Upload
others
View
17
Download
0
Embed Size (px)
Citation preview
17
BAB II
TINJAUAN PUSTAKA
Pendaftaran tanah merupakan sebuah prasyarat dalam usaha untuk
mengatur mengenai peruntukan, penguasaan, kepemilikan, penggunaan tanah
termasuk untuk mengatasi berbagai permasalahan mengenai pertanahan.
Pendaftaran tanah bertujuan untuk memberikan kepastian hak dan
perlindungan hukum kepada pemegang hak atas tanah tersebut dengan adanya
pembuktian berupa sertipikat tanah, yang menjadi instrument untuk penataan
penguasaan dan pemilikan tanah serta sebagai instrument pengendali dalam
penggunaan serta pemanfaatan tanah untuk segala hal yang diperlukan untuk
memperoleh manfaat dari tanah.14
Kegiatan dari pendaftaran tanah salah satunya adalah meliputi
pengumpulan data, pengolahan data, penyajian data, serta pemeliharaan data
fisik dan data yuridis. Terdapat beberapa peraturan baik undang-undang,
peraturan pemerintah, peraturan menteri yang mengatur tentang pendaftaran
tanah, salah satunya Nomor 5 Tahun 1960 tentang Peraturan Dasar Pokok-
Pokok Agraria, Peraturan Pemerintah Republik Indonesia Nomor 10 Tahun
1961 tentang Pendaftaran Tanah, Peraturan Menteri Negara Agraria/ Kepala
Badan Pertanahan Nasional Nomor 3 Tahun 1997 tentang Ketentuan
Pelaksanaan Peraturan Pemerintah Nomor 24 Tahun 1997 Tentang Pendaftaran
Tanah, dan sebagainya.
14 Adrian Sutedi. 2012 (I). Sertifikat Hak Atas Tanah. Jakarta. Sinar Gafika. Cetakan Kedua.
Hal.59
18
Sistem merupakan hal yang tidak terpisahkan, karena sistem yang akan
kemudian menjadi pedoman mengenai bagaimana pelaksanaan dari
pendaftaran tanah itu sendiri. Sistem pada pendaftaran tanah yang digunakan
bergantung pada asas yang digunakan oleh suatu negara. Pada pendaftaran
tanah terdapat dua bentuk sitem yaitu, sistem pendaftaran akta dan sistem
pendaftaran hak. Sistem pendaftaran tanah pada setiap bentuknya memiliki
perbedaan masing-masing. Pada sistem pendaftaran akta yang menjadi obyek
pendaftaran adalah aktanya, sedangkan pada sistem pendaftaran hak yang
menjadi obyek pendaftaran adalah hak atas tanahnya.
Selain sistem publikasi pada pendaftaran tanah adalah hal yang tidak
terpisahkan. Sistem publikasi dalam pendaftaran tanah pada setiap negara
berbeda-beda, untuk mengetahui sistem publikasi pendaftaran tanah yang
digunakan oleh suatu negara dapat dilihat pada asas hukum yang dianut oleh
negara tersebut dalam melakukan pengalihan hak atas tanahnya.1516 Terdapat
beberapa sistem publikasi pendaftaran tanah yang dianut oleh negara-negara
yang mengadakan pendaftaran tanah, yaitu sistem Torrens, sistem negatif dan
sitem positif.17 Sistem publikasi yang dikenal terdapat tiga macam yaitu, sitem
Torrens, sistem positif dan sistem negatif.
16 Adrian Sutedi. 2010 (Ii). Peralihan Hak Atas Tanah Dan Pendaftarannya. Jakarta. Sinar
Grafika. Hal 72 17 Bachtiar Effendi. 1993 (I). Kumpulan Tulisan Tentang Hukum Tanah. Bandung. Penerbit
Alumni. Hal 47.
19
A. Kajian Tentang Pendaftaran Tanah
1. Pengertian Pendaftaran Tanah
1.1 Pengertian Pendaftaran Tanah Secara Etimologis
Pendaftaran tanah pada awalnya yang saat ini telah dikenal di
dunia merupakan berasal dari negeri Mesir Kuno, yaitu ketika Raja
Firaun saat itu memerintahkan para pegawai dikerajaannya untuk
mengembalikan patok-patok yang menjadi batas untuk tanah pertanian
rakyat yang telah hilang akibat meluapnya air sungai Nil pada saat itu.18
Pendaftaan tanah kemudian berkembang dan dilaksanakan pula
diberbagai negara di seluruh dunia. Hal ini dapat dilihat dari adanya
beberapa istilah tentang pendaftaran tanah dalam berbagai bahasa.
Pendaftaran secara etimologis berasal dari kata daftar yang
memiliki arti yaitu catatan atau tulisan yang diatur dan bersusun. Kata
pendaftaran yang berasal dari kata dasar daftar yang kemudian
mendapat imbuhan kata pe dan an memiliki arti tersendiri yang namun
tidak begitu berbeda yaitu pendaftaran adalah sebuah kegiatan
pencatatan atau perbuatan mendaftarkan.19 Pendaftaran tanah dalam
bahasa Latin disebut dengan capitastrum, sedanngkan di Jerman dan
Italia disebut dengan dengan Catastro, di Perancis disebut dengan
18 M. Yamin Lubis Dan Abdul Rahim Lubis. 2010. Hukum Pendaftaran Tanah. Mandar
Madju. Hal 17. 19 I Gusti Nyoman Guntur. 2014. Pendaftaran Tanah. Yogyakarta. Kementrian Agraria Dan
Tata Ruang/ Badan Pertanahan Nasional Sekolah Tinggi Pertanahan Nasional.
20
Cadastre, kemudian oleh Belanda di Indonesia pendaftaran tanah
disebut dengan nama Kadastrale atau Kadaster.20
Capitastrum atau kadaster dari bahasa Latin adalah pendaftaran
tanah suatu register atau capita atau unit yang dilakukan untuk pajak
tanah bangsa Romawi, yang merupakan istilah teknis record (rekaman)
yang menunjukan luas, nilai dan kepemilikan atau pemegang hak atas
suatu bidang tanah, sedangkan kadaster yang saat ini bisa terjadi atas
peta ukuran yang lebih besar dan data-data yang berkaitan.21
Sotendik/Muller menyatakan bahwa Kadaster berasal dari kata
“Capitastrum” yang berarti satu daftar umum dimana berisi nilai-nilai
serta sifat-sifat.22
1.2 Pengertian Pendaftaran Tanah Menurut Pendapat Ahli
Pengertian tentang pendaftaran juga disampaikan oleh para ahli
dalam berbagai penafsiran. Boedi Harsono pada bukunya menjelaskan
pendaftaran tanah adalah suatu rangkaian kegiatan yang dilakukan oleh
Negara/Pemerintah yang berwenang dalam pendaftaran tanah, yang
dilakukan secara terus menerus dan teratur. Kegiatan pendaftaran tanah
berupa pengumpulan data tertentu mengenai tanah tertentu, yang
kemudian pengolahan, penyimpanan serta penyajiannya dipergunakan
untuk kepentingan masyarakat, untuk jaminan kepastian hukum di
20 R. Harmanses. 1996 (I). Pendaftaran Tanah Di Indonesia. Jakarta. Penerbit Pradnya
Paramita. Hal 14. 21 Ap. Parlindungan. 1994 (I). Pendaftaran Tanah Di Indonesia. Bandung. Mandar Maju.
Hal 11-12. 22 Syamsul Bahri. Beberapa Aspek Hukum Adat Yang Berpengaruh (Disertasi Universitas
Sumatera Utara) Hal 199
21
bidang pertanahan, termasuk juga penerbitan sertifikat tanah sebagai
tanda bukti dan pemeliharaannya.23
Menurut Rudolf Hermanses, menyatakan bahwa pendaftaran
tanah (Kadaster) adalah kegiatan pendaftaran atau pembukuan terhadap
bidang-bidang tanah dalam sebuah bentuk daftar-daftar, yang
berdasarkan dari kegiatan pengukuran dan pemetaan yang dilakukan
secara seksama dari bidang-bidang tanah itu sendiri.24
Sotendik Muller menyatakan bahwa Kadaster berasal dari kata
“Capitastrum” yang memiliki arti yaitu sebuah satu daftar umum
dimana terdapat berisi nilai-nilai serta sifat-sifat bidang tanah.
Pendaftaran tanah dalam bahasa Perancis yaitu Cadaster, sedangkan
dalam bahasa Italia disebut dengan Kadaster. Jaarsma menyatakan
bahwa Kadaster adalah suatu badan yang terdiri atas peta-peta dan
daftar-daftar yang memberikan uraian terhadap semua bidang tanah
yang terletak dalam suatu wilayah negara. Van Huls menyatakan bahwa
Kadaster sebagai suatu kegiatan pembukuan mengenai pemilikan tanah
yang dilaksankan dengan daftar-daftar dan peta-peta yang dilakukan
menggunakan ilmu ukur.25
AP. Parlindungan memberikan pendapat bahwa pengertian
pendaftaran tanah berasal dari kata Cadastre (bahasa Belanda
23 Boedi Harsono. 1997 (I). Hukum Agraria Indonesia, Sejarah Pembentukan Undang-
Undang Pokok Agraria, Isi Dan Pelaksanaannya. Bandung. Penerbit Djambatan. Hal 73 24 Fitaya Khotijah. 2015. Kesadaran Hukum Masyarakat Dalam Pendaftaran Tanah Di Desa
Pekuncen Kecamatan Pegandon Kabupaten Kendal. Skripsi. Semarang. 25 Syamsul Bahri. Beberapa Aspek Hukum Adat Yang Berpengaruh. Disertasi Universitas
Sumatera Utara.
22
Kadaster), sedangkan kata kadaster berasal dari bahasa latin
Capitastrum yang artinya suatu Register atau Capita atau Unit yang
dilakukan untuk pajak tanah Romawi. Istilah teknis pendaftaran tanah
yaitu suatu rekaman yang menunjukan luas, nilai, subyek terhadap hak
pada bidang tanah. Pendaftaran tanah selanjutnya dikemukakan sebagai
suatu kegiatan pendaftaran yang melalui suatu ketentuan yang teliti dan
terarah.26
Menurut Maria Sumardjono, Kadaster adalah suatu kegiatan
daftar yang melukiskan semua persil tanah yang ada dalam suatu daerah
berdasarkan atas pemetaan dan pengukuran yang cermat. 27 Subekti dan
Tjitro Sudibyo, menyatakan Kadaster adalah lembaga yang diberikan
tugas menyelenggarakan pendaftaran tanah dengan tujuan untuk
menetapkan identifikasi atas setiap bidang tanah dan kemudian
mencatat setiap pergantian pemilik, begitu pula hak-hak kebendaan
yang membebani tanah tersebut, seperti hipotek, gadai, juga hak
kebendaan atas tanah, hak guna bangunan, hak guna usaha dan lain-
lain.28
R. Hermanses pada bukunya menjelaskan terdapat dua unsur
dalam Kadaster Modern yaitu, pertama pendaftaran atau pembukuan
bidang-bidang tanah yang terletak pada suatu daerah dalam bentuk
26 Ap. Parlindungan. 1994 (I). Op.Cit. Hal 4. 27 Maria Soemardjono. 1982. Puspita Seragkaian Aneka Masalah Hukum Agraria.
Yogyakarta. Penerbit Andi Offset. Hal 43. 28 R. Subekti Dan R. Tjitro Sudibyo. 1969. Kamus Hukum. Jakarta. Penerbit Pradnya
Paramita. Hal 65.
23
daftar-daftar. Pada daftar-daftar tersebut selanjutnya diuraikan
mengenai letak, batas-batas, luas dari setiap bidang tanah serta hak-hak
yang terdapat pada tanah tersebut dan siapa yang menjadi pemegang
hak. Kedua, pengukuran dan pemetaan bidang tanah.29
Pendaftaran tanah adalah suatu kegiatan administrasi yang
dilakukan pemilik hak atas tanah terhadap tanah miliknya, kegiatan
yang dilakukan dalam pendaftaran tanah adalah baik dalam
pemindahan hak ataupun pemberian dan pengakuan hak, yang
bertujuan untuk memberikan suatu kejelasan dan kepastian terhadap
status bidang tanah.
1.3 Pengertian Pendaftaran Tanah Dari Aspek Yuridis
Berdasarkan pada Peraturan Pemerintah Republik Indonesia
Nomor 10 Tahun 1961 tentang Pendaftaran Tanah, bahwa pendaftaran
tanah suatu kegiatan yang dilaksanakan oleh Jawatan Pendaftaran
Tanah menurut ketentuanketentuan dalam Peraturan Pemerintah ini dan
mulai pada tanggal yang ditetapkan oleh Menteri Agraria untuk masing-
masing daerah, yang diselenggarakan didesa demi desa atau daerah-
daerah yang setingkat dengan itu.
Pengertian pndaftaran tanah menurut Pasal 1 Ayat 1 Peraturan
Pemerintah Republik Indonesia Nomor 24 Tahun 1997 Tentang
Pendaftaran Tanah berbunyi :
29 R. Hermanses. 1981 (Ii). Pendaftaran Tanah Di Indonesia. Jakarta. Direktorat Jenderal
Agraria. Hal 6.
24
Pendaftaran tanah adalah rangkaian kegiatan yang dilakukan oleh
Pemerintah secara terus menerus, berke-sinambungan dan teratur,
meliputi pengumpulan, pengo-lahan, pembukuan, dan penyajian
serta pemeliharaan data fisik dan data yuridis, dalam bentuk peta
dan daftar, mengenai bidang-bidang tanah dan satuansatuan
rumah susun, termasuk pemberian surat tanda bukti haknya bagi
bidangbidang tanah yang sudah ada haknya dan hak milik atas
satuan rumah susun serta hak-hak tertentu yang membebaninya.
2. Tujuan Pendaftaran Tanah
2.1 Fiscal Cadaster
Fiscal cadaster atau kadaster fiskal atau kadaster pajak adalah
suatu bentuk kegiatan pendaftaran tanah atau bentuk kadaster yang
mempunyai fungsi terpenting sebagai informasi keuangan atau
financial. Kata kadaster fiskal diambil dari istilah fiskal yang memiliki
arti keungan, dan yang memuat nilai atas sebuah lahan, pajak atas lahan
itu sendiri. Pengertian pendaftaran tanah awalnya berasal dari fungsi
dari suatu fiscal cadaster itu sendiri, yatu sebagai kegiatan dalam
bidang keuangan yang dalam hal ini berupa pajak. 30
Kadaster Pajak atau Belasting Kadaster atau Fiscale Cadaster,
yaitu kadaster yang diperuntukan untuk keperluan pemungutan pajak
tanah yang bersifat adil dan merata. Land Rente atau yang juga dapat
disebut pajak bumi dan bangunan yang dipungut oleh pemerintah
Hindia Belanda yang kemudian dikategorikan sebagai kadaster pajak
atau fiscal cadaster. Penting selanjutnya untuk diketahui adalah luas
tanah yang dimiliki dan digunakan oleh wajib pajak, karena harga tanah
30 Boedi Harsono. 1997 (I). Op.Cit. Hal 84.
25
ditentukan berdasarkan atas luas tanah dan penggunaanya atau hanya
untuk kegiatan administrasi belaka.31
Seiring perkembangan zaman masalah mengenai tanah menjadi
semakin kompleks, yang selanjutnya dibentuklah suatu legal cadastre.
Pada saat ini kemudian terdapat dua tujuan pada pendaftaran tanah yaitu
selain fiscal cadaster yang merupakan kegiatan pendaftaran tanah
untuk mempermudah pemungutan pajak, dan recht cadaster yang
memiliki tujuan yaitu suatu kegiatan pendaftaran tanah yang
diselenggarakan untuk keperluan pemberian kepastian hak atas tanah.32
2.2. Recht Cadaster
Pendaftaran tanah pada awalnya dilaksanakan untuk tujuan fiskal
atau istilah lainnya adalah fiscal cadaster, namun seiring
perkembangan zaman kemudian tujuan dari pendaftaran tanah
berkembangan, untuk menghadapi ketidakpastian terhadap perbuatan
hukum mengenai hal tanah, maka dibentuklah pendaftaran tanah untuk
tujuan kepastian hukum yang saat ini juga disebut dengan istilah recht
cadaster. 33
Muhammad Yamin Lubis dan Abd. Rahim Lubis,
mengemukakan pendaftaran tanah adalah kegiatan yang dilaksanakan
demi tercapainya kepastian hukum atau istilah lainnya adalah rechts
31 I Gusti Nyoman Guntur. Op.Cit. Hal 61. 32 Elko Lucky Mamesah. 2012. Kegunaan Pendaftaran Tanah Bagi Pemilik Tanah. Hasil
Karya Ilmiah Kementerian Pendidikan Dan Kebudayaan. Manado 33 Arie S. Hutagalung. 2005. Tebaran Pemikiran Seputar Masalah Hukum Tanah.. Jakarta.
Lembaga Pemberdayaan Hukum Indonesia. Hal 81.
26
cadaster.34 Recht cadaster artinya untuk kepentingan pendaftaran tanah
dan hanya mengenai hak apa dan siapa pemiliknya, bukan untuk
kepentingan lain seperti perpajakan. Mengenai hal ini AP. Parlindungan
mengatakan bahwa “pendaftaran tanah ini adalah pendaftaran hukum
(recht cadaster) bukan fiskal kadaster”.35
Bachtiar effendi berpendapat bahwa pendaftaran tanah adalah
recht cadaster yang bertujuan untuk memberikan kepastian hak yakni:
a. Untuk memungkinkan orang-orang yang memiliki tanah dapat
memperoleh sertifikat tanah yang menjadi bukti kepemilikan hak atas
tanah dengan membuktikan bahwa pemilik memang benar berhak atas
sebidang tanah. b. Untuk memungkinkan pada para pihak yang
berkepentingan seperti calon pembeli, calon kreditur dan sebagainya
yang bermaksud untuk mengetahui hal-hal yang perlu ketahui
berkenaan dengan sebidang tanah tersebut.36
Pendaftaran tanah bersifat recht cadaster yang meliputi kegiatan:
pengukuran; pemetaan; dan pembukuan tanah, pendaftaran hak-hak
tersebut, pemberian sertifikat hak atas tanah yang berlaku sebagai alat
pembuktian yang kuat. Pendaftaran tanah ditujukan untuk memberikan
kepastian hak dan perlindungan hukum bagi pemegang hak atas tanah
dengan alat bukti berupa sertifikat tanah, yang menjadi instrumen
34 M. Yamin Lubis Dan Abdul Rahim Lubis. 2010. Hukum Pendaftaran Tanah. Mandar
Madju. Hal 167. 35 Ap. Parlindungan. 1991 (Ii). Komentar Atas Undang-Undang Pokok Agraria. Bandung
Mandar Madju. Hal 111 36 Bachtiar Effendi. 1983 (Ii). Pendaftaran Tanah Di Indonesia. Bandung. Alumni. Hal 16
27
penataan penguasaan, pemilikan tanah dan sebagai instrumen
pengendali penggunaan dan pemanfaatan tanah. .37
Bidang-bidang tanah yang dimasa Hindia Belanda tidak terdaftar
secara recht cadaster dan umumnya digolongkan sebagai tanah adat
kini merupakan sasaran pendaftaran yang utama. Selain itu kemudahan
terhadap mayoritas anggota masyarakat yang tidak memiliki alat bukti
tertulis pun dibantu dengan cara pembuktian melalui penguasan fisik
secara nyata maksudnya bidang tanah yang secara terus menerus telah
dikuasai selama 20 (dua puluh) tahun baik oleh pihak yang sedang
menguasai ataupun pendahulunya, dapat didaftar dan diterbitkan
sertifikatnya.38
Douglas J Whalan menyatakan bahwa kegiatan pendaftaran tanah
mempunyai 4 keunggulan antara lain: a. Security and certainty or true,
artinya pendaftaran terdapat adanya kepastian terhadap hak baik dari
peralihan hak dan klaim dari orang lain. b. Peniadaan dari
keterlambatan dan pembiayaan yang berkelebihan artinya dengan
adanya kegiatan pendaftaran tanah maka tidak perlu selalu di ulang dari
awal setiap adanya peralihan hak. c. Penyederhanaan atas dasar hak
yang berkaitan, artinya dengan adanya pendaftaran tanah tersebut maka
peralihan hak di sederhanakan segala prosesnya. d. Ketelitian, artinya
37 J.B. Daliyo Dan Kawan-Kawan, Hukum Agraria I, Cetakan 5, (Jakarta: Prehallindo:2001),
Hlm 80 38 Chris Lunnay Dan Herman Soesang Obeng, Status Reformasi Pertanahan Dalam Uupa
Dan Proyek Administrasi Pertanahan Dengan Perspektif Sebesar-Besarnya Kemakmuran Rakyat,
Seminar Nasional Pertanahan, Bandung, Hal. 3
28
dengan adanya pendaftaran tanah, maka ketelitian menjadi hal yang
harus diutamakan.39
3. Sistem Pendaftaran Tanah
Sistem pendaftaran tanah yang digunakan suatu negara bergantung
berdasarkan asas hukum yang dianut dalam pengalihan hak atas tanahnya.
Asas hukum terdapat dua macam yaitu asas itikad baik dan asas nemo plus
yuris. Asas itikad baik menerangkan bahwa seseorang memperoleh suatu
hak akan menjadi pemegang hak yang dianggap sah menurut hukum.
Berbeda dengan asas nemo plus yang menyatakan seseorang tidak dapat
mengalihkan hak melebihi hak yang sudah melekat pada dirinya
sebelumnya, artinya jika terdapat oranglain yang mengalihkan hak tersebut
maka pengalihan tersebut batal.40
Sistem pendaftaran tanah terdapat dua macam yaitu pertama sistem
pendaftaran akta atau registration of deeds dan sistem pendaftaran hak atau
registration of titles, title dalam arti hak. Sistem pendaftaran akta ataupun
sistem pendaftaran hak, setiap pemberian atau pembuatan hak baru serta
pemindahan dan pembebannya dengan hak lain kemudian, harus dibuktikan
dengan akta. Akta tersebut sebagai bentuk data yuridis tanah yang
bersangkutan. Perbuatan hukum, hak penerimanya, dan hak apa yang
39 Muhammad Yamin Lubis. Jawaban-Jawaban Atas Pertanyaan Dalam Komentar Atas
Undangundang Pokok Agraria. Pusat Studi Hukum Agraria Fakultas Hukum Usu. Medan. Hal. 64. 40 Siti Hardiyanti Harahap. 2011. Sistem Pendaftaran Tanah Yang Belum Bersertifikasi
Untui( Memperoleh Hak Kebendaan Atas Tanah Didesa Tanjung Sari Kecamatan Batangkuis.
Skripsi. Medan
29
dibebankan. Baik sistem pendaftaran akta maupun sistem pendaftaran hak,
akta merupakan sumber data yuridis.41
3.1 Sistem Pendaftaran Akta (Registration of Deeds)
Sistem pendaftaran akta yang menjadi objek pendaftaran adalah
aktanya. kegiatan dalam perubahan atau peralihan seperti jual beli,
hibah, warisan dan lainna yang didaftarkan hanya aktanya dan tidak
perlu melihat dan meneliti isi dari akta tersebut, sedangkan bentuk
penyajian datanya dalam bentuk akta. Akta tersebut disimpan dan
disajikan oleh Kantor Pertanahan yang disimpan dan disajikan dalam
bentuk buku tanah dan sebagai tanda bukti dibuatlah salinan.
Kebenaran dalam akta bergantung dari kebenaran akta-akta terdahulu,
jika terjadi satu kesalahan dalam pembuatan akta dapat menyebabkan
akta tersebut tidak sah.42
3.2 Sistem Pendaftaran Hak (Registration of Tittle)
Sistem pendaftaran ini dibentuk berawal dari karena sistem
pendaftaran akta yang diangap kurang efektif dalam memberikan
jaminan akan kepastian hukum bagi pemegang hak. Sistem pendaftaran
hak yang menjadi objek pendaftaran dalam proses pendaftaran hak
adalah hak atas tanahnya, untuk penyimpanan dan penyajian datanya
dalam bentuk buku tanah yang disimpan di Kantor Pertanahan. Salinan
41 Dennys Andreas Sutoppo. 2016. Kekuatan Hukum Sertifikat Hak Atas Tanah
Dikaitkan Dengan Kepastian Hukum Dalam Pendaftaran Tanah. Skripsi Universitas Lampung.
Bandar Lampung 42 Silvia Diana. 2016. Pengecekan Sertipikat Dalam Pembuatan Akta Jual Beli Tanah Untuk
Mencegah Terjadinya Sengketa Pertanahan Di Kota Pekanbaru. Thesis Universitas Andalas.
Pekanbaru
30
buku tanah dan surat ukur diberi sampul garuda selanjutnya dijilid
menjadi satu, dan kemudian disebut dengan sertipikat yang ini
diberikan kepada pemegang hak sebagi alat bukti kepemilikan.43
4. Sistem Publikasi Pendaftaran Tanah
Sistem publikasi dalam pendaftaran tanah pada setiap negara berbeda-
beda, untuk mengetahui sistem publikasi pendaftaran tanah yang digunakan
oleh suatu negara dapat dilihat pada asas hukum yang dianut oleh negara
tersebut dalam melakukan pengalihan hak atas tanahnya.44 Terdapat
beberapa sistem publikasi pendaftaran tanah yang dianut oleh negara-negara
yang mengadakan pendaftaran tanah, yaitu sistem Torrens, sistem negatif
dan sitem positif.45
4.1 Sistem Torrens
Sistem Torrens dalam pelaksanaannya yaitu memiliki sifat yang
pasti, biaya yang lebih murah jika dibandingkan dengan sistem
publikasi negatif dan cepat, persetujuan dimudahkan, banyak hak hak
milik atas tanah yang berkurang nilanya karena ketidakpastian hukum
hak atas tanah telah dikembalikan nilai yang sebenarnya. Setiap
pendaftaran hak atas tanah pada sistem ini sebelum dilakuka pencatatan
pada buku tanah terlebih dahulu dilakukan pemeriksaan dan
penyelidikan yang teliti terhadap data yang disajikan oleh pemohon.46
43 Ibid, Hal 42 44 Adrian Sutedi. 2010 (Ii). Op.Cit. Hal 72 45 Bachtiar Effendi. 1993 (I). Kumpulan Tulisan Tentang Hukum Tanah. Bandung. Penerbit
Alumni. Hal 47. 46 Dennys Andreas Sutoppo. Op.Cit. Hal 22
31
Sistem ini sertifikat tanah menjadi alat yang digunakan dalam
memberikan informasi mengenai hak dari pemilik yang tercantum di
dalamnya dan tidak dapat diganggu gugat, demikian menurut Torrens.
Ganti rugi terhadap pemilik adalah melalui asuransi
(verzekeringsponds) yang sebelumnya dikenakan kepada pemohon hak
dalam pendaftaran tanah. Buku tanah tidak dimungkinkan untuk
diubah, kecuali jika mendapat serifikat tanah yang dimaksud melalui
cara pemalsuan dengan tulisan atau didapatkan dengan cara penipuan.47
4.2 Sistem Publikasi Positif
Sistem pada publikasi positif sertifikat tanahnya menjadi surat
tanda bukti hak yang memiliki kekuatan pembuktian yang sangat
mutlak, artinya segala keterangan yang tercantum didalam sertifikat
tanah tersebut mempunyai kekuatan hukum yang kuat dan harus
diterima sebagai keterangan yang benar selama tidak ada bukti-bukti
lain yang dapat membuktikan bahwa sertifikat tanah tersebut tidak
benar, atau jika ada bukti-bukti lain yang dapat membutikan
ketidakbenaran sertifikat tanah yang bersangkutan atau yang menjadi
perkara.48
Sistem pada publikasi positif pejabat yang berwenang atau yang
bertugas dalam hal ini berperan aktif, yaitu artinya mereka harus
mencari tahu mengenai hak atas tanah yang dipindahkan tersebut dapat
47 Ap. Parlindungan. (Ii). Op.Cit. Hal 26 48 Bachtiar Effendi. 1993 (I). Opcit. Hal 32
32
untuk didaftarkan atau tidak, dan kemudian mencari tahu kebenaran
identitas dari para pihak, serta mencari tahu tentang kewenangan-
kewenangan dan formalitas-formalitas yang diisyaratkan telah
terpenuhi atau tidak.49
Menurut sistem publikasi positif hubungan hukum antara hak dari
pemegang hak atau orang yang namanya tercantum dalam buku tanah
dengan pemberian hak yang sebelumnya akan terputus sejak hak
tersebut didaftarkan. Keunggulan dari sistem publikasi positif adalah
adanya jaminan kepastian hukum dari buku tanah tersebut, pejabat yang
ikut berperan aktif, mekanisme kerja dalam pelaksanaan kegiatan
penerbitan sertifikat tanah sangat mudah dimengerti oleh orang
awam.50
Keunggulan pada sistem publikasi positif, pada pihak ketiga tidak
perlu ragu jika akan melakukan perbuatan hukum dengan pihak yang
namanya tercantum dalam buku tanah tersebut. Sistem pada publikasi
positif negara menjamin kebenaran data yang disajikan. Sistem ini
menggunakan sistem pendaftaran hak, sehingga selalu ada buku tanah
sebagai bentuk penyimpanan dan penyajian data yuridis serta selalu
terdapat sertipikat sebagai surat tanda bukti hak.51
49 Dennys Andreas Sutoppo. Op.Cit. Hal 23 50 Ibid 51 I Gusti Nyoman Guntur. Op.Cit. Hal 44
33
4.3 Sistem Publikasi Negatif
Sistem pada publikasi negatif sertifikat tanah menjadi surat tanda
bukti hak yang kekuatan pembuktiannya bersifat kuat namun tidak
mutlak, artinya segala sesuatu yang tercantum dalam sertifikat tanah
dianggap benar sampai terdapat bukti yang menunjukan ketidakbenaran
dalam sertifikat tersebut. Hal ini karena pada sistem publikasi negatif
menggunakan asas peralihan hak atas tanah nemo plus yuris. Asas nemo
plus yuris bertujuan melindungi hak dari pemegang hak yang
sebenarnya, sehingga pemegang hak yang sebenarnya dapat menuntut
kembali haknya.52
Sistem publikasi negatif negara tidak dapat memberikan jaminan
mengenai kebenaran data yang disajikan, sehingga dalam sistem ini
untuk melakukan peralihan hak atas tanah menggunakan asas memo
plus juris utnuk melindungi pemegang hak atas tanah yang sebenarnya
dari tindakan orang lain yang ingin mengalihkan haknya tanpa
diketahui pemegang hak sebenarnya. Sistem ini perpindahan hak
kepada pembeli tidak ditentukan dengan pendaftaran yang dilakukan,
namun berdasarkan kepada sahnya perbuatan hukum yang dilakukan.53
Berbeda dengan ciri pokok pada sistem publikasi lainnya, sistem
ini pejabat berperan pasif artinya pejabat yang bersangkutan tidak
berkewajiban untuk mencari tahu kebenaran atas surat-surat yang
52 Adrian Sutedi. 2012(I). Op.Cit. Hal 118 53 Ibid
34
diserahkan kepadanya. Keunggulan dari sistem publikasi negatif adalah
adanya jaminan perlindungan terhadap pemegang hak. Kelemahannya
dari sistem publikasi negatif adalah peranan pasif oleh pejabatnya yang
dapat menyebabkan tumpang tindih sertifikat tanah, mekanisme kerja
dalam proses penerbitan sertifikat tanah kurang dapat dimengerti.54
B. Kajian Tentang Pendaftaran Tanah di Indonesia
1. Dasar Hukum Pendaftaran Tanah di Indonesia
Urgensi mengenai tanah bagi kehidupan manusia khususnya di
Indonesia mendapatkan perhatian lebih dari pemerintah, sehingga kemudian
dikeluarkanlah peraturan Undang-Undang Nomor 5 tahun 1960 tentang
Peraturan Dasar Pokok-Pokok Agraria (UUPA). Berdasarkan pada
penjelasan tujuan yang tercantum dalam UUPA adalah sebagai berikut:
a. meletakkan dasar-dasar bagi penyusunan hukum agraria nasional,
yang akan merupakan alat untuk membawakan kemakmuran,
kebahagiaan dan keadilan bagi Negara dan rakyat, terutama rakyat
tani, dalam rangka masyarakat yang adil dan makmur.
b. meletakkan dasar-dasar untuk mengadakan kesatuan dan
kesederhanaan dalam hukum pertanahan.
c. meletakkan dasar-dasar untuk memberikan kepastian hukum
mengenai hak-hak atas tanah bagi rakyat seluruhnya.55
Berdasarkan tujuan pelaksanaan pendaftaran tanah adalah untuk
memberikan kepastian hukum terkait hak atas tanah, kemudian dibentuklah
ketentuan pendafataran tanah di Indonesia yang diatur dalam Pasal 19
Undang-Undang Pokok Agraria kemudian dilaksanakan dengan Peraturan
54 Dennys Andreas Sutoppo. Op.Cit. Hal 25 55 Pada Penjelasan Undang-Undang Nomor 5 Tahun 1960 Tentang Peraturan Dasar Pokok-
Pokok Agraria
35
Pemerintah Nomor 10 Tahun 1961 Tentang Pendaftaran Tanah yang mulai
berlaku pada tanggal 23 Maret 1961, dan setelah diberlakukan selama 36
tahun, selanjutnya digantikan dengan Peraturan Pemerintah Nomor 24
Tahun 1997 Tentang Pendaftaran Tanah sebagai penyempurna Peraturan
Pemerintah Nomor 10 Tahun 1961, yang diundangkan dan berlaku mulai
tanggal 8 Juli 1997.
Sebagai peraturan pelaksana dari Peraturan Pemerintah Nomor 24
Tahun 1997, maka dikeluarkan Peraturan Menteri Negara Agraria/Kepala
Badan Pertanahan Nasional Nomor 3 Tahun 1997 Tentang Ketentuan
Pelaksana Peraturan Pemerintah Nomor 24 Tahun 1997 Tentang
Pendaftaran Tanah. Dasar hukum tujuan dari pendaftaran tanah telah
dipaparkan pada Pasal 3 Peraturan Pemerintah Nomor 24 Tahun 1997
Tentang Pendaftaran Tanah yang berbunyi :
a. untuk memberikan kepastian hukum dan perlindungan hukum
kepada pemegang hak atas suatu bidang tanah, satuan rumah susun
dan hak-hak lain yang terdaftar agar dengan mudah dapat
membuktikan dirinya sebagai pemegang hak yang bersangkutan,
b. untuk menyediakan informasi kepada pihak-pihak yang
berkepentingan termasuk Pemerintah agar dengan mudah dapat
memperoleh data yang diperlukan dalam mengada-kan perbuatan
hukum mengenai bidang-bidang tanah dan satuan-satuan rumah
susun yang sudah terdaftar;
c. untuk terselenggaranya tertib administrasi pertanahan.
2. Unsur-unsur Pendaftaran Tanah di Indonesia
Menurut Pasal 1 angka 1 Peraturan Pemerintah Nomor 24 Tahun 1997,
pendaftaran tanah merupakan rangkaian kegiatan yang dilaksanakan oleh
Pemerintah yang meliputi, pengumpulan, pengolahan, pembukuan, dan
penyajian serta pemeliharaan data fisik dan data yuridis dalam bentuk peta
36
dan daftar mengenai bidang-bidang tanah dan satuan-satuan rumah susun,
termasuk pemberian surat tanda bukti haknya sebagai bidang-bidang tanah
yang sudah ada haknya dan hak milik atas satuan rumah susun serta hak-
hak tertentu yang membebaninya.
Kata-kata pada Pasal 1 angka 1 Peraturan Pemerintah Nomor 24 Tahun
1997 jika diartikan seperti kata “rangkaian kegiatan” menjelaskan bahwa
terdapat berberapa kegiatan dalam pelaksanaan pendaftaran tanah. Kata
“terus menerus” menjelaskan bahwa kegiatan pendaftaran tanah akan
dilakukan tanpa ada hentinya. Kata “teratur” menjelaskan bahwa kegiatan
pendaftaran tanah tidak serta-merta dilakukan namun dilakukan dengan
menggunakan pedoman atau dasar yang menjadi peraturan yang akan
mengatur berjalannya pendaftaran tanah.
Berdasarkan pengertian dan dasar hukum dari pendaftaran tanah diatas,
maka dapat disebutkan mengenai unsur-unsur dalam pendaftran tanah
yaitu:56
1) Rangkaian kegiatan bahwa kegiatan yang dilakukan dalam pendaftaran
tanah adalah kegiatan mengumpulkan baik data fisik maupun data
yuridis dari tanah.
2) Oleh pemerintah bahwa dalam kegaiatan pendaftaran tanah ini terdapat
instansi khusus yang mempunyai wewenang dan berkompeten yaitu
Kementerian Agraria dan Tata Ruang.
3) Teratur dan terus-menerus bahwa proses pendaftaran tanah merupakan
suatu kegiatan yang didasarkan dari peraturan perundang-undangan dan
kegiatan ini dilakukan secara terus-menerus tidak berhenti sampai
dengan seseorang mendapatkan tanda bukti hak.
4) Data tanah bahwa hasil pertama dari proses pendaftaran tanah adalah
dihasilkan data fisik dan data yuridis. Data fisik memuat data mengenai
tanah, antara lain, lokasi, batas-batas, luas bangunan,serta tanaman
56 Suhadi Dan Rofi Wahasisa. 2008. Buku Ajar Pendaftaran Tanah. Universitas Negeri
Semarang. Hal 12
37
yang ada di atasnya. Sedangkan data yuridis memuat data mengenai
haknya, antara lain, hak apa, dan pemegang haknya siapa.
5) Wilayah bisa merupakan wilayah kesatuan dengan obyek dari
pendaftaran tanah.
6) Tanah-tanah tertentu, berkaitan dengan obyek dari pendaftaran tanah.
7) Adanya tanda bukti kepemilikan hak yang berupa sertifikat.
3. Sistem Pendaftaran Tanah di Indonesia
Sistem pendaftaran tanah di Indonesia oleh AP. Parlindungan
disampaikan bahwa pendaftaran tanah yang dianut berdasarkan Undang-
Undang Pokok Agraria, disamping menganut sistem positif juga terdapat
sistem negatif. Menurut Maria Sumardjono, sistem pendaftaran tanah yang
dipakai di Indonesia adalah pendaftaran tanah sistem positif meskipun
secara tidak langsung. Sistem pendaftaran tanah yang dianut Indonesia saat
ini adalah sistem buku tanah, dimana yang dibukukan adalah hak-haknya
(registration of title).57
Menurut Mariam Darus Badrulzaman sistem pendaftaran tanah di
Indonesia juga disebut Quasi Positif (positif yang semu), adapun ciri-ciri
sistem quasi positif adalah sebagai berikut : 58
1) nama yang tercantum dalam daftar buku tanah adalah sebagai pemilik
tanah yang benar dan dilindungi oleh hukum. Sertipikat tanah adalah
tanda bukti hak yang kuat, namun tidak mutlak;
2) setiap peristiwa balik nama harus melalui tahapan dan diteliti secara
seksama dan memenuhi syarat-syarat keterbukaan (Openbaar
Beginsel);
3) setiap persil batas tanah diukur dan digambar pada peta pendaftaran
tanah, dengan melihat kembali batas pada persil, hal ini apabila
dikemudian hari terjadi sengketa;
57 Titut Rosawati. 2010. Analisis Pembatalan Sertipikat Hak Milik Atas Tanah Oleh Badan
Pertanahan Nasional Sebagai Pelaksanaan Eksekusi Putusan Pengadilan (Studi Kasus Putusan
Mahkamah Agung Ri Nomor 2096.K/Pdt/1987 Tanggal 28 Desember 1987 Dan Surat Keputusan
Kepala Badan Pertanahan Nasional Nomor 4-X.C-2005 Tanggal 14 Juli 2005). Thesis. Jakarta 58 Ibid, Hal 33
38
4) nama pemilik tanah yang tercantum dalam buku tanah dan sertipikat
dapat dicabut melalui proses putusan Pengadilan Negeri atau dibatalkan
oleh Kepala Badan Pertanahan Nasional apabila ditemukan cacat
hukum;
5) pemerintah tidak memberikan dana apabila terjadi kerugian kepada
masyarakat karena kesalahan administrasi pendaftaran tanah,
melainkan sikap aktif dari masyarakat yang merasa dirugikan dapat
mengajukan gugatan melalui proses Pengadilan Negeri untuk
memperoleh haknya serta ganti rugi.
Abdurrahman menyatakan bahwa sistem pendaftaran tanah di
Indonesia yaitu UUPA dan PP Nomor 24 Tahun 1997, merupakan sistem
campuran antara sistem positif dan sistem negatif, dimana segala
kekurangan yang ada pada sistem negatif dan sistem positif sudah dapat
diatasi. Sistem ini pada saat ini sangat cocok dengan keadaan di negara
Indonesia meskipun harus diakui bahwa masih perlu diadakan beberapa
penyempurnaan terhadap sistem pendaftaran tanah tersebut guna
menyesuaikan perkembangan dan kemajuan zaman.59
Sistem pendaftaran tanah yang berlaku di Indonesia adalah sistem
pendaftaran hak atau istilah lainnya adalah registration of titles yang dapat
dilihat dari adanya buku tanah sebagai dokumen yang memuat data yuridis
dan data fisik yang dihimpun dan disajikan serta diterbitkannya sertipikat
tanah sebagai surat tanda bukti hak yang telah didaftarkan. 60 Pada sistem ini
sertifikat menjadi tanda bukti kepemilikan hak bagi pemegang hak tidak
dapat berlaku mutlak. Ini berarti bahwa sertifikat yang diperoleh dengan
biaya yang cukup tinggi dan prosedur yang cukup rumit belum dapat
59 Adrian Sutedi. 2006 (Iii). Kekuatan Hukum Berlakunya Sertipikat Sebagai Tanda Bukti
Hak Atas Tanah. Jakarta. Penerbit Cipta Jaya. 60 Titut Rosawati. Op.Cit. Hal 35
39
memberikan sebuah kepastian hukum bagi masyarakat, meskipun tanah
tersebut telah memperoleh sertifikat.61
4. Sistem Publikasi Pendaftaran Tanah di Indonesia
Mengenai sistem publikasi pada pendaftaran tanah di Indonesia
terdapat dua sistem publikasi, yaitu sistem publikasi positif dan sistem
publikasi negatif. Indonesia berdasarkan Peraturan Pemerintah Nomor 24
Tahun 1997 menganut sistem publikasi pendaftaran tanah dengan sistem
negatif, namun sistem publikasi negatif tidak murni karena terdapat pula
unsur sistem publikasi positif.
Secara singkat pengertian dari sistem publikasi positif adalah sistem
pendaftaran tanah menggunakan sistem pendaftaran hak dan sertifikat tanah
yang diberikan, menjadi tanda bukti hak atas tanah yang mutlak dan satu-
satunya tanda bukti hak atas tanah, sedangkan ciri pada sistem publikasi
negatif adalah sistem pendaftaran tanah menggunakan sistem pendaftaran
akta, dan sertifikat tanah sebagai surat tanda bukti yang kuat namun tidak
mutlak yang artinya keterangan dalam sertifikat tanah dianggap benar
sepanjang tidak ada bukti yang dapat menunjukan ketidakbenaran bahwa
surat tanda bukti itu cacat hukum atau tidak benar.
Indonesia menganut sistem publikasi negatif namun terdapat unsur
sistem publikasi positif, hal ini dapat dilihat pada pasal 32 ayat (2) Peraturan
61 Fitroh Oeloem. 2015. Jaminan Kepastian Hukum Hak Atas Tanah Dalam Sistem
Pendaftaran Tanah Negatif Bertendensi Positif. Hasil Thesis Program Studi Kenotariatan. Malang
40
Pemerintah Nomor 24 Tahun 1997 tentang Pendaftaran Tanah yang
berbunyi :
Dalam hal atas suatu bidang tanah sudah diterbitkan sertipikat secara
sah atas nama orang atau badan hukum yang memperoleh tanah tersebut
dengan itikad baik dan secara nyata menguasainya, maka pihak lain
yang merasa mempunyai hak atas tanah itu tidak dapat lagi menuntut
pelaksanaan hak tersebut apabila dalam waktu 5 (lima) tahun sejak
diterbitkannya sertipikat itu telah tidak mengajukan keberatan secara
tertulis kepada pemegang sertipikat dan Kepala Kantor Pertanahan
yang bersang-kutan ataupun tidak mengajukan gugatan ke Pengadilan
mengenai penguasaan tanah atau penerbitan sertipikat tersebut.
Indonesia menganut sistem publikasi negatif yang mengandung unsur
sistem publikasi positif dapat dilihat dari beberapa hal sebagai berikut :
1) Pendaftaran tanah menghasilkan surat tanda bukti yang kuat namun
tidak mutlak (sistem publikasi negatif)
2) Sistem pendafaran tanah menggunakan sistem pendaftaran hak (sistem
publikasi positif)
3) Pemerintah tidak memberikan jaminan data fisik dan data yuridis yang
dalam sertifikat tanah memiliki kebenaran yang mutlak (sistem
publikasi negatif)
4) Petugas pertanahan bersifat aktif untuk menyelidiki kebenaran data
fisik dan yuridis (sistem publikasi positif)
5) Tujuan pendaftaran tanah untuk memnberikan kepastian hukum kepada
pemegang hak (sistem publikasi positif)
6) Pihak yang merasa dirugikan atas penerbitan sertifikat tanah dapat
melakukan pengajuan keberatan pelaksana pendaftaran tanah untuk
membatalkan sertifikat yang sudah diterbitkan, dan bahkan dapat
41
mengajukan permohonan kepada pengadilan untuk menyatakan tidak
sah sertifikat tersebut (sistem publikasi negatif).62
Arie Sukanti Hutagalung berpendapat, sertifikat tanah merupakan
tanda bukti yang kuat dan bukan merupakan tanda bukti yang mutlak,
artinya keterangan-keterangan yang tercantum di dalamnya mempunyai
kekuatan hukum dan harus diterima sebagai keterangan yang benar selama
tidak ada alat pembuktian yang membuktikan sebaliknya. Hal tersebut
berarti bahwa Indonesia menggunakan sitem publikasi negatif cenderung
positif.63 Didukung pula oleh Boedi Harsono yang juga menyatakan bahwa
sistem publikasi di Indonesia menggunakan sitem publikasi negatif yang
mengandung unsur positif.64
Berdasarkan uraian diatas Indonesia menggunakan sistem pendaftaran
tanah sitem publikasi negatif yang bertendensi pada sistem pendaftaran
tanah sistem publikasi positif, yang dimaksudkan kekurangan-kekurangan
yang terdapat pada sistem publiksai negatif dapat diminimalisir
menggunakan sistem publikasi positif dengan cara sedemikian rupa namun
tidak bertentangan dengan peraturan yanga ada, sehingga kepastian hukum,
keadilan dan kemanfaat hukum dapat tercapai. Hal tersebut didukung oleh
Boedi Harsono yang menyatakan bahwa sistem publikasi di Indonesia
menggunakan sitem publikasi negatif yang mengandung unsur positif.65
62 Urip Santoso. 2010. Pendaftaran Dan Peralihan Hak Atas Tanah. Cet. 2. Jakarta. Penerbit
Kencana. Hal 263 63 Lina Kristiyani. 2010. “Implikasi Sistem Publikasi Negatif Dengan Unsur Positif Terhadap
Kekuatan Pembuktian Sertifikat Hak Atas Tanah”. Hasil Skripsi. Surakarta 64 Boedi Harsono. 2008 (Ii). Op.Cit. Hal 477 65 Boedi Harsono. 2008 (Ii). Op.Cit. Hal 477
42
5. Obyek Pendaftaran Tanah di Indonesia
Mengenai obyek pendaftaran tanah di Indonesia telah dijelaskan pada
Pasal 9 Ayat (1) Peraturan Pemerintah Republik Indonesia Nomor 24 Tahun
1997 Tentang Pendaftaran Tanah, Obyek pendaftaran tanah meliputi :
a. bidang-bidang tanah yang dipunyai dengan hak milik, hak guna
usaha, hak guna bangunan dan hak pakai;
b. tanah hak pengelolaan;
c. tanah wakaf;
d. hak milik atas satuan rumah susun;
e. hak tanggungan;
f. tanah Negara.
Pendaftaran tanah dibagi menjadi dua yaitu pendaftaran tanah untuk
pertama kali dan pemeliharaan data pendaftaran tanah. Pendaftaran Tanah
untuk pertama kali merupakan kegiatan pendaftaran tanah yang dilakukan
terhadap obyek pendaftaran tanah yang belum pernah didaftarkan
berdasarkan Peraturan Pemerintah No. 24 Tahun 1997 tentang Pendaftaran
Tanah, sedangkan pemeliharaan data pendaftaran tanah merupakan kegiatan
pendaftaran tanah untuk menyesuaikan antara keterangan data fisik dan data
yuridis dalam peta pendaftaran, daftar tanah, daftar nama, surat ukur, buku
tanah, dan sertipikat tanah karena adanya perubahan-perubahan yang
terjadi.66
66 Jayadi Setiabudi. 2015. Pedoman Pengurusan Surat Tanah & Rumah Beserta
Perizinannya. Jakarta. Penerbit Buku Pintar. Hal 67
43
6. Jenis-Jenis Pendaftaran Tanah di Indonesia
6.1 Pendaftaran Tanah Pertama Kali
Pengertian pendaftaran tanah pertama kali tercantum dalam
Peraturan Pemerintah No. 24 tahun 1997 tentang Pendaftaran Tanah
pada Pasal 1 angka 9 yang berbunyi “. . . Pendaftaran tanah untuk
pertama kali adalah kegiatan pendaftaran tanah yang dilakukan
terhadap obyek pen-daftaran tanah yang belum didaftar berdasarkan
Peraturan Pemerintah Nomor 10 Tahun 1961 tentang Pendaftaran
Tanah atau Peraturan Pemerintah ini”.
Penjelasan mengenai pendaftaran tanah pertama kali yaitu
kegiatan mendaftarkan sebidang tanah untuk pertama kalinya, yang
berarti sebidang tanah tersebut belum pernah didaftarkan sebelumnya
sebagaimana pada ketentuan mengenai pendaftaran tanah.67
Pendaftaran tanah pertama kali dilakukan secara sporadik dan secara
sistematik. Hal ini dimaksudkan dapat memberi solusi kepada
masyarakat untuk menentukan pilihannya terhadap dua jenis
pendaftaran tanah tersebut. Pemilik tanah diharapkan dapat memiliki
bukti yang kuat terhadap kepemilikan tanahnya.
6.1.a Pendaftaran Tanah secara Sistematik
Pengertian pendaftaran tanah secara sistematik, dapat
dilihat Pasal 1 Ayat (1) Peraturan Menteri Negara Agraria/Kepala
Badan Pertanahan Nasional Nomor 3 Tahun 1995 Tentang
67 Boedi Harsono. 2008 (Ii). Hukum Agraria Indonesia. Jakarta. Penerbit Djambatan. Hal 74
44
Penyelenggaraan Pendaftaran Tanah Secara Sistematik “. . .
Pendaftaran tanah secara sistematik adalah kegiatan pendaftaran
tanah yang dilakukan serentak yang meliputi semua bidang tanah
di suatu wilayah atau wilayah suatu Desa/Kelurahan, baik tanah
yang dipunyai dengan sesuatu hak atas tanah maupun tanah
negara”.
Pendaftaran tanah secara sistematik merupakan program
sertifikasi tanah dari pemerintah guna mendapatkan data terkait
bidang-bidang tanah secara cepat. Sasaran pendaftaran tanah
secara sistematik adalah kelurahan atau desa yang kepemilikan
akan sertifikat tanahnya sedikit. Pendaftaran tanah secara
sistematik dilakukan oleh pemerintah berdasarkan proyek
ajudikasi dan proyek operasi nasional agraria (PRONA), dan
anggaran juga dibebankan dalam APBN sebagai program kerja
tahunan dari Badan Pertanahan Nasional.68
Hal terpenting yang dilakukan dalam persiapan pendaftaran
tanah sistematik yaitu pemilihan lokasi penyelenggaraan program
tersebut. Mengingat bahwa program tersebut dilakukan oleh
pemerintah dengan asas mudah, cepat dan murah, maka agar
dapat berjalan maksimal kemudian pemerintah menentukan
kriteria-kriteria yang harus dipenuhui terlebih dahulu oleh lokasi
68 Ana Silviana. 2012. Kajian Tentang Kesadaran Hukum Masyarakat Dalam Melaksanakan
Pendaftaran Tanah. Semarang. Jurnal Pandecta. Vol. Vii No. 1. Fakultas Hukum. Universitas
Diponegoro
45
yang akan menjadi tempat penyelenggaraan. Lokasi-lokasi yang
sesuai dengan persyaratanlah yang kemudian akan dapat
diadakan program pendaftaran secara sistematik tersebut.
Penunjukan lokasi pendaftaran tanah secara sistematik
mengenai prosedur penyelenggaraannya kemudian telah diatur
dalam Pasal 2 Peraturan Menteri Negara Agraria/ Kepala Badan
Pertanahan Nasional Nomor 3 Tahun 1995 Tentang
Penyelenggaraan Pendaftaran Tanah Secara Sistematik yaitu:
1) Pemilihan lokasi pendaftaran tanah secara sistematik
diutamakan di wilayah desa/kelurahan yang sudah
tersedia peta dasar pendaftaran.
2) Kepala Kantor Pertanahan setempat terlebih dahulu
mengadakan uji kelayakan dalam bentuk pemeriksaan
awal dengan mempergunakan data yang tersedia di
Kantor Pertanahan terhadap kemungkinan adanya
hambatan dari status tanah, sengketa tanah yang bersifat
strategis secara rencaana peruntukan dan penggunaan
tanah.
3) Penunjukan wilayah atau bagian wilayah desa/kelurahan
yang akan dijadikan lokasi pendaftaran tanah secara
sistematik sebagaimana yang dimaksud dalam ayat (1)
dan (2) ditetapkan oleh Menteri dan Pejabat yang
ditunjuk.
Realisasi dari upaya yang dilakukan oleh pemerintah untuk
dapat mempercepat pendaftaran tanah di Indonesia dengan
menerapkan biaya pendaftaran tanah yang murah maka diatur
mengenai sumber biaya PRONA, diatur dalam Pasal 5 Peraturan
Menteri Negara Agraria dan Tata Ruang/Kepala Badan
Petanahan Nasional Nomor 4 Tahun 2015, sebagai berikut:
Ruang lingkup PRONA meliputi kegiatan legalisasi aset yang
46
dibiayai oleh Anggaran Pendapatan dan Belanja Negara (APBN)
atau Anggaran Pendapatan dan Belanja Daerah (APBD).69
Tujuan dari pendaftaran tanah secara sistematik tidak lain
adalah salah satu upaya yang dilakukan oleh pemerintah agar
dapat membantu masyarakat yang dalam hal ini meringankan
biaya dan mempercepat proses dari penerbitan sertifikat sesuai
dengan waktu yang telah ditetapkan. Diharapkan kemudian
masyarakat akan memahami serta akhirnya juga akan sadar
bahwa pendaftaran tanah adalah hal yang sangat penting
dilakukan guna memperoleh sertifikat tanah yang akan menjadi
bukti hak milik atas tanah yang dimilikinya.
6.1.b Pendaftaran Tanah secara Sporadik
Pendaftaran tanah sporadik menurut Pasal 1 Angka 11
Peraturan Pemerintah Republik Indonesia Nomor 24 Tahun 1997
Tentang Pendaftaran Tanah yang berbunyi “. . . Pendaftaran tanah
secara sporadik adalah kegiatan pen-daftaran tanah untuk pertama
kali mengenai satu atau beberapa obyek pendaftaran tanah dalam
wilayah atau bagian wilayah suatu desa/kelurahan secara
individual atau massal”. Artinya pendaftaran tanah yang
dilakukan untuk satu atau beberapa bidang tanah dalam daerah
69 Desideria Anindita Sari. 2017. Pelaksanaan Penetapan Biaya Pendaftaran Tanah Hak
Milik Melalui Program Nasional Agraria (Prona) Dalam Mewujudkan Kepastian Hukum Di Desa
Sedayu, Kecamatan Tulung, Kabupaten Klaten. Jurnal. Fakultas Hukum Universitas Atma Jaya
Yogyakarta
47
tertentu, dan pendaftaran tersebut dilakukan oleh individu atau
melalui program massal yang diselenggarakan secara kolektif
oleh pemerintah.
Pendaftaran tanah secara sporadik merupakan pendaftaran
tanah pertama kali yang sangat baik dilakukan bagi tanah yang
belum pernah didaftarkan sebelumnya, agar administrasi terhadap
tanah yang ada di Indonesia menjadi lebih teratur. Pendaftaran
tanah secara sporadik dimaksudkan untuk memberikan kepastian
kepemilikan hak dan juga perlindungan hukum bagi pemegang
hak atas tanah dengan diterbitkannya sertifikat tanah, yang akan
menjadi instrument terpenting yaitu sebagai pengendali dalam
penggunaan dan pemanfaatan tanah.70
Pendaftaran tanah secara sporadik adalah pelaksanaan
pendaftaran tanah yang diajukan atas permintaan dari pihak yang
berkepentingan.71 Pemilik tanah sadar dengan sendirinya bahwa
untuk mendapatkan hak atas kepemilikan tanah perlu untuk
melakukan pengajuan pendaftaran tanah miliknya kepada Badan
Pertanahan Nasioanal. Proses pendaftaran tanah tersebut
kemudian akan menghasilkan penerbitan sertifikat tanah yang
70 Tiarawati Poniskori. 2017. Pendaftaran Tanah Secara Sporadik Menurut Pp Nomor 24
Tahun1997 Tentang Pendaftaran Tanah. Manado. Jurnal Lex Privatum. Vol. V No. 2. Fakultas
Hukum. Universitas Sam Ratulangi 71 Florianus Sp Sangsun. 2007. Tata Cara Mengurus Sertifikat Tanah. Jakarta. Penerbit
Visimedia. Hal 24-25
48
kemudian digunakan sebagai bukti yang kuat akan hak milik atas
tanah.
Mengenai tata cara permohonan pendaftaran tanah secara
sporadik untuk lebih jelasnya telah diatur dalam Pasal 73
Peraturan Menteri Agraria/ Kepala Badan Pertanahan Nasional
Nomor 3 Tahun !997 Tentang Ketentuan Pelaksanaan Peraturan
Pemerintah Nomor 24 Tahun 1997 Tentang Pendaftaran Tanah
yang berbunyi:
1) Kegiatan pendaftaran tanah secara sporadik dilakukan
atas permohonan yang bersangkutan dengan surat sesuai
bentuk sebagaimana tercantum dalam lampiran 13.
2) Permohonan sebagaimana dimaksud pada ayat (1)
meliputi permohonan untuk:
a. melakukan pengukuran bidang tanah untuk keperluan
tertentu;
b. mendaftar hak baru berdasarkan alat bukti sebagaimana
dimaksud dalam Pasal 23 Peraturan Pemerintah Nomor
24 Tahun 1997;
c. mendaftar hak lama sebagaimana dimaksud dalam Pasal
24 Peraturan Pemerintah Nomor 24 Tahun 1997.
6.1.c Proyek Operasi Nasional Agraria (PRONA)
Berlakunya Undang-Undang Nomor 5 Tahun 1960 tentang
Peraturan Dasar Pokok-Pokok Agraria (UUPA) dan peraturan
pelaksanaannya, maka selanjutnya pemerintah telah membuat
suatu kebijaksanaan untuk meningkatkan pelayanan bidang
pertanahan yaitu pemberian sertipikat secara massal melalui
PRONA.72
72 Bachtiar Effendi. 1993 (I). Op.Cit.
49
Proyek Operasi Nasional atau Prona di ataur dalam Pasal 1
Ayat (1) Peraturan Menteri Agraria Dan Tata Ruang/Kepala
Badan Pertanahan Nasional Nomor 4 Tahun 205 Tentang
Program Nasional Agraria (Prona). Pengertian Prona dijelaskan
pada Pasal 1 ayat (1) yang berbunyi “Program Nasiona Agraria
yang selanjutnya disebut Prona adalah serangkaian kegiatan
pensertipikatan tanah secara masal, pada suatu wilayah
administrasi desa/kelurahan atau sebutan lain atau bagian-
bagiannya”.
Pengertian proyek operasi nasional PRONA oleh AP.
Parlindungan dalam bukunya yang berjudul Pendaftaran Tanah di
Indonesia adalah :
Semua kegiatan yang diselenggarakan oleh pemerintah di
bidang pertanahan dengan suatu subsidi di bidang
pendaftaran tanah pada khususnya, yang berupa
pensertipikatan tanah secara massal dalam rangka
membantu masyarakat golongan ekonomi lemah.73
Pemerintah mewajibkan setiap pemilik tanah untuk
mendaftarkan tanahnya kepada Badan Pertanahan Nasional
(BPN) yang merupakan Lembaga Pemerintah Non Departemen,
bertugas menyelenggarakan pelayanan di bidang pertanahan
kepada masyarakat. Berdasarkan Surat Keputusan Menteri Dalam
Negeri Agraria Nomor 189 Tahun 1981 tanggal 15 Agustus 1981,
73 Ap.Parlindungan. 1990 (V). Pendaftaran Tanah Di Indonesia. Bandung. Penerbit Mandar
Maju. Hal 38
50
disusunlah Program mengenai Proyek Operasi Nasional Agraria
(PRONA). Pelaksanaan PRONA dilakukan secara terpadu dan
diperuntukkan bagi seluruh lapisan masyarakat golongan
ekonomi lemah.74
Prona dilakukan secara berkelanjutan setiap tahun melalui
proses, persiapan, penyuluhan, pengukuran, penetapan peserta
PRONA, pengumpulan data, pengumuman, penetapan hak atas
tanah, pembukuan hak, penerbitan sertipikat tanah, dan
penyerahan sertifikat. Permasalahan yang dihadapi oleh Kantor
Pertanahan kabupaten ataupun Kota dalam
mengimplementasikan program PRONA tersebut adalah terjadi
dibeberapa aspek yaitu: aspek masyarakat peserta PRONA, aspek
petugas dan aspek keuangan pembiayaan program PRONA.75
PRONA atau Proyek Operasi Nasional Agraria ini diadakan
sebagai salah satu cara dalam kegiatan pembangunan dibidang
pertanahan yang bertujuan untuk memberikan pelayanan
pendaftaran tanah pertama kali dengan proses yang sederhana,
mudah, cepat dan murah dalam rangka mempercepat pendaftaran
tanah Indonesia. Hal ini merupakan juga salah satu bentuk
prioritas dari pemerintah dalam memberikan kemudahan dan
74 Putu Agus Eka Kurniawan.(Et.Al). 2013. Pelaksanaan Pendaftaran Hak Milik Atas Tanah
Melalui Proyek Operasi Nasional Agraria (Prona) Di Kabupaten Gianyar. Jurnal Kertha Negara.
Bali. Vol. 01, No. 05. Fakultas Hukum Universitas Udayana. 75 Musleh Herry. 2012. Implementasi Program Prona Bagi Masyarakat Ekonomi Lemah.
Malang. Jurnal Hukum Dan Syari’ah De Jure. Volume 4 Nomor 2. Fakultas Syariah Uin Maulana
Malik Ibrahim Malang
51
kepedulian terhadap masyarakat yang kurang mampu secara
finansial.
6.2 Pemeliharaan Data
Kegiatan pemeliharaan data pada pendaftaran tanah berdasarkan
Pasal 1 Ayat (12) Peraturan Pemerintah Republik Indonesia Nomor 24
Tahun 1997 Tentang Pendaftaran Tanah memberikan pengertian
mengenai pemeliharaan data sebagai berikut “. . . Pemeliharaan data
pendaftaran tanah adalah kegiatan pendaftaran tanah untuk
menyesuaikan data fisik dan data yuridis dalam peta pendaftaran, daftar
tanah, daftar nama, surat ukur, buku tanah, dan sertipikat dengan
perubahan-perubahan yang terjadi kemudian”.
Pemeliharaan data diatur pula pada Pasal 94 Peraturan Menteri
Agraria/ Kepala Badan Pertanahan Nasional Nomor 3 Tahun !997
Tentang Ketentuan Pelaksanaan Peraturan Pemerintah Nomor 24
Tahun 1997 Tentang Pendaftaran Tanah sebagai berikut:
1) Pemeliharaan data pendaftaran tanah dilaksana-kan dengan
pendaftaran perubahan data fisik dan atau data yuridis obyek
pendaftaran tanah yang telah terdaftar dengan mencatatnya di
dalam daftar umum sesuai dengan ketentuan di dalam
peraturan ini.
2) Perubahan data yuridis sebagaimana dimaksud pada ayat (1)
berupa : a. peralihan hak karena jual beli, tukar menukar,
hibah, pemasukan dalam perusahaan, dan perbuatan hukum
pemindahan hak lainnya; b. peralihan hak karena pewarisan;
c. peralihan hak karena penggabungan atau peleburan
perseroan atau koperasi; d. pembebanan Hak Tanggungan; e.
peralihan Hak Tanggungan; f. hapusnya hak atas tanah, Hak
Pengelolaan, Hak Milik Atas Satuan Rumah Susun dan Hak
Tanggungan; g. pembagian hak bersama; h. perubahan data
pendaftaran tanah berdasarkan putusan pengadilan atau
penetapan Ketua Pengadilan; i. perubahan nama akibat
52
pemegang hak yang ganti nama; j. perpanjangan jangka waktu
hak atas tanah.
3) Perubahan data fisik sebagaimana dimaksud pada ayat (1)
berupa : a. pemecahan bidang tanah; b. pemisahan sebagian
atau beberapa bagian dari bidang tanah; c. penggabungan dua
atau lebih bidang tanah.
Pemeliharaan data merupakan kegiatan penyajian atau
penyimpanan data, baik data fisik atau data yuridis yang telah
disesuaikan dengan kondisi sebenarnya dilapangan. Pada pelaksanaan
pendaftaran akta, kegiatan pemeliharaan data tanah sering
menimbulkan beberapa masalah salah satunya adanya akta baru yang
memuat perubahan-perubahan yang terjadi kemudian dibuat surat tanda
bukti. Pada sistem pendaftaran hak, pemeliharaan data tanah
kegiatannya dicatat dalam buku tanah dan sertipikat berdasarkan data
yang dimuat dalam akta perubahannya.76
Pelaksanaan pemeliharaan data pendaftaran tanah dapat terjadi
karena beberapa hal yaitu, salah satunya pendaftaran peralihan dan
pembebanan hak dan pendaftaran perubahan data. Hal-hal tersebut
kemudian diuraikan sebagai berikut:
1) Pendaftaran peralihan dan pembebanan hak, meliputi: pemindahan
hak karena lelang, peralihan hak karena pewarisan, peralihan hak
karena penggabungan perseroan atau pengabungan koperasi,
pembebanan hak, dan pembebanan hak;
2) Pendaftaran perubahan data pendaftaran tanah, meliputi:
perpanjangan jangka waktu hak atas tanah, pemecahan dan
pemisahan serta penggabungan bidang tanah, pembagian tanah atas
hak bersama, hapusnya hak atas tanah dan hak milik atas satuan
rumah susun, peralihan hak tanggungan, perubahan data pendaftaran
76 Boedi Harsono. 2007 (Iii). Hukum Agraria Indonesia Sejarah Pembentukan
Undangundang Pokok Agraria, Isi Dan Pelaksanaannya. Jakarta. Penerbit Djambatan. Hal 72
53
tanah berdasarkan putusan atau penetapan pengadilan, dan
perubahan nama.77
Kegiatan pemeliharaan data pendaftaran tanah dilakukan apabila
terjadi perubahan data fisik dan atau data yuridis terhadap obyek
pendaftaran tanah yang telah terdaftar. Pemegang hak yang
bersangkutan wajib melaporkan dan mendaftarkan perubahan-
perubahan yang terjadi akan data-data fisik atau data-data yuridis.
Pendaftaran akan perubahan data-data tersebut didaftarkan dikantor
pertanahan kabupaten atau kota, sesuai dengan letak bidang tanah
tersebut berada, yang kemudian dicatat dalam buku tanah.
6.3 Pendaftaran Tanah Sistematis Lengkap
Pengertian sistem ini pada Pasal 1 Ayat (1) Peraturan Menteri
Agraria Dan Tata Ruang/ Kepala Badan Pertanahan Nasional Republik
Indonesia Nomor 35 Tahun 2016 Tentang Percepatan Pelaksanaan
Pendaftaran Tanah Sistematis Lengkap adalah :
Pendaftaran Tanah Sistematik Lengkap adalah kegiatan
pendaftaran tanah untuk pertama kali yang dilakukan secara
serentak yang meliputi semua obyek pendaftaran tanah yang
belum didaftar dalam satu wilayah desa/kelurahan atau nama
lainnya yang setingkat dengan itu.
Tujuan dari pelaksanaan pendaftaran tanah sistematis lengkap
adalah untuk mempercepat pemberian kepastian dan perlindungan
hukum hak atas tanah kepada pemegang hak secara sederhana, cepat,
77 Linda S. M. Sahono. 2012. Penerbitan Sertipikat Hak Atas Tanah Dan Implikasi
Hukumnya. Gresik. Jurnal Perspektif. Vol. Xvii No. 2. Ketua Ikatan Notaris Indonesia. Pengurus
Daerah Gresik
54
merata dan terbuka, yang diharapkan kemudian dapat meningkatkan
kesejahteraa masyarakat serta memberika status yang pasti atas sebuah
bidang tanah. Ruang lingkup pendaftaran tanah sistematis lengkap
adalah desa atau kelurahan yang meliputi seluruh wilayah di Indonesia.
Obyek pendaftaran tanah meliputi seluruh bidang tanah tanpa
terkecuali, baik bidang tanah hak, tanah Pemerintah Daerah, tanah desa,
tanah negara, tanah masyarakat hukum adat, dan bidang tanah lainnya.
Percepatan pelaksanaan pendaftaran tanah sistematis lengkap
dapat dilakukan melalui
a. Program Nasional Agraria/Program Daerah Agraria
(PRONA/PRODA);
b. Program Lintas Sektor;
c. kegiatan dari Dana Desa;
d. kegiatan massal swadaya masyarakat; atau
e. kegiatan massal lainnya, gabungan dari beberapa atau seluruh
kegiatan sebagaimana dimaksud dalam huruf a sampai dengan
huruf d, sesuai dengan ketentuan peraturan perundang-
undangan.78
Perbedaan pelaksanaan pendaftaran tanah sistematis lengkap
dengan PRONA adalah pada program PRONA sertifikasi gratis tidak
seluruh bidang tanah yang tidak bersertifikat dalam satu desa diberikan
bantuan tetapi dilakukan secara bertahap. Pada pendaftaran tanah
sistematis lengkap pendataan dilakukan terpusat di satu desa saja untuk
tahun anggaran, artinya seluruh tanah yang belum bersertifikat pada
suatu desa diberikan bantuan langsung secara keseluruhan.
78 Ibid
55
7 Prosedur Pendaftaran Tanah di Indonesia
7.1 Prosedur Pendaftaran Tanah Secara Sistematik
Pendaftaran tanah secara massal dilaksanakan melalui berbagai
program pemerintah antara lain ajudikasi, Prona, Sertipikat Massal
Swadaya, dan lain-lain. Pelaksanaan pendaftaran tanah massal
diuraikan sebagai berikut:
1) Tahap Penetapan Lokasi
Penetapan lokasi dilakukan dengan cara memilih satuan wilayah
kecamatan, kemudian ditentukan beberapa kelurahan yang menjadi
lokasi pelaksanaan pendaftaran tanah. Setiap Lurah diintruksikan
untuk menyerahkan nama-nama peserta pendaftar pendaftaran tanah
massal, selanjutnya dituangkan dalam Surat Keputusan tentang
peserta pendaftaran tanah.
2) Tahap Penyuluhan
Penyuluhan merupakan serangkaian kegiatan dari pendaftaran tanah
berupa sosialisasi kepada warga khususnya calon peserta
pendaftaran tanah. Penyuluhan dilakukan oleh Kantor Pertanahan
dan juga pemerintah setempat, yang namanya tercantum dalam Surat
Keterangan peserta pendaftaran tanah massal. Pokok pembahasan
penyuluhan adalah mengenai syarat yang harus dipenuhi dalam
pendaftaran tanah, serta hak dan kewajiban peserta
3) Pengumpulan data yuridis
Pengumpulan data yuridis merupakan tahap untuk mengumpulkan
dokumen kepemilikan peserta pendaftaran tanah, kemudian
56
diperiksa mengenai kelayakan untuk didaftarkan. Data yuridis yang
adalah alas hak (dokumen tanda kepemilikan atau penguasaan),
Surat Pemberitahuan Pajak Terutang Pajak Bumi Bangunan (SPPT
PBB), Kartu Tanda Penduduk (KTP), Kartu keluarga (KK), dan
dokumen yang ditandatangani oleh pemerintah setempat terkait
keaslian serta kebenaran penguasaan atas bidang tanah oleh subjek
yang akan diterbitkan sertipikat.
4) Pengukuran dan pemetaan
Selanjutnya petugas ukur melakukan kegiatan pengukuran di lokasi
yang sudah ditentukan. Kegiatan pengukuran dilaksanakan dengan
berpedoman pada ketentuan pendaftaran tanah yaitu, tanda batas,
penunjukan batas oleh pemilik atau aparat pemerintah ataupun tokoh
masyarakat yang dianggap mengetahui apabila pemilik tanah
berhalangan hadir, serta tanda tangan tetangga yang berbatasan.
Apabila hal-hal ini tidak bisa dipenuhi maka pengukuran tidak dapat
dilanjutkan.
5) Pemeriksaan tanah
Terdapat satu tim dalam pendaftaran tanah yang disebut Panitia
Pemeriksa Tanah A. Panitia ini dibentuk dan ditentukan oleh
Peraturan Menteri Agraria dan diterbitkan Surat keputusan oleh
Kepala kantor Pertanahan. Panitia bertugas untuk memeriksa
dokumen yang telah disajikan kepada tim pengumpul data yuridis
dan memeriksa kelengkapan berkas yang dibutuhkan atau
57
mempertanyakan yang tidak jelas dalam dokumen yang diserahkan.
Jika menurut panitia berkas memenuhi syarat maka dibuatlah
dokumen yang disebut sebagai Risalah Pemeriksa Tanah A yang
ditandatangani oleh seluruh anggota panitia A.
6) Pengumuman
Pengumuman bertujuan untuk menyampaikan apabila ada pihak
yang merasa keberatan dengan penerbitan sertipikat tersebut.
Kepada pihak yang keberatan diberikan waktu 2 (dua) bulan untuk
menyampaikan kepada Kepala kantor Pertanahan, apabila dalam
jangka waktu tersebut, tidak ada pihak yang keberatan maka
dilakukan penerbitan sertipikat tanah. Apabila terdapat pihak yang
keberatan maka pihak tersebut akan diundang untuk mediasi dengan
pihak calon penerima sertipikat dan kepada pihak yang keberatan
diberikan kesempatan 60 (enam puluh) hari untuk mengajukan
gugatan, jika gugatan tidak diajukan, maka sertipikat akan
diterbitkan.
7) Penerbitan Surat Keputusan Hak
Surat Keputusan ini diterbitkan apabila tanah yang status asalnya
adalah tanah negara, sedangkan tanah yang statusnya tanah bekas
milik adat maka tidak perlu diterbitkan surat keputusan.
8) Penerbitan sertipikat
Tahap penerbitan sertipikat ini merupakan tahap mencetak
sertipikat, buku tanah dan kemudian disatukan dengan surat ukur.
58
Tahap penerbitan sertipikat dilaksanakan apabila telah terpenuhi
kewajiban pemegang hak.
9) Penyerahan sertipikat
Tahap terakhir dari pendaftaran tanah adalah penyerahan sertipikat.
Penyerahan sertipikat dilakukan langsung oleh pemegang hak, dan
apabila pemegang hak berhalangan hadir maka hanya dapat
diwakilkan dengan menggunak bukti surat kuasa.79
7.1.a Persyaratan dan Jangka Waktu Pendaftaran Tanah
Persyaratan mengenai dokumen-dokumen yang harus di
penuhi serta dilengkapi oleh seseorang yang akan melakukan
pendaftaran tanah adalah sebagai berikut :
(1) Formulir permohonan yang sudah diisi dan ditandatangani
pemohon atau kuasanya di atas materai cukup
(2) Surat Kuasa apabila dikuasakan
(3) Fotocopy identitas (KTP, KK) pemohon dan kuasa apabila
dikuasakan, yang telah dicocokkan dengan aslinya oleh
petugas loket
(4) Bukti pemilikan tanah/alas hak milik adat/bekas milik adat
(5) Foto copy SPPT PBB Tahun berjalan yang telah dicocokkan
dengan aslinya oleh petugas loket dan penyerahan bukti SSB
(BPHTB)
(6) Melampirkan bukti SSP/PPh sesuai dengan ketentuan
79 Donna O. Setiabudh. 2017. Mekanisme Pendaftaran Tanah Massal Dalam Upaya
Mewujudkan Tujuan Pendaftaran Tanah. Manado. Lex Et Societatis. Vol. V No. 8. Fakultas Hukum.
Universitas Sam Ratulangi
59
Waktu yang diperlukan untuk melakukan pendaftaran tanah
sampai diterbitkannya sertipikat tanah dengan catatan jangka
waktu tidak termasuk waktu yang diperlukan untuk pengiriman
berkas atau dokumen dari Kantor Pertanahan ke Kantor Wilayah
dan Badan Pertnahan Nasional Repbulik Indonesia maupun
sebaliknya, sebagai berikut :
(1) 38 (tiga puluh delapan) hari untuk:
a. Tanah pertanian yang luasnya tidak lebih dari 2 Ha
b. Tanah non pertanian yang luasnya tidak lebih 2.000 m2
(2) 57 (lima puluh tujuh) hari untuk:
a. Tanah pertanian yang luasnya lebih dari 2 Ha
b. Tanah non pertanian yang luasnya lebih 2.000 m2 s.d.
5.000 m2
(3) 97 (sembilan puluh tujuh) hari untuk:
a. Tanah non pertanian yang luasnya lebih dari 5.000 m280
7.1.b Biaya Pendaftaran Tanah
Berikut adalah rincian biaya yang harus dikeluarkan
seseorang yang akan melakukan pendaftaran tanah pertama kali
untuk penegasan dan pengakuan hak (hak milik, hak guna
bangunan, hak pakai), berdasarkan provinsi Jawa Timur, jenis
subyek (pemilik tanah) yang akan didaftarkan adalah perorangan,
sebagai berikut :
(1) Untuk luas tanah 1 m2 (satu meter persegi) :
Biaya Pengukuran: Rp. 100.200
Biaya Panitia: Rp. 350.040
Biaya Pendaftaran: Rp. 50.000
(2) Untuk luas tanah 2 m2 (dua meter persegi) :
Biaya Pengukuran: Rp. 100.400
Biaya Panitia: Rp. 350.080
Biaya Pendaftaran: Rp. 50.000
80 Badan Pertanahan Nasional Republik Indonesia. 2012. Layanan Pertanahan.
Http://Site.Bpn.Go.Id/O/Layanan-Pertanahan.Aspx. Diakses Tanggal 4 April 2018 Pukul 09.48 Wib
60
(3) Untuk luas tanah 3 m2 (tiga meter persegi)
Biaya Pengukuran: Rp. 100.600
Biaya Panitia: Rp. 350.120
Biaya Pendaftaran: Rp. 50.00081, dst
Berdasarkan pada keterangan mengenai rincian biaya diatas
dapat diketahui bahwa untuk biaya pengukuran per meter persegi
sebesar Rp. 100.200 dan akan mengalami kenaikan harga sebesar
Rp 200 pada setiap pertambahan 1 m2 (satu meter persegi),
sedangkan biaya panitia per meter persegi sebesar Rp. 350.040
dan akan mengalami kenaikan harga sebesar Rp 40 pada setiap
pertambahan 1 m2 (satu meter persegi).
7.2 Prosedur Pendaftaran Tanah Secara Sporadik
Pendaftaran tanah secara sporadik yaitu pendaftaran tanah yang
dilaksanakan atas diri sendiri pihak yang berkepentingan. Prosedur
pendaftaran tanah secara sporadik menurut Peraturan Pemerintah No.
24 Tahun 1997 adalah:82
a. Pendaftaran tanah secara sporadik dilakukan atas permintaan pihak
yang berkepentingan (Pasal 13 ayat (4) ). Menurut penjelasan Pasal
13 ayat (4) PP No. 24 Tahun 1997, pihak yang berkepentingan
adalah pihak yang berhak atas bidang tanah yang bersangkutan atau
kuasanya.
b. Pembuatan Peta Dasar Pendaftaran (Pasal 15 dan Pasal 16). Untuk
pembuatan peta dasar pendaftaran, Badan Pertanahan Nasional
menyelenggarakan pemasangan, pengukuran, pemetaan, dan
pemeliharaan titik-titik dasar teknik nasional di setiap
Kabupaten/Kota.
c. Penetapan Batas-Batas Bidang Tanah (Pasal 17 sampai dengan Pasal
19). Untuk memperoleh data fisik yang diperlukan bagi pendaftaran
81 Ibid 82 Israwelana Br. Sembiring. 2017. Proses Pelaksanaan Pendaftaran Tanah Menurut
Peraturan Pemerintah Nomor 24 Tahun 1997 Tentang Pendaftaran Tanah. Manado. Lex
Administratum. Vol. V No. 1. Fakultas Hukum. Universitas Sam Ratulangi
61
tanah, bidang-bidang tanah yang dipetakan diukur, setelah
ditetapkan letaknya, batas-batasnya dan menurut keperluannya
ditempatkan tanda-tanda batas disetiap sudut bidang tanah yang
bersangkutan.
d. Pengukuran Dan Pemetaan BidangBidang Tanah (Pasal 20).
Bidang-bidang tanah yang sudah ditetapkan batas-batasnya diukur
dan selanjutnya dipetakan dalam peta dasar pendaftaran.
e. Pembuatan Daftar Tanah (Pasal 21). Bidang-bidang tanah yang
sudah dipetakan atau dibubuhkan nomor pendaftarannya pada peta
pendaftaran dibukukan dalam daftar tanah.
f. Pembuatan Surat Ukur (Pasal 22). Bagi bidang-bidang tanah yang
sudah diukur serta dipetakan dalam peta pendaftaran, dibuatkan
surat ukur untuk keperluan pendaftaran haknya.
g. Pembuktian Hak Baru (Pasal 23). Hak atas tanah baru dibuktikan
dengan penetapan pemberian hak dari pejabat yang berwenang dan
asli akta PPAT yang memuat pemberian hak tersebut kepada hak
yang bersangkutan.
h. Pembuktian Hak Lama (Pasal 24 dan Pasal 25). Untuk keperluan
pendaftaran hak, hak atas tanah yang berasal dari konversi hak-hak
lama dibuktikan dengan alat alat bukti mengenai adanya hak tersebut
berupa bukti-bukti tertulis, keterangan saksi atau pernyataan yang
bersangkutan yang kadar kebenarannya oleh Panitia Ajudikasi
dianggap cukup untuk mendaftarkan hak, pemegang hak dan hak-
hak pihak lain yang membebaninya.
i. Pengumuman Hasil Penelitian Data Yuridis Dan Hasil Pengukuran
(Pasal 26 dan Pasal 27). Hasil pengumuman dan penelitian data
yuridis beserta peta bidang-bidang tanah yang bersangkutan sebagai
hasil pengukuran diumumkan selama 60 hari untuk memberi
kesempatan kepada pihak yang berkepentingan mengajukan
keberatan.
j. Pengesahan Hasil Pengumuman Penelitian Data Fisik Dan Data
Yuridis (Pasal 28). Setelah jangka waktu pengumuman berakhir,
data fisik dan data yuridis yang diumumkan oleh Kepala Kantor
Pertanahan Kabupaten /Kota setempat disahkan dengan suatu berita
acara.
k. Pembukuan Hak (Pasal 29 dan Pasal 30). Hak atas tanah didaftar
dengan membukukannya dalam buku tanah yang memuat data fisik
dan data yuridis bidang tanah yang bersangkutan, sepanjang ada
surat ukurnya dicatat pula pada surat ukur tersebut.
l. Penerbitan Sertifikat (Pasal 31). Sertifikat diterbitkan untuk
kepentingan pemegang hak yang bersangkutan sesuai dengan data
fisik dan data yuridis yang telah terdaftar dalam buku tanah.
62
7.2.a Jangka Waktu Pendaftaran Tanah
Persyaratan mengenai dokumen-dokumen yang harus di
penuhi serta dilengkapi oleh seseorang yang akan melakukan
pendaftaran tanah adalah sebagai berikut :
(1) Formulir permohonan yang sudah diisi dan ditandatangani
pemohon atau kuasanya di atas materai cukup
(2) Surat Kuasa apabila dikuasakan
(3) Fotocopy identitas (KTP, KK) pemohon dan kuasa apabila
dikuasakan, yang telah dicocokkan dengan aslinya oleh
petugas loket
(4) Bukti pemilikan tanah/alas hak milik adat/bekas milik adat
(5) Foto copy SPPT PBB Tahun berjalan yang telah dicocokkan
dengan aslinya oleh petugas loket dan penyerahan bukti SSB
(BPHTB)
(6) Melampirkan bukti SSP/PPh sesuai dengan ketentuan
Waktu yang diperlukan untuk melakukan pendaftaran tanah
sampai diterbitkannya sertipikat tanah dengan catatan jangka
waktu tidak termasuk waktu yang diperlukan untuk pengiriman
berkas atau dokumen dari Kantor Pertanahan ke Kantor Wilayah
dan Badan Pertnahan Nasional Repbulik Indonesia maupun
sebaliknya, sebagai berikut :
(1) 38 (tiga puluh delapan) hari untuk:
a. Tanah pertanian yang luasnya tidak lebih dari 2 Ha
b. Tanah non pertanian yang luasnya tidak lebih dari 2.000
m2
(2) 57 (lima puluh tujuh) hari untuk:
a. Tanah pertanian yang luasnya lebih dari 2 Ha
63
b. Tanah non pertanian yang luasnya lebih dari 2.000 m2 s.d.
5.000 m2
(3) 97 (sembilan puluh tujuh) hari untuk:
a. Tanah non pertanian yang luasnya lebih dari 5.000 m283
7.2.b Biaya Pendaftaran Tanah
Berikut adalah rincian biaya yang harus dikeluarkan
seseorang yang akan melakukan pendaftaran tanah pertama kali
untuk pengakuan dan penegasan hak (hak milik, hak guna
bangunan, hak pakai), berdasarkan provinsi Jawa Timur, jenis
subyek (pemilik tanah) yang akan didaftarkan adalah perorangan,
sebagai berikut :
(1) Untuk luas tanah 1 m2 (satu meter persegi) :
Biaya Pengukuran: Rp. 100.150
Biaya Panitia: Rp. 350.008
Biaya Pendaftaran: Rp. 50.000
(2) Untuk luas tanah 2 m2 (dua meter persegi) :
Biaya Pengukuran: Rp. 100.300
Biaya Panitia: Rp. 350.016
Biaya Pendaftaran: Rp. 50.000
(3) Untuk luas tanah 3 m2 (tiga meter persegi)
Biaya Pengukuran: Rp. 100.450
Biaya Panitia: Rp. 350.024
Biaya Pendaftaran: Rp. 50.00084, dst
Berdasarkan pada keterangan mengenai rincian biaya diatas
dapat diketahui bahwa untuk biaya pengukuran per meter persegi
sebesar Rp. 100.150 dan akan mengalami kenaikan harga sebesar
Rp 150 pada setiap pertambahan 1 m2 (satu meter persegi),
sedangkan biaya panitia per meter persegi sebesar Rp. 350.008
83 Ibid 84 Ibid
64
dan akan mengalami kenaikan harga sebesar Rp 8 pada setiap
pertambahan 1 m2 (satu meter persegi).
7.3 Prosedur Pendaftaran Tanah Secara Proyek Operasi Nasional
Agraria (PRONA)
Subyek atau peserta pada program ini adalah masyarakat yang
termasuk dalam golongan ekonomi lemah sampai dengan menengah,
yaitu pekerja dengan penghasilan tidak tetap antara lain petani, nelayan,
pedagang, peternak, pengrajin, pelukis, buruh musiman dan lain-lain
pekerja dengan penghasilan tetap. Peserta PRONA berkewajiban untuk:
1. Menyediakan alas hak atau alat bukti perolehan atau penguasaan
tanah yang akan dijadikan dasar pendaftaran tanah sesuai ketentuan
yang berlaku.
2. Menunjukkan letak dan batas-batas tanah yang dimohon (dapat
dengan kuasa).
3. Menyerahkan Bukti Setor Bea Perolehan Hak Atas Tanah dan
Bangunan (BPHTB) dan Bukti Setor Pajak Penghasilan dari
Pengalihan Hak Atas Tanah dan Bangunan (PPh) bagi peserta yang
terkena ketentuan tersebut.
4. Memasang patok batas tanah sesuai ketentuan yang berlaku.
Tahapan-tahapan yang kemudian dilakukan adalah sebagai
berikut:
a. Penyerahan Daftar Isian Pelaksanaan Anggaran (DIPA)
b. Penetapan Lokasi
c. Penyuluhan
65
d. Pengumpulan data (alat bukti/alas hak, Penetapan Peserta)
e. Pengukuran dan Pemetaan
f. Pemeriksaan Tanah
g. Pengumuman
h. Penerbitan SK Hak/Pengesahan Data Fisik dan Data Yuridis
(Penetapan Hak)
i. Penerbitan sertipikat/Pembukuan Hak
j. Penyerahan Sertipikat
7.3.a Biaya Pendaftaran Tanah
Biaya untuk pelaksanaan pengelolaan kegiatan PRONA
bersumber dari rupiah murni pada Anggaran Pendapatan dan
Belanja Negara (APBN), yang dialokasikan ke DIPA-BPN RI.
Anggaran dimaksud meliputi biaya untuk:
(1) Penyuluhan;
(2) Pengumpulan Data (alat bukti/alas hak);
(3) Pengukuran Bidang Tanah;
(4) Pemeriksaan Tanah;
(5) Penerbitan SK Hak/Pengesahan Data Fisik dan Data Yuridis;
(6) Penerbitan Sertipikat;
(7) Supervisi dan Pelaporan.
Sedangkan biaya materai, pembuatan dan pemasanagan
patok tanda batas, Bea Perolehan Hak Atas Tanah dan Bangunan
(BPHTB) dan Pajak Penghasilan dari Pengalihan Hak Atas Tanah
dan Bangunan (PPh) bagi yang terkena ketentuan perpajakan
menjadi beban kewajiban peserta program.
66
7.3.b Luas Dan Jumlah Tanah Obyek Prona
(1) Tanah Negara:
a. Tanah non pertanian dengan luas sampai dengan 2.000 m2
(dua ribu meter persegi), kecuali obyek PRONA yang
berlokasi wilayah Kab/Kota Kantor Pertanahan tipe A
sampai dengan luas 500 m2 (lima ratus meter persegi);
dan
b. Tanah pertanian dengan luas sampai 2 ha (dua hektar).
(2) Penegasan konversi/pengakuan hak :
a. Tanah non pertanian dengan luas sampai dengan 5.000 m2
(lima ribu meter persegi), kecuali obyek PRONA yang
berlokasi wilayah Kab/Kota Kantor Pertanahan tipe A
sampai dengan luas 1.000 m2 (seribu meter persegi); dan
b. Tanah pertanian dengan luas sampai 5 ha (lima hektar).
(3) Jumlah bidang tanah:
Bidang tanah yang dapat didaftarkan atas nama seseorang
atau 1 (satu) peserta dalam kegiatan PRONA paling banyak
2 (dua)bidang tanah.
C. Tugas dan Fungsi Pemerintah Desa dan Badan Pertanahan Nasional
1. Badan Pertanahan Nasional (BPN)
Segala urusan pertanahan telah ditetapkan menjadi tugas dan
wewenang dari Badan Pertanahan Nasional (BPN). Badan Pertanahan
Nasional kemudian juga dibantu oleh beberapa pejabat yang terkait dengan
67
pertanahan, salah satunya adalah Pejabat Pembuat Akta Tanah (PPAT), dan
juga pejabat lain yang telah dimaksud oleh peraturan terkait. Pasal 1
Peraturan Presiden Republik Indonesia Nomor 20 Tahun 2015 Tentang
Badan Pertanahan Nasional kemudian mengatur mengenai pejabat yang
berfungsi menangani hal-hal terkait tanah yaitu Badan Pertanahan Nasional
“. . . Badan Pertanahan Nasional yang selanjutnya disebut BPN adalah
Lembaga Pemerintah Non Kementerian yang berada di bawah dan
bertanggung jawab kepada Presiden”.
Badan Pertanahan Nasional merupakan instansi vertikal sehingga
memiliki kantor wilayah berdasarkan pada provinsi, yang diatur dalam Pasal
2 Peraturan Menteri Agraria Dan Tata Ruang/ Kepala Badan Pertanahan
Nasional Republik Indonesia Nomor 38 Tahun 2016 Tentang Organisasi
Dan Tata Kerja Kantor Wilayah Badan Pertanahan Nasional Dan Kantor
Pertanahan berbunyi “. . .Kantor Wilayah mempunyai tugas melaksanakan
sebagian tugas dan fungsi Badan Pertanahan Nasional dalam wilayah
provinsi yang bersangkutan”. Tugas dan fungsi kemudian diatur dalamPasal
3 Peraturan Menteri Agraria Dan Tata Ruang/ Kepala Badan Pertanahan
Nasional Republik Indonesia Nomor 38 Tahun 2016 Tentang Organisasi
Dan Tata Kerja Kantor Wilayah Badan Pertanahan Nasional Dan Kantor
Pertanahan yaitu, Dalam melaksanakan tugas sebagaimana dimaksud dalam
Pasal 2, Kantor Wilayah menyelenggarakan fungsi:
a. pengoordinasian, pembinaan, dan pelaksanaan penyusunan rencana,
program, dan anggaran Kantor Wilayah dan Kantor Pertanahan di
wilayahnya;
68
b. pengoordinasian, pembinaan, dan pelaksanaan survei, pengukuran
dan pemetaan, penetapan hak tanah, pendaftaran tanah dan
pemberdayaan masyarakat, penataan pertanahan, pengadaan tanah,
pengendalian pertanahan dan penanganan sengketa dan perkara;
c. pengoordinasian penyelesaian tindak lanjut temuan hasil
pengawasan;
d. pemantauan, evaluasi, dan pelaporan pelaksanaan kegiatan
pertanahan di Kantor Wilayah dan Kantor Pertanahan; dan
e. pemberian dukungan administrasi kepada seluruh unit organisasi
Kantor Wilayah dan pengoordinasian tugas dan pembinaan
administrasi pada Kantor Pertanahan.
2. Pemerintah Desa
Keterlibatan aktif dan keseriusan dari pemerintahan baik pemerintah
pusat, pemerintah daerah, kecamatan maupun pemerintah desa dalam
memainkan perannya untuk pembangunan desa, juga harus memperhatikan
setiap kebijakan-kebijakan yang akan diimplementasikan baik berupa
peraturan perundang-undangan, maupun melalui peraturan daerah yang
akan dikeluarkan atau yang akan dijalankan. Penyelenggara pemerintah
desa merupakan sub sistem dari sistem penyelenggara pemerintahan
sehingga desa memilki kewenangan untuk mengatur dan mengurus
kepentingan masyarakat di desanya.85
Pemerintah Desa sebagaimana dimaksud dalam Pasal 25 Undang-
Undang Republik Indonesia Nomor 6 Tahun 2014 Tentang Desa adalah
“Kepala Desa atau yang disebut dengan nama lain dan yang dibantu oleh
Pemerintah Desa atau yang disebut dengan nama lain”.
Pemerintah desa juga harus memiliki peran yang cukup baik sebagai
dinamisator, katalisator, maupun sebagai pelopor. Sebagai dinamisator
85 Widjaja, Haw. 2003. Otonomi Desa. Jakarta. Raja Grafindo Persada. Hal 3
69
pemerintah desa harus memiliki kemampuan dalam memberikan
bimbingan, pengarahan, maupun mengajak masyarakat dalam berpartisipasi
pada setiap pembangunan. Sebagai katalisator pemerintah desa dalam
melihat dan mengkoordinir langsung faktor-faktor yang dapat mendorong
pelaksanaan perkembangan pembangunan. Sebagai Pelopor pemerintah
desa yang memiliki kewibawaan, maka harus dapat mengayomi masyarakat,
memberikan contoh yang baik, memiliki dedikasi serta loyalitas yang tinggi,
serta dapat memberikan penampilan yang baik sehinga dapat dihargai dan
dihormati oleh masyarakat.86
D. Kajian Tentang Efektivitas Hukum
Efektivitas menurut kamus besar bahahasa Indonesia berarti ada akibat
atau memberikan hal yang berkesan atau sebuah keadaan yang berpengaruh,
dapat juga berarti membawakan keberhasilan.87 Secara etimologi pengertian lain
dari kata efektivitas berasal dari kata efektif, dalam bahasa inggris effectiviness yang
bermakna berhasil88 atau sesuatu yang dilakukan berhasil dengan baik, dalam
bahasa Belanda effectiev yang berarti memiliki daya guna. Kamus ilmiyah
populer mendefenisikan efektivitas sebagai ketepatan kegunaan, hasil guna
atau menunjang tujuan.89
86 Mondong Hendra. 2013. Peran Pemerintah Desa Dalam Meningkatkan Partisipasi
Masyarakat Dalam Pembangunan Desa. Sulawesi. Jurnal Governance. Vol 5, No 1. Universitas
Sam Ratulangi 87 Kamus Besar Bahasa Indonesia. 2012. Jakarta. Pt Gramedia Pustaka Utama 88 Sastrio Mansyur. 2013. Efektivitas Pelayanan Publik Dalam Perspektif Konsep
Administrasi Publik. Palu . Jurnal Academica. Vol. 05 No. 01. Fakultas Ilmu Sosial Dan Ilmu Politik
Universitas Tadulako 89 Nurul Hakim. Efektivitas Pelaksanaan Sistem Arbitrase Dan Alternatif Penyelesaian
Sengketa Dalam Hubungannya Dengan Lembaga Peradilan. Http://Www.Badilag.Net. Diakses
Tanggal 02 Maret 2018. Pukul 00.22 Wib
70
Untuk dapat mengetahui mengenai sejauh mana suatu efektivitas hukum
maka yang diukur adalah sejauh mana hukum tersebut dipatuhi oleh sebagian
besar sasaran yang dituju. Sekalipun dikatakan aturan yang ditaati tersebut
efektif, namun masih dapat mempertanyakan lebih jauh tingkatan derajat
efektivitasnya karena seseorang mentaati atau tidak suatu aturan hukum
bergantung pada kepentingannya.90 Untuk mengetahui mengenai efektivitas
dari perundang-undangan terdapat beberapa faktor yaitu :91
1) Pengetahuan tentang substansi (isi) perundang-undangan.
2) Cara-cara untuk memperoleh pengetahuan tersebut.
3) Institusi yang terkait dengan ruang lingkup perundang-undangan di dalam
masyarakat.
4) Bagaimana proses lahirnya suatu perundang-undangan yang tidak (sesaat),
yang diistilahkan oleh Gunnar Myrdall sebagai sweep legislation (undang-
undang sapu), yang memiliki kualitas buruk dan tidak sesuai dengan
kebutuhan masyarakat.
Bronislaw Malinowski memberikan teori mengenai suatu efektivitas
pengendalian sosial atau hukum. Bronislaw Malinowski menganalisis tiga
masalah yang meliputi:
1) Masyarakat modern dalam tata tertib kemasyarakatan dibatasi antara lain
oleh suatu sistem pengendalian sosial yang bersifat memaksa, yaitu hukum,
untuk melaksanakannya hukum didukung oleh suatu sistem atau alat-alat
90 Achmad Ali. 2009. Menguak Teori Hukum (Legal Theory) Dan Teori Peradilan
(Judicialprudence) Termasuk Interprestasi Undang-Undang (Legalprudence). Jakarta. Kencana.
Hal 375 91 Ibid, Hal 379
71
kekuasaan seperti kepolisian, pengadilan, yang diorganisasi oleh suatu
negara.
2) Pada masyarakat primitif jarang ditemukan alat-alat kekuasaan.
3) Dengan demikian menimbulkan pertanyaan yaitu, apakah dalam masyarakat
primitif tidak ada hukum.92
Menurut Soerjono Soekanto bahwa teori efektivitas hukum ditentukan
oleh 5 faktor, yaitu :93
1) Faktor hukumnya sendiri (undang-undang).
2) Faktor penegak hukum, yakni pihak-pihak yang membentuk maupun
menerapkan hukum.
3) Faktor sarana atau fasilitas yang mendukung penegakan hukum.
4) Faktor masyarakat, yakni lingkungan dimana hukum tersebut berlaku atau
diterapkan.
5) Faktor kebudayaan, yakni sebagai hasil karya, cipta dan rasa yang
didasarkan pada karsa manusia di dalam pergaulan hidup.
Soerjono Soekanto berpendapat bahwa efektivitas adalah parameter atau
tolat ukur mengenai sejauh mana suatu kelompok dapat mengapai tujuannya.
Efektivitas hukum menekankan kepada mengenai suatu peraturan yang telah
dibentuk dan kemudian diterapkan kepada masyarakat dapat berhasil
digunakan dalam mencapai sebuah tujuan yang diharapkan.94 Romli
92 Koentjaraningrat Dalam H. Halim Hs, Erlies Septiana Nurbani. 2014. Penerapan Teori
Hukum Pada Penelitian Tesis Dan Disertasi. Jakarta. Raja Grafindo Persada. Hal 30 93 Soerjono Soekanto. 2007 (I). Faktor-Faktor Yang Mempengaruhi Penegakan Hukum.
Jakarta. Raja Grafindo. Hal 5. 94 Soerjono Soekanto. 1983 (Ii). Kamus Sosiologi. Jakarta. Rajawali Press. Hal 98
72
Atmasasmita menyatakan bahwa faktor-faktor yang menghambat efektivitas
penegakan hukum tidak hanya terletak pada sikap mental penegak hukum,
namun juga terletak pada faktor sosialisasi hukum yang sering diabaikan.95
Menurut Gibson efektivitas adalah sebuah pencampaian terhadap tujuan
dan sasaran yang telah disepakati untuk mencapai tujuan usaha bersama.
Tingkat tujuan dan sasaran menunjukkan tingkat dari sebuah keefektivitasan.
Tercapainya tujuan dan sasaran itu ditentukan pula oleh pengorbanan yang
telah dilakukan. 96
Pengertian mengenai efktivifitas The Liang Gie menyatakan bahwa
efektivitas adalah sebuah keadaan yang mnegandung pengertian tentang
terjadinya terhadap dampak yang diinginkan.97 Efktifitas lebih lanjut
diterangkan dalam kamus administrasi menyatakan bahwa efektivitas atau
efectiviness adalah:
Suatu keadaan yang mengandung pengertian terjadinya efek (akibat)
yang dikehendaki kalau seseorang melakukan sesuatu perbuatan
dengan maksud tertentu yang memang dikehendakinya, maka
perbuatan ini dinyatakan efektif kalau menimbulka akibat atau maksud
sebagaimana yang dikehendaki.98
H. Emerson yang dikutip oleh Soewarno Handayaningrat, menyatakan
bahwa, efektivitas adalah sebuah ukuran yang artinya adalah tercapainya
95 Romli Atmasasmita. 2001. Reformasi Hukum, Hak Asasi Manusia &Penegakan Hukum.
Bandung. Mandar Maj. Hal 55. 96 Gibson Jl Jm Invancevich Dan Jh Donnelly. 2001. Organisasi. Terjemahan Agus Dharma.
Jakarta. Erlangga. Hal 120. 97 Mohammad Thoriq. 2003. Efektifitas Pelaksanaan Prona Swadaya Terhadap Percepatan
Pensertipikatan Tanah Di Kabupaten Semarang. Thesis. Semarang 98 James J Cribbin. 1990. Strategi Mengekfetifkan Organisasi. Jakarta. Pustaka Binaman
Presindo. Hal 48
73
tujuan yang telah ditentukan sebelumnya. Efektivitas merupakan unsur pokok
untuk mencapai tujuan atau sasaran yang telah ditentukan didalam setiap
organisasi, kegiatan ataupun progaram. Disebut efektif apabila tercapai tujuan
ataupun sasaran seperti yang telah ditentukan. 99
Untuk mewujudkan pelaksanaan pada peraturan hukum secara efektif
dan maka sistem pada penegakan hukumnya pun juga memerlukan pengaturan
yang tepat. Teori Legal System yang disampaikan oleh Lawrence M. Friedman
yang meliputi, isi hukum (Legal Substance), struktur hukum (Legal Structure),
budaya hukum (Legal Culture). Teori tersebut diuraikan sebagai berikut:
(1) Subtansi hukum merupakan norma, aturan, dan perilaku nyata manusia.
yang menentukan bisa atau tidaknya hukum itu dilaksanakan. Substansi
dapat berarti produk yang berada dalam sistem hukum yang mencakup
keputusan atau aturan.
(2) Struktur dalam sebuah sistem adalah kerangka yang sangat penting, karena
sebagai dari suatu lembaga dengan berbagai fungsinya dalam mendukung
terlaksananya sistem hukum itu sendiri. Hal ini adalah institusi penegak
hukum yang merupakan unsur nyata dari suatu sistem hukum.
(3) Budaya hukum merupakan sebuah adat istiadat, pandangan, cara berpikir
dan bertingkah laku masyarakat, bentuk prilaku masyarakat bagaimana
hukum digunakan, dipatuhi dan ditaati.100
99 Soewarno Handayaningrat. 1996. Pengantar Ilmu Administrasi Negara Dan Manajemen.
Jakarta. Pt. Gunung Agung. Hal 15. 100 Putu Sekarwangi Saraswati. 2013. Implementasi Hak Tersangka Untuk Memperoleh
Bantuan Hukum Pada Tingkat Penyidikan Di Wilayah Hukum Polda Bali. Thesis. Denpasar
74
Berbicara mengenai efektivitas hukum berarti membicarakan daya kerja
hukum itu dalam mengatur dan memaksa masyarakat untuk dapat taat terhadap
hukum yang telah berlaku. Hukum dapat dikatakan efektif apabila faktor-faktor
yang mempengaruhi hukum tersebut dapat berfungsi dengan baik. Tolak
ukuran efektif atau tidak suatu peraturan yang berlaku dapat dilihat dari
perilaku masyarakat. Suatu hukum atau peraturan perundang-undangan akan
efektif jika masyarakat berperilaku sesuai dengan yang diharapkan oleh
peraturan perundang-undangan.
Berdasarkan uraian teori diatas efektivitas adalah apabila sebuah
perencanaan untuk mencapai tujuan berfungsi sebagai cara untuk dapat
melakukan perbaikan, dalam tata cara yang akan dibuat dikemudian hari,
sehingga akan didapatkan hasil yang maksimal. Hal tersebut juga akan
membantu dalam mengasah kretivitas, karena akan muncul inovasi baru dalam
rangka mendaptkan hasil yang diinginkan. Membuat tolak ukur atau parameter
dari sebuah tujuan sangat diperlukan, yang kemudian dapat dilakukan evaluasi,
sehingga dapat diketahui apa yang sesuai dan tidak sesuai.