Upload
vanthien
View
253
Download
0
Embed Size (px)
Citation preview
55
BAB II
PROSES INFLEKSI VERBA BERPOLA FA‘ALA-YAF‘ULU
Pada bab ini akan dijelaskan tentang proses infleksi yang terjadi pada
verba berpola fa‘ala-yaf‘ulu serta modifikasi internal yang terjadi di dalamnya.
Dalam proses perubahan bentuk verba tersebut, terdapat modifikasi internal yang
berupa penggantian, pemindahan ataupun penghapusan huruf dan harakat serta
tadh‘i>f ‘peleburan satu huruf kepada huruf yang lain’. Modifikasi internal pada
verba berpola fa‘ala-yaf‘ulu dalam bahasa Arab lebih tercakup dalam pembahasan
i‘la>l dan idgha>m.
Data verba berpola fa‘ala-yaf‘ulu dalam penelitian ini diambil dari kamus
al-Munawwir Arab-Indonesia cetakan tahun 1997. Data yang akan dianalisis
berjumlah 8 verba. Data tersebut diambil berdasarkan jumlah terbanyak dari abjad
alif hingga ya>’ menurut jenis verba shachi>ch dan mu‘tal dan memiliki variasi
perubahan bentuk. Kemudian dari data verba yang paling banyak, diambil sampel
verba secara acak. Setelah itu semua data verba tersebut dilakukan proses tashri>f
lugha>wi> berdasarkan bentuknya yakni ma>dhi> ‘perfek’, mudha>ri’ ‘imperfek’, dan
amr ‘imperatif’.
A. Proses Perubahan Bentuk Pada Fi‘l Shachi>ch Sa>lim
Dari verba jenis shachi>ch sa>lim verba berpola fa‘ala-yaf‘ulu paling banyak
terdapat dalam abjad nu>n dengan jumlah 118 verba. Sebagai sampel jenis ini
yaitu verba نبث nabatsa ‘marah’ (MNWR/1997/Hal:1376). Adapun pada verba
jenis shachi>ch sa>lim ini tidak terdapat variasi perubahan bentuk.
56
Data 1 : نبث nabatsa ‘marah’ (MNWR/1997/Hal:1376 /Nomor: 2)
Pada verba shachi>ch sa>lim dari jenis fi‘l tsula>tsi> ‘triliteral’, semua bentuk
verbanya tidak akan mengalami perubahan bentuk (al-Ghula>yaini>, 2006: 168).
Seperti pada verba نبث nabatsa ini, ketika dilakukan tashri>f lugha>wi> pada
bentuk ma>dhi> ‘perfek’, mudha>ri’ ‘imperfek’ dan amr ‘imperatif’ tidak mengalami
proses perubahan bentuk. Karena semua bentuk verba tersebut tersusun dari
huruf-huruf shachi>ch. Verba yang tersusun atas huruf-huruf shachi>ch tanpa ada
huruf yang tadh‘i>f ‘dua huruf yang melebur jadi satu’, maka tidak akan
mengalami perubahan bentuk. Maksud dari tidak terjadi perubahan yakni tidak
mengalami perubahan bentuk ketika mengikuti standar wazn ‘polanya’ dalam
tashri>f, meskipun ketika disandarkan kepada ism dhami>r (tunggal, dual, plural)
(2006: 168). Hal ini dapat dilihat pada tabel proses tashri>f verba ma>dhi> ‘perfek’,
mudha>ri’ ‘imperfek’, dan amr ‘imperatif’ berikut :
Proses Tashri>f ‘Infleksi’ Verba Perfek Shachi>ch Sa>lim Pola Fa‘ala-Yaf‘ulu Verba Perfek P.1 Verba Perfek P.2 Verba Perfek P.3
ن بثت ن بث نا
ن بثت ن بثت ما
بثت م ن
ن بث ن بثا ن بث وا
ن بثت ن بثت مان ن بثت
ن بثت ن بثتا ن بثن
57
Proses Tashri>f ‘Infleksi’ Verba Imperfek Shachi>ch Sa>lim Pola Fa‘ala-Yaf‘ulu Verba Imperfek P.1 Verba Imperfek P.2 Verba Imperfek P.3
أن ب ث ث ن نب
ت نب ث ت نب ثان ت نب ث ون
ي نب ث ي نب ثان ي نب ث ون
ت نب ث ي ت نب ثان ت نب ثن
ت نب ث ت نب ثان ي نب ثن
Proses Tashri>f ‘Infleksi’ Verba Imperatif Shachi>ch Sa>lim Pola Fa‘ala-Yaf‘ulu
Verba Imperatif P.1 Verba Imperatif P.2 Verba Imperatif P.3
-
ا ن ب ث ا ن ب ثا ا ن ب ث وا
-
ا ن ب ث ي ا ن ب ثا ا ن ب ثن
B. Proses Perubahan Bentuk Pada Verba Shachi>ch Mahmu>z Fa>’
Verba berpola fa‘ala-yaf‘ulu dari jenis shachi>ch mahmu>z fa>’ paling
banyak terdapat dalam abjad hamzah dengan jumlah 25 verba. Sebagai sampel
58
verba yaitu kata أبر abara ‘memfitnah’ (MNWR/1997/Hal:2). Adapun pada
verba jenis shachi>ch mahmu>z fa>’ ini tidak terdapat variasi perubahan bentuk.
Data 2 : أبر abara ‘memfitnah’ (MNWR/1997/Hal: 2/Nomor: 2)
Pada verba shachi>ch mahmu>z fa>’ dari jenis fi‘l tsula>tsi> ‘triliteral’ bentuk
ma>dhi> ‘perfek’, semua bentuk verbanya tidak mengalami perubahan bentuk (al-
Ghula>yaini>, 2006: 168). Seperti pada verba أبر abara, ketika dilakukan tashri>f
lugha>wi> pada bentuk ma>dhi> ‘perfek’nya tidak terjadi proses perubahan bentuk.
Karena semua bentuk verba tersebut tersusun dari huruf-huruf shachi>ch. Verba
yang tersusun atas huruf-huruf shachi>ch tanpa ada huruf yang tadh‘i>f, maka tidak
akan mengalami perubahan bentuk. Maksud dari tidak terjadi perubahan yakni
tidak mengalami perubahan bentuk ketika mengikuti standar wazn ‘polanya’
dalam tashri>f meskipun ketika disandarkan kepada ism dhami>r (tunggal, dual,
plural) (2006: 168). Sebagaimana yang terjadi pada verba shachi>ch sa>lim. Hal itu
dapat dilihat pada tabel proses tashri>f verba ma>dhi> ‘perfek’ berikut :
Proses Tashri>f ‘Infleksi’ Verba Perfek Shachi>ch Mahmu>z Fa>’
Pola Fa‘ala-Yaf‘ulu Verba Perfek P.1 Verba Perfek P.2 Verba Perfek P.3
أب رت ب رناأ
أب رت ا أب رت أب رت
أب ر أب را أب ر وا
أب رتا أب رت أب رت نن
أب رت أب رتا أب رن
59
Verba dasar أبر abara ketika berbentuk mudha>ri’ ‘imperfek’ seperti يأبر ya’buru, sejatinya ketika mengikuti standar polanya dia juga tidak akan
mengalami proses perubahan bentuk dari pola dasarnya. Karena verba bentuk
mudha>ri’ ‘imperfek’ tersusun dari huruf-huruf shachi>ch dan tanpa ada huruf yang
tadh‘i>f. Akan tetapi pada verba bentuk ini hal tersebut tidak berlaku pada verba
yang mengikuti pola أف ع ل 'af‘ulu yang mengandung dhami>r ana>, seperti verba
a>buru. Hal itu dapat dilihat pada penjelasan dan tabel tashri>f verba imperfek' آبر
berikut ini :
’a>buru ‘p1.n.s sedang memfitnah' آبر (1)
a>buru merupakan verba mudha>ri’ ‘imperfek’ p1.n.s dari jenis fi‘l' آبر
shachi>ch mahmu>z fa>’. Verba آبر 'a>buru asalnya adalah رأأب 'a’buru mengikuti pola
ف ع ل أ 'af‘ulu.
Proses أأبر 'a’buru berubah bentuk menjadi آبر 'a>buru yaitu sebagai berikut:
Ketika terdapat dua hamzah yang berdampingan dalam satu kata dan kedua
hamzah tersebut dalam keadaan yang pertama berharakat fatchah dan yang kedua
sukun, maka sukun pada hamzah kedua diganti dengan huruf ma>d yang sesuai
dengan harakat hamzah pertama yaitu huruf alif, sehingga menjadi آبر 'a>buru.
Proses perubahan bentuk yang terjadi pada Verba آبر 'a>buru ini dinamakan i‘la>l
hamzah.
} آبر { }أ ا بر { }أ أ بر {
60
Proses Tashri>f ‘Infleksi’ Verba Imperfek Shachi>ch Mahmu>z Fa>’
Pola Fa‘ala-Yaf‘ulu
Verba Imperfek P.1 Verba Imperfek P.2 Verba Imperfek P.3
ر آب نأب ر
تأب ر تأب ران تأب ر ون
يأب ر يأب ران يأب ر ون
تأب ر ين تأب ران تأب رن
تأب ر تأب ران يأب رن
Adapun pada bentuk amr ‘imperatif’ dari verba jenis shachi>ch mahmu>z fa>’
ini semua verba mengalami proses perubahan bentuk, hal itu dapat dilihat pada
penjelasan dan tabel tashri>f verba imperatif berikut ini :
Proses Tashri>f ‘Infleksi’ Verba Imperatif Shachi>ch Mahmu>z Fa>’
Pola Fa‘ala-Yaf‘ulu
Verba Imperatif P.1 Verba Imperatif P.2 Verba Imperatif P.3
-
ب ر
ب را
ب ر وا-
ب ر ي
ب را
ب رن
61
’bur ‘fitnahlah p2.m.s بر (2)
bur merupakan verba amr ‘imperatif’ p2.m.s dari jenis fi‘l shachi>ch بر
mahmu>z fa>’. Verba amr بر bur, merupakan bentukan dari verba mudha>ri تأب ر ta’buru. Untuk menjadi bentuk amr, maka huruf mudha>ra‘ah yang ada di awal
kata dihapus kemudian ditambahkan hamzah washl yang berharakat dhammah,
sehingga menjadi ا أب ر 'u’buru. Kemudian karena verba ini termasuk verba
imperatif p2.m.s jenis mahmu>z fa>’, maka keadaan mabni sukun verba ini dengan
menjadikan sukun huruf terakhirnya, sehingga menjadi ا أب ر 'u’bur mengikuti pola
uf‘ul. Pada keadaan tersebut, menurut Ghula>yaini> (2006: 79) apabila' ا ف ع ل
terdapat dua hamzah yang berdampingan dalam satu kata dalam keadaan hamzah
yang pertama berharakat dhammah dan hamzah kedua sukun, maka hamzah
kedua diganti dengan huruf wau untuk menyesuaikan dengan harakat hamzah
pertama, sehingga menjadi ا وبر 'u>bur. Pada verba bentuk ا وبر 'u>bur, huruf wau dan
hamzah washl dihapus. Hal itu sesuai dengan teori Ghula>yaini> (2006: 80), apabila
kata tersebut merupakan bentuk amr ‘imperatif’ yang berasal dari jenis shachi>ch
mahmu>z fa>’, maka hamzah wajib dihapus. Adapun wau tersebut dihapus untuk
meringankan pengucapan, sehingga menjadi بر bur. Proses perubahan yang terjadi
pada verba amr بر bur ini dianamakan dengan i‘la>l hamzah.
} اأ ب ر } {اأ ب ر } {)ت( أ ب ر { } تأ بر {
}ب ر { } ب ر (ا )} {ب ر ا } {ب ر )و (ا } {ب ر و أ { }ا أ ب ر {
’bura> ‘memfitnahlah p2.n.d برا (3)
bura> merupakan verba amr ‘imperatif’ p2.n.d dari jenis fi‘l shachi>ch برا
mahmu>z fa>’. Verba amr برا bura>, merupakan bentukan dari verba imperfek تأب ران
62
ta’bura>ni. Untuk menjadi bentuk amr, maka huruf mudha>ra‘ah yang ada di awal
kata dihapus kemudian ditambahkan hamzah washl yang berharakat dhammah,
sehingga menjadi ا أب ران 'u’bura>ni. Kemudian karena verba ini termasuk verba
imperatif p2.n.d jenis mahmu>z fa>’, maka keadaan mabni sukun verba ini dengan
melesapkan atau menghapus huruf nu>n yang ada di akhir kata, sehingga menjadi
uf‘ula>. Pada keadaan tersebut, menurut' ا ف ع ال u’bura> mengikuti pola' ا أب را
Ghula>yaini> (2006: 79) apabila terdapat dua hamzah yang berdampingan dalam
satu kata dalam keadaan hamzah yang pertama berharakat dhammah dan hamzah
kedua sukun, maka hamzah kedua diganti dengan huruf wau untuk menyesuaikan
dengan harakat hamzah pertama, sehingga menjadi اوبرا 'u>bura>. Pada verba bentuk
u>bura>, huruf wau dan hamzah washl dihapus. Hal itu sesuai dengan teori' اوبرا
Ghula>yaini> (2006: 80), apabila kata tersebut merupakan bentuk amr ‘imperatif’
yang berasal dari jenis shachi>ch mahmu>z fa>’, maka hamzah wajib dihapus.
Adapun wau dihapus untuk meringankan pengucapan, sehingga menjadi برا bura>.
Proses perubahan yang terjadi pada verba amr برا bura> ini dianamakan dengan
i‘la>l hamzah.
} اأ ب را } { )ن(اأ برا } {)ت( أ بران { } تأ ب ران {
}برا{ } برا (ا )} {برا ا } {برا )و (ا } {برا و ا { }ا أ ب را{
’buru> ‘memfitnahlah p2.m.p بروا (4)
buru> merupakan verba amr ‘imperatif’ p2.m.p dari jenis fi‘l shachi>ch بروا
mahmu>z fa>’. Verba amr بروا buru> merupakan bentukan dari verba mudha>ri تأب ران ta’bura>ni. Untuk menjadi bentuk amr, maka huruf mudha>ra‘ah yang ada di awal
kata dihapus kemudian ditambahkan hamzah washl yang berharakat dhammah,
63
sehingga menjadi ا أب ران 'u’bura>ni. Kemudian karena verba ini termasuk verba
imperatif p2.m.p jenis mahmu>z fa>’, maka keadaan mabni sukunnya yaitu dengan
melesapkan atau menghapus huruf nu>n yang ada di akhir kata, sehingga menjadi
برواا أ 'u’buru> mengikuti pola واا ف ع ل 'uf‘ulu>. Pada keadaan tersebut, menurut
Ghula>yaini> (2006: 79) apabila terdapat dua hamzah yang berdampingan dalam
satu kata dalam keadaan hamzah yang pertama berharakat dhammah dan hamzah
kedua sukun, maka hamzah kedua diganti dengan huruf wau untuk menyesuaikan
dengan harakat hamzah pertama, sehingga menjadi واا وبر 'u>buru>. Pada verba
bentuk واا وبر 'u>buru>, huruf wau dan hamzah washl dihapus. Hal itu sesuai dengan
teori Ghula>yaini> (2006: 80), apabila kata tersebut merupakan bentuk amr
‘imperatif’ yang berasal dari jenis shachi>ch mahmu>z fa>’, maka hamzah wajib
dihapus. Adapun wau dihapus untuk meringankan pengucapan, sehingga menjadi
buru> ini بروا buru>. Proses perubahan yang terjadi pada verba amr بروا
dianamakan dengan i‘la>l hamzah.
)ن( } { اأ برو ن } {)ت( أ برو ن { } تأ برو ن { ا } { اأ برو } اأ برو
}بروا{ } بروا (ا )} {بروا ا } {وابر )و (ا } {بروا و ا { } ا أ بروا{
’buri> ‘fitnahlah p2.f.s بري (5)
buri> merupakan verba amr ‘imperatif’ p2.f.s dari jenis fi‘l shachi>ch بري
mahmu>z fa>’. Verba amr بري buri> merupakan bentukan dari verba mudha>ri تأب ر ين ta’buri>na. Untuk menjadi bentuk amr, maka huruf mudha>ra‘ah yang ada di awal
kata dihapus kemudian ditambahkan hamzah washl yang berharakat dhammah,
sehingga menjadi ا أب ر ين 'u’buri>na. Kemudian karena verba ini termasuk verba
imperatif p2.f.s dari jenis shachi>ch mahmu >z fa>’, maka keadaan mabni sukun
64
verba ini yaitu dnegan huruf nu>n dihapus atau dilesapkan, sehingga menjadi ا أب ر ي 'u’buri> yang mengikuti pola يا ف ع ل 'uf‘uli>. Pada keadaan tersebut, menurut
Ghula>yaini> (2006: 79) apabila terdapat dua hamzah yang berdampingan dalam
satu kata dalam keadaan hamzah yang pertama berharakat dhammah dan hamzah
kedua sukun, maka hamzah kedua diganti dengan huruf wau untuk menyesuaikan
dengan harakat hamzah pertama, sehingga menjadi ا وب ر ي 'u>buri>. Pada verba
bentuk ا وب ر ي 'u>buri>, huruf wau dan hamzah washl dihapus. Hal itu sesuai dengan
teori Ghula>yaini> (2006: 80), apabila kata tersebut merupakan bentuk amr
‘imperatif’ yang berasal dari jenis shachi>ch mahmu>z fa>’, maka hamzah wajib
dihapus. Adapun wau dihapus untuk meringankan pengucapan, sehingga menjadi
يبر buri>. Proses perubahan yang terjadi pada verba amr بري buri> ini dianamakan
dengan i‘la>l hamzah.
}أ بري ا } {أ بري )ن(ا } {أ بري ن ا } {)ت(أ بري ن { }تأ بري ن {
}بري{ } بري (ا )} {بري ا } {بري )و (ا } {بري و ا { }بري ا أ {
’burna ‘memfitnahlah p2.f.p برن (6)
burna merupakan verba amr ‘imperatif’ p2.f.p dari jenis fi‘l shachi>ch برن
mahmu>z fa>’. Verba amr برن burna merupakan bentukan dari verba mudha>ri’ تأب رن ta’burna. Untuk menjadi bentuk amr, maka huruf mudha>ra‘ah yang ada di awal
kata dihapus kemudian ditambahkan hamzah washl yang berharakat dhammah,
sehingga menjadi ا أب رن 'u’burna. Kemudian karena verba ini termasuk verba
imperatif p2.f.p dari jenis shachi>ch mahmu>z fa>’, maka keadaan mabni sukun
verba ini dengan huruf nu>n yang berada di akhir kata tidak dihapus atau
dilesapkan, sehingga menjadi ا أب رن 'u’burna yang mengikuti pola نا ف ع ل 'uf’ulna.
65
Pada keadaan tersebut, menurut Ghula>yaini> (2006: 79) apabila terdapat dua
hamzah yang berdampingan dalam satu kata dalam keadaan hamzah yang pertama
berharakat dhammah dan hamzah kedua sukun, maka hamzah kedua diganti
dengan huruf wau untuk menyesuaikan dengan harakat hamzah pertama, sehingga
menjadi ا وب رن 'u>burna. Pada verba bentuk ا وب رن 'u>burna, huruf wau dan hamzah
washl dihapus. Hal itu sesuai dengan teori Ghula>yaini> (2006: 80), apabila kata
tersebut merupakan bentuk amr ‘imperatif’ yang berasal dari jenis shachi>ch
mahmu>z fa>’, maka hamzah wajib dihapus. Adapun wau dihapus untuk
meringankan pengucapan, sehingga menjadi برن burna. Proses perubahan yang
terjadi pada verba amr برن burna ini dianamakan dengan i‘la>l hamzah.
} أ ب ر ن ا } {)ت(أ ب ر ن { }تأ ب ر ن {
}برن{ } برن (ا )} {برن ا } {برن )و (ا } {برن و ا { } أ ب رن ا {
C. Proses Perubahan Bentuk Pada Verba Shachic>h Mahmu>z ‘Ain
Dari jenis shachi>ch mahmu>z ‘ain verba berpola fa‘ala-yaf‘ulu hanya
terdapat dalam abjad ba>’ dengan jumlah 1 verba yakni verba بأق ba‘aqa
‘tertimpa bencana’ (MNWR/1997/Hal:54). Oleh sebab itu verba jenis ini tidak
terdapat variasi proses perubahan bentuk pada verba yang lain.
Data 3 : بأق ba‘aqa ‘tertimpa bencana’ (MNWR/1997/Hal: 54/Nomor: 1)
Pada verba shachi>ch mahmu>z ‘ain dari jenis fi‘l tsula>tsi> ‘triliteral’, semua
bentuk verbanya tidak akan mengalami perubahan bentuk (al-Ghula>yaini>, 2006:
168). Seperti pada verba بأق ba‘aqa ini, ketika dilakukan tashri>f lugha>wi> pada
bentuk ma>dhi> ‘perfek’, mudha>ri’ ‘imperfek’ dan amr ‘imperatif’ tidak mengalami
66
proses perubahan bentuk. Karena semua bentuk verba tersebut tersusun dari
huruf-huruf shachi>ch. Verba yang tersusun atas huruf-huruf shachi>ch tanpa ada
huruf yang tadh‘i>f ‘dua huruf yang melebur jadi satu’, maka tidak akan
mengalami perubahan bentuk. Maksud dari tidak terjadi perubahan yakni tidak
mengalami perubahan bentuk ketika mengikuti standar wazn ‘polanya’ dalam
tashri>f, meskipun ketika disandarkan kepada ism dhami>r (tunggal, dual, plural)
(2006: 168). Sebagaimana yang terjadi pada verba jenis shachi>ch mahmu>z ‘ain.
Berikut ini tabel proses tashri>f verba ma>dhi> ‘perfek’, mudha>ri’ ‘imperfek’ serta
amr ‘imperatif’ dari jenis ini :
Proses Tashri>f ‘Infleksi’ Verba Perfek Shachi>ch Mahmu>z ‘Ain
Pola Fa‘ala-Yaf‘ulu Verba Perfek P.1 Verba Perfek P.2 Verba Perfek P.3
بأقت نا بأق
بأقت بأق ت مام بأق
بأق بأقا بأق وا
بأقت بأق ت مان بأق ت
بأقت بأق تا بأقن
67
Proses Tashri>f ‘Infleksi’ Verba Imperfek Shachi>ch Mahmu>z ‘Ain
Pola Fa‘ala-Yaf‘ulu Verba imperfek P.1 Verba Imperfek P.2 Verba imperfek P.3
أب ؤ ق ن ب ؤ ق
ت ب ؤ ق ت ب ؤ قان ت ب ؤ ق ون
ي ب ؤ ق ي ب ؤ قان ي ب ؤ ق ون
ت ب ؤ ق ي ت ب ؤ قان ت ب ؤ قن
ت ب ؤ ق ت ب ؤ قان ي ب ؤ قن
Proses Tashri>f ‘Infleksi’ Verba Imperatif Shachi>ch Mahmu>z ‘Ain
Pola Fa‘ala-Yaf‘ulu
Verba Imperatif P. 1 Verba Imperatif P.2 Verba Imperatif P.3
-
ا بؤ ق ا ب ؤ قا ا ب ؤ ق وا
-
ا ب ؤ ق ي ا ب ؤ قا ا ب ؤ قن
D. Proses Perubahan Bentuk Pada Verba Shachic>h Mahmu>z La>m
Dari jenis shachi>ch mahmu>z la>m verba berpola fa‘ala-yaf‘ulu paling
banyak terdapat dalam abjad ra>’ dengan jumlah 2 verba. Sebagai contoh verba
68
jenis ini yaitu verba رثأ ratsa’a ‘mencampurkan’ (MNWR/1997/Hal: 472).
Adapun pada verba jenis shachi>ch mahmu>z la>m ini tidak terdapat variasi
perubahan bentuk pada verba yang lain.
Data 4 : رث أ ratsa’a ‘mencampurkan’ (MNWR/1997/Hal: 472/Nomor: 18)
Pada verba shachi>ch mahmu>z la>m dari jenis fi‘l tsula>tsi> ‘triliteral’, semua
bentuk verbanya tidak akan mengalami perubahan bentuk (al-Ghula>yaini>, 2006:
168). Seperti pada verba رثأ ratsa’a ini, ketika dilakukan tashri>f lugha>wi> pada
bentuk ma>dhi> ‘perfek’, mudha>ri’ ‘imperfek’ dan amr ‘imperatif’ tidak mengalami
proses perubahan bentuk. Karena semua bentuk verba tersebut tersusun dari
huruf-huruf shachi>ch. Verba yang tersusun atas huruf-huruf shachi>ch tanpa ada
huruf yang tadh‘i>f ‘dua huruf yang melebur jadi satu’, maka tidak akan
mengalami perubahan bentuk. Maksud dari tidak terjadi perubahan yakni tidak
mengalami perubahan bentuk ketika mengikuti standar wazn ‘polanya’ dalam
tashri>f, meskipun ketika disandarkan kepada ism dhami>r (tunggal, dual, plural)
(2006: 168). Sebagaimana hal tersebut terjadi pada verba jenis shachi>ch sa>lim dan
shachi>ch mahmu>z ‘ain. Berikut tabel proses tashri>f verba ma>dhi> ‘perfek’,
mudha>ri’ ‘imperfek’ serta amr ‘imperatif’ dari jenis ini :
Proses Tashri>f ‘Infleksi’ Verba Perfek Shachi>ch Mahmu>z La>m
Pola Fa‘ala-Yaf‘ulu
Verba Perfek P.1 Verba Perfek P.2 Verba perfek P.3
ت رثأ ناأ رث
ت رثأ تمارثأ تم رثأ
رثأ رثآ
ا رث ؤو
69
ت رثأ تمارثأ تن رثأ
ت رثأ تارثأ ن رثأ
Proses Tashri>f ‘Infleksi’ Verba Imperfek Shachi>ch Mahmu>z La>m
Pola Fa‘ala-Yaf‘ulu Verba Imperfek P.1 Verba Imperfek P.2 Verba Imperfek P.3
أر ث ؤ ن ر ث ؤ
ت ر ث ؤ ت ر ثآن ت ر ث ؤو ن
ي ر ث ؤ
ي ر ثآن
ي ر ث ؤو ن
ت ر ثئي ن ت ر ثآن ن ت ر ث ؤ
ت ر ث ؤ ت ر ثآن ي ر ث ؤ ن
Proses Tashri>f ‘Infleksi’ Verba Imperatif Shachi>ch Mahmu>z La>m
Pola Fa‘ala-Yaf‘ulu
Verba Imperatif P.1 Verba Imperatif P.2 Verba Imperatif P.3
-
ار ث ؤ ار ثآ
ار ث ؤو ا-
70
E. Proses Perubahan Bentuk Pada Verba Shachi>ch Mudha>‘af
Dari jenis shachi>ch mudha>‘af verba berpola fa‘ala-yaf‘ulu, paling banyak
terdapat dalam abjad ba>’ dengan jumlah 16 verba. Sebagai sampel yaitu verba
.batstsa ‘menyiarkan berita’ (MNWR/1997/Hal: 56) بث
Data 6 : بث batstsa ‘menyiarkan berita’ (MNWR/1997/Hal: 56/Nomor: 6)
Verba بث batstsa yang merupakan verba shachi>ch mudha>‘af ketika
disandarkan pada dhami>r persona singular, dual, dan pluralpada bentuk ma>dhi>
‘perfek’, dia akan mengalami proses perubahan bentuk. Verba tersebut mengalami
proses perubahan bentuk yaitu karena terdapat huruf yang tadh‘i>f pada verba
tersebut. Diantara bentuk verba ma>dhi> ‘perfek’ dari بث batstsa yang mengalami
proses perubahan bentuk yaitu verba yang mengikuti pola mengikuti pola فعل fa‘ala, ف عال fa‘ala>, ف عل وا fa‘alu>, ف علت fa‘alat, ف علتا fa‘alata>. Adapun verba yang
tidak mengalami proses perubahan yaitu yang mengikuti pola ف علن fa‘alna, ف علت fa‘alta, ف علت ما fa‘altuma>, ف علت م fa‘altum, ف علت fa‘alti, ن ف علت ,fa‘altunna ف علت fa‘altu dan ف علنا fa‘alna>, seperti pada verba berikut: ب ثثن batsatsna, ب ثثت batsatsta, ب ثثت ما batsatstuma>, ب ثثت م batsatstum, ب ثثت batsatsti, ن ,batsatstunna ب ثثت
batsatsna>. Pada verba jenis shachi>ch mudha>‘af bentuk ب ثث نا batsatstu dan ب ثثت
perfek tersebut, ketika bersambung dengan dhami>r rafa’ mutacharrikah bentuk
verba kembali ke bentuknya yang semula sesuai dengan pola yang diikuti.
ار ثئي ار ثآ ن ارث ؤ
71
Karena hal itu, keadaan verba tersebut menjadi tempat tidak bolehnya dilakukan
idgha>m. Sebagaimana teori Ghulayainai (2006: 69-70) salah satu tempat dilarang
untuk melakukan idgha>m yaitu ketika salah satu huruf yang sejenis itu bersukun
bukan dengan sukun asli dikarenakan bertemu dengan dhami>r rafa’
mutacharrikah sedangkan huruf yang pertama berharakat dengan harakat asli.
Sebagaimana yang dapat dilihat pada tabel tashri>f verba perfek berikut dan
berikuti ini penjelasan verba yang mengalami proses perubahan bentuk :
Proses Tashri>f ‘Infleksi’ Verba Perfek Shachi>ch Mudha>‘af Pola Fa‘ala-Yaf‘ulu Verba Perfek P.1 Verba Perfek P.2 Verba Perfek P.3
ب ثثت ب ثث نا
ب ثثت ت ماب ثث
ب ثثت م
بثن ب ثنا ب ث وا
ب ثثت ب ثثت مان ب ثثت
ب ثنت ب ثنتا ب ثثن
بثن (7) batstsa ‘p3.m.s telah menyiarkan berita’
batstsa merupakan verba ma>dhi> ‘perfek’ p3.m.s dari jenis fi‘l shachi>ch بث
mudha>‘af asalnya ب ثث batsatsa yang mengikuti pola فعل fa‘ala.
Proses perubahan bentuk ب ثث batsatsa menjadi بث batstsa yaitu karena
terdapat dua huruf tsa>’ yang sama-sama berharakat fatchah, saling berdampingan,
serta tidak ada pemisah antara keduanya seperti ب ثث batsatsa. Maka harakat huruf
tsa>’ yang pertama yakni yang menempati la>m fi‘l dihilangkan dengan
menjadikannya sukun, sehingga menjadi ث ب ث batstsa. Hal itu dilakukan sebagai
72
syarat menjadikannya idgha>m. Kemudian tsa>’ pertama yang bersukun
diidgha>mkan kepada tsa>’ kedua yang berharakat fatchah yaitu tsa>’ yang
menempati la>m fi‘l, sehingga menjadi بث batstsa. Proses perubahan yang terjadi
pada verba بث batstsa ini dinamakan dengan al-Idgha>m kabi>r yang hukumnya
wajib.
} ب ث } { ب ث ث } { ب ث ث {
’ ’batstsa> ‘p3.m.d telah menyiarkan berita بث ا (8)
batstsa> merupakan verba ma>dhi> ‘perfek’ p3.m.d dari jenis fi‘l shachi>ch ب ث ا
mudha>‘af asalnya ب ثثا batsatsa>> yang mengikuti pola ف عال fa‘ala>.
Proses perubahan bentuk ب ثثا batsatsa>> menjadi بث ا batstsa> yaitu karena
terdapat dua huruf tsa>’ yang sama-sama berharakat fatchah, saling berdampingan,
serta tidak ada pemisah antara keduanya seperti ب ثثا batsatsa>>,. Maka harakat huruf
tsa>’ yang pertama dihilangkan dengan menjadikannya sukun, sehingga menjadi
batstsa>>. Hal itu dilakukan sebagai syarat menjadikannya idgha>m. Kemudian ب ثثا
tsa>’ pertama diidgha>mkan kepada tsa>’ yang kedua, sehingga menjadi بث ا batstsa>.
Perubahan ini dinamakan dengan al-Idgha>m kabi>r yang hukumnya wajib.
} ب ث ا } { ب ث ثا } { ب ث ثا {
ب ث وا (9) batstsu> ‘p3.m.p telah menyiarkan berita’
batstsu> merupakan verba ma>dhi> ‘perfek’ p3.m.p dari jenis fi‘l shachi>ch ب ث وا
mudha>‘af asalnya اب ثث و batsatsu> yang mengikuti pola ف عل وا fa‘alu>.
Proses perubahan bentuk ب ثث وا batsatsu> menjadi ب ث وا batstsu> yaitu apabila
terdapat dua huruf tsa>’ yang saling berdampingan dan sama-sama berharakat
73
dalam keadaan tsa>’ yang pertama berharakat fatchah dan tsa>’ yang kedua
berharakat dhammah, seperti ب ثث وا batsatsu>. Maka harakat huruf tsa>’ yang
pertama dihilangkan dengan menjadikannya sukun sehingga menjadi ب ثث وا batstsu>. Hal itu dilakukan sebagai syarat menjadikannya idgha>m. Kemudian tsa>’
pertama diidgha>mkan kepada tsa>’ yang kedua sehingga menjadi ب ث وا batstsu>.
Proses perubahan ini dinamakan dengan al-Idgha>m kabi>r yang hukumnya wajib.
ا { ا } { ب ث ث و ا } { ب ث ث و } ب ث و
بثنت (10) batstsat ‘p3.f.s telah menyiarkan berita’ ’
batstsat merupakan verba ma>dhi> ‘perfek’ p3.f.s dari jenis fi‘l shachi>ch ب ثنت
mudha>‘af asalnya ب ثثت batsatsat yang mengikuti pola ف علت fa‘alat.
Proses perubahan ب ثثت batsatsat menjadi ب ثنت batstsat yaitu apabila
terdapat dua huruf tsa>’ yang sama-sama berharakat fatchah, yang saling
berdampingan serta tidak ada pemisah antara keduanya seperti ب ثثت batsatsat,
maka harakat huruf tsa>’ yang pertama dihilangkan dengan menjadikannya sukun
sehingga menjadi ب ثثت batstsat. Hal itu dilakukan sebagai syarat menjadikannya
idgha>m. Kemudian tsa>’ pertama diidgha>mkan kepada tsa>’ yang kedua sehingga
menjadi بثنت batstsat. Perubahan ini dinamakan dengan al-Idgha>m kabi>r yang
hukumnya wajib.
} ب ث ت } { ب ث ثت } { ثت ب ث {
ب ثنتا (11) batstsata> ‘p3.f.d telah menyiarkan berita’
batstsata> merupakan verba ma>dhi> ‘perfek’ p3.f.d dari jenis fi‘l shachi>ch ب ثنتا
mudha>‘af asalnya ب ثثتا batsatsata> yang mengikuti pola علتا ف fa‘alata>.
74
Proses perubahan ب ثثتا batsatsata> menjadi ب ثنتا batstsata>> yaitu apabila
terdapat dua huruf tsa>’ yang sama-sama berharakat fatchah, yang saling
berdampingan, serta tidak ada pemisah antara keduanya seperti ب ثثتا batsatsata>,
maka harakat huruf tsa>’ yang pertama dihilangkan dengan menjadikannya sukun
sehingga menjadi ب ثثتا batstsata>. Hal itu dilakukan sebagai syarat menjadikannya
idgha>m. Kemudian tsa>’ pertama diidgha>mkan kepada tsa>’ yang kedua sehingga
menjadi ب ثنتا batstsata>>. Proses perubahan ini dinamakan dengan al-Idgha>m kabi>r
yang hukumnya wajib.
} ب ث تا } { ب ث ث تا } { ب ث ث تا {
Verba بث batstsa yang merupakan verba shachi>ch mudha>‘af. Ketika
dilakukan tashri>f lugha>wi> pada bentuk mudha>ri’ ‘imperfek’nya, verba akan
mengalami proses perubahan bentuk. Verba tersebut mengalami perubahan
bentuk karena terdapat huruf yang tadh‘i>f pada huruf penyusunnya. Sebagaimana
hal tersebut dapat dilihat pada tabel proses tashri>f verba imperfek berikut ini serta
berikut penjelasan proses perubahan bentuk yang terjadi pada verba tersebut :
Proses Tashri>f ‘Infleksi’ Verba Imperfek Shachi>ch Mudha>‘af
Pola Fa‘ala-Yaf‘ulu Verba Imperfek P.1 Verba Imperfek P.2 Verba Imperfek P.3
أب ث ن ب ث
ت ب ث ت ب ثنان ت ب ث ون
ي ب ث ي ب ثنان ي ب ث ون
ت ب ث ت ب ث ي
75
ت ب ثنان ت بث ثن
ت ب ثنان ي بث ثن
ي ب ث (12) yabutstsu ‘p3.m.s sedang menyiarkan berita’
yabutstsu merupakan verba mudha>ri’ ‘imperfek’ p3.m.s dari jenis fi‘l ي ب ث
shachi>ch mudha>‘af asalnya ي بث ث yabtsutsu yang mengikuti pola ي فع ل yaf‘ulu.
Proses perubahan ي بث ث yabtsutsu menjadi ي ب ث yabutstsu yaitu apabila
terdapat dua huruf tsa>’ yang sejenis sama-sama berharakat, saling berdampingan
dan tidak ada pemisah antara keduanya seperti ي بث ث yabtsutsu, maka huruf tsa>’
yang pertama disukunkan dengan memindahkan sukun yang ada pada huruf
shachi>ch sebelumnya yakni huruf ba>’ kepada huruf tsa>’ pertama sehingga menjadi
yabutstsu. Kemudian huruf tsa>’ yang pertama dengan yang kedua ي ب ثث
diidgha>mkan sehingga menjadi ي ب ث yabutstsu. Perubahan yang terjadi pada ي ب ث yabutstsu ini dinamakan dengan al-Idgha>m kabi>r yang wajib.
} بث ي } { ي ب ث ث } { ي ب ث ث {
’yabutstsa>ni ‘p3.m.d sedang memotong ي ب ثنان (13)
yabutstsa>ni merupakan verba mudha>ri’ ‘imperfek’ p3.m.d dari jenis ي ب ثنان
fi‘l shachi>ch mudha>‘af asalnya ي بث ثان yabtsutsa>ni yang mengikuti pola ي فع الن yaf‘ula>ni.
Proses perubahan ي بث ثان yabtsutsa>ni menjadi ي ب ثنان yabutstsa>ni yaitu apabila
terdapat dua huruf tsa>’ yang sejenis sama-sama berharakat, saling berdampingan
dan tidak ada pemisah antara keduanya seperti ي بث ثان yabtsutsa>ni, maka huruf tsa>’
yang pertama disukunkan dengan memindahkan sukun yang ada pada huruf
76
sebelumnya yakni huruf ba>’ kepada huruf tsa>’ pertama sehingga menjadi ي ب ثثان yabutstsa>ni. Kemudian huruf tsa>’ yang pertama dengan tsa>’ yang kedua
diidgha>mkan sehingga menjadi ان ي ب ثن yabutstsa>ni. Perubahan ini dinamakan
dengan al-Idgha>m kabi>r yang wajib.
} ي بث ان } { ي ب ث ثان } { ي ب ث ثان {
ي ب ث ون (14) yabtsutsu>na ‘p3.m.p sedang memotong’
yabutstsu>na merupakan verba mudha>ri’ ‘imperfek’ p3.m.p dari jenis ي ب ث ون
fi‘l shachi>ch mudha>‘af asalnya ي بث ث ون yabtsutsu>na yang mengikuti pola ي فع ل ون yaf‘ulu>na.
Proses perubahan ي بث ث ون yabtsutsu>na menjadi ي ب ث ون yabutstsu>na yaitu
apabila terdapat huruf yang sejenis sama-sama berharakat, saling berdampingan
dan tidak ada pemisah antara keduanya, maka huruf tsa>’ yang pertama disukunkan
dengan memindahkan sukun yang ada pada huruf shachi>ch sebelumnya kepada
huruf tsa>’ pertama sehingga menjadi ي ب ثث ون yabutstsu>na. Kemudian huruf tsa>’
yang pertama dengan tsa>’ yang kedua diidgha>mkan sehingga menjadi ي ب ث ون yabutstsu>na. Perubahan ini dinamakan dengan al-Idgha>m kabi>r yang hukumnya
wajib.
ن { ن } { ي ب ث ث و ن } { ي ب ث ث و } ي بث و
ت ب ث (15) tabutstsu ‘p3.f.s sedang memotong’
tabutstsu merupakan verba mudha>ri’ ‘imperfek’ p3.f.s dari jenis fi‘l ت ب ث
shachi>ch mudha>‘af asalnya ت بث ث tabtsutsu yang mengikuti pola ت فع ل taf‘ulu.
77
Proses perubahan ت بث ث tabtsutsu menjadi ت ب ث tabutstsu yaitu apabila
terdapat huruf yang sejenis sama-sama berharakat, saling berdampingan dan tidak
ada pemisah antara keduanya, maka huruf tsa>’ yang pertama disukunkan dengan
memindahkan sukun yang ada pada huruf shachi>ch sebelumnya kepada huruf tsa>’
pertama sehingga menjadi ت ب ثث tabutstsu. Kemudian huruf tsa>’ yang pertama
dengan yang kedua diidgha>mkan sehingga menjadi ت ب ث tabutstsu. Perubahan ini
dinamakan dengan al-Idgha>m kabi>r yang hukumnya wajib.
} ت بث } { ت ب ث ث } { ت ب ث ث {
’tabutstsa>ni ‘p3.f.d sedang menyiarkan berita ت ب ثنان (16)
tabutstsa>ni merupakan verba mudha>ri’ ‘imperfek’ p3.f.d dari jenis fi‘l ت ب ثنان
shachi>ch mudha>‘af asalnya ت بث ثان tabtsutsa>ni yang mengikuti pola ت فع الن taf‘ula>ni.
Proses perubahan ت بث ثان tabtsutsa>ni menjadi ت ب ثنان tabutstsa>ni yaitu apabila
terdapat dua huruf tsa>’ yang sama-sama berharakat, saling berdampingan dan
tidak ada pemisah antara keduanya seperti ت بث ثان tabtsutsa>ni, maka huruf tsa>’
yang pertama disukunkan dengan memindahkan sukun yang ada pada huruf
shachi>ch sebelumnya yakni huruf ba>’ kepada huruf tsa>’ pertama sehingga menjadi
tabutstsa>ni. Kemudian huruf tsa>’ yang pertama dengan yang kedua ت ب ثثان
diidgha>mkan sehingga menjadi ت ب ثنان tabutstsa>ni. Perubahan ini dinamakan
dengan al-Idgha>m kabi>r yang hukumnya wajib.
} ت بث ان } { ت ب ث ثان } { ت ب ث ثان {
78
’tabutstsu ‘p2.m.s sedang memotong ت ب ث (17)
tabutstsu merupakan verba mudha>ri’ ‘imperfek’ p2.m.s dari jenis fi‘l ت ب ث
shachi>ch mudha>‘af asalnya ت بث ث tabtsutsu yang mengikuti pola ت فع ل taf‘ulu.
Proses perubahan ت بث ث tabtsutsu menjadi ت ب ث tabutstsu yaitu apabila
terdapat huruf yang sejenis sama-sama berharakat, saling berdampingan dan tidak
ada pemisah antara keduanya, maka huruf tsa>’ yang pertama disukunkan dengan
memindahkan sukun yang ada pada huruf shachi>ch sebelumnya kepada huruf tsa>’
pertama sehingga menjadi ت ب ثث tabutstsu. Kemudian huruf tsa>’ yang pertama
dengan yang kedua diidgha>mkan sehingga menjadi ت ب ث tabutstsu. Perubahan ini
dinamakan dengan al-Idgha>m kabi>r yang hukumnya wajib.
} ت بث } { ت ب ث ث } { ت ب ث ث {
’tabutstsa>ni ‘p2.n.d sedang menyiarkan berita ت ب ثنان (18)
tabutstsa>ni merupakan verba mudha>ri’ ‘imperfek’ p2.n.d dari jenis fi‘l ت ب ثنان
shachi>ch mudha>‘af asalnya ت بث ثان tabtsutsa>ni yang mengikuti pola ت فع الن taf‘ula>ni.
Proses perubahan ت بث ثان tabtsutsa>ni menjadi ت ب ثنان tabutstsa>ni yaitu apabila
terdapat dua huruf tsa>’ yang sama-sama berharakat, saling berdampingan dan
tidak ada pemisah antara keduanya seperti ت بث ثان tabtsutsa>ni, maka huruf tsa>’
yang pertama disukunkan dengan memindahkan sukun yang ada pada huruf
shachi>ch sebelumnya yakni huruf ba>’ kepada huruf tsa>’ pertama sehingga menjadi
tabutstsa>ni. Kemudian huruf tsa>’ yang pertama dengan yang kedua ت ب ثثان
79
diidgha>mkan sehingga menjadi ت ب ثنان tabutstsa>ni. Perubahan ini dinamakan
dengan al-Idgha>m kabi>r yang hukumnya wajib.
} ت بث ان } { ت ب ث ثان } { ت ب ث ثان {
’tabutstsu>na ‘p2.m.p sedang menyiarkan berita ت ب ث ون (19)
tabutstsu>na merupakan verba mudha>ri’ ‘imperfek’ p2.m.p dari jenis ت ب ث ون
fi‘l shachi>ch mudha>‘af asalnya ت بث ث ون tabtsutsu>na yang mengikuti pola ت فع ل ون taf‘ulu>na.
Proses perubahan ت بث ث ون tabtsutsu>na menjadi ت ب ث ون tabutstsu>na yaitu
apabila terdapat dua huruf tsa>’ yang sejenis sama-sama berharakat dan tidak ada
pemisah antara keduanya, maka huruf tsa>’ yang pertama disukunkan dengan
memindahkan sukun yang ada pada huruf shachi>ch sebelumnya yakni huruf ba>’
kepada huruf tsa>’ pertama sehingga menjadi ت ب ثث ون tabutstsu>na. Kemudian huruf
tsa>’ yang pertama dengan yang kedua diidgha>mkan sehingga menjadi ت ب ث ون tabutstsu>na. Perubahan ini dinamakan dengan al-Idgha>m kabi>r yang hukumnya
wajib.
ن { ن } { ت ب ث ث و ن } { ت ب ث ث و } ت بث و
’tabutstsi>na ‘p2.f.s sedang menyiarkan berita ت ب تث ي (20)
tabutstsi>na merupakan verba mudha>ri’ ‘imperfek’ p2.f.s dari jenis fi‘l ت ب ث ي
shachi>ch mudha>‘af asalnya ت بث ث ي tabtsutsi>na yang mengikuti pola ت فع ل ي taf‘uli>na.
Proses perubahan بث ث ي ت tabtsutsi>na menjadi ت ب ث ي tabutstsi>na yaitu apabila
terdapat dua huruf tsa>’ yang sejenis sama-sama berharakat, saling berdampingan
80
dan tidak ada pemisah antara keduanya seperti ت بث ث ي tabtsutsi>na, maka huruf tsa>’
yang pertama disukunkan dengan memindahkan sukun yang ada pada huruf
shachi>ch sebelumnya yakni huruf ba>’ kepada huruf tsa>’ pertama sehingga
menjadi ت ب ثث ي tabutstsi>na. Kemudian karena huruf tsa>’ yang pertama
diidgha>mkan kepada huruf tsa>’ yang kedua sehingga menjadi ت ب ث ي tabutstsi>na.
Perubahan ini dinamakan dengan al-Idgha>m kabi>r yang hukumnya wajib.
} ت ث ي ن } { ت ب ث ث ي ن } { ت ب ث ث ي ن {
’abutstsu ‘p1.n.s sedang menyiarkan berita' أب ث (21)
abutstsu merupakan verba mudha>ri’ ‘imperfek’ p1.n.s dari jenis fi‘l' أب ث
shachi>ch mudha>‘af asalnya أب ث ث 'abtsutsu yang mengikuti pola ف ع ل أ 'af‘ulu.
Proses perubahan أب ث ث 'abtsutsu menjadi أب ث 'abutstsu yaitu apabila
terdapat huruf tsa>’ yang sama-sama berharakat, saling berdampingan dan tidak
ada pemisah antara keduanya seperti أب ث ث 'abtsutsu, maka huruf tsa>’ yang
pertama disukunkan dengan memindahkan sukun yang ada pada huruf shachi>ch
sebelumnya yakni huruf ba>’ kepada huruf tsa>’ pertama sehingga menjadi أب ثث 'abutstsu. Kemudian huruf tsa>’ yang pertama dengan yang kedua diidgha>mkan
sehingga menjadi أب ث 'abutstsu. Perubahan ini dinamakan dengan al-Idgha>m
kabi>r yang hukumnya wajib.
} أبث } { أب ث ث } { أب ث ث {
’nabutstsu ‘p1.n.p sedang menyiarkan berita ن ب ث (22)
nabutstsu merupakan verba mudha>ri’ ‘imperfek’ p1.n.p dari jenis fi‘l ن ب ث
shachi>ch mudha>‘af asalnya ن بث ث nabtsutsu yang mengikuti pola ن فع ل naf‘ulu.
81
Proses perubahan ن بث ث nabtsutsu menjadi ن ب ث nabutstsu yaitu apabila
terdapat dua huruf tsa>’ yang sama-sama berharakat, saling berdampingan dan
tidak ada pemisah antara keduanya seperti ن بث ث nabtsutsu, maka huruf tsa>’ yang
pertama disukunkan dengan memindahkan sukun yang ada pada huruf shachi>ch
sebelumnya yakni huruf ba>’ kepada huruf tsa>’ pertama sehingga menjadi ن ب ثث nabtsutsu. Kemudian huruf tsa>’ yang pertama dengan yang kedua diidgha>mkan
sehingga menjadi ن ب ث nabutstsu. Perubahan ini dinamakan dengan al-Idgha>m
kabi>r yang wajib.
} ن بث } { ن ب ث ث } { ن ب ث ث {
Adapun verba بث batstsa ketika berbentuk mudha>ri’ ‘imperfek’ dan
mengikuti pola يفعلن yaf‘ulna dan تفعلن taf‘ulna dia tidak akan mengalami
proses perubahan bentuk. Karena pada verba tersebut ada salah satu tempat tidak
bolehnya melakukan idgha>m. Sebagaimana teori Ghulayainai (2006: 69-70) salah
satu tempat dilarang untuk melakukan idgha>m yaitu ketika salah satu huruf yang
sejenis itu bersukun bukan dengan sukun asli dikarenakan bertemu dengan
dhami>r rafa’ mutacharrikah sedangkan huruf yang pertama berharakat dengan
harakat asli. Seperti pada verba imperfek shachi>ch mudha‘af berikut: ي بث ثن yabtsutsna dan tabtsutsna dhami>r rafa’ mutacharrikah tersebut berupa nu>n ت بث ثن
niswah.
Verba بث batstsa ketika berbentuk amr ‘imperatif’ dan dilakukan tashri>f
lugha>wi> pada bentuk amr ‘imperatif’nya, semua verba mengalami perubahan
bentuk dari pola dasanya kecuali verba yang mengikuti pola ا ف ع لن 'uf‘ulna, yakni
ubtsutsna ‘rindukanlah p2.f.p’. Pada verba tersebut tidak terjadi perubahan' ا ب ث ثن
82
bentuk yaitu karena pada verba tersebut ada salah satu tempat tidak bolehnya
melakukan idgha>m. Sebagaimana teori Ghula>yainai> (2006: 69-70) salah satu
tempat dilarang untuk melakukan idgha>m yaitu ketika salah satu huruf yang
sejenis itu bersukun bukan dengan sukun asli dikarenakan bertemu dengan
dhami>r rafa’ mutacharrikah sedangkan huruf yang pertama berharakat dengan
harakat asli. Sebagaimana hal tersebut dapat dilihat pada tabel tashri>f verba
bentuk amr ‘imperatif’ berikut serta berikut penjelasan verba yang mengalami
perubahan bentuk :
Proses Tashri>f ‘Infleksi’ Verba Imperatif Shachi>ch Mudha>‘af
Pola Fa‘ala-Yaf‘ulu
Verba Imperatif P.1 Verba Imperatif P.2 Verba Imperatif P.3
-
ب ثن ب ثنا اب ث و
-
ب ثي ب ثنا
ا ب ث ثن
’butstsa ‘siarkanlah berita p2.m.s ب ثن (23)
butstsa merupakan verba amr ‘imperatif’ p1.n.p dari jenis fi‘l ب ثن
shachi>ch mudha>‘af. Verba amr ب ثن butstsa, merupakan bentukan dari
verbamudha>ri ت بث ث tabtsutsu. Untuk menjadi bentuk amr ب ثن butstsa, maka
huruf mudha>ra‘ah yang ada di awal kata pada verba ت بث ث tabtsutsu dihapus,
kemudian ditambahkan hamzah washl yang berharakat dhammah, sehingga
83
menjadi ا ب ث ث 'ubtsutsu. Karena verba ini termasuk verba verba amr ‘imperatif’
p1.n.p dari jenis shachi>ch mudha>‘af, maka keadaan mabni sukun verba ini yaitu
dengan fatchah karena lebih ringan, sehingga menjadi ا ب ث ث 'ubtsutsa. Kemudian
karena terdapat dua huruf tsa>’ yang sejenis berkumpul dalam satu kata dan sam-
sama berharakat, maka harakat dhammah pada huruf tsa>’ yang pertama dipindah
kepada huruf shachi>ch sebelumnya yakni huruf ba>’ hal ini dilakukan sebagai
syarat idgha>m sehingga menjadi ا ب ثث 'ubutstsa. Kemudian huruf tsa>’ yang
pertama diidgha>mkan pada tsa>’ yang kedua sehingga menjadi ا ب ثن 'ubutstsa. Pada
bentuk ا ب ثن 'ubutstsa hamzah washl dihapus karena huruf yang terletak setelah
hamzah wahsl berupa huruf yang berharakat, sehingga menjadi ب ثن butstsa.
Hamzah washl pada fi‘l amr hanya digunakan ketika huruf yang menempati
posisi fa>’ fi’l berupa huruf yang bersukun. Proses perubahan yang terjadi pada
verba ini dinamakan dengan al-Idgha>m kabi>r yang hukumnya diperbolehkan. Hal
itu sebagaimana teori al-Ghula>yaini> yaitu apabila fa>’ fi‘l suatu verba dibaca
dhammah, maka huruf yang diidgha>mkan boleh dibaca dengan dengan dhammah,
fatchah, ataupun kasrah. Adapun menurut pendapat yang kuat yakni
membacanya dengan fatchah atau dengan dhammah (2006:68).
} اب ثث { }اب ثث { } )ت(ب ثث { } ت ب ثث {
} بث { } بث (أ ) { } أبث { }أب ث ث { } أب ث ث {
ا (24) ’butstsa> ‘siarkanlah berita p2.n.d ب ثن
ا butstsa> merupakan verba amr ‘imperatif’ p1.n.p dari jenis fi‘l ب ثن
shachi>ch mudha>‘af. Verba amr ب ثنا butstsa>, merupakan bentukan dari verba
mudha>ri’ ت بث ثان tabtsutsa>ni. Untuk menjadi bentuk amr ب ثنا butstsa>, maka huruf
84
mudha>ra‘ah yang ada di awal kata pada verba ت بث ثان tabtsutsa>ni dihapus.
Kemudian ditambahkan hamzah washl yang berharakat dhammah, sehingga
menjadi ا ب ث ثان 'ubtsutsa>ni. Karena verba ini termasuk verba amr ‘imperatif’
p1.n.p dari jenis shachi>ch mudha>‘af, maka keadaan mabni sukun verba ini yaitu
dengan menghapus atau melesapkan huruf nu>n yang ada di akhir kata, sehingga
menjadi ا ب ث ثا 'ubtsutsa> yang mengikuti pola ا ف ع ال 'uf‘ula>. Kemudian karena
terdapat dua huruf tsa>’ yang sejenis berkumpul dalam satu kata dan yang pertama
berharakat sedang yang kedua bersukun atau mati, maka harakat huruf tsa>’ yang
pertama dipindah ke shachi>ch sebelumnya yakni huruf ba>’. Hal ini dilakukan
sebagai syarat idgha>m sehingga menjadi ا ب ثثا 'ubutstsa>. Kemudian huruf tsa>’
pertama diidgha>mkan pada tsa>’ yang kedua sehingga menjadi ا ب ثنا 'ubutstsa>. Pada
bentuk ا ب ثنا 'ubutstsa> hamzah washl dihapus karena huruf yang terletak setelah
hamzah wahsl berupa huruf yang berharakat, sehingga menjadi ب ثنا butstsa>.
Hamzah washl pada fi‘l amr hanya digunakan ketika huruf yang menempati
posisi fa>’ fi’l berupa huruf yang bersukun. Proses perubahan yang terjadi pada
verba ini dinamakan dengan al-Idgha>m kabi>r yang hukumnya diperbolehkan. Hal
itu sebagaimana teori al-Ghula>yaini> yaitu apabila fa>’ fi‘l suatu verba dibaca
dhammah, maka huruf yang diidgha>mkan boleh dibaca dengan dengan dhammah,
fatchah, ataupun kasrah. Adapun menurut pendapat yang kuat yakni
membacanya dengan fatchah atau dengan dhammah (2006:68).
ثثا { }(ن)اب ثثا { }اب ثثان { } ب ثثان(ت ) { } ت ب ثثان{ } اب
} ب ث ا } { ب ث ا )ا } { ( اب ث ا } {اب ث ثا } {اب ث ثا {
85
’butstsu> ‘siarkanlah berita p2.m.p ب ثوا (25)
butstsu> merupakan verba amr ‘imperatif’ p2.m.p dari jenis fi‘l shachi>ch ب ثوا
mudha>‘af. Verba amr ب ثوا butstsu> merupakan bentukan dari verba mudha>ri ت بث ث ون tabtsutsu>na. Untuk menjadi bentuk fi‘l amr ب ثوا butstsu>, maka huruf mudha>ra‘ah
yang ada di awal kata pada verba ت بث ث ون tabtsutsu>na dihapus. Kemudian
ditambahkan hamzah washl yang berharakat dhammah, sehingga menjadi ا ب ث ث ون 'ubtsutsu>na. Karena verba ini termasuk verba amr ‘imperatif’ p2.m.p dari jenis
shachi>ch mudha>‘af, maka keadaan mabni sukun verba ini yaitu dengan
menghapus huruf nu>n atau melesapkannya, sehingga menjadi ا ب ث ث وا 'ubtsutsu> yang
mengikuti pola ا ف ع ل وا 'uf‘ulu>. Kemudian karena pada verba bentuk ا ب ث ث وا 'ubtsutsu>
terdapat dua huruf tsa>’ yang berkumpul dalam satu kata, saling berdampingan
dalam keadaan huruf tsa>’ yang pertama berharakat sedang yang kedua bersukun
atau mati, maka harakat huruf tsa>’ yang pertama dipindah pada huruf shachi>ch
sebelumnya yakni huruf ba>’. Hal ini dilakukan sebagai syarat idgha>m sehingga
menjadi ا ب ثث وا 'ubutstsu>. Kemudian huruf tsa>’ yang pertama diidgha>mkan pada
tsa>’ yang kedua sehingga menjadi ا ب ثوا 'ubutstsu>. Pada bentuk ا ب ثوا 'ubutstsu>,
hamzah washl dihapus karena huruf yang terletak setelah hamzah wahsl berupa
huruf yang berharakat, sehingga menjadi ب ثوا butstsu>. Hamzah washl pada fi‘l
amr hanya digunakan ketika huruf yang menempati posisi fa>’ fi’l berupa huruf
yang bersukun. Proses perubahan yang terjadi pada verba ini dinamakan dengan
al-Idgha>m kabi>r yang hukumnya diperbolehkan. Hal itu sebagaimana teori al-
Ghula>yaini> yaitu apabila fa>’ fi‘l suatu verba dibaca dhammah, maka huruf yang
diidgha>mkan boleh dibaca dengan dengan dhammah, fatchah, ataupun kasrah.
86
Adapun menurut pendapat yang kuat yakni membacanya dengan fatchah atau
dengan dhammah (2006:68).
ا{ } (ن)اب ثث و { }اب ثث و ن { }ب ثث و ن{ }ب ثث و ن(ت ) { } ت ب ثث و ن { } اب ثث و
ا { ا } { اب ث ث و } ب ثوا } { ب ثوا) أ } { (اب ثوا } {اب ث ث و
’butstsi> ‘siarkanlah berita’ p2.f.s ب ثي (26)
butstsi> merupakan verba amr ‘imperatif’ p2.f.s dari jenis fi‘l shachi>ch ب ثي
mudha>‘af. Verba amr ب ثي butstsi>, merupakan bentukan dari verba mudha>ri’ ت بث ث ي tabtsutsi>na. Untuk menjadi bentuk amr ب ثي butstsi>, maka huruf mudha>ra‘ah yang
ada di awal kata pada verba ت بث ث ي tabtsutsi>na dihapus. Kemudian ditambahkan
hamzah washl yang berharakat dhammah, sehingga menjadi ا ب ث ث ي 'ubtsutsi>na.
Karena verba ini termasuk verba amr ‘imperatif’ p2.f.s dari jenis shachi>ch
mudha>‘af, maka keadaan mabni sukun verba ini yaitu dengan menghapus atau
melesapkan huruf nu>n yang ada di akhir kata, sehingga menjadi ا ب ث ث ي 'ubtsutsi>
yang mengikuti pola ا ف ع ل ي uf‘uli>. Kemudian karena terdapat dua huruf yang
sejenis berkumpul dalam satu kata dan yang pertama berharakat sedang yang
kedua bersukun atau mati, maka harakat huruf tsa>’ yang pertama dipindah pada
huruf sebelumnya yakni huruf ba>’. Hal ini dilakukan sebagai syarat idgha>m
sehingga menjadi ا ب ثث ي 'ubutstsi>. Kemudian huruf tsa>’ yang pertama diidgha>mkan
pada tsa>’ yang kedua sehingga menjadi ا ب ثي 'ubutstsi>. Pada bentuk ا ب ثي 'ubutstsi>
hamzah washl dihapus karena huruf yang terletak setelah hamzah wahsl berupa
huruf yang berharakat, sehingga menjadi ب ثي butstsi>. Hamzah washl pada fi‘l
amr hanya digunakan ketika huruf yang menempati posisi fa>’ fi’l berupa huruf
yang bersukun.Perubahan yang terjadi pada verba ini dinamakan dengan al-
87
Idgha>m kabi>r yang hukumnya diperbolehkan. Hal itu sebagaimana teori al-
Ghula>yaini> yaitu apabila fa>’ fi‘l suatu verba dibaca dhammah, maka huruf yang
diidgha>mkan boleh dibaca dengan dengan dhammah, fatchah, ataupun kasrah.
Adapun menurut pendapat yang kuat yakni membacanya dengan fatchah atau
dengan dhammah (2006:68).
} اب ثثي { } (ن)اب ثثي { }اب ثثي ن { }ب ثثي ن (ت ) { } ت ب ثثي ن {
} ب ثي } { ب ثي (ا ) } { اب ثي } { اب ث ث ي } { اب ث ث ي {
Adapun pada verba berpola fa‘ala-yaf‘ulu jenis shachi>ch mudha >‘af ini
terdapat variasi perubahan bentuk pada verba yang fa>’ fi‘lnya berupa huruf
hamzah. Variasi perubahan bentuk tersebut ketika verba berbentuk amr
‘imperatif’. Sebagai sampel verba yang berasal dari abjad alif yaitu verba أبن 'abba ‘rindu’ (MNWR/1997/Hal:1).
Data 6 : أب 'abba ‘rindu’ (MNWR/1997/Hal:1/Nomor: 1)
Proses perubahan bentuk pada verba dasar أبن 'abba ketika disandarkan
dhami>r persona singular, dual dan plural pada bentuk ma>dhi> ‘perfek’ dan
mudha>ri’ ‘imperfek’ sama dengan proses yang terjadi pada verba bentuk ma>dhi>
‘perfek’ dan mudha>ri’ ‘imperfek’ dari verba بث batstsa. Variasi proses
perubahan bentuk tersebut yaitu ketika verba berbentuk amr ‘imperatif’.
Sebagaimana yang dapat dilihat pada tabel proses tashri>f verba bentuk perfek,
imperfek dan imperitif dari verba أبن 'abba berikut ini :
88
Proses Tashri>f ‘Infleksi’ Verba Perfek Shachi>ch Mudha>‘af Pola Fa‘ala-Yaf‘ulu Verba Perfek P. Verba Perfek P.2 Verba Perfek P.3
أب بت نا أب ب
أب بت أب بت ما أب بت م
أبن أبنا أب وا
أب بت أب بت مان أب بت
أبنت أب نتا أب ب
Proses Tashri>f ‘Infleksi’ Verba Imperfek Shachi>ch Mudha>’af
Pola Fa‘ala-Yaf‘ulu Verba Imperfek P.1 Verba Imperfek P.2 Verba Imperfek P.3
أؤب ن ؤب
ت ؤب ت ؤب ان ن ت ؤب و
ي ؤب ي ؤب ان ن ي ؤب و
ت ؤب ي ن ت ؤب ان تأ ب ب ن
ت ؤب ت ؤب ان يأ ب ب ن
Adapun untuk verba bentuk amr ‘imperatif’ jenis ini, ketika telah dilakukan
tashri>f lugha>wi> pada bentuk amr ‘imperatif’nya, semua mengalami proses
perubahan bentuk. Hal tersebut terjadi karena pada verba-verba tersebut terdapat
89
dua huruf hamzah yang satu berharakat dan yang lainnya bersukun yang saling
berdampingan yang menyebabkan penggantian dari huruf shachi>ch menjadi huruf
‘illah wau. Sebagaimana hal itu dapat dilihat pada tabel proses tashri>f verba
imperatif berikut ini serta berikut penjelasan proses perubahan bentuk yang terjadi
pada verba tersebut :
Proses Tashri>f ‘Infleksi’ Verba Imperatif Shachi>ch Mudha>‘af
Pola Fa‘ala-Yaf‘ulu
Verba Imperatif P.1 Verba Imperatif P.2 Verba Imperatif P.3
-
ا وب ب ا وب با ا وب ب وا
-
ا وب ب ا وب با ا وب ب
’u‘bb ‘rindukanlah p2.m.s' ا وب ب (27)
u>bub merupakan verba amr ‘imperatif’ p2.m.s dari jenis fi‘l shachi>ch' ا وب ب
mudha>‘af. Verba amr ا وب ب 'u>bub, merupakan bentukan dari verba mudha>ri تأب ب ta‘bubu. Untuk menjadi bentuk amr ا وب ب 'u>bub, maka huruf mudha>ra‘ah yang
ada di awal kata dihapus kemudian ditambahkan hamzah washl yang berharakat
dhammah, sehingga menjadi ا ؤب ب 'u’bubu. Karena verba ini termasuk verba amr
‘imperatif’ p2.m.s dari jenis shachi>ch mudha>‘af’, maka keadaan mabni sukun
verba ini yaitu dengan menjadikan sukun huruf terakhirnya, sehingga menjadi
uf‘ul. Kemudian karena pada verba bentuk' ا ف ع ل u‘bub yang mengikuti pola' ا ؤب ب
90
u‘bub terdapat dua hamzah berdampingan dalam satu kata dalam keadaan' ا ؤب ب
hamzah yang pertama berharakat dhammah dan yang kedua sukun, maka sukun
pada hamzah kedua diganti dengan huruf wau untuk menyesuaikan dengan harakat
hamzah pertama, sehingga menjadi ا وب ب 'u>bub. Pada verba ا وب ب 'u>bub ini hamzah
washl tidak dibuang karena huruf yang beraada setelah hamzah washl dalam
keadaan sukun sehingga hamzah washl tidak dihapus agar verba tersebut tidak
dimulai dengan huruf yang bersukun. Proses perubahan yang terjadi pada verba
.u>bub ini dinamakan dengan i‘la>l hamzah' ا وب ب
بب { } تأ بب { } او بب { } اؤ بب } {اؤ بب } {)ت( ؤ
’u>buba> ‘rindukanlah p2.n.d' ا وب با (28)
u>buba> merupakan verba amr ‘imperatif’ p2.n.d dari jenis fi‘l shachi>ch' ا وب با
mudha>‘af. Verba amr ا وب با 'u>buba>, merupakan bentukan dari verba mudha>ri’
u>buba>, maka huruf mudha>ra‘ah' ا وب با ta‘buba>ni. Untuk menjadi bentuk amr تأب بان
yang ada di awal kata dihapus kemudian ditambahkan hamzah washl yang
berharakat dhammah, sehingga menjadi ا ؤب بان 'u’buba>ni. Karena verba ini
termasuk verba amr ‘imperatif’ p2.n.d dari jenis shachi>ch mudha>‘af, maka maka
keadaan mabni sukun verba ini yaitu dengan menghapus atau melesapkan huruf
nu>n yang ada di akhir kata, sehingga menjadi ا ؤب با 'u’buba> yang mengikuti pola
u’buba> terdapat dua' ا ؤب با uf‘ula>. Kemudian karena pada verba bentuk' ا ف ع ال
hamzah yang berdampingan dalam satu kata dalam keadaan hamzah yang pertama
berharakat dhammah dan hamzah kedua sukun, maka hamzah kedua diganti
dengan huruf ma>d wau untuk menyesuaikan dengan harakat hamzah pertama
dengan harakat dhammah pada hamzah pertama, sehingga menjadi ا وب با 'u>buba>.
91
Pada verba ا وب با 'u>buba> ini hamzah washl tidak dibuang karena huruf yang beraada
setelah hamzah washl dalam keadaan sukun sehingga hamzah washl tidak dihapus
agar verba tersebut tidak dimulai dengan huruf yang bersukun. Proses perubahan
yang terjadi pada verba ا وب با 'u>buba> ini dinamakan dengan i‘la>l hamzah.
ب بان { } أ ب بان (ت ) { } تأ ب بان { ب با){ } }اؤ ب با{ }(ناؤ ب با{ } اؤ } او
’u>bubu> ‘rindukanlah p2.m.p' ا وب ب وا (29)
ب واا وب 'u>bubu> merupakan verba amr ‘imperatif’ p2.m.p dari jenis fi‘l
shachi>ch mudha>‘af. Verba amr ا وب ب وا 'u>bubu> merupakan bentukan dari verba
mudha>ri تأب ب ون ta’bubu>na. Untuk menjadi bentuk fi‘l amr ا وب ب وا 'u>bubu>, maka
huruf mudha >ra‘ah yang ada di awal kata dihapus kemudian ditambahkan hamzah
washl yang berharakat dhammah, sehingga menjadi ا ؤب ب ون 'u’bubu>na. Karena
verba ini termasuk verba amr ‘imperatif’ p2.n.d dari jenis shachi>ch mudha>‘af,
maka maka keadaan mabni sukun verba ini yaitu dengan menghapus atau
melesapkan huruf nu>n yang ada di akhir kata, sehingga menjadi ا ؤب ب وا 'u’bubu>
yang mengikuti pola ا ف ع ل وا 'uf‘ulu>. Kemudian karena pada verba bentuk ا ؤب ب وا 'u>’bubu> terdapat dua hamzah yang berdampingan dalam satu kata dalam keadaan
hamzah yang pertama berharakat dhammah dan hamzah kedua sukun, maka
hamzah kedua diganti dengan huruf wau untuk menyesuaikan dengan harakat
hamzah pertama, sehingga menjadi ا وب ب وا 'u>bubu>. Pada verba ا وب ب وا 'u>bubu> ini
hamzah washl tidak dibuang karena huruf yang beraada setelah hamzah washl
dalam keadaan sukun sehingga hamzah washl tidak dihapus agar verba tersebut
tidak dimulai dengan huruf yang bersukun. Proses perubahan yang terjadi pada
verba ا وب ب وا 'u>bubu> ini dinamakan dengan i‘la>l hamzah.
92
ن { ن (ت ){ } تأ ب ب و ن { }أ ب ب و ب ب و ){ } }اؤ ب ب و ا{ }(ناؤ ب ب و ا { }اؤ ب ب و }او
(30) ’u>bubi> ‘rindukanlah p2.f.s' ا وب ب
u>bubi> merupakan verba amr ‘imperatif’ p2.f.s dari jenis fi‘l shachi>ch' ا وب ب
mudha>‘af. Verba amr ’u>bubi>, merupakan bentukan dari verba mudha>ri' ا وب ب
ta’bubi>na. Untuk menjadi bentuk amr تأب ب ي u>bubi>, maka huruf mudha>ra‘ah' ا وب ب
yang ada di awal kata dihapus, kemudian ditambahkan hamzah washl yang
berharakat, sehingga menjadi ا ؤب ب ي 'u’bubi>na. Karena verba ini termasuk verba
amr ‘imperatif’ p2.f.s dari jenis shachi>ch mudha>‘af, maka maka keadaan mabni
sukun verba ini yaitu dengan menghapus atau melesapkannya huruf nu>n yang ada
di akhir kata, sehingga menjadi .<uf‘uli' ا ف ع ل ي u’bubi> yang mengikuti pola' ا ؤب ب
Kemudian karena pada verba bentuk u’bubi> terdapat dua hamzah yang' ا ؤب ب
berdampingan dalam satu kata dalam keadaan hamzah yang pertama berharakat
dhammah dan hamzah kedua sukun, maka hamzah kedua diganti dengan huruf
wau untuk menyesuaikan dengan harakat hamzah pertama, sehingga menjadi ا وب ب 'u>bubi>. Pada verba u>bubi> ini hamzah washl tidak dibuang karena huruf yang' ا وب ب
beraada setelah hamzah washl dalam keadaan sukun sehingga hamzah washl tidak
dihapus agar verba tersebut tidak dimulai dengan huruf yang bersukun. Proses
perubahan yang terjadi pada verba u>bubi> ini dinamakan dengan i‘la>l' ا وب ب
hamzah.
ببي ن { }(أ ببي ن ت ){ }تأ ببي ن { ){ } }اؤ ببي ببي { }(ناؤ ببي { } اؤ }او
’u>bubna ‘rindukanlah p2.f.p' ا وب ب (31)
u>bubna merupakan verba amr ‘imperatif’ p2.f.p dari jenis fi‘l' ا وب ب
shachi>ch mudha>‘af. Verba amr ا وب ب 'u>bubna merupakan bentukan dari verba
93
mudha>ri تأب ب ta’bubna. Untuk menjadi bentuk fi‘l amr ا وب ب 'u>bubna, maka huruf
mudha>ra‘ah yang ada di awal kata dihapus, kemudian ditambahkan hamzah washl
yang berharakat dhammah, sehingga menjadi ا ؤب ب 'u>’bubna. Karena verba ini
termasuk verba amr ‘imperatif’ p2.f.p dari jenis shachi>ch mudha>‘af, maka maka
keadaan mabni sukun verba ini yaitu dengan tanpa menghapus atau melesapkan
huruf nu>n yang ada di akhir kata, sehingga menjadi ا ؤب ب 'u>’bubna yang mengikuti
pola ن ا ف ع ل 'uf‘ulna. Kemudian karena pada verba bentuk ا ؤب ب 'u>’bubna terdapat
dua hamzah yang berdampingan dalam satu kata dalam keadaan hamzah yang
pertama berharakat dhammah dan hamzah kedua sukun, maka hamzah kedua
diganti dengan huruf wau untuk menyesuaikan dengan harakat hamzah pertama,
sehingga menjadi ا وب ب 'u>bubna. Pada verba ا وب ب 'u>bubna ini hamzah washl tidak
dihapus karena huruf yang beraada setelah hamzah washl dalam keadaan sukun
sehingga hamzah washl tidak dihapus agar verba tersebut tidak dimulai dengan
huruf yang bersukun. Proses perubahan yang terjadi pada verba ا وب ب 'u>bubna ini
dinamakan dengan i‘la>l hamzah
ب ب ن { } ( أ ب ب ن ت ){ }تأ ب ب ن { ب ب ن { } } اؤ } او
F. Proses Perubahan Bentuk Pada Verba Mu‘tal Ajwa>f Wa>wi
Dari jenis mu‘tal ajwa>f wa>wi verba berpola fa‘ala-yaf‘ulu paling banyak
terdapat dalam abjad ba>’ dengan jumlah 20 verba. Sebagai sampel yaitu verba باء ba>‘a ‘kembali’ (MNWR/1997/Hal: 116).
94
Data 7 : باء ba>’a ‘kembali’ (MNWR/1997/Hal: 116/Nomor: 73)
Verba باء ba>‘a yang merupakan verba mu‘tal ajwa>f wa>wi ketika
berbentuk ma>dhi> ‘perfek’ dan disandarkan pada dhami>r persona singular, dual
dan plural dia akan mengalami proses perubahan bentuk. Verba tersebut
mengalami proses perubahan bentuk yaitu karena terdapat huruf ‘illah pada salah
satu huruf yang menyusunnya. Pada verba باء ba>‘a ini semua bentuk ma>dhi>
‘perfek’ mengalami proses perubahan bentuk. Seperti pada tabel tashri>f verba
perfek berikut :
Proses Tashri>f ‘Infleksi’ Verba Perfek Mu’tal Ajwa>f Wa>wi Pola Fa‘ala-Yaf‘ulu Verba Perfek P.1 Verba Perfek P.2 Verba Perfek P.3
ب ئ ت نا ب ئ
ب ئ ت ب ئ تما ب ئ تم
باء باآ
باؤو ا ب ئ ت ب ئ تما ب ئ تن
بائت بائ تا ب ئ ن
’ba>’a ‘p3.m.s telah kembali باء (32)
ba>’a merupakan verba ma>dhi> ‘perfek’ p3.m.s dari jenis fi‘l mu‘tal ajwa>f باء
wa>wi asalnya adalah ب وء bawa’a yang mengikuti pola ف عل fa‘ala.
Proses ب وء bawa’a menjadi باء ba>’a yaitu apabila huruf ‘illah wau
berharakat dengan harakat asli (fatchah) dan huruf shachi>ch sebelumnya
berharakat fatchah juga, seperti ب وء bawa’a, maka huruf wau diganti dengan alif,
95
sehingga menjadi باء ba>’a. Perubahan ini dinamakan dengan al-I‘la>l bil-Qalbi
dengan mengganti wau menjadi alif.
{ باء } { ب وء }
’ba>’a> ‘p3.m.d telah kembali باآ (33)
ba>’a> merupakan verba ma>dhi> ‘perfek’ p3.m.d dari jenis fi‘l mu‘tal ajwa>f باآ
wa>wi asalnya adalah ب وآ bawa’a> yang mengikuti pola ف عال fa‘ala>.
Proses آب و bawa’a> menjadi باآ ba>’a> yaitu apabila huruf ‘illah wau berharakat
dengan harakat asli (fatchah) dan huruf sebelumnya berharakat fatchah juga,
seperti ب وآ bawa’a>, maka huruf wau diganti dengan alif, sehingga menjadi باآ ba>’a>.
Perubahan ini dinamakan dengan al-I‘la>l bil-Qalbi dengan mengganti wau
menjadi alif.
{ ب اآ } { ب وآ }
’ba>’u> ‘p3.m.p telah kembali بائ وا (34)
ba>’u> merupakan verba ma>dhi> ‘perfek’ p3.m.p dari jenis fi‘l mu‘tal بائ وا
ajwa>f wa>wi asalnya adalah واب وئ bawa’u> yang mengikuti pola ف عل وا fa‘alu>.
Proses ب وئ وا bawa’u> menjadi بائ وا ba>’u> yaitu apabila huruf ‘illah wau
berharakat dengan harakat asli yakni fatchah dan huruf sebelumnya berharakat
fatchah seperti ب وئ وا bawa’u>, maka huruf wau diganti dengan alif, sehingga
menjadi بائ وا ba>’u>. Perubahan ini dinamakan dengan al-I‘la>l bil-Qalbi dengan
mengganti wau menjadi alif.
ا } ا } { ب وئ و { ب ائ و
96
’ba>’at ‘p3.f.s telah kembali ت بائ (35)
ت بائ ba>’at merupakan verba ma>dhi> ‘perfek’ p3.f.s dari jenis fi‘l mu’tal
ajwa>f wa>wi asalnya adalah .fa‘alat ف علت bawa’at mengikuti pola ت ب وئ
Proses ت ب وئ bawa’at menjadi ba>’at yaitu apabila huruf ‘illah wau ت بائ
berharakat dengan harakat asli fatchah dan huruf shachi>ch sebelumnya berharakat
fatchah seperti ت ب وئ bawa’at, maka huruf wau diganti dengan alif, sehingga
menjadi ت بائ ba>’at. Perubahan ini dinamakan dengan al-I‘la>l bil-Qalbi dengan
mengganti wau menjadi alif.
ا } ت بائ } { ب وئ و }
بائ تا (36) ba>’ata> ‘p3.f.d telah kembali’
ba>’ata> merupakan verba ma>dhi> ‘perfek’ p3.f.d dari jenis fi‘l mu‘tal بائ تا
ajwa>f wa>wi asalnya adalah ب وئ تا bawa’ata> mengikuti pola ف علتا fa‘alata>.
Proses ب وئ تا bawa’ata> menjadi بائ تا ba>’ata> yaitu apabila huruf ‘illah wau
berharakat dengan huruf asli dan huruf sebelumnya fatchah seperti ب وئ تا bawa’ata>,
maka huruf wau diganti dengan alif, sehingga menjadi بائ تا ba>’ata>. Perubahan ini
dinamakan dengan al-I‘la>l bil-Qalbi dengan mengganti wau menjadi alif.
{ ب ائ تا } { ب وئ تا }
ب ئن (37) bu’na ‘p3.f.p telah kembali’
bu’na merupakan verba ma>dhi> ‘perfek’ p3.f.p dari jenis fi‘l mu‘tal ajwa>f ب ئن
wa>wi asalnya adalah ب وئن bawabna mengikuti pola ف علن fa‘alna.
Proses ب وئن bawa’na menjadi ب ئن bu’na yaitu apabila huruf ‘illah wau
berharakat fatchah dan huruf sebelumnya fatchah seperti ب وئن bawa’na, maka
97
huruf wau diganti dengan alif, sehingga menjadi بائن ba>’na. Kemudian alif pada
ba>’na dihapus karena terdapat dua huruf sukun yang berdampingan sehingga بائن
menjadi ب ئن ba’na, setelah itu huruf ba>’ didhammahkan untuk menunjukkan
bahwa ada huruf ‘illah wau yang dihapus sehingga menjadi ب ئن bu’na. Perubahan
ini dinamakan dengan al-I’la >l bil-Qalbi dengan mengganti wau menjadi alif dan
i‘la >l bil-chadzf.
} ب ئ ن { } ب ئ ن { }ئ ن (ا) ب { } بائ ن { } ب وئ ن {
’bu’ta ‘p2.m.s telah kembali ب ئت (38)
bu’ta merupakan verba ma>dhi> ‘perfek’ p2.m.s dari jenis fi‘l mu‘tal ب ئت
ajwa>f wa>wi asalnya adalah ب وئت bawa’ta mengikuti pola ف علت fa‘alta.
Proses ب وئت bawa’ta menjadi bu’ta yaitu apabila huruf ‘illah wau ب ئت
berharakat dengan huruf asli dan huruf sebelumnya berharakat fatchah seperti
.ba>’ta بائت bawa’ta, maka huruf wau diganti dengan alif, sehingga menjadi ب وئت
Kemudian alif pada بائت ba>’ta dihapus karena terdapat dua huruf mati atau
sukun yang berdampingan sehingga menjadi ب ئت ba’ta, setelah itu huruf ta>’
didhammahkan untuk menunjukkan bahwa ada huruf ‘illah wau yang dihapus
sehingga menjadi ب ئت bu’ta. Perubahan ini dinamakan dengan al-I‘la>l bil-Qalbi
dengan mengganti wau menjadi alif dan i‘la >l bil-chadzf.
} ب ئ ت { } ب ئ ت { }ئ ت ) ا( ب { } بائ ت } { ب وئ ت {
’bu’tuma> ‘p2.n.d telah kembali ب ئت ما (39)
bu’tuma> merupakan verba ma>dhi> ‘perfek’ p2.n.d jenis fi‘l mu‘tal ب ئت ما
ajwa>f wa>wi asalnya adalah ب وئ ت ما bawa’tuma> mengikuti pola ف علت ما fa‘altuma>.
98
Proses ب وئ ت ما bawa’tuma> menjadi ب ئت ما bu’tuma> yaitu apabila huruf ‘illah
wau berharakat dengan huruf asli dan huruf sebelumnya berharakat fatchah
seperti ب وئ ت ما bawa’tuma>, maka huruf wau diganti dengan alif , sehingga menjadi
ba>’tuma> dihapus karena terdapat dua بائ ت ما ba>’tuma>. Kemudian alif pada بائ ت ما
huruf mati atau sukun yang berdampingan sehingga menjadi ب ئت ما ba’tuma>
setelah itu huruf ta>’ didhammahkan untuk menunjukkan bahwa ada huruf ‘illah
wau yang dihapus sehingga menjadi ب ئت ما bu’tuma>>. Perubahan ini dinamakan
dengan al-I‘la>l bil-Qalbi dengan mengganti wau menjadi alif dan i‘la >l bil-chadzf.
تما { } ب ئ تما { } ب ئ تما { }ئ تما) ا( ب { } ب ائ تما { ب وئ
ئت م ب (40) bu’tum ‘p2.m.p telah kembali’
bu’tum merupakan verba ma>dhi> ‘perfek’ p2.m.p dari jenis fi‘l mu‘tal ب ئت م
ajwaf wa>wi asalnya adalah ب وئ ت م bawa’tum mengikuti pola ف علت م fa‘altum.
Proses ب وئ ت م bawa’tum menjadi ب ئت م bu’tum yaitu apabila huruf ‘illah wau
berharakat dengan harkat asli yakni fatchah dan huruf sebelumnya juga berharkat
fatchah seperti ب وئ ت م bawa’tum, maka huruf wau diganti dengan alif, sehingga
menjadi بائ ت م ba>’tum. Kemudian alif pada بائ ت م ba>’tu dihapus karena terdapat dua
huruf mati atau sukun yang berdampingan sehingga menjadi ب ئت م ba’tum, setelah
itu huruf ba>’ didhammahkan untuk menunjukkan bahwa ada huruf ‘illah wau yang
dihapus sehingga menjadi ب ئت م bu’tum. Perubahan ini dinamakan dengan al-I‘la>l
bil-Qalbi dengan mengganti wau menjadi alif dan i‘la >l bil-chadzf.
تم ) ا( ت { } ب ائ تم } { ب وئ تم { } ب ئ تم { } ب ئ تم { }ئ
99
ب ئت (41) bu’ti ‘p2.f.s telah kembali’
bu’ti merupakan verba ma>dhi> ‘perfek’ p2.f.s dari jenis fi‘l mu‘tal ajwa>f ب ئت
wa>wi asalnya adalah ب وئت bawa’ti mengikuti pola ف علت fa‘alti.
Proses ب وئت bawa’ti menjadi ب ئت bu’ti yaitu apabila huruf ‘illah wau
berharakat fatchah dan huruf sebelumnya berharakat fatchah seperti ب وئت bawa’ti, maka huruf wau diganti dengan alif, sehingga menjadi بائت ba>’ti.
Kemudian alif pada بائت ba>’ti dihapus karena terdapat dua huruf mati atau sukun
yang berdampingan sehingga menjadi ب ئت ba’ti, setelah itu huruf ba>’
didhammahkan untuk menunjukkan bahwa ada huruf ‘illah wau yang dihapus
sehingga menjadi ب ئت bu’ti. Perubahan ini dinamakan dengan al-I‘la>l bil-Qalbi
dengan mengganti wau menjadi alif dan i‘la >l bil-chadzf.
} ب ئ ت } { ب ئ ت { } ئ ت ) ا( ب { } ب ائ ت } { ب وئ ت {
ن (42) ’bu’tunna ‘p2.f.p telah kembali ب ئت
ن bu’tunna merupakan verba ma>dhi> ‘perfek’ p2.mf.s dari jenis fi‘l mu‘tal ب ئت
ajwa>f wa>wi asalnya adalah ن ن bawa’tunna mengikuti pola ب وئ ت .fa‘altunna ف علت
Proses ن ن bawa’tunna menjadi ب وئ ت bu’tunna yaitu apabila huruf ‘illah ب ئت
wau berharakat dengan harakat asli yakni fatchah dan huruf sebelumnya juga
berharakat fatchah seperti ن ,bawa’tunna, maka huruf wau diganti dengan alif ب وئ ت
sehingga menjadi ن با ئ ت ba>’tunna. Kemudian alif pada ن ئ اب ت ba>’tunna dihapus
karena terdapat dua huruf mati atau sukun yang berdampingan sehingga menjadi
ن ba’tunna, setelah itu huruf ba>’ didhammahkan untuk menunjukkan bahwa ب ئت
ada huruf ‘illah wau yang dihapus sehingga menjadi ن bu’tunna. Perubahan ini ب ئت
100
dinamakan dengan al-I‘la>l bil-Qalbi dengan mengganti wau menjadi alif dan i‘la >l
bil-chadzf.
تن { } ت ب تن } { ب ئ تن { } تن ئ ) ا( ب { } تن ئ اب } { ب وئ
’bu’tu ‘p1.n.s telah kembali ب ئت (43)
bu’tu merupakan verba ma>dhi> ‘perfek’ p1.n.s dari jenis fi‘l mu‘tal ب ئت
ajwa>f wa>wi asalnya adalah ب وئت bawa’tu mengikuti pola ف علت fa‘altu.
Proses ب وئت bawa’tu menjadi ت ب ئ bu’tu yaitu apabila huruf ‘illah wau
berharakat fatchah dan huruf sebelumnya berharakat fatchah seperti ب وئت bawa’tu, maka huruf wau diganti dengan alif, sehingga menjadi بائت ba>’tu.
Kemudian alif pada بائت ba>’tu dihapus karena terdapat dua huruf mati atau sukun
yang berdampingan sehingga menjadi ب ئت ba’tu, setelah itu huruf ba>’
didhammahkan untuk menunjukkan bahwa ada huruf ‘illah wau yang dihapus
sehingga menjadi ب ئت bu’tu. Perubahan ini dinamakan dengan al-I‘la>l bil-Qalbi
dengan mengganti wau menjadi alif dan i‘la >l bil-chadzf.
} ب ئ ت } { ب ئ ت { } ئ ت ) ا( ب { } ب ائ ت } { ب وئ ت {
نا (44) ’bu’na> ‘p1.n.p telah kembali ب ئ
نا bu’na>> merupakan verba ma>dhi> ‘perfek’ p1.n.p dari jenis fi‘l mu‘tal ب ئ
ajwa>f wa>wi asalnya adalah ب وئ نا bawa’na> mengikuti pola ف علنا fa‘alna>.
Proses ب وئ نا bawa’na> menjadi نا bu’na>> yaitu apabila huruf ‘illah wau ب ئ
berharakat fatchah dan huruf sebelumnya berharakat fatchah seperti ب وئ نا bawa’na>
maka huruf wau diganti dengan alif , sehingga menjadi بائ نا ba>’na>. Kemudian alif
101
pada نا ba’na>> dihapus karena terdapat dua huruf mati atau sukun yang ب ئ
berdampingan sehingga menjadi نا bu’na>> setelah itu huruf ba>’ didhammahkan ب ئ
untuk menunjukkan bahwa ada huruf ‘illah wau yang dihapus sehingga menjadi
نا bu’na>>. Perubahan ini dinamakan dengan al-I‘la>l bil-Qalbi dengan mengganti ب ئ
wau menjadi alif dan i‘la>l bil-chadzf.
نا { نا } { ب وئ نا( ا) ب { } ب ائ نا } { ئ نا { } ب ئ } ب ئ
Pada verba باء ba>‘a yang merupakan jenis mu‘tal ajwa>f wa>wi, ketika
dilakukan tashri>f lugha>wi> pada bentuk mudha>ri’ ‘imperfek’nya, semua verba
bentuk mudha>ri’ ‘imperfek’nya mengalami perubahan bentuk dari pola dasar yang
diikuti. Karena pada verba ini mengandung huruf ‘illah pada salah satu huruf
penyusunnya. Hal itu dapat dilihat pada tabel tashri>f verba bentuk mudha>ri’
‘imperfek’ berikut serta berikut ini penjelasan proses perubahan bentuk yang
terjadi pada verba tersebut :
Proses Tashri>f ‘Infleksi’ Verba Imperfek Mu‘tal Ajwa>f Wa>wi
Pola Fa‘ala-Yaf‘ulu Verba Imperfek P. Verba Imperfek P.2 Verba Imperfek P.3
أب وء ن ب وء
ت ب وء ت ب وآن ت ب وؤ ون
ي ب وء ي ب وآن ي ب وؤ ون
ت ب وئ ي وآن ت ب
ت ب ؤن
ت ب وء ت ب وآن ي ب ؤن
102
’yabu>’u ‘p3.m.s sedang kembali ي ب وء (45)
yabu>’u merupakan verba mudha>ri’ ‘imperfek’ p3.m.s dari jenis fi‘l ي ب وء
mu‘tal ajwa>f wa>wi asalnya ي ب و ء yabwu’u mengikuti pola ي فع ل yaf‘ulu.
Proses ي ب و ء yabwu’u menjadi ي ب وء yabu>’u yaitu apabila huruf wau berharakat
dhammah dan huruf sebelumnya sukun seperti ي ب و ء yabwu’u, maka harakat pada
huruf wau yang semula dhammah kemudian dipindah ke harakat huruf
sebelumnya yakni menjadi sukun, dan harakat huruf sebelum wau yang awalnya
sukun kini menjadi dhammah, sehingga menjadi ي ب وء yabu>’u. Perubahan ini
dinamakan dengan i‘la>l naql murni dengan memindahkan harakat huruf ‘illah
kepada huruf shachi>ch sebelumnya yang sukun.
ء } { ء ي ب و { } ي ب و
’yabu>’a>ni ‘p3.m.d sedang kembali ي ب وآن (46)
yabu>’a>ni merupakan verba mudha>ri’ ‘imperfek’ p3.m.d dari jenis fi‘l ي ب وآن
mu‘tal ajwa>f wa>wi asalnya ي ب و آن yabwu’a>>ni mengikuti pola ي فع الن yaf‘u>lani.
Proses ي ب و آن yabwu’a>>ni menjadi ي ب وآن yabu>’a>ni yaitu apabila huruf wau
berharakat dhammah dan huruf sebelumnya sukun seperti ي ب و آن yabwu’a>>ni, maka
harakat pada huruf wau yang semula dhammah kemudian dipindah ke harakat
huruf sebelumnya yakni menjadi sukun, dan harakat huruf sebelum wau yang
awalnya sukun kini menjadi dhammah, sehingga menjadi ي ب وآن yabu>’a>ni.
Perubahan ini dinamakan dengan i‘la>l naql murni dengan memindahkan harakat
huruf ‘illah kepada huruf sebelumnya yang sukun.
} ي ب و آن } { وآن ي ب {
103
’yabu>’u>na ‘p3.m.p sedang kembali ي ب وؤ ون (47)
yabu>’u>na merupakan verba mudha>ri’ ‘imperfek’ p3.m.p dari jenis ي ب وؤ ون
fi‘l mu‘tal wa>wi asalnya ي ب و ؤ ون yabwu’u>na mengikuti pola ي فع ل ون yaf’u>lu>na.
Proses ي ب و ؤ ون yabwu’u>na menjadi ي ب وؤ ون yabu>’u>na yaitu apabila huruf wau
berharakat dhammah dan huruf sebelumnya sukun seperti ي ب وؤ ون yabu>’u>na, maka
harakat pada huruf wau yang semula dhammah kemudian dipindah ke harakat
huruf sebelumnya yakni menjadi sukun, dan harakat huruf sebelum wau yang
awalnya sukun kini menjadi dhammah, sehingga menjadi ي ب وؤ ون yabu>’u>na.
Perubahan ini dinamakan dengan i‘la>l naql murni dengan memindahkan harakat
huruf ‘illah kepada huruf sebelumnya yang sukun.
ؤو ن } { ي ب وؤو ن { } ي ب و
’tabu>’u ‘p3.f.s dan p2.m.s sedang kembali ت ب وء (48)
tabu>’u merupakan verba mudha>ri’ ‘imperfek’ p3.f.s dan p2.m.s dari ت ب وء
jenis fi‘l mu‘tal wa>wi asalnya ت ب و ء tabwu’u mengikuti pola ت فع ل taf’ulu.
Proses ت ب و ء tabwu’u menjadi ت ب وء tabu>’u yaitu apabila huruf wau berharakat
dhammah dan huruf sebelumnya sukun seperti ت ب و ء tabwu’u, maka harakat pada
huruf wau yang semula dhammah kemudian dipindah ke harakat huruf
sebelumnya yakni menjadi sukun, dan harakat huruf sebelum wau yang awalnya
sukun kini menjadi dhammah, sehingga menjadi ت ب وء tabu>’u. Perubahan ini
dinamakan dengan i‘la>l naql murni dengan memindahkan harakat huruf ‘illah
kepada huruf sebelumnya yang sukun.
ء } { ت ب وء { } ت ب و
104
’tabu>’a>ni ‘p3.m.d dan p2.f.d sedang kembali ت ب وآن (49)
tabu>’a>ni merupakan verba mudha>ri’ ‘imperfek’ p3.m.d dan p2.f.d dari ت ب وآن
jenis fi‘l mu‘tal ajwa>f wa>wi asalnya ت ب و آن tabwu’a>ni mengikuti pola ت فع الن taf‘u>la>ni.
Proses ت ب و آن tabwu’a>ni menjadi ت ب وآن tabu>’a>ni yaitu apabila huruf wau
berharakat dhammah dan huruf sebelumnya sukun seperti ت ب و آن tabwu’a>ni, maka
harakat pada huruf wau yang semula dhammah kemudian dipindah ke harakat
huruf sebelumnya yakni menjadi sukun, dan harakat huruf sebelum wau yang
awalnya shachi>ch sukun kini menjadi dhammah, sehingga menjadi ت ب وآن tabu>’a>ni.
Perubahan ini dinamakan dengan i‘la>l naql murni dengan memindahkan harakat
huruf ‘illah kepada huruf shachi>ch sebelumnya yang sukun.
} ت ب و آن } { ت ب وآن {
’yabu’na ‘p3.f.p sedang kembali ي ب ؤن (50)
yabu’na merupakan verba mudha>ri’ ‘imperfek’ p3.f.p dari jenis fi‘l ي ب ؤن
mu‘tal ajwa>f wa>wi asalnya ب و ؤن ي yabwu’na mengikuti pola ي فع لن yaf‘ulna.
Proses ي ب و ؤن yabwu’na menjadi ي ب ؤن yabu’na yaitu apabila huruf wau
berharakat dhammah dan huruf sebelumnya sukun seperti ي ب و ؤن yabwu’na, maka
harakat pada huruf wau yang semula dhammah kemudian dipindah ke harakat
huruf sebelumnya yakni menjadi sukun, dan harakat huruf sebelum wau yang
awalnya sukun kini menjadi dhammah, sehingga menjadi ي ب وؤن yabu>’na.
Selanjutnya karena pada kata ي ب وؤن yabu>’na terjadi pertemuan dua huruf mati atau
sukun, maka huruf ‘illah wau yang bersukun dihapus sehingga menjadi ي ب ؤن yabu’na. Perubahan ini dinamakan dengan i‘la>l bin-naql wal-chadzf.
105
( يب } {ي ب و ؤ ن } { ي ب وؤ ن { }ي ب ؤ ن } { ؤ ن )و
tabu ت ب وؤ ون (51) >’u>na ‘p2.m.p sedang kembali’
tabu>’u>na merupakan verba mudha>ri’ ‘imperfek’ p2.m.p dari jenis ت ب وؤ ون
fi‘l mu‘tal ajwa>f wa>wi asalnya ت ب و ؤ ون tabu>’u>na mengikuti pola ت فع ل ون taf‘ulu>na.
Proses ت ب و ؤ ون tabu>’u>na menjadi وؤ ون ت ب tabu>’u>na yaitu apabila huruf wau
berharakat dhammah dan huruf sebelumnya sukun seperti ت ب وؤ ون tabu>’u>na, maka
harakat pada huruf wau yang semula dhammah kemudian dipindah ke harakat
huruf sebelumnya yakni menjadi sukun, dan harakat huruf sebelum wau yang
awalnya sukun kini menjadi dhammah, sehingga menjadi ت ب وؤ ون tabu>’u>na.
Perubahan ini dinamakan dengan i‘la>l naql murni dengan memindahkan harakat
huruf ‘illah kepada huruf sebelumnya yang sukun.
} ؤو ن ت ب و } { ت ب وؤو ن {
’tabu>’i>na ‘p2.f.s sedang kembali ت ب وئ ي (52)
tabu>’i>na merupakan verba mudha>ri’ ‘imperfek’ p2.f.s dari jenis fi‘l ت ب وئ ي
mu‘tal ajwa>f wa>wi asalnya ت ب و ئ ي tabwu’i>na mengikuti pola ت فع ل ي taf‘uli>na.
Proses ت ب و ئ ي tabwu’i>na menjadi ت ب وئ ي tabu>’i>na yaitu apabila huruf wau
berharakat dhammah dan huruf sebelumnya sukun seperti ت ب و ئ ي tabwu’i>na,
maka harakat pada huruf wau yang semula dhammah kemudian dipindah ke
harakat huruf sebelumnya yakni menjadi sukun, dan harakat huruf sebelum wau
yang awalnya sukun kini menjadi dhammah, sehingga menjadi ت ب وئ ي tabu>’i>na.
Perubahan ini dinamakan dengan i‘la>l naql murni dengan memindahkan harakat
huruf ‘illah kepada huruf sebelumnya yang sukun.
106
ئي ن } { ت ب وئي ن { } ت ب و
’tabu’na ‘p2.f.p sedang kembali ت ب ؤن (53)
tabu’na merupakan verba mudha>ri’ ‘imperfek’ p2.f.p dari jenis fi‘l ت ب ؤن
mu‘tal ajwa>f wa>wi asalnya ت ب و ؤن tabwu’na mengikuti pola ت فع لن taf‘ulna.
Proses ت ب و ؤن tabwu’na menjadi ت ب ؤن tabu’na yaitu apabila huruf wau
berharakat dhammah dan huruf shachic>h sebelumnya sukun seperti ت تب ؤن tatbu’na, maka harakat pada huruf wau yang semula dhammah kemudian
dipindah` ke harakat huruf sebelumnya yakni menjadi sukun, dan harakat huruf
sebelum wau yang awalnya sukun kini menjadi dhammah, sehingga menjadi ؤن ت ت ب tatub’na. Selanjutnya karena pada kata ت ب وؤن tabu>’na terjadi pertemuan dua huruf
mati atau sukun, maka huruf ‘illah wau yang bersukun dihapus sehingga menjadi
.tabu’na. Perubahan ini dinamakan dengan i‘la>l bin-naql wal-chadzf ت ب ؤن
وؤ ن { ن } { ؤ ن )و (ت ب } { ت ب و ؤ ن } { ت ب } ت ب ؤ
’abu>’u ‘p1.n.s sedang kembali أب وء (54)
abu>’u merupakan verba mudha>ri’ ‘imperfek’ p1.n.s dari jenis fi‘l أب وء
mu’tal wa>wi asalnya أب و ء abwu’u mengikuti pola .af‘ulu أف ع ل
Proses أب و ء abwu’u menjadi أب وء abu>’u yaitu apabila huruf wau berharakat
dhammah dan huruf shachi>ch sebelumnya sukun seperti أب و ء abwu’u, maka
harakat pada huruf wau yang semula dhammah kemudian dipindah ke harakat
huruf sebelumnya yakni menjadi sukun, dan harakat huruf sebelum wau yang
awalnya sukun kini menjadi dhammah, sehingga menjadi أب وء abu>’u. Perubahan
ini dinamakan dengan i‘la>l naql murni dengan memindahkan harakat huruf ‘illah
kepada huruf sebelumnya yang sukun.
107
ء } { أب وء { } أب و
’nabu>’u ‘p1.n.p sedang kembali ن ب وء (55)
nabu>’u merupakan verba mudha>ri’ ‘imperfek’ p1.n.p dari jenis fi‘l ن ب وء
mu‘tal ajwaf wa>wi asalnya ن ب و ء nabwu’u mengikuti pola ن فع ل naf‘ulu.
Proses nabwu’u menjadi ن ب و ء nabu>’u yaitu apabila huruf wau ن ب وء
berharakat dhammah dan huruf shachi>ch sebelumnya sukun seperti ,nabwu’u ن ب و ء
maka harakat pada huruf wau yang semula dhammah kemudian dipindah ke
harakat huruf sebelumnya yakni menjadi sukun, dan harakat huruf sebelum wau
yang awalnya sukun kini menjadi dhammah, sehingga menjadi ن ب وء nabu>’u.
Perubahan ini dinamakan dengan i‘la>l naql murni dengan memindahkan harakat
huruf ‘illah kepada huruf shachi>ch sebelumnya yang sukun.
ء { ء } { ن ب و } ن ب و
Verba bentuk amr ‘imperatif’ dari jenis mu‘tal ajwa>f wa>wi merupakan
verba yang salah satu huruf penyusunnya terdiri dari huruf ‘illah. Sejatinya pada
verba yang mengandung huruf ‘illah akan mengalami proses perubahan bentuk
yang seperti penghapusan atau penggantian huruf ‘illah. Hanya saja pada verba
bentuk amr jenis ini, hanya verba bentuk ب ؤ bu’ ‘kembalilah p2.m.s’ yang
mengalami proses perubahan bentuk. Karena hanya pada verba tersebut terdapat
proses penghapusan huruf ‘illah yang terletak di akhir kata. Untuk verba imperatif
yang lain seperti ب وآ bu>’a>, ب وؤ وا bu>’u>, ب وئ ي bu>’i, dan ئن ب bu’na tidak mengalami
proses perubahan bentuk berupa penghapusan huruf huruf ‘illah. Adapun jika ada
perubahan yang terjadi pada verba-verba tersebut, itu hanya perubahan bentuk
108
karena proses pembentukan dari bentuk mudha>ri’ ‘imperfek’nya. Hal tersebut
dapat dilihat pada tabel tashri>f verba bentuk amr ‘imperatif’ berikut ini serta
berikut penjelasan verba amr ‘imperatif’ yang mengalami proses perubahan
bentuk :
Proses Tashri>f ‘Infleksi’ Verba Imperatif Mu‘tal Ajwa>f Wa>wi
Pola Fa‘ala-Yaf‘ulu
Verba Imperatif P.1 Verba Imperatif P.2 Verba Imperatif P.3
-
ب ؤ آ ب و
ؤو ا ب و -
ئي ب و آ ب و ن ب ؤ
’bu’ ‘kembalilah p2.m.s ب ؤ (56) bu’ merupakan verba amr ‘imperatif’ p2.m.s dari jenis fi‘l mu‘tal ajwa>f ب ؤ
wa>wi. Verba ب ؤ bu’ diambil dari verba imperfek ت ب وء tabu>’u yaitu dengan
menghapus huruf mudha>ra‘ah yang ada di awal kata pada verba ت ب وء tabu>’u,
sehingga menjadi ب وء bu>’u. Pada semua verba bentuk amr keadaan huruf
terakhirnya adalah mabni sukun. Karena verba ini termasuk verba amr ‘imperatif’
p2.m.s , maka keadaan mabni sukun verba ini dengan menjadikan sukun huruf
terakhirnya, sehingga menjadi ب وء bu>’. Kemudian untuk menghindari bertemunya
dua sukun pada verba ب وء bu>’, sesuai dengan teori Ghula>yaini> (2006: 71) ketika
109
ada huruf ‘illah yang berstatus sebagai huruf ma>d bertemu dengan huruf sukun
setelahnya maka huruf wau dihapus sehingga menjadi ب ؤ bu’. Perubahan pada
verba ini dinamakan dengan i‘la>l bil-chadzfi.
ء } { ت( ب و ء ) } {ت ب و ء { ء } { ب و (ء ب } { ب و } ب ؤ } { )و
G. Proses Perubahan Bentuk Pada Verba Mu’tal Na>qish Wa>wi
Dari verba jenis mu’tal na>qish wa>wi verba berpola fa‘ala-yaf‘ulu paling
banyak terdapat dalam abjad cha>’ dengan jumlah 17 verba. Sebagai sampel yaitu
verba chaba> ‘merangkak’ (MNWR/1997/Hal: 233). Adapun pada verba حبا
mu’tal na>qish wa>wi ini tidak terdapat variasi perubahan bentuk pada bentuk verba
yang lain.
Data 9 : حبا chaba> ‘merangkak’ (MNWR/1997/Hal: 233/Nomor: 4)
Verba حبا chaba> ketika dilakukan tashri>f lugha>wi> pada bentuk mudha>ri’
‘imperfek’nya akan mengalami perubahan bentuk dari pola dasar yang diikuti.
Diantara verba yang mengalami proses perubahan bentuk yaitu verba yang
mengikuti pola فعل fa‘ala, فعلوا fa‘alu>, فعلت fa‘alat dan فعلتا fa‘alata>. Perubahan
bentuk tersebut terjadi karena verba tersebut mengandung salah satu huruf ‘illah
yakni huruf wau. Akan tetapi untuk verba bentuk perfek yang mengikuti pola فعال fa‘ala>, فعلن fa‘alna, فعلت fa‘alata, فعلتما fa‘alatuma>, فعلتم fa‘altum, فعلت fa‘alati, فعلتما fa‘alatuma>, فعلت fa‘altunna, فعلت fa‘alatu dan فعلنا fa‘alana>,
seperti pada verba حبوا chabawa>, حبون chabauna, حبوت chabauta, حبوتا
chabautuma>, حبوت chabautum, حبوت chabauti, حبوتن chabautunna, حبوت
chabautu dan حبونا chabauna> tidak mengalami proses perubahan bentuk. Karena
pada verba-verba tersebut tidak terdapat huruf yang tadh‘i>f dan karena pada
110
keadaan tersebut ketika verba bersambung dengan dhami>r rafa’ mutacharrikah
bentuk verba akan kembali ke bentuknya semula sesuai dengan pola yang diikuti.
Karena hal itu, pada verba-verba shachi>ch mudha>‘af yang berbentuk perfek
tersebut menjadi salah satu tempat yang tidak boleh dilakukan idgha>m.
Sebagaimana teori Ghula>yaini> (2006: 69-70) salah satu tempat dilarang untuk
melakukan idgha>m yaitu ketika salah satu huruf yang sejenis itu bersukun bukan
dengan sukun asli dikarenakan bertemu dengan dhami>r rafa’ mutacharrikah
sedangkan huruf yang pertama berharakat dengan harakat asli. Hal itu dapat
dilihat pada tabel tashri>f verba perfek mu’tal na>qish wa>wi berikut ini serta
berikut penjelasan proses perubahan bentuk yang terjadi pada verba perfek jenis
mu‘tal na>qish wa>wi :
Proses Tashri>f ‘Infleksi’ Verba Perfek Mu’tal Na>qish Wa>wi
Pola Fa‘ala-Yaf‘ulu
Verba Perfek P.1 Verba Perfek P.2 Verba Perfek P.3
حب وت حب ونا
حب وت ا حب وت حب وت
حبا حب وا حب وا
حب وت ا حب وت حب وت نن
حبت حبتا حب ون
111
حبا (57) chaba> ‘p3.m.s telah merangkak’
chaba> merupakan verba ma>dhi> ‘perfek’ p3.m.s dari jenis fi‘l mu‘tal حبا
na>qish asalnya adalah .fa‘ala ف عل chabawa mengikuti pola حب و
Proses حب و chabawa menjadi حبا chaba> yaitu apabila huruf ‘illah wau
berharakat fatchah dan huruf sebelumnya fatchah seperti حب و chabawa, maka
huruf wau diganti dengan alif, sehingga menjadi حبا chaba>. Perubahan ini
dinamakan dengan al-I‘la>l bil-Qalbi dengan mengganti wau menjadi alif.
} ح با } { ح ب و {
’chabau ‘p3.m.p telah merangkak حب وا (58)
chabau merupakan verba ma>dhi> ‘perfek’ p3.m.p dari jenis fi‘l mu‘tal حب وا
na>qish asalnya adalah حب و وا chabawu> mengikuti pola ف عل وا fa‘alu>.
Proses حب و وا chabawu> menjadi حب وا chabau yaitu apabila ada huruf ‘illah
wau di akhir kata dengan berharakat dhammah dan huruf sebelumnya fatchah
seperti حب و وا chabawu>, maka huruf wau diganti dengan alif, untuk menyesuaikan
dengan harakat huruf sebelumnya yang fatchah sehingga menjadi حباوا chaba>u.
Kemudian alif dihapus karena bertemunya dua sukun yaitu sukun pada wau
jama’ dan sukun pada alif, sehingga menjadi حب وا chabau. Perubahan ini
dinamakan dengan al-I‘la>l bil-Qalbi dengan mengganti wau menjadi alif dan al-
I‘la>l bil-chadzf.
ا { } ح ب وو ا { ا )ا ) ب ح { } ح ب او ا { } و } حب و
112
’chabat ‘p3.f.s telah merangkak حبت (59)
chabat merupakan verba ma>dhi> ‘perfek’ p3.f.s dari jenis fi‘l mu‘tal حبت
na>qish asalnya adalah .fa‘alat ف علت chabawat mengikuti pola حب وت
Proses حب وت chabawat menjadi حبت chabat yaitu apabila huruf ‘illah wau
berharakat dengan huruf asli dan huruf sebelumnya fatchah seperti حب وت
chabawat, maka huruf wau diganti dengan alif, sehingga menjadi حبات chaba>t.
Kemudian alif dihapus karena pertemuan dua sukun yakni pada ta>’ ta’nits dan
alif sehingga menjadi حبت chabat. Perubahan ini dinamakan dengan al-I‘la>l bil-
Qalbi dengan mengganti wau menjadi alif dan al-I‘la>l bil-chadzf..
} بت ح { }ت )ا ( حب { } ح ب ات { } ح ب وت {
’chabata> ‘p3.f.d telah merangkak حبتا (60)
chabata> merupakan verba ma>dhi> ‘perfek’ p3.f.d dari jenis fi‘l mu‘tal حبتا
na>qish asalnya adalah .<fa‘alata ف علتا chabawata> mengikuti pola حب وتا
Proses chabata> yaitu apabila huruf ‘illah حبتا chabawata> menjadi حب وتا
wau berharakat dengan huruf asli dan huruf sebelumnya fatchah seperti حب وتا
chabawata>. maka huruf wau diganti dengan alif, sehingga menjadi حباتا chaba>ta>.
Kemudian alif dihapus karena pertemuan dua sukun yakni pada ta>’ ta’nits dan alif
sehingga menjadi حبتا chabata>>. Perubahan ini dinamakan dengan al-I‘la>l bil-Qalbi
dengan mengganti wau menjadi alif dan al-I‘la>l bil-chadzf.
} حبتا { }تا )ا ( حب { } ح ب اتا { } ح ب وتا {
113
Begitu pula pada verba bentuk mudha>ri’ ‘imperfek’ ketika mengikuti pola
فع ل ون ت ,taf‘ulu ت فع ل ,<yaf‘ula>ni يفعالن yaf‘ulu, dan يفعل taf‘ulu>na, ت فع ل ي
taf‘uli>na, أفعل 'af‘ulu, dan ن فعل naf‘ulu mengalami proses perubahan bentuk
karena verba-verba ini mengandung salah satu huruf ‘illah yakni huruf wau. Akan
tetapi untuk verba yang mengikuti pola يفعالن yaf‘ula>ni, ن ت فع ال taf‘ula>ni, ون ت فع ل
taf‘ulu>na, dan ت فع لن taf‘ulna seperti حيب وان yachbuwa>ni, وان تب tachbuwa>ni, حيب ون
yachbu>na, dan تب ون tachbu>na, tidak mengalami proses perubahan bentuk dari
bentuk awalnya ketika mengikuti standar polanya. Hal tersebut dapat dilihat pada
tabel proses tashri>f verba imperfek jenis mu‘tal na>qish wa>wi berikut serta berikut
penjelasan proses perubahan bentuk yang terjadi pada verba imperfek :
Proses Tashri>f ‘Infleksi’ Verba Imperfek Mu‘tal Na>qish Wa>wi
Pola Fa‘ala-Yaf‘ulu Verba Imperfek P.1 Verba Imperfek P.2 Verba Imperfek P.3
أحب و نب و
تب و تب وان تب ون
حيب و
حيب وان حيب ون
تب ي تب وان تب ون
تب و تب وان حيب ون
114
’yachbu> ‘p3.m.s sedang merangkak حيب و (61)
yachbu> merupakan verba mudha>ri’ ‘imperfek’ p3.m.s dari jenis fi‘l حيب و
mu‘tal na>qish asalnya حيب و yachbuwu yang mengikuti pola ي فع ل yaf‘ulu.
Proses حيب و yachbuwu menjadi حيب و yachbu> yaitu apabila huruf ‘illah wau
yang ada di akhir kata berharakat dhammah dan huruf sebelumnya juga
berharakat dhammah, maka huruf wau yang ada di akhir kata disukunkan agar
tidak berat diucapkan, sehingga menjadi حيب و yachbu>. Perubahan ini dinamakan
dengan al-I‘la>l bi’t-Taski>n.
} يح ب و } { يح ب و {
’yachbu>na ‘p3.m.p sedang merangkak حيب ون (62)
yachbu>na merupakan verba mudha>ri’ ‘imperfek’ p3.m.p dari jenis fi‘l حيب ون
mu‘tal na>qish asalnya حيب و ون yachbuwu>na yang mengikuti pola ي فع ل ون yaf‘ulu>na.
Proses حيب و ون yachbuwu>na menjadi حيب ون yachbu>na yaitu apabila huruf
‘illah wau yang ada di akhir kata berharakat dhammah dan huruf sebelumnya
juga berharakat dhammah seperti حيب و ون yachbuwu>na, maka huruf wau yang ada
di akhir kata (wau pertama) disukunkan agar tidak berat diucapkan, sehingga
menjadi حيب وون yachbu>wna. Kemudian karena pertemuan dua sukun atau dua
huruf wau yang sukun, maka salah satu wau dihapus sehingga menjadi حيب ون
yachbu>na. Perubahan ini dinamakan dengan al-I‘la>l bi’t-Taski>n.
( يح ب } { و و ن يح ب } { يح ب وو ن { ن } { و ن )و ب و } يح
115
’tachbu> ‘p3.f.s sedang merangkak تب و (63)
tachbu> merupakan verba mudha>ri’ ‘imperfek’ p3.f.s dari jenis fi‘l تب و
mu‘tal na>qish asalnya تب و tachbuwu yang mengikuti pola ت فع ل taf‘ulu.
Proses تب و tachbuwu menjadi تب و tachbu> yaitu apabila huruf ‘illah wau
yang ada di akhir kata berharakat dhammah dan huruf sebelumnya juga
berharakat dhammah, maka huruf wau yang ada di akhir kata disukunkan agar
tidak berat diucapkan, sehingga menjadi تب و tachbu>. Perubahan ini dinamakan
dengan al-I‘la>l bi’t-Taski>n.
} تح ب و } { تح ب و {
’tachbu> ‘p2.m.s sedang merangkak تب و (64)
tachbu> merupakan verba mudha>ri’ ‘imperfek’ p2.m.s dari jenis fi‘l تب و
mu‘tal na>qish asalnya تب و tachbuwu yang mengikuti pola ت فع ل taf‘ulu.
Proses تب و tachbuwu menjadi تب و tachbu> yaitu apabila huruf ‘illah wau
yang ada di akhir kata berharakat dhammah dan huruf sebelumnya juga
berharakat dhammah, maka huruf wau yang ada di akhir kata disukunkan agar
tidak berat diucapkan, sehingga menjadi تب و tachbu>. Perubahan ini dinamakan
dengan al-I‘la>l bi’t-Taski>n.
} تح ب و } { تح ب و {
’tachbu>na ‘p2.m.p sedang merangkak تب ون (65)
tachbu>na merupakan verba mudha>ri’ ‘imperfek’ p2.m.p dari jenis fi‘l تب ون
mu‘tal na>qish asalnya تب و ون tachbuwu>na yang mengikuti pola فع ل ون ت taf‘ulu>na.
116
Proses تب ون tachbu>na menjadi تب و ون tachbuwu>na yaitu apabila huruf ‘illah
wau yang ada di akhir kata berharakat dhammah dan huruf sebelumnya juga
berharakat dhammah seperti تب و ون tachbuwu>na, maka huruf wau yang ada di
akhir kata (di la>m fi‘l) disukunkan agar tidak berat diucapkan, sehingga menjadi
tachbuwu>wna. Kemudian karena pertemuan dua sukun atau dua huruf wau تب وون
yang sukun, maka salah satu wau dihapus sehingga menjadi تب ون tachbu>na.
Perubahan ini dinamakan dengan al-I‘la>l bi’t-Taski>n.
( تح ب } {تح ب و و ن } { تح ب وو ن { ن } { و ن )و ب و } تح
’tachbi>na ‘p2.f.s sedang merangkak تب ي (66)
tachbi>na merupakan verba mudha>ri’ ‘imperfek’ p2.f.s dari jenis fi‘l تب ي
mu‘tal na>qish wa>wi asalnya تب وين tachbuwi>na yang mengikuti pola ت فع ل ي taf‘uli>na.
Proses تب وين tachbuwi>na menjadi تب ي tachbi>na yaitu apabila huruf ‘illah
wau yang ada di akhir kata berharakat kasrah dan huruf sebelumnya juga
berharakat dhammah seperti تب وين tachbuwi>na, maka huruf wau yang ada di
akhir kata (di la>m fi‘l) disukunkan agar tidak berat diucapkan, sehingga menjadi
tachbu>ina. Kemudian karena pertemuan dua sukun yakni antara wau sukun تب وين
dan ya’ sukun, maka wau sukun tersebut dihapus sehingga menjadi تب ي
tachbuina. Ketika mengucapkan kata تب ي tachbuina berat maka harakat
dhammah pada ‘ain fi‘l diganti dengan kasrah disesuaikan dengan huruf
setelahnya yakni ya>’ sukun sehingga menjadi تب ي tachbi>na. Perubahan ini
dinamakan dengan al-I‘la>l bi’t-Taski>n.
117
بوي ن { ي ن } {تح ب و ( تح ب } {تح ب ي ن } {ي ن )و بي ن } {تح بي ن } {تح }تح
’achbu> ‘p1.n.s sedang merangkak' أحب و (67)
achbu> merupakan verba mudha>ri’ ‘imperfek’ p1.n.s dari jenis fi‘l' أحب و
mu‘tal na>qish asalnya أحب و 'achbuwu yang mengikuti pola أف ع ل 'af‘ulu.
Proses أحب و 'achbuwu menjadi أحب و 'achbu> yaitu apabila huruf ‘illah wau
yang ada di akhir kata berharakat dhammah dan huruf sebelumnya juga
berharakat dhammah, maka huruf wau yang ada di akhir kata (di la>m fi‘l)
disukunkan agar tidak berat diucapkan, sehingga menjadi أحب و 'achbu>>. Perubahan
ini dinamakan dengan al-I‘la>l bi’t-Taski>n.
} أح ب و } { أح ب و {
’nachbu> ‘p1.n.p sedang merangkak نب و (68)
nachbu> merupakan verba mudha>ri’ ‘imperfek’ p1.n.p dari jenis fi‘l نب و
mu‘tal na>qish asalnya نب و nachbuwu yang mengikuti pola ن فع ل naf‘ulu.
Proses نب و nachbuwu menjadi نب و nachbu> yaitu apabila huruf ‘illah wau
yang ada di akhir kata berharakat dhammah dan huruf sebelumnya juga
berharakat dhammah, maka huruf wau yang ada di akhir kata disukunkan agar
tidak berat diucapkan, sehingga menjadi نب و nachbu>. Perubahan ini dinamakan
dengan al-I‘la>l bi’t-Taski>n.
} نح ب و } { نح ب و {
Pada verba bentuk amr ‘imperatif’ dari jenis mu‘tal na>qish wa>wi ini, verba
yang mengalami proses perubahan bentuk hanya verba yang mengikuti pola ا ف ع ل
118
'uf‘ul. Perubahan bentuk yang terjadi pada verba tersebut yaitu sebagaimana teori
Ghula>yaini> (2006: 72) apabila verba tersebut berupa verba mu’tal a>khir, maka
huruf akhirnya harus dihapus ketika menjadi verba yang berbentuk amr
‘imperatif’ yang menunnjukkan arti mufrad mudzakkar ‘maskula singular’.
Adapun verba imperatif yang mengikuti pola ا فعال 'uf‘ula>, افعلوا 'uf‘ulu>, افعلي 'uf‘uli uf‘ulna hanya mengalami proses pembentukan dari verba bentuk' افعلن ,<
mudha>ri’ ‘imperfek’ menjadi amr ‘imperatif’ dengan penghapusan huruf
mudha>ra‘ah yang ada di awal kata verba bentuk imperfek. Kemudian
ditambahnkan hamzah washl yang berharakat dhammah, setelah itu karena
keadaan verba bentuk amr ‘imperatif’ adalah mabni sukun maka verba
disukunkan dengan menghapus atau melesapkan huruf nu>n yang ada di akhir kata
untuk verba yang berdhami>r أنتما 'antuma>, أنتم 'antum, أنت 'anti. Adapun untuk
verba yang berdhami>r أنت 'antumnna yaitu dengan tidak melesapkan atau
menghapus huruf nu>n yang ada di akhir kata atau dengan tetapnya nu>n. Sehingga
menjadi احبوا 'uchbuwa>, احبوا 'uchbu>, احب 'uchbi>, dan احبون 'uchbu>na. Hal
tersebut dapat dilihat pada tabel proses tashri>f verba amr ‘imperatif’ berikut ini
serta berikut penjelasan verba bentuk imperatif yang terjadi proses perubahan
bentuk:
Proses Tashri>f ‘Infleksi’ Verba Imperatif Mu‘tal Na>qish Wa>wi
Pola Fa‘ala-Yaf‘ulu
Verba Imperatif P.1 Verba Imperatif P.2 Verba Imperatif P.3
-
اح ب ب وا اح ا ب و اح
-
119
بي اح ب وا اح ن ب و اح
’uchbu ‘merangkaklah p2.m.s' ا حب (69)
uchbu merupakan verba amr ‘imperatif’ p2.m.s dari jenis fi‘l mu‘tal' ا حب
na>qish wa>wi. Verba amr ا حب 'uchbu, merupakan bentukan dari verba mudha>ri
uchbu, maka huruf mudha>ra‘ah' ا حب tachbu>. Untuk menjadi bentuk amr تب و
yang ada di awal kata تب و tachbu> dihapus, kemudian ditambahkan hamzah washl
yang berharakat dhammah, sehingga menjadi ا حب و 'uchbu> yang mengikuti pola
uf’ul. Karena verba ini termasuk amr ‘imperatif’ p2.m.s dari jenis mu‘tal' ا ف ع ل
na>qish wa>wi, maka keadaan mabni sukun verba ini yaitu dengan menghapus atau
melesapkan huruf ‘illah yang ada di akhir kata, sehingga menjadi ا حب 'uchbu.
Penghapusan wau ini sebagai pengganti sukun ketika berbentuk fi‘l amr.
Perubahan bentuk yang terjadi pada verba ini dinamakan dengan al-i‘la>l bil-
chadzfi.
ب و { ب و } { {{تح ب و { } )ت(ح ( { }اح ب)و } اح ب } { اح