Upload
others
View
11
Download
0
Embed Size (px)
Citation preview
61
BAB II
PROSES AWAL MASUKNYA GLOBALISASI BUDAYA MUSIK PUNK DI
KOTA MALANG
II.1. Sejarah Masuknya Punk di Indonesia
Terdapat pernyataan yang menyatakan bahwa Sex Pistols turut
berperan dalam penyebaran globalisasi budaya, dalam hal ini perkembangan
musik Punk yang tersebar di Indonesia. Hal ini mendorong generasi muda di
Indonesia secara umumnya dalam membentuk band dengan substansi musik
dan liriknya yang merujuk dari lagu-lagu yang dirilis oleh band Sex Pistols
maupun band-band beraliran Punk yang menginspirasi lainnya (pada
gelombang pertama musik Punk masuk ke Kota Malang). Bagi kebanyakan
mereka yang menjalani hidup sebagai Punk, musik memang bukan hanya soal
ekspresi diri, tapi juga jadi senjata perlawanan dan kritik sosial pada sistem yang
menurut mereka tak sesuai. Melalui lirik-liriknya, band-band beraliran Punk
secara global mengkritisi pemerintah dan ketidakadilan di dalam masyarakat
global pada umumnya serta membela kaum-kaum tertindas dan lemah.36
36 Prima Gumilang dan Oscar Ferry, “Laporan Mendalam Nasional: Punk Tak Pernah Mati”, Loc.
Cit.
62
Gambar 2.1. “Sex Pistols Sekali Berarti, Sesudah Itu Mati” dari CNN
Indonesia37
Peneliti Punk Fathun Karib mengatakan, punk mulai merambah
Indonesia, khususnya Jakarta pada akhir 1980-an. Karib menyebut masa ini
sebagai periode pra-Punk Jakarta.38 Tak cuma musik, gaya berpakaian juga
37 Prima Gumilang dan Oscar Ferry, “Laporan Mendalam Nasional: Punk Tak Pernah Mati”, Loc.
Cit. 38 Prima Gumilang dan Oscar Ferry, “Virus Punk dan Geliat Awal Perlawanan”, CNN Indonesia,
artikel ini diakses dalam https://www.cnnindonesia.com/nasional/20171127125602-20-
258328/virus-punk-dan-geliat-awal-perlawanan/1 pada tanggal 20 Januari 2019, 12.37 p.m.
63
turut menandai awal masuknya Punk di Indonesia. Fashion Punk memang
berbeda dari gaya komunitas lain. Tampilan mereka unik dan kontras dengan
gaya berpakaian mainstream. Fashion (cara berpakaian) sebagai salah satu
elemen penting di komunitas Punk sudah dapat ditemukan pada periode pra-
Punk. Dandanan Punk dengan menggunakan jaket ala band Ramones bahkan
sudah terlihat pada era 1980-an.39 Punk terbentuk sebagai upaya perlawanan
terhadap budaya dominan atau counter culture. Karib meminjam perkataan
Stacey Thompson, Ilmuwan dan penulis buku Punk Productions; Unfinished
Business untuk menjelaskan tentang empat unsur utama yang mempengaruhi
pelaku dalam komunitas Punk secara historis di dalam perlawanan budaya
dominan. Menurutnya, musik, fashion, scene, dan pergerakan (pola pemikiran)
merupakan empat unsur yang hadir di dalam komunitas Punk dan tidak hadir
pada saat yang bersamaan.40 Penulis menyimpulkan pada awal mula Punk hadir
di Indonesia, pada umumya memulai ketertarikannya pada Punk melalui musik
yang berbeda dan unik dengan dibawakan dengan fashion yang unik dan
berbeda pula. Pada perkembangannya, baru lah mereka melakukan studi
lanjutan mengenai konsep yang diadopsi dari Punk dan alasan dari band-band
Punk yang mengangkat isu sosial dan politik secara global dalam musik dan
liriknya.
Band-band beraliran Punk ini mendapatkan pengetahuan mengenai
konsep yang secara umum diadopsi dalam kehidupan sehari-hari Punk di Barat
39 Ibid. 40 Ibid.
64
melalui zine (sebutan dari majalah yang berukuran lebih kecil daripada majalah
pada umumnya yang diproduksi secara ekonomis oleh individu atau komunitas
kecil dengan substansi mengenai hal-hal yang mereka suka, seperti hobi, musik
dan lain-lain41) dan literatur lain seperti buku dan artikel-artikel (melalui proses
meminjam dengan para pelaku lain) yang berkaitan mengenai Punk yang
berisikan nilai-nilai etos kerja D.I.Y. (Do It Yourself) dan konsep yang diadopsi
para Punk di Barat, yaitu Anarkisme secara global. Pada implementasinya, etos
D.I.Y. ini dilakukan dengan memproduksi sendiri kebutuhan-kebutuhan dari
tiap individu yang mengadopsi konsep Punk maupun Anarkisme secara global,
mulai dari produksi merchandise band dengan tujuan menghidupi diri sendiri
maupun kelompok dan berusaha untuk tidak turut serta menjadi konsumen
maupun terlibat dalam praktek kapitalisme global. Selain itu, dalam praktik
yang lebih besar bahkan para punk di Barat ini memilih untuk bertani dengan
tujuan dapat mengonsumsi makanan bergizi yang diproduksi sendiri dan masih
banyak lagi contoh konkret yang telah dilakukan oleh para punk dalam
mengurangi konsumsi barang maupun hal-hal yang diproduksi oleh korporasi
besar.42 Penulis menyimpulkan secara garis besar, bahwa ide Anarkisme yang
diadopsi oleh para Punk yang ditandai dengan implementasi etos kerja D.I.Y.
sebagai alternatif dari gaya hidup mainstream yang tidak relevan menurut
mereka beserta budaya konsumerisme yang dianggap sebagai naluri alami
41 Cambridge Dictionary, arti kata dari “zine” yang diakses dalam website
https://dictionary.cambridge.org/dictionary/english/zine pada tanggal 20 Januari 2019, 12.45 p.m. 42 Crimethinc. Collective, 2001, “Days of War, Nights of Love”, Canada: Crimethinc. Free Press,
hal. 74
65
setiap umat manusia di muka bumi ini dan juga bentuk perlawanan terhadap
kapitalisme global.
Suara kritis kaum Punk membuat kelompok ini kerap dicap berpolitik
melalui cara mereka sendiri. Anarkisme adalah teori politik yang bertujuan
menciptakan suatu masyarakat yang di dalamnya berisikan individu bebas yang
berkumpul bersama dalam sebuah kelompok kolektif. Anarkisme juga
bergerak melawan semua bentuk kendali hierarkis –baik oleh negara maupun
sistem kapitalisme— karena dinilai merugikan individu dan individualitas
mereka. Punk dengan anarkisme dinilai punya kaitan langsung karena band
yang kerap jadi kiblat kaum punk, Sex Pistol, memberi karakter kuat tentang
ideologi tersebut pada lagu “Anarchy in the U.K.”43 Pernyataan diatas
memperkuat gagasan bahwa band-band beraliran Punk dengan konsep yang
diadopsinya, yaitu Anarkisme berjalan berdampingan untuk melawan sistem
yang berkuasa dengan mengaplikasikan nilai-nilai Anarkisme dalam
kehidupan sehari-harinya.
43 Prima Gumilang dan Oscar Ferry, “Laporan Mendalam Nasional: Punk Tak Pernah Mati”, Loc.
Cit.
66
Gambar 2.2. Etos D.I.Y. yang diaplikasikan dalam kehidupan para Punk44
Berdasarkan sedikit pembahasan mengenai bagaimana musik Punk
masuk ke Indonesia seperti yang telah dikemukakan dalam pembahasan diatas,
penulis akan memaparkan lebih jauh lagi mengenai proses penyebaran
globalisasi budaya dengan substansi musik beraliran Punk ke Kota Malang
serta awal mula pembentukan band-band beraliran musik Punk ini khususnya
band No Man’s Land.
44 Ibid.
67
II.2. Sejarah Masuknya Punk di Kota Malang (Gelombang Pertama)
Proses masuknya Punk di Kota Malang ini pun tidak jauh berbeda
dengan proses masuknya Punk di Indonesia secara umumnya. Begitu pun
dengan band-band influencer yang pada saat itu cukup menginspirasi
terbentuknya band-band beraliran musik Punk di Kota Malang ini sendiri. Hal
ini dikuatkan oleh perspektif Samack sebagai pengamat perkembangan musik
Underground di Kota Malang, yaitu dalam pernyataannya secara langsung
bahwa menurutnya Sex Pistols dan beberapa band beserta pengaruhnya dalam
sejarah musik Punk ini seperti Ramones, Rancid dan Greenday merupakan
band-band influence yang mempengaruhi musik band-band yang bermunculan
di Kota Malang pada awal gelombang ini muncul.45
Kota Malang merupakan kota yang secara garis besar perkembangan
musiknya cukup progresif. Punk ini dikenal oleh generasi muda di Kota Malang
pada sekitar pertengahan tahun 1990-an dengan ditandai oleh kemunculan atau
lahirnya band-band beraliran Punk pertama di Kota Malang, pada sekitar
pertengahan tahun 1990-an. Band-band tersebut antara lain, yaitu: Ingus, The
Babies, Wodka, Antiphaty, No Man’s Land dan lain-lain. Seperti band-band
Punk pada umumnya secara global, band-band yang telah disebutkan diatas juga
mengangkat isu-isu sosial dan politik secara global dalam musik dan lirik yang
mereka bawakan seperti halnya band-band influencer-nya. Adapun beberapa isu
yang diangkat merupakan isu-isu ketidakadilan yang terjadi disekitar
45 Wawancara dengan narasumber, Samack selaku Pengamat Perkembangan Musik di Kota
Malang pada 21 Januari 2019.
68
lingkungan kehidupan para pelaku musik Punk di Kota Malang tersebut. Band-
band ini menjadi pelaku utama dalam proses difusi Punk di Kota Malang pada
saat itu. Adapun band-band yang telah disebutkan diatas tergabung dalam
sebuah acara musik “Parade Musik Underground” yang menjadi saksi sejarah
pertama kali band-band ini tampil didepan publik dengan membawakan genre
musik baru yang berbeda dari musik Underground pada umumnya.46
Gambar 2.3. Tiket “Parade Musik
Underground” sebagai saksi
sejarah musik Punk pertama kali
tampil didepan publik dengan
membawakan genre musik yang
baru dan berbeda bersama musik
Underground lainnya47
Gambar 2.3. diatas merupakan bukti dan saksi dalam sejarah
perkembangan musik Punk di Kota Malang. Sesuai dengan konten yang terdapat
dalam gambar diatas, acara musik pertama yang menampilkan band-band
beraliran Punk yang telah disebutkan diatas tersebut tidak hanya menampilkan
band-band beraliran musik Punk, namun juga diisi dengan band-band beraliran
46 Ibid. 47 Artikel dalam blog pribadi milik Samack, pengamat perkembangan musik di Kota Malang
sebagai salah satu narasumber dalam penelitian ini yang berjudul “Pada Suatu Hari di Dekade
yang Lalu…”, diakses dalam website https://sesikopipait.wordpress.com/2012/07/18/pada-suatu-
hari-di-dekade-yang-lalu/ pada tanggal 20 Januari 2019, 04.08 p.m.
68
Underground secara umumnya, seperti Metal, Grindcore serta musik
Underground lainnya. Bahkan, pertunjukan musik atau yang lebih dikenal
dengan sebutan gigs (sebutan lain untuk “pertunjukan musik”) tersebut
merupakan event pertama dari musik-musik Underground di Kota Malang yang
diselenggarakan pada 28 Juli 1996. Acara musik tersebut pun tidak memiliki
sponsor maupun donator sama sekali karena selain acara tersebut pun baru
pertama diselenggarakan di Kota Malang, tetapi mereka pun cukup pesimis jika
ada sponsor yang mau mendanai acara musik ini. Oleh sebab itu, acara ini pun
murni bermodalkan biaya kolektif dari panitia dan mengandalkan tiket berbayar
Rp. 2000 yang selanjutnya digunakan dalam penyewaan sound system, sewa
tempat, publikasi dan kebutuhan acara lainnya.48 Penulis melihat etos kerja
D.I.Y. pun sudah mulai dipahami dan diaplikasikan pada penyelenggaraan
pertunjukan musik (gigs) saat itu.
Adapun list dari band-band yang pada saat itu tampil, yaitu: Ritual
Orchestra, Knuckle Head, Confusion, Sektor Death, Zombie, Succubus, Radical
Squadron, Hippies Local, Glorious Butchered, Brain Maggots, Vindictive
Saviour, Satanaz, Mutant, Courvoisier, Sacrificial Ceremony, Obnoxious,
Sinner (Surabaya), Grindpeace, Santhet, Ingus, Sekarat, Musyrik, Bangkai,
Genital Giblets, No Man’s Land, The Babies, Perish, Slowdeath (Surabaya) dan
Rotten Corpse.49 Sejak saat itu, perkembangan musik Underground pada
umumnya dan musik Punk secara khusus mulai merajalela di Kota Malang, dari
48 Ibid. 49 Ibid.
69
pembentukan band-band beraliran Underground hingga penyelenggaraan gigs
secara mandiri maupun berdampingan dengan sponsor-sponsor lokal. Pelaku
utama dari difusi globalisasi budaya, dalam hal musik Punk seperti yang telah
dijelaskan diatas ini pun merupakan orang-orang lokal ini sendiri.
Selain itu, gigs besar pertama yang menjadi saksi sejarah dari
penampilan genre musik Punk berdampingan dengan musik Underground
lainnya ini menjadi momentum sejarah yang mengawali perkembangan musik-
musik berlatar belakang Underground di Kota Malang yang mendorong
generasi muda untuk dapat berkembang melalui karya musik.
Dalam perkembangannya, band-band beraliran Punk tersebut
membangun beberapa scene (lingkungan komunitas yang berdasarkan
kesamaan hobi, minat atau idealisme) yang berdiri berdasarkan wilayah tempat
tinggal mereka masing-masing.50 Contohnya, yaitu scene Bareng, Mitra 2,
Dinoyo, dan lain-lain. Melalui scene tersebut lah para pelaku musik Punk ini
berbagi pengetahuan mengenai ideologi dan konsep-konsep maupun nilai-nilai
yang diadopsi dari Punk secara global untuk diaplikasikan di Kota Malang ini.
Melalui scene ini pula, para pelaku musik tersebut berhasil menyalurkan
aspirasi berupa karya musik, produksi zine yang berisikan karya berupa
gambar, artikel mengenai isu sosial dan politik secara global, review musik,
dan pengetahuan mengenai ide-ide Anarkisme serta informasi mengenai
kontak dari koneksi pertemanan yang memproduksi merchandise band seperti
t-shirt serta rilisan musik fisik yang juga diproduksi secara mandiri dan
50 Wawancara dengan narasumber, Samack, Loc. Cit.
70
diperjual-belikan melalui media promosi mandiri mereka, yaitu melalui zine.
Pada kenyataannya, eksistensi zine di Kota Malang ini pun diadopsi dari zine-
zine yang juga disebarkan pada proses persebaran musik Punk di Barat,
contohnya Profane Existence, MRR (Maximum Rock n Roll), dan lain-lain.51
Peran media radio pada saat itu juga masih aktif men-support komunitas ini.
Selain Senaputra, beberapa radio swasta dan eksperimen kampus juga mulai
membuka airtime-nya untuk berbagai jenis musik keras. Salah satunya adalah
radio Bhiga FM milik unit kegiatan mahasiswa Unmer Malang.52
Melalui scene-scene tersebut pun mereka menjadikannya sebagai
wadah aspirasi dan perkumpulan pelaku musik Punk ini, mereka melakukan
kegiatan kolektif lain dengan tujuan menunjukkan eksistensi scene ini dan
musik Punk secara umum kepada publik. Kegiatan-kegiatan ini meliputi,
mengorganisir gigs, membuat album kompilasi dari beberapa band dengan
latar belakang scene yang berbeda, dan kegiatan positif berlandaskan konsep
yang mereka adopsi lainnya. Hal ini menunjukkan bahwa musik Punk di Kota
Malang ini bersifat dinamis dan cukup progresif dalam perkembangannya di
Kota Malang ini sendiri.53
No Man’s Land tercatat sebagai band Malang pertama yang mampu
membuat demo dan memasarkannya secara gerilya kepada publik. Keberanian
51 Craig O’Hara, Op. Cit., hal. 41 52 Artikel dalam blog pribadi milik Samack, pengamat perkembangan musik di Kota Malang
sebagai salah satu narasumber dalam penelitian ini yang berjudul “Sebuah Kisah dari ‘Bawah
Tanah’ Kota Malang”, diakses dalam website
https://sesikopipait.wordpress.com/2012/07/18/sebuah-kisah-heroik-dari-bawah-tanah-kota-
malang/ pada 20 Januari 2019, 05.03 p.m. 53 Wawancara dengan narasumber, Samack, Loc. Cit.
71
band Punkrock tersebut untuk merilis album Separatist Tendency menjadi
sangat fenomenal. Sebab ketika itu, nama mereka notabene masih sangat baru
dan belum terlalu dikenal publik. Tanpa diduga, Separatist Tendency berhasil
terjual dari tangan ke tangan dan menjadi salah satu album lokal yang klasik
hingga sekarang.54
Gambar 2.4. Cover Album pertama dari band No Man’s Land “Separatist
Tendency” (dirilis pada 12 Desember 1995)55
Dalam perkembangannya, kemunculan label-label rekaman lokal
seperti Confuse Records, Bittersounds, Raw Tape, atau Youth Frontline
semakin membuat perkembangan musik Underground secara umum di Kota
Malang ini terlihat semakin progresif dan bergairah. Beberapa rekaman lain
yang sempat beredar ketika itu antara lain; Keramat “Approximate Death”,
54 Artikel dalam blog pribadi milik Samack, “Sebuah Kisah Heroik dari ‘Bawah Tanah’ Kota
Malang”, Loc. Cit. 55 Gambar cover album diambil dari website resmi dari No Man’s Land, diakses dalam website
https://nomansland94.bandcamp.com/album/separatist-tendency pada tanggal 20 Januari 2019,
04.39 p.m.
72
Bangkai “For What?!”, Extreme Decay “Bastard”, Mystical “Sawan
Bajang”, Horrid Truth/Boisterous “Split”, Antiphaty “W.A.R”, No Man’s
Land “Punkrock & Art-School Drop Outs”, Don’t Regret “Violence
Cause”, Stolen Vision “They Makes Me Stronger”, The Babies “Malang City
Punk Rocker”, dan masih banyak lagi.56
Tidak hanya dalam hal rekaman, di sektor pertunjukan musik/gigs pun
para generasi muda di Kota Malang pada saat itu juga tidak mau ketinggalan
dengan kota-kota besar seperti Jakarta, Bandung, Yogyakarta. Berbagai jenis
pertunjukan musik/gigs yang dikelola secara mandiri mulai digelar di berbagai
daerah di Kota Malang. Bahkan pada tahun yang sama sesaat setelah PMU
(Parade Musik Underground) pertama digelar, beberapa dari pelaku yang sama
pun mencoba untuk menciptakan momentum yang serupa dengan gigs tersebut.
PMU 2 digelar kembali padatanggal 8 Desember 1996 dengan band-band baru
yang mulai bermunculan. Jumlah komunitas Punk yang menghadiri gigs
tersebut pun dua kali lipat jauh lebih banyak daripada PMU pertama.
Efektifitas dari PMU 2 ini pun lebih dirasakan pada para penyelenggara gigs
dan sejak saat itu pun gigs-gigs serupa mulai bermunculan.57 Kebanyakan gigs-
gigs tersebut muncul dengan nama titel acara yang unik, seperti Independent,
Konflik, Spektakuler, Pakis Parah, Expose, MCHC (Malang City Hardcore),
The Sound of Fury, dan lain sebagainya.58 Hal ini lah yang kemudian menjadi
56 Artikel dalam blog pribadi milik Samack, “Sebuah Kisah Heroik dari ‘Bawah Tanah’ Kota
Malang”, Loc. Cit. 57 Adhib Mujaddid, 2019 (cetakan kedua), 20 Tahun No Man’s Land: Konsistensi di Skena
Skinhead dan Punk, Malang: Pelangi Sastra, hal. 27 58 Ibid.
73
tolak ukur penulis dalam menanggapi produktivitas dan perkembangan
progresif dari para pelaku yang terlibat dalam perkembangan musik
Underground secara umumnya dan musik Punk secara khususnya di Kota
Malang.
Dalam bidang fashion dan penampilan para Punk pada saat itu
(gelombang pertama) dapat dikatakan serba seadanya, mulai dari sepatu boot
PDL yang biasa digunakan militer dan didapatkan secara mudah di Pasar Besar
Malang, spike handmade yang dibuat sendiri dari besi, rantai dan gembok serta
kaos yang dicoret-coret. Namun, beberapa dari para Punk tersebut pun lebih
beruntung karena dapat membeli kaos impor bergambar band Punk favorit
mereka. Sementara itu, lem kayu menjadi hal wajib untuk dapat membentuk
rambut Mohawk yang sebelumnya telah diwarnai menggunakan cat semprot.
Para Punk tersebut membaur menjadi satu dan saling bertabrakan pada saat
sebuah band beraksi diatas panggung yang kemudian disebut pogo.59
Salah satu band yang lahir didalam gelombang pertama ini akan penulis
bahas lebih lanjut dalam pembahasan selanjutnya dan secara langsung akan
menjadi subjek penelitian dalam penelitian ini, yaitu band No Man’s Land.
Band No Man’s Land ini merupakan hasil produk dari proses globalisasi dan
akulturasi budaya yang terjadi pada era awal budaya musik Punk ini masuk ke
Kota Malang. Selain menjadi sebuah hasi lproduk dari globalisasi budaya
tersebut, band No Man’s Land menjadi salah satu pelaku yang aktif dalam
proses perkembangan globalisasi budaya musik Punk hingga saat ini.
59 Ibid., hal. 24
74
Perjalanan musik dari band No Man’s Land ini bahkan mencapai 24 tahun
hingga akhir perjalanan musiknya di tahun 2018. Hal ini lah yang kemudian
menjadi hal menarik bagi penulis untuk menjadikan band ini sebagai subjek
penelitian khususnya dalam penelitian ini.
II.3. Perkembangan Musik Punk di Kota Malang
Menginjak 2004 hingga 2007 perkembangan records label lokal mulai
menyurut, begitu pula gigs di Kota Malang ini. Hanya ada sedikit band yang
merilis karya melalui label rekaman lokal dan banyak yang memproduksi
maupun merilis album atau lagu mereka sendiri secara kolektif antar personel
band menggunakan alat-alat yang disewa atau milik pribadi.60 Perkembangan
musik di Kota Malang mengalami sedikit kemunduran dengan label-label
rekaman lokal yang mulai tidak aktif seperti di era sebelumnya. Selain itu, zine
yang diproduksi secara mandiri oleh para pelaku musik, seperti Mindblast oleh
Samack dan Escort sudah tidak aktif produksi sejak 1998. Hal ini secara
otomatis mempengaruhi pertunjukan musik/gigs lokal yang tidak se-masif
seperti era sebelumnya. Fenomena tersebut rupanya didorong oleh proses re-
generasi di dalam scene itu sendiri. Faktor seleksi alam mulai terjadi di tubuh
komunitas underground saat itu –baik secara personal maupun kelompok atau
band. Teori evolusi ‘survival of the fittest’ mulai menampakkan diri, dan
60 Artikel dalam blog milik Tarung Records selaku label rekaman lokal yang turut membantu dan
mendukung penciptaan karya para pelaku musik Punk di Kota Malang, “Industri Record Label
Kota Malang Awal dan Sekarang”, diakses dalam website
https://tarungrecords.wordpress.com/2016/10/07/industri-record-label-kota-malang-awal-dan-
sekarang/ pada 29 Januari 2019, 12.08 p.m.
75
pepatah ‘only the strong will survive’ menjadi ada benarnya dalam sebuah
proses pertumbuhan. Alasan lainnya adalah imbas dari perubahan global pasca
krisis ekonomi dan orde reformasi –dimana saat itu peran industri dan
tekhnologi makin mendominasi. Masyarakat menjadi lebih ekonomis dan
praktis dalam berpikir serta arus informasi dan trend makin deras yang tidak
dapat terbendung lagi. Kondisi itu memang berlangsung singkat dan
menjadi shock therapy sejenak.61 Dalam hal ini, masuknya internet pun
menjadi salah satu faktor yang mempengaruhi. Selain itu, penulis menilai
bahwa semakin banyaknya globalisasi budaya yang masuk pada saat itu
membuat mereka tidak konsisten terhadap pilihan yang lebih bervariasi dan
dapat menmpengaruhi kehidupan mereka sendiri kedepannya.
Di masa-masa awal yang berat itu, sejumlah band mencoba tetap
bertahan dalam ruang aktivitas yang makin sempit dan terbatas. Namun
sebagian telah memilih bubar, vacuum, atau membuat band baru dengan
konsep musik yang lebih aktual. Hanya konsistensi yang berhasil memaksa
mereka tetap eksis bergerak dan berkarya. Sejumlah band baru mulai muncul,
berkarya dan tampil di panggung lokal. Beberapa nama yang bisa dicatat antara
lain Begundal Lowokwaru, No Lips Child, Primitive Chimpanzee, Freshwater
Fish, Screaming Factor, Nugatoria dan masih banyak lagi. Selain itu, internet
pun menjadi peran penting dalam hal publikasi band melalui media sosial
seperti Friendster dan MySpace.62
61 Artikel dalam blog pribadi milik Samack, “Sebuah Kisah Heroik dari ‘Bawah Tanah’ Kota
Malang”, Loc. Cit. 62 Ibid.
76
Ketika itu fenomena distro (distribution outlet) juga mulai merambah
Kota Malang. Pada awalnya memang distro, shop dan clothing company itu
berasal dari ide dan gerakan para aktivis scene musik lokal. Generasi
pertama distro dan shop lokal yang muncul di Malang antara lain Smash, Plus-
Minus, Red Cross, Inspired, Nitro, dan Libertarian. Kemudian, makin
berkembang lebih banyak dan beragam seperti Magnetic, Rock Bandits,
Childplays, Realizm, Revolver 99, Anthem dan sebagainya.
Keberadaan distro memang cukup membantu perkembangan scene
underground, terutama dalam hal distribusi produk lokal seperti album
rekaman dan merchandise (barang dagangan berupa kaos, sweater, pin,
emblem, dan sebagainya). Distro-distro tersebut juga kerap mendukung
produksi gigs lokal, baik itu sebagai promotor maupun sponsor. Dalam
perkembangannya distro juga menjadi alternatif scene yang menarik dan
sering dijadikan tempat berkumpulnya komunitas underground.63 Selain itu,
keberadaan distro-distro ini pun menunjang distribusi karya dalam bentuk
rilisan fisik musik dari band-band underground tersebut yang berasal dari
dalam maupun luar Kota Malang sendiri.64
Selain kemunculan distro dan kemunculan band-band baru dengan sub-
genre Punk yang serupa pada awal kemunculannya, scene baru dengan latar
belakang hobi extreme sport seperti skateboard dan BMX pun turut serta
mewarnai perkembangan musik underground di Kota Malang secara
63 Ibid. 64 Artikel dalam blog milik Tarung Records, “Industri Record Label Kota Malang Awal dan
Sekarang”, Loc. Cit.
77
umumnya. Para pelaku extreme sport tersebut pun cenderung menyukai musik-
musik keras seperti Punk, Hardcore (HC), dan lain-lain. Mereka kerap ditemui
sedang berlatih di sejumlah spot seperti di jalan Panggung, Ijen, Balai Kota,
serta pelataran kampus-kampus yang ada di Malang.65
Awal 2008 menjadi titik balik perkembangan dari scene Malang,
terutama pada label rekaman yang seakan lenyap bahkan “mati suri”. Dengan
semangat D.I.Y., bermunculan label baru seperti Tarung Records, Pedasedap
Records, Anti Label Records dan beberapa label lainnya. Meski berkurangnya
animo penikmat rilisan fisik, tak mengurangi minat mereka untuk
mendokumentasikan sebuah karya untuk disebarluaskan. Melalui talent baru
yang ditemukan dari studio gigs yang diselenggarakan dan membantu mereka
mewujudkan untuk membuat sebuah rilisan fisik untuk band tersebut.66
Pada era ini, konsistensi dalam berkarya maupun lirik dan musik yang
dihasilkan mereka akan teruji dalam konteks yang lebih luas. Lirik-lirik yang
dibawakan juga tidak hanya ditujukan kepada elit politik maupun isu-isu sosial
dan politik secara global, namun hal personal dalam kehidupan yang dijalani
pun akan menjadi inspirasi tersendiri dalam menciptakan karyanya dan di sisi
lain dapat mendorong perkembangan musik Punk ini sendiri untuk lebih
menarik para penyukanya.67 Contoh lirik yang mengangkat hal personal, yaitu
lagu “True To Myself” milik band No Man’s Land dalam albumnya True To
65 Artikel dalam blog pribadi milik Samack, “Sebuah Kisah Heroik dari ‘Bawah Tanah’ Kota
Malang”, Loc. Cit. 66 Artikel dalam blog milik Tarung Records, “Industri Record Label Kota Malang Awal dan
Sekarang”, Loc. Cit. 67 Wawancara dengan narasumber, Samack, Loc. Cit.
78
Myself yang dirilis pada tanggal 22 Juli 2017. Lagu ini mengajak pendengar
untuk berperilaku sesuai dengan apa yang diyakini dan melakukan apa yang
dianggap benar. Tidak menjadi palsu atau berbohong karena jujur pada diri
sendiri itu butuh keberanian untuk mau introspeksi diri, tulus, berpikiran adil
dan terbuka.68
Selanjutnya, penulis akan memaparkan lebih lanjut mengenai
perjalanan musik yang dilalui oleh band No Man’s Land dimulai dari pengaruh
yang terjadi sebelum hingga sesudah terbentuknya band No Man’s Land
sebagai produk globalisasi budaya di Kota Malang.
II.4. Perjalanan Musik dari Band No Man’s Land
Sebelum band No Man’s Land ini terbentuk, para pelaku yang
terlibat didalamnya mengakui bahwa pengaruh besar yang terjadi yaitu pada
proses difusi globalisasi budaya (musik Punk) melalui industri budaya. Para
pelaku mulai terpapar globalisasi budaya yang dimaksud diatas melalui media
massa yang telah dapat diakses pada masa itu, yaitu televisi (MTv/Music
Television). Selain televisi, para pelaku mendapatkan beberapa referensi musik
seperti band Sex Pistols, Rancid, Green Day dan lain-lain melalui kaset tape
maupun CD yang sudah mulai tersebar pada masa itu. Pengaruh besar terjadi
pada persebaran zine sebagai media yang mengubah pandangan dan perilaku
68 Artikel dalam blog pribadi milik Samack, pengamat perkembangan musik di Kota Malang
sebagai salah satu narasumber dalam penelitian ini yang berjudul “Sebab, Jujur Itu Punk!”, diakses
dalam website https://sesikopipait.wordpress.com/2017/07/24/no-mans-land-resmi-melepas-
album-ketujuh/ pada tanggal 21 Januari 2019, 09.08 a.m.
79
dari pada para pelaku dalam kehidupan sosial masing-masing. Zine dengan
substansi pengetahuan yang belum pernah didengar dan dilihat sebelumnya ini
menarik pandangan mereka dalam menyikapi isu-isu sosial disekitarnya, baik
secara domestik maupun secara global. Pada umumnya, zine yang tersebar
dalam kelompok yang mengatasnamakan Punk di Kota Malang ini berisikan
mengenai ide-ide yang diusung oleh kelompok tersebut secara global dalam
memandang sistem pemerintahan serta elit-elit yang berkuasa sebagai pelaku
penindasan ataupun ketidakadilan yang terjadi terhadap masyarakat kelas
menengah ke bawah.69 Selain industri budaya yang telah disebutkan diatas
sebagai bagian dari budaya Barat (musik Punk) yang tersebar dalam generasi
muda di Kota Malang tak terkecuali oleh para pelaku yang terlibat dalam Band
No Man’s Land ini, faktor utama dari lahirnya subgenre baru dalam generasi
muda ini, yaitu eksistensi dari kelompok Underground yang telah lebih dulu
ada dalam masyarakat Kota Malang. Kelompok ini berhasil memberikan
pengaruh bahwa adanya subgenre musik yang dapat diadopsi sebagai bagian
dari kelompok musik Underground dengan substansi musik yang lebih cepat,
keras dan tegas dalam menyampaikan lirik-lirik yang berisikan kritik terhadap
penguasa dan sebuah sikap dalam menanggapi isu sosial yang terjadi disekitar
mereka baik secara domestik maupun secara global, yaitu musik Punk.70 Selain
itu, lifestyle serta pandangan dalam menjalani kehidupan mereka dibawah
kuasa sistem pemerintahan maupun sistem yang mengatur atas diri mereka
69 Prima Gumilang dan Oscar Ferry, “Laporan Mendalam Nasional: Punk Tak Pernah Mati”, Loc.
Cit. 70 Wawancara dengan narasumber, Samack, Loc. Cit.
80
dianggap tidak relevan dengan kebebasan yang diusung oleh para punk secara
global. Hal ini kemudian mendorong para pelaku untuk melalui proses kognitif
dengan tujuan mengembangkan diri mereka dengan pengetahuan yang mereka
dapat melalui zine maupun literatur lain yang dapat mendukung pandangan
mereka tersebut.71 Selain hal-hal yang telah disebutkan diatas, eksistensi dari
kelompok Punk yang telah ada di kawasan Pulau Jawa, seperti Jakarta dan
Bandung turut berpengaruh dalam proses difusi budaya seperti yang telah
dijelaskan diatas.
Melalui proses yang telah dijelaskan diatas Didit Samodra selaku
vokalis dan gitaris band No Man’s Land yang menginisiasi hal-hal tersebut dan
membentuk band No Man’s Land yang lahir pada tahun 1994 dan
menghasilkan karya pertamanya pada tahun 1995, yaitu album Separatist
Tendency yang diproduksi secara mandiri (D.I.Y.). Dalam perkembangannya,
band No Man’s Land bekerjasama dengan beberapa records label lokal dalam
menghasilkan karya-karya selanjutnya serta dengan beberapa records label
internasional karena ketertarikan pihak records label tersebut dengan karya-
karya yang dihasilkan oleh band No Man’s Land. Dalam perkembangannya,
band No Man’s Land ini pun lebih cenderung mengarah kepada salah satu dari
sekian banyak jenis musik punk ini, yaitu Oi! yang merupakan gabungan atau
percampuran dari Punk dan Skinhead, namun pada dasarnya masih dalam satu
akar yang sama, yaitu Punk itu sendiri.72 Selain itu, band No Man’s Land
71 Wawancara dengan narasumber, Didit Samodra (44 tahun) selaku pelaku musik Punk (vokalis
sekaligus gitaris dalam band No Man’s Land) di Kota Malang pada 15 Februari 2019. 72 Adhib Mujaddid, 2019 (cetakan kedua), Loc. Cit., hal. 1
81
sendiri memilih untuk menggunakan Bahasa Inggris dalam lirik-liriknya
karena No Man’s Land tidak ingin adanya keterbatasan bahasa dalam karya
mereka sendiri baik antar negara maupun golongan-golongan lainnya untuk
dapat dipahami secara universal oleh siapapun dan dimanapun.73
Sejak berdirinya band No Man’s Land pada tahun 1994, band ini sendiri
telah mengalami banyak pergantian personil hingga pada akhirnya
memutuskan untuk membubarkan No Man’s Land pada tahun 2018 lalu.74
Penulis melihat bahwa konsistensi bermusik dari Didit Samodra selaku vokalis
sekaligus gitaris dari No Man’s Land ini tidak perlu diragukan lagi, terlihat dari
karya yang telah dihasilkan dari 1994-2018. Berikut merupakan karya-karya
dari band No Man’s Land yang diinisiasi oleh Didit Samodra, antara lain:
No Man’s Land Discography 1994-201875:
1. Separatist Tendency (Demo Rehearsal) self released 1995.
2. Punks and Artschool Dropouts, KDHC 1996.
3. Punks Hey Punks, Phisik Scream Ent. (Malaysia) 1998.
4. Grow Away from The Society, Confuse Records 1999.
5. All Together Now, Raw Tape Records 1999.
6. Scattered Around and Buried, OiShop Records (Germany) & Fleisch
Produkt (Germany) 2012.
7. The Best of 1994-2012, Aggrobeat Records (Netherlands) 2012.
73 Ibid., hal. 15 74 Wawancara dengan narasumber, Didit Samodra, Loc. Cit. 75 Ibid.
82
8. Malang Skinhead, split EP 7”, Aggrobeat Records (Netherlands) & Poink
Records (Germany) 2014.
9. Split EP 7” with SWR (England), Aggrobeat Records (Netherlands), Rusty
Knife Records (France) & FFC Production (France) 2014.
10. No Way Back Home LP/CD, Aggrobeat Records (Netherlands) 2014.
11. Unarmed, Cassette, Aggrobeat Records (Netherlands) 2015.
12. The Way We Feel EP 7”, Aggrobeat Records (Netherlands) 2015.
13. Live and Loud CD, Aggrobeat Records (Netherlands), Rusty Knife Records
(France), MLG (Indonesia) 2016.
14. True to Myself CA/CD, Aggrobeat Records (Netherlands), Rusty Knife
Records (France), Has Been Mental (France) 2017.
15. Split with Contingent Anonyme EP 7”, Anggobeat Records (Netherlands),
Rusty Knife Records (France) 2017.
16. Single Collection CA, Self Released 2018.
17. Cover story CA, Self Released 2018.
18. Rare and Exotic CA, Exclusive only on Box Set, Self Released 2018.
19. History of No Man’s Land CA, Exclusive only on Box Set, Self Released
2018.
20. Oi! Against Racism EP 7”, Rusty Knife Records (France) 2019.
83
No Man’s Land Album Kompilasi76:
1. Riot Sounds – An International Punk and Hardcore Comp. Matula Records
(Germany) 2000.
2. Saudara Sebotol, tape compilation 2001.
3. Anti Disco League, CD compilation Temple Combe Records (USA) 2006.
4. Where The Wild Things Are Teil, Depraved & Devilish (Germany) 2000.
5. Skins and Punks, CD compilation MT2 (Mitra 2) Records.
6. Oi! Made in Indonesia, CD compilation Aggrobeat Records (Netherlands)
2013.
7. Fuck Your Movement, We’re Making Scene Vol. 1, Smash The Discos
(USA) 2014.
8. Skinhead Jamboree CD, Attitude Records (Indonesia) 2017.
9. Oi! Made Worldwide CA, Oi! The Nische (Germany) 2017.
10. Tribute to Wreched Ones LP 12”, Compilation Contra Records (Germany),
CCM (USA) 2018.
Adapun records label yang pernah bekerjasama dalam merilis karya-
karya No Man’s Land, yaitu77:
a. KDHC recs, Malang – Indonesia
b. MuzikBox, Malaysia
c. Confuse recs, Malang – Indonesia
76 Ibid. 77 Ibid.
84
d. Raw Tapes, Malang – Indonesia
e. MLG rec, Malang - Indonesia
f. Attitude recs, Jakarta - Indonesia
g. Matula recs, Germany
h. Temple Combe recs, USA
i. Depraved & Devilish, Germany
j. Oishop recs, Germany
k. Fleisch Produkt, Germany
l. Aggrobeat recs, Netherlands
m. Poink recs, Germany
n. Oi! The Nische recs, Germany
o. Contra Recs, Germany
p. Crowd Control Media recs, USA
q. Smash The Discos, USA
r. Rusty Knife recs. France
s. FFC Production, France
t. Has Been Mental, France
85
Gambar 2.5. Karya-karya rilisan fisik dari band No Man’s Land78
Adapun gambar diatas merupakan karya-karya rilisan fisik yang telah
dihasilkan oleh band No Man’s Land hingga akhir perjalanannya di tahun 2018.
No Man’s Land sendiri memutuskan untuk membubarkan diri dikarenakan
beberapa hal personal. Namun, menurut Didit pribadi, karya yang telah dihasilkan
pun sudah cukup memberikan semangat kepada generasi-generasi selanjutnya
untuk meneruskan perjuangannya dalam perkembangan musik Punk di Kota
Malang ini sendiri.79
Berikut merupakan pernyataan resmi dari Didit Samodra mengenai
keputusannya untuk membubarkan No Man’s Land dalam newsletter yang
78 Ibid. 79 Ibid.
86
diterbitkan oleh Aggrobeat Records yang telah bekerja sama cukup lama dengan
band No Man’s Land dalam produksi karya-karya dari No Man’s Land, yaitu:
“I have been in the band for 24 years. Now time has changed, I have too little
time for the band especially for live shows. We want to thanks all our friends
for supporting us and for the good times we had.”80
Gambar 2.6. No Man’s Land Timeline, perjalanan pergantian personil dalam band
No Man’s Land81
Dalam perjalanan panjang dari band No Man’s Land ini, Didit mengakui
bahwa perjalanan tersebut merupakan perjalanan yang penuh tantangan. Penulis
menilai konsistensi dalam berkarya yang ditunjukkan dalam timeline (Gambar
2.6.) diatas, yaitu Didit merupakan satu-satunya personil tetap dalam band tersebut
selaku pencipta karya-karya yang dihasilkan dari band No Man’s Land. Didit
80 Samack, “Tahun 2018, Akhir dari Perjalanan No Man’s Land?!”, GeMusik.com, artikel ini diakses
dalam http://news.gemusik.com/tahun-2018-akhir-dari-perjalanan-no-mans-land/ pada tanggal 15
Februari 2019, 09.11 p.m. 81 Wawancara dengan narasumber, Didit Samodra, Op. Cit.
87
mengakui pergantian personil yang cukup dinamis tersebut merupakan salah satu
tantangan yang dialaminya. Selain itu, eksistensi records label pada awal masa
Punk lahir ditengah generasi muda di Kota Malang pun menjadi kendala tersendiri
dalam menghasilkan karya pada saat itu, namun hal tersebut justru mendorong
kreativitas dan produktivitas dari band No Man’s Land dalam menciptakan karya.
Eksistensi No Man’s Land pada waktu yang tidak singkat secara langsung ini pun
turut merasakan mudahnya dari proses produksi dan distribusi karya pada generasi
setelahnya. Beliau menyatakan bahwa dari kemudahan pada era digital ini
seharusnya dapat menggugah semangat dari generasi-generasi selanjutnya yang
muncul untuk terus berkarya, namun pada kenyataannya justru sebaliknya, beliau
mengamati perkembangan musik Punk pada generasi setelahnya ini justru terbatas
pada semangat dan konsistensi berkaryanya.82
Pandangan model konstruktivis dalam pendekatan intermestik yang
penulis gunakan untuk menganalisa studi kasus dalam penelitian ini pun terlihat
pada individu yang telah disebutkan diatas, yaitu Didit Samodra selaku inisiator
dari berdirinya band No Man’s Land hingga akhir perjalanannya. Hal ini
menunjukkan proses kognitif dan perubahan perilaku yang secara eksplisit terjadi
pada Didit dalam membangun ideologi yang dipegang oleh band No Man’s Land
ini sendiri. Dimulai dari proses kognitif dari Didit dalam mengetahui nilai-nilai
yang relevan untuk diadopsi dan diimplementasikan dalam lingkungan masyarakat
82 Ibid.
88
mainstream di Kota Malang, serta nilai-nilai yang tidak sepatutnya untuk diterima
dengan mempertimbangkan unsur kebudayaan lokal.
Pada bab selanjutnya, penulis akan mengaitkan globalisasi budaya yang
terjadi seperti yang telah dijelaskan diatas kemudian melewati proses akulturasi
budaya dan pengaruhnya terhadap terbentuknya band No Man’s Land sebagai
hasil produk dari globalisasi budaya tersebut yang berada ditengah kebudayaan
Jawa serta pengaruh dari band No Man’s Land dalam perkembangan musik Punk
di Kota Malang ini sendiri. Kemunculan budaya baru diantara budaya Jawa ini
berpengaruh besar terhadap lingkungan di sekitarnya.