Upload
others
View
8
Download
0
Embed Size (px)
Citation preview
3
BAB II
TINJAUAN PUSTAKA
2.1 Penelitian Terdahulu
Berdasarkan dari beberapa sumber terdahulu yang mengamati perancangan
pemarut sagu antara lain :
Pernyataan dari saudara Muhammad Khadafi, USK (2015), yaitu alat parut sagu
yang telah dihasilkan pada perencanaan dan perancangan ini adalah alat parut
sagu bertenaga motor bakar 4 Tak 4,8 HP, dengan diameter silinder parut 16,8
cm, panjang 35 cm dan kecepatan putar 3600 rpm. Dengan adanya pabrikasi dan
aplikasi teknologi alat pemarut sagu pada industri di pedesaan, akan medorong
pengembangan agroindustri dengan peran utama adalah petani. secara langsung
akan bermanfaat bagi pemberdayaan masyarakat, perbaikan pendapatan dan
kesejahteraan, penyedian bahan pangan karbohidrat dengan mutu yang memadai
serta meningkatya bahan baku industri. Prototipe alat pemarut sagu yang telah
dirancang terdiri atas beberapa komponen, antara lain: silinder parut, hopper,
unloading, rangka, pendorong, motor penggerak dan sistem transmisi. Modifikasi
mata parut dimaksudkan untuk menambah efisiensi alat pemarut sagu pada saat
proses penghancuran empelur sagu. Dari perhitungan elemen-elemen mesin pada
alat pemarut sagu, diketahui bahwa sangat penting untuk dilakukannya
perencanaan elemen-elemen alat tersebut supaya menghasilkan desain gambar
rangcangan yang sesuai seperti apa yang butuhkan untuk dilakukannya tahapan
untuk proses pembuatan alat nantinya. (Khadafi, 2015)
Pernyataan dari Ikmal Indra dan Agus Susanto, (2017), yaitu salah satu UMKM
yang mengolah sagu untuk dijadikan mie sagu adalah “Mie Sagu Barokah” milik
Bapak Rahmat yang memiliki kapasitas produksi 50 kg sampai 70 kg per hari.
Seperti biasanya, dalam mengolah batang sagu untuk dijadikan pati sagu masih
menggunakan cara tradisional dan semi mekanis. Pemarutan batang sagu untuk
dijadikan pati sagu dilakukan di rumah yang juga merupakan tempat usaha mie
sagu.Dari hasil survey dan wawancara, proses pemarutan batang sagu yang
selama ini dilakukan memiliki beberapa kelemahan yaitu 1.Ongkos angkut batang
4
sagu masih mahal, 2.Memerlukan tempat yang luas, 3.Suara mesin pemarut yang
sangat menggangu tetangga, 4.Bau dari tumpukan kulit batang sagu.Tujuan
penelitian ini adalah membuat alat pemarut batang sagu portable dan melakukan
analisa ongkos produksi penggunaan alat pemarut batang sagu portable. Dari hasil
penelitian diperoleh waktu rata-rata pemarutan tual batang sagu sebesar 4,14
menit dengan biaya sebesar Rp. 226,79/kg. (Indra, 2017)
Pernyataan dari Effendi dan Zulfandri, (2015), yaitu perancangan mesin ini
menggunakan sistem parutan guna untuk menghancurkan empulur batang sagu
agar pati sagu dapat keluar dari batangnya, parutan dirancang berbentuk silinder
dan diberikan susunan mata parut disekeliling silinder parutan tersebut. Batang
sagu diparut pada silinder yang sedang berputar sehingga empulur batang sagu
hancur dan masuk kedalam bak pencucian, Empulur batang sagu hasil parutan
dicuci di dalam bak guna untuk memisahkan pati sagu dengan ampas dengan
menggunakan saringan. Sistem pencucian dan pengendapan mengguanakan dua
pompa Sanyo PWH 13, pompa pertama menarik air dari sumber mata air ke
dalam bak pencucian dan pompa yang kedua memindahkan hasil pencucian ke
dalam bak pengendapan. Hasil parutan empulur sagu yang didapatkan dari
perancangan ini adalah 6,125 kg/menit (dibulatkan menjadi 350 kg/jam ) dan
untuk lebar parutan 40 cm. (Effendi, 2015)
Pernyataan dari Isna Juwita, USK (2014), yaitu Sagu merupakan bahan pangan
yang mengandung karbohidrat lebih tinggi daripada bahan pangan pokok lainnya
seperti beras. Tepung sagu juga dapat digunakan sebagai bahan baku dalam
pembuatan makanan yang lebih modern dan sudah dikenal secara luas oleh
masyarakat, bersifat lebih komersial dan diproduksi dengan alat semi-mekanis
atau mekanis. Pada industri pengolahan sagu, terdapat beberapa aspek yang perlu
diperhatikan seperti aspek teknis dan ekonomi. Analisis teknis dilakukan untuk
menghitung besarnya kapasitas kerja alat pemarut sagu dan rendemen pati sagu
yang dihasilkan dari alat pemarut sagu yang digunakan pada industri pengolahan
sagu. Sedangkan analisis ekonomi dilakukan agar dapat diketahui seberapa besar
keuntungan yang didapatkan oleh industri pengolahan sagu tersebut terhadap
penggunaan mesin pemarut sagu. Penelitian ini bertujuan untuk untuk melakukan
5
analisa baik secara teknis maupun ekonomi pada alat pemarut sagu. Penelitian ini
dilakukan dengan cara pengumpulan data secara observasi, wawancara dan studi
literatur. Data yang dikumpulkan berupa data primer dan data sekunder. Data primer
yang diperoleh meliputi harga awal pembelian mesin, produk yang dihasilkan seperti
massa sagu dan harga sagu per batang, waktu pemarutan dan jumlah bahan bakar yang
digunakan. Data primer diperoleh dengan cara wawancara langsung bersama pemilik
pabrik. Sedangkan data sekunder diperoleh dengan cara mencatat spesifikasi yang ada
pada mesin pemarut sagu pada pabrik tersebut. Setelah data tersebut dikumpulkan,
kemudian dilakukan analisa data baik analisis teknis maupun analisis ekonomi.
Berdasarkan hasil penelitian yang dilakukan, maka diperoleh hasil analisa teknis
dan analisa ekonomi dari mesin pemarut sagu. Analisa teknis dari pemarut sagu
mekanis pada pabrik Gilingan Sagu Alue Jareng adalah sebesar 411,13 kg/jam
untuk nilai rata-rata kapasitas kerja alat pemarut, dan rendemen pati sagu sebesar
25%. Sedangkan untuk analisa ekonomi, biaya tetap yang harus dikeluarkan oleh
pabrik adalah sebesar Rp.2.520.000/thn, biaya tidak tetap adalah sebesar
Rp.113.520/jam, biaya pokok per satuan waktu sebesar Rp.114.570/jam, biaya
pokok per satuan produksi sebesar Rp. 279/kg, dan nilai B/C Ratio sebesar 2,76
karena nilai B/C Ratio lebih besar daripada 1, maka penggunaan mesin pemarut
sagu layak diusahakan pada pabrik tersebut. (Isna Juwita, 2014)
2.2 Tanaman Sagu
Tanaman Sagu atau yang dikenal dengan bahasa latin (Mertroxylon Sp)
hanyak ditemukan tumbuh didaerah seperti didaerah Kalimantan, Maluku dan
Papua karena tanahnya lahan gambut . Tumbuhan ini telah lama dikenal penduduk
umumnya yang berdomisili di wilayah Indonesia. Namun hingga saat ini tidak ada
data yang tepat untuk menentukan atau mengungkapkan kapan awal mula sagu ini
ditrmukan. Indonesia telah dikenal sehagai Negara pengekspor inti pati sagu.
Karena penyediaannya yang tidak terbatas, mengakibatkan ekspor pati sagu
kurang berkembang dengan baik. Sehingga penggunaannya dalam industri
bergeser oleh pati jagung (Maizena).
Sagu merupakan salah satu tanaman pangan yang dapat digunakan sebagai
sumber karbohidrat yang cukup potensial di Indonesia. Sagu dikenal sebagai
bahan makanan pokok sebagian wilayah Indonesia bagian Timur. Selain itu bagi
6
industri makanan dan kue dalam Skala Home Industry (Industri Rumah Tangga)
menggunakan sagu sebagai bahan dasar dalam usahanya. Tepung Sagu adalah
salah satu hasil dari produksi dari pembuatan pati sagu yang saat ini banyak
dimakan masyarakat, bahkan dibeberapa daerah digunakan sebagai makanan
ternak.
Gambar 2.1 Tanaman sagu
(Ambarra 2010)
Luas wilayah areal tanaman sagu di Indonesia baik yang tumbuh secara Iiar
maupun yang telah dibudidayakan belum diketahui pasti. Menurut Flach dalam
Darma (2001) diperkirakan terdapat 1.114 Hektar lahan tanaman sagu dan
produksi pati sagu kering 5 juta ton pertahun. Komoditi sagu akhirnya mulai
muncul sejak tahun 1989-1990 dalam percaturan pembangunan nasional sebagai
suatu alternatif yang bata yang dapat menggantikan ketergantungan masyarakat
Indonesia pada komoditi beras (Haryanto dan Pangloli,1992).
Akibat dari dampak teknologi pengelolaan, eksploitasi, budidaya sagu
Indonesia mengalami keterlambatan. Sagu yang tersebar didaerah Indonesia
belum seluruhnya dimanfaatkan. Menurut penelit di Badang Pengkajian dan
Penerimaan Tektnologi (1 BPPT), sekitar enam juta ton sagu kering atau basah
terbuang pertahun dari daerah-daerah yang tidak mampu mengelola sagu secara
benar guna. Karena banyaknya tanaman sagu di daerah-daerah tidak dapat
dipelihara dengan baik, sehingga tanaman sagu terbengkalai begitu saja. Bila
dibandingkan dengan daerah atau tempat sumber budidaya tanaman sagu, mereka
dapat mendirikan suatu pabrik pengolahan sagu dengan skala cukup besar dimana
7
tingkat pembuatan produksinya memiliki nilai tinggi yang sesuai dengan hasil
produksinya.
Pada umumnya masyarakat yang memiliki tanaman sagu dilokasi daerah-
daerah yang terpencar mengalami factor-faktor kesulitan dalam tingkat
pengelolaanya. Selain nilai tinggi untuk mendirikan sebuah pabrik pengolah sagu
yang tidak sesuai dengan hasil yang akan diperoleh jauhnya daerah dari warga,
tanaman sagu yang akan dikelola. Untuk itu para petani atau pemilik tanaman
sagu membutuhkan suatu alat yang memadai untuk proses pengolahan sagu agar
masalah tingkat pengolahannya dapat teratasi. Umumnya pengolahan sagu
dibebankan dalam sistem pemarutan sagu karena proses ini diperlukan tenaga
yang mudah dan jangka waktu yang sebentar.
2.3 Potensi Sagu di Kalimantan Selatan
Potensi pati sagu di Kalimantan Selatan sangat menjanjikan, menurut
Yamatomo (2004) dan Widjono (2007) menyebutkan bahwa beberapa jenis sagu
mampu menghasilkan lebih dari 300 kg pati kering pohon, sehingga secara teoritis
setiap 100 hektar dengan 100 pohon dapat menghasilkan 70.000 kg (70 ton) pati
sagu kering. Potensi ini belum dimanfaatkan secara baik, khususnya di Tabalong
dengan luas tanaman sagu 123 hektar baik yang tumbuh secara liar.
Berdasarkan potensi tersebut diatas, maka dapat dihasilkan pati sagu kering
atau basah yang dapat di manfaatkan untuk berbagai macam produk olahan
berbasis sagu. pembuatan pati sagu kering dapat ditingkatkan apabila pembuatan
bahan baku sagu dapat dimaksimalkan serta adanya dukungan dari manusia
manusia, serta alat dan mesin pengolahan pati sagu.
Kalimantan Selatan yang terdiri dari 13 daerah kabupaten/kota, dengan
jumlah penduduk secara keseluruhan mencapai 3.626.616 jiwa (2010). Memiliki
sumber daya alam yang besar di bidang pertanian, perkebunan, peternakan, dan
perikanan atau pertambangann. Selain itu Kalimantan Selatan juga memiliki
potensi sumber daya alam lainnya seperti gas dan minyak bumi, emas, batu bara,
dan panas bumi. juga Kalimantan Selatan kaya dengan sejarah dan kebudayaan
sehingga dapat dijadikan sebagai potcesi pariwisata yang handal di Asia.
8
Prioritas kebijakan ekonomi melalui pengembangan potensi komoditas
unggulan kabupaten/kota sebagai pondasi untuk membangun Tabalong menjadi
terminal logistik regional untuk menciptakan lapangan pekerjaan dan
meningkatkan kesejahteraan masyarakat dalam rangka mengurangi angka atau
tingkat kemiskinan di kabupaten/kota. Pada akhirnya, hal tersebut diharapkan
meningkatkan pertumbuhan ekonomi lokal dan Nasional.
2.3.1 Luas Penyebaran Tanaman Sagu
Daerah penyebaran tumbuhnya tanaman sagu di Kalimantan Selatan
sangat luas, mulai dari daerah Tabalong, daerah Balangan, Serta beberapa
kabupaten seperti Kabupaten Rantau, Hulu sungai tengah.
Gambar 2.2 Peta penyebaran tanaman sagu di Kalimantan Selatan
Table 2.1 Penyebaran Potensi Sagu di Tabalong
Daerah Luas (ribu HA) Catatan
Kabupaten Kota Tabalong 30 -
Kabupaten Balangan 26 -
Kabupaten HST 14 -
9
Kabupaten HSS 28 -
Kabupaten HSU 10 -
Kabupaten Rantau 15 -
Total 123
2.4 Proses Pengolahan Sagu
Pada dasarnya proses pembuatan sagu untuk mendapatkan tepung sagu,
dibuat dari empulur batang sagu yang sudah dikupas dari kulit. Tahapan proses
pembuatan tepung sagu secara umum meliputi: penebangan pohon, pemotongan
dan pembelahan, penokokan atau pemarutan, pemerasan, penyaringan,
pengendapan dan pengemasan. Tahapan yang paling hanyak membutuhkan tenaga
dan waktu adalah penghancuran empulur batang menjadi .
Dilihat dari cara dan alat yang digunakan, pembuatan tepung sagu yang
dilakukan di daerah-daerah penghasil sagu di Indonesia saat ini dapat
dikelompokkan atas cara tradisional, semi mekanis dan mekanis. Dalam proses
pembuatan sagu penerapan teknologi mekanis dalam bentuk mesin dan peralatan
tepat guna (Appropriate Technology) di kalangan industri kecil sangat tepat untuk
dikembangka, agar jumlah dan mutu produk dapat ditingkatka. Sehingga bisa
mengantar corak pertanian yang tradisional menuju ke sistim pertanian moderen.
Persyaratan dari teknologi dimaksud adalah mudah dibuat,mudah dioperasikan,
sederhana, praktis, efisien dan mudah diserap oleh petani karena harganya
terjangkau.Untuk maksud tersebut, setiap daerah harus mengembangkan alat dan
mesin pertanian yang sesuai dengan kondisi setempat karena pengalaman
menunjukkan bahwa alat pemarutan dari luar banyak menemui berbagai kendala.
Berdasarkan masukan atau umpan balik dari masyarakat pengguna, pemarutan
pengolahan sagu tersebut masih terdapat beberapa kekurangan baik untuk alat
pemarut maupun alat ektraksi sehingga perlu diperbaiki terutama dari segi desain
fungsional (komponen proses).Untuk menanggulangi kendala tersebut, perlu
dilakukan optimasi desain untuk meningkatkan efektivitas dan effisiensi alat
tersebut, dengan tetap berbasis pada teknologi tepat guna sehingga bisa diproduksi
secara lokal dan sesuai digunakan oleh masyarakat di daerah pedesaan
10
karenapengoperasiaannya tidak memerlukan keterampilan yang tinggi. (Boston,
09 November 2009).
Gambar 2.3 Diagram alir proses pengolahan sagu mekanis sistem terpadu
11
2.5 Proses Pemarutan dan Alat Pemarut Sagu
Adapun langkah-langkah proses mekanise pemarutan sagu dapat dilakukan
sebagai berikut, sebagaimana yang diperlihatkan pada gambar 2.4 yaitu:
a. Mekanisme pemarutan sagu diawali dengan memasukan empulur sagu dari
atas melalui hopper, sehingga empulur jatuh secara gravitasi ke silinder
pemarut.
b. Empulur sagu yang dimasukan ke dalam hopper dapat ditekan untuk
mempercepat dan mengontrol proses pemarutan dengan sistem pendorong
empelur sagu.
c. Penberian tekanan pada empulur sagu, akan mendorong empulur sagu yang
ada di dalam hopper ke arah silinder parut. Hal ini akan mempercepat proses
pemarut dan meningkatkan efisiensi alat yang berfungsi untuk keamanan
dan ergonomika alat pemarut.
d. Potongan empulur sagu hasil parutan akan ditampung oleh sistem
pengeluaran yang terapat di bawah silinder parut.
e. Dengan adanya gaya berat dari bahan dan bentuk dari pengeluaran yang
miring, hasil pemarutan akan jatuh ke bawah tempat pengeluaran kemudian
tertampung ember atau wadah lainnya yang digunakan.
Gambar 2.4 Mekanisme pemarutan
(Ratnaningsih, Hadi Setiyanto dan Djajeng Sumangat, 2010)
Mesin pemarut sagu merupakan salah satu jenis mesin hasil dari ilmu dan
teknologi yang dapat membantu proses pengolahan sagu untuk operasi pengecilan
ukkuran dengan cara pemotongan dan penghancuranukuran sehingga
12
mendapatkan empulur yang sesuai diinginkan. Adapun penelitian sebelumnya
(Cecep Saiful Rahman pasca sarjana IPB) “Kajian sifat fisik sagu serta
keterkaitannya pada perancangan alat pemarut sagu, bahwa pemarutan
dipengaruhi oleh sifat geometri dan kondisi kinematik bagian fungsional (silinder
parut dan gigi parut), gaya pemarutan, rpm, jari-jari silinder, dan kerapatan gigi.
Pemarutan merupakan salah satu faktor penentu untuk meningkatkan kapasitas
produksi sagu, karena merupakan fase pertama dari proses produksi untuk
memisahkan serat sehingga dapat terekstrak (Zainudin dan Rasyad, 1996). Untuk
memperoleh pati sebanyak mungkin dari empulur sagu, penghancuran dilakukan
sehalus mungkin (Collon dan Annokke, 1984).
Alat pemarut sagu biasanya terdiri atas 2 jenis, yaitu tipe piringan (disc
rasper) dan tipe silinder (cylinderical rasper) (Colon & Annoke, 1984). Alat parut
tipe piringan telah digunakan oleh para petani sagudi daerah Serawak dan Riau.
Gigi parut untuk alat parut tipe piringan adalah terbuat dari paku yang
ditancapkan berjajar (Ruddle et al., 1978).
2.6 Jenis – Jenis Alat Pemarut Sagu
2.6.1 Alat Pemarut Sagu Tipe Silinder
Tahapan penghancuran empulur sagu mengkonsumsi waktu dan tenaga
paling banyak pada proses pengolahan sagu. Alat pemarut sagu tipe silinder
yang ada di industri atau UKM pengolah sagu dinilai kurang efektif dan
efisien. Jadi silinder dengan memperbaiki rancangan gigi parut dari alat
pemarut sagu tipe silinder yang telah ada.
Gambar 2.5 Alat pemarut sagu tipe silinder
(Ratnaningsih, Hadi Setiyanto dan Djejeng Sumangat, 2010)
13
Dari pembahasan yang dilakukan didapatlah faktor-faktor yang mempengaruhi
kinerja alat pemarut diatas. Asapun kelebihan dan kekurangan alat ini adalah:
a. Kelebihan
Lebih efektif.
Menggunakan sumber tenaga listrik.
Memiliki kapasitas efektif.
Rendemen pati awal sagu yang dihasilkan sebesar 16,3% dan 17,07%
berdasarkan berat empelur terparut.
b. Kekurangan
Membutuhkan biaya yang sangat besar untuk pembuatannya dan
mengelurakan biaya listrik serta jika listrik mati alat tidak bisa beroperasi
Hanya untuk industri kecil dan menengah
Timbulnya getaran saat pengoperasian alat, yang menyebabkan kelelahan
operator alat
2.6.2 Alat Pemarut Sagu Tipe Piringan Dasar
Salah satu permasalahan persaguan adalah terbatasnya akses peralatan
pasca panen khususnya penghancuran empulur yang masih menggunakan
peralatan tradisional dengan kapasitas yang terbatas.
Gambar 2.6 Alat pemarut sagu tipe piringan datar
(Paulus Payung, 2007)
14
Faktor-faktor yang mempengaruhi kinerja dari alat pemarut.
Adapun kelebihan dan kekurangan alat ini adalah:
a. Kelebihan.
Biaya pembuatan relatif murah.
Tidak menggunakan listrik untuk pengoperasiannya.
Alat mudah ditarik, pengoperasiannya tidak rumit dan dimensinya sudah
sesuai dengan ukuran orang dewasa.
b. Kekurangan
Hasil pemarutan empulur sagu masih tertinggal pada silinder parut.
Empulur sagu yang di hasilkan kurang memuaskan.
Timbulnya getaran saat pengoperasian alat, yang menyebabkan kelelahan
operator alat.
Gambar 2.7 Alat pengolahan sagu mekanis sistem terpatu
(A. Lay, D. Allorerung dan Handaka, 1997)
Berdasarkan konstruksi, sistem proses dan kinerja alat pemarut sagu
mekanis sistem terpadu, mempunyai beberapa keunggulan sebagai berikut:
c. Kelebihan
Empulur yang akan digiling atau diparut tidak dilakukan pengupasan kulit
batang, sehingga menghemat tenaga kerja dan cara pengumpanan bahan
olahan cukup praktis dan beragam tergantung ukuran potongan batang
15
sagu dan ada tidaknya kulit batang, pengumpanan ahan olahan arah vetical
atau agak miring silinder pemarut jika empulur batang tidak terdapat kulit
batang, sedangkan empulur yang melekat dengan kulit batang,
pengumpanan bahan searah silinder pemarut dan dihindari kontak kulit
batang dengan mata silinder pemarut.
Penggunaan bahan baku lebih hemat, karena kulit batang yang tersisa
setelah pemarutan tebalnya hanya 1,0-1,5 cm, jika dibandingkan dengan
pengolahan tradisional dan yang dikupas kulitnya, tebal kulit batang yang
tersisa tebalnya berkisar 2,0-2,5 cm tidak terolah atau terbuang percuma.
Pemarutan empulur batang sagu dan proses ekstraksi yang efektif, sehingga
tingkat kehilangan hasil relatif kecil.
Proses estraksi berlangsung secara otomatik dan proses kontinyu, yang
terdiri dari dua tahap yakni tahap pertama pemisahan ampas kasar dengan
campur pati dan ampas halus, tahap kedua pemisahan pati dengan ampas
halus, sehingga pengolahan terkendali dan hemat penggunaan tenaga kerja.
Waktu proses pengendapan yang berlangsung singkat, sehinggaterhindar
dari proses pengamatan aci yang dapat menurunkan rendemen hasil.
d. Kekurangan
Hasil pati yang dihasilkan kurang memuaskan pada saat proses pemarutan,
sehigga menyisakan empulur sagu pada silinder parut. Hal inidisebabkan
karena desain silinder pemarut yang kurang efektif, jadi perlu perencanaan
silinder parut yang lebih baik.
Perlu adanya modifikasi pada konstruksi alat, agar lebih sederhana dan
menghemat biaya pembuatannya.
Pada saat ekstraksi biasanya terjadi pencampuran dengan sistem
pengendapan sehingga mempengaruhi pati sagu yang akan dihasilkan
nantinya.
2.7 Faktor Yang Mempengaruhi Proses Pemarutan Sagu
Adapun terdapat beberapa faktor-faktor yang mempengaruhi proses pemarutan
sagu yaitu:
a. Pada saat melakukan tahap pemasaran, penyaringan, serta pengendapat pati.
16
b. Alat pemarut sagu yang mempunyai daya terlalu besar, mengakibatkan
kurang efisiennya kinerja hasil dari proses pemarutan sagu tersebut.
c. Rendemen pati yang dihasilkan masih rendah apabila susunan mata
parutnya tersusun secara acak.
d. Kapasitas kerja atas pemarut sangat berpengaruh apabila
terjadiketerlambatan proses dan penumpukan empulur sagu padamutu sagu
yang dihasilkan.
e. Pemarutan sagu yang bersumber tenaga manusia menghasilkan kapasitas
kerja yang sangat rendah dan proses ini berpotensi besar mengakibatkan
kecelakaan pada operator.
f. Timbulnya getaran saat pengoperasian alat pemarut sagu, juga berpengaruh
menyebabkan kelelahan pada saat operator bekerja.
2.8 Perancangan Elemen-Elemen Mesin
Perancangan adalah kegiatan awal dari suatu rangkaian dalam proses
pembuatan produk. Tahap perancangan tersebut dibuat keputusan-keputusan
penting yang mempengaruhi kegiatan-kegiatan lain yang menyusulnya
(Dharmawan, 1999: 1). Sehingga sebelum sebuah produk sibuat terlebih dahulu
dilakukan proses perencanaan yang nantinya menghasilkan sebuah gambar skets
atau gambar sederhana dari produk yang akan dibuat. Gambar skets yang telah
dibuat kemudian digambar kembali dengan aturan gambar sehingga dapat
dimengerti oleh semua orang yang ikut terlibat dalam proses pembuatan produk
tersebut. Gambar hasil perencanaan adalah hasil dari proses perancangan.
2.8.1 Perencanaan Motor Penggerak
Motor penggerak yang digunakan untuk alat pemarut sagu ini
adalah motor bakar mesin Honda GX 160 yang merupakan salah satu
legenda dalam industri dan memiliki peminat yang sangat besar. Motor
tersebut dipasang pada dudukan yang terbuat dari baja plat yang dipasang
dengan sebuah engsel. Fungsi engsel adalah jarak antara poros terhadap
motor dengan poros utama dapat diatur untuk memperoleh tegangan
sabuk yang diinginkan.
17
Gambar 2.8 Motor penggerak
a. Spesifikasi mesin Honda GX 160 yaitu :
Engine Type Air-coled 4-stroke OHV
Bore x stroke 68 x 45 mm
Displacement 163 cm3
Net power output 6,8 Hp (5,07 kW) 3600 rpm
Torsi 7,6 lb-ft (10,3Nm) 2500 rpm
Kompresi ratio 9,0:1
Oli kapisitas 0,58 L
Full tank 3,1 liter
Berat 15,1 kg
b. Dimensi :
Panjang (min) 12,2 inch (312mm)
Lebar (min) 14,3 inch (362mm)
Tinggi (min) 13,6 inch (346mm)
c. Keunggulan :
Irit dan performance tinggi
Kinerja halus
Mesin sangat halus
handal
mudah digunakan dan rawat
starting sangat mudah
rendah emisi
banyak opsi
18
2.8.2 Perencanaan gaya dan daya pemarutan sagu
a. Perencanaan gaya pemarutan
P = T .ω T = F .R Robert L.Mott (2009;81)
Keterangan :
F = gaya yang bekerja( N )
T = torsi ( Nm )
R= jari-jari pemarutan
(titik potong sagu)
b. Perencanaan daya pemarutan sagu
P =
Robert L.Mott (2009;82)
Keterangan :
P = Daya pemarutan
T = Torsi dari gaya pemarutan (kg.mm)
n = putaran parutan
2.8.3 Perancangan Poros
a. Menghitung Daya Rencana
Daya yang besar mungkin diperlukan pada saat start, atau mungkin beban
yang besar terus bekerja setelah start. Dengan demikian sering kali diperlukan
koreksi pada daya rata-rata yang diperlukan dengan menggunakan faktor koreksi
pada perencanaan (Sularso, K. Suga 1991:7).
Pd = fc . P ... ... ... . . ... ... ... ... ... ... ... ... ... ... ... ... ... (2.1)
Keterangan:
Pd = Daya rencana (kW).
P = Daya yang akan ditransmisikan (kW).
fc = Faktor koreksi.
Harga fcdapat dilihat pada Tabel dibawah ini :
19
Tabel 2.2 Faktor koreksi daya yang akan ditransmisikan.
Daya yang akan ditransmisikan fc
Daya rata-rata yang diperlukan 1,2 – 2,0
Daya maksimum yang diperlukan 0,8 – 1,2
Daya normal 1,0 – 1,5
(Sumber : Sularso, K. Suga, Elemen Mesin, Hal 7)
b. Menghitung momen yang terjadi pada poros
Jika daya diberikan dalam daya kuda (PS), makan harus dikalikan dengan
0,735 untuk mendapatkan daya dalam kW. Jika momen puntir (disebut juga
sebagai momen rencana) adalah T (kg.mm) maka dapat digunakan persamaan
sebagai berikut :
T = 9,74 x 105
... ... ... ... ... ... ... ... ... ... ... ... ... ... ... (2.2)
Keterangan:
T = Momen puntir rencana (kg.mm)
Pd = Daya rencana (kW)
n1 = Putaran motor (rpm)
c. Perencanaan Poros
Poros merupakan salah satu bagian elemen yang terpenting dari setiap
mesin. Penggunaan poros antara lain adalah menerusan tenaga bersama-sama
dengan putaran. Definisi poros adalah sesuai dengan penggunaan dan tujuan
penggunaannya. Dibawah ini terdapat beberapa definisi dari poros :
Shaft, adalah poros yang ikut berputar untuk memindahan daya dari mesin
ke mekanisme lainnya.
Axle, adalah poros yang tetap tapi mekanismenya yang berputar pada poros
tersebut. Juga berfungsi sebagai pendukung.
Spindle, adalah poros pendek terdapat pada mesin perkakas dan
mampu/sangat aman terhadap momen bending.
20
Line shaft (disebut juga “power transmission shaft”) adalah suatu poros
yang langsung berhubungan dengan mekanisme yang bergerak dan
berfungsi memindahkan daya motor penggerak ke mekanisme tersebut.
Flexibe shaft, adalah poros yang berfungsi memindahkan daya dari dua
mekanisme dimana putaran poros membentuk sudut dengan poros lainnya.
Daya yang dipindah
Gambar 2.9 Poros
(Armawanblog.2010)
Hal-hal yang perlu di perhatikan dalam perencanaan poros antara lain :
Kekuatan poros, suatu poros transmisi dapat mengalami beban puntir atau
bending ataupun kombinasi antara keduanya, kelelahan tumbukan atau
pengaruh konsentrasi tegangan bila diameter poros diperkecil atau bila
poros memiliki alur pasak.
Kekakuatan poros, meskipun poros memiliki kekuatan yang cukup tetapi
jika lenturan atau defleksi puntirannya terlalu besar akanmengakibatkan
ketidak telitian atau getaran dan suara. Oleh karena itu selain kekuatan,
kekakuan poros harus diperhatikan dan disesuaikan dengan macam mesin
yang akan dilayani poros tersebut.
Putaran kritis. adalahbila putaran suatu mesin dinaikan maka pada putaran
tertentu akan terjadi getaran yang besar. Sebaiknya direncanakan putaran
kerjanyalebih rendah dari putaran kritis.
Bahan poros, poros untuk mesin umum biasanya dibuat dari baja yang
ditarik dingin dan difris. Poros yang dipakai untuk putaran tinggi dan beban
berat umumnya terbuat dari baja paduan dengan pengerasan kulit yang
tahan terhadap keausan.
21
d. Bahan poros
Bahan poros untuk umum biasanya dibuat dari baja batang yang ditarik
dingin dan difinis, baja karbon konstruksi (disebut bahan S-C)yang dihasilkan dari
ingot yang di-“kill” (baja yang dioksidasikan dengan ferosilkon dan dicor; kadar
karbon terjamin) (JIS 4501). Meskipun demikian bahan ini kelurusannya agak
kuran tetap dan dapat mengalami deformasi karena tegangan yang kurang
seimbang misalnya bila diberi alur pasak, karena ada tegangan sisa didalam
terasnya. Tetapi penarikan dingin membuat permukaan poros menjadi keras dan
kekuatannya bertambah besar, untuk mengetahui jenis baja karbon yang sering
dipakai untuk poros dapat dilihat pada Tabel 2.2.
Tabel 2.3 Baja karbon untuk konstruksi dan baja batang yang difinis dingin untuk poros.
Standar dan
macam
Lambang
Perlakuan
panas
Kekuatan
tarik
(kg/mm2)
Keterangan
Baja karbon
kanstruksi
mesin (JIS
4501)
S30C
S35C
S40C
S45C
S50C
S55C
Penormalan
Penormalan
Penormalan
Penormalan
Penormalan
Penormalan
48
52
55
58
62
66
Batang baja
yang difinis
dingin
S35C-D
S45C-D
S55C-D
-
-
-
53
60
72
Ditarik
dingin,
digerinda,
dibuat, atau
gabungan
antara hal-
hal tersebut
(Sumber : Sularso, K. Suga, Elemen Mesin, Hal 3)
22
e. Mencari tegangan geser yang diizinkan
Tegangan geser yang diizinkan a(kg.mm2) untuk pemakaian umum pada
poros dapat diperoleh dengan berbagaimacam cara. Di dalam buku (Sularso, K.
Suga 1991:7) buku ini a dihitung atas dasar batas kelelahan puntir yang besarnya
diambil 40% dari batas kelelahan tarik yang besarnya kira-kira 45% dari kekutan
tarik (kg/mm2). Jadi batas kelelahan puntir adalah 18% dari kekuatan
tarik sesuai dengan standar ASME.
Selanjutnya perlu ditinjau apakah poros tersebut akan diberi pasak atau
dibuat bertangga, karena pengaruh konsentrasi tegangan cukup besar. Pengaruh
kekasaranpermukaan juga harus diperhatikan, untuk memasukkan pengaruh-
pengaruh ini dalam perhitungan perlu diambil faktor yang dinyatakan sebagai S f2
dengan harga sebesar 1,3 sampai 3,0.
Dari hal-hal di atas maka besarnya a dapat dihitung dengan
Keterangan :
= Tegangan geser izin (kg/mm2)
= Kekuatan tarik (kg/mm2)
= Faktor keamanan untuk baja karbon, yaitu: 6,0.
= Faktor keamanan untuk baja karbon dengan alur pasak dengan harga 1,3-
3,0.
Kemudian, keadaan momen puntir itu sendiri juga harus ditinjau. Faktor
koreksi yang dianjurkan oleh ASME juga dipakai di sini. Faktor ini dinyatakan
dengan Kt ,dipilih sebesar 1.0 jika dikenakan secara halus, 1,0-1,5 jika terjadi
sedikit kejutan atau tumbukan, dan 1,5-3,0 jika beban dikenakan dengan kejutan
atau tumbukan besar.
f. Diameter poros
Meskiun dalam perkiraan sementara ditetapkan bahwa beban harga terdiri
atas momen puntir saja, perlu ditinjau pula apakah ada kemungkinan pemakaian
dengan beban lentur di masa mendatang. Jika memang diperkirakan akan
terjadipemakaian dengan bebas lentur maka dapat dipertimbangkan pemakaian
akan terjadi pemakaian dengan beban lentur maka dapatdipertimbangkan dengan
23
pemakaian faktorCbyang harganya antara 1,2sampai 2,3 (jika diperkirakan
tidakakan terjadi pembebanan lentur maka Cb diambil = 1,0). Dari persamaan
(2.6)diperoleh rumus untuk menghitung diameter poros ds (mm)sebagai berikut :
ds =
Keterangan :
ds= Diameter poros (mm)
Kt= Faktor koreksi untuk momen puntir :
= 1,0 (jika beban halus).
= 1,0 – 1,5 (jika terjadi sedikit kejutan atau tumbukan).
= 1,5 – 3,0 (jika beban dikenakan dengan kejutan).
Cb= Faktor lenturan
= 1,2 – 2,3 (jika tidak ada beban lentur maka Cb = 1).
T = Momen puntir.
2.8.4 Perencanaan Sabuk dan Puli
a. Sabuk
Sabuk berfungsi sebagai alat yang meneruskan daya dari suatu poros ke
poros yang lainnya melalui dua puli dengan kecepatan rotasi sama maupun
berbeda.
Tipe sabuk
- Sabuk rata ( Flat belt )
sabuk yang digunakan untuk mentransmisikan daya yang sedang, jarak puli
yang jauh dan tidak boleh lebih dari 10 meter.
- Sabuk V ( V-belt )
Sabuk yang digunakan untuk mentransmisikan daya dalam jumlah yang
besar dan dengan jarak yang dekat antara satu puli dengan yang lainnya.
- Sabuk Bulat ( Curcular belt )
24
Sabuk yang digunakan mentransmisikan daya dalam jumlah besar dan jarak
puli satu dengan yang lain tidak boleh lebih dari 5 meter.
Bahan sabuk
Bahan yang digunakan dalam pembuatan sabuk harus memenuhi syarat-syarat
sebagai berikut :
- Kuat
- Fleksibel
- Tahan lama
- Koefisien gesek tinggi
- Berdasarkan hal tersebut, maka sabuk dapat dibedakan sebagai berikut :
- Sabuk kulit ( Leather belt )
- Sabuk katun atau fiber ( Catton or Fabrics belt )
- Sabuk karet ( Rubber belt )
b. Pully
Puli merupakan salah satu elemen dalam mesin yang berfungsi sebagai alat
yang meneruskan daya dari suatu ke poros ke poros yang lain dengan
menggunakan sabuk. Pully menurut bahan pembuatannya dapat digolongkan
sebagai berikut :
Pully baja cor( Cast Steel Pulley )
Adalah pully yang terbuat dari lembaran baja yang dipres yang mempunyai
kekuatan yang besar serta bersifat tahan lama. Puli ini memiliki berat yang
lebih ringan 40-60 % jika dibandingkan dengan berat dari puli besar cor
(cast iron) yang mempunyai kapasitas yang sama dan digerakkan dengan
kccepatan yang sama.
Pully dari kayu ( Wooden Pulley )
lyasien gesek yang tinggi dari pada yang terbuat dari cast iron. Puli
iniberatnya 2/3 lebih ringan dari berat pulicast iron yang memiliki ukuran
yang sama.
Pully besi cor ( Cast Iron Pulley )
25
Puli secara umum terbuat dara cast iron, karena harganya yang lebih murah.
Pully yang digunakan pada motor dan kompresor ini adalah terbuat daricast
iron.
c. Ukuran penampang sabuk
Jarak yang cukup jauh yang memisahkan antara dua buah poros
mengakibatkan tidak mungkinnya menggunakan transmisi langsung dengan roda
gigi.Oleh karena itu sabuk-V merupakan sebuah solusi yang dapat
digunakan.Sabuk-V adalah salah satu transmisi penghubung yang terbuat dari
karet dan mempunyai penampang trapezium. Dalam penggunaannya sabuk-V
dibelitkan mengelilingi alur puli yang berbentuk V pula. Bagian sabuk yang
membelit pada puli akan mengalami lengkungan sehingga lebar bagian dalamnya
akan besar (Sularso,1991 :163).
Gambar 2.10 Ukuran penampang sabuk-V
(Sularso, K. Suga, Elemen mesin, Hal 165)
Sabuk-V banyak digunakan karena sabuk-V sangat mudah dalam
penangananya dan murah harganya. Selain itu sabuk-V juga memiliki keungulan
lain dimana sabuk-V akan menghasilkan transmisi daya yang besar pada tegangan
yang relatif rendah serta jika dibandingkan dengan transmisi roda gigi dan rantai,
sabuk-V bekerja lebih halus dan tak bersuara. Sabuk-V selain juga memiliki
keungulan dibandingkan dengan transmisi-transmisi yang lain, sabuk-V juga
memiliki kelemahan dimana sabuk-V dapat memungkinkan untuk terjadinya slip.
26
Oleh karena itu, maka perencanaan sabuk-V perlu dilakukan untuk
memperhitungkan jenis sabuk yang digunakan dan panjang sabuk yang akan
digunakan. Berikut adalah perhitungan yang digunakan dalam perencanaan sabuk-
V antara lain :
d. Diameter minimum puli
Tabel 2.4 Diameter minimum puli yang diizinkan dan diajurkan (mm).
Penampang A B C D E
Diameter minimum yang diizinkan 65 115 175 300 450
Diameter minimum yang dianjurkan 95 145 225 350 550
Sumber : Sularso, 1991
e. Perbandingan kecepatan
Perbandingan antara kecepatan puli penggerak dengan puli pengikut ditulis
dengan persamaan sebagai berikut :
Dimana :
D1 = Diameter puli penggerak (mm)
D2 = Diameter puli pengikut (mm)
N1 = Kecepatan puli penggerak (rpm)
N2 = Kecepatan puli pengikut (rpm)
f. Panjang keliling sabuk
Panjang sabuk adalah panjang total dari sabuk yang digunakan untuk
menghubungkan puli penggerak dengan puli pengikut. Dalam perancangan
ini digunakan sabuk terbuka.Penentuan jarak sumbu poros dan panjang
keliling sabuk berturut-turut adalah C (mm) dapat L (mm) dapat diperoleh
dengan persamaan sebagai berikut :
27
Penggerak Yang Digerakan
Gambar 2.11 Panjang keliling sabuk
(Sularso,K. Suga, Elemen Mesin, Hal 168)
Panjang keliling (L)
L = 2C +
(dp + Dp) +
(Dp – dp)
2 ................ ....(2.6)
Kecepatan sabuk (v)
Besamya kecepatan sabuk dapat dihitung dengan persamaan sebagai
berikut:
v =
................................................(2.7)
Dimana :
v = Kecepatan sabuk (m/dt)
d = Diameter sabuk (mm)
N = Putaran sabuk (rpm)
Dp = Diameter pully
2.8.5 Perencanaan Pasak
Pasak merupakan bagian dari elemen mesin yang dipakai untuk menetapkan
bagian-begian mesin seperti roda gigi, sprocket, puli, kopling, dllpada poros.
Pasak terdiribeberapa bentuk antara lain :
a. Pasak setengah lingkaran
b. Pasak bulat
c. Pasak persegi panjang
Mencari lebar pasak:
W =
Mencari tebal pasak
28
t =
Dimana :
W = lebar pasak (mm)
d = diameter poros (mm)
I= panjang pasak (mm)
t = tebal pasak (mm)
Tegangan permukaan yang diizinkan Pa = 8 kg/mm2 ( Sularso hal 27)
k =
...........................................................................(2.14)
2.8.6 Perencanaan Bantalan
Bantalan adalah elemen mesin yang menumpu poros berbeban, sehingga
putaran atau gerakan bolak balik dapat berlangsung secara halu, aman, danpanjang
umur (Sularso, K. Suga1991:103) Bantalan harus cukup kokoh untuk memungkin
poros serta elemen mesin lainnya bekerja dengan bailk. Jika bantalan tidak
berfungsi dengan baik maka prestasi seluruh sistem akan menurun atau tidak
dapat bekerja secara semestinya.
Bantalan dapat diklasifikasikan sebagai berikut :
a. Atas dasar gerakan bantalan terhadap poros
Bantalan dapat diklasifikasikan sebagai berikut :
Pada bantalan ini terjadi gesekan luncur antara poros dan bantalan karena
permukaan poros ditumpu oleh permukaan bantalan dengan perantara
pelapisan pelumas.
Bantalan Gelinding (RollingContact Bearing)
Pada bantalan ini terjadi gesekan gelinding antara bagian yangberputar
dengan yang diam melalui elemen gelinding seperti bola (peluru),rol atau
rol jarum dan rol bulat.
b. Alas dasar arah beban terhadap poros
Bantalan radial
29
Arah beban yang ditumpu bantalan ini adalah tegak lurus sumbu poros.
Bantalan aksial
Arah beban bantalan ini sejajar dengan sumbu poros.
Bantalan gelinding khusus
Bantalan ini dapat menumpu beban yang arahnya sejajar dan tegak lurus
sumbu poros.
Bantalan yang digunakan untuk mesin pemarut sagu adalah bantalan
gelinding.Bantalan gelinding mempunyai keuntungan dari segi gesekan gelinding
yang sangat kecil dibandingkan dengan bantalan luncur.Bantalan berfungsi
sebagai dudukan pros dan untuk mendukung poros akibat gaya tegangan sabuk
dan beban yang diberikan terhadap poros.
Gambar 2.12 Macam-macam bantalan gelinding
(Sularso,K. Suga, Elemen Mesin, Hal 129)
Gambar 2.13 Sket bantalan
(Sularso,K. Suga, Elemen Mesin, Hal 142)
30
Pemasangan bantalan poros diantara poros dan dudukan bertujuan untuk
memperlancar putaran poros, mengurangi gesekan dan mengurangi panas serta
menambah ketahanan poros.Syarat bantalan poros harus persisi ukuran yang
tinggi sehingga tidak kocak dalam bekerja.Perhitungan yang digunakan dalam
perencanaan bantalan antara lain :
a. Bahan ekivalen
Suatu beban yang besarnya sedemikian rupa hingga memberikan umur yang
diberikan oleh beban dan kondisi putaran sebenarnya disebut beban ekivalen
dinamis (Sularso, K. Suga 1991:103).Jika suatu deformasi permanen, ekivalen
dengan deformasi permanen maksimum yang terjadi karena kondisi beban
stasisyang sebenarnya pada bagian dimana elemen gelinding membuat kontak
dengancincin pada tegangan maksimum, maka beban yang menimbulkan
deformasi tersebut dinamakan beban ekivalen statis.Misalkan sebuah bantalan
membawabeban radial ekivalen statisPo (kg), untuk suatu bantalan yang
membawa beban radial Fr (kg) dan beban aksiaFa (kg),
a. Perhitungan umur nominal
Umur nominal L (90% dari jumlah sampel, setelah berputar 1 juta putaran,
tidak memperlihatkan kerusakan karena kelelahan gelinding) dapat
ditentukan sebagai berikut :
Jika C (kg) menyatakan beban nominal dinamis spesifik dan P (kg) beban
ekivalen dinamis, maka faktor kecepatan fnadalah:
Untuk bantalan bola,
Untuk bantalan rol,
Faktor umur adalah:
Untuk kedua bantalan
Umur nominal Ln adalah:
untuk bantalan bola,
31
untuk bantalan rol,
Dimana C = Beban nominal dinamik spesifik (kg)
P = Beban ekivalen dinamis (kg)
Dengan bertambah panjang umur karena adanya perbaikan besar dalam
mutu bahan dan karena tuntutan keandalan yang lebih tinggi, maka bantalan
modern direncanakan dengan Lnyang dikalikan dengan faktor koreksi. Jika Ln
menyatakan keandalan umur (100 - n
Jika bantalan tinggal diam, bila cincin dalam, cincin luar, dan elernen
gelinding berputar bersama sebagai satu kesatuan (tidak ada gerakan relatif antara
ketiga bagian tersebut), atau bantalan berputar dengan putaran tidak lebih dari 10
(rpm), atau berayun-ayun, maka perhitungan L tidak dilakukan.Perhitungan hanya
didasarkan pada beban ekivalen statis yang harus lebih rendah dari pada beban
nominal statisnya.
Tabel 2.5 Harga factor kendala
(Sularso,K. Suga, Elemen Mesin, Hal 137)
2.8.7 Perencanaan Mur dan Baut
Bentuk ulir dapat terjadi bila sebuah lembaran berbentuk segitiga digulung
pada sebuah silinder.Dalam pemakaian. Ulir pengikat umumnya mempunyai
profil penampang berbentuk segitiga sama kaki. Jarak antara satu puncak dengan
puncak berikutnya dari profil ulir sebagaidisebut jarak bagi.
Ulir disebut tunggal atau satu jalan bila hanya ada satu jalur yang melilit
silinder dan disebut dua atau tiga jalan bila ada dua atau tiga jalur.Jarak antara
puncak-puncak yang berbeda satu putaran jalur disebut kisar.Jadi kisar pada ulir
tunggal sama dengan jarak baginya, sedang untuk ulir ganda dan tripel, besarnya
kisar sama dengan dua kali dan tiga kali jarak baginya.
32
2.9 Perencanaan Silinder Parut
Perencanaan Silinder parut dibuat berdasarkan rancangan ala yang telah
dimodifikasi, digambar dan dirancang sedemikian rupa supaya efektif untuk
menghancur empelur sagu dengan mengambil acuan dari perhitungan-perhitungan
yang ada sehingga dapat dihasilkan empelur sagu yang baik untuk digunakan.
Desain ukuran silinder parut terbuat dari pipa logam berdiameter 14 cm dan
panjang 35 cm. Pada permukaan silinder dipasangi gigi parut terbuat dari stainless
steel rod berdiameter 0.4 cm dan tinggi 2 cm juga kerapatan gigi pada silinder
parut alat ini yaitu: 2.2 cm x 2 cm.
2.10 Proses Pengelasan
Dalam proses pengelasan rangka, jenis las yang digunakan adalah las listrik
dengan mempertimbangkan jenis dan ketebalan besi dan untuk mendapatkan
sambungan las yang kuat.
a. Proses las listrik
Dalam las listrik panas yang digunakan untuk mencairkan logam diperoleh dari
busur listrik yang timbul antara benda kerja yang dilas dengan kawat logam yang
disebut elektroda.Elektroda ini terpasang pada pegangan atau holder las dan
didekatkan pada benda kerja hingga busur listrik terjadi atau timbul panas antara
ujung elektroda dan benda kerja yang dapat mencairkan logam.
b. Mengatur busur las
Pada pesawat las AC busur dinyalakan dengan menggoreskan elektroda pada
benda kerja, sedang pada pesawat las DC busur dinyalakan dengan menyentuhkan
elektroda dari atas ke bawah pada benda kerja.Agar hasil yang baik makaes harus
diatur jarak panjang busur las. Bila diameter elektroda = d dan panjang busur,
yaitu jarak elektroda dengan benda kerja = L. maka pengelasan harus diatur
supaya L - d sehingga diperoleh alur rigi-rigi yang baik dan halus. Bila L > d
maka alur rigi-rigi las kasar, penetrasi dangkal dan percikan kerak keluar dari jalur
las.Dan bila L < d, maka biasanya terjadi pembekuan pada ujung elektroma dan
benda kerja, alur rigi tidak merata, penetrasi kurang dan percikan kcrak kasar dan
berbentuk bola.
33
c. Mengatur gerak elektroda
Gerak elektroda dapat diatur sebagai berikut:
Gerak ayunan turun sepanjang sumbu elektroda. Gerakan arah turun
sepanjang sumbu elektroda dilakukan untuk mengatur jarak busur las ke
benda kerja supaya panjang busur las sama dengan diameter elektroda.
Gerak ayunan dari elektroda untuk mengatur kampuh Las Gerakan ayunan
elektroda dilakukan untuk mengatur lebar las yang dikendaki atau kampuh
las.
d. Jenis Sambungan Las
Ada beberapa jenis sambungan Las, yaitu:
Butt join
Yaitu dimana kedua benda kerja yang dilas berada pada bidang yang sama.
Lap join
Yaitu dimana kedua benda kerja yang dilas berada pada bidang yang
paralel.
Edge join
Yaitu dimana kedua benda kerja yang dilas berada pada bidang paralel,
tetapi sambungan las dilakukan pada ujungnya.
T- join Yaitu dimana kedua benda kerja yang dilas tegak lurus satusamalain.
Corner join
Yaitu dimana kedua benda kerja yang dilas tegak lurus satu samalain.
e. Memilih besarnya arus
Besarnya arus listrik untuk pengelasan tergantung pada diameter elektroda
dan jenis elektroda. Tipe atau jenis elektroda tersebut misalnya: E 6010, huruf E
tersebut singkatan dari elektroda, 60 menyatakan kekuatan tarik deposit las dalam
60.000 lb.in2. 1 menyatakan posisi pengelasan segala posisi dan angka 2 untuk
pengelasan datar dan horisontal.Angka keempat adalah menyatakan jenis selaput
elektroda dan jenis arus yang sesuai.
Besar arus listrik harus sesuai dengan elektroda, bila arus listrik terlalu
kecil, maka:
Pengelasan sukar dilaksanakan
Busur listrik tidak stabil
34
Panas yang terjadi tidak cukup untuk melelehkan elektroda dan benda kerja
Hasil pengelasan atau rigi-rigi las tidak rata dan penetrasi kurang dalam.
Apabila arus listrik yang dihasilkan terlalu besar maka akan mengakibatkan:
- Elektroda mencair terlalu cepat
- Pengelasan atau rigi las menjadi lebih besar permukaannya dan penetrasi
terlalu dalam.
2.11 Pelapisan Rangka
Setelah selesai melakukan pengelasan, kemudian dilakukan pelapisan
terhadap rangka. Hal ini bertujuan agar rangka tersebut dapat terlindungi dari
proses korosi yang dapat menyebabkan rangka menjadi rapuh dan keropos.
Disamping itu juga dapat meperindah tampilan rangka. Adapun langkah-langkah
dari pengecatan, adalah sebagai berikut :
a. Pembersihan
Sebelum dilakukan pengecatan sebaiknya rangka tersebut dibersihkan dari
kutoran – kotoranatau karat yang melekat pada rangka dengan menggunakan
amplas, kemudian dilap atau dibersihkan hingga bersih.
b. Pengecatan
Setelah seluruh rangka bersih dari kotoran – kotoranatau karat, kemudian
dilakukan pengecatan. Bahan yang digunakan untuk pengecatan yaitu: cat besi
dan tinner, sedangkan alat yang digunakan yaitu kompresor.
Langkah-langkah pengecatan antara lain :
Cat Jan tinner dicampur dengan perbandingan 1:1 hingga tercampur
seluruhnya, kernudian tuangkan ke dalam spray gun yang dihubungkan
langsung dengan kompresor.
Setelah kompresor dihidupkan, semprotkan cat tersebut pada rangka dengan
tipis – tipis dan secara merata. Setelah selesai semua atau sudah rata, tunggu
15 menit untuk dilakukan pengecatan ulang, kemudian keringkan.
2.12 Mencari Gaya
Gaya pisau didapatkan saat experiment dengan cara pembebanan
menggunakan batu bata dengan berat 2kg untuk setiap batu bata. Batu bata
tersebut di tumpukkan dan di letakkan di atas sagu sehingga sagu dapat
terdorong menyentuh pisau pemarut. Mata pisau yang di gunakan di mesin
35
pemarut portable berbentuk lingkaran/rol. Dan putaran rol pemarut
diasumsikan 1100 rpm. Dari experiment di atas kita dapat mengetahui gayanya.
Ftotal = Fex X putaran rol pemarut
2.13 Mencari Kapasitas
Kapasitasnya di dapatkan dengan cara mencari data dari skripsi
sebelumnya dan dari data jurnal lain yang membahas pemarut sagu. Untuk
memarut 5 kg empulur sagu, 2 orang pekerja memerlukan waktu 15 menit =
900 detik, dengan asumsi total panjang langkah pemarut (memarut maju-
mundur) adalah 60 cm, lebar parutan 30 cm dengan jangka waktu 3 detik,
maka untuk memarut 5 kg sagu dubutuhkan :
Total langkah kerja = 900 detik 300 = 3 ׃ langkah kerja
Maka bila ingin mengetahui total jarak pemarut yang dibutuhkan untuk
memarut 5kg sagu adalah :
Total jarak pemarutan
= 300 langkah/kg x 60 cm/langkah
= 18000 cm/kg
Kapasitas konvensional
= 5 kg / 15 menit
= 20 kg/jam
Sehingga saya merancanakan mesin dengan kapasitas yang lebih besar dari
pada pemarutan konvensoinal ini, dengan asumsi pemarutan dilakukan dengan
gerakan memutar, putaran mesin 1100 rpm, kerapatan mata parut dibuat identik
dengan pemarut konvensional yaitu 5 mm, maka direncanakan dan di
asumsikan data silinder pemarut sebagai berikut :
Diameter pemarut = 14 cm
Lebar pemarut = 35 cm
Maka keliling pemarut dapat diketahui :
Keliling = π x d
= π x 25
= 78.75 cm
36
Maka bila diasumsikan putaran mesin pemarut 1100 rpm, sehingga total
jarak pemarut yang dicapai adalah:
Total jarak pemarut
= 1100 rpm x 78,75 cm
= 86.625 cm/menit
Bila diketahui untuk memarut 5kg sagu dengan cara konvensional
dibutuhkan total jarak 86.625 cm, sehingga kapasitas yang dihasilkan mesin
adalah:
Kapasitas mesin
=
= 4,8125 kg/menit
Kapasitas Alat (4,8125 kg/menit x 60 = 288,75 kg/jam), untuk lebar
parutan 35 cm, sehingga dapat ditentukan kapasitas alat 280 kg/jam.
2.14 Kekuatan Empulur Sagu
Kekuatan dari empulur sagu didapatkan dengan cara uji coba
mengunakan beberapa batu bata masing-masing mempunyai berat 2kg sebagai
beban saat memasukkan empulur ke mesin pemarut karena karakteristik
empulur lunak jadi lumayan mudah untuk memasukkan empulur ke mesin
pemarut.
2.15 Sifat Fisik Dan Kimia Empulur Sagu
Salah satu bagian terpenting dari tumbuhan sagu adalah batang sagu. Di
dalam batang sagu tersimpan sejumlah amilum (pati). Batang tumbuhan sagu
adalah biomassa karbohidrat bersifat polisakarida dengan struktur rantai
panjang dan dapat bercabang yang tersusun dari unit-unit monosakarida.
Empulur sagu merupakan batang sagu yang telah dipisahkan dari kulit dan
serat batang sagu. Batang sagu sendiri menurut Haryanto dan Pangloli (1992)
terdiri dari lapisan bagian luar yang keras, dan bagian dalam yang mengandung
pati dan serat.
37
Gambar 2.14 Penampang membujur batang sagu (Ramalatu 1981)
Menurut Safitri et al. (2009), empulur sagu mengandung 57.25% pati, 31.59%
serat, dan mengandung air sebanyak 11.16%. Komposisi kimia empulur sagu
berdasarkan penelitian Fuji et al. (1986) disajikan pada Tabel.
Tabel 2.6 Komposisi kimia empelur sagu
KOMPONEN
Empelur
Utuh(%)
BAGIAN
LUAR (%)
BAGIAN
TENGAH
(%)
BAGIAN DALAM
(%)
PATI 83.50 81.51 83.20 84.72
LEMAK KASAR 0.38 0.49 0.38 0.31
SERAT KASAR 3.32 4.20 3.33 3.20
ABU 3.80 4.00 3.50 3.20
PROTEIN 1.15 1.76 1.27 1.06
PENTOSAN 2.87 - - -
AIR 9.79 12.30 12.74 12.67
Sumber : fuji et al. (1986),ket. Semua parameter disajikan dalam basis kering kecuali
kadar air.