Upload
others
View
7
Download
0
Embed Size (px)
Citation preview
11
BAB II
TELAAH PUSTAKA
2.1 Manajemen Pendidikan
Suatu lembaga pendidikan, baik itu formal
maupun non formal hendaknya memiliki suatu
manajemen yang baik yang biasa disebut dengan
istilah manajemen pendidikan. Dalam suatu proses,
pendidikan dipengaruhi oleh beberapa faktor,
diantaranya: dana, fasilitas, lingkungan sekolah,
kurikulum, guru, peserta didik dan lain-lain. Semua
faktor tersebut saling berkaitan antara satu faktor
dengan faktor yang lainnya.
Manajemen pendidikan pada dasarnya adalah
alat-alat yang diperlukan dalam usaha mencapai
tujuan pendidikan. Unsur manajemen dalam
pendidikan merupakan penerapan prinsip-prinsip
manajemen dalam bidang pendidikan. Manajemen
pendidikan merupakan rangkaian proses yang
terdiri dari perencanaan, pengorganisasian,
penggerakkan, dan pengawasan yang dikaitkan
dengan bidang pendidikan.
Tilaar (2003:270), berpendapat bahwa
manajemen pendidikan adalah penerapan prinsip-
prinsip manajemen dalam mengelola pendidikan
agar efektif dan efisien sehingga output dari
organisasi pendidikan mempuyai mutu yang tinggi.
Manajemen pendidikan sebagai seluruh proses
kegiatan bersama dan dalam bidang pendidikan
dengan memanfaatkan semua fasilitas yang ada,
baik personal, material, maupun spiritual untuk
12
mencapai tujuan pendidikan. Manajemen dalam
lingkungan pendidikan adalah mendayagunakan
berbagai sumber (manusia, sarana dan prasarana,
serta media pendidikan lainnya) secara optimal,
relevan, efektif dan efisien guna menunjang
pencapaian tujuan pendidikan.
Unsur-unsur manajemen dalam pendidikan
pada dasarnya tidak berbeda jauh dengan unsur
manajemen pada umumnya. Tony Bush (2000:4),
memberikan pengertian manajemen pendidikan
sebagai berikut: “Educational management is a field
of study and practice concerned with the operation of
educational organizations.” Manajemen pendidikan
adalah studi lapangan dan praktek yang bersamaan
dengan operasional organisasi pendidikan.
Menurut B. Suryobroto (2004:16)
manajemen pendidikan mempunyai pengertian
kerjasama untuk mencapai suatu tujuan
pendidikan. Tujuan pendidikan dapat dari yang
sederhana sifatnya sampai dengan yang kompleks,
tergantung dari ruang lingkup dan tingkat
pendidikan yang dimaksud. Apabila tujuan itu
kompleks maka cara pencapaiannya menjadi
kompleks juga, sehingga dalam mencapai tujuannya
tidak dapat diselesaikan sendiri, tetapi harus
melalui kerjasama dengan pihak lain.
Manajemen pendidikan merupakan
penerapan dari prinsip manajemen pada umumnya,
bahwa ciri manajemen pendidikan dapat dilihat dari
tujuan, proses dan orientasinya. Berdasarkan
tujuannya, manajemen pendidikan senantiasa harus
13
bermuara pada tujuan pendidikan, yaitu
pengembangan kepribadian dan kemampuan
mengaktualisasikan potensi peserta didik. Berdasar
prosesnya manajemen pendidikan harus dilandasi
sifat edukatif yang berkenaan dengan unsur
manusia yang tidak semata-mata dilandasi prinsip
efektivitas dan efisiensi melainkan juga harus
dilandasi dengan prinsip mendidik. Berdasar
orientasinya, manajemen pendidikan diorientasikan
atau dipusatkan kepada peserta didik.
Berdasarkan pengertian tersebut, penulis
menyimpulkan bahwa manajemen pendidikan
adalah suatu usaha yang dilakukan secara
bersama-sama oleh orang-orang yang berada dalam
organisasi pendidikan (sekolah) dan orang-orang
yang terlibat di dalam dunia pendidikan, dalam hal
ini para stake holder pendidikan dan dengan cara
memberdayakan segala potensi-potensi dan sumber-
sumber yang ada melalui proses perencanaan,
pengorganisasian, penggerakkan, dan pengawasan
dalam rangka mencapai tujuan pendidikan yang
telah ditetapkan. Dalam konteks penelitian ini, yang
dimaksud dengan manajemen pendidikan diartikan
sama dengan administrasi pendidikan dan
pengertiannya dibatasi pada manajemen sekolah
atau administrasi sekolah, yaitu administrasi
pendidikan dalam arti sempit. Dengan kata lain
implementasi menejemen pendidikan merupakan
optimalisasi sumber daya yang berkenaan dengan
pemberdayaan sekolah beserta lingkungannya
dalam rangka tercapainya tujuan sekolah secara
14
efektif dan efesien. Keberhasilan akan terlihat jika
tujuan yang telah ditetapkan lebih banyak tercapai
secara efektif dan efesien.
2.1.1. Ruang Lingkup Manajemen Pendidikan
Pada dasarnya sebagaimana yang diuraikan
sebelumnya, manajemen pendidikan adalah alat-alat
untuk mencapai tujuan pendidikan melalui
pengelolaan atau pengaturan dalam bidang
pendidikan, sedangkan bidang garapan manajemen
pendidikan itu meliputi semua kegiatan yang
merupakan sarana penunjang proses belajar
mengajar dalam rangka mencapai tujuan pendidikan
yang telah ditetapkan. Substansi yang menjadi
garapan manajemen pendidikan menurut Husaini
Usman (2006:11), sebagai proses atau disebut juga
sebagai fungsi manajemen pendidikan adalah:
a. perencanaan;
b. pengorganisasian;
c. pengarahan (motivasi, kepemimpinan,
pengambilan keputusan, komunikasi, koordinasi
dan negoisasi, serta pengembangan organisasi);
d. pengendalian meliputi pemantauan (monitoring),
penilaian, dan pelaporan. Monitoring dan
evaluasi sering disingkat ME atau Monev.
Contoh 1, sumber daya manusia dapat dibatasi
pada ruang lingkup perencanaannya saja atau
pengorganisasiannya atau pengarahannya atau
pengendaliannya. Demikian pula untuk sumber
daya pendidikan lainnya.
15
Sejalan dengan ruang lingkup manajemen
pendidikan yang diuraikan oleh Husaini Usman di
atas, penulis akan membandingkannya dengan
pendapat-pendapat para ahli yang menyebutkannya
dengan istilah bidang garapan manajemen
pendidikan. Menurut Mulyasa (2002:20), fungsi
manajemen sekolah merupakan kegiatan kelompok
orang yang meliputi perencanaan, pelaksanaan,
pengawasan dan pembinaan. Dalam
implementasinya merupakan suatu proses yang
saling berkesinambungan.
Danim (2010:46), mendiskripsikan bahwa
manajemen sekolah merupakan kegiatan kelompok
orang untuk mencapai tujuan pendidikan yang telah
ditetapkan dengan mengembangkan sumber daya
sekolah melalui reformasi kemandirian tata kelola
keuangan sekolah, pemberdayaan masyarakat,
penyediaan sarana prasarana pembelajaran,
penentuan substansi kurikulum sekolah dan
muatan lokal.
Berdasarkan pendapat dari beberapa ahli di
atas mengenai bidang garapan manajemen
pendidikan maka dapat disepakati bahwa, dalam
penelitian ini bidang garapan manajemen
pendidikan sebagai aspek statis yang meliputi
manajemen atau administrasi murid, manajemen
kurikulum, manajemen personalia, manajemen
sarana, manajemen keuangan, manajemen
tatalaksana, manajemen organisasi lembaga
pendidikan, dan humas pendidikan atau sekolah.
Bidang garapan manajemen pendidikan ini
16
merupakan kajian yang akan digunakan untuk
meneliti mengenai manajemen pengelolaan
pendidikan formal yang dikelola oleh Yayasan
Pondok pesantren Al Ulya, yang terdiri dari Sekolah
Menengah Pertama (SMP) dan Sekolah Menengah
Kejuruan (SMK) Al Ulya.
2.2. Sistem Pendidikan Pesantren
Unsur-unsur suatu sistem pendidikan selain
terdiri atas para pelaku yang merupakan unsur
organik, juga terdiri atas unsur-unsur anorganik
lainnya, berupa: dana, sarana dan alat-alat
pendidikan lainnya; baik perangkat keras maupun
perangkat lunak. Hubungan antara nilai-nilai dan
unsur-unsur dalam suatu sistem pendidikan
merupakan satu kesatuan yang tak dapat
dipisahkan satu dari yang lain, bagaikan ”gula
dengan manisnya”.
Pengembangan sistem pondok pesantren yang
dimaksud di sini adalah sistem pendidikan terpadu,
yaitu lembaga pendidikan pondok pesantren yang
memiliki kondisi obyektif riil yang secara kultural
dan kelembagaannya terintegrasi dengan sistem
sekolah atau madrasah yang berada di lingkungan
pesantren. Jadi sistem pendidikan pesantren adalah
segenap komponen pendidikan yang bekerja
bersama-sama dalam rangka mencapai tujuan
pesantren tersebut.
17
2.2.1. Unsur-unsur Pesantren
Secara tradisi, sebuah institusi pendidikan
Islam dapat disebut "pesantren" kalau ia memiliki
elemen-elemen utama yang lazim dikenal di dunia
pesantren bahwa pondok, masjid, santri, pengajaran
kitab-kitab Islam klasik dan kyai merupakan lima
elemen dasar dari tradisi pesantren. Sebuah
pesantren pada dasarnya adalah sebuah asrama
pendidikan Islam tradisional di mana para siswanya
tinggal bersama dan belajar di bawah bimbingan
seorang Guru yang lebih dikenal dengan sebutan
”kyai”. Pondok merupakan unsur yang penting dari
sebuah pesantren. Istilah ”pondok” diambil dari
bahasa Arab ”funduq”, yang artinya ruang tidur.
Dalam dunia pesantren, pondok merupakan unsur
penting karena fungsinya sebagai tempat tinggal
atau asrama santri, sekaligus untuk membedakan
apakah lembaga tersebut layak dinamakan
pesantren atau tidak.
Selanjutnya unsur yang kedua dari sebuah
pesantren adalah masjid. Masjid merupakan tempat
yang sentral bagi sebuah pesantren. Pada pesantren
tertentu, masjid tidak hanya digunakan sebagai
tempat beribadah, akan tetapi juga digunakan
untuk kegiatan pengajian. Di lingkungan pesantren,
masjid memang bukan satu-satunya bangunan,
karena di sekitarnya masih ada atau banyak lagi
bangunan yang lain. Misalnya; gedung sekolah,
koperasi santri, dan bangunan lainnya.
Santri juga merupakan elemen penting dalam
pesantren. Apalah jadinya, jika sebuah pesantren
18
tidak memiliki santri. Menurut tradisi pesantren,
santri dapat dibagi menjadi dua kelompok, yaitu: (a)
santri mukim; murid-murid yang datangnya berasal
dari daerah yang jauh dan menetap di pesantren, (b)
santri kalong; murid-murid yang berasal dari desa-
desa atau daerah sekeliling pesantren dan biasanya
tidak menetap di pesantren.
Pengajaran kitab-kitab klasik (kitab kuning)
merupakan inti dari kegiatan keagamaan di
pesantren. Pada umumnya kepandaian seorang
santri diukur dari kemampuannya membaca dan
menjelaskan isi kandungan dari kitab kuning, oleh
karena itu agar bisa membaca dan memahami suatu
kitab dengan benar, seorang santri dituntut terlebih
dahulu untuk mempelajari dan mengerti dengan
baik ilmu-ilmu alat (pendukungnya) seperti nahwu,
sharaf, balaghah, ma’ani, bayan dan lain
sebagainya.
Adapun unsur yang terakhir dari pesantren
adalah kyai, walaupun dalam pembahasan ini kyai
ditempatkan pada urutan akhir, akan tetapi
keberadaan seorang kyai dalam pesantren adalah
laksana jantung bagi kehidupan manusia. Begitu
pentingnya kedudukan kyai, karena biasanya
seorang kyai adalah perintis, pendiri, pengelola,
pengasuh, pemimpin dan terkadang juga pemilik
tunggal sebuah pesantren. Itulah sebabnya, banyak
pesantren akhirnya bubar, lantaran ditinggal wafat
oleh kyainya, sementara dia tidak memiliki
keturunan yang dapat meneruskan pesantren.
19
2.2.2. Tipologi Pesantren
Sulthon Masthud mengatakan (2004:5), sejak
tahun 1970-an bentuk-bentuk pendidikan yang
diselenggarakan di pesantren sudah sangat
bervariasi. Bentuk-bentuk pendidikan dapat
diklasifikasikan menjadi empat tipe, yakni: (1)
pesantren yang menyelenggarakan pendidikan
formal dengan menerapkan kurikulum nasional,
baik yang hanya memiliki sekolah keagamaan (MI,
MTs, MA dan PT Agama Islam) maupun yang juga
memiliki sekolah umum (SD, SMP, SMU dan PT
Umum), seperti Pesantren Tebuireng Jombang dan
Pesantren Syafi’iyyah Jakarta; (2) pesantren yang
menyelenggarakan pendidikan keagamaan dalam
bentuk madrasah dan mengajarkan ilmu-ilmu
umum meski tidak menerapkan kurikulum nasional,
Seperti Pesantren Gontor Ponorogo dan Darul
Rahman Jakarta; (3) pesantren yang hanya
mengajarkan ilmu-ilmu agama dalam bentuk
Madrasah Diniyah (MD), seperti Pesantren Lirboyo
Kediri dan Pesantren Tegalrejo Magelang; dan (4)
pesantren yang hanya sekedar menjadi tempat
pengajian.
Pesantren di Indonesia mempunyai beberapa
tipe. Menurut Ditjen Bimbaga Islam Depag RI,
Kafrawi dan Wardi, Bahtiar (2000:21), pesantren
mempunyai tiga tipe, yaitu tipe A, tipe B, dan tipe C.
Pesantren tipe A adalah pesantren yang sangat
sederhana, di mana santri belajar tinggal bersama
kyai, materi pelajarannya ditentukan kyai dan
belum berbentuk madrasah. Pesantren tipe B yakni
20
pesantren yang sudah mempunyai madrasah dan
kurikulum tertentu dan pengajaran dari kyai pada
waktu-waktu yang ditentukan dan santri bertempat
tinggal di tempat tersebut. Kemudian pesantren tipe
C yaitu pesantren yang hanya semata-mata sebagai
asrama. Para santri belajar di madrasah-madrasah
atau sekolah-sekolah umum, dan kyai sebagai
pengawas dan pembinaan mental.
Maksum Mochtar (2004:198), mengemukakan
5 model pendidikan pesantren, yaitu: pertama,
model pendidikan yang diambil dari pesantren
Tebuireng Jombang Jawa Timur, dimana selain
menggunakan sistem pengajian dengan metode
utawi iki iku dalam forum sorogan, bandongan dan
mudzakarah, juga mengembangkan kurikulum
modern pada program-program pendidikan
madrasah dan sekolahnya. Kedua, model pendidikan
yang merujuk pada pesantren Maslakul Huda,
Kajen, Pati, Jawa Tengah, dimana selain tetap
mempertahankan tradisi pesantren klasik juga
merekayasa pendidikan madrasahnya sedemikian
rupa sehingga menambah bobot pendidikan
pesantren. Ketiga, model pendidikan yang diambil
dari pesantren modern Darussalam Gontor Ponorogo
Jawa Timur, dimana muatan pendidikannya
dikembangkan sendiri sejalan dengan pemikiran
para pendirinya dalam mengantisipasi kehidupan
modern, yakni dengan menekankan penguasaan
bahasa Arab dan Inggris. Keempat, model
pendidikan yang merujuk pada pesantren
Darunnajah di Jakarta atau As-Salam di Surakarta,
21
dimana kerangka yang dikembangkannya berwujud
pesantren dengan menyediakan kompleks
pemondokan yang memadai, sedangkan muatan
pendidikannya bertolak dari kurikulum pendidikan
madrasah atau sekolah formal. Kelima, model
pendidikan yang dikembangkan lembaga-lembaga
pendidikan elit dengan wujud sekolah tetapi dimodel
dalam bentuk pesantren (boarding school) atau
sekolah berasrama. Dengan sendirinya pula,
kurikulum pendidikan mengacu pada progam formal
karena memang mempersiapkan lulusannya untuk
memasuki dunia pendidikan formal yang lebih
tinggi.
2.3. Menejemen Sekolah Berbasis pondok
Pesantren
Dalam prinsip ajaran Islam segala sesuatu tak
boleh dilakukan secara asal-asalan melainkan harus
dilakukan secara rapi benar tertib dan teratur dan
proses-proses juga harus diikuti dengan tertib.
Dalam sebuah riwayat Rasulullah saw bersabda:
yang artinya: “Sesungguh Allah sangat mencintai
orang yang jika melakukan sesuatu pekerjaan
dilakukan secara Itqan (tepat terarah jelas dan
tuntas)” (HR Thabrani). Sebenar manajemen dalam
arti mengatur segala sesuatu agar dilakukan dengan
baik tepat dan tuntas merupakan hal yang
disyariatkan dalam ajaran Islam sebab dalam Islam
arah gayah (tujuan) yang jelas landasan yang kokoh
dan kaifiyah yang benar merupakan amal perbuatan
yang dicintai Allah swt.
22
Setiap organisasi termasuk pendidikan pondok
pesantren memiliki aktivitas-aktivitas pekerjaan
tertentu dalam rangka mencapai tujuan organisasi.
Salah satu aktivitas tersebut adalah manajemen.
Dengan pengetahuan manajemen pengelola pondok
pesantren bisa mengangkat dan menerapkan prinsip-
prinsip dasar serta ilmu yang ada di dalam Al-Qur’an
dan Hadis kedalam kembaga tersebut. Manajemen
sebagai ilmu yang baru dikenal pada pertengahan
abad ke-19 dewasa ini sangat populer bahkan
dianggap sebagai kunci keberhasilan pengelola
perusahaan atau lembaga pendidikan tak terkecuali
lembaga pendidikan Islam seperti pondok pesantren
maka hanya dengan manajemen lembaga pendidikan
pesantren diharapkan dapat berkembang sesuai
harapan karena itu manajemen merupakan sebuah
niscaya bagi lembaga pendidikan Islam atau
pesantren untuk mengembangkan lembaga ke arah
yang lebih baik.
Abudin Nata (2003:43), menyebutkan dewasa
ini pendidikan islam terus dihadapkan pada berbagai
problema yang kian kompleks karena itu upaya
berbenah diri melalui penataan SDM peningkatan
kompetensi dan penguatan institusi mutlak harus
dilakukan dan semua itu mustahil tanpa manajemen
yang profesional.
Seperti diketahui bahwa sebagai sebuah sistem
pendidikan Islam mengandung berbagai komponen
yang saling berkaitan satu sama lain komponen
tersebut meliputi landasan tujuan kurikulum
kompetensi dan profesionalisme guru pola hubungan
23
guru dan murid metodologi pembelajaran sarana
prasarana evaluasi pembiayaan dan lain sebagainya.
Berbagai komponen ini karena dilakukan tanpa
perencanaan konsep yang matang-seringkali berjalan
apa adanya alami dan tradisional akibat mutu
pendidikan Islam acapkali menunjukkan keadaan
yang kurang membanggakan.
Al-Qur’an dan Hadits yang notabene
merupakan landasan dan dasar pendidikan Islam
saat ini belum benar-benar digunakan sebagaimana
mestinya. Hal ini diakibatkan oleh minim pakar di
Indonesia yang secara khusus mendalami
pemahaman kedua sumber tersebut dalam perspektif
pendidikan Islam. Ummat Islam belum banyak
mengetahui tentang isi kandungan Al-Quran dan Al-
Sunnah yang berhubungan dengan pendidikan
secara baik. Akibat proses pendidikan Islam belum
berjalan diatas landasan dan dasar ajaran Islam itu
sendiri.
Sebagai konsekwensi visi dan misi pendidikan
Islam juga masih belum berhasil dirumuskan secara
baik dan universal. Tujuan pendidikan Islam juga
seringkali diorientasikan untuk menghasilkan
manusia siap pakai bukan siap hidup menguasai
ilmu Islam saja bukan berkarekter islami dan visi
diarahkan untuk mewujudkan manusia yang shalih
dalam arti ritual ukhrowi belum sosial dunia Akibat
lulusan pendidikan Islam hanya memiliki
kesempatan dan peluang yang terbatas mereka
kurang mampu bersaing dan tak mampu berebut
peluang dan kesempatan dalam ruang yang lebih
24
kompleks. Konsekwensi lebih lanjut lulusan
pendidikan Islam semakin terpinggirkan dan tak
berdaya ini merupakan masalah besar yang perlu
segera diatasi lebih-lebih dalam dunia persaingan
yang kian kompetitif dan mengglobal. Problema ini
kian diperparah oleh tak tersedia tenaga pendidik
Islam yang profesional yaitu tenaga pendidik yang
selain menguasai materi ilmu yang diajarkan secara
baik dan benar juga harus mampu mengajarkan
secara efektif dan efisien kepada para siswa serta
harus pula memiliki idealisme.
Manajemen yang dimaksud disini adalah
kegiatan seseorang dalam mengatur organisasi
lembaga atau perusahaan yang bersifat manusia
maupun non manusia sehingga tujuan organisasi
sekolah dapat tercapai secara efektif dan efisien.
Bertolak dari rumusan ini terdapat beberapa unsur
yang inheren dalam manajemen antara lain:
1. Unsur proses arti seorang manejer dalam
menjalankan tugas manajerial harus mengikuti
prinsip graduasi yang berkelanjutan.
2. Unsur penataan arti dalam proses manajemen
prinsip utama adalah semangat mengelola
mengatur dan menata.
3. Unsur implementasi arti setelah diatur dan ditata
dengan baik perlu dilaksanakan secara
profesional.
4. Unsur kompetensi. Arti sumber-sumber potensial
yang dilibatkan baik yang bersifat manusia
maupun non manusia mesti berdasarkan
kompetensi profesionalitas dan kualitasnya.
25
5. Unsur tujuan yang harus dicapai tujuan yang
ada harus disepakati oleh keseluruhan anggota
organisasi. Hal ini agar semua sumber daya
manusia mempunyai tujuan yang sama dan
selalu berusaha untuk mensukseskannya.
Dengan demikian tujuan yang ada dapat
dijadikan sebagai pedoman dalam melaksanakan
aktivitas dalam organisasi.
6. Unsur efektifitas dan efisiensi. Arti tujuan yang
ditetapkan diusahakan tercapai secara efektif dan
efisien.
Manajemen Pendidikan Pesantren adalah
aktivitas memadukan sumber-sumber Pendidikan
Pesantren agar terpusat dalam usaha untuk
mencapai tujuan Pendidikan Pesantren yang telah
ditentukan sebelum, dengan kata lain manajemen
Pendidikan merupakan mobilisasi segala
sumberdaya Pendidikan Pesantren untuk mencapai
tujuan pendidikan yang telah ditetapkan.
Maka manajemen Pendidikan Pesantren
hakekat adalah suatu proses penataan dan
pengelolaan lembaga Pendidikan Pesantren yang
melibatkan sumber daya manusia dan non manusia
dalam menggerakkan mencapai tujuan Pendidikan
Pesantren secara efektif dan efisien.”. Yang disebut
“efektif dan efisien” adalah pengelolaan yang
berhasil mencapai sasaran dengan sempurna cepat
tepat dan selamat. Sedangkan yang “tak efektif”
adalah pengelolaan yang tak berhasil memenuhi
tujuan karena ada mis-manajemen maka
manajemen yang tak efisien adalah manajemen
26
yang berhasil mencapai tujuan tetapi melalui
penghamburan baik, tenaga, waktu maupun
biaya.
Seorang manajer tak hanya memanfaatkan
tenaga bawahan yang sudah ahli atau trampil demi
kelancaran organisasi yang dia pimpin saja tetapi
juga memberikan kesempatan pada bawahan agar
mereka dapat meningkatkan keahlian atau
ketrampilannya. Manajer pendidikan pesantren
pada umum hanya tahu apa tugas mereka agar
proses pendidikan dapat berlangsung konstan
tetapi acapkali mereka kurang mampu
mengantisipasi secara akurat perubahan yang bakal
terjadi di masyarakat pada umum dan dalam dunia
pendidikan Islam khususnya. Akibat mereka hanya
tenggelam dalam tugas-tugas rutin organisasi
keseharian tetapi sangat sulit melakukan inovasi
progresif dan memungkinkan dicapai tujuan
organisasi secara lebih improve dan
membanggakan.
Dalam tiap perjalanan sebuah lembaga itu tak
terlepas yang nama aktivitas managemen karena
tiap lembaga organisasi dan termasuk pondok
pesantren selalu berkaitan dengan usaha-usaha
mengembangkan dan memimpin suatu tim kerja
sama atau kelompok orang dalam satu kesatuan
dengan memanfaatkan sumber daya yang ada.
Semua ini untuk mencapai suatu tujuan tertentu
dalam organisasi yang ditetapkan sebelumnya.
Maka dari pada itu keterkaitan managemen dan
memimpin tidaklah salah jika kemudian orang
27
menyatakan bahwa managemen sangat terkait erat
dengan persoalan kepemimpinan. Karena
managemen dari segi etimologi yang berasal dari
sebuah kata manage atau manus (latin) yang berarti
memimpin menangani mengatur dan membimbing.
Dengan demikian pengertian managemen dapat
diartikan sebagai sebuah proses khas yang terdiri
dari tindakan-tindakan; perencanaan,
pengorganisasian, penggiatan dan juga
pengawasan. Ini semua juga dilakukan untuk
menentukan atau juga untuk mencapai sasaran
yang telah ditetapkan melalui pemanfaatan sumber
daya manusia serta sumber-sumber lainnya.
Dari pengertian tersebut dapat diketahui
bahwa managemen adalah ilmu aplikatif dimana
jika dijabarkan menjadi sebuah proses tindakan
meliputi beberapa hal: Pleaning, organizing,
actuating, controling. Berdasarkan empat hirarki
tersebut managemen dapat bergerak tentu hal itu
juga bergantung tingkat kepemimpinan seorang
manager.
Maka berdasarkan dari definisi di atas baik
secara etimologi dan termenologi berbicara
managemen pendidikan pondok pesantren atau bisa
disebut mengolah konsep apapun tentang pesantren
sebenarnya bukanlah pekerjaan mudah. Terlebih
dahulu ada kenyataan bahwa tak ada konsep yang
mutlak rasional dan paling afdhol diterapkan di
pesantren. Baik sejarah pertumbuhan yang unik
maupun karena tertinggal pesantren dari lembaga-
lembaga kemasyarakatan lain dalam melakukan
28
kegiatan-kegiatan teknis pesantren belum mampu
mengolah apalagi dalam soal melaksanakan konsep
yang disusun berdasarkan pertimbangan rasional.
Kendati bersifat gradual dalam beberapa tahun
terakhir di lembaga pendidikan pesantren telah
dilakukan berbagai pembaharuan di bidang
manajemen sebagai jawaban atas tuntutan
demokratisasi global salah satu bentuk adalah
model manajemen demokratis yang berbasis
kultural dari oleh dan untuk peserta didik (DOUP)
dalam konteks ini terjadi rekonstruksi dari yang top
down menjadi button up dari yang doktrimal
menjadi demokratik dari yang menyeramkan
menjadi menyenangkan.
Konsederasi yang dapat digunakan bagi model
manajemen demokratis adalah bahwa tiap manusia
dan masyarakat diciptakan dalam keadaan merdeka
karena itu kemerdekaan adalah hak tiap manusia
dan kemerdekaan sejati itu adalah terbebas rakyat
dari berbagai bentuk ketidakberdayaan disegala
bidang termasuk pendidikan. Karena itu agenda
utama manajemen demokratis dalam pendidikan
islam adalah semangat pembebasan kaum
muslimin dari belenggu ideologi dan relasi
kekuasaan yang menghambat mencapai
perkembangan harkat dan martabat kemanusiaan
maka manajemen demokratis dalam pendidikan
islam sejati diarahkan pada proses aksi dimana
kelompok sosial kelas bawah mengontrol ilmu
pengetahuan dan membangun daya melalui
pendidikan penelitian dan tindakan social kritis.
29
Dari sisi managemen kelembagaan di pesantren
saat ini telah terjadi perubahan mendasar yakni
dari kepeminpinan yang sentralistik hirarkis dan
cenderung singgle fighter berubah menjadi model
managemen kolektif seperti model yayasan.
Sejati manajemen berhubungan erat degan
usaha untuk tujuan tertentu dengan jalan
menggunakan berbagai sumber daya yang tersedia
dalam organisasi atau lembaga pendidikan Islam
dengan cara yang sebaik mungkin. Manajemen
bukan hanya mengatur tempat melainkan juga
mengatur orang per orang dalam mengatur orang
tentu diperlukan seni atau kiat agar tiap orang yang
bekerja dapat menikmati pekerjaan mereka.
Perencanaan pendidikan islam adalah proses
mempersiapkan secara sistematis kegiatan kegiatan
yang akan dikerjakan pada waktu yang akan datang
untuk mencapai sasaran atau tujuan pendidikan
islam yang telah dirumuskan dan ditetapkan
sebelumnya. Dalam Islam keharusan membuat
perencanaan yang teliti sebelum melakukan
tindakan banyak disinyalir dalam teks suci baik
secara langsung maupun secara sindiran (kinayah)
misal dalam islam diajarkan bahwa upaya
penegakan yang ma’ruf dan pencegahan yang
munkar membutuhkan sebuah perencanaan dan
strategi yang baik sebab bisa jadi kebenaran yang
tak terorganisir dan terencana akan dikalahkan
oleh kebatilan yang terorganisir dan terencana.
Meskipun Alqur’an menyatakan yang benar pasti
mengalahkan yang bathil (al Isra’:81). Namun Allah
30
lebih mencintai dan meridhoi kebenaran yang
diperjuangkan dalam sebuah barisan yang rapi
terencana dan teratur (asshaff:4). Setelah
perencanaan dilanjutkan dengan pengorganisasian
yakni proses penataan pengelompokan dan
pendistribusian tugas tanggung jawab dan
wewenang kepada semua perangkat yang dimiliki
menjadi kolektifitas yang dapat digerakkan sebagai
satu kesatuan team work dalam mencapai tujuan
yang telah ditentukan secara efektif dan efesien.
Dalam Qs. (6:132), ditegaskan bahwa “Setiap orang
mempunyai tingkatan menurut pekerjaan masing-
masing” Sewaktu Rasulullah membentuk atribut-
aribut negara dalam kedudukan beliau sebagai
pemegang kekuasaan tertinggi beliau membentuk
organisasi yang didalam terlibat para sahabat beliau
yang beliau tempatkan pada kedudukan menurut
kecakapan dan ilmu masing-masing. Tidak dapat
dipungkiri bahwa Rasulullah adalah seorang
organisatoris ulung administrator yang jenius dan
pendidik yang baik yang menjadi panutan karena
itu beliau disebut sebagai panutan yang baik
(uswatun hasanah).
Setelah planning dan organizing dalam siklus
manajemen pendidikan Islam dilanjutkan dengan
actuating yakni proses menggerakkan atau
merangsang anggota anggota kelompok untuk
melaksanakan tugas mereka masing masing dengan
kemauan baik dan antusias.
Fungsi Actuating berhubungan erat dengan
sumber daya manusia oleh karena itu seorang
31
pemimpin pendidikan Islam dalam membina
kerjasama mengarahkan dan mendorong
kegairahan kerja para bawahan perlu memahami
seperangkat faktor-faktor manusia tersebut karena
itu actuating bukan hanya kata-kata manis dan
basa-basi tetapi merupakan pemahaman radik akan
berbagai kemampuan kesanggupan keadaan
motivasi dan kebutuhan orang lain yang dengan itu
dijadikan sebagai sarana penggerak mereka dalam
bekerja secara bersama-sama sebagai taemwork.
Siklus terakhir adalah controlling yakni proses
pengawasan dan pemantauan terhadap tugas yang
dilaksanakan sekaligus memberikan penilaian
evaluasi dan perbaikan sehingga pelaksanaan tugas
kembali sesuai dengan rencana yang telah
ditetapkan. Fungsi pengawasan merupakan upaya
penyesuaian antara rencana yang telah disusun
dengan pelaksanaan dilapangan untuk mengetahui
hasil yang dicapai benar-benar sesuai dengan
rencana yang telah disusun diperlukan informasi
tentang tingkat pencapaian hasil. Informasi ini
dapat diperoleh melalui komunikasi dengan
bawahan khusus laporan dari bawahan atau
observasi langsung. Apabila hasil tak sesuai dengan
standar yang ditentukan pimpinan dapat meminta
informasi tentang masalah yang dihadapi. Dengan
demikian tindakan perbaikan dapat disesuaikan
dengan sumber masalah. Di samping itu untuk
menghindari kesalahpahaman tentang arti maksud
dan tujuan pengawasan antara pengawas dengan
yang diawasi perlu dipelihara jalur komunikasi yang
32
efektif dan bermakna dalam arti bebas dari
prasangka negatif dan dilakukan secara
berdayaguna dan berhasilguna al hasil tujuan
pengawasan pendidikan Islam haruslah konstruktif
yakni benar-benar untuk memperbaiki
meningkatkan efektifitas dan efisiensi.
2.4. Implementasi Manajemen Sekolah Berbasis
Pondok Pesantren
1) Sistem pondok pesantren adalah sarana yang
bertugas sebagai perangkat organisasi yang
diciptakan untuk mencapai tujuan pendidikan yang
berlangsung dalam pondok pesantren.
2) Konsep pengembangan manajemen pondok
pesantren harus lebih akomodatif terhadap
perubahan yang serba cepat dalam era global saat
ini. Oleh karena itu idealisme”lillahi ta’ala” tersebut
harus dilapisi dengan profesionalisme yang
memadai, sehingga dapat menghasilkan kombinasi
yang ideal dan utuh yaitu idealisme-
profesionalisme.
3) Menciptakan model pendidikan modern yang tidak
lain terpaku pada sistem pengajaran klasik
(wetonan, bandongan) dan materi kitab-kitab
kuning. Tetapi semua sistem pendidikan mulai dari
teknik pengajaran, materi pelajaran, sarana dan
prasarananya didesain berdasarkan sistem
pendidikan modern.
4) Misi pesantren yang sesuai dengan filosofis
pendidikan Islam dan yang sudah dijelaskan diatas.
5) Kurikulumnya, Sistem Pengajarannya dan Sistem
pembiayaannya.
33
6) Pada esensinya dakwah yang di lakukan kiai
sebagai medium transformasi sosial melalui
pendekatan keagamaan. Pada esensinya dakwah
yang dilakukan kiai sebagai medium transformasi
sosial keagamaan itu di orientasikan kepada output
dan input pemberdayaaan salah satunya aspek
kongnitif masyarakat.
1. Output yang diharapkan
Output pondok pesantren harus memiliki
prestasi pondok pesantren yang dihasilkan oleh
proses pendidikan dan pembelajaran serta
manajemen di pondok pesantren.
Output pondok pesantren dikelompokan menjadi
empat macam:
a. Output berupa prestasi penggetahuan
akademik keagamaan.
b. Output berupa prestasi penggetahuan
akademik umum.
c. Output berupa prestasi keterampilan atau
kecakapan hidup.
d. Output berupa prestasi dalam bidang non
akademik.
2. Input podok pesantren
Karakteristik dari pondok pesantren yang
efektif diantaranya adalah memiliki input dengan
karakteristik sebagai berikut.
a. Adanya kebijakan, tujuan dan sasaran mutu
yang jelas
b. Sumber daya tersedia dan siap.
c. Staf yang kopeten, berdedikasi tinggi dan
berakhlakul karimah.
34
d. Memiliki harapan prestasi yang tinggi.
e. Focus pada pelanggan khususnya para
santri.
f. Adanya input manajemen yang memadai
untuk menjalankan roda pondok pesantren.
2.5. Pendekatan
Manajemen di dalam sebuah organisasi
sangat diperlukan, tidak terkecuali pada
sebuah lembaga pendidikan, karena memang
diantara keduanya memiliki hubungan yang
erat. Dikatakan pula bahwa manajemen
sebagai sub sistem kunci dalam suatu
organisasi dan merupakan kekuatan vital yang
menghubungkan sub sistem lainnya. Adapun
pendekatan penelitian ini adalah menggunakan
pendekatan kualitatif yang mengacu pada teori
manajemen pendidikan formal dan manajemen
pendidikan pesantren. Hal ini dilakukan agar
dalam menganalisis data dan informasi terkait
penelitian yang dilakukan tidak keluar dari
kaidah.
Tanshzil (2003:3), menjelaskan bahwa
lembaga pendidikan yang ber basis pesantren
model pembinaannya sarat dengan pendidikan
nilai-nilai luhur agama. Usman (2011:45),
berpendapat bahwa peningkatan mutu
pendidikan tidak hanya dilihat dari hasil
belajar atau bahkan hasil ujian saja namun
dimulai dari input, proses, output dan
outcomenya. Syukur (2011:51), menambahkan
35
bahwa sekolah secara keseluruhan akan
mencapai tujuan yang optimal bukan hanya
prestasi siswa melainkan juga prestasi
sekolahannya. Prestasi yang dimaksud
diperlukan sebagai upaya menciptakan situasi
pendidikan di sekolah dengan pengintegrasian,
penyelerasan dan penyederhanaan
pelaksanaan tugas yang terpisah-pisah sesuai
dengan tugas pokok dan fungsinya. Dengan
mengoptimalisasikan penggunaan sarana
prasarana, profesionalisme pendidik yang
mendukung upaya peningkatan kualitas proses
pembelajaran yang kondusif. Sehingga tercipta
iklim budaya pembelajaran yang sarat dengan
nilai-nilai karakter luhur pendidikan.
Suharto (2011:15), mengemukaan bahwa
pendidikan dilingkungan pesantren
menciptakan dan mengembangkan kepribadian
peserta didik yang beriman dan berakhlaq
mulia dan bermanfaat bagi masyarakat. Selain
itu pesantren harus menjadi pusat penguasaan
ilmu pengetahuan dan tehnologi juga
penanaman, pemahaman, pengamalan ajaran
agama. Frieda (2013:9), menjelaskan, bahwa
semakin tinggi kecerdasan emosi yang dimiliki
seseorang, mampu mengendalikan kesadaran
emosi dirinya sendiri dan orang lain, serta
mampu mengendalikan kemampuan tersebut
untuk mencapai hasil yang diharapkan.
Merujuk beberapa pendapat yang
menyatakan bahwa pendidikan berbasis
36
pesantren dapat membentuk siapa saja yang
belajar dan diharapkan menjadi cikal bakal
peserta didik yang unggul dengan penguatan
nilai keagamaan serta akhlaq, berilmu
pengetahuan, trampil serta mandiri dan
mampu bersaing di era modern. Secara
bertahap pendidikan berbasis pesantren dapat
meningkatkan kesejahteraan masyarakat.
Implementasi menejemen sekolah berbasis
pesantren tidak hanya dituntut sebagai
transfer ilmu akan tetapi juga mentransfer
nilai-nilai luhur pendidikan dan pengamalan
agama.
2.6. Indikator Peningkatan Manajemen Sekolah
berbasis Pesantren
Direktorat Jenderal Pembinaan SMP,
SMK (2012:14), menyatakan bahwa
pemenuhan standar pengelolaan dalam proses
pendidikan dapat dilihat dari keberhasilan
implementasi manajemen yang diterapkan
yang terdapat dilembaga tersebut. Usman
(2006:629), menjelaskan bahwa indikator
implementasi manajemen sekolah akan
berhasil apabila memiliki kemandirian, adanya
kemitraan, partisipasi masyarakat,
keterbukaan yang bertanggungjawab, dan
akuntabilitas yang dapat
dipertanggungjawabkan. Dalam era mutu
(Depdikbud:231), disebutkan bahwa indikator
manajemen sekolah akan tampak pada aspek
37
manajemen kegiatan pembelajarannya dan
partisipasi masyarakat.
Merujuk pada urain diatas maka
indikator peningkatan implementasi
manajemen sekolah pendidikan merupakan
tranparansi manajemen, kepercayaan kegiatan
sekolah diperlukan daya dukung sarana
prasarana proses pendidikan yang memadai.
Implementasinya mengacu pada standar
pengelolaan pendidikan antara lain
ketersediaan rencana kerja, dan rencana
anggaran kerja yang disahkan oleh komite,
pengasuh pesantren beserta kepala sekolah.
Proses kegiatan belajar mengajar yang lebih
aktif di dalam kelas, guru lebih bervariasi
menggunakan metode mengajarnya. Peran
serta masyarakat meliputi pertemuan orang
tua dan komite yang lebih berkualitas,
komunikasi pihak sekolah, pesantren dan
komite selalu bersinergi serta keterlibatan
tokoh masyarakat lebih intensif.
2.7. Kerangka berpikir
Implementasi manajemen sekolah
berbasis pesantren akan berhasil apabila
diantara alumni dapat berkiprah dimasyarakat
dan juga dapat melanjutkan ke jenjang yang
lebih tinggi. Selain mutu kepribadian peserta
didik yang beradab tampak kepercayaan diri,
kemandirian, disiplin, terampil, memilki
spiritual yang baik dan memadai dan dapat
38
bertanggungjawab sebagaimana tertuang
dalam tujuan pendidikan nasional.
Hasil pendidikan disekolah dapat
ditentukan oleh upaya memberikan wahana
dalam mengembangkan potensi peserta didik.
Kemampuan para pendidik dan tenaga
kependidikan, dengan menggunakan sarana
prasarana yang optimal dan dapat
mewujudkan situasi dan kondisi lingkungan
sekolah serta pesantren yang kondusif dan
proses pembelajaran yang nyaman. Syukur
(2011:92), menjelaskan bahwa pesrta didik
dapat belajar dengan nyaman, dengan
membuat wahana terbaik sebagai tempat
pembelajaran. Upaya menejemen sekolah
membuat peserta didik dapat belajar dengan
nyaman yang menghasilkasn pendidikan yang
berkarakter.
Gambar kerangka dasar pemikiran
Profesionalitas
pendidik
IMPLEMENTASI MENEJEMEN
HASIL
Perencanaan
Pelaksanaan
Pengawasan
Potensi peserta
didik
Sarana prasarana
Iklim yg
kondusif
Sekolah lebih
berprestasi,
diminati
masyarakat dan
berkarakter
keimana
PROSES
39
2.8. Kajian Riset terdahulu
Sejalan dengan permasalahan dalam
implementasi manajemen pendidikan formal
berbasis pesantren, Ummu Hanik (2013),
Manajemen Pengembangan Pendidikan Formal
Pesantren Sabilil Muttaqin (PSM) Takeran Magetan
Jawa Timur, di dalamnya membahas upaya PSM
dalam mempertahankan keberadaannya sebagai
sebuah lembaga pendidikan, menjelaskan model
manajemen yang dikembangkan PSM serta model
manajemen yang dipakai PSM dalam
mengembangkan pendidikan formalnya. Hasil
penelitian model pendidikan yang dikembangkan
PSM adalah model pendidikan yang memadukan
antara pendidikan pesantren dengan pendidikan
formal, dengan berlandaskan Risalah Qoidah yang
terdiri atas 9 qoidah dan nasehat luhur dari para
pemimpin pesantren. Dalam mengembangkan
pendidikan formalnya, PSM menggunakan model
manajemen yang berdasarkan sasaran (MBS) atau
management by Objectives (MBO).
Dalam penelitian Musarofah (2011) Manajemen
Pendidikan Berbasis Masyarakat: Tinjauan Historis
atas Pemberdayaan dan Pengembangan Pendidikan
Pesantren di Pondok Pesantren At-Tanwir
Bojonegoro, bahwa dalam penyelenggaraan
pendidikan berbasis masyarakat di pesantren
40
tersebut, adanya keterikatan secara informal antara
masyarakat dengan pesantren dalam bentuk
partisipasi tradisional dan ikatan emosional,
sehingga mempengaruhi pola hubungan perorangan
yang diakibatkan oleh perbedaan strata yang ada di
masyarakat. Dalam penelitiannya Musarofah tidak
banyak mengungkap output, karena keterbatasan
waktu penelitiannya.
Kemudian buku yang ditulis oleh Ainurrafiq
Dawam dan Ahmad Ta’arifin yang berjudul
Manajemen Madrasah Berbasis Pesantren. Di
dalamnya membahas tentang bagaimana penerapan
kurikulum madrasah yang bernaung di bawah
pesantren, pola kepemimpinan, pemberdayaan
sumber daya manusia, cara mengorganisir siswa
agar tidak berbenturan dengan kegiatan santri, dan
hal-hal lain yang selama ini menjadi masalah
madrasah yang menginduk pesantren.
Berdasar uraian diatas maka dianggap perlu
diadakan penelitian lebih lanjut implementasi
menejemen sekolah berbasis pondok pesantren di
SMP NU 06 Kedungsuren - Kaliwungu - Kendal.