Upload
others
View
13
Download
0
Embed Size (px)
Citation preview
8
BAB II
TINJAUAN PUSTAKA
2.1. Postur Tubuh
2.1.1 Definisi Postur Tubuh
Posisi kerja adalah postur yang dibentuk secara alamiah oleh tubuh pekerja
yang berinteraksi dengan kebiasaan kerja maupun fasilitas yang digunakan dalam
sebuah pekerjaan. Dengan demikian rancangan sebuah posisi kerja dan fasilitas kerja
yang ergonomis perlu di sediakan untuk mencegah keluhan penyakit akibat posisi
kerja serta memberikan kenyamanan dan dapat meningkatkan produktivitas dalam
bekerja (Siska & Teza, 2012).
Postur kerja merupakan titik penentu dalam menganalisa keefektifan dari
suatu pekerjaan. Jika postur yang di lakukan oleh pekerja sudah baik atau ergonomi
maka hasil yang di dapatkan oleh pekerja akan baik dan jika sebaliknya apabila postur
yang di lakukan oleh pekerja buruk atau tidak ergonomi maka hasil dari pekerjaan
tersebut tidak sesuai dengan yang di harapkan (Sari, 2016).
2.1.2 Posisi Kerja Normal
Posisi kerja yang ergonomis adalah posisi kerja yang baik “ergonomi” sendiri
adalah penyerasian antara pekerja, jenis pekerjaan, dan lingkungan. Lebih jauh lagi
ergonomi adalah ilmu tentang hubungan di antara manusia, mesin yang digunakan,
dan lingkungan kerjanya (Ramdani,2018).
Menurut Fatimah, (2012) ergonomi adalah istilah dari bahasa yunani yang
terdiri dari kata “ergon” dan “nomos” yang arti ringkasnya adalah suatu aturan atau
9
norma dalam system kerja. Apabila pekerjaan atau aktivitas yang dilakukan tidak
secara ergonomis, ini akan mengakibatkan ketidak nyamanan kerja. Mengemukakan
bahwa “ergonomi” adalah kemampuan untuk menerapkan informasi menurut
karakter manusia, kapasitas dan keterbatasannya terhadap desain pekerjaan, mesin
dan sistemnya, ruangan kerja dan lingkungannya, sehingga manusia dapat hidup dan
bekerja secar sehat, aman, nyaman dan efisien (Fatimah, 2012).
Penerapan ergonomi yang tepat diharapkan akan terjadi proses kerja yang
efektif, nyaman, aman, sehat dan efisien. Ergonomi memberikan peranan penting
dalam meningkatkan faktor keselamatan, kesehatan kerja dan dapat pula berperan
sebagai desain pekerjaan pada suatu organisasi, misalnya adalah penentuan pada
jumlah jam istirahat, pemilihan jadwal pergantian waktu kerja (shift kerja),
meningkatkan variasi pekerjaan dan lain-lain. Aktivitas rancang bangun (disain)
ataupun rancang ulang yang disesuaikan dengan kemajuan teknologi dan juga anatomy,
psysiology, industrial medicine merupakan penerapan ergonomi yang pada umumnya
dilakukan (Anggraini, 2015).
Ada beberapa hal yang harus diperhatikan berkaitan dengan sikap tubuh dalam
melakukan pekerjaan, yaitu :
1. Semua pekerjaan hendaknya dilakukan dalam sikap duduk atau sikap berdiri
secara bergantian.
2. Semua sikap tubuh yang tidak alami harus dihindarkan. Seandainya hal ini
tidak memungkinkan, hendaknya diusahakan agar beban statis diperkecil.
3. Tempat duduk harus dibuat sedemikian rupa, sehingga tidak membebani
melainkan dapat memberikan relaksasi pada otot yang tidak digunakan untuk
10
bekerja dan tidak menimbulkan penekanan pada bagian paha (Agustin,
2013).
2.1.3 Faktor-faktor terjadinya posisi duduk
Posisi kerja mempunyai suatu gambaran yang terdiri dari posisi badan, kepala
dan anggota tubuh (tangan dan kaki) baik dalam hubungan antar bagian-bagian tubuh
tersebut atau letak pusat gravitasinya. Faktor – faktor yang mempengaruhi terhadinya
posisi duduk persendian, kepala, tangan dan kaki serta derajat penambahan atau
pengurangan bentuk kurva tulang belakang (Mongkareng, Kawatu, & Maramis, 2018)
2.2. Low Back Pain (LBP) atau Nyeri Punggung Bawah (NPB)
2.2.1. Pengertian Low Back Pain (LBP)
Low Back Pain (LBP) atau nyeri punggung bawah (NPB) merupakan masalah
kesehatan yang sangat umum di dunia, sehingga masalah ini juga yang menyebabkan
aktivitas yang dilakukan menjadi terbatas dan ketidak seimbangan pekerjaan. Individu
yang mengalami nyeri punggung bawah dapat menyebabkkan semua hal yang
dilakukan tidak produktif (Patrianingrum, Oktaliansah, & Surahman , 2015).
Menurut Syuhada (2018) nyeri punggung bawah merupakan penyakit yang dirasakan
diarea anatomi, nyeri ini terasa diantara sudut iga paling bawah sampai lipatan pinggul
bawah yaitu di daerah lumbal atau lumbo sacral, nyeri dapat menjalar kea rah tungkai
dan kaki. Nyeri punggung bawah merupakan masalah kesehatan secara menyeluruh,
yang menyebabkan kecacatan dan membutuhkan managemen yang efektif (Nirwan ,
2018). Nyeri punggung bawah merupakan kondisi yang sangat kompleks yang sangat
berpengaruh terhadap aktifitas fisik sehingga akan mengganggu aspek kehidupan
11
secara fisik, fungsi kognitif, psikologis dan kesejahteraan, kemampuan untuk
beraktifitas, itensitas nyeri yang bertambah (Punnet 2004, Dalam Hutomo 2015).
Low back pain adalah suatu sindroma nyeri pada ekstremitas atas yang terjadi
pada region punggung bagian bawah yang merupakan akibat dari berbagai sebab.
Nyeri punggung bawah dapat diikuti dengan cedera atau trauma punggung, tetapi
juga rasa sakit dapat disebabkan oleh kondisi degenerative misalnya peyakit tulang
lainnya, infeksi virus, iritasi pada sendi dan cakram sendi atau kelainan bawaan pada
tulang belakang Nurzannah, Sinaga, & Salmah (2015). Nyeri punggung bawah atau
low Back Pain (LBP) adalah rasa nyeri yang dirasakan didaerah punggung bawah, dapat
menyebabkan dan merupakan nyeri lokal maupun nyeri radikuler maupun keduanya.
Nyeri ini terasa diantara sudut iga terbawah sampai lipatan bokong bawah, yaitu
daerah lumbal atau bumbosacral dan sering disertai dengan penjalaran nyeri kearah
tungkai dan kaki.
Menurut Pramita (2014) keluhan low back pain yaitu nyari, spasme, dan adanya
keterbatasan fungsional yang berhubungan dengan mobilitas lumbal. Nyeri dan
spasme otot seringkali membuat seseorang enggan menggerakkan lumbalnya, sehingga
menyebabkan perubahan fisiologi pada otot tersebut yaitu berkurangnya masa otot dan
penurunan kekuatan otot, akhirnya menumbulkan penurunan aktifitas fungsionalnya.
Widiasih (2015), mengatakan duduk menyebabkan pelvis berotasi kearah
belakang. Rotasi dari pelvis dapat mengubah derajat sudut lumbar lordosis, dan
menambah derajat persendian pada panggul dan lutut menyebabkan kerja otot
menjadi lebih berat sehingga menekan diskus vertebralis. Postur tubuh dipengaruhi
oleh sudut sandaran punggung, sudut dudukan kursi dengan keempukan busa, da
nada atau tidak sanggahan tangan. Sandaran punggung yang memiliki sudut 110° -
12
130° adalah tumpuan yang paling ideal karena menghasilkan tekanan paling rendah
bagi discus intervertebralis dengan kerja otot ringan. Dudukan kursi yang memiliki suduh
5° dan sanggahan tangan juga dapat menurunkan tekanan discus intervertebralis dan
kerja otot saat duduk.
Faktor – faktor resiko nyeri punggung bawah tersebut yang dimiliki masing-
masing individu dapat meningkatkan stres mekanik dan menyebabkan nyeri
punggung bawah akut. Nyeri akut yang dimiliki seseorang akan meningkat,
dikarenakan terbentuknya neuroplastisitas dan terjadinya sensitasi pada saraf pusat yang
menyebabkan penurunan range of motion akibat adanya nyeri tersebut. Penurunan range
of motion dapat menyebabkan terjadinya atrofi otot yang mengakibatkan timbulnya
fibrosis, peningkatan stres mekanik sendiri pun dapat mengakibatkan timbulnya
peningkatan range of motion yang nantinya akan menimbulkaan microinjury. Proses
inflamsi yang terjadi setelah proses tersebut juga akan mengakibatkan fibrosus. Proses
fibrosus dapat meningkatkan aktivitas nosiseptor yang berujung pada pengeluaran
mediator inflamasi, growth factor, dan adrenalin. Kekakuan pada otot dan pengeluaran
mediator-mediator ini nantinya akan menyebabkan nyeri punggung bawah yang
kronik (Matzo & Sherman, 2015).
Prevalensi LBP karena posisi duduk besarnya 39,7%, 12,6% sering terjadi
keluhan, 1,2 % kadang – kadang dan 26,9% jarang terjadi keluhan Samara(2005,
dalam Ahmad dan Budiman, 2014).
13
2.2.2. Patofisiologi Low Back Pain (LBP)
Tulang belakang merupakan struktur yang kompleks, dibagi ke dalam bagian
anterior dan posterior. Bentuknya terdiri dari serangkaian badan silindris vertebra,
yang teratikulasi oleh diskus intervertebral dan diikat bersamaan oleh ligament
longitudinal anterior dan posterior (Ropper & Brown, 2005). Berbagai struktur yang
peka terhadap nyeri terdapat di punggung bawah. struktur tersebut adalah
periosteum, 1/3 bangunan luar annulus fibrosus, ligamentum, kapsula srtikularis,
fasia dan otot. Semua struktur tersebut mengandung nosiseptor yang peka terhadap
berbagai stimulus (mekanikal, ternal, kimiawi). Apabila reseptor dirangkang oleh
berbagai stimulus local, akan dijawab dengan pengeluaran berbagai mediator
inflamasi dan substansi lainnya, yang menyebabkan timbulnya persepsi nyeri,
hiperalgesia maupun alodinia yang bertujuan mencegah pergerakan untuk
memungkinkan kelangsungan proses penyembuhan. Salah satu mekanisme untuk
mencegah kerusakan atau lesi yang lebih berat ialah spasme otot yang membatasi
pergerakan. Spasme otot menyebabkan iskemia dan sekaligus menyebabkan
munculnya titik picu (trigger points) yang merupakan salah satu kondisi nyeri. Nyeri
yang timbul dapat berupa nyeri inflamasi pada jaringan dengan terlibatnya berbagai
mediator inflamasi atau nyeri neuropatik yang diakibatkan lesi primer pada system
saraf. Pertama penekanan hanya terjadi pada selaput pembungkus saraf yang kaya
nosiseptor dari nevorum yang menimbulkan nyeri inflamasi. Nyeri dirasakan
sepanjang serabut saraf dan bertambah dengan peregangan serabut saraf misalnya
karena pergerakan. Kedua, kemungkinan penekanan mengenai serabut saraf.
14
2.2.3. Klasifikasi Low Back Pain (LBP)
Menurut International Associal For the Study Of Pain (Tambunan, 2018) :
1) Low back pain berdasarkan jenis nyeri
Low back pain berdasarkan jenis nyeri terdiri dari 6 macam jenis nyeri, yaitu :
a. Nyeri punggung lokal
Nyeri punggung lokal merupakan jenis nyeri yang biasanya terletak di garis
tengah dengan radiasi ke kanan dan ke kiri. Nyeri ini dapat berasal dari bagian-
bagian di bawahnya seperti fasia, otot-otot paraspinal, korpus vertebra, sendi
dan ligamen. Nyeri biasanya menetap atau hilang timbul, pada saat berubah
posisi nyeri dapat bekurang ataupun bertambah dan punggung nyeri apabila
dipegang (Tambunan, 2018)
b. Iritasi pada radiks
Disebabkan karena adanya ruang-ruang yang terdapat di dalam
foramenvertebra atau kanalis vertebra ini mengalami desakan antar ruang,
sehingga akibat dari desakan tersebut menyebabkan iritasi pada radiks dan
timbul sensasi nyeri. Iritasi pada radiks ini disebabkan karena terjadi proses
desak ruang, maksudnya ialah ruang-ruang yang terdapat di foramen vertebra
atau ruang-ruang yang terletak di dalam kanalis vertebra ini mengalami desakan
antar ruang, sehingga akibat dari desakan tersebut menyebabkan iritasi pada
radiks dan timbulah sensasi nyeri.
c. Nyeri rujukan somatis
Nyeri rujukan somatis merupakan nyeri yang disebabkan karena iritasi pada
serabut-serabut sensoris di permukaan yang dapat dirasakan lebih dalam pada
15
dermatom yang bersangkutan. Dan juga sebaliknya, iritasi di bagian-bagian
dalam dapat dirasakan di bagian lebih superfisial.
d. Nyeri rujukan viserosomatis
Nyeri rujukan viserosomatis merupakan nyeri yang disebabkan karena Adanya
gangguan pada alat-alat retroperitoneum, intraabdomen atau dalam ruangan
panggul yang dapat dirasakan di daerah pinggang.
e. Nyeri karena iskemia
Nyeri karena iskemia merupakan nyeri yang dapat disebabkan karena adanya
penyumbatan pada percabangan aorta ataupun percabangan arteri iliaka
komunis. Rasa nyeri ini dirasakan seperti rasa nyeri pada klaudikasio
intermittens yang dapat dirasakan di pinggang bawah, di gluteus atau menjalar
ke paha.
f. Nyeri psikogen
Nyeri psikogen merupakan nyeri yang memiliki rasa nyeri yang sakitnya sangat
berlebihan dan tidak sesuai dengan distribusi saraf dan dermatom sehingga
menimbulkan reaksi wajah yang sering berlebihan.
2) Low back pain berdasarkan faktor penyebab
Menurut International Associal For the Study Of Pain (Tambunan, 2018) :
Nyeri punggung dapat disebabkan oleh berbagai kelainan yang terjadi pada tulang
belakang, otot, diskus intervertebralis, sendi, maupun struktur lain yang
menyokong tulang belakang.
Berdasarkan faktor penyebabnya LBP terdiri dari 4 macam jenis nyeri antara lain :
a. Low back pain spondilogenik
16
Nyeri spondilogenik erupakan suatu sensasi nyeri yang disebabkan karena adanya
kelainan pada vertebra, sendi dan jaringan lunaknya. Misalkan seperti
spondilosis, osteoma, osteoporosis dan nyeri punggung miofasial.
b. Low back pain viseronik
Nyeri viseronik merupakan suatu sensasi nyeri yang disebabkan karena adanya
kelainan pada organ dalam, misalnya kelainan ginjal, kelainan ginekologik dan
tumor retropritoneal.
c. Low back pain vaskulogenik
Nyeri vaskulogenik merupakan suatu sensasi nyeri yang disebabkan karena
adanya kelainan pembuluh darah, misalnya pada aneurisma dan gangguan
peredaran darah.
d. Low back pain psikogenik
Nyeri psikogenik merupakan suatu sensasi nyeri yang timbul karena adanya
gangguan psikis seperti neurosis, ansietas dan depresi.
2.2.4. Karakteristik Low Back Pain
Keluhan Nyeri punggung bawah sangat beragam, tergantung dari
patofisiologi perubahan biokimia atau biomekanik. Bahkan pola patofisiologi
yang serupa pun dapat menyebabkan sindroma yang berbeda dari pasien. Pada
umumnya sindroma lumbal adalah nyeri. Sindroma nyeri muskulo skeletal yang
menyebabkan Nyeri punggung bawah termasuk sindrom nyeri miofasial dan
fibromialgia. Nyeri miofasial khas ditandai nyeri dan nyeri tekan seluruh daerah
yang bersangkutan (trigger points), kehilangan ruang gerak kelompo otot yang
tersangkut (loss of range of motion) dan nyeri radikuler yang terbatas pada saraf
tepi. Keluhan nyeri sering hilang bila kelompok otot tersebut diregangkan.
17
Fibromialgia mengakibatkan nyeri dan nyeri tekan daerah punggung bawah,
kekakuan, rasa lelah, dan nyeri otot (Supriano, 2018).
2.2.5. Tanda dan Gejala Low Back Pain
Adapun tanda dan gejala dari low back pain menurut (Wijayanti, 2017) antara lain
yakni:
1) Nyeri sepanjang tulang belakang, dari pangkal leher sampai tulang ekor.
2) Nyeri tajam terlokalisasi di leher, punggung atas atau punggung bawah
terutama setelah mengangkat benda berat atau terlibat dalam aktivitas berat
lainnya.
3) Sakit kronis di bagian punggung tengah atau punggung bawah, terutama
setelah duduk atau berdiri dalam waktu yang lama.
4) Nyeri punggung menjalar sampai ke pantat, dibagian belakang paha, ke betis
dan kaki.
5) Ketidakmampuan untuk berdiri tegak tanpa rasa sakit atau kejang otot di
punggung bawah.
2.2.6. Faktor-Faktor Risiko Nyeri Punggung Bawah
Andini (2015) menjelaskan ada beberapa faktor resiko LBP. Faktor – faktor yang
mempengaruhi keluhan LBP sebagai berikut:
1) Faktor individu
a. Usia
Semakin bertambahnya usia maka tulang belakang akan mengalami degenerasi.
Mulai usia 30 tahun terjadi berupa kerusakan jaringan, pergantian jaringan, dan
pengurangan cairan yang mengakibatkan penurunan stabilitas pada tulang dan
18
otot. Semakin tua seseorang, maka semakin tinggi risiko pemicu LBP karena
penurunan elastisitas yang terjadi pada tulang.
Menurut ( Mahdatul, 2018 ) pada umumnya, nyeri punggung bawah menyerang
remaja yang mempunyai kehidupan sosial yang aktif (20-40 tahun), dan mencapai
puncaknya pada mereeka yang berusia lebih dari 40 tahun. Menurut penelitian di
inggris ditemukan bahwa pada anak-anak dan remaja memiliki resiko yang sama
seperti orang dewasa dalam menderita nyeri punggung bawah dengan prevalensi
70-80%. Prevalensi meningkat terus menerus dan mencapai puncaknya antara
usia 35 hingga 55 tahun (Mahdatul, 2018). Semakin bertambahnya usia seseorang,
risiko untuk menderita LBP akan semakin meningkat karena terjadinya kelainan
pada diskus intervertebralis pada usia tua (WHO, 2013). Pada usia 30 tahun akan
terjadi degenerasi yang berupa kerusakan pada jaringan, pergantian jaringan
menjadi jaringan parut dan pengurangan cairan maka hal tersebut menyebabkan
stabilitas pada tulang dan otot menjadi berkurang. Sehingga dapat disimpulkan
semakin tua umur seseorang maka semakin tinggi resiko akan mengalami
penurunan elastisitas pada tulang yang akan menjadi pemicu akan tumbulnya low
back pain (Katana, 2010).
a. Indeks Massa Tubuh (IMT)
(Amilia, 2018) mengatakan bahwa seseorang yang overweight lebih berisiko 5 kali
menderita LBP dibandingkan dengan orang yang memiliki berat badan ideal.
Semakin berat badan bertambah, tulang belakang akan tertekan dalam menerima
beban sehingga menyebabkan mudahnya terjadi kerusakan pada struktur tulang
belakang. Salah satu daerah pada tulang belakang yang paling berisiko akibat efek
dari obesitas adalah verterbrae lumbal.
19
b. Jenis kelamin
Secara fisiologis kemampuan otot wanita lebih rendah daripada pria. Pada wanita
keluhan ini sering terjadi misalnya pada saat mengalami siklus menstruasi, selain
itu proses menopause juga dapat menyebabkan kepadatan tulang berkurang
akibat penurunan hormon estrogen sehingga memungkinkan terjadinya nyeri
pinggang (Wijayanti, 2017).
c. Merokok
Hubungan antara kebiasaan merokok dengan keluhan otot pinggang adalah
karena nikotin pada rokok dapat menyebabkan berkurangnya aliran darah ke
jaringan. Selain itu, merokok juga dapat menyebabkan berkurangnya kandungan
mineral pada tulang sehingga menyebabkan nyeri akibat terjadinya keretakan atau
kerusakan pada tulang (Widjayanti 2018 ).
d. Masa kerja
Nyeri punggung bawah tidak pernah terjadi secara langgung, akan tetapi
merupakan suatu akumulasi. Masa kerja mempunyai hubungan yang kuat dengan
keluhan otot karena semakin lama masa kerja seseorang telah terjadi akumuls
cedera-cedera ringan yang dialami, dimana paparan mengakibatkan rongga diskus
menyempit secara permanen dan juga mengakibatkan degenerasi atau
kemunduran tulang belakang yang akan menyebabkan nyeri punggung bawah
kronis. Hal tersebut dikarenakan pembebanan pada tulang belakang dalam waktu
yang lama. Semakin lama masa bekerja atau semakin lama seseorang terpajan
faktor risiko maka semakin besar pula risiko untuk mengalami LBP dikarenakan
nyeri punggung merupakan penyakit kronis yang membutuhkan waktu lama
20
untuk berkembang dan menimbulkan manifestasi klinis. Masa kerja adalah faktor
yang berkaitan dengan lamanya bekerja.
2) Faktor pekerjaan
a. Postur Tubuh
Postur tubuh dengan posisi yang tidak benar akan meningkatkan jumlah
energi yang dibutuhkan. Posisi yang janggal adalah posisi tubuh yang tidak
sesuai pada saat melakukan pekerjaan sehingga menyebabkan kondisi dimana
tenaga otot yang tidak efisien sehingga menimbulkan kelelahan. Yang
termasuk dalam posisi yang janggal yaitu penglangan atau waktu yang lama
dalam menggapai sesuatu, berputar, memiringkan badan, berlutut dan
berjongkok. Posisi ini melibatkan beberapa area tubuh seperti bahu,
punggung, dan juga lutut karena daerah inilah yang paling sering mengalami
cedera (Andiri, 2015)
b. Beban kerja
Beban kerja merupakan sejumlah kegiatan yang harus diselesaikan oleh
individu atau kelompok, selama periode waktu tertentu dalam keadaan
normal. Harianto (2007) menyatakan bahwa beban kerja merupakan beban
aktifitas fisik, mental dan social yang diteria oleh sesorang yang harus
diselesaikan pada waktu tertentu, sesuai dengan kemampuan fisik maupun
keterbatasan pekerjaan yang menerima beban tersebut. Suatu pekerjaan
menggunakan tenaga yang besar pula terhadap otot, tendon, ligamen dan
sendi. Beban kerja yang berat akan menimbulkan iritasi, inflamasi, kekelahan
otot, kerusakan otot, tendon dan kerusakan jaringan lainnya. Pekerjaan atau
gerakan yang menggunakan tenaga besar akan memberikan beban mekanik
yang besar terhadap otot, tendon, ligamen, dan sendi. Beban yang berat akan
21
menyebabkan iritasi, inflamasi, kelelahan otot, kerusakan otot, tendon, dan
jaringan lainnya.
c. Durasi
Dewasa umumnya menghabiskan sebanyak 6-8 jam per hari atau lebih dari
45- 50% dari waktu bangun mereka dalam posisi duduk. Penelitian
sebelumnya telah menunjukkan bahwa lama duduk dapat menjadi faktor
risiko terhadap nyeri punggung bawah. Durasi terdiri dari durasi singkat jika
kurang dari satu jam per hari, durasi sedang yaitu satu sampai 2 jam per hari,
dan durasi lama yaitu selama lebih dari 3 jam jam per hari. Selama
berkontraksi otot memerlukan oksigen, jika gerakan berulang-ulang dari otot
menjadi terlalu cepat sehingga oksigen belum mencapai jaringan maka akan
terjadi kelelahan otot (Gupta, 2015). Durasi dapat diartikan sebagai waktu
yang singkat jika <1 jam perhari, durasi sedang 1-2 jam perhari dan durasi
lama >2 jam perhari. Durasi terjadi karna adanya postur janggal yang
beresiko hjika postur janggal tersebut dipertahankan lebih dari 10 detik,
maka fisiologis utama yang dikaitkan dengan gerakan yang sering dan
berulang – ulang sehingga akan menyebabkan kelelahan otot (Anzar & Dwi
2018).
d. Repetasi
Repitasi merupakan pengulangan gerakan pada waktu bekerja dengan pola
yang sama. Frekuensi gerakan yang terlampau sering akan mendorong
trjadinya kelelahan dan ketegangan otot tendon. Ketegangan otot tendon
dapat dipulihkan apabila ada sebuah jeda waktu istirahat yang digunakan
untuk peregangan otot. Resiko dari gerakan berulang – ulang akan terus saja
meningkat apabila gerakan tersebut dilakukan dengan postur atau posisi yang
22
janggal serta sikap yang salah dengan beban yang berat dalam waktu Yang
lama. Beberapa keluhan pada otot terjadi karena otot menerima tekanan dan
beban secara terus menerus tanpa memperoleh kesempatan untuk relaksasi
atau istirahat. Repetisi merupakan pengulangan gerakan kerja dengan pola
yang sama. Keluhan otot terjadi karena otot menerima tekanan akibat beban
terus menerus tanpa memperoleh kesempatan untuk relaksasi ( Fauci, D.L,
Kasper, D.L, Braunwald, S.L, Hauser, J.L, Jameson , & J.Loscalzo, 2008).
3) Faktor lingkungan fisik
Faktor risiko lingkungan fisik terhadap LBP antara lain getaran. Getaran
dapat menyebabkan kontraksi otot meningkat yang menyebabkan peredaran
darah tidak lancar, penimbunan asam laktat meningkat, dan akhirnya timbul
rasa nyeri. Getaran berpotensi menimbulkan keluhan LBP ketika seseoang
menghabiskan waktu lebih banyak di kendaraan atau lingkungan kerja yang
memiliki hazard getaran (Andini, 2015).
2.2.7. Faktor Risiko Lain yang menyebabkan Low Back Pain
Faktor-faktor yang mempengaruhi terjadinya keluhan pada punggung bawah
meliputi faktor internal dan eksternal. Adapun faktor resiko lainnya yang
berpengaruh dalam terjadinya low back pain adalah sebagai berikut :
1. Posisi Belajar
Macam-macam posisi yang diperagakan mahasiswa saat belajar seringkali
menyebabkan nyeri di berbagai bagian tubuh. Van Wely (1970) telah
mengidentifikasi keluhan-keluhan yang sering timbul dari berbagai posisi saat
bekerja dalam Widiasih (2015) telah mengidentifikasi keluhan-keluhan yang sering
timbul dari berbagai posisi saat berkerja dalam table berikut.
23
Tabel 2.1. Posisi Kerja dan Keluhan yang Berhubungan
Jenis Posisi Lokasi Keluhan
Berdiri Kaki, punggung bawah Duduk tanpa lower back support Punggung bawah Duduk tanpa back support Punggung tengah Duduk tanpa pijakan kaki Lutut, kaki, punggung bawah Duduk dengan meletakkan siku di meja Punggung atas, leher bawah Mengulurkan lengan ke atas Bahu, lengan atas Kepala menunduk Leher Badan membungkuk Punggung bawah, punggung tengah Posisi menekuk Otot Sendi dalam posisi yang ekstrem Sendi
Sumber : Widiasih (2015)
Posisi menekuk atau tidak tegak, seringkali menyebabkan banyak masalah
biomekanik. Posisi yang sebaiknya dimiliki seseorang ketika bekerja adalah ketika
persendian berada pada posisi tengah. Contohnya, lengan tidak boleh terlalu
difleksikan atau diekstensikan. Posisi yang ideal saat belajar adalah dengan
menggunakan meja dengan tinggi 92 cm. Meja tersebut dapat mendukung baik posisi
berdiri maupun duduk. Untuk duduk, dapat digunakan kursi tinggi dengan sanggahan
kaki yang nyaman. Sehingga orang yang belajar di meja tersebut dapat melakukan
pekerjaannya dengan fleksibel dan ergonomis.
Tuntutan belajar yang tinggi membuat para mahasiswa seringkali belajar hingga
di tempat tidur. Padahal (Anggrawal,et al. 2014) menemukan dalam penelitiannya
bahwa orang yang belajar di tempat tidur mengalami nyeri punggung bawah 25%
lebih banyak daripada orang yang belajar di meja belajar. Tentu hal ini dihubungkan
dengan faktor ergonomis dari posisi yang dilakukan ketika belajar di tempat tidur.
Pada saat belajar di tempat tidur, posisi tubuh menjadi tidak fisiologis. Belajar dalam
keadaan tiduran atau bersangga pada siku dapat membuat vertebrae lumbal tidak
mempunyai tumpuan, menjadi hiperekstensi, dan cervical menekuk terlalu ekstrem.
Akibatnya, titik tumpu tubuh berubah dan terjadilah keluhankeluhan seperti nyeri
punggung bawah.
24
2. Postur Tubuh
Seorang yang aktivitasnya dominan dengan posisi duduk hendaknya harus
mengetahui posisi duduk yang ideal. Menurut Salma Oktaria (2015) istilah ergonomi
di ambil dari bahasa yunani “ergo” yang berarti kerja dan “nomos” yang berarti
hokum alam. Jadi ergonomi dapat didefinisikan sebagai suatu disiplin yang mengkaji
keterbatasan, kelebihan, serta karakteristik manusia, dan memanfaatkan informasi
tersebut dalam merancang produk, mesin, fasilitas, lingkungan, dan bahkan system
kerja, dengan tujuan utama tercapainya kualitas kerja yang terbaik tanpa
mengabaikan aspek kesehatan, keselamatan serta kenyamanan manusia (Djamal ,
Nelfiyanti, & Kurniawan, 2019)
1) Duduk tegak
Posisi duduk tegak dengan sudut 90º tanpa sandaran dapat mengakibatkan beban
pada daerah lumbal. Hal ini disebabkan karena otot berusaha untuk meluruskan
tulang punggung dan daerah lumbal, yang menahan beban badan yang lebih
besar. Duduk tegak dengan punggung lurus dan bahu kebelakang. Paha
menempel didudukan kursi dan bokong harus menyentuh bagian belakang kursi.
Tulang punggung memiliki bentuk yang melengkung ke depan pada bagian
pinggang. Sehingga dapat diletakkan bantal untuk menyangga kelengkungan
tulang punggung tersebut.
2) Duduk condong kedepan
Posisi duduk dengan badan condong kedepan atau membungkuk dengan sudut
70° dapat menambah gaya pada discus lumbalis kurang lebih 90% lebih besar
dibandingkan posisi berdiri membungkuk. Posisi leher condong kedepan dengan
badan membungkuk mengakibatkan beban kerja otot berkurang namun beban
yang di tahan discus meningkat. Pusatkan beban tubuh pada satu titik agar
25
seimbang. Usahakan jangan sampai membungkuk jika diperlukan, kursi dapat
ditarik mendekati meja agar posisi duduk tidak membungkuk.
3) Duduk menyandar
Posisi menyandar mengikuti proporsi tubuh dapat mengurangi tekanan discus 25%
sehingga merupakan posisi yang paling nyaman, namun permasalahan pada posisi
ini target visual terlalu jauh atau terlalu rendah. Usahakan menekuk lutut hingga
sejajar dengan pinggang, dan disarankan untuk tidak menyilang kaki.
Penelitian Khumaerah (2014) menjelaskan bahwa standar posisi duduk yang
ergonomi adalah sebagai berikut:
a) Dagu ditarik ke dalam
b) Kepala tidak membungkuk ke depan (fleksi 5-10 º)
c) Punggung tetap tegak dengan bantalan kursi menopang punggung bawah
d) Posisi punggung santai dan tidak membungkuk (Lumbal tetap lordosis)
e) Tibia (betis) tegak lurus dengan lantai
f) Posisi paha horizontal, sejajar dengan lantai (85-100 º)
g) Posisi telapak kaki menapak ke tanah. Bila tidak, berarti posisi duduk anda
terlalu tinggi.
3. Posisi berdiri
Beberapa pekerjaan, seperti pekerja pabrik atau teknisi mengharuskan
seseorang berdiri hingga berjam-jam. Kondisi ini dapat menimbulkan berbagai efek
terhadap kesehatan. Dalam posisi berdiri untuk jangka waktu yang lama dan
dilakukan berulang-ulang beresiko sakit pada bagian pergelangan kaki, varises,
kelelahan otot, nyeri pinggang, nyeri pada otot punggung, hingga kaku pada leher
(Nurrahman 2016).
26
4. Durasi Praktikum
Pada mahasiwa jadwal kuliah mahasiswa reguler secara umum dimulai dari
pukul 8 pagi sampai dengan pukul 3 sore. Selama proses perkuliahan diberikan waktu
istirahat selama 1 jam yaitu dari pukul 12 sampai dengan pukul 1 siang, kemudian
perkuliahan dilanjutkan kembali sampai dengan pukul 3 bahkan sampai sore jika ada
perubahan jadwal dari dosen pengajar. Keadaan posisi duduk yang salah dalam waktu
yang terlalu lama akan menyebabkan ketegangan pada otot-otot dan peregangan pada
tulang belakang. Didapatkan hasil dari studi pendahuluan pada kasus ini bahwa
mereka yang lebih sering melakukan praktikum lebih dari 6 jam sering merasakan
nyeri punggung. Sehingga posisi yang salah selama duduk membuat tekanan
abnormal sehingga menyebabkan rasa sakit pada punggung bawah. Duduk lama
merupakan salah satu penyebab timbulnya LBP dengan angka kejadian pada orang
dewasa 39,7%-60%. LBP berkaitan dengan duduk selama lebih dari 4 jam, selain
lamanya duduk, sikap duduk turut mempengaruhi resiko low back pain (Putri,
Mulyadi, & Lolong, 2014)
Menurut Wijayanti (2017) postur tubuh yang lama tanpa di iringi perubahan
posisi dan istirahat dapat meningkatkan resiko terjadinya cedera musculoskeletal
seperti nyeri punggung bawah, hal tersebut disebabkan oleh meningkatnya
ketegangan pada ligament dan otot-otot punggung bawah. Keadaan posisi duduk
yang salah dalam waktu yang terlalu lama akan menyebabkan ketegangan otot-otot
dan perenggangan ligamentum longitudinal posterior pada tulang belakang. Posisi
tubuh yang salah selama duduk membuat tekanan abnormal dari jaringan sehingga
menyebabkan rasa sakit pada punggung bawah. Dalam keadaan posisi duduk otot
27
yang bekerja adalah otot punggung dan otot abdominal sebagai penyeimbang dari
kerja rektor spine.
2.3. REBA (Rapid Entire Body Assesment )
2.3.1 pengertian REBA ( Rapid Entire Body Assesment )
Menurut Djamal (2019) Rapid Entire Body Assesment (REBA) merupakan suatu
metode dalam bidang ergonomi yang digunakan secara cepat untuk menilai postur
leher, punggung, lengan pergelangan tangan dan kaki seorang pekerja. Secara efektif
digunakan untuk menilai postur tubuh serta menghitungkan beban yang ditangani
dalam suatu system kerja, coupling atau pegangannya dan aktivitas yang dilakukan.
Metode ini relatif, hanya berupa range sudut. Terdapat empat tahap proses
perhitungan yang dilalui yaitu:
1. Mengumpulkan data mengenai postur pekerjaan tiap kegiatan menggunakan
video atau foto
2. Menentukan sudut pada postur tubuh saat bekerja pada bagian tubuh seperti :
a. Badan (Trunk)
b. Leher (Neck)
c. Kaki (Leg)
d. Lengan bagian atas (Upper arm)
e. Lengan bagian bawah (Lower arm)
f. Pergelangan tangan (Hand Wrist)
3. Menentukan berat badan, pegangan (coupling) dan aktivitas kerja.
4. Menentukan nilai REBA untuk postur yang relevan dan menghitung skor
akhir dari kegiatan tersebut.
28
Skor REBA dihitung secara manual dilakukan dengan cara pengambilan data postur
tubuh pekerja dengan menggunakan video atau kamera, penentuan sudut-sudut dari
postur tubuh pekerja, penentuan berat beban, dan pengolahan data REBA.
Pengolahan data REBA memerlukan beberapa tahapan yaitu menggolongkan skor
sudut tubuh, menghitung skor pada bagian A dengan tabel A dan menghitung skor
pada bagian B dengan Reba B, menambahkan skor A dengan skor beban dan
menambahkan skor B dengan skor kopling, mencari skor C dengan menggunakan
tabel C, dan menambahkan skor C dengan skor aktivitas (Hutomo, 2013)
Action level 0 : Skor 1 menunjukkan bahwa postur ini sangat diterima dan tidak
perlu tindakan.
1. Action level 1 : Skor 2 – 3 menunjukkan bahwa mungkin diperlukan
pemeriksaan lanjutan.
2. Action level 2 : Skor 4 – 7 menunjukkan bahwa perlu tindakan
pemeriksaaan dan perubahan perlu dilakukan.
3. Action level 3 : Skor 8 – 10 menunjukkan bahwa perlu pemeriksaan
dan perubahan diperlukan secepatnya.
4. Action level 4 : Skor 11 menunjukkan bahwa kondisi ini berbahaya
maka pemeriksaan dan perubahan diperlukan dengan segera (saat itu
juga).
2.4. Hubungan Postur Tubuh dengan Gejala Low Back Pain pada Mahasiswa
Farmasi saat Praktukum
Sengaji (2015) mengatakan nyeri punggung bawah mengacu pada rasa sakit
dengan durasi yang bevariasi di daerah punggung bawah, masalah nyeri punggung
bawah yang timbul akibat duduk lama dengan posisi yang salah dapat menyebabkan
29
oto-otot punggung menjadi tegang. Keadaan postur tubuh yang salah dalam waktu
yang terlalu lama menyebabkan ketegangan otot-otot dan peregangan ligamentum
longitudinal posterior pada tulang belakang. Sehingga posisi tubuh yang salah selama
duduk membuat tekanan abnormal dari jaringan sehingga menyebabkan rasa sakit
pada punggung bawah (Wijayanti, 2017)
Ada beberapa faktor yang berhubungan dengan postur tubuh dengan gejala low
back pain yaitu faktor individu, faktor pekerjaan dan faktor lingkungan. Termasuk
dalam faktor lingkungan dengan posisi tubuh yang menympang secara signifikan dari
posisi normal saat melakukan pekerjaan dalam posisi menggapai, berputar
memiringkan badan, berlutut, jongkok, memegang dalam posisi statis dan menjepit
dengan tangan. Posisi tersebut melibatkan beberapa area tubuh seperti bahu,
punggung dan lutut karena daerah inilah yang paling cenderung sering mengalami
cedera (Andini, 2015). Durasi duduk yang lama dapat menyebabkan resiko nyeri
punggung bawah, dari hasil analisis terdapat hubungan antara lama duduk dengan
keluhan nyeri punggung bawah.
Duduk untuk jangka waktu yang lama menyebabkan peningkatan tekanan dari
punggung, leher, lengan dan kaki dapat memanahkan sejumlah besar tekanan pada
otot punggung dan diskus tulang belakang. Sehingga duduk dalam waktu yang lama
meningkatkan resiko terjadinya nyeri punggung bawah dan aktivitas fisik dapat
meningkatkan risiko nyeri punggung bawah jika di tambah dengan faktor posisi
duduk, lama duduk dan indeks massa tubuh tinggi (Nur, Dewi, & Yanti R.S.A,
2015).