11
13 BAB II TEORI LAJU REAKSI Sebagaimana telah didefinisikan dalam bab sebelumnya bahwa laju reaksi adalah perubahan konsentrasi pereaksi (reaktan) atau hasil reaksi per satuan waktu. Ada reaksi yang cepat, reaksi dengan besaran laju reaksi yang besar dan ada reaksi yang lambat, reaksi dengan besaran laju reaksi yang kecil. Besar atau kecil besaran laju reaksi berhubungan dengan sifat–sifat dasar daripada molekul– molekul pereaksi. Sifat–sifat dasar itu di antaranya adalah massa dan diameter (ukuran) molekul. Ada dua pendekatan teoritik dalam menjelaskan laju reaksi, yaitu teori tumbukan (collision theory) dan teori laju reaksi absolut atau teori keadaan transisi. A. Teori Tumbukan Teori tumbukan didasarkan kepada teori kinetika gas. Bagi reaksi–reaksi sederhana (elementer) bimolekul yang secara umum dapat digambarkan sebagai berikut: A + B hasil reaksi ....................................................... .............. 2.1 Berdasarkan teori kinetika gas, laju reaksi per satuan waktu antara dua jenis molekul, A dan B, sama dngan jumlah tumbukan yang terjadi per satuan waktu antara

Bab II Teori Reaksi Kimia Terkait Kinetika Kimia

Embed Size (px)

Citation preview

Page 1: Bab II Teori Reaksi Kimia Terkait Kinetika Kimia

13

BAB II TEORI LAJU REAKSI

Sebagaimana telah didefinisikan dalam bab sebelumnya bahwa laju reaksi

adalah perubahan konsentrasi pereaksi (reaktan) atau hasil reaksi per satuan

waktu. Ada reaksi yang cepat, reaksi dengan besaran laju reaksi yang besar dan

ada reaksi yang lambat, reaksi dengan besaran laju reaksi yang kecil. Besar atau

kecil besaran laju reaksi berhubungan dengan sifat–sifat dasar daripada molekul–

molekul pereaksi. Sifat–sifat dasar itu di antaranya adalah massa dan diameter

(ukuran) molekul. Ada dua pendekatan teoritik dalam menjelaskan laju reaksi,

yaitu teori tumbukan (collision theory) dan teori laju reaksi absolut atau teori

keadaan transisi.

A. Teori Tumbukan

Teori tumbukan didasarkan kepada teori kinetika gas. Bagi reaksi–reaksi

sederhana (elementer) bimolekul yang secara umum dapat digambarkan sebagai

berikut:

A + B hasil reaksi ..................................................................... 2.1

Berdasarkan teori kinetika gas, laju reaksi per satuan waktu antara dua jenis

molekul, A dan B, sama dngan jumlah tumbukan yang terjadi per satuan waktu

antara kedua jenis molekul tersebut. Anggapan dasar yang diberlakukan oleh teori

tumbukan bagi reaksi 2.1 adalah: (1) Tiap molekul pereaksi A dan B dianggap

sebagai bola, masing– masing dengan diameter σA dan σB, dengan massa mA dan

mB dan (2) Tiap tumbukan yang berlangsung antar A dan B menghasilkan suatu

reaksi.

Menurut teori kinetika gas jumlah tumbukan yang terjadi antar molekul A

dan B adalah:

z=σ AB2 {8 π kB T (mA +mB

mA . mB)}

12 [ A ] [ B ] ................................................... 2.2

dengan σAB = jarak terdekat antara molekul A dan molekul B, mA = massa

molekul A, mB = massa molekul B, kB = tetapan Boltzmann. Jarak terdekat antara

molekul A dan B divisualisasikan pada Gambar 2.1.

Page 2: Bab II Teori Reaksi Kimia Terkait Kinetika Kimia

σABrA

rA

A B

14

Atas dasar dua anggapan yang diberlakukan oleh teori tumbukan bagi dua

molekul A dan B, maka laju reaksi per satuan volum sama dengan jumlah

tumbukan antar A dan B, per satuan volum per satuan waktu, sama dengan Z,

yaitu:

r=σ AB2 {8 π k BT (mA+mB

mA . mB)}

12 [ A ] [ B ] ................................................2.3

Jika ungkapan ini dituliskan dalam bentuk:

r = k [A] [B] .......................................................................................2.4

maka dihasilkan ungkapan bagi tetapan laju reaksi:

k=σ AB2 {8π k B T (mA+mB

mA .mB)}

12 ......................................................... 2.5

Nilai tetapan laju reaksi, k yang dihitung menggunakan persamaan 2.5 ternyata

memberikan hasil yang jauh terlalu besar, sekitar 103 – 108 kali lebih besar dari

nilai k yang dihitung berdasar data eksperimen. Hal ini dapat dimaklumi,

mengingat teori tumbukan telah mendasarkan kepada anggapan bahwa tiap

tumbukan antara molekul A dan molekul B akan menghasilkan reaksi. Dengan

kata lain, teori ini mengabaikan kenyataan bahwa tumbukan yang terjadi antara

dua molekul dapat berlangsung mulai dengan yang berenergi rendah hingga ke

yang berenergi tinggi.

Perbedaan antara nilai k yang dihitung secara teoretik dan nilai k yang

diukur secara eksperimen dikoreksi dengan memasukkan konsep Arrhenius

tentang energi pengaktifan, Ea, dipostulatkan bahwa tidak semua tumbukan antar

Gambar 2.1 Jarak Terdekat antara Dua Molekul

Page 3: Bab II Teori Reaksi Kimia Terkait Kinetika Kimia

15

molekul menghasilkan reaksi. Hanya molekul–molekul yang memiliki energi

sama dengan atau lebih besar dari energi pengaktifan dapat menghasilkan reaksi.

Tumbukan antar molekul yang terjadi dengan energi lebih rendah dari Ea tak akan

menghasilkan reaksi, dan karena itu tidak memberikan sumbangan pada harga

tetapan laju k. Ungkapan bagi tetapan laju sebagaimana ditunjukkan pada

persamaan 2.5 harus dikoreksi, harus dikalikan dengan suatu faktor yang

merepresentasikan fraksi dari molekul–molekul yang bertumbukan dengan energi

lebih besar dari Ea. Dari distribusi Boltzman dapat diturunkan bahwa besar faktor

tersebut adalah e-Ea/RT, sehingga diperoleh ungkapan:

k=σ AB2 {8π k B T (mA+mB

mA .mB)}

12e

−EaRT ............................................2.6

Di sisi lain, Arrhenius telah mengembangkan hubungan antara tetapan laju reaksi

dan temperatur (T) yang selanjutnya disebut hukum Arrhenius:

k=A .e−EaRT ..................................................................................2.7

Jika persamaan 2.6 dikoneksikan dengan persamaan 2.7, maka nilai faktor

frekuensi A dalam hukum Arrhenius adalah:

A=σ AB2 {8π k B T (mA+mB

mA . mB)}

12 ..........................................................2.8

Perhitungan tetapan laju, k menggunakan persamaan 2.6 dengan

memasukkan data ukuran dan massa dari molekul–molekul pereaksi serta harga

energi pengaktifan yang diamati, ternyata menghasilkan harga k yang cukup dekat

dengan harga k yang diamati atau diperoleh berdasar data eksperimen. Simpangan

terkecil antara harga k yang dihitung dengan yang diamati adalah untuk reaksi

antara atom–atom atau molekul–molekul sederhana. Simpangan tersebut

bertambah besar dengan makin besar serta makin rumitnya molekul, dimana harga

k yang diamati adalah lebih rendah dari yang dihitung. Bagi molekul–molekul

rumit, harga k yang diamati dapat lebih rendah dengan faktor antara 10-2 ingga

106.

Bahwa teori tumbukan ini kurang berhasil bagi molekul–molekul rumit

sekali lagi dapat ditelusuri dari anggapan dasar yang digunakan, yaitu bahwa laju

Page 4: Bab II Teori Reaksi Kimia Terkait Kinetika Kimia

16

reaksi berbanding dengan jumlah tumbukan dan bahwa dalam tumbukan tiap

molekul dianggap sebagai bola–bola. Dalam kenyataan, tiap molekul mempunyai

bangun ruang tertentu dan semakin rumit suatu molekul, makin rumit pula bangun

ruangnya. Bagi molekul–molekul yang demikian, reaksi umumnya terjadi tidak

asal bertumbukan dengan molekul lain dengan energi tertentu, tetapi juga hanya

bila bagian–bagian tertentu dari suatu molekul bertemu dengan bagian tertentu

dari molekul yang lain pula. Dengan demikian maka jumlah tumbukan yang

menghasilkan reaksi akan berkurang lagi dari yang dihitung menurut persamaan

2.6. Karena rendahnya hasil yang diamati ini disebabkan oleh faktor kesesuaian

arah ruang dari molekul–molekul pereaksi, gejala ini disebut sebagai efek sterik

(dari kata stereo yang berarti ruang). Adanya efek sterik yang sangat khusus bagi

tiap reaksi tidak memungkinkan dikembangkannya perbaikan lebih lanjut dari

teori tumbukan.

Meskipun teori tumbukan hanya dapat menjelaskan reaksi yang sederhana

saja, namun dapat disimpulkan hal–hal seperti berikut:

a. Laju reaksi bergantung pada konsentrasi reaksi, karena jumlah tumbukan

per detik bertambah jika konsentrasi bertambah.

b. Laju reaksi bergantung pada sifat pereaksi karena energi pengaktifan yang

berbeda.

c. Laju reaksi bergantung pada suhu (T) karena jumlah molekul berenergi

cukup untukbereaksi merupakan fungsi suhu.

B. Teori Keadaan Transisi

Bagi reaksi antara molekul–molekul yang rumit telah dikembangkan teori

yang lebih sempurna daripada teori tumbukan, dimana diperhitungkan pula

struktur kimia dari masing – masing pereaksi. Teori ini yang dikenal sebagai teori

keadaan perelihan/transisi atau teori laju absolute. Teori ini dikembangkan oleh H.

Eyring pada tahun 1935. Teori ini telah menghasilkan perhitungan yang cukup

dekat dengan hasil yang diamati bagi molekul yang tak terlalu rumit. Mengingat

pembahasan dari teori ini sangat sulit disajikan pada buku ini, maka hanya akan

diberikan gagasan dasar yang mendasarinya.

Page 5: Bab II Teori Reaksi Kimia Terkait Kinetika Kimia

17

Anggapan dasar teori ini adalah bahwa proses yang dijalani molekul–

molekul pereaksi dari keadaan awal ke keadaan akhir, yang berupa hasil reaksi,

harus dilampaui suatu keadaan yang disebut keadaan peralihan. Keadaan ini

memiliki energi potensial yang lebih tinggi dari keadaan awal maupun keadaan

akhir. Oleh sebab itu, keadaan ini sering disebut kompleks teraktifkan. Bagi reaksi

umum seperti berikut:

A + B = P + Q .................................................................... 2.9

Bila teori keadaan transisi diterapkan pada reaksi ini, maka pertama kali A dan B

membentuk suatu keadaan peralihan yang biasa disebut X≠.

A + B X≠ P + Q ...................................................2.10

Kompleks teraktifan, X≠ umumnya dianggap dalam kesetimbangan dengan A dan

B.

A + B X≠ .........................................................................2.11

dan konstanta kesetimbangan adalah:

K=[ X ≠]

[ A ] [ B ] ...............................................................................2.12

Dalam keadaan 2.11 jarak antara A dan B cukup dekat, sedangkan bagian–bagian

yang akan terlepas menjadi P dan Q sudah mulai merenggang, tetapi belum

terlepas.

Keadaa X≠ bukan keadaan antara yang dapat dipisahkan, tetapi hanyalah

keadaan transisi/peralihan, karena akan segera mengalami penguraian menjadi P

dan Q.

X≠ P + Q .................................................................................2.13

Laju pembentukan P sebanding dengan konsentrasi X≠ dan frekuensi pecahnya X≠

per satuan waktu.

r=ϑd [ X ≠ ] .................................................................2.14

dengan ϑ d = frekuensi pecahnya X≠.

Berdasarkan persamaan 2.12 maka persamaan 2.14 dapat ditulis kembali

menjadi:

r=ϑd K [ A ] [ B ] ................................................................2.15

atau

Page 6: Bab II Teori Reaksi Kimia Terkait Kinetika Kimia

Ea

A + BKeadaan awal P + Q

Keadaan akhir

18

r=k [ A ] [ B ] ......................................................................2.16

dengan: k=ϑd K

Jadi, bila pada teori tumbukan dipersoalkan berapa jumlah molekul yang

bertumbukan per satuan waktu, maka pada teori keadaan transisi dipertanyakan

berapa frekuensi pecahnya kompleks teraktifan per satuan waktu.

Bila digambarkan energi potensial dari sistem reaksi, mulai dari keadaan

awal hingga menjadi keadaan akhir, diperoleh gambaran seperti pada Gambar 2.2.

Dalam Gambar 2.2 terlihat bahwa selisih energi potensial antara keadaan

awal dengan keadaan transisi adalah energi pengaktifan, Ea, agar dapat mencapai

keadaan peralihan/transisi X≠ dan kemudian pecah menjadi hasil–hasil reaksi P

dan Q. Bagi molekul–molekul pereaksi yang energi kinetiknya lebih rendah dari

Ea akan memerlukan waktu tambahan, baik melalui tumbukan dengan sesamanya

maupun dengan dinding, untuk mendapatkan pertambahan energi hingga dapat

mencapai yang diperlukan. Efek dari kenaikan suhu adalah memperbesar energi

kinetik rata–rata dari sistem, sehingga akan lebih banyak molekul yang memiliki

energi Ea dan dengan demikian lebih banyak yang dapat mencapai keadaan

transisi. Dengan kata lain, laju reaksi akan diperbesar.

Gambar 2.2 Perubahan Energi Potensial Sistem Reaksi, Menurut Teori Keadaam Transisi, dengan Ea = energi pengaktifan

Page 7: Bab II Teori Reaksi Kimia Terkait Kinetika Kimia

19

Tugas untuk Bab ini

1. Hitung jumlah tumbukan per detik per molekul dan jumlah mol tumbukan

per liter per detik untuk gas oksigen pada 25 0C dan 1 atm. Diameter

molekul oksigen = 3,61 Å.

2. Pada 700K tetapan laju reaksi dari reaksi:

H2 + I2 2 HI

adalah 6, 42 x 10-2 liter/ mol detik. Besar energi pengaktifan, Ea = 167 kJ.

Hitung tetapan laju yang diprediksi berdasar teori tumbukan. Hitung faktor

koreksinya (faktor sterik). Data lain yang diketahui σ H 2 = 225 pm dan σ I2

= 559 pm, yang didapat dari pengukuran viskositas.