) yang
baik, maka cenderung lebih banyak menggunakan pertimbangan rasional dan
semakin patuh dalam mengkonsumsi tablet zat besi (Fe) (Sediaoetama, 1999).
E Karakteristik dan Tingkat Pengetahuan Ibu Hamil Tentang Zat Besi (Fe)
Dengan Kepatuhan Dalam Mengkonsumsi Tablet Zat Besi (Fe).
Terjadinya defisiensi zat besi (Fe) pada ibu hamil disebabkan karena
kenaikan kebutuhan zat besi (Fe) pada saat hamil yang tinggi, hal ini dapat
menyebabkan anemia zat besi (Fe) yang bersumber pada pola konsumsi
makanan berupa energi, zat besi (Fe) dan vitamin C yang rendah. Pola menu
dengan zat besi (Fe) yang rendah sebagai penyebab utama dalam bahan
makanan yang prevalensinya masih tinggi yang diperberat dengan keadaan
defisiennsi zat besi (Fe). Hal ini juga dipengaruhi oleh karakteristik ibu hamil
yang dapat mempengaruhi kepatuhan dalam mengkonsumsi dtablet bei (Fe),
dimana kurangnya daya beli makanan sumber zat besi (Fe) yang rendah,
kesibukan karena pekerjaan ibu hamil serta kurangnya pengetahuan tentang
zat besi (Fe) dari ibu hamil yang masih rendah yang menyebabkan kesadaran
untuk mengkonsumsi tablet besi (Fe) menjadi kurang.
Rendahnya pengetahuan ibu hamil tentang zat besi (Fe) dan
karakteristik ibu hamil sangat mempengaruhi dalam hal kepatuhan ibu hamil
dalam mengkonsumsi tablet zat besi (Fe) sehari-harinya, salah satunya adalah
pengetahuan tentang sumber makanan zat besi (Fe) dan pola makan yang
salah sebagai salah satu penyebab terjadinya defisiensi zat besi (Fe),
sebaliknya apabila seorang ibu mengetahui pengetahuan tentang manfaat zat
besi (Fe), maka pola makan akan diatur (Iptek, 2006), Hal ini dipengaruhi
kurangnya pengetahuan ibu hamil tentang pola makan yang benar untuk ibu
hamil khususnya macam-macam makanan yang bersumber zat besi (Fe),
sehingga dapat menimbulkan terjadinya anemia pada saat kehamilannya.
Penangganan anemia dengan pemberian suplemen tablet zat besi (Fe)
yang merupakan suatu cara yang paling efektif untuk meningkatkan kadar zat
besi (Fe) dalam jangka waktu yang pendek pada ibu hamil. Penanggulangan
anemia defisiensi zat besi (Fe) pada ibu hamil dengan memberikan tablet zat
besi folat (mengandung 60 mg elemental besi dan 250 ug asam folat) setiap
hari satu tablet selama 90 hari berturut-turut selama masa kehamilan. Hal ini
dilakukan karena asupan sumber zat besi (Fe) pada ibu hamil masih kurang
yang memepengaruhi kadaer Hemoglobin yang rendah, maka dilakukan
pemberian suplemen tablet besi (Fe), yang dibagikan pada waktu
memeriksakan kehamilan, dimana suplemen tablet zat besi (Fe) ini merupakan
salah satu cara yang paling efektif untuk meningkatkan kadar zat besi (Fe)
dalam jangka pendek. Suplementasi ditujukan pada golongan yang rawan
mengalami defisiensi zat besi (Fe) seperti ibu hamil, yang dilakukan secara
gratis pada ibu hamil melalui Puskesmas dam Posyandu (BPS, 1994).
Dari uraian diatas dalam mengurangi adanya anemia pada ibu hamil,
maka perlu upaya untuk menurunkan angka kejadian defisiensi zat besi (Fe)
sebagai akibat dari kepatuhan dalam mengkonsumsi tablet zat besi (Fe) yang
kurang perlu kegiatan dalam meningkatkan kepatuhan dalam mengkonsumsi
tablet zat besi (Fe) dengan cara melakukan yang meliputi penyuluhan dan
konseling tentang pentingnya mengkonsumsi tablet zat besi (Fe) pada ibu
hamil, pencegahan anemia, melakukan deteksi ibu hamil dengan pemeriksaan
Hb dan pemberian tablet zat besi (Tablet Fe), serta yang dapat menurunkan
angka kejadian anemia dalam kegiatan pelayanan kesehatan misal program
Posyandu.
F. Kerangka Teori
Gambar 2.Kerangka Teori
Sumber: Lawrence Green (1988) dalam Notoatmodjo, 2003
G. Kerangka Konsep
Gambar 3.Kerangka Konsep
Faktor Prediposisi (Predissposing F aktor ) K arakteristik Ibu :
- U m ur - Pendidikan - Pekerjaan - Pendapatan - T ingkat Pengetahuan
Faktor yang m em ungkinkan (Enabling Faktor) - Faktor jarak - Sarana penunjang
Faktor-faktor yang m em perkuat (R einforcing F aktor ) S ikap dan perilaku petugas
kesehatan/kader
Perilaku (K epatuhan D alam M engkonsum si T ablet B esi (Fe)
K arakteristik Ibu H am il 1. U m ur 2. Pendidikan 3. Pekerjaan 4. Pendapatan
T in gk at Pen g etah u an Ib u ham il tentang zat besi
(Fe)
K epatuhan D alam M engkonsum si
Tablet Zat B esi (Fe).
H. Variabel Penelitian
1. Variabel Independen: Karakteristik ibu hamil yang meliputi umur,
pendidikan pekerjaan, pendapatan dan tingkat pengetahuan ibu hamil
tentang zat besi (Fe) di Desa sowan lor Wilayah Kerja Puskesmas Kedung
I Kabupaten Jepara.
2. Variabel Dependen: Kepatuhan dalam mengkonsumsi tablet besi (Fe).
I. Hipotesis
Ha: Ada hubungan antara karakteristik ibu hamil yang meliputi umur,
pendidikan pekerjaan, pendapatan, pengetahuan tentang zat besi (Fe)
dengan kepatuhan dalam mengkonsumsi tablet zat besi (Fe).
Ho: Tidak ada hubungan antara karakteristik ibu hamil yang meliputi umur,
pendidikan pekerjaan, pendapata, pengetahuan tentang zat besi (Fe)
dengan kepatuhan dalam mengkonsumsi tablet zat besi (Fe).